• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kadar Dan Rendemen Rhodinol Pada Fraksi Kaya Sitronelol Dan Geraniol Minyak Sereh Wangi Dengan Distilasi Molekuler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Kadar Dan Rendemen Rhodinol Pada Fraksi Kaya Sitronelol Dan Geraniol Minyak Sereh Wangi Dengan Distilasi Molekuler"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KADAR DAN RENDEMEN RHODINOL

PADA FRAKSI KAYA SITRONELOL DAN GERANIOL

MINYAK SEREH WANGI DENGAN DISTILASI

MOLEKULER

FAUZAN ALHAKIM

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Peningkatan Kadar dan Rendemen Rhodinol pada Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi dengan Distilasi Molekuler adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

FAUZAN ALHAKIM. Peningkatan Kadar dan Rendemen Rhodinol pada Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi dengan Distilasi Molekuler. Dibimbing oleh MEIKA SYAHBANA RUSLI dan DWI SETYANINGSIH.

Rhodinol pada minyak sereh wangi memiliki pasar yang luas dan banyak dibutuhkan pada industri parfum, pengusir serangga dan kosmetik. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan kadar rhodinol pada minyak sereh wangi dengan cara distilasi molekuler atau Short Path Distillation dengan variasi suhu dan kecepatan rotor. Bahan yang digunakan merupakan fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan kadar total rhodinol sebesar 76.43%. Kadar rhodinol tertinggi pada penelitian ini diperoleh pada suhu 64-68°C dan kecepatan rotor 300 rpm dengan kadar sebesar 82.45% dan rendemen sebesar 57.75%. Dua rentang suhu yang berbeda dikaji menggunakan kecepatan rotor 300 rpm. Pada rentang suhu 56-60°C dihasilkan rendemen sebesar 90.77% dengan kadar rhodinol 77.07%, sedangkan pada rentang suhu 60-64°C dihasilkan rendemen sebesar 82.12% dan kadar rhodinol sebesar 79.59%.

Kata kunci: Minyak sereh wangi, peningkatan kadar rhodinol, distilasi molekuler.

ABSTRACT

FAUZAN ALHAKIM. Increasing Purity and Yield of Rhodinol in Citronellol and Geraniol Rich Fraction of Citronellal Oil by Molecular Distillation. Supervised by MEIKA SYAHBANA RUSLI and DWI SETYANINGSIH.

Rhodinol in citronella oil has wide market and needed by perfumery, insect repellant, and cosmetic industries. The objective of this research was to increase rhodinol content of citronella oil by molecular distillation or Short Path Distillation with variation in temperature and rotor speed. Materials used were rich fraction of citronellol and geraniol with total rhodinol content of 76.43%. The highest rhodinol content from this research obtained at temperature of 64-68°C and rotor speed of 300 rpm with rhodinol content of 82.45% and yield of 57.75%. Two different distillation temperature range using rotor speed of 300 rpm were observed. At temperature range of 56-60°C it resulted in yield of 90.77% and rhodinol content of 77.07%, while at temperature range of 60-64°C it resulted in yield of 82.12% and rhodinol content of 79.59%.

(5)

FAUZAN ALHAKIM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

PENINGKATAN KADAR DAN RENDEMEN RHODINOL

PADA FRAKSI KAYA SITRONELOL DAN GERANIOL

MINYAK SEREH WANGI DENGAN DISTILASI

MOLEKULER

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Peningkatan Kadar dan Rendemen Rhodinol pada Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi dengan Distilasi Molekuler

Nama : Fauzan Alhakim NIM : F34110051

Disetujui oleh

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Pembimbing I

Dr. Dwi Setyaningsih, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai syarat mendapatkan gelar S.Tp dari Departemen Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Salawat serta salam juga saya limpahkan kepada nabi besar Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 ini adalah Peningkatan Kadar dan Rendemen Rhodinol pada Fraksi Akhir Minyak Sereh Wangi dengan Distilasi Molekuler.

Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc, selaku dosen pembimbing I, ibu Dr. Dwi Setyaningsih, M.Si, selaku dosen pembimbing II dan bapak Dr. Ir. Muslich, M.Si, selaku dosen penguji. Di samping itu, ucapan terimakasih juga disampaikan kepada manager, supervisor dan staff PT. Indesso Aroma yang telah memberikan izin serta masukan-masukan yang sangat membantu pada penelitian ini, yaitu Pak Leo, Pak Iwan, Pak Nanang, Pak Erwin, Mas Edu, Kang Irwan, Kang Aruz, Mas Heri, dan Mas Anggi.

Ucapan terimakasih juga diperuntukkan kepada keluarga tercinta terutama Papa yang selalu memberikan nasehat dan dukungan baik itu secara materi dan moril serta kepada almarhumah Mama tercinta, semoga beliau selalu diberikan ampunan dan rahmat oleh Allah SWT. Tidak luput juga terimakasih kepada Tante Etty, Uni, Mas Jay, Bu Des serta kepada Uni Yet yang sudah memberikan izin bagi penulis untuk menginap di Cibubur selama penelitian berlangsung. Semoga seluruh keluarga penulis selalu diberikan ampunan, rahmat serta rezeki oleh Allah SWT.

Penulisan karya ilmiah ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa dukungan dari teman-teman yang selalu memberikan semangat dan masukan. Terimakasih kepada Vika, Bagas, Tio, Salas, Hanif, Naura, Adya, Osyi, Alfiyan dan seluruh teman-teman TIN 48. Terimakasih kepada seluruh teman-teman dari NGNK dan Alumni IPA 1 SMAN 4 Bogor. Terimakasih juga kepada kakak-kakak kelas sebimbingan yaitu Kak Ucup, Kak Alfiyandi, Kak Athin, Kak Amina dan Kak Arum yang banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Distilasi Molekuler 2

METODOLOGI PENELITIAN 4

Waktu dan Lokasi Penelitian 4

Bahan 4

Alat 5

Metode Penelitian 5

Karakterisasi Bahan Baku 5

Penentuan Kecepatan Rotor 5

Penentuan Rentang Suhu 7

Prosedur Analisis Data 8

Analisis Produk 8

Analisis Gas Chromatography (GC) 9

Analisis Sifat Fisiko-kimia 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Karakterisasi Bahan Baku 10

Penentuan Kecepatan Rotor Wiper 11

Pengujian Rentang Suhu Distilasi 15

Pengujian Sifat Fisiko Kimia 18

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik Bahan Hasil Analisis GC 11

2 Tekanan Uap Senyawa Penyusun Minyak Sereh Wangi pada Suhu 25 °C 11 3 Hasil Proses SPD pada Suhu 64-68°C dan Kecepatan Rotor 200 rpm 12 4 Hasil Proses SPD pada Suhu 64-68°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm 12 5 Kadar Rhodinol (%) dalam Residu pada Variasi Kecepatan Rotor 14 6 Hasil Proses SPD pada Suhu 60-64°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm 15 7 Hasil Proses SPD pada Suhu 56-60°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm 16 8 Kadar Rhodinol (%) dalam Residu pada Suhu 56-60°C dan 60-64°C 16 9 Sifat Fisiko Kimia Residu Hasil Proses pada Variasi Rentang Suhu 19

DAFTAR GAMBAR

1 Skema Proses Distilasi Molekuler/SPD(Martinello et al. 2008) 3

2 Skema Pemisahan SPD (Martinello et al. 2008) 4

3 Skema Distilasi SPD Tiga Tahap 6

4 Skema Proses pada Penentuan Kecepatan Rotor SPD 7

5 Skema Proses pada Penentuan Rentang Suhu 8

6 Kromatogram Bahan Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol 10 7 Grafik Perbandingan Persentase Rendemen dan Kadar Rhodinol Total

Residu pada Kondisi 200 rpm dan 300 rpm 14

8 Grafik Perbandingan Persentase Rendemen dan Kadar Rhodinol Total

Residu pada Kecepatan Rotor 300 rpm dengan Variasi Rentang Suhu 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Metode Analisis Gas Chromatography (GC) 23

2 Evaluasi Proses Short Path Distillation (SPD) 24

3 Neraca Massa Rhodinol 28

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak sereh wangi merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang dihasikan dari tanaman sereh wangi (Cymbopogon winterianus) (Yuliani dan Satuhu 2012). Guenther (2006), menyebutkan bahwa terdapat tiga komponen yang mempunyai kandungan tertinggi pada minyak ini yakni sitronelal (32-45%), geraniol (12-18%), dan sitronelol (11-15%). Rhodinol adalah campuran dari sitronelol dan geraniol (Burdock 2010). Rhodinol banyak dibutuhkan oleh industri parfum, aromaterapi, pengusir serangga, deodoran dan kosmetik. Rhodinol memiliki penampakan berupa cairan jernih tidak berwarna sampai kuning pucat dan memiliki aroma bunga (floral), mawar (rose), dan seperti geranium (Brechbill 2009).

Sampai saat ini spesifikasi rhodinol sangat beragam. WHO (2004) mendefinisikan rhodinol sebagai total campuran sitronelol dan geraniol dengan kadar minimal 82%. Sedangkan menurut Thegoodscentscompany (2015), produk dapat disebut rhodinol apabila memiliki kadar total alkohol 70-100%. Selain itu, beberapa perusahaan seperti Ernesto Ventos, Bedoukian, Sigma Aldrich dan Moelhaussen memiliki syarat produk rhodinol yang berbeda-beda. Ernesto Ventos memiliki produk rhodinol dengan spesifikasi sitronelol 12-25% dan geraniol 28-48%, Bedoukian memiliki spesifikasi sitronelol 56% dan geraniol 37-43%, sedangkan perusahaan Sigma Aldrich dan Moelhaussen hanya memberikan spesifikasi produk rhodinol dengan keterangan total alkohol ≥82% dan ≥95%. Burdock (1995) menambahkan bahwa komposisi rhodinol komersial pada pasar masih kontroversial.

Proses isolasi rhodinol dapat dilakukan baik secara secara fisik maupun secara kimia. Proses isolasi rhodinol yang menggunakan bahan kimia pada dasarnya akan memiliki dampak terhadap kesehatan dan lingkungan. Proses isolasi rhodinol secara fisik dapat dilakukan umumnya menggunakan fraksinasi vakum dan distilasi molekuler. Kedua proses ini sama-sama menggunakan tekanan yang rendah dalam pemisahannya. Hal ini disebabkan sitronelol dan geraniol merupakan senyawa dengan bobot molekul dan titik didih yang tinggi (Perry dan Green 1997). Siwi (2013), melakukan penelitian untuk memisahkan fraksi kaya sitronelal, sitronelol dan geraniol pada minyak sereh wangi menggunakan distilasi fraksinasi vakum. Kadar rhodinol terbaik didapatkan pada rasio refluks 20:10 dan tekanan 3-4 mbar dengan kadar rhodinol mencapai 73-4.20 % dan rendemen 25.00%. Selain distilasi fraksinasi vakum, proses pemisahan rhodinol juga dapat dilakukan menggunakan distilasi molekuler.

(12)

2

Bahan yang digunakan merupakan fraksi minyak sereh wangi hasil distilasi fraksinasi vakum yang masih mengandung sejumlah fraksi depan terutama sitronelal dan fraksi belakang seperti sitronelol, geraniol serta ester-esternya. Pada kondisi laju alir 1-2 tetes/detik, rentang suhu distilasi 58-62°C, kenaikan suhu 1°C dan kecepatan rotor 200 rpm, didapatkan kadar rhodinol tertinggi yakni 60.46% dengan rendemen sebesar 16.72%.

Nuryanti (2013), berhasil meningkatkan kadar rhodinol pada fraksi kaya sitronelol dan geraniol minyak sereh wangi menggunakan SPD. Pada penelitiannya, proses SPD dilakukan sebanyak tiga kali distilasi dengan redistilasi berasal dari residu. Pada kondisi laju alir 1 tetes/detik, rentang suhu 64-68°C, kenaikan suhu 2°C, dan kecepatan rotor 200 rpm, hasil yang didapatkan memiliki kadar total sitronelol dan geraniol (rhodinol) yang cukup tinggi, yaitu mencapai 89.01% pada residu akhir. Namun rendemen residu akhir yang dihasilkan rendah yakni hanya 3.86 % sehingga nilai ekonomisnya rendah. Rendahnya rendemen tersebut disebabkan oleh tahapan proses distilasi yang meredistilasi umpan dari residu. Selain itu, terdapat kesulitan pemisahan rhodinol dari kelompok ester yang disebabkan golongan ester tersebut memiliki titik didih dan tekanan uap yang sangat berdekatan dengan rhodinol. Hal ini menyebabkan golongan ester tersebut menguap lebih dahulu atau secara bersamaan dengan rhodinol. Oleh sebab itu, perlu adanya perbaikan kondisi proses distilasi agar rhodinol yang didapatkan memiliki kadar serta rendemen yang tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi proses terbaik pada distilasi molekuler atau Short Path Distillation dalam upaya peningkatan kadar dan rendemen rhodinol pada fraksi kaya sitronelol dan geraniol minyak sereh wangi.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada pengkajian kecepatan rotor dan rentang suhu dari distilasi molekuler atau Short Path Distillation untuk meningkatkan kadar dan rendemen rhodinol pada fraksi kaya sitronelol dan geraniol minyak sereh wangi.

TINJAUAN PUSTAKA

Distilasi Molekuler

(13)

3 itu, keunggulan proses SPD dibandingkan metode distilasi lain adalah waktu distilasi yang singkat, aliran operasi kontinyu, dan jarak yang sempit antara kondensor dan evaporator (Shimada et al. 2000). Metode distilasi ini disebut “short

path” dikarenakan jarak evaporator dan kondesor yang berdekatan, tidak seperti

metode distilasi pada umumnya. Kondisi ini membuat laju evaporasi menjadi tinggi dan menurunkan waktu tinggal molekul dalam proses. Dua kondisi ini, yakni suhu yang rendah dan waktu tinggal molekul yang singkat, dapat meminimalkan dekomposisi termal pada komponen sehingga kualitas produk dapat terjaga (Manohar dan Sankar 2009; Martinello et al. 2008; Rossi et al. 2014). Beberapa keunggulan dan manfaat dari proses SPD ini membuat metode ini banyak diterapkan berbagai industri seperti industri kosmetik, farmasi, makanan dan petrokimia (Tovar et al. 2011). Skema proses SPD ditunjukkan pada Gambar 1.

(14)

4

gaya gravitasi dan celah didalam wiper. Selama bahan mengalir pada pemanas, terjadi evaporasi yang bergantung pada bobot molekul bahan dan tekanan uapnya. Bahan yang tidak terevaporasi kemudian akan mengalir menuju kolom residu, sedangkan bahan yang terevaporasi akan terkondensasi ke permukaan kondesor dan mengalir menuju kolom distilat. Gambaran proses pemisahan pada SPD ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema Pemisahan SPD (Martinello et al. 2008)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Mei hingga Agustus 2015, di unit Research and Development (R&D) dan Quality Control (QC) PT. Indesso Aroma.

Bahan

(15)

5 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat Short Path Distillation (SPD) yang terdapat pada Unit R&D PT. Indesso Aroma. Alat SPD ini berskala lab dengan tipe wiped film evaporator, yang terdiri atas tabung umpan, mesin pemanas dengan media penghantar panas berupa etilen glikol, mesin pendingin, pompa vakum dan mesin rotor. Alat ini memiliki kapasitas umpan maksimal sebesar 250 ml, suhu evaporator maksimum 250 oC dan luas permukaan evaporator sebesar 0.03 m2. Alat-alat yang digunakan untuk analisis fisikokimia adalah densitymeter digital DMA 4500 M, refraktometer digital ATAGO, polarimeter ATAGO Polax-2L dan injektor. Selain itu, alat-alat penunjangnya antara lain pipet, stopwatch, botol-botol sampel kapasitas 15 ml, botol-botol gelap, labu erlenmeyer, gelas ukur, termometer, timbangan, alat Gas Chromatography (GC) Agilent 7890A dan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Agilent 5975C.

Metode Penelitian Karakterisasi Bahan Baku

Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui kadar komponen-komponen yang terdapat dalam bahan baku. Karakterisasi bahan baku dilakukan menggunakan GC-MS milik PT. Indesso Aroma. Analisis GC-MS dilakukan untuk mengetahui pola puncak serta komponen-komponen yang berada pada puncak tersebut. Analisis GC-MS ini kemudian dikalibrasi dengan pola puncak yang terdapat pada analisis GC untuk mengetahui persentase kadar masing-masing senyawa. Proses kalibrasi puncak ini dapat dilakukan karena pola puncak pada kromatogram GC-MS dan GC pada dasarnya adalah sama. Kondisi operasi GC dan GC-MS pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penentuan Kecepatan Rotor

(16)

6

F

D1

R1

D2

R2

D3

R3

Keterangan : 1) F= Umpan,2) D= Distilat, 3) R= Residu

Gambar 3 Skema Distilasi SPD Tiga Tahap

(17)

7

Bahan 120 g

Analisis kadar dan identifikasi senyawa

pada minyak menggunakan GC dan

GCMS

Proses SPD 3 tahap

(redistilasi destilat), 64-68 oC

(kenaikan suhu 2 oC), laju alir

1 tetes/detik (± 0.018 g/detik), kecepatan rotor 200 dan 300

rpm

Destilat Residu

Timbang, Analisis GC, Uji

Fisikokimia

Gambar 4 Diagram Alir Penentuan Kecepatan Rotor SPD Penentuan Rentang Suhu

(18)

8

Bahan 120 g

Proses SPD 3 tahap (redistilasi destilat), suhu 56-60 oC dan 60-64 oC (kenaikan suhu 2 oC), laju

alir 1 tetes/detik (± 0.018 g/ detik), dan kecepatan rotor x rpm (ditentukan pada uji sebelumnya)

Destilat Residu

Timbang, Analisis GC, Uji

Fisikokimia

Gambar 5 Diagram Alir Penentuan Rentang Suhu Prosedur Analisis Data

Analisis Produk

Parameter yang digunakan untuk analisis proses SPD adalah suhu distilasi (T), massa distilat (D), massa residu (R), rendemen distilat (%WtD), rendemen residu (%WtR), dan kehilangan (loss). Rendemen merupakan persentase hasil dengan membagi jumlah massa produk yang dihasilkan terhadap jumlah massa bahan awal yang digunakan, sedangkan kehilangan (loss) merupakan massa yang hilang selama proses. Rendemen distilat dan residu serta persentase loss dihitung dengan rumus sebagai berikut:

%WtD =Bahan awal gr x Distilat gr %

%WtR= Bahan awal gr x Residu gr %

(19)

9

Analisis Gas Chromatography (GC)

Analisis produk selanjutnya dilakukan dengan menggunakan Gas Chromatography (GC). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar komponen utama dan komponen tambahan dalam produk sebagai hasil proses SPD. Komponen utama dalam hal ini adalah sitronelol dan geraniol, sedangkan komponen tambahan adalah sitronelil asetat dan geranil asetat. GC adalah teknik analisis dimana komponen di dalam campuran dipisahkan menggunakan fase gerak berupa gas pembawa yang inert dan fase diam berupa padatan atau cairan di dalam kolom (Kupiec 2004). Proses penggunaan GC diawali dengan menginjeksikan sampel sebanyak 1 μl ke dalam injektor. Di dalam injektor, terjadi proses pemisahan dengan menguapkan sampel cairan menjadi fase gas untuk dibawa ke kolom. Gas pembawa inert yang disebut sebagai fase gerak akan melarutkan molekul dalam bahan dan melewati kolom sebagai fase diam. Di dalam kolom ini, sampel akan dipisahkan karena adanya interaksi antara molekul dengan fase gerak dan fase diamnya, maka fase gerak akan membawa molekul dengan titik didih rendah lebih dulu. Semakin lama waktu retensi komponen pada puncak (peak) yang terdapat dalam kromatogram, maka menunjukkan semakin tinggi titik didih komponen tersebut.

Analisis Sifat Fisiko-kimia

Analisis fisiko-kimia dalam penelitian ini meliputi bobot jenis, indeks bias, putaran optik, warna dan kelarutan alkohol. Analisis fisiko-kimia ini dilakukan terhadap residu dan distilat dari masing-masing proses SPD. Hasil fisikokimia ini kemudian dibandingkan dengan SNI 06-0026-1987 tentang syarat mutu geraniol. Hal ini dikarenakan bahan yang diuji merupakan fraksi kaya geraniol walau masih memiliki kandungan sitronelol, sitronelil asetat, geranil asetat dan komponen kecil lainnya.

Bobot jenis adalah perbandingan antara berat minyak pada suhu yang ditentukan dengan berat air pada volume yang sama. Analisis bobot jenis dilakukan menggunakan alat densitymeter digital. Kondisi operasi yang digunakan yaitu pada suhu 25°C dengan jumlah sampel setiap analisis sejumlah 1 ml. Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di udara dengan kecepatan cahaya di dalam minyak pada suhu tertentu. Analisis indeks bias dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer digital. Kondisi operasi yang digunakan yaitu pada suhu 20°C dengan jumlah sampel 1-2 tetes.

(20)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Bahan Baku

Pada penelitian ini digunakan bahan yang merupakan fraksi kaya sitronelol dan geraniol minyak sereh wangi hasil fraksinasi vakum. Karakterisasi bahan dilakukan dengan menguji kadar bahan menggunakan GC dan GC-MS. Hasil analisis GC memperlihatkan pola puncak komponen-komponen pada bahan baku. Adapun pola puncak ini kemudian dikalibrasi dengan hasil analisis GC-MS untuk mengidentifikasi komponen yang terdapat pada puncak tersebut. Hasil GC yang telah dikalibrasi dengan GC-MS menunjukkan bahwa komponen-komponen yang terdapat pada minyak didominasi oleh sitronelol dan geraniol dengan kadar berturut-turut 19.84% dan 56.59% sehingga total campurannya (rhodinol) pada bahan sebesar 76.43%. Selain itu terdapat beberapa puncak yang kadarnya relatif kecil tetapi berpengaruh terhadap kadar sitronelol dan geraniol. Dari sejumlah puncak kecil tersebut, terdapat dua puncak yang kadarnya melebihi puncak kecil lainnya. Kedua puncak itu merupakan sitronelil asetat dan geranil asetat dengan kadar berturut-turut 5.78% dan 6.53% sehingga total ester-ester tersebut berjumlah 12.31%. Kromatogram pada hasil GC ini dapat dilihat pada Gambar 6. Karakterisitik bahan hasil analisis GC yang telah dikalibrasi dengan hasil analisis GC-MS dapat dilihat pada Tabel 1.

Ket : 1) Sitronelol, 2) Geraniol, 3) Sitronelil Asetat, 4) Geranil Asetat, 5) β-Elemene, 6) β-Kariofilen, 7) Bergamotene, 8) α-Kariofilen, 9) β-Kariofilen Epoksida

(21)

11 Tabel 1 Karakteristik Bahan Hasil Analisis GC

No. Nama Senyawa Kadar (%)

Gambar 6 dan Tabel 1 menunjukkan bahwa bahan yang digunakan memang merupakan fraksi akhir minyak sereh wangi. Bahan ini disebut fraksi akhir minyak sereh wangi karena fraksi depan minyak sereh wangi yang didominasi oleh sitronelal telah hilang. Kadar sitronelal pada hasil GC-MS sangat kecil, yakni hanya 0.02 %. Minyak sereh wangi asal Jawa menurut Guenther (2006) mengandung komponen-komponen sebagai berikut : 32 % - 45 % sitronelal, 12 % - 15 % geraniol, 11 % - 15 % sitronelol, 3 % - 8 % geranil asetat, 2 % - 4 % limonene, 3 % - 4 % kadinen, dan 2 % - 36 % adalah sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, vanillin, kamfen, α-pinen, linalool, dan β-kariofilen.

Penentuan Kecepatan Rotor Wiper

Pada percobaan ini, kecepatan rotor yang digunakan adalah 200 rpm dan 300 rpm. Kondisi lainnya dibuat tetap, yakni : rentang suhu 64°C-68°C, kenaikan suhu 2°C, laju alir 1 tetes/detik (±0.018 g/detik), dan tekanan vakum 10-3 mbar. Penggunaan rotor kecepatan tinggi (300 rpm) bertujuan untuk meningkatkan tekanan uap pada kolom sehingga pemisahan akan berlangsung berdasarkan tekanan uap molekul. Komponen tambahan pada bahan seperti sitronelil asetat dan geranil asetat memiliki tekanan uap lebih tinggi dibandingkan sitronelol dan geraniol sehingga pada proses pemurnian, senyawa dengan tekanan uap tinggi akan menguap lebih dahulu. Data mengenai bobot molekul serta tekanan uap komponen-komponen penyusun minyak sereh wangi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Tekanan Uap Senyawa Penyusun Minyak Sereh Wangi pada Suhu 25°C Senyawa

Sitronelal 154.24 204-208(b) 0.0373 0.0280

Sitronelol 156.20 225(d) 0.0588(d) 0.0441(d)

Geraniol 154.24 230(b) 0.0399(d) 0.0300 (d)

Sitronelil Asetat 198.30 229 0.0547(d) 0.0410 (d) Geranil Asetat 196.29 240-245 0.0439(d) 0.0330 (d) β - Kariofilen 204.35 256-259 0.0173 0.0130

(22)

12

Tabel 2 memperlihatkan bahwa sitronelil asetat dan geranil asetat memiliki bobot molekul dan titik didih yang lebih tinggi dibandingkan sitronelol dan geraniol. Komponen dengan bobot molekul dan titik didih yang lebih tinggi pada dasarnya akan berada pada residu (Laksmono et al. 2005). Namun, tekanan uap golongan ester tersebut lebih tinggi sehingga lebih volatil dibandingkan alkoholnya. Oleh karena itu ester-ester tersebut cenderung akan terkonsentrasi pada distilat, sedangkan rhodinol terkonsentrasi pada residu. Laksmono et al (2005) menambahkan bahwa umumnya produk yang diinginkan pada proses distilasi molekuler adalah distilat. Namun pada penelitian ini produk yang diinginkan berada pada residu. Pada percobaan pengaruh kecepatan rotor, proses SPD dilakukan sebanyak tiga kali distilasi dengan umpan yang diredistilasi berasal dari distilat sehingga diperoleh produk berupa residu I, II, dan III. Hasil proses SPD pada kecepatan rotor 200 rpm dan 300 rpm berdasarkan rendemennya ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4, sedangkan evaluasi proses SPD secara lengkap pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 3 Hasil Proses SPD pada Suhu 64-68°C dan Kecepatan Rotor 200 rpm Run T (°C) F (g) D (g) R (g) % WtD % WtR Loss (g)

1 64 120.00 48.11 71.14 40.09 59.28 0.76

2 66 47.26 27.86 18.82 58.95 39.83 1.44

3 68 26.56 19.61 6.54 73.83 24.63 1.71

Total 96.50 3.90

Tabel 4 Hasil Proses SPD pada Suhu 64-68°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm Run T (°C) F (g) D (g) R (g) % WtD % WtR Loss (g)

1 64 120.00 74.71 44.79 62.25 37.32 0.51

2 66 72.20 55.86 16.13 77.36 22.34 2.72

3 68 55.50 46.61 8.39 83.98 15.12 0.85

Total 69.31 4.09

Keterangan: T = Suhu distilasi

F = Umpan

D = Distilat R = Residu

(23)

13 Pada Tabel 3 dan Tabel 4, dapat dilihat bahwa proses SPD pada kecepatan rotor 300 rpm memiliki total residu yang lebih rendah dibandingkan pada kecepatan rotor 200 rpm dengan kondisi suhu yang sama (64°-68°C). Kedua kondisi tersebut menggunakan umpan dengan jumlah yang sama yakni 120 g. Pada kondisi 300 rpm, didapatkan total residu berjumlah 69.31 g, sedangkan pada kondisi 200 rpm didapatkan total residu berjumlah 96.50 g. Hasil tersebut membuktikan bahwa kecepatan rotor wiper berpengaruh terhadap rendemen produk. Kecepatan rotor yang lebih tinggi (300 rpm) pada dasarnya akan mempercepat agitasi mekanik wiper, sehingga memperpanjang waktu bahan berada pada kolom. Waktu yang lebih lama menyebabkan bahan terus menerus membentuk lapisan film tipis pada kolom yang dipanaskan sehingga meningkatkan tekanan uap pada bahan. Peningkatan tekanan uap ini pada akhirnya akan memaksimalkan proses penguapan sehingga rendemen residu menjadi lebih rendah dan rendemen distilat menjadi lebih tinggi. Walau demikian, rendemen pada kedua kondisi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Alu (2013) dan Nuryanti (2013).

Alu (2013) melakukan proses pemurnian rhodinol dengan teknik SPD menggunakan umpan yang mempunyai kadar rhodinol sebesar 41.44% dan masih mengandung sejumlah komponen sitronelal. Kondisi proses yang digunakan adalah pada rentang suhu 58-62°C dan kecepatan rotor 200 rpm. Hasil yang diperoleh adalah residu dengan kadar rhodinol 60.46% dengan rendemen sebesar 16.72%. Sedangkan Nuryanti (2013) melakukan proses pemurnian rhodinol dengan SPD menggunakan umpan yang merupakan fraksi kaya sitronelol dan geraniol hasil fraksinasi minyak sereh wangi. Fraksi tersebut mengandung kadar sitronelol 19.21% dan geraniol 54.70% sehingga kadar totalnya (rhodinol) sebesar 73.91%. Umpan yang diredistilasi berasal dari residu dan dilakukan distilasi tiga tahap. Dalam penelitiannya didapatkan bahwa pada rentang suhu 64°C-68° dan kecepatan rotor 200 rpm menghasilkan peningkatan kadar rhodinol terbaik pada residu akhir, yakni mencapai 89.01%. Namun, tingginya kadar rhodinol tersebut berimbas pada semakin rendahnya rendemen residu yang didapatkan. Rendemen residu akhir yang didapatkan pada kondisi tersebut adalah sebesar 3.86%.

(24)

14

Tabel 5 Kadar Rhodinol (%) dalam Total Residu dan Distilat Akhir pada Variasi Kecepatan Rotor

Kondisi Umpan (g)

Total Residu Distilat Akhir Bobot

Gambar 7 Grafik Perbandingan Rendemen Total Residu pada Kecepatan Rotor 200 rpm dan 300 rpm dengan Suhu 64-68°C

Gambar 8 Grafik Perbandingan Kadar Rhodinol Total Residu pada Kecepatan Rotor 200 rpm dan 300 rpm dengan Suhu 64-68°C

(25)

15 Tabel 5 menunjukkan bahwa total residu pada kecepatan rotor 300 rpm dengan suhu 64-68°C, dihasilkan kadar rhodinol yang lebih tinggi dibandingkan pada kecepatan rotor 200 rpm dengan suhu yang sama. Kedua proses tersebut menggunakan umpan awal yang memiliki kadar rhodinol yang sama yakni sebesar 76.43%. Kadar rhodinol dalam total residu yang didapatkan pada kondisi 300 rpm adalah sebesar 82.45% dengan peningkatan kadar sebesar 6.02% dibandingkan umpan awal. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan total residu pada kondisi rotor 200 rpm yang hanya mengalami kenaikan kadar rhodinol sebesar 2.44% dibandingkan umpan awal. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan rotor wiper mampu meningkatkan kadar rhodinol pada residu. Kecepatan rotor yang lebih tinggi (300 rpm) dapat meningkatkan tekanan uap pada kolom SPD, sehingga ester-ester yang memiliki tekanan uap lebih tinggi dapat terkonsentrasi pada distilat. Namun, perbedaan tekanan uap dan titik didih antara rhodinol dengan ester-esternya sangatlah kecil. Hal ini menyebabkan banyak komponen rhodinol yang ikut teruapkan bersama ester-esternya sehingga pada distilat akhir yang merupakan produk samping, kadar rhodinol tetap lebih tinggi dibandingkan ester-esternya serta rendemen yang dihasilkan pada residu relatif rendah.

Laksmono et al. (2005) melakukan penelitian tentang pengaruh kecepatan rotor wiper (60, 70 dan 80 rpm) dan suhu jaket pemanas (80, 90, dan 100°C) terhadap pemurnian patchouli alcohol dari minyak nilam. Hasil terbaik diperoleh pada kombinasi kecepatan rotor 70 rpm dan suhu 100°C dengan kenaikan kadar patchouli alcohol hinga 73.37% dari kadar awal 19.37%. Hasil ini menunjukkan bahwa pengaturan kecepatan rotor dan suhu sangat berpengaruh pada pemurnian suatu komponen pada minyak atsiri dengan mempertimbangkan titik didih dan tekanan uap masing-masing komponen pada minyak tersebut.

Pengujian Rentang Suhu Distilasi

Pada pengujian kecepatan rotor, didapatkan hasil bahwa kondisi kecepatan rotor 300 rpm mampu meningkatkan kadar rhodinol yang lebih tinggi dibandingkan kecepatan rotor 200 rpm. Oleh karena itu, kecepatan rotor 300 rpm dipilih untuk dikaji rentang suhu terbaik pada kondisi tersebut. Pada uji ini digunakan umpan awal dengan bobot dan kadar rhodinol yang sama dengan umpan pada uji kecepatan rotor yakni 120 g dan kadar 76.43%. Hasil proses SPD pada kedua kondisi disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6 Hasil Proses SPD pada Suhu 60-64°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm Run T (°C) F (g) D (g) R (g) % WtD % WtR Loss (g)

1 60 120.00 57.79 61.62 48.16 51.35 0.60

2 62 57.47 33.85 23.43 58.90 40.77 0.52

3 64 32.84 18.80 13.49 57.23 41.08 1.56

(26)

16

Tabel 7 Hasil Proses SPD pada Suhu 56-60°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm Run T (°C) F (g) D (g) R (g) % WtD % WtR Loss (g) kecepatan rotor yang sama (300 rpm) mampu meningkatkan rendemen pada total residu yang cukup signifikan. Pada percobaan sebelumnya, rentang suhu 64-68°C dan kecepatan rotor 300 rpm dapat menghasilkan rendemen total residu sebesar 57.75%. Hasil ini lebih rendah dibandingkan rendemen total residu pada rentang suhu 60-64°C dan 56-60°C yang masing-masing menghasilkan rendemen total residu sebesar 82.12% dan 90.77%. Walau demikian, analisis GC pada kondisi ini juga perlu dilakukan untuk melihat pengaruh penurunan suhu pada kondisi kecepatan rotor tinggi (300 rpm) terhadap kadar rhodinol. Data kadar rhodinol produk pada rentang suhu 56-60°C dan 60-64°C disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kadar dan Bobot Rhodinol dalam Total Residu dan Distilat Akhir pada Suhu 56-60°C dan 60-64°C

Kondisi Umpan (g)

Total Residu Distilat Akhir Bobot

(27)

17

Gambar 9 Grafik Perbandingan Rendemen Total Residu pada Kecepatan Rotor 300 rpm dengan Variasi Rentang Suhu

Gambar 10 Grafik Perbandingan Kadar Rhodinol Total Residu pada Kecepatan Rotor 300 rpm dengan Variasi Rentang Suhu

Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 9 dan Gambar 10, dapat dilihat bahwa peningkatan rentang suhu distilasi semakin meningkatkan kadar rhodinol pada residu, namun sebaliknya rendemen yang diperoleh semakin menurun. Dengan demikian, terdapat dua kesimpulan pada penentuan rentang suhu ini yakni, rendemen produk tertinggi diperoleh pada rentang suhu 56-60°C yaitu sebesar 90.77% dan kadar rhodinol tertinggi diperoleh pada rentang suhu 64-68°C.

(28)

18

Kadar rhodinol tertinggi pada penelitian ini adalah sebesar 82.45%. Kadar tersebut masih belum mencapai kadar rhodinol yang diperoleh oleh Nuryanti (2013), yang mendapatkan kadar rhodinol pada residu akhir sebesar 89.01%. Namun, secara rendemen terjadi peningkatan yang sangat signifikan yaitu mencapai 57.75%. Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan Nuryanti (2013), yang memperoleh rendemen sebesar 3.86%.

Penyebab utama sulitnya meningkatkan kadar rhodinol pada residu adalah ester-ester sitronelol dan geraniol yang memiliki titik didih dan tekanan uap yang sangat berdekatan dengan alkoholnya. Hal ini menyebabkan ester-ester tersebut menguap lebih dahulu ataupun secara bersamaan dengan rhodinol sehingga sangat sulit untuk dipisahkan. Kadar sitronelil asetat dan geranil asetat pada bahan baku berturut-turut sebesar 5.78% dan 6.53%, sehingga total kadarnya berjumlah 12.31%. Pada rentang kecepatan rotor 300 rpm dan suhu 64-68°C, kadar golongan ester pada total residu adalah sebesar 9.90% dengan penurunan hanya 2.41% dari umpan awal. Peningkatan kadar rhodinol sebenarnya dapat dilakukan dengan melakukan proses redistilasi pada residu, namun rendemen produk yang dihasilkan akan menurun. Selain itu, tahapan proses distilasi yang panjang akan memperlama waktu proses sehingga meningkatkan jumlah energi dan biaya (cost) produksi.

Walau demikian, syarat mutu kadar rhodinol pada pasar sampai saat ini sangat beragam. Permintaan pasar ini tergantung dari kebutuhan aplikasi rhodinol terhadap produk tertentu. Thegoodscentscompany (2015) menyatakan bahwa produk rhodinol umumnya memiliki kadar 70-100%. Sedangkan, WHO (2004) menyatakan bahwa rhodinol harus memiliki kadar total alkohol minimal 82%. Beberapa perusahaan yang memproduksi produk rhodinol seperti Sigma Aldrich Flavor and Fragrances dan Auro Chemicals juga mensyaratkan rhodinol dengan kadar minimal 82%. Sedangkan beberapa perusahaan lain ada yang mensyaratkan kadar rhodinol yang lebih tinggi. Kadar rhodinol sebesar 82.45% yang diperoleh pada kecepatan rotor 300 rpm dan rentang suhu 64-68°C pada dasarnya telah memenuhi syarat kadar rhodinol 82% yang ditetapkan oleh WHO dan beberapa perusahaan penghasil produk rhodinol pada umumnya.

Pengujian Sifat Fisiko Kimia

(29)

19 Tabel 9 Sifat Fisiko Kimia Residu Hasil Proses pada Variasi Rentang Suhu

Sifat Fisiko kimia

Tabel 9 menunjukkan bahwa bobot jenis pada rentang suhu 56-60°C, 60-64°C dan 64-68°C berada pada rentang 0.883-0.888. Hasil pengukuran bobot jenis ini masih berada pada standar bobot jenis pada SNI. Guenther (2006) menyatakan bahwa bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting untuk menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Pengujian bobot jenis pada geraniol umumnya dilakukan pada suhu 20°C dan 25°C. Faktor koreksi untuk bobot jenis pada setiap perubahan suhu 1°C adalah 0.00071 (BIS 1996).

Uji indeks bias dilakukan pada suhu 20°C. Baser dan Buchbauer (2010) menyatakan pengujian indeks bias pada minyak atsiri umumnya dilakukan pada suhu 20°C. Uji indeks bias pada suhu diatas atau dibawah 20°C dapat dilakukan dengan menggunakan faktor koreksi. Menurut BIS (1996), faktor koreksi untuk indeks bias pada setiap perubahan suhu 1°C adalah 0.00041. Indeks bias pada total residu dari ketiga kondisi proses ini semuanya bernilai 1.4716. Nilai ini masih berada pada standar indeks bias SNI.

Uji putaran optik akan menentukan sifat memutar bidang polaritas ke kanan (dextrorotatory) dan kiri (levorotatory) pada minyak sereh wangi. Derajat dan arah dari putaran optik ini sangat penting untuk penilaian kemurnian sampel disebabkan kedua hal tersebut berhubungan dengan struktur dan konsentrasi dari molekul-molekul kiral pada sampel. Nilai putaran optik pada residu dari ketiga rentang suhu proses berada pada rentang nilai (-0.77°)-(-0.60°) dan masih berada pada standar putaran optik SNI. Perbandingan konsentrasi senyawa sitronelol dan geraniol pada produk rhodinol menentukan nilai dari putaran optik. Thegoodscentscompany (2015) menyatakan l-sitronelol memiliki nilai putaran optik berada pada rentang (-5.50)-(-3.50), sedangkan geraniol memiliki nilai putaran optik pada rentang (-3.00)-(+2.00). Produk rhodinol pada hasil penelitian ini memiliki kadar geraniol yang lebih tinggi dibandingkan sitronelol, sehingga nilainya akan cenderung mendekati rentang nilai putaran optik geraniol.

(30)

20

pemalsuan pada minyak atsiri. Minyak atsiri pada umumnya larut dalam alkohol dan jarang yang larut dalam air, sehingga kelarutannya dapat diketahui dengan menggunakan alkohol pada berbagai tingkat konsentrasi (Guenther 2006). Pada uji warna, semua sampel residu memiliki warna kuning pucat. Hal ini disebabkan fraksi-fraksi berat pada minyak terkumpul pada residu sehingga kerapatan minyak meningkat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kecepatan rotor dan suhu berpengaruh terhadap efektivitas pemurnian rhodinol. Pada kecepatan rotor 300 rpm dengan rentang suhu 64-68°C dihasilkan kadar rhodinol yang lebih tinggi dibandingkan pada kecepatan rotor 200 rpm dengan rentang suhu yang sama, namun rendemen yang dihasilkan lebih rendah. Hasil serupa diperoleh pada rentang suhu 60-64°C dibandingkan dengan pada rentang suhu 56-60°C dengan kecepatan rotor yang sama yaitu 300 rpm, pada rentang suhu yang lebih tinggi, kadar rhodinol yang dihasilkan lebih tinggi namun rendemen yang dihasilkan lebih rendah. Kadar rhodinol tertinggi pada penelitian ini diperoleh pada rentang suhu 64-68°C dan kecepatan rotor 300 rpm yakni sebesar 82.45% dari kadar awal 76.43% dengan rendemen sebesar 57.75%. Hasil uji fisiko kimia pada residu dalam penelitian ini memiliki nilai bobot jenis pada rentang 0.883-0.888, nilai indeks bias 1.4716, nilai putaran optik pada rentang (-0.77° )-(-0.60°), larut pada alkohol 70% serta memiliki penampakan warna kuning pucat. Nilai uji fisiko kimia tersebut telah sesuai dengan standar mutu SNI.

Saran

Perlu dilakukan pengkajian optimasi peningkatan kadar dan rendemen rhodinol menggunakan distilasi molekuler pada tekanan yang lebih rendah. Kondisi tersebut memungkinkan ester dari sitronelol dan geraniol lebih mudah diuapkan. Selain itu, perlu dilakukan percobaan pada skala yang lebih besar agar dapat dikaji kelayakan finansialnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alu, AK. 2013. Pemisahan Sitronelal dari Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi Menggunakan Distilasi Molekuler [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Baser KH, Buchbauer G. 2010. Handbook of Essential Oils : Science, Technology, and Applications. Florida (US) : CRC Press.

(31)

21 Burdock GA. 1995. Fenaroli’s Handbook of Flavor Ingredients 2nd ed Vol 1.

Florida (US): CRC Press.

Burdock GA. 2010. Fenaroli’s Handbook of Flavor Ingredients 6th ed. Florida (US)

: CRC Press.

[BIS] Bureau of Indian Standards. 1996. Indian Standard : Perfumery Materia-Geraniol-Specification. New Delhi (IDN) : BIS.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1987. Standar Geraniol. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Indonesia.

Duran MA, Filho RM, Maciel MRW. 2011. Fractionation of Green Coffee Oil by Molecular Distillation: Modelling and Simulation. Journal of Materials Science and Engineering A. 1: 264-271.

Guenther E. 2006. Minyak Atsiri Jilid I. Ketaren S, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press.

Kupiec T. 2004. Quality-Control Analytical Methods: Gas Chromatography. Int J Pharma Compound. 8(4): 305-309.

Laksmono JA, Agustian E, Adilina IB. 2005. Patchouli Alcohol Enrichment from Patchouli Oil using Molecular Distillation Unit. J. Tek. Ind Pert. 17(3) : 74-79. Lutisan J, Cvengros J, Micov M. 2002. Heat and Mass Transfer in The Evaporating

Film of a Molecular Evaporator. Chemical Engineering Journal. 85: 225-234. Maloney JO. 2008. Perry’s Chemical Engineering Handbook 8th ed. New York

(US): McGraw-Hill Company.

Manohar B dan Sankar KU. 2009. Enrichment of Bakuchiol in Supercritical Carbon Dioxide Extracts of Chiba Seed (Psoralea corylifolia L.) Using Molecular Distillation-Response Surface Methodology. Biotechnology and Bioprocess Engineering. 14: 112-117.

Martinello MA, Leone I, and Pramparo M. 2008. Simulation Of Deacidification Process By Molecular Distillation Of Deodorizer Distillate. Latin American Applied Research. 38: 299-304.

Nuryanti A. 2013. Pemisahan Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi Menggunakan Distilasi Molekuler [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Perry RH dan Green DW. 1997. Perry’s Chemical Engineer’s Handbook 7th ed.

New York (US): Mc Graw-Hill Company.

Rossi P, Gayol MF, Renaudo C, Pramparo MC, Nepote V, Grosso NR. 2014. The Use of Artificial Neural Network Modeling to Represent The Proses of Concentration by Molecular Distillation of Omega-3 from Squid Oil. Grasas Y Aceites. 65 (4).

Shimada Y, Nakai S, Suenaga M, Sugihara A, Kitano M, Tominaga Y. 2000. Fucile Purification of Tocopherols from Soybean Oil Deodorizer Distillate in High Yield using Lipase. Journal of The American Oil Chemist’s Society. 77: 1009-1013.

Siwi, IR. 2013. Pemisahan Fraksi Kaya Sitronelal, Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi Menggunakan Distilasi Fraksinasi Vakum [Skripsi]. Bogor [ID] : Institut Pertanian Bogor.

Thegoodscentscompany. 2015. Fragrance and Flavor Demo Formulas. [internet].

[diacu 2015 Juli 02]. Tersedia pada:

(32)

22

Tovar LP, Wolf-Maciel MR, Pinto Gláucia MF, Maciel-Filho R, and Gomes D R. 2010. Factorial Design Applied To Concentrate Bioactive Component Of Cymbopogon Citratus Essential Oil Using Short Path Distillation. Chemical Engineering Research And Design. 8(8) : 239–244.

[US EPA] U.S. Enviromental Protection Agency. 2009. Screening-Level Hazard Characterization : Terpenoid Primary Alcohols and Related Esters Category. Washington DC (US) : US EPA.

[WHO] World Health Organization. 2004. Evaluation of Certain Food Additives and Contaminants. Swiss : WHO.

(33)

23 Lampiran 1 Metode Analisis GC dan GC-MS

GC Agilent 7890A

Detector : FID

FID heater : 275°C

Column : HP-1 methyl siloxane (10 m x 100 μm x 0.1 μm) Carrier gas : Nitrogen

Pressure : 46.319 psi Inlet : Split ratio 500:1 Total flow : 504 ml/menit Septum Purge flow : 3.0 ml/menit

Gas saver : 20 ml/menit setelah 5 menit

Oven program : 85°C selama 1.17 menit, kemudian 42.75°C/menit ke 200°C selama 2.69 menit, kemudian 42.75°C/menit ke

Gas saver : 20 ml/menit setelah 2 menit

Oven program : 100°C selama 10 menit, kemudian 5°C/menit ke 200°C Resulting EM Voltage : 2506 Scan Parameters Ionization voltage : 70 eV MSD transfer line : 300°C

(34)

24

Lampiran 2 Evaluasi Proses Short Path Distillation (SPD)

Evaluasi Proses SPD pada Suhu 64-68°C dan Kecepatan Rotor 200 rpm Berdasarkan Rendemen

Run T (°C) F (g) D (g) R (g) % WtD % WtR Loss (g)

1 64 120.00 ± 0.00 48.11 ± 6.36 71.14 ± 6.12 40.09 ± 5.30 59.28 ± 5.10 0.76 ± 0.25 2 66 47.26 ± 5.54 27.86 ± 8.53 18.82 ± 2.79 58.95 ± 11.23 39.83 ± 10.63 1.44 ± 0.62 3 68 26.56 ± 7.15 19.61 ± 4.74 6.54 ± 2.14 73.83 ± 2.08 24.63 ± 1.46 1.71 ± 1.65

Total 96.50 ± 6.77 3.90 ± 2.02

Evaluasi Proses SPD pada Suhu 64-68°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm Berdasarkan Rendemen

Run T (°C) F (g) D (g) R (g) % WtD % WtR Loss (g)

1 64 120.00 ± 0.00 74.71 ± 5.35 44.79 ± 5.72 62.25 ± 4.46 37.32 ± 4.77 0.51 ±0.37 2 66 72.20 ± 8.26 55.86 ± 3.44 16.13 ± 4.86 77.36 ± 4.11 22.34 ± 4.21 2.72 ± 2.96 3 68 55.50 ± 3.51 46.61 ± 3.76 8.39 ± 0.10 83.98 ± 1.47 15.12 ± 1.14 0.85 ± 0.22

Total 69.31 ± 0.95 4.09 ± 2.81

(35)

25

Evaluasi Proses SPD pada Suhu 60-64°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm Berdasarkan Rendemen

Run T (°C) F (g) D (g) R (g) % WtD % WtR Loss (g)

1 60 120.00 ± 0.00 57.79 ± 3.45 61.62 ± 3.42 48.16 ± 2.88 51.35 ± 2.85 0.60 ±0.04 2 62 57.47 ± 3.37 33.85 ± 2.51 23.43 ± 0.79 58.90 ± 0.91 40.77 ± 1.02 0.52 ± 0.15 3 64 32.84 ± 1.81 18.80 ± 0.01 13.49 ± 1.61 57.23 ± 3.18 41.08 ± 2.65 1.56 ± 0.91

Total 98.54 ± 1.01 2.68 ± 1.02

Proses SPD pada Suhu 56-60°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm Berdasarkan Rendemen

Run T (°C) F (g) D (g) R (g) % WtD % WtR Loss (g)

1 56 120.00 ± 0.00 37.92 ± 0.27 81.02 ± 0.33 31.60 ± 0.22 67.52 ± 0.27 1.06 ± 0.06 2 58 37.60 ± 0.29 17.41 ± 0.52 19.98 ± 0.57 46.31 ± 1.75 53.15 ± 1.09 0.53 ± 0.23 3 60 17.02 ± 0.37 8.89 ± 2.09 7.92 ± 1.55 52.22 ±11.11 46.52 ± 10.13 0.61 ± 0.01

Total 108.92 ± 1.79 2.20 ± 0.30

(36)

26

Evaluasi Proses SPD pada Suhu 64-68°C dan Kecepatan Rotor 200 rpm Berdasarkan Kadar Komponen

T

Evaluasi Proses SPD pada Suhu 64-68°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm Berdasarkan Kadar Komponen

(37)

27

Evaluasi Proses SPD pada Suhu 60-64°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm Berdasarkan Kadar Komponen

T

Evaluasi Proses SPD pada Suhu 56-60°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm Berdasarkan Kadar Komponen

(38)

28

Lampiran 3 Neraca Massa Rhodinol Umpan Awal : 120.00 g

Rhodinol : 76.43% x 120.00 g = 91.72 g

Neraca Massa Rhodinol pada Kecepatan Rotor 200 rpm dan 300 rpm dengan Rentang Suhu 64-68°C

Fraksi 200 rpm 300 rpm

% Rhodinol Bobot (g) % Rhodinol Bobot (g) R1 80.05 ± 1.14 56.95 ± 4.10 82.93 ± 0.37 37.14 ± 4.58 R2 76.60 ± 3.37 14.42 ± 1.51 82.71 ± 1.60 13.35 ± 4.27 R3 72.55 ± 0.67 4.74 ± 1.51 79.36 ± 0.17 6.66 ± 0.09

D 62.32 ± 1.48 12.13 ± 3.12 67.73 ± 0.35 31.57 ± 2.38

Total 88.24 ± 0.98 88.72 ±1.98

Neraca Massa Rhodinol pada rentang Suhu 56-60°C dan 60-64°C dengan Kecepatan Rotor 300 rpm

Fraksi 56-60°C 60-64°C

% Rhodinol Bobot (g) % Rhodinol Bobot (g) R1 78.67 ± 1.73 63.74 ± 1.65 81.47 ± 0.40 50.20 ± 2.54 R2 74.07 ± 0.96 14.80 ± 0.23 78.41 ± 0.86 18.37 ± 0.82 R3 68.28 ± 0.93 5.40 ± 0.98 73.05 ± 0.53 9.85 ± 1.11

D 55.57 ± 0.49 4.94 ± 1.12 59.36 ± 0.51 11.16 ± 0.09

(39)

29 Lampiran 4 Hasil Fisiko Kimia pada Distilat Akhir dan Total Residu

Bobot Jenis (25°C/25°C)

Nilai Bobot Jenis Distilat Akhir (D) dan Residu Total (R) pada Variasi Kondisi Proses

Fraksi Rotor (rpm)

Suhu (°C)

Ulangan

1 Ulangan 2 Rata-Rata stdev

D 200 64-68 0.8820 0.8823 0.8822 0.0002

R 200 64-68 0.8860 0.8875 0.8868 0.0011

D 300 64-68 0.8797 0.8797 0.8797 0.0000

R 300 64-68 0.8835 0.8844 0.8840 0.0006

D 300 60-64 0.8820 0.8823 0.8822 0.0002

R 300 60-64 0.8900 0.8884 0.8892 0.0011

D 300 56-60 0.8814 0.8820 0.8817 0.0004

R 300 56-60 0.8842 0.8823 0.8833 0.0013

Indeks Bias (20°C)

Nilai Indeks Bias Distilat Akhir (D) dan Residu Total (R) pada Variasi Kondisi Proses

Fraksi Rotor (rpm)

Suhu (°C)

Ulangan 1

Ulangan

2 Rata-Rata stdev

D 200 64-68 1.4708 1.4709 1.4709 0.0001

R 200 64-68 1.4721 1.4733 1.4727 0.0008

D 300 64-68 1.4704 1.4698 1.4701 0.0004

R 300 64-68 1.4714 1.4718 1.4716 0.0003

D 300 60-64 1.4708 1.4709 1.4709 0.0001

R 300 60-64 1.4734 1.4727 1.4731 0.0005

D 300 56-60 1.4710 1.4708 1.4709 0.0001

(40)

30

Putaran Optik

Nilai Indeks Bias Distilat Akhir (D) dan Residu Total (R) pada Variasi Kondisi Proses

Fraksi Rotor (rpm)

Suhu (°C)

Ulangan 1 (°)

Ulangan 2 (°)

Rata-Rata (°)

Stdev (°)

D 200 64-68 -1.45 -1.70 -1.58 0.18

R 200 64-68 -0.98 -0.93 -0.95 0.04

D 300 64-68 -0.90 -1.12 -1.01 0.16

R 300 64-68 -0.50 -0.70 -0.60 0.14

D 300 60-64 -1.45 -1.70 -1.58 0.18

R 300 60-64 -0.80 -0.52 -0.66 0.20

D 300 56-60 -2.48 -2.05 -2.26 0.30

R 300 56-60 -0.65 -0.88 -0.77 0.16

Warna

Hasil Uji Warna Minyak pada Distilat Akhir (D) dan Residu Total (R)

Fraksi Warna Keterangan

D Jernih dan tidak berwarna

Pada seluruh variasi kondisi proses beserta ulangannya

R Kuning pucat Pada seluruh variasi kondisi proses beserta ulangannya

(41)

31

Kelarutan Alkohol

Hasil Uji Kelarutan Alkohol 70% pada Distilat Akhir (D) dan Residu Total (R) dengan Skala 1:1.2

Fraksi Kelarutan Alkohol Keterangan

D Larut Pada seluruh variasi kondisi proses beserta ulangannya

(42)

32

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Skema Proses Distilasi Molekuler/SPD (Martinello et al. 2008)
Gambar 3  Skema Distilasi SPD Tiga Tahap
Gambar 4  Diagram Alir Penentuan Kecepatan Rotor SPD
Gambar 5  Diagram Alir Penentuan Rentang Suhu
+7

Referensi

Dokumen terkait