• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Protektif, Ancaman, Dan Aktivitas Remaja Terhadap Resiliensi Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Faktor Protektif, Ancaman, Dan Aktivitas Remaja Terhadap Resiliensi Remaja"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR PROTEKTIF, ANCAMAN, DAN

AKTIVITAS TERHADAP RESILIENSI REMAJA

RAYSHA HELAU WARDHANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Faktor Protektif, Ancaman, dan Aktivitas terhadap Resiliensi Remaja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini melimpahkan hak cipta dari karya tulis kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

(4)

RINGKASAN

RAYSHA HELAU WARDHANI. Pengaruh Faktor Protektif, Ancaman, dan Aktivitas Remaja terhadap Resiliensi Remaja. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI dan

ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

Data Badan Pusat Statistik (2012) menunjukkan bahwa remaja Indonesia berjumlah sekitar 26,47 persen dari total penduduk Indonesia. Remaja memiliki karakteristik dan tugas perkembangan serta risiko perkembangan. Salah satu risiko perkembangan yang dihadapi anak remaja yaitu perilaku sosial yang menyimpang. Ancaman perkembangan anak pada usia remaja terkait dengan dinamika dan perubahan dalam kehidupan sehingga menuntut ketangguhan agar anak remaja terhindar dari penyimpangan perkembangan. Ketangguhan inilah yang disebut dengan resiliensi. Resiliensi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor protektif dan ancaman. Faktor protektif adalah faktor yang dapat mengurangi dampak negatif dari ancaman yang ada. Sedangkan ancaman adalah mediator yang menyebabkan terjadinya suatu perilaku yang bermasalah. Faktor protektif dan ancaman terdiri dari faktor internal (individu) dan faktor eksternal (keluarga dan lingkungan). Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor protektif, ancaman dan aktivitas terhadap resiliensi remaja sedangkan tujuan khusus penelitian adalah (1) mengidentifikasi resiliensi, faktor protektif (internal dan eksternal), ancaman, dan aktivitas remaja, (2) menganalisis perbedaan resiliensi, faktor protektif (internal dan eksternal), ancaman, dan aktivitas berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah, (3) menganalisis pengaruh karakterisitik remaja dan keluarga, faktor protektif internal, faktor protektif eksternal, ancaman, dan aktivitas terhadap resiliensi remaja.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di SMPN Kota Bogor dan SMPN Kabupaten Bogor. Sekolah yang dipilih dengan pertimbangan bahwa siswa tersebut memiliki latar belakang ekonomi yang beragam. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 133 remaja. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan mneggunakan analisis deskriptif, uji beda independent sample t-tes, dan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja memiliki tingkat resiliensi yang cukup baik (indeks 66.24). Remaja perempuan memiliki resiliensi lebih tinggi (indeks 68.63) dibanding remaja laki-laki (indeks 62.12). Remaja di wilayah kabupaten memiliki resiliensi lebih tinggi (indeks 67.42) dibandingkan kota (indeks 64.88).

Secara umum remaja memiliki faktor protektif internal cukup baik (indeks 77.57). Remaja perempuan memiliki faktor protektif internal lebih tinggi (indeks 80.91) dibanding remaja laki-laki (indeks 71.84). Remaja di wilayah kota memiliki faktor protektif internal lebih tinggi (indeks 78.16) dibandingkan kota (indeks 77.05).

(5)

Rata-rata ancaman yang dihadapi remaja tergolong rendah (indeks 12.01), beberapa ancaman yang paling rendah yaitu mengalami pelecahan seksual dan pernah tinggal kelas . Ancaman yang dihadapi remaja laki-laki (indeks 14.19) lebih besar dibandingkan ancaman yang dihadapi remaja perempuan(indeks 10.74). Remaja yang tinggal di wilayah perkotaan (indeks 13.79) memiliki ancaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja kabupaten (indeks 10.45).

Rata-rata tingkat aktivitas yang dimiliki remaja, baik aktivitas di dalam maupun di luar rumah tergolong sedang (indeks 62.48), aktivitas remaja yang besar yaitu kegiatan les dan olahraga. Remaja laki-laki (indeks 49.85) memiliki aktivitas di luar rumah yang lebih banyak dibandingkan remaja perempuan (indeks 51.30). Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa faktor protektif internal, faktor protektif eksternal (keluarga, sekolah, dan teman sebaya), aktivitas remaja berpengaruh positif signifikan terhadap resiliensi remaja.

(6)

SUMMARY

RAYSHA HELAU WARDHANI. The effects of protective factors, threats and activities towards teens resilience. Supervised by EUIS SUNARTI and ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

According to the BPS-Statistics Indonesia (2012) adolescents in Indonesia amounted to 26.47 percent of the total population of Indonesia. The data shows, there are adolescents who have the characteristics and development tasks as well as the risk of progression. One of the risks faced by adolescent development that is socially deviant behavior. Threats of child development in adolescence associated with the dynamics and changes in life, thus demanding toughness that teenagers avoid developmental disorders. Toughness is called resilience. Resilience is influenced by two factors, namely the protective factors and risk factor. Factor derived from the internal is a skill and great ability controlled by the individual, while external factors are certain characteristics that can make people capable to escape from the pressures of life and can survive while in high-risk conditions. Threats are mediators that lead to a problematic behavior. Protective factors and threats are divided into internal and external. In general this research aimed to predict the effects of protective and risk factors and activities towards teens resilience. The specific objective of this reserach (1) identify the protective factors (external and internal), threats, and, (2) analyze the resilience, protective factors (external and internal), threats, and teens activities based on gender, and typology of the region (3) analyze the influence of individual characteristics, parental characteristics, protective and risk factors, and teens activities towards the resilience of teenagers.

This research uses cross sectional study. Research conducted on junior high schools at Kabupaten Bogor and Kota Bogor. School were selected with the consideration that have diverse economic backgrounds. The total number of samples in this reserach was 133 students. The data were analyzed using descriptive analysis, different test independent sample t-test and multiple linear regression.

This research shows that average adolescent has a quite good stage of resilience (index 66.24). Girls has higher average score(index 68.63) of resilience than boys (index 62.12). Adolescent who live in district has higher average score (index 67.42) of resilience compared to those who live in municipality (index 64.88).

Adolescent is also has a quite good stage of protective internal (index 77.57). Girls tend to have internal protective factors higher (index 80.91) than boys (index 78.16). Adolescent who lives in district has higher average score (index 78.16) of protective internal compared to those who live in municipality (index 77.05).

This research shows that average adolescent has a quite good stage of protective factors external from school (index 70.53), community (index 67.13) and friends at the same age (index 76.44) , in contrast the protective factors external from family (index 58.34) has lower stage of resilience. Girls tend to have external protective factors (index 65.45) higher than boys (index 60.66). Adolescent who lives in district has higher average score of protective external (index 65.40) compared to those who live in municipality (index 61.72).

(7)

boys are greater than girls. adolescent who lives in urban areas (index 13.79) has a higher threats than adolescent of the district (index 10.45).

Boys (index 49.85) have more outdoor activities than girls (index 51.30), teen activities are extra lessons and sports. The average level of activity that is owned by teenagers, both activities inside and outside the home were moderate (index 62.48). The protective factor of internal, external protective factors (family, school, and peer group), and teen activities is influenced teen resilience

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PENGARUH FAKTOR PROTEKTIF, ANCAMAN, DAN

AKTIVITAS REMAJA TERHADAP RESILIENSI REMAJA

RAYSHA HELAU WARDHANI

Tesis

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta sumber dari segala ilmu pengetahuan yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Faktor Protektif, Ancaman, dan Aktivitas terhadap Resiliensi Remaja”. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyatan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini mendapat bantuan, bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Euis Sunarti, M.Si selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku anggota komisi pembimbing.

2. Dr. Tin Herawati, SP, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan dan arahan, Dr. Megawati Simanjuntak, SP, M.Si selaku penguji dari perwakilan program studi pada saat ujian serta Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS beserta para dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan selama masa perkuliahan. Moderator seminar Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA yang telah banyak memberikan masukan dan arahan pada saat seminar.

3. Kepala Sekolah SMPN 1 Bogor dan SMPN 1 Cibinong beserta guru-guru dan staf. 4. Keluarga tercinta, Ibu dan Bapak, mertua, suami, anak, serta saudara-saudara dan

keponakan-keponakan atas bantuan, do’a dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian tesis ini

5. Teman-teman seangkatan yang selalu memberi support dalam masa penyelesaian tesis ini, kebersamaan dan persahabatan yang tidak terlupakan, khususnya untuk teman-teman IKK 2013, Nur Rohimah, dan teman-teman GM 2013 serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan kontribusi selama masa perkuliahan sampai selesai masa studi.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dalam dan untuk dapat menyempurnakan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Bogor, November 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 4

Teori Struktural Fungsional 4

Teori Sistem Ekologi Bronfenbrenner 5

Keluarga 5

Remaja 6

Resiliensi 8

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi 10

Faktor Protektif (Protective Factor). 10

Ancaman (Hazard) 11

Aktivitas Remaja 12

KERANGKA PEMIKIRAN 13

METODE PENELITIAN 15

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 15

Contoh dan Teknik Pengambilan Contoh 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 15

Variabel Penelitian dan Pengukuran Data 16

Pengolahan dan Analisis Data 18

Definisi Operasional 19

HASIL 20

Karakteristik Remaja 20

Karakteristik Orangtua 21

Resiliensi Remaja 23

Faktor Protektif 24

Faktor Protektif Internal 25

Faktor Protektif Eksternal Keluarga 26

Faktor Protektif Eksternal Sekolah 27

(14)

Faktor Protektif Eksternal Teman Sebaya 30

Ancaman 31

Aktivitas 32

Pengaruh Faktor Protektif, Ancaman, dan Aktivitas terhadap Resiliensi

Remaja 33

PEMBAHASAN 33

SIMPULAN DAN SARAN 37

Simpulan 37

Saran 38

(15)

DAFTAR TABEL

1. Variabel, skala data, dan kategori data 17

2. Sebaran remaja (%) berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 20

3. Sebaran remaja (%) berdasarkan usia 20

4. Sebaran remaja (%) berdasarkan urutan kelahiran 21 5. Sebaran remaja (%) berdasarkan usia ayah dan ibu 21 6. Sebaran remaja (%) berdasarkan pendidikan ayah dan ibu 22 7. Sebaran sampel (%) berdasarkan pendapatan keluarga per kapita 23 8. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi

variabel dan aspek resiliensi 23

9. Rataan indeks dimensi resiliensi (%) dan uji beda berdasarkan

jenis kelamin dan tipologi wilayah 24

10. Rataan indeks dimensi faktor protektif (%) dan uji beda berdasarkan

jenis kelamin, tipologi wilayah 24

11. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan dimensinya 25 12. Rataan indeks dimensi faktor protektif internal (%) dan uji beda

berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 26 13. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi

variabel dan aspek faktor protektif eksternal keluarga 27 14. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal keluarga (%) dan

uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 27 15. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi

variabel dan aspek faktor protektif eksternal masyarakat 28 16. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal sekolah (%) dan

uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 28 17. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi

variabel dan aspek faktor protektif eksternal masyarakat 29 18. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal masyarakat (%)

dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 29 19. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi

variabel dan aspek faktor protektif teman sebaya 30 20. Rataan indeks dimensi faktor protektif teman sebaya (%) dan uji beda

berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 30 21. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi

variabel dan aspek ancaman 31

22. Rata-rata capaian skor dimensi ancaman (%) dan uji beda berdasarkan

jenis kelamin dan tipologi wilayah 31

23. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi

variabel dan aspek aktivitas remaja 32

24. Rataan indeks dimensi aktivitas remaja (%) dan uji beda berdasarkan

jenis kelamin dan tipologi wilayah 32

25. Pengaruh karakterisitik keluarga, faktor protektif, dan ancaman

(16)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran 14

2. Bagan cara pengambilan remaja 15

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rataan indeks dimensi faktor protektif (%) dan uji beda

berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 46 2. Rata-rata capaian skor dimensi faktor protektif internal (%) dan uji beda

berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 47 3. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal keluarga

(%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 48 4. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal sekolah

(%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 49 5. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal masyarakat (%)

dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 50 6. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal teman sebaya (%)

dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 51 7. Rataan indeks dimensi ancaman (%) dan uji beda berdasarkan

jenis kelamin dan tipologi wilayah 52

8. Rataan indeks dimensi resiliensi (%) dan uji beda

berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 53 9. Sebaran koefisien korelasi antara variabel-variabel penelitian 54 10.Sebaran koefisien korelasi antara resiliensi dengan karakteristik remaja

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan. Anak merupakan generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang. Saat ini jumlah anak di Indonesia sangat besar, bahkan melebihi jumlah penduduk beberapa negara di dunia. Anak usia 0-18 tahun berjumlah sepertiga (sekitar 80 juta) dari penduduk Indonesia (sekitar 250 juta pada tahun 2014), dan akan menentukan 100 persen masa depan bangsa dan negara. Dari jumlah tersebut, terdapat diantaranya anak remaja (usia 12 sampai 18 tahun) yang memiliki karakteristik dan tugas perkembangan serta risiko perkembangan. Salah satu risiko perkembangan yang dihadapi anak remaja yaitu perilaku sosial yang menyimpang. Risiko perkembangan anak pada usia remaja terkait dengan dinamika dan perubahan dalam kehidupan, sehingga menuntut ketangguhan agar remaja terhindar dari penyimpangan perkembangan (Sunarti, 2015).

Pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang cepat. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa sehingga remaja harus mempersiapkan diri dan perlu penyesuaian mental dalam menghadapinya (Hurlock, 1993). Masa remaja merupakan masa yang menyenangkan dalam rentang kehidupan seorang manusia (Steinberg, 2003) karena seorang individu mulai membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Selain itu fase remaja juga merupakan fase “rentan” karena pada masa tersebut seorang individu bukan lagi anak-anak yang mudah diatur oleh orang dewasa namun belum menjadi orang dewasa yang bisa mengatur dirinya sendiri.

Remaja masa kini semakin dituntut memiliki ketangguhan atau kelentingan (resiliensi) agar tidak mengalami kondisi yang akan mengganggu tugas perkembangannya. Sehingga menurut Gunarsa (2003) bahwa perkenalan remaja dengan hal yang baru dapat menyebabkan kegoncangan dan pada akhirnya remaja akan mengalami krisis identitas. Beberapa karakterisitik remaja adalah keadaan emosi yang labil, adanya sikap menentang terhadap pihak yang dirasakan mengatur dirinya, pertentangan dalam dirinya membawa pertentangan dengan orangtuanya, ekperimentasi dan keinginan yang besar melakukan kegiatan orang dewasa, keinginan yang besar untuk mengeksplorasi atau menjelajah alam dan petualang, berkembang fantasia atau hayalan, kecenderungan berkelompok dan melakukan kegiatan berkelompok (Gunarsa & Gunarsa, 1995).

(18)

dengan korban meninggal 12. Untuk tahun 2012 terdapat 103 kasus tawuran dengan jumlah korban tewas 17 orang. Terdapat 229 kasus tawuran pelajar sepanjang Januari-Oktober 2013. Jumlah ini meningkat sekitar 44 persen di bandingkan tahun lalu yang hanya 128 kasus. Dalam 229 kasus kekerasan antar pelajar SMP dan SMA itu, 19 siswa meninggal. Penelitian Sunarti et al. (2015) menemukan bahwa remaja di Kota dan Kabupaten Bogor memiliki kecenderungan yang tinggi untuk terlibat dalam merokok, tawuran, skes bebas dan narkoba. Remaja laki-laki lebih sering terlibat kenakalan secara umum, merokok, dan diajak tawuran.

Salah satu aspek bentuk perlindungan khusus kepada remaja adalah membangun ketangguhan (resiliensi) remaja, sehingga remaja memiliki kemampuan dalam mencegah, mengantisipasi, beradaptasi dan menghadapi masalah. Kemampuan ini akan membuat seseorang mampu bertahan dan bahkan dapat tetap bergerak maju dalam kondisi sulit sekalipun.kemampuan inilah yang disebut dengan resiliensi (Ungar, 2008). Wagnild dan Young (1993) menyatakan bahwa resiliensi adalah keberhasilan untuk dapat mengatasi perubahan atau ketidakberuntungan atau dengan kata lain resiliensi adalah kemampuan untuk bangkit dan melanjutkan kehidupan setelah jatuh. Resiliensi pada remaja menjadi suatu hal yang penting karena dengan resiliensi yang baik maka seseorang akan memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap situasi-situasi berat dalam hidupnya. Remaja lebih banyak melakukan aktivitas di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya yang mencoba malakukan aktivitas negatif seperti minum alkohol, obat-obat terlarang atau merokok, maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan akibatnya.

Resiliensi ditandai dengan adanya hasil yang baik meskipun dalam kondisi kesulitan dan mampu memiliki kompetensi walaupun berada dibawah tekanan (Masten dan Coatworth 1998). Dalam memahami resilinsi terdapat 2 faktor yang perlu diperhatikan yaitu faktor protektif (proctectif factor) dan ancaman (hazard). Faktor proktektif merupakan faktor yang bersifat meminimalisri bahkan menetralisir hasil akhir yang negatif, juga membantu melindungi anak dan remaja dari efek-efek negatif ancaman. Menurut Benard 1995 diacu dalam Alimi 2005 faktor protektif terbagi menjadi dua yaitu faktor protektif internal dan faktor protektif eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, dan teman sebaya).

(19)

Masalah Penelitian

Permasalahan yang terjadi pada remaja agak berbeda dengan kelompok individu pada rentang usia lainnya karena dapat menimbulkan permasalahan sosial yang berupa prilaku yang negatif serta dapat merugikan diri sendiri dan orang-orang sekitarnya. Perilaku negatif ini antara lain tawuran, pemakaian obat-obatan terlarang, mabok, seks bebas, dan prilaku lainnya yang bersifat desruktif. Terdapatnya kesulitan hidup dapat berupa bencana atau kejadian yang tidak terduga lainnya, adanya lingkungan yang mendorong terjadinya perilaku negatif ataupun perubahan-perubahan dalam situasi sosial dan ekonomi. Sehingga resiliensi sebagai kemampuan setiap individu sebagai kemampuan untuk bangkit dalam kesulitan maka seseorang yang resilien akan mampu dalam menjawab suatu tantangan dan kesulitan yang dihadapi dengan bersikap positif atau bahkan lebih baik dari sebelumnya.

Pada dasarnya penelitian tentang resiliensi di Indonesia masih relatif baru. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, resiliensi dapat diukur pada individu dalam kesulitan, misalnya korban bencana alam (Volia 2007), individu yang mengalami depresi (Erdem 2008), penggunaan narkoba (Fergus &Zimmerman 2004), anak yang memiliki keterbatasan fisik atau penyakit berat (Alriksson-Schmidt et al. 2007), anak yang pernah mengalami abuse atau neglect di masa kecil (Yuliatin 2007), dan resiliensi berdasarkan tipologi wilayah (Martiastuti 2011). Penelitian resiliensi dapat dilakukan pada kelompok individu yang berada dalam kondisi normatif. Dalam hal ini, resiliensi dilihat sebagai sebuah investasi yang dimiliki individu yang diharapkan akan muncul pada saat individu tersebut mengalami kesulitan. Penelitian resiliensi juga dapat dilakukan sebagai upaya intervensi dalam rangka meningkatkan resiliensi dengan melalui kegiatan-kegiatan yang positif.

Penelitian ini ingin menjawab pertanyaan permasalahan sebagai berikut menjawab : (1) Bagaimana tingkat resiliensi remaja, faktor proktektif (internal dan eksternal), ancaman dan aktivitas remaja? (2) Bagaimana perbedaan resiliensi, faktor protektif (internal dan eksternal), ancaman, dan aktivitas remaja berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah? (3) Bagaimana pengaruh karakterisitik remaja dan keluarga, faktor protektif internal, faktor protektif eksternal, ancaman dan aktivitas terhadap resiliensi remaja?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis pengaruh faktor protektif, ancaman dan aktivitas terhadap resiliensi remaja sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi resiliensi, faktor protektif (internal dan eksternal), aktivitas, dan ancaman remaja

2. Menganalisis perbedaan resiliensi, faktor protektif (internal dan ekternal), aktivitas, dan ancaman berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah

(20)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi kepada para orangtua mengenai kualitas lingkungan keluarga dan aktivitas remaja yang baik bagi perkembangannya. Selanjutnya orangtua diharapkan dapat memberikan lingkungan yang kondusif bagi terbentuknya resiliensi remaja.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk lebih meningkatkan aktivitas siswa agar dapat meningkatkan resiliensi remaja melalui kegiatan intra dan ekstrakulikuler. Selain itu, temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah maupun lembaga terkait untuk dapat melakukan berbagai langkah preventif khususnya yang berkaitan dengan program ketahanan keluarga dan ketahanan remaja.

Penelitian ini diharapakan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu keluarga dan perkembangan anak. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi landasan untuk pelaksanaan penelitian-penelitian lanjutan, baik dari kualitas lingkungan keluarga, aktivitas remaja maupun tentang resiliensi remaja di masa yang akan datang.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Struktural Fungsional

Konsep struktur sosial meliputi bagian-bagian sistem dengan cara kerja pada setiap bagian yang terorganisir. Pendekatan teori ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi, 1999). Talcott parson (Klein dan White, 1996) terkenal dengan konsep pendekatan sistem melalui AGIL (Adaption, Goal Attainment, Integration, and Latency), yaitu adaptasi dengan lingkungan, adanya tujuan yang ingin dicapai, integrasi antar sub-subsistem, dan pemeliharaan budaya atau norma/ nilai-nilai/ kebiasaan. Pendekatan struktural fungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat (Puspitawati, 2012).

(21)

Teori Sistem Ekologi Bronfenbrenner

Teori sistem ekologi melihat bahwa perkembangan setiap individu tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan dimana individu berada karena individu merupakan bagian dari sebuah sistem yang luas (keluarga, komunitas, masyarakat, dan lainnya) (Darling, 2007; Glassman dan Hadad, 2009). Sistem ini terdiri atas lima subsistem yang dapat mendukung dan mengarahkan perkembangan indvidu, yaitu mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem (Bronfenbrenner, 1994).

Bronfenbrenner menyatakan bahwa anak dan konteks lingkungan saling mempengaruhi satu sama lain di dalam interaksinya sebagai sebuah proses yang mendorong perkembangan anak (Miller, 2011). Perkembangan yang efektif akan terjadi ketika individu terlibat di dalam sebuah aktivitas yang rutin dan dalam periode waktu yang lama, yang melibatkan interaksi timbal balik antara individu dan konteks lingkungan (Bronfenbrenner, 1999). Teori sistem ekologi menggambarkan perkembangan individu ke dalam sebuah model dengan empat elemen yaitu process-person-context-time model (Tudge et al., 2009).

Keluarga

Keluarga berkualitas dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Duvall (1977) keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari masing-masing anggota keluarganya.

Keluarga merupakan institusi pertama dan utama pembangunan sumber daya manusia. Pertama adalah karena dalam keluargalah seorang individu tumbuh berkembang, dimana tingkat pertumbuhan dan perkembangan tersebut menentukan kualitas individu yang kelak akan menjadi pemimpin masyarakat bahkan pemimpin negara. Alasan kedua adalah karena di keluargalah aktivitas utama kehidupan indvidu berlangsung (Sunarti, 2008). Sehubungan dengan kesehatan reproduksi remaja tentang peningkatan pengetahuan masalah reproduksi lebih banyak diketahui oleh remaja melalui media elektronik, media cetak dan teman sebaya dibandingkan dari orangtua atau kelaurga, padahal pesan tentang kesehatan reproduksi remaja dari orangtua dinilai lebih baik karena mengikutsertakan nilai moral dan agama (Sunarti, 2008).

Orangtua mempunyai peran sebagai pengasuh anak dalam menentukan perkembangan seorang anak. Orangtua yang permisif akan menghasilkan anak yang memiliki regulasi emosi yang rendah, mudah memberontak, menunjukkan tingkah laku yang anti sosial dan memiliki ketahanan yang rendah dalam mengahadapi hal-hal yang menantang, orangtua yang otoritatif akan menghasilkan anak yang bahagia, memiliki rasa percaya diri, memiliki regulasi emosi dan kemampuan sosial yang baik (Brooks, 2001).

(22)

keluarga dalam hal hubungan antar keluarga. perkembangan personal (personal growth) yang merupakan evaluasi lingkungan keluarga dalam hubunganya dengan pertumbuhan dan perkembangan pribadi, dimensi sistem pemeliharaan (system maintenance) berhubungan dengan sistem pemeliharaan nilai-nilai dan aturan dalam keluarga.

Remaja

Remaja atau dalam Bahasa Inggris yaitu adolescence yang berasal dari Bahasa Latin adolascare yang artinya tumbuh untuk mencapai kematangan. Bangsa primitif dalam memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu bereproduksi (Ali dan Asrori, 2009). Menurut Piaget, secara psikologis, masa remaja merupakan masa dimana terjadi integrasi individu ke dalam kelompok masyarakat dewasa yang mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia pubertas (Hurlock, 1993). Masa remaja merupakan suatu masa yang menyenangkan dalam rentang kehidupan manusia, mereka menjadi individu yang telah dapat membuat keputusan-keputusan yang baik bagi dirinya sendiri yang dipandang telah mampu untuk bekerja serta mempersiapkan perkawinan (Steinberg, 1993).

Masa remaja merupakan masa yang paling penting dalam suatu perkembangan setiap individu karena jembatan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal. Masa ini disebut sebagai masa peralihan karena seorang individu yang berada pada masa ini akan meninggalkan sikap dan tingkah laku yang biasa ditampilkan pada masa kanak-kanak dan mulai belajar menyesuaikan diri dengan tata cara hidup orang dewasa (Ali dan Asrori, 2009). Masa remaja mendambakan untuk diperlakukan dan dihargai sebagai mana layaknya orang dewasa. Menurut Erikson diacu dalam Hurlock (1993) yang menamakan proses tersebut sebagai proses pencarian jati diri.

Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal. Batas usia tidak dirinci dengan jelas dan terdapat beberapa perbedaan dalam menetukan rentang usia remaja. Menurut Hurlock (1981) usia remaja adalah 13-18 tahun sedangkan menurut Stanley Hall, remaja berada dalam rentang usia 12 – 23 tahun (Santrock, 2003). Akan tetapi menurut Davidoff, usia remaja berada dalam kisaran 13 -18 tahun yang ditandai dengan perubahan yang pesat dalam dimensi fisik, kematangan seksual, kemampuan kognitif serta harapan dan permintaan dari keluarga, teman, dan masyarakat yang juga berbeda sebelumnya (Davidoff, 1981).

Pada masa remaja terdapat banyak perubahan yang pesat, baik perubahan secara fisik, kognitif maupun sosial emosional (Seifert dan Hoffnung, 1987). Begitu pula menurut Papalia, Olds dan Feldman (2008) bahwa masa remaja merupakan masa transisi seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai denga perubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Oleh karena itu semua harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh dari diri seorang manusia yang terintegrasi, yang hanya mempunyai satu badan dan jiwa yang saling tergantung (Santrock, 2003).

(23)

fisik yang terjadi pada masa remaja terlihat pada saat pubertas yaitu meningkatnya berat badan serta kematangan sosial (Santrock, 2002). Diantara perubahan fisik, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah perkembangan tubuh. Pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja sangat membutuhkan zat-zat pembangun yang diperoleh dari makanan sehingga remaja pada umumnya memiliki nafsu makan yang tinggi (Ali dan Asrori, 2009). Selanjutnya mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 1989). Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja, dipengaruhi oleh hormon-hormon seksual (testosteron untuk laki-laki dan progesteron untuk perempuan). Hormon-hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja. Dorongan seksual ini mengakibtkan remaja mempunyai perilaku seksual dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 1989).

Perkembangan kognitif. Menurut Piaget dalam Santrock (2001), seorang remaja yang termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, dimana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja dalam skema kognitif mereka. Perkembangan kognitif remaja ini dikenal dengan tahap operasional formal (Santrock, 2002). Tahap operasional formal adalah sutu tahapan dimana seseorang sudah mampu berfikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja untuk dapat berfikir dengan fleksibel dan kompleks. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2002).

Pada tahap ini, remaja sudah mampu untuk berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai untuk membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada masa remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk dapat berpikir lebih logis (Santrock, 2002). Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2002). Salah satu bagian dari perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan dengan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2008)

(24)

sebaya dapat memberikan pengaruh yang tidak baik pada remaja seperti meminum minuman keras, merokok, maupun melakukan seks bebas (Hurlock, 2004). Hal ini disebabkan karena teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seseorang dalam berprilaku (Papalia & Olds, 2008).

Berdasarkan teori belajar sosial (social learning theory) dari Albert Bandura, dinyatakan bahwa anak-anak belajar bersosialisasi melalui pengamatan pada orang lain. Melalui belajar dengan melakukan observasi ini (imitasi dan meniru), anak secara kognitif mempresentasikan tingkah laku orang lain yang kemudian tingkah laku ini diadopsi ke dalam tingkah laku dirinya sendiri. Dalam perkembangan sosial ini diperlukan adanya self efficacy yaitu kepercayaan akan adanya kemampuan diri untuk dapat menghasilkan hal-hal yang positif. Selain itu diperlukan juga kepercayaan diri (confidence) dengan cara menyakinkan diri sendiri untuk dapat mengatasi atau melakukan tindakan (Puspitawati, 2009). Bagi seorang remaja yang sedang dalam masa pencarian identitas diri, kepercayaan diri, dan memahami jati diri memegang peranan yang amat penting kelak dapat memainkan peran sosial yang positif dalam masyarakat (Hastuti, 2008). Banyak remaja yang kehilangan jati dirinya dengan melakukan perbuatan antisosial untuk dapat menunjukkan eksistensi dirinya agar diakui oleh lingkunganya (Puspitawati, 2009). Dalam hal ini diperlukan sebuah proses adaptasi yang kemudian dikenal dengan resiliensi.

Resiliensi

Kelentingan keluarga (family resilience) dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mersepon secara positif terhadap situasi yang menyengsarakan atau merusak kehidupan keluarga, sehingga memunculkan perasaan kuat, tahan, dan bahkan situasi dimana keluarga merasa lebih berdaya, dan lebih percaya diri dibandingkan situasi sebelumnya (Simon, Murphy, Smith, 2005). Kelentingan keluarga dialami ketika anggota keluarga menunjukkan perilaku seperti percaya diri, kerja keras, kerjasama, dan memaafkan. Hal tersebut merupakan faktor yang menolong keluarga dapat menghadapi stressor sepanjang siklus kehidupannya. Kelentingan keluarga berkaitan dengan konsep-konsep utama yang saling berhadapan. Konsep pertama berkaitan dengan kerentanan keluarga, ancaman yang dihadapi keluarga, sedangkan di sisi lainnya adalah konsep asset keluarga serta asset yang dapat menjadi faktor pelindung. Keseimbangan antara kerentanan dan ancaman berhadapan dengan asset pelindung yang akan menghasilkan tingkat resiliensi keluarga (Sunarti, 2007)

(25)

(keluarga yang saling terikat), pliant family (keluarga yang lunak) dan resilient family (keluarga lenting).

Studi yang lebih modern diteruskan oleh Masten (2001) yang meliputi dua faktor penting: adanya ancaman serius yang mengharuskan untuk beradaptasi atau berkembamg serta pencapaian adaptasi yang positif dan hasil yang baik. Perspektif perkembangan adalah suatu tema kerangka teoritis dalam kelentingan anak yang dilihat dari tingkat perkembangan anak dan fungsi perkembangan anak, pengaruh multi terhadap perkembangan anak, serta hubungan timbal balik ancaman, protektif dan penyesuaian anak. Resiliensi yang berkaitan dengan kelentingan anak adalah adanya proses adaptasi sebagai manusia yang normal termasuk perkembangan kognitif, perilaku yang normal dan interaksi yang baik antara pengasuh dan lingkungan (Masten, 2001). Menurut penelitian Masten (2001 dalam Newman, 2005), tingkah laku yang banyak dikaitkan dengan resiliensi bukanlah tingkah laku yang luar biasa melainkan yang dapat dilakukan oleh semua orang. Bahkan menurutnya anak-anak dan remaja yang mengalami kesulitan hidup selama tahap perkembanganya pun masih mampu untuk mengatasi hal tersebut seperti layaknya orang dewasa. Sehingga, pada dasarnya resiliensi dimiliki oleh semua orang, bahkan pada remaja.

Menurut Kalil (2003), resiliensi merupakan sebuah proses yang dinamis mengarah pada adaptasi positif dalam menghadapi situasi yang sulit. Resiliensi dapat diartikan sebagai kemampuan mengembalikan diri dari kesulitan dan perubahan yang terjadi kepada fungsi sebelumnya dan bergerak maju menuju perbaikan. Orang yang dikatakan resilien yaitu orang yang dapat mengatasi dan beradptasi secara efektif terhadap tekanan dan tantangan yang dihadapi serta belajar dari pengalamannya agar dapat mengelola sebuah situasi secara efektif, dan mampu mengatasi tekanan dan tantangan di masa yang akan datang.

Menurut Wagnild dan Young, resiliensi merupakan keberhasilan seseorang untuk mengatasi perubahan atau ketidakberuntungan yang dialami oleh seseorang. Selain itu resiliensi juga didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk pulih dari kesulitan dan melakukan perubahan yang positif untuk mengatasi tantangan secara efektif (Walsh, 2006). Dalam hal ini, kajian tentang resiliensi untuk menghadapi, mangatasi, bahkan mengubah kemalangan hidup (Grotberg, 1995). Hampir semua manusia mengalami kesulitan dan jatuh dalam perjalanan hidup, namun mereka memiliki ketahanan untuk dapat bangkit dan melanjutkan hidupnya. Kemampuan untuk dapat bangkit dan terus melanjutkan hidup ini disebut dengan resiliensi. Penelitian Wagnild (2010) menemukan bahwa resiliensi menjadi faktor protektif dari munculnya depresi, kecemasan, ketakutan, perasaan tidak berdaya, dan berbagai emosi negatif lainnya sehingga memiliki potensi untuk dapat mengurangi efek fisiologis yang mungkin dapat muncul.

(26)

(2015) menyebutkan bahwa bahaya dan keterpaparan remaja (baik di kabupaten maupun kota, di SMA maupun SMK, laki-laki maupun perempuan) terhadap berbagai bahaya yang berada di sekelilingnya cukup besar. Beberapa hasil uji beda menunjukkan bahwa remaja kota lebih sering melihat seks bebas, terlibat membolos, dan terlibat miras. Resiliensi anak remaja dipengaruhi oleh faktor pembinaan dan perlindungan yang dilakukan oleh sekolah, pengasuhan orangtua di rumah, dan faktor internal anak remaja.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi

Mandleco dan Peer (2000) menyatakan bahwa terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi resiliensi yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah pengaruh yang berasal dari diri individu tersebut, yaitu biologis dan psikologis. Kesehatan, kecenderungan genetis, tempramen, dan gender termasuk dalam faktor biologis yang mempengaruhi resiliensi. Sementara kemampuan kognitif (kecerdasan dan congnitive style), coping ability, dan personality characteristics (intrapersonal dan interpersonal) termasuk dalam faktor psikologis yang mempengaruhi resiliensi.

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu tersebut, dan tercermin dalam wujud dan kualitas dari hubungan di dalam maupun di luar keluarga (Mandleco & Peery, 2000). Faktor eksternal juga dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu faktor yang berasal dari dalam keluarga dan faktor yang berasal dari luar keluarga. Faktor di dalam keluarga mencakup suasana rumah, anggota keluarga (orangtua, saudara kandung, kakek dan nenek), dan parenitng practice. Sementara certain individuals (orang dewasa dan peers) dan community resources (sekolah, gereja, day care atau pre-school programs, organisasi anak muda dan healthacare atau social service agencies) dikelompokkan sebagai faktor di luar keluarga.

Penelitian Fergus dan Zommerman (2005) dalam Zolkoski & Bullock (2012) tentang resiliensi remaja mendukung kerangka teoritis yang disusun Mandleco dan Perry (2000) namun dengan menggunakan istilah yang berbeda. Fergus dan Zimmerman menggunakan istilah assets (faktor internal) dan resources (faktor eksternal) sebagai faktor yang dapat membantu remaja menghindari efek negatif dari paparan ancaman. Mereka menemukan bahwa peran orangtua sangat besar dalam membentuk resiliensi remaja terhadap risiko penggunaan obat-obatan terlarang, perilaku kekerasan, dan perilaku seksual. Mendukung pentingnya faktor ekternal pada resiliensi individu, Benard (1997) menyatakan bahwa guru dapat menjadi penentu resiliensi muridnya. Menurut Everall (2006) dalam Zolkoski dan Bullock (2012) lebih lanjut menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi resiliensi dapat digolongkan menjadi dua faktor, yaitu ancaman dan faktor pelindung.

(27)

optimal ketika faktor protektif diperkuat di semua tingkat interaktif model sosio-ekologis (individu, keluarga dan masyarakat). Dengan demikian secara garis besar, dapat dikatakan bahwa faktor protektif yang mempengaruhi resiliensi terbagi menjadi dua, yaitu faktor intenal dan faktor eksternal.

Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu (faktor individu), sedangkan faktor eksternal (faktor di luar individu), yaitu keluarga dan lingkungan (sekolah, teman sebaya, dan masyarakat). Munurut Zolkoski dan Bullock (2012), faktor protektif utama yang meningkatkan resiliensi mencakup karakterisitik individu. Penelitian ini akan menggunakan faktor internal dan eksternal berdasarkan acuan dari resiliesnce and youth development modul (Austin et al., 2010). Terdapat enam faktor internal yaitu kerjasama dan komunikasi, self-efficacy, empati, kemampuan memecahkan masalah, self awarness dan memiliki tujuan dan aspirasi. Faktor eksternal yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi faktor eksternal keluarga dan faktor eksternal lingkungan. Faktor eksternal keluarga akan dibahas tersendiri dalam sub bab lingkungan keluarga, sedangkan faktor eksternal lainnya, yaitu sekolah, teman sebaya dan masyarakat dilihat berdasarkan kesempatan untuk dapat berpartisipasi (participation) dalam aktivitas kelompok, hubungan yang hangat (caring relationship) dan harapan yang tinggi (high expectations) dari lingkungan individu (Austin 2010).

Ancaman (Hazard). Ancaman pertama kali dikaji dalam behavioral scinces mulai tahun 70-an (Jeans & Gordon, 1991, dalam Zolkoski & Bullock, 2012). Ancaman biasanya mengimplikasikan adanya pontensi untuk hasil yang negatif (Rak & Patterson, 1996, dalam Zolkoski & Bullock, 2012). Menurut Brooks (2006) dalam Zolkoski dan Bullock (2012) anak-anak dan remaja menghadapi beberapa ancaman sepanjang perkembangan mereka menjadi orang dewasa. Terdapat dua faktor utama yang diidentifikasi sebagai ancaman, yaitu: (1) faktor biologis, cacat bawaan lahir dan berat badan lahir rendah merupakan ancaman biologis yang utama. Kedua hal tersebut paling besar disebabkan oleh Ibu berpengahasilan rendah yang kurang mendapatkan nutrisi yang tepat dan perawatan medis yang memadai selama mengandung. Selain itu, anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang kecanduan obat mungkin lahir dengan masalah fisik dan emosional yang serius (Rak & Patterson, 1996 dalam Zolkoski & Bullock 2012); (2) Faktor lingkungan. Selain faktor biologis, beberapa studi terdahulu telah mengidentifikasi faktor–faktor ancaman yang dapat mempengaruhi secara negatif perkembangan anak-anak yang terlahir sehat, antara lain kemiskinan, pengalaman hidup yang negatif seperti penganiayaan, kekerasan, pelecehan, dan kurangnya perhatian dari orangtua, dan status minoritas (Brooks, 2006; Luthar, 1991; Masten, 2011; Rak & Patterson, 1996, dalam Zolkoski & Bullock, 2012). Akumulasi dari risiko-risiko tersebut selama hidup anak-anak dan remaja mengakibatkan hasil yang buruk atau negatif yang dalam bentuk penggunaan obat-obat terlarang, perilaku kekerasan, prestasi akademik yang buruk, putus sekolah, kehamilan remaja, tindak pindana remaja, gangguan psikologis dan gangguan emosi (Fergus & Zimmerman, 2005 Brooks, 2006; Resnick, 2000 ; Masten, 2001 dalam Zolkoski & Bullock, 2012).

(28)

Aktivitas Remaja

Remaja memiliki kecenderungan untuk dapat membentuk kelompok melakukan berbagai aktivitas bersama dengan teman-teman sebayanya. Teman-teman dalam kelompok Teman-teman sebaya merupakan hal terpenting bagi remaja, karena bersama teman sebaya remaja akan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan (Hurlock, 1997). Sedangkan menurut Ramayanti (2000) mengemukakan bahwa remaja di dalam menghabiskan waktu luang bersama teman-temannya yang tanpa tujuan, duduk-duduk di taman atau bahkan melakukan berbagai tindakan yang dikategorikan kepada kenakalan remaja, seperti tawuran, terlibat narkoba, minuman keras dan sebagainya. Teman-teman dalam kelompok sebaya merupakan hal terpenting bagi remaja. Bersama mereka, remaja akan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan (Kartono, 1992). Apabila kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan secara rutin oleh remaja, maka akan terbentuk pola aktivitas yang berbeda dengan aktivitas sebelumnya. Pola aktivitas remaja didefinisikan sebagai kegiatan yang biasa dilakukan oleh remaja sehari-hari sehingga akan membentuk suatu pola. Pola aktivitas remaja dapat dilihat dari bagaimana remaja mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan berulang.

Aktivitas ialah suatu kegiatan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya (Almatsier, 2003). Banyak hal yang dapat dilakukan untuk membina dan mengarahkan remaja kepada berbagai aktivitas yang produktif, dengan aktivitas yang diikutinya diharapakan para remaja akan terhindar dari perbuatan atau tindakan yang akan merusak masa depannya (Kartono, 1998). Kegiatan atau aktivitas tersebut dapat diselenggarakan oleh pihak sekolah seperti OSIS, Pramuka, Palang Merah Remaja, Paskibra dan semua aktivitas pembinaan kesiswaan, selain itu ada pula aktivitas yang diselenggarakan oleh masyarakat dimana para anggota adalah para pemuda misalnya karang taruna ataupun organisasi kemasyarakatan lainnya.

(29)

KERANGKA PEMIKIRAN

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi resiliensi individu, yaitu ancaman yang diantaranya adalah ancaman dan faktor protektif. Ancaman yaitu kejadian hidup atau pengalaman yang berhubungan dengan peningkatan permasalahan pada perilaku. Ancaman dapat berasal dari diri individu remaja itu sendiri, keluarga maupun masyarakat yang merupakan suatu prediktor awal dari sebuah hasil yang tidak menguntungkan dan sesuatu yang membuat orang menjadi rentan atau variabel yang mengarahkan pada ketidakmampuan atau mediator yang menyebabkan terjadinya suatu perilaku yang bermasalah. Ancaman dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu ancaman yang berasal dari individu, keluarga dan lingkungan. Ancaman yang berasal dari individu yaitu kelahiran prematur, penyakit kronis atau kejadian buruk yang dialami dalam kehidupannya. Ancaman yang berasal dari keluarga yaitu penyakit yang dialami orangtua, perceraian, atau perpisahan orang tua, dan ibu yang masih remaja. Sedangkan ancaman yang berasal dari lingkungan antara lain adalah status sosial ekonomi yang rendah, peperangan, kesulitan ekonomi dan kemiskinan. Ancaman merupakan mediator awal yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku yang bermasalah atau maladaptif.

Berbeda dengan ancaman, faktor protektif merupakan faktor yang dapat membantu dalam melindungi remaja dari ancaman. Faktor protektif cenderung mengurangi kesempatan remaja untuk melakukan hal-hal yang negatif, faktor tersebut dapat meningkatkan perilaku positif remaja. Faktor protektif dapat berasal dari individu remaja itu sendiri, keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat serta dapat juga berupa keterlibatan remaja dalam aktivitas baik di dalam maupun di luar rumah.

Faktor yang berasal dari individu remaja itu sendiri disebut dengan faktor protektif internal yang terdiri atas: (1) cooperation dan komunikasi; (2) self-efficacy; (3) empati; (4) memecahkan masalah; (5) self awareness; (6) memiliki tujuan dan aspirasi. Faktor yang beasal dari luar individu itu sendiri disebut dengan faktor protektif eksternal yang berupa kesempatan untuk dapat beradaptasi dalam aktivitas kelompok, hubungan yang hangat dan harapan yang tinggi dari lingkungan. Faktor protektif eksternal dapat berasal dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga, dimana interaksi dan transfer nilai-nilai di dalam keluarga akan dapat mempengaruhi resiliensi seseorang. Setiap dimensi dalam lingkungan keluarga, baik itu dimensi hubungan, pertumbuhan personal (personal growth) maupun sistem pemeliharaan (system maintenance) dapat berkontribusi secara berbeda-beda dalam mempengaruhi resiliensi remaja.

(30)

Aktivitas remaja merupakan kecenderungan remaja untuk membentuk kelompok melakukan berbagai aktivitas bersama dengan teman-teman sebayanya. Aktivitas remaja pada penelitian ini ialah aktivitas yang dilakukan di dalam rumah dan di luar rumah. Aktivitas yang dilakukan remaja, baik di dalam maupun di luar rumah membuka peluang bagi remaja untuk terpapar berbagai macam jenis ancaman yang berasal dari lingkungan sosialnya. Namun di sisi lain berbagai aktivitas yang dilakukan remaja juga dapat mendukung terbentuknya faktor protektif internal maupun eksternal remaja. Melalui berbagai aktivitas yang dilakukan baik di dalam maupun di luar rumah, remaja dapat mengembangkan kompetensi diri, terbiasa berinteraksi, membangun komunikasi yang baik dan bekerjasama dengan orang lain.

Selain itu, aktivitas yang dilakukan remaja di dalam dan di luar rumah juga dapat meningkatkan faktor protektif dari lingkungan sekitarnya. Semakin sering remaja beraktivitas di lingkungan sosialnya maka akan semakin tingi pula kesempatan remaja untuk berpartisipasi dan membangun hubungan yang positif dengan lingkungan sekitarnya, baik keluarga, sebaya, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Keterlibatan remaja dalam berbagai aktivitas di lingkungannya membangun harapan atau ekspektasi yang tinggi di lingkugannya. Adapun alur kerangka pemikiran penelitian ini divisualisasikan pada Gambar 1.

(31)

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional study, yaitu suatu penelitian dengan teknik pengambilan data melalui survei lapang dalam satu titik dan waktu tertentu. Lokasi penelitian dipilih secara purposive, yaitu di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor dan Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian dipilih menggunakan metode purposive, yaitu memililih dua Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang sesuia dengan tujuan penelitian dan sara dari Dinas Pendidikan Kota dan Kabupaten Bogor. Waktu pengambilan data dimulai dari bulan September sampai November 2015.

Contoh dan Teknik Pengambilan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang duduk di Sekolah Menengah Pertama. Contoh dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas IX yang berasal dari kota maupun kabupaten. Sekolah yang dijadikan tempat dalam penelitian ini dipilih secara purposive dan kemudian ditentukan sebanyak 150 contoh yang diambil secara purposive berdasarkan kesediaan menjadi responden, akan tetapi hanya 133 siswa yang mengisi data secara lengkap, sehingga yang dipakai hanya 133. Adapun teknik penarikan contoh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bagan cara pengambilan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode self report, yaitu dengan memberikan kuisioner terstruktur kepada contoh dan meminta contoh untuk mengisinya sendiri setelah mendapatkan penjelasan dan panduan dari peneliti. Data primer yang diambil dalam penelitian ini meliputi karakteristik remaja (usia, jenis kelamin, urutan kelahiran), karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pekerjaan ibu, pendapatan orangtua, besar keluarga), resiliensi remaja, faktor protektif Internal

Kabupaten Bogor

SMPN 1 Cibinong

72

Kota Bogor

SMPN 1 Bogor

61

(32)

dan eksternal (sekolah, masyarakat, dan teman sebaya), faktor protektif eksternal keluarga, aktivitas remaja, ancaman.

Variabel Penelitian dan Pengukuran Data

Variabel resiliensi remaja dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen dari Wagnild and Young (1993). Variabel resiliensi terdiri dari kompetensi personal yang memiliki 17 pertanyaan dan penerimaan diri dan kehidupan yang terdiri atas 6 pertanyaan. Penilaian terhadap resiliensi menggunakan skala Likert, meliputi SS= sangat setuju; S= setuju; KS= kurang setuju; TS= tidak setuju. Instrumen ini memiliki nilai reabilitas yang baik dengan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,9.

Variabel faktor protektif internal (kerjasama dan komunikasi, self-efficacy, pemecahan permasalahan, empati, self-awareness, tujuan dan aspirasi) dan eksternal (sekolah, masyarakat, dan teman sebaya) dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen dari Resiliensi Youth Development (2004). Faktor protektif internal (kerjasama dan komunikasi, self-efficacy, pemecahan permasalahan, empati, self-awareness, tujuan dan aspirasi) masing-masing terdiri atas tiga pertanyaan. Penilaian terhadap faktor protektif internal dijawab dengan menggunakan skala Likert, meliputi SS= sangat setuju; S= setuju; KS= kurang setuju; TS= tidak setuju. Instrumen ini memiliki nilai reliabilitas yang baik dengan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,94. Faktor protektif eksternal (sekolah dan masyarakat) masing-masing terdiri atas sembilan pertanyaan, sedangkan faktor protektif teman sebaya terdiri atas enam pertanyaan.

Variabel faktor protektif eksternal keluarga pada penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen dari Moos and Moos (2009). Variabel faktor protektif eksternal keluarga terdiri dari hubungan (13 pertanyaan), perkembangan personal (12 pertanyaan), system maintenance (6 pertanyaan). Pertanyaan tentang faktor protektif eksternal keluarga dinilai dengan menggunakan skala Likert, meliputi TP= tidak pernah; HTP= hampir tidak pernah; S= sering; SS= sangat sering. Instrument ini memiliki nilai reabilitas yang baik dengan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,65.

Variabel aktivitas dalam penelitian ini diukur menggunakan insrumen yang dikembangkan Ruhidawati (2005).Variabel aktivitas terdiri dari aktivitas di dalam rumah yang terdiri atas tujuh pertanyaan dan aktivitas di luar rumah terdiri atas sembilan pertanyaan. Pertanyaan tentang aktivitas dinilai dengan menggunakan skala Likert meliputi TP= tidak pernah; HTP= hampir tidak pernah; S= sering; SS= sangat sering.

(33)

Tabel 1. Variabel, skala data, dan kategori data

Variabel Skala data Pengolahan data

Karakteristik remaja

Usia Rasio Rataan data

Jenis kelamin Nominal 1 (perempuan); dan 2 (laki-laki ) Urutan kelahiran Nominal 1(sulung); 2(tengah); 3 (bungsu) Karakteristik orangtua

Usia Rasio Rataan data

Lama pendidikan Rasio Rataan data

Pendapatan perkapita Rasio Rataan data

Resiliensi

Ordinal

Rentangan skor= 0-25

Kompetensi Personal Berdasarkan kategori indeks:

Penerimaan diri dan kehidupan 1. Rendah : <60% 2. Sedang :60-80% 3. Tinggi : >80%

Faktor protektif Internal Ordinal Rentangan skor = 0-18 Berdasarkan kategori indeks :

Faktor keluarga Ordinal Rentangan skor = 0-32 Berdasarkan kategori indeks :

Faktor protektif eksternal Ordinal Rentangan skor = 0-25 Berdasarkan kategori indeks :

Aktivitas remaja Ordinal Rentangan skor = 0-16 Berdasarkan kategori indeks :

1. Rendah : <60% 2. Sedang :60-80% 3. Tinggi : >80% Aktivitas di dalam rumah

Aktivitas di luar rumah

Ancaman Ordinal Rentangan skor = 0-15

(34)

Pengolahan dan Analisis Data

Pengontrolan kualitas data dilakukan melalui uji reliabilitas dan uji validitas terhadap buitr-butir instrumen aktivitas, faktor eksternal, faktor internal, faktor lingkungan keluarga, ancaman, faktor resiliensi dengan metode Cronbach’s Alpha. Kemudian data akan dianalisis secara deskriptif dan inferensial, yaitu dengan dilakukan uji sampel t-test dan uji regresi linier berganda. Sistem skoring yang akan dilakukan untuk aktivitas, faktor eksternal, faktor internal, faktor lingkungan keluarga, ancaman, faktor resiliensi. Skor kemudian diubah menjadi indeks indikator dengan menggunakan rumus :

Pengkategorian variabel aktivitas, faktor eksternal, faktor internal, faktor lingkungan keluarga, ancaman, faktor resiliensi masing-masing menggunakan cut off point rendah (<60), sedang (60 – 80), dan tinggi (>80). Analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan adalah sebagai berikut :

1) Analisis deskriptif, analisis ini digunkan untuk mengidentifikasi karakterisitk individu (urutan kelahiran, jenis kelamin), karakterisitk orangtua (usia ayah dan ibu, pendapatan ayah dan ibu, pendidikan ayah dan ibu, pendapatan per kapita), resiliensi, faktor protektif (internal dan eksternal) ancaman, aktivitas faktor resiliensi.

2) Uji beda independent sampel t-tes digunakan untuk melihat perbedaan rataan karakteristik individu, orangtua, aktivitas, faktor protektif internal, faktor protektif eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, dan teman sebaya), ancaman, faktor resiliensi berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah.. 3) Uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh

karakteristik individu, orangtua, faktor protektif internal, faktor protektif eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, dan teman sebaya), ancaman terhadap resiliensi. Adapun model dari uji regresi berganda diformulasikan sebagai berikut :

Y = α + β1X1+ β2X2 + β3X3 + β4X4... + β11X11 Keterangan :

Y = resiliensi (indeks) X7 = faktor eksternal sekolah

α = konstanta X8 = faktor eksternal teman sebaya

β = koefisiensi regresi X9 = faktor eksternal masyarakat

X1 = jenis kelamin (1=Pr, 2=Lk) X10 = ancaman

X2 = tipologi wilayah (1=Kab, 2=kota) X11 = Aktivitas remaja

X3 = pendidika ibu ε = galat (error)

X4 = pendapatan per kapita

X5 = faktor protektif internal (indeks)

(35)

Definisi Operasional

Remaja adalah siswa laki-laki dan perempuan yang duduk di kelas IX sekolah lanjut pertama.

Pendapatan per kapita adalah perkiraan besarnya nominal uang yang diterima ayah dan ibu dari pekerjaanya dalam satuan rupiah/bulan menurut presepsi anak.

Urutan kelahiran adalah urutan kelahiran contoh dalam keluarga inti

Faktor protektif adalah segala sesuatu yang berasal dari individu, keluarga dan masyarakat yang dapat melindungi seseorang dari efek-efek negatif ancaman dan membentuk resiliensi. Faktor protektif terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor protektif Internal adalah faktor pelindung yang berasal dari dalam diri individu.

Faktor Protektif Eksternal adalah fator pelindung yang berasal dari luar individu, yaitu keluarga dan lingkungan sekitar termasuk sekolah, teman sebaya, masyarakat di sekitar tempat tinggal.

Lingkungan Keluarga adalah interaksi antara orangtua dan anak serta anggota keluarga lainnya berdasarkan presepsi remaja yang terdiri dari 3 dimensi yaitu hubungan (relationship), perkembangan personal (personal growth) dan sistem pemeliharaan (system maintenance).

Aktivitas remaja adalah suatu kegiatan yang dilakukan remaja baik di rumah ataupun di luar rumah dengan melakukan berbagai macam aktivitas, sehingga waktu yang dimiliki dapt dimanfaatkan dengan baik.

Aktivitas di rumah adalah kegiatan yang dilakukan remaja di rumah dan biasanya kegiatan tersebut dilakukan secara rutin dan merupakan suatu tanggung jawab.

Aktivitas di luar rumah adalah kegiatan yang dilakukan oleh remaja di luar rumah dan bersifat insidental, kegiatan tersebut biasanya kegiatan untuk menyalurkan minat, hobi dan bakatnya untuk memanfaatkan waktu luang. Ancaman adalah segala sesuatu yang berasal dari individu, keluarga dan

masyarakat yang dapat membuat orang menjadi rentan atau menyebabkan terjadinya prilaku bermasalah.

(36)

HASIL

Karakteristik Remaja

Jenis Kelamin

Remaja dalam penelitian ini terdiri atas remaja laki-laki dan perempuan. Lebih dari dua pertiga (63.2%) contoh dalam penelitian ini merupakan remaja perempuan. Proposi remaja perempuan di kabupaten (66.2%) lebih tinggi dari kota (59.7%). Tabel 2 memperlihatkan proposi remaja berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah.

Tabel 2. Sebaran remaja (%) berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah

Usia Remaja

Santrock (2011) menyebutkan bahwa remaja tengah (madya) adalah remaja yang berusia antara 13 atau 14 hingga 17 tahun. Hasil penelitian menyebutkan bahwa lebih dari empat per lima (85.0%) contoh berusia 14 tahun (Tabel 3).

Tabel 3. Sebaran remaja (%) berdasarkan usia

Karakterisitik Individu Jenis kelamin Total Tipologi Wilayah Total

Lk Pr Kab Kota

Usia

13 Tahun 16.3 6.0 9.8 4.2 16.1 9.8

14 Tahun 79.6 88.1 85.0 88.7 80.6 85.0

15 Tahun 4.1 6.0 5.3 7.0 3.2 5.3

Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100

Rataan 13.8 14.0 13.9 14.0 13.9 13.9

Urutan Kelahiran

Berdasarkan urutan kelahiran, remaja dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu anak sulung (pertama), anak tengah (anak diantara anak pertama dan terakhir) dan anak bungsu (anak terakhir). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh (49.6%) contoh dalam penelitian ini merupakan anak sulung atau anak pertama dan lebih dari seperempat (27.8%) merupakan anak bungsu (Tabel 4).

Anak sulung digambarkan sebagai orang yang lebih dewasa, penolong, dapat mengotrol diri, lebih cemas dan kurang agresif dibandingkan saudara-saudaranya. Harapan dan standar yang tinggi ditetapkan oleh orangtua menjadikan anak sulung biasanya memiliki prestasi akademik dan kemampuan profesional yang lebih tinggi dibandingkan saudara-saudaranya (Santrock 2003). Anak kedua digambarkan sebagai anak yang suka berpetualang, senang berkelompok dan

Jenis kelamin Wilayah Total

Kabupaten Kota

Laki-laki 33.8 40.3 36.8

Perempuan 66.2 59.7 63.2

(37)

cenderung lebih independen dari harapan orangtua, sedangkan anak bungsu digambarkan sebagai pribadi yang spontan dan mempunyai jiwa yang lebih bebas (Rahmarina 2010).

Tabel 4. Sebaran remaja (%) berdasarkan urutan kelahiran

Karakterisitik Individu Jenis kelamin Total Tipologi Wilayah Total

Lk Pr Kab Kota

Usia ayah dan ibu dalam kajian ini dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok dewasa awal (18 - 40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (>60 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari tiga per empat (77.3%) ayah dan ibu contoh memiliki usia yang terkategori dewas madya, yaitu berada pada rentang usia 41 hingga 60 tahun (Tabel 5).

Tabel 5. Sebaran remaja (%) berdasarkan usia ayah dan ibu Kategori Usia

(Tahun)

Jenis Kelamin

Total Tipologi Wilayah Total

Lk Pr Kab Kota

(38)

selama 15.7 tahun dan ayah contoh remaja perempuan selama 15 tahun atau setara dengan jenjang S1. Rata-rata lama pendidikan ayah contoh di wilayah perkotaan lebih besar (16.52 tahun) dibandingkan dengan rata-rata lama pendidikan ayah contoh di wilayah kabupaten (14.14 tahun).

Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan ibu contoh remaja perempuan dan laki-laki berada pada kisaran 14.3 tahun. Rata-rata lama pendidikan ibu contoh di wilayah perkotaan lebih lama (15.4 tahun) dibandingkan dengan ibu contoh di wilayah kabupaten (13.4 tahun). Pada penelitian ini masih ditemukan ibu contoh yang tidak menamatkan pendidikan dasar nya yaitu hanya bersekolah selama 4 tahun. Adapun hasil tersebut dipaparkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Sebaran remaja (%) berdasarkan pendidikan ayah dan ibu Kategori Usia

(Tahun)

Jenis Kelamin Total Tipologi Wilayah Total

Lk Pr Kab Kota

(39)

Tabel 7. Sebaran remaja (%) berdasarkan pendapatan keluarga per kapita

Pendapatan per Kapita (Rupiah)

Jenis Kelamin

Total Tipologi Wilayah total

Lk Pr Kab Kota Min-Max (Ribu Rupiah) 333-6.667 285-5.667 285-6.667 285-4.000 4.000-6.667 285-6.667

Resiliensi Remaja

Resiliensi merupakan kemampuan seorang indvidu untuk dapat bertahan dalam situasi yang kurang menguntungkan atau penuh dengan tekanan dan menjalani hidup secara positif bahkan lebih dari sebelumnya. Pada penelitian ini resiliensi diukur berdasarkan dua aspek yaitu personal competence dan acceptance of self and life. Personal competence pada penelitian ini mengukur keyakinan individu terhadap kemampuan sendiri, sikap mandiri, berpendirian dan kegigihan dalam menghadapi rintangan sedangkan acceptance of self and life mengukur pandangan individu yang seimbang mengenai hidup, kemampuan berdapatasi dan bersikap fleksibel dalam hidup.

Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata remaja memiliki resiliensi yang tergolong cukup baik, hampir separuh (46.6%) remaja memiliki tingkat resiliensi yang tergolong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa hampir separuh remaja memiliki resiliensi yang cukup baik, dan sebanyak 39.8 persen yang tergolong rendah. Selain itu, berdasarkan aspek resiliensi, hampir separuh (46.65) remaja memiliki aspek kompetensi diri (personal competence) yang tergolong sedang dan lebih dari separuh (54.9%) remaja yang memiliki penerimaan diri dan kehidupan yang juga tergolong sedang (Tabel 8).

Tabel 8. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek resiliensi

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Variabel, skala data, dan kategori data
Tabel 4. Sebaran remaja  (%) berdasarkan urutan kelahiran
Tabel 6. Sebaran remaja (%) berdasarkan pendidikan ayah dan ibu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah Apa yang menjadi dasar hak dalam pemberian dana dari lembaga pembiayaan ke konsumen, Apakah yang menyebabkan

Gunung Ciremai, Kuningan (Jawa Barat)–PT.Yamaha Musik Indonesia (Distributor) dan 5 anak perusahaan lain yang terkait dalam Yamaha Group Indonesia bersama dengan

Pada tulisan ini akan dibahas kondisi geokimia Muria serta pola tektonik yang menyertainya dan melakukan prediksi tingkat bahaya vulkanik di masa yang akan datang

 Kedua, penjaminan proyek KPBU Jalintim Riau antara Direktur Utama PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (Persero) Muhammad Wahid Sutopo dengan Direktur PT Adhi Jalintim Riau

Penciptaan karya seni dengan judul “Burung Hantu Sebagai Objek Penciptaan Karya Kriya Logam Tembaga” ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai konsep,

Rencana tindakan keperawatan antara lain monitor tanda-tanda vital dengan rasional untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh, pantau karakteristik nyeri

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas dan kuantitas kandungan pupuk organik limbah serasah dengan inokulum kotoran sapi secara semianaerob

Hasil dari penelitian yaitu terdapat hubungan yang kuat antara tingkat stres terhadap tingkat nyeri dismenorea pada mahasiswi semester VI Program Studi D3 Kebidanan