KAJIAN lSOTERMl SBRPSI AMR (ESA)
PATI GARUT PADA
BERBAGAE
TINGKAT GELATlNlSASi
Oleh
RITA YULl REVlYANTl
99232
PROGRAM STUD1 ILMU PANGAN
PROGRAM PASCA SARJANA
1NSTITUT PERTANlAN BOGOR
ABSTRAK
Rita Yuli Reviyanti. Kajian lsotermi Sorpsi Air Pati Garut pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi. Di Bawah Bimbingan Prof. Dr. Soewarno T. Soekarto, MSc. dan Dr.
Ir.
Sugiyono, M.App.Sc.Penelitian ini bertujuan untuk rnernpelajari isotermi sorpsi air pati garut pada berbagai tingkat gelatinisasi dan menentukan fraksi air terikat yang meliputi fraksi air terikat primer, sekunder, dan tersier.
Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati garut
(Maranta
arundinaceae L.). Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu penentuan tingkat gelatinisasi pati dan penentuan keseimbangan kadar air secara absorbsi dan desorbsi menggunakan 21 jenis larutan garam jenuh. Perlakuan dalam penelitian ini metiputi 5 tingkat gelatinisasi yaitu pati rnentah {belum kehilangan sifat birefrinjen), pati tergelatinisasi parsial ringan (kehilangan sifat birefrinjen seSesar 29,52%), pati tergelatinisasi parsial menengah (kehilangan sifat birefr~njen sebesar 56.31%), pati tergelatinisasi parsial berat (kehilangan sifat birefrinjen sebesar 81,52%), dan pati tergelatinisasi sempurna (kehilangan semua sifat birefinjennya). Pengarnatan yang dilakukan meliputi sifat arnilografi, sifat birefrinjen, viskositas, kelarutan dan kadar air.Has11 pengukuran berdasarkan sifat amilografi menunjukkan suhu awal gelatinisasi sebesar 73.5% dan suhu gelatinisasi maksimum sebesar 82,5'C
dengan viskositas maksirnum 780 Brabender unit. Pengarnatar! kelarutan dan viskositas menunjukkan semakirl tinggi tingkat gelatinisasi maka kelarutan meningkat. Peningkatan nilai kelarutan ini juga diikuti oleh semakin tingginya viskositas.
Pada pati mentah, tergelatinisasi parsial ringan, menengah, berat dan sempurna, dihasilkan kurva isoterrni sorpsi berbentuk sigmoid yang merupakan bentilk khas pada produk pangan. Tingkatan gelatinisasi tidak benyak berpengaruh terhadap besarnya kadar air keseimbangan kecuali pada daerah a, di atas 0.87 dimana semakin tinggi tingkat gelatinisasi dihasilkan kadar air keseirnbangan yang semakin tinggi juga. Analisis fraksi air terikat menunjukkan bahwa nitai kapasitas air terikat primer dan sekunder antar perlakuan tidak terdapat suatu kecenderungan dengan semakin tingginya tingkat gelatinisasi. Tetapi nilai kapasitas air terikat tersier cenderung meningkat dengan semakin tingginya tingkat gelatinisasi. Dengan dernikian perlakuan tingkat gelatinisasi hanya berpen~aruh terhadap nilai kapasitas air terikat tersier. Ini menunjukkan bahwa proses pemanasan menyebabkan peningkatan pengikatan air saat kondensas~ kapiler.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: "KAJIAN
ISOTERMI SORPSI AIR /ISA) PATI GARUT PADA BERBAGAI TINGKAT
GELATINISASI" adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum
pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi telah dinyatakan
secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
KAJIAN ISOTERMI SORPSI AIR (ISA)
PATI GARUT PADA BERBAGAI
TINGKAT GELATlNlSASl
Oleh
RITA
YULl
REVlYANTl
99232
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi llrnu Pangan
PROGRAM STUD1 ILMU PANGAN
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian lsotermi Sorpsi Air (ISA) Pati Garut pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi
Nama : Rita Yuli Reviyanti
NRP : 99232
Program Studi : llmu Pangan
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Soewarno T. Soekarto, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Suqiyo~io. M.App.Sc Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi iImu Pangan 3. Direktur Program Pascasarjana
Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 17 Juli 1976 dari pasangan
Slamet dan Kusmiati sebagai anak ke-2 dari empat bersaudara. Pada tahun
1994 penufis lulus dari SMAN 2 Jombang dan pada tahun yang sarna diterima di
IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis masuk diJurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Kefuarga dan menyelesaikannya
pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya
sehingga penulis dapat rnenyelesaikan tugas akhir berupa penulisan tesis yang
berjudul "Kajian lsoterrni Sorpsi Air (ISA) Pati Garut pada Berbagai Tingkat
Gelatinisasi". Adapun penulisan tesis ini digunakan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, IPB.
Pada kesernpatan ini penulis mengucapkan terirna kasih kepada:
1. Papa dan Mama serta kakak dan adik-adikku atas kasih sayang dan segala
bantuan yang diberikan serta doa yang tiada henti.
2. Prof. Dr. Soewarr~o T. Soekarto, MSc, sebagai Ketua Komisi Pembimbing,
atas segala bimbingan, arahan, perhatian dan curahan pikiran serta
dorongan sernangat yang sangat berarti, yang diberikan kepada penulis
tanpa henti hingga penulis menyelesaikan studi.
3. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc sebagai Anggota Komisi Pernbimbing atas segala
kebaikan, perhatian, arahan, dan birnbingan yang diberikan.
4. Seluruh Teknisi Laboratorium PAU Pangan dan Gizi dan Laboratorium
Teknologi Pangan dan Gizi IPB.
5. Ria, Mbak Zita. Pak Mursalin, atas bantuannya selama penelitian serta Farid.
Mery, Neni, Isra, Yani dan seluruh ternan-teman angkatan 99 atas
kekornpakannya selama meriernpuh penciidikan dan semua pihak yang telah
rnemberikan bantuan, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Harapan penulis semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak
yang memerlukannya.
Bogor. Februari 2002
DAFTAR IS1
Halarnan
DAFTAR TABEL
...
ix...
DAFTAR GAMBAR
xi
1
. PENDAHULUAN...
1 A . LATAR BELAKANG...
1B
.
TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELlTlAN...
2II . TINJAUAN PUSTAKA
...
3 A . GARUT...
3 ? . Tanarnan Garut...
32 . Produksi dan Pemanenan
...
5 3.
SifatUrnbi...
6 4 . Pernanfaatan Urnbi Garut...
71 . Proses Pernbuatan
...
82 . Sifat Pati
...
93 . Pernanfaatan Pati Garut
...
11C . GRANULA PATI
...
13 1 . Struktur Granula Pati...
13 2.
Bentuk dan Ukuran Granula Pati...
14 3 . Sifat Birefrinjen...
164 . Granula Pati Garut
...
177 . Konsep Gelatinisasi
...
19 2 . Tahapan Gelatinisasi...
20 3 . Suhu Gelatinisasi ... 22...
E . PENYERAPAN DAN PENYEIMBANGAN KADAR A1R 23
1 . Kadar Air
...
23 2 . Kadar Air Keseirnbangan...
.
.
...
24 3.
Aktivitas Air...
24F . ISOTERMI SORPSI AIR
...
261 . Model lsoterrni Sorpsi
...
27 2 . Daerah lsotermi Sorpsi...
29...
.4 Peranan Air dalam Bahan Pangan
...
.5 Fenornena Histeresis
...
Ill
.
METODOLOGI PENELITIAN...
.
A WAKTU DAN TEMPAT
...
B
.
BAHAN DAN ALATC
.
METODE PENELlTlAN...
...
.
D METODE PENGAMATAN
...
.IV HASlL DAN PEMBAHASAN
A . KARAKTERlSTtK PATI PADA BERBAGAI
TINGKAT GELATINISASI
...
..
Sifat Arnilografi...
2 . Tingkat Ge!atinisasi...
B . ISOTERMI SORPSI AIR (ISA)
...
I
.
Keseimbangan Kadar Air secara Absorbsi dan Desorbsi...
2 . Kurva lsotermi Absorbsi dan Desorbsi
...
C . ANALlSlS FRAKSI AIR TERIKAT...
1 . Penentuan Kapasitas Air Terikat Primer (M. )
...
2 . Penentuan Kapasitas Air Terikat Sekunder (M. )...
3 . Penentuan Kapasitas Air Terikat Tersier (Mt )...
D . SUSUNAN TlGA DAERAH FRAKSl AIR TERIKAT
...
E . FENOMENA HISTERESIS
...
1 . Daerah Histeresis
...
2 . Analisis Derajat Histeresis...
V
. KESIMPULAN DAN SARAN...
DAFTAR PUSTAKA
...
DAFTAR TABEL
Teks Hala
...
Komposisi Kirniawi Umbi Garut dari beberapa GalurSifat Amilosa dan Amilopektin ...
Kandungan Amilosa dan Arnilopektin pada Berbagai Jenis Pati
...
...
Kornposisi Kimiawi dan Fisik Pati Garut dan Tapioka
.
...
...
Bentuk dan Diameter Granula Beberapa Jenis PatiPengaruh Ukuran Partikel Beras terhadap Suhu Gelatinisasi dan Entalpi
...
...
Suhu Gelatinisasi Berbagai Jenis Pati...
Kelembaban Relatif Larutan Gararn JenuhKelernbaban Relatif Larutan Gararn Jenuh pada Suhu -t
27%
...
Tingkat Gelatinisasi pada Produk yang Dioven
...
Kelarutan dan Viskositas Pati pada Berbagai Tingkat
...
GelatinisasiHubungan Aktivitas Air dengan Kadar Air Keseimbangan Pati
...
Pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi secara AbsorbsiHubungan Aktivitas Air dengan Kadar Air Keseimbangan Pati
...
Pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi secara AbsorbsiHasil Perhitungan Kapasitas air Terikat Primer pada
Berbagai Tingkat Gelatinisasi secara Absorbsi
...
Hasil Perhitungan Kapasitas Air Terikat Primer padaBerbagai Tingkat Gelatinisasi secara Desorbsi ...
Hasil Perhitungan Kapasitas Air Terikat Sekunder
pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi secara Absorbsi ...
Hasil Perhitungan Kapasitas Air Terikat Sekunder
pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi secara Desorbsi
...
Hasil Perhitungan Kapasitas Air Terikat Tersier secara Absorbsi...
Berdasarkan PendekatanGAB, Polynomial, dan Ekstrapolasiman
7
7 9
. Hasil Perhitungan Kapasitas Air Terikat Tersier secara Desorbsi.
...
Berdasarkan PendekatanGAB Polynomial. dan Ekstrapolasi 81
20 . Susunan Tiga Daerah Fraksi Air Terikat pada Berbagai Tingkat
Gelatinisasi
...
83...
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1
.
2
.
Teks Halaman
...
Struktur Kimia Arnilosa 10
...
Struktur Kirnia Amilopektin
.
.
...
10Struktur Granula Pati secara Molekuler
...
13...
Bentuk Granula pada Berbagai jenis Pati 14
Bentuk Granula Pati Garut secara SkematikDibandingkan
Granula Pati Ganyong dan Pati Ubi Kayu
...
18Mekanisme Gelatinisasi
...
21...
Lima Tipe K U N ~ lsotermi Absorbsi
26
Bentuk Umum Kurva lsotermi Sorpsi pada Bahan Pangan
Dan Pembagian Tiga Daerah lkatan A
.
B. dan C...
30...
Bentuk Umum Histeresis
...
.
.
33Sudut Kontak pada Teori Pembasahan Tidak Sempurna
...
35...
Teori Leher Botol Tinta 36
Teori Pori Terbuka
...
37...
Susunan Peralatan Desikator 38
...
Sifat Amilografi Pati Garut 46
Sifat Birefrinjen Pati Garut pada Berbagai Tingkat . .
Gelatin~sas~
...
52 Hubungan antara Hilangnya Sifat Birefrinjen dengan... ...
Viskositas dan Kelarutan Pati
.
.
56Kelarutan Pati pada Berbagai Tingkat Gelatinisasj ... 57
Kurva lsoterrni Absorbsi Air Pati Garut pada Berbagai
Tingkat Gelatinisasi
...
67 Kurva lsotermi Desorbsi Air Pati Garut pada Berbagai...
...
Tingkat Gelatinisasi
.
.
68Plot BET Pati Tergelatinisasi Sempurna secara Absorbsi
...
7 1Plot Logarithmic Pati Tergelatinisasi Sempurna secara Absorbsi
...
Plot Logarithmic Pati Tergelatinisasi Sempurna secara Desorbsi ....Contoh Ekstrapolasi pada Pati Tergelatinisasi Sempurna
secara Absorbsi
...
Histeresis Pati Mentah
...
Histeresis Pati Tergelatinisasi Parsial Ringan
...
Histeresis Pati Tergelatinisasi Parsial Menengah
...
Histeresis Pati Tergelatinisasi Parsial Berat ...Histeresis Pati Tergelatinisasi Sempurna
...
Derajat Histeresis Pati Mentah
...
Derajat Histeresis Pati Tergelatinisasi Parsial Ringan ...Derajat Histeresis Pati Tergelatinisasi Parsial Menengah
...
Derajat Histeresis Pati Tergelatinisasi Parsial Berat...
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan sebagai kadar
air dan aktivitas air. Keduanya rnernegang peranan penting dalarn
rnenentukan tingkat keawetan dan stabilitas bahan pangan selarna
penyirnpanan (Syarief dan Halid, 1992). Bahan pangan dengan kadar air
atau aktivitas air rendah relatif lebih awetistabil dibandingkan dengan bahan
pangan dengan kadar air atau aktivitas air t~nggi.
Kernantapan bahan pangan selarna penyirnpanan sangat ditentukan
oleh kadar air keseimbangan, yar,g dinyatakan sebagai kadar air pada
tekanan uap air yang seirnbang dengan lingkungannya. Jika kondisi ini
tercapai rnaka bahan tidak rnenyerap rnaupun rnelepaskan rnolekul-rnolekul
air dari dan ke udara. lni terjadi jika bahan disirnpan pada suhu dan
kelernbaban relatif (RH) tertentu dalarn jangka panjang (Troller. 1989).
Hubungan antara kadar air bahan dengan RH kesetirnbangan atau
aktivitas air pada suhu tertentu dinyatakan sebagai isotermi sorpsi air yang
bersifat khas pada setiap bahan pangan. Untuk rnendapatkan kurva isotermi
sorpsi air, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara absorpsi (penyerapan
uap air cleh bahan) dan cara desorpsi (pelepasan uap air oleh bahan ke
udara).
Bahan yang diarnati pada penelitian ini adalah pati tergelatinisasi
yang merupakan fenomena yang urnum terjadi dan rnenjadi prinsip utarna
pada berbagai cara pengolahan pati. Gelatinisasi rnerupakan peristiwa
hilangnya sifat birefrinjen pati akibat proses pemanasan pada waktu dan
suhu tertentu, sehingga granula pati membengkak dan tidak dapat kernbali
menyebabkan terjadinya perubahan struktur granula pati yang juga berkaitan
dengan perubahan tekstur bahan. Perubahan ini terjadi secara bertahap
rnulai dari pengembangan granula pati yang bersifat reversible sarnpai
t-lilangnya sifat birefrinjen yang bersifat irreversible. French (1984)
rnengernukakan bahwa jurnlah dan distribusi air yang terdapat dalarn granula
pati rnempunyai peranan penting terhadap perubahan sifat kirnia dan sifat
fisik pati. Sebagai contoh, pati kering yang telah rnengalami gelatinisasi
rnempunyai kernampuan untuk rnenyerap air kembali dalam jurnlah yang
cukup besar. Sifat inilah yang digunakan agar nasi instan dapat rnenyerap
air kembali dengan rnudah, yaitu dengan rnenggunakan pati tergelatinisasi.
Anwar et al. (1999) rnengemukakan ditinjau dari syarat tumbuh dan
kondisi alarnnya, urnbi garut rnempunyai potensi bagus untuk dikernbangkan
di Indonesia. Pengolahan umbi garut sampai saat ini dilakukan dengan
pengolahan langsung yaitu dengan cara dikukus, direbus, dipanggang atau
diarnbil pati/tepungnya dan digunakan untuk berbagai produk olahan seperti
aneka macam kue, rnie, roti kering, bubur bayi dan glvkosa cair. Mengingat
pemanfaatan umbi garut cukup bagus untuk berbagai produk pangan, maka
diperlukan penelitian dasar yang berhubungan dengan proses gelatinisasi
yang merupakan proses utama pada pengolahan pati serta sifat pengikatan
airnya yang berperan penting dalarn penentuan kestabilan produk pangan
selama penyimpanan.
B. TUJUAN DAN KEGUNAAN HASlL PENELlTlAN
Penelitian ini bertujuan untuk rnernpelajari isotermi sorpsi air pati garut
pada berbagai tingkat gelatinisasi dan perubahan fraksi air terikat yang
Kegunaan penelitian ini adalah memperoleh data dasar tentang kadar
air keseirnbangan pati garut pada berbagai tingkat gelatinisasi. Diharapkan
data yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan kondisi
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. GARUT
Garut (Maranta arundinaceae L . ) rnerupakan jenis tanarnan umbi-
urnbian yang belum dibudidayakan secara intensif di Indonesia. Hal ini cukup
disayangkan karena potensinya cukup bagus terutarna dari segi
pernanfaatannya.
1. Tanaman Garut
Garut adalah tanarnan setahun yang terrnasuk jenis rurnput-
rurnputan tegak, tingginya 60-80 crn dan berbatang lunak (Kay, 1973).
Daerah asal tanaman ini adalah St. Vincent, Arnerika Tengah dengan
nama St Vincent Arrowroot. Namun dernikian tanarnan ini sering juga
d~sebut sebagai West Indian Arrowroot atau Bermuda Arrowroot. Secara
botani, tanatnan ini terrnasuk dalarn divisi Spermatophyta, sub divisi
Angiosperrnae, kelas Monocotyledonae, ordo Zingeberales, farnili
Marantaceae, dan genus Maranta (Rukrnana. 2000).
Tanarnan ini rnasih tumbuh liar di pekarangan, kebun, atau
diusahakan pada skala kecil di pekarangan rumah dan kebun buah-
buahan. Di Indonesia tanarnan ini rnernpunyai beberapa narna daerah
antara lain: arairut, arerut, sagu betawi (Melayu), larut, patat, sagu
(Sunda), angkrik, arus, jelarut, garut, irut (Jawaj, krasus, marus (Madura),
dan hudasula (Ternate) (Rukrnana, 2000).
Jika ditinjau dari kondisi alarnnya, Indonesia sangat tepat untuk
pembudidayaan tanarnan garut dimana potensi dan peluang yang baik
untuk dikernbangkan adalah di daerah perkebunan. hutan tanaman
bawah lindungan pohon dengan kadar matahari minimum (40-60% atau
dibawah naungan). Tanaman ini juga dapat tumbuh pada tanah yang
miskin kesuburan walaupun untuk produksi terbaik harus dipupuk, tidak
membutuhkan perawatan khusus dan harna penyakit yang relatif sedikit
(Anwar et al., 1999).
2. Produksi dan Pemanenan
Produktivitas tanaman garut relatif tinggi yaitu 2 0 4 0 tonltia (Anwar
et al.. 1999). Gsaha untuk meningkatkan produksi garut telah dilakukan
oleh pernerintah rnelalui Menteri Pangan dan Hortikultura yaitu dengan
rnencanangkan pengembangan area tanam garut. Tahap awal
pengembangan garut dimulai pada bu[an Oktober 1998 dengan lahan
tanam seluas 18.000 hektar yang tersebar di Banyurnas, Malang dan
Blitar. Peta sasaran perluasan program penanaman garut diproyeksikan
di daerah Tasikmalaya dan Ciamis (Jawa Barat); Wangla. Ajibarang,
Purwokerto, Sampang, Sukaraja, Banyumas, Buntu, dan Pernalang
(Jawa Tengah); Malang, B!itar, dan Kepanjen (Jawa Timur) (Rukmana,
2000).
Pernanenan tanaman garut dapat dilakukan pada dua periode, yaitu
pemanenan pada umur 6-7 bulan dan pemanenan pada umur 8-12 bulan.
Pernanenan pada urnur 6-7 bulan dilakukan bila ~ i m b i akan diolah
menjadi emping atau keripik, karena pada masa ini serat yang
terkandung relatif sedikit. Pemanenan pada umur 8-I2 bulan dilakukan
bila umbi akan diproses menjadi pati, dan agar diperoleh rendemen pati
yang tinggi maka pemanenan dilakukan pada bulan-bulan kering (Anwar
et al., 1999). Sementara itu Rukrnana (2000) rnengernukakan bahwa
kandungan pati maksimum tetapi urnbinya telah banyak berserat
sehingga patinya sulit diekstrak.
3. Sifat
Umbi
Garut yang berasal dari St Vincent ini mempunyai dua galur
penting, yaitu creole dan banana. Galur creole dicirikan dengan bentuk
rhizornanya yang panjang, menjalar luas dan rnenernbus tanah,
sedangkan galur banana dicirikan dengan rhizoma yang lebih pendek
dan gemuk serta menjalar di perrnukaan tanah (Rukrnana, 2000).
Dibandingkan dengan galur creole, galur banana rnempunyai beberapa
keunggulan, antara lain lebih mudah dipanen, basil panen lebih tinggi
dengan kandungan serat yang lebih sedikit sehingga lebih mudah untuk
diotah lebih lanjut. Namun demikian galur banana in: juga memiliki
kelemahan yaitu urnbinya cepat mengalami kerusakan setelah dipanen
(paling lama 48 jam) sehingga harus cepat diolah.
Di Indonesia informasi tentang narna dan jenis garut yang tumbuh
rnasih kurang. Selama ini masyarakat mengenal garut berdasarkan nama
daerah tempat tumbuhnya. Mariati (2001) rnelakukan penelitian dari 4
galur urnbi garut berdasarkan ternpat tumbuhnya. Keempat galur
tersebut adalah gaiur Playen, Punvorejo, Banjarnegara dan Banyumas.
Ditinjau sifat fisiknya, keempat galur tersebut mempunyai sifat yang re[atif
sama yaitu sisiknya berwarna coklat, umbinya berwarna putih dan jumlah
ruas benrariasi antara 2 4 4 4 ruas. Kornposisi kimiawi urnbi garut dari 4
galur ini juga relati sarna, namun jika dibandingkan dengan galur creole
dan banana, galur lokal rnempunyai kadar abu dan kadar lernak yang
relatif lebih tinggi. Komposisi kirniawi umbi garut dari beberapa jenis gatur
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar umbi
garut mengandung air dan karbohidrat. Rukrnana (2000) mengemukakan
bahwa potensi urnbi garut sebagai sumber karbohidrat dapat
Tabel 1. Kornposisi Kimiawi Umbi Garut dari Beberapa Galur
menghasilkan rendernen pati 15-20%. Ini rnenunjukkan bahwa umbi garut
KOmposisi
Pati (%)
Protein (%)
Lernak (%)
Serat (%)
Air (%) Abu (%)
Karbohidrat (%)'
sangat potensial sebagai sumber pati. Karena itu pemanfaatan umhi garut
lebih diarahkan untuk pembuatan tepung sebagai bahan alternatif, atau
pengganti bagi pembuatan berbagai macam penganan rumah tangga yang
selama ini dilakukan dengan rnenggunakar~ tepung terigu
Kay (1 973), b) Mariati (2001),
'
dengan penguranganGalur Urnbi Garut
4. Pemanfaatan Umbi Garut
Umbi garut yang masih rnuda dan segar dapat dikonsumsi langsung
sebagai makanat; selingan dengan cara direbus, dibakar, dikukus dan
dapat diolah rnenjadi emping garut. Umbi ini rasanya manis dan gurih,
namun rasanya rnenjadi kurang enak jika digunakan umbi yang sudah tua
karena banyak rnengandung serat. Karena itu pernanfaatan urnbi yang Creole a
21,7 1 ,O 0,l
1,3
sudah tua dilakukan dengan mengambil patinya atau dijadikan tepung
Playenb
1,30 0,59 2,59
Banana a
19,4 7 2 0,1 0,6
garut (Rukmana, 2000).
Kandungsn serat yang tinggi pada umbi garut dapat dirnanfaatkan
untuk bahan baku pembuatan pulp kertas. Hasil penelitian Brahrnana
(2001) menyatakan bahwa berdasarkan uji sifat fisiknya. terutama dari
Purworejob 2,61 0,51 3,05 69.1 1,4
derajat putihnya, kualitas pulp serat garut dapat disetarakan dengan 72,60 3,81 20.47 Banjarnegarab 2,31 0.57 1,87 72,O
1
62,89 [image:147.563.118.456.72.176.2]kualitas pulp jerami dan pulp Acacia mangium. Selain itu dari hasil
konversi biornassa menunjukkan bahwa dari pengernbangan tanarnan
garut seluas 10.000 Hektar dapat rnenghemat kayu Acacia mangium
sebanyak 513.000 batang pohon atau seluas 310 Hektar pertahun.
B.
PATIPati rnerupakan komponen penting dari karbohidrat yang rnernpunyai
peranan penting dalarn pengolahan dan industn pangan. Pati rnerupakan
hasil pembentukan fotosintesis yang terjadi akibat adanya air,
karbondioksida, klorofil dan sinar matahari. Peti (starch) berasal dari kata
sfearc yang berarti kekuatan (strengfh) atau kekakuan (stiffness) yang
rnerupakan istilah yang sering dipakai pada hal-ha1 yang berkaitan dengan
kain atau kertas (Swinkels, 1985).
1. Proses Pembuatan
Pati
Proses pembuatan pati garut oleh masyarakat biasanya dilakukan
rnelalui beberapa tahapan, antara lain: (1) pemilihan bahan, (2)
pembersihan dan pencucian bahan dari kotorari dan sisik. (3) pemarutan.
(4) pernisahan pati dengan cara penambahan air untuk pengendapan pati,
(5) penyaringan arnpas yang masih mengandung pati, (6) pengeringan. (7)
penepungan dan pengayakan. (8) pengepakan, dan ( 9 ) penyimpanan
(Lingga et al., 1986 dan Anwar et al.. 1999).
Sedangkan menurut Kay (1973) proses pembuatan pati garut skala
pabrik tidak jauh berbeda dengan cara pernbuatan pati garut skala rurnah
tangga. Hanya saja pada skala pabrik peralatan yang digunakan
kebanyakan digerakkan oleh rnesin dan berukuran baku. Sebagai contoh
pada penghancuran umbi, digunakan parut yang digerakkan dengan
mesh. dan pengeringan dilakukan pada suhu sekitar 60% selarna 2-3 jam
sehingga didapatkan hasil yang lebih bagus dan seragarn.
2. Sifat Pati
Pati rnerupakan homopolimer glukosa dengan ikatan a-glikosidik.
Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi
terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut arnilopektin. Kadar
amilosa dan amilopektin pati bewariasi tergantung dari sumber apa pati
tersebut diperoleh. Narnun dernikian secara umurn, kisaran kandungan
amilosa pada pati adalah 15-25%. sedangkan kandungan amilopektinnya
65-85% (Fennema, $985). Perbandingan sifat amilosa Jan arnilopektin
disajikan pada Tabel
2.
Tabel 2. Sifat Arnilosa dan Amilopektin
Sifat
Selain sifat-sifat yang terdapat di atas, di dalam larutan, amilosa
cenderung membentuk coil yang panjang dan fleksibel. Apabila terdapat
Berat rnolekul
1
50.000-200.0001
r I iutaAmilosa
- *
a-D-(1.4). a-D-(I ,6) rendah
maltose. P-limit dekstrin D-glukose bercabang
lkatan glikosidik
1
a-D-(1.4)Derajat retrogradasi tinggi
iodium maka akan terbentuk warna biru, dan dapat dibaca rnenggunakan -- Amilopektin
Sumber: Fennema (1985) Produk dari p-arnilase Produk dari glukoamilase Bentuk molekul
spektrofotometer pada panjang gelombang 625-660 nm. Sedangkan pada maltose
D-glukose linier
amilopektin. jika terdapat iodiurn maka akan terbentuk warna merah dan
dapat dibaca menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
530-550 nm. Adapun struktur kirnia arnilosa dan arnilopektin dapat dilihat
pada Gambar 1 dan 2. Sedangkan kandungan arnilosa dan arnilopektin
[image:149.561.131.475.289.366.2]Tabel 3. Kandungan Arnilosa dan Arnilopektin pada Berbagai jenis Pati Sumber Pati Garut Kentang Gandurn Tapioka Jagung
Jagung tinggi arnilopektin Jagung tinggi amilosa Sorghum
Beras Sagu Ganyong
Surnber: Swinkels (1 985) a C h
[image:150.557.106.454.71.573.2]Amilosa (% db) 31 .35a
Gambar 7 . Struktur Kimia Amiiosa (Swinkels, 1985)
Garnbar 2. Struktur Kirnia Arnilopektin (Swinkels, 1985)
Komposisi kirniawi pati garut hampir sarna dengan tapioka. Namun
jika ditinjau dari aspek fisiknya, Chilrnijati (1999) rnengemukakan bahwa
derajat putih dan tingkat kehalusan tapioka lebih tinggi dibandingkan
[image:150.557.128.455.77.343.2]protein, abu dan pati) yang diperoleh Murdiyati (1983) tidak berbeda jauh
dengan yang diperoleh Chilrnijati (1999).
Tabel 4. Komposisi Kirniawi dan Fisik Pati Garut dan Taploka
Karakterisasi
7
Protein Scrat Pati Amilosa Kehalusan (1010s 100 mesh) %Sumber: Chilrnijat~
normal normal normal
normal normal normal
86.60
I, 1999
3. Pemanfaatan Pati Garut
Anwar et
al.,
(1999) rnengernukakan, pati garut dapat digunakansebagai alternatif untuk pengganti terigu dalam penggunaan bahan baku
olahan seperti aneka rnacarn kue, mie, roti kering, bubur bayi, glukosa cair
dan diet pengganti nasi. Selain untuk industri pangan. pati garut juga
bermanfaat untuk industri kirnia, kosrnetik, pupuk, dan obat-obatan.
Sementara itu Radley (1976) rnenyebutkan bahwa pati garut baik
dikonsurnsi untuk orang yang rnenderita sakit perut, karena sifat dari pati
yang rnudah dicerna. Dernikian juga pada pembuatan biskuit, komposisi
pati garut yang dibuat delapan kali lebih besar dari komposisi terigu
rnenyebabkan biskuit mudah dicerna.
Sifat pati garut yang mudah dicerna ini sangat potensial untuk
dirnanfaatkan dalam pembuatan rnakanan pelengkap bayi
(baby
food).Muchtadi (1994) mengemukakan, hal penting yang perlu diperhatikan
dalam pembuatan rnakanan bayi adalah kandungan energi dan protein Pati G a ~ t (% db)
13,07
I
12.81
10.45-13.09 12.41
Tapioka (%db) Murdiyati
(1983)
Sagu (% db) Chilmijati
(1999)
[image:151.557.100.455.114.251.2]yang tinggi, kandungan vitamin dan mineral yang baik, bersifat padat gizi
dan mernpunyai daya cerna tinggi. Makanan pelengkap bayi umumnya
berada dalam bentuk bubur atau biskuit dengan sifat yang rnudah larut
dalarn air. Proses dekstrinasi rnerupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kelarutan dan daya cerna pati. Proses ini dapat dilakukan
secara kimiawi atau secara enzirnatis. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian Murdiyati (1983) yang rnenyebutkan bahwa dekstrinisasi pati
garut mampu menghasilkan daya cerna yang tinggi sehingga sangat baik
untuk diaplikasikan dalarn pembuatan bubur bayi.
Aplikasi pati garui dalarn pernbuatan rnie kering dilakukan oleh
Yustiareni (2000) yang melaporkan subtitusi pati garut sampai 40% pada
mie kering menyebabkan terjadinya peningkatan daya serap air hingga
25% sehingga dapat rnempercepat pelunakan mie saat perebusan dan
akibatnya waktu pemasakan dapat dipersingkat. Narnun disayangkan
semakin tinggi subtitusi pati garut (sampai 40%) menyebabkan timbulnya
warna coklat yang kurang disukai. Dernikian juga semakin tinggi subtitusi
pati garut, maka kadar protein dan lemak semakin rendah, ini disebabkan
kadar protein dan lemak pati garut yang lebih rendah dibandingkan terigu.
Sedangkan Widaningrum (2001), mengemukakan subtitusi 20% tepung
garut dan 20% tepung kedelai pada pembuatan mie basah dihasilkan
produk dengan penampakan dan kandungan protein yang relatif sama
dengan produk rnie tanpa subtitusi.
C . GRANULA PATI
Pati yang terdapat dalarn tanarnan tergabung dalarn suatu paket-paket
kecil yang disebut granula (Fennerna. 1985). Paket-paket kecil tersebut
tanaman yang berperan sebagai persediaan makanan selama fase dorman,
germinasi atau perturnbuhan. Jika dilihat di bawah mikroskop dapat diketahui
bahwa granula pati mempunyai ukuran yang sangat kecil dengan kisaran
diameter antara 2-1 00 pm (Swinkels. 1985).
1. Struktur Granula Pati
Pada tanaman serealia, granula pati dibentuk dalam suatu plastids.
Plastids yang rnembentuk pati ini disebut arnyloplast. Posisi amiloplast
pada penampang sel turnbuhan diperlihatkan pada Gambar 3A.
Beberapa jenis serealia seperti gandum, jagung. barley, rye dan sorgum
masing-masing arniloplastnya hanya mengandung satu granula pati,
sedangkan pada beras dan oat rnasjng-masing amiloplast mengandvng
granula pati kompleks (Hoseney. 1998). Pada setiap granula pati terdapat
suatu bagian terpisah dibandingkan dengan bagian lain, yang disebut
dengan hilum. Penampakan rnikroskoplk granula pati seperti bentuk.
ukuran keseragaman dan letak hilum bersifat khas untuk setiap jenis pati
(Swinkels. 19851. 8
1 Amyloplast 2. Sphemsomes
3. Klorafil 4. Nukleus
5. Kromatin 6. Vakuola 7. Badan Golgl
8. Mitokondria 2. amllopektii
9. Mikrolubulus 3. hilum
[image:153.567.84.474.140.534.2]10 Dindong sel
Gambar 3. Struktur Granula Pati secara Molekuler
A:penampang sel tumbuhan (Jewell, 1979);
6:
Susunan amilosa danBiliaderis (1992) menyatakan struktur granula pati secara rnolekuler
terdiri dari amilosa yang berantai lurus dan arnilopektin yang rantainya
bercabang serta sejurnlah rnolekul nonkarbohidrat seperti lipid dan
protein. Komponen utarna granula pati yang terdiri dari amilosa dan
arnilopektin ini digambarkan secara jelas oleh Nikuni (1969) yang dikutip
oleh Van den Berg (1981) dimana amiIosa digambarkan dengan rantai
lurus. sedangkan amilopektin dengan rantai bercabang. Struktur granula
pati secara molekuler dapat dilihat pada Gambar
38.
2. Bentuk dan Ukuran Granula Pati
Bentuk dan diameter granula beberapa jenis pati disajikan pada
Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa bentuk dan ukuran
granula pati pada berbagai jenis tanaman bervariasi dan bentuknya
bersifat agak khas (Gambar 4).
Ukuran granula pati rnempunyai peranan yang sangat penting
dalarn penerapan industri pangan. Sebagai con!oh, granula pati .yang
mernpunyai diameter
2,O
pm dapat digunakan untuk subtitusi lemakkarena mempunyai ukuran yang sama dengan rnicell dari lipid (Jane et
al., 1992 dalarn Campbell et al., 1996).
0 0
Jagung Kentang Gandum Tapioka Beras
Gambar 4. Bentuk Granula pada Berbagai Jenis Pati (Swinkels. 1985)
Besar kecilnya ukuran granula pati berpengaruh pada daya tahan
selama proses pemanasan. Pati dengan ukuran granula besar akan
mempunyai ketahanan terhadap panas yang lebih tinggi dibandingkan
[image:154.563.147.442.402.457.2]d e n g a n g r a n u l a p a t i y a n g b e r u k u r a n kecil. P e n g a m a t a n m e n g g u n a k a n
D S C (Differential Scanning
Caloryrnetn)
m e n u n j u k k a n b a h w a p a t i d e n g a nu k u r a n g r a n u l a k e c i l m e m p u n y a i s u h u a w a l gelatinisasi y a n g lebih rendah
d i b a n d i n g k a n d e n g a n p a t i d e n g a n u k u r a n g r a n u l a b e s a r
(Vfirakartakusumah, 1981). H a l s e n a d a juga d i n y a t a k a n o l e h M a r s h a l l
(1993) b a h w a p e n g e c i l a n u k u r a n partikel b e r a s rnelalui p r o s e s
p e n g g i l i n g a n b e r p e n g a r u h t e r h a d a p p e n u r u n a n suhu gelatinisasi d a n
e n e r g i y a n g d i p e r l u k a n y a n g d i n y a t a k a n d a l a m b e n t u k e n t a l p i ( T a b e l 6).
T a b e l 6. P e n g a r u h U k u r a n Partikel B e r a s t e r h a d a p S u h u Gelatinisasi d a n Entalpi
T a b e l 5. B e n t u k dan D i a m e t e r G r a n u l a B e b e r a p a J e n i s P a t i
Ukuran Partikel (pm)
I
Suhu Gelatinisasi(OC)
1
Entalpi (Jlg)71 0-1 400
I
73,1 f 0.1I
11.8f 0.5Jenis Pati Jagung Kentang Gandum Tapioka Jagung tinggi amilopektin Jagung tinggi amilosa Sorghum Beras Sagu Garut Ubi jalar Ganyong
Sumber: Swinkels (1985)
Kisaran Diameter (pm) 3-26 5-100 2-35 4-35 3-26 3-24 3-26
3-8
5-65 5-70 5-25 22-85 500-710 355-500 250-355 180-250 125-1 80 90-1 25 64-90 53-6473,5 i 0.1 73.4 i 0.1
73.3 f 0,l 72,4
+
0,l 72.4 f 0,l 72,3 f 0,3 72.5 f 0,3 72.4+
0 , lDiameter Rata-rata (prn)
15 33 15 20 15 12 15 5 30 30 15 53
Sumber: M a r s h a l l (1993)
3. Sifat Birefrinjen
Sifat birefrinjen adalah sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi,
sehingga terlihat kontras gelap terang yang tampak sebagai warna biru-
kuning. Sifat ini akan terlihat jika pati diamati dibawah mikroskop polarisasi
(Hoseney. 1998).
French (1984) rnenyatakan bahwa warna biru kuning pada
permukaan granula pati disebabkan oleh adanya perbedaan indeks
refraksi dalam grandla pati. lndeks refraksi dipengaruhi oleh struktur
ami!osa dalam pati. Bentuk heliks dari amilosa dapat rnenyerap sebagian
cahaya yang melewati granula pati. Jika arah getar dari gelombang
cahaya paralel terhadap sumbu heliks amilosa, maka terjadi penyerapan
cahaya secara intensif. lntensitas birefrinjen sangat tergantung pada
derajat dan orientasi kristal. Komponen yang bertanggung jawab terhadap
sifat kristal adalah sepasang rantai dengan derajat polimerisasi 15 dari
amjlopektin yang membentuk double helix, sedangkan komponen yang
bertanggung jawab terhadap sifat amorphous granula pati adalah di
daerah dengan ikatan
a-(1,6)
dari amilopektin.Aguilera dan Stanley (1990) mengemukakan prinsip kerja rnikroskop
polarisasi berdasarkan pada cahaya yang masuk dan diarahkan sehingga
mengenai contoh. Cahaya ini akan terpolarisasi karena adanya prisrna
polarisasi yang terletak diantara polarizer dan analyzer yang disusun
secara parallel sehingga bidang polarisasi ditransmisikan rnelalui rnata.
Jika contoh yang diamati mempunyai struktur anisotropik atau birefrinjen
maka bidang cahaya berputar. sehingga pada contoh terlihat struktur
bidang cahaya tidak berputar karena bahan hanya rnernpunyai satu indeks
refraksi.
Hoseney (1998j mengernukakan sifat kristal pati dapat dirusak
dengan perlakuan secara rnekanis. sebagai contoh penggilingan pati
pada suhu ruang secara nyata mampu merusak sifat kristal pati. Pada
pati rnentah dan belurn rnendapa! perlakuan pengarnatan di bawah
rnikroskop polarisasi akan mernperlihatkan pola birefrinjen yang jelas
daerah gelap terangnya. Sedangkan pada pati yang dipanaskan
bersarna air, sifat birefrinjen secara bertahap akan rnenghilang
tergantung suhu dan waktu yang digunakan. Jika suhu pemanasan yang
digunakan di atas suhu gelatinisasi, rnaka sifat birefrinjen akan lebih
cepat hilang. Fennema (7985) mengernukakan hilangnya sifat birefrinjen
ini disebabkan oleh pecahnya ikatan rnolekul pati sehingga ikatan
hidrogen mengikat lebih banyak molekul air. Penetrasi air rnenyebabkan
peningkatan derajat ketidakteraturan dan rneningkatnya rnolekul pati
yang terpisah serta penurunan keberadaan sifat kristal. Jika pernanasan
diteruskan rnaka sifat kristal akan hilang demikian juga dengan sifat
birefrinjen.
4. Granula Pati Garut
Suranto (1989) rnelaporkan, penarnpakan granula pati garut di
bawah rnikroskop adalah: 48,15% berbentuk oval, 23,15% berbentuk bula: dan 30.70% rnernbulat
(spherical).
Mariati (2001) juga rnelaporkanbahwa bentuk granula pati garut adalah oval atau elips. Berdasarkan
hasil pengamatan ini diketahui bahwa pada umurnnya granula pati garut
berbentuk oval. Disebutkan pula bahwa bentuk oval urnumnya dimiliki
umurnnya dirniliki oleh granula pati garut yang berukuran sedang, dan
bentuk bulat umurnnya dimiliki granula pati garut yang berukurar! kecil.
Bentuk granula pati garut ini rnirip dengan bentuk granula pati ganyong
dan pati ubi kayu yang cenderung bulat atau oval (Mulyandari 1992)
oval bulat membulat
Pati Garut Pati Ganyong Pati Singkong
Garnbar 5. Bentuk Granula Pati Garut secara Skematik (Suranto, 1989) Dibandingkan Granula Pati Ganyong dan Pati Ubi Kayu (Mulyandari, 1992)
Selain bentuk granula, penelitian Suranto (1989) juga melaporkan
tentang ukuran granula pati. Disebutkan bahwa granula pati garut
rnempunyai diameter 6-27 rnikron, dengan diameter rata-rata 17,02
mikron. Hasil penelitian Mariati (2001) dilaporkan hahwa 44.63% granula
pati garut berukuran 2 20 rnikron, 34,30% berukuran 15-19 mikron, dan
21,07% berukuran c 15 mikron.
Jika dibandingkan dengan granula pati kentang (rata-rata 33
mikron) dan ganyong (rata-rata 53 mikron), ukuran granula pati garut
relatif lebih kecil. Narnun jika dibandingkan granula pati singkong (rata-
rata 20 mikron) dan ubi jalar (rata-rata 15 mikron), ukuran granula pati
garut relatif lebih besar (Swinkels, 1985).
Gelatinisasi pati merupakan fenornena umum yang terjadi pada pati dan
sering menjadi prinsip utarna pada berbagai cara pengolahan pati. Karena
itu beberapa prinsip dasar gelatinisasi seperti konsep gelatinisasi, tahapan
1. Konsep Gelatinisasi
Gelatinisasi adalah peristiwa hilangnya sifat birefrinjen granula pati
akibat penambahan air secara berlebih dan pemanasan pada waktu dan
suhu tertentu, sehingga granula pati membengkak dan tidak dapat kembali
pada kondisi semula (imeversible) (Beiitz dan Grosch, 1999). Jika pada
proses pernanasan ini ditambahkan katalis asam atau enzim sehingga
terjadi pemotongan rantai panjang molekul pati menjadi molekul-molekul
yang berantai lebih pendek maka dihasilkan dekstrin (Aguilera dan
Stanley, 1990).
Fennema (1985) mengemukakan bahwa pati tidak larut dalam air
dingi:~, tetapi secara reversibel dapat mengembang dalam air hangat.
Namun demikian jurnlah air yang terserap dan pembengkakannya
terbatas. Pada saat itu granula pati dapat mengembang sarnpai 9.1%
pada pati jagung atau sarnpai 22.7% pada jagung tinggi amilopektin. Jika
suhu yang digunakan meningkat, maka ikatan molekul pati menjadi pecah
sehingga ikatan hidrogennya mengikat lebih banyak molekul air. Penetrasi
air ini rnenyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan dan
meningkatnya molekul pati yang terpisah serta hilangnya sifat birefrinjen.
Winarno (1995) mengemukakan peningkatan volume granula pati
yang terjadi dalam air pada suhu 55-65OC merupakan pembengkakan
yang sesungguhnya. Dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat
kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat mernbengkak luar
biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Peristiwa
ini disebut sebagai gelatinisasi. Hal senada juga dikemukakan oleh
French (1984) bahwa gelatinisasi terjadi karena pemanasan dengan
kadar air tinggi sehingga granula pecah dan mengalami hidrasi serta
rnengernukakan bahwa kisaran suhu yang rnenyebabkan 90% butir pati
dalarn air panas rnembengkak sedemikian rupa sehingga tidak lagi
kernbali ke bentuk norrnalnya disebut Birefringence End Point
Temperature atau disingkat BEPT.
Greenwood (1979) rnenyatakan pada proses gelatinisasi terjadi
pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. lkatan hidrogen ini
rnernpunyai peranan untuk mernpertahankan struktur integritas granula.
Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap rnolekul air.
sehingga terjadi pernbengkakan granula pati. Dengan dernikian semakin
banyak jumlah gugus hidroksil dari rnolekul pati rnaka kemampuan
rnenyerap air juga akan semakin besar. Peningkatan kelarutan juga
diikuti oleh peningkatan viskositas. Hal in1 disebabkan air yang
sebelurnnya bebas bergerak diluargranula pati menjadi terperangkap dan
tidak dapat bergerak bebas lagi setelah rnengalami gelatinisasi.
2. Tahapan Gelatinisasi
Pada dasarnya proses gelatinisasi terjadi melalui tiga fase. antara
lain: fase pertama. air secara perlahan-lahan dan bolak-balik berirnbibisi
ke dalarn granula, fase kedua ditandai dengan pengernbangan granula
dengan cepat karena penyerapan air yang berlangsung cepat sehingga
kehilangan sifat birefrinjen. dan fase ketiga jika suhu terus naik, rnaka
rnolekul amiIosa terdifusi keluar granula (McCready,
1970).
Mekanismegelatinisasi ini dapat dilihat pada Garnbar 6.
Pati yang telah rnengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi
rnolekul-rnolekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifatnya
sebelum mengalami gelatinisasi. Bahan yang telah kering tersebut rnasih
digunakan agar nasi instan dan puding instan dapat menyerap air kembali
dengan mudah (Winarno. 1995). Hal ini juga dikemukakan oleh Petersen
(7975) bahwa pati yang teiah tergelatinisasi
@re-gelatinized
starch)digunakan sebagai bahan dalam pembuatan puding instan dan
sejenisnya yang diperoleh dengan cara gelatinisasi dan pengeringan pati.
menggunakan pengering drum, pengering semprot, dan sejenisnya
sehingga dihasilkan produk pati yang larut dalam air dingin.
Granula pati mentah yang terdiri dari amilosa (helix) dan arnilopektin (bercabang)
n
u
Penambahan air akan rnernecahkan kristalinitas dan merusek keteraturan bentuk amilosa, granula mengembang
Panarnbahan panas dan air yang berlebihan akan menyebabkan granula rnengernbang lebih lanjut, amilosa mulai berdifusi keluar granula
Granula hampir hanya mengandung arnilopektin saja dan terperangksp oleh arnilosa yang membentuk s t ~ k t u r gel
[image:161.561.161.306.206.465.2]Hasil penelitian Ziegler et al., (1993), selarna proses gelatinisasi,
ukuran granula pati sernakin besar dengan semakin meningkatnya suhu.
Saat terjadi pembengkakan maksimum maka ukuran granula pati berada
pada ukuran maksimum. Dikernukakan bahwa pada pati jagung tinggi
an7ilopektin , diameter awal granulanya adalah
15,6
km berubah rnenjadi39,6 pm pada saat terjadi pembengkakan.
3. Suhu Gelatinisasi
Fennema (1985) mengernukakan bahwa suhu gelatinisasi atau titik
gelatinisasi adalah titik dimana granula pati mulai pecah dan sifat
birefrinjen mulai menghilang. Suhu gelatinisasi tidak sarna pada berbagai
jenis pati, sehingga ini merupakan sifat khas dari masing-masing pati.
Suhu gelatinisasi pada beberapa jenis pati disajikan pada Tabel 7
Tabel 7. Suhu Gelatinisasi Berbagai Jenis Pati
Sumber Pati Jagung Kentang putih Ubi jalar Tapioka Gandum Beras Garut
Zobel (1984). mengemukakan penentuan suhu gelatinisasi dapat Suhu (OC) 61-72 62-68 82-83 59-70 53-64 65-73 75-78") 72.75-75'*) Sag u
dilakukan dengan pengarnatan rnikroskopis, baik dengan rnikroskop
66.75"') '
67,5
elektron atau dengan mikroskop cahaya yang didasarkan pada hilangnya Sumber: Fennema (1 985). *) Whistler et al. (1953),'*) Mariati (2001)
-+-) Chilmijati (1 999)
sifat birefrinjen. Faktor yang berpengaruh terhadap suhu gelatinisasi
[image:162.561.138.455.309.436.2]glukosa atau fruktosa. Sernakin besar konsentrasi gufa maka suhu
gelatinisasi juga akan semakin meningkat. Kadar arnilosa dan ukuran
granula pati berpengaruh terhadap suhu gelatinisasi. Semakin tinggi
kadar arnilosa dan ukuran granula pati maka suhu gelatinisasi nieningkat.
E. PENYERAPAN AIR DAN KESEIMBANGAN KADAR AIR
Air mempunyai peranan yang sangat penting di daiam suatu bahan
pangan. Air merupakan faktor yang berpengaruh terhadap penarnpakan,
tekstur, cita rasa, nilai gizi bahan pangan, dan aktivitas metabolisme. Troller
dan Cristian (1978) rnengemukakan bahwa kadar air yang tinggi
menunjukkan kapasitas tingkat kerusakan yang tinggi baik secara biologi
atau kimiawi.
Karakteristik hidratasi bahan pangan diartikan sebagai karakteristik
fisik yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang
terkandung di dalamnya dan rnolekul air di udara sekitarnya. Peranan air
dalarn bahan pangan biasanya dinyatakan sebayai kadar air dan aktivitas air,
sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelernbaban relatif (RH)
(Syarief dan Halid. 1992).
?. Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang
dapat dinyatakan berdasarkan b ~ s i s basah (wet basis) atau berdasarkan
basis kering
(d!y
basis). Kadar air basis basah (W) adalah perbandinganberat air dalam bahan terhadap berat bahan. Sedangkan kadar air basis
kering (M) adalah perbandingan berat air terhadap berat kering atau
padatannya. Hubungan antara kadar air basis basah dengan kadar air
2. Kadar Air Keseimbangan
Kadar air pada saat tekanan uap air bahan seimbang dengan
lingkungannya disebut sebagai kadar air keseirnbangan Pada saat
terjadi keseirnbangan, jurnlah air yang rnenguap dari bahan ke udara
sarna dengan jurnlah air yang rnasuk ke bahan. Kadar air keseirnbangan
yang terjadi karena bahan kehilangan air disebut kadar air keseirnbangan
desorpsi. sedangkar; apabila terjadi karena bahan rnenyerap air rnaka
disebut kadar air keseirnbangan absorpsi (Troller, 1989).
3. Aktivitas Air
Dalam bahan pangan, air terutarna berperan sebagai pelarut yang
digunakan selarna proses rnetabolisme. Troller dan Cristian (1978)
rnengemukakan bahwa kandungan air suatu bahan tidak dapat
digunakan sebagai indikator nyata dalarn rnenentukan ketahanan sirnpan.
Tingkat rnobilitas dan peranan air dalarn bahan pangan bagi proses
kehidupan biasanya dinyatakan dengan aktivitas air (a,) yaitu, jurnlah air
bebas yang dapat digunakan oleh rnikroorganisrne untuk
pertumbuhannya. Aktivitas air juga dinyatakan sebagai potensi kirnia
yang nilainya bervariasi dari
0,O
sarnpai 1.0. Pada nilai a, 0 , O berartimolekul air yang bersangkutan sarna sekali tidak dapat melakukan
aktivitas dalarn proses kirnia. Sedangkan nilai a, 1 , O berarti potensi air
dalarn proses kirnia dalarn kondisi maksirnal.
Aktivitas air dari suatu bahan pangan didefinisikan dengan
persarnaan berikut:
a,
=
PlPo=
ERHII 00 dimana, a, = aktivitas airP = tekanan uap air dalarn bahan pangan Po
=
tekanan uap air jenuh pada suhu sarnaBerdasarkan Hukum Roult, aktivitas air berbanding lurus dengan
jurnlah mol zat terlarut dan berbanding terbalik dengan jurnlah mol
pelarut, atau dinyatakan dengan persamaan berikut:
dimana, n,
=
jumlah mol zat terlarut n,=
jurnlah rnol pelarut (air) n, + n,=
jurnlah mol larutanUntuk rnengontrol aktivitas air atau kelembaban refatif dapat
digunakan berbagai jenis garam dan asam seperti tercanturn dalam Tabel
8.
Tabel
8.
Kelembaban Relatif iarutan Garam JenuhLarutan Garam Jenuh RH (%) pada suhu
-
20°c
I
25%
I
30%Kalium asetat Magnesium brornida Magnesium kiorida Kaliurn karbonat Magnesium nitrat Natriurn bromida Ternbaga klorida Lithium asetat Strontium klorida Natrium klorida Amonium sulfat Kadmium klorida Kaliurn bromida Lithium sulfat Kalium klorida Kalium kromat Natrium benzoat Barium klorida Karium nitrat Kalium sulfat Natriurn posphat
,
Lithium kloridaI
12 11 11Sumber: Rockland (1 960) dalam Puspitawulan (1
997)
23
3
133
44
52
57
68 7073
75
79
82
8485
86
8888
9 1
94
97
98
::
I
33
43
52
57
67
68
7
175
79
83 8 2
I
::
1
[image:165.563.127.456.260.481.2]F. ISOTERMI SORPSI AIR
lsoterrni sorpsi air rnenunjukkan hubungan antara kadar air bahan
dengan RH keseirnbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau aktivitas
air pada suhu tertentu (Labuza. 1968). lsotermi sorpsi air dapat ditunjukkan
dalam bentuk kurva isotermi sorpsi yang khas pada setiap bahan. Brunauer
et al. (1940) dalarn Rizvi (1995) mengklasifikasikan kurva isotermi absorpsi
ke dalam 5 tipe (Garnbar 7), antara lain tipe I adalah tipe Langmuir, tipe II
adalah bentuk sigrnoid atau huruf S dan tiga tipe lainnya yang tidak
mernpunyai nama khusus. Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui pada
umurnnya kurva isotermi sorpsi air tidak linier. Rizvi (1995) rnenyebutkan
bahwa bahan pangan yang tinggi akan kornponen terlarut, seperti gula
biasanya rnempunyai bentuk kurva isotermi sorpsi air seperti tipe Ill.
Kurva isotermi sorpsi dapat diperoleh dengan dua cara. yaitu rnelalui
proses absorpsi (dirnulai dari kondisi bahan yang kering) atau melalui proses
desorpsi (dimulai dari kondisi bahan yang basah). Pada proses absorpsi
terjadi penyerapan uap air dari udara ke dalam bahan pangan, dan
sebaliknya pada proses desorpsi bahan pangan melepaskan uap air ke udara
(Labuza, 1968).
Gambar 7. Lima Tipe Kurva lsotermi Absorpsi yaitu Tipe I. Tipe II, Tipe Ill.
[image:166.563.149.430.384.498.2]I . Model lsotermi Sorpsi Air
Terdapat banyak sekali model matematika tentang isotermi sorpsi
air, yang masing-masing rnempunyai kekurangan dan kelebihan. Berikut
ini adalah beberapa model maternatika yang urnum digunakan dalam
penentuan isotermi sorpsi air bahan pangan.
a.
Model BET (Brunauer, Ernmet dan Teller)Chirife dan lglesias (1978) dalam Rizvi (1995) berpendapat
bahwa model yang dikemukakan oleh Brunaeur et al. (1938) ini
merupakan model yang paling luas digunakan dan paling tepat untuk
diterapkan pada bahan pangan yang mempunyai kisaran a, tertentu
yaitu: 0.05 c a, c
0,s.
Model ini dapat digunakan untuk menentukanlapisan air monolayer yang sangat penting dalam rnenentukan
stabilitas fisik dan kimia bahan yang dikeringkan. Secara
umurn
model persamaan BET adalah:
M
=
Mo C a,(I -aw) (1 + (C
-
1 )aw)dirnana, M = kadar air (bk)
Mo = nilai monolayer
C = konstanta
a, = aktivitas air
Rizvi (1 995) mengemukakan terdapat beberapa ha1 yang
rnendasari model BET,antara lain
(1)
laju kondensasi lapisan pertarnasebanding dengan lapisan kedua, (2) energi ikatan seluruh rnolekul
penyerap (absorben) pada fapisan pertama adalah sama, dan (3)
energi ikatan pada lapisan lain sebanding dengan energi ikatan
absorben murni. Asumsi lebih jauh tentang permukaan absorben
yang seragam dan tidak adanya hubungan lateral antara molekul
pangan sangat beragam. Namun dernikian model ini terbukti sangat
berguna dalam menentukan kadar air optimum pada proses
pengeringan dan stabilitas selama penyimpanan serta dalam
memperkirakan area permukaan bahan pangan
b.
Model GAB (Guggenheim-Anderson-de Boer)Pada model ini terdapat 3 parameter yang masing-masing
diturunkan secara terpisah oleh Guggenheim (3966), Anderson (1946)
dan de Boer (1953). Secara umum model persamaan GAB adalah:
M
=
MoCK a
,
(1
-
Ka
,
)
(I-
K a
,
+C
K a
,
)
dirnana. Mo
=
kadar air monolayerC
=
c exp (HI-
Ho) 1 RTc = kalor jenis
K = k e x p ( H I
-
Hn)IRTk
=
konstantaHI
=
Panas kondensasi uap air murniHn = Panas sorpsi multilayer Ho = Panas sorpsi monolayer
R
=
Konstanta gasT = S U ~ U ( ~ C )
Model GAB ini rnerupakan perluasan dari model BET dengan
asumsi dasar yang sama. Van den Berg (1984) dalam Rizvi (1995).
terdapat beberapa kelebihan model GAB, antara lain: (1) memiliki
latar belakang yang bersifat teoritis, (2) dapat mendeskripsikan sifat
sorpsi isotermi pada hampir semua bahan pangan, pada kisaran 0 , l <
a, c O,9, (3) mempunyai bentuk persamaan matematik yang
sederhana dengan 3 parameter, (4) parameter yang dimiliki
mempunyai makna fisik proses sorpsi, yaitu dapat menentukan nilai
konstanta C dan K yang berhubungan dengan energi interaksi antara
satu lapis molekul air, dan (5) rnampu rnenggambarkan pengaruh
suhu terhad