• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian lsotermi Sorpsi Air (ISA) Pati Garut pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian lsotermi Sorpsi Air (ISA) Pati Garut pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi"

Copied!
244
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)

KAJIAN lSOTERMl SBRPSI AMR (ESA)

PATI GARUT PADA

BERBAGAE

TINGKAT GELATlNlSASi

Oleh

RITA YULl REVlYANTl

99232

PROGRAM STUD1 ILMU PANGAN

PROGRAM PASCA SARJANA

1NSTITUT PERTANlAN BOGOR

(129)

ABSTRAK

Rita Yuli Reviyanti. Kajian lsotermi Sorpsi Air Pati Garut pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi. Di Bawah Bimbingan Prof. Dr. Soewarno T. Soekarto, MSc. dan Dr.

Ir.

Sugiyono, M.App.Sc.

Penelitian ini bertujuan untuk rnernpelajari isotermi sorpsi air pati garut pada berbagai tingkat gelatinisasi dan menentukan fraksi air terikat yang meliputi fraksi air terikat primer, sekunder, dan tersier.

Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati garut

(Maranta

arundinaceae L.). Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu penentuan tingkat gelatinisasi pati dan penentuan keseimbangan kadar air secara absorbsi dan desorbsi menggunakan 21 jenis larutan garam jenuh. Perlakuan dalam penelitian ini metiputi 5 tingkat gelatinisasi yaitu pati rnentah {belum kehilangan sifat birefrinjen), pati tergelatinisasi parsial ringan (kehilangan sifat birefrinjen seSesar 29,52%), pati tergelatinisasi parsial menengah (kehilangan sifat birefr~njen sebesar 56.31%), pati tergelatinisasi parsial berat (kehilangan sifat birefrinjen sebesar 81,52%), dan pati tergelatinisasi sempurna (kehilangan semua sifat birefinjennya). Pengarnatan yang dilakukan meliputi sifat arnilografi, sifat birefrinjen, viskositas, kelarutan dan kadar air.

Has11 pengukuran berdasarkan sifat amilografi menunjukkan suhu awal gelatinisasi sebesar 73.5% dan suhu gelatinisasi maksimum sebesar 82,5'C

dengan viskositas maksirnum 780 Brabender unit. Pengarnatar! kelarutan dan viskositas menunjukkan semakirl tinggi tingkat gelatinisasi maka kelarutan meningkat. Peningkatan nilai kelarutan ini juga diikuti oleh semakin tingginya viskositas.

Pada pati mentah, tergelatinisasi parsial ringan, menengah, berat dan sempurna, dihasilkan kurva isoterrni sorpsi berbentuk sigmoid yang merupakan bentilk khas pada produk pangan. Tingkatan gelatinisasi tidak benyak berpengaruh terhadap besarnya kadar air keseimbangan kecuali pada daerah a, di atas 0.87 dimana semakin tinggi tingkat gelatinisasi dihasilkan kadar air keseirnbangan yang semakin tinggi juga. Analisis fraksi air terikat menunjukkan bahwa nitai kapasitas air terikat primer dan sekunder antar perlakuan tidak terdapat suatu kecenderungan dengan semakin tingginya tingkat gelatinisasi. Tetapi nilai kapasitas air terikat tersier cenderung meningkat dengan semakin tingginya tingkat gelatinisasi. Dengan dernikian perlakuan tingkat gelatinisasi hanya berpen~aruh terhadap nilai kapasitas air terikat tersier. Ini menunjukkan bahwa proses pemanasan menyebabkan peningkatan pengikatan air saat kondensas~ kapiler.

(130)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: "KAJIAN

ISOTERMI SORPSI AIR /ISA) PATI GARUT PADA BERBAGAI TINGKAT

GELATINISASI" adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum

pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi telah dinyatakan

secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

(131)

KAJIAN ISOTERMI SORPSI AIR (ISA)

PATI GARUT PADA BERBAGAI

TINGKAT GELATlNlSASl

Oleh

RITA

YULl

REVlYANTl

99232

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi llrnu Pangan

PROGRAM STUD1 ILMU PANGAN

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(132)

Judul Tesis : Kajian lsotermi Sorpsi Air (ISA) Pati Garut pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi

Nama : Rita Yuli Reviyanti

NRP : 99232

Program Studi : llmu Pangan

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Soewarno T. Soekarto, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Suqiyo~io. M.App.Sc Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi iImu Pangan 3. Direktur Program Pascasarjana

(133)

Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 17 Juli 1976 dari pasangan

Slamet dan Kusmiati sebagai anak ke-2 dari empat bersaudara. Pada tahun

1994 penufis lulus dari SMAN 2 Jombang dan pada tahun yang sarna diterima di

IPB

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis masuk di

Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Kefuarga dan menyelesaikannya

pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa

(134)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya

sehingga penulis dapat rnenyelesaikan tugas akhir berupa penulisan tesis yang

berjudul "Kajian lsoterrni Sorpsi Air (ISA) Pati Garut pada Berbagai Tingkat

Gelatinisasi". Adapun penulisan tesis ini digunakan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, IPB.

Pada kesernpatan ini penulis mengucapkan terirna kasih kepada:

1. Papa dan Mama serta kakak dan adik-adikku atas kasih sayang dan segala

bantuan yang diberikan serta doa yang tiada henti.

2. Prof. Dr. Soewarr~o T. Soekarto, MSc, sebagai Ketua Komisi Pembimbing,

atas segala bimbingan, arahan, perhatian dan curahan pikiran serta

dorongan sernangat yang sangat berarti, yang diberikan kepada penulis

tanpa henti hingga penulis menyelesaikan studi.

3. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc sebagai Anggota Komisi Pernbimbing atas segala

kebaikan, perhatian, arahan, dan birnbingan yang diberikan.

4. Seluruh Teknisi Laboratorium PAU Pangan dan Gizi dan Laboratorium

Teknologi Pangan dan Gizi IPB.

5. Ria, Mbak Zita. Pak Mursalin, atas bantuannya selama penelitian serta Farid.

Mery, Neni, Isra, Yani dan seluruh ternan-teman angkatan 99 atas

kekornpakannya selama meriernpuh penciidikan dan semua pihak yang telah

rnemberikan bantuan, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Harapan penulis semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak

yang memerlukannya.

Bogor. Februari 2002

(135)

DAFTAR IS1

Halarnan

DAFTAR TABEL

...

ix

...

DAFTAR GAMBAR

xi

1

. PENDAHULUAN

...

1 A . LATAR BELAKANG

...

1

B

.

TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELlTlAN

...

2

II . TINJAUAN PUSTAKA

...

3 A . GARUT

...

3 ? . Tanarnan Garut

...

3

2 . Produksi dan Pemanenan

...

5 3

.

SifatUrnbi

...

6 4 . Pernanfaatan Urnbi Garut

...

7

1 . Proses Pernbuatan

...

8

2 . Sifat Pati

...

9

3 . Pernanfaatan Pati Garut

...

11

C . GRANULA PATI

...

13 1 . Struktur Granula Pati

...

13 2

.

Bentuk dan Ukuran Granula Pati

...

14 3 . Sifat Birefrinjen

...

16

4 . Granula Pati Garut

...

17

7 . Konsep Gelatinisasi

...

19 2 . Tahapan Gelatinisasi

...

20 3 . Suhu Gelatinisasi ... 22

...

E . PENYERAPAN DAN PENYEIMBANGAN KADAR A1R 23

1 . Kadar Air

...

23 2 . Kadar Air Keseirnbangan

...

.

.

...

24 3

.

Aktivitas Air

...

24

F . ISOTERMI SORPSI AIR

...

26

1 . Model lsoterrni Sorpsi

...

27 2 . Daerah lsotermi Sorpsi

...

29
(136)

...

.

4 Peranan Air dalam Bahan Pangan

...

.

5 Fenornena Histeresis

...

Ill

.

METODOLOGI PENELITIAN

...

.

A WAKTU DAN TEMPAT

...

B

.

BAHAN DAN ALAT

C

.

METODE PENELlTlAN

...

...

.

D METODE PENGAMATAN

...

.

IV HASlL DAN PEMBAHASAN

A . KARAKTERlSTtK PATI PADA BERBAGAI

TINGKAT GELATINISASI

...

..

Sifat Arnilografi

...

2 . Tingkat Ge!atinisasi

...

B . ISOTERMI SORPSI AIR (ISA)

...

I

.

Keseimbangan Kadar Air secara Absorbsi dan Desorbsi

...

2 . Kurva lsotermi Absorbsi dan Desorbsi

...

C . ANALlSlS FRAKSI AIR TERIKAT

...

1 . Penentuan Kapasitas Air Terikat Primer (M. )

...

2 . Penentuan Kapasitas Air Terikat Sekunder (M. )

...

3 . Penentuan Kapasitas Air Terikat Tersier (Mt )

...

D . SUSUNAN TlGA DAERAH FRAKSl AIR TERIKAT

...

E . FENOMENA HISTERESIS

...

1 . Daerah Histeresis

...

2 . Analisis Derajat Histeresis

...

V

. KESIMPULAN DAN SARAN

...

DAFTAR PUSTAKA

...

(137)

DAFTAR TABEL

Teks Hala

...

Komposisi Kirniawi Umbi Garut dari beberapa Galur

Sifat Amilosa dan Amilopektin ...

Kandungan Amilosa dan Arnilopektin pada Berbagai Jenis Pati

...

...

Kornposisi Kimiawi dan Fisik Pati Garut dan Tapioka

.

...

...

Bentuk dan Diameter Granula Beberapa Jenis Pati

Pengaruh Ukuran Partikel Beras terhadap Suhu Gelatinisasi dan Entalpi

...

...

Suhu Gelatinisasi Berbagai Jenis Pati

...

Kelembaban Relatif Larutan Gararn Jenuh

Kelernbaban Relatif Larutan Gararn Jenuh pada Suhu -t

27%

...

Tingkat Gelatinisasi pada Produk yang Dioven

...

Kelarutan dan Viskositas Pati pada Berbagai Tingkat

...

Gelatinisasi

Hubungan Aktivitas Air dengan Kadar Air Keseimbangan Pati

...

Pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi secara Absorbsi

Hubungan Aktivitas Air dengan Kadar Air Keseimbangan Pati

...

Pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi secara Absorbsi

Hasil Perhitungan Kapasitas air Terikat Primer pada

Berbagai Tingkat Gelatinisasi secara Absorbsi

...

Hasil Perhitungan Kapasitas Air Terikat Primer pada

Berbagai Tingkat Gelatinisasi secara Desorbsi ...

Hasil Perhitungan Kapasitas Air Terikat Sekunder

pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi secara Absorbsi ...

Hasil Perhitungan Kapasitas Air Terikat Sekunder

pada Berbagai Tingkat Gelatinisasi secara Desorbsi

...

Hasil Perhitungan Kapasitas Air Terikat Tersier secara Absorbsi

...

Berdasarkan PendekatanGAB, Polynomial, dan Ekstrapolasi

man

7

(138)

7 9

. Hasil Perhitungan Kapasitas Air Terikat Tersier secara Desorbsi

.

...

Berdasarkan PendekatanGAB Polynomial. dan Ekstrapolasi 81

20 . Susunan Tiga Daerah Fraksi Air Terikat pada Berbagai Tingkat

Gelatinisasi

...

83

...

(139)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

1

.

2

.

Teks Halaman

...

Struktur Kimia Arnilosa 10

...

Struktur Kirnia Amilopektin

.

.

...

10

Struktur Granula Pati secara Molekuler

...

13

...

Bentuk Granula pada Berbagai jenis Pati 14

Bentuk Granula Pati Garut secara SkematikDibandingkan

Granula Pati Ganyong dan Pati Ubi Kayu

...

18

Mekanisme Gelatinisasi

...

21

...

Lima Tipe K U N ~ lsotermi Absorbsi

26

Bentuk Umum Kurva lsotermi Sorpsi pada Bahan Pangan

Dan Pembagian Tiga Daerah lkatan A

.

B. dan C

...

30

...

Bentuk Umum Histeresis

...

.

.

33

Sudut Kontak pada Teori Pembasahan Tidak Sempurna

...

35

...

Teori Leher Botol Tinta 36

Teori Pori Terbuka

...

37

...

Susunan Peralatan Desikator 38

...

Sifat Amilografi Pati Garut 46

Sifat Birefrinjen Pati Garut pada Berbagai Tingkat . .

Gelatin~sas~

...

52 Hubungan antara Hilangnya Sifat Birefrinjen dengan

... ...

Viskositas dan Kelarutan Pati

.

.

56

Kelarutan Pati pada Berbagai Tingkat Gelatinisasj ... 57

Kurva lsoterrni Absorbsi Air Pati Garut pada Berbagai

Tingkat Gelatinisasi

...

67 Kurva lsotermi Desorbsi Air Pati Garut pada Berbagai

...

...

Tingkat Gelatinisasi

.

.

68

Plot BET Pati Tergelatinisasi Sempurna secara Absorbsi

...

7 1
(140)

Plot Logarithmic Pati Tergelatinisasi Sempurna secara Absorbsi

...

Plot Logarithmic Pati Tergelatinisasi Sempurna secara Desorbsi ....

Contoh Ekstrapolasi pada Pati Tergelatinisasi Sempurna

secara Absorbsi

...

Histeresis Pati Mentah

...

Histeresis Pati Tergelatinisasi Parsial Ringan

...

Histeresis Pati Tergelatinisasi Parsial Menengah

...

Histeresis Pati Tergelatinisasi Parsial Berat ...

Histeresis Pati Tergelatinisasi Sempurna

...

Derajat Histeresis Pati Mentah

...

Derajat Histeresis Pati Tergelatinisasi Parsial Ringan ...

Derajat Histeresis Pati Tergelatinisasi Parsial Menengah

...

Derajat Histeresis Pati Tergelatinisasi Parsial Berat

...

(141)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan sebagai kadar

air dan aktivitas air. Keduanya rnernegang peranan penting dalarn

rnenentukan tingkat keawetan dan stabilitas bahan pangan selarna

penyirnpanan (Syarief dan Halid, 1992). Bahan pangan dengan kadar air

atau aktivitas air rendah relatif lebih awetistabil dibandingkan dengan bahan

pangan dengan kadar air atau aktivitas air t~nggi.

Kernantapan bahan pangan selarna penyirnpanan sangat ditentukan

oleh kadar air keseimbangan, yar,g dinyatakan sebagai kadar air pada

tekanan uap air yang seirnbang dengan lingkungannya. Jika kondisi ini

tercapai rnaka bahan tidak rnenyerap rnaupun rnelepaskan rnolekul-rnolekul

air dari dan ke udara. lni terjadi jika bahan disirnpan pada suhu dan

kelernbaban relatif (RH) tertentu dalarn jangka panjang (Troller. 1989).

Hubungan antara kadar air bahan dengan RH kesetirnbangan atau

aktivitas air pada suhu tertentu dinyatakan sebagai isotermi sorpsi air yang

bersifat khas pada setiap bahan pangan. Untuk rnendapatkan kurva isotermi

sorpsi air, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara absorpsi (penyerapan

uap air cleh bahan) dan cara desorpsi (pelepasan uap air oleh bahan ke

udara).

Bahan yang diarnati pada penelitian ini adalah pati tergelatinisasi

yang merupakan fenomena yang urnum terjadi dan rnenjadi prinsip utarna

pada berbagai cara pengolahan pati. Gelatinisasi rnerupakan peristiwa

hilangnya sifat birefrinjen pati akibat proses pemanasan pada waktu dan

suhu tertentu, sehingga granula pati membengkak dan tidak dapat kernbali

(142)

menyebabkan terjadinya perubahan struktur granula pati yang juga berkaitan

dengan perubahan tekstur bahan. Perubahan ini terjadi secara bertahap

rnulai dari pengembangan granula pati yang bersifat reversible sarnpai

t-lilangnya sifat birefrinjen yang bersifat irreversible. French (1984)

rnengernukakan bahwa jurnlah dan distribusi air yang terdapat dalarn granula

pati rnempunyai peranan penting terhadap perubahan sifat kirnia dan sifat

fisik pati. Sebagai contoh, pati kering yang telah rnengalami gelatinisasi

rnempunyai kernampuan untuk rnenyerap air kembali dalam jurnlah yang

cukup besar. Sifat inilah yang digunakan agar nasi instan dapat rnenyerap

air kembali dengan rnudah, yaitu dengan rnenggunakan pati tergelatinisasi.

Anwar et al. (1999) rnengemukakan ditinjau dari syarat tumbuh dan

kondisi alarnnya, urnbi garut rnempunyai potensi bagus untuk dikernbangkan

di Indonesia. Pengolahan umbi garut sampai saat ini dilakukan dengan

pengolahan langsung yaitu dengan cara dikukus, direbus, dipanggang atau

diarnbil pati/tepungnya dan digunakan untuk berbagai produk olahan seperti

aneka macam kue, rnie, roti kering, bubur bayi dan glvkosa cair. Mengingat

pemanfaatan umbi garut cukup bagus untuk berbagai produk pangan, maka

diperlukan penelitian dasar yang berhubungan dengan proses gelatinisasi

yang merupakan proses utama pada pengolahan pati serta sifat pengikatan

airnya yang berperan penting dalarn penentuan kestabilan produk pangan

selama penyimpanan.

B. TUJUAN DAN KEGUNAAN HASlL PENELlTlAN

Penelitian ini bertujuan untuk rnernpelajari isotermi sorpsi air pati garut

pada berbagai tingkat gelatinisasi dan perubahan fraksi air terikat yang

(143)

Kegunaan penelitian ini adalah memperoleh data dasar tentang kadar

air keseirnbangan pati garut pada berbagai tingkat gelatinisasi. Diharapkan

data yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan kondisi

(144)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. GARUT

Garut (Maranta arundinaceae L . ) rnerupakan jenis tanarnan umbi-

urnbian yang belum dibudidayakan secara intensif di Indonesia. Hal ini cukup

disayangkan karena potensinya cukup bagus terutarna dari segi

pernanfaatannya.

1. Tanaman Garut

Garut adalah tanarnan setahun yang terrnasuk jenis rurnput-

rurnputan tegak, tingginya 60-80 crn dan berbatang lunak (Kay, 1973).

Daerah asal tanaman ini adalah St. Vincent, Arnerika Tengah dengan

nama St Vincent Arrowroot. Namun dernikian tanarnan ini sering juga

d~sebut sebagai West Indian Arrowroot atau Bermuda Arrowroot. Secara

botani, tanatnan ini terrnasuk dalarn divisi Spermatophyta, sub divisi

Angiosperrnae, kelas Monocotyledonae, ordo Zingeberales, farnili

Marantaceae, dan genus Maranta (Rukrnana. 2000).

Tanarnan ini rnasih tumbuh liar di pekarangan, kebun, atau

diusahakan pada skala kecil di pekarangan rumah dan kebun buah-

buahan. Di Indonesia tanarnan ini rnernpunyai beberapa narna daerah

antara lain: arairut, arerut, sagu betawi (Melayu), larut, patat, sagu

(Sunda), angkrik, arus, jelarut, garut, irut (Jawaj, krasus, marus (Madura),

dan hudasula (Ternate) (Rukrnana, 2000).

Jika ditinjau dari kondisi alarnnya, Indonesia sangat tepat untuk

pembudidayaan tanarnan garut dimana potensi dan peluang yang baik

untuk dikernbangkan adalah di daerah perkebunan. hutan tanaman

(145)

bawah lindungan pohon dengan kadar matahari minimum (40-60% atau

dibawah naungan). Tanaman ini juga dapat tumbuh pada tanah yang

miskin kesuburan walaupun untuk produksi terbaik harus dipupuk, tidak

membutuhkan perawatan khusus dan harna penyakit yang relatif sedikit

(Anwar et al., 1999).

2. Produksi dan Pemanenan

Produktivitas tanaman garut relatif tinggi yaitu 2 0 4 0 tonltia (Anwar

et al.. 1999). Gsaha untuk meningkatkan produksi garut telah dilakukan

oleh pernerintah rnelalui Menteri Pangan dan Hortikultura yaitu dengan

rnencanangkan pengembangan area tanam garut. Tahap awal

pengembangan garut dimulai pada bu[an Oktober 1998 dengan lahan

tanam seluas 18.000 hektar yang tersebar di Banyurnas, Malang dan

Blitar. Peta sasaran perluasan program penanaman garut diproyeksikan

di daerah Tasikmalaya dan Ciamis (Jawa Barat); Wangla. Ajibarang,

Purwokerto, Sampang, Sukaraja, Banyumas, Buntu, dan Pernalang

(Jawa Tengah); Malang, B!itar, dan Kepanjen (Jawa Timur) (Rukmana,

2000).

Pernanenan tanaman garut dapat dilakukan pada dua periode, yaitu

pemanenan pada umur 6-7 bulan dan pemanenan pada umur 8-12 bulan.

Pernanenan pada urnur 6-7 bulan dilakukan bila ~ i m b i akan diolah

menjadi emping atau keripik, karena pada masa ini serat yang

terkandung relatif sedikit. Pemanenan pada umur 8-I2 bulan dilakukan

bila umbi akan diproses menjadi pati, dan agar diperoleh rendemen pati

yang tinggi maka pemanenan dilakukan pada bulan-bulan kering (Anwar

et al., 1999). Sementara itu Rukrnana (2000) rnengernukakan bahwa

(146)

kandungan pati maksimum tetapi urnbinya telah banyak berserat

sehingga patinya sulit diekstrak.

3. Sifat

Umbi

Garut yang berasal dari St Vincent ini mempunyai dua galur

penting, yaitu creole dan banana. Galur creole dicirikan dengan bentuk

rhizornanya yang panjang, menjalar luas dan rnenernbus tanah,

sedangkan galur banana dicirikan dengan rhizoma yang lebih pendek

dan gemuk serta menjalar di perrnukaan tanah (Rukrnana, 2000).

Dibandingkan dengan galur creole, galur banana rnempunyai beberapa

keunggulan, antara lain lebih mudah dipanen, basil panen lebih tinggi

dengan kandungan serat yang lebih sedikit sehingga lebih mudah untuk

diotah lebih lanjut. Namun demikian galur banana in: juga memiliki

kelemahan yaitu urnbinya cepat mengalami kerusakan setelah dipanen

(paling lama 48 jam) sehingga harus cepat diolah.

Di Indonesia informasi tentang narna dan jenis garut yang tumbuh

rnasih kurang. Selama ini masyarakat mengenal garut berdasarkan nama

daerah tempat tumbuhnya. Mariati (2001) rnelakukan penelitian dari 4

galur urnbi garut berdasarkan ternpat tumbuhnya. Keempat galur

tersebut adalah gaiur Playen, Punvorejo, Banjarnegara dan Banyumas.

Ditinjau sifat fisiknya, keempat galur tersebut mempunyai sifat yang re[atif

sama yaitu sisiknya berwarna coklat, umbinya berwarna putih dan jumlah

ruas benrariasi antara 2 4 4 4 ruas. Kornposisi kimiawi urnbi garut dari 4

galur ini juga relati sarna, namun jika dibandingkan dengan galur creole

dan banana, galur lokal rnempunyai kadar abu dan kadar lernak yang

relatif lebih tinggi. Komposisi kirniawi umbi garut dari beberapa jenis gatur

(147)

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar umbi

garut mengandung air dan karbohidrat. Rukrnana (2000) mengemukakan

bahwa potensi urnbi garut sebagai sumber karbohidrat dapat

Tabel 1. Kornposisi Kimiawi Umbi Garut dari Beberapa Galur

menghasilkan rendernen pati 15-20%. Ini rnenunjukkan bahwa umbi garut

KOmposisi

Pati (%)

Protein (%)

Lernak (%)

Serat (%)

Air (%) Abu (%)

Karbohidrat (%)'

sangat potensial sebagai sumber pati. Karena itu pemanfaatan umhi garut

lebih diarahkan untuk pembuatan tepung sebagai bahan alternatif, atau

pengganti bagi pembuatan berbagai macam penganan rumah tangga yang

selama ini dilakukan dengan rnenggunakar~ tepung terigu

Kay (1 973), b) Mariati (2001),

'

dengan pengurangan

Galur Urnbi Garut

4. Pemanfaatan Umbi Garut

Umbi garut yang masih rnuda dan segar dapat dikonsumsi langsung

sebagai makanat; selingan dengan cara direbus, dibakar, dikukus dan

dapat diolah rnenjadi emping garut. Umbi ini rasanya manis dan gurih,

namun rasanya rnenjadi kurang enak jika digunakan umbi yang sudah tua

karena banyak rnengandung serat. Karena itu pernanfaatan urnbi yang Creole a

21,7 1 ,O 0,l

1,3

sudah tua dilakukan dengan mengambil patinya atau dijadikan tepung

Playenb

1,30 0,59 2,59

Banana a

19,4 7 2 0,1 0,6

garut (Rukmana, 2000).

Kandungsn serat yang tinggi pada umbi garut dapat dirnanfaatkan

untuk bahan baku pembuatan pulp kertas. Hasil penelitian Brahrnana

(2001) menyatakan bahwa berdasarkan uji sifat fisiknya. terutama dari

Purworejob 2,61 0,51 3,05 69.1 1,4

derajat putihnya, kualitas pulp serat garut dapat disetarakan dengan 72,60 3,81 20.47 Banjarnegarab 2,31 0.57 1,87 72,O

1

62,89 [image:147.563.118.456.72.176.2]
(148)

kualitas pulp jerami dan pulp Acacia mangium. Selain itu dari hasil

konversi biornassa menunjukkan bahwa dari pengernbangan tanarnan

garut seluas 10.000 Hektar dapat rnenghemat kayu Acacia mangium

sebanyak 513.000 batang pohon atau seluas 310 Hektar pertahun.

B.

PATI

Pati rnerupakan komponen penting dari karbohidrat yang rnernpunyai

peranan penting dalarn pengolahan dan industn pangan. Pati rnerupakan

hasil pembentukan fotosintesis yang terjadi akibat adanya air,

karbondioksida, klorofil dan sinar matahari. Peti (starch) berasal dari kata

sfearc yang berarti kekuatan (strengfh) atau kekakuan (stiffness) yang

rnerupakan istilah yang sering dipakai pada hal-ha1 yang berkaitan dengan

kain atau kertas (Swinkels, 1985).

1. Proses Pembuatan

Pati

Proses pembuatan pati garut oleh masyarakat biasanya dilakukan

rnelalui beberapa tahapan, antara lain: (1) pemilihan bahan, (2)

pembersihan dan pencucian bahan dari kotorari dan sisik. (3) pemarutan.

(4) pernisahan pati dengan cara penambahan air untuk pengendapan pati,

(5) penyaringan arnpas yang masih mengandung pati, (6) pengeringan. (7)

penepungan dan pengayakan. (8) pengepakan, dan ( 9 ) penyimpanan

(Lingga et al., 1986 dan Anwar et al.. 1999).

Sedangkan menurut Kay (1973) proses pembuatan pati garut skala

pabrik tidak jauh berbeda dengan cara pernbuatan pati garut skala rurnah

tangga. Hanya saja pada skala pabrik peralatan yang digunakan

kebanyakan digerakkan oleh rnesin dan berukuran baku. Sebagai contoh

pada penghancuran umbi, digunakan parut yang digerakkan dengan

(149)

mesh. dan pengeringan dilakukan pada suhu sekitar 60% selarna 2-3 jam

sehingga didapatkan hasil yang lebih bagus dan seragarn.

2. Sifat Pati

Pati rnerupakan homopolimer glukosa dengan ikatan a-glikosidik.

Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi

terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut arnilopektin. Kadar

amilosa dan amilopektin pati bewariasi tergantung dari sumber apa pati

tersebut diperoleh. Narnun dernikian secara umurn, kisaran kandungan

amilosa pada pati adalah 15-25%. sedangkan kandungan amilopektinnya

65-85% (Fennema, $985). Perbandingan sifat amilosa Jan arnilopektin

disajikan pada Tabel

2.

Tabel 2. Sifat Arnilosa dan Amilopektin

Sifat

Selain sifat-sifat yang terdapat di atas, di dalam larutan, amilosa

cenderung membentuk coil yang panjang dan fleksibel. Apabila terdapat

Berat rnolekul

1

50.000-200.000

1

r I iuta

Amilosa

- *

a-D-(1.4). a-D-(I ,6) rendah

maltose. P-limit dekstrin D-glukose bercabang

lkatan glikosidik

1

a-D-(1.4)

Derajat retrogradasi tinggi

iodium maka akan terbentuk warna biru, dan dapat dibaca rnenggunakan -- Amilopektin

Sumber: Fennema (1985) Produk dari p-arnilase Produk dari glukoamilase Bentuk molekul

spektrofotometer pada panjang gelombang 625-660 nm. Sedangkan pada maltose

D-glukose linier

amilopektin. jika terdapat iodiurn maka akan terbentuk warna merah dan

dapat dibaca menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang

530-550 nm. Adapun struktur kirnia arnilosa dan arnilopektin dapat dilihat

pada Gambar 1 dan 2. Sedangkan kandungan arnilosa dan arnilopektin

[image:149.561.131.475.289.366.2]
(150)

Tabel 3. Kandungan Arnilosa dan Arnilopektin pada Berbagai jenis Pati Sumber Pati Garut Kentang Gandurn Tapioka Jagung

Jagung tinggi arnilopektin Jagung tinggi amilosa Sorghum

Beras Sagu Ganyong

Surnber: Swinkels (1 985) a C h

[image:150.557.106.454.71.573.2]

Amilosa (% db) 31 .35a

Gambar 7 . Struktur Kimia Amiiosa (Swinkels, 1985)

Garnbar 2. Struktur Kirnia Arnilopektin (Swinkels, 1985)

Komposisi kirniawi pati garut hampir sarna dengan tapioka. Namun

jika ditinjau dari aspek fisiknya, Chilrnijati (1999) rnengemukakan bahwa

derajat putih dan tingkat kehalusan tapioka lebih tinggi dibandingkan

[image:150.557.128.455.77.343.2]
(151)

protein, abu dan pati) yang diperoleh Murdiyati (1983) tidak berbeda jauh

dengan yang diperoleh Chilrnijati (1999).

Tabel 4. Komposisi Kirniawi dan Fisik Pati Garut dan Taploka

Karakterisasi

7

Protein Scrat Pati Amilosa Kehalusan (1010s 100 mesh) %

Sumber: Chilrnijat~

normal normal normal

normal normal normal

86.60

I, 1999

3. Pemanfaatan Pati Garut

Anwar et

al.,

(1999) rnengernukakan, pati garut dapat digunakan

sebagai alternatif untuk pengganti terigu dalam penggunaan bahan baku

olahan seperti aneka rnacarn kue, mie, roti kering, bubur bayi, glukosa cair

dan diet pengganti nasi. Selain untuk industri pangan. pati garut juga

bermanfaat untuk industri kirnia, kosrnetik, pupuk, dan obat-obatan.

Sementara itu Radley (1976) rnenyebutkan bahwa pati garut baik

dikonsurnsi untuk orang yang rnenderita sakit perut, karena sifat dari pati

yang rnudah dicerna. Dernikian juga pada pembuatan biskuit, komposisi

pati garut yang dibuat delapan kali lebih besar dari komposisi terigu

rnenyebabkan biskuit mudah dicerna.

Sifat pati garut yang mudah dicerna ini sangat potensial untuk

dirnanfaatkan dalam pembuatan rnakanan pelengkap bayi

(baby

food).

Muchtadi (1994) mengemukakan, hal penting yang perlu diperhatikan

dalam pembuatan rnakanan bayi adalah kandungan energi dan protein Pati G a ~ t (% db)

13,07

I

12.8

1

10.45-13.09 12.4

1

Tapioka (%db) Murdiyati

(1983)

Sagu (% db) Chilmijati

(1999)

[image:151.557.100.455.114.251.2]
(152)

yang tinggi, kandungan vitamin dan mineral yang baik, bersifat padat gizi

dan mernpunyai daya cerna tinggi. Makanan pelengkap bayi umumnya

berada dalam bentuk bubur atau biskuit dengan sifat yang rnudah larut

dalarn air. Proses dekstrinasi rnerupakan salah satu cara untuk

meningkatkan kelarutan dan daya cerna pati. Proses ini dapat dilakukan

secara kimiawi atau secara enzirnatis. Hal ini didukung oleh hasil

penelitian Murdiyati (1983) yang rnenyebutkan bahwa dekstrinisasi pati

garut mampu menghasilkan daya cerna yang tinggi sehingga sangat baik

untuk diaplikasikan dalarn pembuatan bubur bayi.

Aplikasi pati garui dalarn pernbuatan rnie kering dilakukan oleh

Yustiareni (2000) yang melaporkan subtitusi pati garut sampai 40% pada

mie kering menyebabkan terjadinya peningkatan daya serap air hingga

25% sehingga dapat rnempercepat pelunakan mie saat perebusan dan

akibatnya waktu pemasakan dapat dipersingkat. Narnun disayangkan

semakin tinggi subtitusi pati garut (sampai 40%) menyebabkan timbulnya

warna coklat yang kurang disukai. Dernikian juga semakin tinggi subtitusi

pati garut, maka kadar protein dan lemak semakin rendah, ini disebabkan

kadar protein dan lemak pati garut yang lebih rendah dibandingkan terigu.

Sedangkan Widaningrum (2001), mengemukakan subtitusi 20% tepung

garut dan 20% tepung kedelai pada pembuatan mie basah dihasilkan

produk dengan penampakan dan kandungan protein yang relatif sama

dengan produk rnie tanpa subtitusi.

C . GRANULA PATI

Pati yang terdapat dalarn tanarnan tergabung dalarn suatu paket-paket

kecil yang disebut granula (Fennerna. 1985). Paket-paket kecil tersebut

(153)

tanaman yang berperan sebagai persediaan makanan selama fase dorman,

germinasi atau perturnbuhan. Jika dilihat di bawah mikroskop dapat diketahui

bahwa granula pati mempunyai ukuran yang sangat kecil dengan kisaran

diameter antara 2-1 00 pm (Swinkels. 1985).

1. Struktur Granula Pati

Pada tanaman serealia, granula pati dibentuk dalam suatu plastids.

Plastids yang rnembentuk pati ini disebut arnyloplast. Posisi amiloplast

pada penampang sel turnbuhan diperlihatkan pada Gambar 3A.

Beberapa jenis serealia seperti gandum, jagung. barley, rye dan sorgum

masing-masing arniloplastnya hanya mengandung satu granula pati,

sedangkan pada beras dan oat rnasjng-masing amiloplast mengandvng

granula pati kompleks (Hoseney. 1998). Pada setiap granula pati terdapat

suatu bagian terpisah dibandingkan dengan bagian lain, yang disebut

dengan hilum. Penampakan rnikroskoplk granula pati seperti bentuk.

ukuran keseragaman dan letak hilum bersifat khas untuk setiap jenis pati

(Swinkels. 19851. 8

1 Amyloplast 2. Sphemsomes

3. Klorafil 4. Nukleus

5. Kromatin 6. Vakuola 7. Badan Golgl

8. Mitokondria 2. amllopektii

9. Mikrolubulus 3. hilum

[image:153.567.84.474.140.534.2]

10 Dindong sel

Gambar 3. Struktur Granula Pati secara Molekuler

A:penampang sel tumbuhan (Jewell, 1979);

6:

Susunan amilosa dan
(154)

Biliaderis (1992) menyatakan struktur granula pati secara rnolekuler

terdiri dari amilosa yang berantai lurus dan arnilopektin yang rantainya

bercabang serta sejurnlah rnolekul nonkarbohidrat seperti lipid dan

protein. Komponen utarna granula pati yang terdiri dari amilosa dan

arnilopektin ini digambarkan secara jelas oleh Nikuni (1969) yang dikutip

oleh Van den Berg (1981) dimana amiIosa digambarkan dengan rantai

lurus. sedangkan amilopektin dengan rantai bercabang. Struktur granula

pati secara molekuler dapat dilihat pada Gambar

38.

2. Bentuk dan Ukuran Granula Pati

Bentuk dan diameter granula beberapa jenis pati disajikan pada

Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa bentuk dan ukuran

granula pati pada berbagai jenis tanaman bervariasi dan bentuknya

bersifat agak khas (Gambar 4).

Ukuran granula pati rnempunyai peranan yang sangat penting

dalarn penerapan industri pangan. Sebagai con!oh, granula pati .yang

mernpunyai diameter

2,O

pm dapat digunakan untuk subtitusi lemak

karena mempunyai ukuran yang sama dengan rnicell dari lipid (Jane et

al., 1992 dalarn Campbell et al., 1996).

0 0

Jagung Kentang Gandum Tapioka Beras

Gambar 4. Bentuk Granula pada Berbagai Jenis Pati (Swinkels. 1985)

Besar kecilnya ukuran granula pati berpengaruh pada daya tahan

selama proses pemanasan. Pati dengan ukuran granula besar akan

mempunyai ketahanan terhadap panas yang lebih tinggi dibandingkan

[image:154.563.147.442.402.457.2]
(155)

d e n g a n g r a n u l a p a t i y a n g b e r u k u r a n kecil. P e n g a m a t a n m e n g g u n a k a n

D S C (Differential Scanning

Caloryrnetn)

m e n u n j u k k a n b a h w a p a t i d e n g a n

u k u r a n g r a n u l a k e c i l m e m p u n y a i s u h u a w a l gelatinisasi y a n g lebih rendah

d i b a n d i n g k a n d e n g a n p a t i d e n g a n u k u r a n g r a n u l a b e s a r

(Vfirakartakusumah, 1981). H a l s e n a d a juga d i n y a t a k a n o l e h M a r s h a l l

(1993) b a h w a p e n g e c i l a n u k u r a n partikel b e r a s rnelalui p r o s e s

p e n g g i l i n g a n b e r p e n g a r u h t e r h a d a p p e n u r u n a n suhu gelatinisasi d a n

e n e r g i y a n g d i p e r l u k a n y a n g d i n y a t a k a n d a l a m b e n t u k e n t a l p i ( T a b e l 6).

T a b e l 6. P e n g a r u h U k u r a n Partikel B e r a s t e r h a d a p S u h u Gelatinisasi d a n Entalpi

T a b e l 5. B e n t u k dan D i a m e t e r G r a n u l a B e b e r a p a J e n i s P a t i

Ukuran Partikel (pm)

I

Suhu Gelatinisasi

(OC)

1

Entalpi (Jlg)

71 0-1 400

I

73,1 f 0.1

I

11.8f 0.5

Jenis Pati Jagung Kentang Gandum Tapioka Jagung tinggi amilopektin Jagung tinggi amilosa Sorghum Beras Sagu Garut Ubi jalar Ganyong

Sumber: Swinkels (1985)

Kisaran Diameter (pm) 3-26 5-100 2-35 4-35 3-26 3-24 3-26

3-8

5-65 5-70 5-25 22-85 500-710 355-500 250-355 180-250 125-1 80 90-1 25 64-90 53-64

73,5 i 0.1 73.4 i 0.1

73.3 f 0,l 72,4

+

0,l 72.4 f 0,l 72,3 f 0,3 72.5 f 0,3 72.4

+

0 , l

Diameter Rata-rata (prn)

15 33 15 20 15 12 15 5 30 30 15 53

Sumber: M a r s h a l l (1993)

(156)

3. Sifat Birefrinjen

Sifat birefrinjen adalah sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi,

sehingga terlihat kontras gelap terang yang tampak sebagai warna biru-

kuning. Sifat ini akan terlihat jika pati diamati dibawah mikroskop polarisasi

(Hoseney. 1998).

French (1984) rnenyatakan bahwa warna biru kuning pada

permukaan granula pati disebabkan oleh adanya perbedaan indeks

refraksi dalam grandla pati. lndeks refraksi dipengaruhi oleh struktur

ami!osa dalam pati. Bentuk heliks dari amilosa dapat rnenyerap sebagian

cahaya yang melewati granula pati. Jika arah getar dari gelombang

cahaya paralel terhadap sumbu heliks amilosa, maka terjadi penyerapan

cahaya secara intensif. lntensitas birefrinjen sangat tergantung pada

derajat dan orientasi kristal. Komponen yang bertanggung jawab terhadap

sifat kristal adalah sepasang rantai dengan derajat polimerisasi 15 dari

amjlopektin yang membentuk double helix, sedangkan komponen yang

bertanggung jawab terhadap sifat amorphous granula pati adalah di

daerah dengan ikatan

a-(1,6)

dari amilopektin.

Aguilera dan Stanley (1990) mengemukakan prinsip kerja rnikroskop

polarisasi berdasarkan pada cahaya yang masuk dan diarahkan sehingga

mengenai contoh. Cahaya ini akan terpolarisasi karena adanya prisrna

polarisasi yang terletak diantara polarizer dan analyzer yang disusun

secara parallel sehingga bidang polarisasi ditransmisikan rnelalui rnata.

Jika contoh yang diamati mempunyai struktur anisotropik atau birefrinjen

maka bidang cahaya berputar. sehingga pada contoh terlihat struktur

(157)

bidang cahaya tidak berputar karena bahan hanya rnernpunyai satu indeks

refraksi.

Hoseney (1998j mengernukakan sifat kristal pati dapat dirusak

dengan perlakuan secara rnekanis. sebagai contoh penggilingan pati

pada suhu ruang secara nyata mampu merusak sifat kristal pati. Pada

pati rnentah dan belurn rnendapa! perlakuan pengarnatan di bawah

rnikroskop polarisasi akan mernperlihatkan pola birefrinjen yang jelas

daerah gelap terangnya. Sedangkan pada pati yang dipanaskan

bersarna air, sifat birefrinjen secara bertahap akan rnenghilang

tergantung suhu dan waktu yang digunakan. Jika suhu pemanasan yang

digunakan di atas suhu gelatinisasi, rnaka sifat birefrinjen akan lebih

cepat hilang. Fennema (7985) mengernukakan hilangnya sifat birefrinjen

ini disebabkan oleh pecahnya ikatan rnolekul pati sehingga ikatan

hidrogen mengikat lebih banyak molekul air. Penetrasi air rnenyebabkan

peningkatan derajat ketidakteraturan dan rneningkatnya rnolekul pati

yang terpisah serta penurunan keberadaan sifat kristal. Jika pernanasan

diteruskan rnaka sifat kristal akan hilang demikian juga dengan sifat

birefrinjen.

4. Granula Pati Garut

Suranto (1989) rnelaporkan, penarnpakan granula pati garut di

bawah rnikroskop adalah: 48,15% berbentuk oval, 23,15% berbentuk bula: dan 30.70% rnernbulat

(spherical).

Mariati (2001) juga rnelaporkan

bahwa bentuk granula pati garut adalah oval atau elips. Berdasarkan

hasil pengamatan ini diketahui bahwa pada umurnnya granula pati garut

berbentuk oval. Disebutkan pula bahwa bentuk oval urnumnya dimiliki

(158)

umurnnya dirniliki oleh granula pati garut yang berukuran sedang, dan

bentuk bulat umurnnya dimiliki granula pati garut yang berukurar! kecil.

Bentuk granula pati garut ini rnirip dengan bentuk granula pati ganyong

dan pati ubi kayu yang cenderung bulat atau oval (Mulyandari 1992)

oval bulat membulat

Pati Garut Pati Ganyong Pati Singkong

Garnbar 5. Bentuk Granula Pati Garut secara Skematik (Suranto, 1989) Dibandingkan Granula Pati Ganyong dan Pati Ubi Kayu (Mulyandari, 1992)

Selain bentuk granula, penelitian Suranto (1989) juga melaporkan

tentang ukuran granula pati. Disebutkan bahwa granula pati garut

rnempunyai diameter 6-27 rnikron, dengan diameter rata-rata 17,02

mikron. Hasil penelitian Mariati (2001) dilaporkan hahwa 44.63% granula

pati garut berukuran 2 20 rnikron, 34,30% berukuran 15-19 mikron, dan

21,07% berukuran c 15 mikron.

Jika dibandingkan dengan granula pati kentang (rata-rata 33

mikron) dan ganyong (rata-rata 53 mikron), ukuran granula pati garut

relatif lebih kecil. Narnun jika dibandingkan granula pati singkong (rata-

rata 20 mikron) dan ubi jalar (rata-rata 15 mikron), ukuran granula pati

garut relatif lebih besar (Swinkels, 1985).

Gelatinisasi pati merupakan fenornena umum yang terjadi pada pati dan

sering menjadi prinsip utarna pada berbagai cara pengolahan pati. Karena

itu beberapa prinsip dasar gelatinisasi seperti konsep gelatinisasi, tahapan

(159)

1. Konsep Gelatinisasi

Gelatinisasi adalah peristiwa hilangnya sifat birefrinjen granula pati

akibat penambahan air secara berlebih dan pemanasan pada waktu dan

suhu tertentu, sehingga granula pati membengkak dan tidak dapat kembali

pada kondisi semula (imeversible) (Beiitz dan Grosch, 1999). Jika pada

proses pernanasan ini ditambahkan katalis asam atau enzim sehingga

terjadi pemotongan rantai panjang molekul pati menjadi molekul-molekul

yang berantai lebih pendek maka dihasilkan dekstrin (Aguilera dan

Stanley, 1990).

Fennema (1985) mengemukakan bahwa pati tidak larut dalam air

dingi:~, tetapi secara reversibel dapat mengembang dalam air hangat.

Namun demikian jurnlah air yang terserap dan pembengkakannya

terbatas. Pada saat itu granula pati dapat mengembang sarnpai 9.1%

pada pati jagung atau sarnpai 22.7% pada jagung tinggi amilopektin. Jika

suhu yang digunakan meningkat, maka ikatan molekul pati menjadi pecah

sehingga ikatan hidrogennya mengikat lebih banyak molekul air. Penetrasi

air ini rnenyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan dan

meningkatnya molekul pati yang terpisah serta hilangnya sifat birefrinjen.

Winarno (1995) mengemukakan peningkatan volume granula pati

yang terjadi dalam air pada suhu 55-65OC merupakan pembengkakan

yang sesungguhnya. Dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat

kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat mernbengkak luar

biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Peristiwa

ini disebut sebagai gelatinisasi. Hal senada juga dikemukakan oleh

French (1984) bahwa gelatinisasi terjadi karena pemanasan dengan

kadar air tinggi sehingga granula pecah dan mengalami hidrasi serta

(160)

rnengernukakan bahwa kisaran suhu yang rnenyebabkan 90% butir pati

dalarn air panas rnembengkak sedemikian rupa sehingga tidak lagi

kernbali ke bentuk norrnalnya disebut Birefringence End Point

Temperature atau disingkat BEPT.

Greenwood (1979) rnenyatakan pada proses gelatinisasi terjadi

pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. lkatan hidrogen ini

rnernpunyai peranan untuk mernpertahankan struktur integritas granula.

Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap rnolekul air.

sehingga terjadi pernbengkakan granula pati. Dengan dernikian semakin

banyak jumlah gugus hidroksil dari rnolekul pati rnaka kemampuan

rnenyerap air juga akan semakin besar. Peningkatan kelarutan juga

diikuti oleh peningkatan viskositas. Hal in1 disebabkan air yang

sebelurnnya bebas bergerak diluargranula pati menjadi terperangkap dan

tidak dapat bergerak bebas lagi setelah rnengalami gelatinisasi.

2. Tahapan Gelatinisasi

Pada dasarnya proses gelatinisasi terjadi melalui tiga fase. antara

lain: fase pertama. air secara perlahan-lahan dan bolak-balik berirnbibisi

ke dalarn granula, fase kedua ditandai dengan pengernbangan granula

dengan cepat karena penyerapan air yang berlangsung cepat sehingga

kehilangan sifat birefrinjen. dan fase ketiga jika suhu terus naik, rnaka

rnolekul amiIosa terdifusi keluar granula (McCready,

1970).

Mekanisme

gelatinisasi ini dapat dilihat pada Garnbar 6.

Pati yang telah rnengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi

rnolekul-rnolekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifatnya

sebelum mengalami gelatinisasi. Bahan yang telah kering tersebut rnasih

(161)

digunakan agar nasi instan dan puding instan dapat menyerap air kembali

dengan mudah (Winarno. 1995). Hal ini juga dikemukakan oleh Petersen

(7975) bahwa pati yang teiah tergelatinisasi

@re-gelatinized

starch)

digunakan sebagai bahan dalam pembuatan puding instan dan

sejenisnya yang diperoleh dengan cara gelatinisasi dan pengeringan pati.

menggunakan pengering drum, pengering semprot, dan sejenisnya

sehingga dihasilkan produk pati yang larut dalam air dingin.

Granula pati mentah yang terdiri dari amilosa (helix) dan arnilopektin (bercabang)

n

u

Penambahan air akan rnernecahkan kristalinitas dan merusek keteraturan bentuk amilosa, granula mengembang

Panarnbahan panas dan air yang berlebihan akan menyebabkan granula rnengernbang lebih lanjut, amilosa mulai berdifusi keluar granula

Granula hampir hanya mengandung arnilopektin saja dan terperangksp oleh arnilosa yang membentuk s t ~ k t u r gel

[image:161.561.161.306.206.465.2]
(162)

Hasil penelitian Ziegler et al., (1993), selarna proses gelatinisasi,

ukuran granula pati sernakin besar dengan semakin meningkatnya suhu.

Saat terjadi pembengkakan maksimum maka ukuran granula pati berada

pada ukuran maksimum. Dikernukakan bahwa pada pati jagung tinggi

an7ilopektin , diameter awal granulanya adalah

15,6

km berubah rnenjadi

39,6 pm pada saat terjadi pembengkakan.

3. Suhu Gelatinisasi

Fennema (1985) mengernukakan bahwa suhu gelatinisasi atau titik

gelatinisasi adalah titik dimana granula pati mulai pecah dan sifat

birefrinjen mulai menghilang. Suhu gelatinisasi tidak sarna pada berbagai

jenis pati, sehingga ini merupakan sifat khas dari masing-masing pati.

Suhu gelatinisasi pada beberapa jenis pati disajikan pada Tabel 7

Tabel 7. Suhu Gelatinisasi Berbagai Jenis Pati

Sumber Pati Jagung Kentang putih Ubi jalar Tapioka Gandum Beras Garut

Zobel (1984). mengemukakan penentuan suhu gelatinisasi dapat Suhu (OC) 61-72 62-68 82-83 59-70 53-64 65-73 75-78") 72.75-75'*) Sag u

dilakukan dengan pengarnatan rnikroskopis, baik dengan rnikroskop

66.75"') '

67,5

elektron atau dengan mikroskop cahaya yang didasarkan pada hilangnya Sumber: Fennema (1 985). *) Whistler et al. (1953),'*) Mariati (2001)

-+-) Chilmijati (1 999)

sifat birefrinjen. Faktor yang berpengaruh terhadap suhu gelatinisasi

[image:162.561.138.455.309.436.2]
(163)

glukosa atau fruktosa. Sernakin besar konsentrasi gufa maka suhu

gelatinisasi juga akan semakin meningkat. Kadar arnilosa dan ukuran

granula pati berpengaruh terhadap suhu gelatinisasi. Semakin tinggi

kadar arnilosa dan ukuran granula pati maka suhu gelatinisasi nieningkat.

E. PENYERAPAN AIR DAN KESEIMBANGAN KADAR AIR

Air mempunyai peranan yang sangat penting di daiam suatu bahan

pangan. Air merupakan faktor yang berpengaruh terhadap penarnpakan,

tekstur, cita rasa, nilai gizi bahan pangan, dan aktivitas metabolisme. Troller

dan Cristian (1978) rnengemukakan bahwa kadar air yang tinggi

menunjukkan kapasitas tingkat kerusakan yang tinggi baik secara biologi

atau kimiawi.

Karakteristik hidratasi bahan pangan diartikan sebagai karakteristik

fisik yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang

terkandung di dalamnya dan rnolekul air di udara sekitarnya. Peranan air

dalarn bahan pangan biasanya dinyatakan sebayai kadar air dan aktivitas air,

sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelernbaban relatif (RH)

(Syarief dan Halid. 1992).

?. Kadar Air

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang

dapat dinyatakan berdasarkan b ~ s i s basah (wet basis) atau berdasarkan

basis kering

(d!y

basis). Kadar air basis basah (W) adalah perbandingan

berat air dalam bahan terhadap berat bahan. Sedangkan kadar air basis

kering (M) adalah perbandingan berat air terhadap berat kering atau

padatannya. Hubungan antara kadar air basis basah dengan kadar air

(164)

2. Kadar Air Keseimbangan

Kadar air pada saat tekanan uap air bahan seimbang dengan

lingkungannya disebut sebagai kadar air keseirnbangan Pada saat

terjadi keseirnbangan, jurnlah air yang rnenguap dari bahan ke udara

sarna dengan jurnlah air yang rnasuk ke bahan. Kadar air keseirnbangan

yang terjadi karena bahan kehilangan air disebut kadar air keseirnbangan

desorpsi. sedangkar; apabila terjadi karena bahan rnenyerap air rnaka

disebut kadar air keseirnbangan absorpsi (Troller, 1989).

3. Aktivitas Air

Dalam bahan pangan, air terutarna berperan sebagai pelarut yang

digunakan selarna proses rnetabolisme. Troller dan Cristian (1978)

rnengemukakan bahwa kandungan air suatu bahan tidak dapat

digunakan sebagai indikator nyata dalarn rnenentukan ketahanan sirnpan.

Tingkat rnobilitas dan peranan air dalarn bahan pangan bagi proses

kehidupan biasanya dinyatakan dengan aktivitas air (a,) yaitu, jurnlah air

bebas yang dapat digunakan oleh rnikroorganisrne untuk

pertumbuhannya. Aktivitas air juga dinyatakan sebagai potensi kirnia

yang nilainya bervariasi dari

0,O

sarnpai 1.0. Pada nilai a, 0 , O berarti

molekul air yang bersangkutan sarna sekali tidak dapat melakukan

aktivitas dalarn proses kirnia. Sedangkan nilai a, 1 , O berarti potensi air

dalarn proses kirnia dalarn kondisi maksirnal.

Aktivitas air dari suatu bahan pangan didefinisikan dengan

persarnaan berikut:

a,

=

PlPo

=

ERHII 00 dimana, a, = aktivitas air

P = tekanan uap air dalarn bahan pangan Po

=

tekanan uap air jenuh pada suhu sarna
(165)

Berdasarkan Hukum Roult, aktivitas air berbanding lurus dengan

jurnlah mol zat terlarut dan berbanding terbalik dengan jurnlah mol

pelarut, atau dinyatakan dengan persamaan berikut:

dimana, n,

=

jumlah mol zat terlarut n,

=

jurnlah rnol pelarut (air) n, + n,

=

jurnlah mol larutan

Untuk rnengontrol aktivitas air atau kelembaban refatif dapat

digunakan berbagai jenis garam dan asam seperti tercanturn dalam Tabel

8.

Tabel

8.

Kelembaban Relatif iarutan Garam Jenuh

Larutan Garam Jenuh RH (%) pada suhu

-

20°c

I

25%

I

30%

Kalium asetat Magnesium brornida Magnesium kiorida Kaliurn karbonat Magnesium nitrat Natriurn bromida Ternbaga klorida Lithium asetat Strontium klorida Natrium klorida Amonium sulfat Kadmium klorida Kaliurn bromida Lithium sulfat Kalium klorida Kalium kromat Natrium benzoat Barium klorida Karium nitrat Kalium sulfat Natriurn posphat

,

Lithium klorida

I

12 11 11

Sumber: Rockland (1 960) dalam Puspitawulan (1

997)

23

3

1

33

44

52

57

68 70

73

75

79

82

84

85

86

88

88

9 1

94

97

98

::

I

33

43

52

57

67

68

7

1

75

79

83 8 2

I

::

1

[image:165.563.127.456.260.481.2]
(166)

F. ISOTERMI SORPSI AIR

lsoterrni sorpsi air rnenunjukkan hubungan antara kadar air bahan

dengan RH keseirnbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau aktivitas

air pada suhu tertentu (Labuza. 1968). lsotermi sorpsi air dapat ditunjukkan

dalam bentuk kurva isotermi sorpsi yang khas pada setiap bahan. Brunauer

et al. (1940) dalarn Rizvi (1995) mengklasifikasikan kurva isotermi absorpsi

ke dalam 5 tipe (Garnbar 7), antara lain tipe I adalah tipe Langmuir, tipe II

adalah bentuk sigrnoid atau huruf S dan tiga tipe lainnya yang tidak

mernpunyai nama khusus. Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui pada

umurnnya kurva isotermi sorpsi air tidak linier. Rizvi (1995) rnenyebutkan

bahwa bahan pangan yang tinggi akan kornponen terlarut, seperti gula

biasanya rnempunyai bentuk kurva isotermi sorpsi air seperti tipe Ill.

Kurva isotermi sorpsi dapat diperoleh dengan dua cara. yaitu rnelalui

proses absorpsi (dirnulai dari kondisi bahan yang kering) atau melalui proses

desorpsi (dimulai dari kondisi bahan yang basah). Pada proses absorpsi

terjadi penyerapan uap air dari udara ke dalam bahan pangan, dan

sebaliknya pada proses desorpsi bahan pangan melepaskan uap air ke udara

(Labuza, 1968).

Gambar 7. Lima Tipe Kurva lsotermi Absorpsi yaitu Tipe I. Tipe II, Tipe Ill.

[image:166.563.149.430.384.498.2]
(167)

I . Model lsotermi Sorpsi Air

Terdapat banyak sekali model matematika tentang isotermi sorpsi

air, yang masing-masing rnempunyai kekurangan dan kelebihan. Berikut

ini adalah beberapa model maternatika yang urnum digunakan dalam

penentuan isotermi sorpsi air bahan pangan.

a.

Model BET (Brunauer, Ernmet dan Teller)

Chirife dan lglesias (1978) dalam Rizvi (1995) berpendapat

bahwa model yang dikemukakan oleh Brunaeur et al. (1938) ini

merupakan model yang paling luas digunakan dan paling tepat untuk

diterapkan pada bahan pangan yang mempunyai kisaran a, tertentu

yaitu: 0.05 c a, c

0,s.

Model ini dapat digunakan untuk menentukan

lapisan air monolayer yang sangat penting dalam rnenentukan

stabilitas fisik dan kimia bahan yang dikeringkan. Secara

umurn

model persamaan BET adalah:

M

=

Mo C a,

(I -aw) (1 + (C

-

1 )aw)

dirnana, M = kadar air (bk)

Mo = nilai monolayer

C = konstanta

a, = aktivitas air

Rizvi (1 995) mengemukakan terdapat beberapa ha1 yang

rnendasari model BET,antara lain

(1)

laju kondensasi lapisan pertarna

sebanding dengan lapisan kedua, (2) energi ikatan seluruh rnolekul

penyerap (absorben) pada fapisan pertama adalah sama, dan (3)

energi ikatan pada lapisan lain sebanding dengan energi ikatan

absorben murni. Asumsi lebih jauh tentang permukaan absorben

yang seragam dan tidak adanya hubungan lateral antara molekul

(168)

pangan sangat beragam. Namun dernikian model ini terbukti sangat

berguna dalam menentukan kadar air optimum pada proses

pengeringan dan stabilitas selama penyimpanan serta dalam

memperkirakan area permukaan bahan pangan

b.

Model GAB (Guggenheim-Anderson-de Boer)

Pada model ini terdapat 3 parameter yang masing-masing

diturunkan secara terpisah oleh Guggenheim (3966), Anderson (1946)

dan de Boer (1953). Secara umum model persamaan GAB adalah:

M

=

MoC

K a

,

(1

-

K

a

,

)

(I

-

K a

,

+

C

K a

,

)

dirnana. Mo

=

kadar air monolayer

C

=

c exp (HI

-

Ho) 1 RT

c = kalor jenis

K = k e x p ( H I

-

Hn)IRT

k

=

konstanta

HI

=

Panas kondensasi uap air murni

Hn = Panas sorpsi multilayer Ho = Panas sorpsi monolayer

R

=

Konstanta gas

T = S U ~ U ( ~ C )

Model GAB ini rnerupakan perluasan dari model BET dengan

asumsi dasar yang sama. Van den Berg (1984) dalam Rizvi (1995).

terdapat beberapa kelebihan model GAB, antara lain: (1) memiliki

latar belakang yang bersifat teoritis, (2) dapat mendeskripsikan sifat

sorpsi isotermi pada hampir semua bahan pangan, pada kisaran 0 , l <

a, c O,9, (3) mempunyai bentuk persamaan matematik yang

sederhana dengan 3 parameter, (4) parameter yang dimiliki

mempunyai makna fisik proses sorpsi, yaitu dapat menentukan nilai

konstanta C dan K yang berhubungan dengan energi interaksi antara

(169)

satu lapis molekul air, dan (5) rnampu rnenggambarkan pengaruh

suhu terhad

Gambar

Tabel 1. Kornposisi Kimiawi Umbi Garut dari Beberapa Galur
Tabel 2. Sifat Arnilosa dan Amilopektin
Tabel 3. Kandungan Arnilosa dan Arnilopektin pada Berbagai jenis Pati
Tabel 4. Komposisi Kirniawi dan Fisik Pati Garut dan Taploka
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang menghasilkan “data deskriptif berupa kata -kata tertulis maupun lisan dari orang- orang dan perilaku yang diamati” .Adapun metode yang digunakan dalam

Adapun inti dari tuntutan provisi yang dapat dimohonkan dalam kaitannya dengan gugatan pelanggaran merek adalah meminta hakim untuk menghentikan segala kegiatan

Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu menghasilkan sistem informasi rekam medis rawat jalan yang dapat digunakan untuk mendukung evaluasi pelayanan di RSUBK Ambarawa..

Genteng polimer dapat dibuat dengan menggunakan HDPE bekas, limbah karet secta pasir balus dengan aspal 5% dan resin epoksi 10% dari total carnpuran 100 gr ,

Hubungan Indonesia dan Amerika Serikat pada era Soekarno berjalan tidak begitu baik, hal ini dikarenakan Soekarno yang tidak suka pada blok Barat dan lebih dekat dengan blok timur

Metode survei adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menentukan mengumpulakan sejumlah data barupa variabel, unit atau individu dalam waktu yang

kembali diperintah oleh seorang penguasa yang masih ka.fir (Armando Cortesao: 188). Penguasa yang masih kafir ini dalam berita Portugis tidak diterangkan secarajelas.

penuaan jaringan tubuh dan mencegah arteriosklerosis serta diabetes. Berdasarkan hal diatas, maka penelitian ini mencoba untuk menganalisis kandungan gizi pada