• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis Guineensis Jacq.) Dengan Menggunakan Media Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di Main Nursery

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis Guineensis Jacq.) Dengan Menggunakan Media Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di Main Nursery"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN

MENGGUNAKAN MEDIA SEKAM PADI DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DI MAIN NURSERY

SKRIPSI

OLEH :

HERMANTO 080301019 BDP-AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN

MENGGUNAKAN MEDIA SEKAM PADI DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DI MAIN NURSERY

SKRIPSI

OLEH :

HERMANTO 080301019 BDP-AGRONOMI

Hasil Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Hasil Penelitian : Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit(Elaeis guineensis Jacq.) Dengan Menggunakan Media Sekam Padi Pada dan

Frekuensi Penyiraman Di Main Nursery

Nama : Hermanto

NIM : 080301019

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ferry Ezra T Sitepu, S.P., M.Si. Ir. Jonatan Ginting, MS. Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

HERMANTO: Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Dengan Menggunakan Media Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di main nursery, dibimbing oleh FERRY AZRA T SITEPU dan JONATAN GINTING.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan bibit Kelapa Sawit dengan memberikan media sekam padi dan frekuensi penyiraman di main nursery. yang dilaksanakan di Rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut pada bulan Januari 2013 sampai April 2013 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu Media tanam sekam padi (0:0, 2:1, 1:1, 1:2) dan Frekuensi penyiraman (1, 2, 3 hari sekali) Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, total luas daun, bobot basah bibit, bobot kering bibit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media tanam sekam padi berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter perlakuan. Perlakuan frekuensi penyiraman berpengaruh nyata terhadap parameter diameter batang 2 MST dan 6 MST dengan hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan frekuensi penyiraman dua hari sekali. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan.

(5)

ABSTRACT

HERMANTO : The Growth of Oil Palm Seedlings (Elaeis guineensis Jacq.) by the application of Rice Husk And Frequency Of Watering In The Main Nursery. Supervised by FERRY AZRA T SITEPU and JONATAN GINTING.

This research aims to study aimed to determine the growth of oil palm seedlings to rice husk and watering frequency on the main nursery. This research was conducted in Greenhouses in the Faculty of Agriculture, University of North Sumatera, Medan with ± 25 m altitude above sea level in January 2013 to April 2013 using a factorial randomized block design with two factors: Media planting rice husk (0:0, 2: 1, 1:1, 1:2) and watering frequency (1, 2, 3 days) parameters measured were plant height, stem diameter, number of leaves, total leaf area, fresh weight of seedlings, seedling dry weight. The results showed that treatment of rice husk growing media influence is not obvious to all treatment parameters. Watering frequency treatments significantly affected stem diameter parameter 2 and 6 MST with the highest yield obtained in the treatment of the frequency of watering every other day. Both treatment interaction effect was not significant on all treatments.

Keywords: palm oil, rice husk, watering

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 6 Juni 1990, merupakan

anak ke lima dari enam bersaudara dari Bapak Jahir dan Ibu Sania.

Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri Paya Lombang, tahun 2005

lulus dari SMP Negeri 1 Tebing Tinggi, tahun 2008 lulus dari SMA Negeri 2

Tebing Tinggi.

Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

Utara, Medan Pada Tahun 2008 melalui jalur PMP pada Departemen Budidaya

Pertanian Program Studi Agronomi.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian

Karet Balai Penelitian Sei Putih, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara pada bulan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, atas segala rahmat,

karunia dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang

berjudul " Pertumbuhan Bibit kelapa sawit ( Elaeis Guineensis Jacq. ) Dengan Menggunakan Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman Di Main nursery".

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada Ferry Ezra Sitepu, S.P., M.Si. selaku ketua komisi pembimbing dan

Bapak Ir. Jonatan Ginting, MS. selaku anggota komisi pembimbing yang telah

banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian

proposal penelitian ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan proposal penelitian ini agar lebih baik dan bermanfaat bagi seluruh

pihak yang memerlukan.

Medan, Agustus 2013

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN TABEL... x

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA... 5

Botani Tanaman ... 5

Frekuensi Penyiraman ... 11

BAHAN DAN METODE... 14

Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

PELAKSANAAN PENELITIAN... 17

Pengisian Polybag ... 17

Penanaman Bibit... 17

Pemupukan... 17

Pemeliharaan Tanaman ... 17

Penyiraman... 17

Penyiangan ... 17

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 18

Pengamatan Parameter ... 18

(9)

Diameter Batang (mm) ... 18

Jumlah Daun (helai) ... 18

Luas Daun (cm2) ... 18

Bobot Basah Bibit (g) ... 19

Bobot Kering Bibit (g) ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN... 20

Hasil ... 20

TinggiTanaman (cm)... 20

Diameter Batang(mm)... 21

Jumlah Daun... 22

Luas Daun (cm2)... 23

Bobot Basah Bibit (g)... 24

Bobot Kering Bibit (g)... ... 25

Pembahasan ... 25

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Dengan Pengaruh Penggunaan Sekam Padi di main nursery….………. 25

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pengaruh Frekuensi Penyiraman di main nursery………… 27

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pengaruh Interaksi Dari Media Tanam Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di main nursery………....28

KESIMPULAN DAN SARAN... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Hal. 1. Tinggi tanaman (cm) pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan

frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit………...………...…20

2. Diameter batang pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan

frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit ... 21

3. Jumlah daun pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit ... 23

4. Total luas daun dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit……….……..23

5. Bobot basah bibit dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit ……….…...……..24

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR

1.

2.

Bagan Percobaan……… Bagan Letak Tanaman dalam Plot Percobaan………...

Hal. 59

(13)

DAFTAR LAMPIRAN TABEL

1. Data Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ……….

2. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST …….…..………..

3. Data Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ……….

4. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST …….………

5. Data Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ………

6. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST …….…………....

7. Data Tinggi Tanaman 8 MST (cm) ………

8. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 MST ……….

9. Data Tinggi Tanaman 10 MST (cm) ……….…...

10. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 10 MST ...

11. Data Tinggi Tanaman 12 MST (cm) ……….……….

12. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 12 MST …….…………..

13. Data Diameter Batang 2 MST (mm)………

14. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 2 MST……….

15. Data Diameter Batang 4 MST (mm) ………...

16. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 4 MST………...

17. Data Diameter Batang 6 MST (mm)………

18. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 6 MST……….

19. Data Diameter Batang 8 MST(mm)……….

20.Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 8 MST………..

21. Data Diameter Batang 10 MST(mm)………..

22. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 10 MST………

(14)

24. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 12 MST………

25. Data Jumlah Daun (helai) 2 MST………..……..

26. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 2 MST ………….…………

27. Data Jumlah Daun (helai) 4 MST………

28. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST ………..

29. Data Jumlah Daun (helai) 6 MST ……….…….

30. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST …...………..

31. Data Jumlah Daun (helai) 8 MST ………..

32. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 8 MST ………....…………

33. Data Jumlah Daun (helai) 10 MST………..……

34. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 10 MST ….………...

35. Data Jumlah Daun (helai) 12 MST ………..

36. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 12 MST………..

37. Data Pengamatan Luas Daun(cm2)………...

38. Daftar Sidik Ragam Pengamatan Luas Daun …..………...

39. Data Bobot Basah per Sampel(g)………..

40. Rataan Bobot Basah per Sampel (g) ………....

41. Rataan Bobot Kering per Sampel (g) ………..

(15)

ABSTRAK

HERMANTO: Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Dengan Menggunakan Media Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di main nursery, dibimbing oleh FERRY AZRA T SITEPU dan JONATAN GINTING.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan bibit Kelapa Sawit dengan memberikan media sekam padi dan frekuensi penyiraman di main nursery. yang dilaksanakan di Rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut pada bulan Januari 2013 sampai April 2013 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu Media tanam sekam padi (0:0, 2:1, 1:1, 1:2) dan Frekuensi penyiraman (1, 2, 3 hari sekali) Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, total luas daun, bobot basah bibit, bobot kering bibit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media tanam sekam padi berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter perlakuan. Perlakuan frekuensi penyiraman berpengaruh nyata terhadap parameter diameter batang 2 MST dan 6 MST dengan hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan frekuensi penyiraman dua hari sekali. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan.

(16)

ABSTRACT

HERMANTO : The Growth of Oil Palm Seedlings (Elaeis guineensis Jacq.) by the application of Rice Husk And Frequency Of Watering In The Main Nursery. Supervised by FERRY AZRA T SITEPU and JONATAN GINTING.

This research aims to study aimed to determine the growth of oil palm seedlings to rice husk and watering frequency on the main nursery. This research was conducted in Greenhouses in the Faculty of Agriculture, University of North Sumatera, Medan with ± 25 m altitude above sea level in January 2013 to April 2013 using a factorial randomized block design with two factors: Media planting rice husk (0:0, 2: 1, 1:1, 1:2) and watering frequency (1, 2, 3 days) parameters measured were plant height, stem diameter, number of leaves, total leaf area, fresh weight of seedlings, seedling dry weight. The results showed that treatment of rice husk growing media influence is not obvious to all treatment parameters. Watering frequency treatments significantly affected stem diameter parameter 2 and 6 MST with the highest yield obtained in the treatment of the frequency of watering every other day. Both treatment interaction effect was not significant on all treatments.

Keywords: palm oil, rice husk, watering

(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit merupakan sumber utama minyak nabati sesudah

kelapa di Indonesia. Tahun 1848 tanaman kelapa sawit masuk ke Indonesia dan

didaerah-daerah lain di asia sebagai tanaman hias. Daerah pertama di Indonesia

yang diketahui sangat cocok untuk membudidayakan tanaman kelapa sawit adalah

sumatera utara (Tim Bina Karya Tani, 2009).

Pembangunan sub-sektor perkebunan merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari sektor pertanian dan pembangunan nasional. Sub-sektor

perkebunan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi perekonomian

Indonesia. Secara nasional sub-sektor perkebunan telah memberikan kontribusi

dalam menekan kesenjangan struktural dan kultural melalui peningkatan

pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya dan penyebaran sentra produksi.

Perkebunan membuka peluang pengembangan agroindustri dan penyediaan bahan

baku untuk industri, mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

hidup. Munculnya sektor perkebunan sering disebut sebagai “Pahlawan

Pembangunan Daerah”. Perkebunan kelapa sawit telah memberikan dampak

positif terhadap kenaikan pendapatan pemerintah berupa pajak dan

retribusi. Berkembangnya perkebunan kelapa sawit juga telah membantu

menciptakan kesempatan kerja bagi penduduk. Dengan demikian masyarakat

sekitar perkebunan kelapa sawit juga mendapatkan keuntungan dengan

adanya perusahaan yang selalu membutuhkan tenaga kerja

(18)

Seiring dengan perkembangan luas arealnya, produksi kelapa sawit dalam

wujud minyak sawit (CPO) juga cenderung meningkat selama tahun 2000-2011.

Jika tahun 2000 produksi minyak sawit Indonesia hanya sebesar 7,00 juta ton,

maka tahun 2011 meningkat menjadi 22,51 juta ton. Peningkatan produksi minyak

sawit terutama terjadi pada PBS dan PR, sedangkan minyak sawit yang diproduksi

oleh PBN relatif konstan, bahkan cenderung menurun. Untuk tahun 2011 produksi

minyak sawit dari PBS mencapai 11,94 juta ton (53,06%), sedangkan PR dan PBS

masing-masing menghasilkan minyak sawit sebesar 8,63 juta ton (38,33%) dan

1,94 juta ton (8,61%) (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013).

Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi produksi

kelapa sawit. Kekeringan menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan distribusi

asimilat terganggu, berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman baik fase

vegetatif maupun fase generatif. Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman

kelapa sawit ditandai oleh kondisi daun tidak membuka dan terhambatnya

pertumbuhan pelepah. Pada keadaan yang lebih parah kekurangan air

menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang dicerminkan oleh daun pucuk dan

pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif kekeringan menyebabkan terjadi

penurunan produksi tanaman akibat terhambatnya pembentukan bunga, jumlah

bunga jantan, pembuahan terganggu, gugur buah muda, bentuk buah kecil dan

rendemen minyak buah rendah (Sastrosayono, 2003).

Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.

Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang

ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis

(19)

dikarenakan setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angin yang

berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah

sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur

hara

Pengaplikasian kompos sebagai media tanam harus memperhatikan kualitas

dan kemampuan kompos tersebut dalam menyuplai kebutuhan hara tanaman.

Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas kompos ialah dengan

penambahan pupuk. Pupuk merupakan salah satu sumber unsur hara memiliki

peranan masing-masing dan dapat menunjukan gejala tertentu pada tanaman

apabila ketersediaanya dalam tanah sangat kurang. Penyediaan unsur hara dalam

tanah harus seimbang yaitu disesuiakan dengan kebutuhan tanaman

(Buana; Siahaan; dan Adiputra. 2008).

Penggunaan media tanam yang tepat akan menentukan pertumbuhan bibit

yang ditanam. Secara umum media tanam yang digunakan haruslah mempunyai

sifat yang ringan, murah, mudah didapat, gembur dan subur, sehingga

memungkinkan pertumbuhan bibit yang optimum (Erlan, 2005).

Sekam padi merupakan limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain:

ringan, drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, ada ketersediaan

hara atau larutan garam namun mempunyai kapasitas penyerapan air dan hara

rendah dan harganya murah. Sekam padi mengandung unsur N sebanyak 1 % dan

K 2 % (Rahardi, 1991).

Ultisol adalah tanah yang telah berkembang dengan profil A/E/Bt/C.

dibentuk oleh kombinasi proses lateralisasi dan podsolisasi, dengan penekanan

(20)

pencucian sangat menonjol. Tanah ultisol memiliki tingkat kesuburan yang

rendah. Selain itu tanah ini juga memiliki tingkat stabilitas agregat yang rendah

sehingga sensitif terhadap erosi. Tanah ultisol dapat menjadi tanah produktif bila

ditambahkan kapur, bahan organik, pemupukan dan pengelolaan tertentu

(Musa; Muklis dan Rauf, 2006).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan bibit kelapa sawit

dengan pengaruh menggunakan media sekam padi dan frekuensi penyiraman di

main nursery.

Hipotesis Penelitian

Terdapat pengaruh media sekam padi dapat meningkatkan pertumbuhan

bibit kelapa sawit di main nursery. Pengaruh pemberian frekuensi penyiraman dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery. Ada Pengaruh Interaksi Dari Media Tanam Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman

dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Fakultas

Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini juga diharapkan berguna

untuk pihak-pihak yang berkepentingan di dalam membudidayakan pembibitan

(21)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Tanaman Kelapa sawit dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom:

Plantae, Class: Monocotyledonae, Ordo: Cocoineae, Family: Palmae, Genus:

Elaeis, Spesies: Elaeis guineensis Jacq. (Steenis, 2001)

Tanaman kelapa sawit mempunyai tipe akar serabut, tumbuh kebawah dan

kesamping membentuk akar primer, sekunder, tersier dan kuarter. Akar primer

akan tumbuh kebawah sampai batas permukaan air tanah. Batang tumbuh tegak

lurus keatas dan dibungkus oleh pangkal pelepah daun. Bagian bawah batang

umumnya lebih besar, disebut bonggol batang (Lubis, 2000).

Daun tanaman kelapa sawit membentuk pelepah bersirip ganda dan

bertulang sejajar. Panjang pelepah daun dari tanaman yang baik pertumbuhannya

mencapai 7,5-9 meter, dengan jumlah anakan daun berkisar 250-400 helai disetiap

pelepah. Jumlah pelepah daun dalam satu tanaman dapat mencapai 60 pelepah

(Fauzi; Widyastuti; dan Hartano. 2002).

Kelapa sawit merupakan merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon,dimana rangkaian

bunga jantan terpisah dengan rangkaian bunga betina, walaupun demikian dapat

dijumpai pada beberapa tanaman kelapa sawit bunga jantan dan bunga betina

terdapat pada satu tandan (hermafrodit) dan pada umumnya tanaman kelapa sawit melakukan penyerbukan silang (Pahan 2008).

Pada buah kelapa sawit proses pembentukannya dari proses penyerbukan

hingga buah matang dipengaruhi oleh keadaaan iklim dan faktor-faktor lain yang

(22)

daerah kawasan mempunyai perbedaaan, Di Malaysia proses pemasakan buah

sekitar 5,5 bulan, di Sumatera Sekitar 5 – 6 bulan, sedangkan di Afrika sekitar

6 – 9 bulan (Setyamidjaja, 2006).

Syarat Tumbuh Iklim

Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara

5-7 jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm,

temperatur optimal 24-28°C. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara

1-500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban optimum yang ideal untuk

tanaman sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu

proses penyerbukan (BPPP, 2008).

Kelembaban udara dan angin merupakan factor yang penting untuk

menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan

keleapa sawit adalah 80% sedangkan kecepatan angin berkisar antara 5-6 km/jam

sangat baik dalam proses penyerbukan (Fauzi,dkk. 2002).

Suhu optimum berkisar 29-300C, agar tanaman kelapa sawit tumbuh dengan

baik. Suhu berpengaruh terhadap masa pembungaan dan kematangan buah

(Tim Penulis PS, 2000).

Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata

2.000-2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan

kering yang berkepanjangan (Mangoensoekarjo dan Semangun,2003).

Tanah

Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik

(23)

sungai. Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5,0-5,5. Kelapa

sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan

memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Kemiringan

lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15° (BPPP, 2008).

Kemiringan lereng yang cocok pada tanaman kelapa sawit berkisar 0-12°

atau 21%. Namun pada kemiringan 13-25° masih bisa ditanami kelapa sawit,

tetapi pertumbuhannya kurang baik. Sementara itu lahan yang kemiringan lebih

dari 25° sebaiknya tidak dipilih sebagai lokasi penanaman kelapa sawit karena

menyulitkan dalam pengangkutan dan beresiko terjadi erosi (Sunarko 2007).

Sifat fisik dan kimia tanah yang harus dipenuhin untuk pertumbuhan

tanaman kelapa sawit yang optimum ialah drainase yang baik, air cukup dalam,

solum cukup dalam, tidak berbatu agar pertumbuhan akar tanaman tidak

terganggu (Williams, 1987).

Karakteristik fisik lahan merupakan faktor penting dalam budidaya tanaman

kelapa sawit. Lahan yang miring memiliki potensi terjadinya kerusakan tanah

akibat erosi, seperti turunnya kandungan bahan organik tanah yang diikuti dengan

berkurangnya kandungan unsur hara dan ketersediaan air tanah bagi tanaman.

Tanahtanah yang mengalami erosi berat umumnya memiliki tingkat kepadatan

yang tinggi sebagai akibat terkikisnya lapisan atas tanah yang lebih gembur

(Yahya; A. Husin; J. Talib; J. Othman; O.H. Ahmed; and M.B. Jalloh. 2010).

Pembibitan

Pembibitan kelapa sawit dilakukan di polybag, dengan 2 tahap pembibitan

yaitu Pre nursery (pembibitan awal) dan Main nursery (pambibitan utama).

(24)

3 bulan sedangkan pembibitan utama merupakan pembibitan lanjutan bibit kelapa

sawit yang telah berumur 3 bulan yang dipindahkan di polybag yang lebih besar

serta sudah diseleksi. Seleksi sangat penting karena untuk mendapatkan bibit yang

tumbuh normal dan sehat. (Lubis, 1992).

Bibit bermutu diperoleh bila kecambah kelapa sawit yang digunakan berasal

dari produsen yang diakui oleh pemerintah. Produsen benih resmi yang telah

ditetapkan oleh Menteri Pertanian, yaitu Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS),

PT. London Sumatera (PT. Lonsum), PT. Socfin Indonesia (PT. Socfindo), PT.

Dami Mas Sejahtera, PT. Tunggal Yunus Estate dan PT. Bina Sawit Makmur

(Raisawati, 2006).

Dengan meningkatnya luas areal perkebunan kelapa sawit, maka diperlukan

pula ketersediaan bahan tanaman atau bibit kelapa sawit dalam jumlah yang

sesuai dengan kebutuhan. Di samping itu, bibit kelapa sawit juga dibutuhkan

untuk peremajaan kelapa sawit (replanting) untuk mengganti tanaman-tanaman

yang sudah tua dan produksinya sudah tidak menguntungkan dari segi ekonomi

(afkir). Untuk perusahaan-perusahaan besar kegiatan replanting ini biasa

dilaksanakan setelah tanaman berumur 25 tahun dari penanaman kelapa sawit di

lapangan. Oleh karenanya di masa yang akan datang dibutuhkan bibit kelapa sawit

dalam jumlah yang besar guna memenuhi kebutuhan bibit kelapa sawit baik untuk

kebutuhan perluasan areal perkebunan maupun untuk kegiatan replanting

(Hartawan, 2008).

Tujuan utama dari pembibitan adalah untuk mempersiapkan bibit yang baik

(25)

penentu bagi keberhasilan penanaman di lapangan dan untuk mendapatkan

pertumbuhan dan hasil di kemudian hari. (Hartawan, 2008).

Sekam Padi

Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis, terdiri dari belahan lemma dan palea yang saling bertautan, umumnya ditemukan di areal penggilingan padi. Dari proses penggilingan padi, biasanya diperoleh sekam

20 -30%, dedak 8 – 12 %, dan beras giling 50 – 63,5% dari bobot awal gabah.

Sekam padi sering diartikan sebagai bahan buangan atau limbah penggilingan

padi, keberadaannya cendrung meningkat yang mengalami proses penghancuran

secara alami dan lambat, sehingga dapat mengganggu lingkungan juga kesehatan

manusia. Sekam memiliki kerapatan jenis bulk density 125 kg/m3, dengan nilai kalori 1 kg sekam padi sebesar 3300 k.kalori dan ditinjau dari komposisi kimiawi,

sekam mengandung karbon (zat arang) 1,33%, hydrogen 1,54%, oksigen 33,645,

dan Silika (SiO2) 16,98%, artinya sekam dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku

industri kimia dan sebagai sumber energi panas untuk keperluan manusia

(Sipahutar, 2010).

Sekam padi merupakan limbah yang mempunyai sifat- sifat antara lain :

ringan, drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, ada ketersediaan

hara atau larutan garam namun mempunyai kapasitas penyerapan air dan hara

rendah dan harganya murah.sekam padi mengandung unsur N sebanyak 1% dan K

2% (Rahardi, 1991).

Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa) yang sudah digiling. Sekam padi yang biasa digunakan bisa berupa sekam bakar atau sekam mentah (tidak

(26)

Sebagai media tanam, keduanya berperan penting dalam perbaikan struktur tanah

sehingga sistem aerasi dan drainase di media tanam menjadi lebih baik.

Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik umumnya berasal dari

komponen organisme hidup, misalnya bagian dari tanaman seperti daun, batang,

bunga, buah, atau kulit kayu. Penggunaan bahan organik sebagai media tanam

jauh lebih unggul dibandingkan dengan bahan anorganik. Hal itu dikarenakan

bahan organik sudah mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Selain

itu, bahan organik juga memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir

seimbang sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki

daya serap air yang tinggi. Bahan organik akan mengalami proses pelapukan atau

dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Melalui proses tersebut, akan

dihasilkan karbondioksida (CO2), air(H2O), dan mineral. Mineral yang dihasilkan

merupakan sumber unsur hara yang dapat diserap tanaman sebagai zat makanan.

Namun, proses dekomposisi yang terlalu cepat dapat memicu kemunculan bibit

penyakit. Untuk menghindarinya, media tanam harus sering diganti. Oleh karena

itu, penambahan unsur hara sebaiknya harus tetap diberikan sebelum bahan media

tanam tersebut mengalami dekomposisi. Kompos merupakan media tanam

organik yang bahan dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah

organik, seperti jerami, sekam, daun, rumput, dan sampah kota. Kelebihan dari

penggunaan kompos sebagai media tanam adalah sifatnya yang mampu

mengembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat-sifat tanah, baik fisik,

kimiawi, maupun biologis. Selain itu, kompos juga menjadi fasilitator dalam

penyerapan unsur nitrogen (N) yang sangat dibutuhkan oleh tanaman

(27)

Sekam padi baik sebagai bahan campuran media dikarenakan porous dan

sukar lapuk sehingga pemadatan media dapat terhindari dan akar dapat tumbuh

dan berkembang baik (Wijaya, 1991).

Frekuensi Penyiraman

Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali apabila jatuh hujan lebih

dari 7-8 mm pada hari yang bersangkutan. Air untuk menyiram bibit harus bersih

dan cara menyiramnya harus dengan semprotan halus agar bibit dalam polybag

tidak rusak dan tanah tempat tumbuhnya tidak padat. Kebutuhan air siraman ± 2

lt/polybag/hari, disesuaikan dengan umur bibit. Pengawasan bibit dilakukan untuk

mengamati pertumbuhan bibit dan perkembangan gangguan hama dan penyakit.

Bibit yang tumbuh kerdil, abnormal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis

harus dibuang. Pembuangan bibit (thinning out) dilakukan pada saat pemindahan ke main nursery, yaitu pada saat bibit berumur 4 bulan dan 9 bulan, serta pada saat pemindahan bibit ke lapangan. Tanaman yang bentuknya abnormal dibuang,

yakni dengan ciri-ciri:

1. Bibit tumbuh meninggi dan kaku

2. Bibit terkulai

3. Anak daun tidak membelah sempurna

4. Terkena penyakit

5. Anak daun tidak sempurna (BPPP, 2008).

Kebutuhan air pada tanaman kelapa sawit pada dasarnya berbeda dalam

setiap fase pertumbuhan. Pada fase awal pembibitan (pre-nursery), rata-rata jumlah air yang diperlukan untuk penyiraman rutin setiap hari sekitar 0.2-0.3 liter

(28)

sekitar 2-3 liter per bibit. Namun untuk sistem irigasi pada pembibitan umumnya

gunakan tingkat penyiraman air sebesar 10 mm/hari (Pahan 2008).

Untuk memenuhi kebutuhan air yang dapat dipenuhi oleh ketersediaan air

yang ada, maka perlu adanya pengetahuan apakah suatu tanaman/lahan kelebihan

air (surplus) atau kekurangan air (deficit). Langkah ini ditempuh agar efisiensi

penggunaaan air bagi tanaman dapat tepat dilakukan. Kebutuhan air tanaman juga

dipengaruhi berbagai faktor yang mendukung efisiensi penggunaan air yaitu jenis

dan umur tanaman, waktu atau priode pertanaman, sifat-sifat fisik tanah, teknik

pemberian air, jarak sumber air, dan luas areal pertanaman efisiensi penggunaan

air merupakan perbandingan jumlah air yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu

satuan berat kering (Hikmah, 2010).

Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada

kapasitas lapang dan titik layu permanen. Diatas kapasitas lapang air akan

meresap kebawah atau menggenang sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh

tanaman. Dibawah titik layu permanen tanaman tidak lagi mampu lagi menyerap

air karena daya adhesi air dengan butir tanah terlalu kuat dibandingkan dengan

gaya serap tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh

kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan

oleh daun dalam kondisi laju evaportranspirasi melebihi laju transpirasi, sistem

perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).

Kapasitas menahan air yang tinggi pada tanah sangat diperlukan agar

dapat menyimpan air yang tersedia dalam jumlah yang cukup, guna mengimbangi

(29)

Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media

tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut.

Dilapangan, walaupun didalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat

mengalami cekaman kekeringan (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan

absorsi tidak cukup mengimbangi kehilangan air melalui transpirasi

(Haryati, 2003).

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat esensial bagi

system produksi pertanian. Air bagi pertanian tidak hanya berkaitan dengan aspek

produksi, melainkan juga sangat menentukan potensi perluasan tanam

(ekstensifikasi), luas areal tanam, intensitas pertanaman, serta kualitas tanaman

(Kurnia, 2004).

(30)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut

pada bulan Januari 2013 sampai April 2013. Jenis tanah yang digunakan tanah

Ultisol yang diambil dilingkungan lahan Universitas Sumatera Utara yang terletak

di Simalingkar B. Tekstur Tanah Ultisol Simalingkar (tiga fraksi) :

Pasir Debu Liat

73% 10% 17%

Sumber: Lumbanraja, P. 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kelapa sawit

sebagai objek yang diamati, sekam padi sebagai media tanam perlakuan, tanah

ultisol sebagai media tanam bibit, polybag ukuran 30 cm x 25 cm sebagai wadah

penanaman bibit, insektisida Furadan 3G untuk mengendalikan hama yang

menyerang bibit.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, karung beras,

meteran, handsprayer, jangka sorong, tugal, pacak sampel,open, timbangan analitik, pacak perlakuan, plank penelitian, gembor, buku tulis, kalkulator, pena

dan penggaris.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2

faktor perlakuan yaitu :

(31)

M0 = Tanah ultisol ( Kontrol )

M1 = Tanah ultisol + sekam padi ( 2:1 )

M2 = Tanah ultisol + sekam padi ( 1:1 )

M3 = Tanah ultisol + sekam padi ( 1:2 )

Faktor II : Frekuensi Penyiraman 2 liter/polybag dengan 3 taraf:

F0 = Disiram 1 hari sekali

F1 = Disiram 2 hari sekali

F2 = Disiram 3 hari sekali

Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan, yaitu:

M0F0 M1F0 M2F0 M3F0

M0F1 M1F1 M2F1 M3F1

M0F2 M1F2 M2F2 M3F2

Jumlah ulangan : 3

Kombinasi perlakuan : 12

Jumlah plot perlakuan : 36

Jumlah bibit / plot : 5 tanaman

Jumlah sampel / plot : 3 tanaman

Jumlah bibit keseluruhan : 180 tanaman

Jarak antar polybag : 80 cm x 50 cm

Data hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan sidik ragam

berdasarkan model linier adiktif : Yijk = µ+ αi + βj + (αβ)ij + εijk

i = 0, 1, 2, 3 (perlakuan media tanam sekam padi)

j = 0, 1, 2 (perlakuan frekuensi penyiraman)

(32)

Yijk = Hasil pengamatan padi pada taraf ke-i dan frekuensi penyiraman pada

taraf ke-j.

µ = Nilai tengah.

αi = Efek dari padi pada taraf ke-i.

βj = Efek dari frekuensi penyiraman pada taraf ke-j.

(αβ)ij = Efek interaksi antara padi pada taraf ke-i dan frekuensi penyiraman pada

taraf ke-j.

εijk = Galat percobaan dari padi pada taraf ke-i dan Frekuensi penyiraman

pada taraf ke-j.

Data analisis sidik ragan (Anova) yang diikuti dengan uji lanjutan

menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf F 5% melihat

(33)

PELAKSANAAN PENELITIAN Pengisian Polybag

Tanah ultisol dikering anginkan terlebih dahulu. Kemudian diayak untuk

membuang sisa-sisa kayu dan akar, lalu dicampurkan Sekam Padi yang sesuai

dengan taraf perlakuan yang ditetapkan. Polybag diisi penuh dan padat agar tidak

terjadi rongga-rongga serta bagian atas disisakan lebih kurang 2 cm..

Penanaman Bibit

Paling lambat sehari sebelum penanaman kecambah, tanah dalam polybag

disiram hingga benar-benar basah. Bibit yang ditanam merupakan bibit yang

berasal dari Pre nursery yang berumur 3 bulan setelah dikecambahkan.

Pemupukan

Rock phosphat sebagai pupuk dasar diaplikasikan pada media tanam,

dengan dosis 30 gram untuk 5 kg tanah dalam polybag. Diaplikasikan 7 hari

sebelum bibit ditanam.

Pemupukan dasar dilakukan dengan pada bulan pertama dengan pupuk

NPK (15:15:15) 10 gram/polybag, dan pada bulan kedua sebanyak 15 gr / polybag

dengan cara membenamkannya ketanah kira-kira 5 cm dari bibit.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman 2 liter/polybag dilakukan sesuai dengan Frekuensi perlakuan,

F0 disiram 1 hari sekali, F1 disiram 2 hari sekali F2 disiram 3 hari sekali.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan bila ada gulma yang ditemukan di polybag dan di

(34)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Untuk mengendalikan hama di pembibitan, dilakukan dengan

mengaplikasikan insektisida Tamafur 3G (bahan aktif Carbofuran) 10 gram per

polybag.

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman (cm) dilakukan saat tanaman pindah tanam ke

polybag dan seterusnya setiap 2 minggu sekali hingga 12 MST. Pengukuran

dilakukan mulai dari leher akar sampai ke titik tumbuh tanaman.

Diameter Batang (mm)

Dilakukan saat tanaman pindah tanam ke polybag dan seterusnya setiap 2

minggu sekali hingga 12 MST . Pengukuran diameter batang (mm) dilakukan

mulai dari 10 cm diatas leher akar dengan menggunakan jangka sorong.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun (helai) yang dihitung adalah daun yang telah membuka

sempurna. Dihitung saat tanaman pindah tanam ke polybag dan selanjutnya setiap

2 minggu sekali sampai 12 MST.

Luas Daun (cm2)

Pengukuran luas daun (cm) dilakukan pada saat pengamatan pertama dan

terakhir dengan mengukur panjang dan lebar daun kemudian dikalikan dengan

konstanta. Luas daun dihitung dengan menggunakan rumus :

Luas = p x l x k

p = panjang daun (cm)

l = lebar daun (cm)

(35)

Daun Lanset = Daun yang belum membuka sempurna

Daun Bifurcate = Daun yang sudah membuka sempurna / menjari

Bobot Basah Bibit (g)

Pengukuran bobot basah bibit (g) dilakukan pada akhir penelitian yaitu

setelah tanaman berumur 12 MST pada setiap tanaman sampel. Tanaman

dibongkar kemudian dibersihkan dari tanah yang melekat dengan air mengalir

kemudian dikering anginkan dan ditimbang.

Bobot Kering Bibit (g)

Pengukuran bobot kering bibit (g) dilakukan pada akhir penelitian yaitu

setelah tanaman berumur 12 MST pada setiap tanaman sampel. Tanaman

dibongkar kemudian dibersihkan dari tanah yang melekat dengan air mengalir

setelah itu dikeringanginkan dan dimasukkan ke dalam amplop kertas untuk

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman 2-12 MST dapat

dilihat pada Lampiran 1-12. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa

perlakuan media tanam sekam padi, frekuensi penyiraman dan interaksi keduanya

berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.

Rataan tinggi tanaman dari perlakuan sekam padi dan frekuensi

penyiraman dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi tanaman (cm) pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan 2 sampai 12 MST, rataan

tinggi tanaman, perlakuan sekam padi pada 12 MST terdapat pada perlakuan M3

berkisar (66.60 cm) dan terendah pada M1 berkisar (62.79 cm), sedangkan pada

perlakuan frekuensi penyiraman, pada perlakuan F0 berkisar (65.31 cm) dan

terendah pada F1 (62.73 cm).

(37)

Diameter Batang (mm)

Data pengamatan dan sidik ragam dari diameter batang 2-12 MST dapat

dilihat pada Lampiran 13-24. Hasil analisis statistik diameter batang menunjukkan

bahwa perlakuan sekam padi 2-12 MST dan interaksi antara keduanya

berpengaruh tidak nyata sedangkan frekuensi penyiraman 2 - 12 MST

berpengaruh nyata terhadap diameter batang.

Rataan diameter batang dari perlakuan sekam padi dan frekuensi

penyiraman dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Diameter batang pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Rataan diameter batang pada perlakuan Sekam Padi pada 12 MST,

terdapat pada perlakuan M0 berkisar (27.22) dan terendah pada M2 berkisar

(25.74), sedangkan pada perlakuan frekuensi penyiraman, tertinggi pada

perlakuan F0 (28.16) dan terendah pada F2 (25.72).

(38)

Jumlah Daun

Data pengamatan dan sidik ragam dari jumlah daun 2-12 MST dapat

dilihat pada Lampiran 25-36. Hasil analisis statistik jumlah daun menunjukkan

bahwa perlakuan sekam padi, frekuensi penyiraman dan interaksi antara keduanya

berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun.

Rataan jumlah daun dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah daun pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit

Rataan jumlah daun pada perlakuan Sekam Padi pada 12 MST, tertinggi

terdapat pada perlakuan M0 berkisar (9.56) dan terendah pada M3 berkisar (9.26),

sedangkan pada perlakuan frekuensi penyiraman, tertinggi pada perlakuan F0

berkisar (9.47) dan terendah pada F1 berkisar (9.42).

Luas Daun (cm2)

Data pengamatan dan hasil sidik ragam total luas daun menunjukkan

bahwa perlakuan sekam padi, frekuensi penyiraman dan interaksi antara keduanya

berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun, dapat dilihat pada Lampiran 37

(39)

Rataan total luas daun dari perlakuan sekam padi, frekuensi penyiraman

dan interaksi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Total luas daun dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit

Perlakuan

Frekuensi Media tanam Rataan

Penyiraman M0 M1 M2 M3

F0 1073.11 1432.14 1638.60 1418.50 1390.59 F1 1440.24 1539.26 1150.07 1357.72 1371.82 F2 1618.94 1463.20 1251.69 1479.52 1453.34 Rataan 1377.43 1478.20 1346.79 1418.58 1405.25

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa rataan total luas daun tertinggi dari

perlakuan sekam padi terdapat pada perlakuan M1 berkisar (1478.20) dan

terendah pada M2 berkisar (1346.79) sedangkan pada perlakuan frekuensi

penyiraman, tertinggi pada perlakuan F2 berkisar (1453.34) dan terendah pada F1

berkisar (1371.82).

Bobot Basah Bibit (g)

Data pengamatan dan hasil sidik ragam bobot basah bibit menunjukkan

bahwa perlakuan sekam padi, frekuensi penyiraman dan interaksi antara keduanya

berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah bibit, dapat dilihat pada Lampiran

39 dan 40.

Rataan bobot basah bibit dari perlakuan sekam padi, frekuensi penyiraman

(40)

Tabel 5. Bobot basah bibit dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit

Perlakuan

Frekuensi Media tanam Rataan

Penyiraman M0 M1 M2 M3

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa rataan bobot basah bibit tertinggi dari

perlakuan sekam padi terdapat pada perlakuan M0 berkisar (87.70) dan terendah

pada M1 berkisar (76.31) sedangkan pada perlakuan frekuensi penyiraman,

tertinggi pada perlakuan F0 berkisar (84.92) dan terendah pada F1 berkisar

(76.96).

Bobot Kering Bibit (g)

Data pengamatan dan hasil sidik ragam bobot kering bibit menunjukkan

bahwa perlakuan sekam padi, frekuensi penyiraman dan interaksi antara keduanya

berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering bibit, dapat dilihat pada Lampiran

41 dan 42.

Rataan bobot kering bibit dari perlakuan sekam padi, frekuensi

penyiraman dan interaksi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot kering bibit dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit

Perlakuan

Frekuensi Media tanam Rataan

(41)

Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa rataan bobot kering bibit tertinggi dari

perlakuan sekam padi terdapat pada perlakuan M3 berkisar (26.71) dan terendah

pada M1 berkisar (22.67) sedangkan pada perlakuan frekuensi penyiraman,

tertinggi pada perlakuan F0 berkisar (27.14) dan terendah pada F1 berkisar

(23.83).

Pembahasan

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Dengan Pengaruh Penggunaan Sekam Padi di main nursery

Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian

sekam padi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada 2-12 MST,

diameter batang 2-12 MST, jumlah daun, total luas daun, bobot basah bibit dan

bobot kering bibit. Hal ini diduga karena sekam padi belum terdekomposisi secara

sempurna sehingga belum mampu mensuplai unsur hara bagi tanaman dan diduga

mikroorganisme pada sekam padi tersebut belum bekerja secara optimal. Oleh

sebab itu, pemberian sekam padi menjadi tidak nyata untuk pertumbuhan dan

perkembangan bibit kelapa sawit. Selain itu sekam padi mempunyai kapasitas

penyerapan air dan hara yang rendah sehingga unsure hara yang diperlukan oleh

bibit kelapa sawit belum tersedia. Hal ini sesuai dengan literatur Rahardi (1991)

yang menyatakan bahwa sekam padi merupakan limbah yang mempunyai

kapasitas penyerapan air dan hara rendah. Sekam padi mengandung unsur N

sebanyak 1% dan K 2%.

Pemberian sekam padi berpengaruh tidak nyata pada parameter jumlah daun

dan total luas daun. Rataan jumlah daun pada perlakuan sekam padi pada 12

MST tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (9.56) dan terendah pada M3 (9.26)

sedangkan pada total luas daun tertinggi terdapat pada perlakuan M1 (1478.20)

(42)

terdekomposisi karena terdiri dari lapisan kulit yang keras sehingga tidak dapat

menyuplai kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan bibit kelapa sawit untuk

tumbuh dan berkembang. Hal ini sesuai dengan literatur Sipahutar (2010) yang

menyatakan bahwa Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis,

terdiri dari belahan lemma dan palea yang saling bertautan. Sekam padi sering

diartikan sebagai bahan buangan atau limbah penggilingan padi, keberadaannya

cendrung meningkat yang mengalami proses penghancuran secara alami dan

lambat.

Pemberian sekam padi berpengaruh tidak nyata terhadap parameter bobot

basah dan bobot kering bibit. Pada parameter bobot basah bibit rataan tertinggi

terdapat pada perlakuan Tanah ultisol (M0) sebesar 87.70 dan terendah pada

perlakuan Tanah ultisol + sekam padi 2:1 (M1) sebesar 76.31. Pada parameter

bobot kering bibit rataan tertinggi terdapat pada perlakuan Tanah ultisol + sekam

padi (1:2) (M3) sebesar 26.71 dan terendah pada perlakuan Tanah ultisol + sekam

padi 2:1 (M1) sebesar 22.67. Hal ini diduga karena pemberian dosis sekam padi

yang kurang optimum sehingga tidak mencukupi kebutuhan kandungan unsur

hara untuk tanaman, semakin meningkatnya pemberian dosis bahan organik

sekam padi maka pertumbuhan tanamannya semakin baik pula sehingga

meningkatkan produksinya. Sehingga dapat menambah berat bibit kelapa sawit.

Dimana dengan pemberian sekam padi, akan meningkatkan pertumbuhan bibit

dan proses fisiologis dalam jaringan tanaman pun akan berjalan dengan baik. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Rahardi (1991) yang menyatakan bahwa untuk

membentuk jaringan tanaman dibutuhkan unsur hara, dengan adanya unsur hara

(43)

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pengaruh Frekuensi Penyiraman di main nursery

Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi

penyiraman bibit kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap parameter diameter

batang pada 2 - 12 MST.

Penyiraman dengan frekuensi waktu 1 hari sekali (F0) memberikan hasil

yang baik pada pertumbuhan bibit kelapa sawit. Dimana penyiraman 1 hari sekali

memperlihatkan tinggi tanaman yang lebih baik hal ini dikarenakan penyiraman

dengan frekuensi waktu yang lebih panjang dapat mengurangi pengaruh buruk

akibat penyiraman yang terlalu sering dilakukan setiap hari. Penyiraman yang

kurang air pada tanaman akan terjadi ketersedian air yang cukup. Hal ini sejalan

dengan pendapat Haryati (2003) bahwa penyiraman yang kurang air pada tanaman

akan terjadi karena ketersedian air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang

berlebihan atau kombinasi keduan faktor tersebut.

Pada perkembangan diameter batang umur 2 -12 MST menunjukkan

penyiraman frekuensi penyiraman 1 hari sekali dapat meningkatkan diameter

pangkal batang yang lebih besar dibanding dengan penyiraman tiga hari sekali

dan dua hari sekali. Hasil tertinggi terdapat pada perlakuan F0 dan terendah pada

F2. Hal ini dikarenakan kebutuhan air tanaman mendukung efisiensi penggunaan

air yaitu jenis, umur, teknik pemberian air. Hal ini sejalan dengan pendapat

Hikmah (2010) bahwa kebutuhan air tanaman juga dipengaruhi oleh beberapa

factor yang mendukung efisiensi penggunaan air yaitu jenis, umur tanaman,

teknik pemberian air yang merupakan perbandingan jumlah air yang dibutuhkan

(44)

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pengaruh Interaksi Dari Media Tanam Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di main nursery

Hasil analisis statistik data penelitian menunjukkan bahwa pengaruh

interaksi pemberian sekam padi dan frekuensi waktu penyiraman berpengaruh

tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun,

bobot basah bibit, dan bobot kering bibit pada tanaman kelapa sawit di main

nursery.

Dari hasil data yang diperoleh, interaksi pemberian media tanam tanah

tanpa campuran sekam padi dan frekuensi penyiraman satu hari sekali tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit, tetapi

mendapatkan hasil rataan tertinggi pada bobot basah bibit (M0F0). Hal ini diduga

karena bahan organik dalam tanah ultisol sudah cukup memberikan hara pada

tanaman dan cukupnya air didalam dikarenakan waktu penyiraman dilakukan

secara rutin setiap satu hari sekali, sehingga kebutuhan hara dan mineral dalam

tanah seimbang. Dibandingkan dengan pemberian dosis sekam padi 2:1 dengan

frekuensi penyiraman dua hari sekali (M1F1) yang menunjukkan rataan terendah

pada parameter bobot basah bibit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kurnia (2004)

yang menyatakan bahwa bahan organik pada media tanam mampu mendukung

pertumbuhan tanaman, penyiraman dilakukan dengan frekuensi penyiraman yang

rutin setiap harinya.

Demikian pula pada diameter batang bibit kelapa sawit, dimana interaksi

antara dosis dan frekuensi penyiraman memperlihatkan, bahwa tidak pengaruh

nyatanya diameter batang bibit kelapa sawit dikarenakan bahwa penggunaan dosis

(45)

dengan penyiraman 1, 2 atau 3 hari sekali. Hal ini sejalan dengan pendapat

Lakitan (1996) bahwa peningkatan kemampuan media menahan air berbanding

lurus dengan kadar bahan organik pada media.

Diduga unsur sekam padi pada saat penelitian menjadi penyebabnya bibit

tanaman berpengaruh tidak nyata terhadap pemberian sekam padi dan frekuensi

penyiraman, pada saat penelitian, dikarenakan sekam padi sukar untuk

terdekomposisi dan daya untuk menyimpan air kurang efektif. Hal ini sesuai

pernyataan Rahardi (1991) yang menyatakan bahwa Sekam padi merupakan

limbah yang mempunyai sifat- sifat antara lain : ringan, drainase dan aerasi yang

baik, tidak mempengaruhi pH, ada ketersediaan hara atau larutan garam namun

mempunyai kapasitas penyerapan air dan hara rendah dan harganya murah. sekam

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Frekuensi penyiraman tidak berpengaruh nyata meningkatkan parameter

tinggi tanaman 2-12 MST, jumlah daun, total luas daun, bobot basah bibit

dan bobot kering bibit. Kecuali pada pertambahan parameter diameter

batang 2 - 12 MST berpengaruh nyata meningkatkan pertumbuhan bibit

kelapa sawit di main nursery.

2. Pemberian sekam padi tidak berpengaruh nyata meningkatkan tinggi

tanaman 2-12 MST, diameter batang 2-12 MST, jumlah daun, total luas

daun, bobot basah bibit dan bobot kering bibit pada bibit kelapa sawit di

main nursery.

3. Interaksi pemberian sekam padi dan frekuensi penyiraman tidak

berpengaruh meningkatkan tinggi tanaman 2-12 MST, diameter batang

3-12 MST, jumlah daun, total luas daun, bobot basah bibit dan bobot kering

bibit kelapa sawit di main nursery.

Saran

Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk menambah perbandingan

sekam padi agar diperoleh titik maksimumnya, dan untuk menambah frekuensi

penyiraman dua kali dalam sehari pagi dan sore hari, agar dapat meningkatkan

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian., 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Lampung.

Buana, L., Siahaan, D dan Adiputra, S. 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Erlan. 2005. Pangaruh Berbagai Media Terhadap Pertumbuhan Bibit Mahkota Dewa di Polibag. Jurnal Akta Agrosia Vol. 7 No. 2 hlm 72-75. Sekolah Ilmu Pertanian Sriwigama.

Fauzi, Y., Widyastuti, Y, E., Satyawibawa, I dan Hartano, R. 2002. Kelapa Sawit, Budidaya, Pemanfaatan Hasil Dan limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya; Jakarta.

Hartawan, R., 2008. Variabilitas Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Asal Benih Unggul dan Liar. Jurnal Media Akademik. 2 (1) : 34-43.

Haryati. 2003. Pengaruh Cekaman Kekeringan Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman, Program Studi Hasil Pertanian Pertanian Fakultas Pertanian USU. Medan

Hikmah, A. L., Kurniasari, N., Rustami, B., Hartati, C., Predeksa, Y., Arta, S. B., 2010. Laporan Resmi Praktikum Dasar Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

September 2012.

Kurnia, U., 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering, Jurnal Litbang Pertanian.

Kurniawati, F., D. Manumono dan S. Panjang. 2008. The Study of Social Economy Around the Oil Palm Plantation PTPN. III in the Sub District Bilah Hulu, District Labuhan Batu, North Sumatra Province. Buletin INSTIPER. 15 (1). 6-14.

Lakitan, B., 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman, Rajawali Press,Jakarta.

Lubis, A.U., 1992. Kelapa Sawit. Teknik Budidaya Tanaman Perkebunan. Sinar. Medan.

(48)

Lumbanraja, P. 2011. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Aplikasi Pupuk Kandang Sapi Terhadap Beberapa Sifat Fisika Tanah dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max L) Varietas Willis Pada Tanah Ultisol Simalingkar. Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen-Medan.

Mangoensoekarjo, S., 2007. Manajemen Tanah dan pemupukan Budidaya Perkebunan.Gadjah Mada Universitas Press, Yogyakarta.

Mangoensoekarjo, S., dan H, Semangun. 2003. Menajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Musa, L., Mukhlis dan Rauf, A. 2006. Dasar Ilmu Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 411 hal.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013. Informasi ringkas komoditi perkebunan. Diakses dari http://pusdatin.setjen.deptan.go.id. pada tanggal 26 November 2013.

Rahardi, F. 1991. Hidroponik semakin canggih. Trubus : XXII (264) : 196198.

Raisawati, T. 2006. Permasalahan perbenihan kelapa sawit. Media Infotama. 1(3): 40- 46.

Sastrosayono, S. 2003. Budi Daya Kelapa Sawit. PTAgromedia Pustaka. Jakarta. 66 Hal.

Setyamidjaja, D. 2006. Budidaya Kelapa Sawit (Revisi) Teknik Budidaya, Panen dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. 147 Hal.

Sipahutar, D. 2010. Teknologi Briket Sekam Padi. BPTP. Riau.

Steenis, C.G.G.Van, 2001. Flora. Pradnya Paramitha, Jakarta.

Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 70 hal.

Tim Bina Karya Tani. 2009. Tanaman Kelapa Sawit. Cetakan Pertama, CV. Yrama Widya; Bandung.

Tim Penulis PS. 2000. Kelapa Sawit, Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran, Cetakan XII, Penebar Awadaya; Jakarta.

(49)

Williams. 1987. Tree and Field Crops of the Wetter Regions of the Tropics. British library Cataloguing; Inggris.

(50)

Lampiran Tabel 1. Data Tinggi Tanaman 2 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 2. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST

(51)

Lampiran Tabel 3. Data Tinggi Tanaman 4 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 4. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST

(52)

Lampiran Tabel 5. Data Tinggi Tanaman 6 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 6. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST

(53)

Lampiran Tabel 7. Data tinggi tanaman 8 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 8. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 MST

(54)

Lampiran Tabel 9. Data Tinggi Tanaman 10 MST (cm)

Lampiran Tabel 10. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 10 MST

(55)

Lampiran Tabel 11. Data tinggi tanaman 12 MST (cm)

Lampiran Tabel 12. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 12 MST

(56)

Lampiran Tabel 13. Data Diameter Batang 2 MST(mm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 14. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 2 MST

(57)

Lampiran Tabel 15. Data Diameter Batang 4 MST (mm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 16. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 4 MST

(58)

Lampiran Tabel 17. Data Diameter Batang 6 MST (mm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 18. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 6 MST

(59)

Lampiran Tabel 19. Data Diameter Batang 8 MST (mm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 20. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 8 MST

(60)

Lampiran Tabel 21. Data Diameter Batang 10 MST (mm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 22. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 10 MST

(61)

Lampiran Tabel 23. Data Diameter Batang 12 MST (mm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 24. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 12 MST

(62)

Lampiran Tabel 25. Data Jumlah Daun (helai) 2 MST

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 26.Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 2 MST

(63)

Lampiran Tabel 27. Data Jumlah Daun (helai) 4 MST

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 28. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST

(64)

Lampiran Tabel 29. Data Jumlah Daun (helai) 6 MST

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 30. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST

(65)

Lampiran Tabel 31. Data Jumlah Daun (helai) 8 MST

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 32. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 8 MST

(66)

Lampiran Tabel 33. Data Jumlah Daun (helai) 10 MST

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 34. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 10 MST

(67)

Lampiran Tabel 35. Data Jumlah Daun (helai) 12 MST

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 36. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 12 MST

(68)

Lampiran Tabel 37. Data Pengamatan Luas Daun (cm2)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 38. Daftar Sidik Ragam Luas Daun

SK db JK KT F Ket.

Error 22 2210718.42 100487.20

Total 35 4674141.18

(69)

Lampiran Tabel 39. Data Bobot Basah per Sampel (g)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran Tabel 40.Daftar Sidik Ragam Bobot Basah per Sampel

(70)

Lampiran Tabel 41. Data Bobot Kering per Sampel (g)

Lampiran Tabel 42. Sidik Ragam Bobot Kering per Sampel

SK db JK KT F Ket.

Perlakuan Blok Total Rataan

(71)

Lampiran Tabel 43. Jadwal Rencana Kegiatan Percobaan No

.

KEGIATAN MINGGU KETERANGAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Penyiangan Dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan Pengandalian

(72)

Lampiran Tabel 44. Kebutuhan Pupuk

a. Aplikasi Rock Phopat

30gr/ polybag

b. Pupuk NPK 15:15:15

Kebutuhan/polybag = 10 gr pupuk dasar pada bulan pertama.

(73)

Lampiran Tabel 45. Perhitungan Perbandingan Media Tanam Antara Tanah Ultisol dengan Sekam Padi

M0 = Tanah ultisol (Kontrol) ; 10 kg Tanah Ultisol

M1 = Tanah ultisol + sekam padi ( 2:1 ) ; (2/3 x 10 = 6.7 kg + 1/3 x 10 = 3.3 kg)

M2 = Tanah ultisol + sekam padi ( 1:1 ) ; (1/2 x 10 = 5 kg + 1/2 x 10 = 5 kg)

M3 = Tanah ultisol + sekam padi ( 1:2 ) ; (1/3 x 10 = 3.3 kg + 2/3 x 10 = 6.7 kg)

M0 : (45 polybag x 10 kg tanah ultisol = 450 kg tanah ultisol)

M1 : (45 polybag x 6.7 kg tanah ultisol = 301.5 kg tanah ultisol + 45 polybag

x 3.3 kg sekam padi = 148.5 kg sekam padi)

M2 : (45 polybag x 5 kg tanah ultisol = 225 kg tanah ultisol + 45 polybag x

5 kg sekam padi = 225 kg sekam padi)

M3 : (45 polybag x 3.3 kg tanah ultisol = 148.5 kg tanah ultisol + 45 polybag

(74)

200cm

U

50 cm 80 cm

Lampiran Gambar 1. Bagan Percobaan

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

Lampiran Gambar 2. Bagan Letak Tanaman dalam Plot Percobaan

Gambar

Tabel 1. Tinggi tanaman (cm) pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit
Tabel 2. Diameter batang pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit
Tabel 3. Jumlah daun pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit
Tabel 4. Total luas daun dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tesis Pondok pesantren dan perubahan ..... ADLN -

Using the conservation of a rare and endangered musical instrument called bundengan as a case study, this paper will assess the uses of social media platforms in both documenting

Dari hasil penelitian dalam bentuk hasil kuisioner diperoleh persepsi responden tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Dinas Pendapatan,

Studi Kesesuaian Jenis untuk Perencanaan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan.. Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah

Peta zona penyangga yang berpotongan dengan tutupan lahan pesisir Kabupaten Asahan

Bersaing dengan sangat sukses untuk memperoleh competitive advantage (keunggulan kompetitif), yaitu jika tindakan perusahaan dalam suatu industri atau pasar mampu

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ‘‘Struktur

Ikut  serta  dalam  transaksi  bisnis  pribadi  atas  perusahaan  swasta  untuk   keuntungan  pribadi  dengan  mengatasnamakan  jabatan  kedinasan  ...