PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN
MENGGUNAKAN MEDIA SEKAM PADI DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DI MAIN NURSERY
SKRIPSI
OLEH :
HERMANTO 080301019 BDP-AGRONOMI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN
MENGGUNAKAN MEDIA SEKAM PADI DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DI MAIN NURSERY
SKRIPSI
OLEH :
HERMANTO 080301019 BDP-AGRONOMI
Hasil Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Hasil Penelitian : Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit(Elaeis guineensis Jacq.) Dengan Menggunakan Media Sekam Padi Pada dan
Frekuensi Penyiraman Di Main Nursery
Nama : Hermanto
NIM : 080301019
Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ferry Ezra T Sitepu, S.P., M.Si. Ir. Jonatan Ginting, MS. Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
HERMANTO: Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Dengan Menggunakan Media Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di main nursery, dibimbing oleh FERRY AZRA T SITEPU dan JONATAN GINTING.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan bibit Kelapa Sawit dengan memberikan media sekam padi dan frekuensi penyiraman di main nursery. yang dilaksanakan di Rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut pada bulan Januari 2013 sampai April 2013 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu Media tanam sekam padi (0:0, 2:1, 1:1, 1:2) dan Frekuensi penyiraman (1, 2, 3 hari sekali) Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, total luas daun, bobot basah bibit, bobot kering bibit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media tanam sekam padi berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter perlakuan. Perlakuan frekuensi penyiraman berpengaruh nyata terhadap parameter diameter batang 2 MST dan 6 MST dengan hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan frekuensi penyiraman dua hari sekali. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan.
ABSTRACT
HERMANTO : The Growth of Oil Palm Seedlings (Elaeis guineensis Jacq.) by the application of Rice Husk And Frequency Of Watering In The Main Nursery. Supervised by FERRY AZRA T SITEPU and JONATAN GINTING.
This research aims to study aimed to determine the growth of oil palm seedlings to rice husk and watering frequency on the main nursery. This research was conducted in Greenhouses in the Faculty of Agriculture, University of North Sumatera, Medan with ± 25 m altitude above sea level in January 2013 to April 2013 using a factorial randomized block design with two factors: Media planting rice husk (0:0, 2: 1, 1:1, 1:2) and watering frequency (1, 2, 3 days) parameters measured were plant height, stem diameter, number of leaves, total leaf area, fresh weight of seedlings, seedling dry weight. The results showed that treatment of rice husk growing media influence is not obvious to all treatment parameters. Watering frequency treatments significantly affected stem diameter parameter 2 and 6 MST with the highest yield obtained in the treatment of the frequency of watering every other day. Both treatment interaction effect was not significant on all treatments.
Keywords: palm oil, rice husk, watering
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 6 Juni 1990, merupakan
anak ke lima dari enam bersaudara dari Bapak Jahir dan Ibu Sania.
Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri Paya Lombang, tahun 2005
lulus dari SMP Negeri 1 Tebing Tinggi, tahun 2008 lulus dari SMA Negeri 2
Tebing Tinggi.
Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, Medan Pada Tahun 2008 melalui jalur PMP pada Departemen Budidaya
Pertanian Program Studi Agronomi.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian
Karet Balai Penelitian Sei Putih, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara pada bulan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, atas segala rahmat,
karunia dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang
berjudul " Pertumbuhan Bibit kelapa sawit ( Elaeis Guineensis Jacq. ) Dengan Menggunakan Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman Di Main nursery".
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ferry Ezra Sitepu, S.P., M.Si. selaku ketua komisi pembimbing dan
Bapak Ir. Jonatan Ginting, MS. selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian
proposal penelitian ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan proposal penelitian ini agar lebih baik dan bermanfaat bagi seluruh
pihak yang memerlukan.
Medan, Agustus 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN TABEL... x
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA... 5
Botani Tanaman ... 5
Frekuensi Penyiraman ... 11
BAHAN DAN METODE... 14
Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Metode Penelitian ... 14
PELAKSANAAN PENELITIAN... 17
Pengisian Polybag ... 17
Penanaman Bibit... 17
Pemupukan... 17
Pemeliharaan Tanaman ... 17
Penyiraman... 17
Penyiangan ... 17
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 18
Pengamatan Parameter ... 18
Diameter Batang (mm) ... 18
Jumlah Daun (helai) ... 18
Luas Daun (cm2) ... 18
Bobot Basah Bibit (g) ... 19
Bobot Kering Bibit (g) ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN... 20
Hasil ... 20
TinggiTanaman (cm)... 20
Diameter Batang(mm)... 21
Jumlah Daun... 22
Luas Daun (cm2)... 23
Bobot Basah Bibit (g)... 24
Bobot Kering Bibit (g)... ... 25
Pembahasan ... 25
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Dengan Pengaruh Penggunaan Sekam Padi di main nursery….………. 25
Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pengaruh Frekuensi Penyiraman di main nursery………… 27
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pengaruh Interaksi Dari Media Tanam Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di main nursery………....28
KESIMPULAN DAN SARAN... 31
Kesimpulan ... 31
Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA... 32
DAFTAR TABEL
Hal. 1. Tinggi tanaman (cm) pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan
frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit………...………...…20
2. Diameter batang pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan
frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit ... 21
3. Jumlah daun pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit ... 23
4. Total luas daun dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit……….……..23
5. Bobot basah bibit dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit ……….…...……..24
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR
1.
2.
Bagan Percobaan……… Bagan Letak Tanaman dalam Plot Percobaan………...
Hal. 59
DAFTAR LAMPIRAN TABEL
1. Data Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ……….
2. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST …….…..………..
3. Data Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ……….
4. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST …….………
5. Data Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ………
6. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST …….…………....
7. Data Tinggi Tanaman 8 MST (cm) ………
8. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 MST ……….
9. Data Tinggi Tanaman 10 MST (cm) ……….…...
10. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 10 MST ...
11. Data Tinggi Tanaman 12 MST (cm) ……….……….
12. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 12 MST …….…………..
13. Data Diameter Batang 2 MST (mm)………
14. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 2 MST……….
15. Data Diameter Batang 4 MST (mm) ………...
16. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 4 MST………...
17. Data Diameter Batang 6 MST (mm)………
18. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 6 MST……….
19. Data Diameter Batang 8 MST(mm)……….
20.Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 8 MST………..
21. Data Diameter Batang 10 MST(mm)………..
22. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 10 MST………
24. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 12 MST………
25. Data Jumlah Daun (helai) 2 MST………..……..
26. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 2 MST ………….…………
27. Data Jumlah Daun (helai) 4 MST………
28. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST ………..
29. Data Jumlah Daun (helai) 6 MST ……….…….
30. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST …...………..
31. Data Jumlah Daun (helai) 8 MST ………..
32. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 8 MST ………....…………
33. Data Jumlah Daun (helai) 10 MST………..……
34. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 10 MST ….………...
35. Data Jumlah Daun (helai) 12 MST ………..
36. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 12 MST………..
37. Data Pengamatan Luas Daun(cm2)………...
38. Daftar Sidik Ragam Pengamatan Luas Daun …..………...
39. Data Bobot Basah per Sampel(g)………..
40. Rataan Bobot Basah per Sampel (g) ………....
41. Rataan Bobot Kering per Sampel (g) ………..
ABSTRAK
HERMANTO: Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Dengan Menggunakan Media Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di main nursery, dibimbing oleh FERRY AZRA T SITEPU dan JONATAN GINTING.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan bibit Kelapa Sawit dengan memberikan media sekam padi dan frekuensi penyiraman di main nursery. yang dilaksanakan di Rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut pada bulan Januari 2013 sampai April 2013 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu Media tanam sekam padi (0:0, 2:1, 1:1, 1:2) dan Frekuensi penyiraman (1, 2, 3 hari sekali) Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, total luas daun, bobot basah bibit, bobot kering bibit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media tanam sekam padi berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter perlakuan. Perlakuan frekuensi penyiraman berpengaruh nyata terhadap parameter diameter batang 2 MST dan 6 MST dengan hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan frekuensi penyiraman dua hari sekali. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan.
ABSTRACT
HERMANTO : The Growth of Oil Palm Seedlings (Elaeis guineensis Jacq.) by the application of Rice Husk And Frequency Of Watering In The Main Nursery. Supervised by FERRY AZRA T SITEPU and JONATAN GINTING.
This research aims to study aimed to determine the growth of oil palm seedlings to rice husk and watering frequency on the main nursery. This research was conducted in Greenhouses in the Faculty of Agriculture, University of North Sumatera, Medan with ± 25 m altitude above sea level in January 2013 to April 2013 using a factorial randomized block design with two factors: Media planting rice husk (0:0, 2: 1, 1:1, 1:2) and watering frequency (1, 2, 3 days) parameters measured were plant height, stem diameter, number of leaves, total leaf area, fresh weight of seedlings, seedling dry weight. The results showed that treatment of rice husk growing media influence is not obvious to all treatment parameters. Watering frequency treatments significantly affected stem diameter parameter 2 and 6 MST with the highest yield obtained in the treatment of the frequency of watering every other day. Both treatment interaction effect was not significant on all treatments.
Keywords: palm oil, rice husk, watering
PENDAHULUAN Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit merupakan sumber utama minyak nabati sesudah
kelapa di Indonesia. Tahun 1848 tanaman kelapa sawit masuk ke Indonesia dan
didaerah-daerah lain di asia sebagai tanaman hias. Daerah pertama di Indonesia
yang diketahui sangat cocok untuk membudidayakan tanaman kelapa sawit adalah
sumatera utara (Tim Bina Karya Tani, 2009).
Pembangunan sub-sektor perkebunan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari sektor pertanian dan pembangunan nasional. Sub-sektor
perkebunan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi perekonomian
Indonesia. Secara nasional sub-sektor perkebunan telah memberikan kontribusi
dalam menekan kesenjangan struktural dan kultural melalui peningkatan
pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya dan penyebaran sentra produksi.
Perkebunan membuka peluang pengembangan agroindustri dan penyediaan bahan
baku untuk industri, mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Munculnya sektor perkebunan sering disebut sebagai “Pahlawan
Pembangunan Daerah”. Perkebunan kelapa sawit telah memberikan dampak
positif terhadap kenaikan pendapatan pemerintah berupa pajak dan
retribusi. Berkembangnya perkebunan kelapa sawit juga telah membantu
menciptakan kesempatan kerja bagi penduduk. Dengan demikian masyarakat
sekitar perkebunan kelapa sawit juga mendapatkan keuntungan dengan
adanya perusahaan yang selalu membutuhkan tenaga kerja
Seiring dengan perkembangan luas arealnya, produksi kelapa sawit dalam
wujud minyak sawit (CPO) juga cenderung meningkat selama tahun 2000-2011.
Jika tahun 2000 produksi minyak sawit Indonesia hanya sebesar 7,00 juta ton,
maka tahun 2011 meningkat menjadi 22,51 juta ton. Peningkatan produksi minyak
sawit terutama terjadi pada PBS dan PR, sedangkan minyak sawit yang diproduksi
oleh PBN relatif konstan, bahkan cenderung menurun. Untuk tahun 2011 produksi
minyak sawit dari PBS mencapai 11,94 juta ton (53,06%), sedangkan PR dan PBS
masing-masing menghasilkan minyak sawit sebesar 8,63 juta ton (38,33%) dan
1,94 juta ton (8,61%) (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013).
Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi produksi
kelapa sawit. Kekeringan menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan distribusi
asimilat terganggu, berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman baik fase
vegetatif maupun fase generatif. Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman
kelapa sawit ditandai oleh kondisi daun tidak membuka dan terhambatnya
pertumbuhan pelepah. Pada keadaan yang lebih parah kekurangan air
menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang dicerminkan oleh daun pucuk dan
pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif kekeringan menyebabkan terjadi
penurunan produksi tanaman akibat terhambatnya pembentukan bunga, jumlah
bunga jantan, pembuahan terganggu, gugur buah muda, bentuk buah kecil dan
rendemen minyak buah rendah (Sastrosayono, 2003).
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.
Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang
ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis
dikarenakan setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angin yang
berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah
sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur
hara
Pengaplikasian kompos sebagai media tanam harus memperhatikan kualitas
dan kemampuan kompos tersebut dalam menyuplai kebutuhan hara tanaman.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas kompos ialah dengan
penambahan pupuk. Pupuk merupakan salah satu sumber unsur hara memiliki
peranan masing-masing dan dapat menunjukan gejala tertentu pada tanaman
apabila ketersediaanya dalam tanah sangat kurang. Penyediaan unsur hara dalam
tanah harus seimbang yaitu disesuiakan dengan kebutuhan tanaman
(Buana; Siahaan; dan Adiputra. 2008).
Penggunaan media tanam yang tepat akan menentukan pertumbuhan bibit
yang ditanam. Secara umum media tanam yang digunakan haruslah mempunyai
sifat yang ringan, murah, mudah didapat, gembur dan subur, sehingga
memungkinkan pertumbuhan bibit yang optimum (Erlan, 2005).
Sekam padi merupakan limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain:
ringan, drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, ada ketersediaan
hara atau larutan garam namun mempunyai kapasitas penyerapan air dan hara
rendah dan harganya murah. Sekam padi mengandung unsur N sebanyak 1 % dan
K 2 % (Rahardi, 1991).
Ultisol adalah tanah yang telah berkembang dengan profil A/E/Bt/C.
dibentuk oleh kombinasi proses lateralisasi dan podsolisasi, dengan penekanan
pencucian sangat menonjol. Tanah ultisol memiliki tingkat kesuburan yang
rendah. Selain itu tanah ini juga memiliki tingkat stabilitas agregat yang rendah
sehingga sensitif terhadap erosi. Tanah ultisol dapat menjadi tanah produktif bila
ditambahkan kapur, bahan organik, pemupukan dan pengelolaan tertentu
(Musa; Muklis dan Rauf, 2006).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan bibit kelapa sawit
dengan pengaruh menggunakan media sekam padi dan frekuensi penyiraman di
main nursery.
Hipotesis Penelitian
Terdapat pengaruh media sekam padi dapat meningkatkan pertumbuhan
bibit kelapa sawit di main nursery. Pengaruh pemberian frekuensi penyiraman dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery. Ada Pengaruh Interaksi Dari Media Tanam Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman
dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Fakultas
Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini juga diharapkan berguna
untuk pihak-pihak yang berkepentingan di dalam membudidayakan pembibitan
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Tanaman Kelapa sawit dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom:
Plantae, Class: Monocotyledonae, Ordo: Cocoineae, Family: Palmae, Genus:
Elaeis, Spesies: Elaeis guineensis Jacq. (Steenis, 2001)
Tanaman kelapa sawit mempunyai tipe akar serabut, tumbuh kebawah dan
kesamping membentuk akar primer, sekunder, tersier dan kuarter. Akar primer
akan tumbuh kebawah sampai batas permukaan air tanah. Batang tumbuh tegak
lurus keatas dan dibungkus oleh pangkal pelepah daun. Bagian bawah batang
umumnya lebih besar, disebut bonggol batang (Lubis, 2000).
Daun tanaman kelapa sawit membentuk pelepah bersirip ganda dan
bertulang sejajar. Panjang pelepah daun dari tanaman yang baik pertumbuhannya
mencapai 7,5-9 meter, dengan jumlah anakan daun berkisar 250-400 helai disetiap
pelepah. Jumlah pelepah daun dalam satu tanaman dapat mencapai 60 pelepah
(Fauzi; Widyastuti; dan Hartano. 2002).
Kelapa sawit merupakan merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon,dimana rangkaian
bunga jantan terpisah dengan rangkaian bunga betina, walaupun demikian dapat
dijumpai pada beberapa tanaman kelapa sawit bunga jantan dan bunga betina
terdapat pada satu tandan (hermafrodit) dan pada umumnya tanaman kelapa sawit melakukan penyerbukan silang (Pahan 2008).
Pada buah kelapa sawit proses pembentukannya dari proses penyerbukan
hingga buah matang dipengaruhi oleh keadaaan iklim dan faktor-faktor lain yang
daerah kawasan mempunyai perbedaaan, Di Malaysia proses pemasakan buah
sekitar 5,5 bulan, di Sumatera Sekitar 5 – 6 bulan, sedangkan di Afrika sekitar
6 – 9 bulan (Setyamidjaja, 2006).
Syarat Tumbuh Iklim
Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara
5-7 jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm,
temperatur optimal 24-28°C. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara
1-500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban optimum yang ideal untuk
tanaman sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu
proses penyerbukan (BPPP, 2008).
Kelembaban udara dan angin merupakan factor yang penting untuk
menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan
keleapa sawit adalah 80% sedangkan kecepatan angin berkisar antara 5-6 km/jam
sangat baik dalam proses penyerbukan (Fauzi,dkk. 2002).
Suhu optimum berkisar 29-300C, agar tanaman kelapa sawit tumbuh dengan
baik. Suhu berpengaruh terhadap masa pembungaan dan kematangan buah
(Tim Penulis PS, 2000).
Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata
2.000-2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan
kering yang berkepanjangan (Mangoensoekarjo dan Semangun,2003).
Tanah
Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik
sungai. Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5,0-5,5. Kelapa
sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan
memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Kemiringan
lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15° (BPPP, 2008).
Kemiringan lereng yang cocok pada tanaman kelapa sawit berkisar 0-12°
atau 21%. Namun pada kemiringan 13-25° masih bisa ditanami kelapa sawit,
tetapi pertumbuhannya kurang baik. Sementara itu lahan yang kemiringan lebih
dari 25° sebaiknya tidak dipilih sebagai lokasi penanaman kelapa sawit karena
menyulitkan dalam pengangkutan dan beresiko terjadi erosi (Sunarko 2007).
Sifat fisik dan kimia tanah yang harus dipenuhin untuk pertumbuhan
tanaman kelapa sawit yang optimum ialah drainase yang baik, air cukup dalam,
solum cukup dalam, tidak berbatu agar pertumbuhan akar tanaman tidak
terganggu (Williams, 1987).
Karakteristik fisik lahan merupakan faktor penting dalam budidaya tanaman
kelapa sawit. Lahan yang miring memiliki potensi terjadinya kerusakan tanah
akibat erosi, seperti turunnya kandungan bahan organik tanah yang diikuti dengan
berkurangnya kandungan unsur hara dan ketersediaan air tanah bagi tanaman.
Tanahtanah yang mengalami erosi berat umumnya memiliki tingkat kepadatan
yang tinggi sebagai akibat terkikisnya lapisan atas tanah yang lebih gembur
(Yahya; A. Husin; J. Talib; J. Othman; O.H. Ahmed; and M.B. Jalloh. 2010).
Pembibitan
Pembibitan kelapa sawit dilakukan di polybag, dengan 2 tahap pembibitan
yaitu Pre nursery (pembibitan awal) dan Main nursery (pambibitan utama).
3 bulan sedangkan pembibitan utama merupakan pembibitan lanjutan bibit kelapa
sawit yang telah berumur 3 bulan yang dipindahkan di polybag yang lebih besar
serta sudah diseleksi. Seleksi sangat penting karena untuk mendapatkan bibit yang
tumbuh normal dan sehat. (Lubis, 1992).
Bibit bermutu diperoleh bila kecambah kelapa sawit yang digunakan berasal
dari produsen yang diakui oleh pemerintah. Produsen benih resmi yang telah
ditetapkan oleh Menteri Pertanian, yaitu Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS),
PT. London Sumatera (PT. Lonsum), PT. Socfin Indonesia (PT. Socfindo), PT.
Dami Mas Sejahtera, PT. Tunggal Yunus Estate dan PT. Bina Sawit Makmur
(Raisawati, 2006).
Dengan meningkatnya luas areal perkebunan kelapa sawit, maka diperlukan
pula ketersediaan bahan tanaman atau bibit kelapa sawit dalam jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan. Di samping itu, bibit kelapa sawit juga dibutuhkan
untuk peremajaan kelapa sawit (replanting) untuk mengganti tanaman-tanaman
yang sudah tua dan produksinya sudah tidak menguntungkan dari segi ekonomi
(afkir). Untuk perusahaan-perusahaan besar kegiatan replanting ini biasa
dilaksanakan setelah tanaman berumur 25 tahun dari penanaman kelapa sawit di
lapangan. Oleh karenanya di masa yang akan datang dibutuhkan bibit kelapa sawit
dalam jumlah yang besar guna memenuhi kebutuhan bibit kelapa sawit baik untuk
kebutuhan perluasan areal perkebunan maupun untuk kegiatan replanting
(Hartawan, 2008).
Tujuan utama dari pembibitan adalah untuk mempersiapkan bibit yang baik
penentu bagi keberhasilan penanaman di lapangan dan untuk mendapatkan
pertumbuhan dan hasil di kemudian hari. (Hartawan, 2008).
Sekam Padi
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis, terdiri dari belahan lemma dan palea yang saling bertautan, umumnya ditemukan di areal penggilingan padi. Dari proses penggilingan padi, biasanya diperoleh sekam
20 -30%, dedak 8 – 12 %, dan beras giling 50 – 63,5% dari bobot awal gabah.
Sekam padi sering diartikan sebagai bahan buangan atau limbah penggilingan
padi, keberadaannya cendrung meningkat yang mengalami proses penghancuran
secara alami dan lambat, sehingga dapat mengganggu lingkungan juga kesehatan
manusia. Sekam memiliki kerapatan jenis bulk density 125 kg/m3, dengan nilai kalori 1 kg sekam padi sebesar 3300 k.kalori dan ditinjau dari komposisi kimiawi,
sekam mengandung karbon (zat arang) 1,33%, hydrogen 1,54%, oksigen 33,645,
dan Silika (SiO2) 16,98%, artinya sekam dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
industri kimia dan sebagai sumber energi panas untuk keperluan manusia
(Sipahutar, 2010).
Sekam padi merupakan limbah yang mempunyai sifat- sifat antara lain :
ringan, drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, ada ketersediaan
hara atau larutan garam namun mempunyai kapasitas penyerapan air dan hara
rendah dan harganya murah.sekam padi mengandung unsur N sebanyak 1% dan K
2% (Rahardi, 1991).
Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa) yang sudah digiling. Sekam padi yang biasa digunakan bisa berupa sekam bakar atau sekam mentah (tidak
Sebagai media tanam, keduanya berperan penting dalam perbaikan struktur tanah
sehingga sistem aerasi dan drainase di media tanam menjadi lebih baik.
Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik umumnya berasal dari
komponen organisme hidup, misalnya bagian dari tanaman seperti daun, batang,
bunga, buah, atau kulit kayu. Penggunaan bahan organik sebagai media tanam
jauh lebih unggul dibandingkan dengan bahan anorganik. Hal itu dikarenakan
bahan organik sudah mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Selain
itu, bahan organik juga memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir
seimbang sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki
daya serap air yang tinggi. Bahan organik akan mengalami proses pelapukan atau
dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Melalui proses tersebut, akan
dihasilkan karbondioksida (CO2), air(H2O), dan mineral. Mineral yang dihasilkan
merupakan sumber unsur hara yang dapat diserap tanaman sebagai zat makanan.
Namun, proses dekomposisi yang terlalu cepat dapat memicu kemunculan bibit
penyakit. Untuk menghindarinya, media tanam harus sering diganti. Oleh karena
itu, penambahan unsur hara sebaiknya harus tetap diberikan sebelum bahan media
tanam tersebut mengalami dekomposisi. Kompos merupakan media tanam
organik yang bahan dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah
organik, seperti jerami, sekam, daun, rumput, dan sampah kota. Kelebihan dari
penggunaan kompos sebagai media tanam adalah sifatnya yang mampu
mengembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat-sifat tanah, baik fisik,
kimiawi, maupun biologis. Selain itu, kompos juga menjadi fasilitator dalam
penyerapan unsur nitrogen (N) yang sangat dibutuhkan oleh tanaman
Sekam padi baik sebagai bahan campuran media dikarenakan porous dan
sukar lapuk sehingga pemadatan media dapat terhindari dan akar dapat tumbuh
dan berkembang baik (Wijaya, 1991).
Frekuensi Penyiraman
Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali apabila jatuh hujan lebih
dari 7-8 mm pada hari yang bersangkutan. Air untuk menyiram bibit harus bersih
dan cara menyiramnya harus dengan semprotan halus agar bibit dalam polybag
tidak rusak dan tanah tempat tumbuhnya tidak padat. Kebutuhan air siraman ± 2
lt/polybag/hari, disesuaikan dengan umur bibit. Pengawasan bibit dilakukan untuk
mengamati pertumbuhan bibit dan perkembangan gangguan hama dan penyakit.
Bibit yang tumbuh kerdil, abnormal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis
harus dibuang. Pembuangan bibit (thinning out) dilakukan pada saat pemindahan ke main nursery, yaitu pada saat bibit berumur 4 bulan dan 9 bulan, serta pada saat pemindahan bibit ke lapangan. Tanaman yang bentuknya abnormal dibuang,
yakni dengan ciri-ciri:
1. Bibit tumbuh meninggi dan kaku
2. Bibit terkulai
3. Anak daun tidak membelah sempurna
4. Terkena penyakit
5. Anak daun tidak sempurna (BPPP, 2008).
Kebutuhan air pada tanaman kelapa sawit pada dasarnya berbeda dalam
setiap fase pertumbuhan. Pada fase awal pembibitan (pre-nursery), rata-rata jumlah air yang diperlukan untuk penyiraman rutin setiap hari sekitar 0.2-0.3 liter
sekitar 2-3 liter per bibit. Namun untuk sistem irigasi pada pembibitan umumnya
gunakan tingkat penyiraman air sebesar 10 mm/hari (Pahan 2008).
Untuk memenuhi kebutuhan air yang dapat dipenuhi oleh ketersediaan air
yang ada, maka perlu adanya pengetahuan apakah suatu tanaman/lahan kelebihan
air (surplus) atau kekurangan air (deficit). Langkah ini ditempuh agar efisiensi
penggunaaan air bagi tanaman dapat tepat dilakukan. Kebutuhan air tanaman juga
dipengaruhi berbagai faktor yang mendukung efisiensi penggunaan air yaitu jenis
dan umur tanaman, waktu atau priode pertanaman, sifat-sifat fisik tanah, teknik
pemberian air, jarak sumber air, dan luas areal pertanaman efisiensi penggunaan
air merupakan perbandingan jumlah air yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu
satuan berat kering (Hikmah, 2010).
Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada
kapasitas lapang dan titik layu permanen. Diatas kapasitas lapang air akan
meresap kebawah atau menggenang sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh
tanaman. Dibawah titik layu permanen tanaman tidak lagi mampu lagi menyerap
air karena daya adhesi air dengan butir tanah terlalu kuat dibandingkan dengan
gaya serap tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh
kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan
oleh daun dalam kondisi laju evaportranspirasi melebihi laju transpirasi, sistem
perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).
Kapasitas menahan air yang tinggi pada tanah sangat diperlukan agar
dapat menyimpan air yang tersedia dalam jumlah yang cukup, guna mengimbangi
Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media
tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut.
Dilapangan, walaupun didalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat
mengalami cekaman kekeringan (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan
absorsi tidak cukup mengimbangi kehilangan air melalui transpirasi
(Haryati, 2003).
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat esensial bagi
system produksi pertanian. Air bagi pertanian tidak hanya berkaitan dengan aspek
produksi, melainkan juga sangat menentukan potensi perluasan tanam
(ekstensifikasi), luas areal tanam, intensitas pertanaman, serta kualitas tanaman
(Kurnia, 2004).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut
pada bulan Januari 2013 sampai April 2013. Jenis tanah yang digunakan tanah
Ultisol yang diambil dilingkungan lahan Universitas Sumatera Utara yang terletak
di Simalingkar B. Tekstur Tanah Ultisol Simalingkar (tiga fraksi) :
Pasir Debu Liat
73% 10% 17%
Sumber: Lumbanraja, P. 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kelapa sawit
sebagai objek yang diamati, sekam padi sebagai media tanam perlakuan, tanah
ultisol sebagai media tanam bibit, polybag ukuran 30 cm x 25 cm sebagai wadah
penanaman bibit, insektisida Furadan 3G untuk mengendalikan hama yang
menyerang bibit.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, karung beras,
meteran, handsprayer, jangka sorong, tugal, pacak sampel,open, timbangan analitik, pacak perlakuan, plank penelitian, gembor, buku tulis, kalkulator, pena
dan penggaris.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2
faktor perlakuan yaitu :
M0 = Tanah ultisol ( Kontrol )
M1 = Tanah ultisol + sekam padi ( 2:1 )
M2 = Tanah ultisol + sekam padi ( 1:1 )
M3 = Tanah ultisol + sekam padi ( 1:2 )
Faktor II : Frekuensi Penyiraman 2 liter/polybag dengan 3 taraf:
F0 = Disiram 1 hari sekali
F1 = Disiram 2 hari sekali
F2 = Disiram 3 hari sekali
Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan, yaitu:
M0F0 M1F0 M2F0 M3F0
M0F1 M1F1 M2F1 M3F1
M0F2 M1F2 M2F2 M3F2
Jumlah ulangan : 3
Kombinasi perlakuan : 12
Jumlah plot perlakuan : 36
Jumlah bibit / plot : 5 tanaman
Jumlah sampel / plot : 3 tanaman
Jumlah bibit keseluruhan : 180 tanaman
Jarak antar polybag : 80 cm x 50 cm
Data hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier adiktif : Yijk = µ+ αi + βj + (αβ)ij + εijk
i = 0, 1, 2, 3 (perlakuan media tanam sekam padi)
j = 0, 1, 2 (perlakuan frekuensi penyiraman)
Yijk = Hasil pengamatan padi pada taraf ke-i dan frekuensi penyiraman pada
taraf ke-j.
µ = Nilai tengah.
αi = Efek dari padi pada taraf ke-i.
βj = Efek dari frekuensi penyiraman pada taraf ke-j.
(αβ)ij = Efek interaksi antara padi pada taraf ke-i dan frekuensi penyiraman pada
taraf ke-j.
εijk = Galat percobaan dari padi pada taraf ke-i dan Frekuensi penyiraman
pada taraf ke-j.
Data analisis sidik ragan (Anova) yang diikuti dengan uji lanjutan
menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf F 5% melihat
PELAKSANAAN PENELITIAN Pengisian Polybag
Tanah ultisol dikering anginkan terlebih dahulu. Kemudian diayak untuk
membuang sisa-sisa kayu dan akar, lalu dicampurkan Sekam Padi yang sesuai
dengan taraf perlakuan yang ditetapkan. Polybag diisi penuh dan padat agar tidak
terjadi rongga-rongga serta bagian atas disisakan lebih kurang 2 cm..
Penanaman Bibit
Paling lambat sehari sebelum penanaman kecambah, tanah dalam polybag
disiram hingga benar-benar basah. Bibit yang ditanam merupakan bibit yang
berasal dari Pre nursery yang berumur 3 bulan setelah dikecambahkan.
Pemupukan
Rock phosphat sebagai pupuk dasar diaplikasikan pada media tanam,
dengan dosis 30 gram untuk 5 kg tanah dalam polybag. Diaplikasikan 7 hari
sebelum bibit ditanam.
Pemupukan dasar dilakukan dengan pada bulan pertama dengan pupuk
NPK (15:15:15) 10 gram/polybag, dan pada bulan kedua sebanyak 15 gr / polybag
dengan cara membenamkannya ketanah kira-kira 5 cm dari bibit.
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman 2 liter/polybag dilakukan sesuai dengan Frekuensi perlakuan,
F0 disiram 1 hari sekali, F1 disiram 2 hari sekali F2 disiram 3 hari sekali.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan bila ada gulma yang ditemukan di polybag dan di
Pengendalian Hama dan Penyakit
Untuk mengendalikan hama di pembibitan, dilakukan dengan
mengaplikasikan insektisida Tamafur 3G (bahan aktif Carbofuran) 10 gram per
polybag.
Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman (cm) dilakukan saat tanaman pindah tanam ke
polybag dan seterusnya setiap 2 minggu sekali hingga 12 MST. Pengukuran
dilakukan mulai dari leher akar sampai ke titik tumbuh tanaman.
Diameter Batang (mm)
Dilakukan saat tanaman pindah tanam ke polybag dan seterusnya setiap 2
minggu sekali hingga 12 MST . Pengukuran diameter batang (mm) dilakukan
mulai dari 10 cm diatas leher akar dengan menggunakan jangka sorong.
Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun (helai) yang dihitung adalah daun yang telah membuka
sempurna. Dihitung saat tanaman pindah tanam ke polybag dan selanjutnya setiap
2 minggu sekali sampai 12 MST.
Luas Daun (cm2)
Pengukuran luas daun (cm) dilakukan pada saat pengamatan pertama dan
terakhir dengan mengukur panjang dan lebar daun kemudian dikalikan dengan
konstanta. Luas daun dihitung dengan menggunakan rumus :
Luas = p x l x k
p = panjang daun (cm)
l = lebar daun (cm)
Daun Lanset = Daun yang belum membuka sempurna
Daun Bifurcate = Daun yang sudah membuka sempurna / menjari
Bobot Basah Bibit (g)
Pengukuran bobot basah bibit (g) dilakukan pada akhir penelitian yaitu
setelah tanaman berumur 12 MST pada setiap tanaman sampel. Tanaman
dibongkar kemudian dibersihkan dari tanah yang melekat dengan air mengalir
kemudian dikering anginkan dan ditimbang.
Bobot Kering Bibit (g)
Pengukuran bobot kering bibit (g) dilakukan pada akhir penelitian yaitu
setelah tanaman berumur 12 MST pada setiap tanaman sampel. Tanaman
dibongkar kemudian dibersihkan dari tanah yang melekat dengan air mengalir
setelah itu dikeringanginkan dan dimasukkan ke dalam amplop kertas untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Tinggi Tanaman (cm)
Data pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman 2-12 MST dapat
dilihat pada Lampiran 1-12. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa
perlakuan media tanam sekam padi, frekuensi penyiraman dan interaksi keduanya
berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.
Rataan tinggi tanaman dari perlakuan sekam padi dan frekuensi
penyiraman dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tinggi tanaman (cm) pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan 2 sampai 12 MST, rataan
tinggi tanaman, perlakuan sekam padi pada 12 MST terdapat pada perlakuan M3
berkisar (66.60 cm) dan terendah pada M1 berkisar (62.79 cm), sedangkan pada
perlakuan frekuensi penyiraman, pada perlakuan F0 berkisar (65.31 cm) dan
terendah pada F1 (62.73 cm).
Diameter Batang (mm)
Data pengamatan dan sidik ragam dari diameter batang 2-12 MST dapat
dilihat pada Lampiran 13-24. Hasil analisis statistik diameter batang menunjukkan
bahwa perlakuan sekam padi 2-12 MST dan interaksi antara keduanya
berpengaruh tidak nyata sedangkan frekuensi penyiraman 2 - 12 MST
berpengaruh nyata terhadap diameter batang.
Rataan diameter batang dari perlakuan sekam padi dan frekuensi
penyiraman dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Diameter batang pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.
Rataan diameter batang pada perlakuan Sekam Padi pada 12 MST,
terdapat pada perlakuan M0 berkisar (27.22) dan terendah pada M2 berkisar
(25.74), sedangkan pada perlakuan frekuensi penyiraman, tertinggi pada
perlakuan F0 (28.16) dan terendah pada F2 (25.72).
Jumlah Daun
Data pengamatan dan sidik ragam dari jumlah daun 2-12 MST dapat
dilihat pada Lampiran 25-36. Hasil analisis statistik jumlah daun menunjukkan
bahwa perlakuan sekam padi, frekuensi penyiraman dan interaksi antara keduanya
berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun.
Rataan jumlah daun dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah daun pada umur 2-12 MST dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit
Rataan jumlah daun pada perlakuan Sekam Padi pada 12 MST, tertinggi
terdapat pada perlakuan M0 berkisar (9.56) dan terendah pada M3 berkisar (9.26),
sedangkan pada perlakuan frekuensi penyiraman, tertinggi pada perlakuan F0
berkisar (9.47) dan terendah pada F1 berkisar (9.42).
Luas Daun (cm2)
Data pengamatan dan hasil sidik ragam total luas daun menunjukkan
bahwa perlakuan sekam padi, frekuensi penyiraman dan interaksi antara keduanya
berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun, dapat dilihat pada Lampiran 37
Rataan total luas daun dari perlakuan sekam padi, frekuensi penyiraman
dan interaksi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Total luas daun dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit
Perlakuan
Frekuensi Media tanam Rataan
Penyiraman M0 M1 M2 M3
F0 1073.11 1432.14 1638.60 1418.50 1390.59 F1 1440.24 1539.26 1150.07 1357.72 1371.82 F2 1618.94 1463.20 1251.69 1479.52 1453.34 Rataan 1377.43 1478.20 1346.79 1418.58 1405.25
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa rataan total luas daun tertinggi dari
perlakuan sekam padi terdapat pada perlakuan M1 berkisar (1478.20) dan
terendah pada M2 berkisar (1346.79) sedangkan pada perlakuan frekuensi
penyiraman, tertinggi pada perlakuan F2 berkisar (1453.34) dan terendah pada F1
berkisar (1371.82).
Bobot Basah Bibit (g)
Data pengamatan dan hasil sidik ragam bobot basah bibit menunjukkan
bahwa perlakuan sekam padi, frekuensi penyiraman dan interaksi antara keduanya
berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah bibit, dapat dilihat pada Lampiran
39 dan 40.
Rataan bobot basah bibit dari perlakuan sekam padi, frekuensi penyiraman
Tabel 5. Bobot basah bibit dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit
Perlakuan
Frekuensi Media tanam Rataan
Penyiraman M0 M1 M2 M3
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa rataan bobot basah bibit tertinggi dari
perlakuan sekam padi terdapat pada perlakuan M0 berkisar (87.70) dan terendah
pada M1 berkisar (76.31) sedangkan pada perlakuan frekuensi penyiraman,
tertinggi pada perlakuan F0 berkisar (84.92) dan terendah pada F1 berkisar
(76.96).
Bobot Kering Bibit (g)
Data pengamatan dan hasil sidik ragam bobot kering bibit menunjukkan
bahwa perlakuan sekam padi, frekuensi penyiraman dan interaksi antara keduanya
berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering bibit, dapat dilihat pada Lampiran
41 dan 42.
Rataan bobot kering bibit dari perlakuan sekam padi, frekuensi
penyiraman dan interaksi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Bobot kering bibit dari perlakuan sekam padi dan frekuensi penyiraman pada bibit kelapa sawit
Perlakuan
Frekuensi Media tanam Rataan
Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa rataan bobot kering bibit tertinggi dari
perlakuan sekam padi terdapat pada perlakuan M3 berkisar (26.71) dan terendah
pada M1 berkisar (22.67) sedangkan pada perlakuan frekuensi penyiraman,
tertinggi pada perlakuan F0 berkisar (27.14) dan terendah pada F1 berkisar
(23.83).
Pembahasan
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Dengan Pengaruh Penggunaan Sekam Padi di main nursery
Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
sekam padi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada 2-12 MST,
diameter batang 2-12 MST, jumlah daun, total luas daun, bobot basah bibit dan
bobot kering bibit. Hal ini diduga karena sekam padi belum terdekomposisi secara
sempurna sehingga belum mampu mensuplai unsur hara bagi tanaman dan diduga
mikroorganisme pada sekam padi tersebut belum bekerja secara optimal. Oleh
sebab itu, pemberian sekam padi menjadi tidak nyata untuk pertumbuhan dan
perkembangan bibit kelapa sawit. Selain itu sekam padi mempunyai kapasitas
penyerapan air dan hara yang rendah sehingga unsure hara yang diperlukan oleh
bibit kelapa sawit belum tersedia. Hal ini sesuai dengan literatur Rahardi (1991)
yang menyatakan bahwa sekam padi merupakan limbah yang mempunyai
kapasitas penyerapan air dan hara rendah. Sekam padi mengandung unsur N
sebanyak 1% dan K 2%.
Pemberian sekam padi berpengaruh tidak nyata pada parameter jumlah daun
dan total luas daun. Rataan jumlah daun pada perlakuan sekam padi pada 12
MST tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (9.56) dan terendah pada M3 (9.26)
sedangkan pada total luas daun tertinggi terdapat pada perlakuan M1 (1478.20)
terdekomposisi karena terdiri dari lapisan kulit yang keras sehingga tidak dapat
menyuplai kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan bibit kelapa sawit untuk
tumbuh dan berkembang. Hal ini sesuai dengan literatur Sipahutar (2010) yang
menyatakan bahwa Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis,
terdiri dari belahan lemma dan palea yang saling bertautan. Sekam padi sering
diartikan sebagai bahan buangan atau limbah penggilingan padi, keberadaannya
cendrung meningkat yang mengalami proses penghancuran secara alami dan
lambat.
Pemberian sekam padi berpengaruh tidak nyata terhadap parameter bobot
basah dan bobot kering bibit. Pada parameter bobot basah bibit rataan tertinggi
terdapat pada perlakuan Tanah ultisol (M0) sebesar 87.70 dan terendah pada
perlakuan Tanah ultisol + sekam padi 2:1 (M1) sebesar 76.31. Pada parameter
bobot kering bibit rataan tertinggi terdapat pada perlakuan Tanah ultisol + sekam
padi (1:2) (M3) sebesar 26.71 dan terendah pada perlakuan Tanah ultisol + sekam
padi 2:1 (M1) sebesar 22.67. Hal ini diduga karena pemberian dosis sekam padi
yang kurang optimum sehingga tidak mencukupi kebutuhan kandungan unsur
hara untuk tanaman, semakin meningkatnya pemberian dosis bahan organik
sekam padi maka pertumbuhan tanamannya semakin baik pula sehingga
meningkatkan produksinya. Sehingga dapat menambah berat bibit kelapa sawit.
Dimana dengan pemberian sekam padi, akan meningkatkan pertumbuhan bibit
dan proses fisiologis dalam jaringan tanaman pun akan berjalan dengan baik. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Rahardi (1991) yang menyatakan bahwa untuk
membentuk jaringan tanaman dibutuhkan unsur hara, dengan adanya unsur hara
Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pengaruh Frekuensi Penyiraman di main nursery
Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi
penyiraman bibit kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap parameter diameter
batang pada 2 - 12 MST.
Penyiraman dengan frekuensi waktu 1 hari sekali (F0) memberikan hasil
yang baik pada pertumbuhan bibit kelapa sawit. Dimana penyiraman 1 hari sekali
memperlihatkan tinggi tanaman yang lebih baik hal ini dikarenakan penyiraman
dengan frekuensi waktu yang lebih panjang dapat mengurangi pengaruh buruk
akibat penyiraman yang terlalu sering dilakukan setiap hari. Penyiraman yang
kurang air pada tanaman akan terjadi ketersedian air yang cukup. Hal ini sejalan
dengan pendapat Haryati (2003) bahwa penyiraman yang kurang air pada tanaman
akan terjadi karena ketersedian air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang
berlebihan atau kombinasi keduan faktor tersebut.
Pada perkembangan diameter batang umur 2 -12 MST menunjukkan
penyiraman frekuensi penyiraman 1 hari sekali dapat meningkatkan diameter
pangkal batang yang lebih besar dibanding dengan penyiraman tiga hari sekali
dan dua hari sekali. Hasil tertinggi terdapat pada perlakuan F0 dan terendah pada
F2. Hal ini dikarenakan kebutuhan air tanaman mendukung efisiensi penggunaan
air yaitu jenis, umur, teknik pemberian air. Hal ini sejalan dengan pendapat
Hikmah (2010) bahwa kebutuhan air tanaman juga dipengaruhi oleh beberapa
factor yang mendukung efisiensi penggunaan air yaitu jenis, umur tanaman,
teknik pemberian air yang merupakan perbandingan jumlah air yang dibutuhkan
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pengaruh Interaksi Dari Media Tanam Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di main nursery
Hasil analisis statistik data penelitian menunjukkan bahwa pengaruh
interaksi pemberian sekam padi dan frekuensi waktu penyiraman berpengaruh
tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun,
bobot basah bibit, dan bobot kering bibit pada tanaman kelapa sawit di main
nursery.
Dari hasil data yang diperoleh, interaksi pemberian media tanam tanah
tanpa campuran sekam padi dan frekuensi penyiraman satu hari sekali tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit, tetapi
mendapatkan hasil rataan tertinggi pada bobot basah bibit (M0F0). Hal ini diduga
karena bahan organik dalam tanah ultisol sudah cukup memberikan hara pada
tanaman dan cukupnya air didalam dikarenakan waktu penyiraman dilakukan
secara rutin setiap satu hari sekali, sehingga kebutuhan hara dan mineral dalam
tanah seimbang. Dibandingkan dengan pemberian dosis sekam padi 2:1 dengan
frekuensi penyiraman dua hari sekali (M1F1) yang menunjukkan rataan terendah
pada parameter bobot basah bibit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kurnia (2004)
yang menyatakan bahwa bahan organik pada media tanam mampu mendukung
pertumbuhan tanaman, penyiraman dilakukan dengan frekuensi penyiraman yang
rutin setiap harinya.
Demikian pula pada diameter batang bibit kelapa sawit, dimana interaksi
antara dosis dan frekuensi penyiraman memperlihatkan, bahwa tidak pengaruh
nyatanya diameter batang bibit kelapa sawit dikarenakan bahwa penggunaan dosis
dengan penyiraman 1, 2 atau 3 hari sekali. Hal ini sejalan dengan pendapat
Lakitan (1996) bahwa peningkatan kemampuan media menahan air berbanding
lurus dengan kadar bahan organik pada media.
Diduga unsur sekam padi pada saat penelitian menjadi penyebabnya bibit
tanaman berpengaruh tidak nyata terhadap pemberian sekam padi dan frekuensi
penyiraman, pada saat penelitian, dikarenakan sekam padi sukar untuk
terdekomposisi dan daya untuk menyimpan air kurang efektif. Hal ini sesuai
pernyataan Rahardi (1991) yang menyatakan bahwa Sekam padi merupakan
limbah yang mempunyai sifat- sifat antara lain : ringan, drainase dan aerasi yang
baik, tidak mempengaruhi pH, ada ketersediaan hara atau larutan garam namun
mempunyai kapasitas penyerapan air dan hara rendah dan harganya murah. sekam
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Frekuensi penyiraman tidak berpengaruh nyata meningkatkan parameter
tinggi tanaman 2-12 MST, jumlah daun, total luas daun, bobot basah bibit
dan bobot kering bibit. Kecuali pada pertambahan parameter diameter
batang 2 - 12 MST berpengaruh nyata meningkatkan pertumbuhan bibit
kelapa sawit di main nursery.
2. Pemberian sekam padi tidak berpengaruh nyata meningkatkan tinggi
tanaman 2-12 MST, diameter batang 2-12 MST, jumlah daun, total luas
daun, bobot basah bibit dan bobot kering bibit pada bibit kelapa sawit di
main nursery.
3. Interaksi pemberian sekam padi dan frekuensi penyiraman tidak
berpengaruh meningkatkan tinggi tanaman 2-12 MST, diameter batang
3-12 MST, jumlah daun, total luas daun, bobot basah bibit dan bobot kering
bibit kelapa sawit di main nursery.
Saran
Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk menambah perbandingan
sekam padi agar diperoleh titik maksimumnya, dan untuk menambah frekuensi
penyiraman dua kali dalam sehari pagi dan sore hari, agar dapat meningkatkan
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian., 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Lampung.
Buana, L., Siahaan, D dan Adiputra, S. 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
Erlan. 2005. Pangaruh Berbagai Media Terhadap Pertumbuhan Bibit Mahkota Dewa di Polibag. Jurnal Akta Agrosia Vol. 7 No. 2 hlm 72-75. Sekolah Ilmu Pertanian Sriwigama.
Fauzi, Y., Widyastuti, Y, E., Satyawibawa, I dan Hartano, R. 2002. Kelapa Sawit, Budidaya, Pemanfaatan Hasil Dan limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya; Jakarta.
Hartawan, R., 2008. Variabilitas Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Asal Benih Unggul dan Liar. Jurnal Media Akademik. 2 (1) : 34-43.
Haryati. 2003. Pengaruh Cekaman Kekeringan Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman, Program Studi Hasil Pertanian Pertanian Fakultas Pertanian USU. Medan
Hikmah, A. L., Kurniasari, N., Rustami, B., Hartati, C., Predeksa, Y., Arta, S. B., 2010. Laporan Resmi Praktikum Dasar Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
September 2012.
Kurnia, U., 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering, Jurnal Litbang Pertanian.
Kurniawati, F., D. Manumono dan S. Panjang. 2008. The Study of Social Economy Around the Oil Palm Plantation PTPN. III in the Sub District Bilah Hulu, District Labuhan Batu, North Sumatra Province. Buletin INSTIPER. 15 (1). 6-14.
Lakitan, B., 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman, Rajawali Press,Jakarta.
Lubis, A.U., 1992. Kelapa Sawit. Teknik Budidaya Tanaman Perkebunan. Sinar. Medan.
Lumbanraja, P. 2011. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Aplikasi Pupuk Kandang Sapi Terhadap Beberapa Sifat Fisika Tanah dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max L) Varietas Willis Pada Tanah Ultisol Simalingkar. Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen-Medan.
Mangoensoekarjo, S., 2007. Manajemen Tanah dan pemupukan Budidaya Perkebunan.Gadjah Mada Universitas Press, Yogyakarta.
Mangoensoekarjo, S., dan H, Semangun. 2003. Menajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Musa, L., Mukhlis dan Rauf, A. 2006. Dasar Ilmu Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 411 hal.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013. Informasi ringkas komoditi perkebunan. Diakses dari http://pusdatin.setjen.deptan.go.id. pada tanggal 26 November 2013.
Rahardi, F. 1991. Hidroponik semakin canggih. Trubus : XXII (264) : 196198.
Raisawati, T. 2006. Permasalahan perbenihan kelapa sawit. Media Infotama. 1(3): 40- 46.
Sastrosayono, S. 2003. Budi Daya Kelapa Sawit. PTAgromedia Pustaka. Jakarta. 66 Hal.
Setyamidjaja, D. 2006. Budidaya Kelapa Sawit (Revisi) Teknik Budidaya, Panen dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. 147 Hal.
Sipahutar, D. 2010. Teknologi Briket Sekam Padi. BPTP. Riau.
Steenis, C.G.G.Van, 2001. Flora. Pradnya Paramitha, Jakarta.
Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 70 hal.
Tim Bina Karya Tani. 2009. Tanaman Kelapa Sawit. Cetakan Pertama, CV. Yrama Widya; Bandung.
Tim Penulis PS. 2000. Kelapa Sawit, Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran, Cetakan XII, Penebar Awadaya; Jakarta.
Williams. 1987. Tree and Field Crops of the Wetter Regions of the Tropics. British library Cataloguing; Inggris.
Lampiran Tabel 1. Data Tinggi Tanaman 2 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 2. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST
Lampiran Tabel 3. Data Tinggi Tanaman 4 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 4. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST
Lampiran Tabel 5. Data Tinggi Tanaman 6 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 6. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST
Lampiran Tabel 7. Data tinggi tanaman 8 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 8. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 MST
Lampiran Tabel 9. Data Tinggi Tanaman 10 MST (cm)
Lampiran Tabel 10. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 10 MST
Lampiran Tabel 11. Data tinggi tanaman 12 MST (cm)
Lampiran Tabel 12. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 12 MST
Lampiran Tabel 13. Data Diameter Batang 2 MST(mm)
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 14. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 2 MST
Lampiran Tabel 15. Data Diameter Batang 4 MST (mm)
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 16. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 4 MST
Lampiran Tabel 17. Data Diameter Batang 6 MST (mm)
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 18. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 6 MST
Lampiran Tabel 19. Data Diameter Batang 8 MST (mm)
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 20. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 8 MST
Lampiran Tabel 21. Data Diameter Batang 10 MST (mm)
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 22. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 10 MST
Lampiran Tabel 23. Data Diameter Batang 12 MST (mm)
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 24. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 12 MST
Lampiran Tabel 25. Data Jumlah Daun (helai) 2 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 26.Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 2 MST
Lampiran Tabel 27. Data Jumlah Daun (helai) 4 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 28. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST
Lampiran Tabel 29. Data Jumlah Daun (helai) 6 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 30. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST
Lampiran Tabel 31. Data Jumlah Daun (helai) 8 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 32. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 8 MST
Lampiran Tabel 33. Data Jumlah Daun (helai) 10 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 34. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 10 MST
Lampiran Tabel 35. Data Jumlah Daun (helai) 12 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 36. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 12 MST
Lampiran Tabel 37. Data Pengamatan Luas Daun (cm2)
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 38. Daftar Sidik Ragam Luas Daun
SK db JK KT F Ket.
Error 22 2210718.42 100487.20
Total 35 4674141.18
Lampiran Tabel 39. Data Bobot Basah per Sampel (g)
Perlakuan Blok Total Rataan
I II III
Lampiran Tabel 40.Daftar Sidik Ragam Bobot Basah per Sampel
Lampiran Tabel 41. Data Bobot Kering per Sampel (g)
Lampiran Tabel 42. Sidik Ragam Bobot Kering per Sampel
SK db JK KT F Ket.
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran Tabel 43. Jadwal Rencana Kegiatan Percobaan No
.
KEGIATAN MINGGU KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Penyiangan Dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan Pengandalian
Lampiran Tabel 44. Kebutuhan Pupuk
a. Aplikasi Rock Phopat
30gr/ polybag
b. Pupuk NPK 15:15:15
Kebutuhan/polybag = 10 gr pupuk dasar pada bulan pertama.
Lampiran Tabel 45. Perhitungan Perbandingan Media Tanam Antara Tanah Ultisol dengan Sekam Padi
M0 = Tanah ultisol (Kontrol) ; 10 kg Tanah Ultisol
M1 = Tanah ultisol + sekam padi ( 2:1 ) ; (2/3 x 10 = 6.7 kg + 1/3 x 10 = 3.3 kg)
M2 = Tanah ultisol + sekam padi ( 1:1 ) ; (1/2 x 10 = 5 kg + 1/2 x 10 = 5 kg)
M3 = Tanah ultisol + sekam padi ( 1:2 ) ; (1/3 x 10 = 3.3 kg + 2/3 x 10 = 6.7 kg)
M0 : (45 polybag x 10 kg tanah ultisol = 450 kg tanah ultisol)
M1 : (45 polybag x 6.7 kg tanah ultisol = 301.5 kg tanah ultisol + 45 polybag
x 3.3 kg sekam padi = 148.5 kg sekam padi)
M2 : (45 polybag x 5 kg tanah ultisol = 225 kg tanah ultisol + 45 polybag x
5 kg sekam padi = 225 kg sekam padi)
M3 : (45 polybag x 3.3 kg tanah ultisol = 148.5 kg tanah ultisol + 45 polybag
200cm
U
50 cm 80 cm
Lampiran Gambar 1. Bagan Percobaan
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Lampiran Gambar 2. Bagan Letak Tanaman dalam Plot Percobaan