• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Tangki Baja CPO Dan Dibandingkan Dengan Analitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Tangki Baja CPO Dan Dibandingkan Dengan Analitis"

Copied!
217
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA TANGKI BAJA CPO

DAN DIBANDINGKAN DENGAN ANALITIS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

HELEN NJO

060404068

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISA TANGKI BAJA CPO

DAN DIBANDINGKAN DENGAN ANALITIS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana Teknik Sipil

HELEN NJO

06 0404 068

Pembimbing,

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19561224 198103 1 002

Penguji I Penguji II Penguji III

Ir. Sanci Barus, MT Ir. Ali Umar Ir. Faisal Ezeddin, MS NIP. 19520901 198112 1 001 NIP. 130 702 138 NIP. 19490713 198003 1 001

Diketahui:

Ketua Departemen Teknik Sipil

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19561224 198103 1 002

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat, rahmat, dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan

baik dan tepat pada waktunya. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang

diperlukan untuk menyelesaikan pendidikan pada program studi Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, saya sering menemukan beberapa

kesulitan dan hambatan. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih

kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan ini,

antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Ing Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen

Teknik Sipil USU dan dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

pengajaran dan ilmu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini;

2. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

USU;

3. Bapak Ir. Sanci Barus, MT selaku Koordinator Bidang Studi Struktur

Teknik Sipil USU dan dosen pembanding yang telah memberikan kritik

dan saran dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini;

4. Bapak Ir. Ali Umar selaku dosen pembanding yang telah memberikan

kritik dan saran dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini;

5. Bapak Ir. Faisal Ezeddin, MS selaku dosen pembanding yang telah

(4)

6. Kedua orang tua dan rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan

bantuan, masukan, saran, serta kritik yang bersifat membangun.

Akhir kata, saya menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini belum

sempurna, baik dari segi isi, bahasa, cara penyusunannya, serta dari segi teori dan

analisisnya. Maka dari itu, saya sebagai penyusun memohon maaf sebesar-besarnya

apabila terdapat kesalahan dalam Tugas Akhir ini, dan saya bersedia menerima kritik

dan saran yang membangun untuk perbaikan. Terima kasih dan semoga Tugas Akhir

ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2010

(5)

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Oleh karena itu, tangki CPO sebagai tempat penyimpanan minyak sawit mentah (CPO/Crude Palm Oil) banyak dikonstruksikan di Indonedia.

Dalam tugas akhir ini, akan direncanakan struktur dasar tangki (tidak termasuk pondasi serta perlengkapan luar tangki seperti tangga dan bukaan tangki) serta dilakukan analisa gaya-gaya dalam tangki. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai gaya-gaya pada tangki. Dengan demikian, dapat diketahui bagian tangki yang mengalami gaya yang paling besar (paling berbahaya) ketika mengalami pembebanan serta dapat pula diperoleh kombinasi gaya paling besar.

Dengan tangki berdiameter 32 m dan tinggi 18 m yang diisi dengan CPO dan didesain sesuai peraturan API 650 serta dianalisa berdasarkan teori yang dituliskan Timoshenko dan Krieger dalam buku “Theory of Plates and Shells”, diperoleh kesimpulan bahwa gaya dalam paling maksimum didapat pada kombinasi (6) ketika gempa terjadi, kombinasi (1) pada saat tidak ada gempa, dan kombinasi (2) pada saat tangki diuji kelayakannya.

(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...

Abstrak ...

Daftar Isi ...

Daftar Tabel...

Daftar Gambar ...

Daftar Notasi ...

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...

1.2 Permasalahan ...

1.3 Pembatasan Masalah ...

1.4 Tujuan ...

1.5 Metodologi ...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sekilas mengenai Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil / CPO) ...

2.1.1. Komposisi minyak sawit ...

2.1.2. Komposisi dan sifat fisik minyak CPO ...

2.1.3. Penyimpanan minyak CPO ...

2.2. Tangki ...

2.2.1. Ciri-ciri struktur cangkang ...

2.2.2. Jenis-Jenis Tangki ...

(7)

2.2.2.2. Tangki menara ...

2.2.3. Teori Umum Cangkang Silindris ...

2.2.4. Teori Tangki Silindris dengan Ketebalan Dinding Seragam ...

2.2.5. Teori Tangki Baja Silindris ...

2.3. Teori Perhitungan Gaya dan Momen serta displacement akibat Beban pada Tangki ...

2.3.1. Element Shell (Cangkang) ... 2.3.1.1. Aplikasi Element Shell di Bidang Rekayasa Konstruksi ... 2.3.1.2. Membran, Pelat dan Cangkang ...

2.3.1.3. Parameter Model Element Shell ... 2.4. Desain Tangki berdasarkan Peraturan API Standar 650 ...

2.4.1. Sambungan (Joint) ... 2.4.1.1. Definisi...

2.4.1.2. Ukuran las ...

2.4.1.3. Batasan dalam Sambungan ...

2.4.1.4. Sambungan yang Umum pada digunakan Tangki ...

2.4.2. Pertimbangan Desain ...

2.4.2.1. Beban-beban ...

2.4.2.2. Faktor desain ...

2.4.2.3. Kapasitas tangki ...

(8)

2.4.3.1. Pondasi ...

2.4.3.2. Tebal korosi yang diijinkan...

2.4.3.3. Kondisi layan ...

2.4.3.4. Kekerasan baja ...

2.4.4. Pelat Dasar ...

2.4.5. Pelat Dasar Lingkaran ...

2.4.6. Desain Cangkang Tangki (Badan Tangki) ...

2.4.6.1. Umum ...

2.4.6.2. Tegangan ijin ...

2.4.6.3. Perhitungan Ketebalan dengan Metode 1-Kaki (1-Foot Method) ... 2.4.6.4. Perhitungan Ketebalan dengan Metode Variable-Design-Point ... 2.4.6.5. Perhitungan Ketebalan dengan Analisa Elastik ...

2.4.7. Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Bagian Atas dan Tengah ...

2.4.7.1. Umum ...

2.4.7.2. Tipe Cincin Pengaku ...

2.4.7.3. Pembatasan Cincin Pengaku ...

2.4.7.4. Cincin Pengaku sebagai Tempat Berjalan ...

2.4.7.5. Tumpuan Cincin Pengaku ...

2.4.7.6. Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Atas ...

2.4.7.7. Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Bagian Tengah ...

(9)

2.4.8.1. Definisi...

2.4.8.2. Umum ...

2.4.8.3. Tegangan Ijin ...

2.4.8.3.1. Umum ...

2.4.8.3.2. Ketebalan Minimum ...

2.4.8.4. Atap Konus Berpenopang ...

2.4.8.5. Atap Konus Berpenopang-Tersendiri ...

2.4.8.6. Atap Kubah dan Atap Payung Berpenopang-Tersendiri ...

2.4.9. Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Tangki ...

2.4.9.1. Lingkup Pembahasan ...

2.4.9.2. Kinerja Dasar ...

2.4.9.3. Pergerakan Tanah ...

2.4.9.4. Modifikasi untuk Kondisi Tanah Lokasi Tangki ...

2.4.9.5. Definisi Kelas Tanah ...

2.4.9.6. Koefisien Percepatan Spektrum ...

2.4.9.7. Beban Gempa Rencana ...

2.4.10. Desain Tangki dengan Tekanan Dalam (Tekanan Internal) Kecil ...

2.4.10.1. Ruang Lingkup ...

2.4.10.2. Detail Atap...

2.4.10.3. Tekanan Rencana Maksimum ...

(10)

2.4.10.5. Tekanan di Ambang Keruntuhan (Failure Pressure) ... 2.4.11. Kombinasi Beban ...

BAB III APLIKASI

3.1. Pemodelan Tangki ...

3.1.1. Deskripsi Model Tangki ...

3.1.2. Data Geometri Tangki ...

3.2. Pembebanan pada Tangki ...

3.3. Perhitungan Struktur Tangki ...

3.3.1. Perhitungan Ketebalan Badan Tangki ...

3.3.2. Perhitungan Atap Tangki ...

3.3.3. Perhitungan Dimensi Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin pada

Tangki... ...

3.3.3.1. Dimensi Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Bagian Atas...

3.3.3.2. Dimensi Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Bagian Tengah ...

3.4. Perhitungan Beban Gempa ...

3.5. Perhitungan Tekanan Internal (Tekanan Dalam) Tangki ...

3.6. Analisa Gaya pada Tangki ...

3.6.1. Analisa Gaya dihitung secara Analitis ...

3.6.2. Analisa Gaya dengan menggunakan Metode Element Hingga (Finite

Element Method)...

(11)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan ...

4.2. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN A (Tabel Hasil Perhitungan cara Analitis) ...

LAMPIRAN B (Tabel Hasil Perhitungan cara m.e.h) ...

LAMPIRAN C (Perhitungan Ketebalan Cangkang pada Tangki dengan Track Stank

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel Fungsi-Fungsi φ, ψ, θ, dan ζ ...

Tabel 2.2 – Tebal Pelat Dasar Lingkaran ...

Tabel 2.3. Ketebalan Minimum Pelat ...

Tabel 2.4. Material Pelat yang diijinkan dan Tegangan Ijin ...

Tabel 2.5 – Section Modulus (cm3) Cincin Pengaku pada Badan Tangki ... Tabel 2.6 – Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka Tanah

untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia ...

Tabel 2.7 – Nilai Fa sebagai Fungsi Kelas Tanah...

Tabel 2.8 – Nilai Fv sebagai Fungsi Kelas Tanah ...

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 – Tangki di permukaan tanah ...

Gambar 2.1 – Struktur Buah Kelapa Sawit ...

Gambar 2.2 – (a) Cangkang Silindris, dan (b) Gaya-Gaya yang terjadi ...

Gambar 2.3 – Pipa Silinder ...

Gambar 2.4 – Grafik fungsi φ(βx) dan ψ(βx) ...

Gambar 2.5 – T angki Silindris dengan Ketebalan Seragam ...

Gambar 2.6 – Tangki baja dengan tebal lempeng berbeda-beda ...

Gambar 2.7 – Frame dengan Bracing-Eksentris ... Gambar 2.8 – Model link untuk m.e.h ... Gambar 2.9 – Model m.e.h dengan Element Shell ...

Gambar 2.10 – Kemungkinan Bentuk Elemen Shell ... Gambar 2.11 – Sambungan Vertikal Badan Tangki ...

Gambar 2.12 – Sambungan Horizontal Badan Tangki ...

Gambar 2.13A – Sambungan Atap dan Pelat Dasar ...

Gambar 2.13B – Metode Untuk Mempersiapkan Pelat Dasar Las-Berimpit Di Bawah

Badan Tangki ...

Gambar 2.13C – Detail Las Lekukan-Fillet Ganda Untuk Pelat Dasar Lingkaran Dengan Ketebalan Nominal Lebih Besar 13 mm (1/2 inci) ...

Gambar 2.14 – Tipe Cincin Pengaku pada Tangki ...

Gambar 2.15 – Detail Cincin Tekan yang diijinkan ...

Gambar 3.1 – Pemodelan Tangki Dua Dimensi ...

(14)

Gambar 3.3 – Gambar Atap Tangki dan Proyeksi Memanjang sisi Tangki ...

Gambar 3.4 – Gambar Atap Tangki dan Kemiringan Atap ...

Gambar 3.5 – Tangki Silindris ...

Gambar 3.6 – Arah Positif Gaya Internal F11 dan V23 Element Shell ... Gambar 3.7 – Arah Positif Momen Internal M11 dan M22 Element Shell ... Gambar 3.8 – Penampang Pelat Lapisan Pertama dan Kedua ...

Gambar 4.1 – Grafik Kombinasi (1) ...

Gambar 4.2 – Grafik Kombinasi (2) ...

Gambar 4.3 – Grafik Kombinasi (6) ...

Gambar B.1 – Label Titik Sudut dan Area Pelat Baja pada Tangki ...

Gambar B.2 – Label Titik Sudut dan Area Pelat Baja pada Tangki ...

Gambar C.1 – Tangki dengan Track Stank sebagai Rangka (Tampak Samping) ...

Gambar C.2 – Tangki dengan Track Stank sebagai Rangka (Tampak Atas)...

Gambar C.3 – Tangki dengan Track Stank sebagai Rangka (Tampak Atas)...

Gambar C.4 – Tangki dengan Track Stank sebagai Rangka (Tampak Atas)...

(15)

DAFTAR NOTASI

A area yang menahan tekanan dalam (internal) tangki, mm2

Ac koefisien percepatan spektrum respons rencana convective, % g

Ai koefisien percepatan spektrum respons rencana impulsive, % g

C faktor pengali dalam menentukan nilai x1 dan x2

CA tebal korosi yang diizinkan, mm

D diameter nominal tangki, m

DL beban mati, yaitu berat sendiri tangki ataupun komponen-komponen tangki termasuk juga korosi yang diijinkan.

DLS berat total cangkang dan perlengkapannya (tetapi bukan pelat-pelat atap) yang didukung oeleh badan tangki (shell) dan atap, N

E beban gempa, N (dalam kombinasi beban)

E modulus elastisitas baja, N/mm2

F cairan yang disimpan, yaitu beban yang terjadi ketika tangki diisi cairan dengan berat jenis yang telah direncanakan dan cairan tersebut diisi

sampai batas ketinggian yang telah direncanakan.

Fa koefisien percepatan gempa pada lokasi tangki (pada periode 0,2 detik)

Fv koefisien kecepatan gempa pada lokasi tangki (pada periode 1 detik)

G berat jenis rencana cairan yang disimpan, N/mm3

h1 ketinggian dari lapisan dasar cangkang, mm

H ketinggian maksimum rencana cairan, m

(16)

H1 jarak vertikal antara penahan angin bagian tengah dan sudut puncak

cangakang atau penahan angin atas untuk tangki terbuka, m

H2 tinggi badan tangki termasuk freeboard (lambung bebas minimum) di atas

ketinggian pengisian maksimum sebagai panduan untuk atap melayang

(floating roof), m

I faktor keutamaan, ditentukan dengan Seismic Use Group K faktor pengali dalam menentukan nilai x1 dan x2

L faktor penentu jenis metode yang digunakan untuk menghitung ketebalan pelat

Lr beban hidup atap minimum, kPa

M momen angin, N-m

Mx momen pada sumbu x, N-mm/mm

momen pada sumbu z (tegak lurus sumbu x), N-mm/mm

Nφ gaya normal pada arah z (tegak lurus sumbu x), N/mm

P tekanan dalam rencana, kPa

Pf tekanan dalam (internal) tangki di ambang keruntuhan, kPa

Pi tekanan dalam (internal) rencana tangki, kPa

Pmaks tekanan rencana maksimum, kPa

Pt tekanan percobaan yang dibebankan pada tangki pada saat uji kelayakan, kPa

Pe tekanan luar (eksternal) tangki, kPa

Q faktor pengukur (scaling factor) dari MCE untuk menentukan nilai percepatan spektrum rencana

(17)

r jari-jari nominal tangki, mm

rr jari-jari atap, m

Rwi faktor reduksi gaya pada kondisi impulsive, menggunakan metode ASD

Rwc faktor reduksi gaya pada kondisi convective, menggunakan metode ASD

Sd tegangan ijin maksimum produk, MPa

SP parameter percepatan puncak muka tanah untuk daerah yang tidak sesuai dengan metode ASCE 7, % g

SS parameter percepatan spektrum respons dengan redaman sebesar 5% dan beban gempa maksimum rencana sesuai peta pada periode singkat (0,2

detik), % g

St tegangan tes hidrostatik ijin maksimum, MPa

S0 parameter percepatan spektrum respons dengan redaman sebesar 5% dan

beban gempa maksimum rencana sesuai peta pada periode 0 detik

(percepatan puncak muka tanah maksimum untuk struktur kaku), % g

S1 parameter percepatan spektrum respons dengan redaman sebesar 5% dan

beban gempa maksimum rencana sesuai peta pada periode 1 detik, % g

t ketebalan cangkang minimum, mm

taktual ketebalan yang telah direncanakan dari lempeng badan tangki untuk

setiap lebar yang di-transpose yang akan diperhitungkan, mm

tb ketebalan pelat lingkaran, mm

td ketebalan cangkang rencana, mm

tdx ketebalan minimum lapisan pelat di atas pelat lapisan pertama pada kondisi desain, mm

(18)

tL ketebalan lapisan bawah pada sambungan melingkar, tidak termasuk tebal korosi yang diijinkan, dalam mm

tpd ketebalan awal pelat pada kondisi desain sebelum menghitung t1d (diperoleh dengan menggunakan Metode 1-Kaki), mm

tpt ketebalan awal pelat pada kondisi tes hidrostatik sebelum menghitung t1t (diperoleh dengan menggunakan Metode 1-Kaki), mm

tseragam ketebalan yang telah direncanakan dari lempeng puncak badan tangki, mm

tt ketebalan cangkang tes hidrostatis, mm

ttx ketebalan minimum lapisan pelat di atas pelat lapisan pertama pada kondisi tes hidrostatik, mm

tu ketebalan lapisan atas pada sambungan melingkar (tidak termasuk korosi yang diijinkan), mm

t1 ketebalan lapisan dasar cangkang yang diperhitungkan dikurangi

ketebalan tambahan dikarenakan korosi yang diijinkan (untuk menghitung

nilai t2), mm

t1d ketebalan pelat lapisan dasar pada kondisi desain (digunakan pada saat menghitung ketebalan pelat dengan Metode Variable-Design-Point), mm

t1t ketebalan pelat lapisan dasar pada kondisi tes hidrostatik (digunakan pada saat menghitung ketebalan pelat dengan Metode Variable-Design-Point), mm

t2 ketebalan rencana minimum lapisan cangkang kedua, mm

(19)

T kombinasi beban paling besar antara kombinasi (5a) dan (5b), kPa

Tc periode natural akibat kondisi convective (pergolakan cairan – sloshing), detik

TL periode transisi untuk waktu pergerakan muka tanah yang lebih yang bergantung pada letak suatu daerah lokasi tangki, detik

kecepatan rambat gelombang geser rata-rata, m/s

V kecepatan angin rencana, km/jam (dalam perhitungan cincin pengaku)

V gaya geser dasar rencana maksimum, N (dalam perhitungan gaya gempa)

Vc gaya geser dasar rencana disebabkan oleh komponen convective dari berat pergolakan cairan (sloshing) efektif, N

Vi gaya geser dasar rencana disebabkan oleh komponen impulsive dari berat efektif tangki dan isinya

w lendutan, mm

W lebar sebenarnya dari setiap lempeng badan tangki, mm (dalam perhitungan ketebalan pelat)

W beban angin, kPa (dalam kombinasi beban)

Wc berat efektif convective (pergolakan – sloshing) bagian cairan, N

Wf berat lantai tangki, N

Wi berat efektif impulsive cairan, N

Wr berat total atap tangki permanen beserta perlengkapannya, baik permanen ataupun tidak permanen, N

Ws berat total tangki dan perlengkapannya, N

Wtr lebar yang telah di-transpose dari setiap lempeng badan tangki, mm

(20)

x nilai terkecil dari x1, x2, x3 (pada perhitungan tebal tangki)

x posisi gaya yang terjadi sepanjang sumbu x dihitung dari dasar tangki, mm (pada perhitungan gaya-gaya dalam tangki)

Z section modulus minimum perlu, cm3

dw/dx sudut putar, rad

β faktor pengali dalam menentukan nilai-nilai gaya dalam, mm

γ berat jenis cairan, N/mm3

v poisson ratio

σ tegangan normal pelat, MPa

σmaks tegangan normal maksimum pelat, MPa

τ tegangan geser pelat, MPa

θ sudut elemen konus terhadap sumbu horizontal, derajat

tan θ kemiringan atap, dituliskan dalam besaran desimal

φ(βx) koefisien pengali dalam menentukan nilai-nilai gaya dalam

ψ (βx) koefisien pengali dalam menentukan nilai-nilai gaya dalam

θ (βx) koefisien pengali dalam menentukan nilai-nilai gaya dalam

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar

di dunia (id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit), oleh karena itu, tangki CPO

(Crude Palm Oil / Minyak Sawit Mentah) banyak dikonstruksikan di Indonesia sebagai tempat penyimpanan minyak sawit mentah yang selanjutnya akan

mengalami proses pengolahan lebih lanjut.

Tangki digolongkan sebagai struktur bukan bangunan. Meskipun

demikian, tangki tetap harus direncanakan dengan baik terutama untuk menahan

gaya gempa yang mungkin terjadi. Jika tangki tidak direncanakan dengan baik,

maka kerusakan pada tangki dapat mengakibatkan kerugian jiwa maupun materi

yang cukup besar. (STRUCTURE magazine, 2007: 22)

Tangki terdiri dari tipe yang berbeda berdasarkan jenis material

konstruksi, tipe penyimpanan, dan bahkan lokasi penyimpanan. Setiap jenis

tangki tersebut didasarkan pada peraturan dan metodologi perencanaan yang

berbeda. Untuk tangki-tangki yang terbuat dari pelat-pelat baja yang disatukan

dengan cara dilas dan digunakan untuk menyimpan minyak, perencanaannya

adalah berdasarkan ASCE 7-05 terbaru, yang juga mengacu pada peraturan

AWWA D100 yang dipublikasikan oleh American Water Work Association

(22)

Tangki penyimpanan cairan, yang telah ada dalam dunia konstruksi

selama berabad-abad, akhir-akhir ini telah menjadi topik pembicaraan utama

dalam dunia teknik gempa. Salah satu contohnya adalah keretakan pada

bendungan beton berkapasitas 5 juta galon di Westminister, California, pada

tanggal 21 September 1998 yang mengakibatkan kerugian yang hampir mencapai

27 juta dolar. Contoh yang lain adalah banyaknya tangki baja las tempat

penyimpanan minyak di Alaska yang mengalami kebocoran dikarenakan oleh

gempa tahun 1964. Hal yang sama juga terjadi di Padang yang disebabkan oleh

Gempa Padang tanggal 30 September 2009. (STRUCTURE magazine, 2007: 22)

Ketahanan tangki air, minyak, ataupun bahan kimia dan bendungan

terhadap gempa sangat penting bagi masyarakat. Persediaan air sangat penting

untuk mengendalikan kebakaran yang umum terjadi pada saat gempa dan bisa

menyebabkan kerusakan dan korban jiwa yang lebih besar daripada gempa itu

sendiri. Tangki minyak yang rusak (bocor) bisa menyebabkan terjadinya

kebakaran besar yang sangat sulit untuk diatasi. Sedangkan tangki berisi bahan

kimia yang mengalami kebocoran dapat menyebabkan kerusakan lingkungan

yang cukup fatal. (STRUCTURE magazine, 2007: 22)

Oleh karena sebab-sebab inilah, pada tugas akhir ini akan dibahas dan

dilakukan analisa gaya-gaya yang terjadi dalam tangki (untuk tugas akhir ini,

jenis cairan yang dipilih adalah minyak sawit mentah) dengan desain tangki yang

(23)

1.2Permasalahan

Di Indonesia, tangki, termasuk diantaranya tangki CPO, semakin

banyak dibangun. Akan tetapi, di Indonesia sendiri, peraturan tersendiri

mengenai tata cara perencanaan tangki hampir tidak ada. Satu-satunya peraturan

tentang tata cara perencanaan tangki di Indonesa adalah SNI 13-3501-2002

dengan judul “Tangki Baja Las untuk Penimbun Minyak” yang direvisi dari SNI

13-3501-1994 dengn judul yang sama dan SNI ini merupakan adopsi dari API

Standar 650 (Welded Steel Tank for Oil Storage) dengan tingkat kesetaraan identik dan metode adopsi terjemahan.

Dalam peraturan API Standar 650, dijelaskan secara rinci mengenai tata

cara perencanaan (desain) tangki baja las. Dan dalam buku “Theory of Plates and Shells” karangan Timoshenko dan Krieger (1959) terdapat formula-formula yang diperlukan untuk menghitung gaya, momen, serta displacements yang terjadi akibat beban pada tangki. Maka, analisa gaya akan dilakukan dengan mendesain

terlebih dahulu struktur tangki berdasarkan peraturan API 650 dan kemudian

dilanjutkan dengan perhitungan gaya, momen, dan displacements berdasarkan buku “Theory of Plates and Shells”.

Berdasarkan peraturan API Standar 650 Adendum 4 (2005),

beban-beban yang mungkin terjadi pada tangki adalah beban-beban mati (berat sendiri tangki),

beban cairan yang disimpan dalam tangki, beban air (untuk tes hidrostatik),

beban hidup atap minimum, angin, tekanan dalam rencana, tekanan percobaan,

tekanan luar rencana, dan beban gempa, dengan kombinasi pembebanan sebagai

berikut:

(24)

2) DL + (Ht + Pt)

3) DL + W + 0,4Pi

4) DL + W + 0,4Pe

5) a) DL + (Lr atau S) + 0,4Pe

b) DL + Pe + 0,4(Lr atau S)

6) DL + F + E + 0,1S + 0,4Pi

Dimana: DL = beban mati

F = cairan yang disimpan dalam tangki

Ht = tes hidrostatik

Lr = beban hidup atap minimum

W = angin

Pi = tekanan dalam rencana

Pt = tekanan percobaan

Pe = tekanan luar rencana

E = beban gempa

Dengan memasukkan nilai-nilai pembebanan tersebut ke dalam formula dalam

buku “Theory of Plates and Shells” untuk cangkang silindris (tangki), maka akan diperoleh nilai-nilai displacement, momen (M), gaya geser (Q), dan gaya normal (N).

1.3Pembatasan Masalah

Ruang lingkup pembahasan Tugas Akhir ini dibatasi pada :

1) Tangki yang akan dibahas adalah tangki berbentuk silinder yang duduk di

(25)

Minyak Sawit

BJ = 0,924

D

H

Dimana : D = diameter tangki

H = tinggi tangki

Gambar 1.1 – Tangki di permukaan tanah

Catatan : pembatasan besar diameter dan tinggi tangki berdasarkan peraturan

API 650

2) Pondasi tangki tidak akan dihitung.

3) Buckling (tekuk) pada badan tangki diabaikan.

4) Desain tangki dan juga gaya-gaya yang diakibatkan oleh gempa akan

didasarkan pada peraturan API standar 650 edisi ke-10.

5) Pada saat gempa terjadi, yang paling membahayakan adalah goncangan air

(sloshing) yang terjadi dalam tangki akibat gaya gempa. Akan tetapi, hal ini tidak dibahas dalam Tugas Akhir ini.

6) Selain pengaruh goncangan air akibat gempa, sambungan las juga

mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap ketahanan tangki.

Akan tetapi, hal ini juga tidak dibahas dalam Tugas Akhir ini. Yang akan

dibahas mengenai sambungan las hanyalah jenis-jenis sambungan las yang

(26)

umum dipakai dalam konstruksi tangki dan ukuran minimum las yang

diijinkan.

7) Analisa gaya secara analitis pada tangki akan dilakukan berdasarkan buku

Theory of Plates and Shells” karangan Timoshenko dan Krieger (1959). 8) Metode Element Hingga (Finite Element Method) hanya digunakan sebagai

kontrol hasil yang diperoleh dari analitis.

1.4Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :

a) Mendesain tangki CPO berdasarkan peraturan API standar 650.

b) Melakukan analisa gaya yang terjadi pada tangki CPO dengan menggunakan

formula-formula yang terdapat dalam buku “Theory of Plates and Shells” karangan Timoshenko dan Krieger (1959).

c) Menghasilkan kesimpulan yang dapat membantu pengguna bukan dalam hal

mendesain saja tetapi juga untuk menuntun pengguna untuk mendapatkan

gambaran mengenai gaya-gaya yang terjadi pada tangki.

1.5Metodologi

Metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan tugas akhir ini adalah

dengan melakukan kajian literatur dan mendesain serta melakukan analisa gaya

yang terjadi pada tangki CPO. Gaya-gaya serta momen akan diperhitungkan

dengan cara analitis yang kemudian akan dikontrol dengan menggunakan Metode

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Sekilas mengenai Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil / CPO)

Minyak sawit (Elaeis guineensis) pertama kali berasal dari hutan

hujan tropis di Afrika Barat. Pengolahan minyak sawit mentah menjadi

minyak sawit yang bisa dimakan telah dilakukan di Afrika sejak ribuan

tahun yang lalu dan minyak ini telah menjadi bumbu dasar untuk hampir

sebagian besar masakan tradisional Afrika. (FAO Agricultural Service

Bulletin 148)

Minyak sawit mulai dikenal di luar daerah Afrika sejak abad ke-14

sampai abad ke-17. Pada saat itu, beberapa buah kelapa sawit dibawa ke

Amerika dan kemudian ke daerah Timur. Setelah beberapa lama, diketahui

bahwa tanaman kelapa sawit tumbuh lebih subur di daerah Timur, dan hal ini

menyebabkan daerah Timur menjadi tempat produksi komersial terbesar dari

tanaman ekonomis ini. (FAO Agricultural Service Bulletin 148)

2.1.1. Komposisi minyak sawit

Minyak sawit diekstrak dari mesokarp (daging buah) kelapa sawit

Elaeis guineensis. Minyak sawit merupakan bahan baku oleokimia karena mengandung lemak alkohol, metil ester, dan asam lemak. (Setyono dan

Soetarto, 2008 : 223 - 226)

Hampir 70 – 80% dari berat buah adalah mesokarp dan sekitar 45 –

50% dari mesokarp ini adalah minyak. Bagian lain dari buah meliputi

(28)

yang diekstrak dikenal sebagai minyak sawit mentah (Crude Palm Oil / CPO). (www.andrew.cmu.edu/user/jitkangl)

Gambar 2.1 Struktur Buah Kelapa Sawit

(FAO Agricultural Service Bulletin 148)

2.1.2. Komposisi dan sifat fisik minyak CPO

Minyak CPO terdiri dari fraksi padat yang merupakan asam lemak

jenuh (miristat 1%; palmitat 45%; stearat 4%) serta fraksi cair yang

merupakan asam lemak tidak jenuh (oleat 39%; linoleat 11%). CPO

Indonesia mempunyai kualitas rendah karena hampir 90% tidak mengandung

β karoten (C40H56 BM (Berat Molekul): 536,85) yang larut dalam minyak

dan menyebabkan warna kuning/jingga. Sifat fisik CPO adalah warna

orange/jingga, bau khas, bentuk pasta, kadar air: 3,7589x10-3 mL/g CPO,

indeks bias 1,4692, massa jenis 0,8948 g/mL dengan kelarutan pada eter dan

cukup larut dalam aseton, sedikit larut dalam etanol dan tidak larut dalam air

payau. (Setyono dan Soetarto, 2008: 223 - 226)

2.1.3. Penyimpanan minyak CPO

Minyak CPO, sebelum mengalami pengolahan lebih lanjut, disimpan

(29)

oksidasi dipengaruhi oleh temperatur, maka temperatur penyimpanan minyak

CPO dalam tangki dipertahankan sekitar 50˚C (40 – 60˚C) untuk mencegah

pemadatan dan fraksinasi. Kontaminasi zat besi dari tangki penyimpanan

mungkin bisa terjadi apabila bagian dalam tangki tidak dilapisi dengan

lapisan pelindung yang cocok. (FAO Agricultural Service Bulletin 148)

2.2.Tangki

Tangki termasuk struktur cangkang tipis. Struktur cangkang tipis adalah

nama yang diberikan pada struktur yang bagian utamanya terdiri dari pelat dan

lembaran baja, yang membentuk cangkang baja. Struktur cangkang tipis ini

digunakan untuk menyimpan ataupun mengolah gas, cairan, atau material lepas

lainnya. Struktur cangkang dibedakan menjadi :

1) Penampung gas: untuk menyimpan dan mendistribusikan gas;

2) Tangki dan bendungan: untuk menyimpan air, hasil minyak, dan jenis

cairan lainnya;

3) Gudang: sebagai tempat penyimpanan material lepas (bijih tambang,

batubara, semen, dan lain-lain);

4) Struktur khusus dari besi dan baja, industri kimia dan industri cabang

lainnya (tanur tinggi, alat pemanas dengan tenaga gas, berbagai peralatan

kimia ukuran besar, dan lain-lain);

5) Pipa berdiameter besar dan pipa saluran yang terbuat dari besi dan baja.

(Mukhanov, 1968: 454)

Akan tetapi, pada tugas akhir ini, jenis struktur cangkang yang akan

(30)

2.2.1. Ciri-ciri struktur cangkang

Cangkang baja digunakan bukan hanya sebagai bagian dari berbagai

bantalan penahan beban, tetapi juga sebagai wadah, bergantung pada berat

jenis baja serta kekedapan udara dan air dari struktur baja tersebut.

(Mukhanov, 1968: 454)

Struktur baja dalam kasus pada umumnya adalah bentuk revolusi dari

cangkang (cangkang silindris, berbentuk bola ataupun berbentuk kerucut, dan

sebagainya), sebagai contohnya, bentuk-bentuk cangkang ini memiliki

keuntungan yang paling besar untuk memikul beban-beban yang disebabkan

oleh gas dan cairan. (Mukhanov, 1968: 454)

Dimensi cangkang biasanya lebih besar dari ukuran-ukuran railway

(railway clearance gauges) yang diizinkan dan, dikarenakan oleh hal tersebut, pekerjaan yang dilakukan di pabrik hanya terbatas pada proses

pembuatan bahan yang setengah selesai (lempengan dan pelat yang akan

digunakan, detail struktur, dan sebagainya), pekerjaan yang tersisa

dilaksanakan di lapangan. Hal ini meningkatkan tenaga kerja yang

dibutuhkan untuk pembuatan dan pemasangan struktur cangkang. Di samping

itu, kebutuhan penggulungan pelat untuk membentuk sebuah bola dan

permukaan lain yang mempunyai kelengkungan di kedua arah adalah sebab

dari kesulitan dalam pembuatan yang mengakibatkan peningkatan biaya dari

pembuatan bagian-bagian struktur. Karakteristik utama dari struktur

cangkang, yang hampir semata-mata merupakan struktur yang dilas, adalah

panjang las yang sangat besar. Hal ini adalah akibat dari lebar gulungan

(31)

Ukuran standar lempengan/pelat baja adalah 1.800-2.300 mm. (API

Standard 650, 2005: 3-6)

2.2.2.Jenis-Jenis Tangki

Tangki sebagai tempat penyimpanan cairan dapat dibedakan menjadi

dua jenis menurut cara perletakannya, yaitu jenis tangki di permukaan tanah

dan jenis tangki menara. (Mukhanov, 1968: 466)

2.2.2.1. Tangki di permukaan tanah

Tangki silinder di permukaan tanah dengan dasar yang rata

ditempatkan di atas bantalan tanah yang dipadatkan, digunakan sebagai

tempat penyimpanan produk minyak. (Mukhanov, 1968: 466)

Selama masa penyimpanan produk minyak, terjadi evaporasi

(penguapan) dalam tangki, yang kemudian gas-gas ini akan mengumpul di

bawah atap tangki. Banyaknya evaporasi yang terjadi ini bervariasi

tergantung pada perubahan temperatur dan lama pengisian ataupun

pengosongan tangki, dan evaporasi (penguapan) yang terjadi tentu akan

menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah volume produk minyak.

Untuk mengurangi kehilangan yang terjadi akibat evaporasi, tangki dengan

berbagai tipe dipergunakan. (Mukhanov, 1968: 466)

Untuk penyimpanan produk minyak dengan berat jenis ringan yang

mempunyai tekanan penguapan kecil (kerosin, bahan bakar diesel, dan

sebagainya) dan juga produk-produk minyak olahan, tangki yang digunakan

adalah tangki bertekanan rendah dengan tekanan internal sebesar 200 mm

w.g. (0,02 kg/cm2) dan kekedapan udara ijin sebesar 25 mm w.g.

(32)

Untuk penyimpanan produk minyak dengan tekanan penguapan

tinggi (berbagai jenis bahan bakar, berbagai jenis minyak, dan sebagainya),

diperlukan penggunaan tangki silinder bertekanan lebih tinggi (0,2 – 0,3

kg/cm2). Tangki dengan pontoon ataupun dengan atap tidak tetap (floating roof) juga dapat digunakan. (Mukanov, 1968: 467)

Tangki di permukaan tanah pada subbab inilah yang akan dibahas

pada tugas akhir ini.

2.2.2.2. Tangki menara

Tangki yang ditempatkan di atas menara terutama didesain dengan

tujuan untuk persediaan air dan mempunyai kapasitas yang bervariasi dari

100 sampai 3.000 meter kubik. Ciri-ciri yang membedakan jenis tangki

menara dengan tangki di permukaan tanah adalah bentuk bagian bawah

tangki. Seperti yang telah tercatat dalam peraturan, bentuk bagian bawah

tangki menara adalah bentuk revolusi sebuah bentuk cangkang yang tidak

sempurna, ataupun kombinasi dari bentuk cangkang tersebut. Desain tangki

dengan bagian bawah rata untuk tangki menara tidak akan memberikan

hasil yang baik, dengan melihat bahwa bentuk dasar yang demikian akan

menyebabkan dibutuhkannya balok penopang yang besar untuk menahan

tekuk. (Mukhanov, 1968: 476)

2.2.3. Teori Umum Cangkang Silindris

Menurut Timoshenko dan Krieger dalam buku Theory of Plates and Shells (1959: 466 - 471), dalam aplikasi praktis, sering dijumpai masalah-masalah mengenai cangkang silindris yang berkaitan dengan gaya-gaya yang

(33)

termasuk dalam masalah-masalah tersebut antara lain distribusi tegangan

dalam boiler silindris disebabkan oleh tekanan uap dalam boiler, tegangan-tegangan dalam silinder penampung dengan sumbu vertikal yang disebabkan

oleh tekanan cairan dalam silinder, dan tegangan-tegangan pada pipa bulat

dengan tekanan internal yang merata.

Untuk mendapatkan persamaan-persamaan yang diperlukan untuk

menyelesaikan masalah-masalah ini, perlu dimisalkan suatu elemen, seperti

yang terdapat dalam Gambar 2.2 (a) dan (b), dan persamaan-persamaan

kesetimbangan. Dari Gambar 2.2(b), dapat disimpulkan bahwa gaya geser

membran Nxφ = Nφx sehingga kedua gaya tersebut saling meniadakan, bahwa

(a)

(b)

Gambar 2.2 (a) Cangkang Silindris, dan (b) Gaya-Gaya yang terjadi

(Timoshenko dan Krieger, 1959: 457)

gaya adalah konstan di keliling cangkang silindris, dan juga bahwa, untuk gaya geser pada arah melintang, hanya gaya Qx yang tidak hilang. Dengan menganggap momen juga bekerja pada elemen cangkang silindris, seperti

pada Gambar 2.2(b), dapat disimpulkan juga bahwa momen puntir Mxφ =

(34)

adalah konstan pada sekeliling cangkang. Dikarenakan keadaan simetri

tersebut, tiga dari enam persamaan kesetimbangan elemen tersebut telah

terpenuhi secara identik, dan, oleh sebab itu, hanya tersisa tiga persamaan

yang perlu dipertimbangkan, yang diperoleh dengan cara memproyeksikan

gaya-gaya ke sumbu x dan sumbu z, dan momen ke sumbu y. Dengan mengasumsikan gaya luar yang terjadi hanya diakibatkan tekanan normal ke

permukaan, ketiga persamaan kesetimbangan tersebut adalah sebagai berikut:

Persamaan pertama menunjukkan bahwa gaya Nx adalah konstan, dan untuk penjelasan selanjutnya akan dianggap bahwa gaya tersebut adalah sama

dengan nol. Kedua persamaan yang tersisa dapat disederhanakan menjadi

persamaan di bawah ini:

Dua persamaan ini mengandung tiga variabel: Nφ, Qx, dan Mx. Untuk menyelesaikan permasalahan, maka perlu dipertimbangkan titik perpindahan

pada permukaan tengah cangkang.

(35)

hanyalah komponen u dan w pada arah x dan y. Maka rumus untuk komponen regangan dapat ditulis:

Dengan mengaplikasikan Hukum Hooke, maka diperoleh:

Dari persamaan pertama dari persamaan-persamaan di atas, dapat

didapatkan persamaan berikut:

Dan persamaan yang kedua memberikan:

Dengan mempertimbangkan momen tekuk, dapat disimpulkan dari

Gambar 2.2(b) bahwa tidak terdapat perubahan lengkungan pada arah

melingkar. Lengkungan pada arah x adalah sama dengan –d2w/dx2. Dengan menggunakan persamaan yang sama dengan pelat, maka diperoleh:

dimana:

(36)

Dengan melihat kembali persamaan (b) dan menghilangkan Qx dari persamaan, maka diperoleh:

dan dengan menggunakan persamaan (f) dan (g), diperoleh:

Dengan demikian, semua masalah deformasi simetris dari cangkang silindris

dapat disederhanakan menjadi integral dari persamaan (1).

Aplikasi paling sederhana dari persamaan ini diperoleh ketika

ketebalan dari cangkang adalah konstan. Dalam kondisi demikian, persamaan

(1) menjadi:

Dengan menggunakan notasi:

persamaan (1) dapat disederhanakan sebagai berikut:

Penyelesaian umum dari persamaan ini adalah:

Dimana f(x) adalah penyelesaian partikular dari persamaan (4), dan C1, . . . ,

C4 adalah konstanta integrasi yang harus ditentukan pada setiap kasus dan

(37)

Ambil, sebagai sebuah contoh, sebuah pipa bulat yang mengalami

momen lentur M0 dan gaya lintang Q0 dimana keduanya didistribusikan seragam sepanjang tepi x = 0 (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Pipa Silinder

(Timoshenko dan Krieger, 1959: 469)

Pada kasus ini tidak terdapat gaya Z yang dibebankan pada permukaan shell, dan f(x) = 0 pada penyelesaian umum (5). Karena gaya-gaya yang diaplikasikan pada ujung x = 0 menghasilkan tekuk lokal yang nilainya mengecil seiring dengan bertambahnya jarak dari ujung dibebani, dapat

disimpulkan bahwa syarat pertama sebelah kanan dari persamaan (5) harus

dihilangkan. Maka dari itu, C1 = C2 = 0, dan diperoleh:

(38)

Karena itu, persamaan akhir untuk mencari w adalah:

Lendutan maksimum diperoleh pada ujung yang dibebani, yaitu:

Tanda negatif untuk lendutan ini dikarenakan w dianggap bernilai positif jika searah dengan sumbu silinder. Sudut putar paada ujung yang

dibebani diperoleh dengan menurunkan persamaan (6).

Dengan memisalkan pemisalan seperti berikut:

persamaan-persamaan untuk menghitung lendutan dan hasil turunannya dapat

(39)

Tabel 2.1. Tabel Fungsi-Fungsi φ, ψ, θ, dan ζ

(40)

Tabel 2.1. Tabel Fungsi-Fungsi φ, ψ, θ, dan ζ (Sambungan)

(Timoshenko dan Krieger, 1959: 473)

Nilai-nilai numerik untuk fungsi-fungsi φ(βx), ψ(βx), θ(βx), dan ζ(βx)

diberikan dalam Tabel (1). Fungsi-fungsi φ(βx) dan ψ(βx) diperlihatkan dalam bentuk grafik dalam Gambar 2.4. dapat dilihat dari kurva dan dari

Tabel 2.1 bahwa fungsi-fungsi yang mendefinisikan lenturan dari shell

(41)

Gambar 2.4. Grafik fungsi φ(βx) dan ψ(βx)

(Timoshenko dan Krieger, 1959: 470)

Jika momen Mx dan lendutan w didapat dari persamaan (10), momen lentur diperoleh dari bagian pertama persamaan (f), dan nilai dari gaya dari persamaan (e).

2.2.4. Teori Tangki Silindris dengan Ketebalan Dinding Seragam

Menurut Timoshenko dan Krieger dalam buku Theory of Plates and Shells (1959: 485 - 487), jika tangki mengalami tekanan cairan seperti yang terlihat pada Gambar 2.5, tegangan yang terjadi pada dinding tangki dapat

dianalisa dengan menggunakan persamaan (4). Gaya yang terjadi pada tangki

adalah:

dimana γ adalah berat per unit volume cairan, dan dengan mensubsitusikan

(42)

Gambar 2.5. Tangki Silindris dengan Ketebalan Seragam

(Timoshenko dan Krieger, 1959: 475)

Penyelesaian partikular dari persamaan (b) adalah:

Persamaan ini mewakili pelebaran radial dari cangkang silindris

dengan ujung bebas dan dipengaruhi oleh tegangan hoop. Dengan mensubstitusikan persamaan (c) sebagai ganti f(x) pada persamaan (5) akan diperoleh penyelesaian lengkap dari persamaan (b):

Pada kebanyakan kasus yang praktis, ketebalan dinding tangki h

adalah kecil dibandingkan dengan jari-jari tangki a dan kedalaman tangki d, maka dapat diasumsikan bahwa tangki mempunyai panjang yang tak

(43)

Konstanta C3 dan C4 dapat diperoleh dari kondisi dasar tangki. Dengan

mengasumsikan tepi bawah dari dinding tangki dibangun menjadi pondasi

yang kaku sempurna, maka kondisi ujung-nya adalah sebagai berikut:

Dari persamaan-persamaan ini diperoleh:

Persamaan (d) kemudian menjadi:

dimana, dengan menggunakan notasi pada persamaan (9), diperoleh:

Dari persamaan ini, lendutan di titik manapun pada dinding tangki dapat

dihitung. Maka, gaya Nφ pada arah melingkar adalah sebagai berikut:

(44)

Dengan diperolehnya persamaan (f) dan (g), tegangan maksimum pada titik manapun dalam setiap kasus tertentu dapat dikalkulasi. Momen lentur

mempunyai nilai terbesar pada dasar tangki, dimana nilai momen tersebut

sama dengan:

Hasil yang sama dapat diperoleh dengan mengunakan solusi (7) dan (8).

Dengan memisalkan tepi paling bawah dari cangkang adalah bebas, dari

persamaan (i) dapat diperoleh:

Untuk mengeliminasi perpindahan dan rotasi ujung ini sehingga memnuhi

kondisi ujung pada dasar tangki, suatu gaya lintang Q0 dan momen lentur M0 harus diterapkan seperti yang terlihat pada Gambar 2.5. besarnya setiap

angka ini diperoleh dengan menyetarakan persamaan (7) dan (8) dengan

persamaan (i) yang diambil dengan tanda yang terbalik. Hal ini memberikan persamaan:

Dari persamaan-persamaan ini, dapat diperoleh kembali persamaan (h) untuk

(45)

Catatan: tanda negatif pada persamaan gaya lintang ini mengindikasikan

bahwa arah Q0 yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 berlawanan dengan yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 ketika diturunkan dari persamaan (7) dan (8).

2.2.5. Teori Tangki Baja Silindris

Menurut Timoshenko dan Krieger dalam buku Theory of Plates and Shells (1959: 487), pada pembangunan tangki baja, lembaran baja dengan ketebalan yang berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6

sering kali digunakan. Ketika menerapkan penyelesaian partikular (c) pada setiap bagian dengan ketebalan yang sama, ditemukan bahwa perbedaan

ketebalan menimbulkan ketidaksinambungan dalam perpindahan w1

sepanjang sambungan mn dan m1n1.

Gambar 2.6. Tangki baja dengan tebal lempeng berbeda-beda

(Timoshenko dan Krieger, 1959: 487)

Ketidaksinambungan ini, bersama dengan perpindahan pada dasar ab, dapat dihapuskan dengan mengaplikasikan momen dan gaya lintang.

Misalkan bahwa dimensi vertikal dari setiap bagian cukup besar sehingga

pemakaian formula-formula untuk shell besar tak berbatas dapat dibenarkan, maka dapat momen dan gaya geser tak berkesinambungan tersebut dapat

(46)

menerapkan pada setiap sambungan dua kondisi bahwa bagian shell yang berbatasan mempunyai lendutan dan garis singgung yang sama. Jika

penggunaan persamaan (7) dan (8) yang diturunkan untuk tangki dengan

panjang tak berbatas tersebut tidak dapat dibenarkan, maka penyelesaian

umum dengan empat konstanta intergrasi harus diterapkan untuk setiap

bagian tangki. Penetapan nilai konstanta dalam keadaan demikian menjadi

jauh lebih rumit, dikarenakan fakta bahwa setiap sambungan tidak dapat

diperlakukan secara independen menyebabkan harus diperlukannya

penyelesaian dari sistem dengan persamaan yang menerus (simultaneous equations). Masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan metode perkiraan (Metode ini diberikan oleh C. Runge, Z dalam Math. Physik, vol. 51 (1904: 254) dan diaplikasikan oleh K. Girkmann dalam suatu desain

tangki las besar; lihat Stahlbau, vol. 4 (1931: 25).

2.3. Teori Perhitungan Gaya dan Momen serta displacement akibat Beban

pada Tangki

Gaya-gaya dan momen yang terjadi akibat beban pada tangki dapat

dihitung dengan dua cara, yaitu dengan cara analitis dan cara komputerisasi.

Perhitungan gaya (gaya geser dan gaya normal) dan momen serta

displacement dalam tangki secara analitis telah dijelaskan dalam subbab 2.2.3,

2.2.4, dan 2.2.5. Sedangkan perhitungan gaya dan momen serta displacement

secara komputerisasi dapat dilakukan dengan menggunakan program

(47)

hingga (Finite Element Method) untuk menyelesaikan persoalan-persoalan struktur.

Dalam perhitungan dengan menggunakan metode element hingga,

struktur perlu dimodelkan terlebih dahulu. Sebagian besar permasalahan

rekayasa dalam konstruksi bangunan gedung maupun jembatan dapat

diselesaikan dengan pendekatan struktur rangka (model struktur berbentuk

garis atau element satu dimensi). Selain pemodelan dalam bentuk element

Frame, juga terdapat pemodelan dalam bentuk element-element lainnya, yaitu: 1) Element Shell, yaitu elemnt bidang untuk memodelkan struktur shell

(cangkang), pelat, dan membran, sebagai model 2D atau 3D.

2) Element Plane, yaitu element bidang untuk memodelkan struktur padat (solid) denga perilaku plane-stress maupun plane-strain.

3) Element Asolid, yaitu element bidang untuk memodelkan struktur solid asymmetric dengan pembebanan axisymmetric pula.

4) Element Solid, untuk memodelkan struktur padat (solid) tiga dimensi. 5) Element Nllink, yaitu element khusus yang dapat digunakan untuk

memodelkan bagian tertentu struktur yang bersifat non-linier seprti gap

(celah), peredam, isolator, dan semacamnya. Element ini dapat digunakan

jika diinginkan melakukan analisa struktur non-linier.

Maka, seperti yang tertera dalam subbab 2.2.3, tangki dapat dimodelkan

dalam bentuk element shell. (Dewobroto, 2007: 409)

Catatan: element (≠ elemen) adalah formulasi matematik yang digunakan

(48)

2.3.1. Element Shell (Cangkang)

2.3.1.1. Aplikasi Element Shell di Bidang Rekayasa Konstruksi

Element Shell merupakan element m.e.h (metode element hingga)

paling popular yang digunakan insinyur sipil untuk memodelkan struktur

setelah element Frame. Umumnya digunakan untuk mengevaluasi (analisis)

bagian-bagian struktur yang kurang baik jika dimodelkan dengan element

Frame. Misalnya shear-wall atau struktur pelat/cangkang maupun bagian-bagian detail struktur yang rumit. Pemakaian element ini dengan software

yang modern bahkan dapat digunakan untuk melakukan simulasi perilaku

bagian struktur yang hasilnya mendekati hasil penyelidikan dengan cara

eksperimental di laboratorium.

Penelitian Paul W. Richard dan Chia-Ming Uang (2005) terhadap

kinerja link yang terdapat pada struktur rangka dengan bracing-eksentris dapat dijadikan contoh bagaimana element ini dipakai dalam bidang

rekayasa konstruksi.

Gambar 2.7 Frame dengan Bracing-Eksentris

(Richard-Uang, 2005 dalam Dewobroto, 2007: 413)

Struktur rangka secara keseluruhan dianalisis dengan element Frame,

(49)

(setempat) memakai m.e.h. Adapun model link yang dipakai adalah sebagai berikut:

Gambar 2.8 Model link untuk m.e.h

(Richard-Uang, 2005 dalam Dewobroto, 2007: 413)

Detail link selanjutnya diwujudkan sebagai model struktur 3D

memakai element Shell untuk dianalisis dengan m.e.h (lihat Gambar 2.7).

kerapatan mesh element seperti terlihat dalam gambar merupakan hasil akhir suatu proses konvergensi, yaitu proses trial-error sampai diperoleh suatu kerapatan tertentu sedemikian sehingga kalaupun lebih rapat lagi hasilnya

tidak terlalu beda jauh (tercapai kondisi konvergensi).

Gambar 2.9 Model m.e.h dengan Element Shell

(Richard-Uang, 2005 dalam Dewobroto, 2007: 414)

Element Shell yang didukung kemampuan program yang dapat

(50)

perilaku struktur sampai kondisi pasca runtuh dan hasilnya dapat bersaing

dengan hasil eksperimen di laboratorium.

Adanya kemampuan simulasi numerik yang mendekati hasil

eksperimen tentu berguna sekali karena akan mengurangi biaya secara

signifikan khususnya yang berkaitan dengan jumlah model struktur real yang

akan diuji eksperimen. Bahkan untuk model yang terbukti sudah sering

digunakan, tidak perlu diuji eksperimen lagi karena uji eksperimen

umumnya hanya diperlukan sebagai verifikasi atau validasi hasil simulasi

numerik saja.

2.3.1.2. Membran, Pelat dan Cangkang

Seperti halnya element Frame, yang dapat digolongkan menjadi element-element lain yang lebih sederhana, yaitu element Truss, Grid, dan sebagainya berdasarkan gaya-gaya atau momen yang dapat diwakilinya,

maka element Shell dapat diserhanakan menjadi element membran dan element pelat.

Element membran hanya memperhitungkan gaya-gaya sebidang atau

momen drilling (momen yang berputar pada sumbu yang tegak lurus bidangnya). Momen drilling akan diantisipasi oleh gaya-gaya kopel pada bidang element.

Element pelat hanya memperhitungkan momen dan gaya transversal

yang dihasilkan oleh gaya-gaya yang bekerja tegak lurus bidang element

tersebut.

(51)

Jika dianalogikan dengan element satu dimensi, elemen membran

yang menjadi fokus pembahasan ini adalah identik dengan element truss

(gaya aksial saja), suatu element yang paling sederhana untuk kelompok

element satu dimensi. Jadi, element membran adalah element paling

sederhana untuk kelompok element dua dimensi.

Ketebalan pada element membran tidak terlalu berpengaruh

dibandingkan element pelat, yang perilakunya seperti balok sehingga dapat

dianalogikan seperti pelat tipis dan pelat tebal karena adanya pengaruh

deformasi geser. Akan tetapi, perlu diingat bahwa struktur yang dapat

dimodelkan dengan element 2D jika ketebalannya relatif kecil dibanding

dimensi bidang struktur secara keseluruhan, misal struktur dinding, balok

tinggi, pelat baja. Jika rasio tebal dibanding luas n = bidang yang ditinjau

hampir sama, perlu dipikirkan menggunakan element 3D seperti element

Solid.

2.3.1.3. Parameter Model Element Shell

Penyusunan element Shell ditentukan dari titik nodal yang dihubungkan. Jika dipakai empat nodal (j1, j2, j3, dan j4), jadilah element

Quadrilateral (segiempat). Sedangkan jika tiga titik nodal (j1, j2, dan j3), maka jadilah element Triangular (segi-tiga). Adanya dua bentuk element tadi akan memungkinkan element-element yang digunakan dalam

pembuatan model struktur 2D dapat saling kontinu (saling terhubung) pada

(52)

Gambar 2.10 Kemungkinan Bentuk Elemen Shell

(Richard-Uang, 2005 dalam Dewobroto, 2007: 416)

Sumbu 3 (lokal) selalu tegak lurus (normal) terhadap element Shell. Jika tidak nodal penghubung j1-j2-j3 dalam arah terbalik. Quadrilateral

adalah berbentuk bujur sangkar. Meskipun bisa berbentuk sembarang

segi-empat, tetapi untuk menghindari error berlebih, maka perbandingan sisi panjang dibagi sisi pendek < 4 dan sudutnya antara 45˚ ~ 135˚, sedangkan

sudut ideaalnya 90˚.

Oleh karena kinerja element Shell dapat dipilih sebagai element pelat saja, atau sebagai element membran saja, atau keduanya (element Shell

penuh), maka penempatan nodal pada element Quadrilateral perlu mendapat perhatian. Jika digunakan sebagai element Shell, maka penempatan ke-4 nodal pada element Quadrilateral tidak harus membentuk bidang datar. Sedangkan jika digunakan sebagai element membran yang berbentuk

segi-empat, maka ke-4 titik nodal penghubung harus ditempatkan dalam satu

(53)

Formulasi element Triangular cukup baik, tetapi dalam menampilkan gaya/tegangan internalnya relatif kurang akurat dibanding element

Quadrilateral.

2.4.Desain Tangki berdasarkan Peraturan API Standar 650

Desain tangki berdasarkan peraturan API Standar 650 Edisi ke-10

Adendum 4 (2005) yang merupakan acuan dasar dalam penyusunan tugas akhir

ini adalah sebagai berikut :

2.4.1.Sambungan (Joint)

2.4.1.1. Definisi

a) Sambungan las tumpu-ganda (double-welded butt joint): suatu sambungan antara dua bagian berbatasan yang berada di bidang yang

sama yang dilas di kedua sisi.

b) Sambungan las tumpu-tunggal dengan penopang (single-welded butt joint with backing): suatu sambungan antara dua bagian berbatasan yang berada di bidang yang sama dan dilas hanya pada satu bagian saja

dengan penggunaan tulangan ataupun bahan penopang lainnya.

c) Sambungan las berimpit-ganda (double-welded lap joint): suatu sambungan antara dua bagian yang saling berimpit dengan tepi kedua

bagian yang berimpit tersebut dilas dengan las fillet.

d) Sambungan las berimpit-tunggal (single-welded lap joint): suatu sambungan antara dua bagian yang saling berimpit dengan tepi salah

(54)

e) Las-tumpu (butt-weld): las yang digunakan pada lekukan antara dua bagian penumpu. Lekukan bisa berbentuk segiempat, bentuk-V (tunggal

atau ganda), bentuk-U (tunggal atau ganda), ataupun siku-siku tunggal

atau ganda.

f) Las fillet: las dari potongan melintang berbentuk segitiga yang menghubungkan dua permukaan dengan sudut yang kira-kira sama,

seperti pada sambungan berimpit, sambungan T ataupun sambungan T.

g) Las fillet-penuh: las fillet yang ukurannya sama dengan ketebalan terkecil dari bagian yang disambung.

h) Las lekat (tack weld): las yang digunakan untuk menahan bagian dari pengelasan dari garis arah yang sesuai sampai las terakhir selesai

dilakukan.

2.4.1.2. Ukuran las

a) Ukuran lekukan las harus berdasarkan penetrasi sambungan (yaitu

kedalaman alur ditambah dengan akar penetrasi/root penetration). b) Ukuran dari las fillet harus berdasarkan pada panjang kaki dari segitiga

sama kaki terbesar yang dapat dilihat dalam potongan melintang dari las

fillet.

2.4.1.3. Batasan dalam sambungan

a) Las lekat tidak boleh dianggap mempunyai kekuatan dalam struktur

jadi.

(55)

Pada pelat dengan ketebalan 5 mm (3/16 inci), las harus berupa las fillet

-penuh, dan untuk pelat dengan ketebalan lebih 5 mm (3/16 inci),

ketebalan las tidak boleh kurang dari 1/3 ketebalan pelat tertipis di

sambungan dan tidak boleh kurang dari 5 mm (3/16 inci).

c) Sambungan las berimpit-tunggal hanya diijinkan untuk pelat dasar dan

pelat atap.

d) Sambungan las-berimpit, seperti las lekat, harus berimpit sedikitnya

lima kali ketebalan nominal dari pelat tertipis yang disambung, dengan

sambungan berimpit las-ganda, himpitan tidak perlu melebihi 50 mm (2

inci), dan dengan sambungan las berimpit-tunggal, himpitan tidak perlu

melebihi 25 mm (1 inci).

2.4.1.4. Sambungan yang Umum digunakan pada Tangki

a) Sambungan tangki yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar

2.11, 2.12, 2.13A, 2.13B, dan 2.13C. Sambungan tumpu berbentuk V

atau U asimetris bisa berada di luar atau di dalam badan tangki sesuai

dengan keinginan pengusaha pabrik. Badan/cangkang tangki harus

didesain sehingga seluruh rangkaian/bagian badan tangki (cangkang)

benar-benar vertikal.

b) Sambungan cangkang vertikal:

1. Harus berupa sambungan las tumpu dengan penetrasi dan

penggabungan sempurna dengan las-ganda atau jenis bahan lainnya

(56)

Gambar 2.11 – Sambungan Vertikal Badan Tangki

(API Standard 650, 2005: 3-2)

2. Pada bagian cangkang yang berbatasan, sambungan vertikal tidak

boleh lurus tetapi harus menyimpang satu sama lain dengan jarak

minimum sebesar 5t, dimana t adalah ketebalan terbesar pelat pada titik penyimpangan.

c) Sambungan horizontal cangkang:

1. Harus mempunyai penetrasi dan penggabungan sempurna, akan

tetapi, sebagai alternatif, sudut puncak bisa dilekatkan pada

cangkang dengan menggunakan sambungan las tumpu-ganda.

2. Pelat cangkang yang berbatasan pada sambungan horizontal harus

(57)

Gambar 2.12 – Sambungan Horizontal Badan Tangki

(API Standard 650, 2005: 3-2)

d) Pelat dasar:

1. Dengan las-berimpit

Biasanya berbentuk persegi panjang. Bentuk tambahan lainnya

adalah potongan segiempat sama sisi ataupun tepi berbentuk

gilingan (mill edges). Mill edges yang akan dilas ini harus mempunyai permukaan yang licin dan rata seluruhnya, tidak

terdapat unsur-unsur yang merusak, dan mempunyai bentuk yang

dapat digapai oleh las fillet-penuh. Himpitan tiga pelat pada dasar tangki harus berjarak sedikitnya 300 mm (12 inci) satu sama lain,

dari badan (cangkang) tangki, dari sambungan las-tumpu pelat

lingkaran, dan dari sambungan antara pelat lingkaran dan dasar

tangki. Himpitan antara dua pelat lapisan dasar di atas pelat

(58)

pelat lingkaran digunakan, pelat lingkaran tersebut harus dilas

dengan las tumpu dan mempunyai jari-jari minimum 600 mm (24

inci) antara bagian dalam tangki dan sambungan las tumpu lainnya

yang berada di pelat dasar. Pelat dasar hanya perlu dilas di bagian

atasnya saja, dengan las fillet-penuh menerus di semua sambungannya. Kecuali pelat lingkaran digunakan, pelat dasar di

bawah cincin cangkang dasar harus memiliki ukuran yang pas pada

sambungannya dan dilas berimpit untuk membentuk suatu

hubungan yang halus untuk pelat badan tangki, seperti yang terlihat

pada Gambar 2.3B.

Gambar 2.13A – Sambungan Atap dan Pelat Dasar

(API Standard 650, 2005: 3-3)

2. Dengan las-tumpu

Harus mempersiapkan tepi yang parallel untuk dilas tumpu dengan

lekukan segiempat ataupun bentuk V. Las-tumpu harus dibuat

(59)

menghasilkan penetrasi las yang sempurna. Las-tumpu dasar yang

diijinkan tanpa landasan penahan adalah sama seperti pada Gambar

2.11. Penggunaan landasan penahan dengan menggunakan las lekat

setebal minimal 3 mm (1/8 inci) yang dilas ke bagian bawah pelat

adalah diperbolehkan. Las-tumpu menggunakan landasan penahan

diperlihatkan pada Gambar 2.13A. Jika lekuk segiempat

dipergunakan, bukaan di dasar paling bawah tangki tidak boleh

lebih dari 6 mm (1/4 inci). Pengatur jarak yang terbuat dari baja

harus dipergunakan untuk mempertahankan bukaan di dasar tangki

di antara pelat-pelat tepi yang berdekatan. Sambungan tiga-pelat di

dasar tangki harus berjarak sedikitnya 300 mm (12 inci) satu sama

lain dan dari badan tangki.

e) Sambungan antara pelat-pelat dasar lingkaran harus dilas-tumpu

sesuai dengan ketentuan sambungan dasar las-tumpu di atas dan harus

mempunyai penetrasi dan penyatuan yang sempurna. Landasan

penahan, jika digunakan, harus cocok untuk menyatukan pelat-pelat

lingkaran.

f) Las fillet cangkang ke dasar

i. Untuk pelat dasar dan pelat lingkaran dengan ketebalan nominal 12,5

mm (1/2 inci), dan lebih kecil dari 12,5 mm, sambungan antara tepi

dasar dari lapisan tangki yang paling bawah dan pelat dasar harus

(60)

inci) dan kurang dari ketebalan paling kecil dari dua pelat yang

dihubungkan atau lebih kecil dari ukuran di bawah ini:

Ketebalan Nominal Pelat

Cangkang (Badan Tangki)

(mm)

Ukuran Minimum

Las Fillet

(mm)

5 5

>5 sampai 20 6

>20 sampai 32 8

>32 sampai 45 10

ii. Untuk pelat lingkaran dengan ketebalan nominal lebih besar dari 12,5

mm (1/2 inci), ukuran las tambahan harus diatur sehingga kaki dari

las fillet ataupun kedalaman lekukan ditambah dengan kaki las fillet

untuk las kombinasi sama dengan ketebalan pelat lingkaran (lihat

Gambar 2.13C), tetapi tidak boleh melebihi ketebalan pelat badan

tangki.

Gambar 2.13B – Metode Untuk Mempersiapkan Pelat Dasar

Las-Berimpit Di Bawah Badan Tangki

(61)

Gambar 2.13C – Detail Las Lekukan-Fillet Ganda Untuk Pelat

Dasar Lingkaran Dengan Ketebalan Nominal Lebih Besar 13 mm

(1/2 inci)

(API Standard 650, 2005: 3-4)

iii. Pelat dasar atau pelat lingkaran harus memenuhi sedikitnya ketebalan

13 mm (1/2 inci) dari ujung las-fillet (toe) ke tepi luar pelat dasar atau pelat lingkaran.

g) Untuk sambungan cincin pengaku penahan angin, las-tumpu dengan

penetrasi penuh harus digunakan untuk menggabungkan bagian-bagian

cincin. Las menerus harus digunakan untuk semua sambungan

horizontal bagian atas dan untuk semua sambungan vertikal. Bagian

bawah sambungan horizontal boleh dilas kunci (seal welded) jika diperlukan. Las pengunci bisa dianggap untuk meminimalkan

kemungkinan terperangkapnya air, yang dapat menyebabkan korosi.

h) Sambungan atap dan sudut puncak

1. Pelat atap setidaknya harus dilas pada bagian atasnya dengan

(62)

2. Pelat atap harus dipasang di sudut puncak tangki dengan las fillet

menerus pada sisi atasnya saja.

3. Bagian sudut puncak dari atap berpenopang tersendiri harus

disambung dengan las-tumpu dengan penetrasi dan penggabungan

sempurna.

4. Tepi atap berpenopang tersendiri berbentuk konus, kubah, ataupun

payung, boleh diberi flens horizontal sehingga bisa menumpu rata

pada sudut puncak untuk meningkatkan kualitas kondisi pengelasan.

5. Kecuali untuk tangki dengan puncak terbuka, untuk tangki

berpenopang tersendiri, dan untuk tangki dengan tepi diflens dari

atap ke badan tangki, badan (cangkang) tangki harus dilengkapi

dengan sudut puncak dengan ukuran tidak kurang dari yang tertera

pada paragraph berikutnya :

i) Untuk tangki dengan diameter kurang dari atau sama dengan 11

m (35 ft) → 51 x 51 x 4,8 mm (2 x 2 x 3/16 in) ;

ii) Untuk tangki dengan diameter lebih dari 11 m (35 ft) tetapi

kurang dari atau sama dengan 18 m (60 ft) → 51 x 51 x 6,4 mm

(2 x 2 x ¼ in) ; dan

iii) Untuk tangki dengan diameter lebih besar dari 18 m (60 ft) → 76

x 76 x 9,5 mm (3 x 3 x 3/8 in).

Sesuai dengan pilihan yang dikehendaki, kaki sudut puncak bagian

luar dapat diperpanjang keluar atau ke dalam.

6. Untuk tangki dengan diameter kurang dari atau sama dengan 9 m (30

(63)

bisa diberi flens sebagai pengganti pemasangan sudut puncak.

Jari-jari lekuk dan lebar tepi flens harus sesuai dengan Gambar 2.13A.

Konstruksi ini bisa digunakan untuk tangki apapun dengan atap

berpenopang tersendiri jika total luas bagian melintang dari titik

temu memenuhi luas yang diperlukan untuk konstruksi sudut puncak.

Tidak ada bagian tambahan, seperti suatu sudut ataupun tulangan,

yang harus ditambah pada detail atap yang diberi flens ke badan

(cangkang).

2.4.2.Pertimbangan Desain

2.4.2.1. Beban-beban

Beban-beban yang mungkin terjadi pada tangki adalah sebagai berikut :

1)Beban Mati (DL): berat sendiri tangki ataupun komponen-komponen tangki termasuk juga korosi yang diijinkan.

2)Cairan yang disimpan (F): beban yang terjadi ketika tangki diisi cairan dengan berat jenis yang telah direncanakan dan cairan tersebut diisi

sampai batas ketinggian yang telah direncanakan.

3)Tes hidrostatik (Ht): beban yang terjadi ketika tangki diisi air sampai ke batas ketinggian yang direncanakan.

4)Beban hidup atap minimum (Lr): sebesar 1 kPa pada daerah proyeksi horizontal atap.

5)Salju (Beban akibat salju tidak akan diikutsertakan dalam tugas akhir ini

sebab tidak pernah terjadi salju di Indonesia).

(64)

tangki sebesar 1,44 kPa dan pada arah vertikal sumbu tangki sebesar

0,86 kPa.

7)Tekanan dalam rencana (Pi): besarnya tidak boleh melebihi 18 kPa. 8)Tekanan Percobaan (Pt):

a. Untuk tekanan desain dan tes maksimum

Ketika tangki telah dibangun seluruhnya, tangki tersebut harus diisi

dengan air sampai sudut tertinggi tangki atau sampai ketinggian air

rencana, dan tekanan udara internal rencana harus diaplikasikan pada

ruang tertutup diatas tinggi air dan dibiarkan selama 15 menit.

Tekanan udara tersebut kemudian dikurangi menjadi sebesar satu

setengah dari tekanan rencana, dan semua sambungan las diatas

tinggi air harus diperiksa untuk mengecek adanya kebocoran. Lubang

angin tangki harus diuji selama tes berlangsung atau setelah tes

selesai dilaksanakan.

b. Untuk tangki berpondasi dengan tekanan desain sampai 18 kPa

Setelah tangki diisi dengan air, badan tangki dan pondasi harus

diperiksa keketatan sambungannya. Tekanan udara sebesar 1,25 kali

tekanan rencana harus diaplikasikan pada tangki yang dipenuhi air

sampai pada ketinggian air rencana. Tekanan udara kemudian

dikurangi menjadi sebesar tekanan rencana, dan tangki lalu diperiksa

kembali keketatan sambungannya. Sebagai tambahan, semua

sambungan di atas batas air harus diperiksa dengan menggunakan

Gambar

Gambar 2.3. Pipa Silinder
Tabel 2.1. Tabel Fungsi-Fungsi φ, ψ, θ, dan ζ (Sambungan)
Gambar 2.5. Tangki Silindris dengan Ketebalan Seragam
Gambar 2.6. Tangki baja dengan tebal lempeng berbeda-beda
+7

Referensi

Dokumen terkait