AKTIVITAS MIKROORGANISME PADA TANAH BEKAS
LETUSAN GUNUNG SINABUNG
DI KABUPATEN KARO
SKRIPSI
Oleh: Puput Sarah
111201078 Budidaya Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Aktivitas Mikroorganisme pada Tanah Hutan Bekas Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.
Nama : Puput Sarah N I M : 111201078
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Deni Elfiati, SP, MP Dr. Delvian, SP, MP
NIP : 19681214 200212 2 001 NIP : 19690723 200212 1 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kehutanan
i
ABSTRACT
PUPUT SARAH: The activity of soil microorganisms on the former eruption
Sinabung in Karo district. Supervised by DENI ELFIATI and DELVIAN
Volcanic ash released when the eruption has a pH that is acidic, thus affecting the number and activity of microorganisms in the soil. Therefore conducted this study to determine the activity of soil microorganisms in the former eruption of Mount Sinabung in Karo. Measurement of total soil microorganisms is done by using Agar Cawan metod, while the measurement of the activity of soil microorganisms was conducted using jar and measured by titrimetic method. The result of the research showed that the higher of the PH then the amount of microorganism are getting so much and instead. As well as , the higher of C- organic then so higher activities of micro organism in the soil and instead too. Value respiration on land affected by volcanic ash of Mount Sinabung at a depth of 0-5 cm is 0.96. Value respiration on land affected by volcanic ash of Mount Sinabung at a depth of 5-20 cm is 1.16. Value respiration on land that is not affected by volcanic ash of Mount Sinabung is 1.52.
Keywords: Volcanic ash, soil microorganisms, microorganism activity.
ii
ABSTRAK
PUPUT SARAH: Aktivitas Mikroorganisme Pada Tanah Bekas Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Dibimbing oleh DENI ELFIATI dan DELVIAN.
Debu vulkanik yang dikeluarkan saat erupsi memiliki pH yang masam, sehingga mempengaruhi jumlah dan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Untuk itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas mikroorganisme pada tanah bekas letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Pengukuran total mikroorganisme tanah dilakukan dengan menggunakan metode agar cawan, sedangkan pengukuran aktivitas mikroorganisme tanah metode yang digunakan adalah metode jar dan diukur dengan metode titrimetri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi pH maka jumlah mikroorganisme semakin banyak dan sebaliknya, serta semakin tinggi C-Organik semakin tinggi pula aktivitas mikroorganisme pada tanah tersebut dan sebaliknya. Nilai respirasi pada tanah yang terkena abu vulkanik Gunung Sinabung pada kedalaman 0-5 cm adalah 0,96. Nilai respirasi pada tanah yang terkena abu vulkanik Gunung Sinabung pada kedalaman 5-20 cm adalah 1,16. Nilai respirasi pada tanah yang tidak terkena abu vulkanik Gunung Sinabung adalah 1,52.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan berkat dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas Mikroorganisme pada Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Kedua orangtua Junaidi dan Maya Fatimah atas do’a dan dukungannya selama ini.
Selanjutnya, kepada ketua komisi pembimbing Dr. Deni Elfiati, SP. MP dan
anggota Dr. Delvian, SP. MP, yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara, Balai Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika Medan, seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas
Kehutanan, serta Semua rekan mahasiswa/i yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya bagi mahasiswa Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih
Medan, Agustus 2015
Penulis
iv A. Karakteristik Tanah Gunung Sinabung ... 3
B. Karakteristik Debu Vulkanik Gunung Sinabung ... 4
C. Mikroorganisme ... 5
D. Pengaruh Faktor Lingkungan ... 7
1. Pengaruh pH Tanah Mikroorganisme Tanah ... 7
2. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Mikroorganisme Tanah ... 8
3. Pengaruh Kapasitas Tukar Kation (KTK) Terhadap Mikroorganisme Tanah ... 10
4. Pengaruh Debu Vulkanik Terhadap Mikroorganisme Tanah ... 11
E. Jumlah dan Aktifitas Mikroorganisme Tanah ... 13
F. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 15
METODE PENELITIAN A. Karakteristik Sifat Kimia Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung ... 24
B. Total Mikroorganisme Tanah ... 27
v KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... 34 B. Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Hasil Analisis Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung ... 4 Tabel 2. Hasil analisis sifat kimia tanah ... 25
Tabel 3. Hasil perhitungan total mikroorganisme (x108) SPK/ml pada
tanah yang tidak terkena debu vulkanik ... 28
Tabel 4. Hasil respirasi mikrooganisme tanah (kg/hari) pada tanah
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Petak Pengambilan Sampel Tanah... 18
Gambar 2. Tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 0-5 cm ... 24
Gambar 3. Tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 5-20 cm ... 24
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Curah Hujan 2012-2014 Kecamatan Barusjahe, Karo ... 38
Lampiran 2. Data Analisis Sifat Kimia Tanah ... 39
Lampiran 3. Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah ... 40
i
ABSTRACT
PUPUT SARAH: The activity of soil microorganisms on the former eruption
Sinabung in Karo district. Supervised by DENI ELFIATI and DELVIAN
Volcanic ash released when the eruption has a pH that is acidic, thus affecting the number and activity of microorganisms in the soil. Therefore conducted this study to determine the activity of soil microorganisms in the former eruption of Mount Sinabung in Karo. Measurement of total soil microorganisms is done by using Agar Cawan metod, while the measurement of the activity of soil microorganisms was conducted using jar and measured by titrimetic method. The result of the research showed that the higher of the PH then the amount of microorganism are getting so much and instead. As well as , the higher of C- organic then so higher activities of micro organism in the soil and instead too. Value respiration on land affected by volcanic ash of Mount Sinabung at a depth of 0-5 cm is 0.96. Value respiration on land affected by volcanic ash of Mount Sinabung at a depth of 5-20 cm is 1.16. Value respiration on land that is not affected by volcanic ash of Mount Sinabung is 1.52.
Keywords: Volcanic ash, soil microorganisms, microorganism activity.
ii
ABSTRAK
PUPUT SARAH: Aktivitas Mikroorganisme Pada Tanah Bekas Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Dibimbing oleh DENI ELFIATI dan DELVIAN.
Debu vulkanik yang dikeluarkan saat erupsi memiliki pH yang masam, sehingga mempengaruhi jumlah dan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Untuk itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas mikroorganisme pada tanah bekas letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Pengukuran total mikroorganisme tanah dilakukan dengan menggunakan metode agar cawan, sedangkan pengukuran aktivitas mikroorganisme tanah metode yang digunakan adalah metode jar dan diukur dengan metode titrimetri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi pH maka jumlah mikroorganisme semakin banyak dan sebaliknya, serta semakin tinggi C-Organik semakin tinggi pula aktivitas mikroorganisme pada tanah tersebut dan sebaliknya. Nilai respirasi pada tanah yang terkena abu vulkanik Gunung Sinabung pada kedalaman 0-5 cm adalah 0,96. Nilai respirasi pada tanah yang terkena abu vulkanik Gunung Sinabung pada kedalaman 5-20 cm adalah 1,16. Nilai respirasi pada tanah yang tidak terkena abu vulkanik Gunung Sinabung adalah 1,52.
1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pengaruh aktivitas gunung api dapat merugikan dan menguntungkan.
Kerugian yang ditimbulkan antara lain, hancurnya daerah pemukiman, pertanian,
hutan, bahkan merenggut jiwa yang diakibatkan lava dan elvata dengan suhu
tinggi yang dikeluarkan gunung berapi saat erupsi, awan panas dan debu vulkanik
yang menyebabkan polusi udara, dan lain sebagainya. Keuntungan yang
ditimbulkan salah satunya adalah material gunung berapi yang dikeluarkan saat
erupsi sangat kaya akan mineral penyubur tanah. Setelah mengalami proses
pelapukan secara sempurna, bahan tersebut menjadi tanah vulkanis yang subur.
Tanah vukanis terbentuk dari material-material gunung api seperti pasir dan debu
vulkanis. Material vulkanis tersebut mengalami pelapukan dan membentuk tanah
vulkanis yang sangat subur karena banyak mengandung mineral hara yang
dibutuhkan tanaman (Utoyo, 2007).
Debu vulkanik yang dikeluarkan saat erupsi Gunung Sinabung memiliki
pH yang masam, hal ini terbukti dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sitepu (2011), pH debu vulkanik hasil erupsi Gunung Sinabung sangat masam
dengan nilai 4,3. Menurut Soelaeman dan Abdullah (2014) sifat masam dari debu
vulkanik dapat memasamkan tanah, sehingga mengubah sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Sifat fisik tanah yang berubah akibat debu vulkanik adalah Bulk
Density yang relatif tinggi dan daya pegang air yang sangat rendah, sedangkan sifat kimia yang berubah akibat debu vulkanik adalah pH dan KTK tanah yang
sangat rendah. Masamnya tanah akibat debu vulkanik juga mempengaruhi sifat
biologi tanah yaitu kandungan dan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Suriadikarta, et al (2011),
debu vulkanik yang dikeluarkan saat terjadinya erupsi Gunung Merapi
mengakibatkan terjadinya penurunan keragaman dan populasi mikroba tanah
terutama pada tanah yang berada pada lapisan atas, sedangkan keragaman dan
populasi mikroba pada tanah yang berada pada lapisan bawah tidak terpengaruh.
Dengan melihat jumlah dan aktivitas mikroorganisme pada tanah yang
terkena debu vulkanik dan yang tidak terkena debu vulkanik dapat dilihat
pengaruh debu vulkanik terhadap kesuburan tanah, hal itu karena menurut
Juanda dan Bambang (2005) kandungan dan aktivitas organisme tanah merupakan
sifat biologis tanah yang berkaitan dengan tingkat kesuburan tanah. Menurut
Purwaningsih (2005) kesuburan tanah juga dapat diprediksi dari jumlah populasi
mikroba yang hidup di dalamnya. Tingginya jumlah mikroba merupakan pertanda
tingginya tingkat kesuburan tanah, karena mikroba berfungsi sebagai perombak
senyawa organik menjadi nutrien yang tersedia bagi tanaman. Berdasarkan uraian
di atas maka dilakukan penelitian yang berjudul “Aktivitas Mikroorganisme pada Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo”.
B.Tujuan Penelitian
Untuk mempelajari sifat kimia tanah dan aktivitas mikroorganisme tanah
pada tanah bekas letusan Gunung Sinabung.
C.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber informasi
3
TINJAUAN PUSTAKA
A.Karakteristik Tanah Gunung Sinabung
Tanah Gunung Sinabung yang berada di dataran tinggi karo Provinsi
Sumatera Utara merupakan tanah andisol yang berasal dari volkano sibayak dan
sinabung. Volkano sinabung sebelah utara mengahasilkan tanah Typic Fulfudand
dan Melaudand di Desa Kuta Rakyat Kecamatan Neman Teran. Andisol
merupakan tanah yang secara keseluruhan atau sebagian berasal dari ejekta
volkanik. Bahan induk beragam mulai dari debu volkan, sinder, pumice/ batu
apung, dan aliran lava, sebagian mengandung batu besar dan bahan letusan
volkanik lainnya, yang terdiri atas bahan-bahan piroklastis yang terbentuk di
daerah volkan. Iklim ditemukannya andisol beragam, mulai dari iklim humid
dingin hingga humid panas dan humid tropis. Andisol juga ditemukan didaerah
dengan resim kelembaban xeric dari iklim mediteran dan resim kelembaban ustik
iklim sub humid dan semi arid. Andisol ditemukan pada semua topografi pada
kisaran elevasi 0 hingga lebih dari 3000 m di atas permukaan laut, namun
cenderung terdapat pada pegunungan dan berbukit pada lereng volkanik. Kadar C
organik andisol berkisar antara 0 hingga 200 g/kg dan memiliki pH 5,2
(Mukhlis, 2011).
Tanah Andosol di Indonesia memiliki kisaran pH yang cukup lebar yaitu
antara 3,4 sampai 6,7 dengan rata-rata 5,4. Namun kisaran pH antara 4,5 sampai
5,5 merupakan kisaran pH yang paling banyak sedangkan yang kedua terbanyak
adalah pada kisaran pH antara 5,5 sampai 6,5. Tanah Andosol ini berasal dari
daerah yang mempunyai curah hujan tinggi dengan bahan induk yang bersifat
andesitik, atau andesitik- basaltik. Sedangkan tanah yang sangat masam
(pH < 4,5) menandakan bahwa terdapat tanah Andosol di Indonesia yang
didominasi oleh kompleks logam-humus dengan kejenuhan basa rendah dan
kandungan aluminium yang tinggi. Tanah Andosol yang bersifat masam berasal
dari daerah bercurah hujan tinggi dan mempunyai bahan induk bersifat liparitik,
yaitu dari dataran tinggi Toba di Sumatera Utara.. Kapasitas tukar kation (KTK)
dari tanah Andosol di Indonesia bervariasi dari 6,5-52,0 cmol(+) kg-1 atau
bervariasi dari sangat rendah sampai sangat tinggi dengan nilai rata-rata 23,8
cmol(+) kg-1. Kandungan C-organik tanah Andosol yang dijumpai di Indonesia
bervariasi dari 1,24% sampai 22,46% (Sukarman dan Dariah, 2014).
Nilai KTK pada Andosol termasuk rendah dengan nilai kejenuhan
basanya sangat rendah. Hal ini diduga karena tanah Andosol telah mengalami
pelapukan lanjut serta berada pada daerah curah hujan yang tinggi sehingga
lapisan yang kaya bahan organik cepat tererosi (Sanchez, 1992).
B.Karakteristik dan Dampak Debu Vulkanik Gunung Sinabung
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Barasa, et al (2013) debu
vulkanik Gunung Sinabung dengan kedalaman 0,5-15 mm, memiliki kandungan
logam tembaga sangat rendah dan kandungan logam timbal berada pada kisaran
ambang batas. Umumnya kandungan logam boron lebih tinggi pada kedalaman
tanah 0-15 cm daripada kedalaman tanah 0-5 cm. Lahan yang terkena dampak
debu vulkanik karena kadar Cu, Pb, dan B masih berada dalam ambang batas
yang tidak membahayakan.
Erupsi Gunung Sinabung mengeluarkan material berupa debu vulkanik.
Sifat kimia debu vulkanik yang dikeluarkan saat erupsi diteliti oleh Sitepu (2011)
5
Tabel 1. Hasil Analisis Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung
No Parameter Nilai
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sitepu (2011) debu vulkanik
Gunung Sinabung dapat meningkatkan kadar unsur hara makro di dalam tanah
karena tingginya kadar sulfur yang ada pada debu vulkanik. Debu vulkanik
meningkatkan kadar Ca dan Mg, namun memiliki Kalium tanah yang lebih
rendah, hal ini disebabkan karena rendahnya kadar kalium tanah yang ada di
dalam debu vulkanik. Debu vulkanik juga meningkatkan kadar P-tersedia tanah,
hal ini disebabkan tingginya kadar posfor tanah yang ada pada debu vulkanik,
namun debu vulkanik tidak mengandung unsur N-total tanah. Semakin tinggi
kadar debu vulkanik yang ada akan meningkatkan kadar unsur hara makro tanah.
Menurut Sudirja dan Supriatna (2000).Belerang selama ini banyak digunakan
untuk menurunkan pH tanah. Belerang di dalam tanah secara perlahan akan
diubah menjadi asam sulfit, dan secara bertahap akan menurunkan pH tanah.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Andreita (2011), bahwa
pemberian debu vulkanik berpengaruh nyata meningkatkan kemasaman tanah,
meningkatkan Al-dd dan H-dd, meningkatkan kejenuhan H, meningkatkan
basabasa tukar, meningkatkan kejenuhan basa dan meningkatkan S-tersedia tanah.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andhika (2011), aplikasi debu vulkanik
Gunung Sinabung pada tanah dapat meningkatkan nilai Bulk Density dan Partikel Density tanah, namun menurunkan porositas tanah.
C. Mikroorganisme
Organisme (mikroorganisme) tanah penting dalam kesuburan tanah karena
berperan dalam siklus energi, berperan dalam siklus hara, berperan dalam
pembentukan agregat tanah, menentukan kesehatan tanah (suppressive / conducive terhadap munculnya penyakit terutama penyakit tular tanah-soil borne pathogen). Kesuburan tanah tidak hanya bergantung pada komposisi kimiawinya, melainkan
juga pada cirri alami mikroorganisme yang menghuninya. Mikroorganisme yang
menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, actinomysetes, fungi, alga,
dan protozoa (Rao, 1994).
Akar mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Pengaruh yang paling kuat
adalah dalam rhizosfer, yaitu tanah sekitar permukaan akar dimana kumpulan
makanan dari tanaman merangsang fungi dan bakteri untuk meningkatkan
kepadatan populasinya 10 hingga 100 kali dibanding bagian-bagian tanah yang
lain. Dengan kata lain pada rhizosfer ini jumlah organismenya jauh lebih banyak
daripada bagian-bagian lainnya di tanah. Akar juga tempat hidup bakteri, fungi
dan hewan-hewan kecil yang hidup korteks. Beberapa diantaranya berbahaya,
lainnya adalah parasitik dan adapula yang bersifat simbiotik dengan tanaman
membantu memperoleh nutrisi. Dengan demikian organisme yang terdapat di
sekitar daerah perakaran mempunyai peranan untuk menyediakan hara bagi
zat-7
zat/senyawa tertentu yang dibutuhkan oleh mikroorganisme tanah. Diatas
semuanya itu perakaran dan lingkungan rhizosfer membantu sangat banyak pada
total mikroorganisme tanah dengan aktivitas biokimianya (Yulipriyanto, 2010).
Bakteri merupakan mikroorganisme dalam tanah yang paling dominan.
Dalam tanah yang subur terdapat 10-100 juta bakteri di dalam setiap gram tanah
tergantung dari kandungan bahan organik suatu tanah. Bakteri terdapat dalam
segala jenis tipe tanah tapi populasinya menurun dengan bertambahnya
kedalaman tanah (Rao, 1994).
D.Pengaruh Faktor Lingkungan
1. Pengaruh pH Tanah Terhadap Mikroorganisme Tanah
pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran
total asam yang ada di tanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu, seperti liat berat,
gambut yang mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih besar
dibandingkan dengan tanah yang berpasir (Mukhlis, 2007).
Selain itu pH tanah juga mempengaruhi jenis dan jumlah mikroorganisme
yang ada dalam tanah misalnya bakteri dan aktinomisetes di tanah biasanya lebih
banyak daripada cendawan, sehingga mikroba ini memerlukan suatu medium
yang mempunyai pH masam (4 sampai 5) untuk menghambat pertumbuhan
mikroba lain (Hastuti dan Rohani, 2007). Jika pH masam maka aktivitas
mikroorganisme akan menurun. Aktivitas mikroorganisme yang menurun
diakibatkan semakin sedikitnya mikroorganisme yang mampu bertahan hidup
pada pH tanah yang masam (Syahputra, 2007).
Lazimnya mikroorganisme tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7.
Meskipun begitu, mikroorganisme juga dapat tumbuh pada kisaran pH 5-8 dan
ada juga yang tumbuh pada pH 2 dan pH 10. Kelompok fungi dapat tumbuh pada
kisaran pH yang luas dan dapat tumbuh pada pH masam (Lay, 1994).
Bakteri hidup pada pH 5,5 dan Fungi hidup pada segala tingkat
kemasaman tanah (Hardjowigeno, 2007). Jumlah fungi tidak sebanyak bakteri dan
aktinomisetes tetapi ukurannya lebih besar. Kebanyakan spesies fungi lebih
toleran terhadap kemasaman dibandingkan bakteri dan aktinomisetes sehingga
pada tanah-tanah masam populasi fungi lebih banyak (Hanafiah, et al., 2009).
Penurunan jumlah jamur atau fungi dapat dipengaruhi oleh pH tanah. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2008), didapatkan hasil bahwa dengan
meningkatnya pH tanah maka jumlah jamur yang terdapat dalam tanah tersebut
akan menurun. Dimana jamur biasanya paling suka dengan pH yang masam, akan
tetapi pada penelitian ini dengan kadar pH yang semakin meningkat maka jumlah
jamurnya juga akan menurun.
2. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Mikroorganisme Tanah
Sudah menjadi pemahaman umum bahwa mikroorganisme tanah (bakteri,
fungi, aktinomisetes) memainkan peranan yang sangat penting pada proses
humifikasi, mineralisasi bahan organik tanah, sehingga menjadi unsur-unsur hara
yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Sehingga mikroorganisme
digolongkan ke dalam perekayasa kimia (Chemical engineer), karena mereka
berperan menguraikan sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati menjadi unsur-unsur
hara yang siap diserap oleh tanaman (Widyati, 2013). Semakin banyaknya bahan
organik sebagai suplai makanan atau energi di dalam tanah menyebabkan semakin
meningkatnya pertumbuhan populasi mikroorganisme yang kemudian akan
9
Bahan organik berperan penting dalam menentukan kemampuan tanah
untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Peran bahan organik adalah
meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan
kemampuan tanah memegang air, meningkatkan pori-pori tanah, dan
memperbaiki media perkembangan mikroba tanah. Tanah berkadar bahan organik
rendah berarti kemampuan tanah mendukung produktivitas tanaman rendah. Hasil
dekomposisi bahan organik berupa hara makro (N, P, dan K), makro sekunder
(Ca, Mg, dan S) serta hara mikro yang dapat meningkatkan kesuburan tanaman.
Hasil dekomposisi juga dapat berupa asam organik yang dapat meningkatkan
ketersediaan hara bagi tanaman (Kasno, 2009).
Bahan organik dapat memperkecil kerapatan dan berat isi tanah. Presentasi
Bulk Density akan besar apabila bahan organik yang terdapat pada tanah tersebut sedikit, dan begitu juga sebaliknya (Hardjowigeno, 2007). Bahan organik tanah
mempengaruhi warna tanah, struktur tanah, pH tanah, dan kapasitas tukar kation
tanah. Jumlah dan sifat bahan organik sangat menentukan kesuburan dan
pembentukan tanah (Mukhlis, 2007).
Mikroba perombak bahan organik adalah kelompok mikroba yang
berperan mempercepat proses perombakan (dekomposisi) bahan organik yang
umumnya terdiri atas senyawa selulosa dan lignin yang dikenal dengan nama
lignoselulosa. Dalam proses perombakan bahan organik, mikroba yang berperan
sebagai perombak dapat berasal dari kelompok bakteri, cendawan dan
aktinomisetes yang akan bekerja secara sinergis dalam menghasilkan produk akhir
berupa humus yang stabil (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain). Mikroba dari
kelompok cendawan mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam merombak
bahan organik dibandingkan dengan kelompok bakteri dan aktinomisetes
(Rosminik dan Yunarti, 2007).
3. Pengaruh Kapasitas Tukar Kation (KTK) Terhadap Mikroorganisme Tanah
Kation-kation yang diikat atau diadsobsi oleh koloid tanah dapat
digantikan oleh kation-kation lain, proses ini disebut pertukaran kation. Jumlah
total kation yang dapat di dalam tanah yang dapat dipertukarkan disebut kapasitas
tukar kation (KTK), dapat didefinisikan bahwa KTK adalah kapasitas atau
kemampuan tanah menjerap dan melepaskan kation yang dinyatakan sebagai total
kation yang dapat dipertukarkan per 100 gram tanah yang dinyatakan dalam
miliequivalen disingkat dengan m.e [m.e / 100g atau m.e (%) atau dalam satuan
internasionalnya Cmolc/kg]. Tanah-tanah yang mempunyai kadar liat/koloid yang
lebih tinggi dan/atau kadar bahan organik tinggi memiliki KTK lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah yang mempunyai kadar liat rendah (tanah pasiran) dan
kadar bahan organik rendah (Winarso, 2005).
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat
hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu
menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK
rendah. Tanah memiliki nilai KTK yang tinggi bila didominasi oleh kation Ca,
Mg, K, Na (kejenuhan basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan tanah. Tetapi
bila didominasi oleh kation asam Al, H (kejenuhan basa rendah) dapat
mengurangi kesuburan tanah. Selain itu tanah-tanah dengan kandungan liat atau
bahan organik tinggi mempunyai nilai KTK yang lebih tinggi dibandingkan
11
Kapasitas tukar kation mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan
aktivitas mikroorganisme di dalam tanah tergantung pada tekstur, bahan organik,
dan pH tanah. Semakin tinggi nilai kapasitas tukar kation maka tanah akan
semakin subur dan membuat aktivitas mikroorganisme semakin meningkat
(Hardjowigeno, 2007). Pertumbuhan bakteri akan optimum apabila tanah
memiliki pH netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH
(Simanungkalit et al, 2006).
4. Pengaruh Debu Vulkanik Terhadap Mikroorganisme
Lahar dan awan panas dapat menyebabkan kerusakan ekosistem
miroorganisme tanah. Mikroorganisme tanah seperti ectomycorhiza dan
endomycorhiza dapat musnah saat lahan tertutup lava pijar yang sangat panas
(Idjudin et al, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan Suriadikarta, et al (2011) Kabupaten
Magelang dan Boyolali merupakan daerah yang lebih banyak terkena awan panas
sedangkan daerah Sleman lebih karena lahar panas. Dari keduanya terlihat bahwa
pH daerah yang terkena awan panas bervariasi antara 4,8-5,9, sedangkan daerah
yang terkena lahar panas berkisar antara 6,1-6,8. Pada lahan dengan ketebalan
materi vulkan > 5 cm (daerah Turi, Sleman; Dukun, Magelang) tidak ada
pengaruh material vulkan terhadap keaneka-ragaman dan populasi fauna tanah
maupun mikroba tanah. Pada lahan dengan ketebalan materi vulkanik 5 - 10 cm
(daerah Balerante, Klaten; Selo, Boyolali) terlihat ada pengaruh material vulkanik
terhadap populasi fauna tanah tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap keragaman
fauna, selain itu tidak berpengaruh terhadap keragaman dan populasi mikroba
tanah. Pada lahan yang tertutup oleh material vulkanik dengan ketebalan > 10 cm
(daerah Kopeng, Kepuh Harjo, Cangkringan) hasil analisis biologi
memperlihatkan terjadi penurunan keragaman dan populasi mikroba tanah
terutama pada tanah lapisan atas, sedangkan keragaman dan populasi mikroba
pada tanah lapisan bawah tidak terlalu terpengaruh. Pada lahan dengan ketebalan
materi vulkanik ≥ 5 cm (daerah Turi, Sleman; Dukun, Magelang) total bakteri
dalam abu vulkanik mencapai 7,2 x 107 - 1,4 x 109 dan total fungi 1,3 x 103– 7,4 x 107 cfu/g. Sedangkan pada lapisan tanah dibawahnya total bakteri adalah
1,2–1,3 x 109 total fungi adalah 2,3 x 104– 1,1 x 109 cfu/g.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Maira, et al (2014) sebelum
tertutup abu vulkanik dari Gunung Talang, pada tanah tersebut telah terdapat
mikrobia alami tanah, akan tetapi dengan penambahan lapisan abu akan
menyebabkan terjadinya penurunan populasi bakteri seiring dengan penurunan pH
larutan tanah. Sedangkan pada lapisan abu saja tanpa adanya tanah,
perkembangan mikrobia justru baik. Hal ini dapat disebabkan karena mikrobia
menggunakan mineral dari abu vulkanik sebagai sumber karbonnya.
E.Jumlah dan Aktifitas Mikroorganisme Tanah
Tanah merupakan suatu ekosistem yang mengandung berbagai jenis
mikroba dengan morfologi dan sifat fisiologi yang berbeda-beda. Jumlah tiap
kelompok mikroba sangat bervariasi, ada yang hanya terdiri atas beberapa
individu, ada pula yang jumlahnya mencapai jutaan per g tanah. Banyaknya
mikroba berpengaruh terhadap sifat kimia dan fisik tanah serta pertumbuhan
tanaman. Dengan mengetahui jumlah dan aktivitas mikroba di dalam suatu tanah
dapat diketahui apakah tanah tersebut termasuk subur atau tidak karena populasi
13
suhu yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, dan kondisi ekologi tanah yang
mendukung perkembangan mikroba. Contoh tanah yang digunakan untuk
membuat seri pengenceran harus dalam keadaan alami dan tidak boleh
dikeringkan. Penyimpanan contoh tanah dalam kondisi lembap pada suhu kamar
tidak boleh melebihi satu hari karena mikroba akan berkembang biak pada kondisi
demikian (Hastuti dan Ginting, 2007).
Istilah aktivitas mikroba ini mengacu pada semua reaksi biokimia yang
dilakukan mikroba dalam tanah. Beberapa reaksi metabolisme seperti respirasi
dan panas yang ditimbulkan merupakan hasil dari aktivitas semua jenis mikroba
tanah (termasuk fauna), sedangkan beberapa reaksi seperti yang terkait dengan
aktivitas nitrifikasi hanya dilakukan oleh mikroba tertentu yang jumlahnya
terbatas. Hasil pengukuran aktivitas metabolisme mikroba di laboratorium dari
contoh tanah yang bebas dari flora dan fauna diasumsikan semuanya berasal dari
aktivitas mikroba, sedangkan hasil dari pengukuran di lapangan pada tanah alami
merupakan gambaran aktivitas dari semua organisme yang mendiami tanah
tersebut (Widyati, 2013).
Aktivitas mikroorganisme yang tinggi berhubungan dengan banyaknya
populasi mikroorganisme dan bahan organik sebagai sumber energi
mikroorganisme untuk melakukan aktivitas (Hanafiah, et al., 2009). Metode ini
didasarkan pada pengukuran CO2 di dalam tanah pada periode waktu tertentu.
Larutan NaOH atau KOH yang digunakan berfungsi sebagai penangkap CO2 yang
kemudian dititrasi dengan HCl. Jumlah HCl yang diperlukan untuk titrasi setara
dengan jumlah CO2 yang dihasilkan (Widati, 2007). Respirasi didalam tanah
dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme, produksi CO2 yang tinggi berarti
aktivitas mikoorganisme tanah juga tinggi (Sumariasih, 2003).
Kesuburan tanah dapat diprediksi dari jumlah populasi mikroba yang
hidup di dalamnya. Tingginya jumlah mikroba merupakan pertanda tingginya
tingkat kesuburan tanah, karena mikroba berfungsi sebagai perombak senyawa
organik menjadi nutrien yang tersedia bagi tanaman dan di dalam tanah
terkandung cukup bahan organik dan senyawa lainnya untuk pertumbuhan
mikroba. Tanah yang dirajai tumbuhan memiliki kandungan bahan organik dan
unsur hara makro lebih tinggi dibandingkan tanah tanpa tumbuhan. Tanah yang
ada tumbuhan pohon mengandung bahan organik atau unsur C yang umumnya di
atas 2,5% sedangkan C pada tanah tidak ada tumbuhan pohon, tetapi didominasi
alang-alang adalah di bawah 0,7%. Hal ini disebabkan antara lain bahan organik
yang dihasilkan pohon lebih mudah mengalami perombakan, bahan organik ini
dihasilkan dalam jumlah banyak, sehingga cukup tersedia untuk pertumbuhan dan
perkembangan mikroba tanah. (Purwaningsih, 2005).
Teknik pengenceran bertingkat dalam enumerasi mikroba pada media
cawan agar (plate count) merupakan teknik enumerasi mikroba tertua yang sampai saat ini masih digunakan. Penemuan agar (polisakarida dari ganggang
laut) sebagai media padat sangat bermanfaat dalam mempelajari mikroorganisme
karena sifat-sifatnya yang unik, yakni mencair pada suhu 100oC dan membeku
pada suhu sekitar 40oC serta tahan perombakan oleh kebanyakan mikroorganisme.
Selain teknik enumerasi dengan cawan agar, penghitungan populasi mikroba
15
ini dengan berbagai variasi cara perhitungan sesuai dengan jenis mikroba yang
dianalisis (Saraswati dan Sumarno, 2008).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ardi, (2009) jumlah total
mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh kelerengan dan kedalaman tanah.
Semakin tinggi kelerengan tanah jumlah total mikroorganisme akan semakin
sedikit dan sebaliknya, serta semakin dalam kedalaman tanah maka jumlah total
mikroorganisme akan semakin sedikit begitu juga sebaliknya.
F. Keadaan Umum Lokasi Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan pada areal yang terkena debu vulkanik di Desa
Sukanalu Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo. Desa Sukanalu berjarak 3 km
dari Puncak Gunung Sinabung. Erupsi pertama kali terjadi di Desa Sukanalu pada
23 November 2013 yang ditandai dengan jatuhan lapili (batu kecil seukuran
0,5-1 cm) (Saputra, 2013). Untuk areal yang tidak terkena debu dilaksanakan di
Desa Kutagugung Kecamatan Nemanteran Kebupaten Karo. Desa Kutagugung
berjarak 5 km dari puncak Gunung Sinabung. Tanah di daerah hutan di desa
Kutagugung tidak terkena debu vulkanik. (Daulay, 2014).
Menurut klasifiasi iklim Schmidt-Ferguson, bulan kering adalah bulan
yang memiliki tebal curah hujan kurang dari 60mm, bulan lembab adalah
bulan-bulan yang memiliki tebal curah hujan antara 60mm – 100mm dan bulan basah adalah bulan-bulan yang memiliki tebal curah hujan lebih dari 100 mm. Data
curah hujan Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (Lampiran 1) dengan
perbandingan bulan kering dan bulan basahnya adalah 16,6% yang
diklasifikasikan ke dalam iklim basah yang memiliki nilai antara 14,33%-33,3%
(Utoyo, 2007).
Curah hujan yang tinggi mengakibatkan banyak hara yang hilang terbawa
aliran air ke lapisan bawah dan ke samping sehingga kemasaman tanah
meningkat, kemudian timbul masalah keracunan Al. Pada umumnya konsentrasi
Al di lapisan bawah lebih tinggi dari pada di lapisan tanah atas, sehingga akar
tanaman cenderung menghindari Al yang beracun tersebut dengan membentuk
perakaran yang hanya menyebar di lapisan atas. Akibat berikutnya, akar tanaman
semusim yang menderita keracunan Al tersebut tidak dapat menyerap unsur hara
secara optimal, juga tidak dapat menyerap unsur hara yang berada di lapisan
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2015.
Pengambilan sampel tanah dilakukan pada tanah bekas erupsi Gunung Sinabung
di Kabuaten Karo. Analisis tanah dilakukan di balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sumatera Utara. Pengukuran aktivitas mikroorganisme dilakukan di
Laboratorium Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
B.Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah sampel tanah dari tanah bekas letusan
Gunung Sinabung yang terkena debu vulkanik, air, media nutrien agar, larutan
fisiologis steril (8,5 g NaCl per liter akuades), KOH 0,2 N, phenophtalein, HCl
0,1 N, metil oranye, akuades, parafin cair. Alat yang diguanakan adalah cangkul,
kantong plastik, alat tulis, kertas label, erlenmeyer, pipet tetes, tabung reaksi, rak
tabung reaksi, labu ukur, tabung sentrifuse, cawan petri, beaker glass, laminar air
flow, toples plastik, botol kaca kecil, botol kocok, shaker, rotamixer,
gunting/cutter, selotip, dan bunsen.
C.Prosedur Penelitian
1. Lokasi Pengambilan Sampel
Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan pada tanah bekas letusan
Gunung Sinabung yang terkena debu vulkanik di Desa Sukanalu Kecamatan
Barusjahe Kabupaten Karo. Sebagai sampel tanah pembanding (kontrol) yaitu
tanah di sekitar yang tidak terkena debu vulkanik Gunung Sinabung di Desa
Kutagugung Kecamatan Namanteran.
2. Pengambilan Sampel Tanah
Sampel tanah diambil sebanyak tiga petak secara acak dengan jarak antar
petak adalah 100 m. Ukuran petak sampel tanah adalah 20 m x 20 m. Sampel
tanah diambil dari kedalaman 0-5 cm, 5-20 cm. Dalam satu petak diambil lima
titik sampel tanah secara diagonal dan dikompositkan. Sampel tanah yang sudah
dikompositkan, ditempatkan pada kantong plastik yang telah diberi label. Seluruh
sampel tanah diletakkan dalam tempat khusus untuk kemudian dianalisis. Berikut
adalah gambar petak pengambilan sampel tanah.
menit dan diukur pH nya menggunakan pH meter.
Prosedur analisis kandungan bahan organik yang terkandung pada tanah
adalah dengan cara:
1. Ditimbang 0,5 gr tanah dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500ml.
19
2. Ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 (dengan menggunakan pipet tetes) lalu
digoncang dengan tangan.
3. Ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat dan digoncang 2-3 menit, selanjutnya
didiamkan selama 30 menit.
4. Ditambahkan 100 ml air dan 5 ml H3PO4 85%., tambahkan NaF 4% 2,5
ml. Kemudian ditambahkan 5 tetes diphenilamine dan diguncang, maka
akan timbul larutan berwarna biru tua.
5. Dititrasi dengan FeSO4 0,5 N hingga warna menjadi hijau.
6. Dilakukan prosedur 2-5 tetapi tanpa sampel tanah, untuk mendapatkan
blanko.
7. Dihitung C-organik dengan menggunakan rumus:
C-organik = 5 (l-t/s) 0,78
Keterangan: t = titrasi
s = blanko
Dihitung bahan organik dengan rumus:
BO = C-organik x 1,724
` Menurut Mukhlis (2007), Prosedur analisis kapasitas tukar kation adalah
dengan cara:
1. Ditimbang 5 gr contoh tanah kering udara dan dimasukkan ke dalam
tabung sentrifuse 100 ml.
2. Ditambahkan 20 ml larutan NH4OAc. Diaduk sampai merata dan
dibiarkan selama 24 jam.
3. Diaduk kembali lalu disentrifuse selama 10 menit sampai 15 menit dengan
kecepatan 2500 rpm.
4. Didekantasi ekstrak NH4OAc, disaring lewat saringan dan ditampung
dengan labu ukur.
5. Diulangi penambahan NH4OAc sampai 4 kali. Setiap kali penambahan
diaduk merata, disentrifuse dan ekstraknya didekantasi kedalam labu ukur.
6. Ditambahkan 20 ml alkohol 80 % ke dalam tabung sentrifuse yang berisi
endapan tanah tersebut. Diaduk sampai merata, sentrifuse, dekantasi dan
filtratnya dibuang. Pencucian NH4 dengan alkohol ini dilakukan dengan
menambahkan beberapa kali sampai bebas NH4. hal ini dapat diketahui
dengan menambahkan beberapa tetes preaksi nessler pada filtratnya
tersebut. Apabila terdapat endapan kuning berarti masih terdapat ion NH4.
7. Dipindahkan secara kuantitatif dari tabung sentrifuse ke dalam labu didih.
Ditambahkan air kira-kira berisi 450 ml.
8. Ditambahkan beberapa butir batu didih, 5-6 tetes paraffin cair dan 20 ml
NaOH 50 %, kemudian didestilasi
9. Ditampung destilat dalam erlenmeyer 250 ml yang berisi 25 ml H2SO4 0,1
N dan 5-6 tetes indikator Conwai. Destilasi dihentikan jika destilat yang
ditampung mencapai kira-kira 150 ml
10.Dititrasi kelebihan asam dengan NaOH 0,1 N. Titik akhir titrasi dicapai
bilamana warna berubah menjadi hijau
11.Dilakukan destilasi tanpa tanah sebagai blanko
12.Dihitung KTK dengan rumus:
KTK me/ gr = � – � ℎ x � � �
21
2. Sifat Biologi Tanah
Parameter yang diamati untuk sifat biologi tanah yaitu total
mikroorganisme tanah yang dilakukan dengan menggunakan metode agar cawan
(Hastuti dan Ginting, 2007). Prosedur penetapan jumlah total mikroorganisme
yaitu membuat pengenceran secara seri dengan memasukkan 10 gr tanah ke dalam
erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 90 ml larutan fisiologis steril (8,5 gr NaCl per
liter akuades) kemudian dikocok menggunakan shaker selama 30 menit sehingga
campuran ini sebagai pengencer 10-1. Siapkan 7 tabung reaksi yang berisi 9 ml
larutan fisiologis steril. Lalu pipetilah 1 ml dari larutan 10-1 dan dimasukkan ke
dalam larutan fisiologis steril pada tabung reaksi, campuran ini sebagai
pengenceran 10-2 dan larutan 10-2 dipipeti kembali 1 ml untuk membuat larutan
10-3 dan seterusnya sampai pengenceran 10-8. Setelah suspensi tercampur dengan
larutan fisiologis steril, pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan
menggunakan rotamixer agar tercampur sempurna.
Setelah seri pengenceran dibuat, dipipet 1 ml dari suspensi dengan
pengenceran 10-6, 10-7, dan10-8 dipindahkan ke cawan petri steril. Media nutrien
agar yang telah disiapkan, didinginkan sampai tempraturnya sekitar 40-45oC.
Jumlah media nutrien agar yang dituangkan ke cawan petri kira-kira 10 ml.
Sebelum media ditungakan, mulut wadah media nutrien agar disterilkan terlebih
dahulu dengan melewatkannya pada api bunsen yang dilakukan di dalam laminar
air flow. Media nutrien agar dituangkan secara perlahan-lahan ke dalam cawan
petri dan diputar kearah kanan tiga kali dan kearah kiri tiga kali supaya suspensi
mikroorganisme tersebar secara merata pada cawan petri.
Setelah media benar-benar padat, cawan petri diinkubasikan pada suhu
kamar dengan diletakkan secara terbalik. Setelah tiga hari inkubasi dilakukan
perhitungan jumlah mikroorganisme dengan rumus:
Jumlah total mikroorganisme = rata-rata jumlah koloni per cawan petri x faktor
pengenceran.
3. Pengukuran aktifitas mikroorganisme tanah
Pengukuran aktivitas mikroorganisme tanah dilakukan untuk menentukan
seberapa banyaknya mikroorganisme tanah melakukan respirasi yaitu
menghasilkan CO2. Metode yang digunakan adalah metode jar dan diukur dengan
metode titrimetri (Anas, 1989).
Prosedur pengukuran aktivitas mikroorganisme tanah yaitu ditimbang
tanah sebanyak 100 gr, lalu dimasukkan ke dalam toples plastik ukuran 1 liter dan
kemudian dimasukkan juga dua botol kecil yang berisi 5 ml KOH 0,2 N dan 10 ml
akuades. Tutup toples sampai kedap udara dan diinkubasikan pada tempratur
sekitar 28-30oC di tempat yang gelap selam 14 hari.
Pada akhir masa inkubasi, ditentukan jumlah CO2 yang dihasilkan dengan
metode titrasi yaitu menambahkan 2 tetes phenolphtalein ke dalam botol yang
berisi KOH. Lalu, dititrasi dengan HCl sampai warna merah menjadi hilang. Catat
volume HCl yang digunakan, kemudian ditambahkan 2 tetes indikator metil
oranye dan dititrasi dengan HCl sampai warna kuning berubah menjadi pink.
Perubahan warna pink ini tidak boleh terlalu ketara dan oleh karena itu diharapkan
dalam menentukan titik akhir titrasi dilakukan dengan hati-hati. Catat volume HCl
yang digunakan. Jumlah HCl yang digunakan pada tahap kedua titrasi ini
23
Menurut Anas (1989), reaksi yang akan terjadi dalam pengukuran respirasi
tanah adalah:
1. Perubahan warna menjadi tidak berwarna (dengan penambahan indikator
phenolphtalein)
CO2 + KOH K2CO3
K2CO3 + HCl KCl + KHCO3
2. Perubahan warna kuning menjadi pink (dengan penambahan indikator
metil oranye)
3. KHCO3 + HCl KCl + H2O + CO2
Jumlah CO2 yang dihasilkan per kg tanah lembab perhari (r) dapat dihitung
dengan rumus:
r = (a-b) x t x 120 n
Keterangan :
a = ml HCl untuk contoh tanah
b = ml HCl untuk blanko
t = normalitas HCl yaitu 0,1
Normalitas HCl bersifat normal atau konstan
n = jumlah hari inkubasi yaitu 14 hari
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Sifat Kimia Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung
Sampel tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 0 -5 cm
merupakan debu vulkanik Gunung Sinabung, sedangkan sampel tanah yang
terkena debu vulkanik dengan kedalaman 5-20 cm merupakan tanah yang berada
dilapisan bawahnya yaitu tanah yang bercampur dengan debu vulkanik. Sampel
tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 0-5 cm dan 5-20 cm dapat
dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 0-5 cm.
25
Jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang ada di dalam tanah dipengaruhi
oleh sifat kimia tanah. Hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis sifat kimia tanah
Analisis
Kriteria: * Menurut Staf Pusat Penelitian (1983) dan BPP Medan (1982) dalam Mukhlis, ** Menurut Winarso (2005).
Hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat bahwa pada sampel tanah
yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 0-5 cm memiliki kriteria pH yang
masam, dengan KTK yang rendah dan C-Organik yang sangat rendah. Sampel
Sukarman dan Dariah (2014) kandungan C-organik tanah Andosol yang dijumpai
di Indonesia bervariasi dari 1,24% sampai 22,46% dari 6,5-52,0 cmol(+) kg-1 atau
bervariasi dari sangat rendah sampai sangat tinggi , KTK dengan nilai rata-rata
23,8 cmol(+) kg-1, dengan kisaran pH yang cukup lebar yaitu antara 3,4 sampai
6,7 dengan rata-rata 5,4. Namun kisaran pH antara 4,5 sampai 5,5 merupakan
kisaran pH yang paling banyak ditemukan, hal ini sesuai dengan analisis sifat
kimia yang telah dilakukan.
Pada Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa sampel tanah yang terkena debu
vulkanik dengan kedalaman 5-20 cm memiliki pH yang lebih rendah
dibandingkan dengan sampel tanah yang terkena debu vulkanik dengan
kedalaman 0-5 cm dan sampel tanah yang tidak terkena debu vulkanik. Hal ini
dikarenan Sulfur atau belerang yang tinggi pada sampel tanah yang terkena debu
vulkanik dengan kedalaman 5-20 cm sehingga dapat menurunkan pH. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Sudirja dan Supriatna (2000) bahwa belerang didalam
tanah secara perlahan akan diubah menjadi asam sulfit, dan secara bertahap akan
menurunkan pH tanah.
KTK pada tanah yang terkena pada debu vulkanik dengan kedalaman
0-5 cm adalah 13,14 me/100gr, tanah yang terkena debu vulkanik dengan
kedalaman 5-20cm adalah 24,88 me/100gr, sedangkan tanah yang tidak terkena
debu vulkanik sebesar 3,65 me/100gr. Tanah yang tidak terkena debu vulkanik
memiliki KTK paling rendah jika dibandingkan dengan tanah yang terkena debu
vulkanik. Hal itu sesuai dengan pernyataan Sanchez (1992), bahwa nilai KTK
pada Andosol termasuk rendah dengan nilai kejenuhan basanya sangat rendah.
Hal ini diduga karena tanah Andosol telah mengalami pelapukan lanjut serta
berada pada daerah curah hujan yang tinggi sehingga lapisan yang kaya bahan
organik cepat tererosi.
KTK tanah yang terkena debu vulkanik Gunung Sinabung lebih tinggi
dibandingkan KTK tanah yang tidak terkena debu vulkanik Gunung Sinabung hal
27
kemudian dapat mengakibatkan KTK menjadi lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sitepu (2011) bahwa debu vulkanik Gunung
Sinabung dapat meningkatkan kadar unsur hara makro di dalam tanah karena
tingginya kadar sulfur yang ada pada debu vulkanik dapat meningkatkan Ca dan
Mg. A’in, (2009) menyatakan bahwa tanah akan memili nilai KTK yang tinggi
bila didominasi oleh kation Ca, Mg, K, Na (kejenuhan basa tinggi).
KTK tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 0-5 cm lebih
rendah dibandingkan dengan KTK pada tanah yang terkena debu vulkanik dengan
kedalaman 5-20 hal ini dikarenakan tanah tersebut sudah bercampur dengan debu
vulkanik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soelaeman dan Abdullah (2014 )
bahwa sifat masam dari debu vulkanik dapat memasamkan tanah, sehingga
mengubah sifat kimia tanah yaitu pH dan KTK tanah yang sangat rendah.
Tanah yang terkena debu vulkanik pada kedalaman 5-20 cm memiliki
C-Organik lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang terkena debu vulkanik
dengan kedalaman 0-5 cm. Hal ini dikarenakan nilai KTK pada tanah yang
terkena debu vulkanik pada kedalaman 5-20 cm lebih tinggi dibandingkan dengan
tanah yang terkena debu vulkanik pada kedalaman 0-5 cm. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Winarso (2005) bahwa tanah-tanah yang mempunyai kadar liat/koloid
yang lebih tinggi dan/atau kadar bahan organik tinggi memiliki KTK lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah yang mempunyai kadar liat rendah (tanah pasiran) dan
kadar bahan organik rendah.
Al-dd tertinggi terlihat pada tanah yang terkena debu vulkanik dengan
kedalaman 5-20 cm dibandingkan dengan Al-dd pada tanah yang terkena debu
vulkanik dengan kedalaman 0-5 cm. Ini dikarenakan curah hujan yang tinggi pada
daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataa Hairiah, et al (2010) bahwa curah
hujan yang tinggi mengakibatkan banyak hara yang hilang terbawa aliran air ke
lapisan bawah dan ke samping sehingga kemasaman tanah meningkat, kemudian
timbul masalah keracunan Al. Pada umumnya konsentrasi Al di lapisan bawah
lebih tinggi dari pada di lapisan tanah atas.
B. Total Mikroorganisme Tanah
Parameter yang diamati dalam sifat biologi tanah adalah total
mikroorganisme tanah. Hasil perhitungan jumlah total mikroorganisme dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil perhitungan total mikroorganisme (x108) SPK/ml
Pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa jumlah total mikroorganisme
pada sampel tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 0-5 cm adalah
46,65 x108 SPK/ml. Jumlah total mikroorganisme pada tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 5-20 cm adalah 20,98 x108 SPK/ml. Jumlah total
mikroorganisme pada tanah yang tidak terkena debu vulkanik adalah
58,07 x108 SPK/ml.
Hasil perhitungan total mikroorganisme tanah pada tanah yang tidak
terkena debu vulkanik lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang terkena debu
vulkanik, hal ini dikarenakan tanah yang tidak terkena debu vulkanik memiliki pH
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah yang terkena debu vulkanik
karena mikroorganisme umumnya hidup pada pH netral. Populasi
mikroorganisme akan bertambah seiring dengan semakin tinggimya pH, hal ini
sesuai dengan pernyataan Simanungkalit, et al (2006), bahwa pertumbuhan
Sampel Tanah Kedalaman Total Mikroorganisme
Terkena Debu Vulkanik 0-5 cm 46,65
Terkena Debu Vulkanik 5-20 cm 20,98
29
kelompok bakteri optimum pada pH sekitar netral dan meningkat seiring dengan
meningkatnya pH tanah.
Total mikroorganisme pada tanah yang terkena debu vulkanik pada
kedalaman 5-20 cm lebih rendah dibandingkan dengan jumlah total
mikroorganisme tanah pada tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman
0-5cm, dikarenakan kedalaman tanah juga mempengaruhi jumlah total
mikroorganisme di dalam tanah, semakin dalam kedalaman tanah maka jumlah
mikroorganisme akan semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan penelitian
Ardi (2009) bahwa semakin dalam kedalaman tanah maka jumlah total
mikroorganisme tanah akan semakin berkurang, dan begitu juga sebaliknya. Hal
itu juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Maira, et al (2014) bahwa
pada lapisan abu saja tanpa adanya tanah, perkembangan mikrobia justru baik.
Hal ini dapat disebabkan karena mikrobia menggunakan mineral dari abu
vulkanik sebagai sumber karbonnya.
Total mikroorganisme pada tanah yang terkena debu vulkanik lebih rendah
jika dibandingkan dengan jumlah total mikroorganisme pada tanah yang tidak
terkena debu vulkanik. Hal itu dikarenakan kandungan bahan organik yang rendah
pada debu vulkanik sehingga dapat meningkatkan Bulk Density dan menurunkan
jumlah mikroorganisme yang ada di dalam tanah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hardjowigeno (2007), bahwa Bahan organik dapat memperkecil
kerapatan dan berat isi tanah. Presentasi Bulk Density akan besar apabila bahan organik yang terdapat pada tanah tersebut sedikit, dan begitu juga sebaliknya.
Kandungan Sulfur dan Al-dd yang tinggi pada debu vulkanik
mempengaruhi jumlah total mikroorganisme di dalam tanah. Semakin tinggi kadar
Sulfur dan Al-dd di dalam tanah maka jumlah mikroorganisme akan semakin
sedikit, itu karena kadar sulfur yang tinggi dapat menurunkan pH tanah dan
kemudian berpengaruh terhadap jumlah mikroorganisme di dalam tanah. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Andreita (2011), bahwa debu
vulkanik berpengaruh nyata meningkatkan kemasaman tanah, meningkatkan
Al-dd dan H-Al-dd, meningkatkan kejenuhan H, meningkatkan basabasa tukar,
meningkatkan kejenuhan basa dan meningkatkan S-tersedia tanah.
C. Aktivitas Mikrooganisme Tanah
Parameter yang diamati dalam aktivitas mikroorganisme tanah adalah
jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah. Jumlah CO2 yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil respirasi mikrooganisme tanah (kg/hari)
Pada Tabel 4 di atas dapat dilihat respirasi mikroorganisme pada sampel
tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 0-5 cm adalah 0,96 kg/hari.
Respirasi mikroorganisme pada tanah yang terkena debu vulkanik dengan
kedalaman 5-20 cm adalah 1,16 kg/hari. Respirasi mikroorganisme pada tanah
yang tidak terkena debu vulkanik adalah 1,52 kg/hari.
Respirasi mikroorganisme tanah tertinggi adalah pada sampel tanah yang
tidak terkena debu vulkanik, sementara respirasi mikroorganisme tanah terendah
adalah pada sampel yang terkena debu vulkanik pada kedalaman 0-5 cm. Hal itu
dikarenakan jumlah C-Organik pada sampel tanah yang tidak terkena debu
vulkanik adalah yang tertinggi jika dibandingkan dengan sampel tanah yang Sampel Tanah Kedalaman Respirasi Mikroorganisme Tanah
(kg/hari)
Terkena Debu Vulkanik 0-5 cm 0,96
Terkena Debu Vulkanik 5-20 cm 1,16
31
terkena debu vulkanik pada kedalaman 0-5 cm dan 5-20 cm. Semakin tinggi
kandungan C-Organik dalam tanah maka makin tinggi pula aktivitas
mikroorganisme yang ada didalam tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hanafiah, et al (2009) bahwa aktivitas mikroorganisme yang tinggi
berhubungan dengan banyaknya populasi mikroorganisme dan bahan organik
sebagai sumber energi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas.
Pada sampel tanah yang terkena erupsi dengan kedalaman 0-5 cm
memiliki pH yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sampel tanah yang
terkena debu vulkanik dengan kedalaman 5-20 cm, namun kandungan C-organik
pada sampel tanah yang terkena debu vulkanik pada kedalaman 0-5 cm lebih
rendah jika dibandingkan dengan tanah yang terkena debu vulkanik pada
kedalaman 5-20 cm. Hal itu dikarenakan curah hujan yang tinggi pada daerah
tersebut sehingga hara tercuci ke bagian tanah yang lebih dalam. Unsur S yang
tercuci membuat lapisan tanah pada bagian bawah menjadi lebih masam, namun
C-organik yang ikut tercuci membuat kandungan C-Organik pada sampel tanah
yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 5-20 cm lebih banyak di
bandingkan dengan sampel tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman
0-5 cm. Hal itulah yang diduga membuat pH tidak mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme pada tanah yang terkena debu vulkanik.
Aktivitas mikroorganisme pada tanah yang tidak tekena debu vulkanik
lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah yang terkena debu vulkanik, hal ini
dikarenakan pH dan C-Organik yang juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pH dan C-Organik pada sampel tanah yang terkena debu vulkanik, karena
semakin rendah pH maka aktivitas mikroorganisme di dalam tanah juga akan
semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syahputra (2007), bahwa jika
pH masam maka aktivitas mikroorganisme akan menurun. Aktivitas
mikroorganisme yang menurun diakibatkan semakin sedikitnya mikroorganisme
yang mampu bertahan hidup pada pH tanah yang masam. Hanafiah, et al (2009)
juga menyatakan bahwa semakin banyaknya bahan organik sebagai suplai
makanan atau energi di dalam tanah menyebabkan semakin meningkatnya
pertumbuhan populasi mikroorganisme yang kemudian akan meningkatkan
aktivitas mikroorganisme di dalam tanah.
Respirasi mikroorganisme tanah berkaitan erat dengan CO2 yang
dihasilkan oleh mikroorganisme di dalam tanah. Semakin banyak CO2 yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tanah maka semakin tinggi pula respirasi
mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumariasih, (2003) bahwa
respirasi didalam tanah dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme, produksi CO2
yang tinggi berarti aktivitas mikoorganisme tanah juga tinggi.
Jumlah mikroorganisme tertinggi terdapat pada tanah yang tidak terkena
debu vulkanik dan aktivitas mikroorganisme tertinggi juga terdapat pada sampel
tanah yang tidak terkena debu vulkanik, hal ini dikarenaka pH dan C-Organik
pada sampel tanah yang tidak terkena debu vulkanik lebih tinggi jika
dibandingkan dengan sampel tanah yang terkena debu vulkanik. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Hanafiah, et al (2009), bahwa aktivitas mikroorganisme yang
tinggi berhubungan dengan banyaknya populasi mikroorganisme dan bahan
organik sebagai sumber energi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas.
Jumlah mikroorganisme terendah terdapat pada sampel tanah yang terkena
33
terdapat pada sampel tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 0-5
cm. Hal itu diduga karena sampel tanah dengan kedalama 0-5 cm memiliki pH
yang lebih tinggi namun memiliki kandungan C-Organik yang rendah, pH yang
tinggi membuat jumlah mikroorganisme menjadi lebih banyak namun dengan
kondisi C-Organik yang digunakan sebagai sumber energi mikroorganisme untuk
melakukan aktivitas yang rendah maka membuat aktivitas mikroorganisme pada
tanah tersebut menjadi lebih rendah.
Terkait dengan kesuburan, tanah yang tidak terkena debu vulkanik lebih
subur jika dibandingkan dengan tanah yang terkena debu vulkanik, itu
dikarenakan baik jumlah maupun aktivitas mikroorganisme yang ada pada tanah
yang tidak terkena debu vulkanik merupakan yang tertinggi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Purwaningsih (2005) bahwa kesuburan tanah juga dapat diprediksi
dari jumlah populasi mikroba yang hidup di dalamnya. Tingginya jumlah mikroba
merupakan pertanda tingginya tingkat kesuburan tanah.
34
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Tanah yang terkena debu vulkanik memiliki pH dan C-Organik lebih
rendah namun memiliki nilai KTK, S dan Al-dd yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tanah yang tidak terkena debu vulkanik. Aktivitas
mikroorganisme pada tanah yang terkena debu vulkanik pada kedalaman 0-5 cm
adalah sebesar 0,96 sedangkan pada kedalaman 5-20 adalah sebesar 1,16.
Aktivitas mikroorganisme pada tanah yang tidak terkena debu vulkanik lebih
tinggi dibandingkan dengan jumlah dan aktivitas mikroorganisme pada tanah
yang terkena debu vulkanik yaitu sebesar 1,6.
1. Saran
Sebaiknya penelitian ini dilanjutkan setiap tahunnya untuk kemudian
dilihat perubahan jumah dan aktivitas mikroorganisme yang ada pada tanah
DAFTAR PUSTAKA
A’in, C. 2009. Alternatif Pemanfaatan Ex Disposal Area untuk Kegiatan Perikanan dan Pertanian di Kawasan Segara Anakan Berdasarkan Sistem Informasi Geografis. Thesis. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Semarang.
Anas, I. 1989. Petunjuk Laboratorium Biologi Tanah dalam Praktek. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.
Andhika, M.M. 2011. Dampak Debu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Perubahan Sifat Fisika dan Kandungan Logam Berat pada Tanah Inceptisol. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan
Andreita, R.R. 2011 Dampak Debu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah Inceptisol. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan
Ardi, R. 2009. Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah pada Berbagai Kelerengan dan Kedalaman Hutan Taman Nasional Gunung Leuser. Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Medan.
Barasa, R.F. , Rauf. A., Sembiring. M. 2013. Dampak Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung Terhadap Kadar Cu, Pb, dan B Tanah di Kabupaten Karo. Jurnal Online Agroekoteknologi. 1(4):1288-1297.
Daulay, F.,F. 2014. Sinabung Mengamuk. http://www.chaidirritonga.com. Diakses tanggal 25 Mei 2015.
Hairiah, K. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara. SMT Grafika Desa Putera. Jakarta
Hanafiah, A. S., T. Sabrina dan H. Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian. Medan.
Hardjowigeno, H.S. 2007. Ilmu Tanah . Akademika Presindo. Jakarta
Hastuti, R.D dan Ginting. R. C. B. 2007. Enumerasi Bakteri, Cendawan, dan Aktinomisetes, dalam Saraswati, R., E. Husein, dan R.D.M Simanungklit (Ed.) Metode Analisis Biologi Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan. Bogor.
Idjudin, A.A., Mas, D.E., dan S. Santoso. 2011. Teknologi Peningkatan Produktivitas Lahan Endapan Volkanik Pasca Erupsi G. Merapi.
Juanda, J.S dan Bambang, C. 2005. Wijen Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.
Kasno, A. 2009. Peran Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/. Diakses tanggal 20 September 2014.
Maira, L., Fiantis, D., dan Azman A. 2014. Hubungan Antara Mikrobia dengan Proses Pelapukan Abu Vulkanik. Lembaga Penelitian Unand. Bandung.
Mukhlis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press. Medan.
Mukhlis. 2011. Tanah Andisol Genesis, Klasifikasi, Karakteristik, Penyebaran dan Analisa. USU Press. Medan.
Lay. B, W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Lubis, S. 2008. Dinamika Populasi Jamur pada Tanah Ultisol Akibat Pemberian Berbagai Bahan Organik Limbah Perkebunan. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Purwaningsih, S. 2005. Isolasi, Enumerasi, dan Karakterisasi Bakteri Rhizobium dari Tanah Kebun Biologi Wamena, Papua. Biodiversitas. 6(2):82-84.
Rao, N.S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI-Press. Jakarta.
Rosminik dan Yuliarti, E. 2007. Mikroba Perombak Bahan Organik. dalam Saraswati, R., E. Husein, dan R.D.M Simanungklit (Ed.) Metode Analisis Biologi Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan. Bogor.
Sanchez, P.A. 1992. Myths and Science of Soil of The Tropics. Soil Sci. SOC. of Am., Inc. Madison.
Saputra. 2013. Penduduk Sinabung Mengungsi. http://daerah.sindonews.com/. Diakses tanggal 25 Mei 2015.
Saraswati, R. dan Sumarno. 2008. Pemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah sebagai Komponen Teknologi Pertanian. Iptek Tanaman Pangan. 3(1):41-58.
Simanungkalit, RDM., R. Saraswati, R.D. Hastuti, and E. Husen. 2006. Organic Fertilizer and Biofertilizer. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Soelaeman, Y, dan Abdullah, A.I. 2014. Rehabilitasi Sifat Fisika Tanah Pertanian Pasca Erupsi Merapi. Balai Peneliti Tanah.
Sudirja, R dan Supriatna, D. 2000. Remediasi Logam Berat Pb, Cd dan Cr pada Tanah Tercemar Industri Tekstil Menggunakan Bahan Organik dan Belerang dengan Indikator Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa Linn). 1 SoilRens (1): 29-36
Sukarman dan Dariah, A. 2014. Tanah Andosol di Indonesia Karakteristik, Potensi, Kendala, dan Pengelolaannya Untuk Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Sumariasih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Fakultas Pertanian UPN Veteran. Yogyakarta.
Suriadikarta, D.A., Abdullah A. I., Sutono, Dedi.E , Edi.S , dan A. Kasno. 2011. Identifikasi Sifat Kimia Debu Volkan, Tanah dan Air di Lokasi Dampak Letusan Gunung Merapi. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Syahputra, M. D. 2007. Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah di Hutan Mangrove. Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Medan.
Utoyo, B. Geografi 1 Membuka Cakrawala Dunia. 2007. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Widati, S. 2007. Respirasi Tanah. dalam Saraswati, R., E. Husein, dan R.D.M Simanungklit (Ed.) Metode Analisis Biologi Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan. Bogor.
Widyati, E. 2013. Pentingnya Keragaman Fungsional Organisme Tanah Terhadap Produktivitas Lahan. Tekno Hutan Tanaman. 6(1):29-39.
Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media. Yogyakarta.
Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
39
Lampiran 2. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah
No Jenis Analisis Erupsi
(0-5 cm)
Erupsi (5-20 cm)
Kontrol (0-20 cm)
1 pH (H2O) 4.54 4.43 5.14
2 C-Organik (%) 0.91 3.01 7.19
3 N-Total (%) 0,04 0.20 0.61
4 P-Tersedia (ppm) 19,23 27.80 0.41
5 P2O2 Total (mg/100g) 103,59 309.11 68.91
6 K-dd (me/100g) 0,39 0.58 0.47
7 Mg (me/100g) 0,17 0.24 1.11
8 Fe (ppm) 204.02 170.87 63.02
9 KTK (me/100g) 13.14 24.88 3.65
10 S (ppm) 480.44 646.43 89.39
11 Al-dd (me/100g) 0.17 1.08 Td*
Keterangan: Td* = Tidak terdeteksi