• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak Tutur Ulul Azmi: Satu Kajian Pragmatik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tindak Tutur Ulul Azmi: Satu Kajian Pragmatik"

Copied!
356
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR ULUL AZMI:

SATU KAJIAN PRAGMATIK

TESIS

Oleh

097009002/LNG

ZULFAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

▸ Baca selengkapnya: sebutkan hikmah beriman kepada rasul ulul azmi dalam kehidupan

(2)

TINDAK TUTUR ULUL AZMI:

SATU KAJIAN PRAGMATIK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

097009002/LNG

ZULFAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : TINDAK TUTUR ULUL AZMI: SATU KAJIAN PRAGMATIK

Nama Mahasiswa : Zulfan

Nomor Pokok : 097009002

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Drs. M. Husnan Lubis, M.A., Ph.D.) (Rahmadsyah Rangkuti, M.A., Ph.D.

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi, Direktur,

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 18 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. M. Husnan Lubis, M.A., Ph.D.

Anggota : 1. Rahmadsyah Rangkuti, M.A., Ph.D.

(5)

PERNYATAAN Judul Tesis

TINDAK TUTUR ULUL AZMI: SATU KAJIAN PRAGMATIK

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya

sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil

karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara

jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebahagian Tesis ini

bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya

bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan

sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 20 Juli 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama Lengkap : Zulfan

Tempat dan Tgl. Lahir : Simodong, 18 Januari 1986

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Dwikora III Gg. Family No. 22 E Medan Amplas

Status : Menikah

No. Telp / Hp : 08566386277

II. Riwayat Pendidikan

SD. Centre Sipare-pare : 1992 – 1998

MTs. PONPES Darul Arafah : 1998 – 2001

MA PONPES Darul Arafah : 2001 – 2004

S1 Sastra Arab Universitas Sumatera Utara : 2004 – 2009

S2 Linguistik Universitas Sumatera Utara : 2009 – 2012

III. Riwayat Pekerjaan

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan perkuliahan serta menyelesaikan tesis ini yang berjudul: Tindak Tutur

Ulul Azmi: Satu Kajian Pragmatik.

Salawat dan salam peneliti hadiahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang

telah membawa risalah yang benar sebagai petunjuk dan pedoman bagi manusia

dalam menjalankan kehidupan untuk keselamatan di dunia dan akhirat.

Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk

memperoleh gelar Master Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua

pihak yang secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi dan

penyelesaian tesis ini. Secara khusus pada kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. M. Husnan Lubis, M.A., Ph.D. dan Bapak Rahmadsyah

(8)

mengarahkan penulis selama penyusunan tesis ini dari awal hingga tesis

ini dapat diselesaikan.

2. Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. Dr. dr. Syahril

Pasaribu, DMT & H, M.SC(CTM), SP.A(K), Direktur Program

Pascasarjana USU Prof. Dr. Ir. A.Rahim Matondang, MSIE, beserta

segenap jajarannya yang telah berupaya meningkatkan situasi kondusif

pada Program Pascasarjana USU.

3. Ketua Program Studi Linguistik Prof. T. Silvana Sinar, Ph.D dan

Sekretaris Program Studi Linguistik Dr. Nurlela, M.Hum yang telah

membimbing dan banyak membantu saya selama studi. Demikian juga

penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf

administrasi SPs USU.

4. Bapak Dr. Eddy Setia, M.Ed TESP dan Ibu Dra. Pujiati, M. Soc. Sc. Ph.D yang telah menguji dan memberikan saran kepada penulis untuk kesempurnaan tesis ini.

5. Ayahanda Burhanuddin, S.E. dan ibunda Siti Rana Pulungan yang

telah memberikan hal-hal yang terbaik dan terindah selama ini. Semoga

Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada mereka berdua

“Allahumma igfirlī żunūbī wa li wālidayya wa irhamhumā kamā

rabbayāni sagīran.

6. Adinda tercinta Dahlia, S. Sos. yang telah banyak memberikan motivasi

(9)

7. Istri yang terkasih dan tercinta Ilyani, S.S. yang telah banyak

memberikan kasih dan sayangnya kepada penulis serta selalu memberikan

motivasi dan dukungan dalam penulisan tesis ini. Untuk ananda Zahrah

Humairah, tesis ini melengkapi kebahagian terhadap kehadiranmu di

dunia ini. Serta untuk seluruh keluarga besar penulis yang telah

memberikan dukungan dan do‘anya.

8. Seluruh guru dan dosen penulis yang telah mendidik dan memberikan

ilmunya. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya

kepada mereka.

9. Teman-teman angkatan tahun 2009 dan seluruh Mahasiswa Program Studi

Linguistik Sekolah Pascasarjana USU.

10.Saudara-saudara penulis di Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab Fakultas Ilmu

Budaya USU dan Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Ilmu

Budaya USU.

11.Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada

peneliti yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga kebaikan yang

kalian berikan kepada peneliti dibalas oleh Allah SWT. Amin ya rabba

al-‘alamin.

Medan, Juli 2012 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ... x

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

ŞŪRATUN TAJRIDIYYATUN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Kajian ... 1

1.2 Persoalan Kajian ... 14

1.3 Tujuan Kajian ... 14

1.4 Batasan Kajian ... 14

1.5 Manfaat Kajian ... 16

1.5.1 Manfaat Teoretis ... 16

1.5.2 Manfaat Praktis ... 16

1.6 Kajian Terdahulu ... 16

1.7 Sistematika Penulisan ... 17

BAB II KERANGKA TEORI ... 19

2.1 Pengertian Pragmatik ... 19

(11)

2.3 Klasifikasi Tindak Tutur Ilokusi ... 21

2.4 Fungsi Tindak Tutur Ilokusi ... 22

2.5 Jenis Tindak Tutur ... 23

2.6 Kesantunan ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1 Metode Penelitian ... 29

3.2 Data dan Sumber Data ... 29

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.4 Prosedur Analisis Data ... 31

BAB IV TINDAK TUTUR ULUL AZMI ... 34

4.1 Tindak Tutur Nabi Nuh A.S ... 34

4.1.1 Tindak Tutur Asertif ... 34

4.1.2 Tindak Tutur Direktif ... 57

4.1.3 Tindak Tutur Komisif ... 70

4.1.4 Tindak Tutur Deklaratif ... 73

4.2 Tindak Tutur Nabi Ibrahim A.S ... 77

4.2.1 Tindak Tutur Asertif ... 78

4.2.2 Tindak Tutur Direktif ... 97

4.2.3 Tindak Tutur Komisif ... 106

4.2.4 Tindak Tutur Ekspresif ... 111

(12)

4.3 Tindak Tutur Nabi Musa A.S ... 123

4.3.1 Tindak Tutur Asertif ... 124

4.3.2 Tindak Tutur Direktif ... 155

4.3.3 Tindak Tutur Komisif ... 181

4.3.4 Tindak Tutur Ekspresif ... 185

4.3.5 Tindak Tutur Deklaratif ... 193

4.4 Tindak Tutur Nabi Isa A.S ... 200

4.4.1 Tindak Tutur Asertif ... 200

4.4.2 Tindak Tutur Direktif ... 207

4.5 Tindak Tutur Nabi Muhammad S.A.W ... 215

4.5.1 Tindak Tutur Nabi Muhammad S.A.W. pada Khutbah Pertama di Madinah ... 215

4.5.1.1 Tindak Tutur Asertif ... 215

4.5.1.2 Tindak Tutur Direktif ... 226

4.5.1.3 Tindak Tutur Komisif ... 230

4.5.2 Tindak Tutur Nabi Muhammad S.A.W. Dalam Perang Badar ... 231

4.5.2.1 Tindak Tutur Asertif ... 231

4.5.2.2 Tindak Tutur Direktif ... 238

4.5.2.3 Tindak Tutur Komisif ... 241

(13)

Orang-orang Anshar ... 242

4.5.3.1 Tindak Tutur Asertif ... 242

4.5.3.2 Tindak Tutur Direktif ... 245

4.5.3.3 Tindak Tutur Komisif ... 247

4.5.3.4 Tindak Tutur Ekspresif ... 248

4.5.4 Tindak Tutur Nabi Muhammad S.A.W. Tentang Tawanan Dan Harta Rampasan Perang Hawazin ... 250

4.5.4.1 Tindak Tutur Asertif ... 250

4.5.4.2 Tindak Tutur Direktif ... 253

4.5.4.3 Tindak Tutur Deklaratif ... 256

4.5.5 Tindak Tutur Nabi Muhammad S.A.W Pada Penaklukan Kota Mekah ... 257

4.5.5.1 Tindak Tutur Asertif ... 257

4.5.5.2 Tindak Tutur Direktif ... 259

4.5.5.3 Tindak Tutur Deklaratif ... 261

4.5.6 Tindak Tutur Nabi Muhammad S.A.W Dalam Khutbah Beliau yang Terakhir ... 262

4.5.6.1 Tindak Tutur Asertif ... 262

4.5.6.2 Tindak Tutur Direktif ... 265

4.5.6.3 Tindak Tutur Komisif ... 272

(14)

BAB V PENUTUP ... 278

5.1 Kesimpulan ... 278

5.2 Saran ... 285

DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Tindak Tutur Nabi Nuh A.S 76

Tabel 2 Fungsi Tindak Tutur Nabi Nuh A.S 77

Tabel 3 Jenis Tindak Tutur Nabi Nuh A.S 77

Tabel 4 Klasifikasi Tindak Tutur Nabi Ibrahim A.S 122

Tabel 5 Fungsi Tindak Tutur Nabi Ibrahim A.S 123

Tabel 6 Jenis Tindak Tutur Nabi Ibrahim A.S 123

Tabel 7 Klasifikasi Tindak Tutur Nabi Musa A.S 199

Tabel 8 Fungsi Tindak Tutur Nabi Musa A.S 199

Tabel 9 Jenis Tindak Tutur Nabi Musa A.S 200

Tabel 10 Klasifikasi Tindak Tutur Nabi Isa A.S 214

Tabel 11 Fungsi Tindak Tutur Nabi Isa A.S 214

Tabel 12 Jenis Tindak Tutur Nabi Isa A.S 215

Tabel 13 Klasifikasi Tindak Tutur Nabi Muhammad S.A.W 276

Tabel 14 Fungsi Tindak Tutur Nabi Muhammad S.A.W 277

(16)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi yang digunakan dalam tesis ini adalah Pedoman Transliterasi

berdasarkan SK Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

RI No.158 tahun 1987 dan No. 0543b /U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

A. Konsonan

Huruf

Arab Nama Huruf Latin Nama

ﺍ Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

ﺏ Ba B Be

ﺕ Ta T Te

ﺙ Sa Ś Es (dengan titik di atas)

ﺝ Jim J Je

ﺡ Ha ḥ Ha (dengan titik di bawah)

ﺥ Kha Kh Ka dan ha

ﺩ Dal D De

ﺫ Zal Ż Zet (dengan titik di atas)

ﺭ Ra R Er

ﺯ Zai Z Zet

(17)

ﺵ Syin Sy Es dan ye

ﺹ Sad ș Es (dengan titik di bawah)

ﺽ Dad ḍ De (dengan titik di bawah)

ﻁ Ta ṭ Te (dengan titik di bawah)

ﻅ Za ẓ Zet (dengan titik di bawah)

ﻉ ‘Ain ‘ Koma terbalik (di atas)

ﻍ Gain G Ge

ﻑ Fa F Ef

ﻕ Qaf Q Ki

ﻙ Kaf K Ka

ﻝ Lam L El

ﻡ Mim M Em

ﻥ Nun N En

ﻭ Waw W We

ﻫ Ha H Ha

ء Hamzah ` Apostrof

(18)

B. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap (tasydid) ditulis rangkap.

Contoh : ﺔﻣﺪﻘﻣ = muqaddimah

ﺓﺭﻮﻨﻤﻟﺍ ﺔﻨﻳﺪﻤﻟﺍ = al-Madīnah al-munawwarah

C. Vokal

1. Vokal Tunggal

ﹷ (fathah) ditulis “a”, contoh : ﺃﺮﻗ = qara’a

ﹻ (kasrah) ditulis “i”, contoh : ﻢﺣﺭ = raima

ﹹ (dammah) ditulis “u”, contoh : ﺐﺘﻛ = kutubun

2. Vokal Rangkap

Vokal rangkap ﻱﹷ (fathah dan ya) ditulis “ai ”

Contoh : ﺐﻨﻳﺯ = zainab

ﻒﻴﻛ = kaifa

Vokal rangkap ﻭ--- (fathah dan waw) ditulis “au”

Contoh : ﻝﻮﺣ = ḥaula

ﻝﻮﻗ = qaulun

D. Vokal Panjang (maddah)

ﺍ--- dan ﻱ--- (fathah) ditulis “ā”, contoh : ﻡﺎﻗ = qāma ﻰﻀﻗ = qaā

(19)

ﻭ--- (dammah) ditulis “ū”, contoh : ﻡﻮﻠﻋ = ‘ulūmun E. Ta Marbutah

a. Ta marbutah yang berharkat sukun ditransliterasikan dengan huruf “h”

Contoh : ﺔﻣﺮﻜﻤﻟﺍ ﺔﻜﻣ = makkah al-mukarramah

ﺔﻴﻣﻼﺳﻹﺍ ﺔﻌﻳﺮﺸﻟﺍ = al-syarī‘ah al-islāmiyyah

b. Ta marbutah yang berharkat hidup ditransliterasikan dengan huruf “t”

Contoh : ﺔﻴﻣﻼﺳﻹﺍ ﺔﻣﻮﻜﺤﻟﺍ = al-ukūmatu al-islāmiyyah

ﺓﺮﺗﺍﻮﺘﻤﻟﺍ ﺔﻨﺴﻟﺍ = al-sunnatu al-mutawātirah F. Hamzah

Huruf hamzah (ء) di awal kata dengan vokal tanpa didahului oleh tanda apostrof.

Contoh : ﻥﺎﻤﻳﺇ = َ◌imānun G. Lafzu al-Jalālah

Lafzu al-Jalālah (kata ﷲ ) yang berbentuk frase nomina ditransliterasi tanpa hamzah.

Contoh : ﷲ ﺪﺒﻋ = ‘Abdullah

ﷲ ﻞﺒﺣ = ḥablullah

H. Kata Sandang “al”

1. Kata sandang “al” tetap ditulis “al”, baik pada kata yang dimulai dengan huruf

qamariyah maupun syamsiyah.

Contoh : ﺔﺳﺪﻘﻤﻟﺍ ﻦﻛﺎﻣﻷﺍ = al-amākinu al-muqaddasah

(20)

2. Huruf “a” pada kata sandang “al” tetap ditulis dengan huruf kecil meskipun

merupakan nama diri.

Contoh : ﻯﺩﺭﻭﺎﻤﻟﺍ = al-Māwardi

ﺮﻫﺯﻷﺍ = al-Azhar

3. Kata sandang “al” di awal kalimat dan pada kata “Allah SWT, Qur’an” ditulis

dengan huruf kapital.

Contoh : Al-Afgani adalah seorang tokoh pembaharu

(21)

ABSTRAK

Zulfan, 2012. Tindak Tutur Ulul Azmi: Satu Kajian Pragmatik.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis klasifikasi, fungsi dan jenis tindak tutur

ilokusi Rasul Ulul Azmi. Kemudian menganalisis kesantunan tindak tutur Rasul Ulul

Azmi serta menganalisis tindak tutur ilokusi yang paling dominan beserta faktornya.

Penelitian ini memakai teori Geoffrey Leech (1993) berkaitan dengan fungsi dan klasifikasi tindak tutur ilokusi serta prinsip kesantuan, I Dewa Putu Wijana dan M. Rohmadi (2010) tentang jenis tindak tutur. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah deskriptif kualitatif. Data penelitian ini adalah tuturan Rasul Ulul Azmi

yang terdapat di dalam Al-Quran dan buku-buku hadis dan sejarah Islam.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini

menggunakan teknik content analysis. Penelitian ini menemukan masing-masing

Rasul Ulul Azmi tidak menggunakan semua klasifikasi tuturan ilokusi, begitu juga

dengan fungsi tuturan ilokusi. Selanjutnya Rasul Ulul Azmi hanya menggunakan dua

jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur langsung literal dan tidak langsung literal.

Penelitian ini menemukan bahwa Rasul Ulul Azmi lebih banyak menggunankan

maksim kesepakatan dan menemukan juga tuturan yang dianggap tidak sesuai dengan

prinsip kesantunan. Penelitian ini juga menemukan bahwa Rasul Ulul Azmi lebih

banyak menggunakan tuturan asertif, karena dipengaruhi kondisi keyakinan umat mereka kepada animisme, dinamisme dan paganisme.

(22)

ABSTRACT

Zulfan, 2012. Speech Acts of Ulul Azmi (The Choosen): A Pragmatic Analysis

The research aims at analyzing classification, functions and kinds of illocutionary

acts as performed by Prophets of Ulul Azmi (The Chosens). Other objects of this

research are analyzing principles of politeness as contained in The Chosen’s illocutionary acts and finding the most dominant illocutionary act performed and reasons behind it. Geoffrey Leech’s theory (1993) is used in this research for analyzing classifications, functions and principle of politeness whereas analysis on kinds of illocutionary act is based on Putu Wijana and M. Rohmadi (2010). The method used in this research is descriptive qualitative method. The utterances of the Chosens as depicted in The Holy Quran and Islamic history books are collected using purposive sampling and become the main data of analysis which later on observed using content analysis. The facts in this research point that not all kinds of illocutionary acts are used but two namely literal direct and literal indirect. The facts also show that maxim of agreement is dominantly used and to some extents there are also some utterances which are regarded impolite. Assertive is dominantly used by the Chosens due to the condition of their people who are animism, dinamism and paganism.

(23)
(24)

ABSTRAK

Zulfan, 2012. Tindak Tutur Ulul Azmi: Satu Kajian Pragmatik.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis klasifikasi, fungsi dan jenis tindak tutur

ilokusi Rasul Ulul Azmi. Kemudian menganalisis kesantunan tindak tutur Rasul Ulul

Azmi serta menganalisis tindak tutur ilokusi yang paling dominan beserta faktornya.

Penelitian ini memakai teori Geoffrey Leech (1993) berkaitan dengan fungsi dan klasifikasi tindak tutur ilokusi serta prinsip kesantuan, I Dewa Putu Wijana dan M. Rohmadi (2010) tentang jenis tindak tutur. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah deskriptif kualitatif. Data penelitian ini adalah tuturan Rasul Ulul Azmi

yang terdapat di dalam Al-Quran dan buku-buku hadis dan sejarah Islam.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini

menggunakan teknik content analysis. Penelitian ini menemukan masing-masing

Rasul Ulul Azmi tidak menggunakan semua klasifikasi tuturan ilokusi, begitu juga

dengan fungsi tuturan ilokusi. Selanjutnya Rasul Ulul Azmi hanya menggunakan dua

jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur langsung literal dan tidak langsung literal.

Penelitian ini menemukan bahwa Rasul Ulul Azmi lebih banyak menggunankan

maksim kesepakatan dan menemukan juga tuturan yang dianggap tidak sesuai dengan

prinsip kesantunan. Penelitian ini juga menemukan bahwa Rasul Ulul Azmi lebih

banyak menggunakan tuturan asertif, karena dipengaruhi kondisi keyakinan umat mereka kepada animisme, dinamisme dan paganisme.

(25)

ABSTRACT

Zulfan, 2012. Speech Acts of Ulul Azmi (The Choosen): A Pragmatic Analysis

The research aims at analyzing classification, functions and kinds of illocutionary

acts as performed by Prophets of Ulul Azmi (The Chosens). Other objects of this

research are analyzing principles of politeness as contained in The Chosen’s illocutionary acts and finding the most dominant illocutionary act performed and reasons behind it. Geoffrey Leech’s theory (1993) is used in this research for analyzing classifications, functions and principle of politeness whereas analysis on kinds of illocutionary act is based on Putu Wijana and M. Rohmadi (2010). The method used in this research is descriptive qualitative method. The utterances of the Chosens as depicted in The Holy Quran and Islamic history books are collected using purposive sampling and become the main data of analysis which later on observed using content analysis. The facts in this research point that not all kinds of illocutionary acts are used but two namely literal direct and literal indirect. The facts also show that maxim of agreement is dominantly used and to some extents there are also some utterances which are regarded impolite. Assertive is dominantly used by the Chosens due to the condition of their people who are animism, dinamism and paganism.

(26)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Kajian

Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan untuk berpikir

dan bertindak sesuai dengan pikirannya. Kehidupan manusia yang

berkelompok-kelompok dan membentuk satu tatanan sosial masyarakat dan kebudayaan yang

memiliki ciri dan kekhususannya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat

untuk saling berinteraksi. Manusia yang memiliki kemampuan berpikir menjadikan

bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa merupakan media komunikasi yang paling

canggih dan produktif, semua kelompok manusia mempunyai bahasa, (Ibrahim,

1993:125). Dengan menggunakan bahasa manusia saling bertutur dan berujar untuk

menyampaikan pesan dan maksud pikirannya. Penggunaan Bahasa yang digunakan

manusia sebagai alat komunikasi adalah bentuk representatif kemampuan manusia

itu berpikir.

Setiap kelompok manusia memiliki bahasa tersendiri, yang digunakan untuk

berkomunikasi dengan sesama anggota kelompok tersebut. Melalui bahasa dapat

dipahami kebudayaan pemakai bahasa, yang mencakupi cara berpikir masyarakatnya,

(Sibarani, 2004: 46).

Bangsa Arab yang menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasinya,

menjadikan bahasa Arab tersebar luas di berbagai penjuru Dunia. Karena bahasa

Arab dipilih sebagai bahasa Al-Quran, maka seiring dengan kemajuan syiar Islam

(27)

Seperti yang telah dikemukakan bahwa Al-Quran merupakan kitab suci yang

diturunkan dalam bahasa Arab, kebenaran pernyataan ini diperjelas dengan Firman

Allah sebagai berikut:

َﻚِﻟَﺬَﻛَﻭ

ُﻩﺎَﻨْﻟَﺰْﻧَﺃ

ﺎًﻧﺁْﺮُﻗ

ﺎًّﻴِﺑَﺮَﻋ

...

)

ﻪﻁ

,

۱۱۳

(

wa każalika anzalnāhu qurānan ‘arabiyyan…… (Taha, 113)

“Dan Demikianlah Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab…..”. (QS. Taha, 113).

Sejak permulaannya, Al-Quran sebagai kitab dakwah, yakni ajakan untuk

menuju Allah S.W.T dan mengikuti jejak Rasul-Nya, artinya, Al-Quran mengajak

manusia untuk menaati dan mengikuti ajaran agama Islam yang dikehendaki oleh

Allah S.W.T dan Rasul-Nya.

Para Rasul Allah S.W.T menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk

menyampaikan pesan keagamaan dalam kegiatan berdakwah yang merupakan

kegiatan berkomunikasi, baik secara verbal maupun visual. Maka pada waktu yang

bersamaan para Rasul Allah S.W.T juga telah melakukan tindak tutur, antara penutur

dan lawan tutur. Pesan yang dikomunikasikan dapat dipandang sebagai gabungan

atau kombinasi dari berbagai tindak, serangkaian unsur dengan maksud dan tujuan

tertentu. Komunikasi mempunyai fungsi, bersifat purposif, mengandungi maksud dan

tujuan tertentu, serta dirancang untuk menghasilkan beberapa efek, pengaruh, atau

akibat pada lingkungan para penyimak dan para pembaca, (Tarigan, 1990: 145).

Dalam kegiatan berkomunikasi ini, ada tindak bahasa atau tindak tutur dalam

(28)

Tindak tutur ‘speech act’ yang merupakan bagian dari kajian pragmatik, pertama kali disampikan oleh filsuf berkebangsaan Inggris, Jhon L. Austin, (Nadar,

2009:12). Austin mengemukakan pendapat bahwa pada dasarnya, saat seseorang

mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Selanjutnya pendapat ini

dikembangkan oleh Searle dan berpendapat bahwa unsur yang paling kecil dalam

komunikasi adalah tindak tutur seperti menyatakan, membuat pertanyaan, memberi

perintah, menguraikan, menjelaskan, minta maaf, berterima kasih, mengucapkan

selamat, dan lain-lain.

Searle, (dalam Nadar, 2009:14) membagi tindak tutur menjadi tiga macam

tindakan yang berbeda, yaitu tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak

perlokusioner. Tindak lokusi adalah tindak tutur yang semata-mata menyatakan

sesuatu. Tindak ilokusi adalah apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu

menuturkan sesuatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan, berjanji, minta maaf,

mengancam, meramalkan, memerintah, meminta dan lain sebagainya. Tindak tutur

ilokusi dapat dikatakan sebagai tindak terpenting dalam kajian dan pemahaman tindak

tutur. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur untuk mempengaruhi lawan tutur,

seperti memalukan, mengintimidasi, membujuk dan lain-lain.

Leech, (1993: 162) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi berdasarkan

fungsinya menjadi empat jenis, yaitu: a) Kompetitif (Competitive) : tujuan ilokusi

bersaing dengan tujuan sosial; misalnya, memerintah, meminta, menuntut, mengemis.

b) Menyenangkan (Convivial): tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial; misalnya

(29)

mengucapkan selamat. c) Bekerja sama (Collaborative): tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial; misalnya menyatakan, melapor, mengumumkan,

mengajarkan. d) Bertentangan (Conflictive): tujuan ilokusi bertentangan dengan

tujuan sosial; misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi, memarahi.

Searle, (dalam Leech, 1993: 164) mengklasifikasikan tindak ilokusi

berdasarkan berbagai kriteria, antara lain: 1) Asertif (Assertives): pada ilokusi ini

penutur terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya, menyatakan,

mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. 2)

Direktif (Directives): ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan

yang dilakukan oleh penutur, misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut,

memberi nasihat. 3) Komisif (Commissives): pada ilokusi ini penutur terikat pada

suatu tindakan di masa depan, misalnya, menjanjikan, menawarkan. 4) Ekspresif

(Expressives): fungsi ilokusi ini ialah mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya,

mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam,

memuji, mengucapakan belasungkawa. 5) Deklarasi (Declarations): berhasilnya

pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi

dengan realitas, misalnya, mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama,

menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai), dan

sebagainya.

Tindak tutur juga dapat berbentuk langsung maupun tidak langsung, dan

(30)

berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif),

kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional

kalimat berita digunakan untuk memberikan suatu informasi, kalimat tanya untuk

menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan,

permintaan dan permohonan. Bila kalimat difungsikan secara konvensional sesuai

dengan fungsinya maka tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung,

yaitu: tindak tutur yang sesuai dengan modus kalimatnya. Jika kalimat difungsikan

dengan tidak sesuai dengan fungisnya maka tindak tutur yang terbentuk adalah tindak

tutur tidak langsung, yaitu: tindak tutur yang tidak sesuai dengan modus kalimatnya.

Selanjutnya, setelah tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung,

sejumlah tindak tutur mempunyai tuturan yang sesuai dan tidak sesuai dengan

kata-kata yang menyusunnya. Wijana dan Rohmadi, (2010:31) menjelaskan bahwa tindak

tutur yang maksudnya sama dan maksudnya tidak sama dengan kata-kata yang

menyusunnya dibagi menjadi dua, yaitu: 1)Tindak tutur literal adalah tindak tutur

yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. 2) Tindak tutur

tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan

dengan makna kata-kata yang menyusunnya.

Rasul merupakan manusia pilihan yang diberi kemampuan luar biasa untuk

menerima wahyu dan menyampaikannya kepada manusia. Ini berarti pada saat

tertentu Rasul dapat mengkondisikan dirinya untuk berkomunikasi dengan umatnya

(31)

untuk menerima wahyu yang berupa teori-teori maupun materi dakwah yang mesti

disampaikan, (Wahid, 2010: 6).

Dalam kegiatan berkomunikasi ini, sudah pasti ada bahasa yang digunakan

sebagai tindak tutur dalam menyampaikan pesan sesuai dengan konteks. Setiap Rasul

dan Nabi berbeda umatnya, maka berbeda pula kondisi keimanan umat tersebut,

berbeda pulalah tindak tutur yang digunakan oleh Rasul dan Nabi tersebut. Perbedaan

tindak tutur ini menjadi masalah dalam kajian ini, oleh karena itu perlu dilakukan

suatu kajian dengan menggunakan pendekatan pragmatik yang membahas pemakaian

tindak tutur yang dilakukan oleh Nabi-nabi Allah S.W.T, khususnya para Rasul Ulul

Azmi.

Secara etimologi, kata Ulul Azmi terdiri dari dua kata “

ﻮﻟﻭﺃ

/ūlū/” dan “

ﻡﺰﻌﻟﺍ

/al-‘azmu/”. Dalam kamus bahasa Arab Al-Munawwir karya Ahmad Warson

Munawwir (2002), Kata

ﻮﻟﻭﺃ

/ūlū/ adalah kata yang bermakna “yang memiliki” yang

berbentuk jama’, dan dalam bentuk mufrad atau bentuk tunggalnya adalah “

ﻭﺫ

/żū/”.

Kata “

ﻡﺰﻌﻟﺍ

/al-‘azmu/” adalah kata yang berbentuk masdar

ﻡﺰﻋ

/’azmun/” dari kata

kerja “

ﻡﺰﻌﻳ

-

ﻡﺰﻋ

/’azama-ya’zimu/” yang bermakna “seseorang yang berkeinginan

yang kuat dan penuh kesabaran”. Dengan demikian Ulul Azmi dapat diartikan sebagai: “seseorang yang mempunyai keinginan yang kuat dan penuh kesabaran”.

Beberapa pakar bahasa Arab berpendapat seperti yang terdapat di dalam

Al-Mu’jam Al-‘arabī Al-Asāsī (2003) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

(32)

yang memiliki kesabaran dan bersungguh-sungguh dalam berdakwah, mereka adalah

Nabi Nuh A.S, Nabi Ibrahim A.S, Nabi Musa A.S, Nabi Isa A.S, dan Nabi

Muhammad S.A.W.

Alhamid, (1995: xii) menyatakan bahwa Ulul Azmi adalah Rasul-rasul Allah

S.W.T yang menjadi teladan bagi Rasulullah S.A.W, karena tekad mereka kuat

dalam berdakwah, Nabi Muhammad S.A.W juga termasuk kepada Nabi Ulul Azmi,

karena beliau banyak melakukan jihad sabar dan berkorban. Pemilihan para Rasul

Ulul Azmi karena dalam melakukan dakwah, mereka sangat sabar walaupun mereka sangat ditentang oleh umatnya. Sehingga mereka menjadi tokoh yang memiliki

ketegaran dan kesabaran dalam medan perjuangan dakwah Islam.

Selanjutnya adalah contoh tindak tutur yang dituturkan oleh Nabi Nuh A.S

mengajak kaumnya beriman kepada kekuasaan Allah S.W.T, yang terdapat pada surat

Nuh ayat 15:

ْﻢَﻟَﺃ

ﺍْﻭَﺮَﺗ

َﻒْﻴَﻛ

َﻖَﻠَﺧ

ُﱠﷲ

َﻊْﺒَﺳ

ٍﺕﺍَﻭﺎَﻤَﺳ

ﺎًﻗﺎَﺒِﻁ

)

ﺡﻮﻧ

,

۱٥

(

alam taraw kaifa khalaqa allāhu sab’a samwātin tibāqan(15)

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat- tingkat?” (QS. Nuh:15).

Contoh di atas gambaran tindak tutur yang tergolong kepada tindak tutur

ilokusi yaitu bentuk tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk mempengaruhi agar si

mitra tutur melakukan tindakan. Pada konteks ini penutur menginginkan mitra

tuturnya untuk melakukan tindakan yaitu memperhatikan kekuasan Allah S.W.T

menciptakan langit dengan beberapa tingkatan. Tuturan di atas diklasifikasikan

(33)

tutur ini merupakan tindak tutur tidak langsung karena menggunakan modus

interogatif yang bermaksud untuk memerintah atau imperatif agar beriman kepada

Allah S.W.T.

Contoh yang kedua ialah tuturan Nabi Musa A.S kepada Nabi Khaidhir A.S,

pada surat Al-Kahfi ayat 69 sebagai berikut:

َﻝﺎَﻗ

ﻲِﻧُﺪِﺠَﺘَﺳ

ْﻥِﺇ

َءﺎَﺷ

ُﱠﷲ

ﺍًﺮِﺑﺎَﺻ

ﻻَﻭ

ﻲِﺼْﻋَﺃ

َﻚَﻟ

ﺍًﺮْﻣَﺃ

)

ﻒﻬﻜﻟﺍ

,

٦۹

(

qāla satajidunī insyā allāhu ābiran wa lā a’ī laka amran(69)

“Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun" (QS. Al-Kahfi: 69).

Tuturan di atas adalah tuturan yang disampikan oleh Nabi Musa A.S kepada

nabi Khaidhir A.S. Nabi Musa A.S diperintahkan Allah SWT untuk menjumpai Nabi

Khaidhir A.S yang lebih pandai, karena Nabi Khaidhir A.S lebih mengetahui hal-hal

yang ghaib dengan izin Allah SWT. Ketika Nabi Musa A.S berjumpa Nabi Khaidhir

A.S, Nabi Khaidir A.S mengatakan kepada Nabi Musa A.S bahwa Nabi Musa A.S

tidak akan sanggup mengikutinya. Namun Nabi Musa A.S berjanji kepada Nabi

Khaidhir A.S bahwa ia akan sanggup mengikutinya selama perjalalan mereka. Tindak

tutur di atas diklasifikasikan kepada tindak tutur komisif bentuk tutur yang berfungsi

untuk menyatakan janji. Tuturan komisif ini memiliki fungsi konvivial, dan tindak

tutur ini merupakan tindak tutur langsung literal, karena menggunakan modus

deklaratif.

Contoh yang ketiga ialah tuturan Nabi Musa A.S kepada kaumnya yaitu

(34)

َﻝﺎَﻗ َﻲِﻫ ﺎَﻣ ﺎَﻨَﻟ ْﻦﱢﻴَﺒُﻳ َﻚﱠﺑَﺭ ﺎَﻨَﻟ ُﻉْﺩﺍ ﺍﻮُﻟﺎَﻗ

ٌﺽِﺭﺎَﻓ ﻻ ٌﺓَﺮَﻘَﺑ ﺎَﻬﱠﻧِﺇ ُﻝﻮُﻘَﻳ ُﻪﱠﻧِﺇ

ِﺑ ﻻَﻭ

َﻚِﻟَﺫ َﻦْﻴَﺑ ٌﻥﺍَﻮَﻋ ٌﺮْﻜ

َﻥﻭُﺮَﻣْﺆُﺗ ﺎَﻣ ﺍﻮُﻠَﻌْﻓﺎَﻓ

)

٦۸

(

Qālū ud’u lanā rabbaka yubayyin lanā mā hiyā qāla innahu yaqūlu innhā baqaratun lā fāridun wa lā bikrun ‘awānun baina żalika faf’alū

mā tu’marūna (68)

Mereka menjawab: "mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu".

Pada ayat di atas menceritakan kisah bangsa Israel yang meminta Nabi Musa

A.S agar menanyakan kepada Allah S.W.T tentang kriteria sapi yang akan disembelih

seperti yang diperintahkan Allah S.W.T kepada mereka. Pada ayat ini terdapat dua

jenis tuturan yaitu tuturan langsung dan tidak langsung. Tuturan Nabi Musa A.S

tersebut adalah sebagai berikut:

...

َﻝﺎَﻗ

ٌﺽِﺭﺎَﻓ ﻻ ٌﺓَﺮَﻘَﺑ ﺎَﻬﱠﻧِﺇ ُﻝﻮُﻘَﻳ ُﻪﱠﻧِﺇ

َﻚِﻟَﺫ َﻦْﻴَﺑ ٌﻥﺍَﻮَﻋ ٌﺮْﻜِﺑ ﻻَﻭ

….

)

٦۸

(

……innahu yaqūlu innhā baqaratun lā fāridun wa lā bikrun ‘awānun

baina żalika…...(68)

….Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu;….(68)

Pada tuturan ini Nabi Musa A.S memerintahkan bangsa Israel untuk

memyembelih seekor sapi betina yang berumur tidak tua dan tidak pula muda, tetapi

berumur diantara tua dan muda. Tuturan ini diklasifikasikan sebagai tuturan direktif,

karena pada konteks ini penutur memerintahkan kepada lawan tuturnya untuk

(35)

tutur ini memiliki fungsi kompetitif, jenis tindak tutur ini adalah tindak tutur tidak

langsung literal, karena menggunakan modus deklaratif untuk memerintah.

Selanjutnya jenis tuturan kedua yaitu tindak tutur langsung literal Nabi Musa

A.S, sebagai berikut:

...

َﻥﻭُﺮَﻣْﺆُﺗ ﺎَﻣ ﺍﻮُﻠَﻌْﻓﺎَﻓ

)

٦۸

(

………..faf’alū mā tu’marūna (68).

……….Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu"(68).

Pada tuturan ini Nabi Musa A.S memerintahkan bangsa Israel untuk langsung

melakukan perintah Allah S.W.T dan jangan menundanya, Tuturan ini

diklasifikasikasikan sebagai tindak tutur direktif karena penutur menginginkan lawan

tuturnya untuk segera melakukan pekerjaan yang diperintahkan yaitu menyembelih

seekor sapi dengan beberapa kriteria. Tindak tutur ini memiliki fungsi kompetitif,

jenis tindak tutur ini adalah tindak tutur langsung literal, karena menggunakan modus

imperatif untuk menyatakan suatu perintah.

Contoh keempat adalah tuturan Nabi Ibrahim A.S kepada bapaknya yang

terdapat pada surat Maryam ayat 43, sebagai berikut:

َﻚِﺗْﺄَﻳ ْﻢَﻟ ﺎَﻣ ِﻢْﻠِﻌْﻟﺍ َﻦِﻣ ﻲِﻧَءﺎَﺟ ْﺪَﻗ ﻲﱢﻧِﺇ ِﺖَﺑَﺃ ﺎَﻳ

ﻲِﻨْﻌِﺒﱠﺗﺎَﻓ

ﺎًّﻳِﻮَﺳ ﺎًﻁﺍَﺮِﺻ َﻙِﺪْﻫَﺃ

)

٤۳

(

Yā abati innī qad jāanī mina al-‘ilmi mā lam ya’tikafāttabi’nī ahdika

sirātan sawiyyan (43)

Wahai bapakku, Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka ikutilah Aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus(43).

Ayat di atas menceritakan kisah tentang Nabi Ibrahim A.S yang mengajak

bapaknya untuk beriman kepada Allah S.W.T dan meninggalkan perbuatan syirik

(36)

menjadi tuturan Asertif, tuturan direktif, dan tuturan komisif. Berikut ini adalah

Tuturan asertif Nabi Ibrahim A.S yang terdapat pada ayat di atas, sebagai berikut:

َﻚِﺗْﺄَﻳ ْﻢَﻟ ﺎَﻣ ِﻢْﻠِﻌْﻟﺍ َﻦِﻣ ﻲِﻧَءﺎَﺟ ْﺪَﻗ ﻲﱢﻧِﺇ ِﺖَﺑَﺃ ﺎَﻳ

………

)

٤۳

(

Yā abati innī qad jāanī mina al-‘ilmi mā lam ya’tika……(43)

Wahai bapakku, Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu,…….(43)

Pada ayat ini Nabi Ibrahim A.S memberitahukan kepada bapaknya, bahwa

dirinya telah mendapatkan pengetahuan tentang Tuhan Semesta Alam yaitu Allah

S.W.T, pengetahuan ini merupakan hidayah bahwa Allah S.W.T adalah Tuhan yang

patut untuk disembah, dan bukan berhala yang dijadikan sebagai tuhan untuk

disembah kerena berhala itu tidak dapat memberikan manfaat apa pun. Tuturan ini

diklasifikasikan sebagai tuturan asertif, karena pada konteks ini penutur

memberitahukan kepada lawan tuturnya bahwa ia telah mendapatkan suatu

pengetahuan dari Allah S.W.T tentang kebenaran bahwa Allah S.W.T adalah Tuhan

yang Maha Esa. Tindak tutur ini memiliki fungsi kolaboratif, dan jenis tindak tutur

ini adalah tindak tutur langsung literal, karena menggunakan modus deklaratif untuk

memberikan suatu informasi.

Selanjutnya pada tuturan kedua yaitu tuturan direktif Nabi Ibrahim A.S,

sebagai berikut:

……….

ﻲِﻨْﻌِﺒﱠﺗﺎَﻓ

………..…..

)

٤۳

(

………fāttabi’nī………..(43) ………….Maka ikutilah Aku,……..(43)

Pada ayat ini Nabi Ibrahim A.S juga menasehati bapaknya untuk

(37)

sebagai tindak tutur direktif karena penutur menginginkan lawan tuturnya untuk

melakukan suatu pekerjaan yang diperintahkan yaitu mengikuti pekerjaan yang

dilakukan oleh penutur yaitu menyembah Allah S.W.T. Tindak tutur ini memiliki

fungsi kompetitif, jenis tindak tutur ini adalah tindak tutur langsung literal, karena

menggunakan modus imperatif untuk menyatakan suatu perintah.

Tuturan terakhir yang dituturkan Nabi Ibrahim A.S kepada bapaknya adalah

tuturan komisif, berikut ini adalah tuturannya:

………..

َﻙِﺪْﻫَﺃ

ﺎًّﻳِﻮَﺳ ﺎًﻁﺍَﺮِﺻ

)

٤۳

(

……….ahdika sirātan sawiyyan (43)

…………..niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus (43).

Pada ayat ini Nabi Ibrahim A.S juga berjanji kepada bapaknya bahwa ia akan

membimbing dan menuntun bapaknya ke jalan yang lurus, jelas, mudah dan suci

yang akan mengantarkannya kepada kebaikan dunia dan akhirat, yaitu dengan

menyembah Allah S.W.T. Tuturan ini diklasifikasikasikan sebagai tindak tutur

komisif karena penutur menyatakan kesanggupannya untuk melakukan suatu

tindakan pada masa yang akan datang kepada lawan tuturnya, yaitu menuntun dan

menunjukkan jalan yang benar yang penuh kebaikan di dunia dan akhirat. Tindak

tutur ini memiliki fungsi konvivial, jenis tindak tutur ini adalah tindak tutur langsung

literal, karena menggunakan modus deklaratif untuk menyatakan suatu informasi.

Oleh sebab keberagaman tindak tutur yang dijumpai di dalam Al-Quran,

penulis berpikir dan merasa perlu melakukan kajian untuk menjawab fenomena

(38)

untuk senantiasa beribadah kepada Allah S.W.T. Hasil dan dapatan fenomena

tersebut akan dijadikan sebagai jawaban atas fenomena da’i dan da’iah masa kini

yang lebih dan cenderung mengundang tawa lawan tuturnya.

Basit, (2006: 30) mengatakan bahwa, para pelaku dakwah di masyarakat

banyak yang mengembangkan dakwah hanya melalui metode ceramah dan ironisnya,

umat Islam sangat bangga dan tertarik dengan model ceramah yang penuh tawa.

Akibatnya, dakwah hanya sebatas tontonan dan tidak dijadikan sebagai tuntunan.

Padahal, pada dasarnya tugas pokok seorang da’i adalah meneruskan tugas

Rasulullah Muhammad S.A.W, karena da’i adalah pewaris nabi. Ia berarti harus

menyampaikan ajaran-ajaran Allah S.W.T seperti yang terdapat di dalam Al-Quran

dan Hadis.

Selanjutnya untuk menemukan jawaban fenomena tersebut, penulis

menjadikan kisah-kisah umat manusia terdahulu sebagai objek kajian. Kisah-kisah itu

didapati di dalam percakapan para Rasul Ulul Azmi dengan kaumnya yang diabadikan

dalam kisah-kisah nabi di dalam Al-Quran dan buku-buku hadis serta sejarah Islam.

Kajian ini difokuskan pada tindak tutur ilokusi, karena kajian terpenting

dalam pemahaman tindak tutur adalah tindak tutur ilokusi. Ini karena tindak ilokusi

tidak mudah diidentifikasi. Hal itu terjadi karena tindak ilokusi itu berkaitan dengan

siapa bertutur kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur dilakukan. Pada tindak

tutur ilokusi perlu disertakan konteks tuturan dalam situasi tutur, (Wijana dan

(39)

1.2Persoalan Kajian

Dengan memaparkan latar belakang kajian di atas, maka peneliti mengajukan

beberapa persoalan kajian untuk melakukan penelitian ini:

1. Klasifikasi, fungsi dan jenis tindak tutur ilokusi apa saja yang digunakan

oleh Rasul Ulul Azmi kepada umatnya?

2. Bagaimana kesantunan tindak tutur Rasul Ulul Azmi dalam berkomunikasi

kepada umatnya?

3. Klasifikasi, jenis dan fungsi tuturan manakah yang paling dominan

digunakan oleh Rasul Ulul Azmi kepada umatnya? dan apa yang

mempengaruhi dominanisasi jenis, fungsi dan klasifikasi tindak tutur

tersebut?

1.3 Tujuan Kajian

Kajian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis klasifikasi, fungsi dan jenis tindak tutur ilokusi Rasul Ulul

Azmi kepada umatnya.

2. Menganalisis kesantunan tindak tutur Rasul Ulul Azmi kepada umatnya.

3. Menganalisis klasifikasi, fungsi dan jenis tindak tutur ilokusi yang paling

dominan digunakan oleh Rasul Ulul Azmi kepada umatnya, beserta faktor

yang mempengaruhi dominanisasi tersebut.

1.3Batasan Kajian

Kajian yang akan dilakukan ini berfokus pada percakapan atau dialog antara

(40)

kisah-kisah di dalam Al-Quran dan terjemahnya. Penulis merujuk kepada Al-Quran dan

Terjemahnya, yang diterbitkan oleh Yayasan Penyelenggara, Penterjemah/Pentafsir

Al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia tahun 1971. Namun dalam hal ini,

dialog yang di ambil dari kisah Al-Quran adalah dialog Nabi Nuh A.S, Nabi Ibrahim

A.S, Nabi Musa A.S, dan Nabi Isa A.S.

Selanjutnya, untuk tindak tutur Nabi Muhammad S.A.W, penulis merujuk

kepada buku Khutab ar-Rasūl: 574 Khutbatan min kunuz ad-durar wa jawami

al-kalim (edisi terjemahan oleh Muslih) yang diterbitkan oleh Qisthi Press tahun 2009. Buku ini berisikan khutbah-khutbah Nabi Muhammad S.A.W dalam berdakwah, dan

menceritakan sejarah kehidupan beliau. Buku ini dipilih sebagai bahan kajian untuk

mendapatkan tuturan Nabi Muhammad S.A.W, karena Al-Quran adalah mukjizat

Nabi Muhammad S.A.W sendiri. Sehingga Al-Quran tidak memuat langsung

perkataan dari Nabi Muhammad S.A.W, seperti yang telah tertulis di dalam Al-Quran

surat An-Najm ayat 1-4, sebagai berikut:

ﻯَﻮَﻫ ﺍَﺫِﺇ ِﻢْﺠﱠﻨﻟﺍَﻭ

)

۱

(

ﻯَﻮَﻏ ﺎَﻣَﻭ ْﻢُﻜُﺒِﺣﺎَﺻ ﱠﻞَﺿ ﺎَﻣ

)

۲

(

ﻯَﻮَﻬْﻟﺍ ِﻦَﻋ ُﻖِﻄْﻨَﻳ ﺎَﻣَﻭ

)

۳

(

ﻰَﺣﻮُﻳ ٌﻲْﺣَﻭ ﻻِﺇ َﻮُﻫ ْﻥِﺇ

)

٤

(

wa al-najmi iżā hawā(1)mā dallā sāhibukum wa mā gawā(2)wa mā yantiqu ‘ani al-hawā(3)in huwa illā wahyun yūhā(4)

(41)

1.5 Manfaat Kajian

Temuan dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoretis dan praktis,

yakni:

1.5.1 Manfaat teoretis

Penelitian ini akan menambah, memperluas dan meningkatkan pemahaman

dan pengetahuan tentang pragmatik khususnya dalam bahasa Arab.

1. Penelitian ini akan memperjelas jenis, fungsi dan klasifikasi tindak tutur

ilokusi yang digunakan oleh masing-masing Rasul Ulul Azmi.

2. Penelitian akan memperjelas kesantunan tindak tutur yang digunakan oleh

masing-masing Rasul Ulul Azmi.

3. Penelitian ini akan memberikan informasi dan pengetahuan di bidang

tindak tutur untuk yang mempelajari bahasa, budaya dan sastra Arab, serta

pengajar agama Islam dan penceramah di Indonesia.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Penelitian ini berguna bagi peneliti selanjutnya.

2. Penelitian ini berguna bagi pengajar dan pembelajar bahasa Arab.

3. Penelitian ini membantu dan mengembangkan bidang ilmu komunikasi

dakwah.

1.6 Kajian Terdahulu

Penelitian dan tulisan tentang tindak tutur yang berkaitan dengan kisah

(42)

peneliti sebelumnya. berikut ini paparan tentang beberapa literatur tentang

kisah di dalam Al-Quran:

1. Penulis mendapati sebuah hasil penelitian yang bersumber dari

Penelitian tersebut berkaitan dengan kisah Ulul Azmi di dalam Al-Quran,

permasalahan dalam penelitian tersebut adalah tentang relevansi

pengulangan kisah-kisah Ulul Azmi di beberapa surat di dalam Al-Quran

dengan kerasulan Nabi Muhammad S.A.W dan relevansinya terhadap

kehidupan umat Nabi Muhammad S.A.W. Penelitian tersebut sama sekali

tidak menggunakan pendektan Pragmatik, seperti yang penulis lakukan.

2. Sebuah tesis dengan judul “Tuturan Direkif dalam Al-Quran: Kajian

Pragmatik Terhadap Ayat-ayat Hukum, yang ditulis oleh Ayup Purnawan

mahasiswa pascasarjana linguistik UGM pada tahun 2009.

Sepanjang yang diketahui penulis sampai saat ini, belum ada satu kajian

tentang tindak tutur Rasul Ulul Azmi, oleh sebab itu penulis mencoba melakukan

penelitian yang berkaitan dengan tindak tutur Rasul Ulul Azmi.

1.7 Sistematika Penulisan

Tesis ini terdiri atas lima bab. Bab pertama menjelaskan tentang pendahuluan

yang berisikan; latar belakang kajian, tujuan kajian, persoalan kajian, batasan kajian,

manfaat penelitian, kajian terdahulu, dan sistematika penulisan. Bab dua adalah

kerangka teori. Bab tiga adalah metodologi penelitian. Bab empat adalah klasifikasi,

(43)

berkomunikasi kepada umatnya. Bab lima adalah penutup yang terdiri atas

(44)

BAB II

KERANGKA TEORI

Kerangka teori ini berisi tentang teori yang akan digunakan dalam penelitian

ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

tindak tutur; (4) fungsi tindak tutur ilokusi; (5) jenis tindak tutur; (6) prinsip

kesantunan.

Untuk memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti

menggunakan dan memanfaatkan beberapa teori yang berkaiatan dengan tindak tutur

yang dikemukakan oleh beberapa pakar, antara lain: a) Geoffrey Leech (1993, edisi

terjemahan oleh M. D. D. Oka ) yang berkaitan dengan fungsi tindak tutur ilokusi dan

prinsip kesantuan. b) I Dewa Putu Wijana dan M. Rohmadi (2010) yang berkaitan

dengan jenis tindak tutur. c) Geoffrey Leech dalam Henry Guntur Tarigan (1990)

tentang klasifikasi tindak tutur.

2.1 Pengertian Pragmatik

Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

Cabang-cabang itu antaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik.

Pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara

eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi.

Wijana dan Rohmadi, (2010: 4) mengatakan bahwa semantik dan pragmatik

adalah cabang-cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual,

(45)

mempelajari makna secara eksternal. Telaah semantik adalah makna yang bebas

konteks, manakala makna prgamatik adalah makna yang terikat konteks.

Leech, (1993: 8) mengatakan bahwa pragmatik dan semantik berkaitan

dengan makna. Semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang

melibatkan dua segi (dyadic) seperti pada “apa artinya X”. Manakala pragmatik

memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan tiga segi (triadic),

seperti pada “apa maksudmu dengan X”. Dengan demikian dalam pragmatik makna

diberi definisi dalam hubungannya dengan penutur atau pemakai bahasa, manakala

dalam semantik, makna didefinisikan semata-mata sebagai ciri-ciri ungkapan dalam

suatu bahasa tertentu, terpisah dari situasi, penutur dan petuturnya.

2.2 Tindak Tutur

Tindak tutur ‘speech act’ yang merupakan bagian dari kajian pragmatik,

pertama kali disampikan oleh filsuf berkebangsaan Inggris, Jhon L. Austin. Austin

(1962) mengemukakan pendapat bahwa pada dasarnya, saat seseorang mengatakan

sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Selanjutnya pendapat ini dikembangkan oleh

Searle dan berpendapat bahwa unsur yang paling kecil dalam komunikasi adalah

tindak tutur seperti menyatakan, membuat pertanyaan, memberi perintah,

menguraikan, menjelaskan, minta maaf, berterima kasih, mengucapkan selamat, dan

lain-lain, (Nadar, 2009:12).

Searle, (dalam Wijana dan Rohmadi 2010: 20-23) mengemukakan bahwa

secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh

(46)

act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act). Tindak lokusi adalah tindak tutur

untuk menyatakan sesuatu, tindak tutur itu disebut ‘the act of saying something’.

Tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif paling mudah untuk diidentifikasi

karena pengindentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks

tuturan yang tercakup dalam situasi tutur. Tindak ilokusi adalah tuturan yang

berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga

dipergunakan untuk melakukan sesuatu, tindak ilokusi disebut ‘the act of doing

something’. satu tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya

pengaruh (perlocutionary force), atau efek bagi yang mendengarkan. Efek atau daya

pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya.

Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur

disebut dengan tindak perlokusi. Tindak ini disebut ‘The Act of Affecting Someone’.

2.3 Klasifikasi Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusi diklasifikasikan oleh Searle, (dalam Leech, 1993:164).

menjadi lima jenis yaitu tindak tutur asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi.

Searle, mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan berbagai kriteria, antara lain:

1. Asertif (Assertives): melibatkan pembicara pada kebenaran proposisi yang

diekspresikan, misalnya: menyatakan, memberitahukan, menyarankan,

membanggakan, ,mengeluh, menuntut, melaporkan.

2. Direktif (Directives): dimaksudkan untuk menimbulkan beberap efek

melalui tindakan sang penyimak, misalnya: memesan, memerintahkan, memohon,

(47)

3. Komisif (Commissives): melibatkan pembicara pada beberapa tindakan

yang akan datang, misalnya: menjanjikan, bersumpah, menawarkan, memanjatkan

(doa).

4. Ekspresif (Expressives): mempunyai fungsi unuk mengekspresikan,

mengungkapkan, atau memberitahukan sikap psikologis sang pembicara menuju

suatu pernyataan keadaan yang diperkirakan oleh ilokusi; misalnya: mengucapkan

terima kasih, mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, menyalahkan, memuji, menyatakan belasungkawa, dan sebagainya.

5. Deklarasi (Declarations): adalah ilokusi yang bial performasinya berhasil

akan menyebabkab korespondensi yang baik antara isi proporsional dengan realitas;

contoh: menyerahkan diri, memecat, membebaskan, membaptis, member nama,

menamai, mengucilkan, mengangkat, menunjuk, menentukan, menjatuhkan hukuman, memvonis, dan sebagainya.

2.4 Fungsi Tindak Tutur Ilokusi

Tindak ilokusi mempunyai beraneka ragam fungsi dalam praktik kehidupan

sehari-hari. Berdasarkan bagaimana hubungannya dengan tujuan sosial dalam

menentukan dan memelihara serta mempertahankan rasa sikap hormat. Leech,

(1993:162) mengemukakan bahwa fungsi-fungsi ilokusi dapat diklasifikasikan

menjadi empat jenis, yaitu:

1. Kompetitif (Competitive) : Tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial;

misalnya, memerintah, meminta, menuntut, mengemis. Pada ilokusi yang

(48)

ialah mengurangi ketidak harmonisan yang tersirat dalam kompetisi antara

apa yang ingin dicapai oleh penutur dengan apa yang dituntut oleh sopan

santun.

2. Menyenangkan (Convivial): Tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial;

misalnya, menawar, mengajak/mengundang, menyapa, mengucapkan

terima kasih, mengucapkan selamat. Pada fungsi ini sopan santun lebih

positif bentuknya dan bertujuan mencari kesempatan untuk

beramah-tamah.

3. Bekerja sama (Collaborative): Tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan

sosial; misalnya, menyatakan, melapor, mengumumkan, mengajarkan.

Pada fungsi ini tidak melibatkan sopan santun, karena pada fungsi ini

sopan santun tidak relevan.

4. Bertentangan (Confilctive): Tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan

sosial; misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi, memarahi. Dalam

jenis ilokusi ini unsur sopan santun tidak ada sama sekali, karena pada

dasarnya fungsi ini menimbulkan kemarahan.

2.5 Jenis Tindak Tutur

Secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat:

berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif).

Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberikan suatu informasi.

Kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu. Kalimat perintah untuk menyatakan

(49)

Apabila kalimat difungsikan secara konvensional sesuai dengan fungsinya dan

jika kalimat difungsikan dengan tidak sesuai dengan fungisnya maka tindak tutur

yang terbentuk adalah:

1. Tindak tutur langsung, yaitu: tindak tutur yang sesuai dengan modus

kalimatnya.

Contoh: (1) jam berapa sekarang?

Tuturan di atas adalah tindak tutur yang menanyakan informasi waktu

kepada mitra tutur.

2. Tindak tutur tidak langsung, yaitu: tindak tutur yang tidak sesuai dengan

modus kalimatnya.

Contoh: (2) apa ini bukan waktunya untuk tidur?

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya, dengan

menggunakan kalimat tanya untuk mengungkapkan tindak tutur tidak

langsung yaitu memerintah.

Selanjutnya, setelah tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung.

Sejumlah tindak tutur mempunyai tuturan yang sesuai dan tidak sesuai dengan

kata-kata yang menyusunnya.

Wijana dan Rohmadi, (2010:31) menjelaskan bahwa tindak tutur yang

maksudnya sama dan maksudnya tidak sama dengan kata-kata yang menyusunnya

dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan

(50)

Contoh: (3) mobilmu bersih sekali.

Tuturan di atas dituturkan seseorang kepada temannya yang baru selesai

mencuci mobilnya. Maka jelas tuturan itu memuji yang sifatnya literal.

2. Tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama

dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya.

Contoh: (4) mobilmu bersih sekali.

Tuturan di atas dituturkan seseorang kepada temannya yang mengendarai

mobilnya ketika hujan dan melewati jalanan yang becek. Maka tuturan

tersebut tindak tutur tidak literal, karena bukan bermaksud untuk memuji,

tetapi mengejek.

Apabila tindak tutur langsung dan tidak langsung disinggungkan

(diinterseksikan) dengan tindak tutur literal dan tidak literal, maka akan didapatkan

tindak tutur berikut ini:

1. Tindak tutur lansung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan

modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya.

Contoh: (5) angkat tangan!

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang polisi yang memerintahkan

seseorang mengangkat tangannya sebelum ditangkap karena melakukan

kejahatan.

2. Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan

dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya,

(51)

dimaksudkan penutur. Dalam tindak tutur ini maksud memerintah

diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya.

Contoh: (6) kok gelap?

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang pemilik rumah kepada

pembantunya ketika sedang mati lampu. Kalimat yang digunakan pemilik

rumah adalah kalimat tanya, secara tidak langsung memerintah dengan

maksud agar pembantu menghidupkan lilin.

3. Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan

dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi

kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud

penuturnya. Dalam tindak tutur ini, maksud memerintah diutarakan

dengan kalimat perintah, kalimat dan maksud menginformasikan dengan

kalimat deklaratif.

Contoh: (7) merokok lagi yang banyak, biar sehat!

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang dokter kepada pasiennya, dokter

tersebut memerintahkan pasiennya agar mengurangi menghisap rokok

supaya sehat.

4. Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang

diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai

dengan maksud yang hendak diutarakan.

(52)

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya untuk

menyuruh anaknya pelan-pelan ketika makan.

2.6 Kesantunan

Dalam pertukaran tuturan, peserta tutur tidak hanya menghormati

prinsip-prinsip kerjasama, tetapi juga mengindahkan prinsip-prinsip-prinsip-prinsip kesopanan. Sebagai

retorika interpersonal, pragmatik memerlukan prinsip lain, yakni prinsip kesopanan,

(Wijana dan Rohmadi, 2010: 51).

Leech, (1993: 206) mengatakan bahwa sopan santun berkenaan dengan

hubungan antara dua pemeran serta yang boleh kita namakan diri dan lain. Dalam

percakapan, diri biasanya diidentifikasi dengan n, dan lain lazimnya diidentifikasi

dengan t; tetapi penutur juga dapat menunjukkan sopan santun pada pihak ketiga

yang hadir ataupun tidak hadir dalam situasi ujar yang bersangkutan. Selanjutnya,

Leech (1993) menjelaskan bahwa ada enam maksim di dalam prinsip kesantunan,

iaitu:

1. Maksim Kearifan (Tact Maxim) (dalam ilokusi-ilokusi impositif dan

komisif)

a. Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin.

b. Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.

2. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) (dalam ilokusi-ilokusi

impositif dan komisif)

a. Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin.

(53)

3. Maksim Pujian (Approbation Maxim) (dalam ilokusi-ilokusi ekspresif dan asertif)

a. Kecamlah orang lain sedikit mungkin.

b. Pujilah orang lain sebanyak mungkin.

4. Maksim Kesederhanaan Hati (Modesty Maxim) (dalam ilokusi-ilokusi

ekspresif dan asertif)

a. Pujilah diri sendiri sedikit mungkin.

b. Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.

5. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim) (dalam ilokusi Asertif)

a. Usahakan agar tak ketaksepakatan antara diri dan lain sedikit mungkin

terjadi.

b. Usahakan agar kesepakatan antara diri dan lain terjadi sebanyak

mungkin.

6. Maksim Simpati (Sympathi Maxim) (dalam ilokusi Asertif)

a. Kurangilah rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil

mungkin.

(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Untuk memudahkan dan membantu penulis untuk menganalisis data dalam

penelitian ini, maka metodologi penelitian sangat penting untuk ditentukan dan

diaplikasikan dalam proses penelitian ini. Oleh karena itu peneliti menentukan

bahwa, penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang

bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi,

atau berbagai fenomena realita sosial. Penelitian ini juga berupaya menarik realita

tersebut ke permukaan sebagai satu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran

tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu, (Bungin, 2007:68).

3.2 Data dan Sumber Data

Satuan data penelitian ini adalah tuturan para Rasul Ulul Azmi yang terdapat

pada dialog antara Rasul Ulul Azmi sebagai penutur dan kaumnya sebagai lawan tutur.

Sumber data primer penelitian ini adalah Al-Quran dan Terjemahnya, yang

diterbitkan oleh Yayasan Penyelenggara, Penterjemah/Pentafsir Al-Quran

Departemen Agama Republik Indonesia tahun 1971, dan buku Khutab ar-Rasūl: 574

Khutbatan min kunuz ad-durar wa jawami al-kalim (edisi terjemahan oleh Muslih) yang diterbitkan oleh Qisthi Press pada tahun 2009.

Untuk membantu proses penelitian ini, peneliti mengumpulkan data sekunder,

sebagai pendukung bahan dan data penelitian yang berkaitan dengan pembahasan

(55)

1. Khutab Al-Rasul karya Majdi Muhammad Syahawi, yang diterbitkan oleh

Maktabah Al-Taufiqiyyah.

2. Al-Rahīq Al-Makhtūm karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury yang diterbitkan oleh Maktabah Al-Nur Al-Islamiyi.

3. Majma’ Al-Zawāid wa Manba’i Al-Fawāid jilid 6 karya Al-Hafiz

Nuruddin Ali bin Abi Bakr Al-Hasyimi, yang diterbitkan oleh Dāru Al

-Kitābi Al-‘Arabī.

4. Imtā‘u Al-Asmā‘i jilid 1karya Taqiyuddin Ahmad bin Ali bin Abdul

Qadir bin Muhammada Al-Muqriri, yang diterbitkan oleh Dāru Al-Kutubi

Al-‘Alamiyati.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Terdapat 903 ayat Al-Quran yang mengkisahkan kehidupan Rasul Ulul Azmi

(Nabi Nuh A.S, Nabi Ibrahim A.S, Nabi Musa A.S, dan Nabi Isa A.S). Dengan

menggunakan teknik purposive sampling, maka didapatkan 167 ayat yang berisi

dialog dari empat Rasul Ulul Azmi, dengan klasifikasi sebagai berikut:

1. Nabi Nuh A.S 42 ayat.

2. Nabi Ibrahim A.S 42 ayat.

3. Nabi Musa A.S 73ayat.

4. Nabi Isa A.S 10 ayat.

Selanjutnya untuk tindak tutur Nabi Muhammad S.A.W, ditetapkan enam

khutbah yang dianggap dapat menjawab dari tujuan penelitian ini. Keenam khutbah

(56)

1. Khutbah Nabi Muhammad S.A.W pada Perang Badar.

2. Khutbah Nabi Muhammad S.A.W untuk Menghibur Orang-orang Anshar.

3. Khutbah Nabi Muhammad S.A.W tentang tawanan dan harta rampasan perang

Hawazin.

4. Khutbah Nabi Muhammad S.A.W dalam penaklukan kota Mekah.

5. Khutbah pertama Nabi Muhammad S.A.W di Madinah.

6. Khutbah terakhir Nabi Muhammad S.A.W yang Terakhir.

3.4 Prosedur Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2010:

280). Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki

lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan (Sugiyono, 2009: 336).

Ada tiga tahapan analisis data penelitan menurut Miles dan Huberman (1992:

15-20), ketiga tahapan tersebut adalah: reduksi data, display atau penyajian data dan

menarik kesimpulan atau verifikasi data.

a. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan

mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga

kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara memilih ayat-ayat Al-Quran yang

(57)

tersebut direduksi sehingga menjadi tuturan Nabi Nuh A.S, Nabi Ibrahim

A.S, Nabi Musa A.S dan Nabi Isa A.S. Penelitian ini juga mereduksi

khutbah-khutbah Nabi Muhammad S.A.W, sehingga khutbah yang

dijadikan data penelitian hanya khutbah yang memiliki keistimewaan

tersendiri di dalam sejarah Islam.

b. Penyajian data adalah proses penyajian hasil dari reduksi data sebagai

sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan data. Penyajian data dalam

penelitian ini adalah dengan cara mengelompokkan tuturan dari

masing-masing Rasul Ulul Azmi sesuai dengan klasifikasi, fungsi dan jenisnya,

serta menyesuaikannya dengan prinsip kesantunan.

c. Verifikasi adalah langkah terakhir untuk menarik kesimpulan. Verifikasi

merupakan proses mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan,

pola-pola, penjelasan, konfigurasi- konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat,

dan proposisi. Setelah peneliti menarik kesimpulan dari hasil penelitian,

peneliti perlu mempelajari dan meninjau kembali data-data dari hasil

penelitian. Peninjauan ulang ini dapat melibatkan berbagai pihak, agar

kesimpulan penelitian ini benar-benar kokoh dan dapat diuji kebenarannya.

Sehingga kesimpulan penelitian ini dapat menjawab rumusan masalah yang

dirumuskan sejak awal.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, karena data yang dijadikan

(58)

dan sejarah Islam. Guba dan Lincoln (1981:228) (dalam Moleong, 2010: 216)

mengemukakan bahwa dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film.

Untuk memanfaatkan dokumen yang padat isi, biasanya digunakan teknik

tertentu, teknik yang paling umum digunakan adalah ialah content analysis (Moleong,

2010: 220). Analisis isi (content anlysis) adalah teknik penelitian untuk membuat

inferensi-inferensi yang dapat ditiru, dan sahih data dengan memerhatikan

konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi

(59)

BAB IV

TINDAK TUTUR ULUL AZMI

4.1 Tindak Tutur Nabi Nuh A.S

Berdasarkan dari analisis data yang telah dilakukan, ditemukan empat jenis

klasifikasi tindak tutur yang digolongkan kepada tindak tutur ilokusi yang digunakan

Nabi Nuh A.S dalam berkomunikasi kepada umatnya. Keempat jenis klasifikasi

tindak tutur ilokusi tersebut adalah tindak tutur asertif, tindak tutur direktif, tindak

tutur k

Gambar

    Fungsi Tindak Tutur Nabi Nuh A.S Tabel 2
Tabel 6  Jenis Tindak Tutur Nabi Ibrahim A.S
Tabel 7  Klasifikasi Tindak Tutur Nabi Musa A.S
Jenis Tindak Tutur Nabi Musa A.STabel 9
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berseberangan dengan skala ketaklangsungan yang disampaikan oleh Leech, bahwa semakin langsung suatu tuturan maka tidak santun.. Jadi, tuturan pada data

Tindak tutur langsung tidak literal ( direct nonliteral speech act ) adalah TT yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi

Aku berlindung dengan Allah, kebenaran Kitab menyatakan, telah datang kepada kamu seorang Rasul dari golongan kamu sendiri (iaitu Nabi Muhammad s.a.w) yang menjadi sangat

Permasalahan yang akan diteliti sehubungan dengan tujuan tersebut antara lain adalah bentuk-bentuk tindak tutur ilokusi asretif, direktif dan ekspresif, dan makna tuturan

Jenis-Jenis Tindak Tutur yang Terdapat pada Percakapan Data 3 No Tuturan Tindak Lokusi Ilokusi Perlokusi 1 “Hehe, nasibku baik sekali, siang ini aku akan makan Kancil yang

Tindak tutur merupakan tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan. Artinya hal seperti itu mengandung sebuah asumsi bahwa tuturan-tuturan yang kita ucapkan

Pelanggaran tindak tutur guru pada maksim kecocokan dapat dikatakan bahwa semakin banyak ketidakcocokan yang kita buat, maka semakin tidak sopan pula tuturan yang

Berikut dialog yang terdapat dalam film, yakni : Dengan kode 40:50 data yang terdapat dalam film: “Kita tidak membunuh tawanan” Konteks tuturan yang terdapat dalam film ini sebagai