• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pola Makan, Status Gizi, Pola Haid Dan Kejadian Anemia Remaja Putri SMU Negeri 18 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pola Makan, Status Gizi, Pola Haid Dan Kejadian Anemia Remaja Putri SMU Negeri 18 Medan"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN POLA MAKAN, STATUS GIZI, POLA HAID DAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI

DI SMU NEGERI 18 MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH :

CHOLIDA AMALIA PURBA NIM : 051000594

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN POLA MAKAN, STATUS GIZI, POLA HAID DAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI

DI SMU NEGERI 18 MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

CHOLIDA AMALIA PURBA NIM : 051000594

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

GAMBARAN POLA MAKAN, STATUS GIZI, POLA HAID DAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI

DI SMU NEGERI 18 MEDAN TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : CHOLIDA AMALIA PURBA

NIM : 051000594

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 01 Februari 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua penguji

Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si NIP. 19680616 199303 2 003

Penguji I

Dra. Jumirah, Apt., M.Kes NIP. 19580315 198811 2 001

Penguji II

Ernawati Nasution, SKM, MKes NIP. 19700212 199501 2 001

Penguji III

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes NIP. 19620529 198903 2 001 Medan, Maret 2011

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

ABSTRAK

Remaja putri lebih rawan terkena anemia dibandingkan anak-anak dan usia dewasa karena remaja berada pada masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi yang lebih tinggi termasuk besi. Selain itu, remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badan, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makan dan melakukan pantangan terhadap banyak makanan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola makan, status gizi, pola haid dan kejadian anemia pada remaja putri di SMU Negeri 18 Medan. Jenis penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Jumlah populasi sebanyak 214 siswi kelas I dan kelas II dan dijadikan sampel sebanyak 69 orang dengan teknik simple random sampling. Jumlah konsumsi energi, protein, dan besi (Fe) diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan formulir food recall 24 jam. Jenis makanan dan frekuensi makan diperoleh dengan menggunakan formulir food frequency. Berat badan diperoleh dengan menimbang remaja putri, tinggi badan melalui pengukuran tinggi badan. Pola haid diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Kadar Hb diukur dengan metode sian-methemoglobin. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi remaja putri sebagian besar pada kategori sedang. Namun demikian, masih ada remaja putri yang tingkat kecukupan energi, protein dan besi pada kategori kurang dan defisit. Remaja putri yang pendek sebesar 23,2%, sedangkan kurus sebesar 4,3%. Pola haid yang diukur berdasarkan usia mendapat haid pertama, siklus haid, dan lama haid mayoritas pada kategori normal dan remaja putri mengalami anemia sebanyak 37,7%.

Disarankan bagi remaja putri yang lama hari haidnya tidak normal supaya lebih meningkatkan asupan makanan yang banyak kandungan zat besinya. Bagi pengurus sekolah lebih proaktif dalam upaya peningkatan gizi dengan memasukkan program kesehatan dan gizi serta melakukan pemantauan status gizi remaja putri dan pemeriksaan kadar Hb darah.

(5)

ABSTRACT

Female adolescents are more vulnerable to anemic than children and adults due to the adolescents are in the period of growth that need higher nutrition including iron. In addition, they usually concern to physical posture that many of them who limit their consumption of food and even make taboo of foods

The objective of this study is to know the description of meal pattern, nutritional status, menstruation pattern and the incidence of anemic in female adolescents at SMU Negeri 18 Medan. It is a descriptive study using cross-sectional design. The population included 214 students and 69 were selected to be the sample by simple random sampling technique. The total consumption of energy, protein and iron (Fe) collected by the survey of food consumption using food recall 24 hours method. The type of food and frequency of meal collected by interview using food frequency questionare. The body weights were found by weight the female adolescents, including their body heights by measuring their body heights. The menstruation pattern was found by interview using questionnaire. Hemoglobin level was measured by using sian-methemoglobin method. The collected data were then analyzed descriptively.

The result of this study showed that energy consumption level in the inadequate and highly deficit category. Similarly, with of the consumption level of protein and iron, majority belongs to inadequate and deficit category. The female adolescents with stunted consists of 23,2%, whereas with thin consists of 4,3%. The menstruation pattern measured based on the age of achieving the first menstruation, menstruation cycle and duration, majority belongs to normal category and the female adolescents with anemic consists of 37,7%.

It is suggested that the administrator of the school is

more pro-active in

improving nutrition

to include health and nutrition programs and nutritional status monitoring of female adolescents and examination of blood hemoglobin level.

Keywords : meal pattern, nutritional status, menstruation pattern, incidence of anemic, female adolescents.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Cholida Amalia Purba

Tempat / Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 13 Februari 1983

Agama : Islam

Satus Perkawinan : Menikah Anggota Keluaraga : 2 (dua) orang

Alamat : Jln. Letda Sujono Gg. Pringgan No. 5 Medan

Riwayat Pendidikan

1. SD Swasta Muhammadiyah Pematang Siantar : Tahun 1989 - 1995 2. SMP Swasta Sultan Agung Pematang Siantar : Tahun 1995 – 1998 3. SMU Swasta Raksana Medan : Tahun 1998 – 2001 4. Akademi Keperawatan Malahayati Medan : Tahun 2001 – 2004 4. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU : Tahun 2005 – 2011

Riwayat Pekerjaan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun yang bermanfaat bagi skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Gambaran Pola Makan, Status Gizi, Pola Haid Dan Kejadian Anemia Remaja Putri SMU Negeri 18 Medan”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Dra. Jumirah., Apt., M.Kes selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Albiner Siagian, M.Si, selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 3. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes, selaku dosen penguji II dan Ibu Dr. Ir.

Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku dosen penguji III.

(8)

5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan yang terbaik bagi penulis dan selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Kiranya Allah SWT akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah penulis terima selama ini. Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan rahmat-Nya bagi kita semua. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Maret 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan

Abstrak... Abtract ... Daftar Riwayat Hidup ... Kata Pengantar ... 1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.3.1.Tujuan umum ... 1.3.2.Tujuan Khusus ... 1.4. Manfaat Penelitian ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anemia pada Remaja Putri ... 2.1.1. Remaja Putri... 2.2.2. Anemia ... 2.3. Metode Penilaian Konsumsi Gizi ... 2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.3. Populasi dan Sampel ... 3.3.1. Populasi ... 3.3.2. Sampel ... 3.4. Metode Pengumpulan Data ... 3.5. Prosedur Pemeriksaan Kadar Hb ... 3.6. Defenisi Operasional... 3.7. Aspek Pengukuran ... 3.8. Analisa Data ... BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Sekolah ... 2.2. Gambaran Umum Remaja Putri ... 4.3. Gambaran Pola Makan...

(10)

4.3.3. Gambaran Tingkat Kecukupan Besi (Fe) Remaja Putri... 4.3.4. Jenis Dan Frekuensi Konsumsi Pangan ... 4.3.5. Jenis dan Frekuensi Jajanan... 4.4. Gambaran Status Gizi Remaja Putri ... 4.5. Gambaran Pola Haid ...

4.5.1. Usia Saat Mendapat Haid Pertama... 4.5.2. Gambaran Siklus Haid Remaja Putri ... 4.5.3. Lama Haid ... 4.6. Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri ... 4.7. Gambaran Status Gizi Remaja Putri Berdasarkan Pola Makan ... 4.8. Gambaran Pola Haid Remaja Putri Berdasarkan Pola Makan ... 4.8.1. Gambaran Pola Haid (Usia Pertama Haid) Remaja Putri

Berdasarkan Pola Makan... 4.8.2. Gambaran Pola Haid (Siklus Haid) Remaja Putri

Berdasarkan Pola Makan... 4.8.3. Gambaran Pola Haid (Lama Hari Haid) Remaja Putri

Berdasarkan Pola Makan... 4.9. Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Berdasarkan Pola Makan ... 4.10. Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Berdasarkan

Status Gizi ... 4.11. Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Berdasarkan Pola Haid ... BAB V PEMBAHASAN

5.1. Pola Makan Remaja Putri ... 5.2. Status Gizi Remaja Putri ... 5.3. Pola Haid Remaja Putri... 5.4. Kejadian Anemia pada Remaja Putri ... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan untuk Wanita ... Tabel 3.1. Nama Kelas dan Jumlah Sampel yang Diambil... Tabel 3.2. Angka Kecukupan Gizi Remaja Putri...

Tabel 4.1. Distribusi Remaja putri Berdasarkan Umur ... Tabel 4.2. Distribusi Remaja putri Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi... Tabel 4.3. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein... Tabel 4.4. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Tingkat Kecukupan Besi (Fe)... Tabel 4.5. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Jenis Makanan dan Frekuensi

Makan... Tabel 4.6.Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Makan dan Jenis

Makanan Jajanan yang Dikonsumsi Responden ... Tabel 4.7. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Status Gizi dengan Menggunakan

Indikator Indeks Massa Tubuh menurut Umur ... Tabel 4.8. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Usia Saat Mendapat Haid

Pertama... Tabel 4.9. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Siklus Haid ... Tabel 4.10. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Lama Haid ... Tabel 4.11. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Kejadian Anemia... Tabel 4.12. Distribusi Status Gizi (IMT/U) Berdasarkan Pola Makan Remaja

Putri ... Tabel 4.13. Distribusi Pola Haid (Usia Pertama Haid) Berdasarkan Pola Makan

Remaja Putri... Tabel 4.14. Distribusi Pola Haid (Siklus Haid) Berdasarkan Pola Makan Remaja

Putri ... Tabel 4.15. Distribusi Pola Haid (Lama Hari Haid) Berdasarkan Pola Makan

(12)
(13)

ABSTRAK

Remaja putri lebih rawan terkena anemia dibandingkan anak-anak dan usia dewasa karena remaja berada pada masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi yang lebih tinggi termasuk besi. Selain itu, remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badan, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makan dan melakukan pantangan terhadap banyak makanan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola makan, status gizi, pola haid dan kejadian anemia pada remaja putri di SMU Negeri 18 Medan. Jenis penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Jumlah populasi sebanyak 214 siswi kelas I dan kelas II dan dijadikan sampel sebanyak 69 orang dengan teknik simple random sampling. Jumlah konsumsi energi, protein, dan besi (Fe) diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan formulir food recall 24 jam. Jenis makanan dan frekuensi makan diperoleh dengan menggunakan formulir food frequency. Berat badan diperoleh dengan menimbang remaja putri, tinggi badan melalui pengukuran tinggi badan. Pola haid diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Kadar Hb diukur dengan metode sian-methemoglobin. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi remaja putri sebagian besar pada kategori sedang. Namun demikian, masih ada remaja putri yang tingkat kecukupan energi, protein dan besi pada kategori kurang dan defisit. Remaja putri yang pendek sebesar 23,2%, sedangkan kurus sebesar 4,3%. Pola haid yang diukur berdasarkan usia mendapat haid pertama, siklus haid, dan lama haid mayoritas pada kategori normal dan remaja putri mengalami anemia sebanyak 37,7%.

Disarankan bagi remaja putri yang lama hari haidnya tidak normal supaya lebih meningkatkan asupan makanan yang banyak kandungan zat besinya. Bagi pengurus sekolah lebih proaktif dalam upaya peningkatan gizi dengan memasukkan program kesehatan dan gizi serta melakukan pemantauan status gizi remaja putri dan pemeriksaan kadar Hb darah.

(14)

ABSTRACT

Female adolescents are more vulnerable to anemic than children and adults due to the adolescents are in the period of growth that need higher nutrition including iron. In addition, they usually concern to physical posture that many of them who limit their consumption of food and even make taboo of foods

The objective of this study is to know the description of meal pattern, nutritional status, menstruation pattern and the incidence of anemic in female adolescents at SMU Negeri 18 Medan. It is a descriptive study using cross-sectional design. The population included 214 students and 69 were selected to be the sample by simple random sampling technique. The total consumption of energy, protein and iron (Fe) collected by the survey of food consumption using food recall 24 hours method. The type of food and frequency of meal collected by interview using food frequency questionare. The body weights were found by weight the female adolescents, including their body heights by measuring their body heights. The menstruation pattern was found by interview using questionnaire. Hemoglobin level was measured by using sian-methemoglobin method. The collected data were then analyzed descriptively.

The result of this study showed that energy consumption level in the inadequate and highly deficit category. Similarly, with of the consumption level of protein and iron, majority belongs to inadequate and deficit category. The female adolescents with stunted consists of 23,2%, whereas with thin consists of 4,3%. The menstruation pattern measured based on the age of achieving the first menstruation, menstruation cycle and duration, majority belongs to normal category and the female adolescents with anemic consists of 37,7%.

It is suggested that the administrator of the school is

more pro-active in

improving nutrition

to include health and nutrition programs and nutritional status monitoring of female adolescents and examination of blood hemoglobin level.

Keywords : meal pattern, nutritional status, menstruation pattern, incidence of anemic, female adolescents.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu faktor dominan dalam menentukan potensi dan kemampuan (fisik dan intelektual) manusia adalah keadaan gizi dan derajat kesehatannya (Dinkes, Sumut, 2006).

Keadaan gizi seseorang adalah manifestasi dari apa yang dikonsumsi pada masa lalu. Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan konsekuensi penyakit defisiensi atau mengurangi kemampuan fungsi tubuh. Karena itu agar tercapainya derajat kesehatan yang optimal, seseorang harus mengonsumsi zat gizi dalam tubuh yang sesuai dengan kecukupan yang dianjurkan (Supariasa, dkk. 2002).

Salah satu indikator status gizi masyarakat adalah prevalensi anemia gizi. Anemia gizi merupakan masalah gizi yang besar dan luas diderita oleh penduduk di seluruh dunia. Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari normal untuk kelompok orang yang bersangkutan (Arisman, 2004).

(16)

nifas 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun 57,1% dan usia 19-45 tahun 39,5%. Dari semua kelompok umur tersebut, wanita mempunyai risiko paling tinggi untuk menderita anemia terutama remaja putri (Arisman, 2004).

Penelitian Arumsari (2008) di Kota Bekasi pada remaja putri menunjukkan prevalensi anemia sebesar 38,3%. Sementara Aditian, (2009) di SMN 113 di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu mendapatkan kejadian anemia remaja putri sebesar 39,4%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunatmaningsih (2007) di SMAN 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes menunjukkan persentase penderita anemia pada kelompok remaja putri sebanyak 47,1%. Demikian juga dengan penelitian Hankusuma dan Wahyu, A., (2009) di Kecamatan Mulyorejo menemukan prevalensi anemia pada remaja putri sebesar 27,5%. Sedangkan di Sumatera Utara prevalensi penderita anemia pada tahun 2003 sudah mencapai 76% (Anonim, 2006).

Remaja putri lebih rawan terkena anemia dibandingkan anak-anak dan usia dewasa karena remaja berada pada masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi yang lebih tinggi termasuk besi. Remaja putri mengalami peningkatan kebutuhan besi karena percepatan pertumbuhan (growth spurt) dan haid. Selain itu, remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badan, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makan dan melakukan pantangan terhadap banyak makanan (Arisman, 2004).

(17)

pantangan-pantangan, membatasi atau mengurangi frekuensi makan untuk mencegah kegemukan. Beberapa remaja khususnya remaja putri sering mengonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut kegemukan dan menyebut makan bukan hanya dalam konteks mengonsumsi makanan pokok saja tetapi makanan ringan juga dikategorikan sebagai makan. Kebiasaan tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kejadian anemia sebagaimana yang ditunjukkan oleh Permaesih, D, dkk, (1999) kekurangan konsumsi energi dan protein dapat menurunkan kadar hemoglobin dalam darah. Demikian juga dengan Hayatinur (2001) di SMUN 2 Kuningan Kabupaten Kuningan tentang perilaku makan remaja putri, diperoleh ada hubungan tingkat konsumsi Fe dengan kejadian anemia. Hal yang sama juga diperoleh Chatarina, dkk (2002) pada remaja putri (usia 12-18 tahun) pondok pesantren di Surabaya yang menunjukkan bahwa ada pengaruh pola makan terhadap anemia gizi. Penelitian Bhargava et al., (2001) pada wanita usia 15–49 tahun di Bangladesh juga menunjukkan bahwa ketersediaan besi dalam tubuh, tinggi badan, dan konsumsi tablet besi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kadar hemoglobin.

(18)

adalah serangkaian periode dari perubahan yang terjadi secara berulang pada uterus dan organ-organ yang dihubungkan pada saat pubertas dan berakhir pada saat menopause. Panjang siklus yang normal atau dianggap sebagai siklus haid yang klasik adalah 28 hari.

Faktor lain penyebab anemia adalah status gizi. Sebagaimana diperoleh Bhargava et al. (2001) di Bangladesh yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara IMT dengan status zat besi dalam tubuh. Demikian juga penelitian Antelman at al., (2000) di Tanzania yang menunjukkan ada perbedaan yang signifikan anemia dengan IMT < 19 kg/m2 dan IMT > 24 kg/m2, di mana wanita yang memiliki IMT < 19 kg/m2 memiliki peluang risiko menderita anemia 3 kali lebih besar daripada wanita dengan IMT > 24 kg/m2. Hasil penelitian Yip, et. al (1999) di Indonesia, diperoleh ada hubungan berat badan dan tinggi badan dengan kadar Hb.

Akibat dari anemia pada remaja antara lain dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit, menurunkan aktivitas remaja yang berkaitan dengan kemampuan kerja fisik dan prestasi belajar serta menurunkan kebugaran remaja, sehingga menghambat prestasi olahraga dan produktivitas. Anemia yang terjadi pada remaja putri juga merupakan risiko terjadinya gangguan fungsi fisik dan mental, serta dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan pada saat kehamilan. Status besi harus diperbaiki pada saat sebelum hamil yaitu sejak remaja sehingga keadaan anemia pada kehamilan akan dapat dikurangi (Arisman, 2004).

(19)

sahli. Berdasarkan hasil survei pendahuluan tersebut dan mengacu kepada penelitian sebelumnya di tempat lain maka penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi bagaimana gambaran pola makan, status gizi, pola haid dan kejadian anemia pada remaja putri di SMU Negeri 18 Medan.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah : bagaimana gambaran pola makan, status gizi, pola haid dan kejadian anemia remaja putri SMU Negeri 18 Medan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.2. Tujuan umum

Mengetahui gambaran pola makan, status gizi, pola haid dan kejadian anemia remaja putri di SMU Negeri 18 Medan.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pola makan yang meliputi jenis makanan, frekuensi makan, tingkat kecukupan energi, protein dan besi siswi SMU Negeri 18 Medan.

2. Untuk mengetahui status gizi berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur siswi SMU Negeri 18 Medan.

3. Untuk mengetahui pola haid yang meliputi usia saat mendapat haid pertama, siklus haid dan lama haid pada siswi SMU Negeri 18 Medan.

(20)

1.5. Manfaat Penelitian

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anemia pada Remaja Putri

Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa peralihan sampai tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan batas umurnya (Gunarsa, 1995). Pada umumnya remaja masih belajar di sekolah menengah. Masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal masa remaja dan akhir masa remaja. Garis pemisah antara awal masa dan akhir masa remaja terletak kira-kira di sekitar usia 17 tahun; usia saat rata-rata setiap remaja memasuki Sekolah Menengah Tingkat Atas. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 1997).

(22)

yang disertai dengan meningkatnya jumlah dan ukuran jaringan sel tubuh (Arisman, 2004).

Remaja putri mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena anemia daripada remaja putra. Alasan pertama karena setiap bulan pada remaja putri mengalami haid. Seorang wanita yang mengalami haid yang banyak selama lebih dari lima hari dikhawatirkan akan kehilangan besi, sehingga membutuhkan besi pengganti lebih banyak daripada wanita yang haidnya hanya tiga hari dan sedikit. Alasan kedua adalah karena remaja putri seringkali menjaga penampilan, keinginan untuk tetap langsing atau kurus sehingga berdiet dan mengurangi makan. Diet yang tidak seimbang dengan kebutuhan zat gizi tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi yang penting seperti besi (Arisman, 2004).

(23)

2.1.1. Akibat Anemia

Proses kekurangan besi sampai terjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya terjadi penurunan cadangan besi. Bila belum juga dipenuhi dengan masukan besi, maka lama-kelamaan akan timbul gejala anemia disertai penurunan kadar Hb. Hasil penelitian imunologi menunjukkan kekurangan besi dalam tubuh dapat meningkatkan kerawanan infeksi. Seseorang yang menderita defisiensi besi lebih mudah terserang penyakit infeksi, karena kekurangan besi berhubungan erat dengan kerusakan kemampuan fungsional dari mekanisme kekebalan tubuh yang sangat penting untuk mencegah masuknya kuman penyakit atau infeksi (Arisman, 2004).

Pada remaja yang menderita anemia dapat mengalami gangguan pertumbuhan yang optimal dan menjadi kurang cerdas. Remaja putri yang menderita anemia dapat mengalami gangguan pertumbuhan, penurunan daya konsentrasi belajar, kurang bersemangat dalam beraktivitas karena cepat merasa lelah. Defisiensi besi dapat mempengaruhi pemusatan perhatian, kecerdasan dan prestasi belajar di sekolah (Almatsier, 2004).

(24)

mulut, dan lambung. Kuku semakin menipis dan lama kelamaan akan terjadi kiolonychia (kuku berbentuk sendok). Mulut terasa panas dan terbakar, serta pada

kasus yang parah terlihat licin seperti lilin. Timbul rasa sakit pada tenggorokkan waktu menelan makanan dan selaput mata nampak pucat.

2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anemia pada Remaja Putri 1. Kebiasaan Makan

Arisman (2004) menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah cara seseorang dalam memilih dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh psikologis, fisiologi, budaya dan sosial. Harper dkk (1986) menambahkan kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan seseorang, pola makanan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam keluarga, preferensi terhadap makanan dan cara memilih makanan.

(25)

Survei yang dilakukan Hurlock (1997) menunjukkan remaja suka sekali jajan makanan ringan. Jenis makanan ringan yang dikonsumsi adalah gorengan dan golongan pastry serta permen. Sedangkan golongan sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin A dan vitamin C tidak populer atau jarang dikonsumsi, sehingga dalam diet mereka rendah akan besi, kalsium, vitamin C, vitamin A, dan lain-lain. Survei yang dilakukan National Center for Health Statistics (NCHS) menyimpulkan bahwa 60% dari remaja Amerika usia 12 tahun ke atas mengurangi diet mereka.

Pengurangan jumlah makanan serta konsumsi remaja yang tidak terkontrol tentu saja akan menyebabkan ketidakseimbangan zat gizi dalam tubuh termasuk besi. Adanya kebiasaan minum teh/kopi pada masyarakat Indonesia memiliki pengaruh absorbsi besi. Tanin yang terdapat dalam teh dan daun-daun sayuran tertentu dapat menurunkan absorbsi besi. Konsumsi kopi atau teh satu jam sesudah makan akan menurunkan absorbsi besi sampai 40% untuk kopi dan 85% untuk teh, karena terdapat suatu zat polyphenol seperti tanin yang terdapat pada the (Arisman, (2004). 2. Konsumsi Gizi

(26)

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan untuk Wanita Golongan Umur Besi (mg/org/hari)

10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th

14 26 26 26 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Jakarta 2004.

Besi di dalam bahan makanan dapat berbentuk hem yang berikatan dengan protein dan terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari hewani. Lebih dari 35% hem ini dapat diabsorbsi langsung. Bentuk lain adalah nonhem yaitu senyawa besi anorganik kompleks dan terdapat di dalam bahan makanan nabati hanya dapat diabsorbsi sebanyak 5%. Besi nonhem absorbsinya dapat ditingkatkan apabila terdapat kadar vitamin C yang cukup. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi nonhem sampai empat kali lipat (Arisman, 2004).

Anemia gizi di Indonesia disebabkan oleh konsumsi energi, besi dan vitamin C rendah. Pola konsumsi masyarakat pada umumnya merupakan pola menu dengan bioavailabilitas besi yang rendah, karena hanya terdiri dari nasi atau umbi-umbian dengan kacang-kacangan dan sedikit (jarang sekali) daging, ayam atau ikan, serta sedikit makanan yang mengandung vitamin C (Arisman, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Mulyawati (2003) menunjukkan pemberian tablet tambah darah (TTD) ditambah 100 mg vitamin C dapat meningkatkan kadar Hb lebih tinggi dibandingkan dengan hanya pemberian TTD saja. Vitamin A dapat membantu penyerapan besi.

(27)

Menurut Arisman (2004), kadar Hb darah umumnya berhubungan dengan konsumsi protein, Fe dan vitamin C. Tetapi yang paling berpengaruh adalah Fe sebab Fe merupakan faktor utama pembentuk hemoglobin (Hb). Sedangkan peran vitamin C dan protein adalah membantu penyerapan dan pengangkutan besi di dalam usus. Supariasa, dkk., (2002) menyatakan bahwa salah satu ukuran kuantitas konsumsi pangan adalah konsumsi energi dan protein. Pada umumnya jika kecukupan energi dan protein sudah terpenuhi dan dikonsumsi dari beragam jenis pangan, maka kecukupan zat gizi lainnya dapat terpenuhi dan kalau seandainya kurang tidak terlalu sukar untuk memenuhinya.

3. Status Gizi

Menurut Supariasa, dkk (2002) menyatakan bahwa status gizi yaitu ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Contoh : Gizi kurang merupakan keadaan tidak seimbangnya konsumsi makanan dalam tubuh seseorang.

Penelitian Bhargava et al. (2001) menunjukkan ada hubungan antara IMT dengan status zat besi dalam tubuh. Ada perbedaan yang signifikan anemia dengan IMT < 19 kg/m2 dan IMT > 24 kg/m2, di mana wanita yang memiliki IMT < 19 kg/m2 memiliki peluang risiko menderita anemia 3 kali lebih besar daripada wanita dengan IMT > 24 kg/m2.

Dalam penelitian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi diperlukan ukuran baku (reference).

(28)

Z-skor =

rujukan baku

simpangan Nilai

rujukan baku

median Nilai

subjek individu

Nilai

Di bawah ini adalah kategori status gizi dan batasan-batasannya yang menggunakan standar WHO 2005 :

a. Kategori berdasarkan BB/U:

− BB normal : ≥ - 2 SD s/d < 1 SD

− BB kurang : ≥ - 3 SD s/d < - 2 SD

− BB sangat kurang : < - 3 SD b. Kategori berdasarkan PB/U :

− PB lebih dari normal : > 3 SD

− PB Normal : ≥ - 2 SD s/d < 3 SD

− PB Pendek : < -2SD s/d > -3 SD

− PB Sangat Pendek : < - 3 SD c. Kategori berdasarkan BB/PB :

− Sangat Gemuk : > 3 SD

− Gemuk : > 2 SD s/d < 3 SD

− Resiko Gemuk : > 1 SD s/d < 2 SD

− Normal : > -2 SD s/d < 1 SD

− Kurus : < -2 SD s/d > -3 SD

(29)

4. Pola Haid

Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan endometrium. Siklus haid adalah serangkaian periode dari perubahan yang terjadi secara berulang pada uterus dan organ-organ yang dihubungkan pada saat pubertas dan berakhir pada saat menopause. Panjang siklus yang normal atau dianggap sebagai siklus haid yang klasik adalah 28 hari (Hamilton, 1995).

Salah satu penyebab anemia gizi adalah kehilangan darah secara kronis. Pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar selama haid sangat banyak maka akan terjadi anemia defisiensi besi (Arisman, 2004). Usia pertama kali haid, siklus haid serta lama hari haid berpengaruh terhadap banyaknya darah yang hilang selama haid (Yunizaf, 2000).

2.1.3. Metode Penentuan Anemia

Untuk mendeteksi keadaan anemia seseorang, parameter yang biasa dan telah digunakan secara luas adalah hemoglobin (Hb), karena pada umumnya tujuan dari berbagai penelitian adalah menetapkan prevalensi anemia dan bukan prevalensi kurang besi. Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan hemoglobin yang rendah mengindikasikan anemia (Supariasa, dkk., 2002).

(30)

kalium ferrosianida menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sianida (CN2-) membentuk sian-methemoglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif. Penentuan Hb dengan cara ini memerlukan spektrofotometer yang harga dan biaya pemeliharannya mahal, maka cara ini belum dapat dipakai secara luas di Indonesia. Mengingat bahwa membawa spektrofotometer dapat menyebabkan kerusakan pada alatnya. Metode ini baik untuk dipakai dalam pemeriksaan kadar Hb di laboratorium, namun akan mengalami kesulitan jika digunakan untuk survei lapangan (Supariasa, dkk., 2002).

2.2. Metode Penilaian Konsumsi Gizi

Konsumsi gizi baik individu, kelompok maupun keluarga dapat diamati dan diketahui dengan cara recall. Metode ini sering digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan yang telah lalu sekitar 24 jam terakhir baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Jika menggunakan metoda ini enumerator minta agar remaja putri mengingat secara terinci apa yang telah dikonsumsi dalam 24 jam terakhir (Supariasa dkk, 2002).

(31)

recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang konsumsi harian individu (Supariasa dkk, 2002).

2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Pola Makan :

− Jenis makanan

− Frekuensi makan

− Konsumsi energi, protein dan besi

Status Gizi

Kejadian Anemia Pola Haid :

− Usia pertama haid

− Siklus haid

− Lama hari haid

Keterangan :

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yaitu untuk mengetahui gambaran pola makan, status gizi, pola haid dan kejadian anemia remaja putri SMU Negeri 18 Medan.

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMU Negeri 18 Medan, karena dari hasil survei pendahuluan di SMU Negeri 18 Medan diperoleh sebanyak 5 siswi menderita anemia dari 10 siswi yang ditest dengan menggunakan metode sahli. Waktu penelitian mulai dari bulan September sampai dengan Desember 2010.

3.5. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMU Negeri 18 Medan, kelas I dan II, yang terdiri dari 117 orang kelas I dan 97 orang kelas II. Jadi jumlah populasi secara keseluruhan adalah 214 orang.

3.3.2. Sampel

Untuk menentukan besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus (Notoadmodjo, 2003).

( )

2 1 , 0 1 N

N n

+

=

(33)

N = populasi n = sampel

d = Penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi, yang ditetapkan 0,1 Perhitungan :

Besar sampel dalam penelitian ini adalah 69 orang. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah proportional sample. Sampel diambil di kelas I dan II secara seimbang atau sebanding agar memperoleh sampel yang representatif. Penarikan sampel dari masing-masing kelas dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dengan tehnik undian. Berikut ini pengambilan sampel secara

proportional sample.

Tabel 3.1. Nama Kelas dan Jumlah Sampel yang Diambil

No. Kelas Populasi Siswi Perhitungan Jumlah Sampel

1. Kelas I 117 117/214 x 69 38

2. Kelas II 97 97/214 x 69 31

Total 214 69

(34)

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan remaja putri, yaitu frekuensi makan menggunakan formulir food frequency. Jenis makanan dan jumlah konsumsi energi, protein dan besi (Fe) menggunakan formulir food recall 24 jam. Pola haid (usia saat mendapat haid pertama, siklus haid dan lama haid) diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Pengukuran berat badan menggunakan timbangan injak dan tinggi badan menggunakan mikrotois. Kadar Hb diukur dengan metode sian-methemoglobin.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari catatan atau dokumen di SMU negeri 18 Medan. yang meliputi gambaran umum, letak geografis, dan data jumlah siswa.

3.5. Prosedur Pemeriksaan Kadar Hb :

a. Jari manis kiri dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi alkohol 70% kemudian dilap dengan kapas kering.

b. Jari manis kemudian ditusuk dengan lancet steril kemudian ditekan, darah yang pertama keluar dihapus dengan kapas kemudian diambil dengan pipal sahli 0,02 ml. Pengambilan darah dilakukan dua kali apabila terjadi kesalaan dapat diulang yang satu lagi.

(35)

d. Kemudian diperiksa dengan menggunakan metode sian-methemoglobin dengan cara darah dikertas saring digunting kecil-kecil kemudian masukkan ke tabung reaksi tambahkan feri sianida dan kalium sianida sebanyak 5 ml.

3.6. Defenisi Operasional

a. Pola makan adalah gambaran mengenai jenis, frekuensi makan, dan jumlah zat gizi makanan yang dikonsumsi remaja putri per hari.

− Jenis makanan adalah macam makanan yang dikonsumsi oleh remaja putri per hari, yaitu makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-buahan, dan lain-lain.

− Frekuensi makan adalah berapa kali setiap jenis makanan dikonsumsi oleh remaja putri per hari pada waktu tertentu.

− Jumlah konsumsi energi, protein dan besi adalah kuantitas energi, protein dan besi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi remaja putri dalam sehari. b. Status gizi adalah keadaan remaja putri yang ditentukan dengan pengukuran

antropometri berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U), kemudian dibandingkan dengan standar WHO 2007.

c. Pola haid adalah keadaan haid remaja putri yang meliputi usia saat mendapat haid pertama, siklus haid dan lama haid.

− Usia saat mendapat haid pertama adalah usia pertama kali remaja putri mendapat haid.

(36)

− Lama haid adalah jumlah hari remaja putri mengalami haid dalam satu kali siklus.

d. Kejadian anemia adalah kondisi kadar hemoglobin (Hb) remaja putri yang diukur dengan metode sian-methemoglobin kurang dari 12 g/dl.

3.9. Aspek Pengukuran 1. Pola makan

Jenis makanan dan jumlah energi, protein dan besi yang dikonsumsi remaja putri diperoleh berdasarkan food recall 24 jam, yaitu melalui wawancara remaja putri di SMU Negeri 18 Medan. Dari hasil food recall 24 jam, dihitung jumlah konsumsi energi, protein dan besi, kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan gizi remaja putri.

Tabel 3.1. Angka Kecukupan Gizi Remaja Putri

No. Umur Energi (kkal) Protein (gr) Besi (mg)

1. 13-15 tahun 2350 57 26

2. 16-18 tahun 2200 55 26

Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII, Jakarta, 2004

Berdasarkan Buku Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Depkes, RI., (1990) dalam Supariasa, dkk, (2002), maka pengkategorian konsumsi energi, protein dan besi dibagi menjadi empat, yaitu :

− Baik : ≥ 100% AKG

− Sedang : >80 – 99% AKG

− Kurang : 70 – 80% AKG

(37)

Pola haid diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan dilakukan pengkategorian (Yunizaf, 2000) :

a. Usia saat mendapat haid pertama

− Normal : Jika usia haid pertama 11-15 tahun

− Tidak normal : Jika usia haid pertama < 11 tahun atau > 15 tahun. b. Siklus haid

− Normal : Jika haid teratur setiap bulan

− Tidak normal : Jika haid tidak teratur setiap bulan c. Lama haid

− Normal : Selama 3-8 hari

− Tidak normal : Kurang dari 3 hari atau lebih dari 8 hari 3. Status gizi

Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-skor sebagai batas ambang kategori. Rumus perhitungan Z-skor adalah sebagai berikut :

Z-skor =

rujukan baku

simpangan Nilai

rujukan baku

median Nilai

subjek individu

Nilai

Di bawah ini adalah kategori status gizi berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) dengan batasan-batasannya yang menggunakan standar WHO 2005 :

− Sangat gemuk : > 3 SD

− Gemuk : > 2 SD s/d ≤ 3 SD

− Risiko gemuk : 1 SD s/d ≥ ≤ 2 SD

− Normal : ≥ -2 SD s/d < 1 SD

(38)

− Sangat kurus : < -3 SD 4. Kadar Hb

Kadar Hb diperoleh dari hasil pengukuran konsentrasi Hb secara langsung terhadap remaja putri dengan metode sian-methemoglobin dengan kategori (Supariasa, dkk., 2002) :

− Normal : bila Hb > 12 gr/dl

− Tidak normal : bila Hb < 12 gr/dl

3.8. Analisa Data

(39)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Sekolah

SMA Negeri 18 Medan merupakan salah satu SMA yang ada di Kotamadya Medan. Sekolah ini didirikan pada tahun 1969 di atas tanah seluas 4330 m2. Jumlah siswa yang terdaftar di SMAN 18 Medan pada tahun 2010 sebanyak 614 siswa yang terdiri dari 305 laki-laki dan 309 perempuan. Jumlah guru yang mengajar ada sebanyak 58 orang.

SMA N 18 medan mempunyai fasilitas yang terdiri dari 1 buah kantor kepala sekolah, 1 buah ruang guru, 15 buah ruang belajar, 1 buah ruang laboratorium bahasa dan 1 laboratorium komputer, 1 buah ruang perpustakaan, 1 buah ruang bagian kemahasiswaan, 1 buah ruang UKS, dan 1 buah kantin

4.2. Gambaran Umum Remaja putri

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh distribusi remaja putri berdasarkan umur seperti yang ditampilkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Remaja putri Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah Persentase

1. 15 tahun 31 44,9

2. 16 tahun 32 46,4

3. 17 tahun 6 8,7

Total 69 100,0

Berdasarkan tabel 4.1. di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar remaja putri berumur 15 tahun (44,9%) dan 16 tahun (46,4%).

(40)

4.3. Gambaran Pola Makan

Pola makan yang dilihat pada penelitian ini yaitu tingkat kecukupan energi, protein dan besi serta jenis makanan dan frekuensi makan remaja putri yang diukur dengan menggunakan metode food recall 24 jam dan formulir food frequency.

4.3.1. Gambaran Tingkat Kecukupan Energi Remaja putri

Dari hasil penelitian diperoleh data tingkat kecukupan energi remaja putri seperti yang tertera pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Remaja putri Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi No. Tingkat Kecukupan Energi Jumlah Persentase

1. Baik 22 31,9

2. Sedang 38 55,1

3. Kurang 8 11,6

4. Defisit 1 1,4

Jumlah 69 100,0

Dari tabel 4.2. di atas dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan energi remaja putri mayoritas pada kategori sedang (55,1%) dan baik (31,9%). Sementara kategori defisit hanya ada 1 orang (1,4%).

4.3.2. Gambaran Tingkat Kecukupan Protein Remaja putri

Dari hasil penelitian diperoleh data tingkat kecukupan protein remaja putri seperti yang tertera pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein No. Tingkat Kecukupan Protein Jumlah Persentase

1. Baik 15 21,7

2. Sedang 33 47,8

3. Kurang 14 20,3

4. Defisit 7 10,1

(41)

Berdasarkan tabel 4.3. di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat kecukupan protein remaja putri berada pada kategori sedang (47,8%) dan kategori baik (21,7%), tetapi kecukupan protein kategri defisit juga masih tinggi (10,1%).

4.3.3. Gambaran Tingkat Kecukupan Besi (Fe) Remaja Putri

Data tingkat kecukupan besi (Fe) remaja putri dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Tingkat Kecukupan Besi (Fe)

No. Tingkat Kecukupan Besi (Fe) Jumlah Persentase

1. Baik 4 5,8

2. Sedang 36 52,2

3. Kurang 15 21,7

4. Defisit 14 20,3

Total 69 100,0

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat kecukupan besi remaja putri berada pada kategori sedang (52,2%) dan hanya ada 4 orang (4,8%) yang tingkat kecukupan Fe nya kategori baik.

4.3.4. Jenis Dan Frekuensi Konsumsi Pangan

(42)

Tabel 4.5. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Jenis Makanan dan Frekuensi Makan

Frekuensi Makan

1 x/hr 4-6 x/mgg 1-3 x/mgg 1-3 x/bulan

Jenis Makanan

n % n % n % n %

(43)

yang dikonsumsi setiap hari. Namun dari hasil wawancara diketahui bahwa jumlah konsumsi lauk cukup sedikit, dikarenakan remaja putri sering membatasi atau mengurangi jumlah makanan dan frekuensi makan untuk mencegah kegemukan. Dari data food recall 24 jam menunjukkan bahwa konsumsi sayur dan buah sudah cukup bervariasi, tetapi jumlah sayur dan buah yang dikonsumsi masih kurang.

4.3.5. Jenis dan Frekuensi Jajanan

Jenis dan frekuensi makanan jajanan remaja putri dapat dilihat pada tabel 4.6.

berikut

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Makan dan Jenis Makanan Jajanan yang Dikonsumsi Responden

(44)

Dari table 4.6 di atas diketahui bahwa jenis jajanan yang dikonsumsi responden antara lain: nasi goreng, miesop, mie goreng, burger, roti bakar, kue, gorengan, bakso, sosis goreng, nuget goreng, molen, opak atau daging dengan kuah sate padang, telur dadar, kerupuk, keripik, chiki, wafer, biscuit, roti, permen, coklat, the, susu, es dan buah-buahan. Gambaran pola konsumsi makanan jajanan diperoleh dari hasil wawancara dengan mempergunakan daftar frekuensi makan menurut jenis makanan jajanan yang dikonsumsi responden yang dikategorikan menjadi 1x /hari, 4-6x /minggu, 1-3x /minggu, dan 1-3x /bulan.

Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh responden adalah gorengan (42,0%), bakso (30,4%), molen (52,2%), keripik/kerupuk (42,0%), chiki (37,7%), the (59,4%), dan permen (30,4%).

4.4. Gambaran Status Gizi Remaja Putri

Penilaian status gizi pada remaja dapat dilakukan secara antropometri dengan menggunakan indeks BB/TB2 yang dikenal dengan Indeks Massa Tubuh (IMT=kg/m2) berdasarkan umur (BMI for age).

Tabel 4.7. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Status Gizi dengan Menggunakan Indikator Indeks Massa Tubuh menurut Umur

No. Status Gizi (IMT/U) Jumlah Persentase

1. Normal 66 95,7

2. Kurus 3 4,3

Total 69 100,0

(45)

remaja putri yang memiliki status gizi pada kategori sangat kurus, risiko gemuk atau gemuk.

4.5. Gambaran Pola Haid

Pola haid diukur berdasarkan usia pertama kali haid, siklus haid serta lama hari haid. Pola haid yang tidak baik juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya anemia pada remaja putri.

4.5.1. Usia Saat Mendapat Haid Pertama

Distribusi remaja putri berdasarkan pengelompokan usia saat mendapat haid pertama dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Usia Saat Mendapat Haid Pertama

No. Usia Saat Mendapat Haid Pertama Jumlah Persentase

1. Normal (11-15 thn) 65 94,2

2. Tidak Normal (< 11 thn atau > 15 thn) 4 5,8

Total 69 100,0

Berdasarkan tabel 4.8. di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar usia remaja putri saat mendapatkan haid pertama berada pada kategori normal (94,2%) yaitu berusia 11-15 tahun, sementara usia remaja putri lainnya saat mendapat haid pertama yaitu < 11 tahun dan tidak ada pada usia > 15 tahun.

4.5.2. Gambaran Siklus Haid Remaja Putri

Pengelompokan pola haid yang diukur berdasarkan siklus haid dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Siklus Haid

No. Siklus Haid Jumlah Persentase

1. Normal (teratur setiap bulan) 59 85,5

2. Tidak Normal (tidak teratur setiap bulan) 10 14,5

(46)

Tabel 4.9. menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri (85,5%) mengalami siklus menstruasi teratur setiap bulan, sementara remaja putri lainnya yang memiliki siklus haid tidak normal dikarenakan siklus haidnya tidak teratur setiap bulan.

4.5.3. Lama Haid

Distribusi remaja putri berdasarkan pengelompokan pola haid yang dikukur melalui lama haid dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Lama Haid

No. Lama Haid Jumlah Persentase

1. Normal (selama 3-8 hari) 64 92,8

2. Tidak Normal (< 3 hari atau > 8 hari) 5 7,2

Total 69 100,0

Dari tabel 4.10. menunjukkan bahwa pola haid yang diukur berdasarkan lama haid dengan kategori normal (92,8%) jauh lebih banyak dibanding kategori tidak normal (7,2%), dikarenakan sebagian besar remaja putri memiliki lama hari haid 3-8 hari dan ada beberapa remaja putri yang lama hari haidnya 9-10 hari.

4.6. Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri

Dari hasil penelitian diperoleh distribusi remaja putri berdasarkan kejadian anemia seperti pada tabel 4.11

Tabel 4.11. Distribusi Remaja Putri Berdasarkan Kejadian Anemia

No. Kejadian Anemia Jumlah Persentase

1. Tidak Anemia (Hb > 12 gr/dl) 43 62,3

2. Anemia (Hb < 12 gr/dl) 26 37,7

Total 69 100,0

(47)

4.7. Gambaran Status Gizi Remaja Putri Berdasarkan Pola Makan

Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi.

Distribusi status gizi (IMT/U) berdasarkan pola makan dapat dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.12. Distribusi Status Gizi (IMT/U) Berdasarkan Pola Makan Remaja Putri

Status Gizi (IMT/U)

Normal Kurus

No. Pola Makan

n % n %

n %

1. Tingkat Kecukupan Energi :

− Baik

2. Tingkat Kecukupan Protein :

− Baik

(48)

4.8. Gambaran Pola Haid Remaja Putri Berdasarkan Pola Makan

Pola haid remaja putri (usia pertama haid, siklus haid dan lama hari haid) dapat dilihat dari pola makan remaja putri (tingkat kecukupan energi, protein, dan besi).

4.8.1. Gambaran Pola Haid (Usia Pertama Haid) Remaja Putri Berdasarkan Pola Makan

Gambaran usia pertama haid berdasarkan pola makan remaja putri dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut ini.

Tabel 4.13. Distribusi Pola Haid (Usia Pertama Haid) Berdasarkan Pola Makan Remaja Putri

Usia Pertama Haid

Normal Tidak normal

No. Pola Makan

n % n %

n %

1. Tingkat Kecukupan Energi :

− Baik

2. Tingkat Kecukupan Protein :

− Baik

(49)

4.8.2. Gambaran Pola Haid (Siklus Haid) Remaja Putri Berdasarkan Pola Makan

Hasil penelitian tentang siklus haid berdasarkan pola makan dapat dilihat pada tabel 4.14.

Tabel 4.14. Distribusi Pola Haid (Siklus Haid) Berdasarkan Pola Makan Remaja Putri

Siklus Haid

Normal Tidak normal

No. Pola Makan

n % n %

n %

1. Tingkat Kecukupan Energi :

− Baik

2. Tingkat Kecukupan Protein :

− Baik

(50)

4.8.3. Gambaran Pola Haid (Lama Hari Haid) Remaja Putri Berdasarkan Pola Makan

Gambaran lama hari haid berdasarkan pola makan remaja putri dapat dilihat pada tabel 4.15.

Tabel 4.15. Distribusi Pola Haid (Lama Hari Haid) Berdasarkan Pola Makan Remaja Putri

Lama Hari Haid

Normal Tidak normal

No. Pola Makan

n % n %

n %

1. Tingkat Kecukupan Energi :

− Baik

2. Tingkat Kecukupan Protein :

− Baik

(51)

4.9. Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Berdasarkan Pola Makan Hasil penelitian tentang kejadian anemia berdasarkan pola makan dapat dilihat pada tabel 4.16.

Tabel 4.16. Distribusi Kejadian Anemia Berdasarkan Pola Makan Remaja Putri

Kejadian Anemia

Normal Anemia

No. Pola Makan

n % n %

n %

1. Tingkat Kecukupan Energi :

− Baik

2. Tingkat Kecukupan Protein :

− Baik

(52)

4.10. Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Berdasarkan Status Gizi Distribusi kejadian anemia berdasarkan status gizi remaja putri dapat dilihat pada tabel 4.17. berikut.

Tabel 4.17. Distribusi Kejadian Anemia Berdasarkan Status Gizi Remaja Putri

Kejadian Anemia

Berdasarkan tabel 4.17. di atas dapat dilihat bahwa semua remaja putri yang memiliki status gizi (IMT/U) kurus mengalami anemia.

4.11. Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Berdasarkan Pola Haid Distribusi kejadian anemia berdasarkan pola haid remaja putri dapat dilihat pada tabel 4.18.

Tabel 4.18. Distribusi Kejadian Anemia Berdasarkan Pola Haid Remaja Putri

Kejadian Anemia

− Tidak Normal (<11 thn atau >15 thn) 41

− Normal (teratur setiap bulan) − Tidak Normal (tdk teratur setiap bln)

40

(53)
(54)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Pola Makan Remaja Putri

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat kecukupan energi (55,1%), protein (47,8%) dan besi (52,2%) remaja putri sebagian besar berada pada kategori sedang. Arisman, (2004) menyatakan bahwa energi merupakan kebutuhan gizi utama manusia, karena jika kebutuhan energi tidak terpenuhi sesuai yang dibutuhkan tubuh, maka kebutuhan zat gizi lain juga tidak terpenuhi seperti protein dan mineral termasuk diantaranya adalah zat besi sebagai pembentuk sel darah merah akan menurun, yang pada akhirnya dapat menyebabkan menurunnya kadar hemoglobin darah.

Belum tercukupinya asupan energi, protein dan besi pada remaja putri dikarenakan sebagian besar remaja putri mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Hal tersebut diketahui dari hasil wawancara dengan remaja putri yang menunjukkan bahwa pada umumnya remaja putri sering mengonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut kegemukan. Kebiasaan makan remaja rata-rata tidak lebih dari 3 kali sehari, bahkan ada yang makan hanya 2 kali sehari.

(55)

rendah. Mohan juga menyatakan bahwa sebanyak 60% dari remaja lebih menyukai berat badan yang underweight, dan lebih dari separuh remaja putri yang mempunyai berat badan normal mengatakan bahwa berat badan mereka adalah overweight.

Dari survei konsumsi makanan dengan metode food frequency diperoleh bahwa jenis sayur yang biasa remaja putri konsumsi yaitu bayam, kentang, buncis, daun ubi, kangkung, kol, dan sawi putih. Meskipun jenis sayur yang mereka konsumsi sudah cukup bervariasi, namun jumlah dan frekuensi dalam mengonsumsi sayur masih tergolong kurang. Dari hasil pengamatan pada saat penelitian menunjukkan bahwa remaja putri suka sekali jajan snack. Jenis snack yang dikonsumsi adalah kue-kue yang rasanya manis dan permen. Sedangkan golongan buahan yang banyak mengandung vitamin jarang dikonsumsi, meskipun buah-buahan dapat dibeli dari penjual yang menggunakan gerobak atau sepeda yang ada di sekitar lingkungan sekolah, sehingga dalam diet mereka rendah akan zat gizi terutama vitamin. Disamping itu remaja putri suka minum minuman ringan (soft drink) dan teh yang frekuensinya lebih sering dibandingkan dengan mereka minum susu.

(56)

ketika sarapan di sekolah yaitu nasi goreng, nasi uduk, roti, dan gorengan. Seperti yang dikatakan oleh Depkes (2003), disamping kuantitas makanan dan kualitas hidangan saat sarapan sebaiknya terdiri dari makanan sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur dalam jumlah yang seimbang serta mengandung sepertiga kecukupan gizi dalam sehari-hari. Oleh karena itu, jika dilihat dari makanan yang dikonsumsi oleh remaja putri pada waktu sarapan mempunyai kualitas sarapan yang belum dapat memenuhi kecukupan gizi remaja putri.

Rendahnya intake zat gizi terutama zat besi dari makanan sehari-hari merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia. Banyaknya zat besi yang ada dalam makanan yang kita makan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh kita tergantung pada tingkat absorbsinya. Besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, sebagai faktor utama pembentuk hemoglobin (Almatsier, 2004). Menurut Depkes (2003), masalah anemia gizi yang disebabkan kekurangan besi masih merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Anemia kekurangan besi terjadi karena pola konsumsi makanan masyarakat Indonesia masih didominasi sayuran sebagai sumber besi yang sulit diserap, sedangkan daging dan bahan pangan hewani sebagai sumber besi yang baik dikonsumsi dalam jumlah yang kurang.

5.2. Status Gizi Remaja Putri

(57)

dibandingkan dengan status gizi kurus, namun sebagian besar status gizi (IMT/U) normal tersebut berada pada batas bawah kategori normal.

Beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi pada remaja menurut Arisman (2004) antara lain : 1) Makan tidak teratur. Pola makan tidak tidak teratur adalah hal yang biasa selama masa remaja. Sarapan dan makan siang paling sering dilupakan, sedangkan aktivitas sosial dan program sekolah menjadi penyebab remaja kehilangan makan sore; 2) Ngemil. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa makanan kecil pada remaja tidak hanya merupakan kalori kosong, tetapi menyediakan banyak asupan kalori; 3) Fast foods. Penggunaan fast food untuk makan terutama makanan kecil terkenal di kalangan remaja yang sibuk. Fast food ini cenderung rendah zat besi, riboflavin, kalsium dan vitamin A.

5.3. Pola Haid Remaja Putri

Pola haid dalam penelitian ini meliputi usia pertama kali mendapat haid, siklus haid dan lama hari haid. Usia pertama kali mendapat haid berkisar antara 10-14 tahun dengan rata-rata 12 tahun. Sebagian besar remaja putri (91,3%) mulai mendapat haid pada usia normal (11-15 tahun) dan sebagian besar remaja putri (85,5%) mengalami siklus haid teratur setiap bulan. Lama haid berkisar antara 5-11 hari dengan rata-rata 7 hari, sehingga dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (92,8%) remaja putri mempunyai lama haid normal (3-8 hari).

(58)

siklus haid yang normal dengan siklus teratur setiap bulan. Banyak wanita mengalami gangguan siklus haid sehingga haid yang dialami kadang siklusnya lebih cepat ataupun lambat, dengan volume yang banyak ataupun lebih sedikit. Gangguan siklus haid dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1) Amenorea yaitu suatu keadaan tidak terjadinya haid, hal ini dapat terjadi secara sepontan menjelang usia 16 tahun yang disebabkan kerja endokrin yang tidak normal pada seorang gadis; dan 2) siklus haid berat yaitu jika haid berlangsung terlalu lama, terlalu sering atau pendarahan yang terlalu banyak.

Selain siklus haid, lamanya haid oleh setiap wanita juga dapat berbeda-beda. Menurut Yunizaf (2000) lama haid biasanya 3-8 hari. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa meskipun pola haid remaja putri sebagian besar pada kategori normal, tetapi jumlah yang mengalami anemia masih tinggi. Hasil tersebut sesuai dengan Amrihati (2002) bahwa tidak ada hubungan pola haid dengan status anemia pada mahasiswa Politekkes Jakarta II. Hal ini menunjukkan bahwa anemia tidak hanya semata-mata dipengaruhi oleh usia saat mendapat haid, siklus haid, dan lamanya haid, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh volume haid dan frekuensi haid. Remaja putri yang lama haidnya 8 hari tetapi jika volumenya berlebihan akan menyebabkan kehilangan darah yang diikuti kehilangan zat besi sehingga menyebabkan anemia.

(59)

putri dengan lama hari haid yang berlangsung lebih dari 8 hari dan siklus haid yang pendek (kurang dari 28 hari) memungkinkan untuk kehilangan besi dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan yang memiliki pola menstruasi normal (Arisman, 2004).

5.4. Kejadian Anemia pada Remaja Putri

Kadar hemoglobin (Hb) darah remaja putri berkisar antara 10,2-13,7 gr/dl dengan rata-rata 11,8 gr/dl. Dari 69 remaja putri yang diperiksa, sebanyak 37,7% menderita anemia (kadar Hb <12 gr/dl). Angka prevalensi ini lebih besar daripada penelitian yang dilakukan oleh Hastiningrum (2001) terhadap siswa putri di SMU Negeri 1 Magelang, yaitu sebesar 28,07%. Namun lebih rendah dibanding penelitian Hayatinur (2001) yang dilakukan di SMUN 2 Kuningan Kabupaten Kuningan, dengan prevalensi anemia sebesar 61,02%.

Masih tingginya remaja putri yang mengalami anemia dapat disebabkan karena masih rendahnya jumlah zat gizi yang dikonsumsi oleh remaja putri seperti energi, protein dan zat besi. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kejadian anemia pada remaja putri dengan tingkat kecukupan gizi (energi, protein dan besi) pada kategori defisit jauh lebih besar dibanding remaja putri dengan tingkat kecukupan gizi kategori sedang dan kurang. Semakin rendah tingkat kecukupan gizi remaja putri semakin cenderung untuk menderita anemia.

(60)

akan mencegah penggunaan protein sebagai sumber energi. Sehingga fungsi protein dalam proses pengangkutan zat gizi termasuk besi ke dalam sel-sel tidak terganggu. Hal ini dapat dipahami karena menurut teori jika asupan protein dari makanan sehari-hari kurang maka sintesa protein di dalam darah akan terganggu. Dalam darah atau cairan tubuh lain zat besi ditransportasikan oleh protein yang disebut transferrin. Transferrin akan membawa zat besi dalam darah yang akan digunakan pada sintesa

hemoglobin. Apabila kadar transferrin dalam darah menurun maka transportasi zat besi tidak dapat berjalan dengan baik dan pada akhirnya kadar hemoglobin dalam darah juga menurun (Arisman, 2004).

Tingkat konsumsi protein perlu diperhatikan karena semakin rendah tingkat konsumsi protein maka semakin cenderung untuk menderita anemia. Protein berfungsi dalam pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh. Hemoglobin, pigmen darah yang berwarna merah dan berfungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbon dioksida adalah ikatan protein. Protein juga berperan dalam proses pengangkutan zat-zat gizi termasuk besi dari saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan-jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel. Sehingga apabila kekurangan protein akan menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi (Almatsier, 2004).

(61)
(62)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Kesimpulan

1. Tingkat kecukupan energi remaja putri sebagian besar pada kategori sedang. Namun demikian, masih ada remaja putri yang tingkat kecukupan energi, protein dan besi pada kategori kurang dan defisit.

2. Remaja putri yang memiliki status gizi kurus berdasarkan indikator IMT/U sebesar 4,3%.

3. Pola haid yang diukur berdasarkan usia mendapat haid pertama, siklus haid, dan lama haid mayoritas pada kategori normal.

4. Remaja putri mengalami anemia sebanyak 37,7%, dengan kadar hemoglobin (Hb) berkisar antara 10,2-13,7 gr/dl dan rata-rata 11,8 gr/dl.

6.1. Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan hendaknya hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam upaya penanggulangan dan pencegahan anemia pada remaja putri di Kota Medan seperti dengan melakukan penyuluhan di sekolah tentang hal-hal yang berkaitan dengan kejadian anemia, yang dilaksanakan secara berkesinambungan.

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. EGC, Jakarta. p: 100-185 Ancok, D., 1989. Teknik Penyusunan Skala. PPK UGM, Yogyakarta, p:12

Anonim, 2006. Prevalensi Anemia Gizi Besi. Dalam www.infokes.com, diakses 27 September 2007.

Antelman, G. et al., 2000. Nutritional Factor and Infectious Disease Contribute to Anemia among Pregnant Woment with Human Immunodeficiency Virus in Tanzania. Am J Clin Nutr, p:1950-51

Arisman, MB., 2002. Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC, Jakarta. p:145-147 Aritonang, I., 2002. Krisis Ekonomi: Akar Masalah Gizi. Surakarta, Sebelas Maret University Press

Aziz, Sriana, 1996. Kekurangan Zat Besi dan Anemia. Majalah Kesehatan, No. 147, 13-18

Bhargava, A. et al., 2001. Dietary Intakes and Socioeconomic Factors are Associated with The Hemoglobin Concentration of Bangladesh Women. Am J Clin Nutr, vol 131, p:758-764

Bonnie, W., 1993. Nutrition in Pregnancy and Lactation. Fifth Edition. Mosby Year Book Inc

DeMaeyer, 1993. Pencegahan dan Pengawasan Anemia Defisiensi Besi (Terjemahan). Widya Medika, Jakarta, p:5-58

Depkes RI, 2003. Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remaja Putri, WUS dan Calon Pengantin. Jakarta. p:1-4

Dinkes Sumut, 2006. Pedoman Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2006-2010.

Dreyfuss,ML; et al.,2000. Hookworms, Malaria and Vitamin A Deficiency Contribute to Anemia and Iron Deficiency among Pregnant Women in the Plains of Nepal. American Society for Nutritional Sciences.p:25-27

Enoch, M., 1988. Tinggi Badan Tertentu sebagai Indikator Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Medika, Jakarta

(64)

Guthrie, H.A. 1999. Human Nutrition. The Pensylvania State University

Harper, et.al, 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian (Suhardjo, Penerjemah). UI Pres, Jakarta, p:67-68

Hayatinur, Elly, 2001. Prevalensi Anemia dan Perilaku Makan Remaja Putri di SMU N 2 Kuningan Kabupaten Kuningan. Skripsi. Jurusan Gizi Masyarakat & Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Hurlock, E.B.,1997. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Erlangga, Surabaya. p:14

Husaini, M.A., 1999. Kecukupan Konsumsi Besi: Wanita Membutuhkan Lebih Banyak. Buletin Gizi. Vol. 13 (no.1)

Jalal, F. 1998. Peranan Fortifikasi dalam Penanggulangan Masalah Kekurangan Zat Besi Gizi Mikro, disampaikan pada Widya Karya Pangan dan Gizi 47, 17-20 Februari Jakarta

Khumaidi, M., 1989. Gizi Masyarakat. Pusat Antar Universitas Pangan & Gizi IPB, Bogor

Krisdinamurtirin, Y. 1996. A Study On Nutrition Anemia Among Female Adolescence High School in The Regency of Bandung, West Java. Report of Nutrition Research and Development Centre in Collaboration with WHO-SEARO.

Krummel, D, A. & Etherton, 2000. Nutrition in Women’s Health. An Aspen Publication Inc. Guitherburg Maryland.

Linder, M.C., 1992. Biokimia, Nutrisi & Metabolisme (Parakhasi, A., penerjemah). UI Press, Jakarta, p:264

Lynch, SR., 2000. The Potential Impact of Iron Suplementation During Adolescence on Iron Status in Pregnancy. Am. J. Clin. Nutr, vol 130, p: 448S

Muhilal, dkk. 2004. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan, Widya Karya Pangan & Gizi VIII. LIPI, Jakarta

(65)

Permaesih, D, dkk., 1989. Hubungan Status Anemia dan Status Besi Wanita Remaja Santri. Penelitian Gizi dan Makanan. Vol 11, p. 38-46.

Ray, N.K., 1997. Iron Deficiency in Indonesia. HKI, Jakarta, p:3

Sediaoetomo, A.D., 1992. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi, Jilid I. Dian Rakyat, Jakarta. p:98

Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Dirjen Dikti, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Bogor

Suhardjo, 1989. Sosio Budaya Gizi. Dirjen Dikti, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor

Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta. p: 59-60

Tambunan, V., 1995. Status Riboflavin Siswa Wanita SMAN 71 Jakarta, Hubungan Antara Anemia Defisiensi Besi dengan Status Riboflavin [tesis]. Universitas Indonesia, Jakarta. p: 65-5

Utamadi, G., 2002. Remaja dan Anemia. http://www.kompas.com/kompascetak/

0206/28/dikbud/rema33.Diakses htm,diakses tanggal 5 Januari 2007, p:2-3

Wirawan, R., 1995. Diagnosa Anemia. Majalah Kedokteran. Vol 45 (12), p:43-50 Yip, R. & Mehra, M., 1995. Individual Fuctional Roles of Metalions in Vivo: Iron.

In: Handbook on Metalligands Interaction of Biological Fluid, New York. p:207-17

Yip, R. et al., 1999. World Health Organization Hemoglobin Cut-Off Points for The Detection of Anemia are Valid for an Indonesian Population. Am J Clin Nutr. p:1669-74

(66)

KUESIONER PENELITIAN

GAMBARAN POLA MAKAN, STATUS GIZI, POLA HAID DAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI

DI SMU NEGERI 18 MEDAN TAHUN 2010

I. Data Responden

No :

Nama :

Umur :

Kelas :

Berat Badan (BB) : Tinggi Badan (TB) : Hb (Haemoglobin) :

1. Umur berapa pertama kali mendapat haid/menstruasi a. Kurang dari umur 11 tahun

b. Umur 11-15 tahun c. Lebih dari umur 15 tahun

2. Bagaimana siklus menstruasi setiap bulannya? a. Teratur

b. Tidak teratur

3. Berapa hari darah keluar pada saat haid ? a. Kurang dari 3 hari

Gambar

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan untuk Wanita Golongan Umur Besi (mg/org/hari)
Tabel 3.1. Nama Kelas dan Jumlah Sampel yang Diambil
Tabel 3.1. Angka Kecukupan Gizi  Remaja Putri No. Umur  Energi (kkal)
Tabel 4.1. Distribusi Remaja putri Berdasarkan Umur   No Umur Jumlah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel independen adalah status gizi remaja putri, sedangkan asupan protein, zat besi, vitamin C, vitamin B12 dan folat merupakan variabel perancu karena merupakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Lama Menstruasi dan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri kelas XI di SMA N I Martapura Kabupaten Ogan

Hasil penelitian tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten

Hasil ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMAN 1 Kasihan Tahun 2017.. Simpulan dan

Variabel independen adalah status gizi remaja putri, sedangkan asupan protein, zat besi, vitamin C, vitamin B12 dan folat merupakan variabel perancu karena merupakan

Hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMKN 1 Batumandi Tahun 2020 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 39 remaja putri yang memiliki pola

2020 Hubungan Tingkat Konsumsi Energi, Protein, Zat Besi Dan Kepatuhan Minum Tablet Besi Dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Remaja Putri Di Smp Negeri 2 Ubud Poltekkes Kemenkes Denpasar

I GAMBARAN PENGETAHUAN GIZI, ASUPAN PROTEIN, ASUPAN ZAT BESI DAN STATUS ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 8 KENDARI Tugas Akhir Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk