• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Influence Of Knowledge And Economic Motive On The Use Of Formaline And Borax In Fast Food (Meatballs)By Its Seller In Medan Denai And Medan Tuntungan Subdistrict In 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "The Influence Of Knowledge And Economic Motive On The Use Of Formaline And Borax In Fast Food (Meatballs)By Its Seller In Medan Denai And Medan Tuntungan Subdistrict In 2011"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE AND ECONOMIC MOTIVE ON THE

USE OF FORMALINE AND BORAX IN FAST FOOD (MEATBALLS)

BY ITS SELLER IN MEDAN DENAI AND MEDAN

TUNTUNGAN SUBDISTRICT IN

2011

THESIS

By

LAMBOK OKTAVIA SR

097032111/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY

FACULTY OF PUBLIC HEALTH UNIVERSITY OF

SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIF EKONOMI TERHADAP

PENGGUNAAN FORMALIN DAN BORAKS OLEH PEDAGANG

DALAM PANGAN SIAP SAJI (BAKSO) DI KECAMATAN

MEDAN DENAI DAN MEDAN TUNTUNGAN

TAHUN 2011

TESIS

Oleh

LAMBOK OKTAVIA SR

097032111/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIF EKONOMI TERHADAP

PENGGUNAAN FORMALIN DAN BORAKS OLEH PEDAGANG

DALAM PANGAN SIAP SAJI (BAKSO) DI KECAMATAN

MEDAN DENAI DAN MEDAN TUNTUNGAN

TAHUN 2011

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LAMBOK OKTAVIA SR

097032111/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIF EKONOMI TERHADAP

PENGGUNAAN FORMALIN DAN BORAKS OLEH PEDAGANG

DALAM PANGAN SIAP SAJI (BAKSO) DI KECAMATAN

MEDAN DENAI DAN MEDAN TUNTUNGAN

TAHUN 2011

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2012

(5)

Judul Tesis

: PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIF

EKONOMI TERHADAP PENGGUNAAN

FORMALIN DAN BORAKS OLEH PEDAGANG

DALAM PANGAN SIAP SAJI (BAKSO) DI

KECAMATAN MEDAN DENAI DAN MEDAN

TUNTUNGAN TAHUN 2011

Nama Mahasiswa

: Lambok Oktavia SR

Nomor Induk Mahasiwa : 097032111

Program Studi

: S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi

: Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof. Dr. Ramli M.S, S.E)

Anggota

(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(6)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Prof. Dr. Ramli M.S, S.E

(7)

ABSTRAK

Penyalahgunaan formalin dan boraks dalam bakso oleh pedagang masih

ditemukan di kota Medan. Data Surveilan Keamanan Pangan Badan POM RI tahun

2010 penyalahgunaan formalin sebesar 4,89%, dan boraks sebesar 8,80% .

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan

motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan boraks dalam bakso oleh

pedagang. Penelitian ini bersifat analitik, dengan desain Cross sectional.

Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang bakso sebanyak 40 pedagang diambil berdasarkan kriteria inklusi yang berada di

Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan

yang. Analisis data menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan adanya

pengaruh pengetahuan dan motif ekonomi

terhadap penggunaan formalin dan boraks oleh pedagang dalam bakso. Variabel

pengetahuan memberikan pengaruh paling besar terhadap penggunaan formalin dan

boraks, dimana responden dengan pengetahuan rendah memiliki peluang 3,56 kali

lebih tinggi untuk menggunakan formalin dan berpeluang 5,3 kali lebih tinggi untuk

menggunakan boraks.

Pedagang bakso disarankan harus lebih meningkatkan pengetahuan mereka mengenai

efek bahaya dari formalin dan boraks dalam makanan. Disperindag agar

lebih tegas dalam mengawasi dan mencegah peredaran formalin dan boraks di

pasaran. Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih meningkatkan program penyuluhan

tentang bahaya formalin dan boraks kepada para pedagang bakso. Balai Besar POM

di Medan disarankan agar meningkatkan pengawasan yang berkesinambungan

terhadap pangan dan bahan tambahan pangan yang beredar di pasaran. Kepada

seluruh instansi pemerintah terkait agar meningkatkan koordinasi lintas sektor

mengenai pengawasan bahan berbahaya.

(8)

ABSTRACT

Misuse of formalin and borax in meatballs by its sellers still found in

Medan. The data of 2010 obtained from the food security surveillance of Indonesian

food and drugs inspection agency revealed that the misuse of formalin was 4.89%

and borax 8.80%.

The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to

analyze the influence of knowledge and economic motive on the use of formalin and

borax in meatballs in Medan Denai and Medan Tuntungan Subdistrict. The

population of this study was 40 bakso sellers were selected based on inclution

criteria.

The result of this study revealed that there was an influence knowledge and

Economic motive on the misuse of formalin and borax in meatballs. Variable

knowledge give most impact on the misuse of formalin and borax , which is variable

knowledge had a

chance against the misuse of formalin 3.56 times and 5.3

times likely to misuse of borax in meatballs.

The bakso sellers are suggested to know the harmful effect of formalin and

borax being in food.

Disperindag should be more

assertive

in monitoring and

preventing the circulation of formalin and borax on the market.

The management of

Medan Health Service should provide more extension program on the dangerous risk

of formalin and borax to the bakso sellers. The management of

National Agency and

Food Control

in Medan is suggested to continuously increase their control in food

and food additive found in the community.To all of relevant government institutions

should increase coordination across sectors to control the hazardous materials.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………....

……...i

ABSTRACT……….... ……...ii

KATA PENGANTAR………... ……...iii

RIWAYAT HIDUP………... ……...v

DAFTAR ISI………...

……...vi

DAFTAR TABEL………..…….viii

DAFTAR GAMBAR……….ix

DAFTAR LAMPIRAN………..x

BAB 1.

PENDAHULUAN………...1

1.1

Latar Belakang………... ...1

1.2

Permasalahan………...7

1.3 Tujuan Penelitian……….. ………..8

1.4

Hipotesis………...8

1.5 Manfaat Penelitian………. ………..8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………..9

2.1

Bahan Berbahaya………... ………10

2.2

Formalin……….10

2.2.1

Penyalahgunaan Formalin…..………...12

2.2.2

Ciri-ciri makanan yang Mengandung Formalin………13

2.2.3

Dampak Formalin Terhadap Kesehatan………...14

(10)

2.3

Asam Borat………...16

2.3.1

Penyalahgunaan Boraks…..………...18

2.3.2

Toksisitas Boraks………...18

2.3.3

Uji Kualitatif Boraks………. ………19

2.4

Kegiatan Ekonomi...……….19

2.4.1

Tindakan Ekonomi………...……….20

2.4.2

Motif Ekonomi …………...………..21

2.4.3

Prinsip Ekonomi………23

2.5

Pengetahuan.……….………...26

2.6

Landasan Teori……….………29

2.7 Kerangka Konsep Penelitian...………...30

BAB 3. METODE PENELITIAN………...….31

3.1

Jenis Penelitian………...31

3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian………...…..31

3.3

Populasi dan Sampel………. ………31

3.4 Metode Pengumpulan Data……….. ………32

3.5 Variabel dan Definisi Operasional……….36

3.6 Metode Pengukuran……….. ………37

3.7

Metode Analisis Data………...38

BAB 4. HASIL PENELITIAN………..…..40

4.1 Deskriptif Wilayah Penelitian………40

4.2 Karakteristik Responden………41

4.3 Analisis Univariat………..42

4.4 Analisis Bivariat……….44

4.5 Analisis Multivariat………47

BAB 5. PEMBAHASAN...………...51

5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Penggunaan Formalin dan Boraks dalam

Bakso……….……….51

5.2 Pengaruh Motif Ekonomi terhadap Penggunaan Formalin dan Boraks

dalam Bakso………..53

5.3 Kebijakan Pencegahan Peredaran Formalin dan Boraks…………...56

(11)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN………...58

6.1 Kesimpulan………58

6.2 Saran………..58

DAFTAR PUSTAKA………...………60

(12)

DAFTAR TABEL

No

Judul

Halaman

1.1

Hasil Pengujian Formalin dan Boraks di Beberapa

Kabupaten/Kota Sumatera Utara………..4

4.1

Karakteristik Responden Menurut Umur, Pendidikan dan Pendapatan

Di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai……….41

4.2

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan

dalam Penggunaan Formalin dan Boraks pada Bakso Di Kecamatan Medan

Tuntungan dan Medan Denai……….42

4.3

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Motif Ekonomi

dalam Penggunaan Formalin dan Boraks pada Bakso Di Kecamatan Medan

Tuntungan dan Medan Denai……….43

4.4

Distribusi Frekuensi Responden dalam Penggunaan Formalin pada

Bakso Di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..43

4.5

Distribusi Frekuensi Responden dalam Penggunaan Boraks pada

Bakso Di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..43

4.6

Hubungan Pengetahuan dalam Penggunaan Formalin pada Bakso

di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..44

4.7

Hubungan Pengetahuan dalam Penggunaan Boraks pada Bakso

di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..45

4.8

Hubungan Motif Ekonomi dalam Penggunaan Formalin pada Bakso

di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..46

4.9

Hubungan Motif Ekonomi dalam Penggunaan Boraks pada Bakso

di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..46

4.10

Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang

akan Masuk dalam Model Penggunaan Formalin………..48

4.11

Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang

(13)

DAFTAR GAMBAR

No

Judul

Halaman

2.1

Variabel yang Memengaruhi Perilaku………..……29

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No

Judul

Halaman

1.

Kuesioner Penelitian……….62

2.

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas………..65

3.

Hasil Uji Univariat………66

4.

Hasil Uji Bivariat………..69

5.

Hasil Uji Multivariat……….75

6.

Master Data Penelitian………..79

7.

Dokumentasi Penelitian………80

8.

Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara………..82

9.

Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Kecamatan Medan Denai…..83

(15)

ABSTRAK

Penyalahgunaan formalin dan boraks dalam bakso oleh pedagang masih

ditemukan di kota Medan. Data Surveilan Keamanan Pangan Badan POM RI tahun

2010 penyalahgunaan formalin sebesar 4,89%, dan boraks sebesar 8,80% .

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan

motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan boraks dalam bakso oleh

pedagang. Penelitian ini bersifat analitik, dengan desain Cross sectional.

Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang bakso sebanyak 40 pedagang diambil berdasarkan kriteria inklusi yang berada di

Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan

yang. Analisis data menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan adanya

pengaruh pengetahuan dan motif ekonomi

terhadap penggunaan formalin dan boraks oleh pedagang dalam bakso. Variabel

pengetahuan memberikan pengaruh paling besar terhadap penggunaan formalin dan

boraks, dimana responden dengan pengetahuan rendah memiliki peluang 3,56 kali

lebih tinggi untuk menggunakan formalin dan berpeluang 5,3 kali lebih tinggi untuk

menggunakan boraks.

Pedagang bakso disarankan harus lebih meningkatkan pengetahuan mereka mengenai

efek bahaya dari formalin dan boraks dalam makanan. Disperindag agar

lebih tegas dalam mengawasi dan mencegah peredaran formalin dan boraks di

pasaran. Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih meningkatkan program penyuluhan

tentang bahaya formalin dan boraks kepada para pedagang bakso. Balai Besar POM

di Medan disarankan agar meningkatkan pengawasan yang berkesinambungan

terhadap pangan dan bahan tambahan pangan yang beredar di pasaran. Kepada

seluruh instansi pemerintah terkait agar meningkatkan koordinasi lintas sektor

mengenai pengawasan bahan berbahaya.

(16)

ABSTRACT

Misuse of formalin and borax in meatballs by its sellers still found in

Medan. The data of 2010 obtained from the food security surveillance of Indonesian

food and drugs inspection agency revealed that the misuse of formalin was 4.89%

and borax 8.80%.

The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to

analyze the influence of knowledge and economic motive on the use of formalin and

borax in meatballs in Medan Denai and Medan Tuntungan Subdistrict. The

population of this study was 40 bakso sellers were selected based on inclution

criteria.

The result of this study revealed that there was an influence knowledge and

Economic motive on the misuse of formalin and borax in meatballs. Variable

knowledge give most impact on the misuse of formalin and borax , which is variable

knowledge had a

chance against the misuse of formalin 3.56 times and 5.3

times likely to misuse of borax in meatballs.

The bakso sellers are suggested to know the harmful effect of formalin and

borax being in food.

Disperindag should be more

assertive

in monitoring and

preventing the circulation of formalin and borax on the market.

The management of

Medan Health Service should provide more extension program on the dangerous risk

of formalin and borax to the bakso sellers. The management of

National Agency and

Food Control

in Medan is suggested to continuously increase their control in food

and food additive found in the community.To all of relevant government institutions

should increase coordination across sectors to control the hazardous materials.

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Aktivitas penyelenggaraan kehidupan ada yang bermotif ekonomi dan ada

yang tidak bermotif ekonomi, artinya kegiatan yang dilakukan didasarkan profit

oriented atau motif ekonomi. Salah satu contoh tindakan motif ekonomi dalam

menawarkan barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari adalah menggunakan suatu

bahan yang dilarang dan mengganggu kesehatan manusia seperti boraks dan formalin.

Dimana dengan penggunaan bahan-bahan ini pelaku bisnis akan mendapatkan

keuntungan yang besar. Bahan kimia ini digunakan untuk membuat makanan menjadi

lebih menarik, enak, gurih dan tahan lama, namun penyalahgunaan bahan kimia yang

tidak sesuai dengan peruntukannya tidak boleh digunakan karena dapat berakibat

fatal bagi kesehatan manusia.

(18)

,menambah kerenyahan makanan, serta memperbaiki tekstur makanan (Winarno

,2007).

Hasil penelitian dari Hikmawati tentang Studi Kandungan Boraks pada

makanan yang beredar di kota Medan tahun 2010, diperoleh hasil :

1.

Sampel bakso, dari 12 sampel diperoleh 100% positif mengandung boraks.

2.

Sampel mie, dari 30 sampel mie, diperoleh 84% positif mengandung boraks.

3.

Sampel lontong, diperoleh dari 9 (sembilan) sampel diperoleh 11,1 % positif

mengandung boraks.

Menyikapi banyaknya penyalahgunaan bahan berbahaya ini, Badan Pengawas

Obat dan Makanan (Badan POM) selaku instansi yang bertanggung jawab dalam hal

pengawasan makanan yang beredar di pasaran, melakukan sampling terhadap

berbagai jenis makanan yang diduga mengandung formalin dan boraks. Pengambilan

sampling dilakukan secara serial dan serentak di beberapa kota di Indonesia. Produk

makanan yang diuji adalah mie basah, tahu, dan ikan basah. Berdasarkan hasil uji

laboratorium diperoleh temuan sebagai berikut :

1.

Sampel mie basah, dari 213 jumlah sampel ditemukan 76 sampel memenuhi syarat

dan 137 sampel tidak memenuhi syarat .

(19)

3.

Sampel ikan basah, dari 258 jumlah sampel ditemukan 190 sampel memenuhi

syarat dan 68 sampel tidak memenuhi syarat

Sampel dikatakan memenuhi syarat jika tidak mengandung formalin dan boraks,

sedangkan sampel dikatakan tidak memenuhi syarat, karena positif mengandung

formalin atau boraks (Badan POM RI, 2005).

Data terakhir yang diperoleh Surveilan Keamanan Pangan Badan POM RI

tahun 2009 dari 18 propinsi yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa

Penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks sampai saat ini masih ada. Untuk

penyalahgunaan formalin diperoleh sebesar 4,89% sedangkan untuk boraks diperoleh

penyimpang sebesar 8,80% secara keseluruhan di 18 propinsi yang ada di Indonesia

antara lain Sumatera Utara, Riau, Sumsel, Lampung, DKI Jakarta, Jabar, Jatim, Bali,

dan lain-lain.

(20)

Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme

toksisitasnya tidak langsung dirasakan oleh pembeli. Boraks yang terdapat dalam

makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak,

atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi . Pada

dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala

pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferina Y Ginting pada bulan

Oktober 2010 dibeberapa SD di kota Medan, diperoleh hasil bahwa dari 21 (dua

puluh satu) sampel bakso yang di sampling terdapat 7 (tujuh) sampel positif

mengandung formalin. Selain itu hasil penelitian dari Labora Panjaitan pada tahun

2010 terhadap kandungan boraks dalam bakso di kota Medan, diperoleh hasil bahwa

dari 10 (sepuluh) sampel yang diuji, 8 (delapan) sampel positif mengandung boraks.

Data yang diperoleh terhadap hasil pengujian beberapa sampel dari beberapa

kabupaten di Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

No Sumber

Sampel yang diUji Jumlah Mie Tahu Ikan Bakso

MS TMS MS TMS MS TMS MS TMS

1 BBPOM

Medan 29 15 18 - 24 1 14 4 105

2 Disperindag Deli Serdang

(21)

Dari data diatas, maka penyalahgunaan formalin dan boraks masih tetap ada

sampai saat ini. Balai Besar POM di Medan selaku instansi yang terkait dalam

pengawasan makanan yang beredar di masyarakat telah melakukan berbagai macam

cara untuk mengurangi dan bahkan meniadakan penyalahgunaan formalin dan boraks

tersebut, antara lain : penyuluhan - penyuluhan terhadap para produsen dan atau

penjual bakso tentang bahaya formalin dan boraks, dan pengujian secara berkala

3 Disperindag Sumut

- - - - 2 - - - 2

4 Dinkes

Siantar 1 1 - - 2 - 1 - 5

5 Dinkes Tapanuli Utara

- - 3 - - - 1 - 4

6 Dinkes

Simalungun 1 1 - - 2 - 1 - 5

7 Disperindag

Siantar 2 - - - 2 - - - 4

8 Dinkes Labuhan Batu

- - - - 3 - - - 3

Jumlah 42 17 23 - 35 1 21 4 143

Tabel 1.1. Hasil Pengujian Formalin dan Boraks di Beberapa

(22)

terhadap makanan yang beredar di pasaran. Namun hal ini masih belum bisa

mengurangi penyalahgunaan formalin dan boraks dalam makanan.

Kebutuhan setiap orang tidak ada batasnya. Setelah kebutuhan yang satu

terpenuhi, akan muncul kebutuhan lainnya. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan

oleh seseorang berpedoman pada prinsip ekonomi

Motif ekonomi adalah alasan seseorang untuk melakukan sesuatu atau

dorongan dari dalam diri manusia untuk berbuat atau bertindak secara ekonomis

untuk memperoleh keuntungan. Keadaan perekonomian Indonesia yang semakin

sulit, harga bahan-bahan yang semakin meningkat memacu penjual untuk lebih cerdik

dalam memproduksi atau menjual makanan dengan harga tetap terjangkau.

yaitu dengan pengorbanan tertentu

akan memperoleh hasil maksimal. Jadi, tindakan ekonomi harus didorong oleh motif

ekonomi dan didasari oleh prinsip ekonomi.

Banyaknya penyalahgunaan formalin dan boraks dalam pangan segar

umumnya karena ketidaktahuan mereka mengenai kedua bahan berbahaya tersebut

dan juga minimnya informasi yang diperoleh tentang bahan berbahaya tersebut.

(23)

Perilaku penjual yang menggunakan kedua bahan berbahaya ini dalam

produk mereka mungkin karena keinginan untuk mendapatkan untung yang besar.

Menurut Koentjaraningrat (1981), pengetahuan merupakan perlakuan melibatkan

penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau

dibaca sehinggga pengetahuan memengaruhi tingkah laku, percakapan, serta perasaan

seseorang. Selain itu Robert Kwick (1974) mengatakan bahwa perilaku adalah

tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku

tidak sama dengan sikap. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Dalam

proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor – faktor tersebut

antara lain : pengetahuan, motivasi, emosi, proses belajar, dan lingkungan. Dari

teori-teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan memengaruhi tingkah laku

atau tindakan seseorang, dalam hal ini tindakan penjual yang menggunakan formalin

dan boraks dalam bakso dapat dipengaruhi oleh perspsi dan motivasi, yang dalam hal

ini motivasinya adalah motif ekonomi.

(24)

memperbaiki nilai estetika karena kedua bahan tersebut membuat tampilan mie basah

dan bakso menjadi lebih menarik, antara lain: tidak berair, kenyal, dan memiliki

warna yang cerah. Alasan lain penggunaan bahan tersebut adalah untuk

meningkatkan daya tahan produk, dimana seperti kita ketahui pangan segar dalam

suhu kamar hanya dapat bertahan 1-2 hari, tetapi dengan menambahkan formalin

dapat bertahan sampai 15 hari, dan ini sangat menguntungkan penjual.

Banyak penelitian–penelitian yang telah dilakukan mengenai kedua bahan

berbahaya ini, namun penelitian yang dilakukan hanya untuk mengetahui kandungan

formalin dan boraks dalam berbagai macam sampel. Sejauh ini tidak ada penelitian

yang dilakukan untuk mengetahui penyebab atau alasan penjual menggunakan

formalin dan boraks dalam jualannya.

Berdasarkan teori yang dikatakan oleh Robert Kwick (1974) bahwa perilaku dalam

proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain : pengetahuan, motivasi, emosi, proses belajar, dan lingkungan.

Berdasarkan teori diatas, jika dikaitkan dengan penyalahgunaan formalin dan

boraks, maka perilaku penjual dalam menyalahgunakan formalin dan boraks dalam

bakso dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan motivasi. Oleh sebab itu peneliti

merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui faktor –faktor yang

menyebabkan penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso).

(25)

Penggunaan formalin dan boraks dalam bakso dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor yaitu variabel pengetahuan dan motif ekonomi. Yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara pengetahuan

dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan penggunaan boraks pada

bakso dan seberapa besarkah peluang pengetahuan dan motif ekonomi terhadap

penggunaan formalin dan penggunaan boraks pada bakso.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis berapa besar peluang pengetahuan dan motif ekonomi

terhadap penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso).

1.4. Hipotesis

1.

Ada hubungan antara pengetahuan terhadap penggunaan formalin dan

penggunaan boraks dalam pangan siap saji (bakso) oleh pedagang.

2.

Ada hubungan antara motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan

penggunaan boraks dalam pangan siap saji (bakso) oleh pedagang.

3.

Besarnya peluang pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan

formalin lebih besar dari 50%.

(26)

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Sebagai bahan informasi dasar dalam pengembangan ilmu pengetahuan

mengenai penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks dalam bakso.

1.5.2.

Bagi Instansi Pemerintahan yang Terkait dan Berwenang dalam Mekanisme

Pengawasan dan Pengendalian Bahan Berbahaya.

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Berbahaya

Berdasarkan Permendag No.4 thn 2006 yang dimaksud dengan Bahan

Berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun

campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara

langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun (toksisitas), karsinogenik,

teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Jenis Bahan Berbahaya yang diatur

distribusi dan pengawasannya dalam Peraturan ini antara lain Formalin, Boraks,

Kuning Metanil, Rodamin-B, dan Bahan Berbahaya lainnya dengan Nomor CAS

sebagaimana tercantum .

Produsen Bahan Berbahaya (P-B2) adalah perusahaan yang memproduksi Bahan

Berbahaya di dalam negeri dan mempunyai Izin Usaha Industri dari Instansi yang

berwenang. Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2) adalah Importir bukan

produsen, pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U), yang mendapat tugas

khusus untuk mengimpor Bahan Berbahaya dan bertindak sebagai distributor untuk

menyalurkan Bahan Berbahaya yang diimpornya, kepada perusahaan lain yang

(28)

Importir Produsen Bahan Berbahaya (IP-B2) adalah Impotir Produsen yang diakui oleh

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan disetujui untuk mengimpor sendiri

Bahan Berbahaya yang diperuntukkan semata-mata hanya untuk kebutuhan produksinya

sendiri.

Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DT-B2) adalah perusahaan yang diberi

izin oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan setelah

mendapat penunjukan dari Produsen Bahan Berbahaya untuk menyalurkan Bahan

Berbahaya kepada Pengguna Akhir secara langsung atau melalui Pengecer Terdaftar.

Pengecer Terdaftar Bahan Berbahaya (PT-B2) adalah perusahaan yang diberi izin

oleh Gubernur, Gubernur DKI Jakarta, atau Bupati/Walikota setelah mendapat

penunjukan dari DT-B2 untuk memperdagangkan Bahan Berbahaya kepada PA-B2.

Pengguna Akhir Bahan Berbahaya (PA-B2) adalah perusahaan industri yang

menggunakan Bahan Berbahaya sebagai bahan baku/penolong yang diproses secara

kimia fisika, sehingga, terjadi perubahan sifat fisika dan kimianya serta mempunyai

nilai tambah, dan badan usaha atau lembaga yang menggunakan Bahan Berbahaya

sesuai peruntukannya yang memiliki izin dari Instansi yang berwenang.

(29)

2.2. Formalin

Cahyadi (2008) yang mengutip dari Fessenden ( 1982) Formalin merupakan

cairan jernih tidak berwarna atau hampir tidak bewarna merangsang selaput lendir

hidung dan tenggorokan, dan rasa membakar. Bobot tiap mililiter ialah 1,08 gram.

Dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan

eter. Sifatnya yang mudah larut dalam air dikarenakan adanya elektron sunyi pada

oksigen sehingga dapat mengadakan ikatan hidrogen dengan molekul air.

Formalin murni tidak tersedia secara komersial, tetapi dijual dalam 30-50% (b/b)

larutan mengandung air. Formalin (37% CH

2

O) adalah larutan yang paling umum.

Pada umumnya, metanol atau unsur-unsur lain ditambahkan ke dalam larutan sebagai

alat penstabil untuk mengurangi polimerisasi formalin, dalam bentuk padat, formalin

dijual sebagai trioxane (CH

2

O)

3

Formalin mudah larut dalam air sampai kadar 55%, sangat reaktif dalam

suasana alkalis serta bersifat sebagai zat pereduksi kuat, mudah menguap karena titik

didihnya yaitu -21°C, secara alami formalin juga dapat ditemui dalam asap pada

proses pembakaran makanan yang bercampur fenol, keton dan resin (Winarno dan

Rahayu, 2007). Formalin dapat masuk ke dalam tubuh dengan jalan inhalasi uap,

kontak langsung dengan larutan yang mengandung formalin atau dengan jalan

memakan atau meminum makanan yang mengandung formalin.

(30)

Komposisi dan bentuk formalin mengandung 35-40% formalin dan metanol,

berupa gas tak bewarna pada suhu dan tekanan biasa. Sedangkan efek farmakologi

atau kesehatan formalin adalah sebagai berikut. Berdasarkan uji karsinogenik dan

tumor formalin terhadap sejumlah tikus yang dipapari formalin pada konsentrasi

6-15 bpj menunjukkan 1,5 – 43,2% mengalami kanker, sedangkan uji terhadap mencit

yang dipapari formalin pada konsentrasi 15 bpj, 2,4% mencit mengalami tumor

(Cahyadi, 2008). Departemen Kesehatan RI berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 mendefinisikan bahan tambahan pangan

seperti yang disusun oleh Codex Alimentarius, formalin bersama boraks termasuk

dalam daftar bahan tambahan kimia yang dilarang digunakan (Kurniawati, 2004).

(31)

sebagai pendetoksifikasi toksin dalam vaksin, dan juga untuk obat penyakit kutil

karena kemampuannya merusak protein (Cahyadi, 2008).

Penyalahgunaan formalin yang terdapat pada makanan karena kegunaannya

sebagai zat bakteriostatik dalam produksi dan formalin ditambahkan kedalam

makanan untuk mempertahankan karakteristiknya. Formalin dan turunannya juga

terdapat dari banyak produk konsumer lainnya untuk melindungi produk dari

kerusakan akibat kontaminasi mikroorganisme (WHO, 2002).

(32)

mahalnya harga es balok untuk mengawetkan ikan saat nelayan melaut (Dewanti,

2006).

2.2.2.

Ada perbedaan antara bahan mie basah dan bakso dan yang mengandung

bahan pengawet formalin. Para pedagang biasanya membubuhi formalin dengan

kadar minimal, sehingga pembeli pada umumnya bingung ketika harus

membedakannya dengan bahan mie basah dan bakso. Pada daging ayam misalnya,

karena hanya dibubuhi sedikit formalin, bau obat tidak tercium. Kalau ayam

berformalin, ciri yang paling mencolok adalah tidak ada lalat yang mau hinggap. Jika

kadar formalinnya banyak, ayam agak sedikit tegang (kaku). Yang paling jelas adalah

jika daging ayam dimasukkan ke dalam reagen atau diuji laboratorium, nanti akan

muncul gelembung gas. (Badan POM RI, 2006)

Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Formalin

Tahu berformalin tahan lama dan tidak rusak sampai tiga hari pada suhu

kamar (25°C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10°C). Tahu terasa

membal atau kenyal jika ditekan namun tidak padat. Bau agak menyengat berbau

formalin (dengan kandungan formalin sekitar 0.5-1ppm). Sedangkan tahu tanpa

pengawet paling-paling hanya tahan dua hari dan biasanya mudah hancur (Eddy,

2005).

(33)

lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (25°C), bersih cerah, tidak berbau khas ikan asin

dan tidak ada lalat yang hinggap (Kurniawati, 2004).

Karakteristik risiko yang membahayakan bagi kesehatan manusia yang

berhubungan dengan formalin adalah berdasarkan konsentrasi dari substansi

formalin yang terdapat di udara dan juga dalam produk-produk pangan (WHO, 2002).

2.3. Dampak Formalin terhadap Kesehatan

Formalin jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan

hampir semua zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebakan

kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan

formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat

karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan

fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare

bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya

kegagalan peredaran darah. Formalin jika menguap di udara, berupa gas yang tidak

bewarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga merangsang hidung,

tenggorokan dan mata (Cahyadi, 2008).

(34)

tenggorokan apabila terhisap dalam bentuk gas pada konsentrasi 0,03 - 4 bpj selama

35 menit. Dapat terjadi iritasi pernapasan parah, seperti batuk, disfagia, spasmus

laring, bronkitis, pneumonia, asma, edema paru, dapat pula terjadi tumor hidung pada

(35)

kanker. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat

gen. Dalam pada itu, International Agency Research on Cancer (IARC)

mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik golongan 1 (cukup bukti sebagai

karsinogen pada manusia); khususnya pada saluran pernafasan (WHO, 1989).

LD

50

oral dari larutan formalin 2% pada tikus berkisar antara 500-800 mg/kg

berat badan. Sedangkan bagi guine pigs adalah 260 mg/kg berat badan. Untuk larutan

formalin 37% dosis 523 mg/kg berat badan adalah mematikan bagi pria dewasa

(Blackie,1991)

Secara kualitatif dengan metode asam kromatopat 5% dalam larutan H

2.2.4. Uji Formalin dalam Makanan

2

SO

4

60% . Sebanyak 10 gram contoh dicampurkan dengan 50 ml air dengan cara

menggerusnya dalam lumpang. Campuran dipindahkan kedalam labu Kjedahl dan

diasamkan dengan H

3

PO

4

10%.

Sebanyak 1 ml destilat, dimasukkan ke dalam tabung pereaksi, ditambahkan 5 ml

pereaksi asam kromatopat 5% dalam larutan H

Labu kjedahl dihubungkan dengan pendingin dan di

destilasi. Destilat ditampung dalam labu ukur 25 ml.

2

SO

4

60% . Tabung pereaksi

dipanaskan dalam penangas air yang mendidih selama 15 menit, dan diamati

perubahan warna yang terjadi. Adanya formalin ditunjukkan dengan adanya warna

ungu terang sampai ungu tua (MA PPOMN/ MA 03/ 2000).

(36)

Asam borat merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan nama borax.

nama kimia dengan nama natrium tetraborat, berbentuk serbuk hablur kristal

transparan atau granul putih tak bewarna dan tak berbau serta agak manis

(Farmakope Edisi IV, 1995). Jika dilarutkan dalam air akan menjadi natrium

hidroksida serta asam borat. Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat

antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya

dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, dan obat pencuci mata. Boraks

juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik

kayu (Cahyadi, 2008)

Boraks merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri

non pangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Ia tidak

berwarna dan gampang larut dalam air. Sebagai contoh gelas pyrex yang terkenal

kuat bisa memiliki performa seperti itu karena dibuat dengan campuran boraks.

Kemungkinan besar daya pengawet boraks disebabkan oleh senyawa aktif asam borat

(Yuliarti,2007). Asam borat (H

3

BO

3

) merupakan asam organik lemah yang sering

digunakan sebagai antiseptik, dan dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat

(H

2

SO

4

Asam borat juga sering digunakan dalam dunia pengobatan dan kosmetika.

Misalnya, larutan asam borat dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata dan

dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot

hidung, dan salep luka kecil. Namun, ingat, bahan ini tidak boleh diminum atau

(37)

digunakan pada luka luas, karena beracun ketika terserap masuk dalam tubuh.

Boraks atau yang lebih dikenal dengan nama bleng tidak aman untuk dikonsumsi

sebagai makanan, tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai komponen dalam

makanan sudah meluas di Indonesia. Mengkonsumsi makanan yang mengandung

boraks memang tidak serta berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan

menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh pembeli secara kumulatif.

Seringnya mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati,

lemak, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak

terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi,

apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian

(Yuliarti,2008).

2.3.1. Penyalahgunaan Boraks

Berdasarkan beberapa literatur , penyalahgunaan pemakaian boraks atau bleng

biasanya dipakai dalam pembuatan makanan berikut ini:

a)

Karak/lempeng (kerupuk beras), sebagai pembantu memjadi pengeras dalam

pembuatan adonan kerupuk.

b)

Lontong, sebagai pengeras.

c)

Ketupat, sebagai pengeras.

(38)

2.3.1. Toksisitas Boraks

Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme

toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam

makanan tidak langsung dirasakan pembeli.

Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan

secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks

dalam tubuh menjadi tinggi. Efek negatif Boraks apabila terdapat pada makanan,

maka dalam jangka waktu lama walau hanya sedikit akan terjadi akumulasi

(penumpukan) pada otak, hati, lemak dan ginjal. Pemakaian dalam jumlah banyak

dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang,

gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang,

pingsan, koma bahkan kematian. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan

menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut.

Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih,

akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya

telah mencapai 10- 20 g atau lebih (Yuliarti, 2007).

(39)

Uji kualitatif boraks dapat dilakukan dengan cara reaksi nyala, dimana dengan

penambahan metanol dan H

2

SO

4(p)

dan dibakar, bila memberikan warna nyala hijau

maka positif boraks akan. Sebelumnya makanan yang akan di uji harus diabu kan

terlebih dahulu dengan penambahan suspensi Na

2

CO

3

dalam air (MA PPOMN/ MA

02/2000).

2.4. Kegiatan Ekonomi

Untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, manusia melakukan berbagai

kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi manusia dilakukan dengan didorong oleh

prinsip dan motif ekonomi tertentu (Apridar, 2010). Hal ini terlihat dalam konsep

dibawah ini :

Motif ekonomi

Tindakan ekonomi

Tiga Kegiatan

ekonomi

Prinsip ekonomi

Produksi

Distribusi

Konsumsi

(40)

2.4.1. Tindakan Ekonomi

Setiap kegiatan yang dilakukan manusia ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia beraneka ragam dan apabila semua

kebutuhan itu telah terpenuhi maka tercapailah kemakmuran. Untuk mencapai

kemakmuran tergantung dari kebutuhan dari setiap orang, dan untuk memenuhi

kebutuhan tersebut tergantung dari pendapatan yang mereka miliki. Walaupun

dengan pendapatan yang terbatas manusia berusaha dengan bijaksana untuk mengatur

pengeluarannya. Tindakan yang dilakukan manusia tentu ada yang mendorongnya.

Apa yang mendorong tindakan ekonomi mereka? tindakan mereka didorong oleh

kekuatan yang ada pada diri mereka. Kekuatan yang ada dalam diri manusia untuk

melakukan tindakan atau kegiatan disebut motif. Motif ini ada yang berasal dari

dalam diri yang disebut motif intrinsik dan ada juga yang berasal dari luar diri

manusia yang disebut dengan motif ekstrinsik. Dalam tindakan ekonomi yang

dilakukan manusia berasal dari diri sendiri maupun berasal dari luar diri manusia

(Apridar, 2010).

Manusia melakukan berbagai macam tindakan agar semua kebutuhannya

terpenuhi dan dapat mencapai kemakmuran. Segala kegiatan manusia untuk

memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya disebut dengan tindakan ekonomi. Kegiatan

ekonomi meliputi tiga hal yaitu kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi.

(41)

Kegiatan ekonomi manusia tentu saja harus rasional agar mendapatkan hasil yang

maksimal. Kegiatan yang rasional adalah kegiatan dilakukandengan pikiran dan akal

yang sehat. Sebagai contoh sebagai pengusaha dalam menghasilkan barang, tentu

harus mempertimbangkan tentang bahan baku yang murah dan berkualitas, tenaga

kerja yang murah tetapi terampil sehingga hasil produksi itu berkualitas dengan harga

yang murah. Apabila produsen dalam menghasilkan barang tidak melihat bahan baku

dan tenaga kerja maka hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.

2.4.2. Motif Ekonomi

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kekuatan yang mendorong manusia

melakukan kegiatan ekonomi disebut motif. Keinginan atau alasan yang mendorong

manusia untuk melakukan tindakan ekonomi disebut motif ekonomi. Tindakan

manusia selau didorong oleh suatu keinginan. Hal itu berlaku pada semua tindakan

manusia tanpa kecuali. Oleh karena itu, kegiatan manusia tidak terlepas dari dorongan

untuk memenuhi suatu kebutuhan atau keinginan (Apridar, 2010).

Keinginan atau motif yang mendorong manusia melakukan kegiatan ekonomi ada

bermacam-macam. Secara garis besar motif ekonomi dapat dibedakan menjadi empat

macam,yaitu:

1. Motif untuk memenuhi kebutuhan.

2. Motif untuk berbuat sosial.

3. Motif untuk memperoleh penghargaan.

4. Motif untuk memperoleh kekuasaan (kekuasaan).

(42)

1.

Motif untuk Memenuhi Kebutuhan

Motif paling penting yang mendorong manusia melakukan kegiatan ekonomi,

yaitu ingin memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran. Setiap

aktivitas yang dilakukan manusia dengan harapan dapat memperoleh

penghasilan. Penghasilan itulah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Apabila penghasilannya tidak mencukupi maka berusaha mendapatkan

penghasilan tambahan dengan melakukan kegiatan ekonomi lainnya.

2.

Motif Berbuat Sosial

Rasa kemanusiaan selalu ada pada setiap orang. Selain ingin memenuhi

kebutuhan manusia punya keinginan untuk menolong orang lain atau ingin

membantu sesama manusia. Sebagai contoh, seorang guru selain mengajar di

sekolah ia juga membuka les di rumah dengan harapan ingin mendapat

tambahan penghasilan juga ada keinginan untuk membantu siswa dalam

belajar. Apa yang dapat kamu lakukan untuk motif ini? pernahkah kamu

membantu orang lain dengan kemampuan yang kamu miliki? apabila kamu

ingin menolong orang lain harus dari niat diri sendiri bukan atas dorongan dari

orang lain. Ada banyak cara kegiatan yang dilakukan dengan motif sosial ini.

Contoh lain, kamu membantu orang lain misalnya dengan menyumbangkan

baju yang tidak terpakai.

(43)

Selain motif memenuhi kebutuhan dan motif sosial ada keinginan lain dari

manusia, yaitu untuk mendapatkan penghargaan. Penghargaan yang dimaksud

bukan sekedar mendapat pujian atau piagam tetapi juga ingin status sosial

yang lebih tinggi dari masyarakat sekitar. Kita bisa melihat orang yang ada di

sekitar kita, selain mempunyai harta yang melimpah melebihi orang yang ada

di sekitarnya ia berharap memperoleh penghargaan atau menjadi orang

terpandang dalam masyarakat.

4.

Motif untuk Mendapat Kekuasaan

Motif lain yang mendorong manusia melakukan kegiatan ekonomi adalah

motif memperoleh kekuasaan. Kekuasaan ini merupakan kekuasaan tindakan,

prinsip, dan motif ekonomi untuk diri sendiri. Sebagai manusia memang tidak

puas terhadap apa yang diperoleh. Ini memang wajar kalau kita melakukan

kegiatan dan usaha ini berhasil maka yang dilakukan selanjutnya adalah

mengembangkan usaha itu.

2.4.3. Prinsip Ekonomi

(44)

pelaku produksi tindakan yang dilakukan harus menggunakan bahan baku yang

bagus, tenaga kerja yang terampil, mesin yang modern, sehingga dalam melakukan

proses produksi dapat efisien dan barang hasil produksinya berkualitas. Bagi

distiributor berusaha agar barang yang disalurkan tepat sasaran. Dan bagi konsumen

dapat membeli barang dengan harga yang murah dan kualitas bagus (Case, 2008).

Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa semua kegiatan ekonomi manusia

harus berdasar pada prinsip ekonomi. Apa yang dimaksud prinsip ekonomi? Berikut

ini ada beberapa pengertian prinsip ekonomi pada umumnya (Case, 2008).

1.

Prinsip ekonomi adalah dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk

mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya.

2.

Prinsip ekonomi adalah dengan pengorbanan yang kita keluarkan untuk

mendapatkan hasil yang sesuai dengan diharapkan.

3.

Prinsip ekonomi adalah berusaha dengan alat yang tersedia untuk memperoleh

hasil yang maksimal.

(45)

ekonomi. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi itu tentu saja

dengan tujuan yang berbeda. Di bawah ini contoh penerapan dalam kegiatan ekonomi

(Apridar, 2010).

1. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan produksi, antara lain:

a.

Menggunakan bahan mentah atau bahan baku dengan mutu baik dengan harga

murah.

b.

Mendirikan tempat perusahaan yang dekat dengan bahan mentah/bahan baku.

c.

Menggunakan tenaga kerja yang terampil.

d.

Menggunakan mesin yang modern dengan harga murah tetapi produktif.

e.

Harus selalu hemat baik itu dana ,jam kerja, ataupun tenaga kerja.

2. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan distribusi, antara lain:

a. Membeli barang pada produsen yang tepat.

b. Menyalurkan barang dengan prinsip tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat

tempat.

c. Menempatan perusahaan diantara produsen dan konsumen.

d. Meningkatkan mutu pelayanan.

e. Menggunakan sarana distribusi yang murah.

3. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan konsumsi,antara lain:

a. Membeli barang dengan memilih terlebih dahulu.

(46)

c. Memilih barang yang kualitas bagus.

d. Membeli barang sesuai dengan yang direncanakan.

e. Setiap awal bulan membuat daftar kebutuhan berdasar skala prioritas.

f. Berusaha mencari tambahan penghasilan.

Penerapan prinsip ekonomi sangat penting apalagi di era globalisasi, dimana

semua barang secara bebas masuk dan keluar dari dalam negeri. Pada saat seperti ini

produsen dituntut dapat menghasilkan barang yang berkualitas dengan harga yang

bersaing. Tugas produsen ini sangat berat, tetapi harus tetap dilaksanakan agar barang

hasil produksinya dapat terjual. Begitu juga distiributor harus melakukan penyaluran

dengan efektif dan efisien. Sebaiknya distributor menggunakan saluran distribusi

yang tepat (Case, 2008).

2.5. Pengetahuan (Knowledge)

(47)

Pengetahuan yang dimaksud disini adalah pengetahuan guru sekolah dasar

dalam memililih makanan yang mengandung bahan tambahan makanan. Dengan

pengetahuan yang cukup diharapkan dapat memberi pengaruh yang baik terhadap

tindakan guru sekolah dasar dalam memilih makanan yang aman dan sehat.

Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan kelangsungan

hidupnya. Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan 2 hal utama

yaitu (Mar’at, 1981) :

a.

Manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan

jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.

b.

Manusia mempunyai kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka tertentu.

Dalam domain kognitif, pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu

(Notoatmodjo, 2003) :

1.

Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima.

2.

Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar

(48)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yng telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini diartikan

sebagai aplikasi atau pengunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dsb dalam

konteks atau situasi yang lain.

4.

Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dsb.

5.

Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6.

Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan utnuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada.

(49)

atau responden. Untuk mengetahui kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau

diukur, dapat kita sesuaikan dengan tindakan tersebut diatas (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Rogers (1947) dikutip dari Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa

sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang

tersebut terjadi proses berurutan yakni :

1.

Awarness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

stimulus (objek) terlebih dahulu.

2.

Interest yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3.

Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4.

Trial , orang telah mencoba perilaku baru.

5.

Adoption , subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

2.6. Landasan Teori

(50)

manusia. Dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor –

faktor tersebut antara lain : pengetahuan, motivasi, emosi, proses belajar, dan

lingkungan.

[image:50.612.110.538.223.411.2]

Menurut Davis (1985) motif dimengerti sebagai ungkapan kebutuhan

seseorang ; karenanya motif bersifat pribadi dan internal. Apabila digambarkan secara

sederhana, hubungan antara kebutuhan dengan pengetahuan dapat diikhtisarkan

dalam model motivasi sebagai berikut :

Gambar 2.2. Variabel yang Memengaruhi Perilaku

Kebutuhan

individu

Keinginan

Motivasi

Tindakan

Pengetahuan

Lingkungan

Faktor dari

dalam (intern) :

Pengetahuan

Kecerdasan

Persepsi

Emosi

Motivasi

Faktor dari luar

(ekstern):

Lingkungan fisik

Lingkungan non fisik

(iklim, sosial ekonomi,

kebudayaan)

(51)
[image:51.612.138.497.121.317.2]

2.7. Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

Penggunaan formalin dan

boraks dalam pangan siap

saji (bakso)

Pengetahuan

Variabel Dependen

Variabel

Independen

(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik, dengan desain Cross sectional, yaitu untuk

menganalisis pengaruh variabel independen (pengetahuan dan motif ekonomi)

terhadap variabel dependen (penggunaan formalin dan boraks dalam bakso).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1.

Lokasi

Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Denai dan Medan

Tuntungan di kota Medan, karena berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap

10 (sepuluh) sampel di dua kecamatan ini ditemukan 3 (tiga) bakso yang positif

mengandung boraks.

3.2.2.

Waktu

Waktu penelitian mulai bulan Agustus sampai Oktober tahun 2011.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1.

Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh penjual bakso yang berada di

Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan di kota Medan.

(53)

Sampel dalam penelitian ini adalah responden yaitu penjual bakso yang

berjumlah 40 orang yang berada di Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan

di kota Medan.

Pemilihan sampel dilakukan secara inklusi dengan kriteria sebagai berikut :

a.

Penjual bakso yang membuat sendiri baksonya.

b.

Penjual bakso adalah penjual yang menetap dan mempunyai tempat permanen dan

tidak berpindah-pindah.

c.

Penjual bakso yang terletak di jalan protokol yang berada di Kecamatan Medan

Denai, Medan Tuntungan di kota Medan.

Besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total populasi.

3.3.3.

Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah bakso.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1.

Data Primer

a.

Sumber data diperoleh dari data primer yang diperoleh dari

responden/sampel dengan teknik wawancara. Wawancara mengacu pada

kuesioner yang telah disiapkan.

b.

Pemeriksaan Laboratorium

(54)

jumlah sekecil apapun jika terdapat bakso yang mengandung formalin dan

boraks sudah dikatakan tidak memenuhi syarat.

Langkah-langkah penelitian :

1.

Sampel bakso yang diambil sebanyak 100 g, dan diambil pada saat siang

hari dengan teknik pengambilan secara acak. Pengambilan sampel

dilakukan selama 2 (dua) hari.

2.

Kemudian sampel bakso tersebut dibawa ke laboratorium dan dilakukan

uji kualitatif terhadap boraks dan formalin.

a.

Uji kualitatif boraks

Uji kualitatif boraks dapat dilakukan dengan cara reaksi nyala. Sampel

sebanyak 10 g, diabukan terlebih dahulu dengan penambahan

suspensi Na

2

CO

3

b.

Uji kualitatif formalin

dalam air dan dimasukkan ke dalam tanur, setelah

menjadi abu, sampel tersebut ditambahkan metanol dan asam sulfat

pekat kemudian dibakar, bila memberikan warna nyala hijau maka

positif boraks (PPOMN, 2000).

(55)

dimasukkan ke dalam tabung pereaksi, ditambahkan 5 ml pereaksi

asam kromatopat 5% dalam larutan H

2

SO

4

Hasil uji kualitatif terhadap boraks dan formalin diperoleh dalam waktu 2

(dua) hari.

60% . Tabung pereaksi

dipanaskan dalam penangas air yang mendidih selama 15 menit, dan

diamati perubahan warna yang terjadi. Adanya formalin ditunjukkan

dengan adanya warna ungu terang sampai ungu tua (PPOMN, 2000).

3. Dilakukan wawancara kepada penjual bakso di mulai dari kecamatan

Medan Tuntungan, kemudian Medan Denai selama 3 (tiga) hari.

Wawancara yang dilakukan mengacu kepada kuesioner.

4. Data – data yang diperoleh baik dari hasil uji laboratorium maupun hasil

wawancara di tabulasi dan diolah dengan mengunakan SPSS.

3.4.2.

Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi yaitu : Dinas Kesehatan Kota

Medan berupa data penyuluhan tentang bahan tambahan makanan yang dilarang,

Balai Besar POM di Medan berupa data hasil pengujian laboratorium terhadap

formalin dan boraks dalam makanan, Kecamatan Medan Denai dan Kecamatan

Medan Tuntungan berupa data umum kecamatan. Data sekunder diambil awal

sebelum penelitian dimulai.

(56)

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 orang penjual mie bakso yang

berada di Kecamatan Medan Petisah, dimana sampel yang dipilih adalah sampel yang

memiliki karakteristik yang sama dengan sampel dalam penelitian.

A.

Uji Validitas

Uji Validitas dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan

yang terdapat dalam kuesioner mengenai substansi pertanyaan tingkat pengetahuan

serta alasan penjual menggunakan formalin dan boraks dalam mie basah dan bakso.

Uji validitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ukuran atau nilai yang

menunjukkan tingkat kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antar

variabel. Dengan score total variabel pada analisis reliabilitas dengan melihat nilai

correlation corrected item dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel (0,361) maka

dinyatakan valid dan sebaliknya.

B.

Uji Reliabilitas

Pertanyaan dinyatakan reliable jika jawaban responden terhadap pertanyaan

(kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu reliabilitas menunjukkan

pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan

sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang

sudah dapat dipercaya atau reliable akan menghasilkan data yang dapat dipercaya

juga. Apabila datanya sesuai dengan kenyataan maka berapa kali pun diambil tetap

akan sama (Arikunto, 2005).

(57)

Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari suatu pengukuran

dengan ketentuan jika nilai r Alpha > r table (0,361), makan dinyatakan reliable

(Sugiyono, 2004). Nilai r tabel dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikan

95%.

Hasil uji validitas untuk pertanyaan pengetahuan menunjukkan bahwa seluruh

pertanyaan berjumlah 10 pertanyaan, nilai Corrected Item Total terendah 0,663 dan

nilai tertinggi 0,904. Nilai Cronbach Alpha 0,930. Ini berarti nilai r hitung> r tabel

(0,361). Dapat disimpulkan bahwa pertanyaan tentang pengetahuan valid dan

reliabel. Hasil uji validitas untuk pertanyaan motif ekonomi menunjukkan bahwa

seluruh pertanyaan berjumlah 10 pertanyaan, nilai Corrected Item Total terendah

0,648 dan nilai tertinggi 0,880. Nilai Cronbach Alpha 0,965. Ini berarti nilai r hitung>

r tabel (0,361). Dapat disimpulkan bahwa pertanyaan tentang motif ekonomi valid

dan reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1.

Variabel

Variabel dibedakan menjadi 2 yaitu variabel Independen dan variabel Dependen.

1. Variabel Independen adalah motif ekonomi dan pengetahuan.

2. Variabel Dependen adalah penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji

(bakso).

(58)

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1.

Penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso) adalah :

a.

Ditemukan positif mengandung boraks dalam bakso yang ditandai dengan

nyala hijau pada uji kualitatif yang dilakukan.

b.

Ditemukan positif mengandung formalin dalam bakso yang ditandai dengan

warna ungu muda sampai ungu tua pada uji kualitatif yang dilakukan.

2.

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh penjual bakso mengenai

formalin dan boraks.

3.

Motif ekonomi tidak baik adalah penggunaan formalin dan boraks pada bakso

oleh pedagang dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang besar

4.

Motif ekonomi baik adalah tidak menggunakan formalin dan boraks pada bakso

oleh pedagang dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang besar

5.

Formalin adalah bahan tambahan makanan yang dilarang, digunakan oleh

pedagang dengan maksud untuk menambah daya tahan bakso.

6.

Boraks adalah bahan tambahan makanan yang dilarang, digunakan oleh

pedagang dengan maksud untuk mengenyalkan bakso dan membuat bentuk bakso

lebih bagus.

3.6. Metode Pengukuran

(59)

Untuk mengukur variabel penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap

saji (bakso) digunakan skala ukur ordinal, dan dikategorikan menjadi baik dan

tidak baik. Untuk menentukan skala pengukuran dengan kategori baik dan

tidak baik dilakukan uji laboratorium terhadap bakso,dengan kriteria:

Baik : (-) Negatif formalin atau boraks.

Tidak baik : (+) Positif formalin atau boraks .

2.

Variabel Independen

a.

Variabel motif ekonomi

Untuk mengukur variabel motif ekonomi digunakan skala ukur ordinal

menggunakan skala Likert, jika menjawab sangat tidak setuju skor 5, tidak

setuju skor 4, kurang setuju skor 3, setuju skor 2, sangat setuju skor 1. Total

skor dikategori menjadi 2 yaitu baik dan buruk. Untuk menentukan skala

pengukuran dengan kategori baik dan buruk digunakan pembobotan jumlah

pertanyaan yang diajukan sebanyak 10 (sepuluh) dikalikan dengan jumlah

skor tertinggi, dengan total skor 50 (lima puluh) dengan kriteria :

1.

Baik, apabila jawaban responden memiliki total skor

≥ 25 atau ≥ 50%

dari 10 (sepuluh) pertanyaan yang diajukan.

(60)

b.

Variabel Pengetahuan

Untuk mengukur variabel motif pengetahuan digunakan skala ukur ordinal

dengan 2 kategori yaitu tinggi dan rendah. Untuk menentukan skala

pengukuran dengan kategori tinggi dan rendah digunakan sistem skor atau

pembobotan jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 10 (sepuluh)

pertanyaan dengan total skor 10 (sepuluh) dengan kriteria :

1.

Jawaban benar, diberi skor 1

2.

Jawaban salah, diberi skor 0

Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu :

3.

Tinggi, apabila jawaban responden memiliki total skor

≥ 5 atau ≥ 50%

menjawab benar dari 10 (sepuluh) pertanyaan yang diajukan.

4.

Rendah, apabila jawaban responden memiliki total skor < 5 atau < 49%

menjawab benar dari 10 (sepuluh) pertanyaan yang diajukan.

3.7. Metode Analisis data

Analisa data dilakukan dengan 3 tahapan yaitu:

1.

Analisis deskriptif univariat untuk melihat gambaran distribusi frekwensi dari

masing-masing variabel independen dan dependen.

(61)

3.

Analisis multivariat untuk melihat berapa peluang dari variabel independen

(pengetahuan dan motif ekonomi) terhadap variabel dependen (penggunaan

formalin dan boraks dalam bakso).

(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskriptif Wilayah Penelitian

4.1.1. Kecamatan Medan Tuntungan

Kecamatan Medan Tuntungan merupakan salah satu kecamatan yang terletak

di kota Medan. Secara geografis Kecamatan medan Tuntungan terletak di daerah

paling hulu dari Kota Medan. Adapun batas-batas wilayah administratif sebagai

berikut:

1.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

2.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor

3.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

4.

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang

(63)

4.1.2. Kecamatan Medan Denai

Kecamatan Medan Denai merupakan salah satu kecamatan yang terletak di

Kota Medan. Secara geografis Kecamatan Medan Denai terletak di tengah Kota

Medan. Adapun batas-batas wilayah administratif sebagai berikut:

1.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota

2.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

3.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas

4.

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Tembung

Luas wilayah 9.827 Km

2

dengan jumlah penduduk 179.118 jiwa, jumlah

Kepala Keluarga 153.521. Jumlah Kelurahan terdiri dari 6 Kelurahan yang terdiri dari

Kelurahan Tegal Sari Mandala I, Kelurahan Tegal Sari mandala II, Kelurahan Tegal

Sari Mandala Tiga, Kelurahan Denai, Kelurahan Binjai, dan Kelurahan Menteng.

4.2. Karakteristik Responden

(64)
[image:64.612.109.533.279.702.2]

mempunyai tempat yang permanen. Adapun karakteristik responden dapat di lihat

pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Menurut Umur, Pendidikan dan

Pendapatan di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai

No

Karakteristik

Jumlah

(n)

Persentase

(%)

1

Umur

- < 20 Tahun

- 20-30 Tahun

- >30 Tahun

15

12

13

37,5

30,0

32,5

Total

40

100

2

Pendidikan

- SD

- SMP

- SLTA

17

13

10

42,5

32,5

25,5

Total

40

100

3

Pendapatan

- < Rp. 1000.000

-

Rp. 1000.000

27

13

67,5

32,5

(65)

Dari tabel 4.1 di atas dapat digambarkan bahwa sebagian besar responden

dengan kelompok umur < 20 tahun sebanyak 15 orang atau (37,5%), sedang sebagian

lagi dengan kelompok umur 20 -30 tahun sebanyak 12 orang atau (30,0%) dan

kelompok umur > 30 tahun sebanyak 13 orang atau (32,5%).

Tingkat pendidikan responden sebagian besar tamat SD sebanyak 17 orang atau

(42,5%), disusul tamat SMP sebanyak 13 orang atau (32,5) dan tamat SLTA

sebanyak 10 orang atau (25,0%). Tingkat pendapatan responden sebagian besar

kurang dari Rp.1000.000 sebanyak 27 orang (67,5%) dan lebih besar sama dengan

Rp.1000.000 sebanyak 13 orang (32,5%)

4.3. Analisis Univariat

Analisis univariat untuk menjelaskan distribusi frekuensi dari variabel

independen yaitu pengetahuan dan motif ekonomi serta variabel dependen yaitu

penggunaan formalin dan boraks dalam bakso di Kecamatan Medan Tuntungan dan

Kecamatan Medan Denai.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan

dalam Penggunaan Formalin dan Boraks pada Bakso di Kecamatan

Medan Tuntungan dan Medan Denai

(66)

(n)

(%)

1

2

Rendah

Tinggi

24

16

60

40

Total

40

100

[image:66.612.106.535.113.179.2]

Dari tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa r

Gambar

Tabel 1.1. Hasil Pengujian Formalin dan Boraks di Beberapa  3 Disperindag  Kabupaten/Kota Sumatera Utara - - - - 2 - - - 2
Gambar 2.2. Variabel yang Memengaruhi Perilaku
Gambar 2.3. Kerangka Konsep
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Menurut Umur, Pendidikan   dan Pendapatan di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai
+7

Referensi

Dokumen terkait