THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE AND ECONOMIC MOTIVE ON THE
USE OF FORMALINE AND BORAX IN FAST FOOD (MEATBALLS)
BY ITS SELLER IN MEDAN DENAI AND MEDAN
TUNTUNGAN SUBDISTRICT IN
2011
THESIS
By
LAMBOK OKTAVIA SR
097032111/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY
FACULTY OF PUBLIC HEALTH UNIVERSITY OF
SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIF EKONOMI TERHADAP
PENGGUNAAN FORMALIN DAN BORAKS OLEH PEDAGANG
DALAM PANGAN SIAP SAJI (BAKSO) DI KECAMATAN
MEDAN DENAI DAN MEDAN TUNTUNGAN
TAHUN 2011
TESIS
Oleh
LAMBOK OKTAVIA SR
097032111/ IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIF EKONOMI TERHADAP
PENGGUNAAN FORMALIN DAN BORAKS OLEH PEDAGANG
DALAM PANGAN SIAP SAJI (BAKSO) DI KECAMATAN
MEDAN DENAI DAN MEDAN TUNTUNGAN
TAHUN 2011
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LAMBOK OKTAVIA SR
097032111/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERNYATAAN
PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIF EKONOMI TERHADAP
PENGGUNAAN FORMALIN DAN BORAKS OLEH PEDAGANG
DALAM PANGAN SIAP SAJI (BAKSO) DI KECAMATAN
MEDAN DENAI DAN MEDAN TUNTUNGAN
TAHUN 2011
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Februari 2012
Judul Tesis
: PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIF
EKONOMI TERHADAP PENGGUNAAN
FORMALIN DAN BORAKS OLEH PEDAGANG
DALAM PANGAN SIAP SAJI (BAKSO) DI
KECAMATAN MEDAN DENAI DAN MEDAN
TUNTUNGAN TAHUN 2011
Nama Mahasiswa
: Lambok Oktavia SR
Nomor Induk Mahasiwa : 097032111
Program Studi
: S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi
: Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
(Prof. Dr. Ramli M.S, S.E)
Anggota
(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 16 Januari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof. Dr. Ramli M.S, S.E
ABSTRAK
Penyalahgunaan formalin dan boraks dalam bakso oleh pedagang masih
ditemukan di kota Medan. Data Surveilan Keamanan Pangan Badan POM RI tahun
2010 penyalahgunaan formalin sebesar 4,89%, dan boraks sebesar 8,80% .
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan
motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan boraks dalam bakso oleh
pedagang. Penelitian ini bersifat analitik, dengan desain Cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang bakso sebanyak 40 pedagang diambil berdasarkan kriteria inklusi yang berada diKecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan
yang. Analisis data menggunakan uji regresi logistik.Hasil penelitian menunjukkan adanya
pengaruh pengetahuan dan motif ekonomiterhadap penggunaan formalin dan boraks oleh pedagang dalam bakso. Variabel
pengetahuan memberikan pengaruh paling besar terhadap penggunaan formalin dan
boraks, dimana responden dengan pengetahuan rendah memiliki peluang 3,56 kali
lebih tinggi untuk menggunakan formalin dan berpeluang 5,3 kali lebih tinggi untuk
menggunakan boraks.
Pedagang bakso disarankan harus lebih meningkatkan pengetahuan mereka mengenai
efek bahaya dari formalin dan boraks dalam makanan. Disperindag agar
lebih tegas dalam mengawasi dan mencegah peredaran formalin dan boraks di
pasaran. Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih meningkatkan program penyuluhan
tentang bahaya formalin dan boraks kepada para pedagang bakso. Balai Besar POM
di Medan disarankan agar meningkatkan pengawasan yang berkesinambungan
terhadap pangan dan bahan tambahan pangan yang beredar di pasaran. Kepada
seluruh instansi pemerintah terkait agar meningkatkan koordinasi lintas sektor
mengenai pengawasan bahan berbahaya.
ABSTRACT
Misuse of formalin and borax in meatballs by its sellers still found in
Medan. The data of 2010 obtained from the food security surveillance of Indonesian
food and drugs inspection agency revealed that the misuse of formalin was 4.89%
and borax 8.80%.
The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to
analyze the influence of knowledge and economic motive on the use of formalin and
borax in meatballs in Medan Denai and Medan Tuntungan Subdistrict. The
population of this study was 40 bakso sellers were selected based on inclution
criteria.
The result of this study revealed that there was an influence knowledge and
Economic motive on the misuse of formalin and borax in meatballs. Variable
knowledge give most impact on the misuse of formalin and borax , which is variable
knowledge had a
chance against the misuse of formalin 3.56 times and 5.3
times likely to misuse of borax in meatballs.
The bakso sellers are suggested to know the harmful effect of formalin and
borax being in food.
Disperindag should be more
assertive
in monitoring and
preventing the circulation of formalin and borax on the market.
The management of
Medan Health Service should provide more extension program on the dangerous risk
of formalin and borax to the bakso sellers. The management of
National Agency and
Food Control
in Medan is suggested to continuously increase their control in food
and food additive found in the community.To all of relevant government institutions
should increase coordination across sectors to control the hazardous materials.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………....
……...i
ABSTRACT……….... ……...ii
KATA PENGANTAR………... ……...iii
RIWAYAT HIDUP………... ……...v
DAFTAR ISI………...
……...vi
DAFTAR TABEL………..…….viii
DAFTAR GAMBAR……….ix
DAFTAR LAMPIRAN………..x
BAB 1.
PENDAHULUAN………...1
1.1
Latar Belakang………... ...1
1.2
Permasalahan………...7
1.3 Tujuan Penelitian……….. ………..8
1.4
Hipotesis………...8
1.5 Manfaat Penelitian………. ………..8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………..9
2.1
Bahan Berbahaya………... ………10
2.2
Formalin……….10
2.2.1
Penyalahgunaan Formalin…..………...12
2.2.2
Ciri-ciri makanan yang Mengandung Formalin………13
2.2.3
Dampak Formalin Terhadap Kesehatan………...14
2.3
Asam Borat………...16
2.3.1
Penyalahgunaan Boraks…..………...18
2.3.2
Toksisitas Boraks………...18
2.3.3
Uji Kualitatif Boraks………. ………19
2.4
Kegiatan Ekonomi...……….19
2.4.1
Tindakan Ekonomi………...……….20
2.4.2
Motif Ekonomi …………...………..21
2.4.3
Prinsip Ekonomi………23
2.5
Pengetahuan.……….………...26
2.6
Landasan Teori……….………29
2.7 Kerangka Konsep Penelitian...………...30
BAB 3. METODE PENELITIAN………...….31
3.1
Jenis Penelitian………...31
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian………...…..31
3.3
Populasi dan Sampel………. ………31
3.4 Metode Pengumpulan Data……….. ………32
3.5 Variabel dan Definisi Operasional……….36
3.6 Metode Pengukuran……….. ………37
3.7
Metode Analisis Data………...38
BAB 4. HASIL PENELITIAN………..…..40
4.1 Deskriptif Wilayah Penelitian………40
4.2 Karakteristik Responden………41
4.3 Analisis Univariat………..42
4.4 Analisis Bivariat……….44
4.5 Analisis Multivariat………47
BAB 5. PEMBAHASAN...………...51
5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Penggunaan Formalin dan Boraks dalam
Bakso……….……….51
5.2 Pengaruh Motif Ekonomi terhadap Penggunaan Formalin dan Boraks
dalam Bakso………..53
5.3 Kebijakan Pencegahan Peredaran Formalin dan Boraks…………...56
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN………...58
6.1 Kesimpulan………58
6.2 Saran………..58
DAFTAR PUSTAKA………...………60
DAFTAR TABEL
No
Judul
Halaman
1.1
Hasil Pengujian Formalin dan Boraks di Beberapa
Kabupaten/Kota Sumatera Utara………..4
4.1
Karakteristik Responden Menurut Umur, Pendidikan dan Pendapatan
Di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai……….41
4.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan
dalam Penggunaan Formalin dan Boraks pada Bakso Di Kecamatan Medan
Tuntungan dan Medan Denai……….42
4.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Motif Ekonomi
dalam Penggunaan Formalin dan Boraks pada Bakso Di Kecamatan Medan
Tuntungan dan Medan Denai……….43
4.4
Distribusi Frekuensi Responden dalam Penggunaan Formalin pada
Bakso Di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..43
4.5
Distribusi Frekuensi Responden dalam Penggunaan Boraks pada
Bakso Di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..43
4.6
Hubungan Pengetahuan dalam Penggunaan Formalin pada Bakso
di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..44
4.7
Hubungan Pengetahuan dalam Penggunaan Boraks pada Bakso
di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..45
4.8
Hubungan Motif Ekonomi dalam Penggunaan Formalin pada Bakso
di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..46
4.9
Hubungan Motif Ekonomi dalam Penggunaan Boraks pada Bakso
di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..46
4.10
Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang
akan Masuk dalam Model Penggunaan Formalin………..48
4.11
Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang
DAFTAR GAMBAR
No
Judul
Halaman
2.1
Variabel yang Memengaruhi Perilaku………..……29
DAFTAR LAMPIRAN
No
Judul
Halaman
1.
Kuesioner Penelitian……….62
2.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas………..65
3.
Hasil Uji Univariat………66
4.
Hasil Uji Bivariat………..69
5.
Hasil Uji Multivariat……….75
6.
Master Data Penelitian………..79
7.
Dokumentasi Penelitian………80
8.
Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara………..82
9.
Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Kecamatan Medan Denai…..83
ABSTRAK
Penyalahgunaan formalin dan boraks dalam bakso oleh pedagang masih
ditemukan di kota Medan. Data Surveilan Keamanan Pangan Badan POM RI tahun
2010 penyalahgunaan formalin sebesar 4,89%, dan boraks sebesar 8,80% .
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan
motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan boraks dalam bakso oleh
pedagang. Penelitian ini bersifat analitik, dengan desain Cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang bakso sebanyak 40 pedagang diambil berdasarkan kriteria inklusi yang berada diKecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan
yang. Analisis data menggunakan uji regresi logistik.Hasil penelitian menunjukkan adanya
pengaruh pengetahuan dan motif ekonomiterhadap penggunaan formalin dan boraks oleh pedagang dalam bakso. Variabel
pengetahuan memberikan pengaruh paling besar terhadap penggunaan formalin dan
boraks, dimana responden dengan pengetahuan rendah memiliki peluang 3,56 kali
lebih tinggi untuk menggunakan formalin dan berpeluang 5,3 kali lebih tinggi untuk
menggunakan boraks.
Pedagang bakso disarankan harus lebih meningkatkan pengetahuan mereka mengenai
efek bahaya dari formalin dan boraks dalam makanan. Disperindag agar
lebih tegas dalam mengawasi dan mencegah peredaran formalin dan boraks di
pasaran. Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih meningkatkan program penyuluhan
tentang bahaya formalin dan boraks kepada para pedagang bakso. Balai Besar POM
di Medan disarankan agar meningkatkan pengawasan yang berkesinambungan
terhadap pangan dan bahan tambahan pangan yang beredar di pasaran. Kepada
seluruh instansi pemerintah terkait agar meningkatkan koordinasi lintas sektor
mengenai pengawasan bahan berbahaya.
ABSTRACT
Misuse of formalin and borax in meatballs by its sellers still found in
Medan. The data of 2010 obtained from the food security surveillance of Indonesian
food and drugs inspection agency revealed that the misuse of formalin was 4.89%
and borax 8.80%.
The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to
analyze the influence of knowledge and economic motive on the use of formalin and
borax in meatballs in Medan Denai and Medan Tuntungan Subdistrict. The
population of this study was 40 bakso sellers were selected based on inclution
criteria.
The result of this study revealed that there was an influence knowledge and
Economic motive on the misuse of formalin and borax in meatballs. Variable
knowledge give most impact on the misuse of formalin and borax , which is variable
knowledge had a
chance against the misuse of formalin 3.56 times and 5.3
times likely to misuse of borax in meatballs.
The bakso sellers are suggested to know the harmful effect of formalin and
borax being in food.
Disperindag should be more
assertive
in monitoring and
preventing the circulation of formalin and borax on the market.
The management of
Medan Health Service should provide more extension program on the dangerous risk
of formalin and borax to the bakso sellers. The management of
National Agency and
Food Control
in Medan is suggested to continuously increase their control in food
and food additive found in the community.To all of relevant government institutions
should increase coordination across sectors to control the hazardous materials.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Aktivitas penyelenggaraan kehidupan ada yang bermotif ekonomi dan ada
yang tidak bermotif ekonomi, artinya kegiatan yang dilakukan didasarkan profit
oriented atau motif ekonomi. Salah satu contoh tindakan motif ekonomi dalam
menawarkan barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari adalah menggunakan suatu
bahan yang dilarang dan mengganggu kesehatan manusia seperti boraks dan formalin.
Dimana dengan penggunaan bahan-bahan ini pelaku bisnis akan mendapatkan
keuntungan yang besar. Bahan kimia ini digunakan untuk membuat makanan menjadi
lebih menarik, enak, gurih dan tahan lama, namun penyalahgunaan bahan kimia yang
tidak sesuai dengan peruntukannya tidak boleh digunakan karena dapat berakibat
fatal bagi kesehatan manusia.
,menambah kerenyahan makanan, serta memperbaiki tekstur makanan (Winarno
,2007).
Hasil penelitian dari Hikmawati tentang Studi Kandungan Boraks pada
makanan yang beredar di kota Medan tahun 2010, diperoleh hasil :
1.
Sampel bakso, dari 12 sampel diperoleh 100% positif mengandung boraks.
2.
Sampel mie, dari 30 sampel mie, diperoleh 84% positif mengandung boraks.
3.
Sampel lontong, diperoleh dari 9 (sembilan) sampel diperoleh 11,1 % positif
mengandung boraks.
Menyikapi banyaknya penyalahgunaan bahan berbahaya ini, Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Badan POM) selaku instansi yang bertanggung jawab dalam hal
pengawasan makanan yang beredar di pasaran, melakukan sampling terhadap
berbagai jenis makanan yang diduga mengandung formalin dan boraks. Pengambilan
sampling dilakukan secara serial dan serentak di beberapa kota di Indonesia. Produk
makanan yang diuji adalah mie basah, tahu, dan ikan basah. Berdasarkan hasil uji
laboratorium diperoleh temuan sebagai berikut :
1.
Sampel mie basah, dari 213 jumlah sampel ditemukan 76 sampel memenuhi syarat
dan 137 sampel tidak memenuhi syarat .
3.
Sampel ikan basah, dari 258 jumlah sampel ditemukan 190 sampel memenuhi
syarat dan 68 sampel tidak memenuhi syarat
Sampel dikatakan memenuhi syarat jika tidak mengandung formalin dan boraks,
sedangkan sampel dikatakan tidak memenuhi syarat, karena positif mengandung
formalin atau boraks (Badan POM RI, 2005).
Data terakhir yang diperoleh Surveilan Keamanan Pangan Badan POM RI
tahun 2009 dari 18 propinsi yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa
Penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks sampai saat ini masih ada. Untuk
penyalahgunaan formalin diperoleh sebesar 4,89% sedangkan untuk boraks diperoleh
penyimpang sebesar 8,80% secara keseluruhan di 18 propinsi yang ada di Indonesia
antara lain Sumatera Utara, Riau, Sumsel, Lampung, DKI Jakarta, Jabar, Jatim, Bali,
dan lain-lain.
Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme
toksisitasnya tidak langsung dirasakan oleh pembeli. Boraks yang terdapat dalam
makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak,
atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi . Pada
dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala
pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferina Y Ginting pada bulan
Oktober 2010 dibeberapa SD di kota Medan, diperoleh hasil bahwa dari 21 (dua
puluh satu) sampel bakso yang di sampling terdapat 7 (tujuh) sampel positif
mengandung formalin. Selain itu hasil penelitian dari Labora Panjaitan pada tahun
2010 terhadap kandungan boraks dalam bakso di kota Medan, diperoleh hasil bahwa
dari 10 (sepuluh) sampel yang diuji, 8 (delapan) sampel positif mengandung boraks.
Data yang diperoleh terhadap hasil pengujian beberapa sampel dari beberapa
kabupaten di Sumatera Utara adalah sebagai berikut:
No Sumber
Sampel yang diUji Jumlah Mie Tahu Ikan Bakso
MS TMS MS TMS MS TMS MS TMS
1 BBPOM
Medan 29 15 18 - 24 1 14 4 105
2 Disperindag Deli Serdang
Dari data diatas, maka penyalahgunaan formalin dan boraks masih tetap ada
sampai saat ini. Balai Besar POM di Medan selaku instansi yang terkait dalam
pengawasan makanan yang beredar di masyarakat telah melakukan berbagai macam
cara untuk mengurangi dan bahkan meniadakan penyalahgunaan formalin dan boraks
tersebut, antara lain : penyuluhan - penyuluhan terhadap para produsen dan atau
penjual bakso tentang bahaya formalin dan boraks, dan pengujian secara berkala
3 Disperindag Sumut
- - - - 2 - - - 2
4 Dinkes
Siantar 1 1 - - 2 - 1 - 5
5 Dinkes Tapanuli Utara
- - 3 - - - 1 - 4
6 Dinkes
Simalungun 1 1 - - 2 - 1 - 5
7 Disperindag
Siantar 2 - - - 2 - - - 4
8 Dinkes Labuhan Batu
- - - - 3 - - - 3
Jumlah 42 17 23 - 35 1 21 4 143
Tabel 1.1. Hasil Pengujian Formalin dan Boraks di Beberapa
terhadap makanan yang beredar di pasaran. Namun hal ini masih belum bisa
mengurangi penyalahgunaan formalin dan boraks dalam makanan.
Kebutuhan setiap orang tidak ada batasnya. Setelah kebutuhan yang satu
terpenuhi, akan muncul kebutuhan lainnya. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan
oleh seseorang berpedoman pada prinsip ekonomi
Motif ekonomi adalah alasan seseorang untuk melakukan sesuatu atau
dorongan dari dalam diri manusia untuk berbuat atau bertindak secara ekonomis
untuk memperoleh keuntungan. Keadaan perekonomian Indonesia yang semakin
sulit, harga bahan-bahan yang semakin meningkat memacu penjual untuk lebih cerdik
dalam memproduksi atau menjual makanan dengan harga tetap terjangkau.
yaitu dengan pengorbanan tertentu
akan memperoleh hasil maksimal. Jadi, tindakan ekonomi harus didorong oleh motif
ekonomi dan didasari oleh prinsip ekonomi.
Banyaknya penyalahgunaan formalin dan boraks dalam pangan segar
umumnya karena ketidaktahuan mereka mengenai kedua bahan berbahaya tersebut
dan juga minimnya informasi yang diperoleh tentang bahan berbahaya tersebut.
Perilaku penjual yang menggunakan kedua bahan berbahaya ini dalam
produk mereka mungkin karena keinginan untuk mendapatkan untung yang besar.
Menurut Koentjaraningrat (1981), pengetahuan merupakan perlakuan melibatkan
penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau
dibaca sehinggga pengetahuan memengaruhi tingkah laku, percakapan, serta perasaan
seseorang. Selain itu Robert Kwick (1974) mengatakan bahwa perilaku adalah
tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku
tidak sama dengan sikap. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Dalam
proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor – faktor tersebut
antara lain : pengetahuan, motivasi, emosi, proses belajar, dan lingkungan. Dari
teori-teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan memengaruhi tingkah laku
atau tindakan seseorang, dalam hal ini tindakan penjual yang menggunakan formalin
dan boraks dalam bakso dapat dipengaruhi oleh perspsi dan motivasi, yang dalam hal
ini motivasinya adalah motif ekonomi.
memperbaiki nilai estetika karena kedua bahan tersebut membuat tampilan mie basah
dan bakso menjadi lebih menarik, antara lain: tidak berair, kenyal, dan memiliki
warna yang cerah. Alasan lain penggunaan bahan tersebut adalah untuk
meningkatkan daya tahan produk, dimana seperti kita ketahui pangan segar dalam
suhu kamar hanya dapat bertahan 1-2 hari, tetapi dengan menambahkan formalin
dapat bertahan sampai 15 hari, dan ini sangat menguntungkan penjual.
Banyak penelitian–penelitian yang telah dilakukan mengenai kedua bahan
berbahaya ini, namun penelitian yang dilakukan hanya untuk mengetahui kandungan
formalin dan boraks dalam berbagai macam sampel. Sejauh ini tidak ada penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui penyebab atau alasan penjual menggunakan
formalin dan boraks dalam jualannya.
Berdasarkan teori yang dikatakan oleh Robert Kwick (1974) bahwa perilaku dalam
proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain : pengetahuan, motivasi, emosi, proses belajar, dan lingkungan.
Berdasarkan teori diatas, jika dikaitkan dengan penyalahgunaan formalin dan
boraks, maka perilaku penjual dalam menyalahgunakan formalin dan boraks dalam
bakso dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan motivasi. Oleh sebab itu peneliti
merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui faktor –faktor yang
menyebabkan penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso).
Penggunaan formalin dan boraks dalam bakso dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor yaitu variabel pengetahuan dan motif ekonomi. Yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara pengetahuan
dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan penggunaan boraks pada
bakso dan seberapa besarkah peluang pengetahuan dan motif ekonomi terhadap
penggunaan formalin dan penggunaan boraks pada bakso.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis berapa besar peluang pengetahuan dan motif ekonomi
terhadap penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso).
1.4. Hipotesis
1.
Ada hubungan antara pengetahuan terhadap penggunaan formalin dan
penggunaan boraks dalam pangan siap saji (bakso) oleh pedagang.
2.
Ada hubungan antara motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan
penggunaan boraks dalam pangan siap saji (bakso) oleh pedagang.
3.
Besarnya peluang pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan
formalin lebih besar dari 50%.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Sebagai bahan informasi dasar dalam pengembangan ilmu pengetahuan
mengenai penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks dalam bakso.
1.5.2.
Bagi Instansi Pemerintahan yang Terkait dan Berwenang dalam Mekanisme
Pengawasan dan Pengendalian Bahan Berbahaya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Berbahaya
Berdasarkan Permendag No.4 thn 2006 yang dimaksud dengan Bahan
Berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun
campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara
langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun (toksisitas), karsinogenik,
teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Jenis Bahan Berbahaya yang diatur
distribusi dan pengawasannya dalam Peraturan ini antara lain Formalin, Boraks,
Kuning Metanil, Rodamin-B, dan Bahan Berbahaya lainnya dengan Nomor CAS
sebagaimana tercantum .
Produsen Bahan Berbahaya (P-B2) adalah perusahaan yang memproduksi Bahan
Berbahaya di dalam negeri dan mempunyai Izin Usaha Industri dari Instansi yang
berwenang. Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2) adalah Importir bukan
produsen, pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U), yang mendapat tugas
khusus untuk mengimpor Bahan Berbahaya dan bertindak sebagai distributor untuk
menyalurkan Bahan Berbahaya yang diimpornya, kepada perusahaan lain yang
Importir Produsen Bahan Berbahaya (IP-B2) adalah Impotir Produsen yang diakui oleh
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan disetujui untuk mengimpor sendiri
Bahan Berbahaya yang diperuntukkan semata-mata hanya untuk kebutuhan produksinya
sendiri.
Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DT-B2) adalah perusahaan yang diberi
izin oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan setelah
mendapat penunjukan dari Produsen Bahan Berbahaya untuk menyalurkan Bahan
Berbahaya kepada Pengguna Akhir secara langsung atau melalui Pengecer Terdaftar.
Pengecer Terdaftar Bahan Berbahaya (PT-B2) adalah perusahaan yang diberi izin
oleh Gubernur, Gubernur DKI Jakarta, atau Bupati/Walikota setelah mendapat
penunjukan dari DT-B2 untuk memperdagangkan Bahan Berbahaya kepada PA-B2.
Pengguna Akhir Bahan Berbahaya (PA-B2) adalah perusahaan industri yang
menggunakan Bahan Berbahaya sebagai bahan baku/penolong yang diproses secara
kimia fisika, sehingga, terjadi perubahan sifat fisika dan kimianya serta mempunyai
nilai tambah, dan badan usaha atau lembaga yang menggunakan Bahan Berbahaya
sesuai peruntukannya yang memiliki izin dari Instansi yang berwenang.
2.2. Formalin
Cahyadi (2008) yang mengutip dari Fessenden ( 1982) Formalin merupakan
cairan jernih tidak berwarna atau hampir tidak bewarna merangsang selaput lendir
hidung dan tenggorokan, dan rasa membakar. Bobot tiap mililiter ialah 1,08 gram.
Dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan
eter. Sifatnya yang mudah larut dalam air dikarenakan adanya elektron sunyi pada
oksigen sehingga dapat mengadakan ikatan hidrogen dengan molekul air.
Formalin murni tidak tersedia secara komersial, tetapi dijual dalam 30-50% (b/b)
larutan mengandung air. Formalin (37% CH
2O) adalah larutan yang paling umum.
Pada umumnya, metanol atau unsur-unsur lain ditambahkan ke dalam larutan sebagai
alat penstabil untuk mengurangi polimerisasi formalin, dalam bentuk padat, formalin
dijual sebagai trioxane (CH
2O)
3Formalin mudah larut dalam air sampai kadar 55%, sangat reaktif dalam
suasana alkalis serta bersifat sebagai zat pereduksi kuat, mudah menguap karena titik
didihnya yaitu -21°C, secara alami formalin juga dapat ditemui dalam asap pada
proses pembakaran makanan yang bercampur fenol, keton dan resin (Winarno dan
Rahayu, 2007). Formalin dapat masuk ke dalam tubuh dengan jalan inhalasi uap,
kontak langsung dengan larutan yang mengandung formalin atau dengan jalan
memakan atau meminum makanan yang mengandung formalin.
Komposisi dan bentuk formalin mengandung 35-40% formalin dan metanol,
berupa gas tak bewarna pada suhu dan tekanan biasa. Sedangkan efek farmakologi
atau kesehatan formalin adalah sebagai berikut. Berdasarkan uji karsinogenik dan
tumor formalin terhadap sejumlah tikus yang dipapari formalin pada konsentrasi
6-15 bpj menunjukkan 1,5 – 43,2% mengalami kanker, sedangkan uji terhadap mencit
yang dipapari formalin pada konsentrasi 15 bpj, 2,4% mencit mengalami tumor
(Cahyadi, 2008). Departemen Kesehatan RI berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 mendefinisikan bahan tambahan pangan
seperti yang disusun oleh Codex Alimentarius, formalin bersama boraks termasuk
dalam daftar bahan tambahan kimia yang dilarang digunakan (Kurniawati, 2004).
sebagai pendetoksifikasi toksin dalam vaksin, dan juga untuk obat penyakit kutil
karena kemampuannya merusak protein (Cahyadi, 2008).
Penyalahgunaan formalin yang terdapat pada makanan karena kegunaannya
sebagai zat bakteriostatik dalam produksi dan formalin ditambahkan kedalam
makanan untuk mempertahankan karakteristiknya. Formalin dan turunannya juga
terdapat dari banyak produk konsumer lainnya untuk melindungi produk dari
kerusakan akibat kontaminasi mikroorganisme (WHO, 2002).
mahalnya harga es balok untuk mengawetkan ikan saat nelayan melaut (Dewanti,
2006).
2.2.2.
Ada perbedaan antara bahan mie basah dan bakso dan yang mengandung
bahan pengawet formalin. Para pedagang biasanya membubuhi formalin dengan
kadar minimal, sehingga pembeli pada umumnya bingung ketika harus
membedakannya dengan bahan mie basah dan bakso. Pada daging ayam misalnya,
karena hanya dibubuhi sedikit formalin, bau obat tidak tercium. Kalau ayam
berformalin, ciri yang paling mencolok adalah tidak ada lalat yang mau hinggap. Jika
kadar formalinnya banyak, ayam agak sedikit tegang (kaku). Yang paling jelas adalah
jika daging ayam dimasukkan ke dalam reagen atau diuji laboratorium, nanti akan
muncul gelembung gas. (Badan POM RI, 2006)
Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Formalin
Tahu berformalin tahan lama dan tidak rusak sampai tiga hari pada suhu
kamar (25°C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10°C). Tahu terasa
membal atau kenyal jika ditekan namun tidak padat. Bau agak menyengat berbau
formalin (dengan kandungan formalin sekitar 0.5-1ppm). Sedangkan tahu tanpa
pengawet paling-paling hanya tahan dua hari dan biasanya mudah hancur (Eddy,
2005).
lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (25°C), bersih cerah, tidak berbau khas ikan asin
dan tidak ada lalat yang hinggap (Kurniawati, 2004).
Karakteristik risiko yang membahayakan bagi kesehatan manusia yang
berhubungan dengan formalin adalah berdasarkan konsentrasi dari substansi
formalin yang terdapat di udara dan juga dalam produk-produk pangan (WHO, 2002).
2.3. Dampak Formalin terhadap Kesehatan
Formalin jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan
hampir semua zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebakan
kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan
formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat
karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan
fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare
bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya
kegagalan peredaran darah. Formalin jika menguap di udara, berupa gas yang tidak
bewarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga merangsang hidung,
tenggorokan dan mata (Cahyadi, 2008).
tenggorokan apabila terhisap dalam bentuk gas pada konsentrasi 0,03 - 4 bpj selama
35 menit. Dapat terjadi iritasi pernapasan parah, seperti batuk, disfagia, spasmus
laring, bronkitis, pneumonia, asma, edema paru, dapat pula terjadi tumor hidung pada
kanker. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat
gen. Dalam pada itu, International Agency Research on Cancer (IARC)
mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik golongan 1 (cukup bukti sebagai
karsinogen pada manusia); khususnya pada saluran pernafasan (WHO, 1989).
LD
50oral dari larutan formalin 2% pada tikus berkisar antara 500-800 mg/kg
berat badan. Sedangkan bagi guine pigs adalah 260 mg/kg berat badan. Untuk larutan
formalin 37% dosis 523 mg/kg berat badan adalah mematikan bagi pria dewasa
(Blackie,1991)
Secara kualitatif dengan metode asam kromatopat 5% dalam larutan H
2.2.4. Uji Formalin dalam Makanan
2
SO
460% . Sebanyak 10 gram contoh dicampurkan dengan 50 ml air dengan cara
menggerusnya dalam lumpang. Campuran dipindahkan kedalam labu Kjedahl dan
diasamkan dengan H
3PO
410%.
Sebanyak 1 ml destilat, dimasukkan ke dalam tabung pereaksi, ditambahkan 5 ml
pereaksi asam kromatopat 5% dalam larutan H
Labu kjedahl dihubungkan dengan pendingin dan di
destilasi. Destilat ditampung dalam labu ukur 25 ml.
2
SO
460% . Tabung pereaksi
dipanaskan dalam penangas air yang mendidih selama 15 menit, dan diamati
perubahan warna yang terjadi. Adanya formalin ditunjukkan dengan adanya warna
ungu terang sampai ungu tua (MA PPOMN/ MA 03/ 2000).
Asam borat merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan nama borax.
nama kimia dengan nama natrium tetraborat, berbentuk serbuk hablur kristal
transparan atau granul putih tak bewarna dan tak berbau serta agak manis
(Farmakope Edisi IV, 1995). Jika dilarutkan dalam air akan menjadi natrium
hidroksida serta asam borat. Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat
antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya
dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, dan obat pencuci mata. Boraks
juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik
kayu (Cahyadi, 2008)
Boraks merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri
non pangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Ia tidak
berwarna dan gampang larut dalam air. Sebagai contoh gelas pyrex yang terkenal
kuat bisa memiliki performa seperti itu karena dibuat dengan campuran boraks.
Kemungkinan besar daya pengawet boraks disebabkan oleh senyawa aktif asam borat
(Yuliarti,2007). Asam borat (H
3BO
3) merupakan asam organik lemah yang sering
digunakan sebagai antiseptik, dan dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat
(H
2SO
4Asam borat juga sering digunakan dalam dunia pengobatan dan kosmetika.
Misalnya, larutan asam borat dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata dan
dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot
hidung, dan salep luka kecil. Namun, ingat, bahan ini tidak boleh diminum atau
digunakan pada luka luas, karena beracun ketika terserap masuk dalam tubuh.
Boraks atau yang lebih dikenal dengan nama bleng tidak aman untuk dikonsumsi
sebagai makanan, tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai komponen dalam
makanan sudah meluas di Indonesia. Mengkonsumsi makanan yang mengandung
boraks memang tidak serta berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan
menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh pembeli secara kumulatif.
Seringnya mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati,
lemak, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak
terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi,
apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian
(Yuliarti,2008).
2.3.1. Penyalahgunaan Boraks
Berdasarkan beberapa literatur , penyalahgunaan pemakaian boraks atau bleng
biasanya dipakai dalam pembuatan makanan berikut ini:
a)
Karak/lempeng (kerupuk beras), sebagai pembantu memjadi pengeras dalam
pembuatan adonan kerupuk.
b)
Lontong, sebagai pengeras.
c)
Ketupat, sebagai pengeras.
2.3.1. Toksisitas Boraks
Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme
toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam
makanan tidak langsung dirasakan pembeli.
Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan
secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks
dalam tubuh menjadi tinggi. Efek negatif Boraks apabila terdapat pada makanan,
maka dalam jangka waktu lama walau hanya sedikit akan terjadi akumulasi
(penumpukan) pada otak, hati, lemak dan ginjal. Pemakaian dalam jumlah banyak
dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang,
gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang,
pingsan, koma bahkan kematian. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan
menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut.
Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih,
akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya
telah mencapai 10- 20 g atau lebih (Yuliarti, 2007).
Uji kualitatif boraks dapat dilakukan dengan cara reaksi nyala, dimana dengan
penambahan metanol dan H
2SO
4(p)dan dibakar, bila memberikan warna nyala hijau
maka positif boraks akan. Sebelumnya makanan yang akan di uji harus diabu kan
terlebih dahulu dengan penambahan suspensi Na
2CO
3dalam air (MA PPOMN/ MA
02/2000).
2.4. Kegiatan Ekonomi
Untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, manusia melakukan berbagai
kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi manusia dilakukan dengan didorong oleh
prinsip dan motif ekonomi tertentu (Apridar, 2010). Hal ini terlihat dalam konsep
dibawah ini :
Motif ekonomi
Tindakan ekonomi
Tiga Kegiatan
ekonomi
Prinsip ekonomi
Produksi
Distribusi
Konsumsi
2.4.1. Tindakan Ekonomi
Setiap kegiatan yang dilakukan manusia ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia beraneka ragam dan apabila semua
kebutuhan itu telah terpenuhi maka tercapailah kemakmuran. Untuk mencapai
kemakmuran tergantung dari kebutuhan dari setiap orang, dan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut tergantung dari pendapatan yang mereka miliki. Walaupun
dengan pendapatan yang terbatas manusia berusaha dengan bijaksana untuk mengatur
pengeluarannya. Tindakan yang dilakukan manusia tentu ada yang mendorongnya.
Apa yang mendorong tindakan ekonomi mereka? tindakan mereka didorong oleh
kekuatan yang ada pada diri mereka. Kekuatan yang ada dalam diri manusia untuk
melakukan tindakan atau kegiatan disebut motif. Motif ini ada yang berasal dari
dalam diri yang disebut motif intrinsik dan ada juga yang berasal dari luar diri
manusia yang disebut dengan motif ekstrinsik. Dalam tindakan ekonomi yang
dilakukan manusia berasal dari diri sendiri maupun berasal dari luar diri manusia
(Apridar, 2010).
Manusia melakukan berbagai macam tindakan agar semua kebutuhannya
terpenuhi dan dapat mencapai kemakmuran. Segala kegiatan manusia untuk
memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya disebut dengan tindakan ekonomi. Kegiatan
ekonomi meliputi tiga hal yaitu kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi.
Kegiatan ekonomi manusia tentu saja harus rasional agar mendapatkan hasil yang
maksimal. Kegiatan yang rasional adalah kegiatan dilakukandengan pikiran dan akal
yang sehat. Sebagai contoh sebagai pengusaha dalam menghasilkan barang, tentu
harus mempertimbangkan tentang bahan baku yang murah dan berkualitas, tenaga
kerja yang murah tetapi terampil sehingga hasil produksi itu berkualitas dengan harga
yang murah. Apabila produsen dalam menghasilkan barang tidak melihat bahan baku
dan tenaga kerja maka hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2.4.2. Motif Ekonomi
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kekuatan yang mendorong manusia
melakukan kegiatan ekonomi disebut motif. Keinginan atau alasan yang mendorong
manusia untuk melakukan tindakan ekonomi disebut motif ekonomi. Tindakan
manusia selau didorong oleh suatu keinginan. Hal itu berlaku pada semua tindakan
manusia tanpa kecuali. Oleh karena itu, kegiatan manusia tidak terlepas dari dorongan
untuk memenuhi suatu kebutuhan atau keinginan (Apridar, 2010).
Keinginan atau motif yang mendorong manusia melakukan kegiatan ekonomi ada
bermacam-macam. Secara garis besar motif ekonomi dapat dibedakan menjadi empat
macam,yaitu:
1. Motif untuk memenuhi kebutuhan.
2. Motif untuk berbuat sosial.
3. Motif untuk memperoleh penghargaan.
4. Motif untuk memperoleh kekuasaan (kekuasaan).
1.
Motif untuk Memenuhi Kebutuhan
Motif paling penting yang mendorong manusia melakukan kegiatan ekonomi,
yaitu ingin memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran. Setiap
aktivitas yang dilakukan manusia dengan harapan dapat memperoleh
penghasilan. Penghasilan itulah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Apabila penghasilannya tidak mencukupi maka berusaha mendapatkan
penghasilan tambahan dengan melakukan kegiatan ekonomi lainnya.
2.
Motif Berbuat Sosial
Rasa kemanusiaan selalu ada pada setiap orang. Selain ingin memenuhi
kebutuhan manusia punya keinginan untuk menolong orang lain atau ingin
membantu sesama manusia. Sebagai contoh, seorang guru selain mengajar di
sekolah ia juga membuka les di rumah dengan harapan ingin mendapat
tambahan penghasilan juga ada keinginan untuk membantu siswa dalam
belajar. Apa yang dapat kamu lakukan untuk motif ini? pernahkah kamu
membantu orang lain dengan kemampuan yang kamu miliki? apabila kamu
ingin menolong orang lain harus dari niat diri sendiri bukan atas dorongan dari
orang lain. Ada banyak cara kegiatan yang dilakukan dengan motif sosial ini.
Contoh lain, kamu membantu orang lain misalnya dengan menyumbangkan
baju yang tidak terpakai.
Selain motif memenuhi kebutuhan dan motif sosial ada keinginan lain dari
manusia, yaitu untuk mendapatkan penghargaan. Penghargaan yang dimaksud
bukan sekedar mendapat pujian atau piagam tetapi juga ingin status sosial
yang lebih tinggi dari masyarakat sekitar. Kita bisa melihat orang yang ada di
sekitar kita, selain mempunyai harta yang melimpah melebihi orang yang ada
di sekitarnya ia berharap memperoleh penghargaan atau menjadi orang
terpandang dalam masyarakat.
4.
Motif untuk Mendapat Kekuasaan
Motif lain yang mendorong manusia melakukan kegiatan ekonomi adalah
motif memperoleh kekuasaan. Kekuasaan ini merupakan kekuasaan tindakan,
prinsip, dan motif ekonomi untuk diri sendiri. Sebagai manusia memang tidak
puas terhadap apa yang diperoleh. Ini memang wajar kalau kita melakukan
kegiatan dan usaha ini berhasil maka yang dilakukan selanjutnya adalah
mengembangkan usaha itu.
2.4.3. Prinsip Ekonomi
pelaku produksi tindakan yang dilakukan harus menggunakan bahan baku yang
bagus, tenaga kerja yang terampil, mesin yang modern, sehingga dalam melakukan
proses produksi dapat efisien dan barang hasil produksinya berkualitas. Bagi
distiributor berusaha agar barang yang disalurkan tepat sasaran. Dan bagi konsumen
dapat membeli barang dengan harga yang murah dan kualitas bagus (Case, 2008).
Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa semua kegiatan ekonomi manusia
harus berdasar pada prinsip ekonomi. Apa yang dimaksud prinsip ekonomi? Berikut
ini ada beberapa pengertian prinsip ekonomi pada umumnya (Case, 2008).
1.
Prinsip ekonomi adalah dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk
mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya.
2.
Prinsip ekonomi adalah dengan pengorbanan yang kita keluarkan untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dengan diharapkan.
3.
Prinsip ekonomi adalah berusaha dengan alat yang tersedia untuk memperoleh
hasil yang maksimal.
ekonomi. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi itu tentu saja
dengan tujuan yang berbeda. Di bawah ini contoh penerapan dalam kegiatan ekonomi
(Apridar, 2010).
1. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan produksi, antara lain:
a.
Menggunakan bahan mentah atau bahan baku dengan mutu baik dengan harga
murah.
b.
Mendirikan tempat perusahaan yang dekat dengan bahan mentah/bahan baku.
c.
Menggunakan tenaga kerja yang terampil.
d.
Menggunakan mesin yang modern dengan harga murah tetapi produktif.
e.
Harus selalu hemat baik itu dana ,jam kerja, ataupun tenaga kerja.
2. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan distribusi, antara lain:
a. Membeli barang pada produsen yang tepat.
b. Menyalurkan barang dengan prinsip tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat
tempat.
c. Menempatan perusahaan diantara produsen dan konsumen.
d. Meningkatkan mutu pelayanan.
e. Menggunakan sarana distribusi yang murah.
3. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan konsumsi,antara lain:
a. Membeli barang dengan memilih terlebih dahulu.
c. Memilih barang yang kualitas bagus.
d. Membeli barang sesuai dengan yang direncanakan.
e. Setiap awal bulan membuat daftar kebutuhan berdasar skala prioritas.
f. Berusaha mencari tambahan penghasilan.
Penerapan prinsip ekonomi sangat penting apalagi di era globalisasi, dimana
semua barang secara bebas masuk dan keluar dari dalam negeri. Pada saat seperti ini
produsen dituntut dapat menghasilkan barang yang berkualitas dengan harga yang
bersaing. Tugas produsen ini sangat berat, tetapi harus tetap dilaksanakan agar barang
hasil produksinya dapat terjual. Begitu juga distiributor harus melakukan penyaluran
dengan efektif dan efisien. Sebaiknya distributor menggunakan saluran distribusi
yang tepat (Case, 2008).
2.5. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan yang dimaksud disini adalah pengetahuan guru sekolah dasar
dalam memililih makanan yang mengandung bahan tambahan makanan. Dengan
pengetahuan yang cukup diharapkan dapat memberi pengaruh yang baik terhadap
tindakan guru sekolah dasar dalam memilih makanan yang aman dan sehat.
Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan kelangsungan
hidupnya. Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan 2 hal utama
yaitu (Mar’at, 1981) :
a.
Manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan
jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.
b.
Manusia mempunyai kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka tertentu.
Dalam domain kognitif, pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu
(Notoatmodjo, 2003) :
1.
Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima.
2.
Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yng telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini diartikan
sebagai aplikasi atau pengunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dsb dalam
konteks atau situasi yang lain.
4.
Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dsb.
5.
Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6.
Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan utnuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
atau responden. Untuk mengetahui kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau
diukur, dapat kita sesuaikan dengan tindakan tersebut diatas (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Rogers (1947) dikutip dari Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang
tersebut terjadi proses berurutan yakni :
1.
Awarness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
2.
Interest yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3.
Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4.
Trial , orang telah mencoba perilaku baru.
5.
Adoption , subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
2.6. Landasan Teori
manusia. Dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor –
faktor tersebut antara lain : pengetahuan, motivasi, emosi, proses belajar, dan
lingkungan.
[image:50.612.110.538.223.411.2]Menurut Davis (1985) motif dimengerti sebagai ungkapan kebutuhan
seseorang ; karenanya motif bersifat pribadi dan internal. Apabila digambarkan secara
sederhana, hubungan antara kebutuhan dengan pengetahuan dapat diikhtisarkan
dalam model motivasi sebagai berikut :
Gambar 2.2. Variabel yang Memengaruhi Perilaku
Kebutuhan
individu
Keinginan
Motivasi
Tindakan
Pengetahuan
Lingkungan
Faktor dari
dalam (intern) :
Pengetahuan
Kecerdasan
Persepsi
Emosi
Motivasi
Faktor dari luar
(ekstern):
Lingkungan fisik
Lingkungan non fisik
(iklim, sosial ekonomi,
kebudayaan)
2.7. Kerangka Konsep
Gambar 2.3. Kerangka Konsep
Penggunaan formalin dan
boraks dalam pangan siap
saji (bakso)
Pengetahuan
Variabel Dependen
Variabel
Independen
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik, dengan desain Cross sectional, yaitu untuk
menganalisis pengaruh variabel independen (pengetahuan dan motif ekonomi)
terhadap variabel dependen (penggunaan formalin dan boraks dalam bakso).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1.
Lokasi
Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Denai dan Medan
Tuntungan di kota Medan, karena berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap
10 (sepuluh) sampel di dua kecamatan ini ditemukan 3 (tiga) bakso yang positif
mengandung boraks.
3.2.2.
Waktu
Waktu penelitian mulai bulan Agustus sampai Oktober tahun 2011.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh penjual bakso yang berada di
Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan di kota Medan.
Sampel dalam penelitian ini adalah responden yaitu penjual bakso yang
berjumlah 40 orang yang berada di Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan
di kota Medan.
Pemilihan sampel dilakukan secara inklusi dengan kriteria sebagai berikut :
a.
Penjual bakso yang membuat sendiri baksonya.
b.
Penjual bakso adalah penjual yang menetap dan mempunyai tempat permanen dan
tidak berpindah-pindah.
c.
Penjual bakso yang terletak di jalan protokol yang berada di Kecamatan Medan
Denai, Medan Tuntungan di kota Medan.
Besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total populasi.
3.3.3.
Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah bakso.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1.
Data Primer
a.
Sumber data diperoleh dari data primer yang diperoleh dari
responden/sampel dengan teknik wawancara. Wawancara mengacu pada
kuesioner yang telah disiapkan.
b.
Pemeriksaan Laboratorium
jumlah sekecil apapun jika terdapat bakso yang mengandung formalin dan
boraks sudah dikatakan tidak memenuhi syarat.
Langkah-langkah penelitian :
1.
Sampel bakso yang diambil sebanyak 100 g, dan diambil pada saat siang
hari dengan teknik pengambilan secara acak. Pengambilan sampel
dilakukan selama 2 (dua) hari.
2.
Kemudian sampel bakso tersebut dibawa ke laboratorium dan dilakukan
uji kualitatif terhadap boraks dan formalin.
a.
Uji kualitatif boraks
Uji kualitatif boraks dapat dilakukan dengan cara reaksi nyala. Sampel
sebanyak 10 g, diabukan terlebih dahulu dengan penambahan
suspensi Na
2CO
3b.
Uji kualitatif formalin
dalam air dan dimasukkan ke dalam tanur, setelah
menjadi abu, sampel tersebut ditambahkan metanol dan asam sulfat
pekat kemudian dibakar, bila memberikan warna nyala hijau maka
positif boraks (PPOMN, 2000).
dimasukkan ke dalam tabung pereaksi, ditambahkan 5 ml pereaksi
asam kromatopat 5% dalam larutan H
2SO
4Hasil uji kualitatif terhadap boraks dan formalin diperoleh dalam waktu 2
(dua) hari.
60% . Tabung pereaksi
dipanaskan dalam penangas air yang mendidih selama 15 menit, dan
diamati perubahan warna yang terjadi. Adanya formalin ditunjukkan
dengan adanya warna ungu terang sampai ungu tua (PPOMN, 2000).
3. Dilakukan wawancara kepada penjual bakso di mulai dari kecamatan
Medan Tuntungan, kemudian Medan Denai selama 3 (tiga) hari.
Wawancara yang dilakukan mengacu kepada kuesioner.
4. Data – data yang diperoleh baik dari hasil uji laboratorium maupun hasil
wawancara di tabulasi dan diolah dengan mengunakan SPSS.
3.4.2.
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi yaitu : Dinas Kesehatan Kota
Medan berupa data penyuluhan tentang bahan tambahan makanan yang dilarang,
Balai Besar POM di Medan berupa data hasil pengujian laboratorium terhadap
formalin dan boraks dalam makanan, Kecamatan Medan Denai dan Kecamatan
Medan Tuntungan berupa data umum kecamatan. Data sekunder diambil awal
sebelum penelitian dimulai.
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 orang penjual mie bakso yang
berada di Kecamatan Medan Petisah, dimana sampel yang dipilih adalah sampel yang
memiliki karakteristik yang sama dengan sampel dalam penelitian.
A.
Uji Validitas
Uji Validitas dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan
yang terdapat dalam kuesioner mengenai substansi pertanyaan tingkat pengetahuan
serta alasan penjual menggunakan formalin dan boraks dalam mie basah dan bakso.
Uji validitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ukuran atau nilai yang
menunjukkan tingkat kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antar
variabel. Dengan score total variabel pada analisis reliabilitas dengan melihat nilai
correlation corrected item dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel (0,361) maka
dinyatakan valid dan sebaliknya.
B.
Uji Reliabilitas
Pertanyaan dinyatakan reliable jika jawaban responden terhadap pertanyaan
(kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu reliabilitas menunjukkan
pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang
sudah dapat dipercaya atau reliable akan menghasilkan data yang dapat dipercaya
juga. Apabila datanya sesuai dengan kenyataan maka berapa kali pun diambil tetap
akan sama (Arikunto, 2005).
Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari suatu pengukuran
dengan ketentuan jika nilai r Alpha > r table (0,361), makan dinyatakan reliable
(Sugiyono, 2004). Nilai r tabel dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikan
95%.
Hasil uji validitas untuk pertanyaan pengetahuan menunjukkan bahwa seluruh
pertanyaan berjumlah 10 pertanyaan, nilai Corrected Item Total terendah 0,663 dan
nilai tertinggi 0,904. Nilai Cronbach Alpha 0,930. Ini berarti nilai r hitung> r tabel
(0,361). Dapat disimpulkan bahwa pertanyaan tentang pengetahuan valid dan
reliabel. Hasil uji validitas untuk pertanyaan motif ekonomi menunjukkan bahwa
seluruh pertanyaan berjumlah 10 pertanyaan, nilai Corrected Item Total terendah
0,648 dan nilai tertinggi 0,880. Nilai Cronbach Alpha 0,965. Ini berarti nilai r hitung>
r tabel (0,361). Dapat disimpulkan bahwa pertanyaan tentang motif ekonomi valid
dan reliabel.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1.
Variabel
Variabel dibedakan menjadi 2 yaitu variabel Independen dan variabel Dependen.
1. Variabel Independen adalah motif ekonomi dan pengetahuan.
2. Variabel Dependen adalah penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji
(bakso).
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1.
Penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso) adalah :
a.
Ditemukan positif mengandung boraks dalam bakso yang ditandai dengan
nyala hijau pada uji kualitatif yang dilakukan.
b.
Ditemukan positif mengandung formalin dalam bakso yang ditandai dengan
warna ungu muda sampai ungu tua pada uji kualitatif yang dilakukan.
2.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh penjual bakso mengenai
formalin dan boraks.
3.
Motif ekonomi tidak baik adalah penggunaan formalin dan boraks pada bakso
oleh pedagang dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang besar
4.
Motif ekonomi baik adalah tidak menggunakan formalin dan boraks pada bakso
oleh pedagang dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang besar
5.
Formalin adalah bahan tambahan makanan yang dilarang, digunakan oleh
pedagang dengan maksud untuk menambah daya tahan bakso.
6.
Boraks adalah bahan tambahan makanan yang dilarang, digunakan oleh
pedagang dengan maksud untuk mengenyalkan bakso dan membuat bentuk bakso
lebih bagus.
3.6. Metode Pengukuran
Untuk mengukur variabel penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap
saji (bakso) digunakan skala ukur ordinal, dan dikategorikan menjadi baik dan
tidak baik. Untuk menentukan skala pengukuran dengan kategori baik dan
tidak baik dilakukan uji laboratorium terhadap bakso,dengan kriteria:
Baik : (-) Negatif formalin atau boraks.
Tidak baik : (+) Positif formalin atau boraks .
2.
Variabel Independen
a.
Variabel motif ekonomi
Untuk mengukur variabel motif ekonomi digunakan skala ukur ordinal
menggunakan skala Likert, jika menjawab sangat tidak setuju skor 5, tidak
setuju skor 4, kurang setuju skor 3, setuju skor 2, sangat setuju skor 1. Total
skor dikategori menjadi 2 yaitu baik dan buruk. Untuk menentukan skala
pengukuran dengan kategori baik dan buruk digunakan pembobotan jumlah
pertanyaan yang diajukan sebanyak 10 (sepuluh) dikalikan dengan jumlah
skor tertinggi, dengan total skor 50 (lima puluh) dengan kriteria :
1.
Baik, apabila jawaban responden memiliki total skor
≥ 25 atau ≥ 50%
dari 10 (sepuluh) pertanyaan yang diajukan.
b.
Variabel Pengetahuan
Untuk mengukur variabel motif pengetahuan digunakan skala ukur ordinal
dengan 2 kategori yaitu tinggi dan rendah. Untuk menentukan skala
pengukuran dengan kategori tinggi dan rendah digunakan sistem skor atau
pembobotan jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 10 (sepuluh)
pertanyaan dengan total skor 10 (sepuluh) dengan kriteria :
1.
Jawaban benar, diberi skor 1
2.
Jawaban salah, diberi skor 0
Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu :
3.
Tinggi, apabila jawaban responden memiliki total skor
≥ 5 atau ≥ 50%
menjawab benar dari 10 (sepuluh) pertanyaan yang diajukan.
4.
Rendah, apabila jawaban responden memiliki total skor < 5 atau < 49%
menjawab benar dari 10 (sepuluh) pertanyaan yang diajukan.
3.7. Metode Analisis data
Analisa data dilakukan dengan 3 tahapan yaitu:
1.
Analisis deskriptif univariat untuk melihat gambaran distribusi frekwensi dari
masing-masing variabel independen dan dependen.
3.
Analisis multivariat untuk melihat berapa peluang dari variabel independen
(pengetahuan dan motif ekonomi) terhadap variabel dependen (penggunaan
formalin dan boraks dalam bakso).
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskriptif Wilayah Penelitian
4.1.1. Kecamatan Medan Tuntungan
Kecamatan Medan Tuntungan merupakan salah satu kecamatan yang terletak
di kota Medan. Secara geografis Kecamatan medan Tuntungan terletak di daerah
paling hulu dari Kota Medan. Adapun batas-batas wilayah administratif sebagai
berikut:
1.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
2.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor
3.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
4.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang
4.1.2. Kecamatan Medan Denai
Kecamatan Medan Denai merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
Kota Medan. Secara geografis Kecamatan Medan Denai terletak di tengah Kota
Medan. Adapun batas-batas wilayah administratif sebagai berikut:
1.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota
2.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
3.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas
4.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Tembung
Luas wilayah 9.827 Km
2dengan jumlah penduduk 179.118 jiwa, jumlah
Kepala Keluarga 153.521. Jumlah Kelurahan terdiri dari 6 Kelurahan yang terdiri dari
Kelurahan Tegal Sari Mandala I, Kelurahan Tegal Sari mandala II, Kelurahan Tegal
Sari Mandala Tiga, Kelurahan Denai, Kelurahan Binjai, dan Kelurahan Menteng.
4.2. Karakteristik Responden
mempunyai tempat yang permanen. Adapun karakteristik responden dapat di lihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Menurut Umur, Pendidikan dan
Pendapatan di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai
No
Karakteristik
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
1
Umur
- < 20 Tahun
- 20-30 Tahun
- >30 Tahun
15
12
13
37,5
30,0
32,5
Total
40
100
2
Pendidikan
- SD
- SMP
- SLTA
17
13
10
42,5
32,5
25,5
Total
40
100
3
Pendapatan
- < Rp. 1000.000
-
≥
Rp. 1000.000
27
13
67,5
32,5
Dari tabel 4.1 di atas dapat digambarkan bahwa sebagian besar responden
dengan kelompok umur < 20 tahun sebanyak 15 orang atau (37,5%), sedang sebagian
lagi dengan kelompok umur 20 -30 tahun sebanyak 12 orang atau (30,0%) dan
kelompok umur > 30 tahun sebanyak 13 orang atau (32,5%).
Tingkat pendidikan responden sebagian besar tamat SD sebanyak 17 orang atau
(42,5%), disusul tamat SMP sebanyak 13 orang atau (32,5) dan tamat SLTA
sebanyak 10 orang atau (25,0%). Tingkat pendapatan responden sebagian besar
kurang dari Rp.1000.000 sebanyak 27 orang (67,5%) dan lebih besar sama dengan
Rp.1000.000 sebanyak 13 orang (32,5%)
4.3. Analisis Univariat
Analisis univariat untuk menjelaskan distribusi frekuensi dari variabel
independen yaitu pengetahuan dan motif ekonomi serta variabel dependen yaitu
penggunaan formalin dan boraks dalam bakso di Kecamatan Medan Tuntungan dan
Kecamatan Medan Denai.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan
dalam Penggunaan Formalin dan Boraks pada Bakso di Kecamatan
Medan Tuntungan dan Medan Denai
(n)
(%)
1
2
Rendah
Tinggi
24
16
60
40
Total
40
100
[image:66.612.106.535.113.179.2]Dari tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa r