Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
Dono Satrio
NIM: 1110046100002
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan untuk memenuhi gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 April 2015
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model pengelolaan wakaf uang di negara Bangladesh dan Indonesia, khususnya dalam aspek konsep, mobilisasi, operasional, dan pendayagunaan wakaf uang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi ketempat penelitian, wawancara langsung kepada narasumber terkait, serta pengumpulan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan: Secara konsep dan mobilisasi dalam hal pengelolaan wakaf uang, Bangladesh dan Indonesia memiliki persamaan dan perbedaan begitu juga secara operasional dan pendayagunaan dalam hal pengelolaan wakaf uang, Bangladesh dan Indonesia memilki perbedaan dan persamaan. Dalam hal ini BWI mewakili Indonesia dan SIBL mewakili Bangladesh.
Keywords: Wakaf Uang, SIBL, BWI
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Program Studi
Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan
moril dan materil. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H, selaku Ketua Program Studi
Muamalat.
3. Bapak Prof. Dr. H. Atho Mudzhar, MSPD, dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum, khususnya kepada bapak Dr. H. JM.
Muslimin, MA yang telah memberikan doa dan dukungannya berproses menjadi
mahasiswa yang penuh tanggung jawab. Begitu juga dengan Ibu Dr. Euis Amalia,
M.Ag dan Dr. Nurhasanah, M.Ag yang telah memberikan motivasi dan inspirasi akan
pentingnya menggali potensi keilmuan tanpa henti.
5. Seluruh staff perpustakaan baik Perpustakaan FSH dan Perpustakaan Utama dalam
membantu penulis mencari sumber-sumber yang diperlukan.
6. Kementrian Agama RI, Social Islami Bank Limited, CSRC UIN Jakarta, dan Pusat
Kajian Timur Tengah Indonesia UI yang telah menyediakan data rujukan penelitian
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini pada waktu yang tepat.
7. Badan Wakaf Indonesia, khususnya ibu Nani al-mu’in dan ibu Amelia Fauziah, Ph.D
serta bapak Sigit yang telah sabar menyediakan waktunya untuk memberikan
konsultasi maupun solusi terhadap skripsi ini.
8. Keluarga biologis, khususnya kepada kedua orang tua yang penulis hormati, bapak
Economics Studies (C.O.I.N.S), HMI Cabang Ciputat & KOMFAKSY, HMPS
Muamalat, BEM FSH UIN Jakarta yang telah memberikan ruang untuk beraktualisasi
berproses menjadi manusia yang bisa memanusiakan satu sama lain.
10.Rumah inspirasi & motivasi bernama Q-Pro Nusantara Foundation, khususnya
mahaguru ibu Dr. (HC). Hj. Sri Sulartini Keanaya, Ak, yang telah banyak
berkontribusi dalam transformasi paradigma penulis dalam memandang hakikat
kehidupan yang sebenarnya.
11.Lembaga ristek Nusantara Kalingga Murti Foundation dan UNIFY (Universal
Interstudies Forum of Youth), khususnya untuk sahabat sejati Aswin Salim, Abadi
Hamam, Zakaria Achmadi Zein, Akhmad Subhan (Bang Rambo), Asfahan Yahsyi,
Dody Wahyudi, dan mas Fahrie.
12.Kawan-kawan seperjuangan Perbankan Syariah A angkatan 2010, khususnya saudara
Imam Rifky, Fazrul Rahman Syarif, dan Wisnu Fitrianto yang telah melewati
beberapa kenangan yang tak terlupakan dalam menjalani kuliah bersama.
13.Yayasan Sekar Mitra, khususnya bapak sofyan dan ibu Dona yang telah memberikan
bantuan baik moril dan materil. Semoga Allah membalas budi baik mereka.
14.Sahabat setia dan pelita hati yang penulis sayangi, Meliawati, yang telah memberikan
semangat yang tulus hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
15.Keluarga Besar bapak Kerri Soejiptoe, Khususnya Tante Yani yang telah sabar
mendukung segala bentuk aktivitas pembelajaran di Ciputat.
16.Semua pihak yang telah membantu penulis baik selama masa pendidikan hingga
pengerjaan skripsi yang tidak dapat penulis sebut satu per satu. Semoga Allah
membalas kebaikan kalian semua.
Akhir kata, penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik yang konstruktif
dalam skripsi ini dan semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan. Terima Kasih
Jakarta, 1 April
v
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 7
C.Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7
1. Pembatasan Masalah ... 7
2. Perumusan Masalah ... 8
D.Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 8
E.Review Kajian Terdahulu ... 9
F. Kerangka Teori dan Konseptual ... 10
G.Metode Penelitian ... 13
H.Sistematika Penulisan ... 16
BAB II LANDASAN TEORI A.Tinjauan Umum Wakaf Uang ... 18
B.Landasan Hukum Wakaf Uang ... 23 C.Rukun dan Syarat Wakaf Uang ... 28
vi
A.Profil SIBL ... 37
1. Sejarah dan Perkembangan SIBL ... 37
2. Visi, Misi, dan Nilai ... 40
3. Struktur Dewan Direksi SIBL... 42
B.Profil BWI ... 43
1. Sejarah Pendirian ... 43
2. Visi, Misi dan Strategi BWI ... 44
3. Struktur Lembaga ... 46
BAB IV PERBANDINGAN PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BANGLADESH DAN INDONESIA DALAM BERBAGAI ASPEK A.Konsep Wakaf Uang ... 47
1. Bangladesh ... 47
2. Indonesia ... 56
B.Mobilisasi Wakaf Uang ... 62
1. Bangladesh ... 62
2. Indonesia ... 66
C.Operasional Wakaf Uang ... 68
1. Bangladesh ... 68
vii
2. Indonesia ... 81
BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 86
B.Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 89
viii
No. KeteranganHalaman
ix
No. KeteranganHalaman
1.1 Kerangka Konseptual Bank Wakaf ... 11
2.1 Manfaat dari Adanya Bank Wakaf Terhadap Aset Wakaf ... 36
3.1 Struktur Dewan Direksi SIBL ... 41
4.1 Ruang Lingkup Nazhir dalam Pengelolaan Wakaf Uang ... 73
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Wakaf merupakan salah satu sumber dana sosial potensial yang
erat kaitannya dengan kesejahteraan umat di samping zakat, infak dan
sedekah. Terlebih karena ajaran agama menjadi motivasi utama
masyarakat untuk berwakaf.1 Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk di Indonesia.
Sebagai salah satu instrumen filantropi yang erat hubungannya dengan
sosial ekonomi, wakaf telah banyak membantu pembangunan secara
menyeluruh di Indonesia, baik dalam pembangunan sumber daya manusia
maupun dalam pembangunan sumberdaya sosial.
Sebagai instrumen filantropi2 ekonomi Islam yang sudah ada semenjak awal kedatangan Islam, sepanjang sejarah Islam, wakaf telah
menunjukan peran penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan
sosial, ekonomi dan kebudayaan. Selain itu, keberadaan wakaf telah
banyak memfasilitasi para sarjana muslim untuk melakukan riset dan
pendidikan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pendanaan kepada
1
Hendra Kholid, Wakaf uang perspektif hukum dan ekonomi Islam, www.bwi.or.id, diakses pada 17 Desember 2013.
2
Filantropi merupakan ungkapan rasa cinta kepada manusia yang terpatri dalam bentuk pemberian atau derma kepada orang lain dan berorientasi pada pemberdayaan. Filantropi dalam Islam memiliki banyak bentuk diantaranya zakat, infaq, shadaqoh, wakaf dan hibah.
pemerintah. Wakaf terbukti telah menjadi instrumen jaminan sosial dalam
rangka membantu kaum yang lemah untuk memenuhi hajat hidup, baik
berupa kesehatan, biaya hari tua, kesejahteraan hidup, dan pendidikan.
Adanya pergeseran bentuk harta atau benda wakaf menjadi lebih
likuid seperti uang telah berdampak luas. Pergeseran itu telah dapat
mengubah pandangan dan kebiasaan lama, di mana seolah-olah
kesempatan melakukan wakaf hanya dapat melalui asset tetap berupa
tanah atau bangunan. Perubahan lain adalah pandangan lama bahwa
berwakaf harus bernilai besar menjadi sirna. Dengan bentuk uang, wakaf
dapat dilakukan dengan nilai kecil tertentu, yang tentunya menjadi lebih
dapat dilakukan oleh semua golongan. Adanya dukungan pemerintah
berupa penerbitan UU No 41 tahun 2004 tentang Wakaf yang salah satu
isinya mengakomodasikan untuk dilakukannya wakaf uang, telah semakin
membuka kesempatan masyarakat di semua golongan (tidak hanya orang
kaya) untuk dapat ikut serta berwakaf.
Saat ini dikalangan masyarakat luas mulai muncul istilah cash waqf
(wakaf uang) dipelopori oleh MA. Mannan, seorang ekonom yang berasal
dari Bangladesh.3 Wakaf uang dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat membuat wakaf menjadi lebih produktif. Apabila wakaf uang
mampu dikelola dan diberdayakan oleh suatu lembaga secara profesional,
3
akan sangat membantu dalam mensejahterakan ekonomi umat,
memenuhi hak-hak masyarakat, serta mengurangi penderitaan masyarakat.
Wakaf uang sebagai salah satu alternatif atas pengentasan
kemiskinan telah diterapkan di beberapa Negara Islam. Terutama di
Bangladesh wakaf telah dikelola oleh Social Islami Bank Limited (SIBL)
yang mengembangkan pasar modal sosial (social capital market)pada
sektor voluntary4, wakaf uang membuka peluang unik bagi penciptaan
investasi di bidang keagamaan, pendidikan dan pelayan sosial. Tabungan
dari warga yang berpenghasilan tinggi dapat dimanfaatkan melalui
penukaran Sertifikat Wakaf Uang. Sedangkan pendapatan yang diperoleh
dari pengelolaan wakaf uang tersebut dapat dibelanjakan untuk berbagai
tujuan yang berbeda seperti pemeliharaan harta-harta wakaf itu sendiri dan
untuk investasi yang strategis untuk menghapuskan kemiskinan dan
menangani ketertinggalan di bidang ekonomi serta bidang pendidikan,
riset dan kesehatan.5
Istilah wakaf uang belum begitu familiar di tengah masyarakat
Indonesia, ini bisa dilihat dari pemahaman masyarakat Indonesia yang
memandang wakaf hanya sebatas pada pemberian berbentuk barang tidak
4 M.A. Mannan, “
Sertifikat Waqf Tunai, sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam” (CIBER bekerjasama dengan PKTTI-UI), h. 50-51.
5
bergerak, seperti tanah dan bangunan yang diperuntukkan untuk tempat
ibadah, kuburan, pondok pesantren, rumah yatim piatu dan pendidikan
semata.6 Pemanfaatan benda wakaf masih berkisar pada hal-hal yang bersifat fisik, sehingga tidak memberikan dampak ekonomi secara
signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Banyaknya harta benda
wakaf yang ada di masyarakat Indonesia belum mampu mengatasi
masalah kemiskinan.Padahal benda yang bergerak, seperti uang misalnya,
pada hakikatnya juga merupakan salah satu bentuk instrumen wakaf yang
memang diperbolehkan dalam Islam.
Pengelolaan wakaf uang secara produktif untuk kesejahteraan
masyarakat menjadi tuntutan yang tidak bisa dihindari lagi. Apalagi di saat
ini negeri Indonesia mengalami turbulensi ekonomi yang memerlukan
partisipasi banyak pihak. Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia
No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf diarahkan untuk memberdayakan wakaf
yang merupakan salah satu instrumen dalam membangun kehidupan sosial
ekonomi umat Islam. Kehadiran Undang-undang wakaf ini menjadi
momentum pemberdayaan wakaf secara produktif, sebab di dalamnya
terkandung pemahaman yang komprehensif dan pola manajemen
pemberdayaan potensi wakaf secara modern.
6
Implementasi pengelolaan wakaf uang di Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 menentukan bahwa ada tiga pihak
yang terkait dalam pengelolaan wakaf uang, yakni Badan Wakaf Indonesia
(BWI) sebagai pihak yang melakukan pengelolaan dan pengembangan,
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sebagai lembaga penghimpun dan
penyalur dana dan nazhir sebagai pengelola dana wakaf uang.
Kenyataannya, melalui mekanisme pengelolaan seperti ini potensi wakaf
uang di negeri ini belum optimal. Hal ini, antara lain, disebabkan oleh
sosialisasi dan kapasitas nazhir (pengelola) yang belum maksimal.
Walaupun segala hal yang berhubungan dengan wakaf di Indonesia
adalah wewenang Badan Wakaf Indonesia (BWI), namun di sisi lain,
pengelolaan dana wakaf uang yang belum dilakukan di bawah satu payung
lembaga ini menimbulkan kurang efektifnya pengelolaan wakaf uang
selama ini. Dengan mengacu pada model pengelolaan wakaf uang yang
telah berhasil diterapkan di Negara Bangladesh, seharusnya dapat menjadi
acuan untuk merumuskan suatu model bank wakaf di Indonesia.
Di Bangladesh misalnya, upaya non pemerintah untuk menjawab
masalah kemiskinan telah dicoba melalui keberadaan lembaga yang
bernama Social Islami Bank Limited (SIBL). Lembaga ini beroperasi
denganmenggalang dana masyarakat (kaya), khususnya melalui dana
wakaf uang dan dalam satu atap, untuk kemudian dikelola dimana hasil
masih tergolong negara berkembang tetapi efek kemaslahatan dari
Sertifikat Wakaf Uang (SWU) sudah mulai terasa di Bangladesh.
Untuk kasus Indonesia, upaya seperti yang dilakukan oleh SIBL
tersebut, merupakan satu alternatif yang menarik. Sebuah model Bank
Wakaf sebagai satu payung khusus yang mengelola dana wakaf uang
secara terintegrasi. Penerapan model Bank Wakaf di Indonesia ini pun
memiliki potensi yang cukup besar untuk mengikuti keberhasilan model
Bank Wakaf di negara lain. Mengingat posisi Indonesia sebagai negara
dengan populasi penduduk yang sangat besar dan mayoritas penduduknya
beragama Islam. Dengan efektifnya pengelolaan dan pengembangan sektor
wakaf, sebagai salah satu instrumen ekonomi Islam, maka
masalah-masalah umat seperti misalnya kemiskinan akan lebih cepat teratasi.
Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan di atas, penulis
merasa penting untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul
B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah pada bahasan yang akan penulis teliti
antara lain:
1. Masih adanya paham konservatif bahwa wakaf hanya untuk benda tak
bergerak.
2. Munculnya UU No. 41 tahun 2004 yang mengakomodir tiga pihak
dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf uang di Indonesia.
3. Urgensi pendirian model bank wakaf terintegrasi dalam rangka
optimalisasi wakaf uang di Indonesia.
4. Faktor-faktor pendukung keberhasilan konsep dan operasional wakaf
uang di Bangladesh.
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
Untuk memfokuskan penulisan dan memudahkan analisa, maka
penulis perlu membuat batasan-batasannya. Batasan-batasan dalam
penulisan ini membahas tentang model pengelolaan wakaf uang di
Indonesia dan Bangladesh.
Proses perumusan masalah merupakan tahapan yang penting dalam
sebuah proses penelitian karena dapat mempersempit masalah hingga
memungkinkan untuk dapat diteliti. Adapun secara spesifik rumusan
masalah yang akan diteliti dan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai
1. Bagaimana pengelolaan dalam aspek konsep dan mobilisasi wakaf
uang di Indonesia dan Bangladesh?
2. Bagaimana pengelolaan dalam aspek operasional dan pendayagunaan
wakaf uang di Indonesia dan Bangladesh?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penulisan ini memiliki tujuan untuk:
1. Menguraikan pengelolaan dalam aspek konsep maupun mobilisasi
wakaf uang di Indonesia dan Bangladesh.
2. Menguraikan pengelolaan dalam aspek operasional dan
pendayagunaan wakaf uang di Indonesia dan Bangladesh.
Adapun manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini diantaranya
adalah:
1. Menambah wawasan, pengetahuan, dan pemahaman bagi penulis
khususnya dan bagi masyarakat muslim pada umumnya dalam
model pengembangan Bank Wakaf di Indonesia.
2. Sebagai khasanah ilmu pengetahuan di bidang Ekonomi Islam
khususnya dalam hal pengembangan potensi wakaf produktif melalui
Bank Wakaf.
3. Memberikan masukan kepada pemerintah, terutama instansi-instansi
terkait yang terkait dengan pengelolaan wakaf uang di Indonesia
mengenai model alternatif berupa Bank Wakaf untuk meningkatkan
peran wakaf uang di Indonesia.
E. Review Kajian Terdahulu
No Nama Penulis/Judul/Tahun Substansi Pembeda
1 Gusva Havita/Model Bank
Wakaf Di Indonesia Dalam
Potensinya Untuk
Mengembangkan Wakaf
Uang dan Mengatasi
Kemiskinan/UI Depok:
Fakultas Hukum, 2013
Penelitian tersebut
membahas tentang urgensi
pendirian Bank Wakaf
sebagai solusi
perekonomian umat muslim
dan sumber pendanaan yang
produktif
Penulis membahas dan
mengkaji perbandingan model
pengelolaan wakaf uang di
Indonesia dan Bangladesh
2 Mulya E. Siregar/Peranan
Perbankan Syariah Dalam
Implementasi Wakaf Uang/
dalam Al-Awqaf , Volume
IV, Nomor 04, Januari 2011
Jurnal tersebut membahas
tentang fungsi LKS sebagai
penyalur dana wakaf umat
dan prosedur implementasi
wakaf uang.
Penulis membahas dan
mengkaji perbandingan model
pengelolaan wakaf uang di
Indonesia dan Bangladesh
3 Arief Muzacky Juhanda/
Implementasi Wakaf Uang di
Badan Wakaf Indonesia,
Skiripsi S1, UIN Syarif
Menjelaskan tentang tata
cara wakaf uang di Badan
Wakaf Indonesia.
Penulis membahas dan
mengkaji perbandingan model
pengelolaan wakaf uang di
Hidayatullah Jakarta,
Fakultas Syariah dan Hukum
Konsentrasi Perbankan
Syariah, 2011
4 Rischa Astuty Handayani/
Perbandingan Penghimpunan
Dana Wakf Uang di DD
Republika dan Badan Wakaf
Indonesia, Skripsi S1, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta,
Fakultas Syariah dan Hukum
Konsentrasi ZISWAF, 2011
Menjelaskan tentang
mekanisme penghimpunan
dana serta peluang dan
tantangan pada DD
Republika dan BWI
Penulis membahas dan
mengkaji perbandingan model
pengelolaan wakaf uang di
Indonesia dan Bangladesh
F. Kerangka Teori dan Konseptual
Bank Wakaf adalah sebuah bank yang menampung dana-dana
wakaf. Wakaf uang dapat berperan sebagai suplemen bagi pendanaan
berbagai macam proyek investasi sosial yang dikelola oleh bank-bank
Islam, sehingga dapat berubah menjadi sebuah bank wakaf. Menurut Prof.
Dr. Mohammad Tahir Sabit dari Universitas Teknologi Malaysia, bank
disimpan untuk dikelola kembali. Hasil keuntungan dari pengelolaan dana
wakaf digunakan untuk mengatasi permasalahan ummat yang berkaitan
dengan kemiskinan, yakni dengan sasaran pendidikan, kesehatan, sanitasi
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kualitatif, yakni
penelitian yang bermaksud memahami fenomena-fenomena yang
menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan analisis
statistik atau cara kuantifikasi lainnya8. Sementara itu, menurut Sugiono, metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, pengambilan sample sumber dan data dilakukan
secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan data dilakukan
dengan triangulasi (gabungan) analisis data bersifat induktif / kualitatif,
dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada
generalisasi.9Selain itu penelitian kualitatif dapat menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku
yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti.10 Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara, studi pustaka dan focused
group discussion.
8
Anselm Straus, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Surabaya: PT Bina Ilmu offset, 1997) h. 11.
9
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitati, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2009) h. 15.
10
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, yakni
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat
lebih mudah dipahami dan disimpulkan,11 artinya penulis berusaha memberikan gambaran mengenai model pengelolaan wakaf uang di
Bangladesh dan Indonesia.
2. Sumber Data
Data yang penulis peroleh adalah data primer dan data sekunder.
Data primer ialah data yang belum tersedia dan untuk memperoleh data
tersebut peneliti harus menggunakan beberapa instrument penelitian
seperti kuesioner, wawancara, observasi dan sebagainya.12 Adapun data primer penulis peroleh dari observasi langsung dan melakukan
wawancara kepada pihak-pihak terkait, yaitu pihak dari Badan Wakaf
Indonesia, Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Bimbingan Masyarakat
Islam serta hasil riset dari MA. Mannan tentang sertifikat wakaf uang.
Data Sekunder ialah data yang sudah tersedia, tinggal
mengambilnya saja apakah melalui media cetak ataupun elektronik.13 Data sekunder diperoleh dari literature-literatur lain seperti Al-qur‟an,
11
Azwar Sifudin, Metode Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), h. 6.
12
Hendri Tanjung dan Abrista Devi, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, (Bekasi: Gramatha Publishing, 2013) h. 76.
13
al-hadit‟s, laporan tahunan SIBL, jurnal, makalah, brosur, website dan
lain-lain yang berkaitan dengan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan membaca
literature-literatur yang ada di perpustakaan yang berhubungan erat
dengan perbandingan model pengelolaan wakaf uang di
Bangladesh dan Indonesia.
b. Penelitian lapangan (Field Research), yaitu penelitian langsung
terjun kelapangan untuk memperoleh data-data yang berkaitan
dengan pokok permasalahan dengan menggunakan teknik sebagai
berikut:
1) Dokumentasi, yaitu penyelidikan dokumen-dokumen tertulis
untuk memperoleh data, seperti berkas-berkas, arsip, internet,
majalah dan lain-lain.
2) Wawancara/Interview, yaitu meminta informasi atau ungkapan
kepada orang yang diteliti yang berputar di sekitar pendapat
dan keyakinannya.14 Pengambilan data dalam penelitian ini dengan menggunakan Tanya jawab yang ditujukan kepada
pihak Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kementrerian Agama
R.I dan Badan Wakaf Indonesia.
14
3) Observasi, merupakan sebagai perhatian yang terfokus terhadap
kejadian, gejala, atau sesuatu.15 Dalam hal ini proses penelitian secara mendalam untuk mengetahui model pengelolaan wakaf
uang di Bangladesh dan Indonesia.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini merujuk pada Buku Pedoman
Penulisan Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2012. Untuk mengetahui
gambaran secara keseluruhan isi penulisan dalam penelitian ini,
penyusun menguraikanya dalam lima bab:
BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan tentang masalah-masalah yang akan diteliti,
yakni mengenai latar belakang masalah yang akan diteliti,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,
review studi terdahulu, dan sistematika penulisan.
15
[image:28.612.131.514.100.335.2]BAB II LANDASAN TEORI
Menguraikan tentang tinjauan umum terhadap wakaf uang,
rukun dan syarat wakaf uang, landasan hukum wakaf uang,
manfaat wakaf uang, dan bank wakaf
BAB III GAMBARAN UMUM
Menguraikan tentang gambaran umum Badan Wakaf
Indonesia dan Social Islami Bank Limited.
BAB IV MODEL PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BANGLADESH DAN INDONESIA DALAM BERBAGAI ASPEK
Menguraikan mengenai perbandingan pengelolaan dalam
aspek konsep, mobilisasi, operasional, dan pendayagunaan
wakaf uang di Indonesia dan Bangladesh.
BAB V PENUTUP
Mengemukakan tentang kesimpulan dari pembahasan dan
[image:29.612.142.515.106.474.2]BAB II
LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Wakaf Uang
Wakaf secara etimologi adalah al-habs (menahan).16 Kata tersebut merupakan kata yang berbentuk masdar (gerund) dari ungkapan waqfu
al-syai yang pada dasarnya berarti menahan sesuatu. Dengan demikian,
pengertian wakaf secara bahasa adalah menyerahkan harta benda untuk
orang-orang miskin untuk ditahan. Diartikan demikian karena barang milik
itu dipegang dan ditahan orang lain, seperti menahan hewan ternak, tanah
dan segala sesuatu.17
Dalam istilah syara‟ secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian
yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (kepemilikan) asal,
lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Adapun yang dimaksud yang
tahbisul ashli adalah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak
diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya.
Lebih lanjut, mengenai pemanfaatan wakaf adalah menggunakannya
sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan.18
16
Ibn Manzur, Lisan al-Arab, jil. 11. (Kairo: al-Dar al-Misriyyah li al-Ta‟lif wa al-Tarjamah, 1954), h. 276.
17
Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Ahkam al-Waqf fi al-Syari‟ah al
-Islamiyah. (Baghdad: Mathba‟ah al-Irsad, 1977). Alih Bahasa Ahrul Sani Faturrahman dkk, judul Indonesia: Hukum Wakaf, (Jakarta: DD Republika dan IIMan, 2004), h. 37.
18
Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 1996), h. 635.
Para ulama berbeda pendapat tentang arti wakaf secara istilah.
Mereka mendefinisikan wakaf dengan definisi yang beragam, sesuai
dengan perbedaan mazhab yang mereka anut, baik dari segi kelaziman dan
ketidaklazimannya, syarat pendekatan di dalam masalah wakaf ataupun
posisi pemilik harta wakaf setelah diwakafkan. Selain itu, juga perbedaan
persepsi di dalam tata cara pelaksanaan wakaf, dan apa saja yang berkaitan
dengan wakaf, seperti persyaratan serah terima secara sempurna dan
sebagainya. Defisini wakaf menurut para ulama adalah sebagai berikut:
Menurut Abu Hanifah, wakaf adalah menahan suatu benda yang
menurut hukum tetap milik waqif dalam rangka mempergunakan manfaat
untuk kebaikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak
lepas dari waqif bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh
menjualnya, karena yang lebih kuat menurut Abu Hanifah adalah bahwa
wakaf hukumnya jaiz (boleh), tidak wajib sama halnya dengan pinjaman.19 Menurut Imam Maliki, wakaf adalah perbuatan waqif yang
menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh penerima wakaf,
walaupun yang dimiliki itu berbentuk upah atau menjadikan hasilnya
untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan
mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan
pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari
19
penggunaan secara pemilikan tetapi membolehkan hasilnya untuk tujuan
kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedangkan benda
itu tetap menjadi milik waqif. Perwakafan itu berlaku untuk masa tertentu
dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).
Menurut Imam Syafi‟i, mengartikan wakaf dengan menahan harta
yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya dengan cara
memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh waqif untuk diserahkan
kepada nazhir yang diperbolehkan secara syariah. Golongan ini
mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi
bendanya dengan pengertian bahwa harta yang tidak mudah rusak atau
musnah serta dapat diambil manfaatnya secara terus menerus.20
Menurut Imam Hanbali, mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang
sederhana, yaitu menahan asal harta benda wakaf dan menyedekahkan
manfaat yang dihasilkan.21
Dalam konteks perundangan di Indonesia, nampaknya wakaf
dimaknai secara spesifik dengan menemukan titik temu dari berbagai
pendapat ulama tersebut. Hal ini dapat terlihat dalam rumusan pengertian
wakaf dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.
Wakaf diartikan sebagai perbuatan hukum waqif untuk memisahkan
20
Munzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta: Khalifa, 2007), h. 48.
21
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari‟ah.22
Rumusan dalam Undang-undang wakaf tersebut, jelas sekali merangkum
berbagai pendapat para ulama fiqh tersebut di atas tentang makna wakaf,
sehingga makna wakaf dalam konteks Indonesia lebih luas dan lebih
komplit.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa
wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat harta yang diwakafkan
kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syari‟ah
Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang menyatakan
wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta
benda untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan
umum.Sedangkan pengertian wakaf uang disebutkan dalam
Undang-undang tentang wakaf yang menyatakan bahwa harta benda wakaf
meliputi:23
1) Harta benda wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda
bergerak.
22
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf pasal 1 ayat 1.
23
2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a
meliputi;
a) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b) Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari‟ah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Huruf b adalah
harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi uang,
logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual,
hak sewa, serta benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya pada Pasal 28-31 Undang-undang Nomor 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf dan Pasal 22-27 Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf, secara eksplisit disebutkan tentang bolehnya pelaksanaan
Dengan demikian yang dimaksud wakaf uang adalah wakaf yang
dilakukan seseorang, kelompok orang dan lembaga atau badan hukum
dalam bentuk uang. Juga termasuk kedalam pengertian uang adalah
surat-surat berharga, seperti saham, cek dan lainnya.
B. Landasan Hukum Wakaf Uang
Secara umum tidak terdapat ayat al-Qur‟an yang menerangkan
konsep wakaf secara konkrit tekstual. Wakaf termasuk infaq fi sabililillah,
maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf
ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Qur‟an yang menjelaskan
tentang infaq fi sabililillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain :
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.”(Q.S. al-Baqarah (2): 267)
Artinya:“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.” (Q.S. al-Imran (3): 92)
ل ع ي ع ير ج ق ص : اث ا ع عطق ر( ل ع ي حل ص
) س
Artinya: “Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah (pahala)
amal perbuatannya kecuali dari tiga hal, yaitu dari (1) shadaqah
mendoakannya.” (HR. Muslim, at-Tirmidzi, al-Nasa’i dan Abu
Dawud)24
Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Umar:
أ ل ق ر ع ع ل أف ر ي ًضرأ ر ع ص -س ي ع ه ص ي ل قف يف ر أ سي ر أ ف ع س أ طق ًا صأ ل ر ي ًضرأ صأ إ ه ل سر ل ق ذ ش إ ح ق ص صأ س .د ا ر ي ا ع ي ا صأ ع ي ا أ ر ع ص ف ل ق ي سل ه لي س ف قرل ف رقل ف ء رق ل ف ر ع ص ف ل ق . ي ا فيضل ل . يف ل ريغ ًقي ص عطي أ ف رع ل لكأي أ يل ع ح ج ) لس ر (
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, dia berkata: Umar telah
mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, lalu dia datang kepada
Nabi saw untuk meminta pertimbangan tentang tanah itu,
kemudian ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhya aku
mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, dimana aku tidak
mendapatkan harta yang lebih berharga bagiku selain dari
padanya; maka apakah yang hendak engkau perintahkan
kepadaku sehubungan dengannya? Rasulullah saw berkata kepada
Umar: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan engkau
sedekahkan manfaatnya. Lalu Umar pun menyedekahkan manfaat
tanah itu dengan syarat tanah itu tidak akan dijual, tidak akan
dihibahkan dan tidak akan diwariskan. Tanah itu dia wakafkan
24
kepada orang-orang fakir kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah,
Ibnu sabil, dan tamu, dan tidak ada halangan bagi orang yang
mengurusnya untuk memakan sebagian darinya dengan cara yang
ma‟ruf dan memakannya tanpa menganggap bahwa tanah itu
miliknya sendiri.” (HR. Muslim)25
Para ulama mazhab syafi‟i juga telah membolehkan adanya wakaf
uang, ini dijelaskan dalam riwayat Imam Syafi‟i yang berbunyi:
“Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam Syafi‟i tentang
dibolehkannya wakaf dinar dan dirham (Uang)”.26
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga membolehkan
wakaf uang. Fatwa komisi fatwa MUI itu dikeluarkan pada tanggal 11 Mei
2002. Pada saat itu komisi fatwa MUI juga merumuskan definisi tentang
wakaf, yaitu:
“Menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya
atau pokoknya. Dengan cara tidak melakukan tindakan hukum
terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau
25
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al bukhori, Shahih Bukhori, (Semarang: Toha Putera, Juz 3, t.th), h. 185.
26
mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang
mubah (tidak) haram yang ada”.27
Ulama fiqih membagi wakaf kepada dua bentuk: Pertama, wakaf
khairi, yaitu wakaf yang sejak semula diperuntukkan bagi kemaslahatan
atau kepentingan umum, sekalipun dalam jangka waktu tertentu, seperti
mewakafkan tanah untuk membangun masjid, sekolah, dan rumah sakit.
Kedua, wakaf ahli, yaitu wakaf yang sejak semula ditentukan kepada
pribadi tertentu atau sejumlah orang tertentu, sekalipun pada akhirnya
untuk kemaslahatan dan kepentingan umum, karena apabila penerima
wakaf telah wafat, harta wakaf itu tidak bisa diwarisi oleh ahli waris yang
menerima wakaf. Wakaf tidak boleh di pindah tangan atau dirubah, tetapi
kalau itu dikehendaki oleh masyarakat tanah tersebut harus diganti sesuai
dengan fungsinya dan manfaatnya juga harus lebih daripada sebelumnya.
Selain hal itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan
fatwanya tentang wakaf uang pada tanggal 11 Mei 2002, yang menyatakan
bahwa:28
1. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang
dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum
dalam bentuk uang.
27
Keputusan Komisi Fatwa MUI yang dikeluarkan tanggal 11 Mei 2002, yang
ditandatangani K.H. Ma‟ruf Amin (sebagai Ketua) dan Hasanuddin (sebagai sekretaris).
28
2. Termasuk kedalam pengertian uang adalah surat berharga.
3. Wakaf Uang hukumnya jawaz (boleh).
4. Wakaf Uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal
yang diperbolehkan secara syar‟i.
5. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh
dijual, dihibahkan dan/atau diwariskan.
Dengan demikian, jika dilihat dari landasan hukum wakaf uang
yang telah ada dapat disimpulkan bahwa hukumnya boleh baik menurut
undang-undang maupun agama.
C. Rukun dan Syarat Wakaf Uang
Suatu akad wakaf uang dapat dianggap sah secara syara‟ apabila
memenuhi empat unsur berikut, yaitu:
1. Orang yang berwakaf (waqif)
Dalam hal ini waqif harus memenuhi syarat-syarat untuk
melakukan tabarru‟, yaitu melepaskan hak milik dengan ikhlas tanpa
imbalan materi apapun. Orang dikatakan mempunyai kecakapan
bertabarru apabila ia telah balig, berakal sehat, dan tidak terpaksa.29 Menurut PP. No. 28 Tahun 1977, syarat-syarat waqif adalah
sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 ayat 1 yang berbunyi:
29
“Badan-badan hukum Indonesia atau orang-orang yang telah
dewasa dan sehat akalnya yang oleh hukum tidak terhalang untuk
melakukan perbuatan hukum atas kehendak sendiri dan tanpa
paksaan dari pihak-pihak, dapat mewakafkan tanah miliknya
dengan memperhatikan peraturan-peraturan perundang-undangan
yang berlaku”.30
Dari isi pasal 3 ayat 1 tersebut dapat dilihat adanya persamaan
dengan hukum Islam mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
orang yang berwakaf (waqif).
Sedangkan dalam hukum perwakafan tanah milik, syarat orang
yang berwakaf (waqif) ada empat perkara yaitu:
a. Waqif harus merdeka dan memiliki hak penuh terhadap barang
yang diwakafkan. Tidak sah wakaf dari seorang budak sahaya dan
tidak sah pula mewakafkan milik orang lain atau wakaf seorang
pencuri atas barang curiannya.
b. Orang yang berwakaf itu harus berakal sempurna. Tidak sah wakaf
orang gila dan orang lemah akalnya disebabkan sakit atau lanjut
usia, termasuk juga wakafnya orang dungu karena akalnya
dipandang kurang. Kesempurnaan akal dibutuhkan dan bahkan
menjadi syarat, karena wakaf termasuk perilaku ekonomi yang
30
memerlukan keharusan akal sehat dan pertimbangan-pertimbangan
yang matang.
c. Waqif harus cukup umur atau balig. Oleh para Fuqaha balig
dipandang sebagai indikasi sempurnya akal seseorang. Oleh karena
itu, wakaf anak kecil dianggap tidak sah, baik terlepas apakah ia
sudah mampu melakukan transaksi wakaf atau belum.
d. Orang yang berwakaf harus sudah bisa berpikir jernih dan tenang,
dan tidak ada tekanan sedikitpun diakibatkan kelalaian atau
kebodohan sehingga menyebabkan ia bangkrut, walaupun wakaf
tersebut berada dibawah pengawasan wali atau orang yang sudah
dewasa.31
Mengenai kecakapan bertindak dalam hukum Islam ada istilah
yang perlu dipahami, yaitu istilah baligh. Istilah tersebut, mengandung
pengertian kematangan pertimbangan akal, sehingga dengan syarat ini si
waqif dianggap cukup cakap dan mampu melakukan tabarru‟.32
2. Harta yang diwakafkan (mauquf)
Dalam hal ini benda wakaf harus dapat dimanfaatkan dalam
kurun waktu yang berjangka lama, dengan pengertian tidak habis
31
Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), h. 34.
32
sekali pakai. Wakaf dipandang sah bila harta wakaf memiliki nilai dan
merupakan hak penuh si waqif. Harta wakaf tersebut, boleh jadi
berupa saham atau uang yang dapat diperdagangkan, dengan catatan
tingkat spekulasinya tidak begitu tinggi. Artinya, jika harta wakaf
hendak dikembangkan dalam bentuk perdagangan misalnya, modal
harus diperhitungkan sedemikian matang, sehingga dapat
menghasilkan keuntungan sesuai yang diharapkan dengan tujuan
untuk pengembangan harta wakaf itu sendiri. Sebagai kode etiknya
tentu dalam menjalankan modal harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan hukum Islam, agar terhindar dari hal-hal yang bertentangan
dengan hukum Islam. Golongan Malikiyah dan Syi‟ah
memperbolehkan wakaf benda-benda yang bergerak, sebab menurut
mereka wakaf boleh bersifat sementara dan juga boleh
selama-lamanya. Demikian pula mazhab Syafi‟i dan Hanabilah juga
membolehkan wakaf benda yang bergerak seperti uang, sedang
keabadian suatu wakaf bergantung pada sifat benda itu sendiri.33
3. Tujuan Wakaf (mauquf „alaih)
Tujuan wakaf berdasarkan pemahaman pada hadits Ibnu Umar
yang telah disebutkan di atas dapat dipahami bahwa harta yang
diwakafkan oleh waqif itu ditujukan kepada orang fakir, kerabat,
33
untuk memerdekakan budak, pada jalan Allah, orang terlantar dan
tamu.
Berdasarkan hadits Ibnu Umar tersebut, dapat disimpulkan
bahwa tujuan wakaf tidak terlepas dari dua hal, yaitu:34
a. Untuk mencari keridhaan Allah SWT, termasuk di dalamnya segala
macam usaha untuk menegakkan agama Islam, seperti mendirikan
tempat-tempat ibadah kaum muslimin, kegiatan dakwah,
pendidikan agama Islam, penelitian ilmu-ilmu agama dan
sebagainya.
b. Untuk kepentingan masyarakat, seperti untuk membantu fakir
miskin, terlepas apakah orang muslim atau non muslim,
mendirikan sekolah, dan panti asuhan,dan sebagainya.
Sekalipun dalam hadits tidak disebutkan secara tegas seluruh
tujuan wakaf, namun dapat dipahami bahwa wakaf yang besar
pahalanya adalah wakaf dengan tujuan seperti di atas. Para ulama
sepakat bahwa wakaf tidak boleh untuk tujuan maksiat, tempat
perjudian, tempat pesta dansa, dan perkumpulan-perkumpulan sesat
lainnya.
4. Pernyataan Wakaf (sighat wakaf)
34
Pernyataan waqif yang merupakan tanda penyerahan barang
atau benda yang diwakafkan, dapat dilakukan dengan lisan atau
tulisan. Mengenai pembatasan waktu dalam berwakaf, seperti
pernyataan seseorang “Aku wakafkan tanah ini sepuluh tahun” maka
mazhab Maliki membolehkan dengan alasan bahwa sesuai dengan
hadits Ibnu Umar bahwa wakaf itu semacam sedekah, sedangkan
setiap sedekah boleh terbatas waktunya. Tetapi menurut mazhab
Hanafi, Syafi‟i, dan Zahiri berpendapat bahwa “waktu selama
-lamanya” merupakan syarat sahnya wakaf. Dasar pendapat mereka
adalah hadits Ibnu Umar yang menyatakan bahwa wakaf itu tidak
boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh diwariskan.35 Dari pendapat tersebut berarti bahwa apabila wakaf tersebut
untuk waktu tertentu saja, maka tidak sah wakafnya. Jika terjadi suatu
wakaf, walau tidak disebutkan syarat selama-lamanya, berarti wakaf
telah melepaskan haknya untuk selama-lamanya. Waqif bukan lagi
pemilik harta yang telah diwakafkan itu.
Persyaratan mewakafkan sesuatu dapat dilakukan dengan lisan,
baik berupa tulisan maupun isyarat yang dapat memberi pengertian
wakaf. Shigat wakaf pada hakikatnya merupakan pernyataan (ikrar)
dari si waqif bahwa ia telah mewakafkan hartanya di Jalan Allah
35
SWT. Karena itu, sighat wakaf tidak memerlukan qabul atau
pernyataan menerima dari pihak yang menerima. Di samping itu
wakaf juga merupakan tabarru (pelepasan hak milik tanpa imbalan),
dan tabarru ini tidak memerlukan qabul.
D. Manfaat Wakaf Uang
Ada empat manfaat dari wakaf uang dewasa ini dalam mewujudkan
masyarakat yang berkeadilan sosial. Pertama, wakaf uang jumlahnya bisa
bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah dapat
mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan
tanah dahulu. Kedua, melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa
tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung
atau diolah untuk lahan pertanian. Ketiga, dana wakaf uang juga bisa
membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam yang aliran
dananya terkadang kembang-kempis dan membayar gaji civitas akademika
seadanya. Keempat, pada gilirannya umat Islam dapat lebih mandiri dalam
mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu bergantung pada
anggaran pendidikan dan sosial negara yang sangat terbatas.36 Selain di
atas, ada tiga filosofi dasar, seperti diungkapkan Muhammad Syafi‟i
36
Antonio yang harus ditekankan ketika umat Islam akan menerapkan
prinsip wakaf uang.37
Pertama, alokasi wakaf uang harus dilihat dalam bingkai proyek
yang terintegrasi, bukan bagian-bagian dari biaya yang terpisah-pisah.
Contohnya, anggapan dana wakaf akan habis bila dipakai untuk menbayar
gaji pegawai sementara wakaf harus abadi. Dengan bingkai proyek,
sesungguhnya dana wakaf akan dialokasikan untuk program-program
pendidikan dan sosial dengan segala macam biaya yang terangkum di
dalamnya.
Kedua, asas kesejahteraan nazhir, sudah lazim kita dengar bahwa
nazhir seringkali diposisikan kerja asal-asalan dan lillahi ta‟ala (dalam
pengertian sisa-sisa waktu dan bukan perhatian umum) dan wajib
berpuasa. Sebagai akibatnya, seringkali kinerja nazhir asal jadi saja. Sudah
saatnya, nazhir menjadi sebuah profesi yang memberikan harapan kepada
lulusan terbaik umat dan profesi yang memberikan harapan kepada lulusan
terbaik umat dan profesi yang memberikan kesejahteraan, bukan saja di
akhirat, namun juga di dunia. Di Turki, misalnya, badan pengelola wakaf
mendapatkan alokasi 5% dari net income wakaf. Sementara itu, The Centre
Waqf Council India mengalokasikan dana sekitar 6% dari net income
pengelolaan wakaf untuk kebutuhan operasional.
37
Ketiga, asas transparasi dan akuntabilitas dimana badan wakaf dan
lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun akan proses
pengelolaan dana kepada umat dalam bentuk audited financial report
termasuk kewajaran dari masing-masing pos biaya.
E. Bank Wakaf
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.38 Beberapa pengertian bank menurut peraturan perundang-undangan menunjukkan bahwa bank adalah sebuah lembaga
yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Walaupun
tidak bisa dipungkiri bahwa bank juga sebuah lembaga yang profitoriented
atau berorientasikan pada profit ekonomis. Hal inilah yang berbedadengan
pengertian bank wakaf yang sepenuhnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan umat Islam dan juga masyarakat secara luas.
Bank Wakaf adalah sebuah bank yang menampung dana-dana
wakaf. Wakaf uang dapat berperan sebagai suplemen bagi pendanaan
berbagai macam proyek investasi sosial yang dikelola oleh bank-bank
Islam, sehingga dapat berubah menjadi sebuah bank wakaf.
38
BAB III
Gambaran Umum SIBL dan BWI A. Profil SIBL
1. Sejarah dan Perkembangan SIBL40
The Social Islami Bank Ltd (SIBL) merupakan bank Islam
generasi kedua yang beroperasi sejak 22 November 1995 yang
dicetuskan oleh MA. Mannan, seorang ekonom profesional asal IDB
(Islamic Development Bank) dan guru besar ilmu ekonomi dan
keuangan syariah di universitas King Abdul Aziz Saudi Arabia. Bank
ini berlandaskan prinsip syariah, kini 94 cabang di seluruh negara
dengan dua anak perusahaan yakni, SIBL Securities Ltd & SIBL
Investment Ltd. Bank Islam generasi kedua ini memang konsep abad
ke-21 dengan partisipatif model perbankan tiga sektor dalam satu. Di
sektor formal, SIBL bekerja sebagai Bank Umum partisipatif Islam
dengan pendekatan wajah manusiawi untuk kredit dan perbankan bagi
hasil. Bank ini adalah perbankan Non-formal dengan keuangan
informal dan paket kredit yang memberdayakan dan memanusiakan
nyata keluarga miskin dan menciptakan peluang pendapatan daerah
dan menghambat migrasi internal.
40
Company Profile SIBL, www.siblbd.com, diakses pada tanggal 27 mei 2014.
Tabel 3.1 Target Pencapaian Kinerja SIBL 2012-2013
Indicators
Target
2013 Actual- 2013 Actual-2012
Achievement
percentage Growth %
Deposits 10,350.00 9,598.48 8,109.14 92.74% 18.37%
Investments 9,000.00 8,592.23 7,602.50 95.47% 13.02%
Foreign Exchange
Business 17,000.00 13,237.47 12,651.99 77.87% 4.63%
Operating Pro t 415.00 292.43 361.78 70.46% (19.17%)
Sumber: Annual Report SIBL 2013
Tabel 3.1 memperlihatkan pencapaian kinerja SIBL pada
periode 2012-2013 dimana ada 4 indikator pencapaian dalam
menjalankan kinerja lembaga, yaitu simpanan nasabah, investasi,
bisnis valas (valuta asing), keuntungan operasional sebelum pajak.
Pada tahun 2013 dari segi simpanan nasabah (9,598.48) ,
investasi (8,592.23), dan bisnis valas (13,237.47), SIBL mengalami
peningkatan kinerja dimana pencapaian ditahun 2012 sebelumnya
untuk simpanan nasabah (8,109.14), investasi (7,602.50), bisnis valas
(12,651.99). Masing-masing mengalami peningkatan sebesar 92.74%
untuk simpanan nasabah, 95.47% untuk investasi, 77.87% untuk
2013 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dari angka 361.78
turun diangka 292.43.
Walaupun hasil operasional tahun 2013 tidak sampai target,
SIBL percaya bahwa upaya pada tahun 2013 akan memberikan
stimulus untuk bekerja lebih keras di tahun-tahun selanjutnya dan
SIBL terusberproses untuk mengeksplorasi setiap potensi dari setiap
karyawan untuk memaksimalkan pelayanan di masa mendatang.
2. Visi, Misi, dan Nilai
1) Visi
Bekerjasama dalam membangun masyarakat yang lebih baik.41 2) Misi
a. Memberikan dukungan untuk organisasi manfaat sosial dengan
cara memobilisasi dana dan pelayanan sosial.
b. Memberdayakan keluarga miskin yang nyata dan menciptakan
peluang pendapatan daerah.
c. Mempertahankan dan mengoptimalkan sumber daya manusia
yang berkualitas tinggi.
d. Memperkenalkan inovasi produk dan jasa perbankan syariah.
e. Optimalisasi strategi pertumbuhan yang seimbang dan
berkelanjutan.
41
f. Melayani pelanggan dengan cepat, akurat, dan kelas terbaik.42 3) Nilai
a. Kejujuran. Merupakan nilai yang dipegang dalam setiap
layanan.
b. Transparasi. Bersifat transparan dalam setiap transaksi apapun.
c. Efisiensi. Kesempurnaan dalam setiap pekerjaan yang
dilakukan.
d. Akuntabilitas. Selalu bertanggung jawab atas apa yang
dilakukan.
e. Religiusitas. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi yang
berlandaskan nilai Islami.
f. Inovasi. Pikiran dan mata terbuka untuk evolusi dalam kualitas
hidup untuk manfaat lebih lanjut.
g. Fleksibilitas. Mengarahkan kepada pemahaman yang lebih
baik dan kepuasaan yang lebih besar.
h. Keamanan. Setiap pelanggan harus merasa aman dengan
semua produk dan jasa.
i. Teknologi. Terus mencari perkembangan terbaru untuk
memberikan yang terbaik kepada pelanggan.43
42
Annual Report SIBL On Year 2013.
43
3. Struktur Dewan Direksi SIBL
Dalam mengambil sebuah keputusan Bank ini mempunyai
struktur dewan direksi. Setiap direksi mempunyai tugasnya
masing-masing dalam menjalankan SIBL.
Bagan 3.1
Struktur Dewan Direksi SIBL
B. Profil BWI
1. Sejarah Pendirian
Kelahiran Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan
perwujudan amanat yang digariskan dalam UU No. 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf. Kehadiran BWI sebagaimana dijelaskan dalam Pasal
47 adalah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan di
Indonesia. Untuk pertama kali, keanggotaan BWI diangkat oleh
Presiden Republik Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden
(Kepres) No. 75/M Tahun 2007 yang ditetapkan di Jakarta, 13 Juli
2007. BWI adalah lembaga independen untuk mengembangkan
perwakafan di Indonesia yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat
bebas dari penguasa manapun serta bertanggung jawab kepada
masyarakat.44
BWI berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan. Dalam kepengurusan, BWI
terdiri dari atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan,
masing-masing dipimpin oleh satu orang Ketua dan dua Wakil Ketua yang
dipilih dari dan oleh anggota. Badan pelaksana merupakan unsur
44
pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur
pengawas pelaksanaan tugas BWI. Jumlah anggota Badan Wakaf
Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 orang dan paling banyak 30
orang yang berasal dari unsur masyarakat.45
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden. Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf
Indonesia di daerah diangkat dan diberhentikan oleh Badan Wakaf
Indonesia. Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa
jabatan selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali
masa jabatan. Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan
Wakaf Indonesia diusulkan kepada Presiden oleh Menteri Agama.
Pengusulan pengangkatan keanggotaan BWI kepada Presiden
selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.46
2. Visi, Misi, dan Strategi BWI47 a. Visi
Terwujudnya lembaga independen yang dipercaya
masyarakat, mempunyai kemampuan dan integritas untuk
mengembangkan perwakafan nasional dan internasional.
45
Pasal 51-53, Undang-Undang No. 41 Tahun 2004.
46
Pasal 55-57, Undang-Undang No. 41 Tahun 2004.
47
b. Misi
Menjadikan BWI sebagai lembaga profesional yang
mampu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan pemberdayaan masyarakat.
c. Strategi
Adapun strategi untuk merealisasikan Visi dan Misi Badan
Wakaf Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kompetensi dan jaringan BWI secara nasional
dan internasional.
2. Membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan.
3. Meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk
berwakaf.
4. Meningkatkan profesionalitas nazhir dalam pengelolaan dan
pengembangan harta wakaf.
5. Mengkordinir dan membina seluruh nazhir wakaf.
6. Menertibkan administrasi harta benda wakaf.
7. Menghimpun, mengelola, dan mengembangkan harta benda
3. Struktur Lembaga48
Dalam menjalankan sebuah kinerja optimalisasi wakaf uang
maka BWI mempunyai struktur lembaga. Adapun struktur lembaga ini
terdiri dari dewan pertimbangan, badan pelaksana, dan berbagai
divisi pendukung kinerja.
Dewan Pertimbangan
Ketua : Dr. H.M. Anwar Ibrahim
Wakil Ketua : Bahrul Hayat, Ph.D
: Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA
Anggota : Drs. H. Ahmad Djunaidi, MBA
: Dr. Mulya E Siregar
: H. Muhammad Abbas Aula, Lc.MHI
Badan Pelaksana
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Tholhah Hasan
Wakil Ketua I : Mustafa Edwin Nasution, PhD
Wakil Ketua II : Drs. KH. A. Hafizh Utsman
Sekretaris : Drs. Sutami, M.Pd.I
Wakil Sekretaris : H.M. Cholil Nafis, Lc., Ph.D
Bendahara : Prof. Dr. Suparman, MSc
Wakil Bendahara : H.M Mardini
48
Divisi
Pembinaan Nazhir : Dr. KH. Maghfur Usman
: Dr. H. Jafril Khalil
: Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA
Pengelolaan Wakaf : Ir. Suhaji Lestiadi
: Iggi Haruman Ahsien, SE
Hubungan Masyarakat : Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA
: Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS
Kelembagaan : Dr. Wahiddudin Adams, SH. MA
: Drs. Arifin Nurdin, SH
: Mohammad Sholeh Amin, SH
Penelitian : Prof. Dr. Uswatun Hasanah, MA
: Dr. Amelia Fauzia
: H. Abdul Qadir, SH, MA
Kerjasama Luar Negeri : Dr. H. Nursamad Kamba
BAB IV
PERBANDINGAN PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BANGLADESH DAN INDONESIA DALAM BERBAGAI ASPEK
A. Konsep Wakaf Uang 1. Bangladesh
Dalam hal wakaf uang, negara yang sampai saat ini boleh
dikatakan paling berkembang dan maju dalam pengelolaannya adalah
Bangladesh. Di Bangladesh wakaf uang memang telah menuai hasil
yang memuaskan. Melalui dana wakaf, pemerintah Bangladesh
mampu memberdayakan masyarakatnya mandiri secara ekonomi. Hal
tersebut bermula dari pengenalan sertifikat wakaf uang yang
dilakukan oleh M.A Mannan dengan mendirikan sebuah lembaga
bernama Social Islami Bank Ltd (SIBL). Lembaga tersebut berfungsi
untuk menggalang dana dari orang-orang melalui sertifikat wakaf
uang. Lalu dana yang terkumpul dikelola, sedangkan keuntungannya
disalurkan kepada rakyat miskin yang membutuhkan.
SIBL merupakan sebuah model perbankan tiga sektor di luar
perbankan konvensional dan beroperasi secara bersama-sama dengan
tujuan menghapuskan kemiskinan dan memberdayakan keluarga
melalui inventasi sosial berlandaskan sistem ekonomi partisipatif.
Berbagai macam kegiatan bank dilakukan melalui sektor formal, non
formal dan voluntary. Dalam proses pengorganisasian operasi pasar
modal sosial (Social Capital Market)49 pada sektor voluntary,
pengenalan Sertifikat Wakaf Uang merupakan yang pertama kalinya
dalam sejarah perbankan. Sertifikat Wakaf Uang ini dimaksudkan
sebagai instrumen pemberdayaan keluarga kaya dalam memupuk
investasi sosial sekaligus mewujudkan kesejahteraan sosial.
Sebuah riset M. A. Mannan yang berjudul “Structural
Adjusment and Islamic Voluntary Sector with special Reference to
Awqaf in Bangladesh” dan dipublikasikan oleh IDB Jeddah, pada
tahun 1995 menunjukkan bahwa “Wakaf Uang” juga dikenal dalam
Islam. Tata cara ini telah dikenal pada periode Utsmaniyah, dan juga
di Mesir. Meski begitu, penggunaan Wakaf Uang sebagai instrumen
keuangan sungguh merupakan inovasi dalam keuangan publik Islam
(Islamic Social Finance).50
Wakaf Uang membuka peluang yang unik bagi penciptaan
investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial.
Tabungan dari warga yang berpenghasilan tinggi dapat dimanfaatkan
49
Social Capital Market adalah tempat terjadinya transaksi bagi kegiatan amal, dimana seseorang pada tempat tersebut bisa menentukan arah penggunaan dari amal yang diserahkannya. Misalnya, dalam konteks wakaf ini, waqif bisa menentukan penggunaan dana wakaf tersebut sesuai dengan kehendaknya. Misalnya, untuk pembangunan jalan, pembangunan sekolah, pembangunan rumah sakit, dsb.
50
melalui penukaran Sertifikat Wakaf Uang. Sedangkan pendapatan
yang diperoleh dari pengelolaan Wakaf Uang tersebut dapat
dibelanjakan untuk berbagai tujuan yang berbeda seperti pemeliharaan
harta-harta wakaf itu sendiri.
Pada umumnya, aset-aset yang tidak dapat dipindahkan
terutama dalam bentuk tanah merupakan bentuk wakaf benda tak