PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN STABILITAS POLITIK DAN TINGKAT
PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI” telah
diujikan dalam sidang Munaqosyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 20 Juli 2006. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam
(SHI) Program Strata Satu (S1) pada Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi
Siyasah Syar’iyyah.
Jakarta, 20 Juli 2006 Disahkan oleh, Dekan,
Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN
Ketua : Drs. H. Afifi Fauzi Abbas, M.A ( )
NIP. 150 210 421
Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, SH. M.Hum ( )
NIP. 150 274 761
Pembimbing : Drs. H. Anwar Abbas, MM, M.Ag ( )
NIP. 131 273 007
Pembimbing : Asmawi, M.Ag ( )
NIP. 150 282 394
Penguji I : Dr. Ir. H. Murasa Sarkani Putra ( )
NIP. 080 0030 109
Penguji II : Euis Amalia, M.Ag ( )
HUBUNGAN STABILITAS POLITIK DAN TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI
OLEH :
SYAHRUL ROMADHON
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 8
D. Metode Penelitian ... 9
E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II PERSFEKTIF TEORITIS HUBUNGAN STABILITAS POLITIK DAN EKONOMI ... 12
A. Pengertian Stabilitas Politik ... 12
B. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi... 17
1. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi ... 19
C. Hubungan Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi ... 30
BAB III SISTEM POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA ... 35
A. Sekilas Tentang Indonesia ... 35
B. Sistem Politik Indonesia ... 37
C. Sistem Ekonomi Indonesia ... 42
BAB IV HUBUNGAN STABILITAS POLITIK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI ... 49
B. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pada Masa Reformasi ... 54
C. Hubungan Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi pada Masa Reformasi ... 59
BAB V PENUTUP ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran – Saran ... 73
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini masyarakat luas khususnya penduduk yang hidupnya dibawah garis
kemiskinan absolut, sedang bergulat untuk mendapatkan sembako dengan harga
yang murah, air bersih yang makin sulit diperoleh, dan ongkos transportasi yang
makin melambung tinggi. Sementara perpolitikan di negara ini juga makin bengis
sebagai akibat dari kemorosotan perekonomian di Indonesia.
Dalam kondisi yang buruk, kita bisa merasakan bahwa perlu dilakukan
sesuatu yang luar biasa. Apapun bentuk sesuatu yang luar biasa itu, jelas
kebutuhan terbesar saat ini adalah pemikiran yang visioner, yang harus muncul
dari bangsa Indonesia sendiri. Tidaklah pantas mengharapkan atau menganggap
bahwa pikiran-pikiran visioner muncul dari badan dunia seperti Dana Moneter
Internasional (IMF) dan Bank Dunia, ataupun dari berbagai lembaga kajian
strategis di manca negara. Seharusnya Indonesia mempunyai pikiran-pikiran
visioner tersebut.1
Dengan lengser dan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, terdapat
munculnya visi baru untuk Indonesia dalam proses reformasi, yang mana disitu
terdapat beberapa masalah pokok yang harus segera dibenahi dan diperbaiki.
Bisa dipastikan bahwa demokratisasi bukanlah suatu hal yang bisa
ditunda-tunda dengan berbagai alasan seperti perlunya pemerintahan yang kuat,
1
kemapanan ekonomi, mesti dilaksanakannya UUD 1945 dan Pancasila secara
konsekwen, yang semuanya adalah dalih dari kekuasaan untuk melanjutkan
penindasan serta kekerasan politik dan ekonomi yang hanya mempunyai satu
arah, yaitu kelanggengan kekuasaan itu sendiri yang disertai dengan akumulasi
kekayaan yang sangat tinggi.2
Apa yang disebut dengan globalisasi merupakan faktor yang amat penting dan
menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan politik dan ekonomi yang
sekarang sedang kita alami. Dalam hal ini pengamatan sosial dan penglihatan
akan proses politik suka atau tidak suka tak terhindarkan, karena memang sangat
mempengaruhi kondisi ekonomi.
Ilmu politik merupakan salah satu cabang filsafat praktis yang membahas
tentang tujuan, maksud hidup, pola dan lembaga hidup bermasyarakat dipandang
dari segi pembentukan negara. Dengan kata lain ilmu politik juga berhubungan
dengan hukum, negara, sejarah, masyarakat, filsafat, sosiologi, etnologi dan juga
ekonomi.3 Adapun makna dari ekonomi politik dalam penulisan ini adalah konsep
ekonomi untuk memahami masalah-masalah politik, yang dapat digunakan untuk
melihat proses politik atau meletakkan dasar-dasar politik untuk pembangunan
sebagai akibat adanya tuntutan-tuntutan politik yang harus dipenuhi agar
pembangunan ekonomi dapat berlangsung. Dan analisis kebijakan dengan
2
Ibid., h. 12
3
menekan faktor-faktor ekonomi dan politik itu menunjukkan adanya saling
mempengaruhi antara fenomena politik dan ekonomi.4
Sejak Orde Baru terdapat garis pemisah antara ekonomi dan politik.
Pemisahan tersebut didukung oleh pembagian pekerjaan antara ahli ekonomi di
satu pihak dan angkatan bersenjata dipihak lain. Pemisahan antara keduanya telah
pula menimbulkan perkembangan intelektual yang kurang jujur dikalangan ahli
ekonomi. Namun dalam perkembangannya semakin santer terdengar seruan agar
diperhatikan juga faktor-faktor non-ekonomis, termasuk juga dalam hal ini adalah
faktor politik
Pada tahun 1974, setelah peristiwa Malari (bulan Januari) Indonesia
memperdebatkan tentang perlunya diperhatikan “faktor-faktor non-ekonomis”.
Perdebatan itu sesungguhnya sudah sejak 1968, pada waktu pertama kalinya
dalam sejarah Orde Baru yang membicarakan masalah korupsi di Indonesia.
Secara beruntun media massa dan dunia akademis gencar membahas akibat-akibat
non-ekonomis dari kebijaksanaan ekonomi terbuka yang dinilai pada tahun
1966-1967. Krisis Pertamina, Bulog, Palapa dan yang lainnya menandakan bahwa
masalah ini hangat dibicarakan sepanjang tahun 1970-an. Akhirnya, menjelang
tahun 1980 Presiden Soeharto menyampaikan amanat agar dalam tahun-tahun
mendatang bangsa Indonesia melaksanakan lebih sungguh-sungguh “demokrasi
ekonomi” dan “demokrasi politik”.5 Oleh karena itu secara sadar memang telah
4
Ibid., h. 174
5
ditanamkan pemisahan antara “dunia ekonomi” dan “dunia politik”.
Sesungguhnya pemisahan itu merupakan bagian dari reaksi terhadap permainan
politik yang berlebihan pada masa Orde Lama.
Sedikitnya ada dua alasan untuk membuktikan bahwa bagaimanapun juga
pembangunan ekonomi pada hakikatnya bergantung dan ditentukan oleh struktur
dan proses politik yang ada. Pertama paham bahwa politik adalah panglima
(dilontarkan oleh para ahli Antropologi yang mengutamakan prinsip
kesinambungan budaya, cultural continuity). Dalam masyarakat yang sedang
berkembang, pertukaran barang dan jasa dilakukan pertama-tama atas dasar
hubungan kekuasaan. Sebab dunia politik yang menentukan stratifikasi sosial.
Kegiatan ekonomi diarahkan untuk meraih kekuasan dan membina kewenangan
politik. Sekalipun kegiatan perekonomian modern menembus dan merombak
struktur masyarakat, tekanan yang diberikan kepada kewenangan politik
mempengaruhi konsep-konsep perencanaan modern dibidang ekonomi.6
Kedua bahwa politik adalah panglima terbukti pula dari kebutuhan-kebutuhan
situasional (situational necessity). Perencanaan pembangunan dan intervensi
pemerintah di negara-negara yang sedang berkembang amat dipengaruhi oleh
nilai-nilai nasionalisme. Nilai-nilai tersebut ingin memberi isi pada makna
“kedaulatan rakyat” di bidang ekonomi.7
Jika mencermati dan memperhatikan situasi perekonomian Indonesia
akhir-akhir ini, dapat dilihat secara umum bahwa tingkat ketidak-pastian (rate of
6
Ibid., h. 208
7
uncertainty) ekonomi Indonesia yang masih sangat tinggi. Walaupun beberapa
indikator ekonomi seperti ekspor, transaksi berjalan, inflasi, perkembangan
konsumsi, dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka yang
menggembirakan, namun tidak ada yang berani menjamin bahwa
indikator-indikator tersebut akan terus berlanjut.8
Dengan situasi dan kondisi yang seperti ini, beberapa indikator positif dalam
perekonomian tersebut dapat dipastikan akan terganggu ketika pecah konflik
frontal, diantara elit politik yang mengimbas arus bawah ke pendukungnya, yang
pada akhirnya mengancam stabilitas keamanan yang sejak beberapa waktu
belakangan ini menunjukkan ketidakberdayaan otoritas keamanan hukum dalam
upaya mencegah dan menanggulanginya.
Adanya “statement war” diantara elit politik dan diikuti oleh penggunaan
“hak-hak politik” anggota legislatif dengan target tertentu, telah membuat nilai
tukar rupiah dan indeks harga saham dipasar modal Indonesia, yang merupakan
salah satu variabel menentukan dalam perekonomian terus melemah dan
merosot.9
Namun dengan adanya faktor non-ekonomi yang menyebabkan buruknya
perekonomian saat ini tidak sepenuhnya dijadikan alasan untuk
mengkambing-hitamkan aspek politik, hukum dan keamanan saja atas buruknya beberapa kinerja
ekonomi kita. Dalam perspektif jangka pendek dan hanya melihat fluktuasi
8
Edy Suandi Hamid, Sistem Ekonomi, Utang Luar Negeri, dan Isyu-Isyu Ekonomi Politik Indonesia, (Yogyakarta: Ekonesia FEUI, 2001), h. 2
9
ekonomi yang terjadi sekarang memang tidak bisa dihindari bahwa variabel
politik sangat dominan mempengaruhi perekonomian saat ini. Dan jika dilihat
secara stuktural dan dari indikator yang ada dalam struktur bisnis dan ekonomi di
Indonesia, maka telihat jelas bahwa secara struktural dalam perekonomian kita
sangat lemah. Maka dari itu tidak benar jika faktor ketidak-nyamanan politik
hukum ataupun keamanan dijadikan pelindung untuk menutupi penyebab krisis
ekonomi yang melanda bangsa indonesia.
Ditengah krisis ekonomi dan keterbukaan politik saat ini menjadi terlihat
semakin jelas berbagai kekacauan dalam perekonomian nasional. Dalam situasi
seperti ini sebenarnya merupakan momentum yang tepat untuk melakukan
reformasi yang menyeluruh dalam perekonomian nasional, reformasi dari sisi
ekonomi pada hakikatnya adalah upaya mengoptimalkan produktifitas semua
produksi yang ada. Reformasi ini termasuk dalam lembaga-lembaga ekonomi
yang ada di Indonesia saat ini sangat buruk kinerjanya, seperti BUMN yang
didukung dengan berbagai fasilitas ternyata malah mengalami kerugian. Lembaga
swasta yang merajai perekonomiannya ternyata hanya semu perkembangannya,
dan banyak mengandalkan fasilitas negara.
Masalah internal yang pernah mencuat adalah kaitannya dengan signal
kembali maraknya praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam
pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid. Upaya-upaya pemerintah untuk
melaksanakan Reformasi ekonomi dan pemberantasan KKN kini kembali
government dan good government kini kembali mencuat, yang berarti mengurangi
kredibilitas pemerintah yang lahir pada masa reformasi.10
Dari persoalan struktur ekonomi yang tidak juga stabil, solusi tidak hanya
didapat dengan menstimulasi faktor-faktor teknis perekonomian semata, tetapi
harus dilakukan secara bersama-sama dengan perbaikan struktur politik dan
kekuasaan. Dengan itu maka penulis memandang perlu untuk mengulas lebih jauh
dan meneliti seakurat mungkin berkenaan dengan kesetabilan politik dan
ekonomi, dalam sebuah skripsi yang berjudul "Hubungan Stabilitas Politik dan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Pada Masa Reformasi". Dan diharapkan dapat memberikan gambaran secara luas hubungan ekonomi dan
politik dalam pembentukan suatu negara khususnya Indonesia, didukung dengan
data-data yang akurat.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, penulis akan membatasi kajian
skripsi ini pada hubungan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia pada masa Reformasi atau pada Mei 1998 – September 1999.
Maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan kedalam
beberapa pertanyaan :
1. Bagaimanakah gambaran teoritis tentang hubungan stabilitas politik dan
pertumbuhan ekonomi?
2. Bagaimanakah gambaran sistem politik dan ekonomi di Indonesia ?
10
3. Bagaimanakah hubungan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi pada
masa reformasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis berharap akan mendapatkan beberapa
jawaban dari paparan diatas tentang beberapa pertanyaan dengan
rumusan-rumusan sebagi berikut :
1. Memperoleh gambaran teoritis tentang hubungan stabilitas politik dan
pertumbuhan ekonomi
2. Mengetahui gambaran sistem politik dan ekonomi di Indonesia
3. Memperoleh gambaran tentang jalinan hubungan stabilitas politik dan
pertumbuhan ekonomi pada masa reformasi
Adapun manfa’at dari penelitian ini adalah :
Pertama, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
bagi para peminat studi politik dan ekonomi yang ingin mengkaji lebih jauh
tentang kajian politik dan ekonomi. Kedua, penulis berusaha agar penelitian ini
dapat diterima secara akademis oleh mahasiswa sendiri, untuk kemudian dapat
menjadi bahan penelitian lebih lanjut bagi akademisi dan dapat diterima oleh
masyarakat luas demi kepentingan bersama.
D. Metode Penelitian
Jenis penelitian pada penulisan skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu :
mengkaji data-data dan literatur-literatur yang berkaitan dengan judul yang
Dan dari segi tujuan, penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis,
yang bertujuan menggambarkan keadaan atau fakta sementara dengan
memaparkan hasil-hasil penelitian yang bersumber dari data-data yang ada.
Untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini,
penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1. Sumber Data
Adapun penulisan skripsi ini menggunakan sumber data sekunder, jadi
pengambilan data yang dilakukan ialah dengan cara mengumpulkan berbagai
literatur serta mempergunakan bahan-bahan dokumen, dengan mengambil
sumber-sumber yang relevan dan sesuai dengan pokok-pokok permasalahan,
yaitu seperti buku-buku, artikel, jurnal, dan majalah yang berkaitan erat
dengan materi skripsi ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik studi
dokumenter : yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku, dan sumber
lain yang relevan dan sesuai dengan sumber di atas. Yang lebih difokuskan
terhadap hubungan stabilitas politik dan ekonomi di Indonesia pada masa
Reformasi, penulis juga mengumpulkan data-data dari dokumen-dokumen
yang memuat tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah di atas.
3. Analisis Data
Tehnik analisis yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teknik
penguraian data melalui kategorisasi, perbandingan dan pencarian sebab
akibat (Asimetrik) baik menggunakan analisis induktif (usaha penemuan
jawaban dengan menganalisa berbagai data untuk diambil kesimpulan),
maupun metode analisa deduktif (berangkat dari ungkapan umum kemudian
dihubungkan dengan pertanyaan yang lebih sempit), dan selanjutnya dicari
dan ditetapkan permasalahannya.
Adapun untuk mempermudah dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis
mengacu pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2005.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi pembahasan kedalam lima bab,
masing-masing bab mempunyai spesifikasi pembahasan mengenai topik-topik
dengan sistematika berikut:
Bab I, merupakan Pendahuluan yang menggambarkan secara umum latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode
penelitian dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.
Bab Kedua membahas tentang Persfektif Teoritis Hubungan Stabilitas Politik
dan Pertumbuhan Ekonomi meliputi : pengertian Stabilitas Politik dan pengertian
Pertumbuhan Ekonomi dan hubungan stabilitas politik dan pertumbuhan
Bab III membahas tentang Sistem Politik dan Ekonomi Indonesia meliputi :
sekilas tentang Indonesia, sistem politik ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru
dan sistem politik dan ekonomi Indonesia pada masa Reformasi
Bab IV membahas tentang Hubungan Stabilitas Politik dan Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia pada Masa Reformasi meliputi : Stabilitas Politik Indonesia
Pada Masa Reformasi, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pada Masa Reformasi
dan Hubungan Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi
Bab V, merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan keseluruhan
BAB II
PERSPEKTIF TEORITIS HUBUNGAN STABILITAS POLITIK DAN
PERTUMBUHAN EKONOMI
A. Pengertian Stabilitas Politik
Stabilitas adalah suatu kondisi dari sebuah sistem yang komponennya
cenderung ke dalam, atau kembali kepada suatu hubungan yang sudah mantap.
Stabilitas sama dengan tiadanya perubahan yang mendasar atau kacau di dalam
suatu sistem politik, atau perubahan yang terjadi pada batas-batas yang telah
disepakati atau telah ditentukan.11
11
Sedangkan kata politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani/Latin
yaitu politicus dan politicos ‘relating to citizen’.12 Politik juga berasal dari kata
polis (Negara Kota). Dari kata ini muncul beberapa kata seperti polities (Negara
Kota), politikos (Kewarganegaraan), politike tehne (Kemahiran Politik), politike
episteme (Ilmu Politik). secara terminoligis banyak para ahli yang memberi arti
politik dalam bahasa yang berbeda, sehingga ada banyak arti yang melekat pada
kata politik, seperti power (Kekuasaan), Justice (Keadilan), order (Tatanan
Masyarakat). Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut dalam pemahaman arti
politik bisa ditinjau dari dua segi. Pertama kepentingan umum. Kedua kebijakan.
Segi pertama politik mengandung pengertian media individu atau kelompok
untuk melakukan segala macam aktifitas, yang masing-masing individu atau
kelompok memiliki kepentingan sendiri dan ide sendiri. Sedangkan politik dari
sudut pandang kedua mengandung pengertian penggunaan
pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin bisa dilaksanakannya satu
usaha, cita-cita keinginan bersama dan bukan kepentingan individu, perorangan
atau kelompok.
Politik kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia dengan tiga arti yaitu :
“Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya) mengenai
pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain, tipu muslihat atau kelicikan
12
dan juga dipergunakan sebagai nama suatu disiplin ilmu pengetahuan yaitu ilmu
politik.”13
Menurut Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, politik adalah hal-hal yang
berhubungan dengan pemerintahan, lembaga-lembaga dan proses-proses politik,
kelompok-kelompok kepentingan (pressure groups), hubungan-hubungan
internasional dan tata pemerintahan yang semuanya merupakan kegiatan
perorangan atau kelompok, dalam kaitan hubungan kemanusiaan secara
mendasar.14
Politik atau (politics) dapat diartikan juga sebagai kegiatan manusia yang
berkenaan dengan pengambilan pelaksanaan keputusan-keputusan. Politik juga
mengandung makna kegiatan atau proses ‘sistem politik’ secara tidak langsung
menunjukkan eksistensi tatanan atau pola-pola hubungan. Politik biasanya
disamakan dengan penggunaan pengaruh, perjuangan kekuasaan, dan persaingan
diantara individu dan kelompok sosial seperti pengambilan keputusan, pencarian
kekuasaan, pengalokasian nilai, cakupan tujuan, pengendalian sosial, dan kegiatan
yang menggunakan pengaruh. Tetapi dalam banyak percakapan dan pembicaraan,
politik lebih mengacu dalam kebijakan-kebijakan umum dan alokasi.
Dari berbagai definisi yang ada ditemukan dua kecenderungan pendefinisian
politik, pertama : pandangan yang mengaitkan politik dengan negara, kedua:
pandangan yang mengaitkan dengan kekuasaan, otoritas, atau dengan konflik.
13
Abd. Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’an, Disertasi, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2000), h. 45, t.d
14
Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nasional (LPKN), Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,
Perbedaan kecenderungan ini erat kaitannya dengan pendekatan yang
dipergunakan, yaitu pendekatan tradisional, pendekatan institusional, dan
pendekatan prilaku. Pendekatan tradisional meliputi beberapa pendekatan,
misalnya menekankan pembahasannya pada perkembangan partai-partai politik,
perkembangan hubungan politik dengan luar negeri, dan pendekatan legalistik
yang menekankan pembahasannya pada konstitusi dan perundang-undangan
sebuah negara, dan pada pendekatan institusional yang mendekatkan
pembahasannya pada masalah-masalah institusi politik seperti lembaga eksekutif,
legislatif maupun yudikatif. Sedangkan pendekatan prilaku menekankan
perhatiannya pada prilaku aktor politik, kegiatan ini terdapat disekitar institusi
politik yang dimanifestasikan oleh aktor-aktor politik seperti tokoh-tokoh
pemerintahan dan wakil-wakil rakyat.15
Meskipun para pemikir dan ilmuan politik tidak memiliki kesepahaman dan
kesepakatan mengenai definisi politik namun, unsur-unsur seperti lembaga yang
menjalankan aktivitas pemerintah, dan masyarakat sebagai pihak yang
berkepentingan, kebijaksanaan dan hukum-hukum yang menjadi sarana
pengaturan masyarakat, dapat ditemukan secara parsial ataupun implisit dalam
definisi yang mereka kemukakan.16
Pada dasarnya politik adalah power (kekuasaan). Proses politik adalah
rentetan peristiwa yang hubungannya satu sama lain didasarkan atas kekuasaan,
15
Op.Cit., h. 25-26
16
dimana politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau
masalah-masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan.17
Stabilitas politik dapat dipahami sebagai kondisi dimana tidak ada timbulnya
perubahan mendasar atau apa yang revolusioner dalam sistem politik
(pemerintah), atau perubahan yang terjadi pada batas-batas yang telah
ditentukan.18
Menurut Harold Crouch, stabilitas politik di tandai dengan dua hal, Pertama,
adanya pemerintahan yang stabil dalam arti dapat memerintah bertahun-tahun
atau dapat menjalankan programnya sesuai dengan batas-batas yang telah
ditentukan. Kedua, sistem pemerintahan stabil, dalam arti sistem tersebut mampu
menerima perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dengan tidak
merubah sistem pemerintahan yang ada.19
Sedangkan menurut Arbi Sanit, secara teoritis Stabilitas politik ditentukan
oleh tiga variabel yang saling berkaitan, yaitu perkembangan ekonomi yang
memadai, perkembangan pelembagaan baik struktur maupun proses politik dan
partisipasi politik. Perkembangan ekonomi meliputi adanya tingkat pertumbuhan
yang cukup dalam masyarakat. Sedangkan pelembagaan politik mengarah pada
pengertian tidak timbulnya konflik antara kekuatan-keuatan politik. Dan
17
F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, (Bandung : Bina Cipta, 1986), cet. VII, h. 42
18
Jack A. Plano, Kamus Analisa Politik, terj. : Edi S. Siregar, Jakarta : Rajawali Press, 1985. hal 49.
19
partisipasi politik lebih mengacu pada konsep partisipasi menurut pola
pemerintahan dalam mana bentuk partisipasi lebih bersifat ‘mobilized’. 20
Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan stabilitas politik
adalah : Pola sikap dan tingkah laku segenap komponen sistem politik yang
membangun kelestarian susunan struktur dan hubungan kekuasaan sehingga
menjamin efektivitas pemerintahan.21
Diagram 2.1
Variabel Stabilitas Politik
B. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan adalah perubahan atau pertambahan secara alami dalam ukuran
organisme, hidup dalam perjalanan peralihan masa atau waktu.22 Kata ekonomi
diambil dari bahasa Yunani Kuno (Greek), yang maknanya adalah mengatur
urusan rumah tangga, dimana anggota keluarga yang mampu ikut terlibat dalam
menghasilkan barang-barang berharga dan membantu memberikan jasa, lalu
seluruh anggota keluarga yang ada turut menikmati apa yang mereka peroleh,
20
Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia; Kestabilan Peta Kekuatan Politik dan Pembangunan, Jakarta : Rajawali Press, 1982. hal 2.
21
Arbi Sanit, Ormas Dan Politik, (Jakarta : LSIP, 1995), cet. I, h. 57
22
Sudarsono, Kamus Filsafat dn Psikologi, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993), Cet. I, h. 50
Pemb. Ekonomi
kemudian populasinya semakin banyak dalam rumah-rumah lalu menjadi suatu
kelompok (Community) yang diperintah oleh suatu negara.23
Sedangkan kata ekonomi berasal dari bahasa yunani yaitu oikos dan nomos
yang berarti aturan-aturan dalam rumah tangga.24 Pada dasarnya ia menerangkan
tentang prinsip-prinsip yang ada dalam menggunakan pendapatan rumah tangga
sehingga dapat menciptakan kepuasan yang maksimum dalam rumah tangga.
Dalam hal ini kata rumah tangga dapat dipahami sebagai suatu kesatuan mikro
maupun makro. Mikro berarti suatu kesatuan yang terkecil dalam hal ini berarti
rumah tangga itu sendiri yang lazimnya terdiri dari ayah, ibu dan anak.
Sedangkan makro berarti kesatuan yang besar atau lebih besar dan terkadang
diidentikkan dengan suatu negara.
Sedangkan secara definitif Adam Smith mendefinisikan ekonomi sebagai
“ilmu kekayaan” atau ilmu yang khusus mempelajari sarana-sarana kekayaan
suatu bangsa dengan memusatkan perhatian secara khusus terhadap sebab-sebab
material dari kemakmuran, seperti hasil-hasil industri pertanian dan lain
sebagainya.25
Prof. P.A. Samuelson salah seorang ahli ekonomi yang terkemuka di dunia –
penerima hadiah Nobel untuk ilmu ekonomi pada tahun 1970-an memberikan
definisi yang lebih komprehensif tentang ekonomi sebagai suatu studi mengenai
23
Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi; Alternatif Persfektif Islam, (Terj.),
Maqhfur Wachid, (Surabaya : Risalah Gusti, 19196), Cet. II, h. 47
24
Sadono sakiro, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta : UI Press, 1985), Cet. I, h. 23
25
individu dan masyarakat dalam membuat pilihan dengan atau tanpa menggunakan
uang, dengan menggunakan sumber-sumber data yang terbatas tetapi dapat
digunakan dalam berbagai cara untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan
jasa dan mendistribusikannya untuk kepentingan konsumsi, sekarang dan dimasa
yang akan datang, kepada berbagai individu dan golongan masyarakat.26
Dengan demikian jika melihat kedua pengertian di atas, maka yang dimaksud
dengan pertumbuhan ekonomi adalah : meningkatnya pendapatan perkapita
masyarakat, yaitu tingkat pertambahan PDB pada suatu tahun tertentu melebihi
tingkat pertambahan penduduknya, dan berkurangnya tingkat pengangguran dan
kemiskinan, dan tercapainya keseimbangan antara bidang pertanian dan industri
serta terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, seperti sandang, pangan, papan
(pakaian, makanan dan perumahan).27
Sedangkan menurut Prof. Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah :
kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk
menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya.28
Sebagian para ahli ekonomi biasanya membedakan tentang pengertian
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di definisikan
sebagai kenaikan PDB riil, diartikan sebagai kenaikan PDB tanpa memandang
kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk.
26
Sadono Sakiro, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. II, h. 10
27
Kansil, Hidup Berbangsa dan Bernegara (Jakarta : Erlangga, 1999), Cet. III, h. 208
28
Sedangkan pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu
proses yang menyebabkan pendapat perkapita penduduk meningkat dalam jangka
panjang. Berdasarkan masing-masing definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pembangunan ekonomi akan diikuti oleh pertumbuhan ekonomi. Dan sebagian
para ahli ekonomi membedakan kedua pengertian tersebut sebagai berikut :29
Pembangunan Ekonomi
a. Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat, yaitu tingkat pertambahan
PDB pada suatu tahun tertentu melebihi tingkat pertumbuhan penduduknya.
b. Perkembangan PDB yang berlaku dalam suatu masyarakat diikuti oleh
perubahan dan modernisasi untuk struktur ekonomi yang pada umumnya
masih bercorak tradisional.
Pertumbuhan Ekonomi
a. Kenaikan PDB, tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih
kecil dari tingkat pertumbuhan penduduknya.
b. Perubahan menaik pada tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke
tahun. Misalnya, terjadi penambahan jumlah pasar, prasarana transportasi,
waduk, dan saluran irigasi.
Pada umumnya, para ahli ekonomi memberikan pengertian yang sama pada ke
dua istilah tersebut. Mereka mengartikan pembangunan dan pertumbuhan sebagai
kenaikan dalam PDB. Pembangunan yang lebih umum dari istilah pertumbuhan
ekonomi, biasanya untuk menyatakan perkembangan ekonomi di Negara maju,
29
sedangkan istilah pembangunan ekonomi digunakan untuk menyatakan
perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang.30
Adapun pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Soemitro Djojohadikusumo 31
adalah : salah satu bagian dari proses pembangunan ekonomi, kalau pada
pertumbuhan ekonomi hanya terkandung pengertian adanya proses peningkatan
produksi dan pendapatan masyarakat, maka dalam pembangunan ekonomi terjadi
proses kualitatif atau terjadi proses transformasi yang ditandai oleh proses
perubahan struktural. Tiga hal yang terjadi dalam proses transformasi tersebut : a.
Peralihan Kegiatan di Sektor Primer, b. Terjadi pergeseran dalam kesempatan
untuk kerja, dan c. Perubahan pada pola serta arah perdagangan dan pembayaran
luar negeri.
Sedangkan beberapa faktor atau komponen utama pertumbuhan ekonomi dari
setiap Negara32 :
a. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
di tanamkan pada tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia.
b. Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya dengan sendirinya
membawa pertumbuhan angkatan kerja.
c. Kemajuan teknologi.
30
Ibid., h. 153-154
31
Sumitro Djojohadikusumo, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar-dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. (Jakarta : LP3ES, 1994) hal. 1-3 dan 91-92
32
C. Hubungan Stabilitas Politik Dan Pertumbuhan Ekonomi
Pada masa silam, ilmu politik dan ilmu ekonomi merupakan suatu bidang
ilmu tersendiri, yang dikenal dengan ekonomi politik, yaitu pemikiran dan analisa
kebijaksanaan yang hendak digunakan untuk memajukan kekuatan dan
kesejahteraan Negara Inggris dalam menghadapi saingan-saingannya, seperti
Portugis, Spanyol, Prancis, Jerman, dan sebagainya, pada abad XVIII dan XIX.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan pada umumnya, ilmu tersebt
kemudian memisahkan diri menjadi dua lapangan yang mengkhususkanperhatian
terhadap tingkah laku manusia yang berbeda-beda: ilmu politik (political science)
dan ilmu ekonomi (economics).
Ilmu ekonomi modern dewasa ini sudah menjadi salah satu cabang ilmu sosial
yang memiliki teori, rung lingkup serta metodologi yang relatif ketat dan
terperinci. Oleh karena sifat-sifatnya yang relative ketat ini ilmu ekonomi
termasuk ilmu sosial yang sering digunakan untuk menyusun
perhitungan-perhitungan kemuka. Para sarjana ekonomi dikatakan sepakat akan penggunaan
istilah-istilah serta pengertian-pengertian dasar yang diperlukan untuk mencapai
keseragaman analisa, hal mana memudahkan mereka bertukar pikiran tentang
tujuan umum ilmu ekonomi, yaitu usaha manusia mengembangkan serta membagi
sumber-sumber yang langka untuk kelangsungan hidup mereka.
Pemikiran yang berpangkal tolak pada faktor kelangkaan menyebabkan ilmu
ekonomi berorientasi kuat terhadap kebijaksanaan yang rasionil, khususnya
penentuan hubungan antara tujuan dan cara mencapai tujuan yang telah
planning orientied, pengaruh mana meluas pada ilmu politik sebagaimana
pengertian pembangunan ekonomi telah mempengaruhi pengertian pembagunan
politik. Oleh karena pilihan-pilihan tentang kebijaksanaan yang harus ditampung
seringkali terbatas adanya, maka ilmu ekonomi dikenal juga dengan istilah choice
oriented, hal mana telah berpengaruh pada pengkhususan penelitian mengenai
decision making dalam ilmu politik modern. Akhirnya pemikiran yang
berpangkal tolak pada faktor kelangkaan telah memaksa ilmu ekonomi untuk
lebih banyak berikhtiar kearah ramalan berdasarkan pada hitungan yang seksama,
sehingga ilmu ekonomi modern jarang sekali bersifat spekulatif. Ikhtiar
menyusun ramalan ini berpengaruh pada swebagian sarjana ilmu politik untuk
mendasarkan teori dan metodologinya pada suatu pendekatan yang lebih ilmiah,
yang terkenal dengan pendekatan tingkah laku.
Dalam mengajukan kebijaksanaan atau siasat ekonomi tertentu, seorang
sarjana ekonomi dapat bertanya kepada seorang sarjana ilmu politik tentang
politik manakah kiranya yang paling baik disusun guna mencapai tujuan ekonomi
tertentu. Dalam mengajukan kebijaksanaan untuk memperbesar produksi
nasional, misalnya, sarjana ilmu politik dapat ditanya tentang cara-cara
menghalaukan atau mengurangi hambatan-hambatan politis yang mengganggu
usaha-usaha kearah tujuan itu; pembangunan lima tahun di Indonesia sebaiknya
memperhitungkan pula perkembangan sosial dan politik yang mungkin terjadi
akibat pergeseran-pergeseran ekonomis yang timbil dari berhasil dan gagalnya
kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu. Sebaliknya seorang sarjana ilmu politik
ekonomis yang harus dipenuhi guna memperoleh tujuan-tujuan politis tertentu,
khususnya yang menyangkut pembinaan kehidupan demokrasi.
Kerjasama antara ilmu politik dan ilmu ekonomi makin dibituhkan untuk
menganalisa siasat-siasat pembangunan nasional. Seorang sarjana ilmu politik
tidak dapat lagi mengabaikan pengaruh dan peranan perdagangan luar negeri,
bantuan luar negeri serta hubungan ekonomi luar negeri pada umumnya terhadap
usaha-usaha pembangunan dalam negeri.33
Untuk lebih memperjelas paling tidak terdapat tiga teori yang kiranya dapat
menjelaskan mengenai hubungan politik dan ekonomi 34:
1. Asimetry
Ekonomi Politik mencoba menjelaskan tentang ketidakseimbangan atau
ketimpangan yang terjadi antara bangsa-bangsa dan masyarakat dan juga
penempatan pola-pola yang menjaga atau memelihara atau mengubah
ketimpangan ini.
2. Interplay
Ekonomi politik mencoba menjelaskan tentang saling
pengaruh-mempengaruhi antara ekonomi dan politik. Model ini menganggap bidang
politik dan bidang ekonomi sebagai sesuatu yang secara fungsional dapat
dibedakan, tetapi mempunyai pengaruh resiprokal.
3. Deterministik
33
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama), Cet IXX, hal. 23
34
Ekonomi Politik mencoba menjelaskan tentang bagaimana politik
menentukan aspek-aspek ekonomi dan bagaimana institusi-institusi ekonomi
menentukan proses-proses politik. Model ini memberikan gambaran yang
pasti mengenai permasalahan yang ada serta menunjukan dengan jelas apa
BAB III
SISTEM POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA
A. Sekilas Tentang Indonesia
Republik Indonesia ialah negara kepulauan dengan panjang 5.120 km terbesar
di dunia yang terletak di Asia Tenggara, melintang di Khatulistiwa antara benua
Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Karena
letaknya yang berada di antara dua benua, dan dua samudra, ia disebut juga
sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). 35
Negara yang baru merdeka dari penjajahan pada tahun 1945, di bawah Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta Indonesia sebagai proklamator kemerdekaan.
Belanda sebagai salah satu negara yang menjajah Indonesia baru menerima
hak Indonesia untuk merdeka pada 27 Desember 1949 setelah mendapat tekanan
yang kuat dari kalangan internasional, terutamanya Amerika Serikat. Soekarno
menjadi presiden pertama Indonesia dengan Mohammad Hatta sebagai wakil
presiden.
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pemerintah Soekarno mulai mengikuti
gerakan non-blok pada awalnya dan kemudian dengan blok sosialis, misalnya
Tiongkok dan Yugoslavia. Tahun 1960-an menjadi saksi terjadinya konfrontasi
militer terhadap negara tetangga, Malaysia ("Konfrontasi"), dan ketidak puasan
terhadap kesulitan ekonomi yang semakin besar. Selanjutnya pada tahun 1965
35
timbullah pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)
yang berniat mengganti ideologi nasional berdasarkan paham Sosialis Komunis.
Jenderal Soeharto menjadi presiden pada tahun 1967 dengan alasan untuk
mengamankan negara dari ancaman komunisme terhadap Soekarno yang kini
sendiri makin melemah. Setelah Soeharto berkuasa, ratusan ribu warga Indonesia
yang dicurigai terlibat pihak komunis dibunuh dan keluarganya diusir ke luar
negeri. 32 tahun masa kekuasaan Soeharto dinamakan Orde Baru, dibandingkan
dengan masa pemerintahan Soekarno yang disebut Orde Lama.
Soeharto berhasil mendatangkan investasi luar negeri yang besar untuk masuk
ke Indonesia dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar, meski tidak
merata, di Indonesia. Pada awal rezim Orde Baru kebijakan ekomomi Indonesia
disusun oleh sekelompok ekonom-ekonom lulusan departemen ekonomi
University of California at Berkeley, yang dipanggil "Mafia Berkeley". Namun,
Soeharto menambah kekayaannya dan keluarganya melalui praktik korupsi,
kolusi dan nepotisme yang meluas dan dia akhirnya dipaksa turun dari jabatannya
setelah aksi demonstrasi besar-besaran dan kondisi ekonomi negara yang
memburuk pada tahun 1998.
Dari 1998 hingga 2001, Indonesia mempunyai tiga Presiden: Bacharuddin
Jusuf (BJ) Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri. Pada tahun
2004 pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan dimenangkan oleh Susilo
Bambang Yudhoyono.
Indonesia kini sedang mengalami masalah-masalah ekonomi, politik dan
berusaha untuk mendapatkan kemerdekaan, yaitu Aceh dan Papua. Timor Timur
mendapatkan kemerdekaan pada tahun 2002 setelah 24 tahun dikuasai Indonesia
dan 3 tahun di bawah administrasi PBB.
B. Sistem Politik Indonesia
Istilah sistem politik, pertama kali dikemukakan oleh David Easton dalam
bukunya The Political Sistem, seperti dinyatakan, setiap negara dengan
dipengaruhi oleh latar belakangya sendiri-sendiri, telah menerapkan sistem politik
yang berbeda-beda. Hal yang sama juga berlaku bagi sistem pemerintahan; yang
dibandingkan dengan sistem politik pada hakekatnya mempunyai ruang lingkup
yang lebih sempit dan seringkali diakui sebagai subsistem dari sistem politik itu
sendiri.36
Secara umum, sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang di dalamnya
melibatkan, elemen-elemen, bagian-bagian yang terikat dalam satu unit yang satu
sama lain berbeda dalam keadaan kait mengait dan fungsional. Diantara berbagai
elemen, ataupun bagian tersebut harus mempunyai sifat keterikatan dan
kohesivitas sehingga bentuk totalitas unit tersebut terjaga. Sifat keterikatan dalam
sistem tersebut bisa di katakan mutlak. Dengan kata lain, sebagai unit kesatuan
maka setiap unsur ataupun bagian haruslah bekerja sebagaimana mestinya.
Sebagai satu kesatuan, maka jika satu unsur tidak berfungsi, sistem tersebut
mengalami kesulitan untuk bisa bekerja sesuai dengan fungsinya.
36
Dalam membicarakan sistem politik, seseorang dengan tanpa disadari
terperosok untuk membicarakan salah satu bidang yang sangat dekat dengan
sistem politik, yaitu sistem pemerintahan. Seringkali antara keduanya dikaburkan
atau diidentikan. Kendatipun sulit untuk memisahkan antara keduanya, yang jelas
ruang lingkup sistem pemerintahan jauh lebih sempit dibandingkan sistem politik,
bahkan sebagaimana dikatakan di atas, bahwa sistem pemerintahan merupakan
sub sistem dari sistem politik.37
Dari paparan di atas, barang kali sudah dapat satu pengertian umum, bahwa
yang dimaksud dengan sistem politik adalah suatu mekanisme seperangkat fungsi
atau peranan dalam struktur politik dalam hubungannya satu sama lain yang
menunjukan suatu proses yang ajeg, yang mengandung dimensi waktu, yaitu
masa lampau, kini, dan mendatang. Bisa ditambahkan di sini, bahwa yang disebut
proses dalam ilmu politik biasanya dipersepsikan sebagai segenap faktor
sosio-politis yang mempengaruhi dan memberi corak pada negara dan pemerintah.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa yang menjadi titik berat suatu sistem
politik adalah dalam aspek dinamikanya, dimana dinamika poltik disandarkan
pada negara dalam keadaannya yang bergerak sebagai suatu lembaga atau asosiasi
yang mempengaruhi kehidupan politik. Selain dari itu aspek dinamika inipun
melihat adanya pengaruh kekuatan-kekuatan sosio-politik dan ekonomi yang
domoninan dalam kehidupan politik masyarakat.
37
Lebih dari tiga dasawarsa sejak proklamasi kemerdekaan-nya, Indonesia telah
menerapkan suatu tata kehidupan politik dalam satu kerangka demokrasi. Namun
demikian selama lebih dari tiga dasawarsa pula Indonesia telah berulang kali
menyelenggrakan dan menjalankan sistem politik yang bervariasai. Bervariasinya
sistem poltik tersebut, berpokok pangkal pada perbedaan wawasan tentang
bagaimana sistem politik demokrasi itu disusun sehingga mampu menciptakan
kepemimpinan dan pemerintahan yang cukup tangguh untuk melaksanakan
pembangunan dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya praktek
diktatorial.38
Tinjauan kesejarahan terhadap penyelenggaraan demokrasi berdasar pada
politik yang berlaku di Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
menunjukan adanya tiga model pelaksanaan yang mempunyai warna tersendiri.
Pertama, bisa disebut dengan masa republik Indonesia I. dalam kurun waktu
ini praktek demokrasi konstitusional sangat menonjolkan peranan perlemen serta
partai-partai politik. Praktek demokrasi semacam ini seringkali disebut dengan
praktek demokrasi parlementer atau demokrasi liberal. Masa ini berlangsung dari
tahun 1945 sampai tahun 1959 dengan tiga model undang-undang dasar sebagai
dasar berpijak bagi praktek demokrasinya.
Kedua, bisa disebut dengan masa republik Indonesia II, yaitu masa
pelaksanaan demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah dianggap
menyimpang dari jiwa demokrasi konstitusional, walaupun secara formal diakui
38
sebagai landasannya. Pelaksanaan demokrasi semacam ini menunjukan pula
beberapa segi demokrasi rakyat. Masa ini berlangsung antara tahun 1959 sampai
tahun 1965.
Ketiga, yaitu masa pelaksanaan demokrasi pancasila yang berlandaskan jiwa
demokrasi konstitusional yang lebih menonjolkan sistem presidensial. Dan masa
ini berlangsung antara tahun 1965 sampai dengan sekarang.39 Yaitu sebuah sistem
pemerintahan dengan lembaga kepresidenan, institusi atau organisasi jabatan yang
dalam sistem pemerintahan berdasarkan UUD 45 berisi dua jabatan yaitu presiden
dan wakil presiden, adapun dalam sistem parlementer, jabatan presiden biasanya
dikaitkan dengan statusnya sebagai kepala negara, sedangkan kedudukan kepala
pemerintahan biasanya dipegang oleh jabatan lain yang lazimnya disebut sebagai
perdana menteri. Berbeda dari sistem parlementer tersebut maka dalam sistem
presidensiil, kedudukan sebagai kepala negara dengan kepala pemerintahan itu
menyatu dalam jabatan presiden dan wakil presiden. Karena itu, sistem
presidensiil tidak mengenal pembedaan, apalagi pemisahan antara kedudukan
sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Yang ada hanya presaiden dan
wakil presiden, dimana masing-masing ditentukan tugas dan wewenangannya
dalam konstitusi ataupun dalam peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Beberapa ciri-ciri yang penting dari sistem ini adalah :
a. Masa jabatan tertentu, misalnya 4 tahun, 5 tahun, 6 tahun atau 7 tahun,
sehingga presiden dan juga wakil presiden tidak dapat diberhentikan di tengah
39
masa jabatannya karena alasan politik. Di beberapa Negara, periode masa
jabatan ini biasanya dibatasi dengan tegas, misalnya, 1 kali masa jabatan atau
hanya 2 kali masa jabatan berturut-turut.
b. Presiden dan wakil presiden tidak bertanggung jawab kepada lembaga politik
tertentu yang biasa di kenal sebagai parlemen, melainkan lansung
bertanggung jawab kepada rakyat. Presiden dan wakil presiden hanya dapat
diberhentikan dari jabatannya karena alasan pelanggaran hukum yang
biasanya dibatasai pada kasus-kasus tindak pidana tertentu, yang jika
dibiarkan tanpa pertanggung jawaban dapat menimbulkan masalah hukum
yang serius seperti misalnya pengkhianatan pada Negara, pelanggaran yang
nyata terhadap konstitusi, dan sebagainya.
c. Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat ataupun
melalui mekanisme perantara tertentu yang tidak bersifat perwakilan
permanent sebagaimana hakikat lembaga parlemen.
d. Dalam hubungannya dengan lembaga parlemen, presiden tidak tunduk kepada
parlemen, tidak dapat membubarkan parlemen, dan sebaliknya parlemen juga
tidak dapat menjatuhkan presiden dan membubarkan kabinet sebagaimana
dalam praktek sistem parlementer.
e. Dalam sistem ini, tidak dikenal adanya pembedaan antara fungsi kepala
Negara dengan kepala pemerintahan.
f. Tanggung jawab pemerintahan berada di pundak presiden, dan oleh karena itu
presidenlah pada prinsipnya yang berwenang membentuk pemerintahan,
pejabat publik-publik yang lain, secara politik presiden bertanggung jawab
kepada rakyat, sedangkan secara hukum ia bertanggung jawab kepada
konstitusi.40
C. Sistem Ekonomi Indonesia
Secara umum pembangunan dapat diartikan sebagai proses perubahan dari
kondisi nasional lain yang dipandang lebih baik ; atau kemajuan yang mantap dan
terus menerus menuju kepada perbaikan kondisi kehidupan manusia.41
Pembangunan itu merupakan proses perubahan sosial terencana ( a planned
sociental change), yang bersifat multidimensional menyangkut dimensi politik,
ekonomi, sosial, kultur, dan sebagainya. Namun paradigma yang berkembang
cenderung memandang pembangunan nasional sebagai suatu yang identik dengan
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, dimana tujuan pembangunan nasional
adalah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya.
Mengenai pembangunan ekonomi itu sendiri, telah terjadi perubahan besar di
dalamnya, baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun kebujaksanaan
pembangunan. Semula pembangunan dan pertumbuhan ekonomi diartikan
semata-mata sebagai peningkatan kapasitas ekonomi untuk dapat meningkatkan
pendapatan nasional perjiwa penduduk.42 Implikasi pengertian ini selanjutnya
melahirkan kebijakan untuk menumbuhkan keperluan dalam upaya menyalurkan
40
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta : Konstitusi Press, 2005). Cet. I. h. 204
41
Moeljanto Tjokrowinoto, Pembangunan Dilema dan Tantangan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1996), Cet. Ke-I, h. 90.
42
sebayak mungkin dana dan sumber alam kepada upaya untuk meningkatkan
pendapatan nasional. Namun dalam perkembangan selanjutnya pembangunan
perlu ditanggapi sebagai proses yang multi dimensional mencakup perombakan
struktural, sikap kelakuan dan kelembagaan masyarakat, serta mendorong
pertumbuhan ekonomi bersamaan dengan pengurangan ketidakmerataan dan
penghapusan kemiskinan.
Dalam upaya mencapai tujuan pembangunan ekonomi Indonesia sebagai
mana digariskan dalam GBHN, pelaksanaan strategi pembangunan ekonomi
nasional diarahkan untuk mencapai trilogi pembangunan nasional.43 Adapun
tujuan-tujuan pembangunan ekonomi nasional (trilogi pembangunan ekonomi
nasional) yang mengacu pada trilogi pembangunan yakni : pertumbuhan ekonomi,
pemerataan pembangunan dan pendapatan, serta stabilitas ekonomi yang mantap
dan dinamis.
Program-program pembangunan nasional yang dirumuskan pemerintahan
Indonesia selama beberpa orde pemerintahan pada dasarnya semuanya ditujukan
untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, yaiti\u mewujudkan suatu
masyarakat yang adil dan makmur yang merata material spiritual berdasarkan
Pancasila.44 Sebagai bagian yang paling urgen dari pembangunan nasional,
jelaslah bahwa proses pembangunan ekonomi Indonesia-pun mengarah kepada
43
Sularso Sopater dan Jacod T, Mengembangkan Strategi Ekonomi, ( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1998), Cet. I, h. 3.
44
perwujudan cita-cita dan nilai-nilai luhur bangsa sebagaimana yang terdapat
dalam Pancasila dan UUD 45.
Dalam penjelasan dari pasal 33 UUD 45 dan GBHN tertuang bahwasanya
pembangunan ekonomi Indonesia di dasarkan kepada sistem demokrasi ekonomi
dengan tujuan " kemakmuran bagi semua". Penjelasannya adalah bahwa
kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran perorangan.
Tujuan lain yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi adalah
mengentaskan masalah kemiskinan yang merupakan salah satu faktor penghambat
pembangunan, yaitu bagaiman upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
kearah yang lebih baik. Karena kemiskinan biasanya diukur dengan pendapatan
perkapita penduduk. Maka tujuan terpenting dari pembangunan yang berorientasi
pada pengentasan kemiskinan adalah meningkatkan secepat mungkin pendapatan
perkapita di atas rata-rata, dalam rangka mengurangi ketimpangan pendapatan
dan ketimpangan social. Untuk itu diperlukan pemerataan hasil-hasil
pembangunan ekonomi menurut proposinya selain juga perlu diadakannya
pembinaan dan penggalian potensi sumber daya manusia agar mampu
memberdayakan ekonominya secara mandiri dan mampu bersaing dalam peta
perekonomian nasional bahkan internasional.
Apabila kita melihat sejarah pembangunan Indonesia, proklamasi
kemerdekaan 17 agustus 1945 dapat dikatakan sebagai titik tolak bagi dimulainya
babak awal pembangunan nasional Indonesia sebagai suatu negara yang merdeka
dan berdaulat untuk menentukan nasib sendiri. Saat itu, Indonesia dibawah
berbagai sektor kehidupan bangsa setelah sekian lama, kurang lebih 350 tahun
berada dalam belenggu penjajahan.
Selama Orde Lama, Indonesia melalui dua periode sistem politik dan
pemerintahan yang juga berpengaruh terhadap sistem perekonomian yang
diterapkan. Pertama sistem demokrasi Liberal, kedua sistem demokrasi
terpimpin.
Periode demokrasi liberal dimulai sejak dikeluarkannya maklumat wakil
presiden No X tertanggal 3 November 1945. dengan dianutnya demokrasi liberal
secara otomatis dalam bidang ekonomi kita memakai sistem ekonomi liberal.
Dengan pemberlakuan sistem ekonomi liberal ini dimungkinkan adanya
penguasaan sumber-sumber perekonomian oleh segolongan masyarakat tertentu.
Selain itu adanya UU No. I tahun 1957 yang memberi otonomi seluas-luasnya
menimbulkan keinginan pada daerah untuk menguasai sumber-sumber ekonomi
tanpa campur tangan pemerintah telah menimbulkan tidak meratanya
pembangunan ekonomi antara daerah yang satu dengan daerah yang lainya di
Indonesia.
Selain hal-hal di atas, sistem ekonomi liberal juga telah menyebabkan
konglomerasi, dimana pada saat itu wajah-wajah ekonomi di kuasai oleh
pengusaha-pengusaha nonpribumi khususnya Cina, yang memonopoli
perekonomian Indonesia, sementara pengusaha-pengusaha pribumi tenggelam
dalam persaingan dengan golongan Cina.
Periode selanjutnya adalah periode demokrasi terpimpin yang ditandai dengan
dengan arus politik lahirlah Sosialisme ala Indonesia dimana titik berat
perekonomian negara dibebankan pada perusahaan-perusahaan negara.
Berbeda dengan sistem ekonomi liberal, dalam ekonomi terpimpin sangat
terasa adanya campur tangan pemerintah dalam aktifitas perekonomian, yang
pelaksanaannya merujuk pada pasal 33 UUD 1945 yang berisi sistem
perekonomian Indonesia, di mana ekonomi rakyat adalah usaha bersama yang
dikerjakan secara kekeluargaan. Menurut Bung Hatta yang merupakan seorang
ekonom sekaligus Founding Father dan perumus Pasal 33 UUD 45, bahwa yang
dimaksud dengan usaha bersama atas kekeluargaan adalah koperasi.45 Walaupun
pada kenyataannya pada saat itu masih nampak tersendat-sendat, namun koperasi
telah berperan cukup independen dari intervensi pemerintah.
Masa Orde Baru ditandai dengan berpindahnya kepemimpinan Soekarno
sebagai presiden Indonesia pertama ketangan presiden Soeharto yang diikuti
dengan pergeseran orientasi pembangunan ke arah pembangunan ekonomi. Pada
awal Orde Baru memang tidak ada alternatif lain bagi pemerintah kecuali
melakukan tindakan-tindakan rehabilitasi dan konsolidasi terhadap sektor
ekonomi yang selama masa Orde Lama diabaikan. Dari sinilah liberalisasi
ekonomi mulai tampak, pada waktu itu tindakan liberalisasi dilakukan sebagai
langkah antitesis terhadap etatisme yang dominan dimasa ekonomi terpimpin.
Sejak saat itulah mulai terjadi pergeseran dalam sistem perekonomian Indonesia,
dari corak sosialis yang etatis pada masa ekonomi terpimpin kearah ekonomi
45
kapitalis. Mula-mula liberalisasi dilakukan dalam bidang perdagangan, yaitu
dengan cara membuka impor barang-barang konsumsi, lalu sebagai rangkaiannya
adalah pemerintah mengeluarkan kebijakan menurunkan harga sebagai langkah
awal kearah stabilisasi ekonomi, terutama dengan mengendalikan inflasi46.
Kejadian menjelang 30 september 1965 memang mencekam, keadaan
stabilitas ekonomi sangat buruk, ini dapat dilihat pada keterangan dibawah ini 47:
Pendapatan nasional pada harga konstan 1960 dari Rp. 390,5 milyar (1960)
menjadi Rp. 429,7 milyar (1965) dengan rata-rata 2,2 persen setahun, sedangkan
pertambahan penduduk naik dengan 2,3 persen setahun sehingga pendapatan
perkapita turun.
Ekspor turun dari 620 US $ (1960) menjadi 462,7 juta US $ (1965). Utang
luar negeri naik dari 900 juta US S (1961) menjadi 2.250 US $ (juli 1968) naik
dengan 250 persen. Dan debt service ratio tak terpenuhi, sehingga pemerintah
secara sepihak “mengemplang utang”. Defisit neraca pembayaran adalah 57 juta
US $ (1965)
Inflasi mengganas sehingga indeks biaya hidup naik dengan 438 kali (juli
1966 terhadap 1960); harga beras naik 824 kali (juli 1966 terhadap 1968);, harga
tekstil naik dengan 717 kaki (juli 1966 terhadap 1960) dan nilai Rupiah turun dari
Rp. 160 (1960) menjadi Rp. 120.000 (juli 1966);
46
St. Sularto (ed), Menggugat Masa Lalu, Menggagas Masa Depan Ekonomi Indonesia,
(Jakarta PT. Kompas Media Nusantara, 2000), Cet. I, h. 21
Defisit anggaran belanja negara naik dari 6,9 juta (1960) menjadi Rp. 5.237,7
juta (juli 1966) atau kenaikan 759 kali.
Semua ini mengakibatkan pengangguran dan ketegangan sosial dalam
masyarakat. Pergulatan kekuasaan yang terjadi di tingkat tinggi lebih bertitik
berat pada penggusuran PKI dan penggantiannya oleh kekuatan anti PKI yang
didukung oleh ABRI. Periode Oktober 1965- maret 1966 adalah periode penuh
ketidakpastian. Disatu pihak pemerintahan Soekarno masih enggan menggusur
PKI, dilain pihak mahasiswa dan kekuatan politik lainnya semakin gencar
menuntut pembubaran PKI yang kemudian meluas menjadi penggantian presiden
Soekarno.
Dalam masa ini pemasyarakatan pemikiran ekonomi semakin ditingkatkan
dengan mengisi surat-surat kabar, seperti harian angkatan bersenjata, kami dan
Indonesian observer, diskusi lebih intensif kini juga mencangkup
kelompok-kelompok mahasiswa.48
Berbeda dengan masa Orde Lama yang menganggap pinjaman luar negeri
bukan merupakan hal yang penting, pada masa Orde Baru pinjaman luar negeri
dan pemasukan modal asing adalah merupakan prioritas dan primadona dalam
kebijakan nasional, bahkan dapat dikatakan pemerintah sangat tergantung
anggarannya pada bantuan luar negeri. Karena itulah langkah lain yang dilakukan
pemerintah adalah liberalisasi dibidang penamaan modal asing dengan
mengeluarkan undang-undang penanaman modal asing no. 1/1967 dan UU
PMDN no. 1/ 1968 pada awal Repelita I (1969/70-1973/74). dengan kebijakan
ini, swasta diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi dan bisnis
hampir disegala bidang, selain itu swasta ditempatkan sebagai motor penggerak
(engine) dalam pertumbuhan ekonomi. Kebijakan pembangunan yang berorientasi
pada pertumbuhan ekonomi telah berhasil meningkatkan struktur ekonomi bangsa
Indonesia yang cukup tinggi. Akan tetapi pada dimensi sosial, pembangunan
menghasilkan kesenjangan-kesenjangan disana-sini, timbulmya konglomerasi dan
munculnya kapitalisme baru yang bertentangan dengan UUD ’45.
Selama Orde Baru yang berlangsung kurang lebih 33 tahun, Indonesia telah
memasuki dua tahapan pembangunan jangka panjang (PJP) 25 tahun, yang
masing-masing ditempuh melalui tahapan-tahapan pembangunan lima tahun
(pelita), sebagaimana diatur dalam GBHN sampai akhir masa pemerintahan Orde
Baru telah memasuki PJP II.
PJPT I yang berlangsung sejak tahun 1969 sampai tahun 1994 dititik beratkan
pada pembangunan bidang ekonomi yang sasarannya diletakkan pada
terlaksananya percepatan pertumuhan ekonomi yag tinggi sebagai penggerak
utama, yang selanjutnya secara bertahap akan diimbangi oleh pertumbuhan
dibidang lain.49
Sasaran PJPT I, sebagaimana terdapat dalam GBHN 1983 adalah terciptanya
landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas
kekuatan sendiri, sedangkan strategi yang diterapkan didasarkan pada trilogi
49
pembangunan yaitu pemeratan pembangunan menuju keadilan sosial bagi seluruh
bangsa indonesia, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional
yang sudah mulai sehat dan dinamis, yang meliputi delapan jalur pemerataan
sebagai program untuk menunjang pertumbuhan yang ditujukan kepada
mobilisasi dana, peningkatan produksi, perubahan struktur perekonomian kearah
yang lebih seimbang, tetap terpeliharanya stabilitas yang sehat dan dinamis.50
Tahapan selanjutnya adalah pembangunan jangka panjang II (1994-1998),
penekanannya pada pembangunan ekonomi yang dibarengi dengan pembangunan
sumber daya manusia, sebagaimana terdapat dalam rumusan GBHN:
“Titik berat PJP II diletakkan pada bidang ekonomi yang merupakan
penggerak utama pembangunan, seiring dengan kualitas sumber daya manusia
dan didorong secara saling memperuat, saling terkait dan terpadu dengan
pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilakukan seiring, selaras, dan serasi
dengan keberhasilan pembangunan bidang ekonomi dalam rangka mencapai
tujuan dan sasaran pembangunan nasional. ”
Kondisi ekonomi Indonesia yang terlihat stabil dengan rata-rata pertumbuhan
6,9 % - 7,1 % selama tiga dekade Orde Baru tiba-tiba mendapat goncangan
dengan munculnya krisis ekonomi yang diawali dengan krisis moneter dan krisis
mata uang pada semester kedua tahun 1997 tepatnya tanggal 21 juli 1997, dimana
rupiah menurun 6% terhadap dollar AS dalam satu hari. 51
50
Ibid., h. 276
51
Ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang diterapkan selama
pemerintahan Orde Baru berakibat pada maraknya praktek kolusi, korupsi dan
nepotisme (KKN) di kalangan birokrasi berdampak negatif terhadap kehidupan
bangsa Indonesia. Merosotnya daya beli masyarakat akibat melonjaknya
harga-harga dipasaran, tidak stabilnya kondisi perusahaan dalam kegiatan usahanya
yang berimplikasi pada meningkatnya jumlah pengangguran akibat PHK,
tingginya angka inflasi, hingga dilakukannya likuidasi terhadap terhadap
bank-bank yang tidak sehat, bahkan rupiah sempat menyentuh angka Rp. 12.250 per
US $ 1 pada pertengahan Mei 1998 menjelang berakhirnya pemerintahan Orde
Baru.
Masa pasca Orde Baru atau yang dikenal dengan masa Reformasi merupakan
antiklimaks dari akumulasi berbagai persoalan yang terjadi pada masa Orde Baru,
mulai dari persoalan krisis ekonomi hingga persoalan krisis kepercayaan terhadap
pemerintah yang tidak kunjung juga menyelesaikan berbagai permasalahan
BAB IV
HUBUNGAN STABILITAS POLITIK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PADA MASA REFORMASI
A. Stabilitas Politik Indonesia Pada Masa Reformasi
Reformasi tiba-tiba menjadi populer di negara Indonesia. Bahkan yel-yel
dimana-mana meneriakan perlunya segera kata itu di implementasikan.
Istilah "Reformasi" berasal dari kata inggris, Reform (Latin: reformare) yang
berarti : perbaikan, pembaruan, pemulihan kembali. Dalam kontek Reformasi
yang dituntut dan dilakukan oleh mahasiswa dan sebagian besar masyarakat
Indonesia, maka Reformasi adalah pembaruan.52
Tentu saja segera muncul pertanyaan : Reformasi hendak memperbaharui apa
dan menjadi bagaimana?
Tahun 1998 menjadi saksi runtuhnya struktur negara dan akhir dari represi
ideologi serta hegemoni rezim Soeharto. Kekacauan ekonomi di Indonesia diikuti
dengan krisis politik yang menyebabkan berkurangnya kekuasaan dan pada
akhirnya pengunduran diri presiden Soeharto, setelah tiga dasawarsa memerintah
Indonesia dengan cara 'kekeluargaan'. Pendekatan-pendekatan 'konsesur nasional',
'kontak sosial', dan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan rezim Soeharto
dipertanyakan secara mendasar. Legitimasi negara diragukan, karena itu ada
kebutuhan akan adanya pemerintahan baru yang dipercaya oleh rakyat.
52
Ada beberapa kemiripan yang nyata antara Reformasi Indonesia saat ini
dengan percobaan selama dasawarsa Demokrasi Liberal pada tahun 1950-an.
Ekonomi begitu mudah bergejolak, angkatan bersenjata menjadi kekuatan politik
potensial, parlemen dan eksekutif terjebak dalam permainan saling menjatuhkan
yang menyebabkan ketidakstabilan, konstitusi tidak cukup jelas dalam
menyatakan pertan dan hubungan-hubungan antara pemegang kekuasaan dan
lembaga-lembaga negara, dan kekacauan regional mengancam kesatuan dasar dari
negara.
Mundurnya Soeharto dan dilantiknya pemerintahan sementara Habibie
Membuka kesempatan bagi berlangsungnya Reformasi demokratis di Indonesia.
Untuk membangun momentum demokratis, beberapa perubahan mendasar pada
sistem politik telah dimulai melalui beberpa langkah yang bersifat sementara,
langkah-langkah ini termasuk membuat amandemen UUD untuk memperkuat
peran parlemen, mengesahkan peraturan baru tentang otonomi daerah yang telah
diperluas baik ruang lingkupnya dan juga tingkat partisipasi poltik di tingkat
daerah, lokal, dan pembatasan masa jabatan presiden.
Ada yang layak dipuji dari pemerintahan Habibie, untuk usahanya mencabut
undang-undang anti Subversif (UU No. 11/PNPS/1963 dan Undang-undang
korupsi (UU No. 3/1971) yaitu diganti dengan UU No. 31/1999). Selama
pemerintahan Habibie (22 mei 1998 sampai dengan 14 Oktober 1999), telah
dikeluarkan 67 Undang-undang, 3 peraturan pemerintah, 263 Keputusan presiden
dan 31 Intruksi presiden. Keseluruhan itu dimaksudkan sebagai bagian dari solusi
saat itu. Disadari atau tidak, banyak kemajuan yang telah dicapai, sehingga pada
waktu terjadinya peralihan kekuasaan dari presiden Habibie kepada presiden
Abdurrahman Wahid (Oktober 1999), kondisi politik dan pemulihan ekonomi
berlangsung dengan baik.53
Ketika KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati soekarno Putri,
dilantik masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden RI periode
1999-2004, sisa-sisa persoalan warisan Soeharto sebelumnya dan pemerintahan Habibie
sesudahnya, belum semua tertangani dengan baik, ditambah sejumlah persoalan
yang semula seolah-olah sudah selesai, namun agenda persoalan terlihat semakin
rumit dan banyak, seperti kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), pemulihan
ekonomi, disintegrasi bangsa, lemahnya hukum, dan Hak Asasi Manusia (HAM),
semua itu ibarat benang kusut, dan untuk memecahkannya harus diurai satu
persatu.54
Dari sisi dimensi rasionalitas yang terpenting tentu saja supremasi hukum.
Maka jika kita mengatakan tak satupun demokrasi yang mampu jalan tanpa
supremasi hukum, itu sekaligus berarti bahwa berjalan tidaknya demokrasi oleh
rasionalitas dan prediktibilitas keenam lembaga demokrasi.
Tidak kalah pentingnya juga ada faktor kelemahan bawahan duet
Abdurrahman-Megawati itu sendiri. Kelemahan bawahan ini mencakup
tempramen atau tingkat intelektualitas maupun ketajaman modal Reformasi
53
Muladi, Demokratisasi, Hak asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta : The Habibie Center, 2002), Cet. I, h. 31
54
mereka, baik lantaran visi maupun paktek buruk rezim-rezim sebelumnya. Pada
kompromi dan rekonsiliasi dalam penyusunan kabinet Persatuan Nasional yang
lebih cenderung menafikan tuntutan Reformasi dan jelas mengabaikan tuntutan
urgensi penyelesaian atau beban kriris multidimensi yang terus mendera bangsa
kita. Gabungan kelemahan itulah yang hingga kini terus menyulitkan tercapainya
supremasi hukum di negara kita. Itulah sebabnya pemerintahan Gus Dur belum
mampu mencatat kemajuan yang berarti, baik di bidang politik, ekonomi dan
hukum.
Keberhasilan yang dicapai pemerintah Abdurrahman-Megawati adalah
menahan laju pemburukan krisis multidimensi, termasuk didalamnya proses
disintegrasi bangsa. Prestasinya baru sampai pada menahan keterjerumusan lebih
lanjut. Meskipun demikian, pemerintahan keduanya memiliki beberapa kelebihan
seperti di utarakan, memiliki legitimasi yang kuat, yaitu bahwa kedua pimpinanya
terpilih melalui prosedur demokrasi yang kuat. Pemerintahan ini jelas memenuhi
apa yang di sebut sebagai keabsahan prosedural pemerintahan.55
Keberhasilan pertama pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah
bertahan dalam format politik yang di buat pemerintahan Habibie. Kegagalan Gus
Dur untuk membangun suatu pemerintahan yang efisien dengan administrasi yang
tegas mungkin dapat dianggap sebagai kegagalan yang paling besar terutama bila
kita membandingkannya dengan pemerintahan Soeharto.
55