DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA
MAHASISWA JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Jurusan Psikologi
oleh Rizki Kurniawan
1511409067
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING
DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA
MAHASISWA JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Jurusan Psikologi
oleh Rizki Kurniawan
1511409067
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi yang berjudul
“Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada
Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang” adalah benar-benar
karya sendiri dan bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian maupun
seluruhnya. Pendapat atau hasil penelitian orang lain yang tercantum dalam
skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 22 Agustus 2013
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan
Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri
Semarang” telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Penguji Skripsi Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada hari Kamis, 22 Agustus 2013
Panitia Penguji Skripsi
Ketua
Drs. Sutaryono, M.Pd
NIP. 19570825 198305 1 015
Sekretaris
Liftiah, S.Psi., M.Si
NIP. 19690415 199703 2 002
Penguji Utama
Sugiariyanti, S.Psi., M.A NIP. 19780419 200312 2 001
Penguji I/ Pembimbing I
Dr. Edy Purwanto, M.Si NIP. 19630121 198703 1 001
Penguji I/ Pembimbing II
MOTTO DAN PERUNTUKAN
MOTTO:
Perkenalkanlah dirimu sebagai orang yang baik dan bukan orang yang terkesan baik, kini, esok dan seterusnya. Balaslah kebaikan orang lain kepadamu dan berbagilah kebaikan kepada sesama agar kebaikan itu selalu ada padamu dan menjagamu. (Penulis)
Dimanapun kamu menginjakkan kaki untuk memulai kehidupan baru, maka yang pertama perlu kamu cari adalah saudara dan keluarga. (Orang Tua Penulis)
Jangan patah semangat walau apapun yang terjadi. Jika kita menyerah, maka habislah sudah. (Top Ittipat)
PERUNTUKAN:
Penulis peruntukan karya sederhana ini bagi:
Bapak Rajikin dan Ibu Siti Aisyah
Kak Diah, Abang Uki, dan Adek Zaky
Keluarga besar Alm. Matsam
Saudara Angkatku, Miftah Farid dan Suharni
Sahabat IPA SMANSABUK Angkatan 2007
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt atas rahmat dan nikmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Self-Regulated
Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Jurusan Psikologi
Universitas Negeri Semarang”. Skripsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari
peran berbagai pihak yang telah banyak membantu. Untuk itu, dengan penuh
kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Hardjono, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Semarang
2. Drs. Sutaryono, M.Pd selaku Ketua Panitia Sidang Penguji Skripsi
3. Sugiariyanti, S.Psi., M.A selaku Penguji Utama yang telah memberikan
masukan dan penilaian terhadap skripsi penulis.
4. Dr. Edy Purwanto, M.Si selaku Ketua Jurusan Psikologi FIP UNNES dan
Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan masukan
selama proses penulisan skripsi ini.
5. Dyah Indah Noviyani, S.Psi,, M.Psi selaku Dosen Pembimbing II yang telah
membimbing dan memberikan masukan selama proses penulisan skripsi ini.
6. Rahmawati Prihastuty, S.Psi., M.Si sebagai Dosen pembimbing akademik
atas bimbingan, dan masukan selama penulis menempuh masa studi.
7. Seluruh Dosen dan Staf di Jurusan Psikologi yang telah berkenan untuk
8. Mahasiswa Jurusan Psikologi angkatan 2006-2008 atas kesediaannya
menjadi subjek dalam penelitian ini.
9. Teman-teman Psikologi angkatan 2009 (Khususnya Risandy, Maya, Handri,
Silsilia, Ika, Atika, Anggi, Dinar, Zaenal, Murti dan Danang) yang
bersama-sama dengan penulis menempuh studi dalam suka dan duka, serta atas doa
dan dukungannya.
10. Bapak, Ibu, kakak, abang dan adek atas doa, kasih sayang, nasehat, dan
motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
11. Keluarga Besar Alm. Matsam atas doa dan dukungan moril maupun materiil
selama penulis menempuh masa studi.
12. Keluarga Ibu Rulita Hendriyani, S.Psi., M.Si dan Bapak Hendrajaya, S.E.,
M.M., Akt atas bantuan, motivasi, dan masukan kepada penulis.
13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang
telah membantu penulis hingga akhir masa studi penulis.
Semoga segala kebaikan dan keikhlasan mendapat balasan dari Allah Swt.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi siapa saja yang
membacanya dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Semarang, 22 Agustus 2013
ABSTRAK
Kurniawan, Rizki. 2013. Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang. Skripsi. Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Dr. Edy Purwanto, M.Si., dan Pembimbing II Dyah Indah Noviyani, S.Psi., M.Psi.
Kata kunci: Self-Regulated Learning, Prokrastinasi Akademik, Mahasiswa Jurusan Psikologi
Prokrastinasi akademik masih tetap terjadi hingga kini pada mahasiswa di perguruan tinggi. Prokrastinasi akademik menyebabkan dampak negatif secara psikologis, pada waktu, pada kegiatan akademik, dan hilangnya peluang. Dibutuhkan usaha aktif dan mandiri oleh mahasiswa yang membantu mengarahkan proses belajarnya sehingga dapat menghindari terjadinya prokrastinasi akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-regulated learning dengan prokrastinasi akademik.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri semarang angkatan 2006 sampai dengan 2008. Jumlah sampel yaitu sebanyak 50 orang mahasiswa. Teknik sampling yang dipakai yaitu stratified random sampling. Data penelitian diambil menggunakan skala self-regulated learning dan skala prokrastinasi akademik. Skala self-regulated learning terdiri dari 63 aitem. Skala self-regulated learning mempunyai koefisien validitas aitem antara 0,301 sampai dengan 0,697 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,944. Adapun skala prokrastinasi akademik terdiri dari 32 aitem. Skala prokrastinasi akademik mempunyai koefisien validitas aitem antara 0,288 sampai dengan 0,731 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,909.
Self-regulated learning mahasiswa Jurusan Psikologi dalam kategori sedang dengan indikator yang paling berpengaruh yaitu reherashing and memorizing. Adapun prokrastinasi akademik mahasiswa Jurusan Psikologi juga dalam kategori sedang dengan indikator yang paling berpengaruh yaitu penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi. Metode analisis menggunakan Product Moment dengan hasil koefisien korelasi (rxy) = -0,652
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 13
1.3 Tujuan Penelitian ... 14
1.4 Manfaat Penelitian ... 14
1.4.1 Manfaat Teoritis ... 14
1.4.2 Manfaat Praktis ... 14
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik ... 16
2.1.1 Pengertian Prokrastinasi Akademik ... 16
2.1.2 Ciri-ciri Prokrastinasi Akademik ... 18
2.1.4 Teori Perkembangan Prokrastinasi Akademik ... 21
2.1.5 Faktor-faktor yang Menyebabkan Prokrastinasi ... 23
2.2 Self-Regulated Learning ... 26
2.2.1 Pengertian Self-Regulated Learning ... 26
2.2.2 Aspek-aspek dari Self-Regulated Learning ... 28
2.2.3 Tipe-tipe Strategi Self-Regulated Learning ... 30
2.2.4 Karakteristik Mahasiswa yang Memiliki Self-Regulated Learning ... 34
2.3 Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa ... 35
2.4 Kerangka Berpikir ... 38
2.5 Hipotesis ... 39
3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 40
3.1.1 Jenis Penelitian ... 40
3.1.2 Desain Penelitian ... 40
3.2 Variabel Penelitian ... 41
3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian ... 41
3.2.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 41
3.3 Hubungan antar Variabel Penelitian ... 42
3.4 Populasi dan Sampel ... 43
3.4.1 Populasi ... 43
3.4.2 Sampel ... 43
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 45
3.5.1 Penyusunan Instrumen Penelitian ... 45
3.5.1.2Skala Self-Regulated Learning ... 47
3.5.2 Uji Coba ... 48
3.5.2.1Uji Kualitatif ... 48
3.5.2.2Uji Kuantitatif ... 50
3.6 Validitas dan Reliabilitas ... 52
3.6.1 Validitas ... 52
3.6.2 Reliabilitas ... 53
3.7 Metode Analisis Data ... 55
3.7.1 Gambaran Prokrastinasi Akademik dan Self-Regulated Learning ... 55
3.7.2 Uji Asumsi ... 56
3.7.2.1Uji Normalitas ... 56
3.7.2.2Uji Linieritas ... 56
3.7.3 Uji Hipotesis ... 57
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian ... 58
4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian ... 58
4.1.2 Penentuan Subjek Penelitian ... 59
4.2 Pelaksanaan Penelitian ... 60
4.2.1 Pengumpulan Data Penelitian ... 60
4.2.2 Pemberian Skoring ... 60
4.3 Analisis Deskriptif ... 61
4.3.1 Gambaran Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 61
4.3.1.2Gambaran Spesifik Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 63
4.3.1.2.1 Prokrastinasi Akademik berdasarkan Penundaan untuk Memulai maupun Menyelesaikan Kerja pada Tugas yang Dihadapi ... 63
4.3.1.2.2 Prokrastinasi Akademik berdasarkan Keterlambatan dalam Mengerjakan Tugas ... 65
4.3.1.2.3 Prokrastinasi Akademik berdasarkan Kesenjangan Waktu antara Rencana dan Kinerja Aktual ... 66
4.3.1.2.4 Prokrastinasi Akademik berdasarkan Melakukan Aktivitas Lain yang Lebih Menyenangkan daripada Melakukan Tugas yang Harus Dikerjakan ... 68
4.3.2 Gambaran Self-Regulated Learning Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 72
4.3.2.1Gambaran Umum Self-Regulated Learning Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 72
4.3.2.2Gambaran Spesifik Self-Regulated Learning Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang Berdasarkan Tiap Indikator ... 74
4.3.2.2.1 Self-Regulated Learning berdasarkanGoal Setting and Planning . 74
4.3.2.2.2 Self-Regulated Learning berdasarkanOrganizing and Transforming ... 75
4.3.2.2.3 Self-Regulated Learning berdasarkan Environment Structuring .... 77
4.3.2.2.4 Self-Regulated Learning berdasarkan Keeping Record and Monitoring ... 78
4.3.2.2.5 Self-Regulated Learning berdasarkanRehearsing and Memorizing ... 79
4.3.2.2.6 Self-Regulated Learning berdasarkanSelf-consequating ... 80
4.3.2.2.7 Self-Regulated Learning berdasarkanSeeking Social Assistance .. 81
4.3.2.2.8 Self-Regulated Learning berdasarkanSelf-evaluating ... 82
4.3.2.2.9 Self-Regulated Learning berdasarkanMetacognitive Self-regulation ... 83
4.4.1 Hasil Uji Asumsi ... 88
4.4.1.1HasilUji Normalitas ... 88
4.4.1.2HasilUji Linieritas ... 89
4.4.2 Hasil Uji Hipotesis ... 89
4.5 Pembahasan ... 91
4.5.1 Pembahasan Analisis Deskriptif Prokrastinasi Akademik dan Self-Regulated Learning pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 91
4.5.1.1Analisis Deskriptif Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 91
4.5.1.2Analisis Deskriptif Self-Regulated Learning pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 93
4.5.2 Pembahasan Analisis Inferensial Prokrastinasi Akademik dengan Self-Regulated Learning pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 97
4.6 Keterbatasan Penelitian ... 102
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 103
5.2 Saran ... 103
DAFTAR PUSTAKA ... 106
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Data Keadaan Wisudawan S1 Jurusan Psikologi UNNES ... 6
2.1 Strategi Self-Regulated Learning ... 32
3.1 Komposisi Populasi berdasarkan Angkatan ... 44
3.2 Komposisi Sampel berdasarkan Angkatan ... 45
3.3 Komposisi Populasi dan Sampel Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 45
3.4 Blue Print Skala Prokrastinasi Akademik ... 46
3.5 Skoring Aitem Skala Prokrastinasi akademik ... 47
3.6 Blue Print Skala Self-Regulated Learning ... 48
3.7 Skoring Aitem Skala Self-Regulated Learning ... 48
3.8 Aitem Skala Sebelum dan Sesudah Uji Kualitatif ... 49
3.9 Hasil Uji Coba Skala Prokrastinasi Akademik ... 50
3.10 Sebaran Baru Aitem Skala Prokrastinasi Akademik ... 51
3.11 Hasil Uji Coba Skala Self-Regulated Learning ... 51
3.12 Sebaran Baru Aitem Skala Self-Regulated Learning ... 52
3.13 Interpretasi Reliabilitas ... 54
3.14 Penggolongan Kriteria Analisis Berdasarkan Mean teoritis ... 55
4.1 Statistik Deskriptif Prokrastinasi Akademik ... 62
4.2 Gambaran Umum Prokrastinasi Akademik ... 62
4.3 Statistik Deskriptif Prokrastinasi Akademik berdasarkan Penundaan untuk Memulai maupun Menyelesaikan Kerja pada Tugas yang Dihadapi .... 64
4.5 Statistik Deskriptif Prokrastinasi Akademik berdasarkan Keterlambatan dalam Mengerjakan Tugas ... 65
4.6 Gambaran Prokrastinasi Akademik berdasarkan Keterlambatan dalam Mengerjakan Tugas ... 66
4.7 Statistik Deskriptif Prokrastinasi Akademik berdasarkan Kesenjangan Waktu antara Rencana dan Kinerja Aktual ... 66
4.8 Gambaran Prokrastinasi Akademik berdasarkan Kesenjangan Waktu antara Rencana dan Kinerja Aktual ... 67
4.9 Statistika Deskriptif Prokrastinasi Akademik berdasarkan Melakukan Aktivitas Lain yang Lebih Menyenangkan daripada Melakukan Tugas yang Harus Dikerjakan ... 68
4.10 Gambaran Prokrastinasi Akademik berdasarkan Melakukan Aktivitas Lain yang Lebih Menyenangkan daripada Melakukan Tugas yang Harus Dikerjakan ... 69
4.11 Ringkasan Deskriptif Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Jurusan Psikologi berdasarkan Tiap Indikator ... 69
4.12 Perbandingan Mean empiris Tiap Indikator Prokrastinasi Akademik ... 71
4.13 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning ... 72
4.14 Gambaran Umum Self-Regulated Learning ... 73
4.15 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Goal Setting and Planning ... 74
4.16 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Goal Setting and Planning ... 75
4.17 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Organizing and Transforming ... 76
4.18 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Organizing and Transforming ... 76
4.19 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Environment Structuring ... 77
4.21 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Keeping Record and Monitoring ... 78
4.22 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Keeping Record and Monitoring ... 78
4.23 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Rehearshing and Memorizing... 78
4.24 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Rehearshing and Memorizing... 80
4.25 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Self-consequating ... 80
4.26 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Self-consequating ... 81
4.27 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Seeking Social Assistance ... 81
4.28 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Seeking Social Assistance ... 82
4.29 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Self-evaluating ... 83
4.30 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Self-evaluating ... 83
4.31 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Metacognitive Self-regulation ... 84
4.32 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Metacognitive Self-regulation ... 84
4.33 Ringkasan Deskriptif Self-Regulated Learning Mahasiswa Jurusan Psikologi berdasarkan Tiap Indikator ... 85
4.34 Perbandingan Mean empiris Tiap Indikator Self-Regulated Learning ... 86
4.35 Hasil Uji Normalitas ... 88
4.36 Hasil Uji Linieritas ... 89
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Berpikir Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik ... 38
3.1 Hubungan antar Variabel ... 42
4.1 Diagram Gambaran Umum Prokrastinasi Akademik ... 63
4.2 Diagram Ringkasan Deskriptif Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Jurusan Psikologi berdasarkan Tiap Indikator ... 70
4.3 Diagram Perbandingan Mean Empiris Tiap Indikator Prokrastinasi Akademik ... 71
4.4 Diagram Gambaran Umum Self-Regulated Learning ... 74
4.5 Diagram Ringkasan Deskriptif Self-Regulated Learning Mahasiswa Jurusan Psikologi berdasarkan Tiap Indikator ... 86
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Skala Uji Coba ... 111
2 Tabulasi Uji Coba ... 127
3 Validitas dan Reliabilitas ... 137
4 Skala Penelitian ... 151
5 Tabulasi Penelitian ... 165
6 Tabulasi Penelitian (Per Indikator) ... 175
7 Statistik Deskriptif ... 195
8 Hasil Uji Asumsi ... 198
1.1
Latar Belakang
Pendidikan merupakan upaya yang bertujuan untuk mengembangkan
seluruh potensi dalam diri individu yang berlangsung seumur hidup sesuai dengan
nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Pengembangan potensi
individu bukan hanya diperlukan oleh individu itu sendiri, melainkan juga
diperlukan oleh masyarakat, bangsa dan negara sebagai konsekuensi individu
bagian dari komunitas sosial. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan
menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1, yaitu:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”
Pendidikan individu dapat dilakukan melalui pendidikan formal, non formal
maupun informal. Salah satu tempat untuk mendapatkan pendidikan secara formal
adalah perguruan tinggi, yakni merupakan pendidikan lanjutan bagi peserta didik
setelah selesai menempuh pendidikan menengah atas. Menurut UU No. 12 Tahun
2012, perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi (Pasal 1 Ayat 6), penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
Peserta didik yang melanjutkan ke perguruan tinggi bukan lagi dikenal
dengan predikat siswa, melainkan mendapat predikat mahasiswa. Mahasiswa
adalah orang yang belajar (pelajar) di perguruan tinggi (Tim Penyusun Kamus
Pusat Bahasa 2008: 895). Hal ini dikarenakan mahasiswa sebagai anggota Sivitas
Akademika diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri
dalam mengembangkan potensi diri di Perguruan Tinggi untuk menjadi
intelektual, ilmuwan, praktisi, dan/atau profesional (UU No. 12 Tahun 2012 Pasal
13 Ayat 1).
Menurut teori perkembangan, mahasiswa dapat dikategorikan dalam masa
dewasa dini. Menurut Hurlock (1980: 246) masa dewasa dini dimulai dari umur
18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Masa dewasa dini memiliki tugas
perkembangan antara lain mendapatkan suatu pekerjaan, memilih seorang teman
hidup, belajar hidup bersama dengan suami atau istri membentuk suatu keluarga,
membesarkan anak-anak, menerima tanggung jawab sebagai warganegara, dan
bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok (Hurlock 1980: 252).
Berdasarkan tugas perkembangan di atas, maka perlu adanya kemandirian
dan keaktifan dari dalam diri mahasiswa. Mahasiswa harus dapat belajar secara lebih mandiri dan tidak boleh hanya bergantung pada orang lain. Mahasiswa juga
harus dapat mengerjakan tugas-tugas akademiknya dengan sebaik mungkin. Hal ini penting karena kesuksesan dalam pendidikan tinggi menjadi salah satu faktor dalam mendapatkan pekerjaan yang baik.
sesamanya. Penguasaan ilmu pengetahuan baik yang sesuai minat mahasiswa maupun umum lainnya dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi suatu hal yang mutlak. Untuk mendapatkan itu semua, tidak ada jalan lain selain harus rajin belajar dan berlatih.
Persoalan klasik yang hingga kini tetap ada dalam dunia pendidikan
termasuk dalam perguruan tinggi yaitu masih sering terjadinya prokrastinasi
akademik yang dilakukan oleh mahasiswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan
sejumlah ahli bahwa prokrastinasi akademik adalah fenomena umum yang terjadi
pada mahasiswa di perguruan tinggi selama beberapa dekade (Zeenath dan
Orcullo 2012: 42; Jiao, dkk 2011: 120).
Menurut Ferrari (dalam Ghufron 2003: 20) prokrastinasi akademik adalah
jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan
dengan tugas akademik, misalnya tugas sekolah atau tugas kursus. Pengertian
yang hampir serupa mengenai prokrastinasi akademik dikemukakan oleh
Rothblum, Solomon, dan Murakami (1986: 387) sebagai kecenderungan untuk (a)
selalu atau hampir selalu menunda tugas akademik, dan (b) selalu atau hampir
selalu mengalami masalah kecemasan terkait dengan prokrastinasi ini.
Beberapa penelitian mengenai prokrastinasi diantaranya penelitian Ellis dan
Knaus yang memperkirakan lebih dari 95% mahasiswa perguruan tinggi di
Amerika menunda memulai atau menyelesaikan tugas dengan sengaja dan lebih
dari 70% mahasiswa melakukan prokrastinasi secara berulang (dalam Sepehrian
dan Lotf 2011: 2987). Beberapa hasil penelitian tentang hal yang sama lainnya di
masalah yang menimpa sebagian besar anggota masyarakat secara luas, dan
pelajar pada lingkup yang lebih sempit. Sekitar 25% sampai dengan 75% pelajar
melaporkan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu masalah dalam lingkup
akademis mereka (Ferrari, dkk dalam Muhid 2009: 578).
Penelitian tentang prokrastinasi akademik juga telah dilakukan di Indonesia
dan menghasilkan hasil penelitian yang beragam. Hasil penelitian oleh Tondok,
Ristyadi dan Kartika (2008: 82) terhadap 95 orang mahasiswa Fakultas Psikologi
salah satu universitas di Surabaya menunjukkan tingkat prokrastinasi akademik
paling banyak dalam kategori sedang yaitu sebanyak 45,3% atau 43 orang. Hal ini menunjukkan mahasiswa belum sepenuhnya dapat menghindari prokrastinasi terhadap tugas-tugas akademik yang menjadi tanggung jawabnya.
Hasil penelitian di atas bertolak belakang dengan hasil penelitian oleh
Gunawinata, Nanik, dan Lasmono (2008: 265) terhadap 218 orang mahasiswa
Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya menunjukkan tingkat prokrastinasi
akademik paling banyak dalam kategori rendah yaitu sebanyak 76,15% atau 166 orang mahasiswa. Hal ini menunjukkan mahasiswa sudah tidak lagi melakukan prokrastinasi terhadap tugas-tugas akademik yang menjadi tanggung jawabnya.
Menurut hasil penelitian Solomon dan Rothblum (1984: 505) diketahui
bahwa mahasiswa melakukan prokrastinasi secara bervariasi terhadap tugas
akademik. Dari 342 orang mahasiswa Amerika yang menjadi subjek
penelitiannya, 46% mahasiswa melakukan prokrastinasi terhadap tugas menulis,
27,6% mahasiswa melakukan prokrastinasi terhadap belajar untuk persiapan ujian,
mahasiswa melakukan prokrastinasi terhadap tugas administratif, 23% mahasiswa
melakukan prokrastinasi dalam menghadiri perkuliahan dan 10,2% mahasiswa
melakukan prokrastinasi terhadap aktivitas perkuliahan secara umum.
Salah satu bentuk variasi prokrastinasi akademik sebagaimana dipaparkan di
atas juga peneliti temukan dalam pengamatan yang tidak terstruktur terhadap para
mahasiswa Jurusan Psikologi di perpustakaan Jurusan Psikologi. Peneliti
mengamati seorang mahasiswa Jurusan Psikologi angkatan 2009 berinisial “MZ”
yang tengah mengerjakan tugas salah satu mata kuliah, mengetik sesuatu yang
sedang dicarinya di situs penelusuran Google dan juga online di situs jejaring
sosial Facebook. Peneliti kemudian bertanya tentang tugas yang sedang
dikerjakannya dan lewat penuturannya peneliti mengetahui jika mahasiswa
tersebut telah melakukan prokrastinasi terhadap tugas menulis. Berikut penuturan
mahasiswa tersebut kepada peneliti:
“Tugas ini sudah diberikan seminggu yang lalu tetapi kemarin-kemarin aku sibuk. Aku baru ingat tugas ini kemarin-kemarin, tetapi ini aku kesulitan cari jawaban dua pertanyaan ini karena aku cari dalam buku tidak ada jawabannya. Cari di internet juga tidak ada, mana tugas dikumpulkan nanti pas kuliah lagi jam setengah tiga (melihat kearah jam dinding yang menunjukkan pukul 13.00 WIB).”
(Komunikasi personal; senin, 15 April 2013)
Jaringan wifi di area perpustakaan Jurusan Psikologi diperuntukkan untuk
mendukung keperluan mahasiswa Jurusan Psikologi, termasuk mencari sumber
referensi untuk mengerjakan tugas perkuliahan. Hal tersebut dianggap lebih
praktis, efisien dan cepat. Namun, peneliti juga menjumpai perhatian mahasiswa
Facebook dan Twitter dan mengunduh file lagu, video, dan film yang mereka suka
dari beberapa situs popular seperti Youtube.
Fakta yang cukup mengejutkan dalam artikel berjudul “Facebook Kalahkan
Jurnal Akademik” (Aini, dkk 2013: 1) yang mengutip pernyataan Alfat Yulianto,
Staf BPTIK UNNES bahwa situs terbanyak diakses mahasiswa UNNES adalah
Facebook 26,55%, Google 3,49%, Indowebster 3,14% dan Youtube sebesar
2,43%. Isi artikel tersebut semakin menguatkan bahwa jaringan internet yang
tersedia belum sepenuhnya dimanfaatkan mahasiswa untuk menunjang
kepentingan akademik tetapi lebih untuk aktivitas yang bersifat hiburan dan
kesenangan (entertainment and pleasure).
Prokrastinasi akademik selain terindikasi melalui berbagai bentuk variasi
yang sudah dipaparkan jelaskan diatas, juga dapat terindikasi melalui waktu yang
dibutuhkan dalam menempuh masa studi. Menurut Solomon dan Rothblum (1984:
503) bahwa indikasi prokrastinasi akademik adalah masa studi 5 tahun atau lebih.
Berikut data yang peneliti dapatkan dari Sistem Informasi Akademik Terpadu
(SIKADU) Universitas Negeri Semarang tentang statistika wisudawan Jurusan
Psikologi dalam kurun waktu 3,5 tahun terakhir:
Tabel 1.1 Data Keadaan Wisudawan S1 Jurusan Psikologi UNNES
Periode Jumlah
Wisudawan
Wisudawan dengan
masa studi ≥ 5 tahun Rata – rata masa studi
April 2010 17 14 (82%) 5 tahun 7 bulan 22 hari
Oktober 2010 29 22 (76%) 5 tahun 9 bulan 27 hari
April 2011 52 30 (58%) 5 tahun 2 bulan 28 hari
Oktober 2011 27 18 (67%) 5 tahun 6 bulan 22 hari
April 2012 53 42 (79%) 5 tahun 4 bulan 12 hari
Oktober 2012 51 29 (59%) 5 tahun 5 bulan 26 hari
April 2013 25 8 (32%) 4 tahun 10 bulan 24 hari
Berdasarkan tabel 1.1 diketahui bahwa pada periode wisuda April tahun
2010 sampai dengan April tahun 2013 masih terdapat wisudawan S1 Psikologi
yang menyelesaikan masa studi 5 tahun atau lebih. Selain itu, rata-rata masa studi
wisudawan juga diatas 5 tahun walaupun untuk pertama kalinya pada wisuda
periode April 2013 rata-rata masa studi sudah dibawah 5 tahun. Hal ini dapat
diartikan bahwa sampai saat ini masih ada mahasiswa Jurusan Psikologi yang
melakukan prokrastinasi akademik dalam masa studinya.
Penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi dengan sistem SKS (Satuan Kredit Semester) sebenarnya memberi kesempatan mahasiswa dalam mengatur beban kuliah dan proses belajar pada setiap semesternya. Mata kuliah diatur sedemikian rupa dan didistribusikan secara merata disetiap semester dengan pertimbangan bahwa mahasiswa secara rata-rata mampu dalam menjalankan tanggung jawabnya tersebut. Walaupun demikian, berbagai hal juga turut berperan mempengaruhi terjadinya prokrastinasi akademik oleh mahasiswa.
Hasil penelitian prokrastinasi akademik oleh Anggraeni dan Widyarini (2008: 27) diketahui bahwa prokrastinasi akademik terjadi karena motivasi internal yang rendah, rasa malas yang besar, pola asuh orang tua yang permisif atau longgar, pengaruh dari teman sebaya (peer), lingkungan dan orang-orang terdekat yang kurang mendukung, dan kurangnya pengaturan waktu antara tugas akademik yang harus dikerjakan dengan urusan yang lainnya.
Salah satu hasil penelitian di atas sesuai dengan pernyataan Rizvi, dkk
tercermin lewat penuturan seorang mahasiswi Jurusan Psikologi UNNES
angkatan 2009 berinisial “NA” kepada peneliti sebagai berikut:
“Sebenarnya aku ada tugas buat makalah mata kuliah “X”, tapi ini tugas kelompok. Sekarang anggota kelompokku lagi pada pulang kampung. aku males kalo mesti ngerjain sendiri. Mikir sendiri, cari bahan sendiri dan ngetik sendiri. Ini kan tugas kelompok, kalau ngerjain ya mesti sama anggota kelompok.”
(Komunikasi personal; Selasa, 16 April 2013)
Menurut Bernard (dalam Catrunada dan Puspitawati 2008: 6-9) terdapat
sepuluh faktor yang menyebabkan seseorang melakukan prokrastinasi.
Faktor-faktor tersebut diantaranya kecemasan (anxiety), pencelaan terhadap diri sendiri
(self-depreciation), rendahnya toleransi terhadap ketidaknyamanan (low
discomfort tolerance), pencari kesenangan (pleasure seeking), tidak teraturnya
waktu (time disorganization), tidak teraturnya lingkungan (environmental
disorganization), pendekatan yang lemah terhadap tugas (poor task appoach),
kurangnya pernyataan yang tegas (lack of assertion), permusuhan dengan orang
lain (hostility with other), dan stres dan kelelahan (stress and fatique). Hasil
komunikasi personal yang peneliti lakukan terhadap mahasiswa Jurusan Psikologi
juga menemukan satu contoh kasus prokrastinasi akademik yang terkait dengan
salah satu faktor tersebut.
Contoh kasus ini yaitu prokrastinasi akademik yang disebabkan oleh faktor
kelelahan (fatigue) yang dilakukan oleh seorang mahasiswi Jurusan Psikologi
angkatan 2008 berinisial “BT”. Berikut penuturan mahasiswi tersebut kepada
peneliti:
ke kampus dulu. Hal itu berlanjut hingga semester 8. Awalnya waktu itu aku pengen cuti tapi gak boleh sama dosen waliku karena alasanku yang gak terlalu mendesak. Ya akhirnya aku sering gak masuk kuliah. Akibatnya nilai dan IP-ku jelek, jadi semester ini dan kemarin banyak ngulang lagi. Harusnya aku dah mulai ngerjain skripsi tapi karena ngulang jadi baru ikut seminar proposal.”
(Komunikasi personal; Kamis, 4 April 2013)
Hal tersebut di atas sesuai dengan pernyataan Bruno (dalam Rumiani 2006:
41) bahwa adanya kecenderungan individu yang memiliki beban kerja atau tugas
yang terlalu banyak akan melakukan prokrastinasi. Mahasiswi ini juga dapat
dipastikan melakukan prokrastinasi akademik karena ditahun ke-5 masa studinya
masih mengulang mata kuliah dan belum dalam tahap mengerjakan skripsi
sehingga masa studinya akan lebih dari 5 tahun.
Prokrastinasi akademik bukanlah sesuatu hal yang baik. Prokrastinasi
berarti mempersempit waktu untuk kita mengerjakan tugas dimana seharusnya
waktu cukup bagi kita. Hal ini juga menyebabkan tugas-tugas menjadi tidak jelas
kapan akan diselesaikan. Kalaupun tugas dapat diselesaikan, karena waktu yang
sudah semakin sempit maka pengerjaannya menjadi tidak maksimal. Menurut
Ferrari (dalam Muhid 2009: 578) prokrastinasi akademik banyak berakibat
negatif, dengan melakukan penundaan, banyak waktu yang terbuang sia-sia.
Tugas-tugas menjadi terbengkalai, bahkan bila diselesaikan hasilnya menjadi
tidak maksimal.
Prokrastinasi juga dapat mengakibatkan timbulnya rasa cemas baik disaat
mengerjakan tugas atau saat menghadapi ujian. Mahasiswa menjadi kurang teliti
dalam pengerjaan tugas dan ujian sehingga memungkinkan tingkat kesalahan yang
keseluruhan mahasiswa akan terganggu bahkan rusak sehingga daya saing
mahasiswa menurun karena rendahnya motivasi dan percaya diri. Sebagaimana
yang telah disampaikan oleh Solomon dan Rothblum (dalam Premadyasari 2012:
3) prokrastinasi dapat menyebabkan rasa cemas yang berujung depresi, tingginya
tingkat kesalahan dan banyak waktu terbuang. Prokrastinasi juga dapat merusak
kegiatan akademik dan juga menyebabkan rendahnya motivasi dan percaya diri.
Mahasiswa tentu ingin segera bekerja apabila sudah lulus dari studinya.
Apabila mahasiswa dapat lulus tepat waktu, mahasiswa tidak perlu merasa
khawatir karena kesempatan untuk memilih pekerjaan yang terbaik terbuka lebar
dan persaingan dalam mendapatkan pekerjaan tidak terlalu ketat. Berbeda dengan
mahasiswa yang melakukan prokrastinasi, masa studinya yang terlalu lama
menyebabkan peluang untuk memilih pekerjaan yang terbaik semakin terbatas,
tidak bisa mengambil peluang ketika ada tawaran pekerjaan yang menurutnya
baik dan harus menghadapi persaingan yang lebih berat daripada mahasiswa yang
bisa lulus tepat waktu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ferrari, dkk (dalam
Muhid 2009: 578) bahwa prokrastinasi bisa mengakibatkan seseorang kehilangan
kesempatan dan peluang yang datang.
Proses belajar di tingkat perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk lebih
mandiri dan disiplin dalam mengatur waktu dan proses belajarnya. Hal ini berbeda
dengan saat mereka masih duduk di tingkat sekolah menengah dan dibawahnya.
Mahasiswa juga dituntut untuk dapat menyesuaikan, mengatur dan mengendalikan
dirinya termasuk saat menghadapi padatnya aktivitas perkuliahan dan tugas-tugas
mahasiswa untuk membantunya mengarahkan proses belajar pada tujuan belajar
yang ingin dicapai, yang disebut dengan self-regulated learning.
Hasil penelitian Deasyanti dan Armeini (2007: 19) terhadap 128 mahasiswa FKIP Universitas Negeri Jakarta menunjukkan bahwa 86,7% mahasiswa memiliki tingkat self-regulated learning kategori sedang dan 13,3% mahasiswa memiliki tingkat self-regulated learning kategori tinggi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa telah memiliki keterampilan tentang bagaimana belajar yang mencakup tentang pemahaman tentang kemampuan berpikir, proses berpikir, dan motivasi untuk mencapai tujuan belajar.
Hasil penelitian di atas bertolak belakang dengan hasil penelitian oleh Ishtifa (2011: 84) terhadap 200 mahasiswa psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menemukan 9,5% mahasiswa berada pada kategori self-regulated learning yang tinggi, artinya baru sedikit mahasiswa yang memiliki dan menggunakan kemampuan self-regulated learning dengan efektif. Kemudian sebesar 47% mahasiswa berada pada kategori rendah dan 43,5% mahasiswa berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan mahasiswa kurang menggunakan potensi untuk memonitor, mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi dan perilakunya dalam proses belajar.
waktunya seperti belajar saat menjelang waktu ujian dan mengerjakan tugas dari dosen mendekati batas waktu pengumpulan.
Mahasiswa seringkali tidak menyadari jika mereka larut dengan aktivitas-aktivitas yang bersifat nonakademik sehingga banyak waktu mereka terbuang sia-sia. Namun demikian, mahasiswa tetap menjalankan kewajiban akademiknya seperti belajar dan mengerjakan tugas meskipun tidak teratur atau disiplin, kesulitan untuk berkonsentrasi, kekurangan referensi dan mengabaikan waktu yang tersedia.
Mahasiswa masih menerapkan sebuah sistem yang dikenal ”Sistem Kebut Semalam” atau SKS. Pengerjaan tugas yang serba cepat dalam keterbatasan waktu sebagai akibat prokrastinasi turut memberikan dampak negatif terhadap tugas yang sedang dikerjakan dan lebih jauh pada hasil belajar atau prestasi akademik. Sebagaimana hasil penelitian Amalia tahun 2011 terhadap siswa kelas XI SMA Negeri 1 Malang bahwa adanya penurunan prestasi belajar seiring meningkatnya prokrastinasi akademik (dalam http://library.um.ac.id).
Hasil penelitian self-regulated learning oleh Yulinawati, Hartati, dan
Sawitri tahun 2009 pada mahasiswa ITB program fast track menunjukkan
managemen waktu, usaha dalam mengatur belajar, dan mengatur lingkungan fisik dan sosial penting untuk menunjang belajar (dalam http://eprint.undip.ac.id).
Apabila hasil penelitian ini dikaitkan dengan kasus-kasus yang disebutkan di atas
yang bermasalah dengan pengaturan waktu dan usaha belajar, maka memperkuat
indikasi adanya hubungan antara self-regulated learning dengan prokrastinasi
Self-regulated learning memiliki tiga aspek penting yang akan menentukan
tinggi rendahnya tingkat self-reguled learning. Pertama yaitu aspek kognisi
dimana upaya individu merencanakan, menetapkan tujuan, mengatur, memonitor
diri, dan mengevaluasi diri. Kedua yaitu aspek motivasi dimana individu
merasakan efikasi diri yang tinggi, atribusi diri dan berminat pada tugas intrinsik.
Ketiga yaitu aspek perilaku dimana upaya individu untuk memilih, menstruktur,
dan menciptakan lingkungan yang mengoptimalkan belajar (Zimmerman, 1990:
4-5). Apabila mahasiswa mampu dan memiliki ketiga aspek tersebut, maka ia akan memiliki tingkat self-regulated learning yang tinggi sehingga dapat menghindari prokrastinasi akademik dan menjaga prestasi belajarnya dengan baik.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam hubungan antara self-regulated learning dan prokrastinasi akademik sehingga diketahui secara jelas hubungan keduanya. Untuk lokasi penelitian, peneliti mengambil lokasi di Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang dimana peneliti juga menemukan fenomena tersebut dan berusaha melakukan pendalaman. Oleh karenanya, penelitian ini berjudul “Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada
Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Adakah hubungan antara self-regulated learning dengan prokrastinasi
2. Bagaimana gambaran prokrastinasi akademik pada mahasiswa Jurusan
Psikologi Universitas Negeri Semarang?
3. Bagaimana gambaran self-regulated learning pada mahasiswa Jurusan
Psikologi Universitas Negeri Semarang?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui hubungan antara self-regulated learning dengan prokrastinasi
akademik pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang.
2. Mengetahui gambaran prokrastinasi akademik pada mahasiswa Jurusan
Psikologi Universitas Negeri Semarang.
3. Mengetahui gambaran self-regulated learning pada mahasiswa Jurusan
Psikologi Universitas Negeri Semarang.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil temuan ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
pengembangan kajian ilmu Psikologi Pendidikan terutama yang terkait dengan
prokrastinasi akademik dan self-regulated learning, sehingga dapat dijadkan
tambahan referensi bagi penelitian-penelitian sejenis oleh peneliti selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Jurusan
lainnya yang dapat menekan laju tingkat prokrastinasi akademik dan semakin
mengoptimalkan self-regulated learning pada mahasiswa.
2. Bagi Mahasiswa
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi mahasiswa
mengenai pentingnya meminimalisir tingkat prokrastinasi akademik dengan
penerapan self-regulated learning dalam kegiatan akademiknya sehingga
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Prokrastinasi Akademik
2.1.1 Pengertian Prokrastinasi Akademik
Secara etiologis atau menurut asal kata, istilah prokrastinasi berasal dari dua
kata dalam bahasa latin yaitu pro yang berarti bergerak maju, dan crastinus yang
berarti keputusan hari esok, ini berarti prokrastinasi adalah menangguhkan atau
menunda sampai hari berikutnya (Burka dan Yuen 2008: 5). Menurut Fiore
(dalam Catrunada dan Puspitawati 2008: 6) prokrastinasi adalah suatu mekanisme
untuk mengatasi kecemasan yang berhubungan dengan bagaimana cara memulai
atau menyelesaikan pekerjaan dan dalam hal membuat keputusan.
Noran (dalam Akinsola, Tella dan Tella 2007: 364) mendefinisikan
prokrastinasi sebagai bentuk penghindaran dalam mengerjakan tugas yang
seharusnya diselesaikan oleh mahasiswa. Mahasiswa yang melakukan
prokrastinasi lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman atau pekerjaan
lainnya yang sebenarnya tidak begitu penting daripada mengerjakan tugas yang
harus diselesaikan dengan cepat. Selain itu, mahasiswa yang melakukan
prokrastinasi juga lebih memilih menonton film atau televisi daripada belajar
untuk kuis atau ujian.
Silver (dalam Ghufron 2003: 15) mengatakan seseorang yang melakukan
tugas yang dihadapi. Akan tetapi mereka hanya menunda-nunda untuk
mengerjakannya, sehingga menyita waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
tugas. Penundaan tersebut menyebabkan dia gagal menyelesaikan tugasnya tepat
waktu.
Ellis dan Knaus (dalam Ghufron 2003: 15-16) mengartikan prokrastinasi
sebagai kebiasaan penundaan yang tidak bertujuan dan proses penghindaran tugas,
yang hal itu sebenarnya tidak perlu dilakukan seseorang karena adanya ketakutan
untuk gagal, serta adanya pandangan bahwa segala sesuatu harus dilakukan
dengan benar, bahwa penundaan yang telah menjadi respon tetap atau kebiasaan
dapat dipandang sebagai suatu trait prokrastinasi.
Menurut Ferrari (dalam Ghufron 2003: 20) prokrastinasi akademik adalah
jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan
dengan tugas akademik, misalnya tugas sekolah atau tugas kursus.
Rothblum, Solomon dan Murakami (1986: 387) mendefinisikan
prokrastinasi akademik sebagai kecenderungan untuk (a) selalu atau hampir selalu
menunda tugas akademik, dan (b) selalu atau hampir selalu mengalami kecemasan
bermasalah terkait dengan penundaan ini.
Berdasarkan pendapat yang diungkapakan oleh beberapa ahli diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik adalah perilaku penundaan pada
tugas akademik yang dilakukan oleh mahasiswa secara sadar dengan melakukan
aktivitas lain yang menyenangkan dan tidak penting, tidak bertujuan, dan tidak
memperhatikan waktu sehingga menimbulkan akibat negatif atau kerugian pada
2.1.2 Ciri-Ciri Prokrastinasi Akademik
Menurut Ferrari, Johnshon dan McCown (dalam Ghufron 2003: 23),
prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang
dapat diukur dan diamati dengan ciri-ciri berupa:
1. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang
dihadapi.
Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya
harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi dia
menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau memenunda-nunda-menunda-nunda untuk menyelesaikan
sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakan sebelumnya.
2. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas.
Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama
daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu
tugas. Seorang prokratinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk
mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak
dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan
keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut
mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara
memadai. Kelambanan, dalam arti lambannya kerja seseorang dalam
melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi
3. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.
Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang prokrastinator
sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah
ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana yang telah dia tentukan
sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan
tugas pada waktu yang telah ia tentukan sendiri, akan tetapi ketika saatnya tiba
dia tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan,
sehingga menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan untuk menyelesaikan
tugas secara memadai.
4. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas
yang harus dikerjakan.
Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan
tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang
dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca
(koran, majalah, atau buku cerita lainnya), nonton, mengobrol, jalan,
mendengarkan musik, dan sebagainya, sehingga menyita waktu yang dia miliki
untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri prokrastinasi akademik
yaitu meliputi penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas
yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu
antara rencana dan kinerja aktual, dan melakukan aktivitas lain yang lebih
2.1.3 Area Prokrastinasi Akademik
Menurut Green (dalam Ghufron 2003: 20), jenis tugas yang menjadi objek
prokrastinasi akademik adalah tugas yang berhubungan dengan kinerja akademik.
Perilaku-perilaku yang mencirikan penundaan dalam tugas akademik dipilah dari
perilaku lainnya dan dikelompokkan menjadi unsur prokrastinasi akademik.
Adapun menurut Solomon dan Rothblum (1984: 504), prokrastinasi terjadi
secara merata dalam enam area fungsi akademis yaitu tugas mengarang, belajar
untuk menghadapi ujian, membaca, tugas administrasi, menghadiri pertemuan dan
kinerja akademik secara keseluruhan.
Selanjutnya prokrastinasi terhadap keenam area fungsi akademis tadi
dijelaskan oleh Ghufron (2003: 20-21) sebagaimana berikut ini:
1. Tugas mengarang, meliputi penundaan melaksanakan kewajiban atau tugas
menulis, misalnya menulis makalah, laporan atau tugas mengarang lainnya.
2. Tugas belajar untuk menghadapi ujian, mencakup penundaan belajar untuk
menghadapi ujian, misalnya ulangan mingguan, ujian tengah semester, dan
ujian akhir semester.
3. Tugas membaca, meliputi adanya penundaan untuk membaca buku atau
referensi yang berkaitan dengan tugas akademik yang diwajibkan.
4. Tugas administrasi, meliputi menyalin catatan, presensi, dan daftar peserta
praktikum.
5. Menghadiri pertemuan, meliputi penundaan atau terlambat masuk kelas atau
6. Kinerja akademik secara keseluruhan, meliputi kewajiban mengerjakan atau menyelesaikan tugas – tugas akademik secara keseluruhan.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa ada enam area prokrastinasi
akademik yaitu tugas mengarang, belajar untuk menghadapi ujian, membaca,
tugas administrasi, menghadiri pertemuan dan kinerja akademik secara
keseluruhan.
2.1.4 Teori Perkembangan Prokrastinasi Akademik
Menurut Ferrari dan Ollivete (dalam Anggraeni dan Widyarini 2008: 8-9)
ada beberapa teori perkembangan yang menjelaskan terjadinya prokrastinasi
akademik, antara lain:
1. Psikodinamik. Penganut psikodinamik beranggapan bahwa pengalaman masa
kanak-kanak mempengaruhi perkembangan proses kognitif seseorang ketika
dewasa, terutama trauma. Seseorang yang pernah mengalami trauma akan
suatu tugas tertentu, misalnya gagal menyelesaikan tugas sekolahnya, akan
cenderung melakukan prokrastinasi ketika seseorang tersebut dihadapkan lagi
pada suatu tugas yang sama. Seseorang tersebut akan teringat kepada
pengalaman kegagalan maupun perasaan tidak menyenangkan yang pernah
dialami dimasa lalu, sehingga ia menunda mengerjakan tugasnya, yang
dipersepsikan akan mendatangkan perasaan seperti masa lalu.
2. Behavioristik. Penganut psikologi behavioristik beranggapan bahwa perilaku
prokrastinasi akademik muncul akibat proses pembelajaran. Seseorang
melakukan prokrastinasi akademik karena dia pernah mendapatkan
dalam melakukan tugas kuliahnya dengan melakukan penundaan, cenderung
akan melakukan lagi perbuatannya. Sukses yang pernah ia rasakan akan
dijadikan reward untuk mengulangi perilaku yang sama dimasa yang akan
datang. Perilaku prokrastinasi akademik juga bisa muncul pada kondisi
lingkungan tertentu. Kondisi yang menimbulkan stimulus tertentu bisa menjadi
reinforcement bagi munculnya perilaku prokrastinasi. Kondisi yang rendah
dalam pengawasan akan mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi
akademik, karena tidak adanya pengawasan akan mendorong seseorang untuk
berperilaku tidak tepat waktu.
3. Cognitivebehavioral. Prokrastinasi akademik terjadi karena adanya keyakinan
irrasional yang dimiliki oleh seseorang. Keyakinan irrasional tersebut dapat
disebabkan oleh suatu kesalahan dalam mempersepsikan tugas. Seseorang
memandang tugas tersebut sebagai sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan
(aversiveness of the task). Oleh karena itu, seseorang merasa tidak mampu
untuk menyelesaikan tugasnya secara memadai, sehingga seseorang
menunda-nunda dalam menyelesaikan tugas tersebut. Selain itu, keyakinan irrasional
juga disebabkan oleh ketakutan yang berlebihan untuk gagal (fear of failure).
Seseorang menunda-nunda mengerjakan tugas karena takut jika gagal
menyelesaikannya sehingga akan mendatangkan penilaian yang negatif akan
kemampuannya. Akibatnya seseorang menunda-nunda mengerjakan tugas yang
dihadapinya.
Berdasarkan paparan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa terjadinya
psikodinamik (prokastinasi akademik karena trauma masa lalu terhadap tugas),
behavioristik (prokrastinasi akademik karena proses pembelajaran dan mendapat
reinforcement atas perilaku tersebut), dan cognitive behavior (prokrastinasi
akademik karena tugas dipandang berat dan tidak menyenangkan dan takut gagal).
2.1.5 Faktor-faktor yang Menyebabkan Prokrastinasi
Bernard (dalam Catrunada dan Puspitawati 2008: 6-9), mengungkapkan ada
sepuluh faktor yang dapat menyebabkan prokrastinasi, yaitu:
1. Kecemasan (Anxiety)
Kecemasan yang tinggi yang berinteraksi dengan tugas-tugas yang
diharapkan dapat diselesaikan menyebabkan seseorang cenderung menunda
tugas tersebut.
2. Pencelaan terhadap Diri Sendiri (Self-Depreciation)
Pencelaan terhadap diri sendiri termanifestasi ke dalam penghargaan yang
rendah atas dirinya sendiri, selalu menyalahkan diri sendiri ketika terjadi
kesalahan, dan rasa tidak percaya diri untuk mendapat masa depan yang cerah
menyebabkan seseorang cenderung melakukan prokrastinasi.
3. Rendahnya Toleransi terhadap Ketidaknyamanan (Low Discomfort
Tolerance)
Kesulitan pada tugas yang dikerjakan membuat seseorang mengalami
kesulitan untuk menoleransi rasa frustrasi dan kecemasan, sehingga mereka
mengalihkan diri sendiri kepada tugas-tugas yang dapat mengurangi
4. Pencari Kesenangan (Pleasure-seeking)
Seseorang yang mencari kenyamanan cenderung tidak mau melepaskan
situasi yang membuat nyaman tersebut. Jika seseorang memiliki
kecenderungan tinggi dalam mencari situasi yang nyaman, maka orang
tersebut akan memiliki hasrat kuat untuk bersenang-senang dan memiliki
kontrol impuls yang rendah.
5. Tidak Teraturnya Waktu (Time Disorganization)
Mengatur waktu berarti bisa memperkirakan dengan baik berapa lama
seseorang membutuhkan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Lemahnya pengaturan waktu disebabkan sulitnya seseorang memutuskan
pekerjaan apa yang penting dan kurang penting untuk dikerjakan hari ini.
Semua pekerjaan terlihat sangat penting sehingga muncul kesulitan untuk
menentukan apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu.
6. Tidak Teraturnya Lingkungan (Environmental Disorganisation)
Salah satu faktor prokrastinasi adalah kenyataan bahwa lingkungan
disekitarnya berantakan atau tidak teratur dengan baik, hal itu terjadi
kemungkinan karena kesalahan mahasiswa tersebut. Tidak teraturnya
lingkungan bisa dalam bentuk interupsi dari orang lain, kurangnya privasi,
kertas yang bertebaran dimana-mana, dan alat-alat yang dibutuhkan dalam
pekerjaan tersebut tidak tersedia. Adanya begitu banyak gangguan pada area
wilayah pekerjaan menyulitkan seseorang untuk berkonsentrasi sehingga
7. Pendekatan yang Lemah terhadap Tugas (Poor Task Approach)
Seseorang merasa siap untuk bekerja, kemungkinan dia akan meletakkan
kembali pekerjaan tersebut karena tidak tahu darimana harus memulai
sehingga cenderung menjadi tertahan oleh ketidaktahuan tentang bagaimana
harus memulai dan menyelesaikan pekerjaan tersebut.
8. Kurangnya Pernyataan yang Tegas (Lack of Assertion)
Kurangnya pernyataan yang tegas disebabkan seseorang mengalami kesulitan
untuk berkata “tidak” terhadap permintaan yang ditujukan kepadanya ketika
banyak hal yang harus dikerjakan karena telah dijadwalkan terlebih dulu. Hal
ini bisa terjadi karena mereka kurang memberikan rasa hormat atas semua
komitmen dan tanggung jawab yang dimiliki.
9. Permusuhan terhadap orang lain (Hostility with others)
Kemarahan yang terus menerus bisa menimbulkan dendam dan sikap
bermusuhan sehingga bisa menuju sikap menolak atau menentang apapun
yang dikatakan oleh orang tersebut.
10. Stres dan kelelahan (Stress and fatigue)
Stres adalah hasil dari sejumlah intensitas tuntutan negatif dalam hidup yang
digabung dengan gaya hidup dan kemampuan mengatasi masalah pada diri
sendiri. Semakin banyak tuntutan dan semakin lemah sikap seseorang dalam
memecahkan masalah, dan gaya hidup yang kurang baik, semakin tinggi stres
seseorang.
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yan
sendiri, rendahnya toleransi terhadap ketidaknyamanan, pencari kesenangan, tidak
teraturnya waktu, tidak teraturnya lingkungan, pendekatan yang lemah terhadap
tugas, kurangnya pernyataan yang tegas, permusuhan dengan orang lain, dan stres
dan kelelahan.
2.2
Self-Regulated Learning
2.2.1 Pengertian Self-Regulated Learning
Beberapa tahun belakangan, sejumlah teori sudah dikemukakan untuk
menjelaskan bagaimana seorang mahasiswa menjadi regulator dalam belajarnya
sendiri (Zimmerman & Martinez-Pons 1990: 51). Salah satu teori yang berusaha
menjelaskan tentang self-regulated learning adalah teori sosial kognitif. Menurut
teori sosial kognitif, self-regulated learning tidak hanya ditentukan oleh proses
pribadi, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku secara timbal balik
(Zimmerman 1989: 330).
Chamot (dalam Ellianawati dan Wahyuni 2010: 35) menyatakan bahwa,
self-regulated learning atau pembelajaran mandiri adalah sebuah situasi belajar di
mana pebelajar memiliki kontrol terhadap proses pembelajaran tersebut melalui
pengetahuan dan penerapan strategi yang sesuai, pemahaman terhadap
tugas-tugasnya, penguatan dalam pengambilan keputusan dan motivasi belajar.
Self-regulated learning ini menyangkut pada penerapan dari model umum
regulasi dan regulasi diri berkaitan persoalan pembelajaran, terutama
pembelajaran akademik. Ada empat asumsi umum mengenai self-regulated
learning sebagaimana dijelaskan oleh Wolters, Pintrich, dan Karabenick (2003:
konstruktif dalam proses belajar, baik itu aktif mengkonstruk pemahaman, tujuan,
maupun strategi dari informasi yang tersedia di lingkungan dan pikirannya sendiri.
Kedua, potensi untuk mengontrol. Mahasiswa sanggup memonitor, mengontrol,
meregulasi aspek tertentu dari kognitif, motivasi dan perilaku sesuai karakteristik
lingkungan jika memungkinkan. Ketiga, asumsi tujuan, kriteria, atau standar.
Asumsi tersebut digunakan untuk menilai apakah proses harus dilanjutkan bila
perlu ketika beberapa kriteria atau standar berubah. Keempat, aktivitas regulasi
diri merupakan penengah (mediator) antara personal dan karakteristik konteks dan
prestasi atau performa yang sesungguhnya. Self-regulation pada kognitif,
motivasi, dan perilaku yang dimiliki mahasiswa, merupakan perantara hubungan
antara person, konteks dan bahkan prestasi
Berdasarkan asumsi – asumsi tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan
sebagaimana menurut Pintrich dan Zusho (dalam Nicol dan Macfarlane-Dick
2006: 202) bahwa self-regulated learning merupakan proses konstruktif aktif
ketika mahasiswa menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk
memantau, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan tingkah lakunya agar
sesuai dengan tujuannya dan kondisi kontekstual dari lingkungannya.
Sejalan dengan pengertian menurut Zimmerman (dalam Schunk, Pintrich, dan Mecce 2008: 154), self-regulation adalah proses dimana mahasiswa
partisipasi baik secara metakognisi, motivasi, maupun perilaku mahasiswa
didalam proses belajar. Mahasiswa dengan sendirinya memulai dan berusaha
secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan,
daripada bergantung pada guru, orang tua atau orang lain.
Berdasarkan dari pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa self-regulated learning adalah usaha aktif dan mandiri
mahasiswa dengan memantau, mengatur dan mengontol kognisi, motivasi, dan
perilaku, yang diorientasikan atau diarahkan pada tujuan belajar.
2.2.2 Aspek – Aspek dari Self-Regulated Learning
Menurut Borkowski dan Thorp (dalam Boekaerts 1996: 101) bahwa banyak
peneliti sepakat bahwa aspek yang paling mendasar dari self-regulated learning
adalah keterfokusan pada tujuan. Sedangkan menurut Zimmerman (1990: 4-5) self-regulated learning terdiri dari 3 aspek umum dalam pembelajaran akademis,
yaitu:
a. Kognisi dalam self-regulated learning adalah kemampuan mahasiswa
merencanakan, menetapkan tujuan, mengatur, memonitor diri, dan
mengevaluasi diri pada berbagai sisi selama proses penerimaan. Proses ini
memungkinkan mereka untuk menjadi menyadari diri, banyak mengetahui
dan menentukan pendekatan dalam belajar.
b. Motivasi dalam self-regulated learning yaitu dimana mahasiswa merasakan
self-efficacy yang tinggi, atribusi diri dan berminat pada tugas intrinsik.
c. Perilaku dalam self regulated learning ini merupakan upaya mahasiswa untuk
belajar. Mereka mencari nasihat, informasi dan tempat di mana mereka yang
paling memungkinkan untuk belajar.
Sejalan dengan pendapat di atas, Wolters, Pintrich dan Karabenick (2003: 8,
15, 24) juga membagi aspek-aspek self-regulated learning kedalam tiga aspek
sebagai berikut:
a. Kognitif. Regulasi dan kontrol kognitif termasuk jenis aktivitas kognitif dan
metakognitif yang mana mahasiswa mengunakannya untuk beradaptasi dan
mengubah kognisi mereka. Satu aspek pokok dari regulasi dan kontrol
kognisi yaitu pemilihan yang sebenarnya dan penggunaan berbagai strategi
kognitif untuk mengingat, belajar, penalaran, pemecahan masalah dan
berpikir.
b. Motivasi. Motivasi secara konsisten digambarkan sebagai sebuah determinan
penting dari belajar dan prestasi mahasiswa dalam pengaturan akademik. Pada
cara yang sama bahwa pelajar dapat meregulasi kognisi mereka, mereka dapat
meregulasi motivasi dan pengaruh mereka. Wolters menjelaskan regulasi
motivasi seperti kegiatan dimana mahasiswa dengan sengaja bertindak untuk
memulai, mempertahankan atau menambah kesediaan mereka untuk
memulai, menyediakan arah kerja atau untuk menyelesaikan kegiatan atau
tujuan tertentu. Pada tingkatan umum, regulasi motivasi meliputi pemikiran,
tindakan atau perilaku dimana mahasiswa bertindak untuk mempengaruhi
pilihan mereka, usaha atau ketekunan untuk tugas - tugas akademik.
c. Perilaku. Regulasi perilaku adalah aspek dari regulasi diri yang melibatkan
model triadik sosial kognitif (Bandura 1986; Zimmerman 1989) dimana
perilaku merupakan aspek dari orang tersebut, walaupun "diri" internal itu
tidak diwakili oleh kognisi, motivasi, dan pengaruh. Namun demikian,
mahasiswa dapat mengamati perilaku mereka sendiri, memonitor, dan
mencoba untuk mengontrol dan mengatur itu dan dengan demikian kegiatan
ini dapat dianggap regulasi diri bagi mahasiswa.
2.2.3 Tipe-Tipe Strategi Self-Regulated Learning
Dalam proses pembelajaran yang baik, maka perlu adanya strategi - strategi
untuk dapat mencapai tujuan belajar. Menurut Zimmerman (1989: 329),
self-regulated learning strategy adalah tindakan dan proses diarahkan untuk
memperoleh informasi atau keterampilan yang melibatkan perantara, tujuan, dan
persepsi instrumental oleh mahasiswa.
Wolters, Pintrich dan Karabenick (2003: 8-24) membagi strategi
self-regulated learning berdasarkan aspek-aspek self-regulated learning, yaitu:
a. Strategi kognitif, yang terdiri dari 4 strategi antara lain:
1. Rehearsal termasuk berusaha untuk mengingat materi dengan
caramengulang terus menerus atau jenis pengolahan yang lebih “dangkal”.
2. Elaboration, refleksi yang lebih mendalam pendekatan untuk belajar dengan
berusaha untuk merangkum materi, menempatkan materi kedalam kata –
kata kita sendiri, dan lain – lain.
3. Organization melibatkan beberapa proses yang lebih dalam melalui
penggunaan berbagai taktik seperti membuat catatan, menggambar diagram,
4. Metacognitive self-regulation meliputi berbagai perencanaan, monitoring,
dan regulasi strategi pembelajaran seperti menetapkan tujuan dari kegiatan
membaca, memantau pemahaman sebagai salah satu bacaaan, dan membuat
perubahan atau penyesuaian dalam belajar sebagai salah satu kemajuan
melalui sebuah tugas.
b. Strategi motivasi, yang terdiri dari 7 strategi antara lain:
1. Self-consequating yaitu menentukan dan menyediakan konsekuensi
ekstrinsik untuk keterlibatan mereka pada kegiatan belajar. Mahasiswa
menggunakan reward dan punishment secara verbal sebagai wujud
konsekuensi.
2. Enviromental structuring dideskripsikan upaya mahasiswa untuk
memusatkan perhatian, untuk mengurangi gangguan pada lingkungan
mereka atau lebih umum, untuk menata lingkungan mereka untuk membuat
penyelesaian tugas lebih mudah atau lebih mungkin terjadi tanpa gangguan.
3. Mastery Self-talk adalah berpikir tentang penguasaan yang berorientasi pada
tujuan seperti, pemuasan keinginantahuan, menjadi lebih kompeten atau
lebih mengetahui suatu topik, atau meningkatkan perasaan otonomi mereka.
4. Performance or Extrinsic Self-talk adalah ketika mahasiswa dihadapkan
pada kondisi untuk menyudahi belajar, mahasiswa mungkin berpikir tentang
mendapatkan prestasi yang lebih tinggi atau berusaha sebaik mungkin di
kelas sebagai sebuah cara meyakinkan diri untuk terus belajar.
5. Relative Ability Self-talk dideskripsikan mahasiswa mungkin berpikir
melakukan usaha lebih baik baik dari yanglain atau menunjukkan sebuah
kemampuan bawaan dengan tujuan untuk tetap berusaha keras.
6. Situational Interest Enhancement dideskripsikan mahasiswa dapat bekerja
untuk meningkatkan minat situasional mereka atau kesenangan segera
pengalaman mereka seraya menyelesaikan sebuah tugas.
7. Relevance Enhancement dideskripsikan upaya mahasiswa untuk
meningkatkan relevansi atau kebermaknaan suatu tugas dengan
menghubungkan pada kehidupan mereka sendiri atau minat pribadi mereka
sendiri.
c. Strategi perilaku, yang t