Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA
PADA BEBERAPA EKOSISTEM DI AREAL PERKEBUNAN
PT. UMBUL MAS WISESA KABUPATEN LABUHANBATU
SKRIPSI
OLEH :
ABADI PRAMANA PELAWI 040302027/HPT
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
INDEKS KEANEKARAGAM JENIS SERANGGA
PADA BEBERAPA EKOSISTEM DI AREAL PERKEBUNAN
PT. UMBUL MAS WISESA KABUPATEN LABUHANBATU
SKRIPSI
OLEH :
ABADI PRAMANA PELAWI 040302027/HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
Ir. Mena Uly Tarigan, MS
Ketua Anggota Ir. Fatimah Zahara
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
ABSTRACT
Abadi Pramana Pelawi, Index of varieties insect at any ecosystem in PT. UMBUL MAS WISESA farm area, KABUPATEN LABUHAN BATU. The
objective of this research was to study index of varieties insect at ecosystem Primary Forest area, land clearing and planting oil palm area (Elaeis guinensis Jacq.) with was to know kind of useful insect, useless insect, parasitoid and predator in those area. The result of research showed that insect was caught in primary forest area was consist of 10 ordo and 33 family, land clearing was consist of 9 ordo and 26 family, Not produce oil palm was consist of 10 ordo and
32 family, and Produce oil palm consist of 8 ordo and 28 family. Shanon- Weiner (H) Index varieties value of insect highest in Primary Forest area
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
ABSTRAK
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
RIWAYAT HIDUP
Abadi Peramana Pelawi, dilahirkan di Kota Medan pada tanggal
21 Agustus 1986 dari pasangan Ayahanda Ir. Pasti Pelawi dan Ibunda Erni
br Ginting. Penulis merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara.
Pendidikan yang pernah ditempuh Penulis adalah lulusan dari Sekolah
Dasar Methodist Binjai pada tahun 1998, lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama Negeri 2 Binjai tahun 2001, lulus dari Sekolah Menengah Atas Swasta
Methodist I Hang Tuah tahun 2004 dan diterima di Fakultas Pertanian USU
Medan, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur SPMB.
Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahawiswaan seperti IMAPTAN
(Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) tahun 2004-2009, IMKA (Ikatan
Mahasiswa Karo) FP USU tahun 2004-2009, menjadi Asisten Laboratorium Ilmu
Gulma tahun 2008, Asisten Laboratorium dasar Perlindungan Tanaman
2008-2009 pernah mengikuti Seminar Ilmiah dengan tema “ Dengan Pertanian
Berkelanjutan Kita Wariskan Kehidupan Berwawasan Lingkungan”, dan Seminar
Sampoerna Rescue dengan tema “ Sadar dan Tanggap Bencana berbasis
Akademis dan Pengalaman Praktis”. Penulis melakukan Praktek kerja Lapangan
(PKL) di Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet PT. Bakrie Sumatera Plantation
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang maha Esa karena
atas berkat dan anugerahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun
judul dari skripsi adalah INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS
SERANGGA PADA BEBERAPA EKOSISTEM DI AREAL PERKEBUNAN
P.T UMBUL MAS WISESA (UMW) KABUPATEN LABUHAN BATU.
Adapun tujuan dan kegunaan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Mena Uly Tarigan, MS
selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Ir. Fatimah Zahara, selaku anggota
komisi Pembimbing. yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis, dan tidak lupa juga kepada rekan-rekan yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini
bermanfaat.
Medan, Maret 2009
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
DAFTAR ISI
Komunitas Ekosistem ... 5
Keragaman Jenis Serangga dan Faktor Yang Mempengaruhinya ... 7
Ledakan Populasi Serangga ... 10
Deskripsi Perkebunan ... 12
BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Metoda Analisa Data ... 14
Pelaksanaan Penelitian ... 17
Pengambilan Sampel ... 17
Identifikasi Serangga ... 20
Koleksi Serangga ... 21
Peubah Amatan ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Hutan Primer ... 23
Pembagian Status Fungsi Serangga Pada Areal Hutan Primer ... 25
Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Bukaan Baru ... 26
Pembagian Status Fungsi Serangga Pada Areal Bukaan Baru ... 28
Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman Sawit Belum Menghasilkan (TBM) ... 29
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman Sawit
Menghasilkan (TM) ... 32 Pembagian Status Fungsi Serangga Pada Areal Tanaman Sawit
Menghasilkan (TM) ... 34 Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga ... 37
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 43 Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hlm
1. Alat Perangkap Sweep Net (Jaring Perangkap) ... 18
2. Perangkap Pit Fall Trap (Perangkap Jatuh) ... 20
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
DAFTAR TABEL
No Judul Hlm
1. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada
Areal Hutan Primer ... 24
2. Status Fungsi Serangga Yang Tertangkap Pada
Areal Hutan Primer ... 25
3. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada
Areal Bukaan Baru (Land Clearing). ... 27
4. Status Fungsi Serangga Yang Tertangkap Pada
Areal Bukaan Baru (Land Clearing).. ... 28
5. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada
Areal Tanaman Sawit Belum Menghasilkan (TBM) ... 30
6. Status Fungsi Serangga Yang Tertangkap Pada
Areal Tanaman Sawit Belum Menghasilkan (TBM).. ... 31
7. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada
Areal Tanaman Sawit Menghasilkan (TM)... 33
8. Status Fungsi Serangga Yang Tertangkap Pada
Areal Tanaman Sawit Menghasilkan (TM)... 34
9. Indeks Keanekaragam Jenis Serangga Pada
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hlm
1 Gambar serangga yang tertangkap pada setiap areal
Pengamatan. (Coleoptera-Diptera) ... 45
2. Gambar serangga yang tertangkap pada setiap areal
Pengamatan. (Hemiptera-Isoptera) ... 46
3. Gambar serangga yang tertangkap pada setiap areal
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara disebut “Mega Biodiversity”
setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25 % aneka spesies dunia berada di
Indonesia, yang mana dari setiap spesies jenis tersebut terdiri dari ribuan plasma
nutfah dalam kombinasi yang cukup unik sehingga terdapat aneka gen dalam
individu. Secara total keanekaragaman hayati di Indonesia adalah sebesar 325.350
jenis flora dan fauna. Keanekaragaman adalah variabilitas antar makhluk hidup
dari semua sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem-ekosistem perairan, dan
komplek ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies
dan ekosistemnya. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka
margasatwa, taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi bagi kepentingan
pembudidayaan plasma nutfah, dialokasikan sebagai kawasan yang dapat
memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati (Arief, 2001).
Daly et al., (1978) menyatakan bahwa Serangga adalah salah satu anggota
kerajaan binatang yang mempunyai jumlah anggota terbesar. Hampir lebih dari
72% anggota binatang termasuk kedalam golongan serangga.
(Daly et al., 1978 dalam Putra, 1994).
Serangga telah hidup di bumi kira-kira 350 juta tahun, dibandingkan
dengan manusia yang kurang dari dua juta tahun. Selama kurun ini mereka telah
mengalami perubahan evolusi dalam beberapa hal dan menyesuaikan kehidupan
teka-Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
teki lautan) dan telah mengembangkan banyak sifat-sifat yang tidak biasa, indah
dan bahkan mengagumkan (Borror et al., 1996).
Kurang lebih 1 juta spesies serangga telah dideskripsi (dikenal dalam ilmu
pengetahuan), dan hal ini merupakan petunjuk bahwa serangga merupakan
mahluk hidup yang mendominasi bumi. Diperkirakan, masih ada sekitar 10 juta
spesies serangga yang belum dideskripsi. Peranan serangga sangat besar dalam
menguraikan bahan-bahan tanaman dan binatang dalam rantai makanan ekosistem
dan sebagai bahan makanan mahluk hidup lain. serangga memiliki kemampuan
luar biasa dalam beradaptasi dengan keadaan lingkungan yang ekstrem, seperti di
padang pasir dan Antarktika (Anonimous, 2008a).
Serangga dapat berperan sebagai pemakan tumbuhan (serangga jenis ini
yang terbanyak anggotanya), sebagai parasitoid (hidup secara parasit pada
serangga lain), sebagai predator (pemangsa), sebagai pemakan bangkai, sebagai
penyerbuk (misalnya tawon dan lebah) dan sebagai penular (vector) bibit penyakit
tertentu (Putra, 1994).
Serangga dapat dijumpai di semua daerah di atas permukaan bumi. Di
darat, laut dan udara dapat dijumpai serangga. Mereka hidup sebagai pemakan
tumbuhan, serangga atau binatang lain, bahkan mengisap darah manusia dan
mamalia. Serangga hidup sebagai suatu keluarga besar di dalam sebuah kehidupan
sosial yang rumit, seperti yang dilakukan oleh lebah, semut dan rayap yang hidup
di dalam sebuah koloni (Putra, 1994).
Ewusie (1990) menyatakan bahwa Ekologi adalah kajian mengenai
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
sama, atau di antara komunitas populasi yag berbeda-beda dan berbagai faktor
non hidup (abiotik) yang banyak jumlahnya yang merupakan lingkungan yang
efektif tempat hidup jasad, populasi atau komunitas itu. Lingkungan efektif itu
mencakup kesemberautan pada interaksi antara jasad hidup itu sendiri. Kaji
ekologi itu memungkinkan kita memahami komunitas itu secara keseluruhan.
Guna memastikan kenyataan ini, perlu kiranya diadakan berbagai percobaan di
lapangan, di laboratorium atau di kedua lingkungan itu sekaligus
(Ewusie, 1990 dalam Anonimous, 2008b).
Pengendalian hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan
musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan. Pengendalian
hayati sangat dilatar belakangi oleh pengendalian alami dan keseimbangan
ekosistem. Musuh alami yang terdiri dari parasitoid, predator dan patogen
merupakan pengendali utama hama yang bekerja secara density-dependent
(Untung, 2001).
Fenomena pengendalian hayati merupakan hasil interaksi antar unsur
dalam ekosistem. Salah satu unsur penting di dalam ekosistem adalah populasi.
Populasi adalah himpunan individu-individu makhluk hidup yang sejenis.
Populasi memiliki kepadatan, yaitu banyaknya individu per satuan habitat. Di
dalam ekosistem populasi-populasi berinteraksi dan bersitanggap (saling
merespon) dengan lingkungan biofisik termasuk dengan populasi lain, sedemikian
rupa sehingga kepadatannya berubah-ubah. Selain itu perubahan ukuran populasi
juga ditentukan oleh migrasi anggota-anggota populasi (individu) dari dan keluar
ekosistem. Dengan demikian populasi itu tidak bersifat statik melainkan dinamik
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui indeks keanekaragam jenis serangga pada beberapa
ekosistem di areal perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa, Kabupaten
Labuhan Batu.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis hama penting dan musuh alami pada
beberapa ekosistem yang diteliti.
Hipotesa Penelitian
1. Adanya perbedaan indeks keanekaragaman serangga pada beberapa
ekosistem di areal perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa, Kabupaten
Labuhan Batu.
2. Terdapat berbagai jenis serangga berguna, merugikan, predator, parasitoid
pada areal yang di diteliti.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar Sarjana di Departemen
Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
2.
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.TINJAUAN PUSTAKA
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan
kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman species terdiri dari 2
komponen yakni :
1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies
2. Kesamaan spesies. Kesamaan menunjukkan bagaimana kelimpahan species itu
(yaitu jumlah individu, biomass, penutup tanah, dsb) tersebar antara
banyak species itu.
Contohnya : pada suatu komunitas terdiri dari 10% species, jika 90% adalah
1 species dan 10% adalah 9 jenis yang tersebar, kesamaan disebut rendah.
Sebaliknya jika masing-masing species jumlahnya 10%, kesamaannya
maksimum. Beberapa tahun kemudian muncul penggolongan indeks atas indeks
kekayaan dan indeks kesamaan. Setelah itu digabungkan menjadi Indeks
Keanekaragaman dengan variable yang menggolongkan struktur komunitas :
1) Jumlah Species
2) Kelimpahan relarif species (kesamaan)
3) Homogenitas dan ukuran dari area sample
(Anonimous, 2008).
Komunitas Ekosistem
Ekosistem merupakan kesatuan alam yang sangat kompleks susunan dan
fungsinya. Ekositem yang tidak/belum dicampuri manusia disebut ekosisitem
alamiah, sedangkan yang sudah dikelola atau dibuat oleh manusia disebut
agroekosistem, seperti ladang, sawah, tegalan, kebun, empang dan sungai buatan.
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Ewusie (1990) menyatakan bahwa Satu ciri mendasar pada ekosistem
adalah bahwa ekosistem itu bukahlah suatu sistem yang tertutup, tetapi terbuka
dan daripadanya energi dan zat terus-menerus keluar dan digantikan agar sistem
itu terus berjalan. Sejauh yang berkenaan dengan struktur, ekosistem secara khas
mempunyai tiga komponen biologi, yaitu; produsen (jasad autotrof) atau
tumbuhan hijau yang mampu menambat energi cahaya; hewan (jasad heterotrof)
atau kosumen makro yang menggunakan bahan organik; dan pengurai, yang
terdiri dari jasad renik yang menguraikan bahan organik dan membebaskan zat
hara terlarut (Ewusie, 1990 dalam Anonimous, 2008b).
Ada perbedaan antara ekosistem alamiah dengan ekosistem buatan
manusia (Agroekosistem). Ekosistem alamiah keragamannya sangat tinggi,
artinya dalam setiap kesatuan luas/ruang terdapat sangat banyak spesies tumbuhan
dan binatang. Masing-masing spesies tumbuhan dan binatang membentuk
populasi sendiri-sendiri, namun populasi-populasi tersebut saling berinteraksi satu
sama lain. Sejumlah populasi yang saling berinteraksi itu disebut komunitas
(Oka, 1995).
Perbedaan diantara ekosistem ini juga dapat diakibatkan oleh pengaruh
faktor abiotik dari daerah tersebut, dimana menurut Guslim (1996) bahwa
perbedaan antara ekosistem itu terjadi karena adanya :
1. perbedaan kondisi iklim ( hutan hujan tropis, hutann musim, hutan savana)
2. letak di atas permukaan laut, topografi dan formasi geologi (zonasi pada
pegunungan, lereng pegunungan yang curam, lembah sungai, formasi lava dan
sebagainya)
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
(Guslim, 1996 dalam Anonimous, 2008b).
Komunitas yang mengalami situasi lingkungan yang keras dan tidak
menyenangkan di mana kondisi fisik terus-menerus menderita, kadangkala atau
secara berkala, cenderung terdiri atas sejumlah kecil spesies yang berlimpah.
Dalam lingkungan yang kunak, atau menyenangkan, jumlah spesies besar, namun
tidak ada satu pun yang berlimpah. Keragaman spesies dapat diambil untuk
menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagian jumlah spesies
diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat
dinyatakan secara numerik sebagai indeks keanekaragaman. Jumlah spesies dalam
suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies
tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin stabil. Gangguan parah
menyebabkan penurunan yang nyata dalam keragaman. Keragaman yang besar
juga mencirikan ketersediaan sejumlah besar ceruk (Michael, 1995).
Keragaman Jenis Serangga Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya
Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat
keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya (Krebs, 1978).
Untuk memperoleh keragaman jenis ini cukup diperlukan kemampuan
mengenal dan membedakan jenis meskipun tidak dapat mengindentifikasi jenis
hama (Odum, 1971).
Dalam ekosistem alami semua makhluk hidup berada dalam keadaan
seimbang dan saling mengendalikan sehingga tidak terjadi hama. Di ekosistem
alamiah keragaman jenis sangat tinggi yang berarti dalam setiap kesatuan ruang
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
pertanaman mempengaruhi timbulnya masalah hama. Sistem pertanaman yang
beranekaragam berpengaruh kepada populasi spesies hama (Oka, 1995).
Dalam keadaan ekosistem yang stabil, populasi suatu jenis organisme
selalu dalam komunitasnya. Keseimbangan ini terjadi karena adanya mekanisme
penegendalian yang bekerja secara umpan balik negatif yang berjalan pada tingkat
antar spesies (persaingan, predasi) dan tingkat inter spesies (persaingan, teritorial)
(Krebs, 1978 dalam Untung, 1996).
Menurut Krebs (1978), ada 6 faktor yang saling berkaitan menentukan
derajat naik turunnya keragaman, jenis yaitu :
a) Waktu, keragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas
tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organisme dari
pada komunitas muda yang belum berkembang. Waktu dapat berjalan
dalam ekologi lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi.
b) Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin
kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebar dan semakin
tinggi keragaman jenisnya.
c) Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan suimber
yang sama yang ketersediannya kurang, atau walaupun ketersediannya
cukup, namun persaingan tetap terjadi juga bila organisme-organisme itu
memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang yang lain atau
sebaliknya.
d) Pemasangan, yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis
bersaing yang berbeda di bawah daya dukung masing-masing selalu
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
keragaman, apabila intensitas dari pemasangan terlalu tinggi atau rendah
dapat menurunkan keragaman jenis.
e) Kestabilan iklim, makin stabil, suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam
suatu lingkungan tersebut. Lingkungan yang stabil, lebih memungkinkan
keberlangsungan evolusi.
f) Produktifitas, juga dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman
yang tinggi.
Keenam faktor ini saling berinteraksi untuk menetapkan keanekaragaman
jenis dalam komunitas yang berbeda. Keanekaragaman spesies sangatlah penting
dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem sangatlah
penting dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam
akibat turut campur tangan manusia (Michael, 1995).
Faktor-faktor yang mengatur kepadatan suatu populasi dapat dibagi 2
golongan yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain
persaingan antara individu dalam satu populasi atau dengan spesies lain
perubahan lingkungan kimia akibat adanya sekresi dan metabolisme, kekurangan
makanan, serangan predator/parasit/penyakit, emigrasi, faktor iklim misalnya
cuaca, suhu, dan kelembaban. Sedangkan faktor internal perubahan genetik dari
populasi (Oka, 1995).
Peledakan Populasi Serangga
Peledakan populasi dapat terjadi jika suatu spesies dimasukkan ke dalam
suatu daerah yang baru, dimana terdapat sumber-sumber yang belum dieksploitir
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
sebenarnya predator dan parasit memainkan peranan dalam menahan peledakan
populasi dan memang menekan laju pertumbuhan populasi (Heddy, et al., 1996).
Tindakan yang mengganggu hubungan yang terjadi secara alami antara
musuh alami dan hama sering kali menyebabkan timbulnya ledakan populasi
hama. Hal ini dapat terjadi karena suatu spesies hama mengkolonisasi daerah
geografis yang baru tanpa diikuti oleh perkembangan musuh alami, musuh alami
terbunuh oleh aplikasi pestisida, atau habitat yang ditempati oleh hama dan musuh
alami dimodifikasi sehingga sangat sesuai untuk hama (BP2TP, 2009)
Pestisida yang sering digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas
organisme pengganggu tanaman, sebab pestisida mempunyai daya bunuh yang
tinggi, dan hasilnya cepat untuk diketahui, namun bila aplikasinya kurang
bijaksana dapat membawa dampak pada pengguna, hama sasaran, maupun
lingkungan yang sangat berbahaya (Wudianto, 1997).
Hasil Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa pestisida menyebabkan
serangga-serangga berevolusi ke arah resisten terhadap pestisida tersebut
(George, 1972). Masalah hama menjadi lebih banyak, timbulnya wabah sekunder,
musnahnya musuh alami seperti parasitoid/predator dan serangga berguna,
persistensi residu dan keracunan sebagai akibat penggunaan pestisida yang
berlebihan dan kurang hati-hati (Aksekon and Jates, 1964 ; Cope, 1971 ;
Newson, 1967 ; Ripper, 1956 dalam Wardojo et all, 1977).
Untuk Menjaga keseimbangan ekosistem, konservasi perlu lebih
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
entry point upaya pelestarian ekologi. Tanpa konservasi serangga bisa terjadi
peledakan hama yang mengganggu kehidupan pertanian ( Anonimous, 2008a).
Populasi setiap organisme pada ekosistem tidak pernah sama dari waktu ke
waktu lainnya, tetapi naik turun (Untung, 1996). Demikian pula ekosistem yang
terbentuk dari populasi serta lingkungan fisiknya senantiasa berubah dan
bertumbuh sepanjang waktu (Tarumingkeng, 2001 dalam Anonimous, 2008c).
Untung (1996) menyatakan bahwa dalam keadaan ekosistem yang stabil,
populasi suatu jenis organisme selalu dalam keadaan keseimbangan dengan
populasi organisme lainnya dalam komunitasnya. Keseimbangan ini terjadi karena
adanya mekanisme pengendalian yang bekerja secara umpan balik negatif yang
berjalan apa tingkat antar spesies (persaingan, predasi) dan tingkat inter spesies
(persaingan, teritorial).Heddy, et al, (1996) menyatakan bahwa predasi merupakan
contoh interaksi antara dua populasi yang mempunyai efek negatif pada
pertumbuhan dan kehidupan pada salah satu populasi. Pemusnahan dapat terjadi
pada ekosistem yang baru dan belum mantap, misalnya ada perubahan yang
mendadak karena ulah manusia, ini dapat menjurus ke arah masalah epidemik
(wabah).
Menurut Harahap (1994) di dalam ekosistem alami populasi suatu jenis
serangga atau hewan pemakan tumbuhan tidak pernah eksplosif (meledak) karena
banyak faktor pengendaliannya baik yang bersifat biotik maupun abiotik. Dengan
demikian dalam ekosistem alami serangga tidak berstatus sebagai hama. Di dalam
ekosistem pertanian faktor pengendali tersebut sudah banyak berkurang sehingga
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
berubah status dari non hama menjadi hama atau dari hama penting menjadi
hama tidak penting karena :
1. Perubahan lingkungan atau cara budidaya
2. Perpindahan tempat
3. Perubahan pandangan manusia
4. Aplikasi insektisida yang tidak bijaksana.
Deskripsi Perkebunan
Semakin tingginya nilai ekonomi hasil-hasil tanaman kelapa sawit dan
semakin meningkatnya kebutuhan nasional terhadap berbagai keluaran dari
tanaman kelapa sawit mendorong perusahaan perkebunan kelapa sawit Nasional
maupun Asing untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan
kelapa sawit di wilayah Indonesia umumnya dan di Sumatera Utara khususnya.
Dalam hal ini PT. Umbul Mas Wisesa (UMW) yang berkedudukan di Gedung
Bank Sumut lantai 7 jln. Imam Bonjol No. 18 Medan ikut berpartisi meningkatkan
produksi minyak kelapa sawit Indonesia dengan telah direncanakannya
membangun kebun kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit (Amdal, 2008).
Rencana pembangunan kebun kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit telah
memperoleh Izin lokasi dari Bupati Kabupaten Labuhan Batu dengan No. 08
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
perkebunan kelapa sawit PT. Umbul Mas Wisesa (UMW). Dukungan Pemerintah
Kabupaten Labuhan Batu dan seluruh masyarakat Kecamatan Kampung Rakyat
dan Kecamatan Panai Tengah akan menjadi sumbangan besar untuk kemajuan
perkebunan kelapa sawit Indonesia, dan pada gilirannya akan menjadikan
kabupaten Labuhan Batu dan seluruh masyarakatnya memegang peranan penting
dalam agribisnis kelapa sawit Nasional mengingat masih luasnya lahan yang
tersedia dan sesuai untuk budidaya tanaman kelapa sawit di daerah ini dan
strategis dari letak geogerafisnya (Amdal, 2008).
Kawasan pembangunan kebun dan pabrik kelapa sawit terletak di desa
Siarti Kecamatan Panai tengah dan desa Suka Mulia Kecamatan Kampung
Rakyat, Kabupaten Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara. Adapun luas areal
yang akan dibangun ± 8.710 ha dan pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
BAHAN DAN METODA
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di areal perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa,
Desa Siarti Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhan Batu, dengan
ketinggian tempat ± 7 m di atas permukaan laut. Identifikasi serangga yang
tertangkap dilakukan di Laboratorium Hama Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, yang dilaksanakan mulai bulan April sampai selesai.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago yang tertangkap,
air bersih, detergen, plastik transparan, kertas asturo warna kuning, formalin,
alkohol 70 % serta alat pendukung lainnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples, botol kecil, kain
kasa, sweep net, light trap dengan menggunakan lampu kapal, fit fall trap dengan
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
kamera, mikroskop stereo binokuler, GPS (Global Position System) alat tulis
menulis, dan buku identifikasi yaitu, Borror (1992), Kalshoven (1981),
Sulthoni dan Subiyanto (1980) serta alat pendukung lainnya.
Metoda Analisa Data
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
diagonal. Ditentukan titik tengah sebagai sampling pertama, selanjutnya dicari
areal vegetasi yang sama, dan dari sampling pertama tersebut diambil 4 sampling
yang lain ke empat sisi sejauh 100 m. Jarak pengambilan sampel data satu
perangkap dengan perangkap yang lain pada satu contoh sampling adalah 4-5 m.
Dari serangga-serangga yang diperoleh pada setiap penagkapan setelah
dikumpulkan, dikelompokkan dan selanjutnya diidentifikasi di laboratorium,
kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :
- Frekuensi Mutlak (FM) suatu jenis serangga :
Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah individu serangga tertentu yang
ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).
- Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis serangga :
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Frekuensi relatif menunjukkan kesering hadiran suatu jenis serangga pada
habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut
(Suin, 1997).
- Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis serangga :
Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada
habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).
(Suin, 1997).
- Kerapatan Relatif (KR) suatu jenis serangga
KR = x100%
KM KM
∑
-
Indeks Keanekaragaman jenis seranggaUntuk membandingkan tinggi rendahnya keragaman jenis serangga
digunakan indeks Shanon-Weiner (H’) dengan rumus :
H’ = -∑ pi ln pi (Michael, 1995).
dimana :
pi = perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis
pi = ni/N
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu semua jenis
Kriteria indeks keragaman (H’) adalah :
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Keragaman jenis sedang bila H = 1-3 (Kondisi lingkungan sedang)
Keragaman jenis tinggi bila H = > 3 (Kondisi lingkungan stabil)
(Michael, 1995).
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil dan mengumpulkan
serangga yang tertangkap pada masing-masing titik sampel perangkap yang telah
ditentukan. Lokasi pengambilan sampel dilakukan pada :
1. Lahan Terbuka
2.Lahan Land Clearing
3.Tanaman Sawit Belum Menghasilkan (TBM)
4. Tanaman Sawit Menghasilkan (TM)
Sampel serangga yang diambil yaitu berupa imago dari serangga yang
terperangkap. Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunakan berbagai
perangkap yaitu sebagai berikut :
Serangga Diurnal (Serangga aktif siang hari)
Untuk penangkapan serangga yang aktif pada siang hari dilakukan
dengan 2 (dua) metode, yaitu :
1. Perangkap jaring (sweep net)
Jaring-jaring penyapu umum digunakan untuk mengambil sampel
serangga vegetasi. Ini adalah cara yang sederhana dan cepat untuk pengambilan
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
terjatuh atau kabur pada saat si pengumpul mendekati vegetasi, yang dapat
ditangkap. Perubahan dalam penyebaran tegak, keadaan cuaca, siklus diel dari
pergerakan tegak, serta perubahan-perubahan dalam habitat akan mempengaruhi
penangkapan yang dilakukan dengan jaring sapu. Selanjutnya, jaring sapu tidak
dapat digunakan secara tepat guna pada vegetasi yang sangat rendah (rumput),
atau sangat tinggi (pohon muda) (Michael, 1995).
Perangkap ini terbuat dari bahan ringan dan kuat seperti kain kasa,
mudah diayunkan dan serangga yang tertangkap dapat terlihat. Lokasi
pemantauan dilakukan pada keempat areal dengan titik sampel yang telah
ditentukan, kemudian dilakukan metode pengabutan 10 x pengayunan pada setiap
titik sampling masing-masing blok. Lokasi pengabutan sesuai dengan sistem
diagonal. Interval sampling dilakukan 3 hari sekali selama 2 minggu.
Penangkapan serangga dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Serangga yang
tertangkap kemudian dikumpulkan dan dipisahkan lalu dimasukkan ke dalam
botol sampel yang selanjutnya akan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
Gambar 1. Alat Perangkap Sweep Net (Jaring Perangkap)
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Di lapangan hewan tanah juga dapat dikumpulkan dengan cara memasang
perangkap lubang. Pengumpulan hewan permukaan tanah dengan memasang
perangkap lubang juga tergolong pada pengumpulan hewan tanah secara dinamik.
Perangkap lubang yang digunakan sangat sederhana, yang mana hanya berupa
bejana yang ditanam di tanah. Permukaan bejana dibuat datar dengan tanah. Agar
air hujan tidak masuk ke dalam perangkap maka perangkap diberi atap, dan agar
air yang mengalir di permukaan tanah tidak masuk ke dalam perangkap maka
perangkap dipasang pada tanah yang datar dan sedikit agak ketinggian. Jarak
antara perangkap sebaiknya minimal 5 m (Suin, 2002).
Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga yang hidup di atas
permukaan tanah. Pemasangan perangkap dilakukan pada keempat areal dengan
titik sampel yang telah ditentukan. Pemasangan perangkap dilakukan dengan
sistem diagonal dengan interval pemantauan 3 hari sekali dengan waktu
pengamatan 5x pemantauan selama 2 minggu. Pada masing-masing titik sampel
yang telah ditentukan ditempatkan dan ditanam baskom plastik berdiameter
permukaan ± 15 cm, yang bagian permukaan ember tersebut sejajar dengan
permukaan tanah dengan jarak antara fit fall trap yang satu dengan titik sampel
yang ditentukan, kemudian masing-masing dasar ember dilapisi kertas berwarna
kuning, kemudian diisi dengan air jernih yang telah dicampur larutan formalin 4%
sebanyak ± 400 ml ditambah sedikit larutan detergen. Perangkap jebak ini
dibiarkan selama 24 jam yaitu dipasang jam 08.00 WIB pagi dan diambil
besoknya jam 08.00 pagi, serangga tanah yang tertangkap dimasukkan ke dalam
botol sampel. Selanjutnya semua sampel serangga tanah yang didapatkan dibawa
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Gambar 2. Alat Perangkap Pit Fall Trap (Perangkap Jatuh)
Serangga nocturnal ( Serangga aktif malam hari)
Untuk penangkapan serangga yang aktif malam hari dilakukan dengan
menggunakan metode :
3. Perangkap cahaya lampu (light trap)
Prinsip kerja perangkap cahaya ini cukup sederhana yaitu dengan menarik
serangga-serangga yang beterbangan menuju ke arah sumber cahaya kemudian
disaat serangga tersebut mengerubunginya, mereka akan berputar-putar kemudian
masuk kedalam perangkap yang telah kita pasang. Dengan demikian serangga
yang telah terperangkap tersebut akan mati baik masuk kedalam air maupun
menempel pada perekat. Dengan prinsip kerja seperti itu maka saat ini perangkap
cahaya telah berkembang menjadi beberapa macam tergantung penggunaan
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga yang respon
terhadap cahaya malam hari (nocturnal). Pemasangan alat ini dilakukan pada
pukul 18.00-06.00 WIB. Lokasi pemantauan Pemasangan perangkap dilakukan
dengan sistem diagonal dengan interval pemantauan 3 hari sekali dengan waktu
pengamatan 5x pemantauan selama 2 minggu. Perangkap ini menggunakan lampu
kapal sebagai sumber cahaya. Lampu diletakkan di dalam baskom yang diletakkan
di atas papan yang telah dipaku dengan kayu broti dengan tinggi 1m dari
permukaan tanah, sehingga serangga yang tertarik jatuh ke dalam ember.
Selanjutnya semua sampel serangga yang didapatkan dibawa ke laboratorium
untuk diidentifikasi.
Gambar 3. Alat Perangkap Light Trap (Perangkap Cahaya)
Identifikasi Serangga
Serangga yang terdapat di lapangan dibawa ke laboratorium kemudian
dikelompokkan sesuai dengan lokasi pengambilan sampel dan diawetkan dengan
alkohol 70%, selanjutnya dideterminasi dan diidentifikasi dengan memperhatikan
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
buku acuan Kalshoven (1981), Sulthoni dan Subiyanto (1980) dan Borror (1992).
Identifikasi dilaksanakan sampai pada tingkat famili.
Koleksi Serangga
Serangga-serangga yang telah diidentifikasi, kemudian dikoleksi basah
dalam campuran alkohol dan formalin untuk serangga-serangga yang berukuran
kecil, sedangkan serangga koleksi kering untuk imago serangga-serangga yang
berukuran besar.
Adapun cara untuk dapat membuat koleksi adalah sebagai berikut :
1. Koleksi kering
Koleksi kering dibuat untuk serangga-serangga yang berukuran besar.
Adapun cara yang digunakan untuk membuat koleksi kering, yaitu :
• Dikumpulkan serangga yang tertangkap ke dalam toples
• Ditutup rapat dan dibiarkan sampai serangga tersebut lemas.
• Diambil formalin dan disuntikkan ke bagian abdomen serangga yang telah
lemas
• Diletakkan di media koleksi
• Diatur letak tungkainya sayapnya bagi serangga yang dapat terbang.
• Diberi pelekat pada serangga ke media koleksi.
• Diberi label keterangan morfologi pada media koleksi
2. Koleksi basah
Koleksi basah dibuat untuk serangga-serangga yang berukuran kecil.
Adapun cara yang digunakan untuk membuat koleksi basah, yaitu :
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
• Dimasukkan formalin, alkohol dan air bersih dengan perbandingan 1:3:10
• Dimasukkan serangga yang berukuran kecil ke dalam botol koleksi sesuai
dengan ciri morfologinya masing-masing
• Diberi label keterangan pada media koleksi.
Peubah Amatan
1. Jumlah serangga dan jenis serangga yang tertangkap pada setiap
perangkap yang dipasang.
2. Nilai frekuensi mutlak, frekuensi relatif, kerapatan mutlak, kerapatan
relatif pada setiap pengamatan.
3. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga diurnal dan nocturnal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Pengamatan terhadap jumlah serangga yang tertangkap pada Areal Hutan
Primer dapat dilihat pada Tabel 1
Hasil pengamatan yang didapat menunjukkan bahwa selama pengamatan,
jumlah serangga yang tertangkap dengan menggunakan berbagai jenis perangkap
pada areal hutan primer adalah sebanyak 10 ordo, yang terdiri dari 33 famili,
dengan jumlah populasi serangga sebanyak 299.
Dari Tabel 1. diketahui nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi adalah ordo
Isoptera (Termitidae) yaitu sebanyak 76 dengan nilai Kerapatan Relatif (KR)
sebesar 25,4181 %. Sedangankan Kerapatan Mutlak (KM) yang terendah adalah
Orthoptera (Gryllotalphidae) yaitu sebanyak 3 dengan nilai Kerapatan Relatif
(KR) sebesar 1,0033 %.
Nilai FM tertinggi adalah Isoptera (Termitidae), Lepidoptera ( Hesperidae,
Noctuidae,), Odonata (Gomphidae), Orthoptera (Gryllidae) yaitu masing-masing
sebanyak 5 ekor dengan nilai FR sebesar 3,9683 %. Nilai FM terendah adalah
Hymenoptera (Formicidae) yaitu sebanyak 2 dengan nilai FR sebesar 1,5873 %.
Tabel 1. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Hutan Primer
NO SERANGGA PENGAMATAN KM KR (%) FM FR (%)
1 2 3 4 5
I COLEOPTERA :
1 Cerambycidae 1 2 3 1 7 23.411 4 31.746
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
3 Curculionidae 2 2 3 7 23.411 3 23.810
Pembagian Status Fungsi Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Hutan
Primer
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Serangga Merugikan
Parasitoid Predator Serangga
Berguna
Dari Tabel 1. dapat diketahui bahwa ekosistem dari areal tersebut masih
dalam keadaan seimbang. Hal ini tampak dari jenis serangga yang tertangkap
sangat beraneka ragam (heterogen) dan populasi serangga merugikan, musuh
alami (predator dan parasitoid) serta serangga berguna berada dalam keadaan
seimbang karena belum ada campur tanagan manusia. Untung (1996) menyatakan
bahwa dalam keadaan ekosistem yang stabil, populasi suatu jenis organisme selalu
dalam keadaan keseimbangan dengan populasi organisme lainnya dalam
komunitasnya. Keseimbangan ini terjadi karena adanya mekanisme pengendalian
yang bekerja secara umpan balik negatif yang berjalan apa tingkat antar spesies
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Bukaan Baru
(Land Clearing)
Pengamatan terhadap jumlah serangga yang tertangkap pada areal bukaan
baru (Land Clearing) dapat dilihat pada Tabel 3
Hasil pengamatan yang didapat menunjukkan bahwa selama pengamatan,
jumlah serangga yang tertangkap dengan menggunakan berbagai jenis perangkap
pada areal Bukaan Baru (Land clearing) adalah sebanyak 9 ordo, yang terdiri
dari 26 famili, dengan jumlah populasi serangga sebanyak 335.
Dari Tabel 1. diketahui nilai KM tertinggi adalah ordo Isoptera
(Termitidae) yaitu sebanyak 131 dengan nilai KR sebesar 39, 1045 %, sedangkan
yang terendah adalah ordo Orthoptera (Gryllotalphidae) yaitu sebanyak 3 dengan
nilai KR sebesar 0,8955 %.
Nilai FM tertinggi adalah Coleoptera (Cicindelidae), Hemiptera
(Reduviidae), Homoptera (Ciccadidae), Hymenoptera (Apidae, Braconidae,
Formicidae, Ichneumonidae) Isoptera (Termitidae), Lepidoptera (Noctuidae),
Odonata (Gomphidae), Orthoptera (Blatellidae), yaitu masing-masing sebanyak
5 dengan nilai FR sebesar 4,4248 %. Nilai FM terendah adalah
Coleoptera (Curculionidae), Orthoptera (Gryllotalpidae), yaitu sebanyak 3 dengan
nilai FR sebesar 2,6549 %.
Tabel 3. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Bukaan Baru (Land Clearing).
NO SERANGGA PENGAMATAN KM KR (%) FM FR(%) 1 2 3 4 5
I COLEOPTERA :
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
2 Cerambycidae 1 1 3 2 7 20.896 4 35.398
Pembagian Status Fungsi Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Bukaan
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Tabel 4. Pembagian status serangga pada areal Bukaan Baru (Land Clearing)
Serangga Merugikan
Parasitoid Predator Serangga
Berguna
Apabila Tabel 4 dibandingkan dengan tabel 2 maka dapat diketahui terjadi
penurunan jumlah jenis serangga yang merugikan (hama), hal ini terjadi karena
populasi tanaman yang menjadi inang dan sumber makanan dari serangga tersebut
sudah berkurang sehingga mengakibatkan jumlah populasi dari predator serta
parasitoid juga menjadi berkurang. Oka (1995) menyatakan faktor-faktor yang
mengatur kepadatan suatu populasi dapat terjadi karena perubahan lingkungan
kimia akibat adanya sekresi dan metabolisme, kekurangan makanan, serangan
predator/parasit/penyakit, emigrasi, faktor iklim misalnya cuaca, suhu, dan
kelembaban.
Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Pengamatan terhadap jumlah serangga yang tertangkap pada areal
Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan (TBM) dapat dilihat pada Tabel 5
Hasil pengamatan yang didapat menunjukkan bahwa selama pengamatan,
jumlah serangga yang tertangkap dengan menggunakan berbagai jenis perangkap
pada areal Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan (TBM) adalah sebanyak
10 ordo, yang terdiri dari 32 famili, dengan jumlah populasi serangga sebanyak
319.
Dari Tabel 1. diketahui nilai KM tertinggi adalah ordo Isoptera
(Termitidae) yaitu sebanyak 117 dengan nilai KR sebesar 36, 6771 %, sedangkan
yang terendah adalah ordo Hymenoptera (Lygaeidae) yaitu sebanyak 3 dengan
nilai KR sebesar 0,9404 %.
Nilai FM tertinggi adalah Isoptera (Termitidae), yaitu sebanyak 5 dengan
nilai FR sebesar 4,3478 %. Nilai FM terendah adalah Hymenoptera (Lygaeidae)
yaitu sebanyak 2 dengan nilai FR sebesar 1,7391 %.
Tabel 5. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan (TBM)
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
1 2 3 4 5
Pembagian Status Fungsi Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Tabel 6. Pembagian status serangga pada areal Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan (TBM).
Serangga
Merugikan Parasitoid Predator
Serangga
Bila data dari tanaman belum menghasilkan (Tabel 6) ini dibandingkan
dengan data dari areal land clearing (Tabel 4), maka dapat diketahui bahwa
terjadinya kembali peningkatan jenis serangga merugikan, hal ini dikarenakan
serangga tersebut mengalami migrasi dari areal bukaan baru berpindah ke areal
yang telah dikelola untuk dijadikan budidaya. Migrasi ini terjadi karena serangga
tersebut mencari inang baru sebagai sumber makanan. Heddy dan kurniaty (1996)
menyatakan bahwa Peledakan populasi dapat terjadi jika suatu spesies
dimasukkan ke dalam suatu daerah yang baru, dimana terdapat sumber-sumber
yang belum dieksploitir oleh manusia dan tidak ada interaksi negatif (misalnya
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
dalam menahan peledakan populasi dan memang menekan laju pertumbuhan
populasi.
Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit
Menghasilkan (TM)
Pengamatan terhadap jumlah serangga yang tertangkap pada areal
Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan (TM) dapat dilihat pada Tabel 7
Hasil pengamatan yang didapat menunjukkan bahwa selama pengamatan,
jumlah serangga yang tertangkap dengan menggunakan berbagai jenis perangkap
pada areal Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan (TM) adalah sebanyak 8 ordo,
yang terdiri dari 28 famili, dengan jumlah populasi serangga sebanyak 310.
Dari Tabel 1. diketahui nilai KM tertinggi adalah ordo Isoptera
(Termitidae) yaitu sebanyak 149 dengan nilai KR sebesar 48, 0645 %, sedangkan
yang terendah adalah ordo Hymenoptera (Ichneumonidae, Orussidae Vellidae)
yaitu sebanyak 3 dengan nilai KR sebesar 0,9677 %.
Nilai FM tertinggi adalah Coleoptera (Carabidae),
Hymenoptera (Braconidae), Isoptera (Termitidae), Lepidoptera (Noctuidae),
Odonata (Gomphidae), yaitu sebanyak 5 dengan nilai FR sebesar 4,6296 %. Nilai
FM terendah adalah Coleoptera (Coccinelidae), Coleoptera (Elateridae), Coleptera
(Staphylinidae), Hymenoptera (Ichneumonidae, Orussidae, Vellidae), Lepidoptera
(Satyridae), Orthoptera (Gryllotalpidae), Hemiptera (Reduviidae), yaitu sebanyak
3 dengan nilai FR sebesar 2,7778 %.
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
NO
Pembagian Status Fungsi Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Tabel 8. Pembagian status serangga pada areal Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan (TM)
Serangga Merugikan
Parasitoid Predator Serangga
Berguna
Dari data pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa jumlah jenis serangga yang
merugikan masih tetap tinggi dan jumlahnya bertambah dibandingkan areal TBM.
Hal ini dikarenakan timbulnya hama sekunder. Sementara itu jenis serangga
predator dan parasitoid tidak bertambah. Ini menunjukkan bahwa campur tangan
manusia masih tetap ada dan cenderung meningkat, misalnya adalah dalam
mengendalikan hama tersebut manusia menggunakan pestisida kimia guna
mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut BP2TP (2009) menyatakan ledakan
hama terjadi akibat aplikasi pestisida yang berspektrum luas sehingga membatasi
aktivitas predator sehingga terjadi resurjensi populasi hama dengan cepat.
Dari data pada Tabel 1-8 dapat diketahui bahwa serangga yang paling
banyak ditemukan adalah dari ordo Isoptera (termitidae), sedangkan bila dilihat
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
merugikan (hama). Serangga ini dikatakan merugikan karena hidup di dalam
tanah di sekitar perakaran tanaman. Dan mendapatkan makanan dengan cara
memakan selulosa tanaman yaitu dari akar dan batang dari tanaman tersebut
Bila dilihat dari Tabel 1. sampai Tabel 8. dapat diketahui bahwa serangga
yang tertangkap tidak selalu sama pada masing-masing areal (Hutan primer,
Bukaan baru, Tanaman sawit belum menghasilkan dan Tanaman sawit yang
menghasilkan). Dari data dapat diketahui bahwa ada serangga yang hanya
ditemukan di areal hutan primer sementara tidak ditemukan di areal yang lain,
sebagai contoh adalah dari ordo Dermaptera (Chelisocidae), dan bila dilihat dari
statusnya serangga ini adalah tergolong predator. Hal ini terjadi karena ekosistem
dari serangga tersebut sudah rusak sehingga terjadi pemusnahan.
Hedy dan kurniaty (1996) menyatakan pemusnahan dapat terjadi pada ekosistem
yang baru dan belum mantap, misalnya ada perubahan yang mendadak karena
ulah manusia.
Hal ini tidak diikuti dengan peningkatan dari serangga predator dan
parasitoid, ini terjadi karena usaha manusia dalam mengendalikan hama tersebut
dengan menggunakan pestisida kimia yang tidak selektif yang dapat membunuh
serangga parasitoid dan predator, sehingga terjadi peledakan hama pada areal
tersebut Harahap (1994) menyatakan di dalam ekosistem, Serangga fitofag dapat
berubah status dari non hama menjadi hama atau dari hama tidak penting menjadi
hama penting karena :
1. Perubahan lingkungan atau cara budidaya
2. Perpindahan tempat
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
4. Aplikasi insektisida yang tidak bijaksana.
Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Masing-Masing Lokasi.
Indeks keanekaragaman jenis serangga pada masing-masing lokasi dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Indeks Keanekaragam Jenis Serangga Pada Masing-Masing Lokasi
NO Lokasi Indeks Keanekaragaman
Jenis Keterangan
1. Hutan Primer 3.11027 Tinggi
2. Areal Bukaan Baru
(Land Clearing) 2.5954 Sedang
3. Tanaman Sawit Belum
Menghasilkan (TBM) 2.8094 Sedang
4. Tanaman Sawit
Menghasilkan (TM) 2.3653 Sedang
Dari data dapat dilihat bahwa indeks keanekaragaman pada
lokasi areal Hutan Primer tergolong Tinggi. Ini terjadi karena pada areal hutan
primer berada pada kondisi heterogen hal ini sesuai dengan Krebs (1978)
menyatakan Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik
semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebar dan semakin
tinggi keragaman jenisnya.
Dari data indeks keanekaragaman pada areal bukaan baru (land clearing)
tergolong sedang. Hal ini dikarenakan jumlah tanaman pada areal bukaan baru
sudah berkurang dan banyaknya areal yang sudah tidak terdapat tanaman
(gundul), sehingga mengakibatkan inang dan sumber makanan menjadi
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Dari data indeks keanekaragaman pada areal tanaman sawit belum
menghasilkan (TBM) dan tanaman sawit menghasilkan (TM) tergolong sedang.
Hal ini disebabkan jenis tanaman yang diusahakan secara monokultur dalam areal
yang sangat luas serta penggunaan pestisida sebagai tindakan pengendalian yang
menyebabkan terjadinya modifikasi pada keberadaan habitat serangga. Hal ini
sesuai dengan BP2TP (2009) yang menyatakan suatu spesies hama
mengkolonisasi daerah geografis yang baru tanpa diikuti oleh perkembangan
musuh alami, musuh alami terbunuh oleh aplikasi pestisida, atau habitat yang
ditempati oleh hama dan musuh alami dimodifikasi sehingga sangat sesuai untuk
hama.
Tabel 10. Indeks keanekaragaman serangga pada areal hutan primer
NO SERANGGA TOTAL pi ln pi H'
I COLEOPTERA :
1 Cerambycidae 7 0.0234 -3.7545 0.0879
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
3 Curculionidae 7 0.0201 -3.9087 0.0784
Tabel 11. Indeks keanekaragaman pada Araeal Bukaan Baru (Land Clearing)
NO SERANGGA KM pi ln pi H'
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
1 Carabidae 6 0.0239 -3.7347 0.0892
Tabel 12. Indeks keanekaragaman pada areal Tanaman kelapa sawit Belum Menghasilkan (TBM)
NO SERANGGA TOTAL pi ln pi H' I COLEOPTERA :
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
2 Cicindelidae 6 0,0188 -3,9734 0,0747
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
1. Pada areal Hutan Primer diperoleh Nilai Kerapatan Relatif (KR) tertinggi
adalah 25,4181% dari ordo Isoptera dan terendah sebesar 1,0033% dari
ordo Orthoptera.
2. Pada areal Bukaan baru (Land Clearing) diperoleh Nilai Kerapatan Relatif
(KR) tertinggi adalah 39,1045% dari ordo Isoptera dan terendah sebesar
0,8955% dari ordo Orthoptera.
3. Pada areal Tanaman Sawit Belum Menghasilkan (TBM) diperoleh Nilai
Kerapatan Relatif (KR) tertinggi adalah 36,6771% dari ordo Isoptera dan
terendah sebesar 0,9404% dari ordo Hymenoptera.
4. Pada areal Tanaman Sawit Menghasilkan (TM) diperoleh Nilai Kerapatan
Relatif (KR) tertinggi adalah 48,0645% dari ordo Isoptera dan terendah
sebesar 0,9677% dari ordo Hymenoptera dan Orthoptera.
5. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga (H^) yang tergolong tinggi
terdapat Pada Hutan Primer sebesar 3,11027 sedangkan tergolong sedang
pada areal bukaan baru (2,5954), tanaman belum menghasilkan (2, 8094),
dan tanaman menghasilkan sebesar (2, 3653).
Saran
Terjadinya konservasi areal menjadi pertanaman Kelapa Sawit
menyebabkan berkembangnya serangga Rayap dari Isoptera ; Termitidae yang
mendominasi sehingga sebaiknya dilakukan pencegahan secara preventif sebelum
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Amdal, 2008. Kebun PT. Umbul Mas Wisesa. Lembaga Penelitian-USU, Medan.
Anonimous, 2008. Indeks Diversitas/Keanekaragaman. Available on line at :
_________, 2008a. Konservasi Serangga Demi Pelestarian Ekology. Available on
line at (14 January 2003).
_________, 2008b. Pengenalan Ekosistem Hutan. Available on line at :
_________, 2008c. Serangga dan Lingkungannya. Available on line at :
Arief, 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius, Jakarta.
Borror, D.J., C.A. Triplehorn., dan N.F. Johnson., 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Firmansyah, E., 2008. Mengurangi Populasi Hama Serangga Tanpa Merusak
Lingkungan. Available on line at
Heddy, S dan M, Kurniaty., 1996. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Indriyanto, Ir., 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara, Jakarta
Kalshoven, L.G.E, 1981. The Pest Of Crops In Indonesia. PT. Ichtan Baru-Van Hoeve, Jakarta.
Krebs, 1978. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Third Edition. Harper and Row Publisher, New York.
Michael, P, 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Terjemahan Yanti R. Koester. UI-Press, Jakarta.
Odum, E.P., 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunders, Philadelphia.
Oka, I.N., 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. UGM-Press, Yogyakarta.
Putra, N.S., 1994. Serangga Di Sekitar Kita. Kanisius, Yogyakarta
Suin, M.I., 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas, Suin.
Sulthoni, A, dan Subyanto, 1980. Kunci Determinasi Serangga. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Untung, K., 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Untung, K., 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. UGM-Press, Yogyakarta.
Susilo, F.X., 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Wardojo, S., M. Soehardjan., S. Adisoemarto., E. Soenarjo., dan M. Ismunadji., 1997. Aspek Pestisida di Indonesia. Hasil Simposium Peranan Pestisida dalam Pengembangan Hama dan Penyakit Tanaman, Bogor.
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Lampiran 1. Serangga yang tertangkap dari setiap areal pengamatan
COLEOPTERA
Coleoptera : Carabidae Coleoptera : Cerambycidae Coleoptera : Cerambycidae Coleoptera : Scarabidae
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Coleoptera : Rhipidae Coleoptera : Curculionidae
DERMAPTERA
DIPTERA
Dermaptera : Forficulidae Diptera : Sarcophagidae
Lampiran 2. Gambar serangga yang tertangkap dari setiap areal pengamatan
HEMIPTERA
Hemiptera : Miridae Hemiptera : Pentatomidae Hemiptera : Reduviidae Hemiptera : Vellidae
HOMOPTERA
Homoptera : Cicadidae Homoptera : Cicadellidae
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.
Hymenoptera : Evaniidae Hymenoptera :Formicidae Hymenoptera : Poryzontinae Hymenoptera :Tiphiidae
ISOPTERA
Isoptera : Termitidae
Lampiran 3. Gambar Serangga yang tertangkap dari setiap areal pengamatan
LEPIDOPTERA
Lepidoptera : Danaidae Lepidoptera :Satyridae
ORTHOPTERA
Abadi Pramana Pelawi: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem Di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu, 2010.