• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sistem Pemasaran Pestisida Untuk Tanaman Hortikultura Di Sumatera Bagian Utara (Studi Kasus : PT. Syngenta Indonesia Perwakilan Sumatera Bagian Utara, Daerah Pemasaran Kabupaten Karo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Sistem Pemasaran Pestisida Untuk Tanaman Hortikultura Di Sumatera Bagian Utara (Studi Kasus : PT. Syngenta Indonesia Perwakilan Sumatera Bagian Utara, Daerah Pemasaran Kabupaten Karo)"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SISTEM PEMASARAN

PESTISIDA UNTUK TANAMAN HORTIKULTURA

DI SUMATERA BAGIAN UTARA

(Studi Kasus : PT. Syngenta Indonesia Perwakilan Sumatera Bagian Utara, Daerah Pemasaran Kabupaten Karo)

SKRIPSI

AZIZUL HALIM FADLY 020304032

SEP/AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Judul : Analisis Sistem Pemasaran Pestisida Untuk Tanaman Hortikultura Di Sumatera Bagian Utara.

(Studi Kasus : PT. Syngenta Indonesia Perwakilan Sumatera Bagian Utara, Daerah Pemasaran Kabupaten Karo)

Nama : Azizul Halim Fadly Nim : 020304032

Departemen : Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi : Agribisnis

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Luhut Sihombing, MP.

Ketua H.M. Mozart B. Darus, MSc.

(3)

RINGKASAN

AZIZUL HALIM FADLY (020304032), dengan judul skripsi “ANALISIS SISTEM PEMASARAN PESTISIDA UNTUK TANAMAN HORTIKULTURA DI SUMATERA BAGIAN UTARA. Studi kasus PT. Syngenta Indonesia Perwakilan Sumatera Bagian Utara, daerah pemasaran Kabupaten Karo”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku ketua komisi pembimbing. dan Bapak H.M. Mozart B. Darus, MSc. selaku anggota komisi pembimbing.

Luas areal tanaman hortikultura di Indonesia yang fluktuatif dari tahun ke tahun sangat terkait dengan beberapa faktor penyebab antara lain kondisi iklim, harga dan serangan organisme penggangu tanaman (OPT). Serangan OPT yang hampir terjadi pada setiap musim tanam mendorong petani untuk menggunakan pestisida dalam tindakan pengendalian. Terlihat dari prilaku petani dalam mengaplikasikan pestisida yang cenderung terus meningkat dalam frekuensi, dosis, dan komposisi atau campuran yang digunakan. Dalam upaya meminimalkan dampak negatif dari penggunaan pestisida yang kurang bijaksana dalam hal ini memperkecil residu pestisida pada hasil pertanian khususnya produk hortikultura, oleh karena itu penggunaan pestisida harus dilakukan dengan cara enam tepat yaitu tepat jenis, tepat mutu, tepat sasaran, tepat dosis dan konsentrasi, tepat waktu, dan tepat cara dan alat aplikasi. Sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) yang tertera dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992, penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir dalam pengendalian hama, walaupun demikian perlu diperhatikan tingkat efektivitas dan selektivitasnya terhadap hama target.

Jumlah pilihan untuk pestisida ataupun jumlah merk dagang pestisida di Indonesia begitu banyak, Terdapat 1158 merk dagang pestisida yang terdaftar di Departemen Pertanian, ditambah 49 merk dagang pestisida yang baru terdaftar pada tahun 2006, dan ditambah 17 merk dagang sebagai merk dagang perluasan dari pestisida yang telah beredar di pasar. Dari sekian banyak merk dagang tersebut terdapat 196 perusahaan pemegang pendaftaran pestisida di Indonesia. Mengakibatkan terjadinya persaingan yang semakin ketat diantara produsen-produsen pestisida yang didukung dengan meningkatnya kepentingan tentang kepuasan konsumen, perubahan teknologi, dan perbedaan dunia bisnis. Untuk itu diperlukan suatu strategi pemasaran yang menjanjikan dan mendukung pertumbuhan efektivitas pemasaran tanpa melupakan aspek lingkungan dan etika bisnis serta dampak negatif yang diciptakan.

Beberapa permasalahan yang perlu diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana saluran pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian? 2. Bagaimana efektivitas sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah

penelitian?

3. Apakah sistem pemasaran PT. Syngenta memberikan ketersediaan produk pestisida bagi petani di daerah penelitian?

(4)

5. Bagaimana upaya dan strategi yang dapat diterapkan dalam sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian ?

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui saluran pemasaran pestisida PT. Syngenta dari produsen hingga sampai ke petani.di daerah penelitian.

2. Mengetahui efektivitas sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian.

3. Mengetahui ketersediaan produk pestisida PT. Syngenta bagi petani di daerah penelitian.

4. Mengetahui masalah-masalah yang dihadapi sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian.

5. Mengetahui upaya dan strategi apa saja yang dapat diterapkan untuk peningkatan kinerja sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian.

Landasan teori yang telah dibuat dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Ada beberapa saluran pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian. 2. Efektivitas sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta baik di daerah penelitian. 3. Produk pestisida PT. Syngenta tersedia bagi petani di daerah penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Karo pada tahun 2007 yang ditentuklan secara purposive berdasarkan penilaian bahwa daerah ini merupakan salah satu sentra produksi hortikultura di Sumatera Bagian Utara. Metode penentuan sampel ditentukan secara snowball sampling, purposive sampling, dan

stratified random sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode

analisis deskriptif, analisis efektivitas dengan menggunakan memo pemasaran, analisis ketersediaan (availability), dan Analisis SWOT.

Berdasarkan hasil analisis data maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:

1. Saluran pemasaran pestisida PT. Syngenta yang dilalui oleh produsen hingga ke konsumen akhir terdiri dari 4 saluran pemasaran, dimana lembaga pemasaran yang terlibat adalah produsen, distributor, dan pedagang pengecer yang dikategorikan menjadi retailer I,retailer II,dan retailer III. Sistem pemasaran yang digunakan adalah sistem pemasaran vertical dengan sistem saluran contractual system. Saluran distribusi yang digunakan adalah distribusi intensif.

2. Efektivitas sistem pemasaran pestisida PT.Syngenta sangat baik di daerah penelitian karena sistem pemasaran PT. Syngenta sudah mencerminkan dan mempertimbangkan kelima atribut orientasi pemasaran yaitu falsafah pelanggan, organisasi pemasaran terpadu, informasi pemasaran yang memadai, orientasi strategis, dan efisiensi operasional dalam menetapkan dan melaksanakan strategi pemasaran.

3. Produk pestisida PT. Syngenta tersedia di daerah penelitian karena dapat dibeli oleh konsumen dengan resiko dan waktu belanja minimum, pada lokasi yang mudah dijangkau dan pada saat konsumen/petani membutuhkan dan siap menggunakan produk tersebut yaitu pasa saat musim tanam.

(5)

penjualan, market share di tingkat retailer rendah dari relatif market share pesaing, kurang terstruktur dalam hal segmentasi pasar, lemahnya permodalan dan manajerial lembaga perantara pemasaran, rendahnya pengetahuan konsumen terhadap pestisida berkualitas, daya beli petani rendah disebabkan penerimaan usahatani rendah, fluktuasi harga jual komoditi hasil pertanian, dan pestisida palsu dan tidak terdaftar yang banyak beredar di pasar.

5. Upaya-upaya yang dilakukan oleh PT. Syngenta untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta adalah melakukan strategi diferensiasi dengan menciptakan persepsi terhadap nilai tertentu atas produk pada konsumen, memberikan kemudahan pembayaran kepada retailer yang dikontrak, melakukan penetapan posisi pasar, menawarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan petani dan menjelaskan mengenai dosis, waktu dan cara pengaplikasian, dan menyarankan kepada petani untuk membeli pestisida di retailer-retailer yang dikontrak.

6. Alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja sistem pemasaran pestisida PT. Syngneta adalah strategi agresif dan strategi diversifikasi yaitu strategi yang mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy) dan strategi yang memanfaatkan peluang jangka panjang dengan diversifikasi dan diferensiasi produk

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disarankan:

1. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan dan pengawasan pestisida masih perlu disempurnakan terutama yang berkaitan dengan perangkat hukum. 2. Pemerintah sebaiknya memberikan subsidi harga pestisida kepada petani

dan memperbaiki sistem pengawasan penyaluran dan peredaran pestisida, sehingga dapat menekan peredaran pestisida palsu dan pestisida terlarang yang merugikan petani.

3. Produsen sebaiknya menurunkan harga jual produk pestisidanya dan menetapkan harga eceran tertinggi (HET) produk pestisidanya di pasar. 4. Lembaga pemasaran sebaiknya memberikan kemudahan pembayaran

produk pestisida kepada petani

5. Lembaga pemasaran sebaiknya menawarkan pestisida yang sesuai dengan sasaran hama target kepada petani dan menjelaskan mengena dosis, cara, dan waktu penggunaan pestisida.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Azizul Halim Fadly, lahir di Medan pada tanggal 1 Oktober 1983, Anak ketiga dari tiga bersaudara dari Ayahanda Ir. H. Syarifuddin Boegis dan Ibunda Hj. Dahlia Sembiring Depari.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah :

1. Tahun 1989 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri 066664 Medan dan tamat tahun 1995.

2. Tahun 1995 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Medan dan tamat tahun 1998.

3. Tahun 1998 masuk Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Medan dan tamat tahun 2001.

4. Tahun 2002 di terima di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universtias Sumatera Utara, Medan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

5. Bulan Juli_Agustus 2006 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Matiti I, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat memulai, menjalani, dan menyelesaikan masa perkuliahan serta dapat melaksanakan praktek skripsi dan menyelesaikannya.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dengan judul “ANALISIS SISTEM PEMASARAN PESTISIDA UNTUK TANAMAN HORTIKULTURA DI SUMATERA BAGIAN UTARA” (Studi Kasus : PT. Syngenta Indonesia Perwakilan Sumatera Bagian Utara, Daerah Pemasaran Kabupaten Karo).

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Sekretaris Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bapak H.M. Mozart B. Darus, MSc, sebagai Anggota Komisi Pembimbing 3. Ibu Ir. Lily Fauzia, MSi, sebagai Ketua Departemen Sosial Ekonomi

Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai tata usaha di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang turut berperan dalam studi penulis.

5. PT. Syngenta Indonesia perwakilan Sumatera Bagian Utara, PT. Mitramas Agro Persada, dan PT. Candi Agro Mandiri atas bantuannya selama penulis mengambil data.

6. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh responden dan intansi yang terkait dalam penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan bimbingannya.

Dengan rasa hormat yang sedalam-dalamnya penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada Ayahanda Ir. H. Syarifuddin Boegis, Ibunda Hj. Dahlia Sembiring Depari, atas perhatian, kasih sayang, doa, dukungan moril dan materil, dorongan dan nasehat yang tiada henti-hentinya

kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kakanda Debby Kumala Sari, ST dan Tanty Yulinda Sari, SPd. Serta Abang-abang ipar

penulis, Ulil Amri, ST dan Parulian Silaban, SH, SE. atas doa, dukungan dan semangatnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat meningklatkan kualitas skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL……….. viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN……….. xi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Identifikasi Masalah………. 6

1.3. Tujuan Penelitian……….. 6

1.4. Kegunaan Penelitian………. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka……….. 8

2.2. Landasan Teori………. 13

2.3. Kerangka Pemikiran………. 27

2.4. Hipotesis Penelitian……….. 30

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Daerah Sampel……… 31

3.2. Metode Penentuan Sampel……… 31

3.3. Metode Pengambilan Data……… 34

3.4. Metode Analisis Data……… 34

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional………. 36

IV. PROFIL PERUSAHAAN, DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN, DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 4.1. Profil Perusahaan……….. 39

4.2. Deskripsi Daerah Penelitian………. 42

4.2.1. Kecamamatan Tiga Panah……….. 42

4.2.1.1. Letak Daerah Penelitian……… 42

4.2.1.2. Penggunaan Tanah……… 43

4.2.1.3. Keadaan Penduduk……… 44

4.2.2. Kecamatan Simpang Empat………... 46

4.2.2.1. Letak Daerah Penelitian……… 46

(9)

4.2.2.3. Keadaan Penduduk……….. 47

4.3. Karakteristik Responden……….. 50

4.3.1. Produsen………. 50

4.3.2. Distributor (dealer)………. 50

4.3.3. Pedagang Eceran (retailer)………. 51

4.3.4. Konsumen………... 52

V. GAMBARAN UMUM SISTEM PEMASARAN PESTISIDA PT. SYNGENTA DI DAERAH PENELITIAN 5.1. Sistem Pemasaran Pestisida PT. Syngenta………... 54

5.2. Jenis Pestisida………... 58

VI. HASIL PENELITIAN 6.1. Saluran Pemasara Pestisida PT. Syngenta di Daerah Penelitian... 61

6.2. Efektivitas Sistem Pemasaran Pestisida PT. Syngenta…………. 68

6.3. Ketersediaan Pestisida PT. Syngenta di Daerah Penelitian…….. 69

6.4. Masalah Sistem Pemasaran Pestisida PT. Syngenta dan Upaya untuk Mengatasinya………. 74

6.4.1. Masalah-masalah yang Dihadapi……… 74

6.4.2. Upaya-upaya yang Dilakukan………. 77

6.5. Strategi Peningkatan Kinerja Sistem Pemasaran Pestisida PT. Syngenta………. 79

VII. PEMBAHASAN 7.1. Saluran Pemasara Pestisida PT. Syngenta di Daerah Penelitian... 85

7.2. Efektivitas Sistem Pemasaran Pestisida PT. Syngenta…………. 86

7.3. Ketersediaan Pestisida PT. Syngenta di Daerah Penelitian…….. 91

7.4. Masalah Sistem Pemasaran Pestisida PT. Syngenta………. 93

7.5. Strategi Peningkatan Kinerja Sistem Pemasaran Pestisida PT. Syngenta………. 94

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan………... 96

8.2. Saran………. 98 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

1. Jenis Pestisida Menurut Organisme Penggangu Tanaman (OPT) Sasaran.... 10

2. Daftar Pestisida Terlarang... 12

3. Jumlah Populasi dan Sampel Produsen, Distributor, dan Pedagang Pengecer pada Tahun 2006………. 32

4. Komposisi Penggunaan Lahan di Kecamatan Tiga Panah, 2006 …………. 43

5. Jumlah Penduduk Kecamatan Tiga Panah Menurut Jenis Kelamin, 2006… 44 6. Komposisi Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Tiga Panah, 2006…… 45

7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Tiga Panah, 2006………... 46

8. Komposisi Penggunaan Lahan di Kecamatan Simpang Empat, 2006 …… 47

9. Jumlah Penduduk Kecamatan Simpang Empat Menurut Jenis Kelamin, 2006 ……….. 48

10.Komposisi Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Simpang Empat, 2006 49 11.Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Simpang Empat, 2006 ..……… 50

12.Karakteristik Distributor……… 51

13.Karakteristik Pedagang ……….... 52

14.Karakteristik Konsumen……… 53

15.Skor Efektivitas Pemasaran Pestisida PT. Syngenta di Daerah Penelitian, 2007. ………. 69

16.Persentase Retailer Menurut Waktu Stocking Terakhir dan Merk Pestisida yang Dijual, 2007. ………. 70

(11)

18.Persentase Retailer Berdasarkan Pengamatan Pengelola Retailer Terhadap Penjualan Produk Pestisida Saat Ini Dibandingkan

6 Bulan Lalu, 2007.………... 72 19.Persentase Retailer Berdasarkan Frekuensi Kunjungan Product Promotor

PT. Syngenta, 2007.……….. 73 20.Persentase Retailer Berdasarkan Tenggang Waktu Antara Order dan

Delivery Produk Pestisida PT. Syngenta, 2007.……… 74

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal

1. Sistem Pemasaran Total Perusahaan ……… 14

2. Diagram Matrik SWOT ……… 25

3. Diagram Analisis SWOT……… 26

4. Skema Kerangka Pemikiran ……… 29

5. Struktur Organisasi PT.Syngenta Indonesia……….. 41

6. Skema Saluran Pemasaran Pestisida PT.Syngenta Secara Keseluruhan Di Daerah Penelitian ……… 63

7. Skema Saluran Pemasaran I Pestisida PT.Syngenta ………. 64

8. Skema Saluran Pemasaran II Pestisida PT.Syngenta ……… 65

9. Skema Saluran Pemasaran III Pestisida PT.Syngenta ……….. 66

10. Skema Saluran Pemasaran IV Pestisida PT.Syngenta ……….. 67

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Hal

1. Karakteristik Distributor Sampel ……….. 102 2. Karakteristik Pedagang Sampel ………. 103 3. Karakteristik Konsumen (petani)……… 104 4. Memo pemasaran (Instrument Penelaah Efektivitas Pemasaran) …….. 105 5. Jawaban Responden Terhadap Pertanyaan Tentang Efektivitas

Pemasaran Pestisida PT. Syngenta ………. 108 6. Skor Jawaban Responden Terhadap Pertanyaan Tentang Efektivitas

Pemasaran Pestisida PT. Syngenta ……… 108 7. Keadaan Stok Produk Pestisida PT. Syngenta (Curacron 500 EC)

di Daerah Penelitian……… 109 8. Keadaan Stok Produk Pestisida PT. Syngenta (Bion-M 1/48 WP)

di Daerah Penelitian……… 110 9. Keadaan Stok Produk Kompetitor PT. Syngenta (Biocron 500 EC)

di Daerah Penelitian……… 111 10. Keadaan Stok Produk Kompetitor PT. Syngenta (Daconil 70 WP)

di Daerah Penelitian……… 112 11. Kondisi Penjualan Saat Ini Dibandingkan Dengan 6 Bulan Lalu……… 113 12. Frekuensi Kunjungan Product Promotor PT. Syngenta ke Retailer….. 114 13. Tenggang Waktu Antara Order dan Delivery ……… 115 14. Luas Tanam, Panen, Produksi, dan produktivitas Sayur-sayuran per

Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Utara 2006………. 116 15. Luas Panen, Produksi, dan produktivitas Buah-buahan per Kabupaten/

(14)

I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Tanaman pertanian sering diganggu atau dirusak oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme penggangu tanaman ini dikenal sebagai hama tanaman, penyakit tanaman, dan gulma (tumbuhan pengganggu). Untuk menghindari kerugian karena serangan OPT, perlu dilakukan upaya pengendalian yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya pengendalian secara kimiawi dengan produk-produk perlindungan tanaman atau pestisida. (Djojosumarto, 2000, hal: 17-20).

(15)

enam tepat yaitu tepat jenis, tepat mutu, tepat sasaran, tepat dosis dan konsentrasi, tepat waktu, dan tepat cara dan alat aplikasi. Sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) yang tertera dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992, penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir dalam pengendalian hama, walaupun demikian perlu diperhatikan tingkat efektivitas dan selektivitasnya terhadap hama target (DitLin Hortikultura, 2004, hal : 2).

Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas organisme pengganggu tanaman. Sebab, pestisida mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat untuk diketahui (Wudianto, 2001, hal: 5).

Menurut Oka (1995), Produsen pestisida, pedagang besar, pengecer, berkepentingan agar pestisida yang telah memperoleh izin untuk dipergunakan, dapat dijual kepada masyarakat yang berkepentingan untuk memperoleh keuntungan. Sebaliknya mereka yang memerlukan pestisida mengharap agar pestisida yang diperlukan selalu tersedia dengan harga terjangkau.

Sistem dapat didefenisikan sebagai kumpulan komponen yang saling bergantung, yang dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kebulatan, dan diorganisir untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi setiap sistem termasuk dalam sistem yang lebih besar, dan terdiri dari komponen-komponen yang masing-masing merupakan sistem tersendiri (Radiosunu, 1982, hal: 7).

(16)

Sistem pemasaran diartikan sebagai kumpulan lembaga-lembaga yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam kegiatan pemasaran barang dan jasa, saling mempengaruhi dengan tujuan mengalokasikan sumber daya langka secara efisien guna memenuhi kebutuhan manusia (Radiosunu, 1982, hal: 8).

Jumlah pilihan untuk pestisida ataupun jumlah merk dagang pestisida di Indonesia begitu banyak, seperti tercantum dalam buku pestisida untuk pertanian dan kehutanan yang diterbitkan oleh Direktorat Sarana Produksi, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian (2006). Jumlah nama formulasi atau merk dagang pestisida yang terdaftar di Departemen Pertanian sebesar 1158 merk dagang pestisida ditambah 49 merk dagang pestisida yang baru terdaftar pada tahun 2006, dan ditambah 17 merk dagang sebagai merk dagang perluasan dari pestisida yang telah beredar di pasar. Dari sekian banyak merk dagang tersebut terdapat 196 perusahaan pemegang pendaftaran pestisida di Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya persaingan yang semakin ketat diantara produsen-produsen pestisida yang didukung dengan meningkatnya kepentingan tentang kepuasan konsumen, perubahan teknologi, dan perbedaan dunia bisnis. Untuk itu diperlukan suatu strategi pemasaran yang menjanjikan dan mendukung pertumbuhan efektivitas pemasaran tanpa melupakan aspek lingkungan dan etika bisnis serta dampak negatif yang diciptakan.

(17)

Syngenta AG di Indonesia. Syngenta AG merupakan perusahaan penghasil pestisida berskala global yang berpusat di Swiss dan memiliki perwakilan di 90 negara di dunia, salah satunya di Indonesia. Syngenta AG saat ini tercatat sebagai peringkat ketiga dunia dalam total penjualan di bidang perlindungan tanaman dan perbenihan, dengan total penjualan mencapai US$ 6,2 milyar pada tahun 2004 dan meningkat mencapai US$ 8,1 milyar pada tahun 2005, dengan jumlah karyawan sekitar 20.000 orang di seluruh dunia.

Salah satu daerah pemasaran pestisida PT. Syngenta di regional Sumatera Bagian Utara adalah Kabupaten Karo. Di Sumatera Utara, Kabupaten Karo terkenal sebagai daerah penghasil hotikultura terutama hortikultura sayur-sayuran dan buah-buahan. Hal tersebut dikarenakan tanaman hortikultura paling sesuai ditanam di daerah dataran tinggi. Menurut BPS–Sumatera Utara (2006) Kabupaten Karo terkenal sebagai daerah penghasil berbagai buah-buahan, sayur-sayuran, dan bunga-bungaan dan mata pencaharian penduduk yang terutama adalah usaha pertanian pangan, hasil hortikultura dan perkebunan rakyat.

Pemasaran pestisida di Kabupaten Karo melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran ini berperan penting dalam pemasaran pestisida. Adapun lembaga pemasaran pestisida tersebut adalah distributor, pedagang besar, pedagang menengah, dan pedagang kecil. Pedagang tidak langsung menjual produk pestisida kepada petani tetapi produk tersebut diperkenalkan terlebih dahulu dengan cara memberikan penjelasan tentang manfaat, cara pengaplikasian, serta dosis penggunaan yang tepat.

(18)

tinggal petani melalui periklanan seperti pembagian brosur dan pemasangan poster. Pengenalan produk juga dilakukan dengan kegiatan promosi yaitu dengan mengadakan demonstrasi pengaplikasian produk di daerah tempat tinggal petani dan mengadakan penyuluhan pertanian.

Banyaknya jenis merk dagang pestisida yang beredar, ditambah banyaknya produsen dan pedagang yang menjual pestisida di Kabupaten Karo mengakibatkan saluran pemasaran pestisida lebih cenderung ke saluran pemasaran sederhana. Menurut Syahyunan (2004) saluran pemasaran sederhana yaitu saluran pemasaran yang hanya menggunakan satu atau dua lembaga perantara pemasaran, berarti produsen langsung menghubungi pengecer yang cocok untuk memasarkan barang-barangnya contohnya :

- Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen - Produsen-Pengecer-Konsumen

Permasalahan umum dalam pemasaran pestisida di Kabupaten Karo adalah masalah harga jual, karena tingginya harga jual mempengaruhi penjualan dari pestisida tersebut. Menurut Oka (1995), harga tersebut terbentuk dari kerjasama banyak faktor pembentuk harga yang biasanya digolongkan ke dalam kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan.

(19)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu diteliti sebagai berikut:

6. Bagaimana saluran pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian? 7. Bagaimana efektivitas sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah

penelitian?

8. Apakah sistem pemasaran PT. Syngenta memberikan ketersediaan produk pestisida bagi petani di daerah penelitian?

9. Masalah apa saja yang dihadapi sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian ?

10.Bagaimana upaya dan strategi yang dapat diterapkan dalam sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian ?

1.3. Tujuan Penelitian

6. Untuk mengetahui saluran pemasaran pestisida PT. Syngenta dari produsen hingga sampai ke petani.di daerah penelitian.

7. Untuk mengetahui efektivitas sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian.

8. Untuk mengetahui ketersediaan produk pestisida PT. Syngenta bagi petani di daerah penelitian.

9. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian.

(20)

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi perusahaan produsen, distributor, dan pedagang pestisida dalam mengelola dan mengembangkan usahanya.

2. Sebagai bahan informasi bagi petani dalam rangka penggunaan pestisida secara efisien dan efektif.

3. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah mengenai pemasaran pestisida sehingga membantu dalam perumusan kebijakan dan strategi membangun pertanian yang lebih baik.

4. Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk perbaikan dan peningkatan sistem pemasaran pestisida.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Istilah pestisida merupakan terjemahan dari pesticide (Inggris) yang berasal dari bahasa Latin pestis dan caedo yang biasa diterjemahkan secara bebas menjadi racun untuk mengendalikan jasad pengganggu. Istilah jasad pengganggu pada tanaman sering juga disebut dengan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Wudianto, 2001, hal: 5).

Pengertian dan batasan pestisida yang tertera pada Keputusan Menteri Pertanian No.434.1/Kpts/TP.270/7/2001 masih mengacu pada Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida. Pestisida merupakan semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.

2. Memberantas rerumputan.

3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan. 4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian. 5. Tanaman tidak termasuk pupuk.

6. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak.

7. Memberantas atau mencegah hama-hama air.

(22)

9. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah, atau air.

Bidang penggunaan pestisida meliputi: • Pengelolahan tumbuhan

• Peternakan

• Penyimpanan hasil pertanian

• Pengawetan hasil hutan

• Pengendalian vektor penyakit manusia

• Pengendalian rayap

• Pestisida rumah tangga

• Fumigasi

• Pestisida industri lainnya seperti cat, anti pencemaran dan bidang lainnya

(Departemen Pertanian, 2004, hal: 2).

Penggunaan pestisida di seluruh dunia didominasi oleh insektisida, fungisida, dan herbisida. Di tingkat dunia, penggunaan pestisida didominasi oleh herbisida yang disusul oleh insektisida dan fungisida. Sedangkan di Indonesia, insektisida masih menempati urutan teratas (Djojosumarto, 2000, hal: 37).

(23)

Tabel 1. Jenis Pestisida menurut Organisme Penggangu Tanaman (OPT) sasaran

No. Pestisida OPT sasaran

1.

Penyakit : fungi (jamur) atau cendawan Penyakit : bakteri

Hama : nematoda

Hama : tungau, caplak, dan laba-laba Hama : binatang pengerat misalnya tikus

Hama : molluska yaitu siput telanjang, siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, dan trisipan Gulma atau tumbuhan pengganggu

(Wudianto, 2001, hal: 7-18).

Pestisida yang dipasarkan terdiri atas berbagai bahan yang dicampur menjadi suatu campuran yang disebut formulasi. Formulasi dapat terdiri atas bahan aktif, pelarut, pembawa (carrier), surfaktan (emulsi), stabilizer, sinergis, pembasah, minyak-minyak (emisifiable), defoamer, agensia pemadat, dan pewarna. Ada berbagai tipe formulasi pestisida yang dapat diketahui antara lain sebagai berikut:

• (WP) tepung larut dalam air (wettabel powder) • (EC) konsentrat teremulsi (emulsifiable concentrate)

• (CS) kapsul suspensi (capsule suspension)

• (SC) konsentrat suspensi (suspension concentrate) • (OL) cairan campuran minyak (oil miscible liquid)

(24)

• (RB) umpan (bait – ready for use)

Formulasi lepas terkendali (controlled release formulation)

(Oka, 1995, hal:187-188).

Penggunaan pestisida yang rasional perlu mengetahui sifat kimia, sifat fisika, biologi, dan ekologi jasad penggangu dan musuh alami. Untuk menghindari dampak negatif dari penggunaan pestisida perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Pestisida digunakan bila populasi atau tingkat kerusakan telah mencapai ambang ekonomi

2. Menggunakan pestisida yang berspektrum sempit dan mempunyai selektifitas yang tinggi dan konsentrasi dosis yang tepat

3. Memilih pestisida yang residunya pendek dan mudah terdekomposisi oleh faktor lingkungan

4. Menggunakan pestisida pada saat hama berada pada titik yang terlemah 5. Pestisida digunakan bila cara pengendalian lainnya sudah tidak efektif lagi

Syarat-syarat pestisida yang ideal adalah ; • Mempunyai toksisitas oral yang rendah

• Tidak meninggalkan residu • Mudah didapat atau diperoleh

• Harganya murah dan terjangkau

Tidak mudah terbakar (flumable)

(25)

Dewasa ini pengendalian hama tanaman dengan menggunakan pestisida telah meluas dan memberikan sumbangan yang besar dalam meningkatkan persediaan pangan dan hortikultura, disamping cara pemberantasan yang cepat

untuk maksud tersebut dilakukan sesuatu pengujian pestisida (Djumantri, 1990, hal:5).

Berdasarkan Komisi Pestisida ada 37 jenis formulasi pestisida yang dilarang di Indonesia. Formulasi itu masuk ke dalam kelas 1a (sangat berbahaya sekali) dan kelas 1b (berbahaya sekali) berdasarkan klasifikasi Organisasi Kesehatan Dunia WHO.

Tabel 2. Daftar Pestisida Terlarang

No. Nama Bahan Aktif No. Nama Bahan Aktif

9. Diklorodifeniltrikloroetan (DDT) 28. Monosodium metam 10. Dibromokloropropan (DBCP) 29. Natrium klorat

11. Dielrin 30. Natirum tribromofenol 12. Diklorofenol 31. Paration metal

13. Dinoseb 32. Pentaklorofenol (PCP) dan garamnya

14. EPN 33. Senyawa arsen

15. Endrin 34. Senyawa merkuri

16. Etilen Dibromidal (EDB) 35. Strikhnin 17. Fosfor Merah 36. Telodrin 18. Halogen fenol 37. Toxaphene 19. Heksaklorida (HCH) dan

isomernya

(26)

2.2. Landasan Teori

Pada hakekatnya, pemasaran merupakan suatu sistem yang tujuan utamanya ialah mengalokasikan sumber daya langka secara efisien agar dapat memenuhi kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya (Radiosunu, 1982, hal: 7).

Tataniaga pertanian tidak hanya meliputi barang yang dihasilkan oleh petani tetapi mencakup pula sarana-sarana produksi yang diperlukan oleh petani. Misalnya: pupuk, obat-obatan, pemberantasan hama dan penyakit dan juga alat-alat pertanian (Mubyarto, 1989, hal: 166-167).

Pada pemasaran komoditi non pertanian lokasi produsen terkonsentrasi dan barang yang dihasilkan dapat direncanakan secara cermat, mengenai jumlah, mutu dan waktu pembuatan barang. Produsen produk non pertanian pada umumnya menghasilkan barang dalam jumlah yang besar, sehingga produsen dapat mendistribusikan secara langsung melalui pedagang besar, agen dan pengecer serta konsumen (distribusi barang). Sifat distribusi dapat diindikasikan dengan penurunan volume yang ditransaksikan dari pedagang besar, agen dan pengecer serta konsumen (Sudiyono, 2004, hal: 8).

(27)

Bauran pemasaran adalah istilah penting yang dipakai untuk menjelaskan kombinasi empat besar pembentuk inti sistem pemasaran suatu organisasi. Keempat unsur tersebut adalah penawaran produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi. Gambar berikut menggambarkan sistem pemasaran total sebuah perusahaan sebagai kombinasi kekuatan lingkungan dengan kekuatan intern perusahaan

Gambar 1. Sistem Pemasaran Total Perusahaan (Stanton, 1996, hal: 45).

Dalam suatu sistem pemasaran terdapat lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan pemasaran. Dengan adanya kegiatan tersebut maka barang-barang dapat berpindah tempat dari produsen hingga ke konsumen akhir. Secara umum dikenal dua golongan besar lembaga-lembaga pemasaran yang mengambil bagian dalam saluran pemasaran yaitu perantara pedagang dan perantara agen. Perantara pedagang adalah lembaga yang melaksanakan perdagangan dengan melakukan fungsi-fungsi pemasaran, dan memiliki hak atas semua barang yang diperdagangkan serta bertanggung jawab terhadap kepemilikan semua barang yang dipasarkannya. Perantara pedagang digolongkan menjadi 3 macam yaitu:

BAURAN PEMASARAN PERUSAHAAN Perencanaan produk Sistem distribusi Struktur harga Kegiatan promosi

SUMBERDAYA NON PEMASARAN DI DALAM PERUSAHAAN Produksi Lokasi

Keuangan Riset dan pengembangan Personalia Citra perusahaan

KEKUATAN LINGKUNGAN MAKRO Kependudukan Kekuatan hukum dan Kondisi Ekonomi politik

Kekuatan social dan Teknologi

(28)

a. Produsen, yang membuat sekaligus menyalurkan barang ke pasar.

b. Distributor dan Pedagang Besar, yang menjual barang-barang kepada pengusaha lain.

c. Pengecer, yang menjual barang kepada konsumen akhir.

Perantara agen adalah lembaga yang melaksanakan perdagangan dengan menyediakan jasa-jasa atau fungsi khusus yang berhubungan dengan penjualan atau distribusi barang, tetapi mereka tidak mempunyai hak untuk memiliki barang yang diperdagangkan (Swastha dan Irawan, 1990, hal: 288 - 292)

Perantara agen merupakan wakil dari pabrikan dan pialang yang menjual ke penjual ulang, dan pelanggan industri dan komersial tetapi tidak memberi merk pada barang yang mereka jual. Biasanya berspesialisasi dalam fungsi penjualan dan bertindak sebagai klien pabrikan atas dasar komisi (Boyd dkk, 2000, hal: 14)

Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan atau produsen dalam pemilihan saluran pemasaran/distribusi antara lain:

a. Sifat barang, berupa cepat tidaknya barang mengalami kerusakan b. Sifat pembayarannya

c. Biaya d. Modal

e. Tingkat keuntungan

f. Jumlah setiap kali penjualan (Syahyunan, 2004, hal: 9)

(29)

• Produsen-Pemakai industri

Saluran distribusi secara langsung ini menyangkut volume penjualan dalam rupiah yang relatif cukup besar dari barang industri dibandingkan dengan saluran yang lain.

• Produsen-Distributor Industri-Pemakai

Produsen barang-barang jenis operating supplies dan accessary equipment kecil dapat menggunakan distributor industri untuk mencapai pasarnya. Produsen lain yang dapat menggunakan distributor industri sebagai penyalurnya, antara lain: produsen bahan bangunan, alat-alat untuk konstruksi bangunan, dan lain-lain.

• Produsen-Agen-Pemakai

Biasanya saluran distribusi semacam ini dipakai oleh produsen yang tidak memiliki departemen pemasaran juga suatu perusahaan yang ingin memperkenalkan produk baru atau ingin memasuki daerah pemasaran baru atau lebih suka menggunakan agen.

• Produsen-Agen-Distributor Industri-Pemakai

Saluran distribusi semacam ini dipakai oleh perusahaan dengan pertimbangan antara lain bahwa unit penjualannya terlalu kecil untuk dijual secara langsung atau mungkin memerlukan penyimpanan pada penyalur

(Swastha, 1999, hal: 91-93).

(30)

a. Corporate Sistem dimana pengkombinasian tahap produksi dan distribusi

berada di bawah pemilikan tunggal misalnya: produsen yang juga memiliki banyak sekali toko pengecer.

b. Administered Sistem, dimana kordinasi tahap produksi dan distribusi

dilakukan dengan kekuatan dari suatu lembaga dalam saluran, misalnya: pedagang besar atau agen. Sering pula mereka mengkoordinir saluran dari bahan mentah menjadi produk jadi.

c. Contractual Sistem, dimana masing-masing lembaga saluran yang berdiri

sendiri mengadakan integrasi atas dasar suatu perjanjian. Kekuatan dalam pembelian dan penjualan masing-masing lembaga diatur bersama.

(Swastha, 1999, hal:103).

Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. (Sudiyono, 2004, hal: 79).

(31)

Tiga alternatif kebijaksanaan yang dapat ditempuh produsen dalam penentuan jumlah perantara, yaitu sebagai berikut :

1. Distribusi Intensif

Dalam kebijaksanaan ini, produsen menggunakan jumlah lembaga distribusi (outlet/perantara) sebanyak mungkin ke seluruh pelosok. Dengan menyebarkan outlet ini diharapkan konsumen akan lebih mudah memperoleh barang-barang kebutuhannya. Cara ini banyak digunakan oleh produsen di tingkat retailer. Pada umumnnya barang-barang yang diperdagangkan melalui distribusi intensif ini adalah barang-barang standard perlengkapan operasi seperti pelumas, pupuk, alat pertukangan dan sebagainya. Jika pasar yang dilayani sangat luas, maka jumlah penyalur yang dipergunakan tidak hanya pada tingkat perdagangan internasional.

2. Distribusi Selektif

Produsen mengadakan seleksi terlebih dahulu atas lembaga-lembaga, distribusi yang akan dipergunakan, baik pada tingkat wholesaler maupun pada tingkat

retailer dalam satu tempat atau daerah tertentu. Biasanya kebijaksanaan

ini dianut untuk pemasaran barang-barang baru, barang-barang shopping atau barang-barang spesial lainnya.

Perusahaan dapat beralih ke distribusi selektif apabila distribusi ini dipandang lebih menguntungkan daripada distribusi intensif, sehingga jumlah outlet yang digunakan pada setiap tingkat menjadi lebih sedikit.

3. Distribusi Esklusif

Kebijaksanaan ini dapat dilaksanakan oleh produsen dengan mempergunakan satu

(32)

Perusahaan memberikan hak penuh kepada satu perusahaan untuk menyalurkan barang-barangnya baik ditingkat wholesaler atau retailer. Pada umumnya cara ini dipergunakan dalam pemasaran barang-barang lux, seperti mobil.

Pada umumnya jumlah perantara yang ideal adalah yang memenuhi kebutuhan pasar atau konsumen akhir dengan berlebihan. Kebijaksanaan yang terlalu terbuka dari produsen dalam pemasaran barang-barang melalui outlet yang semakin bertambah akan menambah marketing cost. Oleh karena itu masalah ini perlu mendapat perhatian istimewa agar efektifitas pemakaian saluran distribusi dapat diperoleh dengan tidak melupakan faktor-faktor efisiensinya (Syahyunan,2004, hal: 4).

Sistem pemasaran yang baik adalah

• lancar, waktu penyampaian barang dari produsen ke konsumen cukup tepat • efisien, biaya fungsi-fungsi pemasaran cukup rendah

• dapat menjamin pengadaan barang yang sesuai keinginan konsumen (jenis,

mutu, dan berbagai atribut barang)

• dapat menjamin kontinuitas pengadaan barang

• harga penjualan dapat bersaing dengan produk-produk perusahaan lain

(Simanjuntak, 2004, hal: 58).

(33)

Efektivitas itu sering kali dilukiskan sebagai “melakukan hal-hal yang tepat” artinya kegiatan kerja yang akan membantu organisasi tersebut mencapai sasarannya. Efektivitas itu berkaitan dengan “hasil akhir” atau pencapaian sasaran-sasaran organisasi (Robbins dan Coulter, 1999, hal: 9).

Efektivitas pemasaran tidak selalu terungkap oleh kinerja penjualan dan laba saat ini. Hasil yang baik dapat disebabkan karena suatu divisi berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat, bukan karena memiliki manajemen pemasaran yang efektif. Efektivitas pemasaran suatu perusahaan atau divisi tercermin oleh tingkat sejauh mana ia menunjukkan lima atribut utama orientasi pemasaran yaitu :

• Falsafah pelanggan

• Organisasi pemasaran yang terintegrasi • Informasi pemasaran yang memadai

• Orientasi strategis

• Efisiensi operasional.

Setiap atribut tersebut dapat diukur dengan menggunakan memo pemasaran yang menyajikan instrumen penelaahan efektivitas pemasaran berdasarkan kelima atribut tersebut (Kotler, 1997, hal: 358)

(34)

1. Ketersediaan stok (stock availibility) produk yang diteliti dan produk kompetitornya pada tingkat outlet

2. Gambaran tingkat penjualan secara periodik 3. Frekuensi kunjungan wiraniaga (salesman) 4. Tenggang waktu antara order dan delivery

5. Strategi pemasaran kompetitor yang dirasakan pengelola outlet 6. Sikap dan perilaku pengelola outlet terhadap produk yang diteliti

7. Keberatan terhadap pembayaran, dan pengaruh bonus dan komisi. Tingkat ketersediaan produk diketahui melalui pemeriksaan fisik stok produk dan informasi lain diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner sederhana (Purwadi, 2000, hal: 265-271).

Produk dikatakan tersedia apabila dapat dibeli oleh konsumen dengan resiko dan waktu belanja minimum, pada lokasi yang mudah dijangkau dan pada saat konsumen/pelanggan membutuhkan dan siap menggunakan produk tersebut. (Boyd dkk, 2000, hal: 128).

Permasalahan utama dalam membangun dan melengkapi sarana pertanian adalah dukungan yang belum memadai untuk mendukung peningkatan produksi melalui sistem perusahaan agribisnis. Salah satu permasalahan berasal dari aspek pupuk dan pestisida yaitu :

(35)

b. Beredarnya pestisida yang tidak terdaftar atau tidak diizinkan Menteri Pertanian serta pestisida yang dilarang walaupun dahulu pernah terdaftar, penggunaan pestisida terbatas pakai oleh masyarakat umum yang tidak berhak, serta impor pestisida yang dilakukan oleh bukan pemegang pendaftaran atau pihak lain yang ditunjuknya.

c. Label dan publikasi pupuk dan pestisida belum seluruhnya memenuhi ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku.

d. Penyediaan dan distribusi pupuk dan pestisida secara 6 tepat belum terpenuhi. Pada saat petani membutuhkan pupuk dan pestisida, seringkali terjadi tidak tersedianya pupuk dan pestisida di kios secara lengkap Atau bila tersedia dalam jumlah yang tidak memadai dan harga yang mahal. Sering terjadi kelangkaan pupuk dan pestisida di daerah remote / sulit di jangkau.

e. Kelembagaan pelayanan pupuk dan pestisida masih lemah. Kios pupuk dan pestisida yang dikelola oleh petani / kelompok tani masih lemah dalam permodalan dan manajerial sehingga belum mampu melayani kebutuhan petani / kelompok tani secara memuaskan.

f. Penyuluhan belum optimal sehingga dosis rekomendasi pemupukan dan pemakaian pestisida tidak tercapai.

g. Sistim pengawasan pestisida dan pupuk belum berjalan dengan baik, sehingga banyak beredar pupuk dan pestisida palsu yang merugikan petani.

(36)

i. Belum sinkronnya tugas dan wewenang Komisi Pestisida dengan struktur organisasi Departemen Pertanian dan belum adanya wadah koordinasi dalam pengelolaan pupuk (Komisi Pupuk)

j. Masih terbatasnya jumlah pupuk dan pestisida yang telah mempunyai standar minimal persyaratan mutu.

k. Masih terbatasnya laboratorium Uji Pupuk dan Pestisida yang dapat dijadikan laboratorium acuan untuk pengujian mutu pupuk dan pestisida untuk mendukung pengawasan mutu.

l. Masih tingginya residu pestisida pada hasil panen sebagai dampak penggunaan pestisida yang tinggi pada tanaman hortikultura

m.Penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimiawi dalam kurun waktu yang lama cenderung mengakibatkan degradasi mutu lahan pertanian.

(DirJen BSP, 2003, hal: 6).

Manajemen pemasaran mencakup kegiatan untuk mendistribusikan hasil produksi ke tangan konsumen. Kegiatan tersebut seperti menentukan kelompok masyarakat yang menjadi sasaran pemasaran, melihat ada atau tidaknya

persaingan dan menentukan strategi pemasaran yang harus dijalankan (Rahardi, dkk, 2001, hal: 5).

Proses penyusunan perencanaan strategis melauli tiga tahap analisis, yaitu: 1. Tahap pengumpulan data

2. Tahap analisis

3. Tahap pengambilan keputusan

(37)

pra-analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal yang diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan dan data internal yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri. Model yang dapat digunakan pada tahap ini yaitu:

- Matrik faktor strategi eksternal - Matrik faktor strategi internal

- Matrik profil kompetitif (Rangkuti, 2003, hal: 21).

Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. Model yang dapat dipergunakan adalah matrik TOWS atau matrik SWOT . Matrik ini dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dalam perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis, yaitu :

a. Strategi SO. Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

b. Strategi ST. Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman

c. Strategi WO. Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada

(38)

IFAS

EFAS

Strengths (S)

Tentukan 5-10 faktor- faktor kekuatan internal

Gambar 2. Diagram Matrik SWOT

Tahap akhir analisis kasus adalah memformulasikan keputusan yang akan diambil. Keputusannya didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif maupun kuantitatif, terstruktur maupun tidak struktur, dengan penggunaan model yang tecanggih maupun tradisional. Keputusan yang berbobot hanya dibuktikan oleh waktu, artinya keputusan yang akan dimbil akan benar-benar terbukti setelah periode waktu tertentu (Rangkuti, 2003, hal: 30-32).

(39)

3. Mendukung 1. Mendukung Strategi strategi

Turn-arround Agresif

4. Mendukung 2. Mendukung Strategi Strategi

Defensif Divesrsifikasi

Gambar 3. Diagram Analisis SWOT

Kuadran 1. Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy).

Kuadran 2. Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3. Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran 3 ini mirip dengan Question Mark pada BCG matrik. Fokus strategi adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan yang mendukung strategi turn-around sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran 4. Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Strategi yang harus diterapkan adalah strategi defensif. (Rangkuti, 2003, hal: 19-20).

BERBAGAI PELUANG

BERBAGAI ANCAMAN

KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN

(40)

2.3. Kerangka Pemikiran

Pestisida merupakan salah satu sarana produksi pertanian yang sangat penting dalam usaha pembudidayaan tanaman, dimana didalamnya terdapat usaha pengendalian tanaman yang sangat penting posisinya dalam usaha untuk meningkatkan produksi pertanian.

Dalam pemasaran produk pestisida PT. Syngenta di Sumatera Utara melibatkan beberapa pelaku utama yang berperan dalam pemasaran pestisida dari produsen hingga ke konsumen akhir (petani) yaitu Produsen (PT. Syngenta Indonesia), Distributor, dan Pedagang yang dikategorikan atau dikelompokkan menjadi Retailer I, Retailer II, dan Retailer III.

PT. Syngenta Indonesia menyalurkan pestisida ke distributor-distributor yang merupakan pusat penyaluran produk pestisida PT. Syngenta yang sebelumnya telah mengadakan integrasi atas dasar suatu perjanjian terhadap PT. Syngenta Indonesia. Selanjutnya dari distributor, pestisida disalurkan ke Retailer I yang berada di kabupaten. Retailer I menjual dan menyalurkan pestisida ke

Retailer II, Retailer III, dan ke petani yang berada di kecamatan dan di desa.

Kemudian Retailer II menjual dan menyalurkan pestisida kepada Retailer III yang berada di desa, dan ke petani. Kemudian Retailer III juga menjual pestisida kepada petani.

(41)

dengan resiko dan waktu belanja minimum, pada lokasi yang mudah dijangkau dan pada saat konsumen/pelanggan membutuhkan dan siap menggunakan produk tersebut. (Boyd dkk, 2000)

Ketersediaan pestisida dapat dilihat dari kontiniuitas peredaran produk di daerah penelitian dengan indikator antara lain :

- keadaan fisik stok produk pestisida PT. Syngenta dibandingkan dengan produk kompetitirnya pada tingkat retailer

- frekuensi kunjungan wiraniaga (Product Promotor) - tenggang waktu antara order dan delivery

Dalam usaha penyaluran pestisida dari produsen ke konsumen tidak terlepas dari masalah-masalah yang dapat menjadi suatu kelemahan dan ancaman bagi sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta. Untuk itu dilakukan upaya-upaya untuk mengatasi masalah–masalah tersebut, dan diciptakan strategi dan kebijakan untuk meningkatkan kinerja sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta dengan melihat kekuatan dan kelemahan yang berasal dati internal perusahaan, dan peluang dan ancaman dari lingkungan luar/ eksternal perusahaan.

(42)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema kerangka pemikiran sebagai berikut :

Ket :

= Saluran pemasaran berada dalam sistem pemasaran

= Dampak/Pengaruh

Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran 2.4. Hipotesis Penelitian

Produsen PT. SynGenta Indonesia Perwakilan Sumatera bagian Utara

Distributor

Retailer I

Retailer II

Retailer III

Petani

Masalah- masalah

Upaya dan Srategi

Efektivitas Sistem pemasaran

Pestisida Tanaman Hortikultura

(43)

Berdasarkan landasan teori yang disusun, maka ditarik beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut :

4. Ada beberapa saluran pemasaran pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian. 5. Efektivitas sistem pemasaran pestisida PT. Syngenta baik di daerah penelitian. 6. Produk pestisida PT. Syngenta tersedia bagi petani di daerah penelitian.

(44)

3. 1. Penentuan Daerah Sampel

Metode penentuan daerah penelitian ditetapkan secara purposive sampling (sampling dengan maksud dan tujuan tertentu). Dalam purposive sampling, pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar-benar representatif. Daerah penelitian ditetapkan di Kabupaten Karo yang ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan adalah daerah tersebut merupakan daerah dengan luas pertanaman, produksi, dan produktivitas hortikultura terbesar di Sumatera Utara. Daerah lokasi petani dipilih di Kecamatan Simpang Empat karena merupakan sentra produksi tanaman sayur-sayuran di Kabupaten Karo dan di Kecamatan Tiga Panah karena merupakan sentra produksi tanaman buah-buahan di Kabupaten Karo. Desa sebagai lokasi penelitian terpilih adalah Desa Kuta Rakyat dan Desa Siberaya. Desa ini terpilih karena berdasarkan pra survey yang dilakukan merupakan desa pemakai pestisida PT. Syngenta terbesar di Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Tiga Panah.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini populasi sampel ditentukan secara snowball

sampling. Menurut Sugiarto, dkk (2001, hal:44) teknik ini sangat tepat digunakan

(45)

responden yang berikutnya yang memiliki spesifikasi/spesialisasi yang sama. Tindakan ini ditempuh karena biasanya responden merupakan anggota populasi yang spesifik saling mengenal satu sama lain karena spesialisasi (profesi) mereka. Jumlah sampel secara keseluruhan ditentukan sebanyak 31 sampel yaitu 1 sampel untuk produsen, 2 sampel untuk distributor, 18 sampel untuk pedagang (retailer), dan 10 sampel untuk petani (konsumen).

Tabel 3. Jumlah populasi dan sampel produsen, distributor, dan pedagang pengecer pada tahun 2006

No Kategori Populasi Sampel Lokasi Sampel 1 Produsen

4 di Simpang Empat, 4 di Tiga Panah Sumber : PT. Syngenta Indonesia Perwakilan/Region Sumatera bagian Utara, 2006

Keterangan : Produsen Pestisida

(46)

Distributor Pestisida

Sampel untuk distributor terdiri dari 2 sampel yang ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling, dimana distributor yang dijadikan sampel adalah PT. Mitramas Agro Persada dan PT. Candi Agro Mandiri sebagai distributor atau dealer/penyalur resmi yang menyalurkan produk pestisida syngenta ke Kabupaten Karo dimana distributor-distributor tersebut berada di Kabanjahe dan Medan dengan metode penelusuran mengikuti saluran pemasaran pestisida.

Pedagang Eceran (Retailer I, Retailer II, Retailer III)

Penentuan sampel untuk retailer diambil sebanyak 18 sampel yang kemudian jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan metode stratified

random sampling. Dalam penelitian ini sampel pedagang terdiri dari 4 sampel

retailer I di Kabupaten, 8 sampel retailer II di kecamatan, 2 sampel retailer II di

desa, dan 4 sampel retailer III di desa dengan menggunakan metode penelusuran yaitu mengikuti saluran pemasaran berdasarkan informasi dari PT. Syngenta Indonesia Region Sumatera Bagian Utara, PT. Mitramas Agro Persada, PT. Candi Agro Mandiri, dan PPL kecamatan.

Petani

Pengambilan untuk sampel petani dilakukan dengan metode Accidental

sampling yaitu sampel diambil secara tidak sengaja dari calon responden atau

(47)

Panah, Kabupaten Karo. Sampel petani yang diambil sebanyak 10 sampel yang terdiri dari 5 sampel untuk masing-masing desa dan kecamatan

3.3. Metode Pengambilan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan melakukan wawancara langsung dengan responden antara lain PT. Syngenta Indonesia Region Sumatera Bagian Utara, PT. Mitramas Agro Persada, PT. Candi Agro mandiri, pedagang eceran (retailer I,

retailer II, dan retailer III), PPL kecamatan, dan petani. Data sekunder diperoleh

dari instansi atau lembaga terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Karo, Dinas Pertanian Sumatera Utara dan Kabupaten Karo, PT. Syngenta Indonesia Region Sumatera Bagian Utara, PPL Kecamatan Simpang Empat, dan PPL Kecamatan Tiga Panah.

3. 4. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan akan ditabulasi kemudian akan dianalisis dengan alat uji hipotesis yang sesuai.

Hipotesis 1 akan dianalisis dengan menggunakan metoda analisis deskriptif yaitu dengan mengamati saluran yang dilalui oleh pestisida Syngenta dari PT. Syngenta hingga ke konsumen akhir dalam sistem pemasaran pestisida.

(48)

kategori jawaban setiap item pada memo pemasaran (instrumen penelaah efektivitas pemasaran) yang terlampir pada lampiran 4.

Nilai untuk setiap kategori jawaban pada masing-masing item adalah:

a = 0 b = 1 c = 2

Skala berikut ini menunjukkan tingkat efektivitas pemasaran :

0 - 5 = tidak ada 11 - 15 = cukup 21 - 25 = sangat baik 6 - 10 = buruk 16 - 20 = baik 26 - 30 = superior (Kotler, 1997 hal: 360).

Hipotesis 3 dianalisis dengan metoda analisis ketersediaan yaitu dengan mengamati ketersediaan stok (stock availibility) produk pestisida PT. Syngenta pada tingkat retailer di daerah penelitian. Tingkat ketersediaan produk diketahui melalui pemeriksaan fisik stok produk dan informasi lain yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner sederhana (Purwadi, 2000, hal: 271).

Hipotesis 4 akan dianalisis dengan metoda analisis deskriptif yaitu dengan mengamati masalah-masalah yang sedang dihadapi dalam sistem pemasaran produk pestisida PT. Syngenta di daerah penelitian.

(49)

Defenisi

Untuk menghindari kesalah pahaman dan kekeliruan dalam penelitian ini, maka dibuat defenisi dan batasanoperaional sebagai berikut:

1. Pestisida adalah formulasi bahan kimia beracun dan bersifat mematikan yang diaplikasikan pada tanaman dengan maksud untuk mengendalikan, mencegah, dan membasmi organisme pengganggu tanaman (OPT).

2. Tanaman hortikultura adalah tanaman kebun baik tanaman keras maupun tanaman semusim yang terdiri dari tanaman buah-buahan, tanaman sayur-sayuran, dan tanaman hias.

3. Sistem adalah suatu kumpulan komponen yang saling bergantung, yang dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kebulatan, dan diorganisir untuk mencapai tujuan tertentu.

4. Pemasaran adalah kegiatan ekonomi yang mencakup kegiatan yang menggerakkan arus barang dan jasa dari pihak produsen ke pihak konsumen. 5. Sistem pemasaran adalah kumpulan lembaga-lembaga yang secara langsung

maupun tidak langsung terlibat dalam kegiatan pemasaran.

6. Lembaga pemasaran adalah orang atau badan usaha yang ikut berperan aktif dalam proses pemasaran.

7. Saluran pemasaran terdiri dari lembaga-lembaga yang melakukan proses pemasaran dan menguasai barang yang dipasarkan.

8. Efektivitas adalah upaya merumuskan dan mengerjakan semua pekerjaan secara tepat (doing the right job).

(50)

10.Masalah adalah faktor-faktor yang dapat menghalangi atau mengurangi kelancaran sistem pemasaran.

11.Upaya adalah suatu usaha yang dilakukan dan akan dilakukan guna mengatasi permasalahan yang ada dalam sistem pemasaran.

12.Strategi adalah suatu cara yang menekankan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan manufaktur dan pemasaran.

13.Produsen adalah perusahaan yang memproduksi dan memasarkan pestisida. 14.Distributor adalah perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan

hukum atau bukan badan hukum yang ditunjuk oleh produsen untuk melakukan pembelian, penyimpanan, penyaluran, dan penjualan pestisida dalam skala besar di wilayah tanggung jawabnya untuk dijual kepada petani atau kelompok tani melalui pengecer yang ditunjukkannya.

15.Pedagang adalah perorangan, kelompok tani dan badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang berkeduduka n di kabupaten, kecamatan, atau desa yang ditunjuk oleh produsen maupun distributor dengan kegiatan pokok melakukan penjualan pestisida di wilayah tanggung jawabnya secara langsung hanya kepada petani atau kelompok tani. 16.Petani adalah perorangan atau kelompok yang mengusahakan pertanian

sebagai mata pencahariannya, dan dalam hal ini merupakan konsumen akhir pemakai produk pestisida

(51)

1. Daerah Penelitian adalah Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

2. Tanaman hortikultura yang diteliti dibatasi pada tanaman buah-buahan dan sayur-sayuran.

3. Jenis pestisida untuk tanaman hortikultura yang diteliti adalah insektisida dan fungisida.

4. Produk pestisida PT. Syngenta Indonesia yang diteliti adalah Curacron 500 EC (Insektisida) dan Bion-M 1/48 WP (Fungisida).

5. Produk pestisida kompetitor yang diteliti adalah Biocron 500 EC (Produk Insektisida PT. Multi Graha Agritama ) dan Daconil 70 WP (Produk fungisida Gb biosciences corporation).

6. Produsen adalah perusahaan yang memproduksi pestisida dan menyalurkannya di Sumatera Bagian Utara, yaitu PT. Syngenta Indonesia. 7. Distributor adalah dealer/penyalur resmi pestisida PT. Syngenta yang

daerah pemasarannya ke Kabupaten Karo (PT. Mitramas Agro Persada, dan PT. Candi Agro Mandiri).

8. Konsumen adalah petani yang mengusahakan tanaman hortikultura di Desa Kuta Rakyat, Kecamatan Simpang Empat dan Desa Siberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.

9. Penelitian dilakukan pada bulan Mei tahun 2007.

(52)

4.1. Profil Perusahaan

Syngenta AG adalah perusahaan yang bergerak di bidang perlindungan tanaman dan perbenihan yang berkedudukan di Swiss. Syngenta AG merupakan nama yang baru hasil penggabungan dua perusahaan terkemuka di industri agribisnis di dunia yaitu Novartis dan Astra-Zeneca pada tahun 2000, tepatnya pada 13 November 2000.

Novartis berdiri sejak tahun 1995 yang merupakan perusahaan hasil penggabungan tiga perusahaan pelopor dalam bidang agribisnis yaitu Geigy yang berdiri sejak tahun 1758, Sandoz berdiri sejak tahun 1876, dan Ciba berdiri pada tahun 1884. Sebelumnya Ciba dan Geigy telah bergabung menjadi Ciba-Geigy pada tahun 1971.

Astra-Zeneca merupakan perusahaan hasil penggabungan antara dua perusahaan terkemuka yaitu Astra dan Zeneca pada tahun 1999. Zeneca terbentuk

pada tahun 1994 sebagai hasil pemekaran perusahaan kimia ICI (Imperial Chemical Industries) yang telah berdiri sejak tahun 1926.

(53)

hasil penggabungan antara PT. Novartis Agri Indonesia dan PT. Zeneca Agri Products Indonesia.

PT. Syngenta Indonesia pada tingkat pusat memiliki beberapa fasilitas seperti kantor pusat yang berkedudukan di Perkantoran Hijau Arkadia Tower C, Lantai 9, jl. TB. Simatupang Kav. 88 Jakarta. Pabrik dan laboratorium yang berlokasi di Kawasan Industri Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Syngenta Indonesia yang berlokasi di Cikampek untuk penelitian tanaman pangan dan kesehatan lingkungan, dan di Lembang untuk penelitian tanaman hortikultura.

PT. Syngenta Indonesia memiliki beberapa perwakilan pemasaran di Indonesia yang disebut dengan Region pemasaran, salah satunya adalah Region Sumatera Bagian Utara yang mencakup Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Barat. PT. Syngenta Indonesia Region Sumatera Bagian Utara bertugas untuk memasarkan dan menjual produk pestisida PT. Syngenta, melakukan kontrak dengan lembaga perantara pemasaran yang berada dalam wilayah tanggung jawab pemasarannya, melakukan segmentasi pasar, dan melakukan kegiatan promosi produk di daerah Sumatera Bagian Utara. PT. Syngneta Indonesia Perwakilan/Region Sumatera Bagian Utara dipimpin oleh Region Sales Manager (RSM)

(54)

Struktur Organisasi Pemasaran PT. Syngenta Indonesia dapat dilihat pada skema berikut ini :

Gambar 5. Struktur Organisasi PT.Syngenta Indonesia Syngenta AG

Amerika Latin Asia Fasifik Eropa, Afrika, & Region Sumatera Bagian Utara

(55)

4.2 Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 2 kecamatan di Kabupaten Karo yaitu Kecamatan Tiga panah dan Kecamatan Simpang Empat. Kabupaten Karo terletak pada 2050’ LU – 3’19 LU dan 97’55 BT dan 98’38 BT dengan luas wilayah 2.127,25 km2 atau 212.725 ha atau 2,97 % dari luas Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo terletak di ketinggian 120 mdpl – 1600 mdpl dengan keadaan suhu rata-rata 13,8 – 25,8 0C

Secara administratif Kabupaten karo memnpunyai batas-batas wilayah sebagai berikut.

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan

Simalungun

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi

Nangroe Aceh Darusalam)

4. 2.1. Kecamatan Tiga Panah 4.2.1.1. Letak Daerah Penelitian

Kecamatan Tiga panah sebagai salah satu daerah penelitian berjarak 3 km dari ibukota kabupaten dan 81 km dari ibukota propinsi. Kecamatan Tiga panah dengan luas 219,09 km2 atau 21.909 ha, berada pada ketinggian rata-rata 1000 - 1192 mdpl dengan temperatur 17,8 – 22 0C dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

(56)

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Juhar, Munte dan Kabanjahe

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Merek

4.2.1.2. Penggunaan Tanah

Luas wilayah Kecamatan Tiga Panah menurut fungsi penggunaan lahannya dibagi menjadi beberapa komposisi, yaitu areal pertanian tanah sawah dan tanah kering, bangunan dan pekarangan, serta pemanfaatan lainnya. Areal untuk bangunan yang dimaksud adalah rumah penduduk, kantor, toko, bagunan sekolah, dan lain-lain.

Untuk lebih jelasnya mengenai luas penggunaan lahan di Kecamatan Tiga Panah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Komposisi Penggunaan Lahan di Kecamatan Tiga Panah, 2006 No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1. Pertanian Tanah Sawah 271 1,24

2. Pertanian Tanah Kering 17.332 79,11

3. Bangunan/Pekarangan 1.155 5,27

4. Lainnya 3.151 14,38

Total 21.909 100,00

Sumber : Monografi Kecamatan Tiga Panah, 2006

(57)

4.2.1.3. Keadaan Penduduk

Jumlah Penduduk Kecamatan Tiga Panah adalah 33.863 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 8.831 kk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel komposisi penduduk sebagai berikut :

Tabel 5. Jumlah penduduk Kecamatan Tiga Panah Menurut Jenis Kelamin, 2006

Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Laki-laki 16.840 49,73

Perempuan 17.023 50,27

Total 33.863 100,00

Sumber : Monografi Kecamatan Tiga Panah, 2006

Dari tabel diatas diketahui bahwa di Kecamatan Tiga Panah jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan hampir sama, hanya berbeda 0,54 %. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari jumlah penduduk laki-laki yaitu 17.023 jiwa atau 50,27 % sedangkan jumlah penduduk perempuan adalah 16.840 jiwa atau 49,73 %.

(58)

Tiga Panah. Untuk mengetahui komposisi penduduk menutut umur di Kecamatan Tiga Panah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6. Komposisi penduduk menurut Umur di Kecamatan Tiga Panah, 2006

No Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. 0 - 14 10.648 31,45

2. 15 - 64 21.738 64,19

3. > 65 1.477 4,36

Total 33.863 100,00

Sumber : Monografi Kecamatan Tiga Panah, 2006

(59)

Tabel 7. Distribusi penduduk menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Tiga Panah, 2006

No Uraian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. Petani 8.576 95,27

2. PNS/ABRI 353 3,92

3. Lainnya 73 0,81

Total 9.002 100.00

Sumber : Monografi Kecamatan Tiga Panah, 2006

4.2.2. Kecamatan Simpang Empat 4.2.2.1. Letak Daerah Penelitian

Kecamatan Simpang Empat sebagai salah satu daerah penelitian berjarak 7 km dari ibukota kabupaten dan 84 km dari ibukota propinsi. Kecamatan simpang Empat dengan luas 225,47 km2 atau 22.547 ha, berada pada ketinggian rata-rata 1200 -1600 mdpl dengan temperatur 16-17 0C dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe dan Berastagi • Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Payung

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Merek

4.2.2.2. Penggunaan Tanah

(60)

Tabel 8. Komposisi Penggunaan lahan di Kecamatan Simpang Empat, 2006 No. Jenis Pengguinaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1. Pertanian Tanah Sawah 234,0 1,13

2. Pertanian Tanah Kering 19.949,5 96,91

3. Bangunan/Pekarangan 135,5 0,66

4. lainnya 2.228,0 1,30

Total 22.547,0 100,00

Sumber : Monografi Kecamatan Simpang Empat, 2006

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa penggunaan lahan terbesar adalah untuk sektor pertanian, yaitu sebesar 20.183,5 ha atau 98,04 % dari keseluruhan lahan di Kecamatan Simpang Empat. Hal ini dapat dimaklumi karena sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Selebihnya penggunaan lahan adalah untuk bangunan/pekarangan sebesar 135,5 ha atau 0,66 % dan penggunaan lainnya sebesar 2.228 ha atau 1,3 %.

4.2.2.3. Keadaan Penduduk

(61)

Tabel 9. Jumlah Penduduk Kecamatan Simpang Empat Menurut Jenis Kelamin, 2006

Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Laki-laki 19.835 50,28

Perempuan 19.611 49,71

Total 39.446 100,00

Sumber : Monografi Kecamatan Simpang Empat, 2006

Gambar

Gambar  Judul
Tabel 1.  Jenis Pestisida menurut Organisme Penggangu Tanaman (OPT) sasaran
Tabel 2. Daftar Pestisida Terlarang
Gambar 1. Sistem Pemasaran Total Perusahaan
+7

Referensi

Dokumen terkait