• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

OPTIMASI SIMPANG JL. NGUMBAN SURBAKTI – TANJUNG SARI

DAN ALTERNATIF APLIKASI TEORI FUZZY DALAM

PERHITUNGAN KINERJA PERSIMPANGAN

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

FUZI SYAHPUTRA

03 0404 042

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

ABSTRAK

Kota Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia dengan tingkat kegiatan yang tinggi, tapi prasarana transportasi yang mendukung dan sikap berlalu lintas pengguna jalan masih kurang, salah satu masalah yang dihadapi adalah kemacetan terutama di persimpangan. Untuk mengantisipasi hal itu, dibutuhkan pengaturan sinyal yang optimal dan lebih efektif, salah satunya dengan memanfaatkan sistem Logika Fuzzy.

Pemanfaatan sistem Logika Fuzzy yang didasarkan pada himpunan tidak tegas dapat digunakan untuk memperoleh nilai waktu traffic light dengan pengaturan fully actuated signal dan memberikan hasil kinerja simpang yang lebih baik dibandingkan dengan metode MKJI 1997, hal ini dapat dilihat dari parameter simpang yakni nilai tundaan yang lebih kecil.

(3)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya hingga terselesaikan tugas akhir ini dengan judul “Penggunaan Logika Fuzzy untuk Menentukan Efektifitas Waktu Traffis

Light”, dengan mengambil lokasi penelitian di dua simpang yakni Simpang I (Jl.

Setiabudi – Jl. Ngumban Surbakti) dan Simpang II (Jl. Brigjen Katamso – Jl. Ir. H. Juanda).

Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana Teknik Sipil bidang studi Transportasi pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Medan.

Dengan kerendahan hati, saya juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Medis S. Surbakti, ST. MT, selaku dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bantuan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc, sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

(4)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

5. Bapak dan Ibu Dosen / Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Khususnya untuk Kedua Orang tua saya, Fauzi Antartika dan Nurdiana Nasution yang tercinta yang telah mendidik, membimbing, membesarkan, dan memberikan dukungan dan doa kepada saya.

7. Buat Kakak, Abang saya Kelana dan Eva, Fazar dan Irna, Fifi Heriani dan Paniruan Nasution serta adik saya Mala yang telah memberikan dukungan dan doanya kepada saya.

8. Terima kasih buat Fatma dan keluarga yang selalu menyayangi dan memberikan motivasi yang sangat besar serta doanya kepada saya.

9. Terima kasih buat sahabat saya Mhd. Ramadhan, Syauri, Hendra, Idan, Rida, Husna, Ahmad, Ika, Reno, Yuna, Wahyudin, Faisal, Donni dan bang Romi yang sudah memberikan dorongan, bantuan serta waktu untuk membantu kelengkapan Tugas Akhir saya ini.

10.Terima kasih juga buat Bapak / Ibu staf pegawai, tenaga ahli, dan teman-teman satu pekerjaan di PT. Emesi Consultant yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan doanya untuk kelancaran tugas akhir ini.

11.Terima kasih juga buat teman-teman saya anak-anak Sophie, anak-anak Kost, anak-anak Lab Beton dan teman-teman angkatan 2003 lainnya yang tidak dapat disebut satu per satu atas bantuan dan dukungannya.

12. Terima kasih buat abang-abang dan adik-adik stambuk atas bantuan dan dukungannya.

(5)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

referensi yang saya miliki. Untuk penyempurnaan di masa yang akan datang, saran dan kritik dari Bapak dan Ibu dosen serta rekan mahasiswa yang bersifat membangun sangat saya harapkan.

Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat berguna bagi kita semua dan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang transportasi.

Medan,

(6)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

DAFTAR ISI

2.5 Pengaturan Lalu Lintas pada Persimpangan ... 19

(7)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

2.5.2 Simpang dengan Prioritas (Priority Junction) ... 21

2.5.3 Simpang dengan Lampu Lalulintas (Signalized Junction) . 22 2.5.4 Karakteristik Traffic Light ... 26

2.8.2.1 Prosedur Inferensi Fuzzy GMP (Generallized Modus Ponens) ... 57

2.8.2.2 Inferensi Fuzzy berdasarkan ilmu pengetahuan .... 57

2.8.2.3 Sistem Inferensi Fuzzy ... 58

2.9 Matlab Toolbox untuk Perhitungan Logika Fuzzy ... 62

(8)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

3.4 Perancangan dan Analisis Simpang dengan Logika Fuzzy ... 79

3.4.1 Deskripsi Logika Fuzzy untuk Perancangan Penentuan Waktu Fully Actuated Signal pada Traffic Light ... 79

3.4.2 Prosedur Kegiatan Penentuan Waktu Sinyal Tidak Tetap .. 81

3.4.3 Pengelolaan Kendali Fuzzy Menggunakan Software Matlab v7.0 (simulink) ... 87

3.5 Analisa Persimpangan dengan MKJI ... 94

3.6 Perancangan Survei Lalu Lintas ... 95

3.6.1 Survei untuk Prosedur Perhitungan MKJI 1997 ... 95

3.6.1.1 Waktu Pelaksanaan ... 95

3.6.1.2 Prosedur Pelaksanaan ... 96

3.6.1.3 Tenaga dan Peralatan ... 98

3.6.1.4 Penempatan Surveyor ... 100

3.6.2 Survei untuk Prosedur Perhitungan Fuzzy ... 110

3.6.2.1 Waktu Pelaksanaan ... 110

3.6.2.2 Prosedur Pelaksanaan ... 111

(9)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

4.2 Tata Guna Lahan ... 120

4.3 Data Lalu Lintas ... 121

4.4 Perhitungan Panjang Antrian dengan Metode MKJI 1997 ... 132

4.5 Perhitungan Waktu Sinyal Traffic Light dengan Logika Fuzzy .... 139

4.5.1 Perhitungan Waktu Sinyal Traffic Light dengan Logika Fuzzy untuk Simpang I ... 140

4.5.1.1 Waktu Sinyal Metode Fuzzy ... 148

4.5.2 Perhitungan Waktu Sinyal Traffic Light dengan Logika Fuzzy untuk Simpang II ... 155

4.5.2.1 Waktu Sinyal Metode Fuzzy ... 161

4.5.3 Perhitungan Kinerja Lengan Simpang Berdasarkan Nilai Waktu Hijau yang Diperoleh dari Perhitungan Fuzzy ... 166

4.6 Analisis Simpang dengan Menggunakan MKJI 1997 ... 171

4.7 Perbandingan Kinerja Simpang berdasarkan Perbedaan Perolehan Waktu Traffic Light antara Metode Fuzzy dan MKJI 1997 ... 177

Bab V Kesimpulan dan Saran ... 180

5.1 Kesimpulan ... 180

5.2 Saran ... 181

Daftar Pustaka ... xix Lampiran

(10)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Nilai Normal Waktu Antar Hijau ... 30

Tabel 2.2 Kriteria Tingkat Pelayanan Pada Persimpangan Bersinyal 34 Tabel 2.3 Tipe Kendaraan ... 38

Tabel 2.4 Nilai Konversi Satuan Mobil Penumpang pada Simpang . 38 Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian ukuran kota Fcs ... 40

Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Untuk tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor ( Fsf) ... 41

Tabel 2.7 Waktu Siklus yang Layak Untuk Simpang ... 45

Tabel 3.1 Pembagian Tugas Surveyor Untuk Pengamatan Simpang dengan Metode MKJI ... 105

Tabel 3.2 Pembagian Tugas Surveyor Untuk Pengamatan Simpang dengan Metode MKJI Untuk Simpang II (Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Brigjen Katamso) ... 109

Tabel 4.1 Kondisi Geometrik Simpang I (Setiabudi–Ngumban Surbakti) ... 118

Tabel 4.2 Kondisi Geometrik Simpang II (Ir. H. Juanda –Brig. Katamso) ... 119

Tabel 4.3 Perhitungan Volume Lalulintas Per Jam Simpang I ... 122

Tabel 4.4 Perhitungan Volume Lalulintas Per Jam Simpang II ... 124

(11)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

Halaman

Tabel 4.6 Volume dan PHF Maksimum Simpang I ... 127 Tabel 4.7 Arus Lalu Lintas Simpang I pada Kondisi

PHF Tertinggi (kend/jam) ... 127 Tabel 4.8 Arus Lalu Lintas Simpang I pada Kondisi

PHF Tertinggi (smp/jam) ... 128 Tabel 4.9 Volume dan PHF Maksimum Simpang II ... 129 Tabel 4.10 Arus Lalu Lintas Simpang II pada Kondisi

PHF Tertinggi (kend/jam) ... 129 Tabel 4.11 Arus Lalu Lintas Simpang II pada Kondisi

PHF Tertinggi (smp/jam) ... 130 Tabel 4.12 Data Traffic Light Simpang I ... 131 Tabel 4.13 Data Traffic Light Simpang II ... 131 Tabel 4.14 Penentuan Panjang Antrian Masing-Masing Lengan

Pada Simpang I ... 136 Tabel 4.15 Penentuan Panjang Antrian Masing-Masing Lengan

Pada Simpang II ... 138 Tabel 4.16 Perhitungan Kapasitas Simpang I ... 141 Tabel 4.16a Perhitungan Kapasitas untuk Pemodelan Fuzzy Simpang I 141 Tabel 4.17 Fuzzy Associative Memory (FAM) ... 145 Tabel 4.18 Ouput Fuzzy Simpang I ... 151 Tabel 4.19 Nilai Input dan Output Simpang I dengan

(12)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

Halaman

Tabel 4.20 Perhitungan Kapasitas Dasar Simpang II ... 155 Tabel 4.20a Perhitungan Kapasitas Dasar untuk Pemodela Fuzzy

Simpang II ... 156 Tabel 4.21 Fuzzy Associative Memory (FAM) Simpang II ... 158 Tabel 4.22 Output Fuzzy ... 163 Tabel 4.23 Nilai Input dan Output Simpang II dengan Metode Fuzzy

(Manual dan Pemodelan) ... 165 Tabel 4.24 Perhitungan Waktu Hijau Simpang I dengan Metode Fuzzy 166 Tabel 4.25 Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Simpang I 166 Tabel 4.26 Perhitungan Jumlah Antrian Simpang I ... 167 Tabel 4.27 Perhitungan Panjang Antrian Simpang I ... 167 Tabel 4.28 Perhitungan Angka Henti dan Jumlah Kendaraan

Terhenti pada Simpang I ... 167 Tabel 4.29 Perhitungan Tundaan pada Simpang I ... 168 Tabel 4.30 Perhitungan Waktu Hijau Simpang II dengan Metode Fuzzy 168 Tabel 4.31 Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Simpang II 168 Tabel 4.32 Perhitungan Jumlah Antrian Simpang II ... 169 Tabel 4.33 Perhitungan Panjang Antrian Simpang II ... 169 Tabel 4.34 Perhitungan Angka Henti dan Jumlah Kendaraan

(13)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

Halaman

Tabel 4.37 Formulir SIG IV Simpang I ... 172

Tabel 4.38 Formulir SIG V untuk Simpang I pada PHF tertinggi ... 173

Tabel 4.39 SIG I Simpang II ... 174

Tabel 4.40 Formulir SIG IV Simpang II ... 175

(14)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Diagram Alir Langkah-langkah Penelitian ... 8

Gambar 2.1 Tipe Dasar Gerakan Diverging ... 13

Gambar 2.2 Tipe Dasar Gerakan Merging ... 14

Gambar 2.3 Tipe Dasar Gerakan Weaving ... 14

Gambar 2.4 Tipe Dasar Gerakan Crossing ... 15

Gambar 2.5 Konflik Lalu lintas pada persimpangan sebidang tak bersinyal ... 16

Gambar 2.6 Konflik Lalu lintas pada persimpangan sebidang bersinyal 18 Gambar 2.7 Persimpangan tanpa Prioritas ... 20

Gambar 2.8 Persimpangan dengan Prioritas ... 22

Gambar 2.9 Rambu Lalu Lintas untuk Simpang dengan Prioritas 22

Gambar 2.10 Persimpangan dengan Traffic Light ... 23

Gambar 2.11a Pengaturan Simpang dengan Dua Fase ... 31

Gambar 2.11b Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Late Cut-Off . 31 Gambar 2.11c Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Early-Start .. 32

Gambar 2.11d Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Pemisahan Belok Kanan ... 32

(15)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

Halaman

Gambar 2.11f Pengaturan Simpang Empat Fase dengan Arus Berangkat dari Satu per satu Pendekat pada Saatnya Masing-masing 33

Gambar 2.12 Lebar efektif ruas jalan (We) ... 41

Gambar 2.13 Faktor koreksi untuk kemiringan jalan (Fg) ... 42

Gambar 2.14 Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir (Fp) ... 42

Gambar 2.15 Faktor penyesuaian untuk kendaraan belok kanan (Frt) 43 Gambar 2.16 Faktor penyesuaian untuk kendaraan belok kiri (Flt) . 43 Gambar 2.17 Peluang Untuk Pembebanan Lebih (POL) ... 48

Gambar 2.18 Bagan Prosedur Perhitungan dengan MKJI ... 50

Gambar 2.19 Himpunan Fuzzy ... 53

Gambar 2.20 Fungsi Keanggotaan S ... 54

Gambar 2.21 Fungsi Keanggotaan Bel ... 55

Gambar 2.22 Fungsi Keanggotaan Segitiga ... 56

Gambar 2.23 Beberapa Metode Memperoleh Nilai Tegas pada Komposisi Aturan Mamdani ... 62

Gambar 2.24 Beberapa Metode Memperoleh Nilai Tegas ... 63

Gambar 2.25 Lay out Simpang Jl. Ngumban Surbakti (Ring road) dan Jl. Setiabudi ... 65

(16)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

Halaman

Gambar 3.2 Peta Lokasi Survei Simpang I

(Jl. Setiabudi – Jl. Ngumban Surbakti) ... 76

Gambar 3.3 Peta Lokasi Survei Simpang II (Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Brigjen Katamso) ... 77

Gambar 3.4 Diagram Alir Lengkap Proses Pengaturan dengan Logika Fuzzy ... 79

Gambar 3.5 Diagram Alir untuk Tahap Mekanisme Penalaran .... 81

Gambar 3.6 Flowchart Prosedur Penentuan Waktu Sinyal Tidak Tetap 86 Gambar 3.7 Tampilan Jendela FIS Editor ... 87

Gambar 3.8 Tampilan Jendela Membership Function Editor ... 88

Gambar 3.9 Tampilan Jendela Rule Editor ... 90

Gambar 3.10 Tampilan Jendela Rule Viewer (belum ada input) ... 92

Gambar 3.11 Tampilan Jendela Surface Viewer (belum ada data) . 93 Gambar 3.12 Formulir MKJI untuk perhitungan persimpangan ... 94

Gambar 3.13 Geometrik Simpang I, Arah Pergerakan Lalu Lintas Dan Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI 102 Gambar 3.14 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase I) Simpang I ... 103

(17)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

Halaman

Gambar 3.16 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI

(Fase III) Simpang I ... 104 Gambar 3.17 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI

(Fase IV) Simpang I ... 104 Gambar 3.18 Geometrik Simpang II, Arah Pergerakan Lalu Lintas

Dan Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI 106 Gambar 3.19 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI

(Fase I) Simpang II ... 107 Gambar 3.20 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI

(Fase II) Simpang II ... 107 Gambar 3.21 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI

(Fase III) Simpang II ... 108 Gambar 3.22 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI

(Fase IV) Simpang II ... 108 Gambar 3.24 Penempatan Surveyor untuk Perolehan

Data Fuzzy Simpang I ... 113 Gambar 3.25 Penempatan Surveyor untuk Perolehan

Data Fuzzy Simpang II ... 113 Gambar 4.1 Kondisi Geomaetrik Simpang I

(18)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

Halaman

Gambar 4.2 Kondisi Geomaetrik Simpang II

(Simpang Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Brig. Katamso) ... 119

Gambar 4.3 Siklus traffic light Simpang I ... 131

Gambar 4.4 Siklus traffic light Simpang II ... 131

Gambar 4.5 Sistem Inferensi Fuzzy (FIS) Editor ... 139

Gambar 4.6 Fungsi Segitiga untuk Hubungan Siklus dan Derajat Keanggotaan ... 142

Gambar 4.7 Fungsi Keanggotaan Masukan Satu Lengan simpang I 143 Gambar 4.8 Fungsi Keanggotaan Masukan Empat Lengan simpang I 144 Gambar 4.9 Rule Editor pada Program FIS Editor ... 145

Gambar 4. 10 Arus Jenuh (smp/hijau) simpang I ... 147

Gambar 4.11 Fungsi Keanggotaan Keluaran Hijau Simpang I ... 147

Gambar 4.12 Rule Viewer Untuk Simpang I ... 148

Gambar 4.13 Waktu Sinyal Metode Fuzzy Simpang I ... 149

Gambar 4.14 Fungsi Keanggotaan Masukan Satu Lengan Simpang I 150 Gambar 4.15 Fungsi Keangotaan Masukan Empat Lengan Simpang I 151 Gambar 4.16 Fungsi Keanggotaan Keluaran Simpang I ... 152

Gambar 4.17 Fungsi Segitiga Hubungan Siklus dan Derajat Keanggotaan Simpang II ... 157

(19)

Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

Halaman

Gambar 4.21 Arus Jenuh (smp/hijau) Simpang II ... 160

Gambar 4.22 Fungsi Keanggotaan Keluaran Hijau Simpang II ... 160

Gambar 4.23 Rule Viewer Untuk Simpang II ... 161

Gambar 4.24 Waktu Sinyal Metode Fuzzy Simpang II ... 161

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Umum

Transportasi merupakan salah satu aspek terpenting dalam menunjang kehidupan manusia, khususnya dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari hampir seluruh manusia akan melakukan kegiatan transportasi, baik berjalan kaki maupun menggunakan sarana transportasi, sebab kebutuhan yang akan dipenuhi tidak terdapat hanya pada satu tempat saja. Transportasi dapat didefinisikan sebagai perpindahan manusia/ barang dari satu tempat (origin) ke tempat lain (destination) untuk memenuhi tujuan tertentu. Transportasi telah memberikan sumbangan yang besar dalam membentuk peradaban manusia yang semakin berkembang dan menfasilitasi adanya hubungan antar manusia.

Bertambahnya kebutuhan manusia tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan akan perpindahan, dengan kondisi ini sarana transportasi (demand) akan meningkat pula. Selanjutnya, permasalahan yang akan timbul adalah ketika pertambahan demand ini tidak diikuti supply prasarana yang mendukung transportasi. Kondisi seperti ini pada umumnya terjadi di daerah perkotaan menjadikannya permasalahan utama saat ini.

(21)

2 transportasi yang mendukung dan sikap berlalu lintas pengguna jalan masih kurang. Permasalahan kemacetan seperti di kota lain masih menjadi masalah di Kota Medan. Lokasi kemacetan di Kota Medan lebih kurang sebanyak 60 ruas jalan dengan 30 titik persimpangan berdasarkan asumsi dua ruas jalan yang macet per simpang, masing-masing ruas jalan mempunyai volume lalu lintas rata-rata

2500 smp/ jam pada waktu sibuk (Dr. Ir. Richard Napitupulu, MT dan

Ir. Filiyanti T.A. Bangun, Grad. Dipl. P. M. M., Eng., 2004). Keterbatasan sumber

daya seperti disebutkan sebelumnya diangkat menjadi kendala utama penyediaan prasarana transportasi.

Berdasarkan pada keterbatasan sumber daya tersebut, selain meningkatkan ketersediaan (supply) prasarana, dibutuhkan upaya optimalisasi dan peningkatan kinerja prasarana dan fasilitas yang sudah ada. Sistem dari prasarana yang sudah ada harus dioptimalkan dan bila memungkinkan sistem yang sudah ada dapat ditingkatkan dengan pengembangan sistem untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik.

1.2 Latar Belakang

(22)

3 Hal yang perlu ditinjau adalah besar arus kendaraan yang masuk ke simpang memiliki fluktuasi yang cukup tinggi, membuat pengaturan simpang bersinyal dengan traffic light yang memiliki kontroler tetap dirasa kurang optimal untuk kinerja persimpangan karena masih belum dapat menyesuaikan dengan fluktuasi arus yang tidak menentu, karena hanya berdasarkan pada arus puncak setiap lengan. Kendali simpang berdasarkan fluktuasi arus (fully actuated signals) yang masuk simpang dari semua lengan, atau dari simpang lain yang berpengaruh perlu dikembangkan. Diharapkan pengembangan ini dapat mengurangi waktu tundaan serta antrian, sehingga dapat meningkatkan kinerja persimpangan.

Pengembangan kendali simpang berdasarkan fluktuasi arus (fully actuated

signals) dapat dilakukan dengan memanfaatkan teori Logika Fuzzy. Logika Fuzzy

adalah pengembangan dari teori himpunan fuzzy yang diprakarsai oleh Prof. Lofti Zadeh dari University of California tahun 1965. Logika Fuzzy hampir mirip dengan sistem penalaran manusia dengan menggunakan konsep sifat kesamaran nilai atau data, berbeda dengan logika biasa yang memiliki keluaran tegas atau hanya memiliki dua keadaan semisal 0 atau 1 , sedangkan Logika Fuzzy mampu memberikan nilai secara kontinu antara 0 sampai 1.

(23)

4 sangat tepat diperuntukkan bagi sistem-sistem yang sulit dipahami atau diwakilkan dengan suatu metode matematik yang teliti.

Lampu lalulintas (traffic light) memegang peranan penting dalam pengaturan kelancaran lalulintas. Sistem pengendalian lampu lalulintas yang baik akan secara otomatis menyesuaikan diri dengan kepadatan arus lalulintas pada jalur yang diatur. Dengan penerapan Logika Fuzzy hal ini sangat memungkinkan untuk dilakukan.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang dan studi pendahuluan di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan masalah yaitu bagaimana menentukan waktu

traffic light yang dipengaruhi oleh fluktuasi arus yang tidak menentu (fully

actuated signal).

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan waktu optimal traffic light pada setiap lengan simpang bersinyal dengan fluktuasi arus yang berbeda dengan menggunakan Logika Fuzzy.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat di bidang teoritis.

(24)

5 masalah pengaturan simpang bersinyal bagi peneliti pada khususnya dan pihak-pihak terkait pada umumnya.

2. Manfaat di bidang praktik.

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan kepada pihak-pihak pengelola mengenai pengembangan teknik pengaturan simpang bersinyal dan dapat diterapkan di lapangan sehingga diperoleh sistem pengaturan waktu traffic light yang lebih efektif.

1.6 Sasaran Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian di atas maka perlu ditetapkan sasaran penelitian sebagai berikut :

1. Pemetaan keadaan persimpangan bersinyal.

2. Mengidentifikasi waktu traffic light di setiap lengan persimpangan bersinyal.

3. Menentukan waktu traffic light optimal dengan memanfaatkan metode

Logika Fuzzy.

(25)

6

1.7 Batasan Penelitian

Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian ini dapat tercapai secara efektif sehingga dapat mencapai tujuan dari penelitian. Adapun batasan-batasan yang digunakan antara lain:

1. Lokasi yang ditinjau merupakan persimpangan bersinyal (signalized

intersection) dengan menggunakan waktu yang tetap (fixed time signal).

2. Penelitian hanya dilakukan pada persimpangan bersinyal pada pertemuan Jalan Ngumban Surbakti dan Jalan Setia Budi (simpang I) dan pada persimpangan pertemuan Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Brigjen Katamso (simpang II), berupa simpang empat lengan sederhana dengan tiga lajur. 3. Parameter-parameter dalam penentuan waktu sinyal didasarkan parameter

yang ada di lapangan antara lain kondisi geometrik simpang, arus lalu lintas yang dibutuhkan untuk menganalisa kapasitas, tundaan serta faktor-faktor koreksi untuk kondisi ruas jalan tersebut.

4. Hambatan samping yang diakibatkan oleh pedagang kaki lima, penyeberang jalan, dan parkir kendaraan di badan jalan tidak termasuk dalam penelitian ini.

5. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Logika Fuzzy dan dibandingkan dengan metode konvensional (perhitungan MKJI) untuk meninjau kinerja simpang.

(26)

7

1.8 Metodologi

Untuk parameter yang diukur secara langsung di lapangan adalah keadaan lalu lintas seperti arus jenuh dan volume lalu lintas. Sebelum melakukan survey lalu lintas pada persimpangan yang telah ditentukan maka pertama sekali dilakukan adalah survey kondisi persimpangan yang meliputi geometrik persimpangan, waktu hijau, panjang siklus sinyal serta data pendukung lainnya. Dalam melaksanakan penelitian ini, dilakukan beberapa tahapan meliputi:

1. Tahapan Persiapan

Di dalam tahap persiapan dilakukan beberapa kegiatan meliputi studi pustaka untuk menelaah sejumlah teori yang terkait dengan penelitian, pemantapan metodologi yakni dengan merencanakan secara lebih detail tahap-tahap yang akan dilaksanakan sehingga tujuan dapat dicapai dengan tepat, dan penentuan data simpang baik data artificial dan data sekunder. 2. Tahap Perhitungan dan Analisis

Pada tahap ini hal yang akan dilakukan adalah perhitungan dan analisis simpang dengan menggunakan Logika Fuzzy memanfaatkan program

Matlab Toolbox (simulink) dan analisis simpang dengan menggunakan

MKJI.

3. Penilaian Kinerja Persimpangan dengan Parameter Kinerja

(27)

8

Gambar 1.1 Diagram Alir Langkah-langkah Penelitian Penetapan Tujuan Penelitian

- Pembatasan Masalah

- Identifikasi Kebutuhan Data - Teknik Pengumpulan Data

Studi Literatur Rujukan studi

terdahulu

Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Logika Fuzzy,

MKJI, literatur terkait Identifikasi Masalah

Survey Karakteristik Lalu Lintas 1. Geometri Simpang

2. Arus Lalu Lintas

3. Panjang antrian kendaraan 4. Waktu siklus traffic light

Studi Pendahuluan

Melakukan Pengamatan Langsung di Lapangan

Pengolahan Data

- Penilaian Kinerja Persimpangan dengan MKJI - Perancangan prosedur penentuan waktu siklus traffic

light dengan Logika Fuzzy

Analisa dan Evaluasi Penentuan waktu siklus traffic light

(28)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Persimpangan jalan dapat diartikan sebagai dua jalur atau lebih ruas jalan yang berpotongan, dan termasuk didalamnya fasilitas jalur jalan dan tepi jalan. Sedangkan setiap jalan yang memencar dan merupakan bagian dari persimpangan tersebut dikatakan dengan lengan persimpangan. Persimpangan jalan merupakan suatu hal yang penting untuk dianalisa karena sangat berpengaruh terhadap aliran dan keselamatan berlalu lintas.

Persimpangan dapat dikatakan sebagai bagian yang penting dari jalan perkotaan sebab sebagian besar dari efisiensi, kapasitas lalu lintas, kecepatan, biaya operasi, waktu perjalanan, kenyamanan dan keamanan akan tergantung pada perencanaan suatu persimpangan.

Untuk peningkatan hal-hal diatas maka perencanaan suatu persimpangan dan pengaturan lalu lintas pada suatu persimpangan merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan, karena persimpangan tidak hanya digunakan oleh kendaraan bermotor akan tetapi juga oleh para pejalan kaki. Kompleksitas arus kendaraan pada persimpangan akan menimbulkan konflik.

(29)

10 antrian. Waktu tundaan, jumlah antrian dan panjang antrian akan bertambah besar. Pengaturan dengan traffic light ini diharapkan dapat mengurangi antrian yang dialami oleh kendaraan, dan juga kemungkinan terjadinya kecelakaan di persimpangan akan dapat dikurangi dibandingkan jika tidak menggunakan traffic

light.

Beberapa hasil studi dan identifikasi menunjukkan bahwa lokasi kemacetan secara umum terjadi pada persimpangan atau titik-titik tertentu yang terletak di sepanjang ruas jalan. Sebab-sebab terjadinya kemacetan di persimpangan antara lain adanya permasalahan dari konflik akibat pergerakan-pergerakan kendaraan yang membelok dan adanya masalah pada pengendaliannya. Sedangkan permasalahan yang timbul pada ruas jalan karena adanya gangguan terhadap kelancaran arus lalu lintas yang ditimbulkan dari berbagai akses jalan yang berkumpul pada suatu ruas jalan, bercampurnya segala jenis kendaraan atau dari tingkah laku para pengemudi kendaraan itu sendiri. Karena ruas jalan pada suatu persimpangan digunakan secara bersama-sama maka kondisi suatu persimpangan harus dapat direncanakan sebaik mungkin.

2.2 Kondisi dan Karakteristik Lalu Lintas

(30)

11 2. Satuan mobil penumpang adalah satuan arus lalu lintas dari berbagai tipe kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan variabel emp.

3. Arus berangkat terlawan adalah keberangkatan dengan konflik antara gerak belok kanan dengan gerak lurus/belok kiri dari bagian pendekat dengan lampu hijau pada fase yang sama.

4. Arus berangkat terlindung adalah keberangkatan tanpa konflik antara gerakan lalu lintas belok kanan dan lurus.

5. Belok kiri adalah indeks untuk lalu lintas belok kiri.

6. Belok kiri langsung adalah indeks untuk lalu lintas belok kiri yang diijinkan lewat pada saat sinyal merah.

7. Lurus adalah indeks untuk lalu lintas lurus.

8. Belok kanan adalah indeks untuk lalu lintas yang belok ke kanan.

9. Rasio belok kanan adalah rasio untuk lalu lintas yang belok kanan dengan keseluruhan total.

10. Arus lalu lintas adalah jumlah 11ariab lalu lintas yang melalui titik yang tak terganggu di hulu.

11. Arus melawan adalah arus lalu lintas dalam pendekat yang berlawanan, yang berangkat dari fase hijau yang sama.

12. Arus belok kanan yang terlawan adalah arus lalu lintas belok kanan dari pendekat yang berlawanan.

(31)

12 14. Arus jenuh dasar besarnya keberangkatan antrian di dalam pendekat

selama kondisi yang ideal.

15. Derajat kejenuhan adalah rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat.

16. Rasio arus adalah rasio arus terhadap arus jenuh (Q/S) dari suatu pendekat.

17. Rasio arus simpang adalah jumlah dari rasio arus kritis (=tertinggi) untuk semua fase sinyal yang berurutan dalam suatu siklus.

18. Rasio fase adalah rasio arus kritis dibagi dengan rasio arus simpang. 19. Kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan. 20. Faktor penyesuaian adalah variabel koreksi untuk penyesuaian dari nilai

ideal ke nilai sebenarnya dari suatu variabel.

21. Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang. 22. Tundaan lalu lintas adalah waktu menunggu yang disebabkan oleh

interaksi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang bertentangan.

23. Tundaan geometri adalah disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok di simpangan atau yang terhenti oleh lampu merah.

24. Panjang antrian adalah panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat. 25. Antrian adalah jumlah kemdaraan yang antri dalam suatu pendekat. 26. Angka henti adalah jumlah rata-rata berhenti per kendaraan (termasuk

(32)

13 27. Rasio kendaraan terhenti adalah rasio dari arus lalu lintas yang terpaksa

berhenti sebelum melewati garis henti akibat pengendalian sinyal.

2.3 Gerakan Lalu Lintas pada Persimpangan

Terdapat empat bentuk tipe dasar pergerakan lalu lintas pada persimpangan yang dilihat dari sifat dan tujuan gerakan, yaitu:

a. Diverging (gerakan memisah)

Peristiwa berpencarnya kendaraan yang melewati suatu ruas jalan ketika kendaraan tersebut sampai pada titik persimpangan. Konflik ini dapat terjadi pada saat kendaraan melakukan gerakan membelok atau berganti jalur.

Gambar 2.1 Tipe Dasar Gerakan Diverging

(Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1999)

b. Merging (gerakan bergabung)

(33)

14

Gambar 2.2 Tipe Dasar Gerakan Merging

(Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1999)

c. Weaving (bersilangan)

Peristiwa terjadinya perpindahan jalur atau jalinan arus kendaraan menuju pendekat lain. Gerakan ini merupakan perpaduan dari gerakan diverging dan merging.

(34)

15 d. Crossing (berpotongan)

Peristiwa perpotongan antara arus kendaraan dari satu jalur ke jalur lain pada persimpangan, biasanya keadaan demikian akan menimbulkan titik konflik pada persimpangan. Tipe dasar gerakan crossing dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Tipe Dasar Gerakan Crossing

(Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1999)

Keberadaan persimpangan pada suatu jaringan jalan ditujukan agar kendaraan bermotor, para pejalan kaki, dan kendaraan tidak bermotor dapat bergerak dalam arah yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Dengan demikian pada persimpangan akan terjadi suatu keadaan yang menjadi karakteristik yang unik dari persimpangan yaitu munculnya konflik yang berulang sebagai akibat dari dasar pergerakan tersebut. Berdasakan sifatnya konflik terbagi dua, yaitu :

(35)

16 2. Konflik sekunder (secondary conflict) adalah konflik yang terjadi

antara arus lalu lintas kanan dengan arus lalu lintas arah lainnya

(opposing straight-throught traffic) dan atau lalu lintas belok kiri

dengan para pejalan kaki (crossing pedestrians).

Konflik dapat dibedakan atas dua jenis berdasarkan ada tidaknya alat pengatur simpang yaitu konflik yang terjadi pada persimpangan sebidang tidak bersinyal dan konflik yang terjadi pada simpang sebidang bersinyal. Pada persimpangan sebidang tidak bersinyal terdapat lebih banyak konflik dibandingkan pada persimpangan bersinyal. Konflik lalu lintas pada persimpangan sebidang empat lengan tidak bersinyal memiliki 16 titik crossing

conflicts, 8 diverging conflicts, dan 8 merging conflicts dapat dilihat pada

Gambar 2.5, sedangkan untuk persimpangan bersinyal akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

`

Gambar 2.5 Konflik Lalu lintas pada persimpangan sebidang tak bersinyal

(Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997)

(36)

17

2.4 Simpang Bersinyal

Simpang bersinyal adalah suatu persimpangan yang terdiri dari beberapa lengan dan dilengkapi dengan pengaturan sinyal lampu lalu lintas (traffic light). Berdasarkan MKJI 1997, adapun tujuan penggunaan sinyal lampu lalu lintas

(traffic light) pada persimpangan antara lain:

a. Menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas kendaraan dari masing-masing lengan.

b. Memberi kesempatan kepada kendaraan/dan pejalan kaki yang berasal dari jalan kecil untuk memotong ke jalan utama.

c. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan.

Kinerja suatu persimpangan dapat dilihat dari beberapa parameter pada persimpangan. Salah satu parameter ini adalah waktu tundaan per mobil yang dialami oleh arus yang melalui simpang. Tundaan terdiri atas tundaan geometri

(geometric delay) dan tundaan lalu lintas (traffic delay). Parameter persimpangan

(37)

18 Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna pada traffic light (merah, kuning, hijau) dilakukan untuk dapat memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu yang terjadi bersamaan. Konflik-konflik gerakan lalu lintas di persimpangan bersinyal dapat dibagi menjadi dua, yaitu konflik-konflik utama dan konflik-konflik kedua, yang dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut ini.

Gambar 2.6 Konflik Lalu lintas pada persimpangan sebidang bersinyal (Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997)

(38)

19

2.5 Pengaturan Lalu Lintas pada Persimpangan

Masalah-masalah yang ada di persimpangan dapat diatasi dengan cara meningkatkan kapasitas simpang dan mengurangi volume lalu lintas. Untuk meningkatkan kapasitas dapat dilakukan dengan cara melakukan perubahan rancang simpang, serta pelebaran cabang simpang, pengalihan arus lalu lintas ke rute-rute lain. Akan tetapi kedua cara tersebut kurang efektif, karena akan mengarah pada peningkatan jarak tempuh suatu perjalanan.

Pemecahan masalah terbatasnya kapasitas simpang maupun masalah ruas jalan dapat diantisipasi dengan cara dilakukan pelebaran jalan akan tetapi hal tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit serta tidak selamanya mampu memecahkan permasalahan yang terjadi. Pemecahan manajemen lalu lintas semacam itu sering kali menyebabkan permasalahan lalu lintas semakin buruk.

Alternatif pemecahan lain adalah dengan metode sistem pengendalian simpang yang bergantung kepada besarnya volume lalu lintas. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu sistem pengendalian simpang yang akan digunakan yaitu volume lalu lintas dan jumlah kendaraan yang belok, tipe kendaraan yang tersedia, kecepatan kendaraan, akses kendaraan pada ruas jalan, pertumbuhan lalu lintas dan distribusinya, strategi manajemen lalu lintas, biaya pemasangan dan pemeliharaan.

(39)

20 2.5.1 Simpang Tanpa Prioritas (Non Priority Junction)

Simpang tanpa prioritas ini umumnya digunakan pada daerah volume lalu lintas yang kecil pada masing-masing cabang simpang. Apabila pada simpang itu terjadi konflik lalu lintas maka salah satu pihak memperoleh hak utama untuk berjalan berdasarkan pada kebiasaan (peraturan pemerintah yang berlaku) sementara pihak lain akan memperlambat gerakannya atau berhenti.

Meningkatnya volume lalu lintas pada salah satu cabang simpang mempertinggi tingkat konflik antara cabang simpang dengan arus yang rendah dengan arus yang tinggi pada simpang tersebut. Untuk mengatasi konflik lalu lintas ini maka diberikan hak utama tertentu pada suatu simpang yang biasa dengan prioritas. Contoh simpang tanpa prioritas dapat dilihat pada Gambar 2.7 dibawah.

Gambar 2.7 Persimpangan tanpa Prioritas

(40)

21 2.5.2 Simpang dengan Prioritas (Priority Junction)

Simpang pengendalian semacam ini cocok untuk simpang dimana lalu lintas pada jalan yang lebih kecil (minor road) tidak terlalu besar. Dengan meningkatnya arus pada jalan yang lebih kecil maka semakin banyak kendaraan yang memotong arus jalan yang lebih besar (major road). Arus kendaraan di jalan yang lebih kecil dikendalikan oleh rambu lalu lintas, misalnya tanda stop atau tanda untuk mengalah (giveway sign). Fungsi rambu atau marka ini adalah untuk memberikan hak utama untuk bergerak pada jalan yang fungsinya lebih tinggi.

Pada simpang dengan prioritas, diasumsikan tidak ada tundaan yang terjadi pada arus lalu lintas utama. Aspek yang paling penting adalah tingkat pengaruh dari arus lalu lintas pada jalan yang lebih kecil. Kendaraan dari jalan yang lebih kecil akan datang menuju rambu sebelum memasuki simpang dengan prioritas, kemudian menunggu suatu jarak kendaraan yang member waktu aman pada ruas jalan yang lebih besar.

(41)

22

Gambar 2.8 Persimpangan dengan Prioritas

(Sumber : Highway Traffic Analysis and Design, R.J Salter)

Gambar 2.9 Rambu Lalu Lintas untuk Simpang dengan Prioritas

(Sumber : PP. No. 43 Tahun 1993 tentang Rambu Lalu Lintas)

2.5.3 Simpang dengan Lampu Lalu Lintas (Signalized Junction)

Sistem pengendalian simpang yang berikutnya adalah dengan pemasangan lampu lalu lintas (traffic light). Pengendalian persimpangan seperti ini memberikan hak berjalan pertama kepada fase tertentu kemudian

Rambu lalu lintas berupa

STOP

(42)

23 kepada fase lainnya. Masing-masing pergerakan mendapatkan kesempatan melintasi persimpangan dalam suatu jangka waktu tertentu dan pada saat yang berbeda-beda, serta dipengaruhi oleh susunan fisik persimpangan, jenis pengontrolan, volume lalu lintas, pola dan arah lalu lintas.

Lampu lalu lintas (traffic light) adalah suatu alat kendali dengan menggunakan lampu yang terpasang pada persimpangan dengan tujuan untuk mengatur arus lalu lintas. Pengaturan arus lalu lintas pada persimpangan pada dasarnya dimaksudkan untuk bagaimana pergerakan kendaran pada masing-masing kelompok pergerakan kendaraan (vehicle

group movements) dapat bergerak secara bergantian sehingga tidak saling

mengganggu antar arus yang ada. Ada berbagai jenis kendali dengan menggunakan lampu lalu lintas dimana pertimbangan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi persimpangan yang ada seperti volume, geometrik simpang dan sebagainya. Sketsa persimpangan ini dapat dilihat pada Gambar 2.10 dibawah.

(43)

24 Berdasarkan cakupannya, jenis kendali dengan lampu lalu lintas (traffic light) pada persimpangan dibedakan antara lain:

a. Lampu lalu lintas terpisah (isolated traffic signal): yaitu pengoperasian lampu lalu lintas dimana dalam perancangannya hanya didasarkan pertimbangan pada satu tempat persimpangan saja tanpa mempertimbangkan simpang lain yang terdekat.

b. Lampu lalu lintas terkoordinasi (coordinated traffic signal): yaitu pengoperasian lampu lalu lintas dimana perancangannya mempertimbangkan, mencakup beberapa simpang yang terdapat pada suatu jalur/ arah tertentu;

c. Lampu lalu lintas jaringan (networking traffic signal): yaitu pengoperasian lampu lalu lintas dimana dalam perancangannya memperimbangkan mencakup beberapa simpang yang terdapat dalam suatu jaringan jalan dalam suatu kawasan.

Berdasarkan pengoperasiannya, jenis kendali traffic light pada persimpangan dibagi atas tiga bagian, yaitu:

a. Fixed time traffic signals: yaitu pengoperasian traffic light dimana

(44)

25 lainnya karena tidak memiliki respon terhadap perubahan arus kendaraan yang terjadi. Beberapa keuntungan traffic light dengan bentuk waktu sinyal tetap ini antara lain: waktu start dan lama interval tetap sehingga memudahkan koordinasi dengan traffic light yang berdekatan, tidak dipengaruhi oleh kondisi pergerakan pada suatu waktu tertentu misalnya ada kendaraan yang berhenti, adanya pembangunan disekitar ruas jalan dan sebagainya, dengan sistem ini lebih sesuai bagi daerah yang volume pejalan kaki tetap dan besar, pengemudi dapat memperkirakan lamanya fase.

b. Semi actuated traffic signals: pada tipe ini digunakan peralatan deteksi

yang diletakkan hanya pada jalan minor. Traffic light telah diatur sedemikian rupa, sehingga jalan mayor selalu mendapat indikasi warna hijau selama tidak diterima isyarat dari jalan minor. Apabila diterima adanya suatu isyarat dari jalan minor maka waktu hijau diterima untuk jalan minor adalah waktu yang paling lama sebesar waktu maksimum yang telah ditentukan. Ketika nyala indikasi warna hijau diterima kembali dan jalan minor oleh jalan mayor maka nyala hijau akan tetap pada jalan mayor sampai diterima kembali isyarat hijau dari jalan minor. Pada umumnya tipe traffic light ini dipakai pada persimpangan-persimpangan dimana jalan minor memiliki arus yang kecil.

c. Fully Actuated traffic signals: yaitu pengoperasian traffic light dimana

(45)

26 ke waktu sesuai dengan kedatangan kendaraan (demand) dari berbagai pendekat/ kaki simpang (approaches).

Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, penggunaan

traffic light bertujuan untuk memenuhi satu atau lebih fungsi-fungsi

sebagai berikut :

1. Untuk menghindari hambatan (blockage) akibat adanya konflik arus lalu lintas dari berbagai arah pergerakan kendaraan. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan kapasitas simpang terutama pada jam puncak.

2. Untuk memfasilitasi persilangan antara jalan utama dengan untuk kendaraan dan pejalan kaki dengan jalan sekunder sehingga kelancaran pada jalan utama dapat lebih terjamin.

3. Untuk mengurangi tingkat kecelakaan yang diakibatkan oleh tubrukan

(collisions) antara kendaraan pada arah yang terdapat konflik.

2.5.4 Karakteristik Traffic Light

(46)

27 Sistem perlampuan lalu lintas menggunakan jenis lampu sebagai berikut:

a. Lampu hijau (green): kendaraan yang mendapatkan isyarat harus bergerak maju.

b. Lampu kuning (amber): kendaraan yang mendapatkan isyarat harus melakukan antisipasi, apabila memungkinkan harus mengambil keputusan untuk berlakunya lampu yang berikutnya (apakah hijau atau merah).

c. Lampu merah (red): kendaraan yang mendapatkan isyarat harus berhenti pada sebelum garis henti (stop line).

Perlu diketahui dengan adanya peraturan lalu lintas yang baru (PP 42 dan PP 43 Tahun 1993) untuk kendaraan yang belok kiri selama tidak diatur secara khusus maka kendaraan boleh belok kiri jalan terus. Perlampuan dengan berbagai nyala lampu tersebut diterapkan untuk memisahkan pergerakan lalu lintas berdasarkan waktu. Pemisahan ini diperlukan dengan khususnya untuk jenis konflik primer, namun dalam hal tertentu dapat juga diterapkan pada kondisi konflik primer.

Dalam pengaturan sinyal traffic light, terdapat beberapa parameter, yaitu:

(47)

28 2. Waktu siklus adalah waktu untuk urutan lengkap dengan indikasi

sinyal.

3. Waktu hijau adalah waktu nyala hijau dalam suatu pendekat.

4. Rasio hijau adalah perbandingan antara waktu hijau dan waktu siklus dalam suatu pendekat.

5. Waktu merah semua (all red) adalah waktu dengan merah menyala bersamaan dalam pendekat-pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan.

6. Waktu kuning adalah waktu dengan lampu kuning dinyalakan setelah hijau dalam suatu pendekat.

7. Antar hijau adalah periode kuning+merah semua antar dua fase sinyal yang berurutan.

8. Waktu hilang adalah jumlah semua periode antar hijau dalam siklus yang lengkap. Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan.

9. Sinyal diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam satu dimensi waktu.

2.5.5 Pengaturan Fase

(48)

29 • pengurangan konflik baik primer maupun sekunder;

• urutan yang optimum dalam pergantina fase;

mempertimbangkan waktu pengosongan (clearance time) pada

daerah persimpangan.

Jika hanya untuk memisahkan konflik primer yang terjadi maka pengaturan fase dapat dilakukan dengan dua fase. Hal ini dilakukan dengan masing-masing fase untuk masing-masing jalur jalan yang saling bersilangan, yaitu kaki simpang yang saling lurus menjadi dalam satu fase. Pengaturan dua fase ini juga dapat diterapkan untuk kondisi yang ada larangan belok kanan.

Pengaturan antar fase diatur dengan jarak waktu penyela/waktu jeda supaya terjadi kelancaran ketika pergantian antar fase. Istilah ini disebut dengan waktu antar hijau (intergreen) yang berfungsi sebagai waktu pengosongan (clearance time). Waktu antar hijau terdiri dari waktu kuning dan waktu merah semua (all red). Waktu antar hijau bertujuan untuk:

(49)

30 tersebut sudah dapat mengakomodasi ketika terjadi kedipan mata.

b. Waktu semua merah: untuk memberikan waktu pengosongan

(clearance time) sehingga resiko kecelakaan dapat dikurangi.

Hal ini dimaksudkan supaya akhir rombongan kendaraan pada fase sebelumnya tidak berbenturan dengan awal rombongan kendaraan fase berikutnya. Besaran waktu semua merah sangat tergantung pada kondisi geometrik simpang sehingga benar-benar cukup untuk sebagai clearance time. Pertimbangan yang harus diperhitungkan adalah waktu percepatan dan jarak pada daerah clearance time pada simpang.

Tabel 2.1 Nilai Normal Waktu Antar Hijau

Ukuran Simpang Lebar jalan rata-rata (m)

Nilai Lost Time (LT) (detik/fase)

Kecil 6 – 9 4

Sedang 10 – 14 5

Besar >15 >6

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)

(50)

31 berlawanan dengan menyilang (crossing) maka disebut dengan istilah

Protected (P) dan sebaliknya disebut dengan istilah Opposite (O).

Berdasarkan buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, berbagai contoh kasus pengaturan fase adalah sebagai berikut:

a. pengaturan dua fase: pengaturan ini hanya diperlukan untuk konflik primer yang terpisah

Gambar 2.11a Pengaturan Simpang dengan Dua Fase

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-4)

b. pengaturan tiga fase: pengaturan ini digunakan untuk kondisi penyisaan akhir (late cut-off) untuk meningkatkan kapasitas arus belok kanan

Gambar 2.11b Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Late Cut-Off (Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5)

Fase A Fase B

(51)

32 c. pengaturan tiga fase: dilakukan dengan cara memulai lebih

awal (early start) untuk meningkatkan kapasitas belok kanan.

Gambar 2.11c Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Early-Start (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5)

d. pengaturan tiga fase: dengan memisahkan belok kanan dalam satu jalan.

Gambar 2.11d Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Pemisahan Belok Kanan

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5)

e. pengaturan empat fase; dengan belok kanan terpisah pada kedua jalan

(52)

33 f. Pengaturan empat fase; dengan arus berangkat dari satu persatu

pendekat pada saatnya masing-masing.

Gambar 2.11f Pengaturan Simpang Empat Fase dengan Arus Berangkat dari Satu per satu Pendekat pada Saatnya Masing-masing

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5)

Perhitungan untuk menentukan waktu hijau, kapasitas, derajat kejenuhan, dan tundaan pada simpang bersinyal digunakan acuan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) yang dituangkan dalam formulir-formulir isian SIG.

2.6 Kapasitas Tingkat Pelayanan

(53)

34 kapasitasnya. Oleh karena itu analisa kapasitas lebih merupakan sebuah penilaian terhadap jumlah maksimum lalu-lintas yang dapat disalurkan pada tingkat atau kualitas operasional yang telah ditentukan dan selama masih dapat dipertahankan.

Kriteria dan operasional dan suatu fasilitas diwujudkan dengan istilah tingkat pelayanan (level of service). Setiap tipe fasilitas telah ditentukan suatu interval dan kondisi operasional, yang dihubungkan dengan jumlah lalu-lintas yang mampu ditampung disetiap tingkat.

Tabel 2.2 Kriteria Tingkat Pelayanan Pada Persimpangan Bersinyal

Tingkat Pelayanan Tundaan Henti Tiap Kendaraan (detik)

A ≤5,0

B 5,1 – 15,0

C 15,1 – 25,0

D 25,1 – 40,0

E 40,1 – 60,0

F ≥60,0

(Sumber : Highway Capacity Manual 1985)

(54)

35 Kapasitas yang didefinisikan oleh Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 adalah jumlah maksimum arus lalu lintas yang dapat dipertahankan tetap yang melewati suatu titik atau bahagian jalan dalam kondisi tertentu.

Kondisi arus lalu lintas maksimum yaitu kondisi lalu lintas yang meliputi volume setiap kendaraan, distribusi kendaraan berdasarkan pergerakannya (belok kiri, terus dan belok kanan), lokasi dan pemakaian bus stop di dalam wilayah persimpangan, arus penyeberang jalan dan pergerakan parkir di dalam wilayah persimpangan. Selain itu juga meliputi keadaan geometrik persimpangan yang meliputi jumlah lajur, kemiringan jalan dan alokasi tata guna lahan.

Dalam penganalisaan digunakan periode waktu 15 menit dengan mempertimbangkan waktu tersebut sebagai interval terpendek selama arus yang ada stabil pada perhitungan kapasitas harus ditetapkan bahwa kondisi yang ada seperti kondisi jalan, kondisi lalu lintas dan pengendalian tetap. Hal-hal yang terjadi yang membuat suatu perubahan dan kondisi yang ada mengakibatkan terjadinya perubahan kapasitas pada fasilitas tersebut. Sangat dianjurkan dalam penentuan kapasitas dilakukan pada cuaca yang baik (cerah).

Dalam penentuan kapasitas ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan antara lain:

1. Kondisi Jalan (road condition)

(55)

36 Perancangan geometrik dengan karakteristik geometrik persimpangan yang merupakan titik pertemuan antara dua atau lebih jalan, dalam artian perancangan fasilitas jalan dan suatu kaki persimpangan tidak dapat terlepas dari perancangan fasilitas jalan pada lengan persimpangan lainnya. Konflik yang timbul akibat pertemuan jalan-jalan yang berpotongan baik antara kendaraan dengan kendaraan ataupun antara kendaraan dengan pejalan kaki harus dikendalikan melalui perancangan yang baik sehingga dapat dihindari kemungkinan konflik yang berakibat timbulnya kecelakaan.

Perencanaan geometrik yang baik secara keseluruhan akan menghasilkan kondisi medan persimpangan yang dapat dikenal dengan baik oleh pengguna jalan, sehingga para pengguna jalan tersebut dapat bergerak melakukan manuver-manuver dengan baik.

2. Kondisi lalu-lintas (traffic condition)

Kondisi lalu-lintas bergantung pada karakteristik lalu-lintas yang menggunakan fasilitas lalu-lintas tersebut yaitu: pendistribusian tipe kendaraan, jumlah kendaraan dan pembagian jalur yang ada serta srah distribusi lalu-lintas.

3. Pengendalian (control condition)

(56)

37

2.7 Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) adalah suatu metode yang dirancang untuk memudahkan dalam menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan kapasitas jalan di Indonesia, termasuk untuk masalah persimpangan bersinyal. Sistem perhitungan persimpangan yang disediakan berupa formulir isian SIG I sampai dengan SIG V. Adapun isi dari tiap-tiap SIG tersebut adalah sebagai berikut :

1. SIG I, menetapkan jenis fase dan penentuan geometrik jalan dengan nilai Wmasuk dan Wkeluar.

2. SIG II, menghitung data arus lalu lintas.

3. SIG III, untuk mendapatkan waktu merah dan waktu hilang tiap fase.

4. SIG IV, dari hasil data-data pada SIG sebelumnya, kita dapat memperoleh nilai Kapasitas (C), Waktu Hijau (g), dan Derajat Kejenuhan (DS).

5. SIG V, mengetahui besarnya antrian, number of stop, dan tundaan.

Teori simpang bersinyal didasarkan pada prinsip-prinsip utama sebagai berikut :

1. Geometri

(57)

38 mendapat sinyal waktu hijau yang berbeda fase dengan arus lurus, atau jika dipisahkan secara fisik oleh pulau-pulau lalu lintas dalam pendekat.

2. Arus Lalu Lintas

Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore.

Tabel 2.3 Tipe Kendaraan

No. Tipe Kendaraan Definisi

1 Kendaraan bermotor (UM) Sepeda, becak

2 Sepeda bermotor (MC) Sepeda motor, sekuter

3 Kendaraan ringan (LV) Colt, Pick up, Taksi

4 Kendaraan berat (HV) Bus kecil, Bus besar, Truk

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Tabel 2.4 Nilai Konversi Satuan Mobil Penumpang pada Simpang

Jenis Kendaraan Nilai emp untuk tiap pendekat

Terlindung (P) Terlawan (O)

HV 1,0 1,0

LV 1,3 1,3

MC 0,2 0,4

(58)

39 Arus jenuh yang terjadi di persimpangan merupakan suatu hal yang harus menjadi perhatian karena dipengaruhi oleh lebar jalur, kemiringan permukaan, dan sebagainya.

Tingkat kepadatan lalu lintas (Saturation Flow) atau tingkat arus jenuh adalah arus kendaraan per jam yang dapat diakomodasi oleh kelompok lajur tersebut dengan anggapan bahwa fase hijau selalu tersedia untuk jalan, yakni perbandingan g/c adalah 1,00. Perhitungan dimulai dengan memilih suatu tingkat arus jenuh yang ideal biasanya 1800 mobil penumpang per jam dan waktu hijau tiap lajur, dan penyesuaian nilai ini untuk berbagai kondisi yang ada bukan merupakan kondisi yang ideal.

Arus jenuh (saturation flow) pada suatu persimpangan dapat dihitung dengan rumus:

S = So.Fcs.Fsf.Fg.Fp.Frt.Flt ……… (2.1)

dimana : S = Arus jenuh, besarnya keberangkatan antrian di dalam suatu pendekatan selama kondisi yang ditentukan (smp/jam hijau).

So = Arus jenuh dasar, besarnya keberangkatan antrian di

dalam pendekat selama kondisi ideal (smp/jam).

Fcs = Faktor koreksi untuk ukuran kota (jumlah penduduk

kota) dapat dilihat pada tabel 2.5

Fsf = Faktor koreksi untuk hambatan samping dan lingkungan

(59)

40 Fg = Faktor koreksi untuk kemiringan jalan, diberikan dalam

gambar 2.13

Fp = Faktor koreksi untuk parkir kendaraan disepanjang jalan

pada areal persimpangan, dalam gambar 2.14

Frt = Faktor koreksi untuk kendaraan belok kanan, diberikan

dalam gambar 2.15

Flt = Faktor koreksi untuk kendaraan belok kiri dalam

kelompok lajur, diberikan dalam gambar 2.16

Akan tetapi untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dan lebar efektif pendekat (We):

So = 600.We ……….( 2.2 )

Untuk perhitungan arus jenuh (S) maka diperlukan beberapa tabel yang berisikan faktor-faktor koreksi yaitu

Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian ukuran kota Fcs

(60)

41 Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Untuk tipe lingkungan jalan, hambatan samping

dan kendaraan tak bermotor ( Fsf)

Lingkungan Hambatan Tipe Rasio Kendaraan Tak Bermotor

Jalan Samping fase 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 ≥0.25

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, hal. 2-53

Gambar 2.12 Lebar efektif ruas jalan ( We )

(61)

42 Gambar 2.13 Faktor koreksi untuk kemiringan jalan ( Fg )

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, hal. 2-54)

(62)

43 Gambar 2.15 Faktor penyesuaian untuk kendaraan belok kanan ( Frt )

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, hal. 2-55)

Gambar 2.16 Faktor penyesuaian untuk kendaraan belok kiri ( Flt )

(63)

44 3. Model Dasar

Tujuan yang penting dari analisis kapasitas yaitu penilaian jumlah maksimum lalu-lintas yang dapat disalurkan oleh fasilitas yang tersedia. Pada umumnya operasi atau pemakaian terhadap fasilitas yang tersedia jarang sekali dimanfaatkan pada tingkat kapasitas penuh. Oleh karena itu penilaian terhadap jumlah maksimum lalu lintas yang dapat disalurkan pada tingkat yang telah ditentukan dan selama masih dapat dipertahankan desain dan kriteria operasional yang dinyatakan dalam tingkat pelayanan.

Defenisi kapasitas (C) yaitu jumlah arus lalu lintas yang maksimum yang dapat melalui suatu lengan persimpangan dalam kondisi yang tersedia yang dapat dipertahankan. Kondisi lalu lintas yang dimaksud yaitu volume setiap kedatangan kendaraan, distribusi kendaraan berdasarkan pergerakannya (belok kiri, terus, dan belok kanan), pergerakan parkir di sekitar lengan yang ditinjau.

Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut:

C = ………. (2.3)

dimana :

C = kapasitas (smp/jam) S = arus jenuh (smp/jam hijau) g = waktu hijau (det)

c = waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap.

(64)

45 Tabel 2.7 Waktu Siklus yang Layak Untuk Simpang

Tipe Pengaturan Waktu Siklus (detik)

2 fase 40 - 80

3 fase 50 - 100

4 fase 60 - 130

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

4. Penentuan Waktu Sinyal

Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan berdasarkan metode Webster (1996) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang.

c optimum = ……….. (2.4)

dimana :

coptimum = waktu siklus optimum (detik)

LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik)

FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)

FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang

berangkat pada suatu fase sinyal.

∑FRcrit = Jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut

(rasio arus simpan).

(65)

46 Waktu hijau (green time) untuk masing-masing fase menggunakan rumus:

gi = (cua – LTI) x PRi ………. (2.5)

gi = waktu hijau dalam fase-I (detik) LTI = total waktu hilang per siklus (detik)

cua = waktu siklus pra penyesuaian sinyal (detik)

PRi = perbandingan fase FRcrit/∑(FRcrit)

Waktu hijau yang telah disesuaikan (c) berdasarkan waktu hijau yang diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang (LTI) dihitung dengan rumus:

c = ∑g + LTI ……… (2.6)

c = waktu hijau (detik)

LTI = total waktu hilang per siklus (detik)

∑g = total waktu hijau (detik)

5. Kapasitas dan Derajat Kejenuhan

Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) pada masing-masing pendekat.

Derajat kejenuhan diperoleh sebagai :

(66)

47 6. Perilaku Lalu Lintas

a. Panjang antrian

Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang pada waktu merah (NQ2).

NQ = NQ1 + NQ2 ………. (2.8)

Dengan :

NQ1 = 0,25 x C x

Jika DS>0.5;selain itu NQ1 = 0

NQ2 = c x

dimana :

NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya

NQ2 = jumlah smp yang datang selama fase merah

DS = derajat kejenuhan GR = rasio hijau

c = waktu siklus

C = kapasitas (smp/jam)

Q = arus lalu lintas pada pendekat tersebut (smp/jam)

Panjang antrian (QL) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(67)

48 Keterangan:

QL = panjang antrian NQmax = jumlah antrian

Wmasuk = lebar masuk

Nilai NQmax diperoleh dari Gambar E-2:2 MKJI hal 2-66 yang terlihat

pada Gambar 2.17 dibawah dengan anggapan peluang untuk pembebanan (POL) sebesar 5% untuk kegiatan perancangan.

Gambar 2.17 Peluang Untuk Pembebanan Lebih (POL)

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, hal. 2-55

b. Angka Henti

(68)

49 NS = 0.9 x

dimana c adalah waktu siklus (detik) dan Q arus lalu lintas (smp/jam) dari pendekat yang ditinjau.

c. Tundaan

Suatu ukuran daya guna yang kritis pada fasilitas arus terganggu adalah tundaan (delay). Tundaan adalah suatu ukuran yang umum yang dapat diiterpretasikan dengan jumlah rata. Waktu tunda henti rata-rata (average stopped time delay) adalah ukuran keefektifan yang prinsipil yang digunakan dalam mengevaluasi tingkat pelayanan pada persimpangan bersinyal (signalized intersection).

Waktu tundaan henti (stopped time delay) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebuah kendaraan untuk berhenti dalam suatu antrian saat menunggu untuk memasuki suatu persimpangan.

Rata-rata waktu tunda henti (average stopped time delay) adalah total waktu tunda henti yang dialami semua kendaraan pada suatu jalan atau kelompok lajur selama suatu periode waktu yang ditentukan, dibagi dengan volume total kendaraan yang memasuki persimpangan pada jalan atau kelompok lajur selama periode waktu yang sama, dinyatakan dalam detik per kendaraan.

Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

(69)

50

DT = c x ……….. (2.8)

dimana :

DTj = Tundaan lalu-lintas pada pendekat j (det/smp) GR = Rasio hijau (g/c)

DS = Derajat kejenuhan C = Kapasitas (smp/jam)

NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya

Berikut digambarkan bagan prosedur perhitungan simpang bersinyal dengan menggunakan MKJI :

Gambar 2.18 Bagan Prosedur Perhitungan dengan MKJI

PENANGANAN

Ubah Penentuan fase sinyal, lebar pendekat, aturan membelok dsb

DATA MASUKAN

Geometrik, penyaluran lalu lintas dan kondisi lingkungan, kondisi arus lalu lintas

PERILAKU LALU LINTAS

Waktu antar hijau dan waktu hilang

PENENTUAN WAKTU SIGNAL Waktu siklus dan waktu hijau

KAPASITAS

(70)

51

2.8 Himpunan dan Logika Kabur

Konsep matematika tradisional dibentuk berdasarkan logika dwinilai yang hanya mengenal nilai benar atau salah saja. Tetapi dalam kenyataannya terdapat banyak hal dalam kehidupan kita dan dunia real yang tidak dapat dinilai hanya dengan “benar” atau “salah” saja. Misalnya, kepandaian seseorang atau kepadatan penduduk atau kecepatan sebuah kendaraan. Konsep-konsep tersebut secara linguistik-semantik bernuansa kabur dan oleh karenanya berada di luar jangkauan matematika dwinilai yang tidak memiliki perangkat untuk menyusun model bagi konsep-konsep tersebut. Sudah sejak lama orang berusaha mencari terobosan guna menemukan cara untuk menangani konsep-konsep kabur semacam itu.

Penggunaan teknik Logika Fuzzy telah cukup meluas pada berbagai aplikasi mulai dari consumer electronic, sistem robot, dan pengendalian kegiatan industri, dan lain-lain. Teknik Logika Fuzzy sangat cocok digunakan untuk sistem yang dalam pemprosesannya banyak melibatkan aturan (ruled based). Sistem

Logika Fuzzy biasanya memiliki sifat toleransi seperti layaknya pikiran manusia

dan mampu mengakomodasi ketidakpresisian dalam proses akuisis data. Implementasi kendali Fuzzy biasanya dilakukan multi-porpuse mikroporsesor dan membutuhkan alat atau software yang membantu untuk mengembangkan aplikasi

Fuzzy mulai dari tahap perancangan, evaluasi, implementasi, dan penalaan.

(71)

52 Ada beberapa alasan mengapa orang menggunakan Logika Fuzzy (Kusumadewi, Sri, 2002), yaitu:

1. Konsep Logika Fuzzy muda h dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran Fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti; 2. Logika Fuzzy sangat fleksibel;

3. Logika Fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat ;

4. Logika Fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi non linear yang

sangat kompleks;

5. Logika Fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan ;

6. Logika Fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara

konvensional;

7. Logika Fuzzy didasarkan pada bahasa alami.

2.8.1 Teori Himpunan Fuzzy

Himpunan Fuzzy atau biasa disebut himpunan kabur merupakan suatu teori himpunan yang digunakan untuk menyatakan derajat kemenduaan (ambiguity/fuzzy) dari arti kata atau konsep. Teori himpunan

Fuzzy didasarkan pada Logika Fuzzy yang mempunyai tingkat logika

antara 0 sampai 1 yang menyatakan kemenduaan.

Gambar

Gambar 2.3 Tipe Dasar Gerakan Weaving
Gambar 2.4 berikut.
Gambar 2.5, sedangkan untuk persimpangan bersinyal akan dijelaskan pada sub
Gambar 2.6 Konflik Lalu lintas pada persimpangan sebidang bersinyal
+7

Referensi

Dokumen terkait