• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Tanaman Pinus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyakit Tanaman Pinus"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Penyakit Tanaman Pinus

Edy Batara Mulya Siregar

Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan kayu dewasa ini semakin mendesak, baik kayu untuk pertukangan atau bahan industri lainnya. Meningkatnya kebutuhan kayu seiring dengan bertambahnya penduduk setiap tahun, peningkatan kebutuhan ini harus diimbangi dengan tersedianya produksi kayu yang mencukupi dengan memperhatikan keseimbangan alam. Untuk mengatasi hal tersebut salah satu alternatif pemecahannya yaitu dengan pengembangan hutan tanaman industri (HTI) (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999)

Pinus merkusii adalah salah satu tanaman yang dianjurkan untuk pengembangan HTI, pinus dalam klasifikasi suku termasuk Pinaceae. Ada tiga jenis spesies yang cukup dikenal di Indonesia yaitu Tusam (Batak Toba dan Karo) sala dari daerah Aceh serta yang berasal dari daerah Minang disebut susugi.

Menurut Rahayu (1999), penyakit dapat terjadi karena gangguan proses fisiologis dari tanaman (meliputi bagian biji, bunga, buah, daun pucuk, cabang, batang dan akar) sebagai akibat terganggunya fungsi atau bentuk jaringan atau organ tanaman oleh penyebab penyakit. Hutan disebut sakit apabila pohon – pohon yang didalamnya mengalami tekanan secra terus – menerus oleh faktor – faktor biotic (hidup) atau oleh faktor – faktor abiotik (fisik dan kimia) lingkungannya sehingga menimbulkan kerugian (Hadi, 1986). Bentuk kerugian akibat penyakit antara lain berupa kegagalan benih untuk berkecambah, kehilangan bibit karena lodoh batang atau busuk akar, dan kehilangan bibit sesudah tanam dilapangan. Akibat selanjutnya adalah kerugian berupa dana (uang) yang terbuang percuma untuk menyiapkan lahan.

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Pinus (Pinus merkusii)

Pinus merkusii dapat dijumpai di Kalimantan dan Sumatera, terutama di

Sumatera dan Aceh dari 200 – 1700 mdpl, terdapat pada tanah – tanah yang tak subur dan bergerumbul. Ketinggian pohon dapat mencapai 70 meter dengan diameter 145 cm.Tajuknya sangat ringan, jenis cahaya, daun jarumnya gugur terus – menerus, meneruskan cahaya banyak sekali.

Pembuahan

Pembuahan terus – menerus, terutama dalam bulan Juli sampai November. Buah kerucut yang matang panjangnya 5 – 10 cm. Bila pada satu atau lebih sisinya terdapat warna kuning, maka buah itu sedang matang dan harus dipungut. Bilamana ditunggu lebih lama maka terdapat kemungkinan, bahwa proses matang itu telah berakhir, dan buah itu akan pecah sehingga biji – bijinya akan tersebar kemana mana oleh angina.

Perakaran

Akar kecambah lebih panjang daripada bagian –bagian yang berada di atas tanah, perakarannya dangkal dan sangat meluas dan bersimbiosa dengan mikoriza. Gagal tidaknya tanaman dalam persemaian tergantung mikoriza ini. Oleh karena itu ditanamlah dalam persemaian dimana terdapat tanaman – tanaman pinus yang tingginya satu meter yang berasal dari tempat – tempat dimana ia tumbuh dengan baik, yang berarti bahwa mikoriza telah ada. Dengan demikian mikoriza ini dapat menulari lainnya yang belum ada. Dengan demikian diperoleh bibit – bibit pinus yang tumbuh sehat

Habitus

Daun – daun jarumnya berada dalam berkas yang terdiri dari 2 atu 3 jarum, jarang sekali 4, tetapi biasanya 2 jarum. Ujung jarumnya lancip dan jarum yang dewasa panjangnya maksimum 20 cm. Bunga betina dan jantan sering terdapat pada satu tunas, kadang pada berbagai – bagai tunas, batangnya sering berputar. Bauh kerucut yang muda warnaya kuning kehijau – hijauan dengan ujung yang warnanya ungu

Kegunaan

Kayu pinus apabila dipergunakan dalam rumah dan diawetkan, dapat dipakai untuk perumahan. Kayunya sangat baik untuk kertas. Pada masa ini balsam, darimana diperoleh terpentin dan gondorukem merupakan hasil utama. Tetapi hasilnya belum dapat menyaingi hasil luar negeri Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990).

PENYAKIT PADA TANAMAN PINUS

(3)

A. Penyakit Dumping off (Lodoh, Wedangen)

Pinus (Pinus merkusii) merupakan salah satu jenis tanaman utama yang memenuni persyaratan untuk reboisasi di Indonesia. Namun, diberbagai bedengan tempat perkecambaan sering timbul gangguan penyakit rebah semai. Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit rebah semai dipersemian pinus di pulau Jawa dan Sumatera berkisar antara 10% - 80% (Suharti, 1973).

Penyakit ini dikenal dengan nama penyakit lodoh atau wedengan, yaitu gejala yang tampak seperti tanaman yang disiram air panas. Tanda-tandanya ialah bibit – bibit dalam persemaian menjadi layu, batang atau leher akar tampak menjadi gosong dan busuk.

Damping off dibagi menjadi dua macam :

Dalam keadaan ini kecambah pre emergence damping off nampak sudah mati sebelum dapat muncul ke atas tanah. Patogen ini sudah merusak atau membusukkan biji – biji atau kecambah – kecambah yang belum sampai muncul diatas tanah.

Dalam keadaan ini terlihat Postermergence damping off bahwa bibit dalam persemaian yang diserang pathogen damping off telah muncul diatas tanah, bagian tanaman yang diserang adalah akar atau bagian – bagian bawah dari batang yang sering disebut dengan “ soil infecton type “.

Pada tahun 1967 pernah dilporkan kerusakan persemaian di Cikolesandung Utara akibat penyakit damping off. Adapun penyebabnya adalah sejumlah cendawan yang hidup sebagai saprofit pada lapisan atas tanah, tetapi dalam keadaan yang cocok, cendawan itu akan berubah menjadi parasit pada persemaian muda, Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1992).

1. Gejala

Tingkat serangan penyakit rebah semai dapat dibedakan dalam empat fase sebagai berikut :

a. Serangan yang terjadi pada benih yang baru saja ditanam dan belum berkecambah sehingga benih menjadi busuk, (fase lodoh benih (Hartley, 1921 dalam Suharti, 1973)).

b. Serangan pada benih yang sudah berkecambah tetapi belum sempat tersembul di atas permukaan tanah yang menyebabkan kecambah mati dalam tanah. Gejala tersebut dengan lodoh dalam tanah (pre-emergence dumping off).

c. Serangan pada benih yang telah berkecambah dan telah tersembul di atas permukaan tanah. Fase ini umumnya terjadi pada kecambah yang berumur satu sampai empat minggu. Gejala serangan ini disebut lodoh batang (Post-emergence dumping off) (Wright, 1944). Serangan pada tingkat ini banyak menimbulkan kematian semai.

(4)

Serangan patogen yang terjadi pada kecambah yang bagian hipokotilnya telah berkayu disebut busuk akar (rot root) atau lodoh yang telah terlambat (late dumping-off). Gejala serangan ini umumnya terjadi pada semai yang telah berumur lebih dari dua bulan.

2. Penyebab

Penyakit rembah semai disebabkan oleh beberapa jenis jamur penghuni tanah seperti Pytium sp., Phytophtora sp., Diplodia sp., Rhizoctonia sp., dan Fusarium sp. yang bersifat parasit fakultatif. Jamur dapat hidup sebagai sapropit di atas permukaan tanah dan berubah menjadi parasit apabila kondisi lingkungannya memungkinkan.

3. Pengendalian

Untuk menghindari semai pinus dari penyakit rebah semai perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Melakukan sterilisasi tanah (media) dengan fumigan campuran D-D dengan dosis 660 liter air untuk tiap hektar luas lahan dengan kedalaman 20 cm untuk menekannya persentase serangan rebah semai (Post-emergence dumping-off) dan serangan secara total (Daryono dkk, 1980).

b. Untuk mencegah pembusukan, benih perlu diperlakukan dengan fungisida Seed dressing atau Seed protectant.

c. Biji yang digunakan harus berkualitas baik dan berasal dari pohon induk yang sehat.

d. Apabila terdapat semai yang menunjukkan gejala serangan penyakit rebah semai harus segera dilakukan eradikasi. Untuk mencegah meluasnya penyakit pada bak tabur dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida, misalnya Camptam, Tetraclor atau PCNB dan Ceresan.

e. Penggunaan pupuk yang dapat menaikkan pH tanah harus dihindarkan dan penggunaan pupuk kompos yang belum jadi (belum masak) juga harus dihindarkan.

f. Bibit yang sudah diserang dicabut dan dibakar dan tempat bekas bibit yang diserang disemprot dengan fungisida.

g. Apabila yang diserang tanaman baru dipindahkan ke lapangan, maka setelah tanaman yang diserang itu dimusnahkan kemudian tanaman disekelilingnya disemprot pangkal batangnya dengan fungisida.

h. Mengingat damping off banyak terjadi pada persemaian yang terlalu lembab, maka kelembaban dari persemaian hendaklah dijaga jangan sampai tinggi dan usahakan adanya cukup sinar matahari yang masuk.

B. Ekor Serigala (Fox-tail)

(5)

Pinus merkusii, tetapi juga pada P. canariensis, P. taeda, P. tropicalis, P. cocarpa, dan

jenis-jenis pinus yang lain.

1. Gejala

Gejala serangan penyakit ekor serigala ditandai dengan tumbuhnya batang pokok secara berlebihan dan miskin percabangan sehingga bentuknya seperti ekor serigala. Internoida memanjang secara tidak normal, batang utama (leader shoot) tumbuh ramping dan ujungnya terbentuk buah kerucut yang tumbuh rapat, kecil dan mengandung sedikit biji. Serangan penyakit ekor serigala dapat mengakibatkan tanaman pinus mudah patah dan tidak dapat tumbuh secara normal, terutama didaerah – daerah yang terbuka dan banyak angin.

2. Penyebab

Penyebab kelainan pada tanaman pinus belum diketahui secara pasti, namun beberapa pengalaman menunjukkan bahwa gejala ini merupakan kelainan bawaan (genetik) yang diturunkan oleh induknya. Selain itu, penanam pinus di suatu daerah yang ketinggiannya dibawah ketinggian tempat asal benihnya cenderung terjadi serangan penyakit ekor serigala (fox-tail)

3. Pengendalian

Gejala serangan penyakit ekor serigala (fox-tail) tidak mungkin dapat diobatai atau disembuhkan. Oleh karena itu, pengendalian terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Melakukan seleksi benih yang diambil dari induk yang sehat dan memiliki penampilan bagus (pohon plus).

b. Pada tempat-tempat tertentu, perlu di pilih benih yang berasal dari provenans tertentu yang cocok ditanam di lokasi tersebut.

c. Gejala penyakit ekor serigala (fox-tail) tidak dapat menular ketanaman lain. Untuk menjaga agar tidak terjadi penyerbukan antara tanaman sakit dan tanaman sehat lain yang dapat menghasilkan biji yang secara genetik cacat, maka tanaman yang harus menunjukkan gejala sakit harus segera disingkirkan dan diganti dengan tanaman yang sehat.

C. Penyakit Mati Puncuk (Die Back)

Penyakit mati puncuk banyak terjadi pada persemaian umur 3 bulan sampai 12 bulan di daerah yang beriklim panas, terutama pada musim kemarau.

1. Gejala

Gejala serangan penyakit mati puncuk berupa menguningnya daun-daun jarum yang dimulai dari bagian puncuk tanaman. Gejala tersebut berkembang ke daun-daun yang lebih tua di bawahnya. Gejala serangan lebih lanjut adalah daun-daun mengering, berwarna coklat dan akhirnya semai mati kering. Gejala serangan penyakit dengan cepat menyebar keseluruh areal persemaian. Apabila dilihat pada bagian akar semai yang bergejala, pertumbuhan akar tampak terhambat.

(6)

Penyakit mati puncuk disebabkan oleh jamur Pestalotia sp. Jamur ini membentuk badan buah (aservulus) berisi spora yang dapat disebarkan oleh angin. Kondisi lingkungan yang panas dan aktivitas biokimia di dalam media semai yang tinggi menyebabkan suhu tanah menjadi tinggi sehingga tanaman menjadi lebih retan terhadap penyakit. Penggunaan campuran kompos untuk media semai yang memiliki C/N ratio tinggi juga dapat perparah terjadinya penyakit.

3. Pengendalian

a. Media semai harus diusahakan berasal dari campuran bahan-bahan yang memiliki tingkat aktivitas biokimia cukup rendah sehingga aman dan mendukung pertumbuhan semai.

b. Di daerah yang kondisi lingkungannya panas, tertutama pada musim kemarau, perlu dilakukan manipulasi persemaian sedemikian rupa sehingga suhu media tanah tidak menjadi tinggi.

c. Penyiraman semai harus dilakukan secara cukup pada pagi hari (sebelum matahari bersinar penuh) untuk menjaga agar suhu tetap stabil.

d. Tindakan eradikasi dan sanitasi dengan cara menyingkirkan semai-semai yang sakit perlu dilakukan untuk menekan sumber inokulum jamur.

e. Jamur Pestalotia merupakan patogen lemah dan hanya menyerang inang yang lemah pada kondisi tertentu saja. Oleh karena itu, apabila telah terjadi serangan maka perlu dilakukan pemupukan tambahan secara proporsional untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman.

f. Penyemprotan dengan fungisida yang sesuai dapat dilakukan untuk menekan populasi patogen.

g. Keberadaan mikorisa pada akar semai sangat diperlukan untuk meningkatkan ketahannya terhadap hama dan penyakit.

D. Penyakit Kanker Batang

Penyakit kanker batang di luar negeri banyak terjadi pada tanaman pinus dan jenis Pinus radiata, sedangkan di Indonesia sering terjadi pada tanaman pinus jenis Pinus merkusii.

1. Gejala

Infeksi awal kanker batang biasanya terjadi pada batang yang masih hijau, terutama pada pangkal percabangan dekat daun jarum. Infeksi patogen menyebabkan bercak-bercak pada batang yang bentuknya tidak teratur yang mengeluarkan ekudat berupa resin. Daun-daun jarum yang berdekatan dengan lokasi infeksi terlihat menguning dan akhirnya kering (berwarna cokelat). Pada pohon yang telah dewasa, infeksi biasanya di mulai disekeliling kerucut tajuk, kemudian berkembang beberapa meter ke atas dan mencapai cabang. Infeksi di sekeliling cabang biasanya menghasilkan kanker yang cukup besar.

2. Penyebab

Pada Pinus radiata, patogen penyebab penyakit diidentifikasi adalah jamur Diplodea pinea. Jamur terebut dikenal sebagai patogen yang melakukan penetrasi lewat

(7)

kerucut. Konidia disebarkan oleh air hujan dan angin (Marks, dkk., 1982). Pada Pinur

merkusii, patogen penyebab penyakit di duga jamur Diploida sp. dan Phytophtora sp.

Pada P. radiata adanya stress berupa kekeringan, intensitas sinar matahari yang tinggi dan intensitas kompetisi yang kuat dapat meningkatkan serangan penyakit kanker batang (Marks, dkk., 1982).

3. Pengendalian

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit kanker batang adalah sebagai berikut:

a. Melakukan monitoring sambil melakukan pekerjaan thining atau pemangkasan tajuk secara teratur, terutama tajuk-tajuk yang kering dan menunjukkan gejala kanker batang untuk menghilangkan dan mengurangi jumlah inokulum.

b. Pohon – pohon pinus yang menunjukkan gejala terserang penyakit kanker batang harus segera diberi pupuk untuk meningkatkan kesehatan tanaman. c. Sanitasi dan eradikasi segera dilakukan untuk menghilangkan tanaman-tanaman

kompetitor agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu.

PENYAKIT PADA SEMAI

DAN ANAKAN TANAMAN PINUS ( Pinus merkusii)

Benih yang telah berhasil berkecambah seringkali tidak dapat berkembang menjadi bibit karena serangan busuk atau lodoh batang yang disebabkan oleh berbagai jamur yang berkembang dalam tanah. Setelah semai berkembang menjadi bibit, berbagai macam penyakit juga dapat menyerang akar, batang, atau daun. Dengan demikian, sebagian semai yang berhasil muncul di atas tanah dan bibit yang dihasilkan tidak selalu dapat dipakai sebagai bahan tanaman karena kondisinya tidak menguntungkan utnuk ditanam di lapangan.

Gangguan penyakit yang disebabkan oleh faktorbiotik yang umumnya terjadi di persemaian adalah rebah semai (dumping off), embun tepung (powdery mildew) bercak daun (leaf spot) layu (wilt), dan mati pucuk (die back). Sedangkan gangguan yang disebabkan oleh faktor antibitik, terutama yang disebabkan oleh defisiensi unsur hara, juga sering dialami oleh bibit semai dan anakan.

A. Rebah Semai

Penyakit rebah semai umumnya terjadi pada bibit yang baru saja berkecambah dan masih berada dalam masa succulent, baik pada jenis daun jarum (conifer) maupun daun lebar (broad leaf). Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan yang hebat, pembusukan,d an bahkan kematian bibit.

1. Gejala

Gejala serangan penyakit rebah semai dapat dibagi menjadi dua, yaitu

Pre-emergence dumping off (Kematian yang terjadi sebelum benih berkecambah dan muncul

di atas tanah) dan Post-emergence dumping off (kematian yang terjadi setelah benih berkecambah dan muncul di atas permukaan tanah).

2. Penyebab

(8)

Jamur-jamur ini bersifat parasit fakultatif,d apat hidup sebagai saprofit di atas permukaan tanah, dan berubah menjadi parasit apabila kondisi lingkungan memungkinan .

3. Faktor-faktoryang Mempengaruhi Penyakit

Kondisi yang mempengaruhi dan mendukung terjadinya penyakit rebah semai adalah sebagai berikut :

a. Media semai yang memiliki kapasitas penyimpanan air dan akndungan bahan organik tinggi.

b. Kondisi media semai yang asam c. Pembenaman benih yang terlalu dalam d. Naungan di persemaian yang berlebihan. e. Penggunaan benih yang berkualitas rendah f. Sirkulasi udara di pesemaian yang kurang lancar

4. Pengendalian

Pengendalian penyakit rebah semai dapat dilakukan dnegan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Menghindari peggunaan tanah-tanah berat sebagai media seai. Komposisi media semai dapat dieprbaiki dnegan pencampuran pasir, lempung, dan kompos dengan porsi seimbang sehingga tercipta drainase yang baik yang dapat mendukung pertumbuhan akar tanaman.

b. Apabila memungkinkan, pengecambahan dan pemacuan pertumbuhan semai semai dilakukan di green house. Dengan demikian, suhu dan kelembapan dapat diatur seragam sehingga pertumbuhan semai juga

c. Seluruh perlengkapan utnuk menanam didesinfeksi terlebih dahulu dan sisa-sisa semai sakit atau rusak harus disingkirkan.

d. Melakukan fumigasi utnuk mematikan patogen-patogen yang ada di dalam tanah. e. Menjaga kebersihan air untuk penyiraman

f. Membenamkan biji tidak terlalu dalam

g. Memperbaiki sirkulasi udara dan menghindarkan akumulasi kelembapan pada pangkal semai dan melakukan penjarangan semai segera setelah biji berkecambah.

h. Mempertahankan pH media semai pada kisaran antara 5- 6 dan menghindarkan pemakaian pupuk yang dapat menaikkan pH tanah serta mencampur media semai dengan bahan organik yang belum terdekomposisi secara sempurna.

i. Melakukan sterilisasi media semai sebelum digunakan. Sterilisasi dapat menggunakan air panas, penggorengan media, atau penggunaan desinfektan seperti Formaldehyde, Asam asetat, Chloropicrin, dan Methyl Bromide.

j. Menyemprot bak tabur dengan larutab fungisida seperti Captan, Teractor atau PCNB, dan Ceresan.

k. Menyikirkan dan membinasakan semai yang menujukkan gejala serangan penyakit

l. Meletakkan semai yang telah tumbuh di tempat terbuka yang mendapat sinar matahari penuh

(9)

n. Menggunakan benih yang berkualitas baik dan berpenampilan baik, dan bila memungkinkan dilakukan sertifikasi benih terlebih dahulu.

B. Penyakit Embun Tepung (Powdery Mildew)

Penyakit embun tepung umumnya terjadi di persemaian dan pada tanaman umur 1-2 tahun, terutama pada daun-daun muda. Jenis-jenis semai yang sering menderita penyakit embun tepung adalah Accacia mangium (magium), A. auriculformis (auriculformis). Samanea saman (trembesi), dan Leuzaena leucosephala (lamtoro).

Gejala, penyebab, dan cara-cara pengendalian penyakit secara rinci dapat dilihat pada bab penyakit embun tepung pada Accacia spp.

C. Penyakit Bercak Daun ( Leaf Spot Disease)

Bercak daun dapat terjadi semai di persemaian ataupun pada tanaman di lapangan, namun secara umum lebih intensif terjadi di pesemaian.

1. Gejala

Bercak daun ( leaf spot) merupakan kematian jaringan (nekrotik) yang mempunyai batas-batas tegas dan merupakan ahsil infeksi lokal oleh patogen. Apabila jaringan yang mati tersebut runtuh, maka penyakit ini dinamakan bercak berlobang ( shot hole). Apabila terjadi kematian seluruh atau sebagaian anggota tumbuhan secara cepat, penyakit ini disebut penyakit hawar (blight). Bercak-bercak yang sangat kecil disebut bintik (flecks) dan bila bintik menjadi lebih jelas karena adanya patogen yang berwarna gelap, maka bercak-bercak ini disebut noda (blotch). Bercak umumnya pertama kali terlihat pada daun-daun tua (senesence) dan bila kondisi lingkungan memungkinkan (lembap), bercak akan berkembang ke bagian daun yang lebih muda dan selanjutnya patogen menyebar ke seluruh bagian persemaian.

2. Penyebab

Patogen penyebab penyakit bercak daun di persemaian umumnya adalah jamur-jamur yang bersifat parasit fakultatif seperti Cercospora sp.Pestalotio sp. Phoma sp.,

Alternaria so., Phyllachora sp., Colletotrichum gleosporioides, dll. Jamur-jamur tersebut

dapat bertahan sebagai saprofit pada seresah atau sebagai parasit pada gulma di sekitar persemaian. Apabila kondisi lingkungan memungkinkan dan terdapat inang yang cocok, maka jamur akan menginfeksi semai.

3. Pengendalian

Pengendalian terhadap penyakit bercak daun dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menjaga kelembapan di persemaian agar tidak terlalu tinggi dengan cara mengurangi kerapatan semai.

b. Melakukan pencampuran beberapa jenis semai pada suatu lokasi pesemaian utnuk menghindarkan kerusakan satu jenis semai tertentu oleh penyakit bercak daun apda skala yang luas.

c. Melakukan eradikasi secara intensif dengan menyikirkan bagian tanaman yang rusak, busuk, atau mengalami bercak untuk menekan sumber inokulum patogen. d. Melindungi semai dari serangan jamur penyebab penyakit bercak daun sebelum

(10)

D. Penyakit Layu (Wilt)

Layu dapat terjadi pada anakan dan pada tanaman yang lebih tua. Layu pada tanaman yang tua dapat pulih kembali, tetapi juga ada yang tidak dapat pulih kembali. Sedangkan penyakit layu yang menyerang anakan biasanya menyebabkan kematian.

1. Gejala

Penyakit layu yang disebabkan oleh defisit air di dalam tubuh tanaman umunya terjadi pada waktu hari terik dan panas. Gejala serangan penyakit layu berupa trkulainya pucuk dan menggulungnya daun karena turunnya tugor daun akibat evaporasi yang berlebihan. Bila suhu turun dan suasana menjadi gelap. Maka tugor akan normal kembali dan tanaman pulih lagi. Namun bila penyakit layu tersebut disebabkan oelh serangan hama atau penyakit. Umumnya tanaman yang diserang tidak dapat pulih lagi.

2. Penyebab

Penyebab penyakit layu dapat berupa faktor abiotik (misalnya defisit air, intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi, suhu yang terlalu tinggi). Dan biotik (serangan hama uret atau rayap, bakteri dan jamur).

3. Pengendalian

Keberhasilan pengendalian penyakit layu sangat tergantung pada kecermatan dalam mendeteksi penyebab penyakit utamanya. Oleh karena itu perlu dilakukan diagnosis penyakit secara tepat utnuk menentukan langkah-langkah pengendalian yang tepat.

E. Penyakit Mati Ujung

Penyakit mati pucuk dapat terjadi pada semai ataupun tanaman muda baik persemian maupun di lapangan.

1. Gejala

Mati pucuk ialah kematian yang dimulai dari ujung atau titik tumbuh seperti ujung akar, pucuk, dan cabang yang terus menjalar ke bagian yang lebih tua.

2. Penyebab

Mati pucuk umumnya terjadi karena kerusakan jaringan tanaman atau penumbatan xylem. Mati pucuk kadang-kadang juga terjadi karena tanaman mengabsorbsi garam-garam beracun seperti herbisida atau pestisida. Namun. Mati pucuk sering juga terjadi karena serangan jamur yang bekerja sama dengan serangga hama

3. Pengendalian

Keberhasilan pengendalian penyakit mati pucuk sangat ditentukan oleh kecermatan dan ketepatan dalam mengidentifikasi penyebabnya.

F. Gejala Penyakit Defisiensi

(11)

yang dieprlukan dalam jumlah kecil seperti magan (Mn),s eng (Zn), molybdenum (Mo), boron (B), tembaga (Cu),d an klor (Cl). Kedua kelompok hara tersebut dsiebut sebagai hara essensial karena berfungsi dalam metabolisme tumbuhan

Gejala defisiensi merupakan indikator adanya kekurangan unsur hara di dalam tanah yang dapat digunakan sebagai petujuk penggunaan pupuk yang harus ditambahkan sehingga pertumbuhan tanaman dapat menjadi baik.

BAB III PENUTUP

Pinus pada umumnya sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit khususnya hama penggerek pucuk yang menyebabkan batang tidak tidak lurus (bengkok) dan bercabang besar, sehingga kualitas dan kuantitasnya menjadi berkurang. Penyakit yang sering meyerang pada tanaman pinus (pinus merkusii) adalah penyakit rebah semai, ekor serigala (fox tail), mati pucuk, dan kanker batang.

penyakit dapat terjadi karena gangguan proses fisiologis dari tanaman (meliputi bagian biji, bunga, buah, daun pucuk, cabang, batang dan akar) sebagai akibat terganggunya fungsi atau bentuk jaringan atau organ tanaman oleh penyebab penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Daryono, H., Hadi.S. dan Sugiharso. 1980. “Perawatan benih dengan fungisida dan furmigasi tanah dengan fumigant campuran D-D. Untuk penanggulangan penyakit lodoh serta pengaruhnya pada bibit Pinus merkusii.” Dalm : Laporan Lembaga Penelitian Hutan. No. 353. Bogor.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1992. Manual Kehutanan. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Hadi, S.1986. “Pengelolaan Hutan Tanaman Industri Dengan Penekanan Pada masalah Upaya perlindungan Terhadap Penyakit. “ dalam : Wirakusumah, R.S.(ed). Prosiding Seminar Nasional Ancaman terhadap Hutan Tanaman Industri. FMIPA UI bekerjasama dengan Dep. Kehtanan RI. Jakarta.

Haertley, C.C.1921. Dumping off in Forest Nursery. Bureau of plant Industry. Washington DC Bull.

(12)

M. Yahya Fakuara.1990 Pengantar Bioteknologi Kehutanan. Oleh M. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahayu,S. 1992. “Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia”, Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Suharti, M.1973. “Penyebab dan Pengaruh Lingkungan terhadap Timbulnya Penyakit Dumping off pada Persemaian Pinus merkusii Jungh et de Vriese”. Dalam : Laporan Lembaga Penelitian Kehutanan. No. 194. Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

pertumbuhan semai Pinus Caribiae Jung et de Vreise, apakah terjadi interaksi antara komposisi media dan dosis pupuk guano terhadap pertumbuhan semai Pinus Caribiae Jung et de

dalam berbagai dosis untuk mengendalikan penyakit rebah semai pada tanaman tembakau deli percobaan dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau deli (BPTD) Sampali Medan,

litura (ulat grayak) dan penyakit rebah semai yang disebabkan oleh Phytium sp pada persemaian tembakau deli.. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktorial

Salah satu penyakit yang menyerang tanaman cengkih dan paling merusak tanaman cengkih yaitu penyakit mati pucuk yang disebabkan oleh Bakteri Pembuluh Kayu Cengkih

agglomerans GTA24 pada perlakuan TK dan TG yang cukup banyak mampu menekan penyakit rebah semai di rumah kaca yang ditandai dengan sedikitnya jumlah sklerotia dan

bercak coklat kemeraha n & mengalam i sonasi (lingkaran ) sonasi Rebah akar tanaman baru tumbuh busuk (hawar) di dekat akar mati krn rebah Bentuk daun hawar

bercak coklat kemeraha n & mengalam i sonasi (lingkaran ) sonasi Rebah akar tanaman baru tumbuh busuk (hawar) di dekat akar mati krn rebah Bentuk daun hawar

Perlakuan pemupukan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase tumbuh dan tinggi pertumbuhan tanaman kunyit pada demplot agroforestry dengan pinus (P.