• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengamatan penyakit mati pucuk pada tanaman cengkih di wilayah kabupaten Semarang dan Tegal, Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengamatan penyakit mati pucuk pada tanaman cengkih di wilayah kabupaten Semarang dan Tegal, Jawa Tengah"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAMATAN PENYAKIT MATI PUCUK PADA TANAMAN

CENGKIH DI WILAYAH KABUPATEN SEMARANG DAN

TEGAL, JAWA TENGAH

SUPRIYANTO

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengamatan Penyakit Mati Pucuk pada Tanaman Cengkih di Wilayah Kabupaten Semarang dan Tegal, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

SUPRIYANTO. Pengamatan Penyakit Mati Pucuk pada Tanaman Cengkih di Kabupaten Semarang dan Tegal, Jawa Tengah. Dibimbing oleh WIDODO dan HERMANU TRIWIDODO.

Cengkih (Syzygium aromaticum L. Merr. & Perry) merupakan tanaman rempah asli Indonesia yang memegang peranan penting dalam pembangunan perkebunan untuk peningkatan devisa negara. Di Indonesia, bunga cengkih kering digunakan terutama untuk bahan baku campuran rokok kretek dan sebagian kecil untuk keperluan industri makanan, minuman, kosmetik dan farmasi. Serangan hama dan penyakit menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman cengkih bahkan kematian pada tanaman. Hal ini dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produktivitas cengkih. Salah satu penyakit yang menyerang tanaman cengkih dan paling merusak tanaman cengkih yaitu penyakit mati pucuk yang disebabkan oleh Bakteri Pembuluh Kayu Cengkih (BPKC). Penelitian ini dilakukan untuk mengamati kondisi serangan penyakit mati pucuk di lapangan dan mengetahui pengaruh praktek-praktek budidaya serta kemungkinan penyebab penyakit mati pucuk. Pengamatan dilakukan di dua kabupaten yaitu Kabupaten Semarang dan Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pengamatan dilakukan pada pertanaman cengkih yang berada di daerah perbukitan dan daerah sekitar pemukiman, kemudian dihitung kejadian dan keparahan gejala penyakit mati pucuk, serta mengamati keberadaan penggerek dan kanker batang. Sampel gejala penyakit mati pucuk diambil dan diamati di laboratorium untuk melihat keberadaan bakterinya. Kejadian serangan penyakit mati pucuk di Kabupaten Tegal lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Semarang sedangkan keparahan serangan penyakit mati pucuk di Kabupaten Semarang lebih tinggi dibanding Kabupaten Tegal. Penyakit BPKC tidak hanya disebabkan oleh bakteri saja tetapi ada peran OPT lain yaitu penggerek dan kanker batang.

(6)
(7)

ABSTRACT

SUPRIYANTO. Observation of Dieback Disease of Clove in Semarang and Tegal Regencies, Central Java. Guided by WIDODO and HERMANU TRIWIDODO.

(8)
(9)

PENGAMATAN PENYAKIT MATI PUCUK PADA TANAMAN

CENGKIH DI WILAYAH KABUPATEN SEMARANG DAN

TEGAL, JAWA TENGAH

SUPRIYANTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Pengamatan Penyakit Mati Pucuk pada Tanaman Cengkih di

. Wilayah Kabupaten Semarang dan Tegal, Jawa Tengah Nama Mahasiswa : Supriyanto

NIM : A34100113

Disetujui oleh

Dr. Ir. Widodo, MS Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. Ketua Departemen Proteksi Tanaman

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Pengamatan Penyakit Mati Pucuk Pada Tanaman Cengkih di wilayah Kabupaten Semarang dan Tegal, Jawa Tengah”. Penelitian dilaksanakan di dua lokasi pertanaman cengkih yang berbeda yaitu di Kabupaten Semarang dan Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu identifikasi penyakit dilakukan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2014 sampai Juni 2014.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Marsiem, Bapak Tukino, Mas Purwanto, Mbak Suprapti, Mas Hartanto, Mbak Sumiati dan Adik Reza yang selalu memberikan doa, dukungan serta motivasi dalam belajar. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Widodo, MS dan Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc selaku dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi selaku dosen penguji tamu serta Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, dan arahan kepada penulis.

Terimakasih kepada PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, Bapak Dedi dan pihak CSR lainnya yang telah memberikan biaya perkuliahan dan biaya hidup serta telah memberikan bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis.

Terimakasih kepada Kak Ravi, Kak Rado, Kak Fitrah dan Sandi yang telah membantu selama penelitian. Terimakasih kepada Bapak Thamrin, Bapak Slamet, Mas Yetno yang telah membantu dan memberikan fasilitasi selama penelitian di Kabupaten Semarang dan Tegal. Terimakasih kepada Tri Utami Ningsih, KC dan teman-teman Departemen Proteksi Tanaman 47 yang telah mendukung terlaksananya tugas akhir penelitian ini. Serta pihak lain yang turut membantu dalam penyusunan tugas akhir ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN ...

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Manfaat 1

BAHAN DAN METODE ...

Tempat dan Waktu 2

Metode Penelitian 2

Wawancara Petani 2

Pengamatan Lapang 2

Deteksi Ranting Tanaman Sakit 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... Keadaan Umum Perkebunan dan Teknik Budidaya Cengkih 4 Penyakit Mati Pucuk di Kabupaten Semarang dan Tegal 6 Kondisi Serangan Mati Pucuk pada Perlakuan Petani terhadap Tanaman

Cengkih 9

Hubungan antara Gejala Serangan OPT (Kanker dan Penggerek) dengan Kondisi Serangan Mati Pucuk pada Tanaman Cengkih 11

Hasil Deteksi Sampel Tanaman yang Sakit 13

KESIMPULAN DAN SARAN ...

Kesimpulan 15

Saran 15

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

1 Kondisi dan cara budidaya tiga perkebunan cengkih di wilayah

Kabupaten Semarang dan Tegal 4

2 Keadaan serangan penyakit mati pucuk berdasarkan tingkat keparahan

serangan di Kabupaten Semarang dan Tegal (N=120) 6 3 Insidensi serangan penyakit mati pucuk berdasarkan wilayah

pengamatan (N=80) 7

4 Keadaan penyakit mati pucuk berdasarkan tingkat keparahan serangan di

lokasi pengamatan (N=60) 7

5 Peluang ditemukan gejala serangan penggerek batang, kanker batang, penggerek dan kanker batang, serta tidak ditemukan penggerek dan kanker batang berdasarkan tingkat campuran batu (N=120) 8 6 Keadaan serangan penyakit mati pucuk dilihat dari kondisi pemupukan 9 7 Keadaan serangan penyakit mati pucuk cengkih berdasarkan varietas

yang.digunakan 10

8 Peluang ditemukan gejala serangan penggerek batang, kanker batang, penggerek dan kanker batang, serta tidak ditemukan penggerek dan

kanker batang berdasarkan frekuensi pemupukan (N=120) 11 9 Peluang ditemukan gejala serangan penggerek batang, kanker batang,

penggerek dan kanker batang, serta tidak ditemukan penggerek dan kanker batang pada berbagai tingkat serangan penyakit mati pucuk 12

DAFTAR GAMBAR

1. Pola pengambilan sampel keparahan penyakit mati pucuk dan keberadaan

gejala penggerek dan kanker batang 2

2. Sehat (=0%), 0%< ringan ≤30%, 30%< sedang ≤75%, 75%< berat

<100%, dan mati (=100%) 3

3. Gejala penyakit mati pucuk (a) gejala yang ditemukan Van wyk et al. (2004), (b) gejala yang ditemukan di Kabupaten Semarang 6 4. Gejala OPT cengkih (a) penggerek batang tampak dari luar, (b) kanker

batang tampak dari luar, (c) kanker tampak dari dalam, (d) gejala penggerek dan perubahan warna hitam pada pembuluh batang tampak dari dalam, (e) gejala penggerek dan gejala perubahan warna hitam pada pembuluh kayu yang ditemukan oleh Wyk (2004) 13 5. Pengamatan di laboratorium (a) hasil pelembaban sampel dan (b)

pembiakan bakteri di laboraturium 13

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman cengkih (Syzygium aromaticum L. Merr. & Perry) merupakan tanaman rempah asli Indonesia yang berasal dari Kepulauan Maluku. Usaha perkebunan cengkih menghasilkan komponen produksi utama yaitu bunga, tangkai dan daun cengkih. Bunga cengkih kering digunakan untuk bahan baku campuran rokok kretek dan sebagian kecil untuk keperluan industri makanan, minuman, kosmetik dan farmasi. Bunga cengkih yang digunakan untuk keperluan industri mengalami proses pengolahan terlebih dahulu, hasil yang diperoleh berupa minyak cengkih (Ruhnayat 2002).

Cengkih merupakan salah satu dari 15 komoditi yang diutamakan penanganannya dalam pembangunan perkebunan khususnya untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Komoditas cengkih memegang peranan penting dalam pembangunan perkebunan dan pembangunan nasional pada umumnya karena kontribusi hasil panen cengkih untuk peningkatan devisa negara (Ditjenbun 2013). Luas areal perkebunan cengkih bertambah dari 461.60 ha pada tahun 2010 sampai 476.70 ha pada tahun 2011, namun produksi cengkih menurun dari 96.5 ton pada tahun 2010 menjadi 70.7 ribu ton pada tahun 2011 (BPS 2013). Salah satu penyebab penurunan produksi tanaman cengkih diantaranya yaitu serangan hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman cengkih bahkan kematian pada tanaman. Hal ini dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produktivitas cengkih. Salah satu penyakit yang paling merusak tanaman cengkih adalah penyakit mati pucuk.

Penyakit mati pucuk pada tanaman cengkih sering disebut sebagai penyakit BPKC (Bakteri pembuluh kayu cengkih) dahulu disebut Sumatra disease yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas syzygi (Robert et al. 1990). Penyakit BPKC ditularkan oleh serangga vektor yaitu Hindola striata di Jawa Barat dan Hindola fulva di Sumatera (Balfas et al. 1987). Penyakit BPKC termasuk penyakit paling merusak tanaman cengkih karena dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 10–15% (BBPPTP Surabaya 2013). Penelitian Mariana (2013), melaporkan penyakit BPKC merupakan penyakit yang sangat penting. Berdasarkan informasi dari tim klinik tanaman IPB ditemukan gejala kanker batang dan gejala penggerek batang pada tanaman cengkih yang mempunyai gejala mati pucuk di Kabupaten Jombang dan Tegal. Informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi mati pucuk belum banyak dilaporkan oleh karena itu penelitian ini di lakukan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati kondisi serangan penyakit mati pucuk di lapangan dan mengetahui pengaruh praktek-praktek budidaya serta kemungkinan penyebab penyakit mati pucuk.

Manfaat

(20)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Pengamatan dilakukan di perkebunan cengkih milik warga di Kabupaten Semarang dan Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pemeriksaan lanjutan sampel dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai bulan April sampai Juni 2014.

Metode Penelitian Wawancara Petani

Wawancara petani dilakukan secara langsung kepada pekerja kebun atau pemilik lahan dengan menggunakan lembar kuisioner yang telah disiapkan terlebih dahulu. Jumlah petani yang diwawancarai dan lahannya diamati tingkat keparahan penyakit mati pucuk, keberadaan gejala penggerek batang dan kanker di Kabupaten Semarang sebanyak 18 petani sedangkan di Kabupaten Tegal sebanyak 17 petani. Hal ini dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai teknik budidaya, yaitu pemupukan dan varietas tanaman yang digunakan oleh para petani serta mengetahui hama dan penyakit penting yang menyerang pertanaman cengkih dan cara pengendaliannya.

Pengamatan Lapang

Pengamatan dilakukan pada lahan cengkih milik warga yang terletak di Kecamatan Jambu dan Banyubiru, Kabupaten Semarang serta Kecamatan Bojong dan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Pada setiap kecamatan dipilih tiga desa sebagai lokasi pengamatan. Setiap desa terdiri dari 4 plot yang terbagi pada masing-masing dua plot yaitu kebun cengkih yang terletak di perbukitan dan kebun cengkih yang terletak di sekitar pemukiman. Pada setiap plot dipilih 20 tanaman untuk dihitung insidensi penyakit mati pucuk. Kemudian setiap sampel bergejala diambil untuk pengamatan lebih lanjut di laboratorium. Kejadian penyakit mati pucuk dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Setiap selang 3 tanaman yang dipilih pada plot, diamati tingkat keparahan penyakit mati pucuk serta keberadaan ada tidak gejala penggerek batang dan gejala kanker batang.

(21)

3 Pengamatan gejala penggerek batang dan kanker dilakukan pada bagian batang utama setinggi kurang lebih 2 m. Pengamatan tingkat keparahan penyakit mati pucuk diambil berdasarkan tingkat kematian tajuk tanaman yang dibagi menjadi lima kategori, yaitu Sehat (=0%), 0%< ringan ≤30%, 30%< sedang ≤75%, 75%< berat <100%, dan mati (=100%) (Gambar 2).

Gambar 2 Kategori gejala penyakit mati pucuk; (a) Sehat (=0%) (b) 0%< ringan ≤30%, (c) 30%< sedang ≤75%, (d) 75% < berat <100%, dan (e) mati (=100% )

Deteksi Ranting Tanaman Sakit

Deteksi tanaman bergejala dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya bakteri pada tanaman dengan cara melembabkan ranting. Sampel yang diperoleh dari lapang adalah ranting dari tanaman bergejala. Ranting yang akan dilembabkan dipotong terlebih dahulu dengan panjang sekitar 5 cm, kemudian diletakkan diatas tisu yang telah dibasahi dengan air lalu dimasukkan ke dalam plastik mika. Setelah 3 hari tanaman yang dilembabkan diamati ada tidaknya lendir yang keluar dari ujung ranting. Sebagian tanaman yang mengeluarkan lendir dibiakkan dalam media TZC (Tetrazolium Chlorida) untuk mendeteksi ada tidaknya bakteri pada ranting tersebut.

d c

b

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Perkebunan dan Teknik Budidaya Cengkih

Perkebunan cengkih di wilayah Kabupaten Tegal dan Semarang secara umum memiliki kondisi lingkungan dan teknik budidaya yang hampir sama (Tabel 1).

Tabel 1 Kondisi dan cara budidaya perkebunan cengkih di Kabupaten Semarang dan Tegal

Sistem budidaya cengkih yang dilakukan masyarakat di Kabupaten Semarang dan Tegal tidak jauh berbeda. Adapun pola tanam yang dilakukan petani di Kabupaten Semarang dan Tegal adalah tumpang sari, namun komoditas yang digunakan untuk tumpang sari berbeda-beda. Komoditas yang ditanam petani di Kabupaten Semarang adalah kopi, alpukat, albisia, dan durian, sedangkan di Kabupaten Tegal adalah singkong, pisang, sengon dan kelapa. Ruhnayat dan Wahyudi (2012) menyebutkan sistem pola tanam tumpang sari dapat memperlambat penyebaran penyakit BPKC. Selain itu penanaman tanaman sela di antara tanaman cengkih juga membantu meningkatkan pendapatan petani.

(23)

5 Berdasarkan hasil penelitian Bermawie dan Wahyuni (2007) genotipe Zanzibar memiliki kadar minyak atsiri dengan kisaran 19-23% yang tergolong kisaran tinggi dibanding varietas lainnya. Minyak atsiri yang berasal dari tangkai dan bunga cengkih umumnya digunakan untuk bahan baku industri kosmetik, farmasi, makanan, minuman dan rokok. Sementara minyak atsiri yang berasal dari daun cengkih banyak dipakai untuk bahan baku pembuat eugenol. Eugenol dapat digunakan untuk obat sakit gigi, bahan dasar penambal gigi, dan pestisida nabati. Oleh karena itu banyak petani yang menggunakan varietas Zanzibar untuk dibudidayakan. Varietas ini juga diketahui mempunyai kepekaan terhadap penyakit BPKC (Ruhnayat & Wahyudi 2012).

Pestisida yang digunakan petani di Kabupaten Semarang adalah Bactocyn, Dithane, Orthene, Marshal, Decis dan Supemec sedangkan pestisida yang digunakan oleh petani di Kabupaten Tegal adalah Decis, Pastan dan Furadan. Penggunaan jenis pestisida di Kabupaten Semarang lebih banyak dibandingkan kabupaten Tegal karena di Kabupaten Semarang sering mendapatkan pestisida dari pemerintah. Aplikasi pestisida di Kabupaten Semarang dan Kabupaten Tegal yaitu dicampur dan tunggal. Secara umum pestisida Decis diaplikasikan dengan cara mencelupkan kapas ke dalam cairan pestisida Decis terlebih dahulu selanjutnya kapas tersebut dimasukkan ke dalam lubang gerekan, lalu lubang tersebut ditutup dengan pasak. Pestisida Baktosin di aplikasikan dengan cara menginfus pada bagian akar, dan ada juga yang diaplikasikan pada bagian batang dengan cara dibor pada batang tanaman, sebanyak satu sendok atau sekitar 15 ml setiap pohon. Menurut Ditjen PSP 2012 bahan aktif pestisida-pestisida tersebut yaitu Decis dengan bahan aktif Deltametrin merupakan insektisida kontak dan lambung, Baktosin dengan bahan aktif Oksitetrasiklin merupakan insektisida racun kontak dan lambung, Furadan dengan bahan aktif Karbofuram merupakan insektisida sistemik, Dithane dengan bahan aktif Mankozeb merupakan insektisida sistemik, Marshal dengan bahan aktif karbosulfan merupakan insektisida sistemik, kontak, lambung, Orthene dengan bahan aktif asefat merupakan insektisida sistemik.

(24)

6

Penyakit Mati Pucuk di Kabupaten Semarang dan Kabupaten Tegal Pada pengamatan yang dilakukan di Kabupaten Semarang dan Tegal gejala yang terlihat adalah daun di sekitar pucuk terlihat kering, tapi sebagian daun tersebut masih menempel, gejala lanjut menyebabkan daun rontok dan akhirnya tanaman mati (Gambar 3).

Gambar 3 Gejala mati pucuk; (a) gejala yang ditemukan Van wyk et al. (2004) dan (b) gejala yang ditemukan di Kabupaten Semarang

Gejala yang terlihat di lapang sama dengan gejala yang ditemukan oleh Wyk et al. (2004) (Gambar 3). Gejala seperti ini sama yang dijelaskan oleh Hadiwijaya (1983), bahwa gejala penyakit mati pucuk yaitu daun yang gugur secara mendadak kemudian ranting-ranting pada pucuk mati, adapula tanaman terserang kadang-kadang percabangan atau seluruh tanamannya layu mendadak dan mengakibatkan daun menjadi kering. Penyakit mati pucuk cenderung menyerang tanaman cengkih yang telah menghasilkan dan berumur belasan tahun (Hadiwijaya 1983). Sedangkan Semangun (2000) menjelaskan gejala serangan BPKC dibagi menjadi dua tipe yaitu mati cepat atau mati layu dan mati lambat atau mati karena tanaman menua. Gejala mati cepat ditandai dengan daun-daun gugur secara mendadak, ranting-ranting pada cabang dekat pucuk atau pada pucuk mati, daun gugur mulai dari bagian atas tajuk, lalu ke bagian bawah tajuk. Cabang atau seluruh tanaman muda layu secara mendadak sehingga daun yang kering dan berwarna coklat tetap melekat pada pohon untuk beberapa waktu. Sedangkan gejala mati lambat atau mati karena tanaman menua gejala terjadi secara bertahap dengan daun-daun dewasa yang menua sebelum waktunya.

Kejadian penyakit mati pucuk pada kategori kondisi serangan sedang di Kabupaten Semarang lebih rendah (29.17%) dibandingkan di Kabupaten Tegal (32.50%). Kejadian penyakit mati pucuk pada kondisi serangan dengan kategori ringan, berat dan mati lebih tinggi di Kabupaten Semarang (Tabel 2).

Tabel 2 Keadaan serangan penyakit mati pucuk berdasarkan tingkat keparahan serangan di Kabupaten Semarang dan Tegal (N=120)

Kabupaten Kondisi serangan (%)

Ringan Sedang Berat Mati

Semarang 57.50 29.17 10.00 3.30

Tegal 55.83 32.50 9.17 2.50

(25)

7 Insidensi penyakit mati pucuk di Kabupaten Semarang lebih rendah dibanding Kabupaten Tegal. Insidensi penyakit paling rendah di Kabupaten Semarang (53%) berada di Desa Kmambang, Kecamatan Banyu Biru, sedangkan di Kabupaten Tegal (96%) berada di Desa Danasari, Kecamatan Bojong. Persentase kejadian penyakit tertinggi di Kabupaten Semarang berada di Desa Gertas dengan persentase 94%, sedangkan di Kabupaten Tegal terdapat kejadian penyakit mati pucuk mencapai 100%, yaitu di Desa Sangkan Ayu Kecamatan Bojong dan Desa Cintamanik, Kecamatan Bumijawa. Rata-rata persentase insidensi penyakit mati di Kabupaten Tegal lebih tinggi dibanding dengan Kabupaten Semarang (Tabel 3).

Tabel 3 Insidensi serangan penyakit mati pucuk berdasarkan wilayah pengamatan (N=80)

Kabupaten Kecamatan Desa Kejadian (%)

Semarang Jambu Bedono 79.00

Kejadian penyakit mati pucuk di Kabupaten Semarang pada kondisi serangan ringan lebih tinggi di lokasi pemukiman, sedangkan untuk kondisi serangan sedang, berat, dan mati lebih tinggi di lokasi perbukitan (Tabel 4).

Tabel 4 Keadaan serangan penyakit mati pucuk berdasarkan tingkat keparahan serangan di lokasi pengamatan (N= 60)

(26)

8

serangan mati lebih tinggi di lokasi perbukitan. Nilai kejadian penyakit mati pucuk di Kabupaten Semarang dan Tegal pada kondisi serangan mati lebih tinggi di lokasi perbukitan. Hal ini mungkin disebabkan karena lokasi perkebunan disekitar pemukiman lebih dekat sehingga perawatannya lebih intensif. Selain itu di perkebunan cengkih di lokasi perbukitan cenderung lebih sering terkena angin yang lebih kencang.

Tingkat campuran batu kategori banyak di Kabupaten Semarang tidak ada berbeda dengan tingkat campuran batu di Kabupaten Tegal, tidak ada lahan yang tidak berbatu. Pada lahan pengamatan di Kabupaten Semarang ditemukan pohon yang hanya bergejala penggerek namun di kabupaten Tegal tidak ditemukan pohon yang hanya bergejala penggerek batang pada semua kategori tingkat campuran batu. Pada lahan pengamatan di Kabupaten Semarang ditemukan pohon yang tidak bergejala penggerek batang dan kanker namun pada lahan pengamatan di Kabupaten Tegal tidak ditemukan pohon yang tidak bergejala penggerek batang dan kanker.

Tabel 5 Peluang ditemukan gejala serangan penggerek batang, kanker batang, penggerek dan kanker batang, serta tidak ditemukan penggerek dan kanker batang berdasarkan tingkat campuran batu (N=120)

Kabupaten Kabupaten Semarang (**) tidak ditemukan lahan tidak berbatu di Kabupaten Tegal

(27)

9 OPT penggerek dan kanker dalam satu pohon semakin tinggi. Tingkat campuran batu tidak berpengaruh terhadap keberadaan OPT kanker dan penggerek.

Kondisi Serangan Mati Pucuk pada Perlakuan Petani terhadap Tanaman Cengkih

Pemupukan yang dilakukan oleh petani cengkih di Kabupaten Semarang dan Tegal tidak ada yang menggunakan pupuk sintetik saja tanpa campuran dari pupuk organik. Rata-rata petani melakukan pemupukan dengan menggunakan campuran antara pupuk organik dan sintetik atau pupuk organik saja. Pada Kabupaten Tegal terdapat petani yang tidak melakukan pemupukan (Tabel 6).

Serangan penyakit mati pucuk di Kabupaten Semarang dan Tegal tergolong ringan pada petani yang melakukan pemupukan, karena rata-rata kejadian penyakit paling tinggi berada pada kondisi serangan ringan. Hal ini berbeda dengan petani yang tidak melakukan pemupukan, di Kabupaten Tegal yang menunjukan kejadian tingkat serangan penyakit mati pucuk yang lebih tinggi pada kondisi serangan sedang (Tabel 6)

Tabel 6 Keadaan serangan penyakit mati pucuk dilihat dari kondisi pemupukan

Kabupaten Kondisi (**) tidak ada petani yang tidak melakukan pemupukan di Kabupaten Semarang

Hal ini menunjukkan petani yang melakukan pemupukan lebih baik dibandingkan dengan petani yang tidak melakukan pemupukan. Zamarel (1995) menjelaskan tingkat ketahanan tanaman terhadap suatu penyakit dipengaruhi oleh jenis pupuk yang diberikan. Pemupukan N yang dikombinasikan dengan K dapat meningkatkan ketahanan. Sedang pemupukan N yang tidak disertai dengan pupuk K justru akan meningkatkan kepekaan tanaman cengkih terhadap penyakit pembuluh kayu cengkih.

(28)

10

tanaman yang digunakan petani di Kabupaten Tegal adalah varietas Zanzibar dan Mawar, tidak ditemukan petani yang menggunakan varietas Sikotok.

Tabel 7 Keadaan serangan penyakit mati pucuk cengkih berdasarkan varietas

Keterangan: Jumlah tanaman yang diamati (a) 30 pohon (b) 5 pohon (c) 25 pohon (d) 5 pohon (e) 25 pohon (f) 50 pohon (g) 35 pohon (-) Petani di Kabupaten Tegal tidak ada yang hanya menggunakan varietas Zanzibar, Sikotok, dan campuran keduanya

Rata-rata pada semua varietas tanaman, kondisi serangan penyakit mati pucuk termasuk dalam kondisi ringan. Pada varietas Mawar kejadian penyakit pada tanaman dengan kondisi serangan berat tergolong rendah, selain itu tidak terdapat kejadian penyakit dengan kondisi serangan mati. Berbeda halnya dengan varietas Zanzibar dan Sikotok yang yang terdapat kejadian penyakit pada kondisi serangan mati. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Mawar lebih baik dibandingkan varietas lainnya.

Frekuensi pemupukan di Kabupaten Semarang untuk pemupukan beberapa tahun sekali tidak ada. Sedangakan di Kabupaten Tegal ditemukan pada semua kategori frekuensi pemupukan (Tabel 8). Gejala penggerek saja di Kabupaten Semarang di temukan pada lahan pengamatan namun pada lahan pengamatan di Kabupaten Tegal tidak ditemukan pada semua tingkat frekuensi pemupukan. Selain itu di Kabupaten Tegal juga tidak ditemukan pohon yang tidak bergejala penggerek batang dan kanker.

(29)

11 Tabel 8 Peluang ditemukan gejala serangan penggerek batang, kanker batang, penggerek dan kanker batang, serta tidak ditemukan penggerek, dan kanker batang berdasarkan frekuensi pemupukan (N= 120)

Kabupaten Pemupukan

Keberadaan kanker di Kabupaten Semarang frekuensi pemupukan tidak berpengaruh, akan tetapi di Kabupaten Tegal semakin tinggi frekuensi pemupukan maka keberadaan OPT kanker semakin menurun. Keberadaan penggerek dan kanker dalam satu pohon di Kabupaten Semarang frekuensi pemupukan tidak berpengaruh. Sedangkan di Kabupaten Tegal semakin tinggi frekuensi pemupukan maka keberadaan OPT penggerek dan kanker dalam satu pohon semakin tinggi. Frekuensi pemupukan tidak berpengaruh terhadap kejadian OPT penggerek, kanker, penggerek dan kanker dalam satu pohon (Tabel 8).

Hubungan antara Gejala Serangan OPT (Kanker dan Penggerek) dengan Kondisi Serangan Mati Pucuk pada Tanaman Cengkih

(30)

12

serangan penyakit mati pucuk, persentasi kejadian gejalanya tidak semakin tinggi. Keadaan serangan penyakit mati pucuk kondisi serangan berat di Kabupaten Semarang persentase jumlah tanaman bergejala kanker lebih tinggi dibanding persentase jumlah tanaman yang tidak bergejala. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit mati pucuk atau BPKC diduga tidak hanya disebabkan oleh bakteri saja tetapi ada peran OPT lain yaitu penggerek batang dan kanker batang.

Tabel 9 Peluang ditemukan gejala serangan penggerek batang, kanker batang, penggerek dan kanker batang, serta tidak ditemukan penggerek dan kanker batang pada berbagai tingkat serangan penyakit mati pucuk

Kabupaten Kondisi serangan

Kejadian gejala serangan OPT Cengkih (%)

N

Gejala penggerek batang yang ditemukan di lapang berupa lubang-lubang gerekan, lubang gerekan tampak dari luar terlihat serbuk-serbuk kayu. Setelah bagian batang yang digerek tersebut dibuka terdapat lorong gerekan berwarna hitam dengan arah gerekan memanjang sejajar batang (Gambar 4). Kerusakan disebabkan oleh larva yang hidup dan berkembang dalam lorong yang di buat pada batang. Akibatnya aliran air dan unsur hara terganggu bahkan dapat terputus. Sehingga terjadi gangguan fisiologis pada tanaman yang dapat menyebabkan tanaman merana atau mati mendadak (Wikardi et al. 1990). Menurut Kalshoven (1981) terdapat dua spesies penggerek batang yang menyerang tanaman cengkih di sumatera dan jawa yaitu Nothopeus hemipterus C.L. dan Nothopeus faciatipennis WAT. Gejala serangan dua penggerek ini tampak dari luar terlihat sama namun jika batang dibelah gejala yang disebabkan oleh penggerek batang N. faciatipennis arah lorong gerekan melingkar (ring borer) sedangkan gejala penggerek N. hemipterus arah gerekan memanjang sejajar batang (stem borer). Gejala penggerek yang ditemukan di lapang sama dengan gejala yang disebabkan oleh N . hemipterus.

(31)

13 pembuluh kayu didekat liang gerekan, gejala ini sama dengan gejala yang ditemukan oleh Wyk et al. (2004). Gejala kanker batang yaitu kulit batang retak (pecah-pecah) dan ada yang terlihat seperti lubang, sedangkan gejala penggerek batang jika dilihat dari luar terdapat lubang-lubang, biasanya dari lubang tersebut keluar cairan (Gambar 4). Cairan yang masih basah menunjukkan bahwa lubang tersebut masih aktif atau masih terdapat penggerek di dalam lubang tersebut, sedangkan cairan yang terlihat kering menunjukkan bahwa lubang tersebut tidak aktif. Gejala penggerek batang jika dilihat dari dalam terdapat warna hitam sepanjang garis gerekan.

Gambar 4 Beberapa gejala OPT cengkih; (a) penggerek batang tampak dari luar, (b) kanker batang tampak dari luar, (c) kanker tampak dari dalam, (d) gejala penggerek dan perubahan warna hitam pada pembuluh batang tampak dari dalam, dan (e) gejala penggerek dan gejala perubahan warna hitam pada pembuluh kayu yang ditemukan oleh Wyk (2004)

Hasil Deteksi Sampel Tanaman yang Sakit

Penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkih (BPKC) disebabkan oleh bakteri Pseudomonas syzygii (Robert et al. 1990). Jika kayu dipotong memanjang, sering terlihat garis-garis kelabu kecoklatan terutama pada akar dan batang. Nenes (ooze), lendir bakteri seperti susu keluar dari potongan akar atau cabang bila bagian tanaman disimpan beberapa jam di tempat lembab. Lendir ini juga dapat keluar jika bagian tanaman sakit ditekan dengan kuat (Semangun 2000).

Gambar 5 Pengamatan di laboratorium (a) hasil pelembaban sampel (b) deteksi bakteri di laboratorium

e d

a b c

(32)

14

(33)

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kejadian penyakit mati pucuk di Kabupaten Semarang lebih rendah dibandingkan Kabupaten Tegal. Sedangkan keparahan penyakit mati pucuk di Kabupaten Semarang lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Tegal. Penyakit BPKC diduga tidak hanya disebabkan oleh bakteri saja tetapi ada peran OPT lain, yaitu penggerek batang dan kanker batang. Faktor budidaya pemupukan mempengaruhi keparahan penyakit mati pucuk. Kondisi keparahan mati pucuk pada petani yang melakukan pemupukan tergolong rendah dibandingkan dengan yang tidak melakukan pemupukan. Varietas Mawar merupakan varietas yang cukup tahan terhadap serangan BPKC karena rata-rata keparahan penyakit tergolong rendah.

Saran

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Balfas R, Eden-Green SJ, Sutarjo T. 1986. Biologi Hindola striata, vektor penyakit bakteri pembuluh kayu pada tanaman cengkih. Pemberitaan Littri 11 (3-4) : 51-55

[BBPPTP Surabaya] Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya. 2013. Bakteri Pseudomonas syzygii sebagai penyebab penyakit bakteri pembuluh kayu cengkih (BPKC) [Internet]. Surabaya (ID): BBPPTP; [diunduh 2014 Mei 5]. Tersedia pada :http://ditjenbun.deptan.go. id/bbpptsurabaya/berita-210-bakteripseudomonas-syzygii-sebagaipenyebab-penyakit-bakteri-pembuluh-kayu-cengkih-bpkc-html.

Bermawie N, Wahyuni S. 2007. Keragaman potensi hasil dan mutu beberapa genotipe cengkih (Syzygium aromaticum (L.) Merr & Perr.). Di dalam: Luntungan, Karmawati E, editor. Prosiding Seminar Nasional Rempah: 2007 Agustus 21; Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm 111-116.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi perkebunan rakyat menurut jenis tanaman 2000-2012. [Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Republik Indonesia; [diunduh 2014 April 23]. Tersedia pada:http://bps.go.id/tab_sub/ view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=54&notab=6

[Ditjen PSP] Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2012. Pestisida Terdaftar dan Diizinkan Tahun 2012. [Internet]. Jakarta (ID): Departemen Pertanian; [diunduh 2014 Oktober 28]. Tersedia pada: http://psp.deptan. go.id/assets/file/PESTISIDA%20TERDAFTAR%20DAN%20DIIZINKAN %20-%202012.pdf

[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Cengkih Tahun 2014. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Hadiwijaya T. 1983. Cengkih Data dan Petunjuk ke Arah Swasembada. Ed ke 6. Jakarta (ID): PT Gunung Agung

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesië.

Mariana L. 2013. Hama dan penyakit cengkih di wilayah Kabupaten Kediri Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Ruhnayat A. 2002. Memproduksikan Cengkih, Tanaman Tua dan Tanaman Terlantar. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Ruhnayat A, Wahyudi A. 2012. Pedoman teknis teknologi tanaman rempah dan obat petunjuk teknis pembenihan tanaman cengkih (Euegenia aromaticum) [Internet]. Bogor (ID) Balittro; [diunduh 2014 Mei 5]. Tersedia pada: http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/images/publikasi/sirkuler/pembibitan %20cengkih.pdf

Roberts SJ, Eden Green SJ, Jones P, Ambler DJ. 1990. Pseudomonas syzygii sp. nov, the cause of sumatra disease of clove. System Appl Microbiol. 13:34-43.

(35)

17 Wikardi EA, Iskandar M. 1990. Penggunaan Insektisida Secara Efektif Untuk Pengendalian Hama Penggerek batang (Nothopeus spp). Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Wyk MV, Roux J, Barnes I, Wingfield BD, Liew ECY, Assa B, Summerell BA, Wingfield MJ. 2004. Ceratocystis polychroma sp. nov, a new species from Syzygium aromaticum in Sulawesi. Studies in Mycology. 50: 273-282. Zamarel, Arifin. 1995. Pengaturan pemupukan untuk menekan serangan penyakit

(36)
(37)

19

(38)

20

Tingkat campuran batu : □ Tinggi □ Sedang □ Rendah

Tanaman Lain : □ Kopi □ Kakao □ Alpukat □ Lainnya :

Pestisida : □ Insektisida □ Herbisida □ Fungisida □ Bakterida 1. Jenis : Dosis : Frekuensi : Kapan mulai ada serangan :

Pengendalian yang sudah dilakukan dan keefektifannya :

(39)

21

 Kejadian penyakit dari 20 tanaman cengkih :

Σ Tanaman Cengkih Terserang Σ Tanaman Cengkih Tidak Terserang

 Keparahan penyakit 5 tanaman cengkih

Keterangan: Tingkat serangan Sehat (=0%), 0% < ringan ≤30%, 30%< sedang ≤75%, 75% < berat <100%, dan mati (=100%)

Tanaman Cengkih Sakit

Keparahan (%) Kanker Penggerek

(40)

Lain-RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Pola pengambilan sampel keparahan penyakit mati pucuk, keberadaan
Gambar 2 Kategori gejala penyakit mati pucuk; (a) Sehat (=0%) (b) 0%< ringan
Tabel 1  Kondisi dan cara budidaya perkebunan cengkih di Kabupaten Semarang
Gambar 3 Gejala mati pucuk; (a) gejala yang ditemukan Van wyk et al. (2004) dan (b)  gejala yang ditemukan di Kabupaten Semarang Gejala yang terlihat di lapang sama dengan gejala yang ditemukan oleh Wyk et al
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas antibakteri pada kitosan terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan derajat deasetilasi berbeda, memperlihatkan DD 93% lebih besar membentuk zona

Sementara dari hasil uji regresi dapat dinyatakan bahwa, setiap kenaikan mm intensitas curah hujan akan meningkatkan 0,13 hektar luas wilayah banjir, dan setiap satu persen

Data MUR-SST juga dapat digunakan sebagai alternatif data masukan bagi PELIKAN Lemuru karena data SPL yang disajikan bebas awan, namun perlu menjadi catatan

Implementasi UU Nomor 32 tahun 2009 dalam pengimplementasiannya dibutuhkan implementor yang memiliki tingkat kepatuhan yang baik hal ini dikarekanakan proses

Terjadi perbedaan kualitas spermatozoa yaitu motilitas spermatozoa, konsentrasi spermatozoa dan morfologi spermatozoa pada kelompok dengan pemaparan asap rokok tanpa vitamin C

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta skepsi saya yang berjudul “Pengaruh Capital Adequacy Ratio

Hal ini dapat dilihat dari prosedur penyusunan anggaran biaya produksi yang dilakukan perusahaan, yaitu pada langkah penyusunan rencana produksi dan penyusunan anggaran penjualan

Menurut Estenberg (dalam Sugiyono, 2007:73) macam-macam wawancara adalah wawancara terstruktur, wawancara semiterstruktur, dan wawancara tidak terstruktur. Dalam