• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Peningkatan Petani Sawit di Kecamatan P.Rakyat Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Peningkatan Petani Sawit di Kecamatan P.Rakyat Asahan"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KREDIT KETAHANAN PANGAN TERHADAP

PENINGKATAN PETANI SAWIT DI KECAMATAN P.RAKYAT ASAHAN

OLEH

ERICK OPRIYANDI TAMBUN

080501101

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan pendapatan petani sawit di Kecamatan P.Rakyat Asahan dan untuk mengetahui apakah Kredit Ketahanan Pangan (KKP), jumlah pohon sawit, dan jumlah petani sawit berpengaruh terhadap pendapatan petani sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dari masyarakat Kecamatan P. Rakyat Asahan.

Hipotesanya adalah kredit ketahanan pangan berperan positif terhadap peningkatan pendapatan petani sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan.

Berdasarkan hasil estimasi/regresi menunjukkan bahwa variabel ketahanan pangan kredit ketahanan pangan (X1), jumlah pohon sawit (X2), dan jumlah petani sawit (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan petani sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan pada tingkat alpa 5%.

(3)

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the development of the income of smallholders in the district P.Rakyat Asahan and to determine whether the Food Security Credit (CTF), the number of palm trees, and the effect on the incomes of smallholders oil palm farmers in the district of P. People's Asahan.

The data used in this study is the primary data obtained from the District P. People's Asahan.

Hypothesis is the food security of credit play a positive role towards increasing the income of smallholders in the district of P. People's Asahan. Based on the estimation / regression showed that the variables of food security food security credit (), the number of palm trees (), and the number of smallholders () has positive and significant impact on the income of smallholders in the district of P. People's negligent Asahan at 5%.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana di program strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Peningkatan Petani Sawit di Kecamatan P.Rakyat Asahan”. Penulis telah banyak

menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis yang tercinta dan tersayang, ayah dan ibu yang tak henti-hentinya memberikan kasih sayang, dukungan, didikan, doa dan semangat serta motivasi baik moril maupun materi kepada penulis selama ini.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

(5)

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan. 5. Bapak Prof. Dr. Syaad Affifuddin, M.Ec selaku Dosen Pembimbing yang

telah memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini.

6. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya Hasibuan, M.Si selaku dosen pembaca penilai yang telah memberikan penilaian dan saran atas skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan memberikan banyak ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

8. Seluruh Staf Administrasi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Mei 2012 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

2.1.2 Keterkaitan Kredit Pertanian dengan Ketahanan Pangan ... 10

(7)
(8)

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Produksi Perkebunan kabupaten Asahan 2008-2010 ... 5

4.1 Jumlah Penduduk per Kecamatan tahun 2008-2010 ... 47

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Peningkatan Pendapatan Petani Sawit

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 76

2 Variabel Kredit Pangan dan Variabel Jumlah Pohon Sawit ... 79

3 Variabel Jumlah Petani Sawit dan Variabel Pendapatan ... 81

4 Uji Validitas dan Reliabilitas Kredit Pangan ... 83

5 Uji Validitas dan Reliabilitas Jumlah Pohon Sawit .... 83

6 Uji Validitas dan Reliabilitas Jumlah Petani Sawit .... 85

7 Uji Validitas dan Reliabilitas Pendapatan ... 86

8 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 87

9 Hasil Uji Ketepatan Model ... 89

(12)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan pendapatan petani sawit di Kecamatan P.Rakyat Asahan dan untuk mengetahui apakah Kredit Ketahanan Pangan (KKP), jumlah pohon sawit, dan jumlah petani sawit berpengaruh terhadap pendapatan petani sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dari masyarakat Kecamatan P. Rakyat Asahan.

Hipotesanya adalah kredit ketahanan pangan berperan positif terhadap peningkatan pendapatan petani sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan.

Berdasarkan hasil estimasi/regresi menunjukkan bahwa variabel ketahanan pangan kredit ketahanan pangan (X1), jumlah pohon sawit (X2), dan jumlah petani sawit (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan petani sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan pada tingkat alpa 5%.

(13)

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the development of the income of smallholders in the district P.Rakyat Asahan and to determine whether the Food Security Credit (CTF), the number of palm trees, and the effect on the incomes of smallholders oil palm farmers in the district of P. People's Asahan.

The data used in this study is the primary data obtained from the District P. People's Asahan.

Hypothesis is the food security of credit play a positive role towards increasing the income of smallholders in the district of P. People's Asahan. Based on the estimation / regression showed that the variables of food security food security credit (), the number of palm trees (), and the number of smallholders () has positive and significant impact on the income of smallholders in the district of P. People's negligent Asahan at 5%.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini krisis perekonomian yang terjadi di Indonesia menyebabkan masyarakat kesulitan dalam memenuhi kehidupannya. Ditambah lagi dengan adanya krisis global yang juga semakin membuat krisis bertambah sulit. Banyak kalangan yang memperkirakan kalau krisis perekonomian yang semakin kompleks ini bisa mengarah kepada krisis pangan. Kelaparan akan menjadi ancaman yang akan menyusul kemiskinan massal yang terjadi saat ini. Sebelum krisis pangan terjadi, sejak jauh- jauh hari, sudah banyak pemikir maupun praktisi yang mati-matian menggodok kebijakan-kebijakan maupun sekedar sumbangan pemikiran untuk mengantisipasinya. Semuanya itu berdiri di atas satu sikap, bernama Ketahanan Pangan.

Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa “Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi

rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. Kemudian ketahanan pangan pada International Conference of Nutrition 1992 yang disepakati oleh pimpinan negara anggota PBB menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah dan mutu pada setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif.

(15)

benar-benar memberi eksternalitas pada berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat dan peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat. Kemudian ketahanan pangan itu merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab itu, ketahanan pangan merupakan program utama dalam pembangunan pertanian saat ini dan masa mendatang.

Ketahanan pangan di Indonesia bersumber dari sektor usaha pertanian nasional seperti perkebunan, peternakan, kehutanan dan lain-lain dengan komoditas seperti: kelapa sawit, padi (beras), jagung, kedelai, tebu (gula) dan daging sapi. Salah satu faktor penting dan pelancar dalam mencapai ketahanan pangan adalah ketersediaaan modal bagi petani. Oleh karena itu pemerintah meluncurkan skim kredit berupa Kredit Ketahanan Pangan (KKP).

Dalam mencapai ketahanan pangan diperlukan peran dan dukungan perbankan untuk membantu petani dengan memberikan kredit khususnya untuk usaha tani sawit. Yang menjadi permasalahan perbankan adalah tidak semua perbankan mau berkecimpung dalam pemberian bantuan kredit kepada jenis kredit ini mengingat tingkat resiko yang tinggi. PT BRI (Persero) yang selama ini dipercaya oleh pemerintah untuk menyalurkan KUT dan KKP belum memberikan kredit untuk usaha tani padi secara komersial. Hal ini disebabkan belum ada kajian khusus apakah usaha tani padi itu layak atau tidak dibiayai dengan kredit komersial (Ruspandi, 2003).

(16)

ketahanan pangan, dan diberikan melalui kelompok tani dan/atau koperasi. Kredit ketahanan pangan diberikan Pemanfaatan skim kredit ketahanan pangan (KKP) ini dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini disebabkan skim kredit ini cukup diminati para petani perkebunan kelapa sawit yang memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan para petani khususnya di Asahan.

Perkebunan, peternakan, kehutanan dan lain-lain adalah sektor usaha pertanian nasional yang mempunyai peranan penting terhadap terciptanya peningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para petani (sempit) serta peningkatkan pendapatan nasional (luas). Menyadari pentingnya sektor usaha pertanian sebagai salah satu pos pendapatan nasional serta kebanyakan penduduk Indonesia mata pencariannya adalah di bidang pertanian maka sektor usaha ini harus mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah yaitu dimulai dari pemberdayaan sumber daya manusia, pembiayaan-pembiayaan bagi pengembangan sektor usaha hingga kepada pengadaan teknologi.

(17)

dan kebijakan ketahanan pangan, sehingga penelitian ini akan meneliti kondisi ketahanan pangan di salah satu kecamatan di Sumatera Utara.

Kelapa sawit adalah tanaman komersial penghasil minyak nabati yang paling produktif di dunia. Ekspansi kelapa sawit menempatkannya pada posisi penting dalam industri dan perdagangan minyak dunia. Berdasarkan bukti fosil, sejarah dan linguistik, tanaman ini berasal dari daerah pesisir tropis Afrika Barat. Tanaman kelapa sawit liar dimanfaatkan oleh penduduk lokal Afrika Barat sebagai sumber minyak makan.

Pada 1911, perkebunan kelapa sawit pertama didirikan di Pulau Raja (Asahan) dan Sungei Liput (Aceh). Luas areal pada tahun 1938 telah mencapai 92 ribu ha di Indonesia. Pada 1922, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) pertama dibangun di Tanah Itam Ulu – Sumatera Utara, sedangkan pada 1977 pabrik oleokimia pertama dibangun di Tangerang dan pola PIR pertama diintroduksikan di Tebenan-Sumatera Selatan dan Alue Merah – Aceh.

Pulau Raja merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Asahan, Sumatera Utara, yang perekonomiannya memiliki basis yang kuat pada sektor perkebunan. Sektor perkebunan memiliki kontribusi yang besar dibandingkan dengan sektor lainnya dalam pembangunan ekonomi di kecamatan Pulau Raja.

(18)

Tabel 1.1

Produksi Perkebunan kabupaten Asahan 2008-2010

No Uraian 2008 2009 2010 1 Kelapa sawit 83 887,64 213 049,00 939 305,91 2 Karet 15 109,92 8 804,04 8 520,90 3 Kelapa 76 872,98 27 810,69 25 363,62 4 Coklat 3 162,88 7 070,10 4 477,40

Sumber: BPS kabupaten Asahan, data diolah 2010

Menurut BPS kabupaten Asahan rata-rata produksi kelapa sawit sebesar 83 887,64 ton per tahun pada tahun 2008 dan terus mengalami peningkatan sampai tahun 2010. Produksi kelapa sawit lebih besar daripada produksi tanaman lain seperti karet, kelapa dan coklat. Produksi karet mengalami penurunan dari tahun 2008 sebesar 15 109,92 ton menjadi 8 520,90 ton pada tahun 2010. Begitu juga dengan produksi kelapa yang juga mengalami penurunan selama 2008 sampai 2010. Sedangkan produksi coklat mengalami fluktuasi sebesar 3162,88 ton pada tahun 2008 kemudian meningkat pada tahun 2009 sebesar 7070,10 ton dan menurun sebesar 4477,40 ton pada tahun 2010.

(19)

perbankan dan pemerintah hanya menyediakan subsidi suku bunga. Bank pelaksana KKP terdiri dari 9 bank umum (BRI, BNI, Bank Mandiri, Bukopin, BCA, Bank Agro Niaga, BBI, Bank Niaga, Bank Danamon) dan 20 Bank Pembangunan Daerah.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dan menjadikan sebagai skripsi dengan judul “Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Peningkatan Pendapatan Petani Sawit di

Kecamatan P.Rakyat Asahan”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis mengemukakan masalah yang menjadi objek analisis. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kredit pangan, jumlah pohon sawit dan jumlah petani sawit secara simultan berpengaruh terhadap pendapatan petani sawit?

2. Apakah kredit pangan secara parsial berpengaruh terhadap pendapatan petani sawit?

3. Apakah jumlah pohon sawit secara parsial berpengaruh terhadap pendapatan petani sawit?

(20)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perkembangan pendapatan petani sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan.

2. Untuk mengetahui apakah Kredit Ketahanan Pangan (KKP), jumlah pohon sawit, dan jumlah petani sawit berpengaruh terhadap pendapatan petani sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai tambahan informasi dan masukan bagi perbandingan yang berkaitan dengan kredit ketahanan pangan dan pendapatan petani sawit.

2. Sebagai bahan masukan maupun perbandingan bagi kalangan akademisi dan peneliti lainnya yang menganalisa masalah yang berkenaan dengan kredit ketahanan pangan dan pendapatan petani sawit.

3. Sebagai bahan studi atau tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kredit Ketahanan Pangan (KKP)

2.1.1 Pengertian Ketahanan Pangan

Krisnamuth (2006) dalam penelitiannya mengenai konsep ketahanan pangan mengungkapkan bahwa dari perspektif sejarah istilah ketahanan pangan (food security) muncul dan dibangkitkan karena kejadian krisis pangan dan kelaparan. Istilah ketahanan pangan dalam kebijakan pangan dunia pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh PBB untuk membebaskan dunia terutama negara–negara berkembang dari krisis produksi dan suplai makanan pokok.

Ketahanan pangan memiliki definisi yang sangat bervariasi dalam tiap konteks, waktu dan tempat, namun umumnya mengacu pada definisi Bank Dunia dan Maxwell dan Frankenberger yaitu “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat” (secure access at all times to sufficient

food for healthy life).

Menurut Basauki (2003) ketahanan pangan memiliki 5 (lima) unsur yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Berorientasi pada rumah tangga dan individu

b. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses

c. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan sosial

d. Berorientasi pada pemenuhan gizi

(22)

Di Indonesia, definisi dan konsep ketahanan pangan terdapat pada Undang-Undang Pangan No. 7 Tahun 1996, yang menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Definisi tersebut menunjukkan bahwa target akhir dari ketahanan pangan adalah pada tingkat rumah tangga.

Menurut Hastuti, dkk (2002) perwujudan ketahanan pangan dapat dipahami sebagai berikut:

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya.

b. Terpenuhinya pangan dalam kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tanggadengan harga yang terjangkau

(23)

kemudian membeli komoditas pangan di pasar internasional. Sebaliknya, negara yang melakukan swasembada produksi pangan pada level nasional, namun dijumpai masyarakatnya yang rawan pangan karena ada hambatan akses dan distribusi pangan.

2.1.2 Keterkaitan Kredit Pertanian dengan Ketahanan Pangan

Kredit pertanian memiliki peran yang penting dalam pembangunan sektor pertanian. Pentingnya peranan kredit disebabkan bahwa secara relatif modal merupakan faktor produksi non alami yang persediaannya masih sangat terbatas terutama di negara yang sedang berkembang. Di samping itu, karena kemungkinan kecil untuk memperluas tanah pertanian dan persediaan tenaga kerja yang melimpah, diperkirakan bahwa cara yang lebih mudah dan tepat untuk memajukan pertanian dan peningkatan produksi adalah dengan memperbesar penggunaan modal.

Wibowo (2010) menyatakan bahwa kredit berperan untuk memperlancar pembangunan pertanian, antara lain karena:

a. Membantu petani kecil dalam mengatasi keterbatasan modal dengan bunga relatif ringan.

b. Mengurangi ketergantungan petani pada pedagang perantara dan pelepas uang sehingga bisa berperan dalam memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil pertanian.

(24)

Peningkatan produksi pertanian dan pendapatan petani akan mempengaruhi status ketahanan pangan, karena dengan meningkatnya produksi maka ketersediaan pangan juga meningkat. Sementara peningkatan pendapatan petani akan meningkatkan aksesibilitas ekonomi dimana daya beli petani menjadi lebih tinggi dan skala usaha taninya juga dapat ditingkatkan.

2.1.3 Keterkaitan Pemerintah di Bidang Infrastruktur dengan Ketahanan

Pangan

(25)

perdagangan dan investasi. Penurunan tarif akibat integrasi ekonomi tidak dapat menjamin bahwa akan meningkatkan aktivitas perdagangan dan investasi tanpa adanya dukungan dari infrastruktur yang memadai. Ketiga, perhatian terhadap perbaikan infrastruktur juga penting untuk mengatasi kesenjangan pemba ngunan ekonomi antar negara-negara di Asia dan juga mempercepat integrasi perekonomian Asia.

Pembangunan infrastruktur yang memadai, seperti jalan dan sarana irigasi, akan mampu melayani pergerakan ekonomi dengan baik. Peningkatan sarana perhubungan seperti jalan dan jembatan berimplikasi pada semakin murahnya biaya distribusi, dan mempercepat distribusi, sehingga akses masyarakat terhadap pangan menjadi lebih mudah dan cepat. Peningkatan sarana irigasi juga dapat menjadi insentif bagi petani dan meningkatkan produksi. Namun, proses akumulasi di sektor pertanian biasanya lebih lambat karena tingkat produktivitas pekerja yang lebih rendah daripada sektor di luar pertanian. Selain itu, kenaikan produktivitas per pekerja di sektor pertanian juga lebih lambat daripada sektor di luar pertanian. Itulah sebabnya investasi di sektor pertanian memiliki arti yang penting.

(26)

2.1.4 KonsepKredit Ketahanan Pangan (KKP)

Tujuan penyelenggaraan KKP adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan peningkatan pendapatan petani, peternak, nelayan dan petani ikan melalui penyediaan kredit investasi dan atau modal kerja dengan tingkat bunga yang terjangkau. Sesuai dengan surat keputusan menteri keuangan RI Nomer 345/kmk.017/2000 tentang petunjuk teknis pemanfaatan sekim kredit ketahanan pangan tanggal 22 Agustus 2000, dan memorandum kesepakatan bersama antara Bank Bukopin dengan pemerintah (Menteri Keuangan) Nomer MKB-19/KKP/DP3/2000 tentang penyaluran KKP TP 2000 periode Oktober 2000 sesudah September 2001.

Sedangkan pengertian kredit ketahanan pangan (KKP) adalah kredit investasi atau kredit modal kerja yang di berikan Bank Bukopin kepada petani, peternak, nelayan, petani ikan, (kelompok) dalam rangka:

a. Pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar b. Pembiayaan pengembangan budidaya tanaman tebuh

c. Pembiayaan peternakan sapi potong, ayam buras dan itik d. Pembiayaan usaha rengkap dan budidaya ikan

(27)

2.1.5 Sumber Dana Kredit Ketahanan Pangan (KKP)

Sumber dana pembiayaan 100% berasal dari Bank Bukopin, dengan komposisi 25% di sediakan dari cabang pelaksana dan 75% di sediakan oleh kantor pusat dan sumber dana untuk pembiayaan KKP untuk TP 2000/2001 berasal dari dana yang dihimpun oleh Bank Bukopin sendiri dengan pengaturan: a. Dana untuk pembiayaan KKP di sediakan oleh cabang sendiri sbesar 25% dan

75% disediaka oleh kantor pusat.

b. Dana yang disediakan oleh kantor pusat dalam bentuk RKP khusus KKP kantor pusat dan cabang akan membuka 2 (dua) fasilitas RKP khusus KKP yaitu khusus untuk intensifikasi padi jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar dan RKP khusus KKP lainnya.

c. Ketentuan RKP khusus KKP akan diatur dalam Memorandum tersendiri yang antara lain memuat: tingkat bunga RKP, jangka waktu RKP, perlakuan subsidi bunga yang mempengaruhi

d. Pengajuan RKP khusus KKP ke kantor pusat di lakukan dengan pola reimbursment setelah kredit di droping oleh cabang kepada debitur.

e. Permohonan RKP khusus KKP di ajukan cabang ke kantor pusat (CQ urusan hubungan kerjasama kelembagaan) untuk di teruskan kepada urusan Traesur dengan mencantumkan data-data yang memuat nama debitur, nomer pinjaman plapod kredit, fasilitas pembiayaan, dan jangka waktu kredit ke dalam bentuk tabel seperti pada lampiran.

(28)

g. Kantor pusat (CQ. Unsur Hubungan Kerjasama Kelembagaan, UHKK) melakukan ferifikasi atas permohonan reimbursment untuk selanjutnya di teruskan permintaan dananya kepada urusan treasury.

h. Treasury memberikan persetujuan dan pengiriman dana atas permohonan RKP khusus KKP ke cabang dengan tembusan ke UHKK

i. Dalam persetujuan RKP khusus KKP oleh urusan treasury di cantumkan persyaratan bahwa jangka waktu RKP sesuai dengan jangka waktu KKP dan RKP tidak dapat di perpanjang. Pada 1 (satu) bulan sebelum jatuh tempo RKP urusan treasury akan memberitahukan kepada cabang (tembusan UHKK bahwa RKP akan jatuh tempo dan RKP di tarik kembali).

j. Apabila besarnya subsidi bunga KKP di rubah oleh departemen keuangan maka perubahan tingkat bunga RKP khusus KKP akan diberitahukan ke cabang dalam memorandum tersendiri.

Sedangkan subsidi bunga yang di berikan pemerintah adalah subsidi bunga atas dana KKP yang bersumber dan di salurkan oleh Bank Bukopin yang di sepakati dalam memorandum kesepakatan bersama (MKB) antara dengan Menteri Keuangan yang besarnya ditetapkan yaitu:

a. Subsidi bunga dalam rangka intenfikasi padi, jagung, kedelai, dan ubi jalar adalah sebesar 10% pertahun

b. Subsidi bunga dalam rangka sumber dana.

2.2 Kebijakan Umum Kredit Ketahanan Pangan

(29)

dan elemen masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, tingkat wilayah dan tingka nasional. Selain memberikan arah kebijakan yang lebih jelas dan mudah dicerna, pemerintah berperan menjabarkan secara rinci kebijakan-kebijakan lain yang mampu memberikan insentif dari hulu sampai hilir atau perlindungan kepada petani dan konsumen sekaligus. Langkah nyata yang berhubungan dengan hal-hal berikut menjadi sangat mutlak: penyediaan, distribusi, aksesibilitas, dan stabilitas harga pangan, diversifikasi usaha dan penganekaragaman pangan, penanganan pasca panen, keamanan pangan, pencegahanan kerawanan pangan, kerjasama internasional, penelitian dan pengembangan, penangulangan risiko, penataan aspek pertanahan dan tata ruang daerah dan wilayah, partisipasi masyarakat dan lain-lain.

Menurut Solehatul (2005) adapun kebijakan umum kredit ketahanan pangan yaitu:

a. Menjamin Ketersediaan Pangan

(30)

b. Menata Pertanahan dan Tata Ruang dan Wilayah

Pemerintah mengembangkan lahan pertanian produktif, mencegah alih fungsi lahan pertanian subur berigasi teknis, dan memperbaiki tata ruang, administrasi dan sertifikasi pertanahan agar tidak menimbulkan ketidakadilan baru. Pemerintah memfasilitasi pelestarian sumberdaya air, membangun dan memelihara jaringan irigasi, dan bersama masyarakat mengelola pemanfaatan sumberdaya air secara adil dan berkelanjutan.

c. Melakukan Antisipasi, Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

Pemanasan global telah menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau yang makin kacau sehingga pola tanam dan estimasi produksi pertanian, persediaan stok pangan menjadi sulit diprediksi secara baik. Langkah rehabilitasi kerusakan karena dampak kekeringan dan perubahan iklim akan jauh lebih mahal dibandingkan dengan langkah adaptasi dan mitigasi bencana pemanasan global itu. Tidak ada kata terlambat untuk memulai suatu langkah sekecil apa pun – bukan bersilang pendapat – yang dapat berkontribusi pada kejayaan ekonomi pertanian dan kesejahteraan rakyat

d.

Menjamin Cadangan Pangan Pemerintah dan Masyarakat

(31)

e. Mengembangkan Sistem Distribusi Pangan yang Adil dan Etis

Sistem distribusi pangan menyangkut pengelolaan mekanisme yang adil antar pelaku mulai dari petani produsen, pedagang, pengolah, dan konsumen. Sistem distribusi pangan dilaksanakan untuk menjamin penyediaan pangan setiap rumah tangga di seluruh wilayah sepanjang waktu secara efisien dan efektif. Pemerintah mengembangkan sarana, prasarana dan pengaturan distribusi pangan serta mendorong partispasi masyarakat dalam mewujudkan sistem distribusi pangan.

f. Meningkatkan Aksessibilitas Rumah Tangga terhadap Pangan

Akses rumah tangga terhadap pangan diwujudkan melalui pengendalian stabilitas harga pangan, peningkatan daya beli, pemberian bantuan pangan dan pangan bersubsidi. Pemerintah memantau dan mengidentifkasi secara dini tentang kekurangan dan surplus pangan, kerawanan pangan, dan ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangannya serta melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan yang diperlukan. Bantuan pangan dan pangan bersubsidi disalurkan kepada kelompok rawan pangan dan keluarga miskin untuk meningkatkan kualitas gizinya.

g. Menjaga Stabilitas Harga Pangan

(32)

kebijakan perdagangan, pemanfaatan cadangan pangan dan intervensi pasar apabila diperlukan.

Rencana aksi untuk mewujudkan stabilitas harga pangan tersebut dapat ditempuh melalui:

1. Pemantauan secara mingguan dan bulanan harga pangan strategis (beras, jagung, gula, kedelai dan daging) agar tersedia data yang konsisten serta sebaran harga pangan strategis di tingkat produsen dan tingkat konsumen yang dapat dipercaya.

2. Pengelolaan pasokan pangan dan cadangan penyanggah untuk menjaga stabilitas harga pangan, agar tersedia pasokan pangan, terutama pada saat paceklik, gagal panen dan bencana alam.

3. Pengembangan sistem pangadaan pangan pokok yang melibatkan lembaga usaha ekonomi pedesaan, agar kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengadaan pangan semakin meningkat.

h. Mencegah dan Menangani Keadaan Rawan Pangan

(33)

i. Melakukan Diversifikasi Pangan

Diversifikasi pangan sebenarnya meliputi diversifikasi produksi dan diversifikasi konsumsi pangan. Diversifikasi produksi (usaha) diarahkan untuk meningkatkan pendapatan produsen, terutama petani, peternak dan nelayan kecil melalui pengembangan usahatani terpadu, pelestarian sumberdaya alam, konservasi lingkungan hidup, pengelolaan sumberdaya air, dan keanekaragaman hayati. Diversifikasi konsumsi pangan diarahkan untuk mencapai konsumsi pangan yang bergizi seimbang. Pemerintah memfasilitasi diversifikasi usaha dan konsumsi pangan melalui pengembangan teknologi dan industri pangan sesuai sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal.

j. Meningkatkan Keamanan dan Mutu Pangan

Penanganan keamanan dan mutu pangan diarahkan untuk menjamin produksi dan konsumsi pangan masyarakat agar terhindar dari cemaran biologis, kimia, dan fisik yang berbahaya bagi kesehatan. Pemerintah melakukan pencegahan dan penanggulangan dampak pangan yang tidak aman bagi masyarakat melalui penetapan standar keamanan dan mutu pangan, kehalalan, serta perdagangan.

Rencana aksi peningkatan keamanan dan mutu pangan dapat diwujudkan sebagai berikut:

(34)

2. Pencegahan dini, penegakan hukum bagi penanggulangan dampak pangan yang tidak aman untuk menekan peredaran pangan tidak mutu dan tidak aman dan tidak berkualitas, sekaligus untuk menciptakan mekanisme penanganan dampak negatif pangan.

3. Penetapan standar keamanan dan mutu pangan, kehalalan, serta perdagangan pangan, untuk secara keserluruhan meingkatkan kualitas kemananan, mutu pangan, kehalanan pangan dalam sistem perdagangan pangan.

k. Memfasilitasi Penelitian dan Pengembangan

Penelitian dan pengembangan bidang pangan diarahkan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi. Pemerintah memfasilitasi kegiatan penelitian dan pengembangan terutama melalui alokasi anggaran yang memadai serta mendorong peran-serta sektor swasta dalam penelitian dan pengembangan ketahanan pangan.

l. Meningkatkan Peran Serta Masyarakat

(35)

2.3 Pengembangan Kredit Sektor Pertanian

2.3.1 Pengertian Kredit Sektor Pertanian

Kredit sektor pertanian termasuk kredit produktif yang menghasilkan barang berupa bahan makanan utama rakyat Indonesia, membicarakan kredit sektor pertanian dengan sendirinya tidak akan terlepas dari pola tata hidup pertanian yang selalu terkait dengan keadaan alam, luas tanah garapan, pola tanam, dan musim.

Menurut Nasrun & Nina (2007), kredit sektor pertanian ini secara tehnis perkreditan dan sosial ekonomi memerlukan suatu kajian secara khusus, hal ini tidak terlepas faktor-faktor kehidupan petani, pedesaan, kepadatan penduduk, semakin sempitnya tanah garapan, adat istiadat dan tata kehidupan yang tidak berubah, serta kemampuan SDM petani itu sendiri.

(36)

2.3.2 Jenis-Jenis Kredit Sektor Pertanian

Kebijakan perbankan yang ekspansif namun tetap mengacu kepada asas kehati-hatian menjadi pendukung utama dalam memacu pengembangan sektor pertanian, tanpa adanya dukungan dari lembaga perbankan maka sangat sulit diperoleh atau dicapainya pertumbuhan yang signifikan pada sektor riil khususnya sektor pertanian.

Lembaga perbankan harus dipacu untuk selalu mengembangkan kebijakan yang selalu searah dan sejalan dengan pengembangan sector pertanian, untuk itu lembaga perbankan diupayakan tetap eksis membiayai kredit pada sektor pertanian dengan mengupayakan kredit bersubsidi maupun kredit dengan bunga dibawah kredit komersil.

Menurut Rachmat & Maya (2003), adapun jenis – jenis kredit pada program sektor pertanian antara lain adalah:

1. Kredit Usaha Tani

(37)

terlihat tercapainya swasembada beras pada tahun 1984. Dalam perkembangannya bank penyalur KUT adalah bank umum yang telah ditunjuk pemerintah (BRI, Bank Danamon, Bank Pembangunan Daerah). Kredit ini bersifat masal, pemberian kredit ini disesuaikan dengan musim tanam dan dalam jangka waktu hanya satu tahun.

2. Kredit Kepada Koperasi (KKOP)

Kredit KKOP ini bertujuan untuk mengembangkan koperasi dibidang agribisnis terutama untuk pengadaan distribusi pangan serta pembiayaan pasca panen kepada koperasi. Kredit Kepada Koperasi (KKOP) adalah kredit investasi dan atau modal dalam rangka pembiayaan usaha agribisnis, yaitu semua kegiatan yang terkait dengan pengadaan dan penyaluran (distribusi) sarana produksi pertanian, budidaya pertanian, pengolahan hasil pertanian dan pemasaran hasil pertanian antara lain sebagai berikut:

a. Pengadaan padi, palawija, cengkeh, pupuk dan hortikultura b. Distribusi beras, gula pasir, minyak goreng dan kedelai

c. Usaha agribisnis lainnya yang secara langsung mendukung kelancaran usaha anggota koperasi

3. Program Kredit Usaha Kecil Daerah Aliran Sungai (PKUK-DAS)

(38)

lainnya. Kredit ini bersifat masal, pemberian kredit ini disesuaikan dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) atas rekomendasi dari dinas tehnis.

4. Kredit Ketahanan Pangan (KKP)

Kredit ketahanan pangan yang selanjutnya disebut KKP adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank pelaksana kepada petani, peternak, nelayan dan petani ikan, kelompok (tani, ternak,nelayan dan petani ikan) dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar, pengembangan budidaya tanaman tebu, peternak sapi potong, ayam buras dan itik, usaha penangkapan dan budidaya ikan, serta kepada koperasi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung dan kedelai.

2.3.3 Resiko Kredit Sektor Pertanian

Dalam mengarugi kehidupan, setiap manusia selalu menghadapi resiko, tidak terkecuali kehidupan para petani dalam rangka pengembangan hasil usaha taninya, resiko tersebut yaitu kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian kepada tanaman dan kehidupan para petani sendiri. Pada hakekatnya setiap kegiatan manusia di dunia ini betapapun sederhananya, selalu mengandung berbagai kemungkinan, baik yang positif maupun negatif. Ada kalanya beruntung dan ada kalanya mengalami kerugian.

(39)

pasti yang menimbulkan rasa tidak aman terhadap setiap kemungkinan menderita itu disebut resiko atau dengan perkataan lain resiko adalah suatu ketidak pastian suatu peristiwa yang menciptakan kerugian sehingga menimbulkan rasa tidak aman.

Menurut TjiptoAdinugroho (1997) Resiko merupakan salah satu unsur dari suatu pemberian kredit, resiko sebagai suatu yang dihadapi akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan dan kontra prestasi yang akan diterima kelak kemudian hari, semakin lama jangka waktu kredit diberikan semakin tinggi tingkat resiko yang mungkin terjadi. Sesuatu ketidak pastian dimasa mendatang sebagai sebab yang mendasari munculnya resiko. Resiko dapat diartikan sebagai kemungkinan-kemungkinan menderita kerugian, sehingga didalamnya terkandung pengertian negatif.

Resiko menurut GE.Golding Pada hakekatnya resiko itu dapat menimpa pada setiap orang, baik secara pribadi atau dalam kelompok termasuk badan hukum. Disamping itu resiko dapat pula menimpa pada kegiatan-kegiatan manusia pada umumnya, baik kegiatan yang sederhana sampai kegiatan-kegiatan lain yang paling komplek misalnya : kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan, industri, penggangkutan dan sebagainya. Upaya untuk menanggulangi, mengelakan, mengurangi, atau memperkecil resiko tersebut adalah dengan jalan mengalihkan pada pihak lain berdasarkan perjanjian.

(40)

kemungkinan-kemungkinan peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian kepada tanaman, yang pada akhirnya berpengaruh pada pembayaran kembali kredit yang telah diberikan bank. Salah satu usaha untuk mengatasi kemungkinan menderita kerugian tersebut adalah melalui Asuransi Hasil Pertanian. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 299 sampai dengan pasal 301 Kitab Undang Undang Hukum dagang (KUHD) kita.

Asuransi hasil pertanian sebagaimana diatur dalam KUHD tersebut bersifat sukarela, oleh karena itu ditutupnya asuransi terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen tergantung dari kehendak petani sendiri,.Sifat sebagai asuransi sukarela ini pada umumnya tidak dipahami oleh para petani, sehingga asuransi ini kurang memasyarakat sehingga dapat dipahami jika sebagian besar petani tidak melakukan penutupan asuransi hasil pertaniannya.

2.3.4 Fasilitas Kredit Sektor Pertanian

(41)

Disamping kelemahan-kelemahan yang ada pada sektor pertanian, disisi perbankan sendiri dengan ketatnya peraturan tentang penilaian tingkat kesehatan perbankan menjadikan semakin jauhnya kucuran kredit pada sector pertanian. Seperti telah disebutkan terdahulu, bahwa kredit pada sektor pertanian sebagian besar adalah kredit program yang pendanaannya seluruhnya (100 %) berasal dari KLBI misalnya seperti KUT, atau KKP. Dalam pelaksanaan pemberian kredit pada sektor pertanian diluar dari kredit program yang pendanaannya dengan KLBI, kebanyakan bank pelaksana tidak dapat memberikan perhatian penuh pada sektor pertanian ini, karena pada sector pertanian ini memerlukan penanganan yang serius dan spesifik yang tidak sama dengan penanganan pada pemberian kredit pada sektor usaha lainnya, seperti pada sektor usaha perdagangan atau konsumsi yang saat ini sedang dilakukan oleh hampir semua bank.

(42)

Petugas Penyuluh Lapangan sebagai pelaksana tugas dan tanggung jawab dari Dinas Tehnis adalah Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai tugas pokok membimbing dan meningkatkan kemampuan petani/kelompok tani dalam menerapkan program-program pemerintah. Peranan pembinaan dari Dinas Tehnis dalam proses penyusunan RDKK tersebut akan menentukan validitas data kebutuhan kredit bagi petani, sebab data-data yang tersusun dalam RDKK tersebut merupakan sumber data utama bagi petugas bank (Analis Kredit) dalam menganalisa kebutuhan riil dari para petani maupun kelompok tani, Berkas permohonan kredit dengan dilampiri RDKK yang telah disetujui oleh pejabat dinas tehnis terkait tersebut selanjutnya akan dianalisa kelayakannya oleh bank.

Keputusan bank menerima maupun menolak permohonan kredit tersebut akan melihat pada pola penyalurannya, yaitu:

a. Kredit dengan pola penyaluran Executing, disini bank sebagai pelaksana, resiko atas kredit tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab bank.

b. Kredit dengan pola penyaluran Chanelling, disini bank sebagai penyalur dan keputusan atas permohonan kredit ditentukan oleh pihak yang terkait, dalam hal ini kedudukan bank hanya sebagai penyalur saja dan tidak menanggung resiko atas kredit tersebut, sehingga bank tidak akan menganalisa sesuai standar bank tehnis yang ada dan cukup berdasarkan pada RDKK yang telah disetujui oleh pejabat dinas tehnis terkait.

(43)

memerluhan analisa lebih mendalam sesuai ketentuan bank tehnis walapun RDKK telah disetujui oleh dinas tehnis terkait.

Dengan semakin dikuranginya Kredit Likuiditas Bank Indonesia, maka perbankan nasional dituntut untuk menggali sendiri dana-dana murah baik dari masyarakat maupun dari kerja sama dengan pihak ketiga, agar tetap eksis mengembangkan kredit pada pengusaha ekonomi lemah (UKM) pada umumnya dan sektor pertanian pada khususnya sesuai dengan fungsinya bank sebagai penyedia modal atau pemberi fasilitas kredit.

2.4 Konsep Pendapatan

Suatu kegiatan perekonomian yang bergerak dalam sektor apapun dalam penentuan tingkat produksi akan memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan dihasilkan dalam suatu produksi. Dengan efisiensi biaya produksi maka akan mencapai profit/keuntungan yang maksimum karena profit merupakan salah satu tujuan penting dalam berusaha. Menurut Winardi (1997), pendapatan adalah seluruh uang atau hasil material lainnya yang diterima seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi.

(44)

MPK). Karena itu upah riil total yang dibayar kepada tenaga kerja adalah MPL x L.

Pendapatan yang tersisa setelah perusahaan membayar faktor-faktor produksi adalah laba ekonomis (economic profit) dari para pemilik perusahaan. Laba ekonomis riil adalah:

Laba Ekonomis = Y . (MPL x L ) . (MPK x K) ...(2.3.1)

Karena kita ingin menghitung distribusi pendapatan nasional, kita ubah persamaan di atas menjadi:

Y = (MPL x L) + (MPK x K) + Laba Ekonomis ...(2.3.2)

Pendapatan total dibagi diantara pengembalian kepada tenaga kerja, pengembalian kepada modal, dan laba ekonomis.

Maka dapat diketahui laba ekonomis bahwa jika fungsi produksi memiliki sifat skala hasil konstan, yang kerap terjadi, maka laba ekonomis harus sama dengan nol. Yaitu tidak ada yang tersisa setelah faktor-faktor produksi dibayar. Kesimpulan ini mengikuti hasil matematis yang dikenal dengan Teorema Euler (dalam Mankiw, 2007), yang menyatakan bahwa jika fungsi produksi memiliki skala hasil konstan, maka:

F (K,L) = (MPK x K) + (MPL x L) ...(2.3.3)

(45)

gunakan. Karena pemilik perusahaan dan pemilik modal adalah sama, laba ekonomis dan pengembalian modal (return to capital) seringkali disatukan.

Pendapatan total rumah tangga petani adalah penjumlahan antara pendapatan dari usaha tani, pendapatan non usaha tani, pendapatan dari bekerja di rumah tangga, pendapatan bukan hasil bekerja serta pendapatan yang diperoleh dengan meminjam (kredit). Pendapatan yang siap dibelanjakan adalah pendapatan total dikurangi pajak. Pendapatan yang siap dibelanjakan akan dialokasikan untuk memperoleh kepuasan rumah tangga melalui fungsi pengeluaran.

2.5 Konsep Tanaman Kelapa Sawit

Sejarah kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam yang kemudian ditanam di kebun Raya Bogor. Perintis budidaya perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan oleh Adrien Hallet (berkebangsaan Belgia) pada tahun 1911, yang kemudian diikuti oleh K. Schadt budidaya perkebunan kelapa sawit ini hingga mulai berkembang di Indonesia. Di Sumatera perkebunan kelapa sawit ini mulai berkembang berlokasi di bagian Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh hingga luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha. Tanaman kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis (daerah khatulistiwa).

(46)

produksi menjadi lebih ringan. Masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang (hingga 25 tahun) juga akan mempengaruhi ringannya biaya produksi yang akan dikeluarkan petani. Dari segi hama dan penyakit tanaman kelapa sawit termasuk tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit jika dibandingkan dengan tanaman lainnya. Selain itu jika dilihat dari kebutuhan konsumsi orang terhadap minyak kelapa sawit hingga mencapai ratarata 25 kg/tahun.

Sampai saat ini tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sub sector penyumbang devisa non migas yang terbesar karena minyak sawit dan inti sawitnya telah di ekspor ke luar negeri sehingga saat sekarang tanaman kelapa sawit merupakan primadona bagi masyarakat Indonesia. Dengan begitu baiknya prospek kelapa sawit tersebut telah mendorong pemerintah untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit tersebut.

2.6 Meningkatkan Pendapatan Petani

(47)

68 yang menyebutkan bahwa penganekaragaman pangan dilakukan dengan mengembangkan teknologi pengolahan dan produk pangan.

Anonimus (2006), berpendapat bahwa usaha pembuatan aneka tepung lokal dan olahannya memiliki prospek yang cerah dan dapat dikembangkan di daerah-daerah yang memiliki potensi ketersediaan bahan pangan lokal, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan, membuka lapangan kerja dan meningkatkan ketahanan pangan nasional, sehingga layak dipromosikan.

2.7 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Peningkatan Pendapatan Petani Sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan

2.8 Hipotesis

Hipotesa merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada yang masih perlu dikaji kebenarannya melalui data-data yang terkumpul. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesanya adalah sebagai berikut: 1. Ada pengaruh kredit pangan, jumlah pohon sawit, dan jumlah petani sawit

terhadap pendapatan petani sawit secara simultan. Kredit pangan

Jumlah pohon sawit

Jumlah petani sawit

(48)

2. Ada pengaruh kredit pangan terhadap pendapatan petani sawit secara parsial. 3. Ada pengaruh jumlah pohon sawit terhadap pendapatan petani sawit secara

parsial.

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002 : 26) menyatakan bahwa “Penelitian Deskriptif adalah penelitian terhadap masalah-masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi”. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah

yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 9 April 2012 – 20 April 2012 yang berlokasi di Kecamatan Pulau Rakyat Asahan.

3.3 Batasan Operasional

Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan, maka penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor sebagai berikut: 1. Kredit Pangan

2. Jumlah Pohon Sawit 3. Jumlah Petani Sawit 3.4 Definisi Operasional

(50)

dapat dikatakan bahwa nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu badan usaha dalam suatu periode tertentu.

2. Kredit pangan adalah untuk membantu petani yang belum mampu membiayai sendiri usahataninya agar dapat meningkatkan produksi dan pendapatannya serta mewujudkan ketahanan pangan. Selain modal, tenaga kerja merupakan faktor penting dari kegiatan produksi sektor pertanian. Kelonggaran kualifikasi tenaga kerja di sektor pertanian memberikan daya serap yang tinggi terhadap tenaga kerja di sektor tersebut dan membentuk karakteristik tertentu yang membedakannya dengan tenaga kerja di sektor perekonomian lainnya.

3. Pohon sawit/luas lahan produktif merupakan alternatif pengelolaan pohon sawit disektor pertanian secara baik. Luas areal perkebunan yang akan ditanam sawit pada musim tertentu.

4. Petani sawit adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Secara garis besar terdapat tiga jenis petani, yaitu petani pemilik lahan, petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan, dan buruh tani.

3.5 Skala Pengukuran Variabel

(51)

dengan pernyataan tersebut, menggunakan 5 titik. Pengukuran dengan skala likert ini dilakukan dengan pembagian:

1. Skor 1 menunjukkan sikap sangat tidak setuju 2. Skor 2 menunjukkan sikap tidak setuju

3. Skor 3 menunjukkan sikap netral 4. Skor 4 menunjukkan sikap setuju

5. Skor 5 menunjukkan sikap sangat setuju 3.6 Populasi dan Sampel

Populasi di dalam penelitian ini adalah petani kelapa sawit di Kecamatan Pulau Rakyat Asahan. Untuk mengetahui Jumlah populasi, peneliti melakukan pendataan terhadap petani kelapa sawit di empat perusahaan (perusahaan Domas Sawitinti Perdana, PT Jaya Baru Pertama, perusahan Sintong Abadi, perusahaan Agrindo Indah Persada) terkait dan ditemukan 258 petani kelapa sawit. Pendataan terhadap petani sawit dikarenakan keempat perusahaan tempat penelitian sudah mempunyai daftar petani kelapa sawit. Sampel diambil sebanyak 42 petani kelapa sawit dengan menggunakan metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Dari 42 petani yang terpilih, diperoleh 42 orang yang menggunakan KKP

3.7 Jenis dan Sumber Data

(52)

karakteristik dari seseorang atau sekelompok orang yang menjadi subyek penelitian atau responden (Indriantoro dan Supomo, 2002:145).

Menurut Indriantoro dan Supomo (2002:146) sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Sumber data penelitian terdiri atas :

1. Data Primer

Merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian.

2. Data Sekunder

Merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah suatu metode atau cara yang ditempuh dalam mengumpulkan semua data yang diperlukan dalam suatu penelitian.

(53)

1. Wawancara

Wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab langsung dengan pejabat yang berwenang yang ada kaitannya dengan objek penelitian.

2. Penyebaran kuesioner

Penyebaran kuesioner, yaitu metode pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab secara tertulis oleh responden.

3.9 Metode Analisis Data

3.9.1 Teknik Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda, untuk keabsahan hasil analisis maka terlebih dahulu dilakukan uji kualitas instrumen penelitian dan uji asumsi klasik.

Model analis data :

Y = α0 + α1X1 + α2X2 + α3X3 + ε Keterangan :

Y = pendapatan petani α0 = konstanta

α1, α2, α3 = Koefisien Regresi X1 = kredit pangan X2 = jumlah pohon sawit X3 = jumlah petani sawit ε = error term

3.9.2 Uji Kualitas Instrumen

3.9.2.1 Uji Validitas

(54)

pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut

Uji validitas dilakukan dengan cara menguji korelasi antara skor item dengan skor total masing-masing variabel. Secara statistik, angka kolerasi bagian total yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka dalam tabel r produk moment. Apabila rhitung > rtabel, maka pertanyaan dikatakan valid. Sedangkan jika rhitung < rtabel maka pertanyaan dikatakan tidak valid.

Rumus :

Keterangan:

r : Nilai koefisien korelasi X : Skor item

Y : Skor total

N : Jumlah responden : Jumlah skor item : Jumlah skor item

: Jumlah kuadrat skor item : Jumlah kuadrat skor item 3.9.2.2 Uji Reliabilitas

(55)

Rumus :

Dimana :

α : Koefisien reliabilitas k : Jumlah butir

Sj : varian responden untuk butir I Sx : jumlah varian skor total

Hasil perhitungan menunjukan reliable bila koefisien alphanya (α) lebih

besar dari 0,6, artinya kuesioner dapat dipercaya dan dapat digunakan untuk penelitian.

3.9.3 Uji Asumsi Klasik

3.9.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan varabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.

(56)

3.9.3.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variable bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variable independen saling berkolerasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variable otogonal adalah variabel independen sama atau nol (Ghozali, 2005).

Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) Nilai tolerance dan (2) Variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF lebih besar dari 10, maka antar variabel bebas (independent variable) terjadi persoalan multikolinearitas dan sebaliknya bila VIF kurang dari 10, maka antar variabel bebas (independent variable) tidak terjadi persoalan multikolinearitas.

3.9.3.3Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang lebih baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas karena data cross section mengandung berbagai ukuran (Kecil,sedang, dan besar) (Ghozali, 2005).

(57)

secara acak serta tersebar, baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, hal ini menunjukan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini. Sedangkan pada uji Glejser, model regresi dikatakan terbebas dari masalah heterokedastistas jika nilai probabilitas > 0,05.

3.9.4 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat pengaruh antara variabel independen yaitu kredit pangan, jumlah pohon sawit dan jumlah petani sawit secara simultan atau parsial terhadap variabel dependen yaitu pendapatan petani sawit.

3.9.4.1Uji Simultan (Uji-F)

Uji ini digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independent yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Kriteria pengambilan keputusan :

a. Jika nilai probabilitas < 0,05, maka variabel independen secara simultan (bersama-sama) mempengaruhi variabel dependen.

b. Jika nilai probabilitas > 0,05, maka variabel independen secara simultan (bersama-sama) tidak mempengaruhi variabel dependent.

3.9.4.2 Uji Parsial (Uji-t)

(58)

Kriteria pengambilan keputusan :

a. Jika nilai probabilitas < 0,05, maka variabel independent secara parsial mempengaruhi variabel dependent.

b. Jika nilai probabilitas > 0,05, maka variabel independent secara parsial tidak mempengaruhi variabel dependen.

3.9.4.3 Koefisien Determinasi ()

(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Asahan

Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di kawasan Pantai Timur wilayah Propinsi Sumatera Utara, terletak pada koordinat 02° 03’ - 03° 26’ Lintang Utara dan 99° 1° - 100° 0° Bujur Timur dan berada pada ketinggian 0 – 1000 m dpl, dengan batas-batas administratif, yaitu: sebelah utara berbatasan dengan kab. batubara dan kab. simalungun, sebelah timur berbatasan dengan selat malaka, sebelah selatan berbatasan dengan kab. labuhan batu dan toba samosir, sebelah barat berbatasan dengan kab. Simalungun

Sungai Sungai Asahan termasuk Dalam Sungai Strategis Nasional. Sungai yang termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu: Sungai Asahan (DAS ASAHAN), Sungai Bah Bolon (DAS Hapal), Sungai Tanjung. Sungai Asahan merupakan sungai terbesar di Asahan.Sungai ini sering mengakibatkan banjir karena mengalir di daerah datar dan memiliki banyak pertemuan dengan sungai dewasa dan sungai tua lain yang mengalir sebagai anak sungainya, sehingga membentuk delta sungai yang merupakan dataran banjir dan rawa di wilayah pertemuan sungai tersebut dengan laut.

4.1.2 Kependudukan Wilayah Kabupaten Asahan

(60)

Barat merupakan yang terpadat dibandingkan dengan kecamatan lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada di bawah:

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk per Kecamatan tahun 2008-2010

No Kecamatan Tahun Luas Kepadatan

Sumber : Proyeksi penduduk, BPS Kab. Asahan, 2011

4.2 Perekonomian Wilayah Kabupaten Asahan

4.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

(61)

Berfluktuasinya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Asahan (hal ini juga terjadi pada Kabupaten/Kota lain di Sumatera Utara) disebabkan berbagai faktor, terutama situasi perekonomian kita yang belum cukup kondusif.

Tabel 4.2

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Asahan

No Uraian 2008 2009 2010

1 Pertumbuhan Ekonomi (Persen) 5,93 4,85 4,44 2 PDRB Harga Berlaku (juta rupiah) 7.260.768 8.221.172 9.551.080 3 PDRB Harga Konstan (juta rupiah) 4.453.183 4.670.899 4.896.026

Sumber : BPS, Asahan 2011

Terjadi pergeseran struktur perekonomian Kabupaten Asahan sesudah pemekaran dengan Kabupaten Batu Bara yang biasanya di dominasi oleh sektor industri pengolahan bergeser ke sektor pertanian.Hal ini berkaitan dengan Industri strategis banyak terletak di Kabupaten Batu Bara. Konstribusi sektor pertanian terbesar disumbangkan oleh sub-sektor perkebunan, terutama komoditi kelapa sawit yang menjadi komoditi unggulan di Kabupaten Asahan. Sektor dominan kedua adalah industri pengolahan dengan adanya perusahaan pengolahan hasil-hasil perkebunan seperti pengolahan kelapa sawit dan karet.

Tabel 4.3

Struktur Ekonomi Menurut Lapangan Usaha (persen)

(62)

PDRB perkapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi. PDRB perkapita diperoleh dengan cara membagi total nilai PDRB atas dasar harga berlaku dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB perkapita Kabupaten Asahan tiap tahun mengalami kenaikan tiap tahun tetapi pada tahun 2008 mengalami penurunan. Peningkatan PDRB perkapita tiap tahun belum dapat menggambarkan pemerataan pendapatan masyarakat di setiap strata ekonomi, karena dalam penghitungan nilai PDRB sangat dipengaruhi oleh inflasi.

4.2.2 Potensi Perekonomian

Sampai dengan saat ini terdapat berbagai potensi sektor perekonomian daerah yaitu terutama sektor pertanian yang memang sangat berperan (akan dibahas pada bagian sendiri). Selain itu sektor lain yang cukup menjanjikan dan belum dikelola secara optimaldan Diharapkan pengembangan potensi ini mampu meningkatkan pendapatan daerah dan tentunya juga tingkat kesejahteraan masyarakat.

4.2.3 Pola Penggunaan Lahan dan Tanah

(63)

Tabel 4.4

Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan dan Kecamatan Tahun 2009

No Kecamatan Luas Wilayah Menurut Penggunaan Tanah Ha Jumlah Persawahan Perkebunan Tegal/Kebun Bangunan/

Perkarangan

Kualitas instrumen penelitian yang dipergunakan untuk mendapatkan data dari responden terlebih dahulu harus diuji validitas dan uji reliabilitas. Apabila hasil pengukuran instrumen valid dan reliabel berarti data yang didapat berkualitas baik dan layak untuk digunakan.

4.3.1 Uji Validitas

(64)

Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai Correlated Item-Total Correlation dengan r tabel untuk degree of freedom (df) = n-2, dimana n adalah jumlah sampel. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 42 sampel, sehingga dapat dihitung df = 4-2 = 40 dan signifikansi (α) = 5% maka didapat r tabel = 0,304.

(65)

Pada kolom Corrected Item-Total Correlation pada Tabel diatas merupakan korelasi antara skor item dengan skor total item yang akan digunakan untuk menguji validitas instrumen. Dalam hal ini ditetapkan sebesar 0,304 (Sugiyono, 2004 : 116) yaitu jika rhitung positif atau rhitung > rtabel maka butir pertanyaan tersebut valid. Jika rhitung negatif atau rhitung < rtabel maka butir pertanyaan tersebut tidak valid, dalam hal ini rhitung dapat dilihat pada kolom corrected item total correlation. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa semua pertanyaan telah valid.

4.3.2 Uji Reliabilitas

Pengujian dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 18. Butir pertanyaan yang sudah valid dalam uji validitas ditentukan reliabilitasnya dengan kriteria, yaitu : jika ralpha positif atau ralpha > rtabel maka pertanyaan reliabel. Jika ralpha negatif atau ralpha < rtabel maka pertanyaan tidak reliabel, dalam hal ini ralpha dapat dilihat pada kolom Cronbach's Alpha.

Tabel 4.6

Hasil Pengujian Reliabilitas

Variabel Cronbach's Alpha Nilai Batas Keterangan

Pendapatan Petani 0,918 0,6 Reliabel Kredit Pangan 0,848 0,6 Reliabel Jumlah Pohon Sawit 0,922 0,6 Reliabel Jangka Petani Sawit 0,838 0,6 Reliabel

Sumber : Data primer yang diolah

(66)

4.4 Analisa Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi dari berbagai karakteristik responden secara keseluruhan berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan dan status pernikahan. Analisis ini menggunakan metode analisis frekuensi. Selain karakteristik responden, analisis deskriptif juga dilakukan untuk mengetahui sebaran jawaban responden dan seberapa jauh variasi jawaban responden dari setiap variabel penelitian.

4.4.1 Karakteristik Responden

4.4.1.1Petani

Dalam penelitian ini banyaknya jumlah responden adalah 42 orang yang merupakan petani sawit di Kecamatan Pulau Rakyat Asahan. Petani adalah semua petani yang berusaha tani kelapa sawit. Petani contoh berada pada usia 30-60 tahun. Tingkatan umur petani sebagian besar berada pada usia 40-50 tahun yakni sebesar (40%). Jumlah tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan tingkatan umur pada usia 30-40 tahun (33,33%) dan 50-60 tahun (26,67%). Meskipun dari sisi umur petani terlihat perbedaan yang bervariasi, namun pengalaman mereka relatif sama dalam hal berusahatani kelapa sawit.

(67)

orang atau dengan persentase sebesar 30,00 persen. Tingkat pendidikan petani contoh tamatan SMA sebesar 16,67 persen. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan petani berada pada tingkat tamatan sekolah dasar (SD) adalah jumlah tanggungan yang dimiliki oleh petani. Jumlah tanggungan petani terbanyak berada pada jumlah 4-5 orang sebesar 48,15 persen. Untuk jumlah tanggungan terendah berada pada jumlah 2-3 orang, yakni sebanyak 22,22 persen. 4.4.1.2 Tingkat Keberdayaan Petani dalam Usaha tani Kelapa Sawit

Dalam usahatani kelapa sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan ini keberdayaan petani dilihat dari kemampuan petani, kelembagaan petani dan posisi ekonomi petani. Skor rata-rata untuk keberdayaan petani berjumlah 12,10 dengan kriteria sedang artinya petani memiliki tingkat keberdayaan petani dengan tingkat sedang. Untuk mengetahui skor rata-rata keberdayaan petani dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7

Skor rata-rata keberdayaan petani dalam usahatani kelapa sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan, tahun 2012

N

Sumber : Data primer yang diolah

(68)

kelapa sawit berada pada tingkat sedang. Hal ini berarti petani memiliki kemampuan yang cukup dalam dalam penggunaan saprotan dan pengolahan kebun kelapa sawit .

Kelembagaan petani berada pada skor 4,33 dengan kriteria sedang berarti kelembagaan petani dalam usahatani kelapa sawit berada pada tingkat sedang. Hal ini berarti petani memiliki tingkat kelembagaan dalam usahatani kelapa sawit dalam keanggotaannya dalam KUD dan kelompok tani.

Posisi ekonomi petani juga berada pada kriteria sedang dengan nilai skor sebesar 3,70 artinya posisi ekonomi petani contoh berada pada tingkat sedang. Untuk posisi ekonomi petani pada kriteria sedang berarti petani memiliki posisi dalam tawar-menawar harga TBS dan juga pengolahan tanaman kelapa sawit saat produksi maupun pasca produksi.

4.4.1.3 Kemampuan Petani

(69)

Tabel 4.8

Skor rata-rata kemampuan petani contoh dalam usahatani kelapa sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan, 2012

Sumber : Data primer yang diolah

(70)

Pengolahan usahatani tanaman kelapa sawit petani juga berada pada kriteria sedang dengan nilai 2,00 yang artinya bahwa petani di desa ini dalam melakukan usahatani kelapa sawit telah melakukan kegiatan pengolahan dengan baik dan sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh perusahaan inti. Adapun kegiatan pengolahan usahatani yang dilakukan oleh petani di antaranya membersihkan lahan, mengendalikan hama dan penyakit, pemupukan dan pemanenan. Pada kriteria sedang berarti petani memiliki kemampuan mengolah usahatani kelapa sawitnya pada tingkat sedang, yakni dengan melakukan kegiatan pemangkasan daun dan pemanenan. Skor rata-rata untuk kemampuan petani adalah 4,07 yang berada pada kriteria sedang berarti rata-rata kemampuan petani contoh dalam usahatani kelapa sawit berada pada tingkat sedang. Pada kriteria sedang ada sepuluh orang artinya ada sepuluh petani contoh yang memiliki tingkat kemampuan sedang dalam usahatani kelapa sawit. Kriteria rendah ada 11 orang artinya ada 11 petani yang memiliki tingkat kemampuan rendah dalam usahatani kelapa sawit.

4.4.1.4 Kelembagaan Petani

(71)

Tabel 4.9

Skor rata-rata kelembagaan petani dalam usahatani kelapa sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan, tahun 2012

No Uraian

Sumber : Data primer yang diolah

Gambar

Tabel 1.1
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap
Tabel 4.1
Tabel 4.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi petani kelapa sawit akibat penurunan harga TBS (Rp) di daerah penelitian dan mengidentifikasi upaya-upaya petani kelapa sawit

Dari nilai Gini Ratio dan kurva Lorenz petani kelapa sawit rakyat dan petani padi sawah dapat disimpulkan bahwa distribusi pendapatan keluarga petani kelapa sawit rakyat

Total pendapatan petani kelapa sawit sebesar Rp.101.344.806 /tahun ; (2) Hasil analisis tingkat kesejahteraan petani kelapa sawit di Desa Sape Kecamatan Jangkang

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Swadaya di Desa Bumi Kencana

Distribusi penggunaan dan biaya pupuk dalam usahatani kelapa sawit di Desa Pulau

Berapakah upah/ gaji yang diberikan pada saat penyemprotan kelapa sawit.. (per Ha) di Kecamatan

Pendapatan usahatani sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani kelapa sawit di Kecamatan Budong – Budong Kabupaten Mamuju Tengah dan petani

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman terluas di Desa Agung jaya. Kelapa sawit dapat tumbuh baik didaerah tropis pada curah hujan tahunan mempengaruhi