• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Visual Aksara Pada Prasasti Batu Tulis Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Visual Aksara Pada Prasasti Batu Tulis Bogor"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Nevy Astuti Kumalasari

Tempat / Tanggal lahir : Kediri/ 22 Agustus 1988

Alamat : Jl. Johar IV blok c5 no. 28

Tmn. Pagelaran – Ciomas Bogor

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Telepon : +6285 682 123 84

Email : mpih_chan@yahoo.co.id

JENJANG PENDIDIKAN

1994 – 2000 SD N PANARAGAN 2, Bogor, Berijazah 2000 – 2003 SLTP N 1, Bogor, Berijazah

2003 – 2006 SMA N 8, Bogor, Berijazah

2006 – 2010 UNIKOM, S1 DESAIN KOMUNIKASI VISUAL, Bandung, Berijazah

PENDIDKAN NON FORMAL

2007 Seminar ‘ 1001 Inspiration Design Festival’, Bersertifikat 2010 Seminar ‘Smart and fun with microsoft’, Bersertifikat

TANDA PENGHARGAAN & HOBY

- Menggambar, jalan - jalan, berenang, mendengarkan musik

(2)

TINJAUAN VISUAL AKSARA PADA PRASASTI BATU

TULIS BOGOR

DK 38315 Skripsi

Semester II 2009 / 2010

Oleh :

Nevy Astuti Kumalasari

51906004

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(3)

ABSTRAK

Nevy Astuti Kumalasari, Tinjauan Visual Aksara Pada Prasasti Batu Tulis Bogor, Skripsi: Program Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas Komputer Indonesia 2010

Prasasti Batu Tulis Bogor merupakan peninggalan bersejarah di zaman kerajaaan Pajajaran pada tahun 1533. Parasasti ini dibuat oleh putra Prabu Siliwangi yaitu Prabu Surawisesa. Prasasti ini dibuat untuk memperingati wafatnya Prabu Siliwangi dan untuk memberitakan tentang keberhasilan Sri Baduga dalam membangun daerahnya diseputar Pakuan Pajajaran.

Pada Prasasti Batu Tulis Bogor terukir sembilan baris aksara yang berbahasa Sansekerta. Aksara yang terdapat pada Prasasti Batu Tulis Bogor tidak terdiri dari huruf besar atau huruf kecil melainkan hanya memiliki satu ukuran huruf, karena aksara tersebut memiliki ukuran atau proporsi yang sama. Aksara tersebut dianalisis dengan menggunakan pendekatan prinsip - prinsip Danton Sihombing. Istilah tipografi pada prinsip - prinsip Danton Sihombing tidak semua dapat diterapkan pada aksara yang terukir pada Prasasti Batu Tulis Bogor, istilah seperti Ascender dan

Descender contohnya merupakan teori yang tidak dapat diterapkan pada aksara Prasasti Batu Tulis Bogor karena aksara tersebut memiliki proporsi yang sama. Namun istilah tipografi yang dapat diterapkan yaitu menganalisis aksara berdasarkan sudut geometrisnya. Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor hanya terdiri dari dua komponen – komponen garis yaitu geometris dan non geometris.

Sudut – sudut geometri yang terbentuk pada aksara Prasasti batu Tulis Bogor terbagi menjadi lima kelompok. Dan kategori aksara yang membentuk sudut geometri pada aksara yang terukir di Prasasti Batu Tulis Bogor terdapat empat belas aksara baik yang terdapat pada aksara swara, vokalisasi dan konsonan. Sedangkan aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor yang tidak membentuk sudut geometri sebanyak lima aksara yang terdapat pada aksara swara dan konsonan.

(4)

KATA PENGATAR

Segala Puji dan Syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Swt karena dengan

ridho, rahmat dan hidayah – Nya lah peneliti dapat menyelesaikan makalah skirpsi

yang berjudul “ Tinjauan Visual Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor”, tepat pada

waktunya.

Pada laporan skiripsi ini peneliti mencoba menganalisis aksara yang terukir

pada Prasasti Batu Tulis Bogor dengan menggunakan pendekatan pada prinsip -

prinsip Danton Sihombing. Isi laporan ditulis berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh peneliti dan beberapa sumber yang memahami tentang Prasasti Batu Tulis

Bogor dan aksara Sunda. Dengan cara observasi, wawancara, studi literatur dan

dokumentasi.

Karena keterbatasan kemampuan peneliti menyadari laporan ini masih jauh

dari sempurna. Oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca

peneliti harapkan. Semoga laporan ini dapat memiliki nilai yang berguna bagi

pembaca.

Bandung, Juni 2010

(5)

UCAPAN TERIMAKASIH

Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan atas kehadirat Allah Swt karena dengan

ridho, rahmat dan hidayah – Nya penyusunan laporan skirpsi ini dapat terselesaikan

dengan lancar. Dalam penyusunan laporan ini peneliti banyak mengalami kesulitan

dan berbagai kendala. Akan tetapi dengan adanya arahan – arahan serta bimbingan

yang di berikan oleh pihak – pihak yang membantu, syukur Alhamdulillah

penyusunan laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu dalam

penyusunan laporan skirpsi ini, tidak lupa peneliti mengucapkan terimakasih yang

sebesar – besarnya kepada :

1. Hary Lubis selaku dosen pembimbing skripsi.

2. Didi Subandi dan Kankan Kasmana selaku dosen penguji

3. Maemunah selaku juru kunci Prasasti Batu Tulis Bogor

4. Dede kosasih selaku Narasumber Aksara Sunda

5. Ambarsih Ekawardhani selaku Ketua Koordinator TA/Skripsi.

6. Serta pihak – pihak lain yang telah banyak membantu baik dari segi moril

ataupun materil yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga apa yang telah diberikan oleh semua pihak yang membantu, akan

mendapatkan balsan dari Allah Swt.

(6)

DAFTAR ISI

BAB II AKSARA dan PRASASTI 2.1 Zaman Praaksara ... 8

BAB III

2.2 Aksara...

2.2.1 Perkembangan Aksara...

2.2.2 Teori Huruf Menurut Prinsip - Prinsip Danton

(7)

BAB IV

BAB V

ANALISA AKSARA PADA PRASASTI BATU TULIS

BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP - PRINSIP

DANTON SIHOMBING

4.1 Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor...

4.2 Sistem Aplikasi Aksara pada Prasasti Batu Tulis

Bogor...

4.3 Istilah Tipografi Menurut Teori Danton Sihombing untuk

Menganalisis Aksara Pada Prasasti Batu Tulis Bogor...

KESIMPULAN... 30

32

34

41

DAFTAR PUSTAKA ……… xi

(8)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Terminologi Huruf Menurut Prinsip - Prinsip Danton Sihombing ...

2.2 Kelompok garis tegak – datar ...

2.3 Kelompok garis tegak – miring ...

2.4 Kelompok garis tegak – lengkung ...

2.5 Kelompok garis lengkung ...

2.6 Prasasti Batu Tulis Bogor ...

2.7 Prasasti Kutai yang berbentuk yupa ...

2.8 Prasati Ciaruteun ...

3.10 Proporsi Aksara Ngalagena ...

4.1 Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor ...

4.3 Aksara Swara pada Prasasti Batu Tulis Bogor ...

4.5 Aksara Vokalisasi pada Prasasti Batu Tulis Bogor ...

4.4 Aksara Konsonan pada Prasasti Batu Tulis Bogor ...

4.6 Proporsi Aksara Swara pada Prasasti Batu Tulis Bogor ...

4.7 Proporsi Aksara Vokalisasi pada Prasasti Batu Tulis Bogor ...

4.8 Proporsi Aksara Konsonan pada Prasasti Batu Tulis Bogor ...

4.9 Kelompok Garis Lengkung pada Aksara Swara ...

4.10 Kelompok Garis Tegak - Lengkung pada Aksara Swara ...

4.11 Kelompok Garis Datar - Miring pada Aksara Vokalisasi ...

(9)

4.13 Kelompok Garis Lengkung pada Aksara Vokalisasi ...

4.14 Kelompok Garis Tegak – Lengkung - Datar pada Aksara Vokalisasi...

4.15 Kelompok Garis Tegak – Lengkung pada Aksara Konsonan ...

4.16 Kelompok Garis Lengkung pada Aksara Konsonan ...

4.17 Kelompok Garis Tegak – Lengkung - Miring pada Aksara Konsonan ...

4.18 Kelompok Garis Lengkung - Miring pada Aksara Konsonan ... 36

36

37

37

37

(10)

DAFTAR TABEL

3.1 Tabel Aksara Kuno ...

3.3 Tabel Contoh Pengucapan Aksara Swara ...

3.6 Tabel Vokalisasi dan Angka ...

4.2 Tabel Data Observasi ... 23

25

27

30

(11)

KOSAKATA

Aksara : Huruf

Aksara Swara : Huruf vokal

Alpabet : Abjad; urutan huruf

Anatomi : Ilmu urai tubuh (huruf)

Artefak : Peninggalan bersejarah

Ascender : Bagian dari huruf kecil yang posisinya tepat berada di antara

meanline dan capline

Baseline : Sebuah garis maya horizontal yang menjadi batas dari bagian

terbawah dari setiap huruf besar

Capline : Sebuah garis maya lurus horizontal yang menjadi batas dari

bagian teratas dari setiap huruf besar

Descender : Bagian dari huruf kecil yang posisinya tepat berada di bawah

baseline

Folklore : Kebudayaan suatu kelompok yang diwariskan secara turun –

temurun dan secara tradisional

Fonem : Satuan bahasa terkecil yang mampu membedakan arti

Geometri : Ilmu ukur; cabang matematika yang menerangkan sifat – sifat

garis, sudut, bidang dan ruang

Identitas : Jati diri

Kode : Sistem dan tanda yang telah disepakati bersama

(12)

Meanline : Sebuah garis maya lurus horisontal yang menjadi batas dari

bagian teratas dari badan setiap huruf kecil

Mesolithikum : Zaman kebudayaan batu madya

Neolithikum : Zaman kebudayaan batu baru

Paleolithikum : Zaman kebudayaan batu tua

Prasasti : Tulisan yang memuat informasi sejarah, peringantan atau

catatan suatu peristiwa yang tertulis pada batu, logam atau

pada bagian tertentu candi

Proporsi : Ukuran antara bagian – bagian suatu bentuk

Simbol : Lambang

Terminologi : Istilah

Tipografi : Ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang huruf cetak

Unicode : Standar dalam pengkodean karakter yang dirancang untuk

memungkinkan teks dan simbol dari semua sistem tulisan agar dapat ditampilkan oleh komputer

Vokal : Huruf hidup

Vokalisasi : Penanda bunyi

X – Height : Jarak ketinggian dari baseline sampai ke meanline. X – height

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Prasasti Batu Tulis merupakan peninggalan bersejarah dari kota Bogor,

dari kerajaan Sunda. Prasasti ini merupakan penobatan raja – raja Pajajaran di

bawah kekuasaan Prabu Siliwangi (1482 – 1521). Kerajaan Pajajaran berada

di wilayah Pasundan, kerajaan Sunda ini beribukota di Pakuan (Bogor) Jawa

Barat. Kerajaan Pajajaran berdiri setelah Wastu Kancana wafat tahun 1475.

Karena saat sepeninggal Rahyang Wastu Kencana, kerajaan Galuh dipecah

menjadi dua, yaitu diantara Susuktunggal dan Dewa Niskala, namun

keduanya memiliki kedudukan yang sederajat. Kerajaan Pajajaran berada di

bawah kekuasan Prabu Susuktunggal (Sang Haliwungan) dan Kerajaan Galuh

yang meliputi Parahyangan yang berpusat di Kawali di bawah kekuasaan

Dewa Niskala (Ningrat Kancana). Prabu Susuktunggal dan kerajaan Galuh

tidak mendapatkan gelar “Prabu Siliwangi”, karena kekuasan keduanya tidak

meliputi seluruh tanah Pasundan sebagaimana kekuasan Prabu Wangi dan

Rahyang Wastu Kancana atau Prabu Siliwangi I (Hajaruddin, 2009).

Sejarah kerajaan Pajajaran tidak dapat terlepas dari kerajaan-kerajaan

pendahulunya di daerah Jawa Barat, yaitu Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan

Sunda, Kerajaan Galuh, dan Kawali. Hal ini dikarenakan pemerintahan

kerajaan Pajajaran merupakan penerus dari kerajaan – kerajaan tersebut.

Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak peninggalan di masa

lalu, salah satunya yaitu Prasasti Batutulis, Bogor (Hajaruddin, 2009).

Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579. Kerajaan Pajajaran runtuh

karena mendapatkan serangan dari kerajaan Sunda yang lain, yaitu

Kesultanan Banten. Berakhirnya masa kekuasaan Pajajaran ditandai dengan

diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan ke

Surasowan di Banten oleh Pasukan Maulana Yusuf. Batu itu diboyong karena

tradisi politik agar di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru, dan

(14)

karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja (Prabu

Siliwngi II). Inilah sejarah singkat mengenai sejarah kerajaan Pajajaran

(Hajaruddin,2009).

Membahas sedikit mengenai arti siliwangi yang berasal dari kata sili(h)

dan wangi. Yang jika diartikan secara utuh adalah Pengganti (Prabu) Wangi.

Maksudnya adalah Siliwangi diberikan kepada raja-raja yang menjadi

pengganti Prabu Wangi. Sedangkan Prabu Wangi sendiri adalah gelar untuk

Prabu Niskala Wastu Kancana raja dari kerajaan Sunda (Pajajaran) ke-32

sejak Prabu Tarusbawa (Firman Raharja, 2008).

Batu Tulis berhubungan erat dengan kepemilikan peninggalan sejarah

yang berdiri di sana sejak ratusan tahun silam dan merupakan prasasti abadi.

Berbagai kepercayaan mengakar pula pada perjalanan sejarah daerah ini,

terutama pada batu pipih yang berbentuk trapesium yang merupakan sasakala.

Menurut Eman Soelaeman dalam buku ‘Toponimi’, Sasakala yaitu batu

prasasti peringatan bagi Raja Pajajaran yang telah meninggal dunia yaitu Sri

Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi) tahun 1521.

Daerah Batutulis merupakan daerah yang tidak boleh diganggu, karena

merupakan daerah Kabuyutan yang disucikan sejak ratusan tahun silam.

Hampir seluruh lahan yang berada dan termasuk kelurahan Batutulis

merupakan kompleks kerajaan. Bangunan rumah penduduk yang ada

sebenarnya berada tepat di lokasi taman keraton Pajajaran. Daerah tersebut di

beri nama Batutulis karena di sana terdapat Prsasti Batutulis peninggalan

kerajaan Pajajaran (Eman Soelaeman, 2004).

Prasasti Batutulis di buat oleh putra Prabu Siliwangi yang bernama

Surawisesa atau yang memiliki julukan Ratu Sangiang dan dalam cerita

pantun dan babat Pajajaran disebut Prabu Gantangan atau Mundinglaya

Dikusumah. Prasasti tersebut di buat pada Candrasangkala Panca Pendawa

Emban Bumi, tepatnya pada tahun saka 1455 atau tahun 1533 Masehi.

Prasasti tersebut dibuat dengan maksud memperingati wafatnya Prabu

Siliwangi setelah 12 tahun meninggal. Peringatan tersebut diselenggarakan

dalam upacara srada (penyempurnaan sukma) diperabukan kembali, karena

(15)

itu. Prasasti Batutulis juga memberitakan tentang keberhasilan Sri Baduga

(Prabu Siliwangi) dalam membangun daerahnya diseputar Pakuan Pajajaran

(Eman Soelaeman, 2004).

Tujuan utama pembuatan Batu bertulis ini ialah untuk upacara agama,

agar kesaktian Sri Baduga Maharaja yang di anggap bersemayan dalam

Lingga (Lambang Kesuburan) tanda kekuasaannya mampu melindungi

Negara yang diancam musuh (Maemunah, 2009).

Prasasti Batu Tulis memiliki ukuran besar dan lebar seperti bentuk

trapesium, prasasti ini berisi tulisan Palawa dan berbahasa Sansekerta.

Dan saat ini Prasasti Batu Tulis menjadi tempat wisata bersejarah dan

berziarah. Sebagai kawasan wisata bersejarah, Batutulis tidak hanya

dikunjungi oleh masyarakat Bogor saja. Pengunjung dari luar kota Bogor pun

banyak. Beragam motif turut mengiringi para pengunjung. Dari sekedar ingin

mengetahui wujud dari Batutulis, wisata bersejarah hingga wisata ziarah.

1.2. Identifikasi Masalah

 Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor memiliki proporsi huruf yang

sama

 Pada aksara yang terukir di Parsasti Batu Tulis Bogor memiliki dua

macam unsur garis yaitu geometri dan tidak geometri

 Adanya proporsi aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor

 Pola huruf yang terdapat pada Prasasti memiliki kesamaan dengan

aksara Sunda

 Adanya perbedaan anatomi huruf Sunda dengan aksara yang terdapat

pada Prasasti Batu Tulis Bogor

1.3. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah maka perumusan masalah berfokus pada aksara

yang terdapat pada Prasasti Batu Tulis. Serta menganalisis bagaimana

(16)

1.4. Batasan Masalah

Masalah dibatasi pada Tipografi yang terdapat pada Prasasti Batu Tulis

Bogor, yang kemudian dianalisis bagaimana proporsi dan pola aksara pada

Prasasti Batu Tulis Bogor dengan menggunakan terminologi pada pendekatan

prinsip – prinsip pada buku Danton Sihombing.

1.5. Maksud dan Tujuan Penelitian

a. Maksud

Pada Prasasti Batu Tulis Bogor terdapat sembilan baris tulisan yang

berbahasa sansekerta. Maka dari itu maksud dari penelitian ini adalah

mengkaji proporsi dan pola aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor.

b. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk lebih memahami proporsi dan

anatomi huruf pada aksara yang tertulis pada prasasti.

1.6. Manfaat Penelitian

Mampu memahami pola huruf, anatomi dan proporsi huruf yang

terdapat pada Prasasti Batu Tulis Bogor dengan menggunakan pendekatan

pada prinsip - prinsip Danton sihombing.

1.7. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif

yaitu suatu metode yang menggambarkan apa adanya. Metode Deskriptif

ialah suatu metode yang menggambarkan semua data yang kemudian

dianalisis dan dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung

dan selanjutnya mencoba untuk memberikan pemecahan masalahnya.

Pada Prasasti Batu Tulis Bogor terukir aksara yang kemudian akan

dianalisis berdasarkan pola huruf, proporsi dan anatominya berdasarkan

istilah tipografi. Namun aksara yang terukir pada prasasti tersebut tidak

semua dapat dilihat dengan jelas bagaimana bentuk hurufnya karena ada

beberapa huruf yang sudah mulai pudar, mengingat prasasti ini adalah

(17)

Karena kendala teknis tersebut hanya beberapa aksara yang dapat dilihat

bentuk hurufnya. Oleh sebab itulah hanya sebagian dari aksara yang terukir

pada Prasasti Batu Tulis Bogor yang dapat dianalisis.

Untuk menyimpulkan hasil analisis aksara pada Prasasti Batu Tulis

Bogor dengan menggunakan metode induktif, yaitu penelitian dari hal – hal

spesifik (khusus) untuk kemudian dapat ditarik kesimpulan secara umum.

1.7.1. Sumber Data

Untuk melengkapi hasil penelitian, pengumpulan data dilakukan

dengan studi kepustakaan maupun penelitian. Sedangkan data yang

dikumpulkan, yaitu data primer dan sekunder. Menurut Marzuki

dalam Hary Lubis (2008 [ 2002 ]; 4) Informasi atau data yang

dikumpulkan dapat dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu data

primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Adalah “data atau informasi faktual tentang suatu objek

yang diusahakan, dicari, diperoleh dan dicatat untuk pertama

kalinya oleh peneliti sendiri sebagai pihak pertama penerima

data, melalui penelitian dan pengamatan langsung terhadap

objek yang diteliti”. Disini yang dilakukan adalah mengkaji

bagaimana proporsi pada aksara Sunda dengan aksara yang

terdapat pada Prasasti Batu Tulis Bogor, yang kemudian akan

diketahui proporsi pada aksara tersebut apakah memiliki

perbedaan prinsip penulisan pada aksara Sunda dengan aksara

yang terdapat pada Prasasti tersebut.

b. Data sekunder

Adalah “data atau informasi yang diperoleh bukan

diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti, melainkan

oleh pihak lain yang memerlukan”. Yaitu melalui studi

(18)

mempelajari literatur (bahan bacaan) yang berkaitan dengan

objek yang diteliti guna melengkapi data – data pada

penyusunan makalah akademik.

1.7.2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan untuk melengkapi penelitian

ini dengan menggunakan Metode Observasi, wawancara, studi

literatur dan dokumentasi. Dimana metode observasi dilakukan

dengan cara mengamati dan mencatat secara cermat dan sistematik

terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki tanpa mengajukan

pertanyaan – pertanyaan, meskipun objeknya adalah orang (Marzuki

dalam Hary Lubis, 2008 [ 2002 ]).

Dimana pengamatan pada Prasasti Batu Tulis Bogor dengan

menggunakan metode observasi dilakukan dengan cara mengukur

kedalaman ukiran aksara yang terdapat pada prasasti, mengukur

besarnya aksara yang terukir pada prasasti dan mengamati bentuk

hurufnya, yang kemudian aksara tersebut dianalisis untuk

mengetahui bagaimana proporsi dan pola penulisannya serta

bagaimana anatomi pada aksara yang terukir pada prasasti tersebut.

1.8. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bab yang menguraikan latar belakang masalah,

identifikasi masalah, perumusan masalah, metode penelitian, maksud dan

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II AKSARA DAN PRASASTI

Bab ini menguraikan tentang teori – teori mengenai aksara dan

prasasti serta membahas beberapa prasasti – prasasti yang terdapat di

Indonesia.

BAB III AKSARA SUNDA

Bab ini membahas mengenai sejarah aksara Sunda, bagaimana sistem

(19)

BAB IV ANALISIS AKSARA PADA PRASATI BATU TULIS BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PADA PRINSIP -

PRINSIP DANTON SIHOMBING

Bab ini menguraikan pembahasan permasalahan dari objek yang

diteliti, yaitu dengan menganalisis aksara yang ditulis pada Prasasti Batu

Tulis Bogor dengan menggunakan prinsip - prinsip huruf latin pada buku

Danton Sihombing. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif dimana

metode penggumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, studi

literatur dan dokumentasi.

BAB V SIMPULAN

(20)

BAB II

AKSARA DAN PRASASTI

2.1. Zaman Praaksara

Menurut Matroji dalam buku ‘Sejarah SMA’, Zaman Praaksara adalah

masa dimana manusia belum mengenal tulisan. Masyarakat yang belum

mengenal tulisan berbeda dengan masyarakat yang sudah mengenal tulisan.

Pada masyarakat yang telah mengenal tulisan cara mereka merekam masa

lalunya dapat dituangkan ke dalam bentuk tulisan, sedangkan masyarakat

yang belum mengenal tulisan direkam dalam ingatannya.

Bentuk - bentuk tradisi lisan pada masyarakat Indonesia menurut

Matroji dalam buku ‘Sejarah SMA’ antara lain sebagai berikut :

a. Upacara

Upacara merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukan

kesadaran terhadap masa lalunya. sekelompok orang yang memiliki ciri – ciri fisik, sosial, dan kebudayaan

khusus sehingga dapat dibedakan dari kelompok lainnya.

Sedangkan lore adalah tradisi dari folk, yaitu bagian budaya yang diwariskan secara turun – temurun, baik secara lisan atau melalui contoh

yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat.

Dengan demikian, folklore didefinisikan sebagai kebudayaan suatu

kelompok yang diwariskan secara turun – temurun dan secara tradisional,

baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak

(21)

Manusia yang hidup pada masa Praaksara telah mengembangkan

kebudayaan untuk kepentingan mempertahankan dan mengambangkan

kehidupannya (Endang Sardiman, Mulyani, Dyah Respadi, Suryo, 2006).

Secara garis garis besar, kebudayaan masa Praaksara terdiri atas

kebudayaan batu dan logam. Kebudayaan batu terdiri atas tiga zaman, yaitu:

a. Kebudayaan Paleolithikum

Kebudayaan Paleolithikum atau kebudayaan Batu Tua. Zaman Batu Tua

berlangsung pada kala Pleistosen atau kurang lebih 600.000 tahun yang

lalu. Pada masa ini peralatan yang digunakan terbuat dari batu yang

masih kasar.

b. Kebudayaan Mesolithikum

Mesolithikum berarti kebudayaan Batu Madya. Memasuki masa ini bukan berarti kebudayaan Batu Tua telah punah.

Kebudayaan Mesolithikum sudah sedikit lebih maju. Alat – alat dari tulang makin berkembang. Di masa ini pula karya grafis dikenal oleh

masyarakat, dengan adanya gamabar – gambar pada dinding – dinding

gua dengan menggunakan tulang dan gading gajah.

c. Kebudayaan Neolithikum

Kebudayaan Neolithikum, artinya kebudayaan Batu Baru. Alat – alat batu

ini sudah lebih sempurna dan lebih halus sesuai dengan fungsinya. Alat –

alat pada zaman Neolithikum dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan

perkebunan.

2.2. Aksara

Aksara yang merupakan bahasa tulis merupakan salah satu indikator

yang membedakan antara masa awal sejarah dan prasejarah. Perkembangan

bahasa tulis bermula sejak sebelum Masehi, dimana awalnya manusia

mengguanakan bahasa gambar untuk berkomunikasi. Bangsa Afrika dan

Eropa mengawali pada tahun 3500 – 4000 sebelum Masehi dengan membuat

tulisan di dinding gua. Sebagai catatan, ini bukan saja awal munculnya media

penting seni visual, namun juga awal munculnya media verbal pada sistem

(22)

dijadikan sebagai salah satu sasaran utama dalam suatu komunitas, baik

sebagai media untuk menyampaikan informasi maupun media untuk kegiatan

ritual (Danton Sihombing, 2001).

Aksara tidak terlepas dari kedudukannya sebagai sumber tertulis. Pada

masa paling awal bukti otentik aksara ditandai oleh hadirnya prasasti (Danton

Sihombing, 2001).

Dengan aksara dan bahasa, manusia berkomunikasi dan beradaptasi

dengan kepentingan hidupnya yang semakin berkembang. Dari gambaran

sejarah kebudayaan, Indonesia telah mengenal berbagai aksara dan bahasa

yang digunakan sejak zaman lampau. Di Indonesia telah digunakan berbagai

aksara seperti : aksara (huruf) Palawa yang dikenal dengan huruf Jawa,

Sunda, Arab, Bali dan yang terakhir dikenal dengan aksara (huruf) Latin yang

berasal dari Barat (I Made Suastika, 2009).

Dengan demikian aksara adalah bentuk visual dari suatu ucapan atau

salah satu alat komunikasi. Aksara merupakan ucapan atau perkataan dalam

bentuk tulisan. Pada zaman dahulu sebelum manusia mengenal tulisan

mereka menggunakan bahasa gambar untuk berkomunikasi, seperti membuat

gambar – gambar pada dinding goa yang sebenarnya gambar – gambar

tersebut memiliki maksud atau pesan yang ingin disampaikan. Dan

masyarakat Indonesia telah mengenal berbagai aksara sejak zaman dahulu,

tepatnya pada abad V Masehi.

2.2.1. Perkembangan Aksara

Sejak ditemukannya aksara (dan bahasa) dan digunakan dalam

berkomunikasi juga dapat rneningkatkan peradabannya dengan

menggunakan tanda. Dengan aksara dan bahasa, manusia

berkomunikasi dan beradaptasi dengan kepentingan hidupnya yang

semakin berkembang. Dari gambaran sejarah kebudayaannya,

Indonesia telah mengenal berbagai aksara dan bahasa yang digunakan

sejak zaman lampau. Di Indonesia telah digunakan berbagai aksara

(23)

terakhir dikenal huruf (aksara) Latin yang berasal dari Barat (I Made

Suastika, 2009).

Akibat pengaruh sejarah, kini huruf latin digunakan secara

meluas, sebagai alat dan sarana komunikasi di dunia, sehingga ada

anggapan bahwa jika tidak mengenal huruf latin disebut buta huruf

(buta aksara). Orang yang buta huruf dikenal sebagai orang yang

belum maju. Dengan menguasai aksara dan bahasa dalam pengertian

yang luas masyarakat mampu beradaptasi dengan kemajuan peradaban

manusia. Perkembangan .aksara di samping sebagai simbol budaya,

komunikasi, identitas budaya dan ciri kemajuan peradaban, aksara

juga penting dimaknai dalam kehidupan budaya (I Made Suastika,

2009).

Perkembangan aksara (tulisan) dalam kehidupan bangsa

Indonesia telah menimbulkan dampak pada bidang

politik/pemerintahan, sosial, budaya, agama, dan ilmu pengetahuan

(Matroji, 2008).

Saat ini aksara – aksara kuno memang sudah mulai menghilang

atau jarang sekali masyarakat yang masih mempergunakan aksara –

aksara kuno, karena saat ini masyarakat sudah terbiasa menggunakan

huruf latin untuk berkomunikasi. Namun demikian masih ada

masyarakat yang melestarikan aksara – aksara kuno tersebut.

2.2.2. Terminologi Huruf Menurut Prinsip - Prinsip Danton Sihombing

Berikut merupakan terminologi huruf yang umum digunakan

dalam penamaan pada anatomi huruf.

1. Ascender

Merupakan bagian pada huruf kecil yang letaknya tepat berada

di antara meanline dan capline.

2. Baseline

Sebuah garis maya horizontal yang menjadi batas pada bagian

(24)

3. Capline

Garis maya horizontal yang menjadi batas pada bagian teratas

pada satiap badan huruf besar.

4. Descender

Bagian dari huruf kecil yang letaknya tepat berada di bawah

baseline.

5. Meanline

Sebuah garis maya horizontal yang menjadi batas pada bagian

teratas dari setiap badan huruf kecil.

6. X - height

Jarak ketinggian dari baseline hingga meanline. X – height

merupakan tinggi dari badan huruf kecil.

(Danton Sihombing, 2001)

Gambar 2.1 Terminologi Huruf Menurut Prinsip - Prinsip Danton Sihombing

(Danton Sihombing, 2001)

Apabila ditinjau dari sudut geometri, maka garis dasar yang

mendominasi struktur huruf dalam alphabet dapat dibagi menjadi 4

kelompok besar, yaitu :

a. Kelompok garis tegak – datar

(25)

b. Kelompok garis tegak – miring

Gambar 2.3 (Danton Sihombing, 2001)

c. Kelompok garis tegak – lengkung

Gambar 2.4 (Danton Sihombing, 2001)

d. Kelompok garis lengkung

(26)

2.3. Prasasti

Prasasti merupakan tulisan yang memuat informasi tentang sejarah,

peringatan, atau catatan suatu peristiwa. Prasasti biasanya ditulis pada sebuah

batu, atau pada bagian tertentu candi (Matroji, 2008).

Dalam website pikiran-rakyat, ‘Prasasti yang dalam bahasa asing

disebut glory, laudation, direction, atau guidance merupakan pujian,

sanjungan, keagungan, petunjuk, pedoman atau doa yang menyatakan suatu

permohonan (keinginan untuk kedamaian dalam kerajaan, atau inskripsi

dalam bahasa yang indah (berirama))’. Prasasti merupakan salah satu

peninggalan nenek moyang masa lampau yang bisa dijadikan sebagai ciri

utama adanya perubahan dalam kehidupan budaya dari kebudayaan

prasejarah kepada kebudayaan sejarah.

Prasasti merupakan wujud budaya materi ciptaan manusia yang

didalamnya mengandung ide dan gagasan manusia pada masanya. Hubungan

antara prasasti sebagai budaya materi dengan ide beserta gagasan sebagai

budaya nonmateri akan menghadirkan prasasti sebagai artefak yang

mempunyai makna dan telah dihayati bersama oleh suatu kelompok sosial,

komunitas masyarakat, serta di anggap telah menyatu dengan lingkungan

sosialnya (Kartakusuma, 2008).

2.3.1. Perkembangan Prasasti

Prasasti dalam kaitannya sebagai sumber sejarah merupakan

sumber primer yang di gunakan para arkeolog maupun sejarawan

sebagai sumber untuk menjelaskan dan menggambarkan kehidupan

masa lalu. Penemuan prasasti pada sejumlah situs arkeologi di

Indonesia, dikatakan sebagai garis tegas berakhirnya zaman

prasejarah. Dengan kata lain, prasasti merupakan babak baru dalam

sejarah kuno Indonesia dari periode sebelum mengenal tulisan,

menuju zaman sejarah dimana masyarakat sudah mengenal tulisan

(27)

Di Nusantara bukti terawal adalah Prasasti Mulawarman di

Kutai, Kalimantan timur yang berasal dari abad ke – 5 Masehi

(Suastika, 2009).

Dengan demikian hadirnya prasasti merupakan ciri utama

perubahan dari zaman prasejarah ke zaman sejarah. Prasasti

merupakan bukti sumber tertulis pada zaman dahulu. Prasasti pada

umumnya berisikan informasi tertulis dan merupakan peringatan –

peringatan yang dibuat oleh para raja untuk daerah kekuasaannya.

Saat ini masyarakat sudah lebih maju dan modern, seiring

dengan perkembangan zaman, perkembangan prasasti pun mulai

bergeser. Masyarakat sudah tidak lagi menggunakan batu atau logam

sebagai media tulis mereka seperti halnya pada zaman dahulu di mana

manusia membuat suatu cerita atau memberikan informasi dengan

menggunakan media batu atau logam.

2.3.2. Prasasti yang Ada di Indonesia

Prasasti yang berada di Indonesia dapat dikategorikan

berdasarkan aksara yang di gunakan, yaitu sebagai berikut :

 Prasasti yang bertuliskan aksara Palawa : Prasasti Batu Tulis

Bogor, Prasasti Kerajaan Kutai, Prasasti Kerajaan Sriwijaya di

Sumatra Selatan, Prasasti Canggal, Prasasti Tuk Mas dan Prasasti

Kalasan

 Prasasti yang bertuliskan aksara Pranagri : Prasasti Klurak yaitu

Prasasti Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah.

 Prasasti yang bertuliskan aksara Kawi : Prasasti Dinoyo yaitu

Prasasti Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah.

Prasasti merupakan bukti otentik hadirnya aksara, prasasti yang

ada di Indonesia diantaranya adalah :

a. Prasasti Kerajaan Pajajaran

Prasasti Kerajaan Pajajaran ini dikenal dengan Prasasti

(28)

Siliwangi (Sri Baduga Maharaja) yang bernama Surawisesa.

Prasati tersebut dibuat pada tahun 1533 Masehi. Prasasti

tersebut dibuat dengan maksud memperingati wafatnya Prabu

Siliwangi (1521 M) setelah 12 tahun meninggal. Selain untuk

memperingati wafatnya Prabu Siliwangi prasasti ini dibuat

sebagai bentuk penyesalan Prabu Surawisesa karena tidak

mampu mempertahankan keutuhan wilayah Pajajaran yang

diamanatkan padanya, karena mengalami kekalahan pada saat

perang dengan kerajaan Cirebon. Prasasti Batu Tulis juga

menceritakan tentang keberhasilan Sri Baduga Maharaja dalam

membangun daerahnya diseputar Pakuan Pajajaran

(Maemunah, 2009).

Tujuan utama pembuatan batu bertulis ini ialah untuk

upacara agama, agar kesaktian Sri Baduga Maharaja yang

dianggap bersemayan dalam Lingga (Lambang Kesuburan)

tanda kekuasaanya mampu melindungi negara yang diancam

musuh (Maemunah, 2009).

Prasasti Batu Tulis terbuat dari batu terasit, batu ini berisi

tulisan Palawa dan berbahasa Sansekerta (Maemunah, 2009).

(29)

Tulisan yang terpahat pada batu tersusun dalam 9 baris

tulisan Palawa. Adapun bunyi dan arti dari prasasti tersebut

dalam tiap barisnya, yaitu:

1. Wangna Pun Ini Sasakala Prabu Ratu Purane Pun

Diwastu: Wangna pun ini tanda peringatan bagi Prabu

almarhum dinobatkan

2. Diya wingaran Prebu Guru Dewata Prana Diwastu

Diya Dingaran Sri: Dia bernama Prabu Guru Dewata

Prana dinobatkan lagi dia dengan nama Sri

3. Baduga Maharaja Ratu Haji Di Pakuan Pajajaran

Sri Baduga Ratu De-: Baduga Maharaja Ratu Haji

dipakwan Pajajaran Sri Sang Ratu

De-4. Wata Pun Ya Nu Nyusuk Na Pakuan Diya Anaka

Rahyang Dewa Nis-: Wata dialah yang membuat parit

pakwan dia anak sang yang Dewa

nis-5. Kala Sang Sida Mokta Di Guna Tiga Incu Rahyang

Niskala Wastu: Kala yang mendiang di guna tiga cucu

rahyang niskala wastu

6. Kancana Sang Sida Mokta Ka Nusa Larang Ya Siya

Nu Nyiang Sakaka-: Kancana yang mendiang ke nu

salarang dialah yang membuat tanda

pe-7. La Gugunungan Ngabalay Nyian Sanghyang

Talaga: Ringatan gugunungan, membuat teras di

lereng bukit membuat hutan samida, telaga

8. Rena Maha Wijaya Ya Siya pun I Saka Panca

panda: Rena maha wijaya ya dialah itu dalam tahun

saka lima

li-9. Wa Emban Bumi: Ma empat satu (1455), dalam tahun

(30)

b. Prasasti Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur

Prasasti Kerajaan Kutai berupa tujuh buah yupa (tugu batu). Yupa adalah tugu batu peringatan upacara kurban. Tugu

ini biasanya digunakan sebagai tiang tempat menambatkan

hewan kurban. Jenis huruf yang tertera pada yupa adalah huruf

Palawa, sedangkan bahasa yang digunakan adalah bahasa

Sansekerta. Karena yupa – yupa ini tidak berangka tahun,

penentuan umumnya berdasarkan bentuk tulisan yang dipakai.

Berdasarkan bentuk tulisannya, diperkirakan prasasti – prasasti

itu berasal dari abad ke – 4 (Matroji, 2008).

Gambar 2.7

Prasasti Kutai yang berbentuk yupa

c. Prasasti Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat

Ada tujuh prasasti yang berasal dari kerajaan

Tarumanegara. Lima di antaranya ditemukan di daerah Bogor,

Jawa Barat. Sebuah prasasti di temukan di daerah Tugu,

Jakarta Utara. Sedangkan sebuah lagi di temukan di daerah

Lebak, Banten, Prasasti – prasasti Kerajaan Tarumanegara

(31)

1. Prasasti Ciaruteun

Prasasti Ciaruten ditemukan di muara Sungai

Cisadane. Prasasti itu ditulis pada sebuah batu besar

disertai cap sepasang telapak kaki.

Gambar 2.8

Prasati Ciaruteun

2. Prasasti Kebon Kopi

Prasasti ini ditemukan di Cibungbulan, Bogor.

Dalam prasasti itu terdapat gambar dua telapak kaki

gajah yang disamakan dengan telapak kaki gajah

Airwata (gajah kendaraan Dewa Wisnu).

Gambar 2.9

Prasasti Kebon kopi

3. Prasasti Jambu

Prasasti ini ditemukan di Bukit Koleangkak, kira –

(32)

sanjungan terhadap kebesaran, kegagahan, dan

keberanian Raja Purnawarman.

Gambar 2.10 Prasasti Jambu

4. Prasasti Tugu

Prasasti ini ditemukan di daerah Tugu, Jakarta

Utara. Prasasti ini berisikan tentang penggalian sebuah

saluran sepanjang 6.112 tombak (lebih kurang 11 km)

yang bernama Gomati.

Gambar 2.11

Prasasti Tugu

5. Prasasti Pasir Awi dan Muara Cianten

Dua prasasti ini ditulis dengan huruf ikal dan

sampai sekarang tulisan tersebut belum dapat dibaca.

6. Prasasti Lebak

Prasasti lebak ditemukan pada tahun 1947. Prasasti

ini hanya terdiri atas dua baris kalimat. Corak tulisan

mirip dengan tulisan pada Prasasti Tugu. Prasasti ini

berisikan tentang pemujian kesabaran dan keagungan

(33)

d. Prasasti Kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan

Prasasti – prasasti Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan di

Sumatra dan Bangka semua menggunakan huruf Palawa dan

berbahasa Melayu Kuno. Prasasti – prasasti tersebut diantarnya

(Matroji, 2008):

e. Prasasti Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah

Berikut ini prasasti – prasasti yang merupakan

peninggalan Kerajaan Mataram Kuno (Matroji, 2008):

1. Prasasti Canggal

Prasasti ini berangka tahun 654 Saka atau 735 M,

prasasti ini menggunakan bahasa Sansekerta dan

berhuruf Palawa.

2. Prasasti Tuk Mas

Prasasti ini tidak berangka tahun dan menggunakan

huruf Palawa dan berbahasa Sansekerta.

3. Prasasti Kalasan

Prasasti kalasan di temukan di desa Kalasan,

Yogyakarta. Prasasti ini berangka tahun 778, prasasti

ini bertuliskan huruf Palawa dan berbahasa Sansekerta.

4. Prasasti Klurak

Prasasti ini berangka tahun 704 Saka atau 782 M,

prasasti ini menggunakan huruf Pranagri dan berbahasa

sansekerta.

(34)

Prasasti Mantyasih ditemukan di desa Matyasih, Kedu,

Jawa Tengah. Prasasti ini menggunakan bahasa Jawa

Kuno.

6. Prasasti Dinoyo

Berangka tahun 760, prasasti ini menggunakan huruf

(35)

BAB III

AKSARA SUNDA

3.1. Perihal Aksara Sunda

Aksara Sunda atau yang disebut huruf Kaganga “bukan milik sendiri”

maksudnya adalah aksara Sunda merupakan aksara hasil modifikasi dari

aksara – aksara daerah seperti aksara Jawa, dan merupakan penyederhanaan

dari aksara Palawa. Aksara Sunda dibuat dengan tujuan agar masyarakat

Sunda memiliki identitas (Dede Kosasih, 2010).

Kemampuan membaca dan menulis di wilayah Sunda telah diketahui

sejak abad ke V Masehi, pada masa kerajaan Tarumanegara. Kemunculan Gambar 3.1 Tabel Aksara Kuno

(36)

aksara Sunda Buhun sekitar zaman kerajaan Sunda (abad ke – 8 sampai

dengan abad ke – 16), selain sudah ditemukan prasasti dan piagam (Geger

Hanjuang, Sanghyang Tapak, Kawali, Batutulis dan Kebantenan), juga sudah

ditemukan peninggalan berupa Naskah. Naskah tertua yang ditemukan dari

wilayah tatar Sunda berasal dari sekitar abad ke – 14 hingga abad ke – 16

Masehi (Harian Pikiran Rakyat, 2009).

Pada Harian Pikiran Rakyat (2009) disebutkan bahwa, data dan fakta

tersebut membuktikan bahwa masyarakat Sunda telah mengenal tradisi tulis

sejak lama, bahkan mereka telah mampu menciptakan model aksara sendiri

yang disebut aksara Sunda Buhun yang disebut aksara Sunda Kaganga.

Saat ini aksara Sunda telah masuk ke standar Unicode, Unicode

adalah standar industri dalam pengkodean karakter yang dirancang untuk

memungkinkan teks dan simbol dari semua sistem tulisan di dunia dapat

ditampilkan oleh komputer. Sejak April 2008, aksara Sunda sudah resmi

masuk ke dalam Unicode (Tim Unicode Aksara Sunda, 2008).

Demikian halnya dengan aksara Sunda yang telah ditetapkan dengan

SK Gubernur no. 434/Sk.614-Dis.Pk/99 tentang pembakuan aksara Sunda,

telah menetapkan aksara Sunda Kuna sebagai aksara Sunda yang harus

dipelihara dan disebarluaskan pemakaiannya di lingkungan masyarakat yang

lebih luas, seiring dengan perkembangan bahasa Sunda, juga kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta tuntutan zaman pada masa sekarang dan

masa yang akan datang (Tim Unicode Aksara Sunda, 2008).

Dengan demikian aksara Sunda sebenarnya adalah aksara hasil

modifikasi dari beberapa aksara kuna. Keberadaan aksara Sunda telah ada

sejak abad ke – V masehi. Dan menjadi identitas masyarakat Sunda. Saat ini

Aksara Sunda telah masuk kedalam standar Unicode, dengan masuknya

aksara Sunda kedalam Unicode maka aksara Sunda menjadi sejajar dengan

aksara – aksara lainnya di seluruh dunia, dan siap memasuki tahap

(37)

3.2. Sistem Aplikasi Aksara Sunda

Aksara Sunda berjumlah 32 buah, terdiri atas 7 aksara swara atau vokal (a, é, i, o, u, e, dan eu) dan 23 aksara ngalagena atau konsonan

(ka-ga-nga, ca-ja-nya, ta-da-na, pa-ba-ma, ya-ra-la, wa-sa-ha, fa-va-qa-xa-za).

Aksara fa, va, qa, xa, dan za merupakan aksara-aksara baru, yang dipakai

untuk mengonversi bunyi aksara Latin. Secara grafis, aksara Sunda berbentuk

persegi dengan ketajaman yang mencolok, hanya sebagian yang berbentuk

bundar.

Aksara swara (vokal) adalah tulisan yang melambangkan bunyi fonem

vokal mandiri yang bisa menempati posisi awal, tengah, maupun akhir sebuah

kata. Berikut tabel aksara swara Sunda:

Gambar 3.2 Aksara Swara

(Pustaka Panglengkep Pangajaran Aksara Sunda Pikeun Murid Pendidikan Dasar)

Contoh pengucapan aksara swara dalam bentuk kata :

Vokal Mandiri Contoh Kata

(38)

Angka pada aksara Sunda :

Gambar 3.4 Angka

(Pustaka Panglengkep Pangajaran Aksara Sunda Pikeun Murid Pendidikan Dasar)

Tabel aksara ngalagena Sunda :

Gambar 3.5 Aksara Ngalagena

(39)

Aksara sunda juga memiliki vokalisasi (penanda bunyi). Berikut tabel vokalisasi :

Gambar 3.6 Tabel Vokalisasi dan Angka

(Pustaka Panglengkep Pangajaran Aksara Sunda Pikeun Murid Pendidikan Dasar)

3.3. Proporsi Aksara Sunda

Dalam aksara (huruf) Sunda cara penulisannya memiliki proporsi dan

ketentuan sendiri yang berbeda dengan penulisan huruf Latin. Baik cara

penulisannya pada aksara vokal, konsonan, vokalisasi dan angka memiliki

ukuran dan ketentuan yang berbeda – beda.

Pada penulisannya aksara Sunda memiliki proporsi tersendiri yaitu

(40)

1. Proporsi tanda vokalisasi pada aksara Sunda

Gambar 3.7 Proporsi Tanda Vokalisasi

(Pustaka Panglengkep Pangajaran Aksara Sunda Pikeun Murid Pendidikan Dasar)

Penulisan vokalisasi aksara Sunda terletak pada bagian atas, bagian

bawah dan ada yang terletak sejajar dengan aksara ngalagena.

2. Proporsi aksara swara pada aksara Sunda

Gambar 3.8 Proporsi Aksara Swara

(Pustaka Panglengkep Pangajaran Aksara Sunda Pikeun Murid Pendidikan Dasar)

3. Proporsi angka pada aksara Sunda

Gambar 3.9 Proporsi Angka

(41)

4. Proporsi aksara Ngalagena pada aksara Sunda

Gambar 3.10 Proporsi Aksara Ngalagena

(42)

BAB IV

ANALISIS AKSARA PADA PRASATI BATU TULIS BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PADA PRINSIP -

PRINSIP DANTON SIHOMBING

4.1. Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor

Pada Prasasti Batu Tulis Bogor terdapat tulisan yang tersusun dalam 9

baris. Aksara yang terukir pada Prasasti Batu Tulis Bogor seperti pada

gambar di bawah ini:

Gambar 4.1

Aksara Pada Prasasti Batu Tulis Bogor

Data dari hasil penelitian mengenai Prasasti ini, yaitu :

No Objek Penelitian Hasil

1 Ukuran prasasti Panjang : 180 cm

Tebal : 13 cm

(43)

3 Ukuran huruf  Ukuran kecil : 2 x 2 cm

 Ukuran sedang : 2,5 x 3 cm

 Ukuran besar : 3 x 2 cm

 Ukuran terbesar : 5 x 3 cm

Gambar 4.2 Tabel Data Observasi

Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor terdiri dari aksara swara, aksara konsonan dan aksara vokalisasi (penanda bunyi), bentuk – bentuk dari aksara tersebut yaitu :

1. Aksara Swara

Gambar 4.3

Aksara Swara Pada Prasasti Batu Tulis Bogor

2. Aksara Vokalisasi (Penanda Bunyi)

Gambar 4.5

(44)

3. Aksara Konsonan

Gambar 4.4

Aksara Konsonan Pada Prasasti Batu Tulis Bogor

4.2. Sistem Aplikasi Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor

Proporsi dan ketentuan aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor

menerapkan cara penulisan yang digunakan pada aksara Sunda, karena aksara

yang terukir pada prasasti ini memiliki kemiripan anatomi huruf pada aksara

Sunda.

Proporsi aksara pada Prasasti Batu Tulis ini yaitu sebagai berikut :

1. Aksara Swara

(45)

Gambar 4.6

Proporsi Aksara Swara Pada Prasasti Batu Tulis Bogor

2. Aksara Vokalisasi (Penanda Bunyi)

Gambar 4.7

Proporsi Aksara Vokalisasi Pada Prasasti Batu Tulis Bogor

3. Aksara Konsonan

Gambar 4.8

Proporsi Aksara Konsonan Pada Prasasti Batu Tulis Bogor

Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor yang dapat dianalisis

(46)

(vokal), empat aksara vokalisasi (penanda bunyi) dan dua belas aksara

konsonan. Aksara – aksara tersebut memiliki proporsi yang sama dan berlaku

untuk aksara – aksara pada Prasasti batu tulis Bogor yang tidak dapat

dianilisis. Karena pada dasarnya aksara – aksara tersebut memiliki pola dan

ukuran yang sama.

4.3. Istilah Tipografi Menurut Prinsip - Prinsip Danton Sihombing Untuk

Menganalisis Aksara Pada Prasasti Batu Tulis Bogor

Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor memang tidak semua dapat

dianalisis dengan menggunakan istilah tipografi pada pendekatam prinsip -

prinsip Danton Sihombing, karena aksara pada Parasasti Batu Tulis tidak

terdapat huruf besar atau kecil melainkan hanya memiliki satu ukuran atau

proporsi yang sama. Sehingga istilah tipografi seperti Ascender dan

Descender tidak dapat diterapkan pada aksara yang terukir pada prasasti. Akan tetapi aksara pada prasasti ini dapat dianalisis berdasarkan sudut

geometri seperti yang dijelasakan pada prinsip - prinsip Danton Sihombing.

Sudut geometri aksara pada Prasasti Batu Tulis ini di bagi menjadi :

1. Pada Aksara Swara (vokal)

a. Kelompok garis lengkung

Gambar 4.9

Aksara swara yang termasuk kedalam kelompok lengkung adalah

(47)

b. Kelompok garis tegak – lengkung

Gambar 4.10

Aksara swara yang termasuk kedalam kelompok tegak -

lengkumg adalah aksara : e

2. Aksara Vokalisasi (penanda bunyi)

a. Kelompok garis datar – miring

Gambar 4.11

Aksara vokalisasi yang termasuk kedalam kelompok datar –

miring adalah aksara : u

b. Kelompok garis miring

(48)

Gambar 4.12

Aksara vokalisasi yang termasuk kedalam kelompok miring

adalah aksara : e

c. Kelompok garis lengkung

Gambar 4.13

Aksara vokalisasi yang termasuk kedalam kelompok lengkung

adalah aksara : +ng

d. Kelompok garis tegak – lengkung – datar

Gambar 4.14

Aksara vokalisasi yang termasuk kedalam kelompok tegak –

(49)

3. Aksara konsonan

a. Kelompok garis tegak – lengkung

Gambar 4.15

Aksara konsonan yang termasuk kedalam kelompok garis tegak – lengkung, yaitu : ka, la, pa dan ha

b. Kelompok garis lengkung

Gambar 4.16

Aksara konsonan yang termasuk kedalam kelompok garis tegak – lengkung, yaitu : ta, ra, ga, sa, na dan ba

c. Kelompok garis tegak – lengkung – miring

(50)

Gambar 4.17

Aksara konsonan yang termasuk kedalam kelompok garis tegak – lengkung, yaitu : da dan ya

d. Kelompok garis lengkung – miring

Gambar 4.18

Aksara konsonan yang termasuk kedalam kelompok garis tegak – lengkung, yaitu : sa

Jadi aksara pada Prasasti Batu Tulis ini memiliki lima kelompok

huruf berdasarkan sudut geometrinya, yaitu :

a. Kelompok garis tegak - lengkung

b. Kelompok garis lengkung

c. Kelompok garis tegak – lengkung - miring

d. Kelompok garis lengkung – miring

e. Kelompok garis tegak – lengkung – datar

Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor memiliki dua unsur yaitu

geometri dan tidak geometri. Sudut geometri aksara pada prasasti ini sedikit

berbeda dengan sudut geometri pada huruf latin menurut prinsip - prinsip

Danton Sihombing.

Aksara yang membentuk sudut geometri pada aksara yang terukir di

Prasasti Batu Tulis Bogor terdapat empat belas baik yang terdapat pada

aksara swara, vokalisasi dan konsonan. Aksara pada prasasti yang termasuk

(51)

 Pada aksara swara : a dan e

 Pada aksara vokalisasi : u, +ng, e dan +nya

 Pada aksara konsonan : ka, la, ta, da, ya, ra, ga dan ha

Sedangkan aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor yang tidak membentuk

sudut geometri sebanyak lima aksara yang terdapat pada aksara swara dan

konsonan, kelompok aksara yang tidak membentuk sudut geometri yaitu :

 Pada aksara swara : i

(52)

BAB V

SIMPULAN

Aksara pada Prasasti Batu tulis Bogor terdiri dari sembilan baris tulisan yang

berbahasa Sansekerta. Prasasti ini memiliki ukuran panjang 180 cm dan tebal 13 cm,

kedalaman ukiran pada prasasti termasuk kedalam kategori bas relief (pahatan dangkal) dengan kedalaman ukiran 1 – 2 ml serta aksara yang terukir pada Prasasti

Batu Tulis Bogor memiliki ukuran yang berbeda – beda dikarenakan faktor teknis

dalam pembuatannya di masa lampau.

Pada Prasasti Batu Tulis Bogor aksara yang terukir dapat di bagi menjadi tiga

kelompok yaitu aksara swara, aksara vokal dan aksara vokalisasi

(penanda bunyi). Total aksara keseluruhan yang dapat dianalisis dari Prasasti Batu

Tulis Bogor sebanyak sembilan belas aksara.

Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor adalah aksara Sunda Kuno dimana

aksara tersebut pada dasarnya memiliki pola dan anatomi huruf yang hampir sama

dengan aksara Sunda. Karena aksara Sunda merupakan aksara pembaruan dari aksara

Sunda Kuno. Aksara Sunda sendiri merupakan aksara modifikasi dari aksara – aksara

daerah seperti aksara Jawa. Oleh karena itu aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor

memiliki kesamaan dalam pola penulisan dan proposinya.

Pada Prasasti Batu Tulis Bogor aksara yang terukir tidak terdiri dari huruf

besar dan huruf kecil, melainkan memiliki ukuran atau proporsi yang sama. Sehingga

istilah tipografi pada pendekatan prinsip - prinsip Danton Sihombing tidak semua

dapat diterapkan pada analisis aksara yang terdapat pada Prasasti Batu Tulis Bogor.

Seperti istilah tipografi Ascender dan Descender tidak dapat diterapkan pada analisis aksara Sunda. Namun aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor terdiri dari komponen –

komponen garis, sehingga istilah tipografi pada pendekatan prinsip - prinsip Danton

Sihombing yaitu analisis huruf menurut sudut geometri dapat diterpakan pada aksara

yang terukir di Prasasti Batu Tulis Bogor.

Sudut – sudut geometri yang terbentuk pada aksara yang terukir di Prasasti

Batu Tulis Bogor terdiri dari lima kelompok yaitu :

(53)

b. Kelompok garis lengkung

c. Kelompok garis tegak – lengkung - miring

d. Kelompok garis lengkung – miring

e. Kelompok garis tegak – lengkung – datar

Komponen – komponen garis yang terbentuk pada aksara yang terukir di

Parsasti Batu Tulis Bogor terdiri dari dua unsur yaitu sudut geometri dan sudut tidak

geometri. Karena tidak semua aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor membentuk

sudut yang sempurna.

Aksara pada Prasasti Batu Tulis Bogor yang termasuk kedalam kategori sudut

geometri yaitu sebanyak empat belas aksara yang terdiri dari aksara swara (vokal),

aksara vokalisasi (penanda bunyi) dan aksara konsonan. Sedangkan aksara pada

prasasti yang tidak membentuk sudut geometris sebanyak lima aksara yang terdiri

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Endang, S., Mulyani, Suryo, Respandi, D. ( 2006 ). Pembelajaran IPS

Terpadu Untuk Kelas 7 dan MTS. Kota : Platinum

Kasep, New. ( 2009 ). Prasasti Budaya Sunda. Di akses pada 20 Januari 2010

dari w.w.w :http://newspaper.pikiran-rakyat.com

Kartakusuma, K., Richadiana. ( 2009 ). Aksara Nusantara – Dwiprana. Di akses pada 20 Januari 2010 dari w.w.w:http:wacana@nusantara-online.com

Kusrianto, Adi. ( 2007 ). Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta :

C.V ANDI OFFSET

Hajaruddin. ( 2009 ). Sejarah Kerajaan Pajajaran. Di akses pada 11

November 2009 dari Blog Anti Teroris

Matroji. ( 2008 ). Sejarah 1 SMA/MA. Jakarta : PT Bumi Aksara

Raharja, Firman. ( 2008 ). Harimau Siliwangi. Di akses pada 11 November 2009 dari w.w.w : http multiply.com

Rahmat, Andi. ( 2004 ). Perancangan Aksara Sunda. Laporan Pengantar

Proyek Tugas Akhir- Jurusan Desai Komunikasi Visual. Universitas Komputer Indonesia Bandung.

Safanayong, Yongky. ( 2006 ). Desain Komunikasi Visual Terpadu. Jakarta Barat : ARTE INTERMEDIA

(55)

Soelaeman, Eman. ( 2004 ). Toponimi – Kumpulan Asal Nama Tempat Kota Bogor, kabupaten Bogor dan Kota Depok. Arsip Kota Bogor

Suastika, I Made. ( 2009 ). Bahasa dan Aksara Sebagai Identitas Budaya. Di

akses pada 20 Januari 2010 dari w.w.w:http:wacana@nusantara-online.com

UNICODE AKSARA SUNDA. CD-ROM. Pemerintah Provinsi Jawa Barat – Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat : TIM UNICODE AKSARA SUNDA,

2008.

Harian Pikiran Rakyat (2009). Aksara dan Budaya Sunda

Sumber Lain

Hasil wawancara dengan Ibu Maemunah sebagai penjaga Prasasti Batu tulis

Bogor, pada November 2009.

Hasil wawancara dengan Drs. Dede Kosasih, M.Si. selaku Dosen Fakultas

Gambar

Gambar 2.1 Terminologi Huruf Menurut Prinsip - Prinsip Danton Sihombing
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.10 Prasasti Jambu
+7

Referensi

Dokumen terkait