i
ANALISIS FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT
SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
DYIMES PRESIDIANA WARDHANI J410130114
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
ANALISIS FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT
SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh
DYIMES PRESIDIANA WARDHANI J 410 130 114
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh :
Dosen
Pembimbing
Rezania Asyfiradayati, SKM., MPH NIK. 110.1688
iii
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT
SURAKARTA
OLEH :
DYIMES PRESIDIANA WARDHANI J 410 130 114
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Jumat, 19 Mei 2017 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji
1. Rezania Asyfiradayati, SKM., MPH (Ketua Dewan Penguji)
(...)
2. Anisa Catur Wijayanti, SKM., M.Epid (Anggota I Dewan Penguji)
(...)
3. Kusuma Estu Werdani, SKM., M.Kes (Anggota II Dewan Penguji)
(...)
Dekan
Dr. Suwaji, M.Kes NIK. 195311231983031002
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 19 Mei 2017
Penulis
DYIMES PRESIDIANA WARDHANI J 410 130 114
1
ANALISIS FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT
SURAKARTA
ABSTRAK
Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Tuberkulosis pada anak menyebabkan kematian sebanyak 140.000 setiap tahun. Pada tahun 2016 terdapat 70 kasus tuberkulosis paru pada anak di BBKPM Surakarta dan sebanyak 49 anak berusia balita. Balita mempunyai risiko lebih besar untuk tertular tuberkulosis karena imunitas selularnya belum berkembang sempurna. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru pada balita di BBKPM Surakarta. Jenis penelitian ini adalah observasional menggunakan
pendekatan Case Control dengan perbandingan 1:2. Populasi penelitian adalah seluruh
pasien balita yang menderita tuberkulosisis paru di BBKPM Surakarta pada tahun 2016 dan bertempat tinggal di wilayah Solo raya sebanyak 46 balita dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh. Sebanyak 5 sampel
mengalami drop out sehingga total sampel 41:82 yakni 123 sampel. Analisis data
menggunakan Uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara
riwayat kontak serumah (p=0,000) dan status ekonomi (p=0,000) dengan kejadian tuberkulosis paru pada balita di BBKPM Surakarta, tetapi tidak ada hubungan dengan paparan asap rokok anggota keluarga (p=0,602) dan tingkat pengetahuan ibu tentang tuberkulosis paru (p=0,066).
Kata kunci : Balita, faktor risiko, tuberkulosis paru
ABSTRACT
Tuberculosis is a disease of global concern. Tuberculosis in children causes 140,000 deaths annually. In 2016 there are 70 cases of pulmonary tuberculosis of children in BBKPM Surakarta and as many as 49 children under five years old. Toddlers have a greater risk of contracting tuberculosis because cellular immunity is not fully developed. This study aims to analyze risk factors associated with the incidence of pulmonary tuberculosis in infants at BBKPM Surakarta. The type of this research is observational using Case Control approach with ratio 1: 2. The research population is all under five patients suffering from pulmonary tuberculosis in BBKPM Surakarta in 2016 and residing in Solo region as many as 46 children under five years with sampling technique used is saturated sampling . A total of 5 samples had dropped out so the total sample 41: 82 is 123 samples. Data analysis using Chi-square test. The result of the study showed that there was a correlation between household contact history (p = 0.000) and economic status (p = 0.000) with the incidence of pulmonary tuberculosis in underweight at BBKPM Surakarta, but no association with family cigarette smoke (p = 0.602) Mother about pulmonary tuberculosis (p = 0.066).
2 1. PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Berbagai
upaya pengendalian telah dilakukan untuk menurunkan insidensi dan kematian akibat
tuberkulosis, tetapi pada tahun 2014 tuberkulosis masih menyerang 9,6 juta orang dan
menyebabkan 1,2 juta kematian. Jumlah kasus baru tuberkulosis paru pada tahun 2014
sebanyak 5,2 juta dan sebanyak 3 juta kasus terkonfimasi bakteriologis (WHO, 2015).
Jumlah kasus tuberkulosis di Indonesia terus meningkat. Jumlah kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2015 sebanyak 130 per 100.000 penduduk, meningkat
dibandingkan jumlah kasus baru tuberkulosis pada tahun 2014 sebesar 129 per 100.000
penduduk (Kemenkes, 2016). Di Jawa Tengah jumlah kasus baru tuberkulosis sebesar
89,01 per 100.000 penduduk pada tahun 2014, menurun dibandingkan jumlah kasus
baru tuberkulosis pada tahun 2013 yaitu sebesar 114 per 100.000 penduduk. Jumlah
kasus baru tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis pada tahun 2014 di Jawa
Tengah sebesar 55,99 per 100.000 penduduk (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2015).
WHO (2015) menyatakan kasus baru tuberkulosis di dunia pada usia di bawah
15 tahun mencapai 1 juta dengan jumlah kematian sebanyak 140.000 setiap tahun.
Kemenkes RI (2013) menyatakan bahwa tuberkulosis anak merupakan penyakit
tuberkulosis yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Kasus tuberkulosis pada anak di
Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 proporsi kasus tuberkulosis pada
anak sebesar 7,1%, dan mengalami peningkatan pada tahun 2015 menjadi 8, 59% dari
seluruh kasus tuberkulosis pada semua kelompok umur (Kemenkes, 2016). Di Jawa
Tengah proporsi kasus tuberkulosis anak di antara kasus baru tuberkulosis paru yang
tercatat sebesar 6,63% pada tahun 2014. Kasus tuberkulosis paru pada anak di Balai
Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta sebagian besar terjadi pada usia
balita. Menurut Soetjiningsih (2002), balita merupakan anak usia di bawah lima tahun.
Kasus tuberkulosis paru anak pada tahun 2013 yakni 93 kasus, dan sebanyak 69 anak
berusia balita. Kasus tuberkulosis paru anak meningkat pada tahun 2014 menjadi 106
kasus dan sebanyak 83 anak berusia balita. Kasus tuberkulosis anak pada tahun 2015
yakni 89 kasus, dan sebanyak 67 anak berusia balita. Kasus tuberkulosis paru anak pada
tahun 2016 yakni 70 kasus dan sebanyak 49 anak berusia balita (BBKPM, 2016).
Balita mempunyai risiko lebih besar untuk tertular tuberkulosis karena imunitas
3
menyebabkan hemoptisis berat yang dapat mengakibatkan kematian (Rahajoe et.al,
2015). Faktor risiko terjadinya infeksi tuberkulosis paru pada balita antara lain kontak
dengan penderita tuberkulosis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat dan tingkat
pengetahuan orang tua yang rendah (Rahajoe et.al 2015, Ngastiyah 2005). Kemenkes
(2013) menyatakan bahwa sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien tuberkulosis
paru dewasa dengan BTA sputum positif akan terinfeksi tuberkulosis. Salah satu faktor
utama berkembangnya kuman Mycobacterium tuberculosis di Indonesia yaitu status
ekonomi yang rendah karena ketidakmampuan menciptakan lingkungan rumah dan
sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan. Lingkungan rumah yang tidak sehat
meningkatkan risiko penularan tuberkulosis paru. Tingkat pengetahuan ibu merupakan
faktor penting dalam melindungi balita dari infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis.
Kemenkes (2014) menyatakan lebih dari 43 juta anak Indonesia serumah dengan
perokok dan terpapar asap tembakau. Anak yang terpapar asap tembakau dapat
mengalami pertumbuhan paru yang lambat, sehingga mudah terkena infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah riwayat kontak serumah, status
ekonomi, paparan asap rokok anggota keluarga, pengetahuan ibu tentang tuberkulosis
paru merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru pada balita di BBKPM
Surakarta.
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan
pendekatan Case Control, yang merupakan penelitian analitik (Notoatmodjo, 2012).
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2017. Tempat penelitian di Solo raya yang
meliputi Kabupaten Sragen, Karanganyar, Surakarta, Sukoharjo, Wonogiri, Klaten, dan
Boyolali
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien balita yang menderita
tuberkulosisis paru di BBKPM Surakarta pada tahun 2016 dan bertempat tinggal di
wilayah Solo raya yaitu 46 balita. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada
kelompok kasus adalah sampling jenuh. Sampling jenuh merupakan cara pengambilan
sampel dengan mengambil semua anggota populasi untuk dijadikan sampel (Hidayat,
4
sedangkan 5 responden mengalamidropped out. Penelitian ini menggunakan rancangan
kasus kontrol dengan perbandingan 1 : 2, sehingga jumlah seluruh sampel 41: 82 yakni
123 sampel.
Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat.
Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase dari
variabel yang diteliti. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
masing-masing variabel bebas yaitu riwayat kontak serumah, status ekonomi, paparan
asap rokok anggota keluarga, tingkat pengetahuan ibu, dengan variabel terikat kejadian
tuberkulosis paru pada balita menggunakan uji statistik Chi-Square
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Responden
Sampel dalam penelitian ini adalah balita, tetapi melibatkan ibu dari balita
sebagai responden penelitian.
3.1.1 Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Karateristik Responden
Karakteristik Responden Kasus Kontrol
N % n %
Kabupaten
Surakarta 16 39 32 39
Karanganyar 8 19,5 16 19,5
Wonogiri 2 4,9 4 4,9
Boyolali 6 14,6 12 14,6
Sragen 4 9,8 8 9,8
Klaten 1 2,4 2 2,4
Sukoharjo 4 9,8 8 9,8
Usia
20-<30 tahun 14 34,1 32 39
30-<40 tahun 23 56,1 35 42,7
40-<50 tahun 4 9,8 15 18,3
Pekerjaan
Ibu rumah tangga 23 56,1 57 69,5
Swasta 9 22 20 24,2
Wiraswasta 8 19,5 4 4,9
PNS 1 2,4 1 1,2
Pendidikan Terakhir
SD 2 4,9 9 11,0
SMP 8 19,5 21 25,6
SMA 22 53,7 37 45,1
5
Berdasarkan Tabel 1 diketahui paling banyak responden berasal dari Kabupaten
Surakarta sebanyak 16 orang (39%). Berdasarkan karakteristik umur sebagian besar
responden berusia 30-<40 tahun, yakni pada kelompok kasus sebanyak 23 orang
(56,1%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 35 orang (42,7%).
Berdasarkan jenis pekerjaan sebagian besar responden merupakan ibu rumah
tangga, yakni pada kelompok kasus sebanyak 23 orang (56,1%) dan pada kelompok
kontrol sebanyak 57 orang (69,5%). Berdasarkan pendidikan terakhir sebagian besar
responden merupakan tamatan SMA, yakni pada kelompok kasus sebanyak 22 orang
(53,7%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 37 orang (45,1%).
3.2.2 Karakteristik Sampel Penelitian
Tabel 2. Distribusi Karateristik Sampel Penelitian
Karakteristik Sampel Kasus Kontrol
n % n %
Usia Anak
< 1 tahun 0 0 12 14,6
1-<2 tahun 8 19,5 18 22
2-<3 tahun 13 31,7 26 31,7
3-<4 tahun 7 17,1 14 17,1
4-<5 tahun 13 31,7 12 14,6
Total 41 100 82 100
Usia Terdiagnosis TB Paru
Tidak Pernah 0 0 82 100
< 1 tahun 5 12,2 0 0
1-<2 tahun 12 29,3 0 0
2-<3 tahun 10 24,4 0 0
3-<4 tahun 9 22,0 0 0
4-<5 tahun 5 12,2 0 0
Total 41 100 82 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 18 43,9 41 50
Perempuan 23 56,1 41 50
Total 41 100 82 100
Status BCG
Tidak 0 0 0 0
Iya 41 100 82 100
Total 41 100 82 100
Anak ke
Pertama 17 41,5 28 34,1
Kedua 17 41,5 35 42,7
Ketiga 7 17,1 16 19,5
>3 0 0 3 3,7
6
Berdasarkan Tabel 2 diketahui paling banyak sampel berusia 2-3 tahun, yakni
pada kelompok kasus sebanyak 13 anak (31,7%) dan pada kelompok kontrol sebanyak
26 anak (31,7%). Berdasarkan usia saat terdiagnosisi tuberkulosis paru, sampel pada
kelompok kasus paling banyak terdiagnosis tuberkulosis paru pada usia 1-<2 tahun
yakni sebanyak 12 anak (29,3%). Pada kelompok kontrol tidak ada anak yang
terdiagnosis tuberkulosis paru.
Berdasarkan jenis kelamin sebagian besar kelompok kontrol adalah perempuan
yakni sebanyak 18 anak (43,9%). Pada kelompok kontrol jumlah sampel laki-laki dan
perempuan sama yakni masing-masing 41 anak (50%). Berdasarkan status imunisasi
BCG semua sampel telah diberikan imunisasi BCG (100%). Sebagian besar kelompok
kasus merupakan anak pertama dan kedua dengan jumlah yang sama yakni
masing-masing 17 anak (41,5%). Pada kelompok kontrol paling banyak merupakan anak kedua
yakni sebanyak 35 anak (42,7%).
3.2 Analisis Bivariat
3.2.1 Hubungan antara Riwayat Kontak Serumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
pada Balita di BBKPM Surakata
Tabel 3. Hubungan antara Riwayat Kontak Serumah dengan Kejadian Tuberkulosis
Paru pada Balita di BBKPM Surakata
Riwayat Kontak Serumah Kasus Kontrol p value
n % n %
Ya 20 48,8 0 0 0,000
Tidak 21 51,2 82 100
Jumlah 41 100 82 100
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,000 yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara riwayat kontak serumah dengan kejadian tuberkulosis paru
pada balita. Nilai OR pada penelitian ini tidak dihasilkan karena terdapat salah satu sel
yang kosong. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ajiz et.al (2009) dan Halim
et.al (2015).
Riwayat kontak serumah dengan penderita tuberkulosis paru merupakan hal
yang sangat penting untuk diperhatikan. Menurut Kemenkes (2013) anak dengan
kejadian tuberkulosis paru harus dicari sumber penularan dengan melakukan identifikasi
terhadap keluarga yang tinggal serumah. Selain itu untuk mencegah kejadian
7
dilakukan pemberian kemprofilaksis. BBKPM Surakarta hanya melakukan pengobatan
bagi pasien yang datang ke BBKPM Surakarta dan tidak melakukan pencarian kasus
baru tuberkulosis secara aktif.
Crofton et.al (2002) menyatakan bahwa anak yang terinfeksi tuberkulosis
hampir selalu tertular oleh anggota keluarganya. Selain itu Chin (2009) menyatakan
bahwa bahwa keluarga yang tinggal serumah dengan penderita tuberkulosis paru
mempunyai risiko yang lebih besar untuk tertular tuberkulosis paru karena tidak dapat
menghindari kontak dengan penderita. Pajanan kuman Mycobacterium tuberkulosis
selama jangka waktu yang lama dan dalam satu rumah menyebabkan risiko terinfeksi
sebesar 30%. Eka (2013) menyatakan bahwa tingkat penularan tuberkulosis paru di
lingkungan keluarga cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan
kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Hal tersebut terjadi karena adanya penderita
tuberkulosis di rumah meningkatkan frekuensi dan durasi kontak dengan.
3.2.2 Hubungan antara Status Ekonomi dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada
Balita di BBPKM Surakata
Tabel 4. Hubungan antara Status Ekonomi dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada
Balita di BBKPM Surakata
Status Ekonomi Kasus Kontrol p value OR 95% CI
n % n %
Rendah 21 51,2 15 18,3 0,000 4,690 2,046-10,753
Tinggi 20 48,8 67 81,7
Jumlah 41 100 82 100
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,000 yang menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi dengan kejadian
tuberkulosis paru pada balita. Nilai OR= 4,690 (95% CI 2,046-10,753) sehingga dapat
diartikan bahwa balita yang memiliki status ekonomi rendah berisiko sebesar 4,690 kali
untuk menderita tuberkulosis paru. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ajiz
et.al (2009) dan Rakhmawati et.al (2009).
Achmadi (2008) menyatakan jika status ekonomi yang rendah berkaitan
dengan ketidakmampuan membuat rumah yang memenuhi syarat kesehatan, kurangnya
pemenuhan gizi, serta kurangnya mendapat jangkauan pelayanan kesehatan. Responden
menyatakan bahwa penderita tuberkulosis paru baru memeriksakan ke pelayanan
8
tuberkulosis paru baru diketahui ketika memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan,
tetapi sebelumnya sudah bisa menjadi sumber penularan tuberkulosis paru di
lingkungannya. Padahal BBKPM Surakarta merupakan salah satu pelayanan kesehatan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Selain itu sebagian besar pendidikan ibu
merupakan tamatan SMA (53,7%), sehingga seharusnya memiliki pengetahuan atau
kemampuan untuk akses informasi yang baik.
3.2.3 Hubungan antara Paparan Asap Rokok Anggota Keluarga dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru pada Balita di BBKPM Surakata
Tabel 5. Hubungan antara Paparan Asap Rokok Anggota Keluarga dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru pada Balita di BBKPM Surakata
Paparan Asap Rokok Anggota Keluarga
Kasus Kontrol p value
n % n %
Ya 26 63,4 48 58,5 0,602
Tidak 15 36,6 34 41,5
Jumlah 41 100 82 100
Berdasarkan hasil uji statistik dari penelitian ini didapatkan nilai p value 0,602
yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara paparan asap rokok anggota
keluarga dengan kejadian tuberkulosis paru pada balita. Hal ini dikarenakan proporsi
balita yang terpapar rokok antara kelompok kasus (63,4%) dan kelompok kontrol
(58,5%) tidak berbeda jauh. Padahal sebagian besar pekerjaan ibu baik pada kelompok
kasus (56,1%) maupun kelompok kontrol (69,5%) adalah sebagai ibu rumah tangga,
sehingga seharusnya pengawasan atau perlindungan terhadap balita dari paparan asap
rokok akan lebih baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wiharsimi (2013)
dan Halim et.al (2009).
Meskipun hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan namun
dilihat dari proporsi balita yang terpapar asap rokok anggota keluarga lebih banyak pada
kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol. Merokok dapat mengganggu
efektifitas sebagian mekanisme pertahanan respirasi, hasil dari asap rokok dapat
merangsang pembentukan mukosa dan menurunkan pergerakan silia sehingga
menyebabkan terjadinya penimbunan mukosa dan peningkatan risiko pertumbuhan
bakteri termasuk kuman Mycobacterium tuberkulosis yang berakibat pada rentannya
9
3.2.4 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Tuberkulosis Paru dengan
Kejadian Tuberkulosis Paru pada Balita di BBKPM Surakata
Tabel 6. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Tuberkulosis Paru dengan
Kejadian Tuberkulosis Paru pada Balita di BBKPM Surakata
Tingkat Pengetahuan Ibu Kasus Kontrol p value
n % n %
Kurang 11 26,8 36 43,9 0,066
Baik 30 73,2 46 56,1
Jumlah 41 100 82 100
Berdasarkan hasil uji statistik dari penelitian ini didapatkan nilai p value
0,066 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
tentang tuberkulosis paru dengan kejadian tuberkulosis paru pada balita. Hal ini
dikarenakan sebagian besar ibu baik pada kelompok kasus (73,2%) maupun kelompok
kontrol (56,1%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang tuberkulosis paru.
Sebagian besar ibu baik pada kelompok kasus (75,7%) maupun kelompok kontrol
(63,4%) merupakan tamatan SMA dan perguruan tinggi sehingga sudah memiliki
pengetahuan atau kemampuan untuk akses informasi yang baik. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Wiharsimi (2013) dan Roswendi (2009).
Sebagian besar responden menjawab pertanyaan dengan benar. Persentase
jawaban benar untuk pertanyaan penyebab 72%, penularan 80%, gejala 98%,
pencegahan 78% dan pengobatan 77%. Dari beberapa pertanyaan yang diajukan,
persentase jawaban benar yang lebih sedikit yaitu mengenai penyebab (72%) dan
pengobatan (77%). Sebanyak 28% responden menyatakan bahwa tuberkulosis paru
merupakan penyakit keturunan. Selain itu sebanyak 23% responden tidak mengetahui
pengobatan tuberkulosis dengan benar.
Proporsi ibu yang memiliki pengetahuan baik tentang tuberkulosis paru lebih
banyak pada kelompok kasus (73,2%) dari pada kelompok kontrol (56,1%) dikarenakan
wawancara dilakukan setelah balitanya menderita tuberkulosis paru dan sebagian besar
balita telah menyelesaikan pengobatannya. Selama proses pengobatan responden telah
mendapatkan edukasi tentang tuberkulosis paru. Menurut Notoatmodjo (2011)
pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan. Ibu
10
penularan yang ada di rumahnya untuk tidak menginfeksi anggota keluarga lainnya,
serta dapat menjaga balita agar tidak tertular tuberkulosis paru.
4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Karakterisik responden paling banyak berasal dari kabupaten Surakarta (39,0%),
berusia 30-< 40 tahun (kelompok kasus 56,1%, kelompok kontrol 42,7%), sebagai ibu
rumah tangga (kelompok kasus 56,1%, kelompok kontrol 69,5%) dan pendidikan
terakhir adalah tamatan SMA (kelompok kasus 53,7%, kelompok kontrol 45,1%).
Karakteristik sampel sebagian besar berusia 2-3 tahun (kelompok kasus 31,7%,
kelompok kontrol 31,7%), semua sampel sudah mendapatkan imunisasi BCG (100%).
Pada kelompok kasus usia paling banyak terdignosis tuberkulosis paru yakni usia 1-<2
tahun (29,3%), jenis kelamin perempuan (56,1% ) serta merupakan anak pertama dan
kedua (masing-masing 41,5%). Pada kelompok kontrol tidak ada yang terdiagnosis
tuberkulosis paru, jenis kelamin perempuan dan laki-laki sama (masing-masing 50%),
serta merupakan anak kedua (42,7%).
Ada hubungan antara riwayat kontak serumah (p value 0,000) dan status
ekonomi (p value 0,000; OR= 4,690; 95% CI= 2,046-10,753) dengan kejadian
tuberkulosis paru pada balita di BBKPM Surakarta (p value 0,000). Tidak ada hubungan
antara paparan asap rokok anggota keluarga (p value 0,602) dan tingkat pengetahuan
ibu tentang tuberkulosis paru(p value 0,066) dengan kejadian tuberkulosis paru pada
balita di BBKPM Surakarta.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi BBKPM Surakarta
Melakukan kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten dalam rangka pencarian
kasus baru secara aktif, memberikan kemoprofilaksis bagi balita yang tinggal serumah
dengan penderita tuberkulosis paru, mengoptimalkan pemantauan dan pengobatan
tuntas pada balita yang terdiagnosis tuberkulosis, memberikan penyuluhan kepada
masyarakat tentang penyebab dan pengobatan tuberkulosis paru serta meningkatkan
11
sehingga masyarakat dengan status ekonomi rendah tidak perlu takut untuk
memeriksakan diri maupun melakukan pengobatan.
4.2.2 Bagi Masyarakat
Keluarga terutama ibu perlu menjaga balita dari kontak langsung dengan penderita
tuberkulosis paru, serta meningkatkan pengetahuan tentang penyebab tuberkulosis paru.
4.2.3 Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain dapat menggunakan kelompok kontrol yang diambil dari balita yang tidak
terdianogsis paru berdasarkan uji laboratrium dan diagnosis dokter serta melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian
tuberkulosis paru pada balita seperti status gizi dan kondisi fisik rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi U.F. (2008). Manajemen Penyakit Berbasi Lingkungan. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Ajiz E., Mulyani N.S, Pramono D. (2009). Hubungan antara Faktor-faktor Eksternal
dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis pada Balita. Berita Kedokteran
Masyarakat, Vol. 25, No. 3, September 2009.
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. (2016). Data Pasien Tuberkulosis
Anak Tahun 2013-2016. Surakarta: BKKPM Surakarta.
Chin J. (2009). Manual Pemberantasan Penyakit Menular (I Nyoman Kandun,
Penerjemah). Jakarta: Infomedika.
Crofton J., Horne N., Miller F. (2002). Tuberklosis Klinis (Muherman Harun,
Penerjemah). Jakarta: Widya Medika.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2014. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Eka F. (2013). Faktor Risiko yang berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru.
[Skripsi Ilmiah]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Halim, Naning R., Satrio D.B. (2015). Faktor Risiko Kejadian TB Paru pada Anak Usia
1-5 Tahun di Kabupaten Kebumen. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri
Sains. Volume 17, Nomor 2, Juli-Desember 2015.
Hidayat A.A.A. (2010). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Surabaya:
Health Books Publishing.
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Informasi tentang Penanggulangan Masalah
12
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Perilaku Merokok Masyarakat Indonesia
Berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2013. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Notoadmojo S. (2011). Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoadmojo S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rahajoe N., Supriyanto B., Setyanto D.B. (2015). Buku Ajar Respilogi Anak. Jakarta:
Bada Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Rakhmawati W., Fatimah S., Nurhidayah I. (2009). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Tuberkulosis pada Anak di Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. [Laporan Akhir Penelitian]. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Roswendi A. S. (2009). Faktor Determinan Kejadian TB Paru pada Anak di Kabupaten
Purworejo Provinsi Jawa Tengah. [Tesis Ilmiah]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Soetjiningsih. (2002). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Wiharsimi W. (2013). Hubungan Faktor Kontak, Karakteristik Balit dan Orang Tua
dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Balita di RSPI. Prof. dr. Sulianti Saroso tahun 2012. [Skripsi Ilmiah]. Depok: Universitas Indonesia.
World Health Organization. (2015). Global Tuberculosis Report 2015. Geneva: World