HUBUNGAN ANDROPAUSE DENGAN DEPRESI PADA KARYAWAN DI LINGKUNGAN KANTOR PUSAT UNIVERSITAS LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
TETRA ARYA SAPUTRA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN ANDROPAUSE AND DEPRESSION OF LAMPUNG UNIVERSITY CENTRAL OFFICE's EMPLOYEES
By
Tetra Arya Saputra
Andropause is a syndrome on male which can decrease reproductive ability; it caused several effects such as anxiety, fatigue, libido reduction, behavior’s changing, and depression. Depression as andropause manifestation was caused by the low testosterone level. The aim of this research was to determine the correlation between andropause and depression in Lampung University central office's employees.
The results showed 37 samples (56%) were andropause and 29 samples (44%) were not. 35 samples (52%) were depression and 31 samples (47%) were not. Depression status on andropause was 28 samples (42,4%) got mild depression, 3 samples (4,5%) got intermediate, 1 sample (1,5%) got severe depression. Analysis results derived p value 0,0001. In conclusion,there is significant correlation between andropause and depression of lampung university's employees.
ABSTRAK
HUBUNGAN ANDROPAUSE DENGAN DEPRESI PADA KARYAWAN DI LINGKUNGAN KANTOR PUSAT UNIVERSITAS LAMPUNG
Oleh
Tetra Arya Saputra
Andropause merupakan sindrom pada pria dimana terjadi penurunan kemampuan reproduksi yang menimbulkan gangguan seperti gelisah, mudah lelah, menurunya libido, perubahan tingkah laku, dan keluhan depresi. Depresi yang timbul sebagai manifestasi dari andropause, merupakan akibat dari rendahnya kadar testosteron. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan andropause dengan depresi pada karyawan di Lingkungan Universitas Lampung.
Hasil penelitian didapatkan sebanyak 37 orang (56%) mengalami andropause dan 29 orang (44%) tidak mengalami andropause. Responden yang mengalami depresi sebanyak 35 orang (52%) dan yang tidak mengalami depresi 31 orang (47%). Status depresi pada andropause yaitu 5 (7,6%) orang tidak depresi, 28 orang (42,4%) depresi ringan, 3 orang (4,5%) depresi sedang dan 1 orang (1,5%) depresi berat. Pada hasil analisis didapatkan p value sebesar 0,0001. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara keadaan andropause dan depresi pada karyawan di Lingkungan Universitas Lampung.
HUBUNGAN ANDROPAUSE DENGAN DEPRESI PADA KARYAWAN DI LINGKUNGAN KANTOR PUSAT UNIVERSITAS LAMPUNG
Oleh
TETRA ARYA SAPUTRA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : HUBUNGAN ANDROPAUSE DENGAN DEPRESI PADA KARYAWAN DI LINGKUNGAN KANTOR PUSAT UNIVERSITAS LAMPUNG
Nama Mahasiswa : Tetra Arya Saputra Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011082 Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
2. Dekan Fakultas Kedokteran Dr. Fitria Saftarina, M.Sc.
NIP 197809032006042001
dr. Diana Mayasari NIP 198409262009122002
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : dr. Fitria Saftarina, M. Sc
Sekretaris : dr. Diana Mayasari.
Penguji
Bukan Pembimbing : dr. Khairun Nisa, M. Kes, AIFO
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 22 Januari 2013 Dr. Sutyarso, M.Biomed.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 31 Juli 1991, sebagai anak keempat dari empat bersaudara, dari Bapak Drs. H. Sachrani. dan Ibu Dra. Hj. Nurhidayah.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Al Azhar Kota Bandar Lampung pada tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Perumnas Way Halim Bandar Lampung pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 10 Bandar Lampung pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 3 Bandar Lampung pada tahun 2009.
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa terhaturkan kepada junjungan kita, Rasululloh SAW.
Skripsi dengan judul “Hubungan Andropause Dengan Depresi Pada Karyawan Di Lingkungan Kantor Pusat Universitas Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam penulisan skripsi ini dan selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, penulis telah banyak mendapat bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;
4. dr. Diana Mayasari, selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. dr. Khairun Nissa, M. Kes, AIFO., selaku Penguji Utama. Terima kasih atas waktu, ilmu serta saran-saran yang telah diberikan;
6. dr. H. Masykur Berawi, Sp. A, dan dr. Rizki Hanriko selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat dan dukungan moril selama masa perkuliahan;
7. Seluruh Staf Dosen dan seluruh Staf karyawan FK Unila;
8. Bapak – bapak karyawan Rektorat Universitas Lampung yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi responden penelitian;
9. Ayahanda (Sachrani) dan Ibunda (Nurhidayah) tercinta yang telah membesarkan penulis, yang selalu menyebut nama penulis dalam doanya, membimbing, mendukung, memberikan yang terbaik dan yang selalu sabar menanti keberhasilan penulis;
10.Kakak – kakakku Kak Isto, Yuk Tikha, Kak Aslam, Yuk Opi, Kak Chan, Yuk Nuri yang selalu memberi doa, bantuan, perhatian, kasih sayang dan semangat. Keponakanku Ayuk Zahra, Kakak Dzaky dan Adek Savira yang menghilangkan kejenuhan dikala datang dan terimakasih atas keceriannya; 11.Keluarga besar Ayah dan Ibu serta seluruh sepupuku tersayang yang telah
memberikan perhatian, dukungan, doa dan keceriaan yang telah diberikan; 12.Sahabat dan keluarga baru Sandi Falenra, Fajar Alhabibi, H. Sahdiah, Putri
13.Teman seperjuangan Eka C., Elis S. A., Nabila P. A., Nirmala A. P., Hilman F., Harli F., Arif Y. P., R. Dicky W., Angga N., Rizka A, DM, dan Fahmi A. atas bantuannya;
14.Geta, kak Bobby, Ahmad atas semangat dan kebersamaannya. Adik devi, vivi, imay, atas bantuan penelitiannya dan kehadirannya dalam seminar; 15.Suhendri, Zelwia, Hafiz, Meli, Tuti, Rani dan keluarga Bawang yang telah
memberikan suport dalam perkuliahan, keceriaan dan kebersamaannya. 16.Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 (Dorland), yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Banyak hal yang telah kita lalui bersama, semoga makin kompak.
17.Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya (angkatan 2002–2012) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.
18.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah menyumbangkan pemikirannya dalam pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Semoga segala perhatian, kebaikan dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan dari Allah SWT. Terima kasih
Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan... 4
D. Manfaat... 5
E. Kerangka Pemikiran... 6
F. Hipotesis... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Andropause 1. Definisi... 9
2. Gejala dan Tanda... 10
3. Faktor... 11
4. Diagnosis... 14
B. Depresi 1. Definisi... 15
2. Epidemiologi... 16
3. Etiologi... 17
4. Gejala... 21
5. Diagnosa... 23
ii
C. Hubungan Andropause dengan Depresi... 27
III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... 30
B. Tempat Dan Waktu Penelitian... 30
C. Populasi Dan Sampel ... 30
D. Variabel Penelitian... 32
E. Definisi Operasional... 33
F. Metode Pengumpulan Data... 33
G. Pengolahan Dan Analisis Data... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 36
B. Pembahasan... 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 50
B. Saran... 51
DAFTAR PUSTAKA... 52
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Andropause merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia dimana terjadi penurunan kemampuan reproduksi. Andropauseatau PADAM (Partial Androgen Deficiency in Aging Men) adalah suatu istilah yang paling sering digunakan untuk menggambarkan kondisi pria di atas umur pertengahan atau tengah baya yang mempunyai kumpulan gejala, tanda dan keluhan mirip dengan menopause pada wanita. Meski keluhannya mirip dengan menopause, tetapi tidak berarti bahwa kondisi dan keluhannya akan sama persis seperti pada wanita (Setiawati, 2006). Hormon yang turun pada andropause ternyata tidak hanya testosteron saja, melainkan penurunan multi hormonal yaitu penurunan hormon DHEA, DHEAS, Melantonin, Growth Hormon, dan IGFs (Insulin like growth factors) (Setiawan, 2007).
2
matahari, stres, gaya hidup tidak sehat, merokok, pola tidur, dan pola makan tidak seimbang (Isnawati, 2008).
Data di negara barat menyebutkan bahwa sindrom andropause ini dialami oleh sekitar 15 % pria umur 40-60 tahun, sebagian lagi telah dialami dan
dimulai pada umur sekitar 30 tahun dengan penderita kurang dari 5 %. Prevalensi andropause pada pria usia 30 tahun ke atas di Kabupaten
Bantul Propinsi D.I. Yogyakarta sebesar 43,34% dengan distribusi 34,17% mengalami gejala andropause ringan, 1,67 % sedang, dan tidak didapatkan responden yang mengalami gejala andropause berat dan sangat berat (Setiwati, 2006).
Manifetasi yang dapat muncul pada andropause adalah gangguan vasomotor, gangguan virilitas, gangguan seksual, gangguan fungsi kognitif dan suasana hati. Bentuk gangguan–gangguan tersebut seperti gelisah, takut, mudah lelah, menurunya libido, perubahan tingkah laku, menurunnya motivasi, berkurangnya ketajaman mental, dan keluhan depresi (Setiawan, 2007).
3
merasa rendah diri, merasa lemah, gangguan memori, kelelahan, berkurangnya kemampuan intelektual, berkurangnya minat terhadap keadaan sekitar, dan hipokondriasis. Kesemuanya merupakan gejala klinik dari depresi (Pazuchowski, 2009).
Depresi merupakan penyakit serius dan merupakan masalah kesahatan publik
(Genud, dkk, 2009). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan
bahwa secara global di seluruh dunia, saat ini ada 350 juta orang terkena
depresi. Jumlah ini merupakan lima persen dari populasi penduduk di seluruh
dunia (Bararah, 2012).
Prevalensi depresi oleh kriteria DSM atau ICD adalah 16,3% (13,4—19,5); untuk DSM yang mendefinisikan depresi mayor adalah 14,9% (12,2—17,7) dan untuk DSM yang mendefinisikan depresi minor, yakni 19,2% (9,1—31,9) (Mitchell, 2011). Sedangkan untuk depresi berat yang merupakan suatu penyakit serius, diderita 5% populasi pria pertahun, serta 17% pria selama kehidupannya. Frekuensi depresi berat meningkat sesuai pertambahan umur dan menjadi lebih sering setelah usia 40 tahun, sebanding dengan penurunan kadar testosteron (Bexton, 2001).
4
dan perubahan perilaku yang merusak seperti agresitivitas, kekerasan, mengonsumsi alkohol, obat–obatan terlarang dan merokok (Lumongga, 2009). Dampak paling buruk depresi dapat menyebabkan bunuh diri. Meskipun itu bukan satu-satunya penyebab, tapi hampir satu juta nyawa
hilang setiap tahunnya dan lebih dari setengahnya mengalami depresi
(Bararah, 2012).
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti apakah terdapat hubungan antara andropause dengan depresi pada karyawan di lingkungan Universitas Lampung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: Adakah hubungan andropause dengan depresi pada karyawan di Lingkungan Kantor Pusat Universitas Lampung ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum:
5
1. Tujuan Khusus:
1. Untuk mengetahui prevalensi andropause pada karyawan di Lingkungan Kantor Pusat Universitas Lampung.
2. Untuk mengetahui prevalensi depresi pada karyawan di Lingkungan Kantor Pusat Universitas Lampung.
3. Untuk mengetahui adanya hubungan andropause dengan depresi pada karyawan di Lingkungan Kantor Pusat Universitas Lampung.
D. Manfaat
1. Manfaat Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan mengenai andropause dan depresi serta menambah pengalaman dalam hal penulisan.
2. Manfaat Bagi Masyarakat
6
3. Manfaat Bagi Pendidikan
Dapat memberikan bukti-bukti empiris tentang hubungan teoritis andropause dengan depresi, sehingga memberikan informasi bagi pengembangan ilmu kedokteran dan kesehatan reproduksi pria.
4. Manfaat Bagi Peneliti Lain
Sebagai referensi dalam penelitian lebih lanjut.
E. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Teori
7
Gambar 1. Kerangka teori (Setiawan, 2007., Pazuchowski, 2009)
2. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep
Penurunan kadar hormon testosteron, DHEA/DHEAS, Melatonin, GH, IGFs
Andropause
Depresi
Andropause Variabel Bebas Penurunan kadar hormon testosteron,
DHEA/DHEAS, Melatonin, GH, IGFs
Depresi Variabel Terikat
Faktor Depresi :
• Faktor biologis
• Faktor genetika
• Faktor psikososial
[image:24.595.153.487.319.669.2]8
F. Hipotesis
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Andropause
1. Definisi
10
2. Gejala dan tanda
Menurut Setiawan (2010) Gejala dan keluhan yang timbul pada pria andropause bersifat kompleks. Gejala dan keluhan tersebut meliputi: 1. Aspek Vasomotor
Gejala dan keluhan yang timbul antara lain gejolak panas, berkeringat, susah tidur (insomnia), dan rasa gelisah dan takut.
2. Aspek Fungsi Kognitif dan Suasana Hati
Gejala dan keluhan yang timbul antara lain mudah lelah, menurunnya motivasi, berkurangnya ketajaman mental/intuisi, keluhan depresi, hilangnya rasa percaya diri.
3. Aspek Virilitas
Gejala dan keluhan yang timbul antara lain menurunnya kekuatan dan berkurangnya tenaga, menurunnya kekuatan dan massa otot, kehilangan bulu-bulu seksual tubuh, penumpukan lemak pada daerah abdominal, serta osteoporosis.
4. Aspek Seksual
11
3. Faktor
Menurut Setiawan (2010), andropause dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
1. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berperan dalam terjadinya andropause ialah adanya pencemaran lingkungan yang bersifat kimia, psikis, dan faktor diet atau makanan. Faktor yang bersifat kimia yaitu pengaruh bahan kimia yang bersifat estrogenic. Bahan kimia tersebut antara lain DDT, asam sulfur, difocol, pestisida, insektisida, herbisida, dan pupuk kimia. Efek estrogenik yang ditimbulkan dari bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan penurunan hormon testosteron. Sedangkan faktor psikis yang berperan yaitu kebisingan, ketidaknyamanan, dan keamanan tempat tinggal. Dan faktor diet yang berpengaruh yaitu kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan diet yang tidak seimbang.
2. Faktor Organik
Faktor organik yang berperan dalam terjadinya andropause yaitu adanya perubahan hormonal. Pada pria yang telah mengalami penuaan, perubahan hormonal yang terjadi antara lain:
a. Hormon Testosteron
12
2% hormon testosteron berada dalam bentuk bebas (tidak terikat), sisanya terikat pada Sex Hormone Binding Globulin (SHBG), dan hanya sedikit yang terikat pada albumin serta cortisol binding globulin. Sedangkan yang menunjukkan bioavailabilitas testosteron ialah yang memiliki bentuk bebas dan terikat pada albumin, bukan yang terikat pada SHBG. Pada usia lanjut terdapat penurunan jumlah testosteron bebas dan bioavailabilitasnya, seiring dengan meningkatnya SHBG. Kondisi yang dapat mempengaruhi penurunan kadar hormon testosteron ialah penuaan, keturunan, peningkatan BMI, stress fisik maupun psikis, dan atrofi testis akibat trauma, orchitis, serta varikokel. Sedangkan kondisi yang mempengaruhi peningkatan SHBG, sehingga dapat mempengaruhi jumlah testosteron bebas adalah obat-obatan. Obat yang dapat meningkatkan SHBG antara lain estrogen, obat anti epilepsi, serta golongan barbiturate. Selain itu SHBG dapat meningkat akibat penurunan Insulin Growth Factor-1 (IGF-1).
b. Hormon dehydroepiandrosteron (DHEA) dan dehydroepiandrosteron sulphate (DHEAS)
13
berbentuk ikatan dengan sulfat disebut sebagai dehydroepiandrosteron sulfat (DHEAS). Konsentrasi DHEAS dalam darah kira-kira 300-500 kali konsentrasi konsentrasi DHEA. Sekresi DHEAS selain oleh kelenjar adrenal, sebagian kecil berasal dari konversi DHEA jaringan perifer. Hormon DHEAS, terutama akan dimetabolisir menjadi DHEA, kemudian berubah lagi menjadi α5-androstenedion, kemudian akhirnya
menjadi testosteron. Sisanya, sebagian kecil akan dimetabolisir menjadi α5-androstenediol sulfat tanpa kehilangan gugus
sulfatnya dan atau sebaliknya. DHEA dalam sirkulasi kebanyakan berasal dari DHEAS dan sebagian kecil berasal dari kelenjar adrenal. DHEA yang berasal dalam sirkulasi sebagian besar terikat albumin, sisanya pada SHBG dan dalam bentuk bebas. Puncak kadar DHEA/DHEAS ialah pada umur 20-30 tahun. Berikutnya mulai terjadi penurunan secara perlahan-lahan dengan kecepatan kira-kira 2% per tahun.
3. Faktor Psikogenik
Faktor-faktor psikogenik yang sering dianggap dapat mendorong timbulnya keluhan adropause antara lain:
1) Pensiun;
14
Untuk mekanisme pasti mengenai hubungan berbagai gangguan psikologis dalam terjadinya berbagai keluhan pria andropause, belumlah begitu jelas. Akan tetapi berbagai gangguan psikologis tersebut dapat menurunkan kadar testosteron dalam darah perifer.
4. Diagnosis
Menurut Indrayanto (2009) dalam menegakkan diagnosa andropause dapat dilakukan dengan cara yaitu:
1. Perubahan Hormonal, dengan pemeriksaan laboratorium mengukur kadar testosteron serum, total testosteron, testosteron bebas, SHBG, DHEA, DHEAs, dll.
2. Perubahan Mental dan Fisik, dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik, fungsi tubuh, dan pemeriksaan psikologi.
3. Perubahan Tingkah Laku, dikonfirmasi dengan alloanmnesa.
15
terbukti mempunyai sensitivitas 88% dan spesifitas 60% serta akan mengenal andropause simptomatik pada sebagian besar kasus.
B. Depresi
1. Definisi
16
2. Epidemiologi
Menurut Kaplan (1997): 1. Jenis Kelamin
Pada pengamatan yang hampir universal, terlepas dari kultur atau negara, terdapat prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki.
2. Usia
Rata-rata onset untuk gangguan depresif berat adalah kira – kira 40 tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20-50 tahun.
3. Ras
Prevalensi gangguan mood tidak berbeda dari satu ras ke ras lain. 4. Status Perkawinan
Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan intrapersonal yang erat atau bercerai atau berpisah
5. Pertimbangan Sosioekonomi dan Kultural
17
3. Etiologi
Faktor penyebab depresi dapat dibagi menjadi faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial. Ketiganya mungkin dapat berinteraksi antara satu dengan yang lain (Kaplan, 1997).
1. Faktor Biologis
Sejumlah penelitian melaporkan bahwa pada pasien gangguan mood terjadi kelainan metabolit neurotransmiter yang bekerja untuk menyampaikan impuls antar saraf. Neurotransmitter yang berperan yaitu norepinefrin dan serotonin yang termasuk dalam senyawa amin biogenik yang meregulasi sistem emosional di sitem limbik dan hipotalamus. Terjadinya penurunan neurotransmitter tersebut dan memiliki respon neuroendrokin yang abnormal dapat mencetuskan terjadinya depresi. Selain norepinefrin dan serotonin, depresi juga dipengaruhi oleh dopamin, kelainan neuroendokrin seperti penurunan kadar melatonin, FSH, LH, dan testosteron.
2. Faktor Genetika
18
Jika orang tua menderita depresi maka anak 8–18 kali untuk menderita gangguan bipolar 1 dan 2.
3. Faktor Psikososial
1) Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan
Beberapa klinisi sangat memercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan primer atau utama dalam depresi. Klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset dan waktu depresi. Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orangtua sebelum usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan.
2) Faktor kepribadian pramorbid.
19
proyeksi dan mekanisme pertahanan mengeksternalisasikan lainnya.
3) Faktor psikoanalitik dan psikodinamika.
Berikut pendapat beberapa pakar mengenai faktor psikoanalitik dan psikodinamika:
a. Sigmund Freud
Sigmun Freud mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang berkabung tidak demikian.
b. Melanie Klein
20
destruksivitas dan ketamakan mereka sendiri. Sebagai akibat dari destruksi yang dikhayalkan tersebut, mereka mengalami penyiksaan oleh objek lain yang dibenci.
c. E. Bibring
E. Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat melakukan apa-apa terhadap agresi yang diarahkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi seseorang dan kenyataan seseorang. Jika pasien terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai idealnya, sebagai akibatnya mereka merasa putus asa dan tidak berdaya.
d. Heinz Kohut
21
4) Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness).
Di dalam percobaan di mana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah dan tidak melakukan usaha sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang terdepresi, kita dapat menemukan keadaan ketidakberdayaan yang mirip. Menurut teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terdepresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan teknik perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan positif di dalam usaha tersebut.
5) Teori kognitif
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering adalah melibatkan distorsi negatif pengalaman hidup, penilaian negatif, pesimisme,dan keputusasaan. Pandangan negatif yang dipelajari tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi.
4. Gejala
22
1. Gejala-gejala psikologik yang ada pada depresi yaitu: menjadi pendiam, rasa sedih, pesimistik, putus asa, nafsu bekerja dan nafsu bergaul berkurang, tidak dapat mengambil keputusan, lekas lupa, timbul pikiran-pikiran bunuh diri. Perlu dibedakan antara perasaan yang kadang-kadang timbul bahwa hidup ini tidak ada gunanya, dan pemikiran khusus tentang bunuh diri, serta rancangan bunuh diri yang sering.
2. Gejala-gejala somatik yaitu: penderita kelihatan tidak senang, lelah, tak bersemangat atau apatis, bicara dan gerak-geriknya pelan dan kurang hidup, terdapat anoreksia (kadang-kadang makan terlalu banyak sebagai pelarian), insomnia (sukar untuk tertidur) dan konstipasi.
Menurut ICD 10 gejala – gejala depresi yaitu (Sudoyo, 2009): 1. Gejala utama depresi adalah:
1) Perasaan (afek) yang depresif. 2) Hilangnya minat dan kegembiraan.
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktifitas.
2. Gejala lainnya adalah:
23
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna 4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
7) Nafsu makan berkurang 8) Menurunnya libido
5. Diagnosa
Hamilton Rating Scale for Depression (HRSD) digunakan untuk menentukan derajat depresi. Hamilton Rating Scale for Depression ini telah digunakan sebagai gold standard untuk penilaian dari depresi selama lebih dari 40 tahun (Bagby et al., 2004). HRS-D terdiri atas 17 item yaitu (Clin, 1967):
1. Keadaan perasaan depresi 2. perasaan bersalah
3. bunuh diri 4. insomnia awal 5. insomnia tengah 6. insomnia akhir
7. kerja dan kegiatan-kegiatannya 8. kelambanan
24
10. anxietas psikis 11. anxietas somatik
12. gejala somatik dan gastrointestinal 13. gejala somatik umum
14. gejala genital 15. hipokondriasis
16. kehilangan berat badan 17. insight.
[image:41.595.169.458.429.572.2]Untuk penilaian derajat depresi dilakukan dengan menjumlah nilai yang diperoleh dari masing-masing item sehingga hasil yang didapatkan sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah Skor dan Derajat Depresi
6. Derajat
Dalam menentukan derajat dari depresi, berdasarkan gejala – depresi menurut ICD 10 (Sudoyo, 2009).
1. Gejala utama depresi adalah: 1) Perasaan (afek) yang depresif.
Hasil skor Derajat depresi 0-6
7-17 18-24 lebih dari 24
25
2) Hilangnya minat dan kegembiraan.
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktifitas.
2. Gejala lainnya adalah:
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang. 2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang 3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna 4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
7) Nafsu makan berkurang 8) Menurunnya libido
Berdasarkan gejala tersebut di atas dapat dikatagorikan derajat depresi dengan menggunakan diagnostik sebagai berikut (Maslim, 2004):
1. Depresi ringan
1) Minimal harus ada 2 atau 3 gejala utama. 2) Ditambah minimal 2 dari gejala lainnya. 3) Tidak ada gejala yang berat di antaranya.
26
5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaaan dan kegiatan sosial yang biasanya dilakukan.
2. Depresi sedang
1) Minimal harus ada 2 atau 3 gejala utama.
2) Ditambah minimal 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya. 3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimal 2 minggu
4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga
3. Depresi berat
1) Semua gejala utama depresi harus ada.
2) Ditambah minimal 4 gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat.
3) Bila ada gejala penting misalnya agitasi dan retardasi mental yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu melaporkan gejalanya secara rinci.
4) Episode depresi harus berlangsung minimal 2 minggu, tetapi jika gejalanya amat berat dan beronset sangat cepat, maka dibenarkan untuk menegakkan diagnosa dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.
27
C. Hubungan andropause dengan depresi
Gejala-gejala andropause berhubungan dengan berkurangnya kadar testosteron dalam plasma yang diakibatkan oleh adanya penurunan massa sel leydig, disfungsi testikular (hipogonad primer), disfungsi yang mengontrol homeostasis hipotalamus-hipofisis (hipogonad sekunder), peningkatan protein pengikat hormon seks yaitu Sex Hormone Binding Globulin (SHGB), dan berkurangnya bioavailabilitas testosteron. Penelitian yang akhir-akhir ini dipublikasikan menyatakan bahwa kadar testosteron yang rendah berkaitan dengan gejala depresi dan gangguan psikologis lainnya. Beberapa laporan menyatakan efek dari rendahnya kadar testosteron dapat menyebabkan kehilangan kemampuan dalam berkonsentrasi, perubahan suasana hati, emosional, mudah marah, merasa rendah diri, merasa lemah, gangguan memori, kelelahan, berkurangnya kemampuan intelektual, berkurangnya minat terhadap keadaan sekitar, dan hipokondriasis. Kesemuanya merupakan gejala klinik dari depresi (Pazuchowski, 2009).
28
harapan pada pria menua termasuk meringankan depresi (Pazuchowski, 2009).
Hipotetsis lain yang mendukung adanya hubungan antara depresi dengan kadar testosteron yang lemah yaitu (Wong, 2011):
1. Estrogen dan androgen yang akan berefek pada mood dan perilaku, dimana hubungan terjadi pada hormon sex dan neurotransmitter termasuk serotonin.
2. Pada perbedaan gender, testosteron yang mungkin memiliki efek proteksi pada patogenesis dari depresi, hal ini dibuktikan dengan prevalensi depresi lebih banyak dialami oleh wanita.
3. Kejadian depresi pada usia lanjut, merupakan hubungan antara testosteron yang rendah namun hal tersebut masih perlu penelitian– penelitian lebih lanjut.
Testosteron dapat dibentuk melalui metabolisme dari hormon DHEAS, akan menjadi DHEA, kemudian berubah lagi menjadi σ5-androstenedion,
29
30
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional dengan tujuan untuk mempelajari korelasi antara faktor andropause dengan depresi dimana pengukuran dan pengambilan variabel dilakukan pada satu saat yang bersamaan (Notoatmojo, 2010).
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Lingkungan Kantor Pusat Universitas Lampung pada bulan Oktober - Desember tahun 2012.
C. Populasi dan Sampel
31
dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu dengan pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan oleh peneliti (Budiarto, 2004).
Sampel yang dibutuhkan ditentukan menggunakan rumus yang dikutip dari Notoatmojo (2002):
N n =
1 + N (d2)
Keterangan: N = Besar populasi n = Besar sampel
d = Nilai presisi atau ingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan adalah: 198
n =
1 + 198 (0,1)2 192 =
2,98
= 66,4429530 pembulatan 66
32
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini meliputi:
1. Berstatus telah menikah 2. Berusia ≥ 30 tahun
3. Bekerja di Universitas Lampung
4. Bersedia menjalani penelitian dengan sukarela
Dan kriteria eksklusi pada penelitian ini meliputi : 1. Mempunyai riwayat kelainan psikiatri.
2. Menggunakan preparat hormonal
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas: andropause 2. Variabel tergantung: depresi 3. Variabel pengganggu:
33
[image:50.595.110.528.162.533.2]E. Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Cara Pengukuran Hasil Skala
Andropause Sindrom penurunan kemampuan fisik, seksual, psikologi, yang dihubungkan dengan berkurangnya kadar testosteron dalam darah. Dengan menggunakan kuesioner ADAM test 1. Tidak andropause,
jika menjawab “tidak” untuk pertanyaan 1 dan 7 atau ada 3 jawaban ”tidak” selain nomor tersebut
2. Andropause, jika menjawab “ya” untuk pertanyaan 1 dan 7 atau ada 3 jawaban ”ya” selain nomor tersebut 1. Tidak Andropause, 2. Andropause, Nominal
Depresi Gangguan
perasaan dengan ciri-ciri semangat berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan
makan.
Wawancara dengan kuesioner Hamilton Rating Scale for Depression (HRS-D) 1. Tidak depresi jika
skoring < 7
2. Depresi jika total skoring bernilai > 7
1.Tidak depresi 2.Depresi
Nominal
F. Metode Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
34
2. Data yang diperoleh adalah data primer, yaitu data yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada responden. Pada penelitian ini digunakan instrumen kuesioner:
1) Isian data pribadi
Untuk mengetahui identitas responden
2) Kuesioner ADAM
Andropause ditetapkan berdasarkan kuesioner baku ADAM Test berisi 10 pertanyaan ‘ya/tidak’ yang dijawab oleh subjek penelitian.
3) Hamilton Rating Scale for depression (HRS-D)
Untuk memperoleh variabel derajat depresi digunakan instrumen HRS-D yang telah dibuat dalam bentuk daftar pertanyaan yang telah dibakukan oleh laboratorium jiwa. HRS-D terdiri atas 17 item yang diskala antara 0, 1, 2, 3, 4 kemudian nilai seluruh item dijumlahkan.
G. Pengolahan dan analisis data
35
52
53
DAFTAR PUSTAKA
Anita, N., Moeloek, N. 2002. Aspek Hormon Testosteron pada Pria Usia Lanjut (Andropause). Majalah Andrologi Indonesia. 3: 81-87.
Bagby, R. M. 2004. The Hamilton Depression Rating Scale: Has the Gold
Standard Become a Lead Weight?
Bararah, V. F.2012. 350 juta orang di dunia terkena depresi
Bexton, B. 2001. Andropause and Depression : A Perspective for The Clinician. J Sex Repro Med. 1: 100
Budiarto. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Clin, B. J. S. 1967. Hamilton Rating Scale for Depressi
Dahlan, S. M. 2008. Langkah – Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta : Sagung Seto
Dewi, Y. S. 2007. Faktor Risiko yang Berperan terhadap Terjadinya Depresi pada Pasien Geriatri yang Dirawat di RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Cermin Dunia Kedokteran (3 Oktober 2012)
Gandaputra, E. P., Raditya, W. 2001. Andropause : kemungkinan terapi sulih testosteron pada pria lansia. Jurnal Kedokteran Trisakti 2001 ;20(1): 49-55
54
Hidayati. 2006. Sindrom Defisiensi Testosteron pada Pria. Majalah Medika. 32: 774-775.
Indrayanto, J. 2009. Andropause
Isnawati, A. 2008. Bugar dan Perkasa di Usia Senja
Jiwo, T. 2012. “Depresi : Panduan bagi pasien, keluarga dan teman dekat”. Jawa Tengah : Pusat Pemulihan dan Pelatihan Bagi Penderita Gangguan Jiwa Kaplan, H. I., Sadock, B. J. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakarta : Universitas Trisakti Lumongga, N. 2009. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Malkesman, O. T., Asaf,L., Shbiro, A., Goldstein,R., Maayan, A., Weizman, N.,
Kinor,E., Okun,B., Sredni,G., Yadid, A. W. 2009. Monoamines, BDNF, Dehydroepiandrosterone, DHEA-Sulfate, and Childhood Depression—An Animal Model Study. Hindawi Publishing Corporation Advances in Pharmacological Sciences Volume 2009, Article ID 405107
Maramis,W. F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Cetakan kesembilan. Surabaya: Airlangga University Press
Maslim, R. 2004. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III) Jakarta : FK Jiwa Unika Atmaja.
Mitchell, A. J. 2011. Prevalensi Depresi, Ansietas,dan Gangguan Sejenis di Tempat Perawatan Onkologi, Hematologi, Perawatan Paliatif: Meta analisis 94 Interviu Berbasis Studi.The Lancet Oncology, Volume 12, Issue 2, hlm 10- 174, .
Nevid, J. 2003. Psikologi Anbormal Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Notoatmodjo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta ; PT. Rineka Cipta. Pazuchowski, E. 2009. Andropause: Male Menopause
Richard, G. A.2002. Bioavailable Testosterone. Reproductive Endocrinology Journals.
55
Setiawan. 2007. Pria dan Andropause
Setiawan, Ari. 2010. Perbedaan Angka Kejadian Andropause Antara Lansia Perokok Dan Lansia Bukan Perokok. Surakarta. FK UNS
Setiawati, I., Juwono. 2006. Prevalensi Andropause pada Pria Usia Lebih dari 30 Tahun di Kabupaten Bantul Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2005. Media
Medika Muda MFDU
( 3 Oktober 2012)
Sudoyo, A.W. 2009. Depresi pada Pasien Usia Lanjut. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 5. Jakarta. FK UI
Suparyanto. 2012. Konsep Depresi
Suryandari, G. 2005. Prevalensi Andropause Pada Pria Usia 30 Tahun Ke Atas Di Kabupaten Sleman Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2005. Semarang : FK UNDIP
Taylor, C. 2008. Depression & Andropause - Find Out How to Help Yourself. http://ezinearticles.com.
Verma P., Mahajan K. K., Mittal S. 2006. Andropause - A Debatable Physiological Process. JK SCIENCE. 2: 68.
Wong., Samuel, Y. S. 2011. Low DHEA Level Associated With Depresive. Asian Journal Of Andrology.
Zen, N. F., Thaib. S. H. 2009. Testosteron dan Kesehatan Pria: Majalah Andrologi Indonesia. No.31/Th.6/September. 2009/ISSN025-429X, pp:1191-1197.
Zitzman, M. 2006. Testosterone And The Brai