BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Serat Pangan 2.1.1. Definisi
Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar (Anonim, 2001).
2.1.2. Klasifikasi
Serat pangan diklasifikasikan ke dua kelompok yaitu : a) Serat larut air (soluble dietary fibre)
Komponen yang larut dalam air di saluran pencernaan yang membentuk gel dengan cara menyerap air. Pektin, gum mukilase merupakan kelompok serat larut air. Serat larut air difermentasikan dalam usus besar. Ia meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek yang membantu menghindari garam hempedu dari sistem yang akan menurunkan penyerapan kolesterol ditubuh. Jadi serat larut air membantu mengendalikan berat badan, mengurangi resiko penyakit jantung dan memperlambatkan gula darah yang dibutuhkan (Jonathan.W, 1993).
b) Serat tidak larut air (Insoluble dietary fibre)
2.1.3. Jenis-Jenis a) Sellulosa
Sellulosa merupakan sebuah polisakarida yang terdiri dari polimer liniar unit glukosa dengan ikatan β-1,4 , adalah komponen struktural dinding sel. Manusia kekurangan enzim pencernaan untuk memecah β- (1,4) dengan demikian tidak dapat menyerap glukosa dari sellulosa. Sebuah molekul selulosa mengandung 3000 atau lebih unit glukosa. Sellulosa ditemukan pada dinding parenkiem tumbuhan, lebih kurang 30% yang dimodifikasikan secara kimiawi menjadi hancur dan ditambahkan ke makanan sebagai pengawet, penguat rasa, dan agen pengental.
b) Hemisellulosa
Hemisellulosa adalah kelompok polisakarida yang ditemukan di dinding sel tanaman yang mengelilingi selulosa. Polimer ini terdapat dalam bentuk liniar atau bercabang dan terdiri dari glukosa, arabinosa, manosa, xylose, dan asam galacturonic. Molekul ini kecil dibandingkan dengan sellulosa.
c) Pektin
Pektin, yang ditemukan di dinding sel dan jaringan intraseluler di kebanyakan buah-buahan dan berry yang terdiri dari unit galaktosa dengan ramnosa diselingi dalam rantai liniar. Pektin sering memiliki rantai sampingan dari gula netral, dan unit galaktosa dapat diesterifikasi dengan gugus metil, sebuah lender yang memungkinkan untuk viskositasnya. Sementara buah-buahan dan sayuran mengandung 5 sampai 10 persen alami pektin, pektin yang diekstrak dari kulit industri jeruk dan apel. Kulit buah jeruk mengandung 30 persen pektin , kulit apel 15 persen , dan kulit bawang 11 hingga 12 persen . Pektin terkenal karena kemampuannya untuk membentuk gel dalam mempersiapkan selai buah atau jeli.
d) Gum
sel. Guar gum diproduksi daripada penggilingan dari endosperm dari biji guar. Polisakarida utama dalam guar gum adalah galactomannan. Galactomannans sangat kental dan karena itu digunakan sebagai agen pengental dan stabilisator dalam bahan makanan. Beberapa juga digunakan sebagai obat pencahar kerana merupakan zat pembentuk gel yang diperoleh dari rumput laut.
e) B-glukan
β-glukan merupakan polimer polisakarida yang mempunyai ikatan campuran glukosa. Polimer D-glukopiranosa liniar glukosa dengan ikatan β-1,4 terdapat pada jamur, algae, dan tanaman yang lebih tinggi (misalnya, barley dan gandum). β-glukan sangat baik difermentasikan oleh bakteri di usus besar.
f) Resistent starch
Resistant starch merupakan pati yang tidak bisa dicerna secara enzimatik. Salah satu contohnya adalah zat pati yang dibutuhkan di dinding sel tanaman yang tahan terhadap aktivitas enzim amylase. Gelatinisasi dapat mempermudahkan aksesnya terhadap enzim ini. Resistant starch juga bisa terbentuk akibat pengolahan bahan makanan seperti proses pemasakan atau pendinginan atau modifikasi dari zat pati.
g) Chtitin dan Chitosan
Chitin adalah amino-polisakarida yang mengandung β- (1,4) yang tidak larut dalam air dan dapat mengantikan sellulosa pada dinding sel. Chitosan merupakan produk deasetilasi dari chitin. Kedua-dua chitin dan chitosan merupakan komponen eksoskeleton arthropoda (misalnya, kepiting dan lobster) dan sebahagian besar ditemukan di dinding sel jamur. Chitin dan chitosan terutama dikonsumsi sebagai suplemen.
h) Lignin
Lignin merupakan komponen non-karohidrat utama dari serat meskipun tidak termasuk dalam komponen penting dalam makanan manusia kerana umumnya berhubungan dengan jaringan-jaringan keras dan berkayu.Lignin tidak larut dalam air dan tidak difermentasi oleh bakteri usus.
i) Resistant dekstrin
Komponen karbohidrat yang tidak bisa dicerna, dan merupakan sebagai hasil dari pemanasan dan pengobatan enzimatik yang menghasilkan dekstrin yang juga disebut maltodekstrin. Tidak seperti gum, dekstrin memiliki viskositas tinggi yang dapat menyebabkan masalah dalam pengolahan makanan.
j) Psillium
Psillium didapat dari getah tumbuhan berbiji platago ovate yang bersifat hidrofilik dan dapat membentuk gel.
(Hillman LC., 1983)
2.1.5. Sifat- Sifat
a) Adsorption and binding ability
b) Solubility
Kelarutan memiliki efek mendalam pada fungsi serat. Hal ini juga ditetapkan bahwa polisakarida kental larut dapat menghambat pencernaan dan penyerapan nutrisi dari usus. Lebih mendalam (seperti permen karet akasia), kehadiran kelompok-kelompok ion (misalnya pektin metilasi) dan potensi untuk unit antara ikatan posisi (seperti β-glukan dengan campuran β-1-3 dan β-1-4 keterkaitan) meningkatkan kelarutan. Perubahan dari unit monosakarida atau bentuk molekul mereka (α- atau bentuk β) lebih meningkatkan kelarutan.
c) Viscosity
Viskositas cairan secara kasar dapat digambarkan sebagai resistensi terhadap aliran. Secara umum, apabila berat molekul atau panjang rantai serat meningkat, viskositas serat dalam larutan meningkat. Namun, konsentrasi serat dalam larutan, suhu, pH, kondisi pengolahan dan kekuatan ion semua secara substansial tergantung pada serat yang digunakan. Terutama, polimer rantai panjang, seperti gusi (guar gum, permen tragakan) mengikat air yang signifikan dan menunjukkan viskositas solusi tinggi. Namun, secara umum, serat sangat larut, yang bercabang atau polimer rantai yang relatif pendek seperti getah arab memiliki viskositas rendah.
d) Particle size and bulk volume
e) Surface area characterictics
Porositas dan permukaan yang tersedia dapat mempengaruhi fermentasi serat makanan (ketersediaan degradasi mikroba di usus besar) sementara regiokimia pada lapisan permukaan dapat memainkan peran dalam beberapa sifat fisiokimia(adsorpsi atau pengingatan beberapa molekul) akuntansi untuk beberapa efek fisiologis serat makanan. Porositas dan permukaan yang tersedia untuk bakteri atau molecular probe seperti enzim yang tergantung pada arsitektur serat, yang ada kaitan dengan asal-usul dan sejarah pengolahannya.
f) Hydration poperties
Sifat hidrasi menentukan sebagian nasib serat makanan dalam saluran pencernaan (induksi fermentasi) dan menjelaskan beberapa efek fisiologis (kantong kotoran dari fermentasi minimal serat makanan).Pembengkakan dan kapasitas retensi air memberikan pandangan umum tentang hidrasi serat dan akan memberikan informasi yang berguna untuk makanan serat tambahan. Penyerapan air memberikan informasi yang lebih lanjut mengenai serat, khususnya yang volume substrat porinya.Ia juga membantu kita untuk memahami tentang perilaku serat dalam makanan atau selama transit usus. Proses, seperti penggilingan, pengeringan, pemanasan atau pemasakan ekstrusi misalnya, modifikasi sifat fisik dari matriks serat dan juga mempengaruhi sifat hidrasi.
2.1.5. Sumber serat
Serat pangan banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan dan paling mudah dijumpai dalam menu makanan masyarakat. Sebagai sumber serat sayuran dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah atau telah diproses melalui perebusan.
Tabel 2.1: Kadar Serat Pangan dalam Sayuran, Buah-buahan, Kacang-kacangan dan Produk Olahannya
c. Kacang – kacangan dan Produk olahannya
Kacang kedelai
Sumber: 1)Food Facts Asia (1999);
2.1.6. Kebutuhan Serat Pangan
Menurut Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia adalah berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Tabel 2.2 dibawah ini memperlihatkan nilai dari jumlah kebutuhann serat untuk anak dan dewasa per hari.
Tabel 2.2 : Kebutuhan Serat pada Anak dan Dewasa dalam Sehari Asupan Serat
2.1.7. Manfaat Serat Pangan a) Terhadap konstipasi
Kemampuan serat seperti sellulosa dan pektin dalam mengikat air telah mencegah terjadi konstipasi (sembelit). Feces dengan kandungan air yang rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran dan mengalami kesukaran untuk dieksresikan keluar (Andalas, 2007). Serat dengan kemampuan meningkatkan air dalam feces menghasilkan feces yang lembut dan lunak yang akan mengurangkan ketegangan usus untuk kontraksi ketika mengeluarkan feces (Agus S.Ir, 2011). b) Terhadap Diverkulitis
Pada penyakit diverkulitis, sepanjang usus besar terbentuk kantong kecil atau kantung (divertikula). Kantung ini diduga hasil dari tekanan di dalam usus yang menyebabkan bagian kecil dari usus besar untuk " blow -out " pada titik-titik kelemahan untuk membentuk kantong atau diverticula (Williams,1984). Ini dipengaruhi oleh waktu transit makanan dalam usus besar (Andalas, 2007).Jika kotoran tertinggal dalam kantong, lama-kelamaan akan berkembang infeksi. Serat mencegah terjadi tekanan di usus serta mempersingkatkan waktu transit makanan dalam usus besar.Serat juga mencegah disfungsi alat pencernaan seperti wasir, appendicitis dan kanker usus besar (Andalas,2007).
c) Terhadap Kolesterol
d) Terhadap Kanker Usus Besar
Studi epidemiologi dari berbagai populasi, membandingkan insiden penyakit dengan asupan serat makanan, telah menyarankan bahwa diet serat dapat memberikan perlindungan dari kanker usus besar dan rectum (Williams,1984) . Penyebab kanker usus besar diduga karena adanya kontak antara sel-sel dalam usus besar dengan senyawa karsinogen dalam konsentrasi tinggi serta dalam waktu yang lebih lama (Agus S.Ir, 2011).Serat pangan mencegah kanker usus besar dengan meningkatkan ukuran feces dan menyelubungi komponen penyebab kanker didalam feces serta mempersingkatkan waktu lewatnya sisa percernaan pada saluran usus besar yang mengurangi paparan dinding usus terhadap karsinogen (Andalas, 2007).
e) Terhadap Diabetes
Dalam salah satu studi, efek serat pada diabetes dengan menurunkan kebutuhan insulin tercatat pada pasien yang meningkat jumlah makanan kaya serat (Williams, 1984). Kemampuan Serat pangan menyerap air dan mengikat glukosa sehingga mengurangi ketersediaan glukosa menyebabkan terjadinya kompleks karbohidrat dan serat, sehingga daya cerna karbohidrat berkurang. Keadaan tersebut mampu merendahkan kenaikan glukosa darah dan menjadikannya tetap terkontrol (Agus S.Ir, 2011).
f) Terhadap Berat badan dan Obesitas
2.1.8. Kerugian Serat Pangan
Serat pangan selain memberikan manfaat juga memberikan kerugian dari segi absobsi zat gizi serta mempengaruhi aktivitas enzim-enzim protease. Serat pangan menyebabkan ketidak tersediaan (non-availability) beberapa mineral seperti vitamin larut dalam lemak terutama vitamin D dan E. Selain mengurangi zat gizi juga menyebabkan flatulen (Agus S.Ir, 2011).
2.1.9. Penyebab Asupan Serat rendah Pada Anak
Faktor-faktor yang memyebabkan anak tidak mengkonsumsi serat:
a) Memenuhi kesenangan anak yaitu ciri-ciri organoleptik yang dimiliki makanan. Ciri yang dapat dirasakan seseorang melalui indranya mempengaruhi anak untuk menerima atau menolok makanan tertentu : rasa, bau,suhu, penampilan dan tekstur (Khumaidi, 1994).
b) Kebiasaan makan seseorang terbentuk dari proses belajar (learning behavior). Apabila sejak dini orang tua tidak memperkenalkan atau membiasakan makan dengan benar maka hal itu akan terbawa hingga anak dewasa (Kusumawati dan Mutalazimah, 2004).
c) Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya anak menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka seseorang akan lebih mudah menerima informasi-informasi makanan (Kusumawati dan Mutalazimah, 2004).
e) Perbedaan bangsa dan suku bangsa mempunyai kebiasaan makan yang berbeda-beda sesuai dengan kebudayaan yang telah dianut turun menurun (Khumaidi, 1994).
f) Teman sebaya juga dapat mempengaruhi kebiasaan mengkonsumsi makanan karena anak menghabiskan kebanyakkan waktu di sekolah sehingga lama-kelamaan akan mengkonsumsi makanan yang dipilih teman (Amulia I, 2012).
g) Iklan makanan pada media massa khususnya televisi juga mempengaruhi kebiasaan konsumsi makanan karena tertarik dengan iklan ditonton oleh anak (Amulia I, 2012).
2.2. Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada bahagian appendiks. Apendisitis adalah penyebab utama operasi bedah abdomen pada anak (Jason A.Brodskg, 2013).
Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya yang paling sering adalah infeksi bakteria. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan diet rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis (Sjamsuhidayat, 2005).
Gejala klinis apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi (Sjamsuhidajat, 2005).
didapatkan perubahan fisik yang lebih berat daripada orang dewasa. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan labarotorium yaitu penghitungan sel darah komplet serta peningkatan C-Reactive Protein (CRP). Pemeriksaan USG dan CT scan untuk menilai inflamsi dari apendiks dan adanya kemungkinan perforasi (Rao, 1999).
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah apendiktomi sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi setelah diagnosa ditegakkan (Smeltzer C.S, 2002).
2.3. Hubungan Diet Serat dengan Kejadian Apendisitis