• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Konfigurasi dan Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan melalui Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Konfigurasi dan Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan melalui Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR

KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS

PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION

DESSI RAHMANIAR

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DESSI RAHMANIAR. Kajian Konfigurasi Dan Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan melalui Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan TJUK EKO HARI BASUKI.

Peta kerawanan pangan yang disusum oleh Departemen Pertanian dan Program Pangan Dunia merupakan salah satu gambaran konfigurasi indikator kerawanan pangan pada suatu wilayah. Bentuk hubungan antara satu daerah dengan daerah lainnya dalam kerangka indikator kerawanan pangan, dapat dilihat berdasarkan hubungan : 1) Jarak antar daerah dan 2) Indikator Kerawanan Pangan masing-masing daerah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesesuaian antara konfigurasi daerah berdasarkan indikator kerawanan pangan terhadap konfigurasi daerah berdasarkan jarak (sebaran geografis), dan mengkaji pola spasial indikator kerawanan pangan antar daerah. Disamping itu dikaji pola spasial indikator kerawanan pangan daerah-daerah/kabupaten terhadap kabupaten yang menjadi sentra pangan; dan terhadap ibukota propinsi. Kajian tersebut dilakukan melalui metode Multi Dimensional Scaling (MDS) dan analisis spatial autocorrelation. Adapun hasil gambaran konfigurasi tersebut dipetakan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG)..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penskalaan pada kedua konfigurasi tersebut memiliki tingkat kesesuaian yang cukup baik,yaitu Sumatera Utara 5.8% dan Jawa Timur 3.5%. Proporsi keragaman indikator kerawanan pangan kabupaten di Propinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur yang dapat dijelaskan oleh jarak antar kabupaten, masing-masing sebesar 57.7% dan 36.2%.

Tiga indikator kerawanan pangan di propinsi Sumatera Utara memiliki spatial autocorrelation sedangkan di Propinsi Jawa Timur sepuluh indikator. Sebagian besar peta hasil spatial autocorrelation hampir sama dengan peta kerawanan pangan. Sebagai ibukota propinsi Medan memberikan pengaruh terhadap kemiripan empat indikator kerawanan pangan di kabupaten terdekat dan Surabaya memberikan pengaruh terhadap kemiripan lima indikator kerawanan pangan di kabupaten terdekat. Kabupaten Deli Serdang sebagai sentra pangan di propinsi Sumatera Utara mempengaruhi kemiripan pada empat indikator kerawanan pangan sedangkan Ngawi sebagai sentra pangan di propinsi Jawa Timurmempengaruhi kemiripan pada dua indikator kerawanan pangan.

(3)

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR KERAWANAN

PANGAN DENGAN PENERAPAN ANALISIS PROCRUSTES DAN SPATIAL

AUTOCORRELATION1)

Dessi Rahmaniar2), Bambang Juanda3), Tjuk Eko Hari Basuki4)

ABSTRACT

Food security of province can be described by configuration of food insecurity indicator using Procrustes analysis and Spatial Autocorrelation.The research’s objective are (1) to asses level of configuration area/province based on food insecurity concerning with configuration area/province based on the distance (geographies distribution), (2) to analyze spatial pattern food insecurity of each area/province and (3) to analyze spatial pattern food insecurity indicator of food center districts concerning to capital city of Province.

The results are configuration of the districts in North Sumatera and East Java Province in quite enough (5.845% and 3.543%) as well variance proportion of food insecurity indicator in district area of North Sumatera and East Java. Those can be explained by the distance of each district is around 57.7% and36.24%. In spatial context, in North Sumatera, three food insecurity indicator is related by space, and in East Java, ten food insecurity indicator is related by space. In other hand, in East Java, food insecurity indicator wich has spatial autocorrelation is similar if the distance of each districts is less than 150 km and dissimilar if the distance of the district is more than 150 km. A capital city, such as Medan and Surabaya affected significantly to the similarity of food insecurity indicator, in addition with Deli Serdang and Ngawi as food center. It’s decrease as well as the increase of distance up to 150 km.

(4)

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR

KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS

PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION

DESSI RAHMANIAR

Tesis

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Tesis : Kajian Konfigurasi dan Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan melalui Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation

Nama Mahasiswa : Dessi Rahmaniar NRP : G151024014

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, M.St. Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Budi Susetyo, MS. Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.

(6)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah yang berjudul : “ Kajian Konfigurasi Dan Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan Melalui Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation” ini berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

dan Bapak Dr. Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, M.St. selaku pembimbing atas perhatian dan bimbingannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada : 1) Kepala Pusat Data dan Informasi, Deptan; 2) Pak Tris, Bu Nana dan teman-teman Subdit Tanaman Biofaramaka atas dukungan moril dan pengertian serta dispensasinya; 3) Pak Toro, Mbak Fitri, Topan, Arif dan Yuan, atas bantuannya

mendapatkan referensi, data dan software; 4) rekan-rekan STK, atas dukungan dan kerjasamanya; serta 5) semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta Mas Pipin atas segala pengorbanannya, anak-anakku Hadi dan Iwan serta seluruh keluarga tercinta atas doa dan dukungan yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2005

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Payakumbuh pada tanggal 7 April 1965 dari Ayah bernama A. Muchtar (alm) dan Ibu Misnar (alm). Penulis merupakan anak terakhir

dari 10 bersaudara.

Tahun 1984 penulis lulus dari SMAN 1 di Payakumbuh, Sumatera Barat. Kemudian pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Tingkat Persiapan Bersama IPB melalui jalur PMDK dan tahun 1985 diterima di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian – Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan

sarjana tahun 1989.

Sejak lulus tahun 1989 sampai tahun 2000, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. Tahun 2001 penulis menjadi Kepala Seksi Pengembangan Usaha Tanaman Biofarmaka di Direktorat Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. Tahun 2002 penulis mendapatkan kesempatan pendidikan ke Program

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... viii

PENDAHULUAN ... ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Penskalaan Dimensi Ganda ... ... 3

Analisis Procrustes ... 4

Spatial Autocorrelation ... 6

Moran’s Scatterplot ... 10

Peta Tematik ... 10

BAHAN DAN METODE Bahan ... 12

Metode ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Procrustes ... 14

Analisis Spatial Autocorrelation ... 20

Hubungan Hasil Analisis Procrustes dan Analisis Spatial Autocorrelation... 45

KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kesesuaian Penskalaan berdasarkan Nilai STRESS... 4 2 Range Indikator Individu yang digunakan pada Peta Kerawanan

Pangan Indonesia ... 11 3 Penskalaan Dimensi Ganda berdasarkan Jarak ... 14 4 Penskalaan Dimensi Ganda berdasarkan Indikator Kerawanan

Pangan ... 15 5 Nilai R2 Hasil Analisis Procrustes ... 18 6 Nilai Kuadrat Beda antara PDG Jarak dan PDG Indikator Kerawanan

Pangan di Propinsi Sumatera Utara ... 19 7 Nilai Kuadrat Beda antara PDG Jarak dan PDG Indikator Kerawanan

Pangan di Propinsi Jawa Timur ... 19

8 Hasil Uji Signifikansi Spatial Autocorrelation Indikator Kerawanan

Pangan di Sumatera Utara ... 22 9 Hasil Uji Signifikansi Spatial Autocorrelation Indikator Kerawanan

Pangan di Jawa Timur ... 23 10 Pengelompokkan Kemiripan Daerah berdasarkan Penduduk yang

Hidup Dibawah Garis Kemiskinan (%) ………... 25 11 Pengelompokkan Kemiripan Daerah berdasarkan Rumah Tangga

Tanpa Listrik (%) ……… 27

12 Pengelompokkan Kemiripan Daerah berdasarkan Desa Tanpa Jalan (%) 29 13 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan

Penduduk yang Hidup Dibawah Garis Kemiskinan (%) ... 33 14 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan

Persentase KK yang tidak Tamat SD ... 35 15 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan

Persentase RT tanpa listrik ... 37 16 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan

Persentase RT tanpa Akses Air Bersih ……… 39

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Beberapa Macam Pola Hubungan Spasial Antar Contoh ... 6

2 Contoh Autocorrelogram ………...… 7 3 Diagram Pencar PDG Jarak Lurus antar Kabupaten di Provinsi

Sumatera Utara ………...………… ...… 15 4 Diagram Pencar PDG Jarak Kilometer antar Kabupaten di Provinsi

Sumatera Utara …. ...……… …... 15 5 Diagram Pencar PDG Jarak Lurus antar Kabupaten di Provinsi

Jawa Timur ...……… ...……… ... 15 6 Diagram Pencar PDG Jarak Kilometer antar Kabupaten di Provinsi

Jawa Timur ...……… ……… ... 15 7 Diagram Pencar PDG Indikator Kerawanan Pangan di Provinsi

Sumatera Utara ...……….. ... 16 8 Diagram Pencar PDG Indikator Kerawanan Pangan di Provinsi

Jawa Timur ...…………...……… ... 16 9 Konfigurasi Daerah di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan

PDG Jarak Lupus ……… 16 10 Konfigurasi Daerah di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan

PDG Indikator Kerawanan Pangan ... 16 11 Konfigurasi Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Jarak Lurus … 17 12 Konfigurasi Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Indikator

Kerawanan Pangan... 17 13 Autocorrelogram RT Tanpa Fasilitas Listrik di Provinsi Sumatera

Utara ……….……… 24

14 Pencaran Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot

berdasarkan indikator Persentase rumah tangga yang tidak

memiliki fasilitas listrik dan Persentase desa tanpa akses jalan …………... 24 15 Kemiripan Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot

Berdasarkan Presentase Penduduk yang Hidup di Bawah Garis

Kemiskinan ... 25 16 Kerawanan Pangan berdasarkan IndikatorIndividual : Presentase

Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan... 26 17 Kemiripan Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot

berdasarkan Presentase Desa Tanpa Akses Jalan ……….……… .... 26 18 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual : PresentaseDesa

(11)

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR

KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS

PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION

DESSI RAHMANIAR

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

DESSI RAHMANIAR. Kajian Konfigurasi Dan Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan melalui Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan TJUK EKO HARI BASUKI.

Peta kerawanan pangan yang disusum oleh Departemen Pertanian dan Program Pangan Dunia merupakan salah satu gambaran konfigurasi indikator kerawanan pangan pada suatu wilayah. Bentuk hubungan antara satu daerah dengan daerah lainnya dalam kerangka indikator kerawanan pangan, dapat dilihat berdasarkan hubungan : 1) Jarak antar daerah dan 2) Indikator Kerawanan Pangan masing-masing daerah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesesuaian antara konfigurasi daerah berdasarkan indikator kerawanan pangan terhadap konfigurasi daerah berdasarkan jarak (sebaran geografis), dan mengkaji pola spasial indikator kerawanan pangan antar daerah. Disamping itu dikaji pola spasial indikator kerawanan pangan daerah-daerah/kabupaten terhadap kabupaten yang menjadi sentra pangan; dan terhadap ibukota propinsi. Kajian tersebut dilakukan melalui metode Multi Dimensional Scaling (MDS) dan analisis spatial autocorrelation. Adapun hasil gambaran konfigurasi tersebut dipetakan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG)..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penskalaan pada kedua konfigurasi tersebut memiliki tingkat kesesuaian yang cukup baik,yaitu Sumatera Utara 5.8% dan Jawa Timur 3.5%. Proporsi keragaman indikator kerawanan pangan kabupaten di Propinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur yang dapat dijelaskan oleh jarak antar kabupaten, masing-masing sebesar 57.7% dan 36.2%.

Tiga indikator kerawanan pangan di propinsi Sumatera Utara memiliki spatial autocorrelation sedangkan di Propinsi Jawa Timur sepuluh indikator. Sebagian besar peta hasil spatial autocorrelation hampir sama dengan peta kerawanan pangan. Sebagai ibukota propinsi Medan memberikan pengaruh terhadap kemiripan empat indikator kerawanan pangan di kabupaten terdekat dan Surabaya memberikan pengaruh terhadap kemiripan lima indikator kerawanan pangan di kabupaten terdekat. Kabupaten Deli Serdang sebagai sentra pangan di propinsi Sumatera Utara mempengaruhi kemiripan pada empat indikator kerawanan pangan sedangkan Ngawi sebagai sentra pangan di propinsi Jawa Timurmempengaruhi kemiripan pada dua indikator kerawanan pangan.

(13)

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR KERAWANAN

PANGAN DENGAN PENERAPAN ANALISIS PROCRUSTES DAN SPATIAL

AUTOCORRELATION1)

Dessi Rahmaniar2), Bambang Juanda3), Tjuk Eko Hari Basuki4)

ABSTRACT

Food security of province can be described by configuration of food insecurity indicator using Procrustes analysis and Spatial Autocorrelation.The research’s objective are (1) to asses level of configuration area/province based on food insecurity concerning with configuration area/province based on the distance (geographies distribution), (2) to analyze spatial pattern food insecurity of each area/province and (3) to analyze spatial pattern food insecurity indicator of food center districts concerning to capital city of Province.

The results are configuration of the districts in North Sumatera and East Java Province in quite enough (5.845% and 3.543%) as well variance proportion of food insecurity indicator in district area of North Sumatera and East Java. Those can be explained by the distance of each district is around 57.7% and36.24%. In spatial context, in North Sumatera, three food insecurity indicator is related by space, and in East Java, ten food insecurity indicator is related by space. In other hand, in East Java, food insecurity indicator wich has spatial autocorrelation is similar if the distance of each districts is less than 150 km and dissimilar if the distance of the district is more than 150 km. A capital city, such as Medan and Surabaya affected significantly to the similarity of food insecurity indicator, in addition with Deli Serdang and Ngawi as food center. It’s decrease as well as the increase of distance up to 150 km.

(14)

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR

KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS

PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION

DESSI RAHMANIAR

Tesis

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul Tesis : Kajian Konfigurasi dan Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan melalui Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation

Nama Mahasiswa : Dessi Rahmaniar NRP : G151024014

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, M.St. Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Budi Susetyo, MS. Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.

(16)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah yang berjudul : “ Kajian Konfigurasi Dan Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan Melalui Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation” ini berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

dan Bapak Dr. Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, M.St. selaku pembimbing atas perhatian dan bimbingannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada : 1) Kepala Pusat Data dan Informasi, Deptan; 2) Pak Tris, Bu Nana dan teman-teman Subdit Tanaman Biofaramaka atas dukungan moril dan pengertian serta dispensasinya; 3) Pak Toro, Mbak Fitri, Topan, Arif dan Yuan, atas bantuannya

mendapatkan referensi, data dan software; 4) rekan-rekan STK, atas dukungan dan kerjasamanya; serta 5) semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta Mas Pipin atas segala pengorbanannya, anak-anakku Hadi dan Iwan serta seluruh keluarga tercinta atas doa dan dukungan yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2005

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Payakumbuh pada tanggal 7 April 1965 dari Ayah bernama A. Muchtar (alm) dan Ibu Misnar (alm). Penulis merupakan anak terakhir

dari 10 bersaudara.

Tahun 1984 penulis lulus dari SMAN 1 di Payakumbuh, Sumatera Barat. Kemudian pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Tingkat Persiapan Bersama IPB melalui jalur PMDK dan tahun 1985 diterima di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian – Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan

sarjana tahun 1989.

Sejak lulus tahun 1989 sampai tahun 2000, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. Tahun 2001 penulis menjadi Kepala Seksi Pengembangan Usaha Tanaman Biofarmaka di Direktorat Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. Tahun 2002 penulis mendapatkan kesempatan pendidikan ke Program

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... viii

PENDAHULUAN ... ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Penskalaan Dimensi Ganda ... ... 3

Analisis Procrustes ... 4

Spatial Autocorrelation ... 6

Moran’s Scatterplot ... 10

Peta Tematik ... 10

BAHAN DAN METODE Bahan ... 12

Metode ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Procrustes ... 14

Analisis Spatial Autocorrelation ... 20

Hubungan Hasil Analisis Procrustes dan Analisis Spatial Autocorrelation... 45

KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kesesuaian Penskalaan berdasarkan Nilai STRESS... 4 2 Range Indikator Individu yang digunakan pada Peta Kerawanan

Pangan Indonesia ... 11 3 Penskalaan Dimensi Ganda berdasarkan Jarak ... 14 4 Penskalaan Dimensi Ganda berdasarkan Indikator Kerawanan

Pangan ... 15 5 Nilai R2 Hasil Analisis Procrustes ... 18 6 Nilai Kuadrat Beda antara PDG Jarak dan PDG Indikator Kerawanan

Pangan di Propinsi Sumatera Utara ... 19 7 Nilai Kuadrat Beda antara PDG Jarak dan PDG Indikator Kerawanan

Pangan di Propinsi Jawa Timur ... 19

8 Hasil Uji Signifikansi Spatial Autocorrelation Indikator Kerawanan

Pangan di Sumatera Utara ... 22 9 Hasil Uji Signifikansi Spatial Autocorrelation Indikator Kerawanan

Pangan di Jawa Timur ... 23 10 Pengelompokkan Kemiripan Daerah berdasarkan Penduduk yang

Hidup Dibawah Garis Kemiskinan (%) ………... 25 11 Pengelompokkan Kemiripan Daerah berdasarkan Rumah Tangga

Tanpa Listrik (%) ……… 27

12 Pengelompokkan Kemiripan Daerah berdasarkan Desa Tanpa Jalan (%) 29 13 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan

Penduduk yang Hidup Dibawah Garis Kemiskinan (%) ... 33 14 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan

Persentase KK yang tidak Tamat SD ... 35 15 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan

Persentase RT tanpa listrik ... 37 16 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan

Persentase RT tanpa Akses Air Bersih ……… 39

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Beberapa Macam Pola Hubungan Spasial Antar Contoh ... 6

2 Contoh Autocorrelogram ………...… 7 3 Diagram Pencar PDG Jarak Lurus antar Kabupaten di Provinsi

Sumatera Utara ………...………… ...… 15 4 Diagram Pencar PDG Jarak Kilometer antar Kabupaten di Provinsi

Sumatera Utara …. ...……… …... 15 5 Diagram Pencar PDG Jarak Lurus antar Kabupaten di Provinsi

Jawa Timur ...……… ...……… ... 15 6 Diagram Pencar PDG Jarak Kilometer antar Kabupaten di Provinsi

Jawa Timur ...……… ……… ... 15 7 Diagram Pencar PDG Indikator Kerawanan Pangan di Provinsi

Sumatera Utara ...……….. ... 16 8 Diagram Pencar PDG Indikator Kerawanan Pangan di Provinsi

Jawa Timur ...…………...……… ... 16 9 Konfigurasi Daerah di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan

PDG Jarak Lupus ……… 16 10 Konfigurasi Daerah di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan

PDG Indikator Kerawanan Pangan ... 16 11 Konfigurasi Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Jarak Lurus … 17 12 Konfigurasi Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Indikator

Kerawanan Pangan... 17 13 Autocorrelogram RT Tanpa Fasilitas Listrik di Provinsi Sumatera

Utara ……….……… 24

14 Pencaran Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot

berdasarkan indikator Persentase rumah tangga yang tidak

memiliki fasilitas listrik dan Persentase desa tanpa akses jalan …………... 24 15 Kemiripan Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot

Berdasarkan Presentase Penduduk yang Hidup di Bawah Garis

Kemiskinan ... 25 16 Kerawanan Pangan berdasarkan IndikatorIndividual : Presentase

Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan... 26 17 Kemiripan Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot

berdasarkan Presentase Desa Tanpa Akses Jalan ……….……… .... 26 18 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual : PresentaseDesa

(21)

19 Kemiripan Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot

berdasarkan Desa Tanpa Akses Jalan .... ………..…… 28 20 Kerawanan Pangan Berdasarkan Indikator Individual Desa Tanpa

Akses Jalan ……… 29

21 Autocorrelogram ‘Angka Harapan Hidup’ antar Kabupaten di Provinsi

Jawa Timur……….………..… 31

22 Pencaran Daerah di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Moran’s scatterplot indikator Penduduk Miskin, KK tidak tamat SD, RT tanpa

listrik …… ...……… ... 31 23 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Presentase

Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan………..………….. 32 24 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual : Presentase

Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan …..………... 33 25 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Presentase

KK tidak tamat SD ………..… 34

26 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual Presentase KK

tidak tamat SD ……… ……….……….. .. 35

27 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Persentase

RT Tanpa Fasilitas Listrik... 36

28 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual Presentase RT

Tanpa Fasilitas Listrik ………... 37 29 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Presentase RT

Air Bersih ... 38 30 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Presentase

Bayi Kurang Gizi ……… 38 31 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Angka

Kematian Bayi ... 39 32 Kemiripan Daerah di Provinsi JawaTimurberdasarkan Harapan

Hidup ... 39 33 Peta Kerawanan Pangan Berdasarkan Indikator Individual Akses Air Bersih ... 40

34 Kemiripan Daerah di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Persentase Perempuan Buta Huruf ……… 41 35 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual : Angka Kematian

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Indikator Kerawanan Pangan (BKP- WFP PBB) ... 51 2 a. Koordinat Hasil PDG Jarak dan IKP (Sumut) untuk pengolahan

Procrustes ……… 52

2 b. Koordinat Hasil PDG Jarak dan IKP (Jatim) untuk pengolahan

Procrustes………. 52

3 a Autocorrelogram Indikator Kerawanan Pangan antar Kabupaten

di Propinsi Sumatera Utara ……….. ……… 53

3 b Autocorrelogram Indikator Kerawanan Pangan antar Kabupaten

di Propinsi Jawa Timur ……….. ……… 56 4 Moran’s Scatterplot Indikator Kerawanan Pangan yang berautokorelasi

Posistif antar Kabupaten di Propinsi Jawa Timur ……… 59 5 Autocorrelogram Pengaruh Ibukota Propinsi Sumatera Utara Terhadap

Pola Spasial IKP ... 61 6 Autocorrelogram Pengaruh Ibukota Propinsi Jawa Timur Terhadap

Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan ……… 64 7 Pola spasial IKP di Propinsi Sumatera Utara dengan titik pusat Kabupaten

Deli Serdang sebagai sentra pangan ……… 67

8 Pola spasial IKP di Propinsi Jawa Timur dengan titik pusat Kabupaten

Ngawi sebagai sentra pangan ……… …… 70

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemenuhan pangan bagi setiap individu merupakan hak azasi manusia yang hakiki untuk dapat hidup aktif dan sehat. Indonesia turut memberikan komitmen yang tinggi untuk mengurangi jumlah penduduk yang miskin dan rawan

pangan. Oleh sebab itu diperlukan penanganan optimal melalui kebijakan, pemantauan, analisis dan evaluasi faktor-faktor penyebabnya dalam mengatasi masalah rawan pangan di Indonesia .

Untuk mengatasi permasalahan rawan pangan perlu alat (tool) pemantauan

dan analisis rawan pangan yang memberikan informasi bagi pengambil kebijakan di pusat sampai kabupaten. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Bimas Ketahanan Pangan bekerja sama dengan World Food Programme telah menghasilkan Peta Kerawanan Pangan. Peta ini disusun berdasarkan indikator terpilih yang menjelaskan semua aspek kerawanan pangan yang meliputi aspek ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan matapencaharian, dan juga

kesehatan dan gizi (Dewan Ketahanan Pangan & World Food Programme 2004). Peta Kerawanan Pangan merupakan gambaran konfigurasi indikator kerawanan pangan pada suatu wilayah. Konfigurasi ini merupakan cerminan pola hubungan jarak antar daerah dan pola hubungan indikator kerawanan pangan masing-masing daerah. Secara statistik, konfigurasi masing-masing pola tersebut dapat digambarkan dan dianalisis dengan menggunakan Multi Dimensional

Scaling (MDS). Selanjutnya, kesamaan bentuk dan ukuran konfigurasi daerah berdasarkan jarak fisik (sebaran geografis) dan berdasarkan indikator kerawanan pangandapat diukur dan dikaji dengan menggunakan analisis Procrustes.

Berkaitan dengan Hukum geografi yang dikemukakan Tobler (1979), bahwa segala sesuatu berhubungan dengan yang lainnya, maka diduga indikator

(24)

Kemiripan antar daerah berdasarkan autokorelasi spasialnya akan lebih menarik dan mudah dilihat jika hasilnya dipetakan, karena pemetaan juga merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk melihat karakteristik suatu data. Pemetaan tersebut dapat dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesesuaian antara konfigurasi daerah berdasarkan indikator kerawanan pangan terhadap konfigurasi daerah berdasarkan jarak (sebaran geografis), dan mengkaji pola spasial indikator kerawanan pangan antar daerah. Dikaji juga pola spasial indikator kerawanan

pangan daerah-daerah/kabupaten terhadap kabupaten yang menjadi sentra pangan; dan terhadap ibukota provinsi.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dengan mengetahui konfigurasi daerah berdasarkan indikator kerawanan pangan dapat

memberikan gambaran umum tentang kondisi kerawanan pangan suatu daerah. Pola spasial indikator kerawanan pangan antar daerah yaang dihasilkan dapat memberikan informasi tentang keterkaitan indikator kerawanan pangan antar daerah. Informasi ini berguna bagi pemerintah daerah sebagai pengambil keputusan dan kebijakan. Jika indikator kerawanan pangan pada suatu daerah

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Penskalaan Dimensi Ganda

Penskalaan Dimensi Ganda (multidimensional scaling) merupakan suatu analisa yang dapat digunakan untuk memetakan atau mencari konfigurasi sejumlah

objek dalam ruang berdimensi rendah berdasarkan ukuran jarak. Konfigurasi tersebut diharapkan dapat merefleksikan sebaik mungkin ukuran ketakmiripan yang diketahui antar objek tersebut (Manly 1986). Penskalaan Dimensi Ganda menghasilkan objek yang dipandang tidak mirip akan jatuh berjauhan pada ruang multidimensi dan objek-objek yang mirip akan berdekatan.

Johnson dan Wichern (1998) menambahkan bahwa apabila tingkat

kemiripan dari sejumlah pasangan objek diurutkan dari tingkat yang terendah seperti didefinisikan berikut ini :

1 ) (ij

S

<

S

(ij)2 <....<

S

(ij )M ...(1)

Dimana

1 ) (ij

S

merupakan pasangan objek dengan tingkat kemiripan terendah

dari M tingkatan dan ij merupakan pasngan objek ke-i dan ke-j, maka akan diperoleh konfigurasi pasangan objek tersebut berdasarkan jarak yang urutannya

berlawanan dengan urutan kemiripan seperti pada persamaan (1). Urutan jarak tersebut adalah sebagai berikut :

1 ) (ij

d

>

d

(ij )2 >....>

d

(ij)M ...(2)

Secara ringkas Johnson dan Wichern memberikan tahapan/algoritma dalam prosedur Penskalaan Dimensi Ganda (MDS) sebagai berikut :

1 Tentukanlah konfigurasi awal dari n objek dalam ruang berdimensi k, yaitu koordinat (x1, x2, ..., xk) bagi setiap objek.

2 Hitung jarak Euclid antar objek dari konfigurasi tersebut, katakanlah äij sebagai

jarak Euclid antar objek ke-i dan objek ke-j.

3 Membuat regresi monotonik dij terhadap äij dalam bentuk regresi linear

sederhana äij = a + b dij + e. Hasil dugaan yang diperoleh adalah δ∧

(26)

5 Untuk mengurangi nilai STRESS (bila masih mungkin) sesuaikan konfigurasi objek dan kembali ke langkah 2.

Nilai STRESS dihitung dengan rumus sebagai berikut:

STRESS= 2 1 1 2 1 1 ij n i n j ij ij n i n j δ δ δ = = ∧ = = ∑ ∑       ∑ ∑ ………(3 ) Dimana:

δ ij adalah jarak Euclid antara objek ke-i dengan objek ke-j

ij

δ adalah dugaan jarak Euclid antara objek ke-i dengan objek ke-j

Dari hasil studi empiriknya, Kruskal (1964) memberikan petunjuk praktis tentang kesesuaian penskalaan ordinal dikaitkan dengan nilai STRESS yaitu seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Kesesuaian Penskalaan Berdasarkan Nilai STRESS

STRESS Kesesuaian

20 % Buruk

10 % Cukup

5 % Bagus

2.5 % Sangat Bagus

0 % Sempurna

Analisis Procrustes

Analisis procrustes merupakan suatu teknik untuk menyesuaikan suatu konfigurasi terhadap konfigurasi yang lain dan menghasilkan suatu ukuran yang sesuai (Cox & Cox 1994). Metode procustes biasa (ordinary Procrustes method)

(27)

dapat meminimumkan jumlah kuadrat jarak antara titik - titik yang dipindahkan terhadap titik-titik yang bersesuaian pada konfigurasi yang dibuat tetap. Kenyataan bahwa suatu konfigurasi titik tidak akan berubah bentuknya jika konfigurasi tersebut ditransformasi menjadi landasan bagi Analisis procrustes.

Menurut Digby & Kempton (1987), serta Cox dan Cox (1994) terdapat tiga tipe transfromasi yang diperlukan yaitu :

1 Penyesuaian dengan Translasi, adalah proses perpindahan paralel dari setiap titik pengamatan ke suatu titik asal yang baru untuk mendapatkan sumbu baru yang sejajar dengan sumbu aslinya

2 Penyesuaian dengan Rotasi, didefinisikan sebagai perputaran titik melalui

sumbu koordinat. Pada metode procrustes ini rotasi yang digunakan adalah rotasi sumbu koordinat

3 Penyesuaian dengan Penskalaan adalah proses terakhir, penyesuaian dengan penskalaan, proses ini dilakukan jika kedua konfigurasi mempunyai skala yang tidak sama. Penskalaan adalah pembesaran/pengecilan jarak setiap titik dalam konfigurasi terhadap sentroidnya.

Salah satu ukuran yang digunakan untuk menggambarkan kesamaan bentuk dari kedua konfigurasi yang dibandingkan adalah nilai R2, nilai ini menunjukkan besarnya persentase pada kedua konfigurasi yang dapat dianggap sama.

R2 = 1 – JKG/JKT ... (4)

dengan

JKG adalah Jumlah Kuadrat Galat JKT adalah Jumlah Kuadrat Total

(28)

1 Kurangkan vektor rataan bagi setiap titik dalam konfigurasi secara berurutan agar menjadi sentroid terhadap titik asalnya.

2 Cari matriks rotasi A = (XTYYTX)1/2(YTX)-1 dan rotasikan konfigurasi X tersebut terhadap XA.

3 Skalakan konfigurasi X dengan menggandakan setiap titik dengan ñ dimana ñ=tr(XTYYTX)1/2/tr(XTX).

4 Hitung nilai skala dan minimisasi kuadrat jarak antara X dan Y.

Spatial Autocorrelation

Spatial autocorrelation adalah suatu ukuran kemiripan dari objek di dalam

ruang (jarak, waktu dan wilayah). Definisi lain adalah korelasi suatu peubah dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang, dalam domain spasial artinya korelasi antara nilai di lokasi-i dengan nilai di lokasi-j yang bertetangga (Anselin 1999). Spatial autocorrelation dapat mengukur kemunculan suatu kejadian dalam unit area yang berdekatan. Adanya spatial autocorrelation mengindikasikan bahwa nilai peubah pada area tertentu dipengaruhi oleh nilai peubah tersebut pada area

lain yang letaknya berdekatan (bertetangga).

Metode dasar dalam analisis spatial autocorrelation adalah sebagai berikut : 1 Menentukan peubah yang akan diamati.

2 Menentukan hubungan spasial antar lokasi contoh, misalnya seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Beberapa macam pola hubungan spasial antar contoh

(29)

Bisltop' s moves: hubungan spasial antar lokasi sampel hanya dapat ditentukan dalam arah diagonal.

Queen's moves : hubungan spasial antar lokasi sampel dapat ditentukan daiam berbagai arah, yaitu arah ke samping (kanan/kiri), ke atas bawah dan

arah diagonal.

3 Menentukan interval jarak antar lokasi contoh

4 Menghitung spatial autocorrelation: korelasi dihitung antar pasangan objek sampel dan dikelompokkan untuk setiap interval jarak.

5 Hasil spatial autocorrelation sering ditampilkan secara visual dalam bentuk autocorrelogram, yaitu plot antara koefisien autokorelasi dengan jarak.

Terdapat dua cara dalam mendeteksi ada atau tidaknya spatial

autocorrelation suatu peubah, yaitu :

1. Secara visual yang ditampilkan melalui autocorrelogram

Pola spasial dapat dilihat melalui autocorrelogram, adanya bentuk sistematis dalam autocorrelogram (monoton turun atau naik), maka dikatakan berautokorelasi secara spasial. Jika wilayah atau area yang berdekatan mirip, maka dikatakan spatial autocorrelation positif, sebaliknya jika area yang

berdekatan tidak mirip maka merupakan spatial autocorrelation negatif dan bentuk autocorrelogram yang acak mengindikasikan tidak terdapat spatial autocorrelation.

2. Secara kuantitatif yang diwakili oleh Indeks Moran.

Salah satu statistik yang umum digunakan dalam spatial autocorrelation adalah

(30)

dari spatial autocorrelation. Menurut Yu (2003) Moran’s I dapat diukur dengan menggunakan persamaan :

(

)(

)

(

)

          − − −             =

∑ ∑

∑ ∑

n

i i n i n j j i ij n i n j

ij x x

x x x x w w n I 2

... . (5)

dengan

I = Indeks Moran,

n = banyaknya lokasi atau area, xi = nilai peubah pada lokasi ke-i

xj = nilai peubah pada lokasi-j

x= nilai rata-rata dari { xi} dari n lokasi, dan

wij= elemen pembobot spasial diberikan untuk perbandingan antara lokasi-i

dan lokasi-j

Pembobot Wij diberikan dengan aturan sebagai berikut : a) pembobotan

dengan nilai 1 apabila antara lokasi ke-i dan lokasi ke- j letaknya saling berdekatan, dan sebaliknya b) pembobot dengan nilai 0 apabila antara lokasi ke-i

dan lokasi ke- j letaknya saling berjauhan. Wij dapat ditampilkan dalam Contiguity Matrics yang sesuai dengan hubungan spasial antar lokasi contoh, apakah mengikuti Rooks moves, Bishop' s moves atau Queen' s moves.

Selang Indeks Moran sama dengan selang koefisien korelasi, yaitu – 1 < I

< 1. Interpretasi dari Indeks Moran menurut Anselin (1999) dapat diringkas sebagai berikut :

a. Spatial autocorrelationpositif, ditunjukkan oleh :

o I > - 1

1 − n

o penggerombolan spasial nilai tinggi atau rendah

b. Spatial autocorrelationnegatif ditunjukkan oleh :

o I < - 1

1 − n

(31)

Hipotesis nol dari autokorelasi spasial adalah :

Ho : Tidak terdapat spatial autocorrelation, artinya :

o Keacakan spasial.

o Nilai yang diamati dalam suatu lokasi tidak tergantung pada lokasi

yang berdekatan.

Hipotesis altematif spatial autocorrelationadalah:

H1: Terdapat spatial autocorrelationpositif, artinya:

o Nilai yang sama cenderung bergerombol dalam satu lokasi,

penggerombolan spasial berlaku untuk nilai tinggi atau rendah.

o Lokasi yang berdekatan mirip.

H1 : Terdapat spatial autocorrelationnegatif, artinya :

o Area yang berdekatan tidak mirip. o Berbentuk papan catur.

Menurut Lee dan Wong (2001) statistik uji yang digunakan diturunkan dari sebaran normal baku yaitu :

) ( ) ( ) ( I I E I I Z σ −

= ……… ( 6)

dengan

I = Indeks Moran,

Z (I) = Nilai Statistik Uji Indeks Moran1, E (I) = Nilai Harapan Dari Indeks Moran ;

1 1 ) ( − − ≈ n I

E ; n = banyaknya area

) (I

σ = Simpangan Baku dari Indeks Moran ; dengan rumus

∑ ∑ ≈

i j ij I

w

2 )

(

σ ……….(7)

Jika

I > -1/(n-1), atau Z(I) > Z tabel, terdapat spatial autocorrelation positif

(32)

Moran’s Scatterplot

Lee dan Wong (2001) menyatakan bahwa Moran’s Scatterplot adalah salah satu cara untuk menginterpretasikan statistik Moran’s I. Moran’s Scatterplot merupakan alat untuk melihat secara visual hubungan antara nilai pengamatan Zstd

dan nilai rata-rata lokal, dimana Zstd merupakan susunan nilai pengamatan yang

sudah distandarisasi (nilai tengah = 0 dan ragam = 1) dan WZstd susunan nilai

rata-rata lokal yang dihitung menggunakan matriks W.

Perobelli dan Haddad (2003) menyebutkan bahwa Moran’s Scatterplot dibagi atas empat kuadran yang cocok untuk empat pola kumpulan spasial lokal antar daerah yang bertetangga. Kuadran I (terletak dikanan atas) disebut high-high

(HH) menunjukkan daerah yang memiliki pengamatan tinggi yang dikelilingi oleh daerah yang juga memiliki pengamatan tinggi untuk peubah yang dianalisis. Kuadran II (terletak di kiri atas) disebut Low-high (LH) menunjukkan daerah dengan nilai rendah tapi dikelilingi daerah dengan nilai tinggi. Kuadran III (terletak di kiri bawah) disebut low-low menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan rendah dan dikelilingi oleh daerah yang juga mempunyai nilai

pengamatan rendah. Kuadran IV disebut high-low (HL) menunjukkan daerah dengan nilai tinggi yang dikelilingi daerah dengan nilai rendah.

Daerah yang terletak di kuadran HH dan LL mempunyai nilai spatial autocorrelation positif, berarti kelompok daerah ini mempunyai nilai yang mirip, sedangkan kuadran HL dan LH mempunyai nilai spatial autocorrelation negatif

yang berarti bahwa bentuk kelompok daerah ini mempunyai nilai yang tidak mirip.

Peta Tematik

Peta tematik merupakan suatu peta yang memberikan informasi mengenai tema tertentu, baik data kualitatif maupun data kuantitatif (Yousman, 2003). Peta tematik sangat erat kaitannya dengan Sistem Infromasi Geografis (SIG) karena

(33)
[image:33.612.132.512.167.658.2]

Dalam menyusun peta kerawanan pangan nasional, World Food Programme (2005) menetapkan ranges indikator kerawanan pangan individu hasil konsultasi dengan para ahli (Tabel 2).

Tabel 2 Ranges Indikator Individu yang digunakan pada Peta Kerawanan Pangan Indonesia

No Indikator Ranges Warna No Indikator Ranges Warna

1 • 1.5 Merah tua 8 • 45 Merah tua

1.25 – 1.5 Merah 35 - 45 Merah

1.00 – 1.25 Merah muda 25 - 35 Merah muda

Perbandingan konsumsi terhadap

ketersediaan 0.75 – 1.00 Kuning muda 18 - 25 Kuning muda

0.50 – 0.75 Hijau muda

Berat Badan Balita di bawah Standar (%)

12 - 18 Hijau muda

< 0.50 Hijau tua < 12 Hijau tua

2 Penduduk • 35 Merah tua 9 • 55 Merah tua

Miskin (%) 25 - 35 Merah 50 - 55 Merah

20 - 25 Merah muda 45 - 50 Merah muda

15 - 20 Kuning muda 40 - 45 Kuning muda

10 - 15 Hijau muda 31 - 40 Hijau muda

0 - < 10 Hijau tua

Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran

hidup < 31 Hijau tua

3 • 50 Merah tua 10 • 40 Merah tua

40 - 50 Merah 30 - 40 Merah

30 - 40 Merah muda 20 - 30 Merah muda

Penduduk tanpa Akses Terhadap

Listrik (%) 20 - 30 Kuning muda

Perempuan Buta Huruf (%)

10 - 20 Kuning muda

10 - 20 Hijau muda 5 – 10 Hijau muda

< 10 Hijau tua < 5 Hijau tua

4 • 30 Merah tua 11 <- 50 Merah tua

25 - 30 Merah - 30 - -50 Merah

Desa tanpa Akses Jalan

(%) 20 - 25 Merah muda -20 - -30 Merah muda

15- 20 Kuning muda

Penyimpang an Curah Hujan

-10 - -20 Kuning muda

10 - 15 Hijau muda -0.01 - - 10 Hijau muda

0 - 10 Hijau tua • - 0.01 Hijau tua

5 • 60 Merah tua 12 • 80 Merah tua

50 - 60 Merah 70 - 80 Merah

40 - 50 Merah muda 60 - 70 Merah muda

RT berjarak > 5 km dari Puskesmas

(%) 30 - 40 Kuning muda

Daerah tanpa Hutan (%)

50 - 60 Kuning muda

20 - 30 Hijau muda 40 - 50 Hijau muda

< 20 Hijau tua < 40 Hijau tua

6 • 70 Merah tua 13 • 15 Merah tua

60 - 70 Merah 10 - 15 Merah

50 - 60 Merah muda 5 - 10 Merah muda

RT tanpa Akses ke Air Bersih (%)

40 - 50 Kuning muda

Daerah padi puso (%)

3 - 5 Kuning muda

30 - 40 Hijau muda 1 - 3 Hijau muda

< 30 Hijau tua < 1 Hijau tua

7 Umur < 58 Merah tua

Harapan Hidup (tahun)

58 - 61 Merah

61 - 64 Merah muda

64 - 67 Kuning muda

67 - 70 Hijau muda

(34)

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu : 1) data jarak antar daerah; dan 2) data indikator kerawanan pangan yang digunakan dalam pembuatan Peta Kerawanan Pangan. Data yang digunakan adalah data tahun 2003 dengan unit pengamatan yaitu Kabupaten yang berada di

propinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur, kecuali kabupaten yang terpisah pulau tidak menjadi unit pengamatan. Berdasarkan Peta Kerawanan Pangan Indonesia, kedua propinsi tersebut diindikasikan sebagai propinsi yang sebagian besar kabupatennya berada pada kategori sangat rawan dan agak rawan (Dewan Ketahanan Pangan & Program Pangan Dunia 2005)

Data jarak yang digunakan adalah yang diukur berdasarkan panjang jalan dan jarak lurus. Data jarak lurus diperoleh melalui pengukuran pada peta administratif daerah dengan titik pengukuran yaitu antar pusat pemerintahan. Data jarak dan data indikator kerawanan pangan, bersumber dari hasil Susenas 2003, Propinsi Sumatera Utara dalam Angka 2004, Propinsi Jawa Timur dalam Angka 2004, PDRB Kabupaten di Indonesia tahun 2003. Secara rinci indikator kerawanan

pangan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Metode

Secara umum, analisis terhadap indikator kerawanan pangan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :

A Analisis Procrustes, dengan tahapan analisisnya adalah sebagai berikut : 1 Membuat konfigurasi daerah berdasarkan : a) jarak antar ibukota

Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur.; dan b) indikator kerawanan pangan dengan analisis penskalaan dimensi ganda. Proses analisis dilakukan dengan menggunakan software SPSS.

(35)

jarak antar kabupaten. Ukuran kemiripannya adalah koefisien R2, apabila R2 mendekati 100% berarti kedua konfigurasi tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Pada analisis procrustes ini, gugus data jarak diperlakukan sebagai matriks target, sedangkan gugus data indikator

kerawanan pangan dianggap sebagai matriks yang ditranformasikan. Analisis procrustes dilakukan dengan menggunakan program makro Minitab versi 11.0.

B Menghitung spatial autocorrelation, dengan tahapan analisis sebagai berikut : 1 Menghitung spatial autocorrelation gugus data indikator kerawanan

pangan, korelasi dihitung antar pasangan sample sesuai dengan jarak yang telah ditentukan, yaitu 1) jarak antar ibukota kabupaten; 2) jarak ibukota kabupaten terhadap daerah/kabupaten sentra pangan; 3) jarak ibukota kabupaten terhadap ibukota propinsi terdekat. Selanjutnya menyajikan dalam bentuk autocorrelogram untuk melihat pola spasial indikator kerawanan pangan terhadap jarak antar daerah. Proses analisis dilakukan

dengan menggunakan program makro Minitab.

2 Membuat matriks Contiguity yang sesuai dengan hubungan spasial antar lokasi sample, menghitung matriks pembobot spasial yang diperoleh dari matriks Contiguity, mencari nilai statistik I (Indeks Moran), dan melakukan pengujian hipotesis (untuk membuktikan apakah masing-masing indikator

kerawanan pangan berautokorelasi secara spasial atau tidak), selanjutnya membuat Moran’s Scatterplot untuk setiap indikator. Proses analisis dilakukan dengan program makro Minitab versi 11.0.

3 Memvisualisasikan indikator kerawanan pangan yang berautokorelasi secara spasial dalam bentuk peta tematik hasil Moran’s Scatterplot dengan menggunakan software MapInfo Profesional 7.0.

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Procrustes

Sebelum dilakukan analisis procrustes terlebih dahulu dilakukan

Penskalaan Dimensi Ganda (PDG) untuk data jarak dan PDG untuk data indikator kerawanan pangan. Hasil masing-masing tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

PDG Gugus Data Jarak

Berdasarkan hasil PDG Gugus Data Jarak (Tabel 3) diperoleh nilai STRESS untuk melihat tingkat kesesuaian antara konfigurasi daerah berdasarkan

jarak terhadap ukuran ketakmiripannya dan nilai nilai R2 untuk melihat proporsi keragaman jarak (distance) yang dapat dijelaskan oleh perbedaan (disparities). Tabel 3 Penskalaan Dimensi Ganda Berdasarkan Jarak

Nilai STRESS Nilai R2

Konfigurasi

Jarak lurus

Jarak Kilometer

Jarak lurus

Jarak Kilometer

Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara 0.0584 0.0613 0.9793 0.9776

Kabupaten di Provinsi Jawa Timur 0.0354 0.1208 0.9945 0.9405

Nilai STRESS untuk gugus data jarak garis lurus antar ibukota kabupaten di provinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur masing-masing sebesar 5.84% dan 3.54%. Hasil PDG ini memiliki tingkat kesesuaian yang lebih baik dari pada PDG

(37)

Disparities 5 4 3 2 1 0 Distances 5 4 3 2 1 0 Disparities 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 .5 Distances 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 .5

Gambar 3 Diagram Pencar PDG Jarak Lurus Antar Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara

Gambar 4 Diagram Pencar PDG Jarak Kilometer Antar Kabupaten di

Provinsi Sumatera Utara

Disparities 5 4 3 2 1 0 Distances 5 4 3 2 1 0 Disparities 5 4 3 2 1 0 Distances 5 4 3 2 1 0

Gambar 5 Diagram Pencar PDG Jarak Lurus Antar Kabupaten di Provinsi Jawa Timur

Gambar 6 Diagram Pencar PDG Jarak Kilometer Antar Kabupaten di Provinsi Jawa Timur

[image:37.612.134.516.98.512.2]

PDG Gugus Data Indikator Kerawanan Pangan

Tabel 4 menunjukkan nilai STRESS dari kedua konfigurasi daerah berdasarkan indikator kerawanan pangan masing-masing 19.77% dan 23.65 %. Mengacu pada studi empirik Kruskal (1976), angka tersebut mengindikasikan

[image:37.612.132.513.614.693.2]

bahwa tingkat kesesuaian penskalaan pada ketiga konfigurasi tersebut tidak cukup baik, artinya indikator kerawanan pangan tidak dapat dicerminkan secara baik oleh jarak antar daerah.

Tabel 4 Penskalaan Dimensi Ganda Berdasarkan Indikator Kerawanan Pangan

Nilai Konfigurasi

STRESS R2

Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara 0.1977 0.7983

(38)

Ditinjau dari penskalaan data melalui hubungan linier, proporsi keragaman jarak (distance) yang dapat dijelaskan oleh perbedaan (disparities), masing-masing sebesar 78.83% dan 74.03%. Hubungan linier tersebut diperlihatkan melalui diagram pencar Gambar 7 dan 8. Kedua diagram pencar tersebut tidak membentuk

garis lurus, tetapi hanya membentuk pola yang linier.

D is pa r itie s

4 3 2 1 0 -1 D is ta n c e s 4 .0 3 .5 3 .0 2 .5 2 .0 1 .5 1 .0 .5 0 .0

D is pa r ities

[image:38.612.142.499.192.344.2]

5 4 3 2 1 0 -1 D is ta n c e s 5 4 3 2 1 0

Gambar 7 Diagram Pencar PDG Indikator Kerawanan Pangan di Provinsi Sumut

Gambar 8 Diagram Pencar PDG Indikator Kerawanan Pangan di Provinsi Jatim

Jika dua konfigurasi pada Gambar 9 dan 10 dibandingkan, maka terjadi

pergeseran kelompok kabupaten. Berdasarkan PDG Jarak, Kabupaten Labuhan Batu, Dairi dan Tapanuli Utara berada pada kuadran yang berbeda, tetapi berdasarkan PDG indikator kerawanan pangan ketiga kabupaten tersebut berada pada kuadran yang sama. Indikator kerawanan pangan yang membuat tiga Kabupaten tersebut mirip adalah Persentase kepala rumah tangga yang tidak

tamat pendidikan dasar, Persentase desa yang tidak memiliki akses jalan, Angka harapan hidup waktu lahir, dan Tingkat kematian bayi.

D im e n s io n 1

2 1 0 -1 -2 D im e n s io n 2 2 .0 1 .5 1 .0 .5 0 .0 -.5 -1 .0 -1 .5

ta p a n u li u ta ra

a s a h a n

la n g ka t

d a iri ta p a n u li te n g a h

la b u h a n b a tu

sim a lu n g u n ta p a n u li s e la ta n

d e li se rd a n g

ka ro Dimensi 1 2.0 1.5 1.0 .5 0.0 -.5 -1.0 -1.5 Dimensi 2 2 1 0 -1 -2 -3 langkat deli serdang karo dairi simalungunasahan labuhan batu

[image:38.612.339.505.522.640.2]

tapanuli utara tapanuli tengahtapanuli selatan

Gambar 9 Konfigurasi Daerah di Provinsi Sumut berdasarkan PDG Jarak Lurus

(39)

Fenomena yang sama juga terjadi di Provinsi Jawa Timur (Gambar 11 dan 12), berdasarkan PDG Jarak dan kondisi geografis, Kabupaten Banyuwangi, Bojonegoro dan Lamongan pada kuadaran/gerombol yang berbeda, tetapi berdasarkan PDG indikator kerawanan pangan ketiga kabupaten tersebut berada

pada gerombolan yang sama. Indikator kerawanan pangan yang mirip pada tiga Kabupaten tersebut adalah Produksi Padi (tinggi), Persentase balita kurang gizi (sedang), dan Persentase perempuan buta huruf (sedang).

Dimension 1 3 2 1 0 -1 -2 -3 Dimension 2 1.5 1.0 .5 0.0 -.5 -1.0 sumenep pmkasansampang b.kalan gresiklmngan tuban b.goro ngawi magetan madiun nganjuk jombang m.kerto sidoarjo pasuruan prbo s.bondo b.woso b.wangi jember lumajang malang kediri blitart.agungtr.galek

[image:39.612.293.498.240.401.2]

ponorogo pacitan Dimensi 1 3 2 1 0 -1 -2 -3 Dimensi 2 2 1 0 -1 -2 -3 Tulungagung Tuban Trenggalek Situbondo Sidoarjo Probolinggo Ponorogo Pasuruan Pacitan Ngawi Nganjuk Mojokerto Malang Magetan Madiun Lumajang Lamongan Kediri Jombang Jember Gresik Bondowoso Bojonegoro Blitar Banyuwangi

Gambar 11 Konfigurasi Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan PDG Jarak

Gambar 12 Konfigurasi Daerah di Provinsi Jatim berdasarkan PDG Indikator Kerawanan Pangan

Mengingat konfigurasi daerah berdasarkan jarak merupakan konfigurasi yang serupa dengan sebaran geografis daerah, maka konfigurasi tersebut ditetapkan sebagai target. Di sisi lain, konfigurasi daerah berdasarkan indikator kerawanan pangan ditetapkan sebagai sasaran yang ditransformasikan agar diperoleh kesesuaian yang optimal.

(40)
[image:40.612.133.502.197.238.2]

Setelah melalui tiga tahap penyesuaian pada analisis procrustes, maka diperoleh hasil penyesuaian konfigurasi daerah berdasarkan indikator kerawanan pangan terhadap konfigurasi daerah berdasarkan jarak. Tabel 5 menunjukkan tingkat kesesuaian dari dua konfigurasi yang dibandingkan diukur melalui nilai R2.

Tabel 5 Nilai R2 Hasil Analisis Procrustes

Nilai R2 Sumatera Utara Jawa Timur

Jarak lurus 0.577040 0.36241

Jarak kilometer 0.502583 0.34447

Tingkat kesesuaian dari dua konfigurasi yang dibandingkan dapat diukur melalui nilai R2. Hasil penyesuaian konfigurasi menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian konfigurasi kabupaten berdasarkan indikator kerawanan pangan dan jarak garis lurus di Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur, yaitu sebesar 57.704% dan 36.241%. Artinya, proporsi keragaman indikator kerawanan pangan yang dapat dijelaskan menurut jarak lurus antar kabupaten di kedua provinsi

tersebut, masing-masing sebesar 50.2583% dan 34.447%. Penyesuaian ini lebih baik dari pada menggunakan jarak kilometer masing-masing 50.258% dan 34.447%.

Besarnya kontribusi yang disumbangkan oleh masing-masing kabupaten terhadap kuadrat sisaan (Tabel 6 dan 7), menunjukkan bahwa kabupaten Deli

Serdang dan Sidoarjo masing-masing memberikan kontribusi terbesar untuk provinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur, artinya kedua kabupaten tersebut adalah yang paling memberikan makna pada indikator kerawanan pangan. Hal ini ditunjukkan bahwa Kabupaten Deli Serdang menghasilkan produksi padi, ubi kayu dan ubi jalar tertinggi, Persentase Penduduk Miskin terendah, dan Persentase

(41)
[image:41.612.135.507.316.497.2]

Tabel 6 Nilai Kuadrat Beda Antara PDG Jarak dan PDG Indikator Kerawanan Pangan Di Provinsi Sumatera Utara

No Kabupaten Beda Kuadrat beda

1 Asahan -0.9203 0.8469

2 Dairi 0.065 0.0043

3 Deli serdang 1.0688 1.1423

4 Karo -0.2154 0.0464

5 Labuhan Batu -0.6059 0.3671

6 Langkat -0.6618 0.4380

7 Simalungun 0.3118 0.0972

8 Tapanuli selatan 0.2467 0.0608

9 Tapanuli tengah 0.3069 0.0942

10 Tapanuli utara 0.4037 0.1630

Tabel 7 Nilai Kuadrat Beda antara PDG Jarak dan PDG Indikator Kerawanan Pangan di Provinsi Jawa Timur

No Kab Beda

Kuadrat

beda No Kab Beda

Kuadrat beda 1 Banyuwangi -0.4959 0.2459 14 Mojokerto -0.7748 0.6004 2 Blitar 0.5231 0.2736 15 Nganjuk 1.0760 1.1578 3 Bojonegoro 1.1986 1.4366 16 Ngawi 1.6567 2.7455 4 Bondowoso -1.4097 1.9872 17 Pacitan 0.7036 0.4950 5 Gresik -1.0015 1.0030 18 Pasuruan -0.4103 0.1683 6 Jember -0.4803 0.2307 19 Ponorogo 0.7608 0.5789 7 Jombang 0.4023 0.1619 20 Probolinggo -0.7806 0.6094 8 Kediri 0.2656 0.0706 21 Sidoarjo -1.7055 2.9087

9 Lamongan 0.4312 0.1860 22 Situbondo -1.6962 2.8772 10 Lumajang -0.9257 0.8568 23 Trenggalek 0.2847 0.0811 11 Madiun 1.4929 2.2289 24 Tuban -0.2333 0.0544 12 Magetan 0.9619 0.9253 25 Tulungagung 0.5838 0.3408 13 Malang -0.4277 0.1829

Kabupaten Sidoarjo ditinjau dari Indikator kerawanan pangan merupakan Kabupaten yang terendah dalam hal : 1) Persentase kepala rumah tangga yang

bekerja kurang dari 15 jam per minggu, 2) Persentase kepala rumah tangga yang

tidak tamat pendidikan dasar; 3) Persentase rumah tangga yang tidak memiliki

(42)

Analisis Spatial Autocorrelation

Ada 3 kelompok analisis spatial autocorrelation yang dilakukan yaitu spatial autocorrelation: 1) antar kabupaten, 2) kabupaten sentra pangan terhadap

kabupaten lainnya; 3) ibukota provinsi terhadap kabupaten lainnya.

Pola Spasial antar Kabupaten

Dua cara yang dapat digunakan untuk melihat pola spasial (spatial autocorrelation) adalah melalui autocorrelogram dan Indeks Moran. Pada proses spatial autocorrelation- autocorrelogram, langkah pertama yang dilakukan adalah

menentukan interval jarak antar lokasi sampel (kabupaten) yang berdekatan. Kemudian autokorelasi dihitung antar pasangan kabupaten yang telah dikelompokkan menurut jarak yang dibuat, dan menyajikannya dalam bentuk autocorrelogram. Pola spasial pada autocorrelogram dapat dijadikan sebagai indikasi awal ada tidaknya spatial autocorrelation indikator kerawanan pangan antar daerah.

Pola yang sistematis mengindikasikan adanya spatial autocorrelation, yang mencerminkan bahwa indikator kerawanan pangan di suatu daerah dipengaruhi oleh daerah-daerah lain yang berdekatan di sekitarnya.. Bila dihasilkan pola acak, mengindikasikan bahwa tidak terdapat spatial autocorrelation. Nilai spatial autocorrelation positif menunjukkan bahwa indikator kerawanan pangan disuatu

daerah ada kemiripan dengan daerah-daerah yang berdekatan di sekitarnya, sedangkan nilai spatial autocorrelation negatif menunjukkan tidak adanya kemiripan indikator kerawanan pangan antar daerah yang berdekatan. Pola spasial masing-masing indikator kerawanan pangan antar daerah di provinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur yang divisualisasikan dalam bentuk autocorrelogram selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3a dan 3b.

(43)

indikator kerawanan pangan yang tidak memiliki spatial autocorrelation. Artinya, bahwa sebagian besar nilai peubah indikator kerawanan pangan di Sumatera Utara tidak terlalu dipengaruhi oleh nilai peubah indikator kerawanan pangan di kabupaten yang berdekatan.

Pola spasial indikator kerawanan pangan di Provinsi Jawa Timur cukup banyak yang sistematis (10 indikator kerawanan pangan), mengindikasikan bahwa cukup banyak indikator kerawanan pangan yang memiliki spatial autocorrelation. Atau dapat dijelaskan bahwa sebagian besar nilai peubah indikator kerawanan pangan di Jawa Timur dipengaruhi oleh nilai peubah indikator kerawanan pangan di kabupaten yang berdekatan.

Identifikasi melalui autocorrelogram untuk menduga bahwa suatu indikator kerawanan pangan yang memiliki spatial autocorrelationperlu diuji. Pengujian ini untuk membuktikan adanya spatial autocorrelation. Salah satu alat uji standar untuk mengukur spatial autocorrelation yaitu Indeks Moran. Uji signifikansi terhadap Indeks Moran dilambangkan dengan nilai Z(I). Hipotesis yang akan diuji yaitu : H0 = 0 : Tidak terdapat spatial autocorrelation antar daerah; H1a > 0 :

Terdapat spatial autocorrelation positif artinya kabupaten yang berdekatan mempunyai indikator kerawanan pangan yang mirip; H1b < 0 : Terdapat spatial autocorrelation negatif artinya kabupaten yang berdekatan mempunyai indikator kerawanan pangan yang tidak mirip.

Mengacu pada hubungan spasial antar daerah mengikuti Queen’s Move,

dilakukan pengujian hipotesis dengan dua metoda pembobotan yang berbeda. Pembobotan tersebut adalah : a) Pembobotan dengan nilai 1, apabila suatu daerah letaknya saling berdekatan dengan daerah lain, dan sebaliknya pembobotan dengan nilai 0 apabila letaknya tidak berdekatan; b) Pembobotan dengan nilai 1, apabila suatu daerah letaknya saling berdekatan dengan daerah yang serta terdapat akses jalan raya yang menghubungkan kedua daerah secara langsung, dan pembobotan

(44)

Hasil uji Indeks Moran dengan menggunakan taraf nyata 5% pada dua metode pembobotan yang berbeda menghasilkan keputusan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa faktor jalan raya tidak berpengaruh terhadap hubungan spasial indikator kerawanan pangan antar kabupaten di Sumatera Utara dan Jawa

[image:44.612.133.513.255.497.2]

Timur. Hasil uji signifikansi spatial autocorrelationindikator kerawanan pangan di Sumatera Utara dan Jawa Timur disajikan pada Tabel 8 dan 9.

Tabel 8 Hasil Uji Signifikansi Spatial Autocorrelation Indikator Kerawanan Pangan di Sumatera Utara

Tanpa mempertimbangkan jalan raya Mempertimbangkan jalan raya No Indikator

I E(I) S(I) Z(I) Ztbl I E(I) S(I) Z(I) Ztbl 1 Padi -0.18 -0.08 0.21 -0,48 1.96 -0.02 -0.08 0.22 0.30 1.96

2 Jagung 0.26 -0.08 0.21 1,66 1.96 0.21 -0.08 0.22 1.33 1.96

3 Ubi Jalar -0.12 -0.08 0.21 -0.19 1.96 -0.06 -0.08 0.22 0.12 1.96

4 %Pddk Miskin 0.52 -0.08 0.21 2.89 1.96 0.35 -0.08 0.22 1.20 1.96

5 %RT<15 0.10 -0.08 0.21 0.86 1.96 0.17 -0.08 0.22 1.17 1.96

6 %TdkTmtSD -0.05 -0.08 0.21 0.18 1.96 0.10 -0.08 0.22 0.83 1.96

7 %TnpListrik 0.37 -0.08 0.21 2.19 1.96 0.39 -0.08 0.22 2.18 1.96

8 %TnpJalan 0.66 -0.08 0.21 3.54 1.96 0.68 -0.08 0.22 3.51 1.96

9 PDRB -0.14 -0.08 0.21 -0.25 1.96 0.01 -0.08 0.22 0.45 1.96

10 >5Km Puskes 0.11 -0.08 0.21 0.91 1.96 0.06 -0.08 0.22 0.64 1.96

11 TnpAirBrsh 0.22 -0.08 0.21 1.45 1.96 0.29 -0.08 0.22 1.71 1.96

12 Hrpn Hdp 0.21 -0.08 0.21 1.42 1.96 0.31 -0.08 0.22 1.79 1.96

13 BayiKrgGz -0.11 -0.08 0.21 -0.13 1.96 -0.14 -0.08 0.22 -0.27 1.96

14 Kmtian Bayi 0.25 -0.08 0.21 1.58 1.96 0.31 -0.08 0.22 1.80 1.96

15 Bt Hrf -0.14 -0.08 0.21 -0.27 1.96 -0.07 -0.08 0.22 0.08 1.96

16 FlukCrhHjn -0.18 -0.08 0.21 -0.47 1.96 -0.06 -0.08 0.22 0.08 1.96

17 %PntupnHjn 0.30 -0.08 0.21 1.85 1.96 0.,29 -0.08 0.22 1.71 1.96

(45)
[image:45.612.135.501.118.360.2]

Tabel 9 Hasil Uji Signifikansi Spatial AutocorrelationIndikator Kerawanan Pangan di Jawa Timur

Tanpa mempertimbangkan jalan raya Mempertimbangkan jalan raya

NO Indikator

I E(I) S(I) Z(I) Ztbl I E(I) S(I) Z(I) Ztbl 1 Padi 0.21 -0.04 0. 13 1.90 1.96 0,24 -0.04 0.15 1,86 1.96

2 Jagung -0.01 -0.04 0. 13 0.24 1.96 -0.01 -0.04 0.15 0.27 1.96

3 Ubi Jalar 0.40 -0.04 0. 13 3.36 1.96 0.39 -0.04 0.15 2.87 1.96

4 %Pddk Miskin 0.32 -0.04 0. 13 2.72 1.96 0.33 -0.04 0.15 2.46 1.96

5 %RT<15 0.28 -0.04 0. 13 2.48 1.96 0.36 -0.04 0.15 2.72 1.96

6 %TdkTmtSD 0.66 -0.04 0. 13 5.31 1.96 0.65 -0.04 0.15 4.68 1.96

7 %TnpListrik 0.26 -0.04 0. 13 2.25 1.96 0.32 -0.04 0.15 2.41 1.96

8 %TnpJalan 0.11 -0.04 0. 13 1.17 1.96 0.20 -0.04 0.15 1.60 1.96

9 PDRB 0.15 -0.04 0. 13 1.46 1.96 0.13 -0.04 0.15 1.14 1.96

10 >5Km Puskes 0.12 -0.04 0. 13 1.20 1.96 0.10 -0.04 0.15 0.96 1.96

11 TnpAirBrsh 0.35 -0.04 0. 13 2.98 1.96 0.35 -0.04 0.15 2.66 1.96

12 Hrpn Hdp 0.44 -0.04 0. 13 3.67 1.96 0.44 -0.04 0.15 3.27 1.96

13 BayiKrgGz 0.40 -0.04 0. 13 3.34 1.96 0.35 -0.04 0.15 2.62 1.96

14 Kmtian Bayi 0.69 -0.04 0. 13 5.58 1.96 0.70 -0.04 0.15 4.96 1.96

15 Bt Hrf 0.57 -0.04 0. 13 4,64 1.96 0.62 -0.04 0.15 4.46 1.96

16 FlukCrhHjn 0.09 -0.04 0. 13 1.02 1.96 0.05 -0.04 0.15 0.64 1.96

17 %PntupnHjn 0.22 -0.04 0. 13 1.96 1.96 0.25 -0.04 0.15 1.95 1.96

18 LuasPanen 0.05 -0.04 0. 13 0.70 1.96 0.18 -0.04 0.15 1.47 1.96

Secara keseluruhan hasil pengujian hipotesis, menunjukkan bahwa di Provinsi Sumatera Utara hanya 3 indikator kerawanan pangan yang berautokorelasi secara spasial positif. Indikator tersebut adalah Persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan, Persentase rumah tangga yang

tidak memiliki fasilitas listrik, dan Persentase desa tanpa akses jalan, ketiganya

merupakan indikator dari aspek Akses terhadap Pangan dan Pendapatan. Persentase rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas listrik, dan Persentase desa tanpa akses jalan merupakan cerminan akses ke infrastruktur dasar. Daerah yang terhubung dengan baik oleh jalan akan menerima dukungan infrastruktur lain yang memperkuat mata pencaharian. Demikian juga akses

terhadap listrik merupakan indikator yang baik untuk kesejahteraan ekonomi dan peluang mata pencaharian yang lebih tinggi dari suatu daerah. Akses terhadap infrastruktur akan berdampak pada tingkat kemiskinan suatu daerah.

(46)

memiliki nilai spatial autocorrelationpositif sedangkan lebih dari 50 km bernilai spatial autocorrelationnegatif. Sebagai contoh RT tanpa fasilitas listrik, indikator tersebut mirip pada jarak antar kabupaten 0-50 km, kemudian tidak mirip pada jarak 50 – 125 km, mirip lagi pada jarak 125 – 225 km, dan kembali tidak mirip

pada jarak di atas 225 km.

-1 -0.5 0 0.5 1 1.5

0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325

J ar ak ( km)

Gambar 13 Autocorrelogram Rumah Tangga Tanpa Fasilitas Listrik(%) di Propinsi Sumatera Utara

Adanya spatial autocorrelation positif juga dapat dilihat dari Moran’s scatterplot-nya (Gambar 14), terutama pada kemiringan garis yang positif dan pencaran titik yang menyebar di kuadran HH dan kuadran LL. Pencaran titik-titik pada Moran’s scatterplot merupakan kabupaten untuk suatu indikator tertentu, sebagian besar daerah berada di kuadran I (HH) dan III (LL).

Zstd(% Pddk Miskin)

W _ Z s t d (% P d d k M is k in ) 3 2 1 0 -1 -2 3 2 1 0 -1 -2 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 0 0 13 12 11 10 9 8 7 6 5

4 2 3

1

Moran's Scatterplot (Sumu

t T

np Jln)

Zstd(% Tnp Listrik)

W _ Z s td (% T n p L is t ri k ) 3 2 1 0 -1 -2 3 2 1 0 -1 -2 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 0 0 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Moran's Scatterplot (Sumu

t T

np Jln)

Zstd(% Tnp Jalan)

W _ Z s td ( % T n p J a la n ) 3 2 1 0 -1 -2 3 2 1 0 -1 -2 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 0 0

13 1112

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Moran's Scatterplot (Sumu

t T

np Jln)

Gambar 14 Pencaran daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot

berdasarkan Penduduk Miskin, RT Tanpa Listrik, dan Desa Tanpa jalan

Posisi pencaran titik pengamatan menentukan pola peta tematiknya.

(47)

indikator Persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Daerah yang mempunyai nilai yang mirip tersebut adalah kabupaten Dairi, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal. Kelompok kabupaten yang memiliki pengamatan rendah yang dikelilingi oleh daerah yang juga

memiliki pengamatan rendah (LL) adalah Kabupaten Deli Serdang, Asahan dan Simalungun.

Gambar 15 Kemiripan Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot

berdasarkanPersentase Penduduk yang Hidup Dibawah Garis Kemiskinan

Mengacu pada Range<

Gambar

Tabel 2  Ranges Indikator Individu yang digunakan pada Peta Kerawanan Pangan                Indonesia
Tabel 4 menunjukkan nilai STRESS dari kedua konfigurasi daerah
Gambar 7  Diagram Pencar PDG Indikator
Gambar 11  Konfigurasi Daerah di Provinsi  Jawa Timur berdasarkan PDG Jarak
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Super Key satu atribut atau kumpulan atribut yang secara unik mengidentifikasi sebuah record di dalam relasi atau himpunan dari satu atau lebih entitas yang dapat digunakan

Peran Pemerintah Desa Salut khususnya pemangku kepeningan seharusnya berperan lebih aktif dalam melakukan pemberdayaan secara berkala melalui kelompok tani lebah

Observasi dan wawancara jumlah perubahan fungsi telajakan pada rumah warga yang dilakukan di lokasi penelitian yaitu jalan Padma, Terenggana dan Terengguli mengambil 30

Tujuan secara khusus merupakan identifikasi permasalahan secara detail yang ingin peneliti ketahui, diantaranya:.. Untuk mengetahui bagaiamana pengaruh orientasi

Kriteria Indikator Verifier Memenuhi/ Tidak Memenuhi/ Non Applicable Ringkasan Justifikasi kayu olahan yang diterima berasal dari sumber yang telah bersertifikat

Sedangkan ikan puyu di Dumai diperkirakan memijah pada bulan September sampai dengan Oktober, karena pada awal musim hujan itulah pemijahan dapat dilakukan dan

•  Penemuan imunomodulator baru atau pengembangan yang sudah ada à DAPAT MELENGKAPI pengobatan yang sudah ada saat ini. •   Pengembangan imunomodulator hendaklah juga melewati

belajar, yang terdapat di Kelurahan Mangunsari dengan jumlah peserta didik. sebanyak 1509 peserta didik (