• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Metode Seleksi Galur Murni Jagung Pulut (waxy corn) Toleran Kekeringan dan Introgresi Gen opaque 2 (oo) dengan Marka SSRs (Simple Sequence Repeats)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Metode Seleksi Galur Murni Jagung Pulut (waxy corn) Toleran Kekeringan dan Introgresi Gen opaque 2 (oo) dengan Marka SSRs (Simple Sequence Repeats)"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN METODE SELEKSI GALUR MURNI

TETUA HIBRIDA JAGUNG PULUT (

waxy corn

) TOLERAN

KEKERINGAN DAN INTROGRESI GEN

opaque-2

(

oo

)

DENGAN MARKA

SSRs

(

Simple Sequence Repeats

)

ANDI TAKDIR MAKKULAWU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Pengembangan Metode Seleksi Galur Murni Tetua Hibrida Jagung Pulut (waxy corn) Toleran

Kekeringan dan Introgesi Gen opaque-2 (oo) dengan Marka SSRs (Simple

Sequence Repeats)”adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 18 Agustus 2009

(3)

ABSTRACT

ANDI TAKDIR MAKKULAWU. Development of selection method corn parent inbred lines for parents at hybrid waxy corn tolerant to drought and introgression of opaque-2 (oo) gene by using SSRs (Simple Sequence Repeats). Supervisors:

HAJRIAL ASWIDINNOOR, TRIKOESOEMANINGTYAS, and JAJAH

KOSWARA.

The Dissertation study the development of selection method corn parent inbred lines for parents at hybrid waxy corn tolerant to drought and introgression of opaque-2 (oo) gene by using SSRs (Simple Sequence Repeats).

The first experiment was to determine relation of waxy corn genotype kinship based on DNA band pattern by using SSRs marker and correlation among taxonomic distance matrix averages based on morphological performance, and similarity coefficient based on DNA band pattern getting from SSRs marker. The result showed that genetic variance of the tested material was high enough. It was indicated by polymorphism value of 0.62. Dendogram construction based on UPGMA was able to distinguish one genotype to the others. According to genetic similarity, the genotypes could be grouped into three clusters characterized by the genotypes with similar pedigree code with cofenetic correlation coefficient (r)0.88 categorized good fit for handled waxy corn genotype groups. However, Correlation value between taxonomic distance matrix based on morphological performance and similarity coefficient based on DNA band pattern according to goodness of fit criteria was categorized as very weak. The information could used in selecting the parent and become as one of strategies in hybrid maize breeding program.

The second experiment was conducted to estimate combining ability and heterosis value of ten waxy corn genotypes having high amelopectin, tolerance to drought stress environment as parent candidate of hybrid formation. The result indicated that several genotypes having good combining ability value for grain weight character per plant and interval silking anthesis under stress and drought stress environment. Grain weight character per plant on without stress and drought stress environment showed the same combining ability value, while interval silking anthesis on without stress and drought stress environment revealed different combining ability value. This information is important to determine direct or indirect selection method in selecting maize genotypes which tolerant to drought stress environment.

(4)
(5)

RINGKASAN

ANDI TAKDIR MAKKULAWU. Pengembangan Metode Seleksi Galur Murni Tetua Hibrida Jagung Pulut (waxy corn) Toleran Kekeringan dan Introgresi Gen

opaque 2 (oo) dengan Marka SSRs (Simple Sequence Repeats). Dibimbing oleh

HAJRIAL ASWIDINNOOR, TRIKOESOEMANINGTYAS, dan JAJAH

KOSWARA.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode seleksi yang dapat mengelompokkan toleransi galur murni jagung pulut (waxy corn) toleran cekaman kekeringan dan marka SSRs yang sesuai untuk introgresi genopaque 2(oo) ke dalam jagung pulut. Penelitian ini terdiri dari empat percobaan diantaranya adalah: Percobaan pertama untuk mengetahui hubungan kekerabatan atau jarak genetik 39 galur jagung pulut berdasarkan pola pita DNA memanfaatkan marka SSRs, dan korelasi antara matrik rata-rata jarak taksonomi berdasarkan penampilan morfologi dan koefisien kemiripan berdasarkan pola pita DNA berbasis marka SSRs. Hasil percobaan menunjukkan keragaman genetik cukup tinggi dari materi yang diuji. Hal ini ditunjukkan dengan nilai polimorfisme 0,62. Konstruksi dendogram berdasarkan UPGMA dapat membedakan galur satu dengan lainnya. Berdasarkan kemiripan genetik, galur dapat dikelompokkan menjadi tiga kluster yang dicirikan oleh galur dengan kode pedigree hampir sama. Nilai koefisien korelasi kofenetik (r) sebesar 0,88 menunjukkan good fit untuk kelompok galur jagung pulut yang ditangani. Namun korelasi antara matrik jarak taksonomi berdasarkan penampilan morfologi dengan koefisien kemiripan berdasarkan pola pita DNA menurut kriteriagoodness of fit maka nilai korelasi tersebut tergolong sangat lemah. Informasi ini akan efektif dalam menyeleksi tetua dan merupakan salah satu strategi dalam program pemuliaan jagung hibrida.

Kegiatan pada percobaan kedua dilakukan untuk mendapatkan informasi nilai daya gabung dan nilai heterosis 10 galur jagung pulut (waxy corn) yang memiliki kandungan amilopektin tinggi dan toleran terhadap lingkungan tercekam kekeringan. Hasil menunjukkan bahwa beberapa genotipe yang memiliki nilai daya gabung yang baik untuk karakter bobot biji per tanaman dananthesis silking intervalpada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan. Karakter bobot biji per tanaman pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan menunjukkan perilaku daya gabung yang sama, sedangkan karakter anthesis silking interval pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan menunjukkan perilaku daya gabung yang berbeda.

Introgresi gen opaque-2 pada percobaan ketiga dilaksanakan untuk mengintrogresikan gen resesif mutanopaque-2dari galur QPM ke galur jagung pulut memanfaatkan Marker Assisted Selection (MAS) sebagai alat bantu seleksi. Hasil menunjukkan bahwa marka SSR spesifik phi057 terbukti efektif dan efisien digunakan menyeleksi galur-galur progeni CML141 x PTBC4-7-1-BB dan CML142 x PTBC4-10-1-BB yang telah terintrogresikan dengan gen homosigot resesifopaque 2 (oo). Seleksi menggunakan alat bantu MAS memiliki kecenderungan mengikuti nisbah segeregasi Mendel pada setiap generasi silang dalam (selfing).

(6)

menunjukkan bahwa genotipe uji memiliki nilai daya gabung khusus cukup baik terhadap salah satu tester baik dengan CML154 maupun dengan CML156 untuk karakter bobot biji per tanaman, pengaruh faktor lingkungan lebih dominan dari faktor genetik pada persilangan dengan CML154 dan pengaruh faktor genetik lebih dominan dari faktor lingkungan pada persilangan dengan CML156, galur MrP-7-1-20BBo2 memiliki daya gabung khusus dengan CML154 dan galur MrP-10-1-13BBo2 memiliki daya gabung khusus dengan CML154 dan CML156 serta berpotensi sebagai kandidat tetua dalam program mendapatkan hibrida potensi hasil tinggi.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

PENGEMBANGAN METODE SELEKSI GALUR MURNI

TETUA HIBRIDA JAGUNG PULUT (

waxy corn

) TOLERAN

KEKERINGAN DAN INTROGRESI GEN

opaque-2

(

oo

)

DENGAN MARKA

SSRs

(

Simple Sequence Repeats

)

ANDI TAKDIR MAKKULAWU

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Disertasi : Pengembangan Metode Seleksi Galur Murni Jagung Pulut (waxy corn) Toleran Kekeringan dan Introgresi Genopaque-2(oo) dengan Marka SSRs (Simple Sequence Repeats)

Nama : Andi Takdir Makkulawu

NIM : A161060081

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc. Ketua

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. Prof. Dr. Ir. Jajah Koswara

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Agronomi dan Hortikultura

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. Muhammad Syukur MP.

(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)

2. Dr. Ir. Edi Santosa MSc.

(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)

Penguji pada Ujian Terbuka :

1. Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati MSc.

(Profesor dan Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)

2. Dr. Firdaus Kasim

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2006 sampai Februari 2009 ini ialah Kekeringan, dengan judul “PENGEMBANGAN METODE SELEKSI

GALUR MURNI TETUA HIBRIDA JAGUNG PULUT (waxy corn)

TOLERAN KEKERINGAN DAN INTROGRESI GEN opaque-2 (oo)

DENGAN MARKA SSRs (Simple Sequence Repeats)” dilaksanakan di KP. Maros, KP. Bajeng, Laboratorium Molekuler Balitsereal, KP. Cikeumeuh BB-Biogen Bogor, dan KP. Muneng Balitkabi Probolinggo.

Disertasi ini memuat empat bab yang merupakan pengembangan dari naskah artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah. Bab I berjudul Analisis Keragaman Genetik Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) Berbasis Marka SSRs (Simple Sequence Repeats) dan Korelasinya dengan Karakter Morfologi, telah diterbitkan (Penelitian Pertanian Vol. 28 No. 1: 9 - 18), Bab II Daya Gabung Karakter Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) pada Kondisi Lingkungan Tanpa Cekaman dan Lingkungan Tercekam Kekeringan, Bab III Introgres Galur Jagung Pulut (waxy corn) dengan Gen Resesif Mutan opaque-2, memanfaatkan Alat Bantu MAS (Marker Assisted Selection), dan Bab IV Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2

hasil PersilanganTestcross.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc., Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc., dan Prof. Dr. Ir. Jajah Koswara, selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran, kepada Dr. Ir. Muhammad Syukur MP. dan Dr. Ir. Edi Santosa MSc. sebagai penguji luar komisi pembimbing pada ujian tertutup serta Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati MSc. dan Dr. Firdaus Kasim sebagai penguji luar komisi pembimbing pada ujian terbuka. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Badan Litbang Pertanian dan Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian beserta staf, Kepala Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros beserta staf, Kepala KP. Cikeumeuh Balai Besar Penelitian Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik (BB Biogen) Bogor beserta staf, Kepala KP. Muneng Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang beserta staf, Kepala KP. Maros, KP. Bajeng, dan Koordinator Laboratorium Molekuler Balai Penelitian Tanaman Serealia beserta staf, yang telah membantu selama penelitian dan pengumpulan data.

(12)

Fransiskus Misi, Yosepina Soben, Mahda, Martina Ranggi, Muzdalifah Isnaini SP.MP., Sigit Budisantoso SP., Ir. Andi Haris Talanca, Ir. Suskandari Kartikaningrum MP., Dr. Mappanganggang S. Pabage, Dr. A. M. Adnan, Dr. Muhammad Azrai, Dr. Marcia Bunga Pabendon, Ir. Nuning Agro Subekti MSc., Sri Sunarti SP., Ir. Sumarni Singgih MS., Ir. Muslimah Hamdani, Ir. Muh. Yasin HG. MS., Roy Efendi SP., MSi., dan Amin Nur, SP.MSi.

Kepada Pimpinan dan Dosen SPs IPB, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih atas segala bimbingan dan pembinaannya selama penulis menyelesaikan studi, terutama kepada Ketua Program Studi Agronomi dan Pemuliaan Bioteknologi Tanaman beserta staf yang telah membantu penulis selama mengikuti studi di IPB. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Agronomi, Pemuliaan Bioteknologi Tanaman yakni Ir. Rr. Sri Hartati MS., Indrastuti Aprianti SP., Enung Sri Mulyaningsih SP., MS., Ir. Dwi Wahyu Ganefianti MS., Ir. Rubiyo MS., dan rekan-rekan mahasiswa program studi Agronomi angkatan 2006 serta mahasiswa program studi Pemuliaan dan Bioteknologi angkatan 2007 atas segala bantuan, dukungan dan kebersamaannya selama penulis mengikuti studi di SPs IPB.

Ungkapan rasa hormat, bangga, penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih penulis sampaikan kepada isteri tercinta Rafidah Neni Iriany M. SSi. MP. atas curahan kasih sayang dan perhatiannya, kepada Ayahanda tercinta Andi Kessi Makkulawu SH., Ibunda tercinta Andi Paiga BA. dan Andi Muddariah (Almarhum), Mertua Massi Patintingi dan St. Aminah (Almarhum), Ipar Rosmani, Siti Ruaedah, Ir. Mustakim, Andi Nuryansah ST. MS., Andi Sahar ST., dr. Asni, Adik-adikku Andi Anggriah M., Andi Muliana M. SE., Andi Ridwan M. ST. MT., Andi Wahyani M. AMd., Andi Panaungi M., Andi Ismail M., dan Andi Nur Rahma M. SP., serta seluruh keluarga, ucapan terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya, hormat penulis khusus disampaikan kepada keluarga almarhum Dr. Marsum M. Dahlan, atas bimbingan dan segala doa serta kasih sayangnya. Kepada Prof. Dr. Ir. Andi Hasanuddin MSc. penulis ucapkan terima kasih atas arahan dan bimbingan selama penulis memulai karier sampai sekarang.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, 18 Agustus 2009

(13)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sengkang Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Februari 1971 sebagai anak sulung pasangan Andi Kessi Makkulawu dan Andi Muddariah (Almarhum). Pendidikan sarjana di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Muslim Indonesia Ujung Pandang, lulus pada tahun 1994. Pada tahun 2000, penulis diterima di Program Studi Pemuliaan Tanaman pada Program Pascasarjana UNPAD dan menamatkan pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Agronomi dan Hortikulturan IPB diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai peneliti pada Kelti Pemuliaan Tanaman di Balai Penelitian Tanaman Serealia sejak tahun 1995 sampai sekarang dan ditempatkan di Maros. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah pemuliaan tanaman jagung. Tujuh varietas jagung hibridathree way cros yang telah dirilis adalah Semar 4 sampai Semar 10 dan satu hibrida single crosadalah Bima 1, dimana penulis sebagai salah seorang anggota tim teknisi, Tiga varietas jagung bersari bebas yang telah dirilis adalah Srikandi Kuning-1, Srikandi Putih-1 dan Anoman, dimana penulis sebagai salah seorang anggota Tim Pemulia, dan sebagai Pemulia Utama pada lima varietas jagung hibrida silang tunggal adalah Bima 2 Bantimurung, Bima 3 Bantimurung, Bima 4, Bima 5 dan Bima 6 yang telah dirilis oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia.

(14)

BIODATA

N a m a : Andi Takdir Makkulawu Tempat/Tgl.Lahir : Wajo/3 Februari 1971

Instansi : Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros Jabatan : Pemulia Tanaman Jagung

Alamat Kantor: Jl. Dr. Ratulangi No.274

Po.Box 1173 Makassar, Telp. 0411 371016, 371961. Fax. 0411 371961 E-mail:balitsereal@plasa.com,

balitser@yahoo.com

Maros 90514 Sulawesi Selatan.

Alamat Rumah : Jl. Kacang Hijau No.72 Komplek Balitsereal Maros Telp. 0411 371 764/081343890234 Kel: Allepolea Kec: LAU, Kab: Maros, Sulawesi Selatan 90511 Alamat E-mail: takdirmaize@yahoo.com

Riwayat Pendidikan:

1983 SD Negeri 3 - 5 Sengkang, Kab.Wajo 1986 SMP Negeri 1 Sengkang, Kab.Wajo 1989 SMA Negeri 1 Sengkang, Kab. Wajo

1993 Ir. Universitas Muslim Indonesia (Agronomi) 2003 MP. Universitas Padjadjaran (Pemuliaan Tanaman)

Riwayat/Pengalaman Kerja:

1995–Sekarang: Peneliti Pemuliaan pada Balai Penelitian Tanaman Serealia.

1999 – Sekarang: Terdaftar sebagai Anggota Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Tanaman Indonesia (PERIPI).

1995–2001: Teknisi pada rilis varietas jagung hibrida Semar 4–Semar 10 dan Bima 1. 2004 – 2006: Anggota tim pemulia pada rilis varietas jagung bersaribebas Srikandi

Putih-1, Srikandi Kuning-1, dan Anoman-1.

20 - 24 March 2006 mengikuti The First Annual MeetingEnhancing Maize Productivity in Drought-Prone Environments in East and Southeast Asia”at Ebina House Bangkok, Thailand. AMNET (Asian Maize Network) kerjasama antara ADB (Asian Development Bank) dengan CIMMYT (International Maize and Wheat Inprovement Centre).

21 – 25 Agustus 2006 Mengikuti International Plant Breeding Symposium (IPBS) di Mexico City.

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Indentifikasi Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis ... 6

Diagram Alir Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

Jagung Pulut (waxy corn) ... 9

Jagung Bermutu Protein Tinggi ... 10

Marka SSRs (Simple Sequence Repeats) ... 13

Peningkatan Produksi Jagung dan Permasalahannya ... 15

Strategi Pengembangan Varietas Toleran Kekeringan ... 16

BAB III. ANALISIS KERAGAMAN GENETIK GALUR-GALUR JAGUNG PULUT (waxy corn) BERBASIS MARKA SSRs (Simple Sequence Repeats) DAN KORELASINYA DENGAN KARAKTER MORFOLOGI ... 26

Abstrak ... 26

Pendahuluan ... 28

Bahan dan Metode ... 30

Hasil dan Pembahasan ... 38

Kesimpulan ... 46

BAB IV. DAYA GABUNG KARAKTER HASIL dan KOMPONEN HASIL GALUR-GALUR JAGUNG PULUT (waxy corn) pada KONDISI LINGKUNGAN TANPA CEKAMAN dan LINGKUNGAN TERCEKAM KEKERINGAN ... 47

Abstrak ... 47

Pendahuluan ... 49

(16)

Hasil Pembahasan ... 57

Kesimpulan ... 83

BAB V. INTROGRES GALUR JAGUNG PULUT (waxy corn) GEN RESESIF MUTANopaque-2(oo) ke dalam JAGUNG PULUT MEMANFAATKAN ALAT BANTU MAS (Marker Assisted Selection) ... 85

Abstrak ... 85

Pendahuluan ... 87

Bahan dan Metode ... 89

Hasil Pembahasan ... 94

Kesimpulan ... 98

BAB VI. PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG PULUT (waxy corn) YANG MEMILIKI GENopaque-2(oo) HASIL SILANG PUNCAK (Testcross) ... 99

Abstrak ... 99

Pendahuluan ... 101

Bahan dan Metode ... 105

Hasil Pembahasan ... 109

Kesimpulan ... 124

BAB VI. PEMBAHASAN UMUM ... 125

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 135

Kesimpulan ... 135

Saran ... 137

DAFTAR PUSTAKA ... 138

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Evaluasi Populasi pada Cekaman Kekeringan ………….…... 22

2. Peningkatan Populasi Pool 2 atas Cekaman Kering ………… 23 3. Varietas umur genjah dan toleran kekeringan yang telah

dilepas oleh Badan Litbang Pertanian ... 25 4. Materi genetik galur-galur jagung pulut (waxy corn) yang

digunakan ... 30 5. Sekuen dari 20 marka mikrosatelit yang digunakan dalam

penelitian ... 31 6. Kriteriagoodness of fitberdasarkan nilai korelasi ………….. 37

7. Profil data marka mikrosatelit hasil karakterisasi pada galur

jagung pulut menggunakan 20 marka SSRs …….…..………. 39 8. Matrik rata-rata jarak taksonomi diantara genotip jagung pulut

berdasarkan penampilan morfologi (di bawah diagonal) dan matrik tingkat kemiripan genetik berdasarkan pola pita DNA

(di atas diagonal) ………. 45

9. Materi genetik yang digunakan dalam persilangan diallel ... 51 10. Analisis varians perbedaan genotip ... 54 11. Analisis varians daya gabung metode I model 1 dari Griffing 54

12. Kuadrat tengah perbedaan antara genotipe karakter bobot biji per tanaman dan anthesis silking interval pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan tercekam

kekeringan di Muneng dan Maros pada MK2008 ... 57 13. Analisis gabungan karakter bobot biji per tanaman (gram)

hasil persilangan dialel genotipe (1-100), lokasi (Maros-Muneng), dan lingkungan (tanpa cekaman dan cekaman

(18)

14. Analisis gabungan karakter anthesis silking interval (hari) hasil persilangan dialel genotipe (1-100), lokasi (Maros-Muneng), dan lingkungan (tanpa cekaman dan cekaman

kekeringan) pada MK2008 ……….. 60 15 Kuadrat tengah genotipe, DGU, DGK, dan resiprokal pada

persilangan diallel (10 x 10) genotipe jagung pulut pada kondisi tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan

di Muneng dan Maros, MK2008 ………. 61

16. Estimasi varian komponen genetik persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman

dan lingkungan cekaman kekeringan MK2008 ... 62 17. Nilai efek daya gabung umum 10 genotipe jagung pulut pada

kondisi tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan

MK2008 …………..………... 62 18. Nilai efek DGK persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung

pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan

cekaman kekeringan MK2008 ……… 63 19. Nilai efek DGK persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung

pulut karakter bobot biji per tanaman pada kondisi lingkungan

tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan MK2008 65 20. Nilai efek DGK persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung

pulut karakter anthesis silking interval pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan cekaman

kekeringan MK2008 ... 66 21. Penampilan tetua, F1, dan jarak genetik karakter bobot biji per

tanaman persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan cekaman

kekeringan di Muneng dan Maros pada MK2008 ... 68 22. Penampilan nilai heterosis rata-rata tetua, heterosis rata-rata

tetua tertinggi, dan nilai jarak genetik karakter bobot biji per tanaman persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan cekaman

kekeringan di Muneng dan Maros MK2008 ... 70 23. Sepuluh genotipe terbaik berdasarkan penampilan nilai

heterosis rata-rata tetua, dan heterosis rata-rata tetua tertinggi karakter bobot biji per tanaman persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman

(19)

24. Penampilan tetua, F1, dan jarak genetik karakter anthesis silking interval persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan cekaman

kekeringan di Muneng dan Maros MK2008 ... 73 25. Penampilan nilai heterosis rata-rata tetua, heterosis rata-rata

tetua tertinggi, dan nilai jarak genetik karakter anthesis silking interval persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan cekaman kekeringan

di Muneng dan Maros MK2008 ……….. 75 26. Sepuluh genotipe terbaik berdasarkan penampilan nilai

heterosis rata-rata tetua, dan heterosis rata-rata tetua tertinggi anthesis silking interval (ASI) persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman

dan cekaman kekeringan di Muneng dan Maros MK2008 …. 77 27. Rata-rata bobot biji per tanaman, potensi hasil, penurunan

hasil, dan indeks sensifitas cekaman kekeringan dari

persilangan diallel 10 x 10 tanaman jagung pulut pada kondisi tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan di

Muneng MK2008 ... 78 28. Rata-rata bobot biji per tanaman, potensi hasil, penurunan

hasil, dan indeks sensifitas cekaman kekeringan dari persilangan diallel 10 x 10 pada tanaman jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan cekaman

kekeringan di Maros MK2008 ……… 81 29. Jumlah individu tanaman yang terdeteksi memiliki gen

opaque-2pada masing-masing generasi berdasarkan pola pita

memanfaatkan alat bantu MAS dengan marka SSRsphi057 .. 97 30. Materi genetik yang digunakan dalam persilangan silang

puncak (tester parent CML154 dan CML156) ……… 105

31. Analisis varians perbedaan genotip ……… 108 32. Analisis gabungan tester parent CML154 dan CML156 di

lokasi Maros MH2008/2009 ……… 109

33. Penampilan hibrida silang puncak (Set I), karakter bobot biji per tanaman genotipe jagung pulut yang memiliki gen

opaque-2di Maros MH2008/2009 ………... 110 34. Penampilan hibrida silang puncak (Set II), karakter bobot biji

per tanaman genotipe jagung pulut yang memiliki gen

(20)

35. Persentase relatif hibrida silang puncak (set I; tester CML154) terhadap tiga varietas pembanding, karakter bobot biji per tanaman jagung pulut yang memiliki genopaque-2di Maros

MH2008/2009 ... 115 36. Persentase relatif hibrida silang puncak (set I; tester CML156)

terhadap tiga varietas pembanding, karakter bobot biji per tanaman jagung pulut yang memiliki genopaque-2di Maros

MH2008/2009 ………...……….. 117

37. Persentase relatif hibrida silang puncak (set II; tester

CML154) terhadap tiga varietas pembanding, karakter bobot biji per tanaman jagung pulut yang memiliki genopaque-2di

Maros MH2008/2009 ... 120 38 Persentase relatif hibrida silang puncak (set II; tester

CML156) terhadap tiga varietas pembanding, karakter bobot biji per tanaman jagung pulut yang memiliki genopaque-2di

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Bagan alur kegiatan penelitian disertasi ... 7 2. Hubungan antara hasil (g/tanaman) dengan waktu keluarnya

rambut pada kondisi lingkungan cekaman kekeringan (Grant

et al. 1989) ... 25 3. Visualisasi pola pita DNA menggunakan marka SSR

phi109188 melalui elektroforesis vertikal 4,5% PAGE

(Polyacrylamide Gel Electrophoresis) ... 38 4. Dendogram 39 galur jagung pulut menggunakan 20 marka

SSRs dan dikonstruksi berdasarkan koefisien kemiripan

Jaccard ... 40 5. Posisi relatif 39 galur jagung pulut (waxy corn) menggunakan

20 marka SSRs berdasarkan hasil analisis PcoA dua dimensi 42 6. Dendrogram 10 galur jagung pulut (waxy corn) hasil analisis

klaster berdasarkan pola pita DNA dengan metode UPGMA

menggunakan 20 praimer SSRs ……….. 43 7. Dendrogam 10 genotip jagung pulut (waxy corn) hasil

analisis klaster berdasarkan penampilan morfologi dengan

metode UPGMA pada 7 karakter ……… 44

8. Profil pita DNA individu tanaman generasi F2set I: CML 141(101) x PTBC4-7-1-B (102) hasil PCR yang divisualisasi dengan gelpolyacrilamidmenggunakan primer SSR spesifik

phi 057 ... 94 9. Profil pita DNA individu tanaman generasi F2set II: CML

142 (104) x PTBC4-10-1-B (105) hasil PCR yang divisualisasi dengan gelpolyacrilamidmenggunakan primer SSR spesifik

phi 057 ………. 94

10. Profil pita DNA individu tanaman generasi F3set I: CML 141(101) x PTBC4-7-1-B (102) hasil PCR yang divisualisasi dengan gelpolyacrilamidmenggunakan primer SSR spesifik

phi 057 ………. 96

11. Profil pita DNA individu tanaman generasi F3set II: CML 142 (104) x PTBC4-10-1-B (105) hasil PCR yang divisualisasi dengan gelpolyacrilamidmenggunakan primer SSR spesifik

(22)

12. Penampilan tongkol galur jagung set I: CML 141(101) x PTBC4-7-1-B (102) dan set II: CML 142 (104) x PTBC4 -10-1-B (105) hasil introgresi gen homosigot resesifopaque-2pada

generasi F3 ………... 97

13. Penampilan biji jagung hasil introgresi gen homosigot resesif

opaque-2pada generasi F3. Tampak gambar atas (A) biji jagung dan lingkar tongkol set I: PTBC4-7-1-BBo2(102), dan gambar bawah (B) biji jagung dan lingkar tongkol set II:

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Komposisi reaksi PCR, konsentrasi akhir, dan volume …….. 149 2. Proses amplifikasi dan visualisasi pola pita DNA ... 149 3. Skema persilangan diallel penuh ... 149 4. Matriks jarak genetik hasil karakterisasi 39 galur jagung pulut

(waxy corn) berbasis marka SSRs (Single Sequence Repeats) 150 5. Tata letak percobaan pengujian daya gabung, maternal efek,

dan efek heterosis karakter hasil pada kondisi lingkungan

tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan MK2008 151 6. Silsilah Materi Genetik yang digunakan dalam penelitian ... 152 7. Skema kegiatan persilangan dengan metode RILs

(Recombinant Inbreed Lines) ... 152 8. Data pengamatan curah hujan di Muneng dari Januari–

November 2008 ………... 153

9. Data pengamatan curah hujan di Maros dari Januari–

November 2008 ………... 154

10. Data lengas tanah percobaan pada kondisi lingkungan tanpa

cekaman di Muneng MK2008 ………. 155

11. Data lengas tanah percobaan pada kondisi lingkungan

cekaman kekeringan di Muneng MK2008 ……….. 156 12. Data lengas tanah percobaan pada kondisi lingkungan tanpa

cekaman di Maros MK2008 ……… 157

13. Data lengas tanah percobaan pada kondisi lingkungan

(24)

BAB. I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung khusus (specialty corn/maize) didefinisikan sebagai jenis jagung yang memiliki sifat khusus umumnya berupa mutu nutrisi seperti jagung yang memiliki protein mutu tinggi (Quality Protein Maize), jagung pulut, jagung manis, dan jagung dengan kandungan minyak tinggi. Beberapa tahun terakhir ini kebutuhan produk berbahan baku jagung antara lain pakan ternak, pangan, dan industri lainnya semakin meningkat.

Permintaan jagung untuk industri pakan meningkat cukup pesat dengan laju 4% per tahun sehingga defisit meningkat 15% per tahun. Jika pada tahun 1999 defisit jagung mencapai 1,67 juta ton, maka pada tahun 2010 defisit diperkirakan mencapai -6,03 juta ton. Selain untuk mencukupi kebutuhan industri dalam negeri, peluang ekspor jagung terbuka luas. Indonesia pada tahun 2005 mengimpor jagung 1,80 juta ton dan diperkirakan 2,20 juta ton pada tahun 2010. Luas panen jagung dalam kurun waktu 1968-2007 mengalami fluktuasi, dengan peningkatan rata-rata 1,85% per tahun. Pada tahun 2007, luas panen jagung 3.619.411 ha dengan produksi sebesar 13.279.794 t pipilan kering. Produksi jagung selama kurun waktu tersebut menunjukkan tren yang meningkat dengan laju 5,16% per tahun. Produktivitas jagung pada tahun 2007 rata-rata 3,67 t ha-1 pipilan kering, meningkat dengan laju 3,70% per tahun (BPS 2008). Angka-angka pada data tersebut diatas merupakan produksi total jagung secara keseluruhan tanpa memisahkan produksi dari jagung biasa, manis, pulut, dan jagung popcorn, apalagi jenis dari biji yang dihasilkan berasal dari jagung bersaribebas atau jagung hibrida.

(25)

Jagung sebagai bahan baku utama bagi industri pakan ternak sangat menentukan keberhasilan pengembangan industri peternakan karena lebih dari 50% komposisi makanan ternak menggunakan bahan dasar dari jagung. Jagung mempunyai peluang pasar domestik cukup besar,tetapi belum dapat dipenuhi sendiri sehingga masih impor. Jagung mempunyai potensi pasar internasional yang besar, khusus pasar regional Asia dan Afrika yang padat penduduknya dan selama ini menjadi pasar utama. Dengan demikian produk-produk jagung mempunyai potensi untuk menjadi komoditi ekspor andalan bagi Indonesia.

Potensi produksi jagung sangat luar biasa, saat ini luas panen jagung nasional hanya sekitar 3,5 juta hektar/tahun dengan produktivitas rata-rata 3,3 t ha-1 pipilan kering. Lahan yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas secara teknis masih terbuka lebar bahkan produktivitas dapat mencapai lebih dari 10 t ha-1. Karena itu Indonesia berpeluang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan nasional dan juga untuk ekspor berapapun jumlahnya.

Faktor lingkungan di dalam pengembangan jagung merupakan salah satu faktor yang menentukan. Keragaman lingkungan pertanaman jagung dapat menimbulkan adanya interaksi genotipe dengan lingkungan. Interaksi ini dapat diperkecil dengan mengembangkan varietas yang mempunyai potensi hasil tinggi. Sekitar 57% produksi biji jagung di Indonesia dihasilkan oleh pertanaman jagung pada musim hujan, 24% pada musim kemarau I (MK I) dan 19% pada MK II (Kasryno 2002). Dari beberapa faktor cekaman abiotik ternyata persentasi cekaman kekeringan merupakan faktor cekaman tertinggi yakni sekitar 26%, kemudian diikuti cekaman mineral 20%, cekaman suhu rendah 15%, sedangkan sisanya adalah cekaman biotik yaitu 39% (Blum 1986

dalam Kalefetoğlu dan Ekmekçi 2005). Pada daerah tropis, kondisi cekaman kekeringan mengakibatkan penurunan dan kehilangan hasil produksi (IFAD 2002). Menurut Monneveux et al. (2006) cekaman kekeringan pada daerah tropis menyebabkan penurunan produksi jagung sekitar 17 - 60%.

(26)

tanah yang semakin menurun terutama di musim kemarau dan terjadinya perubahan atau pergeseran musim hujan (Deptan 2004).

Kekeringan pada pertanaman jagung di Indonesia terjadi karena sebagian besar ditanam pada lahan kering dimana kebutuhan air untuk pertumbuhan tergantung pada curah hujan. Lahan tersebut termasuk zone iklim D3 dan D4 yang bulan basahnya hanya 3-4 bulan. Daerah yang termasuk zone iklim D dan E sangat luas, misalnya zone iklim di Bali, NTB dan NTT. Hasil rendah karena curah hujan yang rendah juga terdapat di Jawa seperti di Sumenep, Madura dengan produktivitas 2,03 t.ha-1 dan Gunung Kidul 2,36 t.ha-1 (Deptan 2004). Potensi hasil yang rendah karena cekaman air mengakibatkan tidak efisiennya penggunaan pupuk, sehingga petani menggunakan pupuk dengan takaran rendah atau sama sekali tidak menggunakan pupuk.

Tanaman jagung sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan terutama pada periode 1 minggu sebelum sampai dengan 2 minggu setelah saat berbunga. Kekeringan pada periode ini menyebabkan tanaman akan mengalami peningkatan Anthesis silking interval (ASI) sehingga penyerbukan tidak sinkron (Edmeades et al. 1992) dan pembentukan biji yang tidak optimal atau bahkan sama sekali tidak ada biji yang terbentuk karena adanya reduksi hasil fotosintesis (Westgate and Bassetti 1990; Zinselmeier et al. 1995; Schussler and Westgate 1995). Salah satu strategi pengembangan tanaman jagung pada lahan yang sering mengalami kondisi defisit air adalah pengunaan genotipe yang toleran pada kondisi defisit air. Genotipe tersebut dapat diperoleh dari hasil seleksi atau penyaringan kemampuan genotipe beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan.

Jagung pulut (waxy corn) merupakan salah satu jenis jagung yang banyak dikonsumsi dan disenangi oleh masyarakat Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan. Jagung pulut merupakan jagung lokal yang toleran kekeringan tetapi mempunyai potensi hasil sangat rendah (kurang dari 2 t ha-1) karena ukuran tongkol kecil, walaupun dengan penerapan budidaya dengan sempurna. Karakter pulut diatur oleh gen resesif

(27)

Namun demikian jagung pulut memiliki nilai nutrisi yang rendah terutama kandungan lisin dan triptofannya.

Upaya menjawab tantangan tersebut, terdapat jenis jagungQuality Protein Maize

(QPM) dapat dimanfaatkan karena mempunyai kelebihan yaitu mengandung dua kali lebih banyak kadar lisin dan triptofan dibanding jagung umumnya. Jagung QPM digunakan karena ternak monogastik sistem pencernaannya tidak dapat menghasilkan protein sendiri. Awal dari perbaikan genetik terhadap mutu protein dipicu oleh penemuan gen-genopaquedanflouryyang dilaporkan dapat mengubah kandungan lisin dan triptofan pada endosperma biji (Zuber et al. 1975). Dari sejumlah gen yang telah berhasil diidentifikasi, hanya gen opaque-2 (oo) dan floury2 (fl2) yang sering dimanfaatkan dalam memperbaiki sifat endosperma jagung (Mertz et al. 1964; Nelson

et al. 1965). Pada awalnya, Centro Internacional de Mejoramiento de Maizy Trigo

(CIMMYT) menggunakan kedua gen tersebut, namun dalam perkembangan berikutnya lebih memfokuskan kepada pemanfaatan genoo(Vasal 2000).

Pemindahan “gen opaque-2” ke genotipe jagung lainnya dapat meningkatkan mutu protein jagung tersebut. Selain kandungan protein jagung meningkat dari 9.0 menjadi 11,0 –13,5%, juga kandungan triptofan dan lisinnya meningkat berturut-turut menjadi 0,11% dan 0,47% (Cordova 2001). Pembentukan jagung hibrida berorientasi QPM dilakukan dengan mengkonversi galur biji biasa menjadi opaque-2 (oo). Azrai (2007) telah berhasil mendeteksi keberadaan gen homosigot resesif opaque-2 pada galur-galur progeni CML161 x Nei9008 dan CML161 x MR10 memanfaatkan marka

Simple Sequence Repeats(SSR) spesifik phi057dan umc1066. Biji yang mengandung gen oo memperlihatkan sifat kabur yang merupakan penanda atau marka morfologis yang efektif dalam seleksi populasi yang bersegregasi (Vasal 2001). Namun demikian pemindahan gen dengan metode konvensional akan membutuhkan waktu relatif lebih lama karena sifat yang resesif dari alil oo akan tertutupi oleh alil OOyang merupakan protein pengatur (regulator protein). Dibutuhkan suatu teknik cepat yang dapat menjawab tantangan tersebut yaitu dengan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi keberadaan genootersebut.

(28)

Marka SSRs tersebut yakniphi057danphi112yang dikembangkan oleh Pioneer Hibrid sertaumc1066yang dikembangkan oleh Proyek Jagung Universitas Missouri, Colombia yang memberikan produk sekitar 140–160 bp.

Salah satu syarat penting yang harus dipenuhi suatu marka dalam kegiatan MAS untuk mentrasfer alil-alil yang diinginkan adalah posisi marka molekuler tersebut harus sangat dekat dengan gen target tesebut. Ketiga marka SSRs yang teridentifikasi diketahui memiliki kemampuan membedakan alil mutan oo dengan alil OO sehingga kegiatan transfer genoodari galur QPM ke galur jagungwxyang memiliki potensi hasil dan kandungan amilopektin cukup tinggi akan lebih efisien dan efektif.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian pengembangan metode seleksi galur murni jagung pulut (waxy corn) toleran kekeringan dan introgresi genopaque-2(oo) dengan marka SSRs. Penelitian mencakup dua aspek yakni (1) mekanisme prebreeding dengan alat bantu marka SSRs, (2) mekanisme

breedingmenggunakan metode silang diallel.

Tujuan umum yang akan dicapai pada penelitian ini adalah 1) Mengembangkan metode seleksi galur murni tetua hibrida jagung pulut (waxy corn) toleran kekeringan, dan 2) Memperoleh galur jagung pulut (waxy corn) yang memiliki gen opaque-2 (oo) berdaya hasil tinggi sebagai tetua hibrida.

Identifikasi Masalah

Masalah yang akan ditangani adalah untuk mendapatkan metode seleksi dengan memanfaatkan alat bantu marka SSRs agar dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas protein serta toleran lingkungan tercekam kekeringan pada jagung pulut.

Tujuan Penelitian

1. Memperoleh informasi kekerabatan galur jagung pulut (waxy corn) berdasarkan pola pita DNA memanfaatkan marka SSRs, dan korelasinya dengan penampilan morfologi.

(29)

3. Memperoleh informasi tentang lingkungan seleksi yang tepat untuk menyeleksi galur murni jagung pulut (waxy corn) untuk tetua hibrida toleran kekeringan.

4. Mendapatkan galur-galur jagung pulut (waxy corn) yang memiliki gen apaque-2

(oo) memanfaatkan alat bantu seleksi MAS.

5. Mendapatkan informasi potensi hasil galur-galur jagung pulut (waxy corn) yang memiliki genopaque-2(oo) sebagai kandidat tetua untuk pembentukan hibrida.

Hipotesis

1. Jarak genetik berdasarkan pola pita DNA berkorelasi dengan jarak taksonomi berdasarkan karakter morfologi galur jagung pulut (waxy corn).

2. Jarak genetik berdasarkan pola pita DNA berkorelasi dengan nilai heterosis galur jagung pulut.

3. Lingkungan berpengaruh dalam seleksi galur murni jagung pulut (waxy corn) untuk tetua hibrida toleran kekeringan.

4. Marker Assisted Selection (MAS) dapat mengidentifikasi introgresi gen mutan

opaque-2pada galur jagung pulut (waxy corn).

Diagram Alir Penelitian

Kegiatan penelitian secara keseluruhan meliputi beberapa percobaan yakni: 1. Analisis keragaman genetik galur-galur jagung pulut (waxy corn) berbasis marka

SSRs dan korelasinya dengan karakter.

2. Daya gabung karakter hasil dan komponen hasil galur-galur jagung pulut (waxy corn) pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan tercekam kekeringan. 3. Introgresi gen resesif mutan opaque-2 ke dalam galur jagung pulut (waxy corn)

memanfaatkan alat bantu MAS.

4. Penampilan galur-galur jagung pulut (waxy corn) yang memiliki genopaque-2 hasil persilanganTestcross(silang puncak).

(30)
[image:30.595.66.501.74.474.2]

Gambar 1 Bagan alir kegiatan penelitian disertasi

Percobaan 1, diperoleh: a) pengelompokan genotipe berdasarkan marka SSRs dan b) pengelompokan genotipe berdasarkan kemiripan morfologi. Dalam perakitan suatu varietas biasanya pasangan genotipe yang memiliki jarak genetik jauh akan menimbulkan gejala heterosis. Genotipe jagung pulut yang terseleksi memiliki jarak genetik jauh digunakan sebagai tetua dalam evaluasi daya gabung karakter hasil dan komponen hasil galur-galur jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan tercekam kekeringan. Hasil percobaan 1 digunakan pada percoban 2.

Percobaan 2, dilakukan evaluasi daya gabung galur pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan tercekam kekeringan. Genotipe jagung pulut yang memiliki jarak genetik jauh yang diperoleh pada percobaan 1, digunakan dalam percobaan ini. Informasi yang diperoleh pada percobaan ini adalah nilai efek daya gabung umum (DGU), daya gabung

Materi Genetik

Hasil BC5F4

Transfer

Gen resesifopaque-2

Populasi 10 pulut lokal

Percobaan I Diversitas Genetik

F1Hibrida Pulut

Toleran Kering

Percobaan IV EvaluasiTestcross

Percobaan III Deteksiopaque-2

Percobaan II Evaluasi Daya gabung Tanpa Cekaman & Cekaman

F1Hibrida Pulut,opaque-2,

dan produksi tinggi

Plasmanutfah galur murni tetua hibrida

(31)

khusus (DGK), heterosis, dan nilai indeks sensifitas terhadap lingkungan tercekam kekeringan untuk menentukan metode seleksi yang tepat.

Percobaan 3, diintrogresikan gen resesif opaque-2 ke dalam galur jagung pulut memanfaatkan alat bantu MAS. Hasil persilangan dideteksi keberadaan gen resesif

opaque-2 dengan MAS menggunakan marka phi057. Genotipe jagung pulut yang terdeteksi memiliki gen resesif opaque-2 digunakan sebagai tetua dalam evaluasi

topcross(silang puncak). Hasil percobaan 3 digunakan pada percobaan 4.

Percobaan 4, dilakukan persilangan puncak genotipe jagung pulut memiliki gen resesif opaque-2 dengan tester parent (tetua penguji) galur CML154 dan CML156. Informasi yang diperoleh pada percobaan ini adalah nilai efek daya gabung khusus galur jagung pulut sebagai tetua pembentukan varietas hibrida.

(32)

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

Jagung Pulut (waxy corn)

Pemanfaatan jagung pulut di beberapa daerah adalah sebagai jagung rebus dan jagung bakar karena rasanya enak dan gurih. Kegenjahan umur dari jagung pulut cukup menarik untuk dikembangkan karena pada umur sekitar 65 - 70 hari dapat dipanen muda sebagai jagung rebus. Pemanfaatan yang lain adalah sebagai bahan baku pembuatan kue dan jagung marning. Namun sampai saat ini peningkatan potensi hasil jagung pulut belum mendapat perhatian serius.

Jagung pulut merupakan jagung lokal yang mempunyai ukuran tongkol kecil, dengan diameter 10 - 12 mm dan sangat peka terhadap penyakit bulai (Perenosclerospora sp). Karakter pulut diatur oleh gen resesifwx(waxy corn). Genwx

ini mudah ditransfer ke jagung bukan pulut (Hallauer 1990). Larutan kalium yodida (KI2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi warna merah kecoklatan pada bagian dalam biji yang dicelupkan ke dalam larutan tersebut. Pada jagung bukan pulut menunjukkan reaksi warna biru sampai hitam, demikian juga tepungsari jagung pulut apabila bereaksi terhadap larutan yodium warnanya menjadi coklat kemerahan.

Jagung pulut yang ada ditanam petani dan di pasaran sekarang ini merupakan jagung pulut lokal, termasuk golongan varietas komposit. Jagung pulut ini merupakan salah satu sumber plasma nutfah. Kebanyakan petani menggunakan benih mereka sendiri atau dari tetangga hasil tanaman sebelumnya dan umumnya menanam benih yang berasal dari beberapa tongkol saja, demikian dilakukan bertahun-tahun sehingga tanaman menjadi nampak seragam (sebagai akibat dari small sample inbreeding). Produksi benih varietas sintetik relatif mudah dan petani dapat menggunakan benih dari hasil pertanamannya sendiri. Varietas komposit dan sintetik merupakan suatu populasi yang mempunyai keragaman genetik yang luas sehingga daya adaptasinya luas, tetapi kurang seragam dalam hal ukuran tongkol.

(33)

sedangkan varietas komposit dibentuk dari galur inbrida, varietas bersari bebas, dan atau hibrida. Dalam pembentukan varietas bersari bebas yang perlu diperhatikan adalah adanya populasi dasar yang akan diperbaiki dan metode pemuliaan yang digunakan dalam perbaikan populasi tersebut. Varietas sintetik adalah populasi bersari bebas yang berasal dari silang sesamanya (intercross) antar galur, yang diikuti dengan perbaikan melalui seleksi. Pembentukan varietas sintetik diawali dengan pengujian silang puncak (persilangan galur dengan penguji atau tester) untuk menguji daya gabung umum galur-galur yang jumlahnya banyak.

Jagung Bermutu Protein Tinggi

Sebagai bahan pangan dan pakan, jenis jagung yang ada di Indonesia masih mempunyai kelemahan dilihat dari nilai nutrisinya. Kandungan protein biji jagung biasanya berkisar antara 8 - 11% tetapi mengandung dua asam amino esensial lisin dan triptofan yang rendah, yaitu masing-masing hanya 0,225% dan 0,05% dari total protein biji. Angka ini kurang dari separuh konsentrasi yang disarankan oleh WHO/FAO (WHO 1985). Bila jagung digunakan sebagai pakan, maka protein untuk ternak juga kekurangan dua asam amino tersebut. Oleh karena itu diet sehat untuk manusia dan ternak monogastik harus memasukkan lisin dan triptofan dari sumber lain. Mertzet al. (1964) menemukan mutan jagung pada biji opak yang mengandung lisin tinggi yang kemudian diketahui bahwa karakter tersebut diatur oleh gen opaque-2 (oo). Gen

opaque-2 yang mampu meningkatkan kadar lisin dan triptofan pada endosperm jagung telah dimanfaatkan untuk menghasilkan produk riset yang disebut Quality Protein Maize (QPM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemindahan gen opaque-2 ke dalam jagung biasa dapat meningkatkan kualitas protein jagung yang bersangkutan, sebab disamping kandungan protein jagung meningkat, juga kandungan triptofan dan lisinnya lebih tinggi.

Jagung QPM semula tidak diminati karena pengaruh pleiotrofik sifat fisik endospermnya yang lunak, rentan hama gudang dan busuk tongkol, hasil rendah, dan biji lama mengering. Peneliti Centro Internacional de Mejoramiento de Maizy Trigo

(34)

endosperm lebih keras (Bjarnason and Vasal 1992). Kini kandungan protein jagung tersebut meningkat dari 9,0 menjadi 11,0-13,5%, juga kandungan triptofan dan lisinnya meningkat dari 0,05 dan 0,225 menjadi 0,11% dan 0,475%. Jagung QPM yang sekarang memiliki produksi hampir sama dengan jagung biasa, malah ada yang hasilnya lebih tinggi (Cordova 2001). Keberhasilan CIMMYT perlu dimanfaatkan baik secara langsung sebagai bahan introduksi maupun sebagai bahan donor perbaikan genetik materi jagung nasional. Meskipun dari tempat asalnya bahan genetik introduksi telah berupa improved germplasm namun perlu diintegrasikan dengan materi genetik nasional, dan pada saatnya dapat dikembangkan.

Upaya meningkatkan kadar protein pada biji jagung sudah lama dilakukan. Publikasi klasik tentang ini adalah‘Seventy Generations of Selection for Oil and Protein

in Maize’ oleh Dudley tahun 1974. Dilaporkan oleh Dudleyet al. (1974) bahwa kadar

protein berhasil ditingkatkan dari 10,9% (populasi asal) menjadi 26,6% pada galur jagung ‘Illinois High Protein’. Belakangan Dudley (1977) menyimpulkan bahwa ada korelasi negatif antara kenaikan kadar protein dengan hasil. Biji jagung yang telah matang terdiri atas perikarp (6%), endosperm (82%), dan embrio/lembaga (12%). Pada lembaga, kadar dan mutu protein tinggi tetapi protein pada endosperm bermutu rendah. Berdasarkan kelarutannya, protein pada endosperm biji jagung terdiri atas fraksi-fraksi albumin larut dalam air, globulin larut dalam garam, prolamin atau zein larut dalam alkohol, dan glutelin larut dalam asam atau basa (Bjarnason and Vasal 1992). Proporsi

zeinini pada endosperm cukup tinggi yakni sekitar 60%. Pada fraksi zein tidak terdapat lisin dan triptofan sedangkan pada ketiga fraksi lainnya, asam amino cukup seimbang. Oleh karena proporsi zein pada biji tinggi, tidak adanya lisin dan triptofan pada zein inilah yang berkaitan dengan rendahnya mutu protein pada jagung biasa (Vasal 2000, 2001). Dengan demikian pemuliaan jagung bermutu protein tinggi mesti diarahkan kepada perbaikan genetik endosperm.

Awal dari perbaikan genetik terhadap mutu protein dipicu oleh penemuan gen-gen

(35)

perkembangan berikutnya lebih memfokuskan kepada pemanfaatan gen oo (Vasal 2000).

Pemanfaatan genoodanfl2dalam kegiatan pemuliaan jagung mulai intensif pada dekade 1970-an. Untuk mentransfer kedua gen itu ke bahan genetik target biasanya digunakan metode seleksi silang balik(back-cross). Biji yang mengandung genoodan

fl2 memperlihatkan sifat lunak berkapur (soft chalky) dan merupakan penanda atau marka morfologis yang efektif dalam seleksi pada populasi yang bersegregasi (Vasal 2001). Oleh karena sifat yang resesif, pada setiap tahap back-cross diperlukan satu generasi‘selfing’untuk pemulihanoo.

Fenotipe biji yang lunak ini ternyata berkaitan dengan kelemahan yang dimiliki oleh jagung opak waktu itu (Bjarnason dan Vasal 1992). Penggunaan materi genetikfl2

juga berkurang karena munculnya karakter jelek (undesirable) dari mutan fl2.

Selanjutnya selama satu dekade CIMMYT menitikberatkan program konversi jagung normal baik jenis varietas bersari bebas atau open polinated variety (OPV) maupun inbrida elit menjadi materi QPM. Pengujian dan penanaman secara komersial jagung opak jenis OPV dan hibrida meluas di negara-negara seperti Brazil, Colombia, India, USA, Afrika Selatan, dan Hungaria. Setelah mengevaluasi sejumlah besar materi jagung opak di banyak lingkungan, pada pertengahan 1970-an diketahui adanya beberapa kelemahan dari tipe QPM lunak. Karena pengaruh pleiotrofik, kelemahan terekspresi pada biji yakni hasil biji rendah, rentan terhadap hama (gudang) dan penyakit (busuk tongkol), biji lama mengering sesudah masak fisiologis. Penampilan biji yang lunak, tumpul, dan kusam tidak disukai oleh petani jagung yang sudah biasa dengan tipe endosperm keras.

Arah pemuliaan beralih untuk memperkeras endosperm. Upaya memuliakan jagung opak berendosperm keras (Hard Endosperm QPM) dimulai dengan mencari sumber gen baru. Walaupun teridentifikasi mutan-mutan lain seperti o6 dan fl3 tetapi belum bisa mengungguli gen oo dalam meningkatkan mutu protein. Gen oo dan fl2

secara tunggal hanya akan menghasilkan fenotipe dengan endosperm lunak. Kemudian para peneliti mencoba: a) menggunakan gabungan dua gen (oodanfl2atauoodansu2) dan b) penggunaan serempak gen oodengan gen ‘modifier o2’. Ternyata gen‘modifier

oo’yang pertama sekali dilaporkan oleh Paezet al.(1969) bila digabung dengan genoo

(36)

juga memperlihatkan proporsi berbeda antara fenotipe yang opak/buram dan yang

transluscent/jernih. Lebih penting dari semua itu, penggabungan gen oo dengan

‘modifier oo’ ini terbukti dapat mengubah fenotipe biji sambil tetap mempertahankan

mutu biji protein (Bjarnason and Vasal 1992).

Sama pentingnya pemikiran untuk meningkatkan rasio lembaga: endosperm dan proporsi lapisan aleuron pada biji jagung biasa. Sebagaimana dikemukakan, kadar dan mutu protein lebih tinggi pada lembaga. Namun pembentukan varietas jagung berkadar lisin tinggi dengan cara ini pada jagung biasa tidak berhasil walaupun melalui seleksi berulang (Zuberet al. 1975). Sebagaimana dikemukakan, upaya awal perbaikan jagung

opaque adalah terhadap fenotipe biji. Dari sejumlah bahan genetik hasil konversi populasi jagung opak dipilih tongkol-tongkol yang membawa sifat ‘modified’ opaque, yakni keopakannya telah berubah ke arah lebih jernih. Biji-biji terbaik dari tongkol terpilih digunakan pada generasi-generasi seleksi selanjutnya. Kriteria seleksi yang diterapkan termasuk ketat, antara lain dengan membuang sifat biji yang tampilannya kabur dan kurang menarik. Mutu protein selalu dimonitor di laboratorium terutama kandungan lisin dan triptofan pada endosperm. Pada populasi yang bersegregasi, tongkol-tongkol dengan biji renggang juga dibuang (Vasal 2000, 2001).

Beberapa literatur mengenai jagung bermutu ini dikenal dua istilah: High Quality Protein Corn, HQPC dan Quality Protein Maize, QPM. Tampaknya yang lebih populer digunakan adalah QPM. Terjemahan bahasa Indonesia yang mendekati untuk QPM adalah jagung bermutu protein tinggi.

MarkaSimple Sequence Repeats(SSRs)

(37)

Marka SSRs atau biasa disebut mikrosatelit telah menjadi sistem marka yang sering digunakan pada tanaman jagung (Smith et al. 1997). Mikrosatelit atau SSRs terdiri dari susunan DNA dengan motif 1 - 6 pasang basa, berulang sebanyak lima kali atau lebih secara tandem (Vigouroux et al. 2002). SSRs polimorfis telah digunakan secara ekstensif sebagai marka genetik pada studi genetik jagung seperti pada konstruksi pemetaan keterpautan gen dan pemetaan quantitative trait loci (QTL) (Romero-Severson 1998; Frovaet al. 1999) atau analisis keragaman genetik dan evolusi (Senioret al. 1998; Pejicet al. 1998; Lu and Bernardo 2001; Matsuoka 2002).

Primer SSRs dibentuk berdasarkan pada daerah pengapit konservatif (conserved flanking region). Variasi dalam jumlah pengulangan untuk suatu batasan lokus diantara genotip-genotip yang berbeda dengan mudah dapat dideteksi dengan teknikPolymerase Chain Reaction (PCR) (Hamada et al. 1982; Powell et al. 1996). Kemudahan SSRs dalam mengamplifikasi dan mendeteksi fragmen-fragmen Deoxyribo Nucleic Acid

(DNA), serta tingginya tingkat polimorfisme yang dihasilkannya menyebabkan metode ini ideal untuk dipakai dalam studi genetik, terutama pada studi dengan jumlah sampel yang banyak. Selain itu, teknik PCR pada SSRs hanya menggunakan DNA dalam jumlah kecil dengan daerah amplifikasi yang kecil, sekitar 100 - 300 bp (base-pair) dari genom. Selain itu, SSRs dapat diaplikasikan tanpa merusak bahan tanaman karena hanya sedikit saja yang digunakan dalam ekstraksi DNA atau dapat menggunakan bagian lain, seperti biji atau polen (Senioret al. 1996).

Marka SSRs juga bersifat multialelik dan mudah diulangi sehingga penggunaan marka SSRs lebih menarik dalam mempelajari keragaman genetik di antara genotip-genotip yang berbeda (Senioret al. 1998). Keunggulan lain adalah selain produk PCR dari SSRs dapat dielektroforesis dengan gel agarose, juga dapat dielektroforesis dengan menggunakan gel akrilamid terutama pada alel suatu karakter memiliki tingkat polimorfis yang rendah, dimana gel agarose tidak mampu digunakan. Dengan demikian, gel akrilamid mampu mendeteksi lebih banyak alel per lokus daripada gel agarose (Macaulayet al. 2001).

(38)

mikrosatelit merupakan alat uji yang memiliki reproduksibilitas dan ketepatan yang sangat tinggi sehingga banyak digunakan dalam membedakan genotip, evaluasi kemurnian benih, pemetaan gen, sebagai alat bantu seleksi, studi genetik populasi, dan analisis diversitas genetik.

Peningkatan Produksi Jagung dan Permasalahannya

Beberapa fenomena penting dalam produksi jagung di Indonesia, di antaranya:

a. Kedepan areal pertanaman jagung akan bergeser dari pulau Jawa ke luar pulau Jawa, utamanya Sumatera. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan areal tanam jagung yang jauh lebih cepat di Sumatera dibandingkan dengan di Jawa, laju pertumbuhan di Jawa 0,15% pada musim hujan dan 1,92% pada musim kemarau, sedangkan di Sumatera 11,89% pada musim hujan dan 12,52% pada musim kemarau per tahun (Subandi et al. 2004). Ini berarti ke depan areal tanam jagung akan bergeser dari lahan subur ke lahan yang kurang subur (sub-optimal/marjinal).

(39)

Cekaman air (water stress) meliputi kekeringan/kurang air, banyak dijumpai pada: 1) lahan kering beriklim kering seperti di Nusa Tenggara, 2) pertanaman jagung kedua pada lahan kering beriklim lembab/basah, dan 3) lahan sawah setelah padi tanpa dukungan irigasi yang cukup. Penambahan luas areal jagung dari tahun ketahun relatif kecil terutama karena pergeseran musim hujan, sehingga untuk memacu peningkatan produksi perlu dilakukan melalui peningkatan produksi per satuan luas. Peningkatan produktifitas jagung di lahan tegal/lahan kering dapat dengan menanam varietas unggul yang toleran terhadap kekeringan. Masa kritis tanaman jagung terhadap kekurangan air adalah pada waktu berbunga sampai pengisian biji, dan hasilnya dapat berkurang sampai 22%. Karena itu pemuliaan jagung untuk toleran terhadap kekeringan memiliki arti penting (Slamet 1994). Dalam upaya memenuhi kebutuhan manusia terhadap jagung yang dinamis dan beragam, diperlukan penyediaan varietas yang mempunyai sifat unggul dan beragam sesuai dengan kebutuhan pengguna yang berbeda. Oleh karena itu upaya koleksi terhadap plasma nutfah yang potensial untuk digunakan dalam menghasilkan varietas yang lebih unggul perlu dilakukan.

Seleksi terhadap varietas dan galur-galur jagung yang telah ada merupakan salah satu langkah yang perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat toleransi tanaman jagung yang memiliki ketahanan terhadap cekaman kekeringan. Perlu langkah-langkah perbaikan genetik lebih lanjut sesuai yang diinginkan. Untuk mendukung program pemuliaan tersebut diperlukan informasi yang mendasar mengenai mekanisme ketahanan tanaman jagung terhadap cekaman kekeringan sehingga proses seleksi dapat berjalan secara efisien dan efektif. Selain itu pengetahuan tersebut juga sangat bermanfaat dalam membantu menentukan strategi pengembangan tanaman jagung toleran kekeringan di masa yang akan datang. Salah satu alternatif dalam mengatasi kendala tersebut adalah dengan jalan perakitan varietas yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Adanya varietas unggul yang adaptif pada kondisi lahan kering akan lebih memudahkan petani dalam mengadopsi teknologi.

Strategi Pengembangan Varietas Toleran Kekeringan

(40)

hasilnya lebih baik dari hasil varietas Arjuna baik pada lahan irigasi maupun pada cekaman kekeringan.

Tanaman mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam menghadapi cekaman. Beberapa cara telah dilakukan untuk menilai toleransi terhadap cekaman kekeringan diantaranya dengan mengukur rasio akar/tajuk, kedalaman akar, kecepatan pertumbuhan akar, indeks kepekaan terhadap kekeringan (Blum 1980; Rosielle and Hamblin 1981; Blum 1988).

Cristiansen dan Lewis, 1982 menyatakan bahwa tanaman mempunyai karakter

xeromorphic yang muncul jika mendapat cekaman. Karakter ini dapat berbeda untuk setiap tanaman dan untuk setiap tingkat cekaman kekeringan. Disarankan agar efektif, seleksi sebaiknya dilakukan dalam keadaan tercekam. Karakter yang dapat digunakan dalam seleksi antara lain:

a) Pertumbuhan akar berupa panjang dan densitas akar, bobot kering akar yang tinggi atau rasio akar/tajuk yang tinggi juga merupakan suatu indikasi tanaman untuk menghindar dari cekaman kekeringan (Hamim 1995). Menurut Creellman et al. (1990) tanaman yang mendapat cekaman kekeringan akan mengalami peningkatan rasio akar/tajuk. Dari banyak studi yang telah dilakukan terdapat indikasi bahwa terdapat hubungan yang erat antara absorbsi dengan perkembangan akar yang menurut Mackill et al. (1996) hubungan tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) perakaran yang dalam dan padat berpengaruh terhadap meningkatnya absorbsi air, 2) besarnya daya tembus (penetrasi) akar pada lapisan tanah untuk mencapai air tanah dalam.

b) Kendali Stomata. Merupakan faktor yang turut menentukan proses metabolisme, berperan pada fotosintesis dan respirasi yang berhubungan dengan pembentukan dan penggunaan karbohidrat, jadi hubungannya dalam hal penyimpanan dan penggunaan energi. Selanjunya stomata juga berfungsi sebagai alat yang mengurangi kehilangan air. Struktur yang berhubungan dengan transpirasi, respirasi dan fotosintesis ada dalam kendali genetik.

(41)

mengurangi kehilangan air, hal tersebut juga mengurangi pertukaran gas dan fotosintesis.

d) Jumlah Stomata. Jumlah stomata yang berbeda pada tiap genotipe dan dikendalikan secara genetik (Tan and Dunn 1975, 1976). Tanaman yang mempunyai jumlah stomata rendah transpirasinya kurang akan tetapi tidak mempengaruhi laju fotosintesis (Miskinet al.1972).

e) Penggulungan dan senescence daun. Banyak tanaman mempunyai mekanisme dalam daun untuk mengurangi transpirasi apabila air terbatas, melalui penggulungan daun dan percepatan penuaan daun tanaman bagian bawah seperti pada tanaman jagung.

f) Karakter Biokimia. Penelitian Biokimia telah banyak dilakukan untuk mengukur kaitannya dengan ketahanan terhadap cekaman, diantaranya akumulasi prolin, asam absisat dan aktivitas nitrat reduktase, akan tetapi hasilnya tidak konsisten (Chritiansen dan Lewis 1982).

Beberapa strategi dalam perakitan dan pengembangan varietas toleran lingkungan tercekam kekeringan melalui program pemuliaan tanaman:

1. Peranan Plasma Nutfah

Plasma nutfah tanaman merupakan sumber daya alam yang dapat dilestarikan (conserveable) tetapi sekali musnah maka plasma nutfah tersebut tidak dapat diketemukan kembali dan tidak dapat dihidupkan kembali (non reviable). Plasma nutfah berfungsi sebagai sumber daya hayati, sumber gen dalam program pemuliaan, dan sistem penyangga kehidupan (Sutrisno dan Silitonga 2003). Kegiatan pemulian sebagian besar tergantung pada sumberdaya genetik dengan keragaman karakter dan jumlah yang memadai. Keragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber gen bagi para pemulia untuk lebih berpeluang dalam menghasilkan kultivar-kultivar jagung yang lebih unggul (Mejaya dan Moejiono 1995). Sehubungan dengan hal tersebut koleksi plasma nutfah jagung merupakan bahan genetik pembentukan populasi dasar yang dapat disediakan dengan cara koleksi varietas lokal, kerabat liar, introduksi, varieatas unggul baru/lama, mutasi gen, dan persilangan.

(42)

semakin meningkat antara lain dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian dengan cara sistem pertanaman monokultur. Hal ini selain membawa keuntungan juga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yaitu tersingkirnya varietas-varietas liar dan varietas-varietas lokal sehingga mengakibatkan terdesaknya atau bahkan musnahnya varietas tersebut ini berarti juga hilangnya sumber-sumber gen potensial yang terkandung di dalamnya yang mungkin suatu saat akan bermanfaat.

Berbagai cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kehilangan sumber daya plasma nutfah tanaman pada umumnya dan khususnya plasma nutfah jagung dengan melakukan konservasi plasma nutfah. Kegiatan ini berupa pengelolaan koleksi dan pemeliharaan sumber keanekaragaman plasma nutfah jagung seperti koleksi kultivar lokal, kultivar liar atau introduksi dari luar negeri (Braw 1978). Varietas unggul diperoleh melalui rekayasa genetik dengan memanfaatkan plasma nutfah elite yang dilakukan secara berkesinambungan. Varietas unggul dapat berasal dari introduksi dan hasil rakitan pada lingkungan spesifik. Jagung komposit dan hibrida unggul merupakan hasil penelitian yang perlu terus dipertahankan sebagai sumber gen yang diperlukan dalam pembentukan varietas unggul baru. Untuk mencegah terjadinya kehilangan sumber daya plasma nutfah jagung maka dilakukan konservasi plasma nutfah.

2. Varietas Unggul

(43)

jagung bersari bebas yang dilepas sebelum tahun 1981 umumnya dibawah 7,0 t.ha-1, setelah tahun 1981 meningkat menjadi 7,0–8,0 t.ha-1.

Blum (2000) menjelaskan varietas toleran kekeringan suatu tanaman memiliki keragaman genetik yang dapat dikategorikan dalam 3 domain: (a) sel dan jaringan tanaman dapat mempertahankan turgor sehingga tanaman mundur menjadi layu dengan berbagai mekanisme, (b) tanaman dapat mempertahankan fungsinya walaupun status air dalam tanaman rendah, dan (c) tanaman pulih setelah terjadi cekaman kekeringan. Kekeringan dapat terjadi pada awal pertumbuhan, fase pengisian biji dan fase berbunga sampai panen.

Prosedur CIMMYT (Banziger et al. 2000) dalam seleksi untuk kekeringan adalah dengan mengevaluasi galur atau famili dengan cekaman pada waktu berbunga atau waktu pengisian biji (cekaman sedang) sehingga hasilnya dapat mencapai 30 - 60% dari hasil normal, dan cekaman kekeringan waktu berbunga sampai panen dan hasilnya 15 - 30%. Evaluasi dilakukan di tempat yang tidak ada curah hujan sehingga dapat diatur pengairannya. Seleksi dilakukan dengan menggunakan indeks untuk mempertahankan umur berbunga, meningkatkan hasil baik pada cekaman maupun tanpa cekaman kekeringan, menurunkan interval anthesis dan tongkol berambutanthesis silking interval(ASI), tingkat senesen (daun kering), jumlah tanaman mandul, dan daun menggulung. Banziger et al. (1999) melaporkan bahwa seleksi untuk toleran kekeringan ternyata memberikan hasil pada beberapa aras N.

(44)

hasil biji pada kondisi cekaman juga meningkatkan jumlah tongkol pertanaman, jumlah biji per tongkol, dan jumlah biji per meter persegi, dan menurunkan ASI, umur anthesis, tinggi tanaman, senesen dan ukuran malai, sedang bobot 1000 biji tidak terpengaruh. Pada lingkungan tanpa cekaman pengaruh ini lebih rendah (Chapman and Edmeades 1992).

Pembentukan varietas unggul meliputi komposit dan hibrida dengan karakter-karakter berorientasi pada produksi biji untuk pakan diantaranya produktivitas tinggi (Komposit > 8 t.ha-1, Hibrida > 9 t.ha-1), toleran kekeringan atau Stay green, warna biji jingga dan ukuran biji besar untuk pakan ternak dan industri lainnya, biji kecil untuk burung (super genjah), dan rendemen biji tinggi (sekitar 80%) sedangkan untuk karakter dengan orientasi produksi biji untuk pangan yakni produksi tinggi ( > 7,0 t.ha-1), warna biji umumnya putih, toleran kekeringan atau

stay green, kualitas nutrisi tinggi, dan agak pulen (amilopektin tinggi). 3. Pembentukan Varietas Toleran

(45)

Seleksi pada lingkungan kering yakni pertanaman diatur dengan pemberian air secukupnya sampai umur 42 hari setelah tanam atau tanaman dalam fase keluarnya malai (tasseling stage), sedangkan pada lingkungan normal diberikan sampai menjelang panen (maturity stage). Famili jagung dalam populasi mempunyai sifat genotipe yang berbeda sehingga famili terbaik yang diseleksi toleran kering dapat direkombinasi guna memperoleh calon varietas berdaya hasil tinggi. Pada wilayah berperiode hujan pendek pembentukan jagung yang berumur genjah akan lebih toleran kering, karena berpeluang terhindar dari fenomena kekeringan sehingga produktivitasnya lebih tinggi dari yang berumur dalam. Sumartono (1995) mengemukakan perakitan varietas unggul yang toleran cekaman abiotik termasuk toleran kekeringan dapat dilakukan melalui pemuliaan konvensional dan invitro (para seksual) yakni dengan memanfaatkan sejumlah bahan genetik introduksi atau perbaikan varietas lokal setelah melalui seleksi dan persilangan famili superior.

Peningkatan frekuensi gen baik (favorable) pada populasi dapat diarahkan untuk pembentukan varietas toleran lingkungan tercekam abiotik termasuk kekeringan. Tuxpeno adalah landrace asal Mexico yang merupakan sumber plasmanutfah untuk varietas toleran kering. Populasi ini dapat menghasilkan 4,0 t ha-1 dalam kondisi tercekam saat periode generatif. Disamping tuxpeno juga telah banyak dirakit varietas dengan warna biji kuning. Edmeades et al. (1992) melaporkan bahwa evaluasi hasil dari enam kultivar pada lingkungan kering diperoleh hasil tertinggi 5,0 t ha-1(Tabel 1).

Tabel 1 Evaluasi Populasi pada Cekaman Kekeringan

Populasi Hasil (t.ha

-1

)

Rerata Maksimal Minimal

Pool-16 C20 4.1 4.8 2.8

DTP1 C5 Across 89 4.8 5.6 4.0

La Costa Sequia C3 3.5 4.6 2.5

Pool-28 Sequia C5 5.0 5.9 3.7

DTP2 C4 4.7 6.5 3.9

DK 888 0.0 2.2 0.9

Sumber: Edmeadeset al. (1992)

(46)

seleksi dari siklus C1 sampai C5 yakni 0,9 t.ha-1, hal ini menunjukkan bahwa famili dalam populasi dapat diseleksi sebagai calon varietas (Tabel 2).

Tabel 2 Peningkatan Populasi Pool 2 atas Cekaman Kekeringan

Populasi Hasil (t.ha-1) Umur Berbunga Betina (hari)

Pool-2(FSD)C1 3.1 57

Pool-2(FSD)C2 4.1 55

Pool-2(FSD)C3 3.3 56

Pool-2(FSD)C4 3.5 56

Pool-2(FSD)C5 4.0 53

Sumber: Dahlanet al. (1996)

Pandey (1998), mengemukakan bahwa varietas baru dapat dibentuk dengan peningkatan gen baik setiap siklus antara dan di dalam populasi, disamping dilakukan persilangan dengan varietas yang telah adaptif pada lingkungan tertentu. Edmeadeset al. (1992) mengemukakan bahwa Tuxpeno Sequia merupakan populasi toleran cekaman kering dan pada status siklus C0 hasilnya 1,8 t ha-1, populasi ini adalah sumber plasma nutfah untuk varietas toleran kering.

4. Hubungan Umur Genjah dan Tanggap Terhadap Kekeringan

Fenotipe tanaman merupakan sifat tanaman yang terlihat dari luar dan merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan sudah lama menarik perhatian pemulia tanaman, karena hasil yang dicapai suatu tanaman ditentukan oleh interaksi tersebut. Nilai-nilai interaksi digunakan sebagai dasar untuk mengukur stabilitas suatu varietas. Varietas unggul jagung berumur genjah (<90 hari) diperlukan oleh banyak petani terutama untuk menyesuaikan pola tanam dan ketersediaan air. Di lahan sawah tanaman jagung biasanya diusahakan setelah panen padi, sehingga diperlukan varietas-varietas jagung berumur genjah. Varietas jagung berumur genjah umumnya cukup tenggang terhadap kekeringan.

(47)

dilaksanakan 2 kali dan 4 kali akan menurunkan hasil 62,3% dan 13,5% dari pengairan 6 kali untuk Pool 2 dan 77,7 dan 37,8% untuk Malang Komposit 9. Terdapat interaksi antara genotipe dengan tingkat pengairan.

Tanaman jagung pada lahan tegal sering mengalami kekeringan pada fase pengisian biji. Kerugian hasil yang ditimbulkannya mencapai 22%, sehingga adanya varietas jagung yang toleran terhadap kekeringan pada fase pengisian biji dapat mencegah kehilangan jagung sebesar 26 - 50%. Terdapat indikasi bahwa perbaikan didalam populasi untuk daya hasil dan toleran terhadap kekeringan pada populasi berumur genjah dapat dilakukan baik pada lingkungan kekeringan maupun normal (Slamet 1994). Keadaan kekeringan akan menurunkan hasil biji, berat tongkol, memperlambat waktu berbunga dan memperbesar interval berbunga (perbedaan antara antesis dan keluarnya rambut tongkol), memperpendek tanaman dan memperbesar tanaman yang mandul. (Dahlan dan Slamet 1991). Selanjutnya Grant et al. 1989 menyatakan bahwa periode ekstrim cekaman kekeringan pada jagung adalah dua hari sebelum berbunga dan 22 hari setelah berbunga (Gambar 2).

Varietas-varietas lokal yang berumur genjah umumnya berdaya hasil rendah, sehingga varietas-varietas lokal tersebut ditambah dengan varietas introduksi dan varietas unggul perlu diperbaiki daya hasilnya dengan menggunakan seleksi berulang. Beberapa pemulia telah melaporkan hasil seleksi untuk umur genjah. Subandi (1985), melaporkan bahwa seleksi untuk umur genjah telah mempengaruhi daya hasil, tongkol hampa dan rebah batang secara nyata, tetapi tinggi tongkol dan tinggi tanaman berkurang masing-masing 3,1 dan 1,9% per siklus. Troyer dan Larkins (1985), melakukan seleksi untuk umur genjah terhadap 10 varietas jagung sintetik umur dalam 11 daur. Kerugian seleksi per daur adalah 167 kg h

Gambar

Gambar 1 Bagan alir kegiatan penelitian disertasi
Tabel 4 Materi genetik galur murni jagung pulut (waxy corn) yang digunakan
Tabel 5 Sekuen dari 20 marka mikrosatelit yang digunakan dalam penelitian
Tabel 7 Profil data marka mikrosatelit hasil karakterisasi pada galur jagung pulutmenggunakan 20 marka SSRs
+7

Referensi

Dokumen terkait