• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi peningkatkan kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih di Jawa Barat:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi peningkatkan kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih di Jawa Barat:"

Copied!
530
0
0

Teks penuh

(1)

STUD1 PENINGKATAN IUNERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK

SAYURAN DATARAN TINGGI TERPILIH DI JAWA BARAT

ALIM

SETIAWAN S

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing akademik dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun, kecuali yang jelas disebutkan rujukannya.

Bogor, Juni 2009

(3)

ABSTRACT

ALIM SETIAWAN S. Study on the Performance Improvement for the Supply Chain Management for Selected of Highland Vegetables in West Java. Supervised by MARIMIN, YANDRA ARKEMAN, and FAQIH UDIN.

A performance measurement model is a necessary tool for highland vegetables supply chain network optimization in West Java. The performance measurement is conducted to support an objectives planning, the perfonnance evaluation, and determination of the future steps in strategic, tactical and operational levels. The methods used in this study were the Exponential Comparison Method (ECM) for the selection of superior products; the combination of the SCOR Model with the Fuzzy AHP to design performance metrics; the Data Envelopment Analysis for performance measurement; and the TOWS analysis to formulate the strategy to increase the supply chain performance. The result of the ECM showed three commodities with the highest value i.e. Pepper, Lettuce Head and Broccoli. The combined SCOR

-

Fuzzy AHP analysis produced the performance metric values as follows: delivery performance (0.1 1 l), compliance to quality standards (0.299), order fulfillment performance (0.182), order leadtime (0.068), order fulfillment cycle time (0.080), supply chain flexibility (0.052), the cost of SCM (0.086), cash- to-cash cycle time (0.080), and the daily stock (0.048). The supply chain performance measurement for lettuce head with the DEA approach indicated that the farmers had not been 100% efficient. While at the company level, the supply chain performance measurement of lettuce head crop and fresh cut show the efficiency performance of 100% which is better than the benchmark. Eventually, the TOWS strategy analysis on the lettuce head lead to the following recommendations to improve the performance:l) use hydrophonic cultivation technology and reduce excessive pesticides, 2) optimize the planting and harvesting schedules considering the climate; 3) increase the responsiveness and the flexibility in meeting consumer orders, and 4) implement the required standard quality assurance and management systems to ensure the consistency of the product quality and acceptability by the global consuniers.
(4)

RINGKASAN

ALIM SETIAWAN S. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih Di Jawa Barat. Dibimbing oleh MARIMIN, YANDRA ARKEMAN, dan FAQIH UDIN.

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil hortikultura terbesar di Indonesia. Dataran tinggi Jawa Barat (Bandung, Garut, Bogor, Cianjur dan Tasikmalaya) terletak pada daerah agroklimat basah dengan rata-rata bulan basah 8-10 bulan dengan curah hujan rata-rata tahunannya lebih dari 2000 mm, sehingga kawasan ini cocok untuk pertumbuhan dan produksi sayuran dataran tinggi antara lain Paprika, Brokoli, Lettuce, Sawi, Kentang, Wortel, Kubis, dan lain-lain (Dinas Pertanian Jabar, 2006). Sistem pengukuran kinerja (performance rneasurentent sysrem) sangat diperlukan sebagai pendekatan dalam rangka mengoptimalisasi jaringan rantai pasok sayuran dataran tinggi. Pengukuran kinerja bertujuan untuk mendukung perancangan tujuan, evaluasi kinerja, dan menentukan langkah- langkah ke depan baik pada level strategi, taktik dan operasional (Van der Vorst, 2006). Penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa permasalahan yang berkaitan dengan perancangan model pengukuran kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi yaitu: 1) Jenis produk sayuran dataran tinggi yang berpotensi untuk ditingkatkan kinerja rantai pasoknya; 2) Gambaran struktur rantai pasokan dan analisis rantai nilai tambah produk sayuran dataran terpilih; 3) Rancangan model pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih dan implementasinya; serta 4) Strategi peningkatan kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih.

Observasi terhadap rantai pasok sayuran dataran tinggi dilakukan untuk mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang sering muncul dalam manajemen rantai pasok dan nilai tambah pada masing-masing pelaku dalam rantai pasok produk sayuran dataran tinggi. Kegiatan manajemen rantai pasok merupakan bagian kegiatan dari rantai nilai (valzie chain) sehingga perbaikan manajemen rantai pasok akan berimplikasi positif pada rantai nilai tambah. Rantai nilai yang efektif akan memicu keunggulan nilai (value advantage) dan keunggulan produksi (productivity advantage) yang apada akhimya meningkatkan keunggulan kompetitif. Pengukuran kinerja manajemen rantai pasok menggunakan pendekatan Data Envelopvzent Analysis (DEA). Metrik yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan pendekatan fuzzy AHP yang mengadaptasi metode pengukuran SCOR model.

(5)

Kriteria yang digunakan dalam pemilihan sayuran dataran tinggi yang berpotensi untuk ditingkatkan kineja rantai pasoknya yaitu ketersediaan bibit, ketersediaan sarana produksi, kualitas produk, kontinyuitas pasokan, ketersediaan produk, potensi pasar domestik dan ekspor, margin keuntungan, risiko dan kemitraan. Berdasarkan analisis ekspor dan impor untuk menentukan sayuran unggulan diperoleh alternative sayuran dataran tinggi unggulan yaitu Brokoli, Kentang, Jamur Kuping, Kacang-kacangan, Paprika, Tomat dan Lettuce. Hasil analisis menggunakan metode MPE menghasilkan tiga komoditas sayuran terpilih yang mempunyai nilai tertinggi dibandingkan sayuran lainnya yaitu Paprika, Selada bulat (lettuce head) dan Brokoli.

Anggota strulctur rantai pasok sayuran dataran tinggi umumnya terdiri dari petaniikelompok t a d koperasi, pedagangibandarlusaha dagang, prosesor, dan konsumen institusi (hotel, restauran, eksportir, dan retailer). Secara umum, sistem transaksi dan pemilihan mitra hanya berdasarkan pada kepercayaan, belum menggunakan kriteria standar dan sistem kontraktual tertulis. Hasil analisis nilai tambah pada para pelaku rantai pasok menunjukkan persentase nilai tambah pada petani masih lebih kecil dibandingkan pelaku yang lain. Persentase nilai tambah akan lebih besar didapat petani jika terjadi pengalihan sebagian aktifitas pengolahan dari prosesor kepada petani.

Hasil perancangan model pengukuran kinerja rantai pasok sayuran tinggi menggunakan pendekatan Fuzzy AHP dengan mengadaptasi model evaluasi SCOR menghasilkan metrik pengukuran kinerja dengan bobot masing-masing yaitu: kinerja pengiriman (0,ll I), kesesuaian dengan standar mutu (kualitas) (0,299), kinerja pemenuhan pesanan (0,182), lead time pemenuhan pesanan (0,068), siklus waktu pemenuhan pesanan (0,080), fleksibilitas rantai pasok (0,052), biaya SCM (0,086), cash-to-cash cycle time (0,080) dan persediaan harian (0,048). Pengukuran kineja rantai pasok sayuran Lettuce head dengan pendekatan DEA menunjukkan efisiensi relatif masing-masing petani dan potential improvement yang harus dilakukan untuk mencapai efisiensi relatif

100%. Sementara pada tingkat perusahaan, pengukuran kinerja rantai pasok jenis produk Lettuce head crop danfresh cut menunjukkan kinerja efisiensi 100% dan lebih baik dari benchmark.

Berdasarkan hasil perhitungan matriks internal dan eksternal dalam analisa SWOT, posisi para pelaku rantai pasok sayuran lettuce head berada pada kuadran antara Kekuatan (Strenghts) dan Ancaman (Threats). Dengan demikian strategi peningkatan kinerja rantai pasok sayuran lettuce head yang dapat dirumuskan adalah : (1) Optimalisasi sistem penjadwalan (baik dalam penanaman dan pemanenan) dengan memperhitungkan aspek cuaca, (2) Peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesanan, (3) Perlunya implementasi system manajemen mutu dan lingkungan ( I S 0 9000 & 14000), Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), Good Handling Practices, dan Good Agricultural Practice (GAP).

(6)

g d ~ U!Z! wduwr undwdw ynruaq uiwlwp !u! s!gnl

w&wy

ynrnlas nwjw uw!3wqas ywduwqraduatu uwp uwytuntun3uatu Zuwrwpa -Z

861 .IW[WM Zuwd uwZu!quaday uwy.@n.Iatu ywp!y

uudzzn8uad

.q ~ywgwswu nrwns uwnw[u!g nwlw y!y!.q uws!gnuad 'uwrodw~ uws~~nuad 'yw!tul! wdrq uws!puad 'uw!r!qauad 'uqp!puad uw3u~guaday ynrun wduwy uwd2f&uad

a

Aaquns umpqaiuau nwrw uqunruw3uatu wduwj !u! s!lnr chwy ynrnlas nwrw uw!Zwqas dt~n3uatu Zuwrwl!a

Suepun-Suepnn !Sunpu![!p rr~d!a yeH

(7)

STUD1 PENINGKATAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK

SAYURAN DATARAN TINGGI TERPILIH DI JAWA BARAT

ALIM SETIAWAN S

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat

Nama : Alim Setiawan S

NRP : F351060021

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Marimin. MSc Ketua

Dr. ~ r y ~ a n d r a Arkeman, MEng Anggota

Ir. Faqih Udin. MSc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan Tesis: STUD1 PENINGKATAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK SAYURAN DATARAN TINGGI TERPILIH DI JAWA BARAT. Tesis ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Program Magister di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian dan tesis ini dapat terlaksana dan terwujud melalui proses arahan, bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Komisi Pembimbing selalu memberikan dorongan, arahan, dan saran selama proses penelitian dan penyusunan tesis ini berlangsung. Berbagai pihak juga telah banyak membantu mulai dari saat proses penelitian berlangsung hingga tersusunnya tesis ini. Dengan ketulusan hati penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing akademik atas bimbingan, arahan, dan nasehat kepada penulis sejak perkuliahan di TIP, penelitian dan selama penyusunan tesis.

2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, MEng dan Ir. Faqih Udin, MSc sebagai anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya sehingga penulis dapat menyelesaiakan tesis ini.

3. Dr. Ir. Sutrisno, MAgr, sebagai penguji luar komisi atas saran dan masukannya dalam penyempumaan tesis ini pada ujian sidang.

4. Prof. Dr. Irawadi Jamaran dan Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi TIP yang dengan penuh perhatian dan dedikasi tinggi senantiasa mendorong para mahasiswa TIP untuk dapat menyelesaikan studi dengan baik.

(10)

kesibukannya senantiasa meluangkan waktu untuk berdiskusi dan memberi nasehat-nasehat yang berharga.

6. Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc dan teman-teman staf pengajarlpegawai di Departemen Manajemen, FEM, IPB yang senantiasa memberi perhatian dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi dengan baik.

7. Saudara Ferry Setyawan, Zikra Arsil, dan Lulud Adi Subarkah yang telah banyak membantu penulis mengumpulkan dan mengolah data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan tesis ini.

8. Pak Rika Ampuh H, Mbak Retno Astuti, Pak Sjarif, Pak Makmur, Pak Harjito, Mas Hedi, Mbak Banun, Mbak Tini, Mbak Tuti, Sari, Upik, Yusuf, Dwi, Mbak Nisa, Pak Nurdin, Puji Rahma, Mas Adetya dan teman-teman TIP (S2 dan S3) 2005/2006/2007, terimakasih atas inspirasi, kisah, dan semangatnya kepada penulis. Penulis yakin bahwa kesuksesan menyertai kalian semua. 9. Kepada para petani lettuce di Garut, petani Paprika di Pasir Langu, petani

Brokoli di Cipanas, para karyawan di FT. Saung Minvan, pengurus Koperasi Mitra Sukamaju, dan para pihak yang telah membantu penelitian ini.

Kepada Ibunda (almarhumab) Riwayati dan ayahanda Suhadi penulis persembahkan rasa hormat dan cinta yang mendalam. Kakak-kakakku Eko Nugriyanto, MKom dan Kus Dwi lndriyati, SPd atas segala perhatian dan motivasinya. Istriku tercinta Suci Nur Aini Zaida, SP dan anakku Ayesha Humaira Majid, sungguh merupakan inspirator penulis dan pendorong bagi selesainya tesis ini.

Penulis menyadari masih banyak yang harus disempurnakan dalam tesis ini. Untuk itu, penulis menerima semua kritik dan saran yang membangun dalam penyempumaannya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi perkembangan pengetahuan rantai pasokan sayuran dataran tinggi.

Bogor, Juni 2009 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari orang tua tercinta Bapak Suhadi dan Almarhumah Ibu Riwayati. Penu!is dilahirkan pada tanggal 27 Februari 1982 di Desa Bolo, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Pada tahun 1994, penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Bolo 3 Demak. Pada tahun 1997 menamatkan pendidikan menengah di S M P Negeri 2 Demak dan pada tahun 2000 lulus dari SMU Negeri 1 Demak. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2000 dan belajar di Fakultas Teknologi Pertanian, jurusan Teknologi Industri Pertanian hingga lulus pada tahun 2005. Selanjutnya penulis pada tahun 2006, penuiis melanjutkan program master di program studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sampai saat ini penulis masih bertugas sebagai asisten dosen di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

(12)

DAFTAR IS1

...

KATA PENGANTAR i

...

DAFTAR IS1 ...

.

.

...

DAFTAR TABEL V I I

...

DAFTAR GAMBAR xi

...

...

DAFTAR LAMPIRAN XIII

...

.

BAB 1 PENDAHULUAN 1

...

1 .I. Latar belakang 1

. .

1.2. Tujuan penelltian ... 4 1.3. Ruang lingkup ... 4

.

.

1.4. Manfaat penel~t~an

...

5

...

BAB I1

.

TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Manajemen Rantai Pasok Agroindustri

...

6 2.2. Kemitraan dalam Supply Chain Management ... 7 2.3. Pengukuran kinerja Supply Chain ... 8

...

2.4. Metode pengukuran kinerja SCM I1

...

2.5. Metode DEA untuk evaluasi SCM I I

...

2.6. Metode SCOR untuk Evaluasi SCM 16

...

2.7. Konsep Nilai Tambah 24

...

2.8. Fuzzy AHP untuk penentuan bobot metrik kinerja 26 2.9. Analisis TOWS

...

31 2.10. Penelitian terdahulu dan posisi usulan penelitian ... 33 BAB 111

.

METODE PENELITIAN

...

36

...

3.1. Kerangka Konseptual 36

. .

3.2. Tata Laksana Penelltian

...

38

. .

3.2.1. Prosedur penel~t~an

...

38

. .

3.2.2. Lokasi dan Waktu Penel~t~an

...

39 3.2.3. Teknik Pengumpulan Data ... 39

. .

...

3.3. Metode Anallsls Data 42

(13)

. .

3.4.3. Analisis Nlla~ Tambah

... 46

3.4.4. Pengukuran Kinerja dengan DEA ... 47

BAB IV

.

PERKEMBANGAN SAYURAN DAN HORTIKULTURA INDONESIA ... 52

4.1. Produksi Sayuran dan Hortikultura ... 52

4.2. Perkembangan Ekspor lmpor Sayuran dan Hortikultura

...

53

4.3. Permasalahan Ekspor Sayuran dan Hortikultura

...

58

4.3.1

.

Permasalahan Internal ... 58

4.3.2. Permasalahan Eksternal ... 65

BAB V

.

PEMILIHAN PRODUK UNGGULAN ... 66

5.1. Alternatif Sayuran Unggulan ... 66

5.2. Kriteria Pemilihan Sayuran Dataran Tinggi ... 68

5.3. Pemilihan sayuran menggunakan MPE

... 69

5.4. Pewilayahan dan Budidaya Sayuran Terpilih

...

71

5.4.1. Sentra Produksi Paprika di Pasir Langu, Kabupaten Bandung Barat

...

71

5.4.2. Sentra Produksi Lettuce Head Di Kabupaten Garut

...

79

5.4.3. Sentra Produksi Brokoli di Cipanas, Kabupaten Cianjur

...

85

BAB VI

.

ANALISIS KONDISI RANTAI PASOK

...

89

SAYURAN DATARAN TINGGI

...

89

6.1. Rantai Pasokan Paprika

...

89

6.1.1. Struktur Rantai Pasokan ... 89

6.1.2.Sasaran Rantai ... 95

6.1.3. Manajemen Rantai

...

98

6.1.4. Sumberdaya Rantai

...

101

.

.

6.1.5. Proses Btsnts Rantai

...

103

6.1.6. Kunci Sukses ... 107

6.1.7. Analisa Nilai Tambah

...

I09

...

6.2. Rantai Pasokan Lettuce head 115 6.2.1. Struktur Rantai Pasokan ... 115

6.2.2. Sasaran Rantai ... 125

6.2.3. Manajemen Rantai

... 127

(14)

.

.

...

6.2.5. Proses B ~ s n ~ s Rantai 132

6.2.6. Performa Rantai

...

138 6.2.7. Kunci Sukses

... 140

.

.

6.2.8. Analisis N ~ l a l Tambah

...

141 6.3. Rantai Pasokan Brokoli ... 148

...

6.3.1. Struktur Rantai Pasokan 148

6.3.2. Manajemen Rantai

...

158

...

6.3.3. Proses Bisnis Rantai 161

...

6.3.4. Kunci Sukses 164

6.3.5. Analisa Nilai Tambah

...

165 BAB VII

.

DESAIN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL DAN FUZZY AHP

...

168

...

7.1. Proses Bisnis Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi 169 7.2. Faktor Peningkatan Kinerja ... 170 7.3. Atribut dan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran Dataran

Tinggi ... 171

...

7.4. Pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan Fuzzy AHP 176 BAB VIII

.

PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK SAYURAN

...

LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA 188

8.1. Metrik pengukuran kinerja rantai pasok Lettuce head

...

188 8.2. Pengukuran kinerja mitra tani Lettuce head dengan data envelopment

analysis ... 191 8.3. Analisis Nilai Efisiensi Kinerja Mitra Tani Lettuce Head Pada

...

Tahun 2008 193

BAB IX

.

ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN KMERJA RANTAI

...

PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD 202

...

9.1. Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok 202

9.2. Analisis Kelembagaan Peningkatan Kinerja dan Nilai Tambah Petani

...

Sayuran 209

...

9.3. Implikasi ManajerialIProgram Aksi 213

9.3.1

.

Analisis kesenjangan

... 213

. .

...

(15)

...

.

BAB X KESIMPULAN DAN SARAN 219

...

10.1. Kesimpulan 219

...

10.2. Saran 220

...

DAFTAR PUSTAKA 222

...

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel l . Kontribusi PDB pada harga konstan dari tahun 2000-2005 ... 1

Tabel 2

.

Kerangka metrik untuk mengevaluasi kinerja SCM

...

10

Tabel 4

.

Model Hierarki SCOR

...

21

Tabel 5

.

Atribut Performa Manajemen Rantai Pasokan beserta Metrik Performa23 Tabel 6

.

Definisi dan fungsi keanggotaan dari fuzzy number (Ayag, 2005b)

...

29

Tabel 7

.

Perbandingan dan posisi penelitian yang dilakukan

... 35

Tabel 8

.

Form Kegiatan Pasca Panen Mitra Petani-Perusahaan ... 43

Tabel 9

.

Form Kepemilikan dan Profil Kontrol ... 44

Tabel 10

.

Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

... 47

Tabel 11

.

Total Produksi, lmpor dan Ekspor Sayuran di Indonesia Tahun 2002- 2006 ... 52

Tabel 12

.

Nilai ekspor kelompok komoditas sayuran Indonesia tahun 2003-2007 (dalam US$) ... 56

Tabel 13

.

Nilai ekspor kelompok komoditas sayuran Indonesia tahun 2003-2007 (dalam US$) ... 57

Tabel 14

.

Nilai Ekspor Komoditas Sayuran segarheku Indonesia (Kelompok HS 1996 6-Digit)

...

59

Tabel 15

.

Nilai Impor Komoditas Sayuran segarheku Indonesia (Kelompok HS 1996 6-Digit)

...

60

Tabel 16

.

Daftar beberapajudul SNI untuk produk-produk hortikultura ... 64

Tabel 17

.

Hasil pemilihan sayuran unggulan dataran tinggi ... 70

Tabel 18

.

Anggota rantai pasokan Paprika

...

92

Tabel 19

.

Standar Kualitas Paprika ... 94

Tabel 20

.

Nilai Penjualan Paprika Koperasi Mitra Sukamaju

...

97

Tabel 21

.

Kriteria Pemilihan Mitra ... 98

Tabel 22

.

Perhitungan nilai tambah untuk petani anggota koperasi

...

110

Tabel 23

.

Perhitungan nilai tambah untuk petani non anggota koperasi

... 111

Tabel 24

.

Perhitungan nilai tambah untuk Koperasi Mitra Sukamaju ... 112

Tabel 25

.

Perhitungan niIai tambah untuk bandar ... 113
(17)

...

Tabel 27

.

Distribusi nilai tambah pada rantai pasok Paprika 115

Tabel 28

.

Konsumen Perusahaan Lettuce Head ... 117

Tabel 29

.

Pemasok non sayur PT Saung Mirwan

...

118

Tabel 30

.

Aktivitas anggota primer rantai pasok Lettuce head ... 122

Tabel 3 1

.

Data permintaan Lettuce head di PT Saung Mirwan pada tahun 2004-

...

2007 126 Tabel 32

.

Penilaian performa kemitraan

...

138

Tabel 33

.

Perbandingan nilai tambah lettuce head semester 1 dan 2 tahun 2008

...

144

Tabel 34

.

Nilai tambah fiesh cut lettuce head semester 1 dan 2 tahun 2008

.... 146

Tabel 35

.

Perhitungan nilai tambah untuk ritel ... 147

Tabel 36

.

Distribusi nilai tambah rantai pasok sayuran lettuce headcrop

... 148

Tabel 37 Rite1 Pemasaran Brokoli Cipanas

...

149

Tabel 38 Aktivitas anggota primer rantai pasok Brokoli di UD ... 152

Tabel 39

.

Standar Kualitas Brokoli Cipanas ... 154

Tabel 40

.

Perhitungan Nilai Tambah Petani

...

165

Tabel 41

.

Nilai Tambah Bandar ... 166

Tabel 42

.

Perhitungan Nilai Tambah Rite1

...

167

Tabel 43

.

Distribusi nilai tambah rantai pasok sayuran Brokoli ... 167

...

Tabel 44

.

Metrik Level 1 dan Atribut Performa SCOR 172 Tabel 45

.

Tabel Hierarki Metrik Performa Rantai Pasokan Saung Minvan ... 175

Tabel 46

.

Matrik perbandingan fuzzy dari level proses bisnis terhadap tujuan pemilihan metrik kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi

...

176

Tabel 47

.

Matrik perbandingan fuzzy dari level parameter kinerja terhadap aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi .. 176

Tabel 48

.

Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi ... 178

Tabel 49

.

Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran kinerja terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran

. .

dataran t~nggl

...

178 Tabel 50

.

a-cut matriks perbandingan fuzzy pada level proses bisnis terhadap

...

(18)
[image:18.602.80.481.23.799.2]

Tabel 5 1. a-cut matriks perbandingan fuzzy pada level parameter kinerja terhadap aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran

.

.

...

tlnggl ( a = 0 . 5 dan p=0.5) 179

Tabel 52. a-cut Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi

...

(a=0.5 dan p=0.5) 179

Tabel 53. a-cut Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran kinerja terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi (a = 0.5 dan p = 0.5) ... 180 Tabel 54. Nilai eigen matriks perbandingan fuzzy pada level proses bisnis

terhadap tujuan

...

181 Tabel 55. Nilai eigen matriks perbandingan fuzzy pada level parameter kinerja

terhadap aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran

...

dataran tinggi 182

Tabel 56. Nilai eigen Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran

. .

dataran tlnggl ... 182 Tabel 57. Nilai eigen Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran

kinerja terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok

.

.

...

sayuran dataran tlnggl 183

Tabel 58. Bobot akhir pada level proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi

...

184 Tabel 59. Bobot akhir pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran

. .

tmggt

...

184 Tabel 60. Bobot akhir pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran

. .

tlnggl ... 184 Tabel 61. Bobot akhir pada level metrik kinerja rantai pasok sayuran dataran

. .

tlngg~

...

185 Tabel 62. pembagian faktor input dan ouput untuk perhitungan DEA ... 190 Tabel 63. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja petani semester 1
(19)

Tabel 64. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja petani semester 2 tahun 2008

...

192 Tabel 65. Hasil perhitungan kinerja mitra tani Lettuce head pada dua semester di

tahun 2008 (dalam %)

...

193 Tabel 66. Peningkatan output dan penurunan input pada petani 1 selama semester

1 tahun 2008 (dalam%) ... 194 Tabel 67. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja PT Saung Mirwan

semester 1 tahun 2008

...

197 Tabel 68. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja PT Saung Mirwan

semester 2 tahun 2008

...

197 Tabel 69. Hasil perhitungan kinerja PT Saung Mirwab dilihat dari dua jenis

produk Lettuce head di tahun 2008

...

198 Tabel 70. Patok duga PT Saung Mirwan untuk Lettuce head krop tahun 2008.199 Tabel 71 Patok duga PT Saung Mirwan untuk Lettuce headfresh cut tahun 2008

Tabel 72 Penilaian Faktor Internal Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan

... 205

Tabel 73 Penilaian Faktor Eksternal Peningkatan Rantai Pasokan ... 206 Tabel 74. Altematif strategi peningkatan kinerja rantai pasok Lettuce head

...

207 Tabel 75. Peran pemangku kepentingan rantai pasok sayuran Lettuce head

...

21 1 Tabel 76. Kesenjangan antara kondisi kini dan harapan berdasarkan metrik

k i n e j a

...

213 Tabel 77. Implikasi manajeriallprogram aksi dan aktor yang diharapkan dapat
(20)
[image:20.602.76.468.55.805.2]

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1

.

Skema Sistem Rantai Pasok

...

6

Gambar 2 . Skema rantai pasok pertanian (Sumber: Van der Vorst. 2004) ... 7

Gambar 3 . Skema Ruang Lingkup SCOR (Sz~pppply Chain Cozmcil) ... 17

Gambar 4 . SCOR sebagai Model Referensi Proses Bisnis

... 17

Gambar 5

. Membershipjmction fuzzy untuk nilai linguistik kriteria dan

alternatif (Ayag dan Ozdemir, 2006)

...

31

Gambar 6

.

Posisi Perusahaan pada Berbagai Kondisi (Marimin. 2004) ... 32

Gambar 7 . Sistem Rantai Pasok Produk Hortikultura (Hadiguna, 2007)

...

36

Gambar 8

.

Kerangka pemikiran penelitian ... 38

. .

Gambar 9

.

Diagram Alir Penel~t~an

...

41

Gambar 10

.

Kerangka Analisis Manajemen Rantai Pasokan ... 42

Gambar 11

.

Operasi a-cut pada TFN

... 50

Gambar 12

.

Grafik volume ekspor serta impor dari sub-sektor hortikultura 2000- 2005 (Departemen Pertanian. 2007)

... 54

Gambar 13

.

Grafik nilai ekspor serta impor dari sub-sektor hortikultura 2000- 2005 (Departemen Pertanian. 2007)

... 54

Gambar 14

.

Grafik nilai ekspor dan impor sayuran Indonesia 2003-2007

...

55

Gambar 15

.

Grafik Pareto Sayuran Unggulan Ekspor

...

67

Gambar 16

.

Grafik Pareto Sayuran Unggulan Impor

...

67

Gambar 17

.

Struktur Rantai Pasok Paprika ... 89

...

Gambar 1 8

.

Rantai Pasok Leattuce Head 119 Gambar 19

.

Pola Aliran Produk dan Informasi Rantai Pasokan Brokoli

...

153

Gambar 2 0

.

Mekanisme pengelolaan Brokoli di STA Cigombong

...

162

Gambar 21

.

Struktur hierarki pemilihan metrik kinerja rantai pasok sayuran

. .

dataran tlnggi ... 177

Gambar 22

.

Bobot akhir hasil analisis dengan ~ e n d e k a t a n f u z z ~ AHP ~netrik kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi ... I87 Gambar 23

.

Model pengukuran dengan DEA

...

189 Gambar 24

.

Reference Conzparison antara petani 1 dengan benchntark pada

...

(21)

Gambar 25

.

Reference Comparison antara petani I dengan benchtnark pada semester dua tahun 2008 (dalam %)

...

196 Gambar 26

.

Posisi pelaku rantai pasok sayuran Lettuce head

...

207 Gambar 27

.

Rantai Pasok Sayuran menurut Processor sebagai Champion1

Perusahaan Penghela ... 210 Gambar 28

.

Konfigurasi Kelembagaan Rantai Pasok Sayuran Lettuce Head

....

211
(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner penelitian

Lampiran 2. Perhitungan MPE pada pernilihan sayuran dataran tinggi unggulan Lampiran 3. Kuisioner AHP

(23)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. L a t a r belaltang

Pertanian merupakan sektor yang mempunyai kontribusi cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Pada tahun 2006 sektor pertanian berkontribusi sebanyak 13% terhadap nilai PDB nasional dan meningkat pada catur wulan I tahun 2007 menjadi 13,7%. Hortikultura sebagai salah satu sektor pertanian memberikan peningkatan kontribusi pada nilai PDB nasional berdasarkan harga konstan sebesar Rp 35.334 juta pada tahun 2000 menjadi Rp 44.196 juta pada tahun 2005. Rata-rata pertumbuhan PDB hortikultura per tahun mencapai 4,6%. Tren permintaan produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan dan bunga juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada Tabel 1 menunjukkan kontribusi hortikultura pada nilai PDB berdasarkan barga konstan dari tahun 2000-2005.

Tabel 1. Kontribusi PDB pada harga konstan dari tahun 2000-2005

Komoditas PDB (Juta Rupiah)

Hortikultura 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Buah-buahan 19.079 19.951 22.1 19 21.149 22.740 22.460 Sayuran 13.145 13.786 13.550 15.404 15.336 16.395

Biofarmasi 364 383 384 423 534 2.007

Bunga 2.746 2.886 2.622 3.370 3.406 3.334

Sumber : Ditjen Horikultura, 2006

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil hortikultura terbesar di Indonesia. Produksi hortikultura khususnya sayuran di Jawa Barat mencapai 3,1 ton per tahunnya dari 23 jenis sayuran yang dibudidayakan. Luas areal tanaman sayuran di Jawa Barat mencapai 1,l juta ha dan tingkat optimalisasi pemanfaatan lahan baru mencapai 75% (Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2007).

(24)

Cirebon (sayuran dataran rendah) (BI, 2007). Dataran tinggi Jawa Barat (Bandung, Garut, Bogor, Cianjur dan Tasikmalaya) terletak pada daerah agroklimat basa dengan rata-rata bulan basah 8-10 bulan dengan curah hujan rata- rata tahunnya lebih dari 2000 mm, sehingga kawasan ini cocok untuk pertumbuhan dan produksi sayuran dataran tinggi antara lain Paprika, Brokoli, Lettuce, Sawi, Kentang, Wortel, Kubis, dan lain-lain (Dinas Pertanian Jabar, 2006).

Peningkatan daya saing produk adalah faktor kunci untuk mengembangkan usaha sayuran di Indonesia. Produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan dan bunga merupakan produk-produk yang mudah rusak. Daya saing produk sayuran dapat ditingkatkan melalui peningkatan nilai tambah, operasi bisnis dan pelayanan konsumen mulai dari kegiatan budidaya, distribusi dan pemasaran.

Peningkatan daya tahan dan daya saing sangat penting, mengingat persaingan yang ketat produk sayuran dataran tinggi di pasar domestik. Penyebabnya adalah produk sayuran dataran tinggi Indonesia masih terkendala dalam jaminan kesinambungan atas kualitas produk, minimnya jumlah pasokan, dan ketepatan waktu pengiriman. Penyebab lainnya adalah belum efektif dan efisiennya kinerja rantai pasok komoditi sayuran dataran tinggi di Indonesia. Menurut Morgan et al. (2004) kendala utama dalam rantai pasok sayuran dataran tinggi adalah perencanaan, sosialisasi, pengiriman dan ekspektasi. Karena itu, manajemen rantai pasok memegang peranan penting dan perlu dilakukan dengan baik.

Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan Meindel, 2007). Rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran dan transformasi produk, aliran informasi dan keuangan dari tahapan bahan baku sampai pada pengguna akhir (Handfield, 2002), sementara manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok (Van der Vorst, 2004). Produk pertanian secara umum mempunyai karakteristik antara lain : (1) produk mudah rusak, (2) budidaya dan pemanenan sangat tergantung iklim dan musim, (3)

(25)

dan dikelola sebab ukuran dan kompleksitas dari produk. Empat faktor ini perlu dipertimbangkan dalam merancang dan menganalisis Agri-SCM, dan sebagai konsekuensi, Agri-SCM menjadi lebih sulit dibanding SCM secara umum (Yandra et. a[., 2007).

Beberapa pelaku agribisnis dan agroindustri di Indonesia melakukan perdagangan dan proses pengolahan sekaligus. Produk pertanian segar, seperti sayuran, buah-buahan dan bunga, diperoleh dari kebun sendiri atau dipasok oleh kelompok tani sekitar melalui mekanisme kemitraan. Disamping itu, terdapat bermacam-macam bentuk bisnis dengan rantai yang panjang oleh berbagai pelaku tengah (middlemen) yang memasarkan produk baik pada pasar lokal, regional dan nasional serta ekspor ke Iuar negeri.

Sistem pengukuran kinerja (perfomtance meastrrement system) diperlukan sebagai pendekatan dalam rangka mengoptimalisasi jaringan rantai pasok. Desain rantai pasok produk hortikultura yang optimal dapat dibedakan untuk masing- masing rantai pasok tergantung strategi kompetisi dan karakteristik pasar, produk dan produksi. Pengukuran kinerja bertujuan untuk mendukung perancangan tujuan, evaluasi kinerja, dan menentukan langkah-langkah ke depan baik pada level strategi, taktik dan operasional (Van der Vorst, 2006). Untuk itu, penelitian mengenai model pengukuran kinerja manajemen rantai pasok hortikultura perlu dilakukan.

Penelitian ini berfokus .pads produk sayuran yang diarahkan pada pasar institusi khususnya pasar swalayan. Seperti di negara-negara lain, pasar swalayan di Indonesia belum menembus perdagangan ritel sayur dan buah segar secepat makanan olahan dan semi-olahan sehingga estimasi industri mengenai pangsa perdagangan ritel sayur dan buah segar hanya berkisar antara 10-15 persen untuk pasar swalayan. Memang angka ini masih minim, tetapi sepuluh tahun yang lalu, angka ini hampir nol. Angka ini kemungkinan akan bertambah dengan terjadinya transformasi perdagangan ritel secara menyeluruh (Laporan Bank Dunia, 2007).

(26)

rantai pasokan dan analisis rantai nilai tambah produk sayuran dataran terpilih; (3)

Rancangan model pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih dan implementasinya; serta (4) Strategi peningkatan kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih.

1.2. Tujuan penelitian

Studi peningkatan kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi di Jawa Barat bertujuan sebagai berikut:

1) Mengembangkan kriteria dan alternatif pemilihan sayuran dataran tinggi yang berpotensi untuk ditingkatkan kinerja rantai pasoknya.

2 ) Mengidentifikasi struktur rantai pasok dan nilai tambah produk sayuran

dataran tinggi yang dapat ditingkatkan kinerja rantai pasoknya.

3) Merancang dan mengimplementasikan pengukuran kinerja rantai pasok sayuran terpilih.

4) Merumuskan strategi peningkatan rantai pasok sayuran terpilih.

1.3. Ruang lingkup

Kajian manajemen rantai pasokan produk sayuran ini mencakup integrasi aliran barang dan informasi mulai dari sumber bahan baku (petani) hingga pengiriman produk ke konsumen institusi. Cakupan manajemen rantai pasok sebenamya sangat luas, dengan keterbatasan waktu dan kendala lainnya, penelitian difokuskan untuk merancang model pengukuran kinerja rantai pasok produk sayuran dataran tinggi pada beberapa pelaku usaha di Jawa Barat seperti Garut, Bandung dan Bogor/Cianjur sebagai objek studi. Penelitian dibatasi pada beberapa produk sayuran terpilih. Studi ini menekankan pada dampak keanggotaan petani/kelompok tani bagi kinerja rantai pasokan sayuran. Ruang lingkup analisis mencakup :

I ) Produk sayuran dataran tinggi yang mempunyai keunggulan ekspor. 2) Identifikasi struktur rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih.

(27)

1.4. Manfaat penelitian

(28)

BAB 11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Rantai Pasok Agroindustri

Manajemen Rantai Pasok (Supply Cliain Management) dipopulerkan pertama kalinya pada tahun 1982 sebagai pendekatan manajemen persediaan yang menekankan pada pasokan bahan baku. Pada tahun 1990-an, isu manajemen rantai pasok telah menjadi agenda para manajemen senior sebagai kebijakan strategis perusahaan. Para manajer senior menyadari bahwa keunggulan daya saing perlu didukung oleh aliran barang dari hulu dalam ha1 ini pemasok hingga hilir dalam ha1 ini pengguna akhir secara efisien dan efektif. Tentunya secara bersamaan akan mengalir pula informasi. Ada beberapa tahapan yang harm dilalui oleh aliran barang dari hulu hingga hilir, yaitu pemasok, pabrik, distribusi, rite1 dan konsumen akhir. Hal ini dapat diilustrasikan dalam Gambar 1.

Pengelolaan rantai pasok ini dikenal dengan istilah ~nanajemen rantai pasok. Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk menghantarkan nilai superior dari konsumen dengan biaya termurah kepada pelanggan. Rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran bahan dan inforinasi, sedangkan manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok (Van der Vorst, 2004). Pada tingkat agroindustri, manajemen rantai pasok memberikan perhatian pada pasokan, persediaan dan transportasi pendistribusian.

(29)

Menurut Austin (1981) agroindustri menjadi pusat rantai pertanian yang berperan penting dalam meningkatkan nilai tambah produk pertanian di pasar. Agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku yang berkualitas dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Menurut Brown (1994) untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang berkualitas diperlukan standar dasar komoditas, sedangkan kuantitas pasokan perlu memperhatikan produktivitas tanaman. Gambar 2 merupakan aliran produk disetiap tingkatan rantai pasok dalam konteks jejaring rantai pasok pertanian menyeluruh. Setiap perusahaan diposisikan dalam

sebuah titik dalam lapisan jejaring.

0

Konsurnen

'@ -

:-'-,,

Distributor

Gambar 2. Skema rantai pasok pertanian (Sumber: Van der Vorst, 2004)

2.2. ICemitraan dalam Supply Chain Manngenzerzi

Menurut Lau, Pang, Wong (2002) kemitraan di antara anggota supply chain dilakukan untuk menjamin kualitas produk dan kefektifan supply chain yang selanjutnya akan mencapai hasil yang optimal. Pengembangan supply chain yang efektif dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama, memilih kelompok pemasok berdasarkan reputasi industri dan transaksi sebelumnya tentang harga dan kualitas melalui program penilai pemasok. Proses ini dilakukan untck mendapatkan pemasok terbaik dalam industri yang menjamin kualitas pasokan.

(30)

konflik target strategis dengan para mitra. Kemitraan stpply chain bersifat jangka panjang dan merupakan keputusan penting yang membutuhkan komitmen semua pihak. Ketiga, membentuk kemitraan supply chain melalui negosiasi dan kompromi. Tahap keempat, membangun saluran untuk menjamin pengetahuan tentang infomasi produksi yang diberikan tepat waktu melalui perjanjian teknologi. SCM harus menjamin ketepatan waktu, efektivitas biaya, dan sistem infomasi yang komperhensif untuk menyediakan data yang dibutuhkan dalam membuat keputusan pasokan yang optimal. Terakhir, sistem monitoring dikembangkan untuk memantau kinerja mitra. Proses .ini dimaksudkan untuk memelihara hubungan dengan pemasok dalam menjamin adminstrasi yang layak dari pengendalian logistik yang efisien.

2.3. Pengukuran kinerja Supply Clznin

Salah satu aspek fundamental dalam SCM adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok secara holistik. Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kineja diperlukan untuk : i) melakukan monitoring dan pengendalian; ii) mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok; iii) mengetahui di mana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai; dan iv) menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.

Suatu sistem pengukuran kinerja biasanya memiliki beberapa tingkatan dengan cakupan yang berbeda-beda. Menurut Melynk et al. (2004), suatu sistem pengukuran kinerja biasanya mengandung : i) metrik individual; ii) serangkaian metrik kinerja dan iii) sistem pengukuran kinerja menyeluruh.

(31)

maupun nominal, iv) tidak rnenciptakan konflik antar fungsi pada suatu organisasi, dan v) dapat melakukan distilasi data.

Jumlah metrik pada suatu sistem pengukuran kinerja bisa cukup banyak. Untuk menghindari kerancuan, tiap metrik harus didefinisikan dengan jelas. Menurut Melynk et al. (2004), metrik bisa diklasifikasikan berdasarkan fokus dan waktu. Metrik bisa berfokus pada kinerja finansial maupun operasional. Metrik operasional mengukur kinerja dalam satuan waktu, output dan sebagainya. Banyak proses-proses dalam rantai pasok memang dimonitor dalam satuan non- finansial.

Kumpulan dari beberapa metrik membentuk metrik sets. Kumpulan ini diperlukan untuk memberikan informasi kinerja suatu sub-sistem. Sebagai contoh, kinerja persediaan tidak cukup hanya diukur dengan satu metrik. Sementara pada level tertinggi terdapat sistem pengukuran kinerja secara keseluruhan. Pada dasarnya sistem keseluruhan tersebut tidak hanya dari banyak nzetriks sets yang menyusunnya, tetapi juga menjadi alat untuk menciptakan kesesuaian antara metrik sets dan tujuan strategis organisasi.

Menurut Gunasekaran et al. (2001, 2004), pengukuran kinerja pada rantai pasok bertujuan untuk mendukung tujuan, evaluasi, kinerja dan penentuan aksi di masa depan pada strategi, taktik dan tingkat operasional. Untuk itu, dibutuhkan lebih besar ~tntuk studi pengukuran dan metrik dalam kontek manajemen rantai pasok karena dua alasan yaitu : i) kurangnya pendekatan yang seimbang dan ii) kurang jelasnya perbedaan antara metrik pada level strategi, taktik dan operasional.

(32)
[image:32.599.86.482.82.816.2]

Tabel 2. Kerangka metrik untuk mengevaluasi kinerja SCM

Level Metrik kinerja

Strategi Total siklus waktu rantai pasok Total waktu cashflow

Costzrmer queiy tii?ze

Tingkat nilai produk yang diterima pelanggan Untung bersih Vs rasio produktifitas

ROR investasi

Range dari barang dan jasa Variasi anggaran

Lead time pesanan

Fleksibilitas sistem pelayanan untuk ~ne~nenuhi sebagian kebutuhan konsumen

Tingkat kemitraan bzyer dan pelanggan Lead time pemasok

Tingkat kesalahan pemasok dalam pengiriman Lead time pengiriman

Kinerja pengiriman Taktik Akurasi teknik peramalan

Siklus waktu pengembangan produk Metode-metode memasukan pesanan Efektifitas metode pengiriman invoice Siklus waktu pesanan pembelian

Teknik penyelesaian masalah-masalah teknis Inisiatif pengurangan biaya pemasok

Pemesanan pemasok dalam prosedur Reliabilitas pengiriman

Tingkat responsifitas pada pengiriman yang penting

Efektifitas perencanaan jadwal distribusi Operasi Biaya operasi per jam

Biaya informasi Utilisasi kapasitas Total biaya persediaan Tingkat penolakan pemasok Kualitas dokumentasi pengiriman

Efektifitas siklus waktu pesanan pembelian Frekuensi pengiriman

Kinerja reliabilitas driver Kualitas barang yang dikirim

Penghargaan bagi pengiriman tanpa cacat

Sumber : Gunasekaran el a/. (2001)

Finansial Non- finansial

(33)
(34)

pengambil keputusan dan analis dan ini menyediakan alternatif penetapan nilai yang bertingkat yang dapat sangat berguna untuk beberapa pengambil keputusan. Perbandingan analisis DEA sebagai altematif yang jelas alat MCDM telah disarankan oleh Sarkis (2000) dan Seydel (2006).

Dalam literatur DEA yang terdahulu menunjukkan bahwa DEA telah diaplikasiken secara luas dalam efisiensi pengukuran khususnya dalam isu-isu benchmarking. Selanjutnya, Rickards (2003) juga menunjukkan pentingnya menggunakan DEA dalam mengevaluasi balancedscorecards dan ketergantungan pada alat tersebut meningkat dalam kaitannya dengan memelihara posisi sebagai sebuah alat manajemen strategi. Dey dan Ogunlana (2004), dan Baccarini er al., (2004) juga menekankan bahwa dengan risiko analisis dan manajemen proyek yang ditingkatkan, DEA mungkin sesuai untuk diaplikasikan sebagai alat penunjang keputusan dalam pemilihan proyek.

(35)

Tabel 3. Kelebihan dan kekurangan metode-metode untuk pengukuran kinerja SCM

Metode-metode Kelebil~an Keleltial~an

Activity Based Memberikan informasi finansial lebih banyak Biaya pengumpulan data besar

Costing Recognize perubahan perubahan biaya pada Sulit mengumpulkan data yang diinginkan aktifitas yang berbeda

Balanced Keseimbangan pandangan tentang kinerja

.

Implementasi yang lengkap dapat

Scorecard e Faktor-faktor finansial dan non-finansial bertahap

e Strategi pada manajelnen puncak dan aksi pada

manajemen menengah terhubung dan lebii fokus

Economic Value

.

Mempertimbangkan biaya modal Perhitungan sulit

Added Melihat kegiatan secara terpisah Sulit untuk mengalokasi EVA pada

masing-masing divisi

Multi Criteria

.

Pendekatan partisipatif dalam membuat Informasi yang dibutuhkan untuk

Analysis keputusan menurunkan bobot sangat

.

Sesuai dengan masalah-masalah dimana nilai- dipertimbangkan

nilai moneter tidak tersedia e Kemungkinan mengenalkan bobot secara

implisit tidak dapat dijelaskan

Lifc-Cvcle Analvsis - 2 a

.

Memungkinkan untuk menilai biaya dan dampak

.

Membutuhkan dukungan data yang lingkungan yang berkaitan deng& siklus hidup intensif

-

produk atau proses Selang kepercayaan dalam metodologi LCA

Data E~zvelopment Mencakup input dan output e Membutuhkan dukungan data yang

Analysis (DEA) Menghasilkan informasi yang detail tentang intensif

efisiensi perusahaan

.

Pendekatan deterlninistik Tidak memerlukan spesifikasi parametrik dari

bentuk fungsional

S U P P ~ Chain

.

Menilai kinerja keseluruhan dari rantai pasok Tidak secara eksplisit menempatkan

Council's Pendekatan yang seimbang . - pelatihan, kualitas, teknologi informasi

S C O R ' " M O ~ ~ ~ Kinerja rantai pasok dalam berbagai dimensi dan administrasi

e Tidak menggambarkan setiap proses atau

[image:35.850.183.728.67.472.2]
(36)

Model dibangun berdasarkan pada pertimbangan pengukuran kinerja rantai pasok internal. Variabel pengukuran yang digunakan adalah metrik pemgukuran rantai pasok yang mengelilingi barisan yang luas dari barisan pengukuran dari keuangan ke pengukuran operasional spesifik rantai pasok. Variabel input dan output yang digunakan dikategorikan sesuai dengan metrik pengukuran yang didaftar dalam referensi operasi rantai pasok. SCOR dipilih karena ini adalah kerangka cross-industry yang pertama untuk mengevaluasi dan meningkatkan kinerja dan manajemen rantai pasok seluruh perusahaan (Steward, 1997).

DEA dapat diistilahkan juga sebagai fi-onrier analysis. Ini merupakan suatu teknik pengukuran kinerja berbasis linier programnling yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif dari decision making zrnit (DMU) dalam perusahaan (Home Page DEA dalam Barkam, 2008).

DEA bekerja dengan langkah identifikasi unit yang akan dievaluasi, input yang dibutuhkan serta output yang dihasilkan oleh unit tersebut. Kemudian membentuk efficiency frontier atas set data yang tersedia untuk menghitung nilai produktivitas dari unit-unit yang tidak termasuk dalam efficiency frontier serta mengidentifikasi unit mana yang tidak menggunakan input secara efisien relatif terhadap unit berkinerja terbaik dari set data yang dianalisis (Home Page DEA dalam Barkam, 2008).

(37)

Model dasar dari Data Envelopment Analysis adalah sebagai berikut: Efisiensi maksimum

ur

Y r k

v k = , dimana

C

Vr X#k

k = Unit pengambil keputusan yang akan dievaluasi U, = Bobot dari output

Vi = Bobot dari input

Y,k = Nilai output Xik = Nilai input

(Zhaohan et. al. 1996, dalam Zhang, Liu, dan Li, 2002) Manfaat Data Envelopment Analysis adalah:

1) Mengidentifikasi sumber dan tingkat ketidakefisienan untuk setiap input dan output dalam suatu entitas.

2) Identifikasi be~rchrnark nrembe~s dari e#cieni set yang digunakan untuk evaluasi kinerja dan identifikasi inefisiensi.

3) Menawarkan target yang perlu dicapai untuk meningkatkan produktivitas yang dimaksud adalah sejumlah penghematan input (sumber daya) yang bisa dilakukan pada unit yang dievaluasi tanpa harus mengurangi level output yang bisa dihasilkan (efisiensi) atau dari sisi lain jumlah penambahan output yang dimungkinkan tanpa perlu penambahan input (efektivitas). 4) Produktivitas yang diukur bersifat komparatif atau relatif karena hanya

membandingkan antarunit pengukuran dari satu set data yang sama.

5 ) An empirically based nlethodologv yang menjawab beberapa keterbatasan

dari pendekatan pengukuran kinerja tradisional (Zhang, Liu, dan Xiu, 2002).

Adapun keunggulan dan keterbatasan dari Data Envelopment Analysis adalah:

1) Keunggulan :

*

DEA mampu menangani berbagai input maupun output.

DEA memiliki nilai efisiensi = 1 dan kurang dari 1 dilakukan evaluasi. DEA bertindak sebagai alat untuk melakukan benchmarking.

(38)

DEA tidak membutuhkan asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output.

.

Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda. 2) Keterbatasan :

DEA merupakan suatil teknik non parametrik, yang tidak menggunakan suatu tes hipotesa yang berkelanjutan.

e Score atau nilai pada DEA terdiri dari input yang sensitif sehingga

menghasilkan spesifikasi pada output.

Menggunakan perumusan linier programnzing terpisah untuk tiap DMU.

Merupakan extreme point techniqzre, kesalahan pengukuran bisa berakibat fatal.

* Hanya mengukur produktivitas relatif dari DMU bukan produktivitas absolut (Rajeshekar, 2002 dalam Barkam, 2008).

2.6. Metode SCOR untuk Evaluasi SCM

(39)

Suppllcrs' Supplior 1 Your Company CUSltOmDr C ~ ~ l ~ n l o r ' ~

[image:39.602.74.473.58.694.2]

fuoolior t ! customor

Gambar 3. Skema Ruang Lingkup SCOR (Supply Chain Council)

Metode SCOR merupakan suatu metode sistematis yang mengkombinasi- kan elemen-elemen seperti teknik bisnis, benchmarking, dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan di dalam rantai pasokan. Kombinasi dari elemen- elemen tersebut diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja manajemen rantai pasokan perusahaan tertentu. Alur pengembangan metode SCOR sebagai sebuah referensi model disajikan pada Gambar 4 (Supply Chain Cozmcil, 2006).

Restrukturisasi

Benchmarking Analisis Model Referensi Proses

Proses Bisnis Best Practice

Menganalisis kondisi performa rantai pasokan

existing, dan menentukan performa rantai pasokan yang

dikehendaki

Menganalisis kondisi performa rantai pasokan

existing, dan menentukan performa rantai pasokan yang

Menentukan data pembanding sebagai acuan peningkatan performa rantai pasokan

(40)

Sebagai sebuah model referensi, maka pada dasamya model SCOR didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu:

Pemodelan proses

Referensi untuk memodelkan suatu proses rantai pasokan agar lebih mudah diterjemahkan dan dianalisis.

Peneukuran performakineria rantai oasokan

Referensi untuk mengukur performa suatu rantai pasokan perusahaan sebagai standar pengukuran.

r Penerapan best ~ r a c t i c e s fpraktek-praktek terbaik)

Referensi untuk menentukan bestpractices yang dibutuhkan oleh perusahaan.

1. Pemodelan Proses

Dengan menggunakan suatu definisi tertentu yang telah disediakan oleh SCOR, maka mampu memudahkan perusahaan untuk memodelkan dan mendeskripsikan proses rantai pasokan yang terjadi. Dalam SCOR, proses-proses rantai pasokan tersebut didefinisikan ke dalam lima proses yang terintegrasi, yaitu perencananaan (PLAN), pengadaan (SOURCE), produksi (MAKE), distribusi (DELIVER), dan pengembalian (RETURN).

-

Proses PLAN

Proses ini merupakan proses untuk merencanakan rantai pasokan mulai dari mengakses sumber daya rantai pasokan, merencanakan penjualan dengan mengagregasi besamya permintaan, merencanakan penyimpanan (inventory) serta distribusi, merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan baku, merencanakan pemilihan suplier, dan merencanakan saluran penjualan.

-

Proses SOURCE
(41)

-

Proses MAKE

Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan proses produksi yang meliputi permintaan dan penerimaan kebutuhan bahan baku, pelaksanaan produksi, pengemasan, dan penyimpanan produk di ruang penyimpanan.

-

Proses DELIVER

Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan distribusi produk dari perusahaan kepada pembeli, meliputi pembuatan dan pemeliharaan database pelanggan, pemeliharaan database harga produk, pemuatan produk ke dalam armada distribusi, pemeliharaan produk di dalam kemasan, pengaturan proses transportasi, dan verifikasi kinerja distribusi.

-

Proses RETURN

Proses ini berkaitan dengan pengembalian produk ke perusahaan dari pembeli karena beberapa ha1 seperti kerusakan pada produk, cacat pada produk, ketidaktepatan jadwal pengiriman, dan lain sebagainya. Proses ini meliputi kegiatan penerimaan produk yang dikembalikan (retiwn), pengelolaan administrasi pengembalian, verifikasi produk yang di-rerzdrn, disposisi, dan penukaranproduk.

Model SCOR fokus pada aspek-aspek seperti semua kegiatan yang berkaitan dengan interaksi pembeli mulai dari pesanan barang yang masuk hingga ke pelunasan pembayaran oleh pembeli, semua transaksi produk (barang atau jasa) mulai dari produsen hulu hingga ke konsumen akhir, dan semua interaksi pasar mulai dari memahami permintaan pasar secara agregat hingga ke pemenuhannya dari masing-masing permintaan. Namun, bukan berarti SCOR berusaha untuk mendeskripsikan semua kegiatan dan proses bisnis yang ada. Beberapa aspek yang tidak termasuk ke dalam ruang lingkup SCOR antara lain proses pelatihan, pengawasan knalitas, teknologi informasi, dan administrasi. Aspek-aspek tersebut tidak secara eksplisit dijelaskan di dalam SCOR, akan tetapi diasumsikan sebagai aspek pendukung yang penting diluar model SCOR (Supply Chain Council, 2006).

(42)
(43)
(44)

2. Pengukuran PerformaKinerja Rantai Pasokan

Model SCOR menyediakan lebih dari 150 indikator penilaian yang mengukur performa proses rantai pasokan (www.wikipedia.org). Indikator- indikator tersebut dinyatakan dalam ukuran kuantitatif yang disebut dengan metrik-metrik penilaian. Gunanya menggunakan ukuran kuantitatif adalah agar performakinerja rantai pasokannya dapat diukur dengan baik, dapat menentukan target peningkatan yang dikehendaki, dan dapat dievaluasi di kemudian hari mengenai besarnya peningkatan performa yang dicapai.

Metrik-metrik penilaian tersebut dinyatakan dalam beberapa level tingkatan meliputi level 1, level 2, dan level 3. Dengan demikian, selain proses rantai pasokan yang dimodelkan ke dalam bentuk hierarki proses, maka metrik penilaiannya pun dinyatakan dalam bentuk hierarki penilaian. Banyaknya metrik dan tingkatan metrik yang digunakan disesuaikan dengan jenis dan banyaknya proses, serta tingkatan proses rantai pasokan yang diterapkan di dalam perusahaan yang bersangkutan (SCC, Supply Chain Cozmcil, 2006). Jadi tidak semua indikator yang disediakan dalam model SCOR, digunakan untuk mengukur suatu performa rantai pasokan perusahaan.

(45)
[image:45.605.91.472.93.416.2]

Tabel 5. Atribut Performa Manajemen Rantai Pasokan beserta Metrik Performa

Atribut Performa Definisi Metrik Level 1

Reliabilitas Rantai Performa rantai pasokan perusallaan Petnenuhan Pesanan Pasokan dalam memenuhi pesanan pembeli Sempitma

dengan; produk, jumlah, waktu, kemasan, kondisi, dan dokuinentasi yang tepat, sehingga mampu memberikan kepercayaan kepada oembeli bahwa Desanannva akan dapat terpenuhi dengan baik

Responsivitas Rantai Waktu (kecepatan) rantai pasokan Siklus Pemenuhan ~ a s o k a n perusahaan dalam memenuhi pesanan Pesanan

konsumen

Fleksibilitas Rantai Keuletan rantai pasokan perusahaan dan Fleksibilitas Rantai Pasokan kemampuan untuk beradaptasinya Pasokan Atas

terhadap perubahan pasar untuk Adaptibilitas Rantai memelihara keuntungan kompetitif Pasokan Atas

rantai pasokan Adaptibilitas Rantai

Pasokan Bawah Biaya Rantai Pasokan Biaya yang berkaitan dengan Biaya Total SCM

pelaksanaan proses rantai pasokan Biaya Pokok Produk Manaiemen Aset Efektifitas suatu perusahaan dalam Siklus Cash-to-Cash ~ant'i Pasokan mernanajemen asetnya untuk Return on Szrpply

mendukung terpenuhinya kepuasan Chain Fixed Assets

konsumen Return on Working

Capital

Sumber: SSC, Szrpply Chain Council, 2006

Metrik level 1 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 2, dan metrik level 2 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 3. Dengan demikian, proses pengukuran performa rantai pasokan diawali dengan mengukur proses-proses pada level paling bawah (level 3), kemudian seterusnya hingga level

1. Namun, metrik level 1 tidak semata-mata berkaitan dengan performa proses level 1. Sebagai contohnya, performa siklus waktu pemenuhan pesanan (metrik level 1) tidak hanya dinilai dari Deliver (D) saja melainkan juga dinilai dari siklus proses Plan (P), Source (S), dan Make (M). Jadi, nilai dari suatu metrik level 1

(46)

Pengukuran performa rantai pasokan kemudian dilanjutkan dengan menentukan target pencapaian yang dibutuhkan perusahaan untuk menghasilkan performa yang terbaik dan mampu memenangi persaingan pasar. Penentuan target pencapaian tersebut dapat dilakukan dengan proses benchmarking. Benchmarking merupakan proses membandingkan kondisi perusahaan dengan kondisi perusahaan kompetitor yang paling maju di bidangnya (best in class performance), sehingga data pembanding yang digunakan adalah berasal dari perusahaan-perusahaan best in class tersebut. Namun demikian, ada kalanya membandingkan dengan perusahaan kompetitor sulit dilakukan, sehingga data benchmark dapat juga diperoleh berdasarkan target internal perusahaan yang hendak dicapai tanpa harus membandingkannya dengan perusahaan lain (Bolstroff, 2003).

3. Penerapan bestpractices (Praktek-praktek terbaik)

Setelah performa suatu rantai pasokan selesai diukur dan ditentukan target pencapaiannya, maka adalah penting untuk mengidentifikasi praktek-praktek apa saja yang harus diterapkan untuk mencapai target tersebut. Model SCOR menyediakan praktek-praktek terbaik (best practices) yang dapat diterapkan oleh perusahaan. Praktek-praktek tersebut diturunkan oleh anggota-anggota yang ber- pengalaman di dewan rantai pasokan (supply chain council), dan bersifat keterkinian, terstruktur, terbukti, dapat diulang, memiliki metode yang jelas, dan memberikan imbas yang positif ke arah kemajuan.

2.7. Konsep Nilai Tambah

(47)

Menurut Haya~ni el. a1 (1987) dalam Sudiyono (2002), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain.

Menurut Sudiyono (2002), besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tamhah menggambarkan imbalan bagi modal dan manajemen yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut:

Nilai Tambah = f { K, B, T, U, H, h, L ) dimana,

K = Kapasitas produksi

B = Bahan baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja

H = Harga output h = Harga bahan baku

L = Nilai input lain ( nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai)

Kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Hayami adalah: 1) Dapat diketahui besarnya nilai tambah

2) Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi

3) Dapat diterapkan di luar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan pemasaran (Sudiyono, 2002)

Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

1) Membuat arus komoditas yang menunjukkan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan dan berbagai perlakuan yang diberikan.

(48)

3) Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku bukan satuan output (Sudiyono. 2002).

Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah menurut Hayami untuk subsistem pengolahan adalah sebagai berikut:

1) Faktor konversi, merupakan jumlah output yang dihasilkan satu satuan input 2) Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan jumlah tenaga kerja langsung

yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input

3) Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input (Sudiyono, 2002).

2.8. Fzczzy AHP untuk penentuan bobot metrik kinerja

Teori fuzzy adalah suatu teori matematika yang dirancang dengan model ketidaktepatan atau ke-ambiguity-an dari proses kognitif manusia yang dipelopori oleh Zadeh (Marimin, 2005). Teori ini pada dasamya suatu teori dari batasan- batasan kelas yang tidak jelas. Apa yang penting untuk mengenali bahwa semua teori yang crisp dapat di fuzzy-kan dengan men-generalisasi konsep yzng telah ditetapkan ke konsep suatu aturan fuzzy (Zadeh

&

Ayag dan Ozdemir, 2006). Logika fuzzy dan teori aturan fuzzy telah diterapkan dalam suatu variasi yang besar tentang aplikasi, yang ditinjau oleh beberapa pengarang (Klir dan Yuan, 1995; Zimmermann, 1996).
(49)

geometris yang mempunyai slope (triangular, trapezoidal atau fungsi-s) setiap variabel; dan (c) dengan proses belajar mencoba-coba.

Seperti salah satu dari metode MCDM yang paling umum digunakan, AHP telah lebih dulu dikembangkan untuk pengambilan keputusan oleh Saaty (1981) dan yang diperluas oleh Marsh, Moran, Nakui, & Hoffherr (1991) yang mengembangkan metode lebih spesifik secara langsung untuk desain pengambilan keputusan. AHP milik Marsh memiliki tiga langkah faktor (misal atribut) dari keputusan seperti orang yang paling penting menerima bobot yang terbaik. Zahedi (1986) menyediakan daftar referensi yang ekstensif dalam metodologi dan aplikasi AHP. Dalam studi ini, metode AHP dan logika fuzzy seperti yang dijelaskan di atas (dikenal sebagai fuzzy AHP) terintegrasi untuk menentukan bobot metrik kinerja pada pengukuran kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi.

Metoda fuzzy AHP sendiri telah digunakan dalam proses pengambilan keputusan pada banyak area yang berbeda. Beberapa aplikasi fuzzy AHP yang telah dikembangkan adalah sebagai berikut; Kahraman, Cebeci, dan Ulukan (2003) menggunakan fuzzy AHP untuk memilih perusahaan penyalur yang jauh lebih baik yang menyediakan banyak kepuasan untuk atribut yang ditentukan. Kuo, Chi, dan Kao (2002) mengembangkan suatu sistem yang membantu pengambilan keputusan yang menggunakan fuzzy AHP untuk menempatkan gudang kenyamanan yang baru. Murtaza (2003) memperkenalkan suatu versi fuzzy AHP ke negara yang mengambil risiko dalam masalah penilaian. Kahraman, Cebeci, dan Ruan (2004) mengembangkan suatu alat yang analitis menggunakan fuzzy AHP untuk memilih perusahaan katering terbaik yang menyediakan kepuasan pelanggan. Weck, Klocke, Schell, dan Ruenauver (1997) dengan penelitian siklus produksi alternatif yang dievaluasi yang menggunakan metoda fuzzy AHP yang diperluas.

(50)

baru (NPD). Ayag (2002) mengembangkan suatu simulasi AHP berbasis model untuk analisa dan implementasi dari sistem computer-aided (CAX). Cheng dan Mon (1994) mengevaluasi sistem senjata dengan AHF' berdasar pada pertimbangan skala fuzzy. Kwong dan Bai (2002) mengusulkan suatu fuzzy AHP mendekati pada penentuan dari anak timbangan arti penting dari persyaratan pelanggan dalam penyebaran fungsi mutu (QFD). Kwong dan Bai (2002) juga menggunakan tingkat metoda analisa dan prinsip untuk perbandingan dari angka- angka fuzzy untuk menentukan bobot yang penting untuk persyaratan pelanggan dalam QFD.

Pada AHP konvensional, perbandingan berpasangan (painvaise coinparison) untuk masing-masing level dengan orientasi pada tujuan pemilihan alternatif terbaik yang dilakukan menggunakan suatu skala sembilan poin. Karena itu, aplikasi dari AHP Saaty mempunyai beberapa kekurangan sebagai berikut (Saaty

&

Ayag dan Ozdemir, 2006); (1) metoda AHP sebagian besar digunakan dalam aplikasi keputusan yang mempunyai nilai crisp, (2) metoda AHP menciptakan suatu skala penilaian yang tidak seimbang, (3) metoda AH? tidak mempertimbangkan ketidakpastian yang dihubungkan dengan pemetaan dari salah satu penilaian bagi suatu jumlah, (4) pengaturan metoda AHP agak tidak jelas, (5) penilaian hubungan, pilihan dan pemilihan dari pengambil keputusan mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil AHF'. Sebagai tambahan, pengambil keputusan dalam menilai alternatif keputusan selalu mengandung ambiguitas dan multiarti. Dengan demikian, AHP konvensional tidak cukup untuk menangkap persyaratan pengambil keputusan dengan tegas. Untuk tujuan model ketidakpastian seperti ini, aturan fuzzy fuzzy set theoryl dapat diintegrasikan dengan perbandingan berpasangan sebagai suatu perluasan dari AHP. Pendekatan fuzzy AHF' memberikan suatu uraian yang lebih akurat tentang proses pengambilan keputusan itu (Ayag dan Ozdemir, 2006).
(51)

konvensional, perbandingan berpasangan dibuat dengan menggunakan suatu skala rasio. Suatu skala yang sering digunakan adalah titik-sembilan skala (Saaty 1980, Tabel 6) yang menunjukkan penilaian peserta atau pilihan di antara alternatif pilihan seperti sama penting, sedikit lebih penting, jelas lebih penting, sangat jelas lebih penting, dan mutlak lebih penting. Sungguhpun skala diskret dari 1

-

9 mempunyai keuntungan dari kemudahan dan kesederhanaan dalam penggunaan, itu tidak mempertimbangkan ketidakpastian yang dihubungkan dengan pemetaan dari satu persepsi penilaian kepada suatu jumlah.

Tabel 6. Definisi dan

Gambar

Tabel 5 1. a-cut matriks perbandingan fuzzy pada level parameter kinerja terhadap
Gambar 1 . Skema Sistem Rantai Pasok ...........................................................
Tabel 2. Kerangka metrik untuk mengevaluasi kinerja SCM
Tabel 3. Kelebihan dan kekurangan metode-metode untuk pengukuran kinerja SCM
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan antara negara federasi dengan negara kesatuan dapat dijelaskan sebagai berikut. Negara-negara bagian suatu federasi memiliki wewenang untuk membentuk undang-undang

Analisis Potensi dan Strategi Optimalisasi Terhadap Aktivitas Nelayan Melalui Pendekatan Hulu Hilir di Kawasan Pesisir Pancer Kecamatan Pesanggaran Kabupaten

Skripsi dengan judul ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BASIS DATA PEREKRUTAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA RUMAH SAKIT TRIA DIPA disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat

[r]

Rencana kerja tahunan sekolah disusun berdasarkan rencana kerja menengah mengacu pada Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses dan Standar

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa LKS Berorientasi Learning Cycle 5E pada Materi Sistem Peredaran Darah untuk Melatih Keterampilan

Pertanian di Desa Rejosari masih memakai pupuk kimia, sehingga masyarakat kelompok tani masih menggantungkan dengan memakai pupuk kimia hingga saat ini, dalam bercocok tanaman di

[r]