PRODUKTIVITAS KERJA PETANI DITINJAU DARI
SISTEM MUZARA’AH
(
Studi Pada Desa Pakan Rabaa, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.EI)
Oleh:
Erick Prasetyo Agus NIM : 104046101581
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata I Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan
ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli hasil karya saya, atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 12 Desember 2008
Erick Prasetyo Agus
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Pembatasan Masalah……… 6
C. Perumusan Masalah………. 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 7
E. Metode Penelitian……… 7
F. Kajian Pustaka………. 14
G. Kerangka Konsep………. 15
H. Sistematika Penulisan………. 17
iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Muzara’ah………. 19
2. Dasar Hukum Muzara’ah……… 22
3. Rukun dan Syarat Muzara’ah………. 25
4. Akibat akad Muzara’ah……….. 30
5. Berakhirnya akad Muzara’ah……….. 31
B. Bentuk-bentuk muzara’ah……….. 33
C. Pengertian Produktivitas……… 38
D. Konsep Tentang Produktivitas………... 40
BAB III GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Solok Selatan…….. 45
B. Gambaran Umum Desa Pakan Rabaa………. 53
C. Sistem Bagi hasil Desa Pakan Rabaa………... 56
B. Analisis Produktivitas Kerja Petani Ditinjau Dari Sistem
Muzara’ah... 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……… 88
B. Saran……….. 90
DAFTAR PUSTAKA
vi
DAFTAR TABEL
1. Tabel Jenis Kelamin Responden 66
2. Tabel Agama Responden 66
3. Tabel Usia Responden 67
4. Tabel Pendidikan Terakhir Responden 68
5. Tabel Rata-rata Pengeluaran Responden 68
6. Tabel Rata-rata Pendapatan Responden 69
7. Tabel Sejak Kapan Responden Bertani 70
8. Tabel Pekerjaan Lain Responden 71
9. Tabel Alasan Memiliki Pekerjaan Lain 72
10. Tabel Dimensi Bagi Hasil 74
11. Tabel Dimensi Motivasi 75
12. Tabel Dimensi Peralatan 76
13. Tabel Dimensi Keterampilan 78
14. Tabel Dimensi Disiplin 77
15. Tabel Dimensi Pendapatan dan Pengeluaran 79
16. Tabel One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test 80
17. Tabel Korelasi I 81
18. Tabel Korelasi II 83
19. Tabel Regresi Linear 84
20. Tabel Uji F 85
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dilihat dari wilayah Indonesia secara geografis dan susunan kehidupan
rakyatnya, termasuk perekonomiannya masih bercorak agraris. Sebagian besar
rakyat bermata pencaharian dari mengolah hasil bumi, air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa sebagian besar rakyat menggantungkan kehidupannya dari
sektor pertanian.
Berhubungan dengan pembangunan di Indonesia yang masih
menitikberatkan pada sektor pertanian yang menjadi dasar bagi sektor-sektor
pembangunan lainnya. Pengertian pembangunan dari sektor pertanian adalah
seluruh upaya memanfaatkan kekayaan sumber daya alam secara lestari dan
berkelanjutan, sumberdaya manusia, modal, serta ilmu pengetahuan dan teknologi
untuk menghasilkan produksi pertanian dan bahan baku primer bagi
industri-industri yang menopang. Dari pembangunan sektor pertanian inilah diharapkan agar
tujuan pembangunan nasional dapat terwujud yaitu, mensejahterakan kehidupan
rakyat Indonesia secara adil dan makmur, merata materiil dan spiritual berdasarkan
pancasila dan UUD 1945.1
Berbicara tentang sektor pertanian tidak bisa dilepaskan dari keberadaan
tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang utama. Tanah dalam pengertian
1
Bahan Penataran UUD 1945, P-4GBHN, Kewaspadaan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKBUD, h.464
umum adalah tempat untuk berpijak dan tempat untuk hidup. Terhadap tanah
terdapat hak dan kewajiban setiap orang dan badan hukum untuk mendapatkan
manfaat dan hasil yang baik bagi dirinya sendiri, keluarga, dengan mengerjakan dan
mengusahakannya sendiri secara aktif dan mencegah pemerasan. Hal ini tertera
dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria Indonesia, pasal 9 ayat
1, disebutkan:
“Tiap-tiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapatkan manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.”
Selanjutnya dalam pasal 10 ayat 1 disebutkan:
“Setiap orang dan badan hukum mempunyai hak atas suatu tanah pertanian pada azasnya diwajibkan untuk mengerjakannya sendiri atau mengusahakannya sendiri secara aktif dengan mencegah tindakan pemerasan.”
Tanah wilayah perkotaan yang dulunya merupakan wilayah yang subur
untuk pertanian, kini dipadati dengan pembangunan pemukiman baru yang
berdampak pada menurunnya produksi dari sektor pertanian. Sementara itu, dari
wilayah pedesaan semakin banyak wilayah pertanian yang dikuasai oleh pemilik
modal yang besar dan sebagian lagi ditinggalkan oleh pemiliknya. Tidak sedikit
petani di wilayah pedesaan yang meninggalkan lahan pertanian didesanya karena
didesak oleh keadaan ekonomi yang semakin terpuruk. Akibat meningkatnya biaya
hidup, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Pada akhirnya pemilik tanah
Agar tidak terjadi ketimpangan dan untuk menghindarkan adanya lahan
menganggur dibutuhkan adanya kerjasama antara pemilik tanah dengan petani
penggarap. Hal tersebut bisa berupa asas tolong menolong. Didalam Islam tolong
menolong sangat dianjurkan, karena manusia itu adalah makhluk sosial dan tidak
terlepas dari sesamanya. Sesuai dengan firman Allah SWT:
...
!"#
$%
Artinya:
“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
Dengan adanya firman Allah SWT tersebut, diharapkan rasa tolong
menolong tumbuh dengan sendirinya di dalam kehidupan bermasyarakat.
Kerjasama tersebut diharapkan dapat berlaku di semua aspek kehidupan, khususnya
dalam bidang pertanian.
Pertanian merupakan salah satu bidang usaha yang sangat penting, Imam Al-Qurtubi memandang bahwa usaha pertanian adalah fardu kifayah. Dimana pemerintah wajib mengarahkan manusia ke arah pertanian tersebut dan segala hal
yang berkaitan dengannya dalam bentuk menanam pohon.2 Bidang pertanian
tersebut haruslah mendapat perhatian lebih dari masyarakat, khususnya pemerintah,
karena melalui pertanian manusia dapat memenui kebutuhan hidupnya terutama
2
dalam hal makanan. Pertanianpun memegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat. Islam pun telah mengaturnya sesuai dengan syariat.
Dalam suatu masyarakat, terdapat sebagian mereka yang mempunyai
lahan pertanian yang baik untuk ditanami agar menghasilkan. Namun tidak
memiliki kemampuan untuk bertani, dan ada juga yang memiliki lahan dan juga
mempunyai kemampuan untuk menanaminya tetapi kekurangan modal, dan ada
juga yang tidak memiliki sesuatupun, kecuali memiliki tenaga dan kemampuan
dalam bercocok tanam.
Bagi hasil tanah pertanian antara pemilik tanah dan petani penggarap telah
diatur sedemikian rupa di Indonesia, baik dalam hukum Islam maupun dalam
undang-undang. Dalam hukum Islam telah dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh yang
merupakan hasil ijtihad dari para ulama. Sistemnya dapat kita kenal dengan istilah
Muzara’ah, Mukhabarah, Musaqah, dan Mugharasah. Itu merupakan akad-akad muamalah Islam dalam hal pemanfaatan tanah khususnya pertanian. Dalam
Undang-undang pun telah diatur tentang bagi hasil tanah pertanian yang berlaku
secara menyeluruh di wilayah Indonesia yaitu UU No.2 tahun 1960. UU tersebut
mengatur perjanjian bagi hasil pemilik tanah dan petani penggarap dengan
pembagian bagi hasil yang adil dengan menegaskan hak dan kewajiban para pihak
yang melakukan perjanjian.
Pelaksanaan perjanjian bagi hasil dalam prakteknya di wilayah Indonesia
ternyata mengenal istilah yang berbeda-beda dengan sistem pembagian bagi hasil
yang berbeda pula. Hal ini dikarenakan adanya adat atau kebiasaan yang berlaku
Dengan latar belakang tersebut penulis mencoba membahas tentang
“PRODUKTIVITAS KERJA PETANI DITINJAU DARI SISTEM MUZARA’AH” di Nagari Pakan Rabaa, Kabupaten Solok Selatan, Propinsi Sumatera Barat dikarenakan sebagian besar masyarakatnya mengerjakan dan
mengusahakan tanah pertanian untuk memenuhi kehidupannya dengan perjanjian
bagi hasil.
B. PEMBATASAN MASALAH
Untuk lebih memperjelas persoalan atau masalah yang ada di dalam
masalah ini, agar nantinya untuk mencegah uraian yang panjang lebar, maka penulis
perlu untuk membatasi agar masalah ini tepat sasaran dan sesuai dengan judul serta
yang penulis harapkan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan
sebelumnya, topik yang dibahas dalam skripsi ini hanya pada persoalan pengaruh
sistem bagi hasil pertanian atau Muzara’ah di Kanagarian Pakan Rabaa Kabupaten
Solok Selatan, Sumatera Barat.
C. PERUMUSAN MASALAH
Untuk mengarahkan pembahasan, agar nantinya bisa lebih terperinci dan
tidak menyulitkan penulis, maka masalah tersebut perlu sebuah perumusan. Maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran produktivitas kerja petani penggarap dikanagarian Pakan
2. Bagaimanakah pelaksanaan Sistem Muzara’ah dalam peningkatan
Produktivitas kerja petani di kanagarian Pakan Rabaa?
D. TUJUAN Dan MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui gambaran kehidupan masyarakat petani Kanagarian Pakan
Rabaa
b. Untuk mengetahui sistem bagi hasil masyarakat petani kanagarian Pakan
Rabaa
2. Manfaat Penelitian
a. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan pengetahuan penulis
tentang penelitian yang dilakukan
b. Memberikan masukan bagi petani sehingga dalam bekerja dapat
mengembangkan usahanya lebih baik
c. Memberikan informasi kepada pihak lain tentang bagaimana sistem bagi
hasil pertanian masyarakat pedesaan.
d. Untuk memenuhi syarat dari universitas bagi penulis untuk mendapatkan
E. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif analitif, yaitu penelitian yang berusaha
untuk menuturkan pemecahan permasalahan yang ada sekarang berdasarkan
data-data yang ada, jadi sifatnya ia menyajikan data-data, menganalisa data-data dan
menginterpretasikannya. Tujuannya adalah untuk memberi gambaran dan informasi
yang akurat dari berbagai sumber serta menghasilkan kesimpulan yang mendukung
pembahasan. Peneliti memakai metode yuridis sosiologis, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hukum perilaku yang berkembang dalam masyarakat.
Adapun teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut :
2. Penelitian Kepustakaan, Yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan data sekunder dengan cara melakukan penelaahan terhadap
beberapa buku literatur, tulisan ilmiah yang berkaitan dengan bahan-bahan
tertulis yang berkaitan dengan penelitian.
3. Observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung ke masyarakat. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui keadaan sebenarnya dilokasi, yaitu
a. Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab dengan membuat list pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya langsung kepada
masyarakat.
b. Kuesioner, yaitu jumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Pertanyaan kuesioner ini
sebagian bersifat tertutup dimana alternatif jawaban telah tersedia dan
sebagian lagi terbuka untuk menggali informasi yang mungkin muncul
di luar pertanyaan yang tersedia.3
4. Populasi dan Sampel
Populasi adalah sekumpulan menyeluruh dari suatu objek yang merupakan
perhatian peneliti. Yang dijadikan sebagai populasi oleh peneliti adalah warga
kanagarian Pakan Rabaa, Kabupaten Solok Selatan Propinsi Sumatera Barat.
Sampel adalah bagian dari populasi. Pada umumnya kita tidak bisa
mengadakan penelitian kepada seluruh anggota populasi karena terlalu banyak.
Oleh karena itu peneliti mengambil sampel yang dirasa representatif dari
populasi yang akan dijadikan sampel. Dari jumlah masyarakat tersebut yang
bekerja sebagai petani penggarap, peneliti mengambil populasi sebanyak seratus
orang, yaitu petani penggarap. teknik pengambilan sampel disini dilakukan
dengan menggunakan teknik non probability dengan cara convenience sampling, yaitu unit sampel yang ditarik mudah dihubungi dimana dan kapan
3
saja, tidak menyusahkan dan mudah untuk mengukur dan berkarakteristik
kooperatif.
5. Metode Analisa Data:
a. Metode Kuantitatif
Metode kuantitatif yaitu data yang dapat diukur sehingga dapat
menggunakan statistik dalam pengujiannya.
Dengan rumus prosentase:
P = f/n x 100%
Ket: P = Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah Sampel
Teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data pada
penelitian deskriptif adalah dengan menggunakan tabel, sehingga bisa lebih
mudah dibaca data tersebut dengan menggunakan distribusi frekuensi.
Sedangkan untuk menganalisis adanya hubungan atau korelasi antara
kedua variable digunakan metode korelasi Rank Spearman, yaitu statistik yang didasarkan pada ranking. Korelasi ini adalah untuk mengetahu ada
atau tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. ini berarti
dalam skala ordinal sehingga individu-individu yang dipelajari dapat
dirangking dalam dua rangkaian berurut.
RS
=
keterangan :
di2 : beda (selisih) setiap pasang rank.
x : skor jumlah dari X
y : skor jumlah dari Y
b. Metode Kualitatif
Metode kualitatif pada umumnya dalam bentuk narasi atau
gambar-gambar. Kadangkala berupa angka-angka. Tetapi angka tersebut hanya
menjelaskan untuk sesuatu.
Data-data kuantitatif yang diperoleh dari penelitian deskriptif pada
umumnya dapat dihitung jumlahnya atau frekuensinya. Cara yang
[image:16.612.115.503.139.507.2]mudah dibaca adalah dengan menampilkan data tersebut kedalam distribusi
frekuensi. Tabel yang nantinya dibuat berdasarkan atas distribusi frekuensi.
c. Hipotesa:
Hipotesa adalah jawaban sementara yang digunakan penulis dalam
penelitian yang sebenarnya masih harus diuji kembali.4 Hipotesa bisa saja
benar dan bisa saja salah. Hipotesa dari rumusan diatas adalah terdapat
hubungan antara bagi hasil muzara’ah (X) dengan produktivitas kerja petani
(Y).
Rumusannya:
Ho = 0, terdapat hubungan antara muzara’ah dengan produktivitas kerja
petani
H1 0, tidak terdapat hubungan antara Muzaraa’h dengan produktivitas
kerja petani.
d. Uji Signifikansi :
4
Uji signifikansi adalah suatu pengujian hipotesa untuk mengetahui
apakah ada hubungan atau tidak ada hubungan antara variabel bebas atau
variabel independen dengan variabel dependen atau variabel terikat. Dalam
pengujian signifikansi penulis menggunakan uji F. Uji F digunakan untuk
menguji apakah variabel-variabel independen secara simultan bersama-sama
mempengaruhi variable terikat atau variabel dependen. Uji F didapatkan
dengan cara hasil output SPSS 11.05 yang penulis gunakan untuk lebih
memudahkan penulis dalam menganalisa data.
6. Variabel Penelitian
a. Variable Penelitian
b. Operasional Variabel dan Indikator
X = Bagi hasil Muzara’ah
Y = Kesejahteraan Petani
Teknik penulisan dalam skripsi ini adalah dengan berpedoman kepada
buku “Buku Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2007”
Bagi Hasil Muzara’ah
F. KAJIAN PUSTAKA
Ada beberapa penelitian skripsi yang mengangkat tema mengenai
muzara’ah dan hal terkait, diantaranya:
1. Penelitian skripsi yang disusun oleh saudari Endang Yulianti tahun 2004
Jurusan Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum dengan judul pengaruh sistem muzara’ah terhadap perekonomian masyarakat. Penelitian yang dilakukan saudari Endang Yulianti sangat menarik mengenai pengaruh
yang ditimbulkan oleh muzara’ah terhadap perekonomian masyarakat,
khususnya peningkatan produksi pertanian dan penyerapan tenaga kerja.
Tetapi penelitian yang dilakukan melalui data-data kualitatif yang hanya
membahas pengaruh muzara’ah terhadap perekonomian masyarakat.
2. Penelitian skripsi yang disusun oleh saudari Yuliani tahun 2004 Jurusan
Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum dengan judul Muzara’ah dan pengaruhnya terhadap masyarakat Cihamerang Kabupaten Sukabumi. Penelitian yang saudari Yuliani lakukan hanya berdasarkan perspektif atau
tinjauan hukum Islam dalam menerangkan pengaruh muzara’ah terhadap
aspek perekonomian dan aspek sosial juga hanya memakai data-data
kualitatif.
3. Penelitian yang dilakukan oleh saudari Mulya Winarsih tahun 2007
dengan judul pengaruh sistem muzara’ah terhadaptingkat pendapatan masyarakat studi kasus Desa Kalisapu Kabupaten Tegal Jawa Tengah.
pendapatan petani desa kalisapu dengan memakai data-data kuantitatif.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
muzara’ah terhadap tingkat pendapatan petani.
Dari topik-topik yang penulis sebutkan diatas tersebut, sudah jelas ada
perbedaan antara penelitian yang akan penulis lakukan, yakni mengenai pengaruh
sistem muzara’ah terhadap produktivitas kerja petani nagari Pakan Rabaa kabupaten
Solok Selatan, Sumatera Barat dengan menggunakan metode kombinasi kualitatif
dan kuantitatif.
G. KERANGKA KONSEP
Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam mengurangi
kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan secara langsung dapat meningkatkan
perumbuhan ekonomi serta manfaat-manfaat ekonomis lainnya.
Sektor pertanian yang merupakan basis pertumbuhan ekonomi pedesaan
sangat strategis dalam meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi
kemiskinan. Akan tetapi, sampai saat ini para petani masih banyak yang hidup
dibawah garis kemiskinan dan kesulitan akan memenuhi kebutuhan hidup dan
pengembangan dirinya kepada hal yang lebih baik.
Konsep bagi hasil pertanian dalam Islam atau lebih dikenal dengan
muzara’ah sebenarnya bukan transaksi baru dalam masyarakat Indonesia. Tradisi ini
telah lama dikenal dalam berbagai kegiatan ekonomi. Sistem bagi hasil pertanian
terutama untuk tanaman padi, berlangsung antara pemilik lahan dengan petani
Kerangka Konsep:
Sistem Muzara’ah
Produktivitas Kerja Petani
Uji Statistik
Kesimpulan Pengaruh Muzara’ah Terhadap Produktivitas Kerja Petani
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika Pembahasan dalam penelitian skripsi ini terbagi kedalam 5
bab diantaranya Sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Merupakan bab pembukaan yang membahas tentang latar belakang
manfaat penelitian, metode penelitian, kajian pustaka, kerangka
konsep dan sistematika penulisan
BAB II Tinjauan Teoritis Tentang Sitem Muzaraa’ah dan Produktivitas
Membahas tentang pengertian dan konsep Muzara’ah, serta
membahas pengertian dan konsep produktifitas kerja.
BAB III Gambaran Umum Nagari Pakan Rabaa
Membahas tentang gambaran umum kabupaten Solok Selatan,
gambaran umum desa Pakan Rabaa meliputi kondisi geografis,
sosial dan ekonomi, dan potensi desa Pakan Rabaa
BAB IV Analisis Produktivitas Kerja Petani Ditinjau Dari Sistem Muzara’ah
Dalam bab ini membahas Gambaran Umum Responden, dan
Analisis pengaruh sistem muzara’ah terhadap produktivitas kerja
petani desa Pakan Rabaa dengan metode Rank spearman
BAB V Penutup
Berisikan kesimpulan dari pembahasan penelitian skripsi ini dan
[image:22.612.111.528.128.523.2]BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Muzara’ah
1. Pengertian Muzara’ah
Muzara’ah adalah suatu sistem kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan pertanian dan petani penggarap.5 Sedangkan dalam terminologi fiqh
terdapat beberapa definisi al-Muzara’ah yang dikemukakan oleh ulama fiqh.
a. Menurut Ulama Hanafiyah6
ﻡ
"
#
$
“akad untuk bercocok tanam dengan sebagian yang keluar dari bumi”
b. Menurut Ulama Syafi’iyah7
%
ﻡ
&
'
$ ( "ﻡ
“akad untuk bercocok tanam dengan sebagian apa-apa yang keluar dari bumi”
c. Menurut Ulama Hanabilah8
)
*
(
$
ﻡ
"
&
+
+,-
% . +- / & .0
5
M. Ali Hasan, “Berbagai Macam Transakasi Dalam Islam :Fiqh Muamalat”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2004. cet 2, h.271
6
Ibid, M. Ali Hasan, “Berbagai Macam Transakasi Dalam Islam :Fiqh Muamalat” hal 271
7
Ibid, M. Ali Hasan, “Berbagai Macam Transakasi Dalam Islam :Fiqh Muamalat” hal 272 8
“penyerahan lahan pertanian kepada seorang petani untuk diolah dan hasilnya dibagi berdua.”
d. Menurut Ulama Maliki9
% ) 12 '3%
“perserikatan dalam pertanian.”
Muzara'ah adalah salah satu bentuk kerja sama antara petani (buruh tani) dan
pemilik sawah. Seringkali kali ada orang yang ahli dalam masalah pertanian tetapi
dia tidak punya lahan, dan sebaliknya banyak orang yang punya lahan tetapi tidak
mampu menanaminya. Maka Islam mensyari'atkan muzara'ah sebagai jalan tengah
bagi keduanya.10
Sejalan dengan pemikiran ahli ekonomi Islam, Imam asy-Syaibani. Imam
asy-Syaibani lebih mengutamakan usaha dalam bidang pertanian.11 Menurutnya,
pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang
dalam melaksanakan berbagai kewajibannya. Imam asy-Syaibani menyatakan bahwa
manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan yang lain. Seseorang tidak akan
menguasai pengetahuan semua hal yang dibutuhkan sepanjang hidupnya. Dan
kalaupun manusia berusaha keras, usia akan membatasinya. Dalam hal ini,
kemaslahatan hidup manusia sangat tergantung padanya. Oleh karena itu, Allah Swt
memberi kemudahan pada setiap orang untuk menguasai pengetahuan salah satu
diantaranya, sehingga manusia dapat bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan
9
Ibid, Prof. DR. Syafe’I Rahmat, M.A, “Fiqh Muamalat”.
10
http://www.eramuslim.com/ustadz/eki/6428102916-masalah-bagi-hasil-sawah-muzara039ah..html, diakses pada tanggal 24 September 2008
11
hidupnya. Imam asy-Syaibani menandaskan bahwa seorang fakir membutuhkan
orang kaya sedangkan yang kaya membutuhkan tenaga orang miskin. Dari hasil
tolong-menolong tersebut, manusia akan semakin mudah menjalankan aktivitas
ibadah kepada-Nya. Karena itulah kerja sama antara pemilik lahan dengan petani
penggarap relevan dengan pemikiran imam asy-Syaibani.
Itulah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan mentradisi di tengah para
sahabat dan kaum muslimin setelahnya. Ibnu 'abbas menceritakan bahwa Rasululah
SAW bekerja sama (muzaraah) dengan penduduk Khaibar untuk berbagi hasil atas
panen, makanan dan buah-buahan. Bahkan Muhammad Albakir bin Ali bin
Al-Husain mengatakan bahwa tidak ada seorang muhajirin yang berpindah ke Madinah
kecuali mereka bersepakat untuk membagi hasil pertanian sepertiga atau seperempat.
Para sahabat yang tercatat melakukan muzara'ah antara lain adalah Ali bin
Abi Thalib, Sa'ad bin Malik, Abdullah bin Mas'ud dan yang lainnya. Bahkan Umar
bin Abdul Aziz pun yang hidup di masa berikutnya memiliki pemasukan dari bagi
hasil.12
Di Indonesia istilah Muzara’ah tersebut lebih dikenal dengan istilah paroan sawah/ladang. Sedangkan di Iraq lebih dikenal dengan istilah Mukhabarah.13Dalam masalah ini Muzara’ah dan Mukhabarah mempunyai pengertian yang sama, tetapi yang menjadi persoalan pada bibit pertanian. Muzara’ah bibitnya dari petani pemilik lahan dan Mukhabarah adalah sebaliknya.
12
Fitria, Tugas Pemikiran Ekonomi, http://f1tr1a.wordpress.com/2008/06/18/tugas-3-pemikiran-ekonomi/, diakses tanggal 12 Desember 2008
13
Jadi dapat disimpulkan Muzara’ah ialah mengerjakan tanah (orang lain)
seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga
atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik
tanah
Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang
dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan
biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
Munculnya pengertian muzara’ah dan mukhabarah dengan ta’rif atau pengertian yang berbeda tersebut karena adanya ulama yang membedakan antara arti
muzara’ah dan mukhabarah, yaitu Imam Rafi’i berdasar dzhahir nash Imam Syafi’i.
Sedangkan ulama yang menyamakan ta’rif muzara’ah dan mukhabarah diantaranya Nawawi, Qadhi Abu Thayyib, Imam Jauhari, Al Bandaniji. Mengartikan sama
dengan memberi ketentuan: usaha mengerjakan tanah (orang lain) yang hasilnya
dibagi sesuai dengan kesepakatan.
2. Dasar Hukum Muzara’ah
Dalam menetapkan hukum keabsahan muzara’ah, terjadi perbedaan
pendapat antara para ulama. Imam Abu Hanifah (80-150 H/ 699-767 M) dan
Alasan Imam Abu Hanifah dan Zufair ibn Huzail adalah hadist:14
0
4
5
67
8 9
9
-:
.
5
%;
ﻥ
+
"
'
Artinya:“Rasullullah saw. yang melarang melakukan al-Mukhabarah.
Menurut mereka, objek akad dalam muzara’ah belum ada dan tidak jelas
kadarnya, karena yang dijadikan imbalan untuk petani adalah hasil pertanian yang
belum ada (al- Ma’dum) dan tidak jelas (al-Jahalah) ukurannya, sehingga keuntungan yang dibagi, sejak semula tidak jelas.15 Ulama Syafi’iyah juga
berpendapat bahwa akad muzara’ah tidak sah, kecuali apabila akad al-muzara’ah
tersebut mengikut kepada akad al-musaqah.
Ulama Malikiyah, Hanabilah, Abu Yusuf (113-182H/731-798M),
Muhammad ibn asy-Syaibani, keduanya sahabat Abu Hanifah, dan ulama
azh-Zhahiriyah berpendapat bahwa akad Muzara’ah hukumnya boleh, karena
akadnya cukup jelas, yaitu menjadikan petani sebagai serikat dalam penggarapan
sawah. Hal itu dikarenakan hadist Nabi saw:16
0
4
5
7
6
8 9
9
-:
.
5
%
;
ﻡ
=/
0
>
/
ﺥ
-'
3
@
='
ﻡ
&
'
ﻡ
"
A
'
0
.
B
14Ibid, M. Ali Hasan, “Berbagai Macam Transakasi Dalam Islam :Fiqh Muamalat”, h.272
15
Dr. H. Nasrun Harun, “Fiqh Muamalat”. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007., h.276
16
Artinya:
“ Rasullulah saw. melakukan akad Muzara’ah dengan penduduk khaibar, yang hasilnya dibagi antara Rasul dengan para pekerja.” (H.R al-bukhari, Muslim, abu Daud, an-Nasa’I, Ibnu Majah, at-Tirmidzi, dan Imam Ahmad
ibn Hanbal dari Abdullah bin Umar).
Menurut mereka, akad ini bertujuan untuk saling membantu antara petani
dengan pemilik tanah pertanian. Hal ini bertujuan untuk saling tolong menolong
sesama manusia dan sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Ma’idah
ayat 2:17
...
!"#
$%
Artinya:
“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (Al-Maidah: 2)
17
Dasar hukum Muzara’ah yang digunakan oleh para ulama dalam menetapkan hukumnya adalah sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Ibnu Abbas r.a:18
C
4
,
D
E
F
;
&
G
H'
F
1
.
I
"
ﻡ
'
0
4
&
'
)
J
K
+
;
7
:
ﻡ
"
2
ﻥ
L
:
0
$
)
-+
0
.
-,
G
+
0
ﺥ
M
)N
4
0
)
-O
P
ﺽ
:
Artinya:“Sesungguhnya Nabi saw menyatakan, tidak mengharamkan bermuzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya sebagian menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, barang siapa yang memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau diberikan faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh ditahan saja tanah itu.”
3. Rukun dan Syarat Muzara’ah
a. Rukun Muzara’ah
Jumhur ulama yang membolehkan akad Muzara’ah mengemukakan
rukun yang harus dipenuhi agar akad tersebut menjadi sah.19
1) Pemilik Lahan
18
Ibid, Dr. H. Nasrun Harun, “Fiqh Muamalat”. h278
19
2) Petani penggarap
3) Objek Muzara’ah, yaitu antara manfaat lahan dan hasil kerja
4) Ijab Qabul
Secara sederhana, ijab dan qabul cukup dengan lisan saja. Namun
sebaiknya dapat dituangkan kedalam surat perjanjian yang disetujui kedua
belah pihak, termasuk bagi hasil kerjasama tersebut.
Ulama Hanabilah berpendapat bahwa muzara’ah tidak memerlukan
qabul secara lafadzh, tetapi cukup hanya dengan mengerjakan tanah, itu
sudah termasuk qabul.20 Sifat akad muzara’ah menurut ulama hanafiyah
adalah sifat-sifat perkongsian yang tidak lazim. Adapun pendapat ulama
Malikiyah harus menabur benih di atas tanah supaya tumbuh tanaman atau
dengan menanam tumbuhan diatas tanah yang tidak ada bijinya. Menurut
pendapat yang paling kuat, perkongsian harta termasuk muzara’ah dan harus
menggunakan sighat.21
b. Syarat-syarat muzara’ah:
Adapun syarat-syarat Muzara’ah menurut jumhur ulama ada yang menyangkut orang yang berakad, benih yang ditanam, tanah yang
dikerjakan, hasil yang akan dipanen, dan menyangkut waktu berlakunya
akad.22
20
Prof. DR. Rachmat Syafe’i, MA, “Fiqh Muamalat”. Bandung: Pustaka Setia, 2004. cet 2, h.207
21
Ibid, h.208
22
1) Syarat orang yang berakad harus baligh dan berakal. Imam Abu
Hanifah mensyaratkan bukan orang murtad, tetapi ulama Hanafiyah
tidak mensyaratkannya (Abu Yusuf dan Muhammad Hasan
asy-Syaibani).23
2) Syarat akan benih yang ditanam harus jelas dan menghasilkan.
3) Syarat yang berkaitan dengan lahan pertanian.
a) Tanah tersebut bisa digarap dan dapat menghasilkan
b) Batas-batas lahan tersebut harus jelas
c) Ada penyerahan tanah
d) Tanah tersebut diserahkan sepenuhnya kepada petani
penggarap untuk diolah
4) Syarat yang berkaitan dengan hasil yang akan dipanen
a) Jelas ketika akad
b) Pembagian hasil panen harus jelas
c) Hasil panen tersebut harus jelas benar-benar milik bersama
orang yang berakad.
23
d) Tidak disyaratkan bagi salah satunya penambahan yang
ma’lum24
5) Syarat yang berkaitan dengan waktu harus jelas
6) Syarat yang berkaitan dengan dengan objek akad juga harus jelas
pemanfaatan benihnya, pupuknya, dan obatnya. Seperti yang berlaku
dengan adat dan kebiasaan daerah setempat.
Imam Abu Yusuf dan Muhammad Hasan asy-Syaibani berpendapat
bahwa dilihat dari segi sahnya akad muzara’ah maka ada empat bentuk:25
1) Apabila lahan dan bibit dari pemilik lahan, kerja dan alat dari petani
penggarap, sehingga yang menjadi objek muzara’ah adalah jasanya
petani, hukumnya sah
2) Apabila pemilik lahan hanya menyediakan lahan saja, sedangkan
penggarap menyediakan bibit, alat, dan kerja, yang menjadi objek
muzara’ah adalah manfaat tanah /lahan, hukumnya sah.
3) Apabila lahan, bibit, alat, dan kerja dari petani, maka akad
muzara’ah juga sah.
4) Apabila lahan dan alat dari pemilik lahan dan bibit serta kerja dari
petani penggarap, maka hukum akadnya tidak sah. Mereka
berpendapat apabila alat pertanian dari pemilik lahan, maka akad
24
Dr. H. Hendi Suhendi, M.si,“Fiqh Muamalat”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. h. 159
25
menjadi rusak, karena alat pertanian tidak bisa mengikat pada lahan.
Alat pertanian tersebut tidak sejenis dengan manfaat lahan. Karena
lahan adalah untuk menghasilkan tumbuh-tumbuhan dan alat hanya
sebagai untuk pengolahannya. Alat pertanian seharusnya dari
penggarap bukan dari pemilik lahan.
Hukum akad muzara’ah shahih menurut ulama Hanafi adalah sebagai
berikut:26
1) Segala keperluan untuk menggarap tanaman diserahkan sepenuhnya
kepada penggarap
2) Pembiayaan atas tanaman di bagi antara pemilik lahan dengan
penggarap
3) Hasil yang diperoleh dibagi atas kesepakatan yang disepakati.
4) Menyiram dan merawat tanaman adalah tanggung jawab penggarap,
kecuali disyaratkan bersama dalam kesepakatan akad.
5) Jika salah seorang yang akad meninggal maka penggarap tidak
mendapatkan apa-apa, karena ketetapan akad didasarkan atas waktu.
Hukum akad muzara’ah fasid apabila terdapat:27
1) Penggarap tidak melakukan kewajiban terhadap akad yang telah
disepakati
26
Prof. DR. Rachmat Syafe’i, MA, “Fiqh Muamalat”. h.210
27
2) Hasil yang didapatkan merupakan pemilik benih
3) Jika benih dari penggarap, maka berhak mendapatkan upah
4. Akibat Akad Muzara’ah
Jumhur ulama yang membolehkan akad muzara’ah, jika pemilik tanah dan
penggarap telah melakukan akad muzara’ah akan berakibat sebagai berikut:28
a. Pemilik lahan bertanggung jawab terhadap biaya benih dan pemeliharaan
pertanian tersebut.
b. Biaya pertanian seperti pupuk, biaya perairan, biaya pembersihan tanaman,
ditanggung oleh petani dan pemilik lahan sesuai dengan persentase bagian
masing-masing
c. Hasil panen dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama
d. Perairan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan bersama dan apabila tidak
ada kesepakatan, berlaku adat dan kebiasaan ditempat masing-masing
e. Apabila seseorang meninggal dunia, akad tersebut tetap berlaku sampai
panen dan diwakili oleh ahli warisnya, lebih lanjut akad tersebut dapat
dipertimbangkan oleh ahli waris diteruskan atau tidak
5. Berakhirnya Akad Muzara’ah
Habisnya masa muzara’ah:
2828
Apabila akad muzara’ah berakhir sebelum masa panen, akad muzara’ah
tersebut tidak dibatalkan dan ditunggu sampai masa panen. 29 Dalam menunggu
masa panen tersebut petani penggarap berhak mendapat upah sesuai dengan adat
kebiasaan setempat, dan biaya untuk pertanian selanjutnya ditanggung bersama
oleh pemilik lahan dan petani penggarap.30
a. Salah seorang yang berakad meninggal.
Menurut ulama mazhab hanafi dan hanabilah, maka akad muzara’ah
berakhir. Sedangkan menurut ulama mazhab Syafi’i dan Maliki akad
muzara’ah tersebut tidak berakhir dan dapat diteruskan oleh ahli warisnya.31
1) Adanya uzur. Menurut ulama Hanafiyah uzur tersebut dapat berupa:32
a) Tanah garapan tersebut terpaksa dijual karena pemilik lahan
memiliki hutang
b) Penggarap tidak dapat mengelola tanah dikarenakan sakit, jihad
dijalan Allah SWT, dan naik haji
Kerjasama di bidang pertanian seperti muzara’ah di atas mempunyai
banyak kebaikan dan hikmah yang bisa diambil. Muzara’ah tersebut bisa
dijadikan tolong menolong antara pemilik lahan yang tidak bisa menggarap
lahannya kepada petani penggarap yang tidak mempunyai lahan. Hal tersebut bisa
mencegah terjadinya lahan yang menganggur dan petani penggarap yang
sebelumnya tidak punya lahan tapi punya kemampuan.
29
Dr. H. Nasrun Harun, “Fiqh Muamalat”. h.280
30
M. Ali Hasan, “Berbagai Macam Transakasi Dalam Islam :Fiqh Muamalat”. h.279
31
Ibid, h.279
32
B. Bentuk-Bentuk Muzara’ah
Dengan adanya beberapa perbedaan pendapat dari para ulama islam tentang
keabsahan Muzara’ah itu sendiri dalam hal kegunaanya, akhirnya mempengaruhi
keabsahan sistem muzara’ah itu sendiri. Namun ada beberapa bentuk muzara’ah
yang diakui oleh ulama fiqh.33.
Bentuk Muzara’ah yang tidak diperbolehkan:34
1. Suatu bentuk perjanjian yang menetapkan sejumlah hasil tertentu yang
harus diberikan kepada pemilik tanah, maksudnya adalah apapun hasil
yang akan diperoleh nantinya pemilik tanah akan tetap mendapatkan hasil
yang sebelumnya telah disyaratkan diawal. Contoh pemilik tanah akan
tetap menerima lima atau sepuluh maund dari hasil panen. (1 maund = 40 Kg)
2. Apabila hanya bagian-bagian tertentu dari lahan tersebut yang
berproduksi, misalnya, bagian utara atau selatan yang hanya berproduksi
dan hasil dari bagian yang berproduksi tersebut untuk pemilik tanah.
3. Apabila hasil tersebut berada pada bagian tertentu, misalnya pada bagian
sungai atau di daerah yang mendapat cahaya matahari dan hasilnya hanya
untuk pemilik tanah. Hal tersebut merugikan petani penggarap yang
hasilnya belum akan diketahui, sedangkan hasil pemilik lahan telah
ditentukan.
33
Afzalurrahman, “Doktrin Ekonomi Islam”. Jakarta;Dana Bakti Wakaf, 1995. h.285
34
4. Penyerahan tanah kepada seseorang dengan syarat tanah tersebut tetap
akan menjadi miliknya jika pemilik tanah masih menginginkannya, hal
tersebut dilarang karena mengandung unsur ketidakadilan karena
merugikan para petani yang akan membahayakan hak-hak mereka dan bisa
menimbulkan kesengsaraan dan kemeleratan.
5. Ketika petani dan pemilik tanah sepakat membagi hasil tanah tetapi satu
pihak menyediakan bibit dan yang lainnya menyediakan alat-alat
pertanian.
6. Apabila tanah menjadi tanah milik pertama, benih dibebankan kepada
pihak kedua, alat-alat pertanian kepada pihak ketiga, dan tenaga kerja
kepada pihak keempat, atau dalam hal ini tenaga kerja dan alat-alat
pertanian dibebankan kepada pihak ketiga.
7. Perjanjian pengolahan menetapkan tenaga kerja dan tanah menjadi
tanggung jawab pihak pertama dan benih serta alat-alat pertanian pada
pihak lainnya.
8. Bagian seseorang harus ditetapkan dalam jumlah, misalnya sepuluh atau
duapuluh maunds gandum untuk satu pihak dan sisanya untuk pihak lain.
9. Ditetapkan jumlah tertentu dari hasil panen yang harus dibayarkan kepada
satu pihak lain dari bagiannya dari hasil tersebut.
10. Adanya hasil panen lain (selain yang ditanam di lahan tersebut) harus
Singkatnya perjanjian Muzara’ah akan sah apabila tidak seorangpun yang
dikorbankan haknya, dan tidak ada pemanfaatan secara tidak adil atas kelemahannya
dan kebutuhan seseorang, dan tidak boleh ada syarat-syarat yang sejenisnya dapat
menimbulkan perselisihan antara kedua belah pihak.
Adapun bentuk muzara'ah yang diharamkan adalah bila bentuk
kesepakatannya tidak adil. Misalnya, dari luas 1.000 m persegi yang disepakati,
pemilik lahan menetapkan bahwa dia berhak atas tanaman yang tumbuh di area 400
m tertentu. Sedangkan tenaga buruh tani berhak atas hasil yang akan didapat pada
600 m tertentu.
Perbedaannya dengan bentuk muzara'ah yang halal di atas adalah pada cara
pembagian hasil. Bentuk yang boleh adalah semua hasil panen dikumpulkan terlebih
dahulu, baru dibagi hasil sesuai prosentase. Sedangkan bentuk yang kedua dan
terlarang itu, sejak awal lahan sudah dibagi dua bagian menjadi 400 m dan 600 m.
Buruh tani berkewajiban untuk menanami kedua lahan, tetapi haknya terbatas pada
hasil di 600 m itu saja. Sedangkan apapun yang akan dihasilkan di lahan satunya lagi
yang 400 m, menjadi hak pemilik lahan.
Cara seperti ini adalah cara muzaraah yang diharamkan. Inti larangannya ada
pada masalah gharar. Sebab boleh jadi salah satu pihak akan dirugikan. Misalnya, bila panen dari lahan yang 400 m itu gagal, maka pemilik lahan akan dirugikan.
Sebaliknya, bila panen di lahan yang 600 m itu gagal, maka buruh tani akan
dirugikan. Maka yang benar adalah bahwa hasil panen keduanya harus disatukan
Bentuk muzara'ah yang terlarang ini adalah seseorang memberikan
persyaratan kepada orang yang mengerjakan tanahnya; yaitu dengan ditentukan tanah
dan sewanya dari hasil tanah baik berupa takaran ataupun timbangan. Sedang sisa
daripada hasil itu untuk yang mengerjakannya atau masih dibagi dua lagi.
Bentuk Muzara’ah yang dibolehkan:35
1. Perjanjian kerjasama dalam pengolahan lahan dimana tanah dari satu
pihak, peralatan pertanian, benih dan tenaga kerja dari pihak lainnya dan
setuju bahwa pemilik tanah akan mendapat bagian tertentu dari hasil
2. Apabila tanah, peralatan pertanian dan benih, semuanya beban pemilik
tanah sedangkan hanya buruh yang dibebankan kepada petani maka harus
ditetapkan bagian tertentu bagi pemilik tanah.
3. Perjanjian dimana tanah dan benih dari pemilik lahan dan peralatan
pertanian dan kerja dari petani dan pembagian dari hasil tersebut harus
ditetapkan secara proporsional.
4. Apabila keduanya sepakat atas tanah, perlengkapan pertanian, benih dan
buruh serta menetapkan bagian masing-masing yang akan diperoleh dari
hasil
5. Imam Abu Yusuf berpendapat: jika tanah diberikan secara cuma-cuma
kepada seseorang untuk digarap, semua pembiayaan pengolahan
ditanggung oleh penggarap dan semua hasil menjadi miliknya tapi kharaj
akan dibayar pemilik tanah, jika ‘ushri dibayar petani.
35
6. Apabila tanah berasal dari satu pihak dan kedua belah pihak sama-sama
menanggung benih, buruh dan pembiayaan pengolahan, dalam hal ini
keduanya akan mendapat hasil. Jika merupakan ‘ushri, harus dibayar berasal dari hasil dan jika kharaj akan dibayar oleh pemilik tanah.
7. Apabila tanah disewakan kepada seseorang, dan itu adalah kharaj, menurut imam Abu Hanifah harus dibayar oleh pemilik tanah, dan jika
‘ushr sama juga dibayar oleh pemilik tanah, tetapi menurut Abu Yusuf jika
‘ushr dibayar oleh petani.
8. Apabila perjanjian muzara’ah ditetapkan dengan sepertiga atau seperempat
dari hasil, menurut imam Abu Hanifah, keduanya kharaj atau ‘ushr akan dibayar oleh pemilik tanah.
C. Pengertian Produktivitas
Secara umum produktivitas dapat diartikan sebagai hubungan antara hasil
nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masukan yang sebenarnya.
Produktivitas juga dapat diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi
barang dan jasa.36
Mahoney (dalam Campbell, 1990) mendefinisikan produktivitas sebagai
suatu pengertian efisiensi secara umum yaitu sebagai rasio antara hasil dan masukan
selama suatu proses yang menghasilkan suatu produk atau jasa. Hasil (outputs) itu
36
meliputi (penjualan, laba, kepuasan konsumen), sedangkan masukan meliputi alat
yang digunakan, biaya, tenaga, keterampilan dan jumlah hasil individu.
Sejalan dengan pendapat diatas, As’ad (1987) menjelaskan produktivitas
tidak dapat dipisahkan dengan pengertian produksi karena keduanya saling
berhubungan. Apabila mempermasalahkan produktivitas maka produksi selalu
tersangkut di dalamnya.
Produktivitas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara totalitas
keluaran pada waktu tertentu dengan totalitas pemasukan pada periode tersebut, atau
suatu tingkatan efisiensi dalam meproduksi barang dan jasa. (Edwin B. Filippo,
1984).
Produktivitas dapat diuraikan sebagai perbandingan antara total output yang
berupa barang dan jasa pada waktu tertentu dibagi dengan total inputnya yang berupa
5 (lima) M, yaitu (Man, Material, Money, Method, Machine). Selama periode yang
bersangkutan dalam satuan unit. (menurut Gregerman, 1984).
Dapat ditarik kesimpulan secara sederhana bahwa pengertian produktivitas
kerja adalah rasio output terhadap input. Input bisa mencakup biaya produksi dan
biaya-biaya lainnya. Output terdiri dari penjualan, pendapatan dan kerusakan.
D. KONSEP PRODUKTIVITAS
Konsep produktivitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi
individu dan dimensi organisasi. Dimensi individu melihat produktivitas dalam
dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu
yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan
dimensi keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknis
antara masukan (input) dan keluaran (out put). Oleh karena itu dalam pandangan ini,
terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi
juga dapat dilihat dari aspek kualitas
Peningkatan produktivitas dan efisiensi merupakan sumber pertumbuhan
utama untuk mewujudkan hasil yang diinginkan dari suatu pekerjaan. Sebaliknya,
pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan juga merupakan unsur penting dalam
menjaga kesinambungan peningkatan produktivitas. Dengan demikian, pertumbuhan
dan produktivitas bukan dua hal yang terpisah atau memiliki hubungan satu arah,
melainkan keduanya adalah saling tergantung dengan pola hubungan yang dinamis,
tidak mekanistik, non linear dan kompleks.
Proses akumulasi ini merupakan hasil dari proses investasi disebabkan oleh
peningkatan kualitasnya. Dengan jumlah tenaga kerja dan modal yang sama,
pertumbuhan output akan meningkat lebih cepat apabila kualitas dari kedua sumber
daya tersebut meningkat. Walaupun secara teoritis faktor produksi dapat dirinci,
pengukuran kontribusinya terhadap output dari suatu proses produksi sering
dihadapkan pada berbagai kesulitan.
Disamping itu, kedudukan manusia, baik sebagai tenaga kerja kasar, dari
suatu aktivitas produksi tentunya juga tidak sama dengan mesin atau alat produksi
pada manusia yang melaksanakan aktivitas tersebut, maka sumber daya manusia
merupakan sumber daya utama dalam pembangunan. Sejalan dengan fenomena ini,
konsep produktivitas yang dimaksud adalah produktivitas tenaga kerja. Tentu saja,
produktivitas tenaga kerja ini dipengaruhi, dikondisikan atau bahkan ditentukan oleh
ketersediaan faktor produksi komplementernya seperti alat dan mesin. Namun
demikian konsep produktivitas adalah mengacu pada konsep produktivitas sumber
daya manusia.
Secara umum konsep produktivitas adalah suatu perbandingan antara
keluaran (out put) dan masukan (input) persatuan waktu. Produktivitas dapat
dikatakan meningkat apabila:
1. Jumlah produksi/keluaran meningkat dengan jumlah masukan/sumber
daya yang sama.
2. Jumlah produksi/keluaran sama atau meningkat dengan jumlah
masukan/sumber daya lebih kecil
3. Produksi/keluaran meningkat diperoleh dengan penambahan sumber daya
yang relatif kecil (Soeripto, 1989; Chew, 1991 dan Pheasant, 1991).
Konsep tersebut tentunya dapat dipakai didalam menghitung produktivitas
disemua sektor kegiatan. Peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan menekan
sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk dalam memanfaatkan sumber daya
manusia dan meningkatkan keluaran sebesar-besarnya. Dengan kata lain bahwa
produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan efektifitas kerja
Aspek-aspek dalam produktivitas terbagi menjadi dua bagian, yaitu efektifitas dan efisiensi. Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan yang direncanakan dengan masukan yang sebenarnya terlaksana. Kalau
masukan yang sebenarnya digunakan itu semakin besar penghematannya, maka
tingkat efisiensi semakin tinggi.
Sedangkan Efektifitas yaitu merupakan suatu ukuran yang memberi
gambaran seberapa jauh target dapat tercapai baik secara kualitas maupun waktu.
Jika prosentase target yang akan dicapai itu semakin besar, maka tingkat efektifitas
semakin tinggi, atau semakin kecil prosentase target dapat tercapai, maka semakin
rendah tingkat produktivitasnya.
Teknik Peningkatan Produktivitas
Menurut J.Raviyanto Putra dan kawan-kawan (1988), banyak cara untuk
meningkatkan produktivitas, diantaranya:37
a. Dengan meningkatkan keluaran dan mempertahankan masukan
b. Meningkatkan keluaran dengan proporsi yang lebih besar dari pada
pertambahan masukan
c. Meningkatkan keluaran dan menurunkan masukan
d. Mempertahankan keluaran dan menurunkan masukan
e. Menurunkan keluaran dan menurunkan masukan dengan proporsionalitas
yang lebih besar
37
[image:44.612.110.524.301.593.2]Selanjutnya dalam memperbaiki produktivitas berarti menata kembali dan
mengkombinasikan faktor-faktor produktif sedemikian rupa sehingga menghasilkan
performan yang lebih tinggi.
a. Fase Awareness (Penyadaran)
Untuk menjadi lebih produktif, pertama kali manusia harus mau
meningkatkan produktivitas mereka. Untuk langkah yang pertama adalah
dengan malakukan pembaharuan dalam hal ini adalah produktivitas, yang
harus dilakukan adalah meyakinkan diri sendiri ataupun orang lain bahwa
dengan produktivitas yang lebih besar akan memberikan manfaat bagi
masing-masing orang yang terlibat dan bukan sebaliknya.
b. Fase Improvement (Perbaikan)
Menurut Ir. Ahmad Tohardi,38 ada empat jalur yang dapat
ditempuh dalam melakukan perbaikan produktivitas, yaitu: Investasi,
insentif, pelibatan, dan metode teknik Industri.
c. Fase Maintenance (Pemeliharaan)
Yaitu menjaga dan mencegah agar produktivitas tersebut tidak
turun kembali nilainya.
38
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Kabupaten Solok Selatan
Daerah Solok Selatan merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi
Sumatera Barat. Daerah Kabupaten Solok Selatan ini merupakan daerah pemekaran
pada tahun 2003 karena adanya otonomi daerah. Sebelumnya daerah Solok Selatan
ini bernaung pada kabupaten Solok. Terbentuk Kabupaten Solok Selatan merupakan
buah dari perjuangan panjang yang dimulai sejak 1950-an yang ditandai dengan
diadakan Konferensi Timbulun.
Pada Konferensi Timbulun saat itu akan dibentuk sebuah Kabupaten dengan
nama Kab. Sehilir Batang Hari (SBH) yang memasukan wilayah Kecamatan Lembah
Gumanti (Alahan Panjang), Pantai Cermin (Surian), Sungai Pagu (Muaro Labuh) dan
Kec. Sangir (Lubuk Gadang). Perjuangan panjang itu, baru tercapai setelah
disahkannya Undang-Undang No 38 tahun 2003 dan pada 7 Januari 2004 diresmikan
24 kabupaten baru di Indonesia tiga di antaranya terdapat di Sumbar, yakni,
Kabupaten Solok Selatan, Dharmasraya dan Pasaman Barat. 39
1.Demografis dan Geografis
Secara umum Kabupaten Solok Selatan, beriklim tropis dengan temparatur
udara berkisar 20 - 33 derajad celcius dengan curah hujan 1.600 - 4.000
mm/tahun.
39
Terkait kabupaten yang berada di kawasan Gunung Kerinci yang beriklim
tropika basah. Pada umumnya musim penghujan berlangsung pada bulan Januari
sampai dengan Mei dan September - Desember. Curah hujan tergolong cukup
tinggi dengan suhu udara berkisar 26 - 31 derajad celcius atau rata-rata 29 derajad
celcius dengan arah angin umumnya bertiap dari arah barat daya ke Tenggara.
Sedangkan musim kemarau pada bulan Juni - Agustus. Kondisi permukaan Solok
Selatan, saat ini adalah 5,20 persen lahan sawah dan 94,8 persen lahan bukan
sawah. Luas lahan yang sudah dimanfaatkan untuk budidaya pertanian dan
perkebunan mencapai 36,49 persen. Tata guna lahan di Solok Selatan termasuk
dalam kawasan hutan lindung dan tanah milik masyarakat serta tanah ulayat
(tanah adat).
Kabupaten Solok Selatan dihuni sekitar 133.861 jiwa lebih yang mayoritas
etnis Minangkabau, secara garis besarnya pada bagian Barat terdapat di wilayah
Alam Surambi Sungai Pagu yang mendiami lembah Muaro Labuh sepanjang
aliran batang (sungai) Suliti dan batang Bangko. Selanjutnya etnis Minang juga
tersebar di bagian Timur pada wilayah adat Rantau XII Koto, mendiami daerah
sepanjang aliran Batang Sangir, Solok Selatan. Kabupaten berhawa sejuk ini, juga
dihuni oleh etnis Jawa yang masuk pada zaman Belanda dan sesudah
Kemerdekaan Indonesia melalui program transmigrasi. Kawasan masyarakat
Solok Selatan yang etnis Jawa, umumnya tersebar di Nagari Sungai Kunyit dan
Dusun Tangah. Dengan perjalanan waktu warga etnis Jawa secara perorang juga
terus berdatangan ke daerah itu, di antaranya bekerja di sektor perdagangan dan
Selatan datang dari sektor perikanan, perkebunan, dan industri. Di sektor
perikanan, produksi perikanan tangkap di Kabupaten Solok Selatan sebesar
211.821 ton/tahun di tahun 2006. Untuk sektor perkebunan, terdapat kelapa sawit
dengan total produksi mencapai 137.270 ton di tahun 2004. Pengembangan karet
tersebar di Kecamatan Sangir Jujuan dan Sangir Batanghari. Luas lahan yang
berpotensi untuk dikembangkan seluas 14.500 Ha. Total produksi karet di tahun
2004 mencapai 10.774 ton dengan memanfaatkan lahan seluas 10.131 ha dan
sedangkan di tahun 2006, total produksi kopi mencapai 87.057 ton.
Kabupaten Solok Selatan merupakan salah satu wilayah otonomi yang
baru di Indonesia berdasarkan UU No. 38/2003 dan berlaku efektif terhitung
tanggal 7 Januari 2004, dan terpisah dari Kabupaten induknya, yakni Kabupaten
Solok.
Kabupaten Solok Selatan mempunyai wilayah seluas 3.346,20 Km2 yang
dilintasi daerah khatulistiwa yaitu pada 01° 00’ 59’’ - 01° 46’ 45’’ LS dan 100°
28’ 34’’ -101° 41’ 41’’ BT. Topografi dan klimatologi dengan ketinggian
wilayah Kabupaten Solok Selatan antara 350 - 800 meter di atas permukaan laut
(dpl). Dengan topografi bervariasi antara berbukit, bergelombang dan datar. Curah
hujan di Kabupaten ini berkisar antara 1.600 - 4.000 mm/tahun.
Kabupaten yang berada di bagian Selatan wilayah Provinsi Sumatera Barat
ini, berbatasan langsung dengan:
Sebelah Utara : Kabupaten Solok
Jambi
Sebelah Timur : Kabupaten Dharmasraya
Sebelah Barat : Kabupaten Pesisir Selatan
Kabupaten Solok Selatan terbagi atas tujuh Kecamatan dengan 29 Nagari
(desa), yakni, Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh, Kecamatan Sungai Pagu,
Kecamatan Pauh Duo, Kecamatan Sangir, Kecamatan Sangir Jujuan, Kecamatan
Sangir Balai Janggo, dan Kecamatan Sangir Batanghari.
Daftar Kecamatan dan Nagari Kabupaten Solok Selatan
a. Kecamatan Sangir
1) Nagari Lubuak Gadang
2) Nagari Lubuak Gadang Selatan
b. Kecamatan Sangir Jujuan
1) Nagari Lubuak Malako
2) Nagari Padang Aia Dingin
3) Nagari Bidar Alam
4) Nagari Padang Limau Sundai
c. Kecamatan Sangir Batang Hari
2) Nagari Ranah Pantai Cermin
3) Nagari Dusun Tangah
4) Nagari Sitapuih
5) Nagari Lubuak Ulang Aling
6) Nagari Lubuak Ulang Aling Selatan
7) Nagari Lubuak Ulang Aling Tengah
d. Kecamatan Sungai Pagu
1) Nagari Koto Baru
2) Nagari Pasar Muaro Labuah
3) Nagari Pulakek Koto Baru
4) Nagari Sako Pasia Talang
5) Nagari Pasia Talang
e. Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh
1) Nagari Pakan Rabaa
2) Nagari Pakan Rabaa Timur
3) Nagari Pakan Rabaa Utara
4) Nagari Pakan Rabaa Tengah
f. Kecamatan Pauah Duo
2) Nagari Kapau Alam Pauah Duo
3) Nagari Luak Kapau
4) Nagari Pauah Duo Nan Batigo
g. Kecamatan Sangir Balai Janggo
1) Nagari Talunan Indah Sepakat,Kurnia Maju
2) Nagari Talao Sungai Kunyit
3) Nagari Sungai Kunyit Barat
2.Pemerintahan
Kabupaten Solok Selatan secara yuridis formal dibentuk dengan
undang-undang Nomor 38 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Dharmasraya,
Solok Selatan dan Pasaman Barat di Provinsi Sumatera Barat.
a. Visi
Terwujudnya masyarakat Solok Selatan yang harmonis yakni, mempunyai
harkat, martabat, bermoral, aman, peduli dan sejahtera sesuai dengan falsafah
"Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah".
Menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan percaya diri untuk bangkit
mengantarkan Kabupaten Solok Selatan sebagai daerah otonom yang harmonis,
sejajar dan mampu berkompetisi dengan daerah maju lainnya di Sumatera Barat,
pada tahun 2010 dengan satu tekad dan semangat manaruko bersama.
3.Potensi
Daerah Solok Selatan memiliki beberapa potensi yang dapat diandalkan
untuk menambah pendapatan daerah nya sendiri. Baik melalui potensi sumber
daya manusia maupun melalui potensi sumber daya alam. Melalui potensi sumber
daya manusia, pemerintah daerah mengembangkan dan meningkatkan pada sektor
pendidikan. Didaerah solok selatan terdapat satu sekolah menengah atas yag telah
bertaraf standar internasional, yaitu SMA Negeri 1 Solok Selatan. Diharapkan
dengan adanya sekolah tersebut dapat lebih meningkatkan kualitas sumber daya
manusia daerah solok selatan agar daerah tersebut lebih berkembang lagi daripada
daerah lain yang ada di Sumatera Barat. Juga pada setiap kecamatan yang ada di
daerah solok selatan telah terdapat institusi-institusi pendidikan yang yang dapat
mansukseskan program wajib belajar 9 tahun dari pemerintah pusat dan sekolah
menengah atas.
Sektor pertanian juga bisa menjadi andalan pemerintah solok selatan
untuk dikembangkan, karena umumnya daerah solok selatan adalah agraris dan
umumnya masyarakatnya juga bermata pencaharian sebagai petani. Berbagai
macam hasil pertanian dan perkebunan berasal dari solok selatan adalah padi,
Salah satu sektor lainnya yang juga menjadi andalan daerah solok selatan
adalah sektor pariwisata. Karena di solok selatan terdapat banyak objek wisata.
Mulai dari wisata alam, wisata perkebunan, maupun wisata sejarah. Contoh dari
wisata alam yang terdapat di solok selatan adalah danau Bontak yang Merupakan
satu-satunya Danau yang ada di Kabupaten Solok Selatan. Danau seluas 2 Hektar
ini berada di atas bukit di dataran tinggi Golden Arm, selanjutnya tempat
pemandian air panas yang terdapat di kecamatan Koto Parik Gadang Diateh dan di
kecamatan Sungai Pagu, dan beberapa air terjun yang ada di kabupaten ini.
Wisata alam selanjutnya adalah arena arung jeram yang terdapat di sungai batang
hari, sungai liki, dan sungai sangir di kabupaten ini. Wisata perkebunan berupa
hamparan kebun teh yang luas dan berhawa sejuk. Sedangkan wisata sejarah yang
ada adalah rumah peninggalan PDRI zaman kemerdekaan dan sebuah mesjid kuno
yang telah tua yang dibangun oleh nenek moyang orang minangkabau.
Sektor sumber daya alam juga menjadi potensi yang dapat memajukan
daerah solok selatan ke depan. Karena banyak bahan galian tambang di daerah
solok selatan ini. Bahan galian tersebut baru banyak baru diketemukan setelah
daerah kabupaten ini dimekarkan. Bahan galian tambang yang ada di daerah ini
contoh nya adalah bijih besi, tembaga, timah hitam, emas, dan mangan.
B. Gambaran Umum Desa Pakan Rabaa
Desa Pakan Rabaa merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Koto
desa lagi atau disana lebih dikenal dengan nama nagari, yaitu nagari Pakan Rabaa,
Nagari Pakan Rabaa timur, Nagari Pakan Rabaa Tengah, dan nagari Pakan Rabaa
Utara.
Nagari pakan Rabaa ini Nagari ini memiliki luas 151.80 km2, penduduk
7.041 jiwa atau 1866 KK. Terdiri dari empat jorong, sebagian besar penduduk di
nagari ini bermatapencaharian sebagai petani dan pedagang.
1.Demografis dan Geografis
Nagari Pakan Rabaa terdapat di dalam kecamatan Koto Parik Gadang
Diateh Kabupaten Solok Selatan propinsi Sumatera Barat. Nagari ini berada di
ujung utara kabupaten Solok Selatan. Batas-batas wilayah nagari Pakan Rabaa
secara umumnya sama dengan batas-batas wilayah kabupaten solok selatan itu
sendiri. Rata-rata penduduk nagari Pakan Rabaa ini bermata pencaharian sebagai
petani dan pedagang.
Batas-batas wilayah desa atau nagari Pakan Rabaa:
Sebelah Utara : Desa atau Nagari Pakan Rabaa Utara
Sebelah Selatan : Kecamatan Sungai Pagu
Sebelah Barat : Hutan Bukit Barisan yang Berbatasan
Langsung dengan Kabupaten Pesisir Selatan
Sebelah Timur : Desa Pakan Rabaa Tengah
Secara umum desa Pakan Rabaa, mempunyai iklim yang sama dengan
itu sendiri. Desa ini beriklim tropis dengan temparatur udara berkisar 20 - 33
derajad celcius dengan curah hujan 1.600 - 4.000 mm/tahun. Pada umumnya
musim penghujan berlangsung pada bulan Januari sampai dengan Mei dan
September - Desember. Curah hujan tergolong cukup tinggi dengan suhu udara
berkisar 26 - 31 derajad celcius atau rata-rata 29 derajad celcius dengan arah angin
umumnya bertiap dari arah barat daya ke Tenggara. Sedangkan musim kemarau
pada bulan Juni - Agustus. Tata guna lahan di Solok Selatan termasuk dalam
kawasan hutan lindung dan tanah milik masyarakat serta tanah ulayat (tanah adat).
Secara umum desa pakan rabaa mempunyai ciri-ciri daerah yang agraris,
karena umumnya daerah desa pakan rabaa terhampar sawah yang luas. Dan
menjadi sumber utama mata pencaharian rakyat didesa pakan rabaa. Umumnya
rakyat desa pakan rabaa menggunakan sawah tadah hujan dan beberapa lagi
memanfaatkan irigasi dari sungai yang berhulu ke sungai batang hari untuk
mengairi sawah pertaniannya.
Didesa Pakan Rabaa ini terdapat potensi kelembagaan pemerintahan
berupa pejabat desa yang disana lebih dikenal dengan sebutan wali nagari, kepala
desa. Wali nagari lah yang memangku jabatan tertinggi didesa pakan rabaa
melalui sebuah pemilu yang demokratis yang melibatkan segenap warga pakan
rabaa itu sendiri. Desa Pakan Rabaa juga memilik sebuah badan yaitu badan
perwakilan desa.
Desa pakan rabaa memiliki cukup institusi pendidikan yang cukup untuk
Mulai dari taman kanak-kanak 1 unit, SD 5 Unit, SLTPN 1 unit, MTs swasta 1
Unit, dan SMUN 1 unit, dan SMKN 1 unit yang berada di wilayah territorial desa
Pakan Rabaa.
Dalam bidang kelembagaan kemasyarakatan desa pakan rabaa memiliki
persatuan yasinan ibu-ibu rumah tangga yang rutin melakukan kegiatan setiap
kamis malam setiap minggunya. Juga ada karang taruna bagi pemuda desa pakan
rabaa yang satu induk dengan ikatan remaja mesjid raya pakan rabaa.
Dalam hal kelembagaan ekonomi desa pakan rabaa juga memiliki koperasi
simpan pinjam, dan satu unit Bank Perkreditan Rakyat. Juga ada industri makanan
rakyat, warung kelontong dan beberapa swalayan.
C. Sistem Pertanian Desa Pakan Rabaa
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan, adapun kegiatan pertanian
yang terjadi di desa Pakan Rabaa terdapat beberapa kelompok tani. Kelompok tani
tersebut didirikan untuk tujuan membimbing petani dalam bekerja baik dalam hal
pemupukan dan pembibitan, untuk dapat saling bertukar informasi seputar masalah
pertanian antar sesama anggota kel