• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh lokasi usaha dan jam kerja terhadap pendapatan usaha pekerja sektor informal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh lokasi usaha dan jam kerja terhadap pendapatan usaha pekerja sektor informal"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

tflYcJ>

I

セVセ@

PENGARUH LOKASI USAHA DAN JAM KERJA TERHADAP

PEND AP A TAN USAHA PEKERJA SEKTOR INFORMAL

(Studi Kasus Pada Pedagang Kaki Lima di Peron Stasiun Kereta Api JABODET ABEK)

II 1111 . . .

\Ill

I

uョQカ・イウQエ。セ@ Islam Negen

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Oleh:

ABDUL ROZAl{

NIM : ャアャLRNセPPRVPP@

n-._ セB@ ᄋセMセMBヲGャェ@

セイゥ@ . 0 hhセBャ^ッョuセᄋᄋセエエBBB@ ' I セiN@ : ャセNL@

..

Q.:1 ..

セ@

...

セ@

... ..

"'o. lnrhik :

.O.l..0..:::".9..1. .. :::: ..

.a0..2:, \

セ@ isゥヲゥォ。セゥ@ : ···•·•···•···••••*'••••••••••••••···

JURUSAN AKUNTANSI

FAl(ULTAS El(ONOMI DAN ILMU SOSIAL

UIN SY ARIF HIDAYATULLAII JAKARTA

(2)

PEN GAR UH LO KASI USAHA DAN JAM KERJA TERHADAP

PENDAPATAN USAHA PEKERJA SEKTOR INFORMAL

(Studi Kasus Pada Pedagang Kaki Lima di Peron Stasiun Kereta Api JABODETABEK)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonorni Dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonorni

Pembimbing I

Prof. Dr. Abdul Hamid, l\IS NIP. 131 474 891

イ[セャQGBQGustakaan@

UTAM;, LUIN SYAHID J"KARTA

Oleh

ABDULROZAK

Nll\1: 104082002600

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing II

A . n S.E, A.k, l\1Si NIP.150 370 232

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDA YATULLAH

(3)

Pada Tanggal Delapan Belas Mei Tahun Dua Ribu Sembilan, telah dilakukan

Ujian Komprehensif atas nama ABDUL ROZAK NIM 104082002600 dengan

judul Skripsi "PENGARUH LOKASI USAHA DAN JAM KERJA

TERHADAP PENDAPATAN USAHA PEKERJA SEKTOR INFORMAL

(Studi Kasus Pada Pedagang K.aki Lima di Peron Stasiun Kereta Api

JABODETABEK)". Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian

berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Afif Sulfa S.E A

Ketua

Jakarta, 18 Mei 2009

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Y essi Fitri, S.E, Ak, M.Si Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS

(4)

Hari ini Tanggal Dua Puluh Lima Juni Tahun Dua Ribu Sembilan, telah dilakukan

Ujian Sidang Skripsi atas nama ABDUL ROZAK NIM 104082002600 dengan

judul Skripsi "PENGARUH LOKASI USAHA DAN JAM KERJA

TERHADAP PENDAPATAN USAHA PEKERJA SEKTOR INFORMAL

(Studi Kasus Pada Pedagang Kaki Lima di Peron Stasiun Kereta Api

JABODETABEK)". Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian

berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurnsan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta.

Jakarta, 25 Juni 2009

Tim Penguji Ujian Sidang Skripsi

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Amilin, S.E, Ak, M.Si

Penguji Ahli

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITASPRIBADI

1. Nama

2. Tempat & Tgl. Lahir

3. Agama

4. Alamat Domisili

5. Telepon

II. PENDIDIKAN

1. SD

2. SMP

3. SMA

4.

SI

: Abdul Rozak

: Jakarta, 7 September 1983

: Islam

: Jalan Buaran III Rt. 005/015 Jakarta Timur

: 085959541829 I 02196630367

: SD Negeri 07 Pagi

: SL TP Negeri 265

: SMUNegeri 37

: Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

III. PENGALAMAN ORGANISASI

1. Rohis SMU Negeri 37

IV. LA'f AR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : A.K. Hamdau (Alm)

(6)

5. lbu : Suhanah

6.

Tempat & Tgl. Lahir : Jakarta, 10 Februari 1942

7.

Alamat : Jalan Buaran III Jakarta Timur

8.

Telepon
(7)

INFLUENCE EFFORT LOCATION AND WORK HOUR TO EFFORT INCOME WORKER SECTOR INFORMAL

(Study case to retail seller on the peron train station JABODETABEK)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of effort location work hour the level income, the sample used in this research are 70 correspondences to retail seller on the peron train station Jabodetabek. The method of statistic using mode regresion double linear. The method of sampling using convenience sampling ( the data is taken based on ease). The data is collected by questionnaires which is taken from 70 c:orrespondences who are willing to fill the question.

The data quality test which is used in this research is validity test using pearson correlation, the reliability test using cronbach alpha and the hypothesis test using determinant coefficient (R2), F test and t test. The result of this research showed that effort location and work hour effects toward income with significantly value 0,000.

(8)

PEN GAR UH LOKASI USAHA DAN JAM KERJA TERHADAP PENDAPATAN USAHA PEKF.RJA SEKTOR INFORMAL

(Studi Kasus Pada Pedagang Kaki Lima di Peron Stasiun Kereta Api JABODET ABEK)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh lokasi usaha danjam kerja terhadap pendapatan usaha sektor informal (Studi kasus pada pedagang kaki lima di peron stasiun JABODETABEK). Metode statistik yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah

convenience sampling (Pengambilan data berdasarkan kemudahan). Pengambilan data dari kuesioner, yang mana kuesioner tersebut diisi oleh 70 responden yang mengisi pertanyaan.

Uji kualitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas dengan menggunakan pearson correlation, dan uji reliabilitas menggunakan cronbach alpha serta uji hipotesis dengan menggunakan koefisien determinasi

(R2), uji F, dan uji t. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa variabel lokasi

usaha dan jam kerja secara simultan berpengaruh terhadap pendapatan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000.

(9)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas

Ekonomi dan Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri (llIN) Syarif Hidayatnllah

Jakarta, dengan judul: "Pengarnh Lokasi Usaha Dan Jam Kerja Terhadap

Pendapatan Usaha Pekerja Sektor Informal (Studi Kasus Pada Pedagang Kaki Lima di Peron Stasiun Kereta Api JABODETABEK)". Shalawat serta salam

semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang telah memberikan cahaya

benderang dalam perkembangan Islam.

Peneliti menyadari bahwa dalam proses penulisan. skripsi ini tidak terlepas

dari bantua.'l banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini dengan segala

kerendahan hati peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada:

I. Orang tna yang telah memberikan dorongan moril dan materi serta doa,

nasehat dan kasih sayangnya dengan segala jerih payah tanpa mengenal lelah.

2. Abang dan kakak-kakakku yang telah banyak berjasa memberikan dorongan

moril dan materi serta doa, nasehat dan kasih sayangnya.

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dosen Pembimbing I yang setia

(10)

4. Bapak Amilin, S.E, M.Si, A.k. selalm Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan

skripsi selama ini.

5. Seluruh staff pengajar dan karyawan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

6. Tika yang telah setia membantu baik materiil maupun moril serta doanya

dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Teman-teman akuotansi A angkatan 2004 yang telah memberikan bantuan dan

semangatnya dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Terima kasih uotuk sahabat dekatku sanusi, dayat, dan uotuk

keponakan-keponakan aim yang lucu-lucu dan manis yang telah memberikan semangat,

dorongan serta doanya dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan semua kebaikan kepada pihak yang telah

disebutkan atau yang tidak saya sebutkan atas bantuannya kepada penulis.

Akhimya dengan segala kerendahan hati penulis mempersembahkan

skripsi ini kepada semua pihak yang berkepentingan, dengan harapan skripsi ini

dapat bermanfaat, amiin.

Jakarta, Februari 2009

(11)

DAFTARISI

LEMBAR PENGESAHAN . . . ... . . . .. . . ... . . .. . . . .. . .. . . .. . . ... i

LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF . . . .. . . .. . . .. . . ... ii

LEMBAR UJIAN SIDANG SKRIPSI ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... IV ABSTRACT... vi

ABSTRAK.... ... .. .. . .... .. ... ... ... .... ... . .. ... ... ... ... ... ... .. ... ... .. . . vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFT AR ISi... ... x

DAFT AR TABEL... .. .. xiii

DAFTAR GAMBAR... .... xiv

DAFT AR LAMPIRAN ... .. .. xv

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... . . . 1

B. Perumusan Masalah... ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Pene!itian... 5

BABU KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Pustaka ... ... 7

1. Sektor Informal .. ... . . . ... .. . .. ... .. ... .. .. . .. . .. ... .. . . . .. . . . .. ... . . 7

2. Pengertian Sektor Informal ... . . . 10

3. Pedagang Kaki Lima ... ... 15

4. Lokasi Usaha... ... 18

4.1. Jenis Lokasi . . . .. . . ... 20

4.2. Memilih Letak/tempat ... 21

5. Jam Kerja... 24

(12)

BAB ID

BAB IV

B. Kerangka Pemikiran . . . ... 30

C. Hipotesis Penelitian . . . .. 30

METOOOLOGI PENELITIAN A. Rnang Lingkup Penelitian... . . 31

B. Metode Penentnan Sampel... . . . . ... 31

C. Metode Pengumpulan Data... 32

D. Metode Analisis Data ... .. . . .. . . .. .. . . .. .. . . .. . . 33

a. Uji Kualitas Data. . . .. . . 3 3 1. Uji V aliditas.. ... .... ... .. .... ... ... ... ... ... . ... 3 3 2. Uji Reliabilitas... .. .. . .. . . .. . . .. . . .. . . ... 33

b. Uji Asumsi Klasik... .. . . 34

1. Uji Nonnalitas . . . ... 34

2. Uji Multikolinearitas . . . ... 34

3. Uji Heteroskedastisitas ... 35

c. Uji Hipotesa ... 35

Uji Koefisien Determinasi . . . ... 36

Uji Statistik t . . . ... 36

Uji Statistik F . . . ... .. . 3 7 E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ... ... .. ... 37

I. V ariabel lndependen... .. 3 7 a. Lokasi Usaha ... 37

b. Jam Kerja . . . .. . . .. . . .. . . .. . . ... 38

2. Variabel Dependen ... ... ... ... ... ... .. ... 38

ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian . . . .. . ... 41

B. Hasil Dan Pembahasan ... 42

(13)

4. Karakteristik Responden Jenjang Pendidikan... 44

C. Hasil Uji Kualitas Data... 44

1. Hasil Uji V aliditas . . . 45

2. Hasil Uji Reliabilitas ... .. . . .. . . 47

D. Hasil Uji Asumsi Klasik .. . . ... ... 49

1. Uji Normalitas . . . .. 49

2. Uji Multikolinearitas . . . ... 50

3. Uji Heteroskedastisitas . . . 50

E. Hasil Uji Hipotesa . . . .. 52

1. Uji Koefisien Determinasi . . . 52

2. Uji Signifikansi Parameter Individual ( Uji t)... 53

3. Uji Signifikansi Parameter Simultan ( Uji F) . . . .. . .. . .. 54

F. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis . . . 55

BABV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... .. 58

B. Saran... 58

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

3 .1 Indikator dan Skala Pengukuran. . . 3 9

4.1 Distribusi Kuesioner . . . ... 42

4.2 Daftar nama stasiun danjumlah knesioner yang dikhim... 43

4.3 Jenis Kelamin ... . .. . .. . ... .. ... ... . . . ... . . .. . . ... . . ... 43

4.4 Lama bekerja. ... . . ... . . .. ... ... ... .. . . .. . . . ... . . . .. . . .. . . .. 44

4.5 Jenjang Pendidikan ... ... 44

4.6 Hasil Uji Validitas Lokasi Usaha ... ... ... 45

4.7 Hasil Uji Validitas Jam Kerja ... 46

4.8 Hasil Uji Validitas Pendapatan ... .. ... ... ... .. .. 46

4.9 Hasil Uji Reliabilitas Lokasi Usaha . . . 4 7 4.10 Hasil Uji Reliabilitas Jam Kerja . . . .. . . .. . . ... 48

4.11 Hasil Uji Reliabi!itas Pendapatan .. . .. . . .. . . .. . . 48

4.13 Hasil Uji Multikolinearitas ... ... ... ... ... ... . .. ... ... 50

4.15 Hasil Uji Koefisien Detenninasi ... ... ... .... ... ... 52

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

(16)

Nomor

1

2

3

4

5

DAFT AR lLAMPIRAN

Keterangan Halaman

Kuesioner Penelitian... .. 63

Skor Jawaban Kuesioner... .. . . .. . . .... 67

Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas ... 73

Hasil Uji Asumsi Klasik ... 76

(17)

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena sektor informal terutama pedagang kaki lima tidak pernah

Iuput dari aktivitas penduduk kota Jakarta. Tidak asing dalam aktivitas

sehari-hari, penduduk kota Jakarta bersentuhan dengan pedagang kaki Iima. Seorang

karyawan berangkat dengan menggunakan bus yang di dalamnya hadir para

pedagang-pedagang asongan yang menawarkan barang dagangannya. Pada

jam makan siang, ia pergi makan ke warung makan di sekitar kantor. Saat

pulang kerja sambil menunggu bus ia membeli minuman ringan pada

pedagang kaki Iima di halte bus sambil menikmati rokok. Sampai di terminal

atau stasiun, sambil menunggu bus atau kereta mereka masih sempat

menikmati rokok dan makanan kecil yang dijual oleh pedagang sekitar.

Tidak hanya itu, mereka juga masih meluangkan waktu melihat-Iihat

beraneka barang dagangan yang dijajakan oleh pedagang-pedagang Iainnya

seperti koran dan majalah, kaset, serta berbagai barang Iainnya. Begitu pun

pada malam hari banyak pedagang kaki Iima yang berkeliling berjualan

dengan alat gerobak atau Iainnya seperti tukang bakso, nasi goreng, dan

lain-Iain. Kenyataan ini memperlihatkan bagaimana dalam aktivitas sehari-hari

pedagang kaki Iima bersentuhan dengan kita. Sekitar terminal, stasiun kereta

api, pasar, halte, trotoar dan badan jalan, tempat hiburan, kan1pus, perkantoran

(18)

Di daerah Rawasari Jakmia Pusat, pedagang keramik dan pedagang

kaki lima lainnya kehilangan tempat untuk berjualan karena adanya

penggusuran oleh aparat pemerintah daerah. Para pedagang protes kepada

pemerintah karena lokasi tempat berjualannya digusur. Para pedagang

tersebut protes karena tempat mereka berjualan sangatlal1 strategis untnk

menjajakan barang dagangannya dan juga banyak konsumen yang sudah

menjadi pelanggmi tetapnya, kemungkinan untnk pindah ke lokasi lain

sangatlah sulit karena harus mencari pelmiggan/konsumen baru. Dengan

admiya rencana penggusuran di Rawasari para pedagang meminta pemerintah

untuk memikirkmi kembali rencmia penggusuran tersebut, karena di wilayah

ini bmiyak wisatawmi asing dan dalan1 negeri yang berdatangmi mencari dan

membeli keramik hias (Kompas, 9 Februari 2008).

Sementara itu, Walikota Jakarta Pusat Muhayat menyatalrnn, !dos

keramik, rotan, dan pemukiman warga di kawasan Rawasari pasti akm1

dite1iibkan (Kompas, 31 Januari 2008). Dalam laporan Akhir Pengkajian

Ekonomi Mikro Kota Depok yang diselenggarakan oleh ke1jasama mitara

Laboratorium Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

(FEUI) dengan Badm1 Perencanaan Pembangunmi Daerah (Bappeda) Kola

Depok menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang kaki lima menolak

untuk direlokasi dengan alasan lokasi yang ditempati sekarang

menguntungkan dan apabila ada tawaran relokasi mereka akan memilih lokasi

usaha sekitar pasar, terminal clan stasiun serta di pinggir jalan yang ramai

(19)

kofa Depok, 2001:31). Untuk itulah lokasi-lokasi yang dianggap strategis

adalah tempat-tempat umum yang dilalui orang, dimana mereka merupakan

calon pembeli.

Adanya berbagai bentuk perlawanan terhadap penertiban dan

penolakan untuk direlokasi, mengindikasikan bahwa lokasi usaha tersebut

dinilai man1pu menyerap barang dagangannya. Volume penjualan yang lebih

tinggi disuatu daerah tertentu memberikan indikasi bahwa daerah tersebut

lebih strategis. Tingginya volume penjualan barang dagangan berarti telah

memupuk keuntungan yang dapat dipergtmakan untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari. Bila terdapat kelebihan dapat ditabung untuk kebutuhan

pengembangan usaha menjadi usaha yang menetap.

Di Jakarta, jam ke1ja pedagang kaki lima pada umumnya dari jam

06.00 hingga jan1 18.00. Namun, sebagian kecil dari mereka terdapat juga

yang berkerja san1pai !amt malam (Rusli, 1992:93). Bahkan ada juga

pedagang kaki lima yang menjual barang dagangannya selama 24 jam penuh.

Mereka itu adalah pedagang warung langsan1 yang beroperasi di sekitar jalan

Margonda Depok (Kerjasania Laboratorium Studi Manajemen FEUI dengan

Bappeda Kota Depok, 2001 :32).

Pertumbuhan penduduk kota yang tinggi secara otomatis memerlukan

penambahan berbagai sarana dan prasarana. Penambahan sarana transportasi

um um secara langsung membuka peluang untuk perluasan jalan, rel, terminal,

dan stasiun. Perluasan tersebut membawa peluang bahwa konsumen mereka

(20)

strategisnya stasiun sebagai. lokasi usaha pedagang kaki Iima. Logika terse but

persis ditunjukkan oleh fenomena usaha kaki lima di peron stasiun kereta api

dan sekitarnya. Hal itu ditandai dengan adanya sarana usaha yang setengah

permanen. Bangunan-bangunan permanen memang belum ada tetapi sarana

usaha seperti meja dan kursi duduk memberikan gambaran bahwa peron

stasiun merupakan salah satu lokasi yang mampu memberikan kontribusi

yang signifikan terhadap pendapatan usaha pedagang kaki lima.

Dari uraian tersebut sepintas dapat dijelaskan hubungan antara berbagai

masalah usaha kalci Iima, terutama arti peron stasiun kereta api sebagai lokasi

usaha yang mampu memberikan pendapatan bagi pedagang kald lima.

Sebagai pedagang kecil, memaksimalkan waktu yang ada imtuk be1jualan

merupakan usaha meningkatkan pendapatannya. Studi mengenai lokasi usaha,

lamanya jam ke1ja dan pendapatan usaha menjadi menarik dan memiliki

implikasi positif terutmna kebijakan lokasi yang mengarah pada

pengembangan usaha pedagang kaki lima. Untuk mengetalmi pengaruh lokasi

usaha dan jam ke1ja terhadap pendapatan usaha pedagang kaki lima,

penelitian ini disusun dengan melibatkan tiga variabel, yaitu:

I. Lokasi usaha sebagai variabel bebas

2. Jam kerja sebagai variabel bebas

3. Pendapatan usaha sebagai variabel terikat

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wulan Ratna (2000), variabel

(21)

hendak saya lakukan dengan mengambil judul: 'Pengaruh Lokasi Usaha dan

Jam Ke1ja Tedzadap Pendapatan Usaha Pekerja Sektor Informal

(Pedagang Kaid Lima) di peron Stasiun J(ereta Api JABODETABEK".

B. Rumusan Masalah Penelitian

Masalah yang diteliti selanjutnya dapat dirumuskan sebagai berikut:

I. Apakah lokasi usaha berpengaruh terhadap pendapatan usaha pedagang

kaki lima di peron Stasiun Kereta Api JABODETABEK?

2. Apakah jam kerja berpengaruh terhadap pendapatan usaha pedagang kaki

lima di peron Stasiun Kereta Api JABODETABEK?

3. Apakah lokasi usaha dan jam ke1ja berpengaruh secara simultan terhadap

pendapatan usaha pedagang kaki lima di peron Stasiun Kereta Api

JABODETABEK?

C. Tujuan dan Manfaat Pcnelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, penelitian ini be1tujuan untuk:

I. Untuk mengetahui pengaruh lokasi usaha terhadap pendapatan usaha

pedagang kaki lima di peron Stasiun Kereta Api JABODET ABEK.

2. Untuk mengetahui pengaruh jam kerja terhadap pendapatan usaha

pedagang kaki lima di peron Stasiun Kereta Api JABODETABEK.

3. Untuk mengetahui pengaruh lokasi usaha dan jam kerja secara simultan

terhaclap penclapatan usaha peclagang kaki lima di peron Stasiun Kereta

(22)

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima mendapatkan input mengenai pengmuh lokasi usaha

danjam kerja terhadap tingkat pendapatan dalmn menjalankan usalia.

2. Bagi Pihak Manajemen Stasiun Kereta Api

Pemerintah dalmn hal ini pihak manajemen stasiun kereta api mendapat

masukan untuk dijadikan pertimbangan dalmn menata usaha pedagang kald

lima di wilayah kerjanya.

3. Bagi Pemerintah

Pemerintah dalam ha! ini dapat mengeluarkan kebijakan dengan

menyediakan tempat yang khusus bagi para pedagang kaki lima untuk

berjualm1 barang dagangannya agm· tidak terjadi penggusuran kembali

pedagang kaki lima yang terjadi selama ini, sehingga para pedagang dapat

lebih bebas berjualan untuk memperoleh pendapatan yang maksimal.

4. Pm·a Pengguna Jasa Pedagang Kald Lima

Dapat menggunakan jasa pedagang kaki lima dengan mudah dan murah.

Selain itu juga mudah dijangkau lokasinya oleh konsumen.

5. Penulis

Dapat menyadari adanya hubungan yang penting antara aktivitas berjualan

pedagang kaki !ima yang maksimal dengan konsumen dan pendapatan yang

(23)

BABU

KERANGKA TEORITIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Sektor Informal

Dalam pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang

sering didapati istilah sistem ekonomi dualistik. Dalam konteks sejarah,

sistem ekonomi dualistik berakar pada strategi pembangunan ekonomi di

Eropa dan Amerika Utara. Laju industrialisasi di kota-kota pasca revolusi

industri membawa akibat terciptanya kesempatan ke1ja barn dan

penemuan teknologi dibidang pertanian di pusat-pusat kota. Kota dijadikan

pusat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dengan demikian,

kota-kota di negara berkembang membutuhkan banyak sumber daya manusia

dari berbagai disiplin keahlian yang sesuai dengan prinsip-prinsip produksi

kota (Rusli, 1992: 10).

Melihat keberhasilan negara-negara industri tersebut, negara-negara

barn merdeka di Asia, Afrika, dan Amerika Latin merupakan proses

pembangunan yang dipusatkan di kota dengan mengambil model yang di

terapkan di Eropa Barat dan Amerika Utara. Kota dijadikan sebagai pusat

perkembangan ekonomi yang akan menyerap tenaga kerja berlebih dari

peclesaan. Pemusatan ini secara cepat menyerap arus urbanisasi dari desa

(24)

kerja dengan kesempatan kerja yang tersedia di kota. Ketimpangan

tersebut kemudian melahirkan gejala dualistis dalam ekonomi.

Untuk pertama kali, gejala dualisme ekonomi perkotaan di negara

berkembang tersebut dibuktikan oleh Clifford Geerzt (1963) dalam Rusli

(1992) yang melakukan penelitian di kota Mojokuto. Geerzt melihat

bentuk dan struktur perekonomian kota Mojokuto terdiri dari dua bagian.

Pertama, perekonomian firma, dimana pemiagaan dan industri

berlangsung dengan seperangkat pranata sosial yang impersonal yang

mengorganisir berbagai pekerjaan berspesial dengan memperhatikan

tujuan produksi dan distribusi yang utama. Kedua, perekonomian bazaar

yang didasarkan atas kegiatan-kegiatan tidak terikat yang dilakukan oleh

sekumpulan pedagang komoditi yang bersaing ketat dan berhubungan satu

sama lain melalui sejumlah transaksi yang tidak menentu.

Kesimpulan dari penelitian Geerzt tersebut ternyata juga dibuktikan

oleh hasil penelitian beberapa sosiolog perkotaan. Kegagalan ekonomi

firma untuk menyerap seluruh tenaga ke1ja di perkotaan, oleh Hozelitz

seorang sosiolog Amerika disebutnya sebagai buah dari "Urbanisasi tanpa

Jndustrialisasi" (Rusli, 1992:7), sedangkan Sethuraman (1981)

menyebutnya sebagai manifestasi dari adanya ketimpangan antara jumlah

lapangan kerja yang tersedia dengan jmnlah tenaga ke1ja yang tidak dapat

diserap seluruhnya oleh lapangan ke1ja formal di perkotaan.

Menurut BPS (Biro Pusat Statistik) angka pengangguran Februari

(25)

pengangguran terselamatkan oleh sektor informal yang lebih bisa

menyerap tenaga kerja. Meskipun jadi penyelamat, sektor informal dinilai

kurang berkualitas dalam perspektif penyerapan tenaga kerja (Kompas, 16

Mei 2008).

Selain sektor informal mampu memberikan kontribusi pada

penyerapan tenaga kerja dan pendapatan, sektor informal juga mampu

menciptakan surplus meslcipun di bawah iklim usaha yang tidak kondusif.

Sebagai konsekuensi, surplus disektor informal dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi di perkotaan (Todaro dan Smith, 2003:330).

Menumt Thoha (2000), pemerintah harus mempunyai visi dalam

membangun sektor info1mal, yaitu mewujudkan pengusaha menengah

yang kuat dan dominan jumlalmya dalam struktur usaha nasional serta

meningkatkan jumlah pengusaha kecil modern yang berdaya saing tinggi.

Gejala yang tidak sehat dalam sektor informal yaitu tenaga kerja yang

tidak terjan1in tingkat upal1 dan kesejahteraannya, sehingga tidak dapat

bersaing dengan yang. lain (Levenson dan Maloney, 1998). Menurnt

Hastuti (2005), banyak peke1ja sektor informal khususnya peke1ja

perempuan yang beke1j a sebagai buruh lepas/pekerja keluarga tanpa

memperoleh upah atau dengan upal1 yang rendah, dan tidak memperoleh

(26)

2. Pengertian Sektor Informal

Kota yang semakin maju akan membuka ruang bagi pelaku sektor

informal untuk memasuki dan memenuhi sudut-sudut kota tersebut.

Keberadaan mereka biasanya tersebar di pusat-pusat keramaian dan

kegiatan ekonomi yang memberikan peluang pennintaan terhadap

produk/jasa yang mereka tawarkan (Yustika, 2000).

Gejala-gejala yang muncul dihampir seluruh negara-negara

berkembang tersebut diteliti lebih lanjut oleh Keith Hart dengan

melalmkan penelitian · di Ghana pada tahun 1973 dalam Sethuraman

(1981) yang untuk pertama kalinya memakai perkataan sektor informal.

Kemudian oleh S.V. Sethuraman (1981) konsep sektor informal di

kembangkan lebih lanjut dengan melakukan penelitian di kota-kota

negara-negara sedang berkembang.

Berdasarkan basil penelitian terse but, Sethuraman ( 1981)

mendefinisikan sektor informal sebagai:

"Usaha-usaha kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang, dimasuki oleh ,penduduk perkotaan umuk mencari kesempatan kerja dan pendaP,alan dari pada memperoleh keuntungan".

Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 talmn 2007 tentang ketertiban

unrnm pada bab VI pasal 25 ayat 2, menyatakan:

(27)

Menurut International Labour Organization (ILO) (2000) dalam

Widodo (2006), kriteria yang sering dipakai untulc membedakan sektor

formal dan informal adalah apakah ada atau tidak bantuan/proteksi dari

pemerintah. Berdasarkan ha! tersebut, sektor informal dapat dirumuskan

sebagai berikut:

I. Sektor yang tidak menerima bantuan ekonomi dari pemerintah.

2. Sektor yang belum menggunakan bantuan ekonomi dari pemerintah

meskipun bantuan itu ada.

3. Sektor yang telah menerima bantuan ekonomi dari pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum dapat menjadikan unit-unit usaha di sektor

infonnal.

Menurut Wirosardjono (1998), sektor informal memiliki ciri-ciri

umum sebagai berikut:

I. Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan,

maupun penerimaannya.

2. Tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang diterapkan oleh

pemerintah.

3. Modal, peralatan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas

dasar hitungan harian.

4. Umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah

dari tempat tinggalnya.

(28)

6. Umumnya dilakukan dengan dan melayani golongan masyarakat yang

berpendapatan menengah ke bawah.

7. Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara

luwes dapat menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan tenaga

kerja.

8. Umumnya tiap-tiap satuan usaha mempekerjakan tenaga yang sedikit

dan dari lingknngan hubungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah

yangsama.

9. Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan, dan lain

sebagainya.

Seperti disebut di atas, sektor informal memiliki lingknp yang sangat

luas antara satu negara dengan negara lainnya dan juga memiliki

karakteristik spesifiknya sendiri-sendiri. Definisi sektor informal akan

sangat dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan yang ada antara satu negara

dengan negara lain. Menurut Hidayat (1978), di Indonesia penelitian sektor

informal mengidentifikasikan ciri pokok sebagai berikut:

1. Kegiatan usaha tidak terorganisasikan secara baik, karena timbulnya unit

usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di

sektor informal.

2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha.

3. Pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam

(29)

4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan

ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini.

5. Unit usaha mudah keluar masuk dari satu sub sektor dan ke lain sub

sektor.

6. Teknologi yang dipergunakan relatif sederhana.

7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga

relatifkecil.

8. Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal karena

pendidikan yang diperlukan diperoleh dari pengalaman sambil bekerja.

9. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan. "One-man-enterprices"

dan kalau mengerjakan buruh berasal dari keluarga.

I 0. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri

atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi.

11. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh golongan

masyarakat kota/desa yang berpenghasilan rendah dan juga yang

berpenghasilan menengah.

Pengklasifikasian lebih lanjut dilakukan oleh BPS (Biro Pusat

Statistik) dalam Wulan (2000) dengan merangkum berbagai definisi sektor

informal. Tiga macan1 pendekatan diambil dalam kajian tersebut, yaitu:

1. Pendekatan dari ciri-ciri sektor informal, didekati dengan melihat: a. Lokasi tempat usaha: tetap atau tidak tetap

b. Bangunan tempat berusaha: teratur atau tidak

(30)

d. Sifat kegiatan: terns menerns atau tidak

e. Jumlah tenaga kerja dan statusnya

2. Pendekatan dari status pekerjaan, didekati melalui:

a. Pengusaha tanpa b.antuan orang lain

b. Pengusaha yang hanya dibantu anggota rnmah tangga atau buruh

tetap

c. Pekerja keluarga

d. Buruh pertanian

3. Pendekatan dari konsep standar labour force yang diperluas adalah

pekerja yang memenuhi laiteria sebagai berikut:

a. Peke1ja keluarga bekerja kurang dari sepertiga jam ke1ja normal,

tidak mencari peke1jaan lain atau tidak mau beke1ja secara formal

b. Menganggur secara penuh

c. Bekerja tidak penuh

d. Bila bekerja secara penuh maka usahanya bersifat bernsaha sendiri

atau berusaha dengan bantuan anggota rumah tangga atau buruh

tidak tetap

Berbagai pendapat yang telah dijelask:m memberikan indikasi

betapa kompleks bagian-bagiannya. Problema definisi merupakan

tantangan bagi duhia akademis untuk mendefinisikan secara

komprehensif. Ciri-ciri sektor informal adalah suatu alat bantu untuk

(31)

Sektor informal rnempakan mata pencaharian atau surnber ekonorni

yang menghidupi jutaan penduduk Indonesia. Pelakunya rnempakan tenaga

ke1ja sekaligus pengusaha yang tergolong warga negara rnenengah ke

bawah dalam berbagai ha! seperti: dalam segi pendidikan, keahlian dan

keterampilan, organisasi i:lan rnanajernen dan lain sebagainya. Tidak hanya

serba terbatas, kebijakan formal seperti kredit perbankan dan pernbinaan

pernerintah pun jauh darinya.

3. Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima merupakan salah satu bentuk usaha sektor

informal di perkotaan. Jurnlahnya sangat besar dan seringkali lebih

mendominasi dibanding jenis usaha sektor infomml lainnya. Secara

"etimologi" atau bahasa, pedagang biasa diaiiikan sebagai jenis peke1jaan

beli dan jual. Pedagang adalah orang yang beke1ja dengan cara membeli

barang dan kemudian menjualnya kembali dengan mengambil keuntungan

dari barnng yang dijualnya kembali. Kaid lima diartikan sebagai lokasi

berdagang yang tidak permanen atau tetap. Dengan demikian, pedagang

kaki lima dapat diaiiikan sebagai pedagang yang tidak memiliki lokasi

usaha yang permanen atau tetap.

Lain dengan tinjauan hukum, pendefinisian secara ilmiah mengenai

pedagang kaki lima seringkali membutuhkan bantuan dengan cara

(32)

memberikan defmisi secara tepat ini dinyatakan oleh Ray Bromley (1978)

dalam Rusli (1992) dengan menyatakan:

"Pedagang kaki Zima terletak pada tapal batas penelitian yang tidak di definisikan secara tepat, antara penelitian kesempatan kerja dan patologi sosial dan ciri pokoknya, mobilitas, ketidakmampuan, serta kemiskinan dan tingkat pendidikan relatif rendah dari kebanyakan pelakunya sangat mempersulit penelitian ".

Kemudian Carunia: Mulya Firdaus (1995) dalam Wulan (2000:19)

memberikan ciri-ciri pedagang kaki lima sebagai:

"kegiatan us aha tidak terorganisir secara baik, modal dan pe1putaran usaha relatif kecil, pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi ataupun jam kerja, tidak mempunyai ijin usaha, sumber dana atau modal berasal dari tabungan sendiri, tenaga kerja dari keluarga, barang

dagangannya biasa dikonsumsikan oleh golongan masyarakat

berpenghasilan rendah ".

Hubungan pedagang kaki lima dengan penyedia barang dagangannya

(distributor) terdiri dari dua hubungan. Pertama, hubungan dengan usaha

formal te1jadi pada pedagang-pedagang kaki lima yang menjual

barang-barang yang diproduksi oleh sektor fonnal. Contoh pedagang tersebut

adalah pedagang rokok, minuman ringan, permen, makanan jadi seperti

biskuit, surat kabar dan laim1ya. Kedua, hubungan dengan penyalur barang

(distributor) informal te1jadi pacla peclagang sayur, pedagang makanan yang

cliolah sencliri clan lain-lain. Namun demikian, dalam sistem ekonomi

climana terclapal hubungan antara procluksi, di.stribusi clan konsumsi.

Pedagang kaki lima terkaclang ticlak hanya mengambil posisi sebagai

peclagang yang menghubtmgkan antara produsen dan konsumen tetapi juga

(33)

Hubungan pedagang kaki Inna dengan pembelinya bersifat komersil.

Tingkat pendapatan pedagang kaki lllna sepenuhnya ditentukan oleh

kemampuan untuk menarik pembeli. Usaha memperoleh kenaikan

pendapatan ini seringkali diikuti penentuan lokasi usaha yang strategis dan

jam kerja yang tinggi.

Dilihat dari sebab timbulnya, pedagang kaki lima mernpakan suatu

jenis pekerjaan yang timbul dari suatu situasi kesempatan kerja yang tidak

seimbang. Jumlah lapangan kerja formal tidak Iagi mampu menyerap tenaga kerja yang berlebih. Ketatnya persaingan untuk mendapatkan kerja

membawa orang-orang yang tidak mendapatkan kt'.sempatan kerja di sektor

formal untuk berusaha mendapatkan penghasilan dengan cara berusaha

sendiri. Jenis-jenis usaha yang bisa dimasuki oleh mereka adalah jenis-jenis

pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian khusus, dengan sedikit modal

dan sebagian besar dari mereka adalah para migran dari desa ke kota (Rusli,

1992:32).

Terhadap keberadaan pedagang kaki lima perkotaan, terdapat dua

pendapat yang saling bertentangan. Pandangan pertan1a menyatakan bahwa

pedagang kaki lima merupakan gambaran pengangguran tersembunyi,

seringkali merupakan parasit kehidupan dan sumber pelaku atau pun

benar-benar pelaku kejahatan bersan1a-sama dengan pengemis dan pencuri yang

tergolong dalam rakyat jelata atau semata-mata dianggap sebagai jenis

(34)

ketimpangan antara luas lapangan kerja dan tenaga ke1ja. Pekerjaan

berdagang kaki lima mempakan suatu keterpaksaan dari situasi

ketidakmarnpuan sektor informal menyerap tenaga kerja (Rusli, 1992:31 ).

Di negara-negara sedang berkembang, besarnya jumlab pedagang

kaki lima menjadi perhatian pemerintab daerah setempat untuk menata

keberadaan usaha kaki lima. Kebijakan ini biasanya bersifat sangat rinci,

dari hak-hak pedagang kaki lima sarnpai kewajibannya. Dengan kebijakan

tersebut diharapkan agar pedagang kaki lima tersebut tidak terns meqjadi

pedagang kaki lima. Dasar kewirausahaan yang telab ada diharapkan dapat

berkembang lebih lanjut menjadi unit usaba yang lebih formal. Pergantian

status hukum badan usaba dari informal menjadi formal akan memperbesar

jumlah wajib pajak yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan

negara dari sektor pajak.

4. Lokasi Usaha

Lokasi usaha bisa didefinisikan sebagai komposisi dari berbagai

peluang, kenmdahan dan fasilitas dari suatu tempat untuk melakukan

usaha. Menumt Usman (1998:153) menilai bahwa penentuan lokasi usaha

sangat penting bagi sebuab perusahaan barn yang akan memulai operasi

maupun ketika perusahaan itu telab berjalan dan berkembang. Penentuan

lokasi usaha yang tepat akan menjadikan suatu perusahaan dapat

beroperasi dengan lebih efisien dan dapat mencapai sasaran tertentu yang

(35)

Berdasarkan jenis lokasi usaha, Heizer dan Render (1996)

membaginya menjadi lokasi usaha manufaktur dan lokasi usaha

jasa/retail/sektor profesional. Untuk usaha manufaktur pertimbangan utama

da!am menentukan !okasi usaha adalah meminimalkan biaya, sedangkan

lokasi usaha jasa/retail/sektor profesional memfokuskan pada

memaksimalkan pendapatan.

Pedagang kaki lima umumnya menyukai tempat-tempat dimana

orang sering mengunjungi atau melewatinya untuk dijadikan sebagai !okasi

usaha dengan harapan terdapat banyak orang yang akan membeli.

Tempat-tempat tersebut merupakan lokasi usaha yang sangat strategis bagi usaha

kaki lima. Menurnt Simamora (2005) ada tiga syarat keberhasilan eceran,

yaitu lokasi, lokasi, dan lokasi. Dikatakan begitu karena memang lokasi

memegang peranan paling penting dalam eceran. Menurutnya lagi,

beberapa faktor perlu diperhatikan dalam memilih lokasi, yaitu:

I. Tingginya populasi pasar sasaran. Ini ditandai oleh banyalmya orang yang lewat pada suatu tempat atau yang bermukim serta berkantor

disuatu lokasi.

2. Akses pada lokasi. Kemudahan mencapai dan keluar dari lokasi sangat

menentukan jumlah pengunjung. Akses tidak tergantung pada jarak.

3. Titik-titik stress. Secara psikologi terdapat titik-titik stress pada setiap

lokasi. Orang lebih santai setelah melalui lampu lalu lintas atau daerah

macet, sehingga ditempat seperti itulah lokasi eceran menjadi lebih

(36)

4. Peruntukan suatu area atau jalur. Janganlah mendirikan toko onderdil

disuatu tempat yang sekitarnya merupakan toko-toko sepatu dan

pakaian. Pembeli umumnya lebih menyukai tempat yang pilihan

tokonya banyak disuatu tempat.

5. Kondisi sosial dan lingkungan daerah sekitar. Sebuah supermarket

mini terkenal terancam tergusur dari sebuah perumahan karena

toko-toko usaha keluarga keberatan dengan kehadiran supermarket mini

terse but.

4.1. Jenis Lokasi

Menurut Simamora (2005), lokasi usaha dibagi menjadi beberapa

jenis, yaitu:

!. Gerai tunggal

Gerai tunggal merupakan toko yang keberadaannya sendiri tanpa

terdapat toko lain yang berada didekatnya. Keuntungan dari toko

atau gerai tunggal adalah ketiadaan pesaing, biaya sewa akan

lebih rendah, serta dalam menetapkan harga alrnn lebih leluasa

karena ketiadaan pesaing, serta lokasi pada suatu jalan bisa

leluasa dipilih. Sedang kelemahannya adalah sulit menarik

pembeli pada awal operasi toko sehingga biaya operasional

(37)

2. Pertokoan

Pertokoan yang terdapat di kota-kota di Indonesia merupakan

hasil dari perkembangan proses alami, yaitu deretan toko yang

berdiri tanpa adanya suatu perencanaan yang dalam jangka waktu

panjang akhirnya membentuk area pertokoan dengan sendirinya.

3. Central Business District (CBD)

CBD diperkenalkan mulai tahun 1990-an oleh para investor dan

developer yang merujuk pada area perkantoran yang nantinya

berdiri gerai-gerai rite! yang wilayahnya sangat menguntungkan.

4. Pusat Belanja

Pusat belanja' di Indonesia terdiri atas dua macan1, yaitu:

mall/plaza serta trade center. Pusat belanja terdiri dari suatu

bangunan komersial yang dimiliki/dikelola oleh satu manajemen.

4.2. Memilih Letak/Tempat

Menurut Ma'ruf (2005) terdapat beberapa faktor dalam

mempe1timbangkan pilihan letak atau tempat gerai yang akan

didirikan, yaitu:

a. Lalu lintas pej al an kaki

b. Ramainya kendaraan yang melintas

(38)

c. Administrasi

3. Kedekatan sumber suplay

a. Biaya pengiriman

b. Batas waktu

c. Jumlab produsen dan pedagang besar

d. Kemampuan pengendalian dan reabilitas produk line

4. Basis ekonomi

a. Industri yang dominan

b. Proyeksi pertumbuhan

c. Kebebasan dari fluktuasi (naik turunnya) ekonomi clan musiman

cl. Keman1puan penyediaan fasilitas keuangan dan kredit

5. Situasi faktor kompetisi

a. Jumlah dan ukurari-ukuran pesaing yang ada

b. Evaluasi kelebihan clan kelemaban semua pesaing-pesaingnya

c. Ramalan jangka penclek clan jangka panjang

6. Kemampuan penyediaan lokasi toko

a. Jumlah dan jenis lokasi

b. Akses transportasi

c. Kesempatan pemilikm1 kontrak sewa

cl. Pembatasan pemilikan areal

(39)

7. Diregulasi

a. Pajak

b. Perijinan

c. Operasional

d. Upah minimum

e. Penetapan areal

5. Jam Kerja

Philip M. Hauser dalam Rusli (1992) membagi tenaga kerja

menjadi dua kategori, kurang dimanfaatkan dan cukup dimanfaatkan.

Tenaga kerja kurang dimanfaatkan ini dirinci oleh Hauser menjadi empat

kategori: (1) kurang dimanfaatkan ditinjau dari pendapatan yang diterima,

(2) kurang dimanfaatkan ditinjau dari jumlah jam ke1ja, (3) kurang

dimanfaatkan ditinjau dari ketidaksesuaian antara tingkat penclidikan dan

jabatan, dan (4) kurang dimanfaatkan karena menganggur sama sekali.

Berdasar pengkategorian Hauser pedagang kaki lima termasuk

dalam tenaga kerja yang kurang dimanfaatkan ditinjau dari jumlah jam

kerja dan penclapatan yang diterima. Rentang waktu ke1ja pedagang kaki

lima lebih panjang daripada rentang waktu kerja didalam entitas ekonomi

secara formal yang clihitung selama kurang lebih 40 jam perminggu.

Pedagang kaki lima sebagian besar ticlak memiliki waktu libur secara

(40)

berdasarkan pendapatan yang diterima, antara pedagang yang satu dengan

pedagang yang lain terdapat variasi jumlah pendapatan yang diterima.

Jam kerja merupakan jumlah waktu yang dipergunakan untuk

aktivitas kerja. Aktivitas kerja yang dimaksudkan adalah kerja yang

mendatangkan uang. Quizon (1978) dalam Wulan (2000) membedakan

pemanfaatan waktu atas: (a) waktu untuk kegiatan rumah tangga, (b)

waktu untuk kegiatan mencari nafkah baik yang dilakukan didalam

maupun luar rumah, ( c) waktu untuk istirahat, ( d) waktu untuk kegiatan

lainnya.

Lanmnya jam kerja juga merupakan variabel yang turut

mempengaruhi tinggi rendahnya laba yang akan diperoleh. Menurut Rusli

(1992), jam kerja pedagang kaki lima lebih lama dan berlangsung

sepanjang hari. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan

pendapatannya, sehingga beke1ja sebagai pedagang kaki lima adalal1

pekerjaan utama dan bukan sebagai pekerjaan sampingan. Sedangkan

Basil Studi Ekonomi Mikro Kota Depok (2001) menyatakan bahwa

menanggapi pengaturan waktu berdagang pada hari-hari/jam-jam tertentu

hanya alcan mengurangi penghasilan. Maka lamanya jam keija juga turut

memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan pendapatan. Dalam

rentang waktu jam ke1ja tersebut terdapat jam ke1ja efisien, pada jam kerja

efisien tersebut pedagang kaki lima memiliki peluang menjual barang

(41)

6. Pendapatan

Menurut Prihadi (2007), pendapatan merupakan penerimaan yang

dihasilkan dari kegiatan usaha. Pendapatan ini akan menjadi laba apabila

telah dapat menutupi pengeluaran-pengeluaran dalam rangka menjalankan

operasi usahanya atau dengan kata lain laba diperoleh apabila pendapatan

yang dihasilkan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.

Menurut Gade (2005), dalarn teori akuntansinya yang disesuaikan dengan

Standar Akuntansi Keuangan (SAK), bahwa pendapatan diakui pada:

1. Direalisasi/dapat direalisasi

Pendapatan direalisasi pada saat barang dan ja:m dipertukarkan untuk

kas dan piutang. Pendapatan dapat direalisasi bila aktiva yang diterima

segera dapat dikonversikan pada jumlah kas/klaim atas kas yang

diketahui.

2. Dihasilkan

Pendapatan dihasilkan bila kesatuan itu sebagian besar telah

menyelesaikan apa yang seharusnya dilakukan agar berhak atas

manfaat yang diberikan dari pendapatan, yalcni bila proses mencari

laba telah selesai.

Pendapatan yang masih harus diterima (Accrual Receivable) adala11

pendapatan yang telah menjadi hak perusahaan tetapi belum diterima

pembayaran sehingga merupakan tagihan. Permasalahan utama dalam

akuntansi untuk pendapatan adalah menentukan saat pengakuan

(42)

masa depan akan mengalir ke perusahaan dan manfaat ini dapat diukur

dengan handal. Pernyataan ini mengidentifikasikan keadaan yang

memenuhi kriteria tersebut agar pendapatan dapat diakui. Pernyataan ini

juga memberikan pedoman praktis dalam penerapan kriteria tersebut.

Berdasarkan penjelasan teori tersebut di atas, berarti:

1. Pendapatan dari penjualan produk diakui pada 1tanggal penjualan yang

biasanya diinterpretasikan tanggal pengirim kepada pelanggan.

2. Pendapatan dari jasa yang diberikan diakui ketika jasa-jasa telah

dilaksanalcan dan dapat ditagih.

3. Pendapatan dari memberi kemungkinan bagi pihak lain untuk

menggunakan alctiva perusahaan seperti bunga, sewa, dan royalti

diakui pada saat berlalmnya waktu/ketika aktiva digunakan.

Berikut ini beberapa teori tentang pengakuan pendapatan:

1. Pendapatan diakui dengan dua metode, yaitu metode persentase

penyelesaian dan metode cicilan. Pendapatan diakui dengan persentase

penyelesaian, dimana pendapatan akan diakui selama proses produksi

berlangsung yang dihitung berdasarkan tingkat penyelesaian peke1jaan

yang sedang dilaksanakan. Pengakuan pendapatan dengan metode

cicilan adalal1 metode pengakuau pendapatau dimana pengakuan laba

kotor yang direvaluasi dihitung berdasarkan basil penerimaan kas

(43)

2. Untuk kontrak konstruksi jangka panjang peristiwa-peristiwa penting

dalam proses menghasilkan pendapatan adalah perkembangan clari

penyelesaian kontrak tersebut. (Kieso, Weygant, Kimmel, 2008).

3. Penclapatan seharusnya cliakui clalam periode alrnntansi yang sama saat

penclapatan clihasilkan. Mungkin bukan clalam periocle climana leas atas

penclapatan tersebut diterima. (Weygant, Kieso, Kimmel, 2008).

4. Prinsip pengakuan penclapatan mengharuskan pendapatan dicatat pada

periocle akuntansi saat pendapatan itu dihasilkan. Pada perusahaan jasa

pendapatan dianggap clihasilkan pacla saat jasa dilakukan. (Weygant

clan Kieso, 2007).

5. Penclapatan berasal dari penjualan barang dan penyerahan jasa serta

diukur dengan pembebanan yang dikenakan kepada pelanggan,

klien/penyewa untuk barang yang clisediakan bagi mereka. (Belkaoui,

2006).

6. Pengakuan pendapatan dapat terjadi dalam siklus operasi, (Belkaoui,

2006):

I. Waktu penjualan

2. Penyelesaian Produksi

3. Penerimaan pembayaran setelah penjualan

7. Pendapatan cliukur cl al am ha! ini clari procluk a tau J asa yang

clipertukarkan clalam transaksi wajar. Nilai ini mewakili ekuivalen kas

(44)

dalam pertukaran produk atau jasa yang· ditransfer oleh perusahaan

kepada pelanggannya. (Belkaoui, 2006).

Khusus untuk jasa perbankan, menurut Hasibuan (2004:100)

pendapatan itu bersumber dari:

1. Bunga !credit yang disalurkan oleh bank

2. Ongkos-ongkos lalu lintas pembayaran

3. Penjualan buku eek, bilyet giro, setoran dan bilyet deposito

4. Safe deposits box

5. Komisi dan provisi

6. Call money market

Menurut Standitr Akuntansi Keuangan (SAK) tahun 2007,

pendapatan diartikan sebagai:

(45)
[image:45.595.91.481.195.557.2]

B. Kerangka Pemikiran

Gambar berikut ini menunjukan kerangka pemikiran yang dibuat

dalam model penelitian mengenai pengaruh lokasi usaha danjam kerja

terhadap pendapatan.

Lokasi Usaha

Pendapatan

JamKerja

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka teori dan konsep diatas, dikemukakan

hipotesis penelitian, yaitu:

Ha1 : Lokasi usaha berpengaruh terhadap pendapatan pedagang kaki lima

di peron Stasiun Kereta Api JABODETABEK.

Ha2 : Jam kerja berpengaruh terhadap pendapatan pedagang kaki lima di

peron Stasiun Kereta Api JABODETABEK.

Ha3 : Lokasi usaha dan jam ke1ja secara simultan berpengaruh terhadap

pendapatan pedagang kaki lima di peron Stasiun Kereta Api

(46)

BABIIl

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini, lokasi penelitian adalah Stasiun Kereta Api

JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).

Responden penelitian ini adalah para pedagang kaki lima di peron Stasiun

JABODETABEK. Penelitian ini merupakan penelitian yang menguji

hubungan kausalitas. Dalam hubungan kausalitas (sebab-akibat) terdapat

variabel yang mempengaruhi atau variabel bebas (independent) yaitu

lokasi usaha dan jam kerja, sedangkan variabel yang dipengaruhi atau

variabel terikatnya (dependent) adalah pendapatan.

B. Metode Penentuan Sampel

Metode sampling yang akan digunakan adalah Convenience

Sampling dan Quota Sampling. Metode Convenience Sampling memilih

sampel dari elemen populasi (orang atau kejadian) yang datanya mudah

diperoleh peneliti. Elemen populasi yang dipilih scbagai subyek sampel

adalah tidak terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih

sampel yang paling cepat dan mural1, sedangkan metode Quota Sampling

adalah pemilihan san1pel secara tidak acak dapat dilakukan berdasarkan

(47)

umwnnya untuk menaikkan tingkat representatif sampel penelitian (Nur

Indriantoro dan Supomo, 1999:130-131). Pengambilan sampel ini tidak

dilakukan secara acak karena untuk mengetahui pengaruh lokasi usaha dan

jam kerja terhadap pendapatan pedagang

kaki

lima cli peron Stasiun Kereta

Api JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).

Dari basil survei yang peneliti lakukan di masing-masing stasiun,

jurnlah pedagang

kaki

lima yang diteliti bera.da di lokasi Stasiun

Jatinegara Jakarta Timur berjumlah 15 pedagang, yang terdiri dari

pedagang minuman, makanan dan rokok, di Stasiun Bogor berjurnlah 15

pedagang, di Stasiun Depok berjurnlah 15 pedagang, di Stasiun Bekasi

berjumlah 15 pedagang, di Stasiun Tangerang berjurnlah 10 pedagang.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, jenis data yang digw1akan adalah data primer

yang dikurnpulkan melalui metode survei dengan menggunakan kuesioner

ataupun wawancara dengan pedagang kaki lima, serta pengamatan

langsung ke lapangan dengan para pedagang kaki lima di Stasiun Kereta

(48)

D. Metode Analisis Data

a. Uji Kualitas Data

1. Uji Validitas

Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana

variabel yang digunakan benar-benar mengukur apa yang

seharusnya diukur. Pengujian validitas dengan menggunakan

Pearson Correlation

yaitu dengan cara menghitung korelasi antara

skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor (Ghozali,

2001). Kriteria yang digunakan valid atau tidak valid adalah jika

korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total

skor mempunyai tingkat signifikansi dibawah 0,05 maka butir

pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid, dan jika korelasi skor

mempunyai tingkat signifikansi di atas 0,05 maka butir pertanyaan

tersebut tidak valid (Santoso, 2001).

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas instrument dilakukan dengan cara test-retest

yaitu dengan cara mencobakan instrumen berulang kali pada

responden. Dengan demikian pengujian ini melibatkan instrument

yang san1a, responden yang sania tetapi dengan

waktu

yang

berbeda. Reliabilitas diuknr berdasarkan koefisien korelasi antara

percobaan pertama dan kedua. Apabila koefisien korelasi yang

dihasilkan dari pengulangan pengujian tersebut tetap signifikan dan

(49)

pengbitungannya dengan cara menghitung cronbach 's alpha, jika

hasil dari Cronbach Alpha di bawah 0,5 maka dikatakan bahwa

data tersebut mempunyai keandalan (reliable) yang relatif rendah

(Santoso, 2001 ).

b. Uji Asumsi Klasik

1. U ji Normalitas

Uji normalitas ini bertujuan untulc menguji apakah dalam

model regresi, variabel pengganggu ata1u residual memilili

distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F

mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.

Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid

untuk sejumlah sampel yang kecil (Ghozali, 2001 ).

2. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

(independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi

korelasi diantara variabel bebas (Gozali, 2001). Deteksi terhadap

ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis matrik

korelasi variabel-variabel bebas, dapat juga dengan melihat nilai

tolerance serta nilai Variance lriflation Factor (VJF). Model

Regresi bebas dari problem multiko adalah mempunyai nilai VIF

disekitar angka 1 dan angka Tolerance mendekati 1 (Santoso,

(50)

3. Uji Heteroskedastisitas

Untu1c menguji apakah ada kesamaan atau ketidaksamaan

varians dari model regresi dari satu pengamatan ke pengamatan

lain. Pedoman suatu model regresi bebas dari heteroskedastisitas

adalah tidak ada pola yang jelas serta titik··titik menyebar di atas

dan di bawah angka nol pada sumbu Y (Santoso, 2001 ).

c. Uji Hipotesa

Data dan informasi yang didapat daiam penelitian

ini

diolah

lebih lanjut sebelum dilakukan analisa. Dari data-data tersebut masalah

yang diajukan dapat dianalisis secara teliti dan hati-hati kemudian

dapat ditarik kesimpulan terhadap masalah yang diajukan. Di dalarn

menganalisis data yang telah dikumpulkan, penulis menggunakan

teknik analisa data statistik regresi Iinier berganda ( dua variabel)

dengan rumus:

Dimana:

y

X2

= Pendapatan pedagang kaki lima

= konstanta

= Lokasi usaha pedagang kaki lima

= Jumlahjam kerja pedagang kaki lima

= Koefisien

(51)

Analisis regresi linier berganda digunakim untulc mengukur nilai

variabel terikat melalui variabel bebas secara bersama-sama. Dengan

demikian dampak naik atau turunnya nilai variabel bebas terhadap variabel

terikat atau sebaliknya dapat dilihat.

Uji Koefisien Determinasi

Untulc menentulcan seberapa besar variabel independen dapat

menjelaskan variabel dependen, maka perlu diketahui nilai koefisien

determinasi. Jika koefisien determinasi (R2) adalah sebesar satu berarti

fluktuasi variabel dependen selurubnya dapat dijelaskan oleh variabel

independen dan tidak ada faktor lain yang menyebalbkan fluktuasi variabel

dependen. Nilai koefisien determinasi (R2) berkisar hampir 1 berarti

samakin kuat variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen.

Sebaliknya, jika nilai koefisien detemrinasi semakin mendekati angka 0,

berarti semakin lemah kemampuan variabel independen menjelaskan

variabel dependen (Ghozali, 2006:83).

Uji Statistik

t

Uji statisik t digunakan untuk mengetahui hubungan

masmg-masing variabel independen terhadap variabel dependen digunakan tingkat

signifikan 0,05. Jika nilai probabilitas t-statistik lebih besar dari 0,05,

maka tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen

(koefisien regresi tidak signifikan). Sedangkan jika nilai probabilitas t

lebih kecil dari 0,05, maka terdapat pengaruh darii variabel independen

(52)

Uji Statistik F

Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel

independen secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel

dependen. Untuk mengetahui apakah variabel independen secara

bersama-sama mempengaruhi variabel dependen maka digunakan tingkat signifikan

sebesar 0,05. Jika nilai probabilitas F sebesar 0,05, ma.Ira model regresi

dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata

lain variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap

variabel dependen (Ghozali, 2001:84).

E. Definisi Operasional Vanabel dan Pengukura1mya

Pada bagian

ini

akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel

yang digunakan berikut pengukurannya. Ada tiga variabel yang akan diuji

dalam penelitian ini yaitu lokasi usaha dan jam kerja sebagai variabel

independen, sedangkan pendapatan sebagai variabe} dependen. Penelitian

ini dilakukan sebatas pada para pedagang kaki Iima di peron Stasiun

JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).

1. Variabel Independen

a. Lokasi Usaha

Lokasi usaha adalah suatu tempat tertentu yang

dipergunakan oleh pedagang kaki lima untuk kegiatan usaha.

Usman (1998) menilai bahwa penentuan lokasi usaha sangat

(53)

maupun ketika perusahaan itu telah berjalan dan berkembang.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan lokasi usaha adalah

peron Stasiun Kereta Api JABODETABEK (Jakarta, Bogor,

Depok, Tangerang, dan Bekasi). Instrumen diukur dengan

menggunakan skala likert, yaitu dengan menggunakan skala l

sampai dengan 5 yaitu: (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) kurang

setuju, (4) tidak setuju, (5) sangat tidak Siltuju, masing-masing dari

butir pertanyaan

akan

diberikan skor l sampai dengan 5.

b. Jam Kerja

Jam kerja merupakan jumlah waktu yang dipergunakan

untuk aktivitas kerja. Aktivitas kerja yang; dimaksudkan adalah

kerja yang mendatangkan uang. Menurut Rusli (1992), jam kerja

pedagang kaki lima lebih lama dan bedangsung sepanjang hari.

Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pendapatannya,

sehingga bekerja sebagai pedagang kaki lima adalah pekerjaan

utama dan bukan sebagai pekerjaan sampingan. Instrumen diukur

dengan menggunakan skala !ikert dengan pilihan: (1) sangat setuju,

(2) setuju, (3) kurang setuju, (4) tidak setuju, (5) sangat tidak

setuju. Masing-masing dari butir pertanyaan akan diberikan skor l

sampai dengan 5.

2. Variabel Dependen

Dalam penelitian ini variabel dependen yang digunakan adalah

(54)

kegiatan usaha. Pendapatan ini akan me1ajadi laba apabila telah

menutupi pengeluaran"pengeluaran dalam rangka menjalankan operasi

usahanya atau dengan kata lain laba diperoleh apabila pendapatan yang

dihasilkan lebih besar

dari

biaya yang dikelual'kan. Instrumen diukur

dengan menggunakan skala likert dengan pilihan: (I) sangat setuju, (2)

setuju, (3) kurang setuju, (4) tidak setuju, (5) sangat tidak setuju.

Masing-masing dari

butir

pertanyaan tersebut akan diberikan skor 1

sampai dengan 5.

Tabel 3.1

Indikator dalll Skala Penguktnran

Variabel Indikator Skala Pengukuran

Lokasi Usaha -Merasa lebih puas

berdagang di stasiun ini dibandingkan di lokasi lain.

-Merasa lebih nyaman berdagang di lokasi stasiun seperti ini.

-berdagang di lokasi Skala Interval

stasiun sangat aman dari

pihak keamanan.

-Lokasi di stasiun sangat menguntungkan untuk berdagang dibanding lokasi lain.

-Lokasi di stasiun sangat stratems untuk berdagang

JamKerja -Membuka dagangan

lebih awal dibanding pedagang lai1mya. ·Waktu berdagang lebih panjang sampai malam hari.

-Jam sibuk berdagang Skala Interval

[image:54.595.96.474.194.723.2]
(55)

4.--Berdagang srunpai malam untuk mendapat keuntungan yang lebih. -jam luang berdagang pada siang hari.

Pendapatan -Pendapatan yang didapat tidak setlap harl.

-Pendapatan yang

diperoleh setiap hari tidak

stab ii. Skala Interval

-Besar kecilnya pendapatan yang

diperoleh tergantung dari ramainya pembeli. -Hasil pendapatan sebagian ditambah untuk modal dagang.

- Biaya retribusi yang diminta mengurangi pendapatan yang dioeroleh.

(56)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obek Penelitian

Pedagang kaki lima yang dijadikan objek penelitian ini adalah

pedagang kaki lima makanan, minuman, dan rokok di: peron Stasiun Kereta

Api JABODETABEK. Sampel yang dipilih adalah pedagang kaki lima yang

terdapat di peron Stasiun Kereta Api JABODETABEK, dimana di wilayah

tersebut banyak terdapat pedagang kaki lima yang be1jualan.

Dalam menyebarkan k:uesioner di perou Stasiun Kereta Api

JABODETABEK ini, penulis tidak mengalami kesulitan, karena responden

yang dijadikan subjek penelitian adalah pedagang kaki lima yang mudah

untuk ditemui, hanya saja ada pihak di salah satu stasiun yang tidak mau

bekerja sama dan berkenan untuk membantu di dalam penyebaran kuesioner,

tetapi akhirnya dapat teratasi juga dan semua pihak dapat membantu dalam

penyebaran kuesioner ini.

Selain itu dalam menyebarkan kuesioner, penulis dalam mendapatkan

informasi dari para pedagang kaki lima dengan car.a mewawancarai dan

menulis sendiri jawaban knesioner karena terdapat para pedagang kalci lima

yang tidak bisa membaca dan menulis dalam pengisian kuesioner, itu semua

dikarenakan dari pendidikan mereka yang sangat rend.ah.

(57)

memerlukan waktu 1 minggu. Kuesioner yang disebarkan sebanyak 70

kuesioner, dan total kuesioner yang diterima dari rnsponden sebanyak 70

kuesioner, sehingga tidak ada kuesioner yang tidak k•embali dari responden.

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program statistical

package for the social science (SPSS).

B. Hasil dan Pemhahasan

1. Analisis Deskriptif

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan melalui kuesioner

yang dikirimkan sebanyak 70 kuesioner ke pedagang kaki lima di peron

Stasiun Kereta Api JABODETABEK, jumlah kuesioner yang kembali

sebanyak 70 buah kuesioner (100%), sedangkan jumlah kuesioner yang

[image:57.595.86.487.210.632.2]

tidak kembali atau tidak memenuhi syarat tidak ada (0%).

Tabel 4.1

Tabel Distribusi Kuesio111er

Kuesioner Jumlah Persentase

Kuesioner yang dikirim 70 100%

Kuesioner vane tidak kembali

-

0%

Kuesioner vane diterima 70 100%

Kuesioner yang diolah dan

memenuhi kriteria 70 100%

(58)

Tabel4.2

Daftar Nama Stasiun dan JumBah Kuesioner yang Dikirim

No Nama Stasiun Kuesioner vang dikirim

l Jatine1mra (Jakarta Timur) 15

2 Bogor 15

3 Denok 15

4 Tangerang 10

5 Bekasi 15

Total 70

Sumber: Data pnmer yang d10lah

2. Karakteristik Respond en Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jenis kelamin terbanyak sebagai

responden adalah jenis kelamin pria, jumlah responden pria sebanyak 48

orang atau 68,57% dan responden wanita berjumlah 22 orang atau 31,43 %

artinya sebagian besar kuesioner yang diisi oleh r<:sponden lebih banyak

pna.

Jenis Kelamin

Pria Wanita Jumlah

[image:58.595.87.485.141.569.2]

Sumber: Data pnmer yang d10lah

Tabel4.3 Jenis Kelamin

Frek11ensi

48

22 70

Persentase

68,57% 31,43% 100%

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Bckerja

Pada Tabel 4.4, lama bekerja 1 sampai 2 talmn lebih banyak yaitu

sebanyak 30 orang atau 42,9%, sedangkan lama bekerja yang lain yaitu

(59)

sebanyak 24 orang atau 34,3%, lebih dari 3 tahun s.ebanyak 12 orang atau 17,1%. Lama Bekerja <I tahun 1-2 tahun 2-3 tahun >3tahun Jumlah

Sumber: Data primer yang diolah

Tabel4.4 Lama Bekerja Frekuensi 4 30 24 12 70 Persentase 5,7% 42,9% 34,3% 17,1% 100%

4. Karakteristik Responden Berdasarkan .Jenjang Pendidikan

Pada tabel 4.5, jenjang pendidikan responden untulc tidak tamat SD

lebih banyak diba

Gambar

Gambar berikut ini menunjukan kerangka pemikiran yang dibuat
Indikator Tabel 3.1 dalll Skala Penguktnran
Tabel 4.1 Tabel Distribusi Kuesio111er
Tabel4.3 Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ambarita : Analisis Tingkat Pendapatan Pedagang Sektor Informasl dan Pola Pengembangannya..., 2003... Ambarita : Analisis Tingkat Pendapatan Pedagang Sektor Informasl dan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui persebaran lokasi usaha pedagang kaki lima, mengetahui jenis dagangan pedagang kaki lima, mengetahui besarnya sumbangan

Masalah dalam penelitian ini bagaimana profil usaha sektor informal serta bagaimana kondisi infrastruktur, biaya lokasi, lingkungan bisnis, dan tenaga kerja sektor informal

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui persebaran lokasi usaha pedagang kaki lima, mengetahui jenis dagangan pedagang kaki lima, mengetahui besarnya sumbangan pendapatan pedagang

pedagang yang tergabung dalam Ikatan Pedagang Bandar Lampung karena dengan adanya penelitian ini pedagang dapat mengetahui seberapa besar pengaruh lokasi usaha dan

Dalam studi identifikasi karakteristik PKL, penulis mencoba mengeksploitasi permasalahan kota yang dibangkitkan (generated) oleh sektor informal khususnya Pedagang Kaki

Sementara variabel lama usaha dan jam kerja tidak berpengaruh terhadap pedapatan pedagang monza di Pasar Simalingkar, artinya semakin lama usaha seorang dalam

KESIMPULAN Pada penelitian terhadap pendapatan pedagang di pasar Landungsari kota Malang diketahui bahwa: 1 modal berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan, dimana modal