• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh kemampuan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis fiskus : studi kasus kpp pratama kramat jati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh kemampuan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis fiskus : studi kasus kpp pratama kramat jati"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH KEMAMPUAN INTELEKTUAL, KECERDASAN

EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP

SIKAP ETIS FISKUS

(Studi Kasus KPP Pratama Kramat Jati)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh :

Arsinawati Nim : 205082000249

Dibawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Rahmawati, SE, MM NIP: 196902032001121003 NIP: 197708142006042003

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Hari ini Senin Tanggal Dua Puluh Tiga Desember Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas Nama Arsinawati NIM 205082000249 dengan judul skripsi: “PENGARUH KEMAMPUAN INTELEKTUAL, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP SIKAP ETIS FISKUS (Studi Kasus Pada KPP Pratama Kramat Jati)”. Memperhatikan Penampilan Mahasiswa Tersebut Selama Ujian Berlangsung, Maka Skripsi ini Sudah Dapat Diterima Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 November 2009

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Rini, SE, Ak, MSi Yusroh Rahma, SE, M.Si

Ketua Sekretaris

(3)

iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Arsinawati

2. Tempat/ tanggal lahir : Kuntu / 01 Maret 1987

3. Alamat : Jl. Buluh 007/016 No. 28 Cililitan Kramat Jati,

Jakarta Timur 4. Telepon : (021) 8091050 / 081219055822

II. PENDIDIKAN

1. SD : Negeri 047 Riau 1999

2. SMP : Negeri 04 Riau 2002

3. MAN : Negeri 06 Jakarta 2005

4. SI : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

III. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Yahya

2. Tempat & Tgl Lahir : Riau, 17 Juli 1948

3. Alamat : Komplek Dokagu UIR blok B No. 36 Marpoyan Pekan baru (Riau)

4. Ibu : Hj. Nurwailis

5. Tempat & Tgl Lahir : Riau, 3 Desember 1949

6. Alamat : Komplek Dokagu UIR Blok B No. 36 Marpoyan Pekan baru (Riau)

(4)

Influence of Intelligence Ability, Emotional Quotient and Spiritual Quotient of Fiskus’s Ethics

By Arsinawati

ABSTRACT

This study aims to analyze the influence of intelligence ability of fiskus’s Ethics, the influence of emotional quotient of fiskus’s ethics, the influence of spiritual quotient of fiksus’s ethics and the influence of intelligence ability, emotional quotient, and spiritual quotient simultaneously on the fiksus’s ethics. The focus variables of research are intelligence ability, spiritual quotient, spiritual quotien as independent variables and fiskus’s ethics as a bound variable. This study using questionnaire instruments as 50 respondents. While the methods for data analysis and hypothesis testing using SPSS author of 12 versions.

From the results of this study can be seen that intelligence ability and emotional quotient does not significantly impact to fiskus’s ethics, but spiritual quotient does significantly impact the fiskus’s ethics.

(5)

v

Pengaruh Kemampuan Intelektual, Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis Fiskus

Oleh Arsinawati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kemampuan intelektual terhadap sikap etis fiskus, pengaruh kecerdasan emosional terhadap sikap etis fiskus, pengaruh kecerdasan spiritual terhadap sikap etis fiskus, dan pengaruh kemampuan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara bersama-sama terhadap sikap etis fiskus. Variabel yang menjadi focus penelitian adalah kemampuan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan spiritual sebagai variabel bebas dan sikap etis fiskus sebagai variabel terikat. Penelitian ini menggunakan instrument kuisioner sebanyak 50 responden. Sedangkan untuk metode analisis data dan uji hipotesis penulis menggunakan program SPSS versi 12.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kemampuan intelektual dan kecerdasan emosional tidak berpengaruh secara signifikan dengan sikap sikap etis fiskus, tetapi kecerdasan spiritual yang berpengaruh secara signifikan terhadap sikap etis fiskus.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang maha pengasih lagi maha penyanyang, pemilik bumi, langit serta isinya, yang menurunkan Al quran petunjuk hidup yang sempurna bagi seluruh manusia. Dan berkat rahmatnya pula penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Kemampuan Intelektual, Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis Fiskus (Studi Kasus Pada KPP Pratama Kramat Jati)”. Salam serta shalawat atas nabi Muhammad SAW, penutup para nabi dan rasul yang diutus yang sebaik-baik agama dan umatnya bagi seluruh alam. Semoga kita semua dapat petunjuk dari ajarannya selalu amin.

Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat-syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa segala kerja keras demi terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari dukungan, dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidaya-nya atas segala petunjuk dan ilmunya atas segala pelajaran dan pengajaran hidup, atas segala sejarah dimana diri ini menjadi tahu untuk berpijak, serta kasih sayang untuk hambanya yang tak pernah habis dan Rasulullah SAW atas segala perjuangan dan keteladannya sehingga diri ini tahu seperti apa.

2. Kedua orang tuaku tercinta omak dan ayah, terima kasih telah mengorbankan materi dan non materi peluh demi kami, waktu, dan sabar telah mendidik kami.

3. Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku dosen pembimbing I yang telah banyak mengarahkan dan memotifasi penulis dalam menyelesaikan skripsi

(7)

vii

5. Para dosen penguji ujian komprehensif yaitu Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku penguji ahli, Rini, SE, Ak, MSi selaku ketua, dan Yusro Rahma, SE,M.si selaku sekretaris. Terima kasih atas bantuannya.

6. Seluruh dosen dan staf administrasi, staf perpustakaan, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimah kasih atas bantuan, kemudahan dan pelayanan yang diberikan selama penulis menjalankan kuliah.

7. Untuh Bapak Kuswino selaku ketua staf KPP Pratama Kramat Jati yang telah membantu menyebar kuisioner, terima kasih atas bantuannya dan waktunya. Bu Ira yang telah membantu menerima penulis agar dapat melakukan riset di KPP Pratama Kramat Jati, terima kasih atas kesempatannya. Dan semua staf aparat pajak yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi kuisioner.

8. Semua teman-teman seperjuangan Akuntansi B angkatan 2005 yang telah memberikan berjuta-juta kenangan selama menjalankan kuliah dan tidak dapat disebutkan satu-persatu.

9. Teman-teman Seperjuangan, buat ka seli dan ka ani terimah kasih atas kesabarannya dalam memberikan ilmu dan, dan keluarga istisyhaad (nadiya, anahe, jumi, cut, leni, khadijah, silvi, yuyun).

Tentunya dalam penulis skripsi ini, masih banyak kekurangannya, karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun, demi terciptanya gairah keilmuan ini. Sedikit banyaknya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Ciputat, 1 Juni 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Abstract ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak... 9

2. Pengertian Etika ... 12

(9)

ix

4. Etika Pegawai... 17

5. Penagihan Pajak ... 20

6. Syarat Pemungutan Pajak... 21

7. Sistem Pemungutan Pajak.……… 22

8. Asas-Asas Pemungutan Pajak ... 23

9. Intelegensi ... 24

10. Kemampuan Intelektual ... 25

11. Kecerdasan Emosional ... 26

12. Kecerdasan Spiritual ... 28

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 31

C. Kerangka Pemikiran ... 32

D. Hipotesis ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 34

B. Metode Penentuan Sampel ... 34

C. Metode Pengumpulan Data ... 35

D. Metode Analisi Data ... 36

1. Uji Kualidata Data... 36

a. Uji validitas ... 36

b. Uji Realibilitas ... 36

2. Uji Asumsi Klasik ... 37

c. Uji Formalitas ... 37

(10)

e. Uji Multikolonieritas... 38

3. Uji hipotesis ... 38

f. Koefesien Determinasi (R2) ... 38

g. Uji signifikansi simultan (Uji Statistik F) ... 39

h. Uji Parameter Individual (Uji statistik t)... 39

E. Operasional Variabel Penelitian... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat dan Perkembangan KPP Pratama Jakarta Kramat Jati ... 44

2. Visi dan Misi KPP Pratama Kramat Jati ... 45

3. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi KPP Pratama Kramat Jati ... 46

4. Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Kramat Jati ... 47

B. Hasil Analisis Deskriptif ... 49

C. Uji Statistik Data, Pengolahan Data dan Pembahasan 1. Uji Kualitas Data... 51

a. Uji validitas ... 51

b. Uji Realibilitas ... 55

2. Uji Asumsi Klasik ... 57

a. Uji Normalitas... 57

b. Uji Heteroskesdatisitas... 57

(11)

xi 3. Uji hipotesis

a. Koefisien Determinasi (R2) ... 59

b. Uji signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 60

c. Uji Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 61

d. Analisis Regresi Berganda ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 66

B. Implikasi ... 67

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 31

Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian... 41

Tabel 4.1 Profil Responden Berdasarkan Usia ... 50

Tabel 4.2 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

Tabel 4.3 Profil Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 51

Tabel 4.4 Uji Validitas Kemampuan Intelektual... 52

Tabel 4.5 Uji Validitas Kecerdasan Emosional ... 52

Tabel 4.6 Uji Validitas Kecerdasan Emosional Loc 3,4 dan 6 di Keluarkan ... 53

Tabel 4.7 Uji Validitas Kecerdasan Spiritual... 54

Tabel 4.8 Uji Validitas Sikap Etis Fiskus ... 54

Tabel 4.9 Uji Reliabilitas Kemampuan Intelektual... 55

Tabel 4.10 Uji Reliabilitas Kecerdasan Emosional... 55

Tabel 4.11 Uji Reliabilitas Kecerdasan Spiritual ... 56

Tabel 4.12 Uji Realibilitas Sikap Etis Fiskus... 56

Tabel 4.13 Multikolonieritas ... 59

Tabel 4.14 Model Summary... 59

Tabel 4.15 ANOVA ... 60

Table 4.16 Uji Statisti t ... 61

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran Struktur Organisasi Lampiran 2 Lampiran Kuisioner

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan komponen penting penerimaan Negara. Begitu

besarnya kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan Negara sehingga

penerimaan pajak dapat mempengaruhi jalannya roda pemerintahan. Dana dari

penerimaan pajak sebagai sumber utama Anggaran Pendapatan Belanja

Negara (APBN) dialokasikan untuk mendanai berbagai sendi kehidupan

bangsa, mulai dari sektor pertanian, pertambangan, industri, perbankan,

kesehatan, pendidikan, sampai subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Dengan

demikian, betapa vitalnya sektor pajak dalam rangka memenuhi kebutuhan

pembangunan suatu bangsa dan dalam menjamin bergulirnya pemerintahan.

Oleh karena itulah, sektor pajak harus benar-benar dikelola dengan

manajemen yang baik yaitu pengelolaan yang berbasis ketransparan,

kejujuran, akuntabilitas dan juga dilengkapi dengan etos kerja yang tinggi dari

pihak fiskus.

Terkuaknya makelar kasus pajak di Ditjen Pajak melalui

pengungkapan mafia pajak yang diduga melibatkan Gayus Tambunan,

pegawai golongan III A di lingkungan Ditjen Pajak, menimbulkan reaksi keras

dari publik. Hingga kini, lebih dari 12.000 face bookers telah mendukung aksi

penolakan pembayaran pajak (tax avoidance). Tak salah jika ada yang

(16)

berandai-andai, jika anggota staf golongan IIIA saja bisa korupsi lebih dari Rp

25 miliar.

Terjadinya banyak penyimpangan yang dilakukan berbagai individu,

sangat mempengaruhi etika yang memberikan dampak negatif yang sangat

luas bagi berbagai elemen yang terlibat didalam perusahaan bahkan

berdampak pada perekonomian suatu Negara. Selain itu dampak yang terjadi

bukan hanya berimbas pada sektor ekonomi saja tetapi psikis serta kredibilitas

fiskus itu sendiri, baik kepercayaan pelaku usaha, investor dan citra para

fiskus itu dimata masyarakat. Pelaku penyimpangan di dunia pajak bukanlah

orang tingkat intelegensianya rendah, bahkan mereka adalah

orang-orang cerdas, yang mampu memanipulasi data, sehingga banyak orang-orang

percaya atas kelihaiannya dalam pencatatan data.

Oleh karena itu sikap fiskus sangat penting dalam menentukan

mengelola perpajakan, karena sekarang banyak pihak yang melanggar kode

etik yang ada, lalu dimana etika yang seharusnya melekat pada aparat pajak

(fiskus), padahal telah jelas mereka mengetahui standar kode etik aparat pajak

yang ada. lalu mengapa kecerdasan mereka tidak membawa mereka membuat

sistem atau hasil kinerja yang baik, malah membawa dampak negatif luas, lalu

seberapa besar pengaruh kemampuan intelektual terhadap etika mereka

sebagai seorang pemungutan pajak (fiskus).

Hasil survey yang dilakukan di Amerika Serikat tentang kecerdasan

emosional menjelaskan bahwa apa yang diinginkan oleh pemberi kerja tidak

(17)

belajar dalam pekerjaan yang bersangkutan. Di antaranya adalah kemampuan

mendengar dan berkomunikasi lisan, adaptasi, kreatifitas, ketahanan mental

terhadap kegagalan, kepercayaan diri, motivasi, kerjasama tim dan keinginan

memberi kontribusi terhadap perusahaan. Seseorang yang memiliki

kecerdasan emosional yang tinggi akan mampu mengendalikan emosinya

sehingga dapat menghasilkan optimalisasi pada fungsi kerjanya.

Banyak contoh disekitar kita membuktikan bahwa orang yang

memiliki kecerdasan otak saja, atau banyak memiliki gelar yang tinggi belum

tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Bahkan seringkali yang

berpindidikan formal lebih rendah ternyata banyak yang lebih berhasil.

Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ)

saja, padahal yang diperlukan sebenarnya adalah bagaimana mengembangkan

kecerdasan hati, seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan

beradaptasi yang kini telah menjadi dasar penilain baru, saat ini begitu banyak

orang berpindidikan dan tampak begitu menjanjikan, namun karirnya

terhambat atau lebih buruk lagi, tersingkir, akibat rendahnya kecerdasan

emosional dan kecerdasan spiritual mereka.

Memasuki abad 21, paradigma yang beranggapan bahwa IQ

(Intelegent Quotient) sebagai satu-satunya tolok ukur kecerdasan yang juga

dijadikan parameter keberhasilan dan kesuksesan kinerja Sumber Daya

Manusia, digugurkan oleh munculnya konsep atau paradigma kecerdasan lain

yang ikut menentukan terhadap kesuksesan dan keberhasilan seseorang dalam

hidupnya. Hasil survei statistik dan penelitian yang dilakukan, yang ditulis

(18)

oleh Krugman dalam artikel “On the road on Chairman Lou”( The New York

Times26/6/1994), Menyebutkan bahwa IQ ternyata sesungguhnya tidak cukup

untuk menerangkan kesuksesan seseorang (Fathul, 2007).

Jadi, selain IQ (kemampuan intelektual) dibutuhkan juga EQ

(kecerdasan emosional) dan SQ (kecerdasan spiritual) untuk dapat berhasil

dan sukses dalam mencapai keberhasilan dan kesuksesan dalam bekerja dan

itu berpengaruh terhadap sikap etis, seorang fiskus yang memiliki pemahaman

atau kecerdasan emosi dan tingkat religiusitas yang tinggi akan mampu

bertindak atau berprilaku etis dalam profesi dan organisasi. Kemampuan

akademik bawaan, nilai rapor, dan prediksi kelulusan pendidikan tinggi tidak

memprediksi seberapa baik kinerja seseorang sudah bekerja atau seberapa

tinggi sukses yang dicapainya dalam hidup. Sebaliknya menyatakan bahwa

seperangkat kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan inisiatif

mampu membedakan orang sukses dari mereka yang berprestasi biasa-biasa

saja, selain kecerdasan akal yang dapat mempengaruhi keberhasilan orang

dalam bekerja. Ia juga tidak mempertentangkan kecerdasan intelektual dan

kecerdasan emosional, melainkan memperlihatkan adanya kecerdasan yang

bersifat emosional, ia berusaha menemukan keseimbangan cerdas antara

emosi dan akal (Fathul, 2007).

Tanpa adanya pengendalian atau kematangan emosi (EQ) dan

keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa (SQ), sangat sulit bagi fiskus untuk

bertahan dalam menghadapi tekanan frustasi, stress, menyelesaikan konflik

(19)

seperti apa yang disebutkan dalam pedoman kode etik perpajakkan, serta

untuk tidak menyalahgunakan kemampuan dan keahlian yang merupakan

amanah yang dimilikinya kepada jalan yang tidak dibenarkan. Hal tersebut

akan berpengaruh terhadap hasil kinerja mereka atau terjadinya

penyimpangan-penyimpangan, kecurangan dan manipulasi terhadap tugas

yang diberikan. Karena seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang

baik akan mampu untuk mengetahui serta menangani perasaan mereka dengan

baik, mampu untuk menghadapi perasaan orang lain dengan efektif. Selain itu

juga seseorang fiskus yang memiliki pemahaman atau kecerdasan emosi dan

tingkat religiusitas yang tinggi akan mampu bertindak atau berperilaku dengan

etis dalam profesi.

Karena itulah perlu adanya perubahan akan makna dalam sistem

pemerintahan, dalam menyikapi makin beratnya tantangan di era globalisasi

dan dalam rangka membentuk pribadi yang berkualitas dan memiliki etos

kerja yang tinggi. Sehingga peran lembaga pendidik termasuk perguruan

tinggi sebagai pencetak Sumber Daya Manusia dalam perusahaan dan

perpajakan yang di pemerintahan diharapkan mampu mengangkat nilai-nilai:

kejujuran, komitmen, amanah, integritas, bertanggung jawab, keyakinan

terhadap sifat-sifat Tuhan YME dan keteguhan hati merupakan bagian

pengajaran yang diberikan kepada para fiskus.

Berbagai penelitian tentang etika baik etika profesi fiskus maupun

etika bisnis memberikan bukti empiris mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang (dalam hal ini aparat pajak,

(20)

mahasiswa, manajer, karyawan, dan salesmen) yang dapat dikelompokkan ke

dalam tiga aspek, yaitu: 1)Aspek individual; 2) Aspek organisasional; dan 3)

Aspek lingkungan.

Penelitian ini difokuskan pada aspek individual yang mempengaruhi

sikap etis fiskus di KPP jakarta. Penelitian ini dimotovasi oleh penelitian

Afria Lisda (2009), yang menunjukkan intelektual, religiusitas dan EQ sebagai

faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang. Dengan

demikian, penelitian yang berfokus pada aspek individual ditekankan pada

dimensi kemampuan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan

kecerdasan spiritual (SQ) sebagai faktor yang mempengaruhi sikap etis fiskus.

Penelitian ini pada dasarnya merupakan replikasi dari penelitian Afria

Lisda (2009) yang berjudul “Pengaruh Kemampuan Intelektual, Kecerdasan

Emosional, Kecerdasan Spiritual Terhadap Perilaku Etis Auditor Sarta

Dampaknya Kinerja (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik)”. Peneliti

tertarik untuk mereplikasi penelitian tersebut karena masalah tentang sikap etis

aparat pajak (fiskus) menjadi sesuatu yang sangat menarik saat ini, apalagi

jika dikaitkan dengan masalah kemampuan intelektual, kecerdasan emosional

dan kecerdasan spiritual.

Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya, perbedaan-perbedaan tersebut antara lain:

1. Responden penelitian. Responden penelitian sebelumnya adalah auditor

(21)

2 Tempat penelitian. Tempat penelitian pada penelitian sebelumnya di KAP

yang terdapat di wilayah DKI Jakarta. Sedangkan pada penelitian ini

adalah di KPP Kramat Jati.

3 Jumlah variabel dependen. Penelitian sebelumnya hanya terdiri dua

variabel dependen yaitu variabel perilaku etis auditor dan kinerja auditor,

sedangkan dalam penelitian ini terdapat satu variabel dependen, yaitu

sikap etis fiskus.

Oleh karena peneliti tertarik meneliti bagaimana pengaruh

Kemampuan Intelektual, Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual

terhadap Sikap Etis Fiskus, yang akan menjadi penerus estafet kinerja para

pemerintah perpajakan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

a. Apakah kemampuan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan

spiritual berpengaruh signifikan terhadap sikap etis fiskus?

b. Apakah kemampuan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan

spiritual berpengaruh secara simultan terhadap sikap etis fiskus?

(22)

C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengenalkan pengaruh kemampuan intelektual, kecerdasan emosional,

kecerdasan spiritual terhadap sikap etis fiskus.

b. Mengenalkan pengaruh kemampuan intelektual, kecerdasan emosional,

dan kecerdasan spiritual secara simultan terhadap sikap etis fiskus.

2. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya:

a. Memberikan masukan bagi dunia akademis (khususnya dalam bidang

pendidikan perpajakan) dalam mendidik dan mendiskusikan mengenai

pentingnya kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual bagi para

mahasiswa, sebagai fiskus dalam menjalankan tugas pemerintah

perpajakkan di masa yang akan datang lebih baik.

b. Sebagai sarana informasi bagi masyarakat tentang kecerdasan

emosional dan kecerdasan spiritual yang dapat memberikan kontribusi

positif untuk pengembangan dan perbaikan diri ke arah yang lebih

baik.

c. Memberikan informasi bagi responden mengenai pentingnya

kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual, sehingga mereka

dapat mengembangkan dan melatih kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual secara mandiri sebagai bekal yang dalam

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun

2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun

1983 Pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

Undang-Undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa

secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma

hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif

untuk mencapai kesejahteraan umum (http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak).

Ilyas dan Burton (2007:5) mengutip beberapa pengertian pajak

dari Santoso Brotodihardjo, S.H., dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum

Pajak” mengemukakan beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak,

beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Feldmann

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan

terutang kepada penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkan

(24)

secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata

digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

b. M.J.H. Smeets

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui

norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya

kontra prestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual;

maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Smeets

mengakui bahwa definisinya hanya menonjolkan fungsi budgeter saja,

baru kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada definisinya.

c. Soeparman Soemahamidjaja

Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang

dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-orma hukum, guna

menutup biaya-biaya prduksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif

dalam mencapai kesejahteraan umum. Ia mencantumkan istilah iuran

wajib dengan harapan terpenuhinya ciri bahwa pajak dipungut dengan

bantuan dari dan kerja sama dengan Wajib Pajak, sehingga perlu juga

dihindari penggunaan istilah “paksaan”. Selanjutnya ia berpendapat

terlalu berlebihan kalau khusus mengenai pajak, ditekankan

pentingnya unsur paksaan karena dengan mencantumkan unsur

paksaan seakan-akan tidak ada kesadaran bagi masyarakat untuk

(25)

d. Rochmat Soemitro

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa

timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat menunjukan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Rochmat Soemitro

menjelaskan bahwa unsur “dapat dipaksakan” artinya bahwa bila utang

pajak tidak dibayar, maka utang pajak tersebut dapat ditagih dengan

menggunakan kekerasan seperti dengan mengeluarkan Surat Paksa dan

melakukan penyitaan bahkan bisa dengan melakukan penyanderaan.

Sedangkan terhadap pembayaran pajak tersebut tidak dapat ditunjukan

jasa timbal balik tertentu seperti halnya dengan retribusi.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan

beberapa hal yang melekat pada ciri-ciri pajak, yaitu:

1. Sifatnya dapat dipaksakan.

2. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-Undang.

3. Pemungutan pajak dapat dilakukan oleh negara baik pemerintah

pusat/daerah.

4. Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik.

5. Tidak ada kontra prestasi (imbalan) yang langsung dirasakan oleh si

pembayar pajak.

6. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

pemerintah bagi kepentingan masyarakat umum. Secara umum

pemahaman terhadap etika dapat diartikan sebagai suatu refleksi dari

(26)

suatu kumpulan kepercayaan yang terdapat dalam diri individu tentang

benar dan salah. Sedangkan pengertian secara kontekstual, pemahaman

2. Pengertian Etika

Etika merupakan kepercayaan yang ada dalam diri individu yang

merefleksikan kepercayaan etika yang lebih spesifik tentang dan dalam

konteks perilaku kepatuhan pajak (Henderson; 2005).

Riset awal yang menguji peran etika dalam kepatuhan pajak diteliti

oleh Schwartz dan Orleans (1967) yang berfokus pada aspek komitmen

sosial terhadap kepatuhan pajak. Jackson dan Milliron (1986) selanjutnya

mengembangkan riset ini dengan mencoba mendefenisikan etika dalam

dua pengukuran yaitu orientasi etika dan evaluasi etika.

Orientasi etika mengarah pada pengertian etika secara umum atau

lebih dikaitkan dengan teori–teori psikologi tentang konsistensi antara

tindakan dan kepercayaan yang dimiliki (Lindzey; 1985). Sedangkan

pengertian evaluasi etika lebih terfokus pada pengertian etika secara

kontekstual yaitu menghubungkan sikap individu dan kepercayaan yang

bisa saja berbeda tergantung dari situasi yang dihadapi (misalnya

ketidakpatuhan pajak dapat dibedakan dengan bentuk kriminal lainnya).

Grasmick dan Green (1980), Grasmick dan Scott (1982), Kaplan

dan Reckers (1985) serta Reckers dkk. (1994), mendefinisikan etika dalam

konteks perilaku ketidakpatuhan pajak sebagai sesuatu yang secara moral

adalah salah atau tidak bermoral. Hasil riset mereka menunjukkan bahwa

(27)

riset yang menunjukkan hasil negatif ditunjukkan oleh Webley dan Eidjar

(2001).

Riset yang dilakukan oleh Ghosh and Terry (1996) mendefinisikan

etika sebagai perasaan apakah seseorang akan melakukan manipulasi

untuk mencapai tujuannya yang dalam hal ini dikontekskan sebagai

ketidakpatuhan pajak yang disengaja membuktikan bahwa seseorang yang

memiliki standar etika yang tinggi serta memiliki kemungkinan diaudit

akan memiliki ketidakpatuhan yang rendah dan sebaliknya.

Riset yang menggunakan etika untuk memprediksi kepatuhan

pajak secara spesifik dilakukan oleh Henderson (2005) yang

menginvestigasi effek dari orientasi etika dan evaluasi etika membuktikan

bahwa orientasi etika mempengaruhi etika evaluasi dan selanjutnya secara

positif mempengaruhi kepatuhan pajak. Riset ini mencoba membangun

suatu model yang menggambarkan hubungan langsung maupun tidak

langsung antara orientasi etika, evaluasi etika dan kepatuhan pajak. Dari

penjelasan di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya perilaku individu

berperan dalam menentukan keputusan yang akan diambil berkaitan

dengan kepatuhan pajak.

Lembaga pajak secara sistimatik dapat mempengaruhi moral atau

etika pajak sehingga para pembayar pajak secara sukarela bersedia

membayar pajak. Pada dasarnya terdapat kontrak psikologis antara

pembayar pajak dan lembaga pajak dalam hal menetapkan perubahan

(28)

fiskal tercakup didalamnya loyalti dan etika antara pihak-pihak yang

melakukan kontrak Feld dan Frey (2005).

Teori etika seperti teori teological memberikan pemahaman

mendasar tentang bagaimana individu membuat keputusan dan menyadari

dengan sepenuhnya atas setiap konsekuensi yang akan diterima dari setiap

keputusan yang dibuatnya. Dengan demikian pemahaman ini sesuai

dengan keputusan individu yang berkaitan dengan keputusan kepatuhan

pajak, karena setiap keputusan yang akan diambilnya baik patuh atau tidak

memiliki konsekuensi yang harus diterima.

Walaupun terdapat bukti-bukti tentang hubungan antara

pemahaman etika dan perilaku kepatuhan pajak namun masih diperlukan

suatu investigasi yang lebih mendalam antara hubungan antara evaluasi

etika atau pemahaman etika dengan keputusan kepatuhan pajak. Dalam

konteks kepatuhan pajak, etika evaluasi di bagi dalam tiga dimensi yaitu

moral equity, relativism, contractualism, atau yang disebut dengan

multi-dimensional ethics scale (MES).

MES juga digunakan oleh Henderson (2005) dan membuktikan

bahwa MES memiliki potensi untuk memberikan bukti terhadap keputusan

kepatuhan pajak. Hal ini ditunjukkan dalam hasil risetnya yang

membuktikan adanya hubungan positif dan signifikan antara evaluasi etika

(29)

3. Kendala Penindakan Hukum Terhadap Fiskus

Wewenang Dirjen Pajak sangat tinggi. fiskus yang menentukan

potensi penerimaan pajak dan sekaligus yang bertugas merealisasikannya.

Fiskus yang melakukan pemeriksaan pajak dan sekaligus mengadilinya.

Aparat yang berhak menafsirkan bunyi UU Pajak (KUP, PPh, PPN) dan

jika Wajib Pajak tidak setuju dengan perhitungan/penafsiran tersebut Surat

Ketetapan Pajak, maka wajib pajak dipersilahkan mengikuti proses

selanjutnya (keberatan, banding) dalam pelaksanaannya ada beberapa

kendala untuk melakukan penindakan hukum secara tegas kepada aparat

Dirjen Pajak, yaitu:

1) Selama ada kecenderungan Dirjen Pajak berlindung dibalik Pasal 34

KUP yang menyebutkan pada intinyta petugas pajak dilarang

memberikan informasi mengenai wajib pajak serta informasi lainnya

mengenai pajak, ketika BPK, Itjen Depkeu (IBI), atau aparat penegak

hukum mencoba melakukan penelitian awal atas dugaan terjadinya

tindak pidana korupsi. Kondisi ini menyebabkan aparat sulit mencari

bukti awal sebagai persyaratan untuk melakukan penyelidikan/

penyidikan.

Namun sebenarnya jawaban atas kesulitan penyidikan ini juga terdapat

dalam pasal 34 KUP ayat3 dan 4 di mana menteri keuangan dapat

memberikan ijin tertulis yang merupakan akses untuk kepentingan

penyidikan.

(30)

2) Selama terdapat hubungan yang bersifat saling menguntungkan

(simbiosis mutualisme) antara Fiskus dengan Wajib Pajak. Tentu saja

yang dimaksud Fiskus dan Wajib Pajak di sini adalah oknum (tidak

bisa digeneralisasi bahwa semua atau sebagian besar Fiskus dan Wajib

Pajak melakukan hal yang sama. Sebagian besar wajib pajak lebih suka

membayar pajak kepada Fiskus dibandingkan langsung ke negara.

Artinya, sejumlah kecil kewajiban pajaknya dibayarkan ke negara,

sedangkan sebagian yang lain dibayarkan ke Fiskus, dengan asumsi

Wajib Pajak masih bisa menghemat pajak yang sebenarnya terutang ke

negara. Sebagai businessman, wajib pajak cenderung menghindari

konfrontasi dengan Fiskus karena sejarah menunjukkan bahwa dengan

bermain aman bersama Fiskus.

3) Selayaknya markus (makelar kasus) di peradilan yang banyak

diperankan pengacara, maka dalam konteks mafia pajak, yang

bertindak sebagai perantara antara Fiskus dan Wajib Pajak adalah

konsultan pajak. Di beberapa wajib pajak yang masih culun sering

ditemui fee untuk konsultan pajak yang tidak wajar jumlah/nilainya.

Fee inilah yang biasanya digunakan untuk bermain dengan Fiskus.

Mekanisme suap secara tidak langsung seperti ini memang

menyulitkan dalam proses pembuktian di pengadilan.

4) Sebagian besar Fiskus punya background sebagai akuntan/ sarjana

hukum. Oleh karena itu, mereka sangat lihai bermain-main dalam

(31)

Menurut komite pengawas perpajakkan (KPP) ada dua belas titik

rawan praktek makelar kasus dan penyelewengan dirjen pajak, misalnya

(proses pemeriksaan,penagihan dan pengadilan pajak), yaitu:

1. Proses pemeriksaan, penagihan, account representative, dan

pengadilan pajak

2. Keberatan pajak

3. Banding pajak

4. Pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak

5. Penuntutan

6. Persidangan

7. Wajib pajak bermain dengan konsultan pajak

8. Oknum pajak merangkap sebagai konsultan pajak

9. Oknum pengadilan pajak

10.Main melalui rekayasa akuntansi

11.Main melalui fasiltas pajak

12.Main melalui peraturan pajak

4. Etika Pegawai Pajak (Fiskus)

1. Menghormati agama, kepercayaan, budaya, dan adat istiadat orang

lain.

Pegawai harus mengembangkan sikap kerja sama dan toleransi dalam

melaksanakan tugas, yang meliputi:

a. Saling menghormati antar pemeluk agama dan penganut

kepercayaan yang berbeda, sehingga terbina kerukunan antar

(32)

pegawai maupun dengan pihak lain yang akan menimbulkan

suasana kondusif dalam melaksanakan tugas

b. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan

agama dan kepercayaan masing-masing sehingga terbina

kerukunan antar pegawai

c. Saling menghormati budaya dan adat istiadat orang lain sehingga

terbina kerukunan antar pegawai maupun dengan pihak lain

2. Bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel

a. Bekarja secara profesional meliputi yaitu:

Integritas, yaitu ukuran kualitas moral pegawai yang diwujudkan

dalam sikap jujur, bersih dari tindakan tercela, dan senantiasa

mengutamakan kepentingan Negara. Disiplin, yaitu pencerminan

ketaatan pegawai terhadap setiap ketentuan yang berlaku.

Kompetensi, yaitu ukuran tingkat pengetahuan, kemampuan dan

penguasaan atas bidang tugas pegawai sehingga mampu

melaksanakan tugas secara efektif dan efisien

b. Bekerja secara transparan, yaitu setiap pegawai bersikap terbuka

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Namun demikian, kerahasiaan jabatan

sesuai

c. Bekerja secara akuntabel, yaitu pegawai harus bertanggung jawab

(33)

setiap keputusan atau tindakan yang diambil dalam rangka

pelaksanaan tugas

3. Mengamankan data dan atau informasi yang dimiliki direktorat jendral

pajak

a. Mengamankan data atau informasi

Termasuk dalam pengertian data dan atau informasi adalah semua

dokumen (hardcopy), media elektronik (softcopy), maupun data

pada aplikasi portal DJP.

Semua data dan informasi hanya digunakan untuk kepentingan

pelaksanaan tugas dan tidak digunakan untuk kepentingan pribadi

atau golongan

b. Mengamankan used id dan password serta tidak membocorkan

kepada pegawai dan atau pihak lain yang tidak berhak

c. Memusnahkan dokumen yang tidak terpakai sesuai dengan

prosedur

d. Tidak mengijinkan orang yang tidak berhak dalam ruangan kerja.

4. Memberikan pelayanan kepada wajib pajak, sesama pegawai, atau

pihak lain dalam pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya.Pelayanan

prima merupakan nilai sikap dan perilaku setiap pegawai dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan kualitas terbaik.

5. Menaati perintah kedinasan

Perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atasan yang

berwenang mengenai atau yang ada hubungannya dengan kedinasan

(34)

6. Bertanggung jawab dalam penggunaan barang inventaris milik

rektorat jendral pajak DJP memiliki barang inventaris yang

merupakan fasilitas bagi pegawai agar dapat menunjang pelkasanaan

tugas dengan efektif dan efisien.

7. Mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertip kantor

Pegawai berada ditempat kerja sesuai dengan ketentuan mengenai jam

kerja dan menfaatkan jam kerja tersebut untuk melaksanakan

pekerjaan yang menjadi tanggung jawab. Mentaati kententuan jam

kerja agar tidak dipahami bahwa pegawai hanya berada ditempat kerja

pada jam kerja yang ditentukan.

8. Menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi

kewajiban perpajak

5. Penagihan Pajak

Dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan

pajak dengan surat paksa menyatakan bahwa:

“Penagihan pajak adalah serangkain tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan pengihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita”.

Dalam UU No.16 tahun 2000 disebutkan bahwa dasar penagihan

pajak adalah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar ( SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

(35)

Keberatan (SKK), Surat Putusan Banding (SPB), yang menyebabkan

jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

6. Syarat Pemungutan Pajak

Menurut Early (2005) Syarat Pemungutan Pajak, yaitu:

a. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan) Sesuai dengan

Tujuan Hukum

Yakni mencapai keadilan undang-undang dan pelaksanaan

pemungutan harus adil. Adil dalam arti perundangan-undangan

diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta

disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sementara adil dalam

pelaksanannya, yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak (WP)

untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan

mengajukan banding kepada majelis pertimbangan pajak.

b. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-Undang (Syarat

Yuridis).

Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan

jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun

warganya.

c. Tidak Menganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi

ataupun perdangangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan

perekonomian masyarakat.

(36)

d. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansial)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan

sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

e. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana

Sistem pemungutan perpajakan yang sederhana akan memudahkan dan

mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Syarat ini telah dipenuhi dalam undang-undang perpajakan yang baru.

7. Sistem Pemungutan Pajak

Hasil pemungutan pajak sedapat mungkin cukup untuk menutup

sebagian dari pengeluaran-pengeluaran Negara sesuai dengan fungsi

budgetair. System pemungutan pajak ini dapat dibagi menjadi:

a. Official Assessment System

System ini merupakan system pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang.

Ciri dari Official Assessment System ini adalah:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada

fiskus.

2) Wajib pajak bersifat pasif

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus.

b. Self Assessment System

System ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang,

(37)

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak

yang harus dibayar.

Ciri dari Self Assessment System ini yaitu:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

wajib pajak sendiri.

2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga untuk mendorong atau memungut

besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

8. Asas-Asas Pemungutan Pajak

Menurut Erly (2005) Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana

dikemukan oleh Adam Smith dalam buku An Inquiri into the nature and

cause of the Wealth of Nations menyatakan bahwa pemungutan pajak

hendaknya didasarkan pada:

a. Equality

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak

dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan

kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan

manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap pajak

(38)

menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding

dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta.

b. Certainty

Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang, oleh karena

itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya

pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu

pembayaran.

c. Convenience

Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan

saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat

Wajib Pajak memperoleh penghasilan, sistem pemungutan pajak ini

disebut Pay to You Earn.

d. Economy

Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan

kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin,

demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak.

9. Intelegensi,

Pengertian intelegensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah daya membuat reaksi atau penyesuaian yang cepat dan tepat, baik

secara fisik maupun mental, terhadap pengalaman-pengalaman baru,

membuat pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siap untuk

dipakai apabila dihadapkan pada faktor-faktor atau kondisi-kondisi baru

(39)

Besar Bahasa Indonesia berarti cerdas berakal dan berpikiran jernih

berdasarkan ilmu pengetahuan; yang mempunyai kecerdasan tinggi

(cendekiawan); dan totalitas pengertian atau kesadaran, terutama yang

menyangkut pemikiran dan pemahaman (Depdiknas, 2007).

10.Kemampuan Intelektual

Menurut Thoha (2000) kecerdasan intelektual (IQ) adalah

kecerdasan seseorang yang dibawa sejak lahir dan pengaruh didikan dan

pengalaman.

Robin (1996) kecerdasan intelektual (IQ) adalah kecerdasan

numeris, pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif,

penalaran deduktif, visualisasi ruang, dan ingatan.

Banyak diantara orang yang sebenarnya memiliki intelengensi

yang cukup tinggi, tetapi tidak mendapat kemajuan dalam lingkungannya.

Ini disebabkan karena misalnya, kekurangmampuan bergaul dengan orang

lain dalam masyarakat atau kurang memiliki cita-cita yang tinggi sehingga

tidak atau kurangnya adanya usaha untuk mencapainya. Sebaliknya ada

pula seseorang yang sebenarnya memiliki intelengensi yang sedang saja,

dapat lebih maju dan mendapatkan kehidupan yang lebih layak berkat

ketekunan dan keuletan dan tidak banyak faktor-faktor yang mengganggu

atau merintanginya.

Azwar (2004) kecerdasan intelektual (IQ) adalah interprestasi hasil

tes inteligensi (kecerdasan) ke dalam angka yang dapat menjadi petunjuk

(40)

mengenai kedudukan tingkat inteligensi seseorang. Alfred Binet dan

Theodore Simon mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan yang

terdiri dari tiga komponen, yaitu: kemampuan untuk mengarahkan pikiran

atau mengarahkan tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan

bila tindakan tersebut telah dilakukan, dan kemampuan untuk mengeritik

diri sendiri.

Kemampuan intelektual merupakan logika deduktif dan pemikiran

abstrak, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dan sanggup

menyelesaikan dilema etis. intelegent quotient (IQ) dihitung berdasarkan

perbandingan antara tingkat kemampuan mental (mental age) dengan

tingkat usia (chronological age), merentang mulai dari kemempuan

dengan katagori idiot sampai dengan jenius (Syaodih, 2005 dalam

Sudrajat, 2008) ada tujuh dimensi yang membentuk kemampuan

intelektual seseorang, yaitu: kemahiran berhitung, pemahaman verbal,

kecepatan preseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi

ruang,dan ingatan.

11.Kecerdasan Emosional

Menurut Wibowo (2002) kecerdasan emosional adalah kecerdasan

untuk menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk

mengendalikan emosi sehingga memberikan dampak yang positif.

Kecerdasan emosional dapat membantu membangun hubungan dalam

(41)

Menurut Golemen (2000) kecerdasan emosional adalah

kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya

dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan

pengaruh manusiawi.

Menurut Goleman (2007) terdapat lima dimensi atau komponen

kecerdasan emosional (EQ) yaitu:

a. Pengenalan diri (self awareness)

Dimensi pertama adalah self awareness, artinya mengetahui keadaan

dalam diri, hal yang lebih disukai, dan intuisi. Kompetensi dalam

dimensi pertama adalah mengenali emosi diri, mengetahui kekuatan

dan keterbatasan diri, dan keyakinan akan kemampuan sendiri.

b. Pengendalian Diri (self regulation)

Dimensi kedua adalah self regulation, artinya mengelola keadaan

dalam diri dan sumber daya diri sendiri. Kompetensi dimensi kedua ini

adalah menahan emosi dan dorongan negatif, menjaga norma kejujuran

dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, luwes terhadap

perubahan dan terbuka terhadap ide-ide serta informasi baru.

c. Motivasi (motivation)

Dimensi ketiga adalah motivation, artinya dorongan yang membimbing

atau membantu peraihan sasaran atau tujuan. Kompetensi dimensi

ketiga adalah dorongan untuk menjadi lebih baik, menyesuaikan

dengan sasaran kelompok atau organisasi, kesiapan untuk

(42)

memanfaatkan kesempatan, dan kegigihan dalam memperjuangkan

kegagalan dan hambatan.

d. Empati (empaty)

Dimensi keempat adalah empaty, yaitu kesadaran akan perasaan,

kepentingan dan keprihatinan orang. Dimensi keempat terdiri dari

kompetensi understanding others, developing others, costumer service,

menciptakan kesempatan melalui pergaulan dengan berbagai macam

orang, membaca hubungan antara keadaan emosi dan kekuatan

hubungan suatu kelompok.

e. Keterampilan Sosial (sosial skill)

Dimensi kelima adalah sosial skill, artinya kemahiran dalam

menggugah tanggapan yang dikehendaki oleh orang lain. Diantaranya

adalah kemempuan persuasi, mendengar dengan terbuka, dan memberi

kesan yang jelas, kemampuan menyelesaikan pendapat, semangat

leadership, kolaborasi dan kooperasi, serta time building.

12.Kecerdasan spiritual

Kecerdasan spiritual atau SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi

dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu menempatkan perilaku

dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta

menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna

(43)

Definisi kecerdasan spiritual yang lebih sesuai dengan

perkembangan psikologi mutakhir dijelaskan oleh Sinetar menurutnya,

kecerdasan spiritual adalah pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan,

dan efektifitas yang terinspirasi, theisneis atau penghayatan ketuhanan

yang didalamnya kita semua menjadi bagian (Sinetar, 2000 dalam Zohar

dan Marsal, 2001).

Tanda-tanda dari SQ yang telah berkembang dengan baik

mencakup hal-hal berikut (Zohar dan Marssal, 2002):

a. Kemampuan bersifat fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif).

b. Tingkat kesadaran diri yang tinggi.

c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.

d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit.

e. Kualitas hidup yang di ilhami oleh visi dan nilai-nilai.

f. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu.

g. Kecenderungan untuk perpandangan holistik.

h. Kecenderungan untuk bertanya “mengapa?” atau “bagaimana jika?”

untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar.

i. Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai “bidang mandiri”

yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konfensi.

Menurut Darmayuwono (2008), orang yang cerdas secara spiritual

memiliki sejumlah ciri-ciri antara lain:

a. Fleksibel

Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi di tandai

dengan sikap hidupnya yang fleksibel atau luwes. Orang ini dapat

(44)

membawa diri dan mudah menyesuaikan diri dengan berbagai situasi

yang dihadapi.

b. Kemampuan refleksi tinggi

Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi, memiliki

kemampuan refleksi yang tinggi pula. Dia cenderung bertanya

“mengapa” atau “bagaimana seandainya” sebagai kelanjutan dari

“apa” dan “bagaimana”.

c. Kesadaran tinggi dan lingkungan tinggi

Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi akan

memiliki kesadaran diri (self–awareness) dan kesadaran lingkungan

yang tinggi. Kesadaran tinggi berarti telah mengenal dirinya (misalnya

mengendalikan emosi) dengan mengenal dirinya maka dia juga

mengenal orang lain, mampu membaca maksud dan keinginan orang

lain. Kesadaran lingkungan tinggi mencakup kepedulian terhadap

sesama, persoalan hidup yang dihadapi bersama, dan juga peduli

terhadap bangsa dan negara.

d. Kemampuan kontemplasi tinggi

Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi di tandai juga

dengan adanya kemampuan kontemplasi yang tinggi, misalnya

kemampuan mendapat inspirasi dari berbagai hal, kemampuan

menyampaikan nilai dan makna kepada orang lain, mengamati

berbagai hal untuk menarik hikmahnya dan memiliki kreatifitatas

(45)

e. Berpikir secara holistik

Berpikir secara holistik berarti berpikir secara menyeluruh,

mengkaitkan berbagai hal yang berbeda-beda dan terintegrasi.

f. Berani menghadapi penderitaan

Orang yang mempunyai kesadaran spiritual yang tinggi adalah orang

yang berani menghadapi penderitaan dan perbedaan.

g. Berani melawan arus atau tradisi

Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi, juga di

tandai dengan adanya keberanian melawan arus yang buruk.

h. Sesedikit mungkin menimbulkan kerusakan

Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi akan

berprilaku secara hati-hati sehingga dapat meminimalisir kerusakan.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Sebelumnya

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Alat

analisis Hasil

dampaknya pada kinerja Kemampuan intelektual, sikap etis mahasiswa, kecerdasan emosional

(46)

Sri

C. Kerangka Pemikiran

Gambar di bawah ini menunjukkan kerangka pemikiran mengenai

“Pengaruh Kemampuan Intelektul (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ), dan

Kecerdasan Spiritual (SQ) terhadap Sikap Etis Fiskus”.

Hipotesis

(47)

D. Hipotesis

Perumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bertujuan

untuk menguji apakah kemampuan intelektual, kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap sikap etis piskus.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini sebagai berikut:

Ha1: kemampuan intelektual, kecerdasan emosional dan kecardasan

spiritual berpengaruh secara signifikan terhadap sikap etis fiskus

Ha2: kemampuan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual

berpengaruh secara simultan terhadap sikap etis fiskus

(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan KPP Pratama Jakarta Kramat

Jati yang berlokasi di Jl. Dewi Sartika untuk memperoleh data yang berkaitan

dengan permasalahan yang teliti.

Penelitian ini ditujukan untuk mengamati sejauh mana kemampuan

intelektual, sikap etis fiskus. Sehingga objek penelitian ini adalah: “Pengaruh Kemampuan Intelektual, Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis Fiskus.”

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi menurut Sugiono (2002:55) adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini yaitu aparat pajak (fiskus) yang

berada di Kantor Pelayanan Pajak. Sedangkan metode pengambilan sampel

dilakukan dengan teknik Judgement Sampling (pertimbangan) yaitu

merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya

diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu umumnya disesuaikan

dengan tujuan atau masalah penelitian dan Convience Sampling adalah istilah

(49)

C. Metode Pengumpulan Data

Menurut (Sugiono,2004) apabila dilihat dari sumber data maka

pengumpulan data menggunakan sumber primer dan sekunder.

“Sumber primer adalah sumber yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data yaitu misalnya dengan

melihat dokumen atau lewat orang lain”.

Untuk mendukung penyusunan skripsi, penulis melakukan penelitian

dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan masalah yang akan

diteliti dengan menggunakan dua metode penelitian, yaitu:

1. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data primer dan

data sekunder, yaitu data mengenai sejarah perusahaan, kegiatan usaha,

struktur organisasi dan kemampuan intelektual, kecerdasan emosional dan

kecerdasan sipiritual terhadap sikap etis fiskus.

2. Questionnaires

Dalam melakukan pengujian pada penelitian ini. Ada beberapa tahapan

yang dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis. Untuk tahap awal

terlebih dahulu dilakukan pengujian instrument penelitian yaitu angket

(kuisioner) yang akan disebarkan pada responden. Tujuannya agar angket

tersebut dapat dijadikan instrumen yang akan tepat atau layak untuk

pengukuran dalam penelitian ini.

(50)

D. Metode Analisi Data

Setelah kuiseoner yang dikirimkan kepada responden kembali, maka

langkah selanjutnya adalah menganalisis data dengan metode analisis yang

sesuai untuk digunakan. Dengan memberikan dan menjumlahkan bobot

jawaban pada masing-masing pertanyaan untuk masing-masing variabel.

1. Uji Kualidata Data

a. Uji validitas

Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur sejauhmana variabel yang

digunakan benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.

Pengujian validitas dengan menggunakan Pearson Correlation yaitu

dengan cara menghitung korelasi antar skor masing-masing butir

pertanyaan dengan total skor (Ghozali,2005). Kriteria valid atau tidak

valid adalah jika korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan

tersebut dapat dikatakan valid, dan jika korelasi skor masing-masing

butir pertanyaan denga total skor mempunyai tingkat signifikan < 0,05

maka butir pertanyaan tersebut tidak valid (Santoso,2001).

b. Uji Realibilitas

Uji reabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana hasil

pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali

atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat

pengukuran yang sama. Peneliti melakukan uji reliabilitas dengan

menghitung Cronbach’s Alpha dari masing-masing instrument dalam

(51)

jika memeliki cronbach’s alpha >0.6 (Nunnaly,1967 dalam Ghozali,

2005).

2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

normalitas, uji heteroskedastisitas dan uji multikolonieritas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat penyebaran data yang normal

atau tidak, karena data diperoleh langsung dari pertama melalui

kuisioner dalam (Ghozali,2005) screening terhadap normalitas data

merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk setiap analisis

multivariate, khususnya jika tujuannya adalah inferensi. Pengujian

normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan uji normal

probability plot dimana data dikatakan normal jika nilai sebaran data

berada disekitar garis lurus diagonal.

b. Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang

homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

Deteksi ada atau tidaknya heteroskesdastisitas dapat dilihat dari ada

tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Jika ada pola tertentu

seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur

(bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka

mengindikasikan bahwa telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada

(52)

pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0

pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas

(Ghozali,2005:105).

c. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel

independen (Ghozali,2005:91).

Deteksi ada tidaknya multikolonieritas dalam model regresi adalah

dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance

(TOL). Regresi bebas dari masalah multikolonieritas jika nilai VIF <

10 dan nilai tolerance >10 (Ghozali,2005:92).

3. Uji hipotesis

a. Koefesien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) bertujuan mengukur seberapa jauh

kemampuan variabel independen (kemampuan intelektual, kecerdasan

emosional dan kecerdasan spiritual) dalam menjelaskan variasi

variabel dependen (sikap etis fiskus). Nilai koefisien determinasi

adalah antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel

independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan

untuk memprediksi variabel dependen (Ghozali,2005:83).

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias

(53)

mode. Setiap penambahan satu variabel independen, maka R2 pasti

meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu penelitian ini

menggunakan nilai R2 (koefisien determinasi), jika nilai R2 adalah

sebesar 1 berarti fluatuasi varabel dependen seluruhnya dapat

dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang

menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai R2 berkisar 0 sampai

1. Jika mendekati 1 berarti semakin kuat kemampuan variabel

independen dapat menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya, jika

nilai R2 semakin mendekati angka 0 berarti semakin lemah

kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi variabel

dependen (Ghozali,2005).

b. Uji signifikansi simultan (Uji Statistik F)

Uji F dilakukan dengan tujuan menguji apakah semua variabel

independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh

secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Jika nilai

signifikansi > 0,05 maka Ha ditolak, sebaliknya jika nilai signifikansi <

0,05 maka Ha diterima.

c. Uji Parameter Individual (Uji statistik t)

Uji t bertujuan untuk menguji seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual yaitu kemampuan intelektual, kecerdasan

emosional dan kecerdasan spiritual dalam menerangkan variabel

dependen, yaitu sikap etis fiskus.

(54)

d. Analisis Regresi Berganda

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan multiple

regression untuk menguji pengaruh kemampuan intelektual,

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis

fiskus. Jadi analisis regresi berganda akan dilakukan bila jumlah

variabel independennya minimal 2, yang dirumuskan sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β 2X2 + β 3X3 + e

Dimana :

α : Konstanta

β1: Koefisien Kemampuan Intelektual

β2: Koefisien Kecerdasan Emosional

β 3 : Koefisien Kecerdasan Spiritual

Y : Sikap Etis Fiskus

X1: Kemampuan Intelektual

X2: Kecerdasan Emosional

X3: Kecerdasan Spiritual

e : error

E. Operasional Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

1. Variabel dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini yang terdiri atas:

a. Kemampuan Intelektual (IQ)

Kemampuan Intelektual merupakan interprestasi hasil tes intelegensi

(55)

b. Kecerdasan Emosional (EQ)

Kecerdasan Emosional merupakan kemampuan mengenali perasaan

orang diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri,

serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam

hubungan dengan orang lain (Golemen,2005)

c. Kecerdasan Spritual (SQ)

Kecerdasan Spritual merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan

memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu menempatkan perilaku

dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya,

serta menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih

bermakna dibandingkan dengan yang lain (Zohar & Marshall, 2002)

2. Variabel independen

a. Sikap Etis adalah respon aparat pajak terhadap kejadian yang

mengandung situasi dilemis berdasarkan Prinsip Kode Etik

Perpajakan.

Tabel

Operasional Variabel Penelitian

Variabel Sub variabel Indikator Skala

Kemampuan

• Menerima saran orang

lain

Ordinal

(56)

Kecerdasan

• Berpikiran terbuka

• Suka memberikan

solusi • Sanggup

menyelesaikan masalah • Merasa khawatir

• Menyukai diri sendiri

• Percaya diri

• Dorongan prestasi kerja

• Komitmen

• Merasa dekat dengan

tuhan

• Berpendirian pada

kebenaran • Jujur

• Amanah

• Kesesuain antara kata

dan perbuatan

• Menganut standar etika

• Tidak melanggar

Ordinal

(57)

Sikap Etis • Sikap Etis piskus

sesuai dengan

tuntunan lembaga

(lembaga)

• Terbuka

• Mematuhi aturan

• Sesuai dengan surat

perintah dari lembaga • Memotivasi

• Menjaga penampilan

• Kebersamaan

• Tidak mengadu domba

Ordinal

(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Singkat dan Perkembangan KPP Pratama Jakarta Kramat Jati

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kramat Jati beralamat di Jalan

Dewi Sartika No. 189 Cawang- Jakarta Timur. Wilayah kerja Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati pada Awalnya Mencakup

Lima Kecamatan yaitu: Kecamatan Kramat Jati, Kecamatan Pasar Rebo,

Kecamatan Makasar, Kecamatan Ciracas, dan Kecamatan Cipayung.

Namun setelah terjadi pemecahan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kramat

Jati menjadu dua yaitu: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kramat Jati dan

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Rebo. Pada bulan 3 juli 2007

(berdasarkan keputusan direktur jenderal pajak nomor: KEP-86/PJ/2007

tentang penerapan organisasi, tata kerja dan saat mulai beroperasinya

kantor pelayanan pajak pratama dan kantor pelayanan, penyuluhan dan

konsultasi perpajakan di lingkungan kantor wilayah DJP diwilayah daerah

khusus ibu kota jakarta selain kantor wilayah DJP jakarta pusat), cakupan

wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati

menjadi dua kecamatan yaitu: Kecamatan Kramat Jati dan Kecamatan

(59)

Dengan adanya perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

443/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan

Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak,

dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan sebagaimana

telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

519/KMK.01/2003 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menteri

Keuangan No.254/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta 1 KPP Madya dan KPP

Pratama di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta 1

dengan demikian KPP Jakarta Kramat Jati diubah menjadi KPP Pratama

Kramat Jati.

2. Visi dan Misi KPP Pratama Kramat Jati

Adapun Visi dan Misi KPP Pratama Kramat Jati adalah sebagai

berikut:

a. Visi KPP Pratama Kramat Jati

Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem

administrasi perpajakan modern yang efektif, efesien dan dipercaya

masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.

b. Misi KPP Pratama Jakarta Kramat Jati

Menghimpun penerimaan pajak Negara berdasarkan Undang-Undang

Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan

anggaran pendapatan dan belanja Negara melalui sistem administrasi

perpajakan yang efektif dan efesien.

Gambar

Hasil Penelitian SebelumnyaTabel 2.1
Gambar di bawah ini menunjukkan kerangka pemikiran mengenai
Tabel  Operasional Variabel Penelitian
Tabel 4.1 Profil Responden Berdasarkan Usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain Intelligence Qoutient (kemampuan intelektual) ,Emotional Qoutient (kecerdasan emosional) dibutuhkan juga Spiritual Qoutient (kecerdasan spritual) yang dimana

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa secara parsial kecerdasan intelektual berpengaruh positif signifikan terhadap sikap

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku etis mahasiswa akuntansi, kecerdasan spiritual berpengaruh positif

Skripsi berjudul : Pengaruh Kecerdasan Intelektual Dan Kecerdasan Emosional Terhadap Perilaku Etis Mahasiswa Akuntansi Dalam Praktik Pelaporan Laporan Keuangan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa: (1) pemahaman kode etik profesi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku etis, artinya dengan pemahaman

Tujuan penelitian ini adalah Untuk menguji apakah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual mahasiswa akuntansi berpengaruh terhadap

Berpijak dari hal tersebut, hipotesis dalam penelitian kali ini dirumuskan sebagai berikut: H1 : Kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa variabel Kecerdasan Emosional X1, Kecerdasan Intelektual X2, dan Kecerdasan Spiritual X3 berpengaruh signifikan secara simultan terhadap