• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN REKAYASA LALU LINTAS UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA PUSAT KEGIATAN KOTA TANJUNG KARANG DI BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN REKAYASA LALU LINTAS UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA PUSAT KEGIATAN KOTA TANJUNG KARANG DI BANDAR LAMPUNG"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

TRAFFIC ENGINEERING APPLICATION TO OVERCOME PROBLEMS ON TRANSPORTATION CITY CENTER ACTIVITIES IN TANJUNG

KARANG BANDAR LAMPUNG

By

F.TOPANI

Central Business District ( CBD) Tanjung Karang is a meeting point throughout the main roads in the city of Bandar Lampung which incidentally became a liaison between the centers of the main activities as stated in the hierarchy of the city service center in the city of Bandar Lampung, Tanjung Karang, Teluk Betung, Kedaton, Kemiling, Rajabasa, Sukarame, Sukabumi and Tanjung Senang. CBD Tanjung Tanjung is also the main crossing point of most of the route or the route of public transport services in the city of Bandar Lampung.

This study aimed to analyze the pattern of trip distribution of the traffic on the road network and formulate the concept of traffic demand management (TDM) in the CBD area of Tanjung Karang. The method used is the analysis of trip assigment on the system of the road network in the CBD area of Tanjung Karang using of software TranPLAN.

The results showed that 56.63 percent of the total movement is the movement that has an origin and / or destination of the CBD area of Tanjung Karang, was 32.60 percent of the remain is trought traffic moving from and / or towards the zone around the area CBD Tanjung Karang. Internal movements that occurred in the area of CBD Tanjung Karang is relatively small, 10.78 percent. Also demonstrated that the proposed treatment TDM effective in overcoming the problems of traffic in the CBD area of Tanjung Karang is the trought movement of the moving current road network system in the CBD area of Tanjung Karang, where its influence can be seen on the degree of saturation (DS) overall road system existing networks are relatively smaller than 0.60.

(2)

ABSTRAK

PENERAPAN REKAYASA LALU LINTAS UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA PUSAT KEGIATAN KOTA

TANJUNG KARANG DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

F.TOPANI

Daerah Pusat Kegiatan (DPK) Tanjung Karang adalah merupakan titik pertemuan seluruh ruas jalan utama yang berada di Kota Bandar Lampung yang notabene menjadi penghubung antara pusat-pusat kegiatan utama sebagaimana dinyatakan dalam hirarkhi pusat pelayanan kota dalam wilayah Kota Bandar Lampung yaitu Tanjung Karang, Teluk Betung, Kedaton, Kemiling, Rajabasa, Sukarame, Sukabumi dan Tanjung Senang. DPK Tanjung Karang juga merupakan titik perlintasan utama dari hampir sebagian besar rute atau trayek layanan angkutan umum di Kota Bandar Lampung.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola sebaran pergerakan lalu lintas pada jaringan jalan dan merumuskan konsep Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (MRLL) di kawasan DPK Tanjung Karang. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan analisa pembebanan jaringan pada sistem jaringan jalan di kawasan DPK Tanjung Karang dengan menggunakan bantuan software TranPLAN.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 56,63 persen dari total pergerakan yang terjadi adalah pergerakan yang memiliki asal dan/atau tujuan kawasan DPK Tanjung Karang, sedang 32,60 persen sisanya adalah pergerakan menerus yang bergerak dari dan/atau menuju zona disekitar kawasan DPK Tanjung Karang. Pergerakan internal yang terjadi di dalam kawasan DPK Tanjung Karang sendiri jumlahnya relatif kecil, yaitu sebesar 10,78 persen. Diperlihatkan juga bahwa usulan penanganan MRLL yang efektif dalam mengatasi permasalahan lalu lintas pada kawasan DPK Tanjung Karang adalah dengan memindahkan arus pergerakan menerus dari sistem jaringan jalan pada kawasan DPK Tanjung Karang, dimana pengaruhnya dapat dilihat dari nilai derajat kejenuhan (DS) keseluruhan ruas jalan dalam sistem jaringan yang ada relatif lebih kecil dari 0,60.

(3)

PENERAPAN REKAYASA LALU LINTAS UNTUK

MENGATASI PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA

PUSAT KEGIATAN KOTA TANJUNG KARANG

DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

F.TOPANI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER TEKNIK

Pada

Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)

PENERAPAN REKAYASA LALU LINTAS UNTUK

MENGATASI PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA

PUSAT KEGIATAN KOTA TANJUNG KARANG

DI BANDAR LAMPUNG

(Tesis)

Oleh

F.TOPANI

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(5)

DAFTAR ISI

2.2 Jalan Sebagai Prasarana Transportasi Darat ... 12

2.3 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ... 14

2.7 Perencanaan Transportasi... 27

2.7.1 Bangkitan Perjalanan ... 28

2.7.2 Sebaran Perjalanan ... 29

2.7.3 Pemilihan Moda Perjalanan ... 30

(6)

ii

2.8 Tanjung Karang Dalam Konteks Kebijakan Tata Ruang Kota

Bandar Lampung ... 32

2.8.1 Rencana Struktur Ruang Kota Bandar Lampung ... 33

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Peta Jaringan Jalan Kota Bandar Lampung ... 5

Gambar 1.2 Lokasi Penelitian ... 7

Gambar 2.1 Struktur Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung 2011 – 2030 ... 36

Gambar 2.2 Pola Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung 2011 -2030 ... 38

Gambar 3.1 Peta Lokasi Survey ... 44

Gambar 3.2 Zona Kajian Lalu Lintas ... 48

Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian ... 49

Gambar 4.1 Sistem Zona Kajian Lalu Lintas ... 68

Gambar 4.2 Model Sistem Jaringan Jalan ... 70

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tingkat pelayanan untuk jalan arteri primer ... 23

Tabel 2.2 Tingkat pelayanan untuk jalan lokal sekunder ... 23

Tabel 2.3 Tingkat pelayanan untuk jalan arteri sekunder dan kolektor ... sekunder ... 24

Tabel 2.4 Tingkat pelayanan untuk jalan kolektor primer ... 25

Tabel 2.5 Contoh matrik asal tujuan perjalanan ... 30

Tabel 4.1 Data Karakteristik dan Geometri Ruas Jalan ... 51

Tabel 4.2a EMP Jalan Perkotaan Tak-terbagi ... 53

Tabel 4.2b EMP Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah ... 53

Tabel 4.3 Volume Lalu Lintas dan Jam Puncak Ruas Jalan ... 54

Tabel 4.4 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan ... 56

Tabel 4.5 Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Pemisahan Arah Pada Jalan Perkotaan ... 57

Tabel 4.6 Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Lebar Jalur Pada Jalan Perkotaan ... 58

Tabel 4.7a Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping Jalan Dengan Bahu ... 59

Tabel 4.7b Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping Jalan Tanpa Bahu ... 60

Tabel 4.8 Kelas Hambatan Samping ... 61

Tabel 4.9 Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota ... 62

(9)

Pusat 2015 ... 63 Tabel 4.12 Derajat Kejenuhan Ruas-ruas Jalan Di Kawasan DPK

Tanjung Karang Pusat 2015 ... 66 Tabel 4.13 MAT Perjalanan Dalam Zona Kajian Tahun 2015 (Org/hari) 71 Tabel 4.14 Pembebanan Jaringan Eksisting ... 74 Tabel 4.15 Uji Kesamaan Mean Terhadap DS hasil perhitungan

MKJI dan pemodelan ... 75 Tabel 4.16 Pembebanan Jaringan Pada Berbagai Alternatif Penanganan

(10)

MOTTO

Metode Ilmiah Tidak Mengenal Jalan Pintas,

Ia adalah seperti pengepungan terhadap suatu

benteng yang kuat yang akan berlangsung dan

berkutat lama, siang dan malam,

Kemenangan hanya dapat dicapai sebagai suatu titik

kulminasi dari suatu usaha perencanaan dan

pelaksanaan yang teliti !

(Penulis)

(11)
(12)
(13)
(14)

PERSEMBAHAN

Teriring Do’a dan Rasa Syukur Kehadirat Allah SWT Atas Rahmat dan Hidayah-Nya Serta Junjungan Tinggi

Rasulullah Muhammad SAW

Kupersembahkan Tesis ini kepada :

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, pada tanggal 16 November 1959, anak pertama dari lima bersaudara, dari Bapak Muhamad Dahlan dan Ibu Siti Nurhayati (almh).

(16)

SANWACANA

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, ridho, dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul “Penerapan Rekayasa Lalulintas Untuk Mengatasi

Permasalahan Transportasi Pada Pusat Kegiatan Kota Tanjung Karang Di Bandar Lampung” merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknik di Universitas Lampung.

Tesis ini dapat diselesaikan dengan bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari semua pihak dari proses perkuliahan sampai pada saat penulisan tesis ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung;

2. Ibu Dr. Dyah Indriana Kusumastuti, S.T.,M.Sc selaku Ketua Program Magister Teknik Sipil Universitas Lampung;

3. Ibu Dr. Rahayu Sulistyorini, S.T.,M.T. selaku Pembimbing Utama yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesempatan untuk mengarahkan penulis dalam menyelesaian tesis ini;

(17)

terdahulu;

6. Istri tercinta Yuniarti yang memberikan motivasi dan kasih sayang selama ini; 7. Anak-anakku Gerry, Redo, Dio dan Bima yang selalu menjadi motivasi penulis untuk selalu berpikir maju memikirkan masa depan yang jauh lebih baik dari sekarang;

8. Kedua orang tua ayahanda dan ibunda (almh) serta seluruh keluarga besar yang senantiasa memberi doa restu, kasih sayang, dukungan baik materi dan moral;

9. Seluruh teman-teman Magister Teknik Sipil Universitas Lampung yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penulisan tesis ini;

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi khalayak secara umum dan mahasiswa jurusan Teknik Sipil pada khususnya.

Bandar Lampung, 03 Juli 2015

Penulis

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lalu-lintas merupakan permasalahan rumit yang sering terjadi disetiap daerah perkotaan. Permasalahan tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem ruang wilayah dan sistem jaringan transportasi itu sendiri sebagai sebuah kesatuan tata ruang. Tata ruang yang dimaksud adalah perwujudan dari struktur ruang dan pola ruang, yaitu perwujudan dari susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

(19)

sebagai penghubung antar kesatuan wilayah, akan lebih berdaya guna apabila didukung oleh adanya sistem jaringan pelayanan transportasi.

Muara permasalahan lalu lintas perkotaan adalah adanya ketidak seimbangan antara kapasitas atau ruang jalan sebagai prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan sebagai sarana transportasi. Pertumbuhan jumlah kendaraan yang besar pada kenyataannya kurang diimbangi oleh sediaan kapasitas jaringan jalan yang cukup. Akibatnya timbul permasalahan diseputar transportasi yaitu: kemacetan, polusi udara, penurunan kondisi jalan membuat daya guna ruas jalan menjadi semakin tidak optimal dan menambah biaya transportasi.

Pertumbuhan dan perkembangan kota merupakan suatu hasil dari proses interaksi dan akumulasi dari berbagai sistem aktivitas yang saling bersifat dependen dan mutualis untuk memperkuat sistem dalam upaya mengoptimalkan percepatan perkembangan kota, sementara lokasi perkembangan dari setiap aktivitas tersebut berada pada ruang wilayah yang saling berbeda. Pertumbuhan dan perkembangan kota atau wilayah akan berimplikasi pada meningkatnya permintaan transportasi akibat peningkatan aktivitas pergerakan orang dan barang dalam suatu wilayah atau kota, yang mana aktivitas pergerakan ini mutlak memerlukan sarana dan prasarana transportasi yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas.

1.2. Rumusan Masalah

(20)

3

keterkaitan dan keterikatan antara penumpang, barang, sarana dan prasarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan orang atau barang yang tercakup dalam tatanan baik secara alami maupun buatan. Proses berlangsungnya kegiatan transportasi biasanya melibatkan 3 elemen penting yaitu adanya jaringan jalan, moda angkutan dan faktor kegiatan (tata guna lahan).

Kawasan Tanjung Karang dalam konteks struktur ruang Kota Bandar Lampung memiliki peran strategis yaitu sebagai Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau Central Business District (CBD) untuk berfungsi melayani seluruh Wilayah Kota dan Wilayah Provinsi Lampung. Kawasan ini direncanakan sebagai pusat perdagangan jasa dan prasarana sarana dan utilitas modern dengan dukungan permukiman perkotaan. Dari aspek transportasi, kondisi ini membawa konsekwensi logis bahwa kawasan Tanjung Karang akan menghadapi permasalahan ledakan arus lalu lintas pergerakan yang keluar-masuk kawasan ini, dan juga arus lalu lintas dalam internal kawasan ini.

(21)

perlintasan utama dari arus pergerakan lalu lintas antar pusat kegiatan dalam skala nasional dan wilayah propinsi.

Dalam konteks jaringan pelayananan angkutan umum, CBD Tanjung Karang juga merupakan titik perlintasan utama dari hampir sebagian besar rute atau trayek layanan angkutan umum di Kota Bandar Lampung. Hal ini dapat dipahami karena CBD Tanjung Karang ini merupakan titik pertemuan seluruh ruas jalan utama yang berada di Kota Bandar Lampung.

Kondisi diatas, secara logis akan berpengaruh terhadap pola bangkitan, sebaran dan pemilihan rute dan atau moda transportasi terkait dengan daya guna sistem transportasi di kawasan CBD Tanjung Karang. Pada saat transportasi menjadi sangat penting dan pada saat dikaitkan dengan kelancaran aktfitas kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, maka kawasan CBD Tanjung Karang adalah salah satu titik yang paling rawan terhadap permasalahan lalu-lintas di Kota Bandar Lampung. Sedikit saja terjadi gangguan lalu-lintas pada jaringan jalan di kawasan CBD Tanjung Karang, maka akan berpotensi mengganggu sistem lalu-lintas pada hampir sebagian besar jaringan jalan di Kota Bandar Lampung.

(22)

5

Gambar 1.1. Peta Jaringan Jalan Kota Bandar Lampung

Hal tersebut diatas memunculkan ide meneliti dan merumuskan sebuah konsep ”Penerapan Rekayasa Lalulintas Untuk Mengatasi Permasalahan Transportasi Pada Pusat Kegiatan Kota Tanjung Karang Di Bandar Lampung”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah:

1. Menganalisis pola pergerakan lalu-lintas pada jaringan jalan di kawasan daerah pusat kegiatan (DPK) Tanjung Karang.

(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian adalah:

1. Menjadi bahan pertimbangan bagi stake-holders dalam penanganan masalah kemacetan di seputaran kawasan CBD Tanjung Karang.

2. Menjadi bahan pertimbangan bagi stake-holders dalam mengambil kebijakan untuk penataan, peningkatan dan pengembangan kawasan DPK Tanjung Karang.

3. Menjadi bahan referensi untuk mengetahui dan memahami tentang studi pemodelan berbasis manajemen dan rekayasa lalu-lintas, serta memperkaya khasanah penelitian di bidang transportasi.

1.5. Batasan Masalah

Batasan yang diambil dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Aspek yang dibahas dalam penelitian adalah daya guna jaringan infrastruktur jalan.

2. Parameter yang akan diukur adalah volume lalu-lintas dan turunannya.

3. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah simulasi lalu-lintas berbasis metode perencanaan empat tahap transportasi.

(24)

7

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Transportasi dan Tata Guna Lahan

Transportasi atau perangkutan adalah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, atau mesin. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan (trip) dari suatu asal (origin) dan menuju suatu tujuan (destination) tertentu, yang menghubungkan minimal dua tempat kegiatan yang terpisah. Perjalanan dilakukan melalui suatu lintasan tertentu yang menghubungkan asal dan tujuan, menggunakan alat angkut atau kendaraan dengan kecepatan tertentu. Jadi perjalanan adalah proses perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain.

(26)

9

perjalanan, yaitu suatu keputusan yang dibuat untuk memilih moda perjalanan yang akan digunakan oleh pelaku perjalanan, dan pembebanan lalu-lintas yang menentukan jalur transportasi publik atau jaringan jalan suatu perjalanan yang akan dibuat. Terakhir dampak dari pemilihan rute perjalanan atau pembebanan lalu lintas adalah volume lalu-lintas pada ruas jalan yang akan berpengaruh terhadap kualitas layanan ruas ataupun jaringan transportasi jalan.

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, transportasi pada dasarnya timbul sebagai suatu bentuk respon dari kebutuhan masyarakat (sistem transportasi adalah suatu bentuk permintaan turunan) yang membutuhkan adanya suatu sistem yang mampu mendukung aktivitas pergerakan antara suatu tempat dengan tempat lainnya (interaksi wilayah) akibat adanya perbedaan fungsi/jenis aktivitas yang berkembang dalam suatu kawasan.

(27)

suatu garis yang mewakili panjang tertentu dari suatu jalan, rel atau rute kendaraan. Node adalah suatu titik tempat jaringan jalan bertemu (Morlok, 1995).

(28)

11

Rencana tataguna lahan dalam perencanaan wilayah dipengaruhi oleh rencana pola jaringan jalan yang akan merupakan pengatur lalu-lintas. Jadi ada keterkaitan antara perencanaan kota dengan perencanaan transportasi. Perencanaan kota mempersiapkan kota untuk menghadapi perkembangan dan mencegah timbulnya berbagai persoalan, agar kota menjadi suatu tempat kehidupan yang layak. Perencanaan transportasi mempunyai sasaran mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan orang maupun barang bergerak dengan aman, murah, cepat, dan nyaman.

Kebutuhan transportasi merupakan pola kegiatan didalam sistem tataguna lahan yang mencakup kegiatan sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya, yang membutuhkan pergerakan sebagai penunjang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat, sehingga biasanya dianggap membentuk suatu land use transport system. Agar tata guna lahan dapat terwujud baik, maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik. Sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Sebaliknya transportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan. Untukmenghindari dampak yang bersifat negatif, perlu diterapkan sistem perencanaan yang memadai serta sistem koordinasi interaktif dengan melibatkan berbagai instansi yang terkait.

(29)

yang untuk pengaturannya diperlukan penerapan sistem rekayasa dan pengelolaan lalu-lintas.

2.2. Jalan Sebagai Prasarana Transportasi Darat

Menurut UU Jalan 38/2004, jalan didefinisikan sebagai keseluruhan bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat yang mempunyai peranan penting dalam usaha pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka tersebut, jalan mempunyai peranan untuk mewujudkan sasaran pembangunan seperti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

(30)

13

dan mengikat antar daerah, sedangkan dari aspek pertahanan dan keamanan, keberadaan jalan memberikan akses dan mobilitas dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan.

Jaringan transportasi jalan terjadi sebagai akibat interaksi antara perjalanan, tata guna lahan (land use), populasi (jumlah penduduk), dan kegiatan ekonomi disuatu wilayah. Tersebarnya lokasi sumber daya alam, tempat produksi, dan pasar maupun konsumen akhir, menuntut dukungan system yang mengefisienkan aksesibilitas antar lokasi tersebut yang diwujudkan dalam sistem konektivitas simpul pelayanan distribusi. Dalam hal ini semua pusat kegiatan beserta wilayah pengaruhnya akan berevolusi membentuk satuan wilayah pengembangan. Pusat pengembangan dimaksud dihubungkan dalam satu hubungan hierarkis dalam bentuk jaringan jalan yang menunjukkan struktur tertentu.

(31)

jalan antar kota atau sistem jaringan jalan primer maupun dalam sistem jaringan jalan perkotaan atau sistem jaringan jalan sekunder.

Terkait dengan perihal di atas, maka tujuan penyelenggaraan jalan tersebut setidaknya terdapat beberapa kata kunci yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan jalan di Indonesia, yakni aspek yang berkaitan dengan pemerataan aksesibilitas ke seluruh wilayah, keselamatan dan pengoperasian jalan, efisiensi operasi, yang dalam hal ini cepat dan lancar, efektifitas jaringan jalan sebagai penunjang pembangunan, biaya yang seekonomis mungkin dan terjangkau serta keterpaduan antar moda.

2.3. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu-lintas sebagai prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. Gerak kendaraan pada ruang lalu-lintas merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam pertimbangan kapasitas dan pelayanan suatu sistem transportasi.

(32)

15

gangguan yang disebabkan ketidakmampuan pengendara untuk menjaga jarak secara tetap dan tanpa perubahan waktu, yang pada akhirnya akan menyebabkan ketidakstabilan.

Transportasi perlu untuk mengatasi kesenjangan jarak dan komunikasi antara tempat asal dan tempat tujuan. Untuk itu dikembangkan sistem transportasi dan komunikasi, dalam wujud sarana (kendaraan) dan prasarana (jalan). Dari sini timbul jasa layanan untuk memenuhi kebutuhan perangkutan (transportasi) dari satu tempat ke tempat lain. Menurut UU Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan 22/2009, angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu-lintas jalan. Kegiatan transportasi yang diwujudkan dalam bentuk lalu-lintas kendaraan, pada dasarnya merupakan kegiatan yang menghubungkan dua lokasi dari tata guna lahan yang mungkin sama atau berbeda. Transportasi dengan demikian merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan cara mengubah letak geografis barang atau orang.

Berdasarkan UU Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan 22/2009, dijelaskan bahwa lalu-lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu-lalu-lintas, angkutan jalan, jaringan lalu-lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu-lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya.

(33)

mampu menjunjung tinggi martabat bangsa, terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa dan terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

2.4. Karakteristik Lalu Lintas Jalan

Interaksi antara kendaraan dengan pengemudi, dan juga dengan kendaraan yang lain, merupakan fenomena suatu proses yang sangat kompleks. Lalu-lintas adalah suatu proses dengan kondisi stokastik, dengan variasi yang beragam (random) akibat karakteristik kendaraan dan pengemudi, serta interaksi antar keduanya.

Variabel-variabel yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik lalu-lintas kendaraan pada suatu jalur gerak adalah volume, konsentrasi dan kepadatan, kecepatan serta headway (jarak antar kedatangan suatu kendaraan dengan kendaraan yang lain).

2.4.1 Volume dan Tingkat Arus Lalu Lintas

(34)

17

T n

q  ….. (2-1)

dimana:

q= volume lalu-lintas yang melewati suatu titik pengamatan, n = jumlah kendaraan melewati titik dalam interval waktu T, dan T= interval waktu pengamatan

Untuk keperluan analisa, MKJI (1997) mengelompokkan data pencacahan lalu-lintas menjadi empat jenis kendaraan yaitu:

Kendaraan ringan (LV) adalah kendaraan bermotor dua as beroda empat dengan jarak as 2,0 – 3,0 meter.

Kendaraan berat ( HV ) adalah kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,5 meter.

Sepeda Motor (MC) adalah kendaraan bermotor beroda dua atau tiga.

Kendaraan tidak bermotor (UM) adalah kendaraan tidak bermotor beroda dua atau lebih.

2.4.2 Konsentrasi dan Kerapatan Lalu Lintas

(35)

Kerapatan atau kepadatan adalah jumlah kendaraan yang berada pada suatu panjang jalur gerak atau ruas jalan dalam waktu tertentu. Biasanya kerapatan dihitung menggunakan persamaan 2-2 jika kecepatan dan besar arus lalu-lintas diketahui.

d u

q   ….. (2-2)

dimana:

q= arus lalu-lintas

u= kecepatan perjalanan rata-rata d= kerapatan rata-rata

Konsentrasi adalah jumlah rata-rata kendaraan per satuan panjang jalur gerak pada suatu saat dalam waktu tertentu. Secara umum, konsentrasi lalu-lintas pada suatu jalur gerak didefinisikan sebagai:

L n

k  ….. (2-3)

dimana:

k = konsentrasi kendaraan pada jalan yang panjang L pada suatu titik dalam waktu,

(36)

19

Pada kenyataannya konsentrasi yang terjadi pada suatu waktu akan berbeda dengan waktu sebelum atau sesudahnya. Sehingga untuk mendapatkan nilai konsentrasi rata-rata dalam suatu periode waktu tertentu digunakan persamaan berikut:

k= konsentrasi kendaraan pada suatu panjang jalan dalam periode waktu T T= periode waktu pengamatan

mi= waktu yang dipergunakan kendaraan i di jalan

si= jarak yang ditempuh kendaraan i di jalan

n= jumlah kendaraan yang ada di jalan dalam periode waktu T.

2.4.3 Kecepatan

(37)

Us= kecepatan rata-rata ruang (km/jam),

ti= waktu perjalanan (detik)

d= panjang atau jarak (meter)

n= banyaknya kendaraan yang diamati.

Metode lain untuk menentukan kecepatan dari sebuah aliran lalu-lintas adalah dengan menggunakan nilai “kecepatan rata-rata waktu”, yaitu: rata-rata aritmatik kecepatan yang diukur terhadap kendaraan yang melintasi suatu titik tertentu dalam rentang waktu tertentu. Pada kondisi ini, kecepatan individual kendaraan disebut dengan “kecepatan sesaat” (spot speed).

Ut= kecepatan rata-rata waktu (km/jam),

Ui= kecepatan sesaat (km/jam)

n= banyaknya kendaraan yang diamati d= panjang segmen (meter)

(38)

21

2.4.4 Headway

Headway atau jarak antar kedatangan adalah interval waktu antara saat dimana bagian depan satu kendaraan melewati satu titik sampai saat bagian depan kendaraan berikutnya melewati titik yang sama. Pada kenyataannya headway untuk sepasang kendaraan dengan sepasang kendaraan yang lain tidak sama. Untuk itu dibuat istilah headway rata-rata, yaitu rata-rata interval waktu antar sepasang kendaraan yang berurutan, yang diukur pada suatu periode waktu dan tempat tertentu.Terminologi ini kemudian diekspresikan dalam suatu persamaan

q ht

1

 ….. (2-8)

dimana:

ȟt=headway waktu rata-rata

q= arus lalu-lintas

2.5. Tingkat Pelayanan Jalan

(39)

Hobbs (1979) menyatakan bahwa waktu perjalanan atau kecepatan, keterandalan / reliability atau variasi dalam waktu total, kenyamanan / comfort, keamanan atau bebas dari kerusakan untuk barang angkutan, serta biaya perjalanan dan biaya operasi kendaraan, adalah factor yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan jalan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan, disebutkan bahwa tingkat pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk menampung lalu-lintas pada keadaan tertentu. Dalam hal ini, tingkat pelayanan jalan dipersepsikan sebagai nisbah antara volume lalu-lintas (smp/jam) dan kapasitas jalan (smp/jam), yang dinyatakan dalam persamaan volume per kapasitas (V/C ratio).

(40)

23

Tabel – 2.1. Tingkat pelayanan untuk jalan arteri primer Tingkat

Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait A Arus bebas

Kecepatan lalu lintas > 100 km/jam

Jarak pandang bebas untuk mendahului harus selalu ada

Volume lalu lintas mencapai 20% dari kapasitas (yaitu 400 smp/jam/2 arah)

Sekitar 75% dari gerakan mendahului dapat dilakukan dengan sedikit atau tanpa tundaan

B Awal dari kondisi arus stabil Kecepatan lalu lintas ≥ 80 km/jam

Volume lalu lintas dapat mencapai 45% kapasitas (yaitu 900 smp/jam/2 arah)

C Arus masih stabil

Kecepatan lalu lintas ≥ 65 km/jam

Volume lalu lintas tidak melebihi 70% kapasitas (yaitu 1400 smp/jam/2 arah)

D Mendekati arus tidak stabil

Kecepatan lalu lintas turun sampai 60 km/jam

Volume lalu lintas sampai 85% kapasitas (yaitu 1700 smp/jam/2 arah) E Kondisi mencapai kapasitas dengan volume mencapai 2000

smp/jam/2 arah

Kecepatan lalu lintas sekitar 50 km/jam F Kondisi arus tertahan

Kecepatan lalu lintas < 50 km/jam Volume dibawah 2000 smp/jam

Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 14 Tahun 2006

Tabel – 2.2. Tingkat pelayanan untuk jalan lokal sekunder Tingkat

Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait A Arus relatif bebas dengan sesekali terhenti

Kecepatan perjalanan rata-rata ≥ 40 km/jam B Arus stabil dengan sedikit tundaan

Kecepatan perjalanan rata-rata ≥ 30 km/jam

C Arus stabil dengan tundaan yang masih dapat diterima Kecepatan perjalanan rata-rata ≥ 25 km/jam

D Mendekati arus tidak stabil dengan tundaan yang masih dalam toleransi

Kecepatan perjalanan rata-rata > 15 km/jam E Arus tidak stabil

Kecepatan perjalanan rata-rata < 15 km/jam F Kecepatan perjalanan rata-rata < 15 km/jam

Lalu lintas pada kondisi tersendat

(41)

Tabel – 2.3. Tingkat pelayanan untuk jalan arteri sekunder dan kolektor sekunder Tingkat

Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait A Arus bebas

Kecepatan perjalanan rata-rata ≥ 80 km/jam V/C ratio ≤ 0,6

Load factor pada simpang = 0 B Arus stabil

Kecepatan perjalanan rata-rata turun s.d. ≥ 40 km/jam V/C ratio ≤ 0,7

Load factor ≤ 0,1 C Arus stabil

Kecepatan perjalanan rata-rata turun s.d. ≥ 30 km/jam V/C ratio ≤ 0,8

Load factor ≤ 0,3

D Mendekati arus tidak stabil

Kecepatan perjalanan rata-rata turun s.d. ≥ 25 km/jam V/C ratio ≤ 0,9

Load factor ≤ 0,7

E Arus tidak stabil, terhambat dengan tundaan yang tidak dapat ditolerir Kecepatan perjalanan rata-rata sekitar 25 km/jam

Volume pada kapasitas Load factor pada simpang ≤ 1 F Arus tertahan, macet

Kecepatan perjalanan rata-rata < 15 km/jam V/C ratio permintaan melebihi 1

Simpang jenuh

(42)

25

Tabel – 2.4. Tingkat pelayanan untuk jalan kolektor primer Tingkat

Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait

A Kecepatan lalu lintas ≥ 100 km/jam

Volume lalu lintas sekitar 30% dari kapasitas (yaitu 600 smp/jam/lajur)

B Awal dari kondisi arus stabil

Kecepatan lalu lintas sekitar 90 km/jam

Volume lalu lintas tidak melebihi 50% kapasitas (yaitu 1000 smp/jam/lajur)

C Arus stabil

Kecepatan lalu lintas ≥ 75 km/jam

Volume lalu lintas tidak melebihi 75% kapasitas (yaitu 1500 smp/jam/lajur)

D Mendekati arus tidak stabil

Kecepatan lalu lintas sekitar 60 km/jam

Volume lalu lintas sampai 90% kapasitas (yaitu 1800 smp/jam/lajur) E Arus pada tingkat kapasitas (yaitu 2000 smp/jam/lajur)

Kecepatan lalu lintas sekitar 50 km/jam F Arus tertahan, kondisi terhambat (congested)

Kecepatan lalu lintas < 50 km/jam

Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 14 Tahun 2006

2.6. Rekayasa Lalu Lintas

(43)

lalu-lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu-lintas dan angkutan jalan.

Ruang lingkup rekayasa lalu-lintas dalam prakteknya mencakup 5 bagian penting, yaitu : studi karakteristik lalu-lintas, perencanaan transportasi, perencanaan geometrik jalan, operasi lalu -lintas yang dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dengan cara menerapkan alat-alat kontrol lalu-lintas agar sesuai dengan standard dan ketentuan lainnya serta administrasi.

Terkait dengan hal tersebut diatas, maka kegiatan rekayasa lalu-lintas tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan yang bersifat manajemen yaitu: perencanaan, pengaturan, perekayasaaan, pemberdayaan dan pengawasan. Manajemen lalu-lintas adalah pengelolaan dan pengendalian arus lalu-lintas dengan melakukan optimasi penggunaan prasarana yang ada, baik pada saat sekarang maupun yang akan direncanakan (Abubakar, 1996).

Manajemen lalu-lintas adalah suatu proses pengaturan dan penggunaan sistem jalan raya yang sudah ada dengan tujuan untuk memenuhi suatu tujuan tertentu tanpa perlu penambahan atau pembuatan infrastruktur baru. Oleh karena itu, sasaran diberlakukannya manajemen lalu-lintas adalah :

Mengatur dan menyederhanakan lalu-lintas dengan melakukan pemisahan terhadap tipe, kecepatan dan pemakai jalan yang berbeda untuk meminimumkan gangguan terhadap lalu-lintas.

(44)

27

Melakukan optimasi ruas jalan dengan menentukan fungsi dari jalan dan kontrol terhadap aktivitas-aktivitas yang tidak cocok dengan fungsi jalan tersebut.

2.7. Perencanaan Transportasi

Transportasi merupakan komponen utama dalam sistem hidup dan kehidupan, sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Warpani (1981) menyatakan bahwa hampir setiap orang menghendaki dapat bergerak dengan aman, nyaman, cepat, dan mudah. Tetapi pada saat yang bersamaan juga terdapat sejumlah orang yang bergerak dari dan/atau menuju ke tempat yang sama, dan lebih dari itu menggunakan lintasan yang sama. Permasalahan transportasi bukan masalah yang berdiri sendiri, karena didalamnya terdapat faktor manusia, ekonomi, fisik (sarana dan prasarana), manajemen dan faktor lainnya.

(45)

Perkembangan teknologi di bidang transportasi menuntut adanya perkembangan teknologi prasarana transportasi berupa jaringan jalan. Sistem transportasi yang berkembang semakin cepat menuntut perubahan tata jaringan jalan yang dapat menampung kebutuhan lalu-lintas yang berkembang tersebut.

Menurut Warpani (1990), perencanaan transportasi adalah suatu proses yang tujuannya mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan/atau barang berpindah dengan aman dan murah. Pada dasarnya perencanaan transportasi adalah meramalkan kebutuhan transportasi di masa depan terkait dengan mesalah ekonomi, sosial dan aspek-aspek fisik lingkungan. Perencanaan transportasi merupakan suatu proses yang dinamis, dan tanggap terhadap perubahan tata guna lahan, keadaan soio-ekonomi dan pola lalu-lintas. Jadi salah satu tujuan penting dari perencanaan tata guna lahan atau perencanaan sistem transportasi, adalah menuju ke keseimbangan yang efisien antara potensi tata guna lahan dengan kemampuan transportasi.

Untuk merencanakan sistem transportasi secara sistem, maka model perencanaan yang popular digunakan adalah model perencanaan 4 tahap yang terdiri dari: bangkitan perjalanan (trip generation), sebaran perjalanan (trip distribution), pemilihan moda (modal choice / modal split), dan pembebanan lalu lintas (trip assignment).

2.7.1 Bangkitan Perjalanan

(46)

29

digunakan dalam memperkirakan jumlah perjalanan yang berasal atau bertujuan di suatu zona dalam analisis lalu -lintas.

Fokus utama dalam analisis bangkitan perjalanan adalah di pemukiman, dan bahwa bangkitan perjalanan adalah fungsi dari kegiatan social, ekonomi keluarga. Pada tingkat zona analisis lalu -lintas, tata guna lahan akan menghasilkan atau membangkitkan perjalanan. Zone juga merupakan tujuan perjalanan, menarik perjalanan. Analisis dari tarikan perjalanan difokuskan kepada tata guna lahan yang bukan pemukiman.

Untuk mengetahui besarnya bangkitan perjalan suatu zona perlu dilakukan survey asal tujuan berupa wawancara keluarga, untuk mendapatkan informasi pola perjalanan yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarga, informasi mengenai sosial, ekonomi keluarga. Survai dilakukan dengan sampling, semakin kecil kota yang akan disurvei semakin besar persentase sampel. Model yang digunakana dalam analisis bangkitan perjalanan: model regressi berganda dan analisis kategori.

2.7.2 Sebaran Perjalanan

Sebaran perjalanan atau distribusi perjalanan adalah salah satu langkah dalam perencanaan transportasi empat tahap (Four step transport planning) yang berkaitan dengan distribusi jumlah perjalanan (trip) antara satu zona dengan zona lain.

(47)

menggambarkan pola perjalanan ini, dalam perencanaan transportasi sering digunakan model matrik asal tujuan (MAT) perjalanan.

MAT adalah matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai berapa besar perjalanan antar lokasi dalam suatu wilayah tertentu. Baris menyatakan zona asal perjalanan sedang kolom menyatakan zona tujuan perjalanan, sehingga sel matrik akan menyatakan besarnya arus perjalanan dari zona asal ke zona tujuan. Dalam hal ini, notasi Tij menyatakan besarnya arus perjalanan yang bergerak dari zona asal i

menuju zona tujuan j selama periode waktu tertentu.

Tabel berikut menunjukkan contoh distribusi perjalanan dengan z jumlah zona. Tabel – 2.5. Contoh Matrik Asal Tujuan Perjalanan

Asal \ Tujuan 1 2 3 Z

1 T11 T12 T13 T1Z

2 T21

3 T31

Z TZ1 TZZ dimana Tij adalah jumlah perjalanan dari zona i menuju zona j.

2.7.3 Pemilihan Moda Perjalanan

(48)

31

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan moda seperti: Jaringan pelayanan angkutan umum

Biaya angkutan, kalau angkutan umum disubsidi akan mempengaruhi penggunaan angkutan umum, termasuk kalau biaya penggunaan kendaraan pribadi tinggi akan mempengaruhi penggunaan angkutan umum.

Kecepatan perjalanan dengan angkutan umum dan angkutan pribadi Fasilitas yang disediakan untuk moda tertentu seperti:

Trotoar dan fasilitas pejalan kaki yang baik untuk menarik pejalan kaki berjalan kaki menuju tujuannya

Jaringan bagi pesepeda

2.7.4 Pemilihan Rute Perjalanan

Pembebanan perjalanan atau disebut juga pembebanan lalu-lintas (trip assignment) adalah tahapan terakir dari perencanaan transportasi empat tahap yang merupakan pilihan rute (route choice) yang dipilih dalam melakukan perjalanan dari satu zona ke zona lainnya. Rute yang dipilih adalah rute yang ditempuh dengan waktu yang paling cepat atau biaya yang paling murah.

(49)

Karena keterbatasan kapasitas jalan didalam memilih rute maka pilihan akan jatuh pada rute dengan biaya perjalanan yang paling rendah atau waktu perjalanan yang paling singkat.

Hal utama dalam proses pembebanan rute adalah memperkirakan asumsi pengguna jalan mengenai pilihannya yang terbaik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan rute pada saat kita melakukan perjalanan. Beberapa diantaranya adalah waktu tempuh, jarak, biaya (bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan antrian, jenis manuver yang dibutuhkan, jenis jalan raya (jalan tol, arteri), pemandangan, kelengkapan rambu dan marka jalan, serta kebiasaan. Sangatlah sukar menghasilkan persamaan biaya gabungan yang menggabungkan semua faktor tersebut.

2.8. Tanjung Karang Dalam Konteks Kebijakan Tata Ruang Kota Bandar

Lampung

Kebijakan mengenai penataan ruang Kota Bandar Lampung diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung Tahun 2011 – 2030, yang secara legal telah disahkan dalam suatu Perda RTRW Kota Bandar Lampung 10/2011.

Mengacu kepada Perda RTRW Kota Bandar Lampung 10/2011, bahwa kebijakan dan strategi pengembangan tata ruang Kota Bandar lampung dapat dijelaskan sebagai berikut:

(50)

33

dengan memperhatikan kelestarian lingkungan alami dan keanekaragaman hayati serta keserasian fungsi pelayanan lokal, regional dan nasional.

Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kota Bandar Lampung meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang, pengembangan pola ruang, pengembangan kawasan strategis serta pemanfaatan dan pengendalian ruang.

2.8.1. Rencana Struktur Ruang Kota Bandar Lampung

Kebijakan pengembangan struktur ruang Kota Bandar Lampung sebagaimana diditetapkan dalam Perda RTRW Kota Bandar Lampung 10/2011meliputi:

Pembentukan dan pengembangan kawasan pusat-pusat kegiatan utama kota, Peningkatan aksesibilitas pusat perdagangan dan jasa skala internasional dan regional,

Peningkatan penyediaan prasarana dan sarana kota secara terpadu yang berwawasan lingkungan,

Peningkatan fungsi pelayanan nasional dan regional, Pelestarian lingkungan alami dan keanekaragaman hayati.

Kebijakan pengembangan struktur ruang ini kemudian diterjemahkan dalam beberapa strategi pencapaian dan implementasinya diwujudkan dalam suatu rencana struktur ruang wilayah Kota Bandar Lampung.

(51)

Arahan pembentuk sistem pusat-pusat pelayanan wilayah kota yang memberikan layanan bagi wilayah kota,

Arahan perletakan jaringan prasarana wilayah kota sesuai dengan fungsi jaringannya yang menunjang keterkaitan antar pusat-pusat pelayanan kota, Dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk 20 (dua puluh) tahun.

Sesuai dengan karakteristik fisik dan perkembangannya, maka strategi pengembangan struktur ruang kota membagi wilayah perencanaan RTRW Kota Bandar Lampung dibagi dalam 7 (tujuh) bagian wilayah kota (BWK) sebagai berikut:

BWK A meliputi Kecamatan Tanjung Karang Pusat dengan luas kurang lebih 668 hektar, bertindak sebagai pusat pelayanan primer atau Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau dinamakan juga Central Buisiness District (CBD) Kota Bandar Lampung dengan fungsi utama adalah Pusat Pelayanan Primer (Regional), serta Pusat Distribusi dan Kolektor Barang dan Jasa Regional BWK B meliputi Kecamatan Kedaton dan Kecamatan Rajabasa dengan luas kurang lebih 2.390 hektar, dengan fungsi utama adalah Pusat Pendidikan Tinggi dan Budaya, Simpul Utama Transportasi Darat, perdagangan dan jasa, dan Permukiman Perkotaan

(52)

35

BWK D meliputi Kecamatan Tanjung Karang Timur dan Kecamatan Sukabumi dengan luas kurang lebih 3.275 hektar, dengan fungsi utama sebagai kawasan industri menengah dan pergudangan, perdagangan dan jasa, permukiman/perumahan, dan pendidikan tinggi

BWK E meliputi Kecamatan Teluk Betung Selatan dan Kecamatan Panjang dengan luas kurang lebih 3.123 hektar, dengan fungsi utama adalah Pelabuhan Utama, Pusat pergudangan dan industri menengah, Perdagangan dan Jasa, dan Pengembangan Kawasan Pesisir

BWK F meliputi Kecamatan Kemiling dan Kecamatan Tanjung Karang Barat dengan luas kurang lebih 4.279 hektar, dengan fungsi utama adalah kawasan pendidikan khusus (Kepolisian atau Sekolah Polisi Negara), agrowisata dan ekowisata, perdagangan dan jasa, kawasan lindung dan konservasi, permukiman/perumahan terbatas, pendidikan tinggi dan pusat olah raga

(53)

Gambar 2.1. Struktur Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung 2011 – 2030 (Bappeda Kota Bandar Lampung, 2011)

2.8.2. Rencana Pola Ruang Kota Bandar Lampung

Kebijakan pengembangan pola ruang Kota Bandar Lampung sebagaimana diditetapkan dalam Perda RTRW Kota Bandar Lampung 10/2011meliputi:

Kebijakan pengembangan kawasan lindung, Kebijakan pengembangan kawasan budi daya.

Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud diatas meliputi: Pemeliharaan dan pemantapan kawasan lindung,

(54)

37

Strategi pencapaian dan implementasi kebijakan pengembangan pola ruang Kota Bandar Lampung diwujudkan dalam suatu rencana struktur ruang wilayah Kota Bandar Lampung diperlihatkan pada Gambar 4, dimanan rencana pola ruang diwujudkan berdasarkan distribusi peruntukan ruang yang meliputi:

Peruntukan ruang untuk fungsi lindung dengan luas kurang lebih 5.943 hektar, Peruntukan ruang untuk fungsi budi daya dengan luas kurang lebih 13.778 hektar.

Kawasan lindung meliputi kawasan hutan lindung, kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan di bawahnya berupa kawasan resapan air, kawasan perlindungan setempat berupa sempadan pantai, sempadan sungai, sekitar mata air, dan sempadan rel kereta api, RTH, cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, dan kawasan lindung lainnya.

Kawasan budidaya meliputi kawasan perumahan, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perkantoran, kawasan industri, kawasan pariwisata, kawasan RTNH, kawasan ruang evakuasi bencana, kawasan kegiatan sektor informal, dan kawasan peruntukan lainnya.

Terkait rencana strategis pola ruang wilayah Kota Bandar Lampung, maka wilayah Tanjung Karang dalam hal ini kecamatan Tanjung Karang Pusat difungsikan sebagai kawasan budidaya dengan fungsi perdagangan dan jasa.

2.9. Penelitian Terdahulu

(55)

penting dilakukan agar tidak terjadi duplikasi ataupun plagiarisasi dalam penyusunan tesis ini.

Gambar 2.2. Pola Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung 2011 -2030 (Bappeda Kota Bandar Lampung, 2011)

(56)

39

Pinang. Kemacetan lalu-lintas pada ruas-ruas jalan utama pusat Kota Bandar Lampung menyebabkan munculnya kawasan-kawasan kemacetan yaitu Kawasan Tugu-Gedung Joeang’45, Kawasan Terminal Kota-Bandar Lampung Plaza, Kawasan Simpur Center, Kawasan Pertokoan Pasar Tengah, Kawasan Chandra Superstore, Kawasan Plaza Millenium, Kawasan Central Plaza, Kawasan Jaka Utama, Kawasan Pertokoan Golden, dan Kawasan Bambu Kuning Plaza.

(57)

Lebih lanjut, Ofrial (2014) secara lebih spesifik melakukan penelitian di ruas jalan Raden Inten pada segmen Stasiun Kereta Api Tanjung Karang – Pertigaan Jalan

Brigjend Katamso (+ 350 m) menyebutkan bahwa kapasitas jalan Raden Inten tanpa

hambatan samping yaitu sebesar 6.204 smp/jam, sedangkan kapasitas dengan

hambatan samping sangat tinggi sebesar 4.818 smp/jam, dan Tingkat pelayanan pada

jalan Raden Inten Bandar Lampung tanpa hambatan samping dikategorikan tingkat pelayanannya B, namun setelah adanya hambatan samping maka jalan Raden Inten dikategorikan tingkat pelayanan C.

Munziansyah (2014) melakukan survey LHR pada ruas jalan Terminal Pasar Bawah Ramayana Kota Bandar Lampung. Survey yang dilakukan dalam 3 periode jam puncak yaitu pada pagi hari mulai dari pukul 06.30 – 08.00 WIB, siang hari mulai dari pukul 12.00 – 13.30 WIB, dan untuk sore hari mulai pukul 16.00 – 18.00 WIB mencatat bahwa ruas jalan Terminal Pasar Bawah Ramayana Kota Bandar Lampung dilewati oleh 8.346 kendaraan dengan klasifikasi kendaraan berbahan bakar solar sebanyak 111 kendaraan dan kendaraan berbahan bakar bensin sebanyak 8.235 kendaraan untuk mobil penumpang sebanyak 3.046 kendaraan dan sepeda motor sebanyak 5.189 kendaraan.

(58)

41

Ahmad Yani – jalan Letjend. Suprapto – jalan S. Parman, yang nota bene merupakan bagian kawasan pusat kegiatan kota Tanjung Karang Pusat.

(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian berisi penjelasan tentang cara bagaimana penelitian dilakukan. Tahapan studi ini dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan kerangka permasalahan, tujuan penelitian, ruang lingkup dan metode penelitian.

3.1. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian yang dilakukan meliputi studi kepustakaan dan penetapan lokasi penelitian.

Studi kepustakaan dilakukan sebagai bahan referensi dalam mendukung penelitian ini. Bahan referensi yang dijadikan studi kepustakaan mengandung topik yaitu volume, kecepatan, kepadatan, dan arus lalu lintas.

(60)

43

3.1.1 Survey Pendahuluan

Survey pendahuluan ini dilakukan sebagai observasi awal sebelum memulai survey utama. Beberapa manfaat survey pendahuluan ini adalah :

a. Mengetahui keadaan dan gambaran langsung titik lokasi pelaksanaan survey.

b. Menentukan letak titik kontrol dan segmen jalan.

c. Mempersiapkan formulir dan alat penunjang untuk melaksanakan survey seperti :

1. Odometer untuk mengukur jarak 2. Stopwatch untuk mengukur waktu 3. Video kamera dan tripod

4. Alat tulis dan form survey

d. Memberikan arahan kepada surveyor tentang kondisi lapangan dan cara pengambilan data.

3.1.2 Lokasi Survey

Pemilihan lokasi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga bisa diperoleh data yang baik untuk analisis lebih lanjut. Dalam melakukan pemilihan lokasi survey ini perlu ditinjau beberapa kondisi untuk mendapatkan ruas jalan yang sesuai dengan kriteria pemilihan lokasi. Kriteria dalam memilih lokasi survey tersebut antara lain:

a. survey dilakukan pada persegmen jalan pada ruas jalan yang ditentukan, b. kondisi perkerasan jalan dan desain geometrik jalan dalam keadaan baik,

(61)

c. pada ruas jalan diusahakan sedikit mungkin terjadi gangguan, baik akibat kendaraan yang ingin memutar, masuk ke jalur lambat, dan gangguan pejalan kaki yang dapat mengganggu kelancaran arus.

Berdasarkan keterangan diatas dapat ditentukan 11 lokasi Titik Survey (TS) di persimpangan-persimpangan jalan utama di kawasan CBD Tanjung Karang sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1. Peta Lokasi Survey TS – 1

TS – 2

TS – 3

TS – 4

TS – 5

TS – 6

TS – 7 TS – 8

TS – 9

TS – 7

(62)

45

3.1.3 Waktu Pelaksanaan Survey

Penelitian dilakukan selama satu hari untuk satu jalan, yaitu hari Selasa atau yang mewakili hari kerja. Kegiatan pengumpulan data untuk survey kecepatan dilakukan pada jam sibuk berdasarkan data LHR tahun lalu yaitu pukul 06.30 – 08.30 WIB, pukul 11.00 – 13.00 WIB, dan pukul 15.30 – 18.00 WIB, serta untuk survey LHR dilakukan pada jam sibuk (peak hour) dengan interval waktu per 5 menit.

3.2. Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber yang berkenaan langsung dengan masalah penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian orang lain atau sumber yang telah dipublikasikan sehingga data tersebut telah tersedia.

Data primer diperoleh dari hasil survey lalu-lintas yang dilakukan yaitu dengan mengamati volume lalu-lintas terklasifikasi, gerakan membelok kendaraan di persimpangan dan kecepatan kendaraan. Pengumpulan data lalu-lintas akan dilakukan secara manual dengan mencatat pada lembar formulir survey yang dilakukan oleh para surveyor, dan dibantu dengan rekaman video untuk dokumentasi. Selain data terkait karakteristik arus lalu lintas, data primer yang dikumpulkan adalah data geometri jaringan jalan.

(63)

informasi terkait rencana tata ruang Kota Bandar Lampung sebagaimana disajikan dalam Perda RTRW Kota Bandar Lampung 10/2011.

3.3. Analisa Data

Pendekatan yang akan digunakan pada proses analisa dan kajian rekayasa lalu-lintas pada CBD Tanjung Karang ini adalah pendekatan pemodelan transportasi 4 tahap. Beberapa tahapan yang harus diperhatikan terkait pengembangan model transportasi, agar dapat dilakukan analisa yang mendalam terhadap jaringan jalan dalam wilayah studi, adalah: penetapan zona kajian lalu lintas, pengembangan matrik asal tujuan pada zona kajian lalu-lintas, dan pembebanan lalu-lintas pada sistem jaringan jalan di zona kajian lalu-lintas.

Pada tahap penetapan zona kajian lalu-lintas (traffic area zone, TAZ), zona kajian akan dibedakan atas zona internal dan zona ekternal. Zona internal pada kawasan CBD Tanjung Karang dalam hal ini adalah kawasan yang dibatasi oleh ruas-ruas jalan R.A. Kartini, jalan Kotaraja, jalan Radin Intan dan jalan Ahmad Yani. Sedangkan zona eksternal pada kajian ini ditetapkan kawasan mengelilingi zona internal kajian. Hal yang dipertimbangkan dalam pembagian zona kajian lalu lintas adalah akses jalan atau gerbang keluar masuk yang menghubungkan kawasan zona internal dan zona eksternal. Pada penelitian ini, zona kajian lalu -lintas akan di bagi menjadi 13 zona yang terbagi atas 2 zona internal dan 11 zona eksternal sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6.

(64)

47

hasil survey lalu-lintas. Pendekatan ini merupakan salah satu cara pengembangan matrik asal tujuan yang tidak konvensional. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pendekatan ini adalah hemat biaya dan waktu. Namun, pada sisi yang lain pengembangan matrik asal tujuan berbasis data lalu-lintas juga memiliki potensi kesalahan akibat proses pengambilan data, kesalahan kalibrasi dan potensi kesalahan yang lain.

Analisa rekayasa lalu-lintas sebagaimana yang diharapkan akan dilakukan menggunakan pendekatan sistem.

(65)

Gambar 3.2.Zona Kajian Lalu Lintas 3.4. Diagram Alir Penelitian

(66)
(67)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Berdasarkan sistem hirarkhi jalan, jaringan jalan pada kawasan DPK Tanjung Karang adalah termasuk sistem jaringan yang lengkap mulai dari hirarkhi tertinggi secara berurutan sampai hirarkhi terendah.

Periode jam puncak lintas yang terjadi dalam pola pergerakan arus lalu-lintas pada sistem jaringan jalan adalah bersifat dinamis dan tidak tetap, meskipun masih dapat dikategorikan dalam periode waktu pagi, siang, dan sore/malam.

(68)

79

terkoordinasi, sebagaimana diperlihatkan pada alternatif - 1 usulan penanganan MRLL.

Permasalahan lalu-lintas yang masih terkait dengan keterbatasan kapasitas ruas jalan dalam suatu sistem jaringan jalan juga dapat diatasi dengan manajemen kebutuhan transportasi yang bertujuan untuk mengendalikan dan membatasi besarnya arus lalu-lintas yang membebani suatu sistem jaringan jalan, sebagaimana diperlihatkan pada alternatif -2 usulan penanganan MRLL.

5.2. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan, mengacu pada kesimpulan di atas adalah sebagai berikut:

Dalam pelaksanaan survey pencacahan lalu-lintas pada suatu segmen ruas jalan minimal diperlukan 2 titik pengamatan yaitu pada ujung-ujung segmen ruas jalan.

(69)
(70)

DAFTAR PUSTAKA

_____ (1997), Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Abubakar, Iskandar (1995),Menuju Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang Tertib, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Jakarta.

Branch, C. Melville (1996), Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.

Hobbs, F.D (1979), Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Edisi 2, Gajah Mada University Press. Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.

Firdausi, Dedi (2006),Pola Kemacetan Lalu Lintas Di Kota Bandar Lampung, Tesis, Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang.

Marina, B.C. (2006),Analisa Dampak Car Free Night Terhadap Kinerja Jaringan Jalan di Kawasan Enggal Bandar Lampung, Tesis, Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

(71)

Munsiansyah, D. (2014), Model Emisi Gas Buang Kendaraan BermotorAkibat Aktivitas Transportasi (Studi Kasus: Terminal Pasar Bawah Ramayana Bandar Lampung), Skripsi, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Ofrial. S.A.M. Putri (2014), Analisis Pengaruh Hambatan Samping Terhadap Kinerja Lalu Lintas Di Jalan Radin Intan Bandar Lampung, Skripsi, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Pemerintah Kota Bandar Lampung (2009), Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung Tahun 2011 - 2030, Lembaran Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2011 Nomor 10, Sekretariat Daerah Kota Bandar lampung, Bandar Lampung

Republik Indonesia (2004), Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 38, Sekretariat Negara, Jakarta

Republik Indonesia (2009), Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Sekretariat Negara, Jakarta

Salter, R.J, 1989, “Highway Traffic Analysis and Design”, Second Edition, Mac Millan Education, Ltd, London

(72)

Transportation Research Board (1994), Highway Capacity Manual, Edition, National Research Council, Washington DC.

Gambar

Gambar 1.1. Peta Jaringan Jalan Kota Bandar Lampung
Gambar 1.2. Lokasi Penelitian
Tabel – 2.1. Tingkat pelayanan untuk jalan arteri primer
Tabel – 2.3. Tingkat pelayanan untuk jalan arteri sekunder dan kolektor sekunder
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui neraca ketersediaan dan kebutuhan lahan untuk 20 tahun yang akan datang sesuai dengan alokasi lahan pertanian dan permukiman pada pola

Pengujian untuk membandingkan hasil yang lebih baik antar kedua variabel tersebut dengan menghilangkan salah satu variabel dalam pemodelan, hasil yang didapatkan menunjukkan

Target Daerah Irigasi Kewenangan Kabupaten yang terairi oleh irigasi teknis dengan kondisi baik pada tahun 2020 sesuai perjanjian kinerja adalah sebesar 67%, sedangkan

Pada hasil tersebut peningkatan nilai keuntungan yang diharapkan terbesar terjadi pada peningkatan frekuensi penyemprotan F3 (10 hari) menjadi F2 (7 hari)

Hal ini menunjukkan bahwa pada rentan waktu tertentu kedua kelompok tikus telah belajar untuk mengingat target yang dituju sehingga perbandingan memori tikus

Menguasai teknik tolak peluru gaya orthodox dengan baik dan benar merupakan syarat untuk mencapai prestasi yang tinggi. Dari gaya tolak peluru memiliki

Dari hasil pengukuran dan penghitungan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa komposisi terbaik dalam melakukan pengukuran aktivitas antara larutan radioaktif dengan larutan

Tulosten avulla voidaan kehittää uutta konseptia, jossa syöpäpotilaalla olisi mahdollisuus syöpäsairaanhoitajan tapaamiseen osastolla, ja ohjauksen ja tuen tarpeet voitaisiin