• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN IPM PROVINSI JAWA TIMUR, JAWA TENGAH, JAWA BARAT DAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE REGRESI LOGISTIK ORDINAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMODELAN IPM PROVINSI JAWA TIMUR, JAWA TENGAH, JAWA BARAT DAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE REGRESI LOGISTIK ORDINAL"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN IPM PROVINSI JAWA TIMUR, JAWA TENGAH, JAWA BARAT DAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE REGRESI LOGISTIK ORDINAL

Citra Fatimah Nur1dan Purhadi2

1Mahasiswa Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya 60111

2Dosen Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya 60111

Email : 1fat_imah89@yahoo.co.id dan2purhadi@statistika.its.ac.id

ABSTRAK

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator keberhasilan pembangunan manusia dalam suatu wilayah. Tolak ukur IPM ini digunakan dengan harapan dapat meningkatkan pemerataan pembangunan. Namun, sampai saat ini, belum bisa dicapai pembangunan yang merata di tiap wilayah. Tersebutlah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatera Utara yang memiliki jumlah kabupaten/kota terbanyak di Indonesia, diteliti dengan menggunakan metode Regresi Logistik Ordinal untuk mendapatkan faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya nilai IPM. Selain itu, berdasarkan penelitian sebelumnya, Diana (2009) keempat provinsi tersebut berada dalam satu kelompok yang sama berdasar besarnya indikator IPM dalam keempat provinsi tersebut. Sehingga, berdasarkan hasil analisa dengan Metode Regresi Logistik Ordinal diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai IPM berbeda di antara satu provinsi dengan yang lain. Selanjutnya, berdasar hasil model terbaik menghasilkan ketepatan klasifikasi masing-masing 86,97%, 84,19%, dan 66,19%, untuk provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat.

Kata Kunci : Regresi Logistik Ordinal, IPM, Ketepatan Klasifikasi

1. Latar belakang

Paradigma pembangunan Indonesia mengalami perkembangan sejak tahun 1960 sampai dengan saat ini. Pada kurun waktu 1960-1970, pemerintah menekankan pada paradigma pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan. Pada tahap selanjutnya terjadi pergeseran ke arah pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan karena paradigma pertumbuhan ekonomi justru menimbulkan kesenjangan antara golongan yang kaya dan golongan miskin. Oleh karena itu, selama kurun waktu 1970- 1980, pemerintah berupaya keras untuk menerapkan paradigma pemerataan pembangunan di seluruh wilayah. Pemerintah secara sentralistik menerapkan program-program pembangunan kepada daerah-daerah miskin dan pelosok-pelosok desa untuk mengejar ketertinggalan. Hasil akhir dari pembangunan manusia tersebut adalah lahirnya manusia yang mandiri dan mampu mem-berikan kontribusi terhadap keberlanjutan pembangunan nasional di seluruh wilayah. Sejalan de-ngan perkembade-ngan pendekatan pembangunan manusia di atas, pada tahun 1990 PBB melalui UNDP menetapkan sebuah tolok ukur untuk mengukur hasil-hasil pembangunan manusia dengan indikator IPM (Indeks Pembangunan Manusia). ( Zairin, 2006)

Meskipun, tolak ukur pembangunan tersebut telah mulai direalisasikan, nyatanya pem-bangunan manusia Indonesia masih belum terlalu tinggi. Buktinya di provinsi-provinsi besar la-yaknya Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera Utara yang notabene memiliki wila-yah besar dengan banyak kabupaten/kota, nilai IPM nya masih berada di kisaran menengah atas. Keempat provinsi tersebut memiliki masalah-masalah pelik terkait dengan kualitas pembangunan manusia, diantaranya kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat, tingginya angka pengang-guran terbuka, banyaknya penduduk miskin, kurang tanggapnya terhadap masalah kesehatan (gizi buruk, epidemi, dll). Ironis, karena keempat provinsi tersebut memiliki banyak potensi tersendiri, di bidang perkebunan, industri, pertanian, budaya dll.

(2)

Penelitian tentang IPM telah banyak dilakukan sebelumnya, diantaranya adalah penelitian Salam (2007) yang meneliti kesamaan vektor parameter pada beberapa model regresi logistik ordinal dengan studi kasus faktor-faktor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia di provinsi jawa timur, nusa tenggara timur, dan papua tahun 2006, Kamil (2007) dengan spesifikasi penelitian pada indikator IPM yaitu indikator pen-didikan, Sjafii dkk (2004) tentang penerapan indikator indeks pembangunan manusia sebagai variabel non-ekonomi dan tolok ukur keberhasilan pembangunan di jawa timur, juga Diana (2009) yang mendasari penelitian peneliti ini. Dalam tesisnya, Diana (2009) meneliti IPM dengan menggunakan Regresi Multivariat.

Melanjutkan penelitian Diana (2009), pada penelitian kali ini akan digunakan Metode Regresi Logistik Ordinal dengan variabel respon IPM yang dikategorikan menjadi tiga kategori, yakni rendah, sedang dan tinggi. Sehingga dapat terjawab mengapa dan apa saja yang mempengaruhi rendahnya nilai IPM di keempat provinsi tersebut.

2. Regresi logistik ordinal

Model logit yang menjadi fokus utama dalam bidang sosial adalah model logit kumulatif (cumulative logit models). Model logit kumulatif pertama kali diperkenalkan oleh Walker dan Duncan (1967) dan kemudian disebut model odds proporsional (proportional odds model) oleh McCullagh (1980). Jika variabel prediktor x

x x1 ... 2 xp

T, maka peluang kumulatif logit

didefinisikan (Agresti, 2002) sebagai

1 2

( | ) ( ) ( ) ... j( ) , 1, 2,...,

P Yj x

x

x  

x jJ

Kumulatif logit didefinisikan sebagai

( | ) log [ ( | ) ln 1 ( | ) P Y j it P Y j P Y j           x x x ln ( | ) ( | ) P Y j P Y j         x x 1 2 1 2 ( ) ( ) ... ( ) ln ( ) ( ) ... ( ) j j j J

              x x x x x x , j1, 2,...,J1 (1) Anggap suatu variabel respon multinomial Y dengan keluaran kategori yang dinyatakan oleh 1,2,...,J dan misalkan x menyatakan suatu vektor kovariat berdimensi p. Dependensi peluang kumulatif Yterhadap x untuk model proportional oddssering dinyatakan dalam bentuk

0 ( | ) ln , 1, 2,..., 1 ( | ) T j P Y j j J P Y j

      x x x  (2)

Persamaan (2) dapat diubah ke dalam bentuk

1 2 0 1 2 ( ) ( ) ... ( ) ln , 1, 2,..., 1 ( ) ( ) ... ( ) j T j j j J j J

                 x x x x x x x

Model yang secara simultan menggunakan semua kumulatif logit (Agresti, 2002) adalah

0

log [ (

| )]

T

,

1, 2,...,

1

j

it P Y

j

x

x

j

J

(3) ( ) ( | ) j P Y j

x   x merupakan peluang kumulatif dari kejadian (Yj).

01,

02,...,

0J1 merupakan parameter intersep yang tidak diketahui yang memenuhi kondisi

01 02 ... 0,J 1

 

dan 

 

1, 2,...,

p

T merupakan vektor koefisien regresi yang tidak diketahui yang bersesuaian dengan x.

Jika

j( )x

1( )x

2( )x

3( ) ...x  

j( )x . Maka

1

( )

x

1

( )

x

,

2

( )

x

1

( )

x

2

( )

x

, dan

J( )x

1( )x

2( ) ...x  

J( ) 1x  . Model regresi logistik ordinal yang terbentuk jika terdapat Jkategori respon adalah

(3)

1 1 01 1 1 2 2 1 ( ) log ( ) ln ... 1 ( ) p p it

x

x

x

           x x x 2 2 02 1 1 2 2 2 ( ) log ( ) ln ... 1 ( ) p p it

x

x

x

           x x x  1 1 0, 1 1 1 2 2 1 ( ) log ( ) ln ... 1 ( ) J J J p p J it

x

x

x

               x x x di mana 0 0 exp( ) ( ) ( | ) 1 exp( ) T j j T j P Y j

      x x x x   , j1, 2,...,J1dan

J( ) 1x

Model ini disebut model logistik kumulatif karena rasio odds dari suatu kejadian

(

Y

j

)

adalah independen pada setiap indikator kategori.

Jika dimisalkan terdapat 3 kategori respon, maka model regresi logistik ordinal yang terbentuk adalah 1 1 01 1 1 2 2 1 ( ) log ( ) ln ... 1 ( ) p p it

x

x

x

           x x x 2 2 02 1 1 2 2 2 ( ) log ( ) ln ... 1 ( ) p p it

x

x

x

           x x x

Selanjutnya untuk mendapatkan pendugaan parameter regresi logistik ordinal dapat diperoleh dengan menggunakan metode pendugaan maximum likelihood estimation ( MLE). Metode MLE dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode lain, diantaranya dapat digunakan untuk model tidak linier seperti regresi logistik, serta hasil penaksirannya unbiased (Hosmer dan Lemeshow, 2000).

Pendugaan parameter regresi logistik ordinal didapatkan dengan menurunkan fungsi log likelihood terhadap parameter yang akan diestimasi dan disamakan dengan nol. Persamaan

0 ) (   k L

digunakan untuk menaksir intersep parameter βk dimana k=1, 2, ...p dan

0

)

(

0

j

L

dipergunakan untuk menaksir intersep θj dimana j=1, 2, ..., J – 1. Hasil dari persamaan ( )0

  k L

dan

(

)

0

0

j

L

merupakan fungsi nonlinear sehingga diperlukan metode iterasi untuk memperoleh estimasi parameternya. Metode iterasi yang dipergunakan adalah metode iterative Weighted Least Square (WLS) yaitu algoritma Newton-Raphson. Iterasi akan berhenti jika terpenuhi kondisi konvergen, yaitu selisih β(t1) β(t) 

, di

mana adalah bilangan yang sangat kecil.

Model logistik ordinal yang telah diperoleh perlu diuji kesesuaiannya. Pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut.

Uji univariabel (parsial) : Hipotesa pengujian ini adalah :

0: k 0

H   lawan H1:k 0 , k=1,2,…,p

Statistik uji yang digunakan adalah statistik Wald :

2 2 ˆ ˆ ( ) k k k W SE

      (4) Daerah penolakan: 0

(4)

Uji Multivariabel (Serentak) : Hipotesa pengujian ini adalah :

0: 1 2 ... p 0

H     

1:

H Paling sedikit ada satu k 0 , k=1,2,…,p Statistik uji yang digunakan statistik uji G2atau

Likelihood Ratio Test: ) ( 2 ) / ln( 2 0 1 L0 L1 G      (5)

di mana 0= nilai yang dimaksimalkan dari fungsi likelihood di bawah H0 1

 = nilai yang dimaksimalkan secara keseluruhan (H0H1)

Daerah penolakan:

0

H ditolak bila G lebih dari ( , )2 p di mana pmenunjukkan nilai variabel random pada tabel

distribusi chi-square pada derajat bebas p.

Selanjutnya, perlu dilakukan pengujian kesesuaian model dengan Statistik deviance, dimana hipotesis yang digunakan adalah

: 0

H model ringkas adalah model terbaik

1:

H model lengkap adalah model terbaik Statistik uji :

1 ˆ 1 ˆ 2 ln 1 ln 1 n ij ij ij ij i ij ij D y y y y

                    

(6)

di mana

ˆ

ij

ˆ

j

 

x

i merupakan peluang observasi ke-

i

pa-da kategori ke-

j

Ringkasan statistik berdasarkan deviancemengindikasikan sebaik apa model fit terhadap data. Semakin tinggi nilai

D

dan semakin rendah p-valuemengindikasikan bahwa mungkin model tidak fit terhadap data. Derajat bebas untuk uji ini adalah

J

p

1

di mana

J

merupakan jumlah kovariat dan

p

meru-pakan jumlah variabel prediktor. Jika model adalah terbaik, maka deviance akan mendekati distribusi

( )2df .

3. Indeks Pembangunan Manusia

IPM merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian pembangunan manusia di suatu daerah, sebagai dampak dari kegiatan pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Perkembangan angka IPM, memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia pada suatu daerah. IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar, yang meliputi umur panjang dan sehat, pengetahuan dan kehidupan yang layak. Untuk mengukur dimensi kesehatan digunakan angka umur harapan hidup, sedangkan untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indicator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli ( Purchasing Power Parity).(BPS, 2008).

Pada penelitian ini, tiga dimensi dasar tersebut dijabarkan menjadi beberapa variabel penelitian. Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian tersebut diantaranya persentase penduduk yang tinggal di perkotaan yang merupakan salah satu faktor utama yang mendorong pesatnya pertumbuhan di kota dibandingkan di kabupaten. Selanjutnya adalah variabel persentase penduduk berpendidikan di atas SLTP sebagai representasi angka melek huruf. Representasi kesejahteraan adalah besar pendapatan per kapita, rasio ketergantungan penduduk, persentase penduduk miskin, dan tingkat PDRB yang diukur dari besarnya peran sektor industri. Pendapatan per kapita (per capita income) adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Rasio ketergantungan menunjukkan beban tanggungan penduduk usia produktif (15-64 tahun) terhadap penduduk usia muda (kurang dari 15 tahun) dan penduduk usia tua (65 tahun atau lebih). Tingginya rasio ketergantungan mengindikasikan beratnya beban ekonomi suatu wilayah. Penduduk Miskin adalah penduduk yang tidak mempu-nyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupan yang layak, baik kebutuhan dasar makanan maupun kebutuhan dasar bukan makanan. (Urip, 2009).

(5)

4. Metode penelitian

Data yang digunakan pada Penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS dan penelitian sebelumnya. Data yang diambil adalah data IPM 2007 Propinsi Jawa Tengah. Dengan unit observasi adalah kabupaten/kota di Jawa Tengah, yang terdiri dari 35 kabupaten/kota, Dengan variabel-variabel penelitian yang akan diteliti adalah :

Tabel 1.Variabel Penelitian

No. Nama Variabel VariabelTipe Kategori

(1) (2) (3) (4)

1 Y = Indeks pembangunan manusia Diskrit 1=(IPM<70) 2=(70≤IPM≤75) 3=(IPM>75) 2 X1= Persentase penduduk yang tinggal di

daerah perkotaan Kontinu

-3 X2= Persentase penduduk yang

berpendidikan di atas SLTP Kontinu -4 X3= Pendapatan per kapita Kontinu

-5 X4= Rasio ketergantungan penduduk Kontinu

6 X5= Peranan sektor industri dalam PDRB Kontinu

-7 X6= Persentase penduduk miskin Kontinu

-Metode peneltian yang digunakan sebagai langkah-langkah untuk mencapai tujuan penelitian dijabarkan sebagai berikut.

1 Mengetahui pengaruh indikator pendidikan terhadap IPM di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Utara menggunakan regresi logistik ordinal dengan uraian langkah. a. Memodelkan variabel X1,X2,X3,...X6terhadap Y (variabel tak bebas) dengan metode

Regresi Logistik Ordinal

b. Melakukan pengujian serentak dengan hipotesis : 0 ... : 1 2 6 0

 

H 1

:

H

Paling sedikit ada satu

k

0

, k=1,2,…,6

c. Memilih variabel mana yang signifikan dengan melakukan uji parsial sebagai berikut:

0: k 0

H

1

:

k

0

H

, k=1,2,…,6

d. Melakukan pengujian hipotesis untuk menentukan apakah model regresi logistik ordinal telah sesuai atau tidak dengan hipotesis

: 0

H model sesuai (tidak ada perbedaan antara hasil observasi dengan hasil

prediksi) 1:

H model tidak sesuai (ada perbedaan antara hasil observasi dengan hasil

prediksi)

e. Intepretasi model untuk mendapatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap IPM di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

2. Mengetahui hasil ketepatan klasifikasi berdasarkan model regresi Logistik ordinal pada langkah sebelumnya :

a. Membangun fungsi peluang dari tiap kategori

b. Mengklasifikasikan kategori respon berdasarkan hasil perhitungan peluang c. Menghitung presentase klasifikasi dari tiap kategori

(6)

d. Intepretasi hasil ketepatan klasifikasi 5. Analisis dan pembahasan

Nilai IPM yang dikategorikan menjadi 4 kategori seperti pada metodologi tidak terpenuhi, sehingga dilakukan pengkategorian kembali menjadi 3 kategori, yaitu rendah (IPM<70), sedang (70≤IPM≤75), dan tinggi (IPM>75). Setelah pengkategorian kembali tersebut, seluruh nilai IPM telah terdistribusi dalam ketiga kategori, sehingga dapat dilakukan regresi logistik ordinal.

Sebelum dilakukan analisis regresi logistik ordinal multivariabel, maka perlu dilakukan pemilihan variabel yang berpengaruh nyata secara individu terhadap IPM yaitu dengan cara meregresikan tiap-tiap variabel prediktor dengan variabel responnya, sehingga dapat diketahui variabel prediktor mana saja yang secara univariabel berpengaruh terhadap variabel respon. Untuk menentukan variabel prediktor yang berpengaruh, digunakan statistik uji wald (persamaan 4) untuk menguji estimasi parameternya.

Hasil perhitungan statistik uji menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 90%, seluruh variabel prediktor berpengaruh secara univariabel terhadap tinggi rendahnya IPM di provinsi Jawa Timur. Sedangkan dengan taraf signifikan yang sama variabel prediktor X5 (Besar kontribusi sektor

industri dalam PDRB) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai IPM di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan nilai statistik uji masing-masing 0,518 dan 0,48 nilai kedua statistik uji tersebut kurang dari

(21;0,10)=2,0761. Lain halnya dengan provinsi Sumatera Utara variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan adalah X2 (Persentase penduduk yang berpendidikan di atas

SLTP) dengan nilai statistik uji 1,693 <

(21;0,10)=2,0761

Selanjutnya masing-masing variabel prediktor pada tiap provinsi tersebut diuji secara serentak untuk mengetahui kebermaknaan variabel secara bersamasama. Hipotesis yang akan digunakan dalam uji ini adalah :

0 ... : 1 2 6 0

 

H 1:

H Paling sedikit ada satu

k 0 , k=1,2,…,6

Tabel 2 Nilai Statistik G dan p-valuemenurut Provinsi

Uraian Jatim Jateng Jabar Sumut Statistik G 57,398 45,397 26,283 45,907

DF 6 6 6 6

p-value 0,000 0,000 0,000 0,000

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa nilai p-value yang dihasilkan pada pengujian se-rentak di keempat provinsi adalah 0,000. Nilai p-value tersebut kurang dari nilai

(0,10), sehingga dapat dikatakan bahwa secara serentak model untuk keempat provinsi layak / bisa di-terima. Selanjutnya, dilakukan pengujian parsial untuk mengetahui variabel yang berpengaruh signifikan terhadap model.

0: k 0

H

1

:

k

0

H

, k=1,2,…,6

Tabel 3 Uji Parsial

Penduga Jatim Jateng Jabar Sumut

Koef p-value Koef p-value Koef p-value Koef p-value

konst 1 62,559 0,045 -4,945 0,673 15,074 0,372 75,473 0,274 konst 2 71,731 0,028 4,437 0,713 -4,348 0,799 105,135 0,181 % penduduk tinggal di kota -0,81 0,398 -0,077 0,272 -0,041 0,468 0,106 0,531 % penduduk di atas SLTP 0,743 0,03 0,328 0,047 0,197 0,402 0,939 0,358 Pendapatan per kapita 0,25 0,373 0,030 0,364 -0,006 0,752 0,084 0,404 Rasio ketergantungan penduduk 69,633 0,097 -43,592 0,044 -8,743 0,670 5,380 0,929

(7)

Tabel 3 Uji Parsial(Lanjutan) Kontribusi sektor industri thdp PDRB -0,35 0,518 0,041 0.314 -0,062 0,175 0,296 0,237 % Penduduk miskin -0,241 0,337 0,106 0,460 -0,737 0,078 0,600 0,511

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa variabel prediktor yang berpengaruh dengan taraf signifikan 0,10 terhadap nilai IPM di tiap provinsi berbeda. Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah dipengaruhi variabel X2 (Persentase penduduk yang berpendidikan di atas SLTP) dan X4 (Rasio

ketergantungan penduduk). Provinsi Jawa Barat dipengaruhi oleh X6(persentase penduduk miskin).

Dan tidak ada satupun variabel prediktor yang berpengaruh terhadap nilai IPM di provinsi Sumatera Utara.

Setelah pengujian secara serentak dan parsial, yang dilakukan berikutnya adalah Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit Test) dengan hipotesis sebagai berikut.

0:

H Model sesuai (tidak ada perbedaan antara hasil observasi dengan hasil prediksi)

1:

H Model tidak sesuai (ada perbedaan antara hasil observasi dengan hasil prediksi) Dengan menggunakan statistik uji Deviance :

1 ˆ 1 ˆ 2 ln 1 ln 1 n ij ij ij ij i ij ij D y y y y

                 

Hipotesis akan tolak H0 bilap-valuekurang dari nilai

.

Tabel 4 Hasil Uji Kesesuaian Model dengan Metode Deviance

Provinsi Chi-Square p-value

Jawa Timur 25,578 1,000

Jawa Tengah 25,155 1,000

Jawa Barat 22,092 0,999

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa untuk taraf signifikansi 95% diperoleh keputusan untuk gagal tolak H0 , karena seluruh nilai p-value bernilai melebihi

. Hal ini

menunjukkan bahwa model di tiap-tiap provinsi sudah cukup memenuhi atau sesuai.

Selanjutnya dilakukan pemodelan secara serentak dengan variabel yang telah berpengaruh secara signifikan baik secara serentak maupun parsial, dan diperoleh model sebagai berikut.

Setelah didapatkan model terbaik, maka peluang tiap-tiap kategori di tiap-tiap provinsi juga bisa dihitung, sebagai berikut :

Provinsi Jawa Timur

)

456

,

0

191

,

17

exp(

1

)

456

,

0

191

,

17

exp(

)

(

2 2 1

X

X

x

Provinsi Jawa Timur

2 1 1 1 1 ( ) 17,191 0,456 ) ( ln ) ( log X x y x y x y it            2 2 2 2 26,657 0,456 ) ( 1 ) ( ln ) ( log X x y x y x y it          

Provinsi Jawa Tengah

4 2 1 1 1 9,324 0,291 34,408 ) ( 1 ) ( ln ) ( log X X x y x y x y it             4 2 2 2 2 0,066 0,291 34,408 ) ( 1 ) ( ln ) ( log X X x y x y x y it           

Provinsi Jawa Barat

6 1 1 1 1 ( ) 9,185 0,595 ) ( ln ) ( log X x y x y x y it             6 2 2 2 1 ( ) 2,14 0,595 ) ( ln ) ( log X x y x y x y it            

(8)

)

(

)

456

,

0

657

,

26

exp(

1

)

456

,

0

657

,

26

exp(

)

(

1 2 2 2

x

X

X

x

, dan

3(x)1

1(x)

2(x) Provinsi Jawa Tengah

)

408

,

34

291

,

0

324

,

9

exp(

1

)

408

,

34

291

,

0

324

,

9

exp(

)

(

4 2 4 2 1

X

X

X

X

x

)

(

)

408

,

34

291

,

0

066

,

0

exp(

1

)

408

,

34

291

,

0

066

,

0

exp(

)

(

1 4 2 4 2 2

x

X

X

X

X

x

, dan

3(x) 1

1(x)

2(x)   

Provinsi Jawa Barat

)

595

,

0

185

,

9

exp(

1

)

595

,

0

185

,

9

exp(

)

(

6 6 1

X

X

x

)

(

)

595

,

0

14

,

2

exp(

1

)

595

,

0

14

,

2

exp(

)

(

1 6 6 2

x

X

X

x

, dan

3

(

x

)

1

1

(

x

)

2

(

x

)

Berdasarkan hitungan peluang di atas dapat diperoleh hasil prediksi, sehingga kebenaran model logit ini dapat dilihat berdasar hasil pengklasifikasian antara prediksi dan observasi Berdasarkan perhitungan ketepatan pengklasifikasian IPM pada dapat diketahui persentase ketepatan pengklasifikasian IPM terbesar berdasarkan model terbaik adalah model IPM untuk Provinsi Jawa Timur yakni 86,97% ,sedangkan ketepatan klasifikasi terendah adalah untuk model IPM Jawa Barat yakni 66,19%. Untuk ketepatan klasifikasi provinsi Jawa Tengah sebesar 84,19%. Angka ini cukup baik karena ketepatan klasifikasi keempat provinsi sudah lebih dari 50 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa model dianggap baik.

6. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat untuk menjawab permasalahan, berdasarkan analisis dan pembahasan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh indikator pendidikan, kelayakan hidup dan harapan hidup yang tertuang pada variabel prediktor yang diduga berpengaruh pada IPM di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah , Jawa Barat, dan Sumatera Utara yakni :

a. Faktor yang berpengaruh pada IPM Jawa Timur adalah Persentase penduduk yang berpendidikan di atas SLTP dengan ketepatan klasifikasi model 86,97%

b. Faktor yang berpengaruh pada IPM Jawa Tengah adalah Persentase penduduk yang berpendidikan di atas SLTP dan Rasio ketergantungan penduduk dengan ketepatan klasifikasi model 66,19%

c. Faktor yang berpengaruh pada IPM Jawa Barat adalah Persentase penduduk miskin dengan ketepatan klasifikasi model 84,19%

7. Daftar Pustaka

Agresti, A. (2002), Categorical Data Analysis, 2nd edition, John Willey and Sons, Inc.,

Hoboken, New Jersey.

BPS (2008), Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007. BPS, Jakarta.

Cameron, A. Colin. dan Trivedi, Pravin K. (1998). Regression Analysis of Count Data.

Cambridge University Press, United Kingdom.

Diana, R. (2009). Uji Kesamaan Vektor Parammeter Model Linier Multivariat : Studi

Kasus Faktor-faktor yang mempengaruhi IPM tahun 2007. Jurusan Statistika-ITS

Hosmer, D. W. dan Lemeshow, S. (2000). Applied Logistic Regression. John Wiley and

Son, New York.

Kamil, M. (2007), Model Pendidikan Keaksaraan Fungsional Orientasi Budaya Lokal

untuk Peningkatan Mutu Layanan Belajar, Fakultas Ilmu Pendidikan, 28 Oktober

2009,http://www.google.com.

Kleinbaum, D.G. (1994), Logistic Regression, a Self-Learning Text, Springer-Verlag, New

(9)

McCullagh, P. dan Nelder, J.A. (1989), Generalized Linear Models, 2nd edition, Chapman

& Hall, London.

Salam, R. (2009), Parameter pada Beberapa Model Regresi Logistik Ordinal : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Timur,

Nusa Tenggara Timur, dan Papua Tahun 2006. Jurusan Statistika-ITS

Setiawan, D. (2004), “Banyak Faktor Pengaruhi Belum Tercapainya IPM”, Kompas, 16

April 2004, http://www.kompas.com.

Sjafii, A, dkk (2004), “ Penerapan Indikator Indeks Pembangunan Manusia Sebagai Variabel Non-Ekonomi dan Tolok Ukur Keberhasilan Pembangunan di Jawa Timur”, 27 Oktober 2009, http://www.unair.ac.id

Urip, S. (2007). “ Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan Faktor Penyebabnya”, tanggal akses 28 Oktober 2009, pukul 20.08 WIB http://www.google.com.

Zairin, M. (2006), “Pengaruh APBD Terhadap IPM”, 20 Agustus 2009, http://www.google.com.

Gambar

Tabel 1. Variabel Penelitian
Tabel 2  Nilai Statistik G dan p-value menurut Provinsi Uraian Jatim Jateng Jabar Sumut
Tabel 3 Uji Parsial (Lanjutan) Kontribusi sektor  industri thdp  PDRB -0,35 0,518 0,041 0.314 -0,062 0,175 0,296 0,237 % Penduduk  miskin -0,241 0,337 0,106 0,460 -0,737 0,078 0,600 0,511

Referensi

Dokumen terkait

Uji Kesamaan Dua Model dalam Regresi Logistik Biner Dari pembahasan yang sudah dilakukan di atas, didapatkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap partisipasi

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini berkaitan dengan tujuan penelitian adalah mendapatkan model akreditasi sekolah berdasarkan faktor-faktor yang terdapat terdapat

Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan pemodelan faktor- faktor yang berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kabupaten/kota di Jawa Timur

Uji Kesamaan Dua Model dalam Regresi Logistik Biner Dari pembahasan yang sudah dilakukan di atas, didapatkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap partisipasi

dengan variabel dinamakan variabel respon biner, variabel adalah matriks tranpose dari variabel bebas, adalah parameter model regresi, dan adalah galat yang

Uji Kesamaan Dua Model dalam Regresi Logistik Biner Dari pembahasan yang sudah dilakukan di atas, didapatkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap partisipasi

Uji Kesamaan Dua Model dalam Regresi Logistik Biner Dari pembahasan yang sudah dilakukan di atas, didapatkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap partisipasi

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel respon yang berupa data kategorik dengan 4 kategori yaitu Child Marriage, Early Marriage, Marriage at Maturnity