TESIS – SS 142501
MODEL REGRESI PROBIT SPASIAL PADA INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI JAWA TIMUR
ELOK FAIZ FATMA EL FAHMI NRP 1313 201 205
DOSEN PEMBIMBING Dr. Vita Ratnasari, M.Si
Santi Puteri Rahayu, M.Si., Ph.D.
PROGRAM MAGISTER JURUSAN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
TESIS – SS 142501
SPATIAL PROBIT MODEL IN HUMAN DEVELOPMENT
INDEX (HDI) AT EAST JAVA
ELOK FAIZ FATMA EL FAHMI NRP 1313 201 205
SUPERVISOR
Dr. Vita Ratnasari, M.Si
Santi Puteri Rahayu, M.Si., Ph.D.
PROGRAM MAGISTER JURUSAN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
vii 1.4. Manfaat Penelitian……….... 1.5. Batasan Masalah ………... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………..………... 2.1. Model Regresi Probit………... 2.2. Uji Multikolinearitas ………..……….. 2.3. Model Regresi Spasial ……….………. 2.4 Matriks Pembobot Spasial………….………... 2.5. Model Regresi Probit Spasial……….………... 2.6.Indeks Pembangunan Manusia (IPM)….………...
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN………
3.1. Sumber Data ……….. 3.2. Variabel Penelitian ……….... 3.3. Peta Digital Jawa Timur untuk Penyusunan Matriks
Pembobot Spasial ………... 3.4. Metode Analisis ………... 3.5. Diagram Alir Penelitian ………...
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN………..
4.1. Pemodelan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Di Propinsi Jawa Timur …………..……….…………... 4.1.1. Deskripsi IPM di Propinsi Jawa Timur... 4.1.2. Identifikasi Multikolinearitas... 4.1.3 Penentuan Matrik Bobot Spasial... 4.1.4. Pemodelan IPM dengan Model Probit... 4.1.5. Pemodelan IPM dengan Model Probit Spasial... 4.2 Perbandingan Hasil Antara Model Probit dan Model Probit Spasial....
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ………
ix
DAFTAR TABEL
Judul Tabel Halaman
Tabel 3.1 Variabel Penelitian... 20
Tabel 3.2 Struktur Data di Propinsi Jawa Timur... 21
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel... 35
Tabel 4.2 Nilai VIF dari Tiga Variabel Prediktor... 36
Tabel 4.3 Pendugaan Parameter Model Probit ... 37
Tabel 4.4 Ketepatan Klasifikasi Model Probit... 38
Tabel 4.5 Pendugaan Parameter SAR probit ... 38
Tabel 4.6 Ketepatan Klasifikasi Model Probit Spasial... 39
Tabel 4.7 Pengelompokkan Data Aktual Berdasarkan Kabupaten/ Kota di Jawa Timur... 32
Tabel 4.8 Hasil Pengelompokkan Data Prediksi Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Timur dengan Model Probit... 34
Tabel 4.9 Hasil Pengelompokkan Data Prediksi Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Timur dengan Model Probit Spasial.. 35
Tabel 4.10 Nilai Rata-rata Variabel Prediktor Tiap Kategori untuk Data Aktual... 36
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Judul Lampiran Halaman
Lampiran 1 Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Timur
Tahun 2012 ... 41
Lampiran 2 R code Model Regresi Probit dan Model Regresi Probit
Spasial dengan x1, x2, x3... . 42
Lampiran 3 R code Perhitungan Nilai Peluang dan Efek Marjinal... 43 Lampiran 4 Prediksi Peluang Kabupaten/Kota di Jawa Timur dari
Model Probit ... 45
Lampiran 5 Prediksi Peluang Kabupaten/Kota di Jawa Timur dari
Model Probit Spasial... 46
Lampiran 6 Efek Marjinal Variabel Persentase Penduduk Miskin
Terhadap IPM... 47
Lampiran 7 Efek Marjinal Variabel Tingkat Penangguran Terbuka
Terhadap IPM... 48
Lampiran 8 Efek Marjinal Variabel Laju Pertumbuhan PDRB atas Harga Konstan Terhadap IPM... 49
x
DAFTAR GAMBAR
Judul Gambar Halaman
Gambar 3.1 Peta Administratif Wilayah Kabupaten /Kota di Jawa Timur.. 21
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian... 24
Gambar 4.1 Peta Persebaran IPM Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2012... 34
Gambar 4.2 Scatter Plot Antara Nilai IPM dan Faktor-faktor yang mempengaruhi... 35
Gambar 4.3 Queen Contiguity... 37
Gambar 4.4 Peta Data Aktual IPM Jawa Timur Tahun 2012... 32
Gambar 4.5 Peta Hasil Data Prediksi IPM Dari Model Probit... 33
v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT berkat rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan thesis yang berjudul “Model Regresi Probit Spasial Pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Timur”. Tesis ini dibuat untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Master di Program Pascasarjana
Program Studi Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Selesainya tesis ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, petunjuk dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, teriring rasa syukur dan doa,
melalui tulisan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Vita Ratnasari M.Si dan Ibu Santi Puteri Rahayu, M.Si, Ph.D
selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan banyak meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, petunjuk serta arahan dan
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis,
2. Ibu Dr. Ismaini Zain, M.Si, Bapak Dr. Suhartono selaku penguji yang telah
memberikan arahan dan wawasan kepada penulis,
3. Bapak Dr. Suhartono selaku Ketua Jurusan Statistika dan Kaprodi
Pascasarjana Statistika FMIPA ITS,
4. Bapak Dr. Purhadi, M.Sc. selaku dosen wali yang telah memberikan arahan
dan bimbingan kepada penulis,
5. Bapak dan Ibu dosen pengajar serta staf jurusan Statistika FMIPA ITS
Surabaya yang telah memberikan ilmu, semangat, dan motivasi kepada
penulis agar segera menyelesaikan pendidikan Master di program
Pascasarjana Statistika ITS.
6. Kedua orangtua tercinta, Abah Drs. Mustangin, M.Pd dan Umi
Maratusholihah, S.Pd, adik-adikku tersayang Daviq Umar Al Faruq dan
Abu Bakar Muhammad Al Baqilani serta seluruh keluarga di Banyuwangi yang tak pernah lelah untuk mendo’akan dan mendukung penulis,
7. Teman-teman seperjuangan Ikha, Safitri, Riska, Dibyo, Adi, Ivan, Eko,
Vylda, Nalsa atas dukungan dan bantuan do’a untuk menyelesaikan tesis
vi
8. Mbak Luthfa, Evellin, Sulvi, Rani,dan Mbak Dian terimakasih untuk
diskusi, bantuan, dukungan, dan semangatnya,
9. Teman-teman kos Adek Elok, Adek Ayu, Mbak Ririn, tyas atas dukungan
dan bantuan do’a untuk menyelesaikan tesis ini.
10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua dukungan dan Do’anya sampai terselesaikannya tesis ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis masih sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tesis ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin ya Robbalalamin.
Surabaya, Januari 2016
iii
MODEL REGRESI PROBIT SPASIAL PADA INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI JAWA TIMUR
Nama mahasiswa : Elok Faiz Fatma El Fahmi NRP : 1313201205
Pembimbing : Dr. Vita Ratnasari. M.Si
Co.Pembimbing : Santi Puteri Rahayu, M.Si., Ph.D.
ABSTRAK
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu tolak ukur untuk melihat aspek-aspek yang relevan dengan pembangunan manusia. Pada penelitian ini, IPM di Jawa Timur dikategorikan menjadi dua berdasarkan rata-rata. Salah satu metode yang digunakan untuk analisis data kategorik adalah model regresi probit. Model regresi probit yang digunakan pada penelitian ini mempertimbangkan efek spasial yaitu disebut model regresi probit spasial. Untuk mengetahui kontribusi spasial, maka model regresi probit spasial dibandingkan dengan model probit. Pemodelan IPM menggunakan model regresi probit memberikan hasil bahwa faktor yang mempengaruhi IPM di Jawa Timur adalah persentase penduduk miskin. Sedangkan untuk model regresi probit spasial, faktor yang berpengaruh adalah tidak hanya persentase penduduk miskin, melainkan tingkat pengangguran terbuka, dan laju PDRB atas harga konstan juga signifikan. Ketepatan klasifikasi dari model probit sebesar 39,4%, sedangkan model probit spasial 44,7%. Berdasarkan persentase ketepatan klasifikasi masing-masing model, model yang lebih baik dalam mengklasifikasikan IPM dengan benar adalah model regresi probit spasial.
iv
SPATIAL PROBIT MODEL IN HUMAN DEVELOPMENT
INDEX (HDI) AT EAST JAVA
Name : Elok Faiz Fatma El Fahmi NRP : 1313201205
Supervisor : Dr. Vita Ratnasari. M.Si
Co.Supervisor : Santi Puteri Rahayu, M.Si., Ph.D.
ABSTRACT
Human Development Index (HDI) is a benchmark to see aspects that are relevant to human development. In this study, IPM at East Java are categorized into two based on the average. One of the methods used for analysis of categorical data is a probit regression model. Probit regression model used in this study consider the spatial effect is called spatial probit regression model. To determine the contribution of spatial, then the spatial probit regression model compared to the probit model. IPM modeling using probit regression model gives results that the factors that affect IPM in East Java is the percentage of poor people. As for the spatial probit regression model, factors that affect not only the percentage of the population is poor, but the open unemployment rate, and the rate of GDP at constant prices was also significant. The accuracy of the classification of probit model by 39.4%, while 44.7% of spatial probit model. Based on the percentage of classification accuracy of each model, a model that better classify correctly IPM is a spatial probit regression model.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pembangunan manusia merupakan suatu proses untuk perluasan pilihan
yang lebih banyak kepada penduduk melalui upaya-upaya pemberdayaan yang
mengutamakan peningkatan kemampuan dasar manusia agar dapat sepenuhnya
berpartisipasi disegala bidang pembangunan. Pembangunan manusia yang secara
tegas menggaris bawahi sasaran yang ingin dicapai seperti hidup sehat,
berpendidikan dan hidup layak, menandakan bahwa pembangunan manusia
merupakan manifestasi aspirasi dan tujuan bangsa untuk melakukan perubahan
secara struktural melalui upaya yang sistematis. UNDP (United Nation Development Programme) dalam model pembangunannya menempatkan manusia sebagai titik sentral dalam semua proses dan kegiatan pembangunan. Untuk
menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu
diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan.
Sejak tahun 1990, UNDP mengeluarkan laporan tahunan perkembangan
pembangunan manusia untuk negara-negara di dunia, dengan salah satu tolak ukur
untuk melihat aspek-aspek relavan dengan pembangunan manusia melalui Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) .
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu indeks komposit
yang mencakup tiga dimensi dasar sebagai ukuran kualitas hidup. Dimensi
tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang
layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait
banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan
hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan
gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk
mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli
2
besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili
capaian pembangunan untuk hidup layak (BPS,2012).
Berdasarkan data IPM tahun 2012, provinsi Jawa Timur berkisar pada angka
72,83 yang dapat digolongkan pada IPM berskala sedang. Meskipun terkesan
sudah mencapai angka yang tinggi, namun jika dibandingkan dengan provinsi lain
di Indonesia, Jawa Timur hanya berada pada peringkat ke- 16. IPM Jawa Timur
dari tahun 2009-2012 hanya meningkat 1,48. Angka peningkatan ini kalah jauh
dengan akselerasi IPM periode sebelumnya, di mana antara tahun 2003 sampai
2007 mampu meningkat sebesar 4,26. Ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
salah satunya sebaran pencapaian IPM di kabupaten/kota yang ada di provinsi
Jawa Timur yang sangat beragam. Kondisi kesehatan dan pendidikan yang
tinggal di sebagian besar wilayah tapal kuda relatif rendah dibandingkan rata-rata
kabupaten/kota di Jawa Timur, sehingga komponen tersebut memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap rendahnya angka status pembangunan
manusia di wilayah tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan,
kesehatan maupun infrastruktur ekonomi di Jawa Timur kurang merata dan
cenderung terpusat pada beberapa daerah. Adanya perbedaan tersebut menjadikan
pendidikan, kesehatan maupun infrastruktur ekonomi di Jawa Timur merupakan
permasalahan yang spasial, dikarenakan faktor geografis akan mempengaruhi tiap
dimensi tersebut.
Beberapa penelitian tentang IPM telah banyak dilakukan, diantaranya oleh
Salam (2008) yang meneliti pengujian kesamaan vektor parameter pada beberapa
model regresi logistik ordinal dengan studi kasus faktor-faktor yang
mempengaruhi IPM di provinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Papua
Barat tahun 2006 dengan hasil yang diperoleh adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi IPM di provinsi Jawa Timur yaitu Angka Partisipasi Murni (APM)
SD dan Angka Partisipasi Murni (APM) SLTP. Diana (2009) meneliti tentang uji
kesamaan vektor parameter model regresi multivariat dengan studi kasus
faktor-faktor yang mempengaruhi IPM tahun 2007 dengan faktor-faktor yang berpengaruh
adalah persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dan persentase
3
fator-faktor yang mempengaruhi IPM di pulau Jawa menggunakan Model Probit
Spasial dengan metode estimasi paramaternya MCMC Gibbs Sampler.
Menurut BPS (2012) IPM dibagi ke dalam empat kategori yaitu rendah,
menengah ke bawah, menengah ke atas, dan tinggi. IPM regional Indonesia
termasuk kategori menengah atas sampai menengah bawah, begitu juga dengan
IPM di provinsi Jawa Timur. Pada penelitian ini, IPM dikategorikan menjadi dua
kategori berdasarkan nilai rata-rata IPM di Jawa Timur.Kemudian IPM dianalisis
menggunakan model regresi probit. Model regresi probit merupakan salah satu
metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen yang bersifat biner dengan nilai 1 untuk menyatakan
keberadaan sebuah karakteristik dan nilai 0 untuk menyatakan ketiadaan sebuah
karakteristik. Model Probit yang digunakan pada penelitian ini
mempertimbangkan efek spasial yaitu model regresi probit spasial. Salah satu
metode estimasi parameter yang digunakan untuk mendapatkan penaksir
parameter pada model regresi probit spasial adalah Maximum Likelihood Estimator (MLE). Bentuk dari fungsi ln likelihood yang didapatkan diselesaikan menggunakan Algoritma EM (Ekspektasi-Maksimalisasi). Algoritma EM terdiri
dari dua tahap yaitu tahap ekspektasi dan tahap maksimalisasi (McMillen, 1992).
Merujuk pada penelitian-penelitian tentang IPM di Jawa timur, pada
penelitian ini dilakukan analisis tentang IPM menggunakan model regresi probit
spasial dengan penaksiran parameter meggunakan Algoritma EM (Ekspektasi
Maksimalisasi) yang kemudian hasilnya dibandingkan dengan model regresi
probit. Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang spesifik
sehingga diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi IPM di Jawa Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pemodelan IPM di Jawa Timur menggunakan model probit.
2. Bagaimana pemodelan IPM di Jawa Timur menggunakan model probit
4
3. Bagaimana perbandingan antara hasil dari pemodelan IPM di Jawa Timur
menggunakan model probit dan model probit spasial.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Memodelkan IPM di Jawa Timur menggunakan model probit.
2. Memodelkan IPM di Jawa Timur menggunakan model probit spasial.
3. Membandingkan hasil dari pemodelan IPM di Jawa Timur menggunakan
model probit dan model probit spasial.
1.4 Manfaat Penelitian
Jika ditinjau dari segi keilmuan, manfaat penelitian ini adalah untuk
meningkatkan wawasan pengetahuan dan keilmuan mengenai metode pemodelan
untuk data kualitatif, khususnya model probit spasial. Selain itu, diharapkan
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pemerintah khususnya di Jawa
Timur yaitu dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi IPM sehingga
memberikan alternatif pemecahan masalah terhadap IPM.
1.5 Batasan Penelitian
Ada beberapa batasan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
a. Kategori pada regresi probit hanya sampai dua kategori atau biner.
b. Matriks pembobot menggunakan metode queen continguity.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab 2 dibahas mengenai teori statistika yang mendasari tesis ini yaitu,
model regresi probit, uji multikolinearitas, model regresi spasial, matriks
pembobot spasial, dan model regresi probit spasial. Untuk teori non statistika
antara lain Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
2.1 Model Regresi Probit
Menurut Greenberg (1980) analisis probit pertama kali dikemukakan oleh
Chester Ittner Bliss pada tahun 1934 yang dalam penelitiannya mengenai pestisida
untuk mengendalikan serangga yang hidup pada daun dan buah anggur. Bliss
(1934) mengemukakan bahwa probit dalam model regresi probit berasal dari kata
probability unit, dengan kata lain model regresi probit merupakan suatu model regresi yang berkaitan dengan unit-unit probabilitas.
Ratnasari (2012) memaparkan dalam penelitiannya, model probit merupakan
salah satu pemodelan statistik dengan variabel respon kualitatif (berkategori).
Model probit univariat adalah model probit yang melibatkan hanya satu variabel
respon. Jika variabel respon kualitatif tersebut mempunyai dua kategori maka
model tersebut adalah model probit biner. Misalkan variabel respon Y merupakan variabel respon kualitatif teramati yang mempunyai dua kategori. Variabel respon
Y diasumsikan berasal dari variabel *
Y .
Menurut Greene (2008) Variabel respon kualitatif Y berasal dari variabel
respon yang tidak teramati Y* yaitu Y* β xΤ ε. Dimana variabel x adalah variabel prediktor, yang dinotasikan x
1 X1 Xq
T dengan ukuran1
1
)
(q , dan q adalah banyaknya variabel prediktor. Paramteter β adalah
vektor parameter koefisien, β
β0 β1 βq
T yang berukuran (q1)1.6
Pembentukan kategori pada variabel respon Y dengan memberikan threshold tertentu(missal ).
0
adalah fungsi distribusi kumulatif Normal standar.
Dengan demikian model probit biner adalah:
) x (
p 1 βTx)
( (2.3)
Metode estimasi yang digunakan dalam model probit biner univariat adalah
metode MLE (Greene, 2008). Metode estimasi ini bekerja dengan prinsip
memaksimumkan fungsi likelihood. Misal model probit biner, mempunyai variabel respon Y dengan dua kategori, sehingga variabel respon Y berdistribusi Bernoulli (p). Kemudian dilakukan pengambilan sampel sebanyak n observasi dan menentukan fungsi likelihood dari Y yaitu
7
Dimana nilai ( ) dan ( ) secara berturut-turut didapatkan dari persamaan (2.1) dan (2.2). Misal .
maka probabilitas sukses ( ) ( ) ( ) ( ), dan probabilitas gagal ( ) ( ) ( ) ( ).
Kemudian fungsi likelihood di-ln kan, yaitu
( ) ( ) (∏ [ ( )] [ ( )]
)
(∏ [ ( )] [ ( )] )
∑ ( ( ) ( ) [ ( )]) (2.5) Persamaan (2.5) diturunkan terhadap , yaitu
( )
(∑ ( ( ) ( ) [ ( )]) )
Dengan mensubtitusi persamaan (2.1) dan (2.2), maka
( )
(∑ ( ( ) ( ) [ ( )]) )
∑ ( )
( ( ) ( )) (2.6)
Untuk menyelesaikan persamaan (2.6) diperlukan beberapa konsep dasar tentang
turunan. Berikut akan diberikan beberapa konsep dasar tentang turunan vektor.
Lemma 2.1 (Ratnasari, 2012)
a. Jika diberikan vektor a yang berukuran px1 dan w berukuran px1, maka
( )
Berdasarkan Lemma 2.1, maka
( )
( ), dimana
Sehingga turunan ln likelihood terhadap adalah
( )
∑ ( )( ( )
( )) (2.7)
8 2.2 Uji Multikolinearitas
Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam regresi dengan beberapa
variabel prediktor adalah tidak adanya korelasi antara satu variabel prediktor
dengan variabel prediktor lainnya. Multikolinearitas adalah suatu kondisi dimana
variabel-variabel prediktor berkorelasi tinggi. Salah satu cara mengidentifikasi
adanya multikolinearitas yaitu dengan menggunakan Variance Inflation Factors
(VIF) yang dinyatakan sebagai berikut:
( ) (2.8)
adalah koefisien determinasi antara dengan variabel prediktor lainnya. Nilai
VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya kolinearitas antar variabel
prediktor (Gujarati, 2004).
2.3 Model Regresi Spasial
Penelitian yang berkaitan dengan region atau kewilayahan sering disebut
dengan spasial. Anselin (1988) mengatakan bahwa segala sesuatu yang
berdekatan saling berpengaruh satu sama lain, artinya wilayah yang lebih dekat
cenderung akan memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada wilayah yang
lebih jauh jaraknya. Pada data spasial, seringkali pengamatan di suatu wilayah
bergantung pada pengamatan di wilayah lain yang berdekatan (neighborhood). Sifat data spasial ada dua macam yaitu spatial dependence yang terjadi akibat adanya dependensi dalam data cross-section dan spatial heterogenity terjadi akibat adanya perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya
Anselin (1988) telah mengembangkan beberapa metode spasial dengan
menggunakan data cross section. Bentuk umum model regresi spasial adalah sebagai berikut :
9
elemen diagonalnya bernilai nol. u dan adalah vektor error dengan ukuran (n x 1).
Ada beberapa turunan model yang bisa diperoleh dari model umum pada
persamaan (2.9) yaitu :
1. Apabila nilai = 0 dan = 0, maka persamaannya menjadi :
(2.10) Persamaan (2.10) disebut model regresi klasik atau model regresi Ordinary Least Square(OLS) yaitu model regresi yang tidak mempunyai efek spasial.
2. Apabila nilai 0 dan 0, maka persamaannya menjadi :
(2.11) Persamaan (2.11) disebut sebagai regresi Spatial Lag Model (SLM). Menurut Lesage(1999) istilah lain model ini adalah Spatial Autoregressive Models (SAR).
3. Apabila nilai 0dan 0, maka persamaannya menjadi :
(2.12) Persamaan (2.12) disebut sebagai regresi Spatial Error Model (SEM).
4. Apabila nilai 0dan 0, maka persamaannya menjadi :
(2.13) Persamaan (2.13) disebut sebagai General Spatial Model, atau Anselin (1988) menyebutnya model Spatial Autoregrresive Moving Average (SARMA).
2.4 Matriks Pembobot Spasial
Matriks pembobot spasial (W) dapat diperoleh berdasarkan informasi
ketersinggungan antar wilayah dan jarak dari ketetanggaan (neighborhood) atau dalam kata lain yaitu jarak antara satu region dengan region yang lain. Ada
beberapa metode untuk mendefinisikan hubungan persinggungan (contiguity) antar wilayah tersebut. Menurut LeSage (1999), metode itu dapat dijabarkan
10
1. Linear Contiguity (Persinggungan tepi); mendefinisikan Wij = 1 untuk region yang berada di tepi (edge) kiri maupun kanan region yang menjadi perhatian, Wij= 0 untuk region lainnya.
2. Rook Contiguity (Persinggungan sisi); mendefinisikan Wij = 1 untuk region yang bersisian (common side) dengan region yang menjadi perhatian, Wij= 0 untuk region lainnya.
3. Bhisop Contiguity (Persinggungan sudut); mendefinisikan Wij = 1 untuk region yang titik sudutnya (common vertex) bertemu dengan sudut region yang menjadi perhatian, Wij = 0 untuk region lainnya.
4. Double Linear Contiguity (Persinggungan dua tepi); mendefinisikan Wij = 1 untuk dua entity yang berada di sisi (edge) kiri dan kanan region yang menjadi perhatian, Wij = 0 untuk region lainnya.
5. Double Rook Contiguity (Persinggungan dua sisi); mendefinisikan Wij = 1 untuk dua entity di kiri, kanan, utara dan selatan region yang menjadi perhatian,
ij
W = 0 untuk region lainnya.
6. Queen Contiguity (persinggungan sisi-sudut); mendefinisikan Wij= 1 untuk
entity yang bersisian (common side) atau titik sudutnya (common vertex) bertemu dengan region yang menjadi perhatian, Wij = 0 untuk region lainnya.
2.5 Model Regresi Probit spasial
Model regresi probit spasial merupakan gabungan model regresi probit dan
model spasial. Bentuk model regresi probit spasial adalah sebagai berikut :
11
Persamaan (2.14) dapat ditulis dalam bentuk direduksi adalah sebagai berikut:
( ) ( ) Karena variabel ɛ diasumsikan berdistribusi multivariat normal dengan mean 0
dan varians Ω, maka probabilitas untuk ( ) dan ( ) adalah sebagai Estimasi parameter model probit spasial dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Estimasi parameter diperoleh dengan memaksimumkan fungsi likelihood dari yaitu
12
( ) ∏ ( ( ) )([ ( )] )
(2.23)
kemudian fungsi likelihood di-ln kan, yaitu
( ) [ ( )]
∑ (
) ∑ ( ) * ( )+ (2.24)
Fungsi ln likelihood tersebut akan dimaksimumkan untuk mendapatkan penaksir parameter β dan ρ. Untuk mendapatkan penaksir parameter β, persamaan (2.25)
diturunkan terhadap β, yaitu
( )
Sehingga turunan ln likelihood terhadap β adalah
( )
Untuk mendapatkan penaksir parameter β, persamaan (2.27) disamakan dengan
nol. menyelesaikan permasalahan tersebut McMillen (1992) menggunakan algoritma
EM (Ekspektasi-Maksimalisasi). Algoritma EM terdiri dari dua tahap yaitu tahap
Ekspektasi dan tahap Maksimalisasi (Dempster, Laird, dan Rubin, 1977). Tahap
ekspektasi yaitu tahap perhitungan ekspektsi dari fungsi ln likelihood dengan memperhatikan data yang tidak lengkap. Sedangkan tahap maksimalisasi yaitu
tahap perhitungan untuk mencari penaksir parameter yang memaksimumkan
13
Tahap pertama yaitu tahap Ekspektasi dengan menentukan nilai ekspektasi
dari , yaitu
Setelah didapatkan nilai ekspektasi maka diperoleh fungsi ln likelihood sebagai berikut.
[ ( )] ( ) (2.29)
dimana [( ) ( )] , ( ) ̂ dan ̂ adalah nilai prediksi dari varaibel laten yang diperoleh pada tahap ekspektasi (Arbia,
2014).
2.6 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
UNDP (United Nation Development Programme) mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan
bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan
akhir (the ultimated end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana (principal means) untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah
produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan. Secara ringkas
empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Produktivitas
Penduduk harus dimampukan untuk meningkatkan produktivitas dan
berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah.
Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan bagian dari
model pembangunan manusia.
2. Pemerataan
Penduduk harus memiliki kesempatan/peluang yang sama untuk
mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial. Semua
14
dihapu, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan
berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
3. Kesinambungan
Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak
hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumber daya fisik,
manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.
4. Pemberdayaan
Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang
akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan
mengambil manfaat dari proses pembangunan.
Salah satu alat ukur yang dianggap dapat merefleksikan status pembangunan
manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). UNDP sejak tahun 1990 menggunakan IPM untuk mengukur perkembangan pembangunan manusia. IPM merupakan suatu indeks komposit
yang mencakup tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai
mencerminkan status kemampuan dasar penduduk yaitu kesehatan, pencapaian
pendidikan, dan standar hidup layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian
yang sangat luas karena terkait banyak faktor. Dimensi kesehatan yang diukur dari
angka harapan hidup, dimensi pencapaian pendidikan yang diukur dari rata-rata
lama sekolah dan angka melek huruf, sedangkan dimensi standar hidup layak
yang diindikasikan dengan logaritma normal dari produk domestik bruto perkapita
penduduk dalam paritas daya beli (BPS,2012).
IPM dapat mengetahui kondisi pembangunan di daerah dengan alasan :
1. IPM menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam
pembangunan kualitas manusia.
2. IPM menjelaskan tentang bagaimana manusia mempunyai kesempatan
untuk mengakses hasil dari proses pembangunan, sebagai bagian dari haknya
seperti dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.
3. IPM digunakan sebagai salah satu ukuran kinerja daerah, khususnya dalam
15
4. IPM belum tentu mencerminkan kondisi sesungguhnya namun untuk saat
ini IPM merupakan satu-satunya indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
pembangunan kualitas hidup manusia.
Menurut BPS IPM dibagi ke dalam empat kategori yaitu rendah, menengah
ke bawah, menengah ke atas, dan tinggi. IPM regional Indonesia termasuk
kategori menengah atas sampai menengah bawah, begitu juga dengan IPM di
provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu pada penelitian ini, digunakan dua kategori
yaitu menengah atas dan menengah bawah. Berikut adalah faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi angka IPM.
a.Penduduk Miskin
Penduduk miskin adalah penduduk yang tidak mempunyai kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupan yang layak, baik kebutuhan
dasar makanan maupun kebutuhan dasar bukan makanan. Lanjouw, dkk. (2001)
menyatakan pembangunan manusia di Indonesia adalah identik dengan
pengurangan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih
berarti bagi penduduk miskin dibandingan penduduk tidak miskin, karena bagi
penduduk miskin aset utama adalah tenaga kasar mereka.
b.Tingkat Pengangguran Terbuka
Tingkat pengangguran terbuka adalah jumlah penduduk yang mencari
pekerjaan terhadap jumlah angkatan kerja. Indikator ini digunakan untuk
mengetahui tingkat pengangguran dikalangan angkatan kerja. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia akan berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas kerja yang kemudian berpengaruh terhadap peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada gilirannya akan
meningkatkan permintaan kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran.
c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga konstan
PDRB atas harga konstan yaitu jumlah nilai produksi atau pengeluaran atau
pendapatan yang dihitung menurut harga tetap. Dengan cara menilai kembali atau
mendefinisikan berdasarkan harga-harga pada tingkat dasar dengan menggunakan
indeks harga konsumen. PDRB atas harga konstan digunakan untuk mengetahui
17
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal
dari Badan Pusat Statistika (BPS) berupa data yang diambil dari publikasi maupun
hasil survei. Data publikasi yang diambil adalah data publikasi tahun 2012 di
Propinsi Jawa Timur. Unit pengamatan pada penelitian ini adalah 38
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel
respon dan empat variabel prediktor. Variabel yang berperan sebagai variabel
respon (Y) adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Variabel respon ini
bersifat kategorik. Menurut BPS (2008) IPM dibagi menjadi empat kategori yaitu
sebagai berikut:
0 = Rendah, jika IPM ≤ 50
1 = Menengah Rendah, jika 50 < IPM ≤ 66
2 = Menengah Atas, jika 66 < IPM ≤ 80
3 = Tinggi, jika IPM > 80
Pada penelitian ini jika IPM dibagi sesuai dengan ketentuan BPS yaitu
empat kategori, maka terdapat beberapa kategori yang kosong. Kabupaten/kota di
Jawa Timur pada tahun 2012 berada pada kategori menengah rendah dan
menengah atas. Dengan demikian pada penelitian ini pembagian IPM dibagi
menjadi dua kategori yaitu:
0 = Menengah Rendah, jika IPM ≤ 71,87
18
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
Variabel Keterangan Kategori Satuan
Y Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
0= Menengah Rendah,
jika IPM ≤ 71,87
1= Menengah Tinggi,
jika IPM > 71,87
Persen
𝑋1 Penduduk miskin - Persen
𝑋2 Tingkat pengangguran
terbuka -
Persen
𝑋3 Laju pertumbuhan PDRB
atas harga konstan -
Persen
Berikut merupakan beberapa variabel prediktor yang akan dilibatkan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penduduk miskin (X1)
Penduduk miskin adalah penduduk yang tidak mempunyai kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupan yang layak, baik kebutuhan
dasar makanan maupun kebutuhan dasar bukan makanan. Lanjouw, dkk. (2001)
menyatakan pembangunan manusia di Indonesia adalah identik dengan
pengurangan kemiskinan..
b. Tingkat pengangguran terbuka (X2)
Peningkatan kualitas sumber daya manusia akan berpengaruh terhadap
peningkatan produktivitas kerja yang kemudian berpengaruh terhadap
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada
gilirannya akan meningkatkan permintaan kerja, sehingga dapat mengurangi
pengangguran. Oleh sebab itu peningkatan IPM diharapkan akan meningkatkan
penyerapan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran (Nagib, 2008)
c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga konstan (X3)
PDRB atas harga konstan yaitu jumlah nilai produksi atau pengeluaran atau
pendapatan yang dihitung menurut harga tetap. Dengan cara menilai kembali atau
19
indeks harga konsumen. PDRB atas harga konstan digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Tabel 3.2 Struktur Data di Propinsi Jawa Timur Kabupaten Y X1 X2 X3
1 𝑌1 𝑋1,1 𝑋2,1 𝑋3,1
2 𝑌1 𝑋1,2 𝑋2,2 𝑋3,2
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
38 𝑌38 𝑋1,38 𝑋2,38 𝑋3,38
3.3 Peta Digital Jawa Timur untuk Penyusunan Matriks Pembobot Spasial Jawa Timur terdiri dari 38 kabupaten/kota. Secara geografis, letak dari 38
kabupaten/kota di Jawa Timur masing-masing tidak simetris. Peta Digital Jawa
Timur digunakan sebagai dasar pembentukan pembobot spasial menggunakan
metode queen contiguity, wilayah-wilayah tersebut saling berbatasan sisi atau sudut yang dianggap saling mempengaruhi. Jika menggunakan metode rook contiguity, pengaruh antar daerah dianggap terjadi pada wilayah yang bersinggungan sisi timur, barat, utara, dan selatan. Berikut ini Disajikan Peta
Wilayah Kabupaten Kota di Jawa Timur.
20
Keterangan: kode wilayah 38 kabupaten/kota di Jawa Timur:
01. Pacitan 14. Pasuruan 27. Sampang 02. Ponorogo 15. Sidoarjo 28. Pamekasan 03. Trenggalek 16. Mojokerto 29. Sumenep 04. Tulungagung 17. Jombang 71. Kota Kediri 05. Blitar 18. Nganjuk 72. Kota Blitar 06. Kediri 19. Madiun 73. Kota Malang 07. Malang 20. Magetan 74. Kota Probolinggo 08. Lumajang 21. Ngawi 75. Kota Pasuruan 09. Jember 22. Bojonegoro 76. Kota Mojokerto 10. Banyuwangi 23. Tuban 77. Kota Madiun 11. Bondowoso 24. Lamongan 78. Kota Surabaya 12. Situbondo 25. Gresik 79. Kota Batu 13. Probolinggo 26. Bangkalan
3.4 Metode Analisis
Metode dan tahapan analisis yang akan digunakan untuk mencapai tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis deskriptif masing-masing variabel sebagai gambaran
awal IPM di Jawa Timur.
2. Mengidentifikasi dan menangani masalah mulikolinearitas dengan melihat
kriteria VIF.
3. Membuat matriks pembobot antar lokasi dengan menggunakan queen contiguity untuk model probit spasial.
4. Melakukan estimasi parameter dan pembentukan model probit kemudian
hasil diinterpretasi.
5. Melakukan estimasi parameter dan pembentukan model probit spasial
kemudian hasil diinterpretasi.
6. Membandingkan hasil dari model probit dan model probit spasial
21 3.5 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian Melakukan analisis deskriptif masing-masing variabel
Identifikasi Multikolinearitas
Membandingkan hasil dari model probit dan model probit spasial Data IPM
Membuat matriks pembobot menggunakan queen contiguity untuk
model probit spasial Pembentukan model probit
Pembentukan model probit spasial
Menyimpulkan hasil Interpretasi Hasil
23
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bagian awal bab ini dibahas mengenai pemodelan IPM di Jawa Timur
menggunakan model probit dan model probit spasial. Kemudian setelah
didapatkan hasil dari kedua model tersebut, pembahasan selanjutnya yaitu
perbandingan hasil antar model probit dan model probit spasial.
4.1 Pemodelan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Propinsi Jawa Timur Tahun 2012
Model probit spasial pada penelitian ini akan diaplikasikan pada data Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Propinsi Jawa Timur tahun 2012. IPM
merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga dimensi pokok
pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar
penduduk yaitu kesehatan, pencapaian pendidikan, dan standar hidup layak.
UNDP membagi status pembangunan manusia di kabupaten/kota ke dalam empat
kategori yaitu rendah, menengah ke bawah, menengah ke atas, dan tinggi. IPM
regionl Indonesia termasuk kategori menengah atas sampai menengah bawah,
begitu juga dengan IPM di provinsi Jawa Timur. Perbedaan letak secara geografis
antar daerah berpengaruh terhadap perbedaan angka IPM di daerah satu dengan
daerah lain. Oleh karena itu , dalam penelitian ini digunakan regresi probit spasial
pada data IPM di Jawa Timur tahun 2012. Variabel prediktor yang digunakan
terdiri dari persentase penduduk miskin , Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) , dan laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan . Lebih lanjut,
gambaran mengenai data IPM di Jawa Timur tahun 2012 beserta variabel-variabel
prediktor yang digunakan akan diuraikan pada subbab-subbab berikut ini.
4.1.1 Deskripsi IPM di Propinsi Jawa Timur Tahun 2012
Jawa Timur terdiri dari 38 wilayah kabupaten/kota yang meliputi 29
kabupaten dan 9 kota. Berdasarkan nilai rata-rata IPM kabupaten/kota di Jawa
24
rata-rata dan 22 kabupaten/kota yang tergolong di atas rata-rata. Persebaran IPM
di Jawa Timur menurut kabupaten/kota disajikan pada Gambar 4.1.
Kabupaten/kota yang memiliki nilai IPM tergolong rendah sebesar 61,67 yaitu
Kabupaten Sampang dan tertinggi sebesar 78,43 yaitu Kota Malang.
Seperti yang dijelaskan di bab sebelumnya bahwa nilai IPM dikategorikan
menjadi 2 yaitu di bawah rata-rata dan di atas rata-rata, degradasi warna yang
terdapat pada gambar menujukkan bahwa warna terang pada kabupaten/kota
menunjukkan nilai IPM wilayah tersebut rendah sebaliknya warna gelap
menunjukkan nilai IPM tinggi. Selain itu, berdasarkan Gambar 4.1 dapat
diketahui bahwa wilayah-wilayah yang berdekatan cenderung mempunyai nilai
IPM yang relatif sama, hal ini mengindikasikan adanya dependensi spasial pada
data IPM di Jawa Timur.
25
Dalam penelitian ini, terdapat tiga variabel prediktor yang diduga
berpengaruh terhadap IPM di Jawa Timur tahun 2012 yaitu persentase penduduk
miskin , Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , dan laju pertumbuhan
PDRB atas harga konstan yang disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Variabel Rata-rata Standar
Deviasi
26
Berdasarkan Gambar 4.2, pola hubungan antara IPM dengan variabel
prediktornya yaitu Tingkat Pengangguran Terbuka dan laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan menunjukkan pola hubungan yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa jika kedua variabel prediktor tersebut mengalami
peningkatan maka IPM juga mengalami peningkatan, begitupun juga sebaliknya
apabila terjadi penurunan. Untuk variabel persentase penduduk miskin memiliki pola hubungan yang negatif . Hal ini menunjukkan bahwa pola
hubungannya bebanding terbalik, jika variabel prediktor tersebut mengalami
penurunan, maka IPM mengalami peningkatan, begitupun sebaliknya.
4.1.2 Identifikasi Multikolinearitas
Dalam analisis regresi, kasus multikolinearitas memiliki pengaruh besar
terhadap hasil estimasi parameter. Identifikasi multikolinearitas dilakukan untuk
mengetahui bahwa tidak adanya hubungan linier antara variabel independen
dalam model regresi. Oleh karena itu, sebelum melakukan analisis lebih lanjut
dengan regresi probit spasial, diidentifikasi terlebih dahulu apakah terdapat kasus
multikolinearitas antar variabel prediktor. Mendeteksi kasus multikolinearitas
dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor). Jika terdapat variabel prediktor dengan nilai VIF>10, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
kasus multikolinearitas. Nilai VIF dari tiga variabel prediktor yang digunakan
dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Nilai VIF dari Tiga Variabel Prediktor Variabel
VIF 1,929 1,505 1,987
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, semua variabel prediktor memiliki nilai
VIF<10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kasus multikolinearitas
pada tiga variabel prediktor. Oleh karena itu, semua variabel prediktor tersebut
27 4.1.3 Penentuan Matrik Bobot Spasial
Jawa Timur merupakan Propinsi yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota.
Masing-masing wilayah ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Matrik terboboti
(weighted matrix) untuk wilayah Jawa Timur pada penelitian ini didasarkan pada hubungan persinggungan sisi-sudut (queen contiguity). Persinggungan sisi-sudut (queen contiguity) mendefinisikan untuk entity yang bersisian (coomon side) atau titik sudutnya (common vertex) bertemu dengan region yang menjadi perhatian, untuk region lainnya. Penggunaan bobot queen contiguity ini didasarkan pada wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang tidak simetris,
sehingga pengamatan pada setiap wilayah yang bersisian atau bagian sudutnya
bertemu dengan wilayah lain maka bobot akan bernilai satu dan wilayah lain
diberi nilai nol. Berikut adalah ilustrasi dari pembobotan sisi-sudut (queen contiguity):
C B C
B A B
C B C
Gambar 4.3 Queen Contiguity
Bobot yang memiliki nilai 1 untuk unit spasial A seperti Gambar 4.3 adalah
daerah B dan C sedangkan daerah yang lain 0. Sebagai contoh, Kota Surabaya
bersinggungan sisi dan sudut dengan sidoarjo, gresik, dan bangkalan.
Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang hanya mempunyai 1 tetangga ada 8 daerah
yaitu Kab.Bangkalan, Sumenep, Kota Kediri, Kota Malang, Kota Probolinggo,
Kota Pasuruan, dan Kota Mojokerto. Dan terbanyak adalah Kabupaten Malang
28 4.1.4 Pemodelan IPM dengan Model Probit
Langkah pertama dalam pemodelan IPM dengan model probit adalah
menduga parameter model probit. Berikut hasil dari pendugaan parameter model
probit.
Tabel 4.3 Pendugaan Parameter Model Probit
Variabel Estimate Std. Error z-value Pr(>|z|)
Intercept -1,310 5,286 -0,248 0,804
-0,194 0,077 -2,497 0,012 -0,034 0,197 -0,175 0,862
0,615 0,747 0,824 0,409
Berdasarkan Tabel 4.3, dengan menggunakan variabel yang signifikan hanya satu yaitu persentase penduduk miskin dan model probit yang dihasilkan adalah sebagai berikut.
̂
Dari model di atas kemudian dihitung nilai peluangnya dengan menggunakan
persamaan (2.1), adapun hasil nilai peluang terlampir pada Lampiran 4. Dengan
menggunakan hasil dari peluang dapat dihitung prediksi dari klasifikasi aktual
IPM yang selanjutnya digunakan untuk menghitung ketepatan klasifikasi.
Ketepatan klasifikasi antara data aktual dan data prediksi dapat dilihat pada Tabel
4.3. Pada tabel tersebut menujukkan bahwa model yang telah diperoleh memiliki
kemampuan mengklasifikasikan pengamatan dengan benar sebesar 39,4 %.
Tabel 4.4 Ketepatan Klasifikasi Model Probit Prediksi
0 1
Aktual 0 0 16
29
4.1.5 Pemodelan IPM dengan Model Probit Spasial
Langkah pertama dalam pemodelan IPM dengan model probit spasial
adalah menduga parameter model probit spasial. Berikut hasil dari pendugaan
parameter model probit spasial. Berikut hasil dari pendugaan parameter SAR
probit yang disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Pendugaan Parameter Model Probit Spasial Variabel Estimate Std. Error z-value Pr(>|z|)
Intercept -54,749 30,957 -1,768 0,076
-1,571 0,571 -2,656 0,0079 -5,333 1,694 -3,147 0,0016 13,932 5,479 2,542 0,0110
Dengan menggunakan , pada Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh signifikan adalah persentase penduduk miskin , Tingkat Pengangguran Terbuka , dan laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan
. Berikut merupakan model SAR probit:
̂ ( ∑
)
Dari model tersebut kemudian dihitung nilai peluangnya dengan
menggunakan persamaan (4.4), adapun hasil perhitungan nilai peluang terlampir
pada Lampiran 5. Dengan menggunakan hasil dari peluang dapat dihitung prediksi
dari klasifikasi aktual IPM yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung
ketepatan klasifikasi. Ketepatan klasifikasi antara data aktual dan data prediksi
dapat dilihat pada Tabel 4.5. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa model yang
telah diperoleh memiliki kemampuan mengklasifikasikan pengamatan dengan
30
Tabel 4.6 Ketepatan Klasifikasi Model Regresi Probit Spasial Prediksi
0 1
Aktual 0 8 8
1 13 9
. Peluang untuk pengamatan yang mengacu pada persamaan 4.4 pada model IPM untuk Kabupaten/Kota di Jawa Timur adalah sebagai berikut.
( | ) (
) Sebagai contoh peluang untuk Kota Surabaya sebagai berikut.
( | )
(
( )
⁄
)
Untuk mengetahui besarnya pengaruh dari masing-masing variabel persentase
penduduk miskin, tingkat pengangguran terbuka, dan laju perumbuhan PDRB atas
harga konstan adalah dengan menghitung efek marjinal, hasil perhitungan efek
marjinal terlampir pada Lampiran 6, 7, dan 8. Berdasarkan persamaan di atas
maka dapat diketahui bahwa besarnya nilai IPM di Kota Surabaya berpengaruh
pada nilai IPM di Sidoarjo dan Gresik. Efek marjinal dari persentase penduduk
miskin dengan variabel lainnya konstan adalah sebagai berikut,
( | )
(
)
Efek marjinal persentase penduduk miskin di Kota Surabaya sebesar
, hal ini menunjukkan perubahan nilai persentase penduduk miskin
31
Efek marjinal dari tingkat pengangguran terbuka dengan variabel lainnya
konstan adalah sebagai berikut,
( | )
(
)
Efek marjinal tingkat pengangguran terbuka di Kota Surabaya sebesar
, hal ini menunjukkan perubahan nilai tingkat pengangguran terbuka
di Kota Surabaya sebesar 1% akan menurunkan peluang IPM Kota Surabaya tergolong kategori menengah tinggi sebesar 0,00244 satuan.
Efek marjinal dari laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan dengan
variabel lainnya konstan adalah sebagai berikut,
( | )
(
)
Efek marjinal laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan di Kota Surabaya sebesar , hal ini menunjukkan perubahan nilai laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan di Kota Surabaya sebesar 1% akan meningkatkan peluang IPM Kota Surabaya tergolong kategori menengah tinggi sebesar 0,005866 satuan.
4.2 Perbandingan Hasil Antara Model Probit dan Model Probit Spasial Setelah dilakukan pemodelan menggunakan model probit dan model probit
spasial, diperoleh hasil yaitu variabel-variabel yang berpengaruh pada IPM di
Jawa Timur. Untuk model probit, variabel yang berpengaruh hanya satu dari tiga
variabel yang diduga yaitu persentase penduduk miskin. Sedangkan model probit
spasial, ketiga variabel yang diduga semuanya berpengaruh yaitu persentase
penduduk miskin, tingkat pengangguran terbuka, dan laju pertumbuhan PDRB
atas harga konstan. Hal ini menunjukkan bahwa efek spasial berpengaruh dalam
pemodelan IPM di Jawa Timur, terlihat dari perbedaan banyaknya
32
Pada sub bab sebelumnya dihitung pula peluang dari masing-masing model,
kemudian dari peluang tersebut, dapat ditentukan nilai prediksi kategori IPM.
Lalu dengan membandingkan data aktual dan data prediksi, maka didapat hasil
ketepatan klasifikasi model probit sebesar 39,4% dan model probit spasial sebesar
44,7% seperti yang terlampir di Tabel 4.4 dan Tabel 4.6. Dari hasil ketepatan
klasifikasi dapat dilihat juga bahwa model probit spasial lebih baik daripada
model probit, yang artinya model probit spasial lebih baik dalam
mengklasifikasikan IPM dengan benar. Berikut adalah ilustrasi berupa peta yang
memperlihatkan pengkategorian IPM di Jawa Timur.
Gambar 4.4 Peta Data Aktual IPM Jawa Timur Tahun 2012
Tabel 4.7 Pengelompokkan Data Aktual Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep.
33 1
Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung,
Blitar, Kediri, Malang, Sidoarjo, Mojokerto,
Jombang, Nganjuk, Magetan, Gresik, Kota
Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota
Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto,
Kota Madiun, Kota Surabaya, Kota Batu.
Seperti yang terlihat pada Tabel 4.7, kabupaten/kota di jawa Timur yang
tergolong dalam kategori menengah tinggi sebanyak 22 kabupaten/kota.
Sedangkan yang tergolong dalam kategori menengah rendah, sebanyak 16
kabupaten/kota. Untuk hasil dari model probit dan model probit spasial juga
diilustrasikan menggunakan peta sebagai berikut.
Gambar 4.5 Peta Hasil Data Prediksi IPM Dari Model Probit
Pada Gambar 4.5, terlihat perbedaan antara data aktual dan data prediksi
yang dihasilkan model probit. Berdasarkan hasil dari model probit,
kabupaten/kota yang tergolong dalam kategori menengah tinggi sebanyak 32
34
kabupaten/kota. Sedangkan untuk kategori menengah rendah sebanyak 6
kabupaten/kota. Penjelasan yang lebih rinci untuk kabupaten/kota yang antara
data aktual dan data prediksinya berbeda terlihat pada Tabel 4.8. Sebagai contoh
Kota Surabaya, data aktualnya tergolong dalam kategori menengah tinggi, ketika
dimodelkan menggunakan model probit diprediksi tergolong dalam kategori
menengah rendah.
Tabel 4.8 Hasil Pengelompokkan Data Prediksi Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Timur dengan Model Probit
Aktual Prediksi Kabupaten/Kota
0 0
-0 1
Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso,
Situbondo, Probolinngo, Pasuruan, Madiun,
Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan,
Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep.
1 0
Sidoarjo, Kota Blitar, Kota Malang, Kota
Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, Kota
Batu.
1 1
Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung,
Blitar, Kediri, Malang, Mojokerto, Jombang,
Nganjuk, Magetan, Gresik, Kota Kediri, Kota
Probolinggo, Kota Pasuruan.
Pada Gambar 4.6, terlihat perbedaan antara data aktual dan data prediksi
yang dihasilkan model probit spasial. Berdasarkan hasil dari model probit spasial,
kabupaten/kota yang tergolong dalam kategori menengah tinggi sebanyak 17
kabupaten/kota. Sedangkan untuk kategori menengah rendah sebanyak 21
kabupaten/kota. Penjelasan yang lebih rinci untuk kabupaten/kota yang antara
data aktual dan data prediksinya berbeda terlihat pada Tabel 4.9. Sebagai contoh
35
dimodelkan menggunakan model probit diprediksi tergolong dalam kategori
menengah rendah.
Gambar 4.6 Peta Hasil Data Prediksi IPM Dari Model Probit Spasial Tabel 4.9 Hasil Pengelompokkan Data Prediksi Berdasarkan Kabupaten/Kota di
Jawa Timur dengan Model Probit Spasial
Aktual Prediksi Kabupaten/Kota
0 0 Pasuruan, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep
0 1 Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Madiun, Ngawi,
1 0
Kediri, Malang, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Gresik, Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Surabaya, Kota Batu.
1 1 Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Nganjuk, Magetan, Kota Probolinggo, Kota Madiun.
Berdasarkan Tabel 4.10, terlihat bahwa ketika kabupaten/kota tergolong
dalam kategori menengah rendah, rata-rata untuk persentase penduduk miskinnya
cukup tinggi jika dibandingkan dengan kategori menengah tinggi. Rata-rata
tingkat pengangguran terbuka ketika kategori menengah rendah lebih rendah
36
daripada kategori menengah tinggi. Kemudian untuk laju PDRB atas harga
konstan, rata-ratanya juga lebih rendah daripada kategori menengah tinggi.
Tabel 4.10 Nilai Rata-rata Variabel Prediktor Tiap Kategori untuk Data Aktual Kategori
0 17,01 3,53 6,63
1 10,21 4,70 7,14
Tabel 4.11 Nilai Rata-rata Variabel Prediktor untuk Data Prediksi dengan Model Probit Spasial
Aktual Prediksi Kabupaten/Kota
0 0
Berdasarkan Tabel 4.11, terlihat besarnya rata-rata tiap variabel prediktor untuk
data prediksi. Ketika data aktual tergolong menengah tinggi, kemudian diprediksi
tergolong menengah rendah, besarnya rata-rata untuk tiap variabel prediktornya
sebenarnya tetap tergolong ke dalam menengah tinggi. Hal ini bisa disebabkan
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemodelan IPM menggunakan model probit memberikan hasil bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi IPM di Jawa Timur adalah persentase
penduduk miskin ,
2. Pemodelan IPM menggunakan model probit spasial, faktor-faktor yang
mempengaruhi IPM di Jawa Timur adalah persentase penduduk miskin
, Tingkat Pengangguran Terbuka , dan laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan .
3. Ketepatan klasifikasi dari model probit sebesar 39,4% dan model probit
spasial sebesar 44,7%. Berdasarkan ketepatan klasifikasi model, model
probit spasial lebih baik dari pada model probit dalam mengklasifikasikan
IPM dengan benar.
5.2Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang diperoleh, saran yang
diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah:
1. Variabel yang berpengaruh seperti persentase penduduk miskin, Tingkat
Pengangguran Terbuka, laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan dan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dapat dipertimbangkan dalam
pemodelan IPM selanjutnya.
2. Penelitian ini masih menggunakan matriks pembobot queen contiguity, sehingga pada penelitian selanjutnya dapat dikembangkan menggunakan
matriks pembobot lain, misalnya pembobot jarak.
3. Sebagai pengembangan model probit spasial, penelitian selanjutnya dapat
42
Lampiran 2. R code Model Regresi Probit dan Model Regresi Probit Spasial dengan x1, x2, x3
library(McSpatial) library(Rcmdr) y=Dataset[,1] x1=Dataset[,2] x2=Dataset[,3] x3=Dataset[,4]
w <- as.matrix(read.table(file="clipboard", header=F, sep="\t")) model1 <- spprobitml(y~x1+x2+x3,wmat=w, stdprobit=T)
--- > model1 <- spprobitml(y~x1+x2+x3,wmat=w, stdprobit=F)
Estimate Std. Error z value Pr(>|z|) (Intercept) -1.31018 5.28695 -0.248 0.8043 x1 -0.19460 0.07794 -2.497 0.0125 * x2 -0.03446 0.19721 -0.175 0.8613 x3 0.61576 0.74706 0.824 0.4098 ---
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1 Conditional on rho
rho = 0.282693
Estimate Std. Error z-value Pr(>|z|)
y -54.749840 30.9571299 -1.768570 0.076965720 (intercept) x1 -1.517169 0.5711988 -2.656113 0.007904702
43
Lampiran 3. R code Perhitungan Nilai Peluang dan Efek Marjinal
44 Lampiran 3. (lanjutan)
b=t(B)
C=solve(B)
X=cbind(x1,x2,x3)
Beta=c(-1.517169, -5.333497,13.932410) D=X%*%Beta
Z=C%*%D P=B*b p=solve(P) s=solve(p) S=s%*%Z m=mean(S) n=var(S)
pnorm(S, mean=m , sd=sqrt(n)) dnorm(S, mean=m, sd=sqrt(n))
45
Lampiran 4 Prediksi Peluang Kabupaten/Kota di Jawa Timur dari Model Probit
46
47
Lampiran 6. Efek Marjinal Variabel Persentase Penduduk Miskin Terhadap IPM
48
Lampiran 7. Efek Marjinal Variabel Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap IPM
49
Lampiran 8. Efek Marjinal Variabel Laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan terhadap IPM
50
39
DAFTAR PUSTAKA
Agresti, A., (2002). Categorical Data Analysis. Second Edition, Wiley-Interscience A John Wiley & Sons, Inc.
Anselin, L., (1998), Spatial Econometrics : Methods and Models, Dordrecht : Kluwer Academic Publishers.
Arbia, Giuseppe, (2014), A Primer For Spatial Econometrics With Applications in R, Palgrave Macmillan, England.
Barnes, R.J.,(2006), Matrix Differentiation. Springs Journal. BPS, (2012), Indeks Pembangunan Manusia, BPS, Jakarta.
Dempster, A. P., Laird, N. M., dan Rubin, D. B., (1977), “Maximum Likelihood
from Incomplete Data via the EM Algorithm”.Journal of Royal Statistical Society B., Vol. 39, No. 1, hal 1-38.
Diana, R., (2009), Uji Kesamaan Vektor Parameter Model Linier Multivariat : Studi Kasus Faktor-Faktor yang Mempengaruhi IPM tahun 2007, Tesis Jurusan Statistika FMIPA ITS Surabaya.
Greene, W.H., (2008), Econometrics Analysis, Sixth Editin, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Greenberg, B.G., (1980), “ChesterI. Bliss, 1899-1979.” International Statistical Review/Revue Internationale de Statistique, Volume 8, Halaman 135-136. Gujarati, D. N., (2004), Basic Econometrics, 4th Edition, The McGraw-Hill
Companies, New York.
Hocking, R., (1996), Methods and Applicationof Linear Models, John Wiley & Sons, New York.
Lanjouw, P, dkk., (2001), Poverty Education and Health in Indonsia : Who Benefitss From Public Spending, Word Banking Working Paper No. 2739, Washington DC.
Lee, J., & Won, D.W.S., (2001), Statistical Analysis With Arcview GIS, John Wiley and Sons, New York.
LeSage, P. (1999), The Theory and Practice of Spatial Econometrics.
40
McMillen, Daniel P., (1992), Probit with Spatial Autocorrelation,Jurnal of Regional Science,Vol 32, No 3, pp. 335-348
Nagib, L. (Ed), (2008), Pengembangan Sumber Daya Manusia : di antara Peluang dan Tantangan, Jakarta : LIPI Press.
Puspita, F. I., (2013), Model Probit Spasial Pada Faktor-faktor yang Mempengaruhi Klasifikasi IPM di Pulau Jawa, Tesis Jurusan Statistika FMIPA ITS, Surabaya.
Ratnasari, V., (2011), Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Model Probit Bivariat, Disertasi Jurusan Statistika FMIPA ITS, Surabaya.
51
BIOGRAFI PENULIS
Penulis dilahirkan di kota Banyuwangi dengan
nama lengkap Elok Faiz Fatma El Fahmi dan lahir
pada tanggal 08 September 1991, merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh
pendidikanya mulai dari MIN 1 Malang
(1997-2003), SMP Islam Sabilillah Malang (2003-2006),
MAN 1 Malang (2006-2009), dan melanjutkan
Perguruan Tinggi Negeri di Universitas Brawijaya
Malang Jurusan Matematika (2009-2013).
Kemudian penulis mendapat kesempatan baik untuk menempuh Program
Magister di Institut Tehnologi Sepuluh Nopember jurusan Stasistika(2013-2016).
Penulis menempuh Studi S2 selama empat semester dan lulus pada tahun 2016
dengan thesis yang berjudul “Model Regresi Probit Spasial Pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Timur”. Bagi pembaca yang ingin menyampaikan saran dan kritik, atau berdiskusi terkait thesis ini dapat