• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Hasil Antara Model Probit dan Model Probit Spasial Setelah dilakukan pemodelan menggunakan model probit dan model probit Setelah dilakukan pemodelan menggunakan model probit dan model probit

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.2 Perbandingan Hasil Antara Model Probit dan Model Probit Spasial Setelah dilakukan pemodelan menggunakan model probit dan model probit Setelah dilakukan pemodelan menggunakan model probit dan model probit

(

)

Efek marjinal tingkat pengangguran terbuka di Kota Surabaya sebesar

, hal ini menunjukkan perubahan nilai tingkat pengangguran terbuka

di Kota Surabaya sebesar 1% akan menurunkan peluang IPM Kota Surabaya tergolong kategori menengah tinggi sebesar 0,00244 satuan.

Efek marjinal dari laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan dengan variabel lainnya konstan adalah sebagai berikut,

( | )

(

)

Efek marjinal laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan di Kota Surabaya sebesar , hal ini menunjukkan perubahan nilai laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan di Kota Surabaya sebesar 1% akan meningkatkan peluang IPM Kota Surabaya tergolong kategori menengah tinggi sebesar 0,005866 satuan.

4.2 Perbandingan Hasil Antara Model Probit dan Model Probit Spasial Setelah dilakukan pemodelan menggunakan model probit dan model probit spasial, diperoleh hasil yaitu variabel-variabel yang berpengaruh pada IPM di Jawa Timur. Untuk model probit, variabel yang berpengaruh hanya satu dari tiga variabel yang diduga yaitu persentase penduduk miskin. Sedangkan model probit spasial, ketiga variabel yang diduga semuanya berpengaruh yaitu persentase penduduk miskin, tingkat pengangguran terbuka, dan laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan. Hal ini menunjukkan bahwa efek spasial berpengaruh dalam pemodelan IPM di Jawa Timur, terlihat dari perbedaan banyaknya variabel-variabel yang berpengaruh.

32

Pada sub bab sebelumnya dihitung pula peluang dari masing-masing model, kemudian dari peluang tersebut, dapat ditentukan nilai prediksi kategori IPM. Lalu dengan membandingkan data aktual dan data prediksi, maka didapat hasil ketepatan klasifikasi model probit sebesar 39,4% dan model probit spasial sebesar 44,7% seperti yang terlampir di Tabel 4.4 dan Tabel 4.6. Dari hasil ketepatan klasifikasi dapat dilihat juga bahwa model probit spasial lebih baik daripada model probit, yang artinya model probit spasial lebih baik dalam mengklasifikasikan IPM dengan benar. Berikut adalah ilustrasi berupa peta yang memperlihatkan pengkategorian IPM di Jawa Timur.

Gambar 4.4 Peta Data Aktual IPM Jawa Timur Tahun 2012

Tabel 4.7 Pengelompokkan Data Aktual Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Kategori Kabupaten/Kota

0

Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Madiun, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep.

7 9 8 10 5 6 1 2 3 22 4 23 24 13 12 11 14 21 26 18 27 29 17 19 25 16 28 15 20 37 38 32 33 34 36 31 35 Indokabkot_497_2010.shp 0 1

33 1

Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Magetan, Gresik, Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, Kota Batu.

Seperti yang terlihat pada Tabel 4.7, kabupaten/kota di jawa Timur yang tergolong dalam kategori menengah tinggi sebanyak 22 kabupaten/kota. Sedangkan yang tergolong dalam kategori menengah rendah, sebanyak 16 kabupaten/kota. Untuk hasil dari model probit dan model probit spasial juga diilustrasikan menggunakan peta sebagai berikut.

Gambar 4.5 Peta Hasil Data Prediksi IPM Dari Model Probit

Pada Gambar 4.5, terlihat perbedaan antara data aktual dan data prediksi yang dihasilkan model probit. Berdasarkan hasil dari model probit, kabupaten/kota yang tergolong dalam kategori menengah tinggi sebanyak 32

7 9 8 10 5 6 1 2 3 22 4 23 24 13 12 11 14 21 26 18 27 29 17 19 25 16 28 15 20 37 38 32 33 34 36 31 35 Indokabkot_497_2010.shp 0 1

34

kabupaten/kota. Sedangkan untuk kategori menengah rendah sebanyak 6 kabupaten/kota. Penjelasan yang lebih rinci untuk kabupaten/kota yang antara data aktual dan data prediksinya berbeda terlihat pada Tabel 4.8. Sebagai contoh Kota Surabaya, data aktualnya tergolong dalam kategori menengah tinggi, ketika dimodelkan menggunakan model probit diprediksi tergolong dalam kategori menengah rendah.

Tabel 4.8 Hasil Pengelompokkan Data Prediksi Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Timur dengan Model Probit

Aktual Prediksi Kabupaten/Kota

0 0

-0 1

Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinngo, Pasuruan, Madiun, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep.

1 0

Sidoarjo, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, Kota Batu.

1 1

Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Magetan, Gresik, Kota Kediri, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan.

Pada Gambar 4.6, terlihat perbedaan antara data aktual dan data prediksi yang dihasilkan model probit spasial. Berdasarkan hasil dari model probit spasial, kabupaten/kota yang tergolong dalam kategori menengah tinggi sebanyak 17 kabupaten/kota. Sedangkan untuk kategori menengah rendah sebanyak 21 kabupaten/kota. Penjelasan yang lebih rinci untuk kabupaten/kota yang antara data aktual dan data prediksinya berbeda terlihat pada Tabel 4.9. Sebagai contoh Kota Surabaya, data aktualnya tergolong dalam kategori menengah tinggi, ketika

35

dimodelkan menggunakan model probit diprediksi tergolong dalam kategori menengah rendah.

Gambar 4.6 Peta Hasil Data Prediksi IPM Dari Model Probit Spasial Tabel 4.9 Hasil Pengelompokkan Data Prediksi Berdasarkan Kabupaten/Kota di

Jawa Timur dengan Model Probit Spasial Aktual Prediksi Kabupaten/Kota

0 0 Pasuruan, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep

0 1 Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Madiun, Ngawi,

1 0

Kediri, Malang, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Gresik, Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Surabaya, Kota Batu. 1 1 Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar,

Nganjuk, Magetan, Kota Probolinggo, Kota Madiun.

Berdasarkan Tabel 4.10, terlihat bahwa ketika kabupaten/kota tergolong dalam kategori menengah rendah, rata-rata untuk persentase penduduk miskinnya cukup tinggi jika dibandingkan dengan kategori menengah tinggi. Rata-rata tingkat pengangguran terbuka ketika kategori menengah rendah lebih rendah

7 9 8 10 5 6 1 2 3 22 4 23 24 13 12 11 14 21 26 18 27 29 17 19 25 16 28 15 20 37 38 32 33 34 36 31 35 Indokabkot_497_2010.shp 0 1

36

daripada kategori menengah tinggi. Kemudian untuk laju PDRB atas harga konstan, rata-ratanya juga lebih rendah daripada kategori menengah tinggi.

Tabel 4.10 Nilai Rata-rata Variabel Prediktor Tiap Kategori untuk Data Aktual Kategori

0 17,01 3,53 6,63

1 10,21 4,70 7,14

Tabel 4.11 Nilai Rata-rata Variabel Prediktor untuk Data Prediksi dengan Model Probit Spasial

Aktual Prediksi Kabupaten/Kota

0 0 Pasuruan, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep 19,55 3,61 6,51 0 1 Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Madiun, Ngawi, 14,4 3,44 6,75 1 0

Kediri, Malang, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Gresik, Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Surabaya, Kota Batu.

8,71 5,43 7,34

1 1

Pacitan, Ponorogo,

Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Nganjuk, Magetan, Kota Probolinggo, Kota Madiun.

12,38 3,66 6,85

Berdasarkan Tabel 4.11, terlihat besarnya rata-rata tiap variabel prediktor untuk data prediksi. Ketika data aktual tergolong menengah tinggi, kemudian diprediksi tergolong menengah rendah, besarnya rata-rata untuk tiap variabel prediktornya sebenarnya tetap tergolong ke dalam menengah tinggi. Hal ini bisa disebabkan oleh kedekatan antar wilayah satu yang mempengaruhi wilayah lainnya.

37

BAB V

Dokumen terkait