• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengaruh Pemberian Giberellin (GA3) dan Asam Salisilat Pada Kondisi Cekaman Salinitas Terhadap Pertumbuhan Rosella (Hibiscus Sabdariffa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengaruh Pemberian Giberellin (GA3) dan Asam Salisilat Pada Kondisi Cekaman Salinitas Terhadap Pertumbuhan Rosella (Hibiscus Sabdariffa)"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN GIBERELLIN (GA3) DAN ASAM

SALISILAT PADA KONDISI CEKAMAN SALINITAS

TERHADAP PERTUMBUHAN ROSELLA

(

Hibiscus sabdariffa

L

.

)

TESIS

Oleh

AISAR NOVITA

117001024 / AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH PEMBERIAN GIBERELLIN (GA3) DAN ASAM

SALISILAT PADA KONDISI CEKAMAN SALINITAS

TERHADAP PERTUMBUHAN ROSELLA

(

Hibiscus sabdariffa

L

.

)

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Pertanian dalam Program Studi Agroekoteknologi pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

OLEH

AISAR NOVITA 117001024

FAKULTAS PERTANIAN

PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PEMBERIAN GIBERELLIN (GA3) DAN

ASAM SALISILAT PADA KONDISI CEKAMAN SALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.)

Nama Mahasiswa : Aisar Novita Nomor Induk : 117001024 Program Studi : Agroekoteknologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Luthfi A.M .Siregar, SP, MSc, PhD) (Prof. DR. Ir. Rosmayati, M.S) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P) (Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, M.S)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 27 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Luthfi A.M .Siregar, SP, MSc, PhD

ANGGOTA : 1. Prof. DR. Ir. Rosmayati, M.S

2. Dr. Ir. Chairani Hanum, MP

3. Dr. Ir. Revandy Damanik, MSc

(5)

ABSTRAK

AISAR NOVITA. Pengaruh Pengaruh Pemberian Giberellin (GA3) dan Asam Salisilat Pada Kondisi Cekaman Salinitas Terhadap Pertumbuhan Rosella (Hibiscus Sabdariffa). Komisi Pembimbing, Ketua : Bapak Luthfi A.M .Siregar, SP, MSc, PhD dan Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, pada Februari 2014 sampai Juni 2014.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) faktor dan 3 (tiga) ulangan. Faktor pertama giberellin (GA3) dengan dua taraf

yaitu 0 mg L-1, 5 mg L-1. Faktor kedua asam salisilat dengan tiga taraf yaitu 0 mM, 0,5 mM, 1 mM. Faktor ketiga tingkat salinitas dengan 2 taraf yaitu 0 dsm-1 dan 4-5 dsm-1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan giberellin menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada peubah pertumbuhan tanaman seperti persentase perkecambahan, tebal kutikula, klorofil a dan b, betakaroten dan warna bunga. Perlakuan asam salisilat menunjukkan pengaruh nyata pada peubah tebal kutikula, klorofil a, klorofil b dan betakaroten. Perlakuan cekaman salinitas berpengaruh nyata pada peubah pertumbuhan dan produksi seperti persentase perkecambahan, tinggi tanaman, diameter batang, tebal kutikula, klorofil a dan b, umur panen, betakaroten, warna bunga dan indeks panen. Interaksi antara giberellin dan asam salisilat memperlihatkan pengaruh nyata pada tebal kutikula, klorofil a dan b, betakaroten. Interaksi antara giberellin dan cekaman salinitas memperlihatkan pengaruh nyata pada peubah pertumbuhan dan produksi seperti persentase perkecambahan, tebal kutikula, klorofil a dan b, betakaroten dan warna bunga. Interaksi antara perlakuan asam salisilat dan cekaman salinitas memperlihatkan pengaruh nyata pada tebal kutikula, klorofil a dan b, betakaroten. Interaksi tiga faktor perlakuan giberellin, asam salisilat dan cekaman salinitas menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah tebal kutikula, klorofil a dan b, betakaroten.

(6)

ABSTRACT

Aisar Novita, 2014. “Effects of giberellic acid and Salicylic acid on

Growth of Hibiscus sabdarifa L. Under Salt Stress ”. Supervised by Luthfi A.M. Siregar, SP, MSc, PhD. as the chief ofcommission, and Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS. as the commission member.

This research was conducted in a greenhouse of Agricuture Faculty, North Sumatra University, Medan, from February until June 2014.

The research used completely randomized design with three factors. The first factor was giberellic acid were giberellic acid (5 mg L-1) and without giberellic acid. The second factor was salicylic acid were 0 mM, 0,5 mM and 1 mM. The third factor was salinity were 0 dsm-1 and 4-5 dsm-1.

The result of this research indicated that the application of gibberellin concentration indicated significant effect on plant growth variables such as the percentage of germination, thick cuticle, chlorophyll a and b, beta-carotene and color of flower. Application of salicylic acid indicated significant effect on growth such as thick cuticle, chlorophyll a and b and beta-carotene. Salt stress application indicated significant on growth and production variables such as percentage of germination, plants height, stem diameter, thick cuticle, chorophyll a and b, age harvest, beta-carotene, color of flower and harvest index. The interaction of giberellic acid and salicylic acid indecate significant effect on parameter such as thick cuticle, chlorophyll a and b, beta-carotene. Interaction between giberellic acid and salt stress indicated significant effect on growth and production such as percentage of germination, thick cuticle, chlorophyll a and b, beta-carotene and color of flower. Interaction between salicylic acid and salt stress indicated significant effect on growth and production such as thick cuticle, chlorophyll a and b, beta-carotene. Interaction three factors of giberellic acid, salicylic acid and salt stress indicated significant effect on thick cuticle, chlorophyll a and b, beta-carotene.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

ini dengan judul ”Pengaruh Pengaruh Pemberian Giberellin (GA3) dan Asam

Salisilat Pada Kondisi Cekaman Salinitas Terhadap Pertumbuhan Rosella

(Hibiscus Sabdariffa)”.

Kepada Bapak Luthfi A.M .Siregar, SP, MSc, PhD dan Ibu Prof. Dr. Ir.

Rosmayati, MS selaku komisi pembimbing, penulis ucapkan terima kasih karena

telah memberikan sumbangan ide, saran dan motivasi selama penulis

merencanakan dan melaksanakan penelitian serta penyusunan tesis ini. Kepada

Dr. Ir. Chairani Hanum, MP, Dr. Ir. Revandy Damanik, MSc, Dr. Diana Sofia, SP,

MP selaku dosen penguji, penulis juga mengucapkan terima kasih atas saran yang

diberikan untuk perbaikan tesis ini. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, M.S

selaku Dekan Fakultas Pertanian penulisjuga mengucapkan terima kasih atas

kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan

pendidikan program Magister Pertanian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium

Ekologi Tanaman Fakultas Pertanian USU, Kepala Laboratorium Central FP

USU, Kepala Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran USU, Kepala

Laboratorium Penyakit FP USU, Kepala Laboratorium Pangan FP USU, Kepala

Laboratorium FP UMSU, yang telah memberikan fasilitas penelitian kepada

(8)

Penghargaan dan ucapan terima kasih khusus penulis sampaikan kepada

Ibunda tercinta Rosidar yang telah mendukung penulis untuk melanjutkan studi

ini. Kepada Ayahanda tercinta Drs. Zamzami KAD (Alm), Ananda tercinta

Muhammad Aufar, Kakanda Marisa Naufa MSi, Adinda tersayang Lettu Ilham

Masakir terimakasih atas segala doa dan motivasi selama ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Ibu Haryati MP, ibu

Nini Rahmawati SP, MP, Hadi, Arnen, Yanti, Jesman, Astri, Yenny, Adi, Dwi,

Umi Sunya, Makcik raunas, Windi,, adinda tersayang Asty, Oksya, serta semua

pihak lain, secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan,

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan

hidayahNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

”Pengaruh Pengaruh Pemberian Giberellin (GA3) dan Asam Salisilat Pada

Kondisi Cekaman Salinitas Terhadap Pertumbuhan Rosella (Hibiscus

Sabdariffa)”.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Pertanian pada Program Studi Agroekotekologi di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan yang tidak disadari oleh penulis, untuk itu penulis sangat

mengharapkan saran dan masukan yang konstruktif dari semua pihak demi

perbaikan tesis ini.

Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkannya.

Medan, Agustus 2014

(10)

RIWAYAT HIDUP

Aisar Novita, dilahirkan di Pangkalanbrandan pada tanggal 03 Desember 1982.

Merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari Ayah (Alm). Zamzami KAD dan

Ibu Rosnidar.

Pendidikan

Tahun 1994 : Lulus dari SDSwasta DP YKPP, Pangkalanbrandan.

Tahun 1997 : Lulus dari SMPSwasta DP YKPP, Pangkalanbrandan.

Tahun 2000 : Lulus dari SMA Negeri I Babalan, Pangkalanbrandan

Tahun 2004 : Lulus dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas

Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi

Agronomi,Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tahun 2012 : Mulai mengikuti pendidikan Magister Pertanian Program Studi

Agroekoteknologi di Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pengalaman Kerja

2005 - 2007 PT. Telkomsel, Medan.

2008 - 2009 Staf Pengajar SMKN 1 Batang Gansal, Riau.

(11)

DAFTAR ISI Tempat dan Waktu Penelitian... 24

Bahan dan Alat ... 24

(12)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persentase Perkecambahan ... 32

Tinggi Tanaman... 34

Pengaruh Interaksi Antara Giberellin dan Cekaman Salinitas Terhadap Pertumbuhan Rosella ... 62

Pengaruh Interaksi Antara Perlakuan Asam Salisilat dan Cekaman Salinitas ... 64

(13)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 69

Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Rata-rata Persentase Perkecambahan pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 32

2. Rata-rata Persentase Perkecambahan pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas... 33

3. Rata-rata Tinggi Tanaman pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 34

4. Rata-rata Tinggi Tanaman pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 35

5. Rata-rata Diameter Batang pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 36

6. Rata-rata Diameter Batang pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 37

7. Rata-rata Luas Daun pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 38

8. Rata-rata Luas Daun pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 39

9. Rata-rata luas daun spesifik pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 40

10. Rata-rata Luas Daun Spesifik pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 41

11. Rata-rata Jumlah Stomata pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 42

12. Rata-rata Jumlah Stomata pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 43

13. Rata-rata Tebal Kutikula pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 44

14. Rata-rata Tebal Kutikula pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 45

15. Rata-rata Klorofil A pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 47

(15)

17. Rata-rata Klorofil B pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 50

18. Rata-rata klorofil b pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 51

19. Rata-rata Umur Panen pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 53

20. Rata-rata umur panen pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 54

21. Rata-rata Betakaroten pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 55

22. Rata-rata Betakaroten pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 56

23. Rata-rata warna bunga pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 58

24. Rata-rata Warna Bunga pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas... 59

25. Rata-rata indeks panen pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas ... 60

26. Rata-rata Indeks Panen pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Hasil Analisa Persentase Perkecambahan ... 78

2. Hasil Analisa Tinggi Tanaman 4 Minggu Setelah Tanam ... 79

3. Hasil Analisa Tinggi Tanaman 6 Minggu Setelah Tanam ... 81

4. Hasil Analisa Tinggi Tanaman 8 Minggu Setelah Tanam ... 83

5. Hasil Analisa Diameter Batang 4 Minggu Setelah Tanam ... 85

6. Hasil Analisa Diameter Batang6 Minggu Setelah Tanam ... 87

7. Hasil Analisa Diameter Batang8 Minggu Setelah Tanam ... 89

8. Hasil Analisa Luas Daun Sebelum Antesis 5 MST ... 91

9. Hasil Analisa Luas Daun awal antesis 7 MST ... 93

10. Hasil Analisa Luas Daun menjelang panen 10 MST ... 95

11. Hasil Analisa Luas Daun Spesifik ... 97

12. Hasil Analisa Jumlah Stomata 6 MST ... 99

13. Hasil Analisa Jumlah Stomata 10 MST ... 101

14. Hasil Analisa Tebal Kutikula 9 MST ... 103

15. Hasil Analisa Tebal Kutikula 10 MST ... 105

16. Hasil Analisa Klorofil A ... 107

17. Hasil Analisa Klorofil B ... 109

18. HasilAnalisaUmur Panen ... 111

(17)

20. HasilAnalisaWarna Bunga ... 115

21. Hasil Analisa Indeks Panen... 117

22. Gmbar Warna Bunga ... 119

23. Gambar Tebal Kutikula 9 dan 10 MST ... 121

24. Jadwal Kegiatan ... 127

25. Bagan Percobaan ... 128

26. Prosedur Pengukuran Kadar Klorofil Total Daun ... 129

(18)

ABSTRAK

AISAR NOVITA. Pengaruh Pengaruh Pemberian Giberellin (GA3) dan Asam Salisilat Pada Kondisi Cekaman Salinitas Terhadap Pertumbuhan Rosella (Hibiscus Sabdariffa). Komisi Pembimbing, Ketua : Bapak Luthfi A.M .Siregar, SP, MSc, PhD dan Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, pada Februari 2014 sampai Juni 2014.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) faktor dan 3 (tiga) ulangan. Faktor pertama giberellin (GA3) dengan dua taraf

yaitu 0 mg L-1, 5 mg L-1. Faktor kedua asam salisilat dengan tiga taraf yaitu 0 mM, 0,5 mM, 1 mM. Faktor ketiga tingkat salinitas dengan 2 taraf yaitu 0 dsm-1 dan 4-5 dsm-1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan giberellin menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada peubah pertumbuhan tanaman seperti persentase perkecambahan, tebal kutikula, klorofil a dan b, betakaroten dan warna bunga. Perlakuan asam salisilat menunjukkan pengaruh nyata pada peubah tebal kutikula, klorofil a, klorofil b dan betakaroten. Perlakuan cekaman salinitas berpengaruh nyata pada peubah pertumbuhan dan produksi seperti persentase perkecambahan, tinggi tanaman, diameter batang, tebal kutikula, klorofil a dan b, umur panen, betakaroten, warna bunga dan indeks panen. Interaksi antara giberellin dan asam salisilat memperlihatkan pengaruh nyata pada tebal kutikula, klorofil a dan b, betakaroten. Interaksi antara giberellin dan cekaman salinitas memperlihatkan pengaruh nyata pada peubah pertumbuhan dan produksi seperti persentase perkecambahan, tebal kutikula, klorofil a dan b, betakaroten dan warna bunga. Interaksi antara perlakuan asam salisilat dan cekaman salinitas memperlihatkan pengaruh nyata pada tebal kutikula, klorofil a dan b, betakaroten. Interaksi tiga faktor perlakuan giberellin, asam salisilat dan cekaman salinitas menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah tebal kutikula, klorofil a dan b, betakaroten.

(19)

ABSTRACT

Aisar Novita, 2014. “Effects of giberellic acid and Salicylic acid on

Growth of Hibiscus sabdarifa L. Under Salt Stress ”. Supervised by Luthfi A.M. Siregar, SP, MSc, PhD. as the chief ofcommission, and Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS. as the commission member.

This research was conducted in a greenhouse of Agricuture Faculty, North Sumatra University, Medan, from February until June 2014.

The research used completely randomized design with three factors. The first factor was giberellic acid were giberellic acid (5 mg L-1) and without giberellic acid. The second factor was salicylic acid were 0 mM, 0,5 mM and 1 mM. The third factor was salinity were 0 dsm-1 and 4-5 dsm-1.

The result of this research indicated that the application of gibberellin concentration indicated significant effect on plant growth variables such as the percentage of germination, thick cuticle, chlorophyll a and b, beta-carotene and color of flower. Application of salicylic acid indicated significant effect on growth such as thick cuticle, chlorophyll a and b and beta-carotene. Salt stress application indicated significant on growth and production variables such as percentage of germination, plants height, stem diameter, thick cuticle, chorophyll a and b, age harvest, beta-carotene, color of flower and harvest index. The interaction of giberellic acid and salicylic acid indecate significant effect on parameter such as thick cuticle, chlorophyll a and b, beta-carotene. Interaction between giberellic acid and salt stress indicated significant effect on growth and production such as percentage of germination, thick cuticle, chlorophyll a and b, beta-carotene and color of flower. Interaction between salicylic acid and salt stress indicated significant effect on growth and production such as thick cuticle, chlorophyll a and b, beta-carotene. Interaction three factors of giberellic acid, salicylic acid and salt stress indicated significant effect on thick cuticle, chlorophyll a and b, beta-carotene.

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rosella sebagian besar ditanam di India, Afrika, Meksiko, dan zona tropis

dan memiliki posisi khusus dalam pengobatan tradisional. Berguna untuk

mengontrol tekanan darah, sebagai stimulator seksual, hidangan pembuka untuk

selera makan, pemulihan kesehatan, penyegar, pelindung kanker, anti batuk dan

minuman pendingin (Lin et al. 2007; Chen et al. 2002; Morton. 1987). Studi

sebelumnya secara signifikan telah menunjukkan bahwa biji rosella mengandung

protein yang tinggi, serat, dan mineral seperti fosfor, magnesium dan kalsium

(Ismail et al. 2008).

Moosavi et al. (2013) melaporkan bahwa cekaman salinitas berdampak

buruk terhadap laju perkecambahan, persentase perkecambahan, kecambah

panjang, panjang tunas dan indeks viabilitas benih rosella (Hibiscus sabdariffa).

Salinitas merupakan masalah yang meluas di seluruh dunia (Soltani et al. 2006).

Salinitas telah mencapai tingkat 19,5% dari seluruh lahan irigasi pertanian di

seluruh dunia (FAO. 2005). Di Indonesia, diperkirakan memiliki 40-43 juta ha

lahan bermasalah dan 13,2 juta ha dari lahan tersebut terpengaruh salinitas

(Departemen Pekerjaan Umum. 1997). Salah satu faktor abiotik yang paling

penting yang membatasi perkecambahan dan pertumbuhan bibit adalah cekaman

air yang disebabkan kekeringan dan salinitas (Almansouri et al. 2001).

Konsentrasi garam tinggi dalam tanah atau dalam air irigasi juga dapat

(21)

seluler dan tidak terangkai utama dalam proses fisiologis dan biokimia. Studi

biokimia dan molekuler dari respon cekaman garam pada tanaman meningkat

secara signifikan dari reactive oxygen species (ROS), termasuk singlet oksigen

(1O2), superoksida (O2- ), radikal hidroksil (OH•) dan hidrogen peroksida (H2O2)

(Tanou et al. 2009; Ahmad et al. 2010, Ahmad and Umar. 2011). Namun, efek

dari stres garam pada tanaman tergantung pada konsentrasi dan waktu paparan

garam, genotip tanaman dan faktor lingkungan.

Upaya untuk meningkatkan produksi pada kondisi cekaman dilakukan

dengan cara perbaikan tanaman sebagian besar tidak berhasil, terutama karena

multigenik (karakteristik dikendalikan oleh banyak gen) asal respon adaptif

(pengaruh yang cocok). Oleh karena itu, pendekatan yang berfokus

menggabungkan aspek-aspek fisiologis, biokimia dan metabolik molekul toleransi

garam sangat penting untuk mengembangkan varietas tanaman toleran.

Mempelajari amelioran yang cocok adalah salah satu tugas dari ahli biologi

tanaman. Dalam beberapa dekade terakhir eksogen pelindung seperti

osmoprotectants (prolin, glycinebetaine, trehalosa, dll), hormon tanaman (asam

giberelat, asam jasmonat, brassinosterioids, asam salisilat, dll), antioksidan (asam

askorbat, glutathione, tokoferol, dll), molekul sinyal (nitrat oksida, hidrogen

peroksida, dll), poliamina (spermidine, spermine, putresin), trace elements

(selenium, silikon, dll) telah ditemukan efektif dalam mengurangi garam

disebabkan kerusakan pada tanaman (Hoque et al. 2007; Ahmad et al. 2010;

Azzedine et al. 2011; Hasanuzzaman et al. 2011; Hayat and Ahmad 2011;

Hossain et al. 2011; Pooret al. 2011; Ioannidis et al. 2012; Nounjan et al. 2012;

(22)

Pelindung ini menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan

tanaman, hasilnya sama baik dengan toleransi stres di bawah salinitas.

Dalam rangka mengurangi efek merusak dari salinitas, berbagai jenis

fitohormon telah digunakan. Diantaranya adalah GA3 telah menjadi fokus utama

beberapa ilmuwan tanaman. Banyak yang telah mengkonfirmasi kemampuan GA3

untuk sinergis meningkatkan kinerja tanaman dalam kondisi normal. Dalam

beberapa dekade terakhir, GA3 menunjukkan pengaruh perbaikan selama stres

garam (Kaya et al. 2009). Aplikasi GA3 mengurangi efek penghambatan NaCl

pada berberapa parameter pertumbuhan dan pigmen fotosintesis pada Hibiscus

sabdariffa dengan menginduksi aktivitas enzim dan meningkatkan kadar air relatif

(RWC) dan dengan demikian GA3 membantu dalam toleransi tanaman terhadap

stres garam (Ali et al. 2011).

Dalam proses perkecambahan, Giberellin (GA3) adalah substansi pengatur

tumbuh yang sangat penting untuk memecah dormansi benih, mempromosikan

perkecambahan, panjang internodal, pertumbuhan hipokotil dan pembelahan sel di

zona cambial dan meningkatkan ukuran daun. GA merangsang enzim hidrolitik

yang dibutuhkan untuk degradasi sel sekitarnya radikula dan dengan demikian

kecepatan perkecambahan dengan mempromosikan pertumbuhan bibit

pemanjangan biji serealia (Rood et al. 1990).

Asam salisilat berpengaruh melindungi pengembangan program antistress

dan percepatan proses normalisasi pertumbuhan setelah menghilangkan faktor

stres (Sakhabutdinova et al. 2003). Beberapa studi menunjukkan bahwa aplikasi

(23)

fotosintesis dan meningkatkan kerusakan oksidatif selama cekaman garam dan

tekanan osmotik (Barba-Espin et al. 2011).

Yusuf et al. (2012) melaporkan bahwa SA meningkatkan tingkat sistem

antioksidan (SOD, CAT dan POX ) baik dalam kondisi stres dan tidak stres.

Bagaimanapun pengaruh SA pada sistem antioksidan lebih jelas di bawah kondisi

cekaman, oleh karena itu menunjukkan bahwa peningkatan dari sistem kekuatan

antioksidan bertanggung jawab untuk meningkatkan toleransi tanaman B.

junceapada cekaman NaCl. El Tayeb (2005) menemukan bahwa aplikasi ssam

salisilat untuk jelai memicu respon pre – adaptif terhadap stres garam,

meningkatkan sintesis Chl a, b dan Chl Car, dan mempertahankan integritas

membran yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan tanaman.

Perumusan Masalah

Salinitas merupakan masalah yang meluas di seluruh dunia termasuk di

Indonesia. Rosella tidak cocok ditanam di tanah salin atau berkadar garam tinggi.

Pada kondisi cekaman salinitas, kandungan garam yang tinggi menyebabkan

dehidrasi, menurunkan perkecambahan, menghambat pertumbuhan akar,

menyebabkan air sulit karena adanya tekanan osmotik yang besar pada

perkecambahan, sehingga mengganggu keseimbangan hormonal, konsentrasi

interseluler yang tinggi dari kedua Na+ dan Cl- dapat menghambat pembelahan

atau perluasan sel sehingga akan menurunkan kadar GA3, untuk itu diperlukan

GA3eksogen untuk membantu proses perkecambahan.

Dalam proses perkecambahan, Giberellin (GA3) adalah substansi pengatur

tumbuh yang sangat penting untuk memecah dormansi benih, mempercepat

(24)

Asam salisilat memicu respon pre – adaptif terhadap stres garam, meningkatkan

sintesis Chl a, b dan mempertahankan integritas membran yang menyebabkan

peningkatan pertumbuhan tanaman untuk pertumbuhan agar lebih baik dalam

kondisi cekaman salinitas.

Salinitas akan menghasilkan ROS (reactive oxygen species), dimana ROS

akan menurunkan pertumbuhan dan produksi, ROS dapat diatasi dengan

pemberian senyawa-senyawa hormon tanaman asam giberelat GA3 dan asam

salisilat.

Tujuan Penelitian

Untuk mengevaluasi pengaruh pemberian giberellin (GA3) dan asam

salisilat pada kondisi cekaman salinitas terhadap pertumbuhan rosella

(Hibiscus sabdariffa L.).

Hipotesis Penelitian

- Ada pengaruh pemberian giberellin (GA3) pada kondisi cekaman salinitas

terhadap pertumbuhan dan produksi rosella (Hibiscus sabdariffa L.)

.

- Ada pengaruh pemberian asam salisilat pada kondisi cekaman salinitas

terhadap pertumbuhan dan produksi rosella (Hibiscus sabdariffa L.).

- Ada pengaruh interaksi pemberian giberellin (GA3) dan asam salisilat pada

kondisi cekaman salinitas terhadap pertumbuhan dan produksi rosella

(25)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan sebagai informasi kepada petani/pekebun

rosella mengenai pengaruh pemberian giberellin (GA3) dan asam salisilat pada

kondisi cekaman salinitas terhadap pertumbuhan rosella (Hibiscus sabdariffa L.).

Penelitian ini juga ditujukan sebagai salah satu syarat penyelesaian

program Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Rosella

Botani Tanaman

Hibiscus merupakan salah satu tanaman yang paling umum ditanam di

seluruh dunia. Ada lebih dari 300 spesies hibiscus di seluruh dunia. Salah satunya

adalah rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.) yang merupakan family Malvaceae.

Ada dua jenis utama dari H. sabdariffa yaitu var. altissima dan var. Sabdariffa

(Ismail et al. 2008).

Hibiscus sabdariffa L. merupakan tanaman semusim yang tumbuh tegak

bercabang yang berbatang bulat dan berkayu. Daunnya tunggal, berbentuk bulat

telur, pertulangan menjari dan letaknya berseling dan dipinggiran daun bergerigi.

Bunga rosella bertipe tunggal yaitu hanya terdapat satu kuntum bunga pada setiap

tangkai bunga. Bunga ini mempunyai 8-11 helai kelopak yang berbulu dengan

panjang 1 cm, pangkal saling berlekatan dan berwarna merah. Mahkota bunga

rosella berwarna merah sampai kuning dengan warna lebih gelap dibagian

tengahnya. Tangkai sari merupakan tempat melekatnya kumpulan benang sari

berukuran pendek dan tebal. Putik berbentuk tabung dan berwarna kuning atau

merah. Bunga rosella bersifat hermaprodit sehingga mampu menyerbuk sendiri.

Rosella adalah spesies bunga yang berasal dari benua Afrika. Rosella adalah

tanaman berbentuk perdu (Rahmawati. 2012).

Menurut DEP.KES.RI.No.SPP.1065/35.15/05, setiap 100 gr rosella

mengandung 260-280 mg vitamin C, vitamin D, B1 dan B2. Kandungan lainnya

(27)

esensial seperti lysine dan arginine. Bunga rosella juga kaya akan serat yang

bagus untuk kesehatan saluran pencernaan (Rahmawati. 2012).

Benih rosella

Benih rosella lebih besar daripada varietas pearl millet memiliki ukuran

dimensi rata-rata 2,98-3,36, 1,86-2,24 dan 1,70-2,01 mm. Rata-rata benih rosella

memiliki 3 diameter utama yaitu masing-masing 5,58, 5,21 dan 2,81 mm. Benih

dilaporkan lebih kecil dari benih sukun Afrika (Treculia africana) dengan

diameter rata-rata pokok 11,91, 5,69 dan 4,64 mm yang jauh lebih kecil daripada

benih minyak kacang (Pentaclethra macrophylla Benth) dengan dimensi yang

sesuai dari 65,4, 41,3 dan 13,7 mm (Ismail et al. 2008).

Komposisi gizi benih rosella serta sifat fungsional jarang dipelajari

dibandingkan dengan kaliks. Penelitian komposisi nutrisi benih rosella langka

dibandingkan dengan penelitian pada benih lain seperti benih jintan hitam

(Nigella sativa L.) dan benih jojoba (Simmondsia chinensis) (Ismail et al. 2008).

Penelitian sebelumnya secara signifikan menunjukkan bahwa benih rosella

mengandung protein dalam jumlah tinggi, serat, dan mineral seperti fosfor,

magnesium dan kalsium. Benih dari Mesir mengandung kelembaban 7,6 %, 3,4%

protein, 22,3 % lemak, 15,3 % serat, ekstrak nitrogen bebas 23,8 %, 7,0 % dan 0,3

% abu Ca (Samy. 1980). Studi lain dari India menemukan bahwa biji-bijian

mengandung kelembaban 6-8 %, 18-22 % protein kasar, 19-22 % lemak, 5,4 %

(28)

Syarat Tumbuh

Suhu

Tanaman rosella tumbuh optimal di daerah dengan ketinggian 600 meter

dpl. Semakin tinggi dari permukaan laut, pertumbuhan rosella akan terganggu.

Rosella dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan suhu rata-rata

24-32oC. Namun rosella masih toleran pada kisaran suhu 10-36oC. Untuk

menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, rosella memerlukan

waktu 4-5 bulan dengan suhu malam tidak kurang dari 21oC (Rahmawati. 2012).

Selama pertumbuhannya tanaman rosella membutuhkan temperatur

bulanan rata-rata 25-30oC, curah hujan 140-270 mm per bulan dan kelembaban

udara >70%. Periode lebih kering dibutuhkan untuk pembungaan dan produksi

biji (Morton. 1987).

Air

Jika curah hujan tidak mencukupi dapat diatasi dengan pengairan yang

baik. Periode kering dibutuhkan rosella untuk pembungaan dan produksi biji.

Sedangkan hujan atau kelembaban yang tinggi selama masa panen dan

pengeringan dapat menurunkan kualitas kelopak bunga dan dapat menurunkan

(29)

Cahaya, panjang hari dan waktu tanam

Rosella merupakan tanaman berhari pendek (untuk induksi pembungaan

memerlukan panjang hari kurang dari 12 jam). Bila ditanam pada fotoperiodik

pendek akan cepat berbunga. Waktu tanam juga dapat mempengaruhi kandungan

kimia kelopak rosella (Rahmawati. 2012).

Rosella merupakan tanaman berhari pendek, membutuhkan fotoperiodik

12-12,5 jam untuk pembungaan dan berbuah (Morton. 1987).

Tanah

Berbagai jenis tanah dapat ditanami rosella, terutama struktur yang dalam

berstruktur ringan dan berdrainase baik. Rosella toleran terhadap tanah masam

dan alkalin, tetapi tidak cocok ditanam di tanah salin atau berkadar garam tinggi

(Mardiah et al. 2009).

Kemasaman tanah (pH) optimum untuk rosella adalah 5,5-7 dan masih

toleran juga pada pH 4,5-8,5. Selama pertumbuhan rosella tidak tahan terhadap

genangan air. Curah hujan yang dibutuhkan untuk lahan tegal adalah 800 – 1670

mm/5 bulan atau 180 mm/bulan. Apabila di tanam pada wadah seperti pada

polybag yang berukuran sedang (diameter 30 cm), pertumbuhan tanaman rosella

menjadi tidak optimal dengan tinggi tanaman kurang dari 1 m. Akibatnya

(30)

Cekaman Salinitas

Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang membatasi

produktivitas tanaman karena sebagian besar tanaman sensitif terhadap salinitas

yang disebabkan oleh konsentrasi garam yang tinggi dalam tanah. Sejumlah besar

tanah di dunia dipengaruhi oleh salinitas yang meningkat dari hari ke hari. Lebih

dari 45 juta hektar (M ha) lahan irigasi yang mencapai 20% dari total lahan telah

rusak oleh garam di seluruh dunia dan 1,5 juta ha yang hilang dari produksi setiap

tahun karena tingkat salinitas yang tinggi dalam tanah (Pitman and Lauchli. 2002;

Munns and Tester. 2008). Di sisi lain, peningkatan salinitas lahan pertanian

memiliki efek perusakan global yang mengakibatkan hilangnya hasil hingga 50%

dari lahan yang ditanami pada pertengahan abad ke 21 (Mahajan and Tuteja.

2005).

Pada sebagian besar kasus, efek negatif dari salinitas telah dikaitkan

dengan peningkatan ion Na+ dan Cl- pada tanaman yang berbeda maka ion ini

menghasilkan kondisi kritis untuk kelangsungan hidup tanaman dengan mencegat

mekanisme tanaman yang berbeda. Meskipun kedua Na+ dan Cl- merupakan ion

utama yang menghasilkan banyak gangguan fisiologis pada tanaman, Cl- adalah

yang paling berbahaya (Tavakkoli et al. 2010). Salinitas pada tingkat yang lebih

tinggi menyebabkan stres hiperionik dan hiperosmotik dan dapat menyebabkan

kematian tanaman. Hasil dari efek ini dapat menyebabkan kerusakan membran,

ketidakseimbangan nutrisi, mengubah tingkat zat pengatur tumbuh, penghambatan

enzimatik dan disfungsi metabolik termasuk fotosintesis yang akhirnya mengarah

(31)

Cekaman salinitas berpengaruh merugikan tamanan pada semua tahap

siklus hidup tanaman. Salinitas mempengaruhi perkecambahan biji dengan

menciptakan potensi osmotik eksternal yang mencegah penyerapan air atau karena

efek racun dari ion natrium dan klorida pada benih berkecambah (Kandil et al.

2012).

Perkecambahan adalah tahap kritis dalam siklus hidup tanaman dan

toleransi salinitas pada tahap ini sangat penting untuk pertumbuhan tanaman yang

tumbuh di lingkungan tersebut. Pertumbuhan tanaman di lahan gersang dan lahan

semi kering yang berada di bawah paparan cekaman salinitas berhubungan dengan

kemampuan benih untuk perkecambahan terbaik dalam kondisi tidak

menguntungkan (Bohnert et al. 1995).

Neumann (1995) melaporkan salinitas dapat dengan cepat menghambat

pertumbuhan akar sehingga kapasitas penyerapan air dan nutrisi mineral penting

dari tanah. Pada tumbuhan, cekaman salinitas menyebabkan turgor sel berkurang

dan tingkat tekanan dari akar dan pucuk (Werner and Finkelstein. 1995),

menunjukkan bahwa salinitas lingkungan berpengaruh terutama pada penyerapan

air. Selain itu, konsentrasi intraseluler yang tinggi dari kedua Na+ dan Cl-dapat

menghambat metabolisme membagi dan memperluas sel (Neumann. 1997).

Cekaman lingkungan seperti salinitas dan kekeringan merupakan

hambatan serius untuk tanaman lapangan terutama di daerah kering dan

semi-kering di dunia. Di daerah semi semi-kering, salinitas dan cekaman kesemi-keringan telah

(32)

pertumbuhan tanaman. Perkembangan biji adalah tahap yang paling sensitif

terhadap cekaman abiotik (Mohammadizad et al. 2013).

Salinitas merupakan salah satu kendala utama dalam meningkatkan

produksi padi di daerah berkembang di mesir. Salinitas menurunkan persentase

perkecambahan, kecepatan perkecambahan, dan menyebabkan penurunan tajuk

dan panjang akar dan berat kering di semua varietas dan besarnya pengurangan

meningkat dengan meningkatnya cekaman salinitas. Oleh karena itu,

pengembangan varietas toleransi garam telah dianggap sebagai salah satu strategi

untuk meningkatkan produksi padi di daerah rawan garam atau irigasi dengan air

campuran pada pada sungai (Kandil et al. 2012).

Tanah salin yang berlebihan dapat disebabkan oleh proses alami, atau dari

irigasi tanaman dengan air irigasi salin dalam kondisi drainase yang buruk.

Salinitas tanah yang berlebihan terjadi pada daerah setengah kering sampai daerah

kering di dunia dimana menghambat pertumbuhan dan hasil tanaman (Neumann.

1997).

Moosavi et al. (2013) melaporkan bahwa cekaman salinitas berdampak

buruk terhadap laju perkecambahan, persentase perkecambahan, kecambah

panjang, panjang tunas dan indeks viabilitas benih rosella (Hibiscus sabdariffa).

Secara keseluruhan, salinitas melalui peningkatan tekanan osmotik menyebabkan

pengurangan serapan air dan gangguan metabolik dan proses fisiologis akan

berada di bawah pengaruhnya. Sehingga menyebabkan keterlambatan

(33)

Salinitas merupakan tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air.

Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan

garam pada sebagian besar danau, sungai, dan aluran air alami sangat kecil

sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam

sebenarnya pada air ini, secara defenisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air

dikategorikan sebagai air payau atau menjadi salin bila konsentrasinya 3 sampai

5% (Suriadikarta dan Sutriadi. 2007).

Salinitas menyebabkan perubahan morfologi daun seperti ukuran daun,

luas dan ketebalan. Berbagai penelitian telah melaporkan penurunan ukuran daun

dan peningkatan ketebalan kutikula daun (Terrv and Waldron. 1984). Hajibagheri

et al. (1983), menyatakan bahwa pengamatan pada salinitas yang tinggi secara

signifikan meningkatkan ketebalan kutikula. Salinitas tidak hanya mempengaruhi

morfologi daun dan laju transpirasi tetapi juga mengarah pada pengurangan

kandungan total klorofil seperti meningkat konsentrasi garam.

Tebal kutikula merupakan faktor penting dalam menjaga kadar air relatif

daun, dan varietas itu, mereka menunjukkan ketebalan yang lebih besar dari

kutikula daun, dalam kondisi kering, mempertahankan kadar air relative tinggi

dalam daun mereka dan lebih tahan terhadap kekeringan. Najafian et al. (2007),

menyatakan dalam penelitiannya bahwa terjadi peningkatan kepadatan stomata

(jumlah stomata di bersatu luas daun) pada stress kekeringan. Jumlah stomata di

rashe cv. lebih dari bidane sefid cv. Salah satu penyebab peningkatan jumlah

stomata selama cekaman kekeringan adalah semakin kecilnya ukuran sel yang

(34)

mengurangi jumlah stomata di satuan luas dan panjang stomata, resistensi

tanaman dehidrasi menjadi lebih (Hussain et al. 2008).

Ketebalan kutikula daun, langsung berkorelasi dengan toleransi kekeringan

dan meningkatkan dengan meningkatnya stress air dan dapat digunakan sebagai

penanda untuk identifikasi varietas tahan (Rasuli and Gol-Mohammadi. 2009).

Asam Salisilat

Asam salisilat (SA), sebuah hormon tanaman alami yang bertindak sebagai

molekul sinyal penting pada tanaman dan memiliki efek beragam pada toleransi

terhadap cekaman abiotik (Raskin. 1992).

Asam salisilat (SA) merupakan hormon tanaman yang umum

menghasilkan senyawa fenolik dan hormon tanaman endogen potensial yang

memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Peran

SA secara intensif dipelajari dalam respon tanaman terhadap cekaman biotik.

Dalam beberapa tahun terakhir keterlibatan SA dalam penanggulangan cekaman

abiotik telah banyak diteliti (El Tayeb. 2005; Ahmad et al. 2011). Namun peran

yang sebenarnya dari SA pada cekaman abiotik tetap belum terpecahkan.

Beberapa metode aplikasi (merendam benih sebelum tanam, menambah solusi

hidroponik, irigasi, atau penyemprotan dengan larutan SA) telah dilakukan untuk

melindungi berbagai spesies tanaman terhadapstres abiotik dengan menginduksi

berbagai proses yang terlibat dalam mekanisme toleransi stres (Horvath et al.

2007).

El Tayeb (2005) menemukan bahwa aplikasi SA untuk jelai memicu

respon pre – adaptif terhadap stres garam, meningkatkan sintesis Chl a, b dan Chl

(35)

pertumbuhan tanaman. SA – perlakuan awal tanaman menunjukkan kekurangan

Ca2+ dan kelebihan akumulasi K+, dan gula larut dalam akar dalam kondisi salin.

Jagung diberi perlakuan dengan SA menunjukkan peningkatan pertumbuhan,

penurunan peroksidasi lipid dan permeabilitas membran yang meningkat karena

stres garam (Gunes et al. 2007). Pada tanaman kacang hijau SA meredakan garam

- diinduksi penurunan fotosintesis dan meminimalkan daun Na+, Cl-, dan

kandungan H2O2 (Nazar et al. 2011). Hal ini disertai dengan peningkatan

asimilasi N dan S melalui merangsang aktivitas NR dan ATPs. Eksogen SA juga

meningkatkan hasil gabah pada cekaman garam pada T. aestivum (Arfan et al.

2007). Aplikasi SA melalui akar Lens esculentum dilindungi terhadap cekaman

garam dan meningkatkan laju fotosintesis di bawah tekanan garam (Stevens et al.

2006; Pooret al. 2011).

Ditemukan bahwa SA menunjukkan pengaruh nyata yang disebabkan oleh

akumulasi ABA dan IAA pada bibit T. aestivum pada kondisi salinitas. Namun

SA tidak berpengaruh pada kandungan sitokinin. Dengan demikian, SA

berpengaruh melindungi mencakup pengembangan program antistress dan

percepatan proses normalisasi pertumbuhan setelah menghilangkan faktor stres

(Sakhabutdinova et al. 2003). Gemes et al. (2011) menyarankan bahwa cross-talk

dari jalur sinyal yang disebabkan oleh SA dan salinitas tinggi dapat terjadi pada

tingkat ROS dan produksi NO. Mereka mengamati bahwa generasi SA – diinduksi

H2O2 dan NO dianggap menyambung fungsional cross- toleransi terhadap

berbagaistres. Di seluruh tingkat tanaman, SA diinduksi akumulasi H2O2

besar-besaran hanya pada konsentrasi tinggi (1-10 mM) yang kemudian menyebabkan

(36)

respon adaptif SA diinduksi di Medicago sativa tanaman di bawah stres salinitas

dan akibatnya, reaksi pelindung didorong membran biotik yang meningkatkan

pertumbuhan bibit. Sebelum perlakuan ditingkatkan pertumbuhan SA dan

menghasilkan resistensi yang lebih tinggi dari tanaman terhadap salinitas sehingga

meningkatkan persentase perkecambahan, indeks vigor benih dan parameter

pertumbuhan bibit. Kebocoran salinitas elektrolit meningkat, sementara SA

menurun dan penurunan ini lebih kuat pada konsentrasi SA (Torabian. 2011).

Erdal et al. (2011) meneliti efek dari aplikasi daun dari SA pada T.

aestivum sensitive garam. Mereka mengamati bahwa efek merusak garam,

diinduksi bibit gandum secara signifikan diatasi dengan perlakuan SA. SA dapat

digunakan sebagai molekul sinyal untuk menyelidiki pertahanan tanaman

terhadap stres abiotik. Aplikasi SA meningkatkan toleransi bibit gandum terhadap

stres garam mungkin berhubungan dengan meningkatkan aktivitas enzim

antioksidan. Perlakuan eksogen SA secara signifikan meningkatkan bobot segar

dan bobot kering di kedua akar dan tunas tanaman gandum di bawah tekanan

garam. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas antioksidan, perlakuan SA

menurunkan kandungan H2O2 bila dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh

tanpa cekaman garam. Pada Brassica juncea, Yusuf et al. (2012) melaporkan

bahwa SA meningkatkan tingkat sistem antioksidan (SOD, CAT dan POX ) baik

dalam kondisi stres dan tidak stres. Bagaimanapun pengaruh SA pada sistem

antioksidan lebih jelas di bawah kondisi cekaman, oleh karena itu menunjukkan

bahwa peningkatan dari sistem kekuatan antioksidan bertanggung jawab untuk

(37)

Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa aplikasi SA (0,5 mM) dapat

mempromosikan pembentukan ROS pada jaringan fotosintesis dan meningkatkan

kerusakan oksidatif selama cekaman garam dan tekanan osmotik. Misalnya,

Barba-Espin et al. (2011) mempelajari pengaruh perlakuan SA pada respon

tanaman P. sativum terhadap salinitas. Kerusakan NaCl diinduksi daun meningkat

sebesar SA, yang berkorelasi dengan penurunan pertumbuhan tanaman.

Kandungan AsA dan GSH pada daun pada perlakuan meningkat sebagai respons

terhadap SA, meskipun akumulasi dari masing DHA dan GSSG terjadi.

Peningkatan H2O2 juga terjadi pada daun, panjang tanaman dengan perlakuan SA.

Efek negatif dari SA pada tanaman P. sativum terkena NaCl juga berkorelasi

dengan ketidakseimbangan dalam metabolisme antioksidan. Umumnya

kekurangan SA atau tingkat SA yang sangat tinggi meningkatkan kerentanan

tanaman terhadap cekaman abiotik. Konsentrasi optimal (0,1-0,5 mM untuk

sebagian besar tanaman) meningkatkan toleransi stres abiotik.

Hasil penelitan Jalilimarandi et al. (2011), bahwa penggunaan asam salisilat

menghasilkan peningkatan ketebalan kutikula daun dan 2mM kepadatan asam

salisilat sangat berpengaruh dalam meningkatkan ketebalan kutikula daun. Pada

penelitian ini menghasilkan pengurangan tebal kutikula, hal ini dikarenakan

tamanan yang mengalami cekaman salinitas menyebabkan kematian pada

(38)

Giberellin (GA3)

Giberelin pertama kali dikenali pada tahun 1926 oleh seorang

ilmuwan Jepang, Eiichi Kurosawa, yang meneliti tentang penyakit padi yang

disebut "bakanae". Hormon ini pertama kali diisolasi pada tahun 1935 oleh Teijiro

Yabuta, dari strain cendawan Gibberella fujikuroi. Isolat ini lalu

dinamai gibberellin. Gibberellin merupakan hormon tanaman yang mengatur

pertumbuhan dan mempengaruhi berbagai proses perkembangan, termasuk

pemanjangan batang, perkecambahan, dormansi, pembungaan, ekspresi seks,

induksi enzim, dan daun dan buah penuaan (LARS. 2003).

Giberellin adalah senyawa berdasarkan struktur ent-giberellance,

sedangkan senyawa yang paling banyak tersedia adalah GA3 atau asam giberellat,

yang merupakan produk jamur, GA paling penting dalam tanaman adalah GA1,

yang terutama bertanggung jawab untuk pemanjangan batang. Banyak GA lain

yang merupakan prekursor dari GA1 pertumbuhan aktif (Davies. 1995).

Giberellin disintesis dari asam mevalonat pada jaringan muda dari tunas

(lokasi yang tepat tidak pasti) dan mengembangkan benih. Giberellin dapat

diangkut dalam floem dan xylem (Davies. 1995).

Asam giberelat (juga disebut Gibberellin A3, GA, dan GA3) umumnya

terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan yang mengontrol perkecambahan

biji, perluasan daun, perpanjangan batang dan pembungaan (Magome et al. 2004;

Kim and Park. 2008). Selain itu, GAs berinteraksi dengan hormon lain untuk

mengatur berbagai proses metabolisme pada tanaman. Namun banyak teori yang

(39)

et al. 1997). Dalam rangka mengurangi efek merusak dari salinitas, berbagai jenis

fitohormon telah digunakan. Diantaranya adalah GA3 telah menjadi fokus utama

beberapa ilmuwan tanaman. Banyak yang telah mengkonfirmasi kemampuan GA3

untuk sinergis meningkatkan kinerja tanaman dalam kondisi normal. Dalam

beberapa dekade terakhir, cahaya telah membuat pengaruh GA3 selama stres

garam (Kaya et al. 2009).

Cavusoglu et al (2008), menyatakan dalam penelitiannya bahwa zat pengatur

tumbuh sebagian besar meningkatkan diameter batang, epidermis lebar sel,

ketebalan zona korteks, lebar bundel vaskular, lebar xilem, diameter trakea dan

lebar floem dibandingkan dengan kontrol bibit ditumbuhkan dalam media garam.

Selain itu, menurunkan ketebalan kutikula, panjang sel epidermis dan ketebalan

kambium. Perubahan anatomi menunjukkan bahwa stres garam pada batang lobak

dapat dikurangi oleh regulator pertumbuhan. Sebenarnya, Cavusoglu and Kabar

(2007), pada peneliannuya tentang lobak, mengamati bahwa zat pengatur tumbuh

meringankan penghambatan garam yang diinduksi pada perkecambahan biji,

persentase hipokotil dan serapan air.

Pengatur pertumbuhan seperti GA3 dan 24-epibrassinolide (EBR) tidak

menyebabkan peningkatan ketebalan kutikula atau penurunan diameter batang,

ukuran sel epidermis dan parameter anatomi lainnya disebabkan oleh salinitas

(Zhao et al. 1992, Hu et al. 2005).

Aplikasi GA3 mengurangi efek penghambatan NaCl pada berberapa

parameter pertumbuhan dan pigmen fotosintesis pada Hibiscus sabdariffa dengan

(40)

membantu dalam toleransi tanaman terhadap stres garam (Ali et al. 2011).

Priming pada benih Beta vulgaris dengan GA3 meningkatkan persentase

perkecambahan akhir dan laju perkecambahan dalam kondisi salin. Priming juga

bertanggung jawab untuk pengentasan dampak buruk dari stres garam terhadap

sugar beet pada panjang akar dan bobot segar akar dan pucuk tanaman (Jamil and

Rha. 2007).

Efek gibberellin pada pertumbuhan batang, GA1 menyebabkan

hyperelongation batang dengan merangsang kedua pembelahan sel dan

pemanjangan sel. Hasilnya tinggi sebagai lawan pengkerdilan tanaman. Pada

tanaman hari yang panjang, gibberellin menyebabkan pemanjangan batang dalam

menanggapi hari yang panjang. Giberellin dapat menginduksi perkecambahan

benih, gibberellin dapat menyebabkan perkecambahan benih dalam beberapa bibit

yang biasanya memerlukan dingin (stratifikasi) atau cahaya untuk menginduksi

perkecambahan. Gibberellin memproduksi enzim selama perkecambahan,

giberellin merangsang produksi berbagai enzim, terutama amilase, contoh pada

perkecambahan biji-bijian sereal. Gibberellin mengatur pertumbuhan buah, yang

disebabkan oleh aplikasi eksogen dalam beberapa buah (misalnya anggur). Peran

endogen tidak pasti. Gibberellin dapat menginduksi kejantanan di bunga dioecious

(Davies. 1995).

Perkecambahan

Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari

perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Tahap pertama suatu

(41)

melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai

dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi

benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi peguraian bahan-bahan

seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan di

translokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari

bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi

bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap

kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan,

pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh. Sementara daun belum

dapat berfungsi sebagai organ untuk fotosintesa maka pertumbuhan kecambah

sangat tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji (Sutopo. 1993).

Kegiatan enzim-enzim didalam biji distimulir oleh adanya asam giberellin

(GA3) yaitu suatu hormon tumbuh yang dihasilkan oleh embrio setelah menyerap

air. Semua proses ini berlangsung dalam tahap kedua, ketiga dan keempat dari

proses metabolisme perkecambahan benih. Proses pertumbuhan dan

perkembangan embrio semula terjadi pada ujung-ujung tumbuh dari akar.

Kemudian diikuti oleh ujung-ujung tumbuh tunas. Proses pembagian dan

membesarnya sel-sel ini tergantug dari terbentuknya energi dan molekul-molekul

komponen tumbuh yang berasal dari jaringan persediaan makanan (Sutopo. 1993).

Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan

kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar

dalam keadaan biofisik lapangan yang serba optimum. Parameter yang digunakan

dapat berupa persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap struktur

(42)

hanya melihat gejala metabolisme benih yang berkaitan dengan kehidupan benih.

Persentase perkecambahan adalah persentase kecambah normal yang dapat

dihasilkan oleh benih murni pada kondisi yang menguntungkan dalam jangka

(43)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, Medan, pada Februari 2014 sampai Juni 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih rosella sebagai

bahan tanaman, NaCl, alkohol 70%, natrium hipoklorit 10%, aquadest, GA3, asam

salisilat, dan lain-lain.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, timbangan

digital, kalkulator, meteran, handsprayer, microscop, spectrometer, DHL meter,

dan lain-lain.

Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan menggunakan 3 faktor, yaitu Giberellin (GA3) (A), Asam

Salisilat (B) dan Cekaman Salinitas (C). Perlakuan Giberellin (GA3) terdiri dari 2

taraf: 0 dan 5 mg L-1. Perlakuan Asam Salisilat terdiri dari 3 taraf: 0, 0,5, 1 mM.

Perlakuan tingkat Salinitas EC terdiri atas 2taraf: 0 dan 4-5 dsm-1. Dengan

demikian diperoleh 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang 3 kali,

maka diperoleh 36 kombinasi perlakuan. Jumlah tanaman tiap kombinasi adalah

3. Jumlah tanaman seluruhnya sebanyak 108 tanaman. Jika pengaruh perlakuan

berbeda nyata pada sidik ragam, maka dilakukan uji lanjutan dengan uji jarak

(44)

Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + Ai + Bj + ABij + Ck + ACik + BCjk + ABCijk + ε(ijk)

Dimana :

Yijk = variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke i faktor A, taraf ke j faktor

B, dan taraf ke k faktor C yang terdapat pada pengamatan/unit perlakuan ke n

μ = efek rata-rata yang sebenarnya (nilai konstan)

Ai = efek sebenarnya dari taraf ke i faktor A

Bj = efek sebenarnya dari taraf ke j faktor B

ABij = efek sebenarnya dari taraf ke k faktor C

ACik = efek sebenarnya dari interaksi taraf ke i faktor A dengan taraf ke k faktor C

BCjk = efek sebenarnya dari interaksi taraf ke j faktor B dengan taraf ke k faktor C

ABCijk= efek sebenarnya terhadap variabel respon yang disebabkan oleh interaksi a

ntara taraf ke i faktor A, taraf ke j faktor B dan taraf ke k faktor C

ε(ijk) = efek sebenarnya unit eksperimen ke i disebabkan oleh kombinasi perlakuan

(ijk)

Apabila terdapat perbedaan yang nyata dilakukan uji lanjutan DNMRT pada taraf

(45)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Lahan yang berada di areal rumah kaca dibersihkan. Polibag ukuran 10 kg

diisi top soil.

Persiapan Benih

Benih yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tanaman rosella

yang ditanam diperkebunan rosella, Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Varietas yang

digunakan adalah sabdariffa. Penanaman dilakukan di rumah kaca Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Sebelum dikecambahkan benih

didesinfeksi dengan alkohol 70% (selama 10 detik), natrium hipoklorit 10%

(selama 60 detik) (Saghatoleslami. 2010). Setelah itu, benih dibilas dengan

aquadest dua kali.

Perendaman Benih Dengan GA3

Benih dipisahkan antara yang diberi perlakuan GA3 dan tanpa perlakuan

GA3. Benih direndam dalam 500 ml aquadest selama 12 jam (tanpa perlakuan

GA3), dan benih direndam dalam 500 ml larutan perlakuan GA3 selama 12 jam

kemudian dikering udarakan (Sundstrom et al. 1987).

Perlakuan Salinitas

Untuk menerapkan perlakuan salinitas, diberikan setiap perlakuan tingkat

(46)

dengan perlakuan, kemudian di lakukan pengukuran tingkat salinitas 3 kali

seminggu dengan menggunakan DHL meter.

Penanaman

Benih dikecambahkan langsung di dalam polibag sesuai dengan perlakuan

masing-masing.

Perlakuan Asam Salisilat

Asam salisilat diberikan setiap perlakuan pada tanah yang di dalam

polybag sesuai dengan tingkat perlakuan yaitu 0, 50 dan 100 mgL-1

(Hasanuzzaman et al. 2013). Diberikan sebanyak 2 kali aplikasi dengan

menggunakan handsprayer pada minggu ke 2 dan ke 4 setelah tanam.

Pemeliharaan

Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari ke polibag penanaman dengan

frekuensi 2 kali sehari yakni pagi dan sore hari.

Penyiangan gulma dilakukan dengan cara manual terutama terhadap gulma

yang tumbuh didalam polibag.

Pemupukan dilakukan bersamaan dengan pengisian polibag. Pupuk yang

digunakan adalah NPK (15:15:15) dengan dosis 20 g/tanaman.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan fungisida Dithane

M-45, dosis 1-2 g/l. Pengendalian hama denga penyemprotan insektisida Decis 2,5

(47)

Peubah yang diamati

Persentase Perkecambahan (%)

Persentase perkecambahan dihitung sampai umur 1 MST. Daya

berkecambah (DB) dihitung berdasarkan persentase kecambah normal

dibandingkan dengan jumlah benih yang dikecambahkan. Daya berkecambah

dihitung dengan rumus berikut (Copeland and Mc Donald, 2004):

DB = Σ kecambah normal

Σ benih yang dikecambahkan x 100%

Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur pada umur 4 , 6, 8 minggu setelah tanam,

dilakukan pengukuran dari leher akar sampai titik tumbuh dengan menggunakan

meteran, dimana untuk menentukan batas permukaan tanah digunakan patokan

standard. Diameter Batang (mm)

Diameter batang diukur pada umur 4, 6, 8 MST dengan menggunakan

jangka sorong. Pengukuran diameter batang dilakukan setelah daun ke-1.

Luas Daun (cm2)

Pengukuran luas daun dilakukan 3 kali yaitu pada fase sebelum antesis

(5 MST), awal antesis (7 MST), dan menjelang panen (10 MST). Dihitung dengan

menggunakan leaf area meter. Daun yang diamati yaitu daun terbesar, sedang dan

(48)

Luas Daun Spesifik (cm g-1)

Luas daun spesifik adalah luas daun per satuan berat kering daun.

Pengukuran SLA dilakukan pada fase menjelang panen. Nilai SLA dihitung

sebagai nisbah antara luas daun (L) dan bobot bahan keringnya (BKdaun); jadi,

SLA = L : BK daun, satuannya cm2 g-1 (Suwarto. 2013).

Analisis luas daun spesifik dilakukan di Laboratorium Ekologi Tanaman,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Klorofil a dan Klorofil b

Analisis kandungan klorofil a dan klorofil b (lampiran 26) dilakukan di

Laboratorium Sentral, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Indeks Panen

Indeks panen merupakan ratio bobot biji dengan bobot biomas. Semakin

tinggi indeks panen menunjukan bahwa partisi fotosintat di tajuk banyak

ditranslokasi ke bagian biji (Efendi and Suwardi. 2010).

Indeks panen dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Indeks Panen = bobot panen bobot seluruh tanaman

Umur Panen (HST)

Pengamatan umur panen dilakukan dengan cara menghitung umur

tanaman mulai dari penanaman benih hingga tanaman siap untuk dipanen yaitu

(49)

Jumlah Stomata (mm2)

Pengamatan jumlah stomata dilakukan dengan menggunakan microscop

pada umur 6 MST dan 10 MST di Laboratorium Penyakit, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Metode yang dipakai untuk mengamati stomata dipermukaan daun adalah

metode replica yaitu sebagai berikut: mula-mula dilakukan sterilisasi daun dengan

natrium hipocloride kemudian dibilas dengan aquades, lalu daun diolesi kutek

yang berwarna transparan. Dibiarkan mengering (tunggu) 10-15 menit. Setelah

kering olesan kutek ditempeli potogan selotip warna transparan dan diratakan, lalu

dikelupas secara perlahan-lahan. Hasil kelupasan tersebut lalu ditempelkan pada

kaca preparat. Pengamatan jumlah stomata dilakukan dengan menggunakan

mikroskop.

Tebal Kutikula (μm)

Pengamatan tebal kutikula dilakukan dengan menggunakan microscop

compound Carl Zeiss Primo Star, pada umur 9 MST dan 10 MST di Laboratorium

Terpadu, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pengamatan tebal kutikula dilakukan dengan cara sterilisasi permukaan

daun dengan menggunakan natrium hipocloride kemudian daun dibilas dengan

aquades. Daun dipotong menyirip, kemudian potongan daun diletakkan diatas

kaca preparat. Dengan menggunakan microscop compound Carl Zeiss Primo Star,

tebal kutikula dapat langsung diukur dengan menggunakan aplikasi pada

(50)

Kandungan Beta Karoten

Analisis kandungan beta karoten dilakukan di Laboratorium Pangan,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Analisis Beta karoten

dapat dilihat pada lampiran 27.

Warna Bunga

Pengamatan warna bunga dilakukan secara visual sesuai dengan kategori

warna pada setiap sampel yaitu agak merah, merah, sangat merah. Dimana

dilakukan dengan menggunakan scoring yaitu: agak merah = 1, merah = 2, sangat

(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. PersentasePerkecambahan (%)

Sidik ragam perlakuan giberellin, asam salisilat dan cekaman salinitas pada

peubah persentase perkecambahan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Perlakuan giberellin dan cekaman salinitas berpengaruh nyata, namun tidak

begitu dengan perlakuan asam salisilat, dimana pemberian asam salisilat tidak

menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah persentase perkecambahan. Hasil

uji beda rata-rata persentase perkecambahan pada perlakuan giberellin, asam

salisilat dan cekaman salinitas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Persentase Perkecambahan pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas.

Perlakuan Persentase Perkecambahan Giberellin (A)

Tanpa Giberellin (A0) 94,445 b

GA35 mg L-1 (A1) 100,000 a

Tanpa Salinitas (C0) 100,000 a

Salinitas 4-5 dsm-1 (C1) 94,445 b

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)

Perlakuan giberellin memberikan pengaruh nyata terhadap rata-rata

persentase perkecambahan. Pemberian gibberellin 5 mg L-1(A1) meningkatkan

persentase perkecambahan dibanding tanpa gibberellin (A0). Pengaruh perlakuan

(52)

yang nyata terhadap rata-rata persetase perkecambahan dimana pada saat

pengamatan persentase perkecambahan belum dilakukan aplikasi perlakuan asam

salisilat. Perlakuan cekaman salinitas memberikan pengaruh nyata terhadap

rata-rata persentase perkecambahan. Pemberian salinitas 4-5 dsm-1 (C1) menurunkan

persentase perkecambahan dibanding tanpa salinitas (C0).

Uji beda rata-rata untuk peubah persentase perkecambahan pada perlakuan

interaksi giberellin dan cekaman salinitas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Persentase Perkecambahan pada Perlakuan Interaksi Giberellin dan Cekaman Salinitas. berdasarkan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)

Perlakuan interaksi gibberellin dan asam salisilat, asam salisilat dan

cekaman salinitas serta interaksi gibberellin, asam salisilat dan salinitas tidak

ditampilkan dikarenakan aplikasi asam salisilat belum dilakukan pada saat

pengamatan persentase perkecambahan (1 MST). Pengamatan persentase

perkecambahan dilakukan pada 1 MST (minggu setelah tanam), sedangkan asam

salisilat diaplikasikan pada 2 MST dan 4 MST.

Perlakuan interaksi antara giberellin dan cekaman berpengaruh nyata

mampu mempertahankan persentase perkecambahan dimana hasil tertinggi

terdapat pada perlakuan tanpa pemberian gibberellin dan tanpa salinitas (A0C0),

(53)

5 mg L-1 dan pemberian salinitas 4-5 dsm-1 (A1C1) sedangkan yang terendah pada

perlakuan tanpa pemberian gibberellin dan pemberian salinitas 4-5 dsm-1 (A0C1).

2. Tinggi Tanaman (cm)

Sidik ragam perlakuan giberellin, asam salisilat dan cekaman salinitas pada

peubah tinggi tanaman 4, 6 dan 8 MST dapat dilihat pada Lampiran 2, 3 dan 4.

Perlakuan cekaman salinitas berpengaruh sangat nyata pada peubah tinggi

tanaman 4 MST dan berpengaruh nyata pada peubah tinggi tanaman 6 MST dan 8

MST. Sedangkan perlakuan gibberellin dan asam salisilat tidak berpengaruh nyata

pada peubah tinggi tanaman. Hasil uji beda rata-rata tinggi tanaman pada

perlakuan giberellin, asam salisilat dan cekaman salinitas dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Tinggi Tanaman pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

4 MST 6 MST 8 MST Giberellin (A)

Tanpa Giberellin (A0) 13.833 20.656 30.261

GA35 mg L-1 (A1) 18.311 27.383 40.328 berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)

Pemberian salinitas memberikan pengaruh nyata terhadap rata-rata tinggi

tanaman. Perlakuan tanpa salinitas (A0) meningkatkan tinggi tanaman dibanding

pemberian salinitas 4-5 dsm-1 (C1) untuk setiap jenis amatan (umur 4, 6 dan 8

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Persentase Perkecambahan pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas
Tabel 3. Rata-rata Tinggi Tanaman pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas
Tabel 4. Rata-rata Tinggi Tanaman pada Perlakuan Interaksi Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas
Tabel 5. Rata-rata Diameter Batang pada Perlakuan Giberellin, Asam Salisilat, dan Cekaman Salinitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Percobaan tentang pengaruh pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman rosella ( Hibiscus sabdariffa L.) di tanah Ultisol

Rekapitulasi sidik ragam hasil uji F pada peubah pertumbuhan tanaman pegagan Centella asiatica (L.) Urban menunjukkan bahwa pemberian pupuk kalium hanya berpengaruh nyata

Hasil analisis menunjukkan bahwa tinggi tanaman, lebar tajuk, berat umbi, diameter umbi, dan tebal umbi pada ketiga perlakuan jarak tanam berbeda nyata pada

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik yaitu chitosan dan asam salisilat tidak berpengaruh nyata terhadap bobot tanaman Phalaenopsis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan genistein (50 セmI@ nyata laju pertumbuhan tanaman 5-6 MST dan laju pertumbuhan relative 5-6 MST: Perlakuan B. japonicum

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik yaitu chitosan dan asam salisilat tidak berpengaruh nyata terhadap bobot tanaman Phalaenopsis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap pertumbuhan tanaman yang ditunjukkan pada parameter tinggi tanaman (2 MST), parameter jumlah

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan mengenai pengaruh beberapa dosis pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman rosella (Hibiscus