• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi dan Kualitas Telur Ayam Arab Umur 22-28 Minggu pada Suhu Kandang yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi dan Kualitas Telur Ayam Arab Umur 22-28 Minggu pada Suhu Kandang yang Berbeda"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

Furqan. D14070020. 2012. Produksi dan Kualitas Telur Ayam Arab Umur 22-28 Minggu pada Suhu Kandang yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Ahmad Yani, S. TP., M. Si.

Produktivitas ternak selain dipengaruhi oleh kualitas genetik ternak, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Suhu dan kelembaban merupakan salah satu faktor lingkungan tersebut. Suhu dan kelembaban yang nyaman bagi ternak menyebabkan ternak mampu berproduksi secara maksimal, akan tetapi Negara Indonesia merupakan negara tropis dengan tingkatan suhu dan kelembaban tinggi sehingga dapat menyebabkan ternak mengalami stres panas dan berakibat pada penurunan produktivitas serta kualitas produk yang dihasilkan. Stres panas dapat terjadi pada semua ternak termasuk pada layer (ayam petelur). Kondisi ini dapat diatasi dengan upaya perbaikan mutu genetik salah satunya dengan mendatangkan ternak unggul dari luar negeri untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Ayam Arab merupakan salah satu upaya perbaikan mutu genetik pada ayam petelur.

Ayam Arab merupakan ayam dari Belgia yang sudah terseleksi sebagai penghasil telur. Ayam ini memiliki ciri-ciri antara lain memiliki sifat lincah, berpostur tubuh ramping, agak liar, keinginan mengeram rendah, daya seksual pejantan tinggi, tingkat efisiensi pakan yang tinggi, dan kemampuan memproduksi telur yang tinggi. Ayam ini memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil sehingga konsumsi pakan relatif rendah dan lebih ekonomis untuk dikembangkan oleh peternakan rakyat. Kemampuan adaptasi terhadap lingkungan dan daya tahan akan penyakit membuat ayam ini menjadi primadona di beberapa wilayah Indonesia. Keunggulan yang dimiliki ayam Arab menyebabkan ayam tersebut sering disilangkan dengan ayam jenis lain guna memperoleh bibit ternak unggul, khususnya produksi telur. Keuntungan yang dapat diperoleh dari persilangan tersebut yakni dapat memunculkan sifat unggul dari masing-masing ternak. Namun, perkawinan alami yang tidak terkontrol dapat menyebabkan keragaman genetik yang tinggi pada suatu populasi sehingga dapat menyebabkan menurunnya produktivitas ayam Arab tersebut.

(2)

Peubah yang diamati meliputi produksi telur, berat telur, indeks telur, berat kerabang, ketebalan kerabang, kebersihan kerabang, haugh unit, berat putih telur, indeks kuning telur, berat kuning telur, dan warna kuning telur. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga taraf perlakuan dan dua kali ulangan. Perlakuan suhu kandang tersebut meliputi suhu netral (24,7 oC), suhu panas (27,9 o

C), dan suhu lingkungan (fluktuatif) (27,4 oC).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suhu kandang yang berbeda tidak berpengaruh terhadap produksi dan kualitas telur ayam Arab, baik kualias eksternal maupun kualitas eksternal.

(3)

ABSTRACT

The Production, and egg quality of 22-28 weeks age Arab chicken at different temperatures

Furqan., R, Afnan., and A, Yani

The production and quality of Arab chicken’s egg are influenced by the quality of

parent stock, feed, and also environment. The aim of this research was to determine

the production level, and egg quality of chicken’s egg from Arab chicken age 22-28 weeks at different level of temperatures. The experimental design used was completely randomized design (CRD) with three different level of temperatures as the treatment (netral, hot, and environment). The repetition was did 2 times. The results obtained at netral (24,7 oC), hot (27,9 oC), and environment (27,4 oC) temperatures were henday (43,6 ± 16,3 %; 39,3 ± 12,6 %; 26,3 ± 10,9 %), egg’s weight (37,60 ± 3,19 gram; 37,95 ± 3,20 gram; 37,83 ± 4,03 gram), egg’s shape index (0,79 ± 0,19; 0,78 ± 0,04; 0,78 ± 0,06), cleanliness (30,3 ± 31,7 %; 29,4 ± 26,0

%; 21,4 ± 30,4 %), eggshell’s weight (5,14 ± 0,51; 5,28 ± 0,53; 5,20 ± 0,65), eggshell’s thickness (0,29 ± 0,03; 0,30 ± 0,03; 0,30 ± 0,03), haugh unit of albumin

(83,94 ± 7,96a; 84,05 ± 7,68a; 78,94 ± 9,09b), albumin’s weight (20,73 ± 2,53; 20,70

± 2,35; 20,71 ± 2,50), indeks of yolk (0,46 ± 0,04; 0,45 ± 0,03; 0,45 ± 0,04), yolk’s

weight (10,78 ± 1,84; 10,83 ± 1,34; 11,13 ± 1,80), and the colour of yolk (6-10; 4-10; 5-10).

(4)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produktivitas ternak selain dipengaruhi oleh kualitas genetik ternak, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Suhu dan kelembaban merupakan salah satu faktor lingkungan tersebut. Suhu dan kelembaban yang nyaman bagi ternak menyebabkan ternak mampu berproduksi secara maksimal, akan tetapi Negara Indonesia merupakan negara tropis dengan tingkatan suhu dan kelembaban tinggi sehingga dapat menyebabkan ternak mengalami stres panas dan berakibat pada penurunan produktivitas serta kualitas produk yang dihasilkan. Stres panas dapat terjadi pada semua ternak termasuk pada layer (ayam petelur). Kondisi ini dapat diatasi dengan upaya perbaikan mutu genetik salah satunya dengan mendatangkan ternak unggul dari luar negeri untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Ayam Arab merupakan salah satu upaya perbaikan mutu genetik pada ayam petelur.

Ayam Arab merupakan ayam dari Belgia yang sudah terseleksi sebagai penghasil telur. Ayam ini memiliki ciri-ciri antara lain memiliki sifat lincah, berpostur tubuh ramping, agak liar, keinginan mengeram rendah, daya seksual pejantan tinggi, tingkat efisiensi pakan yang tinggi, dan kemampuan memproduksi telur yang tinggi. Ayam ini memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil sehingga konsumsi pakan relatif rendah dan lebih ekonomis untuk dikembangkan oleh peternakan rakyat. Kemampuan adaptasi terhadap lingkungan dan daya tahan akan penyakit membuat ayam ini menjadi primadona di beberapa wilayah Indonesia. Keunggulan yang dimiliki ayam Arab menyebabkan ayam tersebut sering disilangkan dengan ayam jenis lain guna memperoleh bibit ternak unggul, khususnya produksi telur. Keuntungan yang dapat diperoleh dari persilangan tersebut yakni dapat memunculkan sifat unggul dari masing-masing ternak. Namun, perkawinan alami yang tidak terkontrol dapat menyebabkan keragaman genetik yang tinggi pada suatu populasi sehingga dapat menyebabkan menurunnya produktivitas ayam Arab tersebut.

(5)

terhadap suhu di Indonesia. Interaksi yang baik antara faktor genetik dan faktor lingkungan akan memberikan sifat fenotipe yang baik. Sampai saat ini, penelitian ayam Arab masih terbatas terutama pencatatan produksi dan kualitas telur yang dikaitkan dengan suhu kandang, sehingga diperlukan diperlukan penelitian dengan variabel pengamatan tersebut.

Tujuan

(6)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Arab

Ayam Arab yang dikenal juga dengan ayam Silver brakel kriel merupakan ayam yang banyak dikembangkan karena memiliki potensi sebagai ayam petelur unggul dan memiliki karakteristik telur yang menyerupai ayam Kampung. Ayam ini bukan ayam asli Indonesia melainkan berasal dari Belgia (Natalia et al., 2005). Ayam Arab mulai dikembangkan di Indonesia pada awal tahun 90-an (Kholis dan Sitanggang 2002). Ayam Arab memiliki daya adaptasi yang baik dengan lingkungan Indonesia yang beriklim tropis dan tahan terhadap penyakit dan perubahan cuaca (Yusdja et al., 2005), sehingga berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia dan dapat disilangkan dengan ayam lokal lain untuk memperoleh produksi telur yang lebih tinggi dengan kualitas daging yang lebih baik (Sulandari et al., 2007).

Ayam Arab merupakan ayam petelur unggul yang digolongkan ke dalam ayam tipe ringan dengan berat badan umur 52 minggu mencapai 2.035,60 ± 115,7 g pada jantan dan 1.324,70 ± 106,47 g pada betina (Nataamijaya et al., 2003). Produksi telur ayam Arab yang tinggi yaitu 190-250 butir/ tahun dengan berat telur 30-35 g dan hampir tidak memiliki sifat mengeram sehingga waktu bertelur menjadi lebih panjang (Natalia et al., 2005; Sulandari et al., 2007). Telur yang dihasilkan memiliki karakteristik warna dan bentuk kerabang seperti telur ayam Kampung sehingga banyak diminati konsumen.

(a) (b)

Sumber: Aryanti (2011)

(7)

Pambudhi (2003) menyatakan bahwa ayam Arab yang berada di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu ayam Arab Silver dan ayam Arab Merah (Golden Red). Namun, di kalangan masyarakat, ayam Arab yang lebih dikenal adalah ayam Arab Silver. Menurut asal usulnya, ayam Arab Silverdiduga merupakan hasil persilangan antara ayam Arab asli (Silver Braekels) dengan ayam betina lokal petelur. Asal usul keberadaan ayam Arab Merah (Golden Red) terdiri dari dua versi. Versi pertama, ayam Arab Merah (Golden Red) merupakan hasil persilangan antara ayam jantan Arab asli (Silver Breakels) dengan ayam betina ras petelur (Leghorn). Versi kedua, ayam Arab Merah (Golden Red) merupakan hasil persilangan antara ayam jantan Arab asli (Silver Braekels) dengan ayam betina Merawang.

Ayam Arab merupakan ayam tipe petelur yang memiliki ciri-ciri antara lain memiliki sifat lincah, agak liar, tidak mengeram, daya seksual pada jantan tinggi, tingkat efisiensi pakan yang tinggi, kemampuan memproduksi telur yang tinggi, dan berpostur tubuh ramping (Triharyanto, 2001; Pambudhi, 2003). Nataamijaya et al. (2003) menambahkan, ayam Arab Silver memiliki sifat kualitatif antara lain berjengger tunggal (single) dan berwarna merah, pial berwarna merah, memiliki warna bulu seragam dengan warna dasar hitam dihiasi warna putih di daerah kepala, leher, dada, punggung dan sayap, dan berwarna putih pada paruh, kulit dan sisik kaki. Secara umum ayam Arab di Indonesia mampu menghasilkan telur sebanyak 300 butir/tahun (Natalia et al., 2005 ), dengan berat telur 42,5 g/ butir (Sulandari et al., 2007).

Telur dan Komposisi Fisik Telur

Telur konsumsi merupakan salah satu produk unggas yang mempunyai nilai tinggi dan lengkap, harga relatif murah serta merupakan bahan pangan yang tidak ditolak oleh hampir semua orang. Telur kaya akan kandungan asam amino esensial seperti lisin, tritofan, dan khususnya metionin yang merupakan asam amino terbatas. Telur juga mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh berantai ganda lebih dari satu, vitamin, dan mineral serta mikromineral yang sangat baik untuk kebutuhan manusia (Yuwanta, 2010).

(8)

tanda-tanda pertumbuhan embrio yang jelas, kuning telur belum tercampur dengan putih telur, utuh dan bersih. Kuning telur dikelilingi oleh putih telur dan dibungkus oleh kerabang (United States Department of Agriculture, 2000). Telur terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai komposisi berbeda sehingga jumlah dan jenis mikroorganisme yang tumbuh pada masing-masing bagian tersebut juga berbeda-beda (Fardiaz, 1992).

Komposisi Fisik Telur

Secara garis besar komposisi fisik telur dapat dibagi menjadi tiga yakni: kerabang telur, putih telur, dan kuning telur. Anatomi susunan telur ayam dari dalam ke luar adalah kuning telur (29%), putih telur (61,5%), kerabang tipis dan kerabang telur (9,5%) (Romanoff dan Romanoff, 1963). Proporsi dan komposisi telur ini dapat bervariasi, bergantung dari umur ayam, pakan, temperatur, genetik, dan cara pemeliharaan (Yuwanta, 2010). Sebanyak 90,5% bagian dari telur dapat dikonsumsi dan 98% dapat dicerna oleh tubuh. Komposisi fisik telur ayam, dan telur ayam Arab dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

Tabel 1. Komposisi Telur Ayam Arab

Parameter Telur Ayam Arab

Berat Telur (g/butir) 31-52

Indeks Telur 0,75

Persentase Putih Telur (%) 51,07 Persentase Kuning Telur (%) 35,74 Persentase Kerabang Telur (%) 13,19 Sumber: Abubakar et al. (2005)

Tabel 2. Komposisi Nutrisi Telur Segar

Komponen Telur

Komposisi (%)

Kadar Air Protein Lemak Karbohidrat Mineral

Telur Utuh (100%) 66,1 12,8-13,4 10,5-11,8 0,3-1,0 0,8-1,0

Kerabang (9-11 %) 1,6 6,2-6.4 0,03 - 91-92

Putih Telur (60-63%) 87,6 9,7-10,6 0,03 0,4-0,9 0,5-0,6

KuningTelur (28-29%) 48,7 15,7-16,6 31,8-35,5 0,2-1,0 1,1

Sumber: Mine (2008)

(9)

Kualitas Telur

Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa definisi kualitas adalah ciri-ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaan yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Mutu telur utuh dinilai secara candling yaitu dengan meletakkan telur dalam jalur sorotan sinar yang kuat sehingga memungkinkan pemeriksaan bagian dalam. Kondisi ini memungkinkan penemuan keretakan pada kulit telur, ukuran serta gerakan kuning telur, ukuran kantung udara, bintik-bintik darah, bintik-bintik daging, kerusakan oleh mikroorganisme dan pertumbuhan embrio.

Komponen kualitas telur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yakni kualitas fisik, kimia, dan biologi. Komponen kualitas fisik terdiri dari keutuhan telur, berat telur, bentuk telur, indeks telur, berat putih telur, berat kuning telur, indeks putih telur, indeks kuning telur, warna kuning telur, haugh unit, berat kerabang, kebersihan telur, dan ketebalan kerabang serta kekuatan kerabang. Kualitas telur secara kimia yakni kandungan gizi yang terkandung di dalam telur yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, asam amino, mineral, vitamin, serta kadar air. Cakupan lain dari kualitas telur secara kimia yakni ada tidaknya zat-zat kimia berbahaya yang terkandung dalam telur akibat deposisi dari pakan seperti hormon, logam berat, dan antibiotik. Cakupan selanjutnya adalah kualitas telur secara biologi yang meliputi aspek cemaran mikrobiologi yang ada di dalam telur yang berasal dari dalam organ reproduksi sebelum telur dikeluarkan ataupun cemaran mikrobiologi ketika telur sudah dikeluarkan (Yuwanta, 2010).

(10)

Tabel 3. Persyaratan Tingkatan Mutu Telur

No. Faktor mutu Faktor mutu

Mutu I Mutu II Mutu III

1 Kondisi kerabang

A.Bentuk Normal Normal Abnormal

B.Kehalusan Halus Halus Sedikit kasar

C.Ketebalan Tebal Sedang Tipis

D.Keutuhan Utuh Utuh Utuh

E.Kebersihan Bersih Sedikit noda kotor (stain)

Banyak noda dan sedikit kotor

2 Kantung udara (dilihat dengan peneropangan)

A.Kedalaman Kurang dari 0,5 cm 0,5-0,9 cm Lebih dari 0,9 cm B.Kebebasan bergerak Diam di tempat Bebas bergerak Bebas bergerak dan dapat terben-tuk busa

3 Kondisi putih telur

A.Kebersihan Bebas bercak darah, atau benda asing B.Kekentalan Kental Sedikit encer Encer, tetapi

putih telur belum bercampur dengan kuning telur

C.Indeks 0,134-0,175 0,092-0,133 0,050-0,091

4 Kondisi kuning telur

A.Bentuk Bulat Agak pipih Pipih

B.posisi di tengah Sedikit bergeser dari tengah

Agak ke pinggir

C.penampakan batas Tidak jelas Agak jelas Jelas

D.kebersihan Bersih Bersih ada sedikit bercak darah

E.Indeks 0,0458-0,521 0,394-0,457 0,330-0,393

5 Bau Khas Khas Khas

(11)

Tabel 4. Klasifikasi Persyaratan Kualitas Telur Ayam Tidak retak Tidak retak Tidak retak Shape indeks normal Shape indeks Normal Shape indeks

abnormal

Putih telur Bersih Bersih Bersih

Kental Kental Encer dan berair

HU > 72 HU= 60 - 72 HU= < 60

Kuning telur Terpusat Terpusat Nyata tidak berpusat Tidak terlihat batas

Sumber: United States Department of Agriculture (2000).

Kualitas Eksterior Telur

(12)

kualitas internal telur selama masa penyimpanan. Kerabang telur meskipun memiliki ketebalan yang yang cukup akan tetapi masih sangat rentan akan kontaminasi dari mikroba pasca oviposisi karena kerabang telur mengandung sebanyak 7.000-15.000 pori-pori (rata-rata 70-200/cm2) (Yuwanta, 2010). Pori-pori ini juga memungkinkan terjadinya pertukaran gas dari luar ke dalam selama penyimpanan dan begitu juga sebaliknya.

Berat Telur

Berat telur menjadi salah satu indikator kualitas telur, akan tetapi variasi selera dan kepentingan konsumen juga mempengaruhi permintaaan akan berat telur itu sendiri. Produsen dan konsumen umumnya akan lebih menyukai telur dengan berat yang tinggi, akan tetapi berbeda halnya dengan pembibit yang akan memilih telur dengan berat yang ideal untuk ditetaskan (Yuwanta, 2010). Secara umum, berat telur dipengaruhi oleh tiga faktor utama yakni: ternak, pakan, dan lingkungan (Tabel 5).

Tabel 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berat Telur

Ternak Pakan Lingkungan

- Umur ayam - Protein total - Cara pemeliharaan (baterai vs litter)

- Dewasa kelamin - Lisin, Metionin, Treonin - Pencahayaan panjang - Saat peneluran - Asam lemak esensial - Pencahayaan pendek

- Genetik - Fosfor - Temperatur

- Faktor efisiensi Sumber: Yuwanta (2010)

(13)

menuanya induk petelur. Selain faktor umur, waktu dewasa kelamin juga mempengaruhi berat telur yang dihasilkan oleh ayam, dimana berat telur akan berkurang 2 gram bila dewasa kelamin 10 hari lebih awal dari kondisi normal (Yuwanta, 2010).

Telur konsumsi yang diproduksi oleh ayam merupakan deposisi nutrisi dari pakan, oleh karena itu kualitas telur akan sangat dipengaruhi oleh kualitas nutrisi dari pakan. Ayam dengan kualitas genetik yang baik tidak akan mampu menampilkan performa produksi yang maksimal bila tidak ditopang oleh kualitas pakan yang baik pula (Amrullah, 2002). Energi merupakan faktor utama di dalam regulasi pakan pada ayam. Meningkatnya kandungan energi 2,42-3,3 kkal/g dalam pakan akan meningkatkan 3,8% berat telur (Yuwanta, 2010). Level protein 13-17% tidak berpengaruh terhadap berat telur, akan tetapi bila level protein lebih dari 17% mampu meningkatkan berat telur. Tahun 2006 pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Menteri Pertanian Nomor49/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Pembibitan Ayam Lokal Yang Baik (Good Native Chicken Breeding Practice) dengan standar kualitas minimum pakan untuk ayam lokal periode bertelur yang tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Persyaratan Teknis Minimal Pakan Untuk Ayam Lokal Periode Bertelur

No Gizi Kandungan

1 Kadar air (KA) maksimal 14 %

2 Energi metabolis (ME) 2600 kkal ME/kg ransum

3 Protein kasar (PK) 15 %

4 Kalsium (Ca) 3,4 %

5 Fosfor (P) 0,34 %

6 Serat kasar (SK) maksimal 5 % 7 Aflatoksin (maksimal) 50 ppb

8 Asam amino lisin 0,7 %

9 Asam amino metionin 0,3 %

Sumber: Departemen Pertanian (2006)

(14)

pada suhu lingkungan diatas 27 oC umumnya memiliki berat yang lebih rendah dibandingkan suhu lingkungan dibawah 20 oC. Yuwanta (2010) menyatakan bahwa setiap kenaikan 1 oC temperatur kandang akan menyebabkan penurunan 0,4 gram berat telur dan penurunan berat telur akan terjadi bila suhu lingkungan lebih dari 28 o

C . Berat telur Ayam Arab umumnya berkisar 31-52 gram / butir (Abubakar et al., 2005). Dewi (2006) menjelaskan bahwa berat telur ayam Arab umur 15 bulan berkisar 42-46 gram/butir, sedangkan Sodak (2011) mengemukakan bahwa berat telur ayam Arab umur 52-58 minggu berkisar 33,33-53,27 gram / butir. Tabel 7 merupakan klasifikasi berat telur yang dikeluarkan oleh United States Department of Agriculture (2000).

Tabel 7. Standar Klasifikasi Ukuran atau Berat Telur Klasifikasi berat atau

ukuran telur Berat bersih minimum/lusin, kg (ons)

Jumbo 0,86 (30)

Extra large 0,77 (27)

Large 0,68 (24)

Medium 0,60 (21)

Small 0,51 (18)

Peewee 0,42 (15)

Sumber: United States Department of Agriculture (2000)

Indeks Telur

Nilai indeks telur merupakan perbandingan antara lebar dan panjang telur. Nilai indeks telur akan mempengaruhi penampilan dari telur itu sendiri. Nilai indeks telur yang ideal berkisar 0,70-0,74. Semakin tinggi nilai indeks telur maka telur akan semakin bulat, sebaliknya bila nilai indeks telur rendah telur akan semakin lonjong. Yuwanta (2010) berpendapat bahwa indeks telur bervariasi antara 0,65-0,82. Apabila telur oval memanjang maka indeks telur berkisar 0,65, sedangkan telur oval bulat indeksnya akan mencapai 0,82. Yuwanta (2010) menambahkan indeks telur akan menurun secara progresif seiring bertambahnya umur, pada awal peneluran indeks telur berkisar 0,77 dan pada akhir peneluran 0,74.

Yuwanta (2010) menjelaskan bahwa nilai indeks telur sangat bervariasi antara individu dalam suatu kelompok dan peneluran dari satu seri peneluran, selain

(15)

itu penyebab perbedaan nilai indeks telur belum dapat diterangkan secara jelas namun diduga karena perputaran telur di dalam alat reproduksi, ritme tekanan alat reproduksi, atau ditentukan oleh lumen alat reproduksi. Telur dengan nilai indeks yang menyimpang disamping mempengaruhi penampilan, juga akan sulit dalam pengemasan, dan sangat rentan mengalami kerusakan selama transportasi dan penyimpanan. Berikut ini merupakan beberapa gambar telur yang diturunkan kualitasnya oleh United States Department of Agriculture ke grade B karena indeksnya menyimpang.

(a) (b) (c)

Sumber: Pescatore dan Jacob (2011)

Gambar 2. Indeks Telur Kualitas B. (a) Sangat Lonjong; (b) Tidak Beraturan; (c) Bulat .

Komposisi, Berat dan Ketebalan Kerabang

(16)

Sumber: Pescatore dan Jacob (2011)

Gambar 3. Bagian-bagian Telur

Kerabang telur disusun oleh air (1,6%) dan bahan kering (98,4%) yang terdiri dari mineral (95,1%) dan protein (3,3%). Mineral yang menyusun kerabang meliputi CaCO3 (98,43%), MgCO3 (0,84%), dan Ca3(PO4)2 (0,75%) (Yuwanta, 2010). Selain itu, kerabang telur dilapisi oleh kutikula yang diproduksi 1,5 jam sebelum peneluran. Kutikula berfungsi untuk menutupi pori-pori kerabang telur sehingga mampu menjaga telur dari kontaminasi mikroba dan evaporasi air dari dalam telur selama masa penyimpanan, akan tetapi kutikula hanya bersifat sementara dan hanya bertahan 100 jam lamanya (Yuwanta, 2010). Kutikula tersusun oleh protein (90%), gula (4%), lipida (3%), dan abu (3,5%) (Yuwanta, 2010).

(17)

oleh karena itu bila suhu tinggi dan konsumsi pakan menurun maka kalsium yang dibutuhkan untuk pembentukan kerabang akan berkurang dan kerabang telur menjadi tipis dan lembek. Berat dan tebal kerabang juga dipengaruhi juga oleh faktor genetik, umur induk, molting, kesehatan ayam, dan umur dewasa kelamin (Yuwanta, 2010).

Rataan berat kerabang telur ayam Arab yang berumur 52 minggu mencapai 4,69 gram / butir (Sodak, 2011). Sodak (2011) menjelaskan bahwa rataan tebal kerabang telur ayam Arab 52 minggu meencapai 0,34 mm, sedangkan tebal kerabang telur optimum yakni 0,31 mm (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut Pescatore dan Jacob (2011), secara umum kerabang telur yang tipis dapat terlihat dalam ukuran yang besar, dan terlihat dalam bentuk yang kecil sehingga kualitasnya masuk dalam kategori B (Gambar 4).

(a) (b)

Sumber: Pescatore dan Jacob (2011)

Gambar 4. Telur Grade B Berkerabang Tipis. (a) Areal Luas; (b) Areal Kecil

Kebersihan Kerabang Telur Ayam

(18)

pertama (Dewan Standarisasi Nasional, 2008), sementara telur dengan kerabang yang terkontaminasi hanya masuk kategori kualitas B dan mutu kelas ketiga.

Selain kontaminasi berupa ekskreta, kontaminan lain yang bisa menempel pada kerabang telur selama distribusi dan masa penyimpanan yakni kerabang, yolk (kuning telur), dan putih telur (albumen). Kontaminan tersebut kemungkinan bisa berasal dari telur lain yang pecah selama distribusi dan penyimpanan. Berikut merupakan gambar telur yang masuk kategori kualitas B karena kerabang telur yang kotor.

(a) (b) (c) (d)

Sumber: Pescatore dan Jacob (2011)

Gambar 5. Telur kualitas B dengan Bermacam Kontaminan: (a). Kerabang; (b). Kuning Telur; (c). Putih Telur; (d). Bulu Ayam .

Kualitas Interior Telur

Komponen kualitas interior telur secara umum terdiri dari kualitas putih telur dan kuning telur. Kualitas putih telur meliputi HU dan berat putih telur, sedangkan kualitas kuning telur meliputi indeks kuning telur, berat kuning telur, dan warna kuning telur. Kualitas interior dari telur sangatlah penting karena bagian dari telur yang akan dikonsumsi oleh manusia adalah putih dan kuning telur.

Kualitas Putih Telur

(19)

kental luar sebesar 57%, lapisan encer dalam sebesar 19%, dan lapisan kental sebesar 11% dengan chalaziferus. Perbedaan kekentalan ini disebabkan oleh perbedaan kandungan air pada masing-masing lapisan tersebut. Bagian putih telur yang mengikat putih telur dengan kuning telur adalah khalaza. Khalaza adalah serabut-serabut protein telur yang membentuk spiral. Susunan putih telur mungkin berubah, tergantung pada induk, kondisi lingkungan, ukuran telur, dan tingkat produksi (Mine, 2008).

Pengukuran kualitas putih telur secara fisik merupakan teknik yang sering digunakan, dalam pengukurannya telur dipecahkan di atas meja kaca yang memiliki cermin serta menggunakan alat mikrometer. Pengamatan yang dilakukan meliputi: a). proporsi putih telur kental dan encer khususnya tinggi atau ketebalan putih telur setelah putih telur dipecah; b). indeks albumen yang merupakan perbandingan antara tinggi albumen dengan panjang putih telur encer dengan korelasi mencapai 0,98; c). perbandingan secara visual antara telur yang sudah dipecah dengan pada kaca tersebut dengan standar yang telah dikeluarkan oleh United States Department of Agriculture; d). Haugh Unit yang merupakan satuan nilai dari putih telur dengan cara menghitung secara logaritma terhadap tinggi putih telur kental dan kemudian ditransformasikan ke dalam nilai koreksi dari fungsi berat telur (Yuwanta, 2010). Gambar 7 berikut ini merupakan alat dan cara pengukuran kualitas telur, serta Gambar 8 merupakan standar kualitas HU yang dikeluarkan oleh United States Department of Agriculture (2000).

(a) (b)

Sumber: United States Department of Agriculture (2000)

(20)

Sumber: United States Department of Agriculture (2000)

Gambar 7. Kualitas Telur Berdasarkan Haugh Unit. (1) High AA; (2) Average AA; (3) Low AA; (4) High A; (5) Average A; (6) Low A; (7) High

B; (8)Average B; (9) Low B .

(21)

ayam Arab umur 58 minggu dengan kisaran suhu pemeliharaan 23,5-33,1 oC adalah 63,76 dengan berat putih telur mencapai 20,75 gram/ butir.

Kualitas Kuning Telur

Kuning telur merupakan makanan dan sumber makanan bagi embrio, yang hampir 66% tersusun dari lipoprotein. Susunan kuning telur dari dalam ke luar adalah: a). Letebra adalah bagian kuning yang paling dalam berdiameter 6mm; b). kuning telur yang berwarna putih (white yolk) dan kuning telur yang berwarna kuning (yellow yolk) yang tersusun secara konsentris berselang seling serta bagian kuning telur yang paling dalam adalah oosit (vitelus) yang kaya akan xantofil; c). Membran vitelina yang membatasi kuning telur dengan putih telur (Yuwanta, 2010).

Indeks kuning telur digunakan untuk mengetahui kondisi kuning telur secara umum dengan membandingkan lebar dan panjang kuning telur, atau dengan kata lain indeks kuning telur merupakan perhitungan matematis yang secara umum menggambarkan bentuk dari kuning telur itu sendiri. Bentuk kuning telur secara umum dipengaruhi oleh kekuatan membran vitelin dan lapisan khalaza di sekitar kuning telur. Pasca oviposisi membran vitelin dan lapisan khalaza ini akan mengalami perubahan fisik dan kimia yang akan menurunkan kemampuannya untuk mempertahankan bentuk kuning telur tetap bulat (Yuwanta, 2010; Bell dan Weaver, 2002).

(22)

19,01 gram/ butir; dan 6,92. Ukuran telur, berat telur, berat kering, dan persentase kuning telur akan bertambah seiring menuanya induk petelur (Amrullah, 2002).

Warna kuning telur menentukan juga kualitas kuning telur karena umumnya konsumen di Indonesia cenderung lebih menyukai telur dengan warna kuning telur dari kuning hingga kemerahan. Kuning telur berwarna mulai dari kuning pucat sekali sampat orange tua kemerahan. Hal ini disebabkan oleh pigmen dalam pakan ternak ayam, seperti xantofil (Brown, 2000). Kuning telur mengandung zat warna (pigmen) yang umumnya termasuk dalam golongan karotenoid yaitu xantofil, lutein dan zeaxantin serta sedikit betakaroten dan kriptosantin. Warna atau pigmen yang terdapat dalarn kuning telur sangat dipengaruhi oleh jenis pigmen yang terdapat dalam ransum yang dikonsumsi (Winarno, 2002), oleh karena itu manipulasi pakan sering digunakan untuk memperoleh warna kuning telur sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen (Yuwanta, 2010). Manipulasi pakan yang dimaksud antara lain menambahkan 20 ppm xantofil/ kg pakan bisa mengubah warna kuning telur menjadi 10 skala Roche, dan pemberian pigmen sintetis seperti Ester Apo-Karoten dapat digunakan untuk meningkatkan warna kuning telur (Yuwanta, 2010). Pewarnaan lain selain warna kuning dapat pula dilakukan misalnya pemberian ekstrak paprikana, canthaxantin sintetik dan citraxantin bisa menghasilkan warna merah pada kuning telur. Warna hijau menggunakan natrium chlorophilin, nicarbazine untuk warna cokelat, dan abu-abu oleh chlortetrasiklin (Yuwanta, 2010).

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur

(23)

menambahkan bahwa strain dan breed ayam akan mempengaruhi berat telur yang dihasilkan. Umumnya tipe ayam petelur cokelat menghasilkan telur yang lebih besar dengan kualitas kerabang yang lebih baik daripada tipe ayam petelur putih.

Berat dan umur induk merupakan faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas telur. Ayam akan menghasilkan telur dengan ukuran dan berat yang semakin besar seiring dengan bertambahnya umur ayam karena semakin meningkatnya ukuran kuning telur dan lebar isthmus, namun sebaliknya produksi telur akan semakin menurun karena degradasi organ reproduksi. Ayam petelur berdasarkan beratnya dapat dibagi menjadi tiga tipe, yakni ayam petelur tipe besar, sedang, dan kecil. Ayam petelur tipe besar, dan sedang akan mengahasilkan telur yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan ayam petelur tipe kecil, namun sebaliknya ayam petelur tipe kecil akan mampu mengahasilkan telur yang relatif lebih banyak daripada ayam petelur tipe sedang, dan besar.

Telur konsumsi yang diproduksi oleh ayam merupakan deposisi nutrisi dari pakan, oleh karena itu maka kualitas telur akan sangat dipengaruhi oleh kualitas nutrisi dari pakan. Ayam dengan kualitas genetik yang baik tidak akan mampu menampilkan performa produksi yang maksimal bila tidak ditopang oleh kualitas pakan yang baik pula (Amrullah, 2002). Secara umum, nutrisi penting yang wajib terkandung dalam pakan yang dibutuhkan oleh ayam saat bertelur yakni protein, energi, asam amino, kalsium, fosfor, vitamin, dan beberapa mineral penting lainnya (Amrullah, 2002). Pakan yang kekurangan kandungan kandungan kalsium dan fosfor akan mengakibatkan kerabang yang tipis dan rapuh. Peningkatan kandungan protein, asam linoleat, dan energi pakan akan meningkatkan ukuran dan berat telur (Bell dan Weaver, 2002; Lesson dan Summers, 2005). Selain itu pemberian hijauan segar atau kering yang berkualitas akan menambah daya tarik dari kuning telur yang dihasilkan (Romanoff dan Romanoff, 1963).

(24)

infeksi bronkhitis (IB) (Jacob et al., 2003). Stres atau cekaman merupakan suatu kondisi yang mengganggu kenyamanan ayam, sehingga proses produksi telur menjadi terganggu.

Pasca ovoposisi, telur ayam harus mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat, guna menjaga kualitas telur. Kontaminasi dari ekskreta ayam akan sangat berpengaruh kepada kualitas telur. Kebersihan kandang dan frekuensi pengoleksian telur akan mengurangi kemungkinan kontaminasi ekskreta pada kerabang telur. Penanganan selanjutnya yakni pengemasan dan suhu penyimpanan telur. Pengemasan bertujuan untuk menghindari telur pecah sehingga telur tidak mengalami kerusakan komponen dan sifat fisikokimia lainnya (Romanoff & Romanoff, 1963), selain itu pengemasan bermanfaat untuk mempermudah pengangkutan, mengurangi evaporasi, menghindari kontaminasi, dan penyerapan bau yang tidak diinginkan (Winarno, 2002). Suhu penyimpanan telur akan berpengaruh signifikan pada tingkat evaporasi telur. Telur akan lebih bertahan lama bila disimpan pada penyimpanan dingin (refrigerator) dan penyimpanan beku (freezer).

Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Ayam Terhadap Cekaman

Stres/ cekaman merupakan respon dari tubuh yang mempengaruhi kondisi emosional dan fisiologis terhadap stimulus (terutama kondisi lingkungan) yang dinilai sebagai ancaman (Sherman dan Cohen, 2006). Penyebab atau stimulus dari stres itu sendiri bisa berasal dari internal maupun eksternal tubuh unggas yang dikenal dengan stresor. Stresor internal antara lain defisiensi zat-zat nutrisi, dan ketidakseimbangan hormon, sedangkan stresor eksternal meliputi cekaman panas, penyakit, kebisingan, dan ancaman dari pemangsa. Respon dari cekaman itu sendiri bisa dibagi menjadi dua yakni respon yang bersifat sintoksik (syntoxic response) dan katatoksik (catatoxic response). Respon sintoksik umumnya bersifat menguntungkan, sedangkan respon katatoksik bersifat merugikan (Habibie, 1993).

Cekaman yang sering dijumpai pada peternakan ayam di daerah tropis adalah cekaman panas (heat stress). Saat kondisi heat stress, ayam akan melakukan beberapa aktivitas/ tingkah laku unggas sebagai respon terhadap suhu yang tinggi, diantaranya:

(25)

hasil yang optimal. Alasannya ialah suhu tubuh ayam dengan suhu lingkungan kandang tidak berbeda nyata, akibatnya aliran panas tubuh ke lingkungan kandang (secara radiasi) menjadi kurang optimal.

Dust bathing atau mandi debu, tujuannya untuk memindahkan panas dari tubuh ke debu, tanah, lantai, atau litter. Tingkah laku ini memungkinkan terjadinya perpindahan panas secara konduksi

Panting atau bernapas melalui tenggorokan merupakan aktivitas khas yang ditunjukkan oleh ayam pada saat mengalami heat stress. Mekanisme ini sama halnya dengan mekanisme pelepasan panas pada manusia yang dilakukan melalui kelenjar keringat. Oleh karena ayam tidak mempunyai kelenjar keringat, maka panting menjadi mekanisme penggantinya. Ketika panting, ayam membuka mulut dan menggerakkan tenggorokannya sehingga ada aliran udara keluar masuk melalui kerongkongan, akibatnya evaporasi meningkat. Panting yang dilakukan oleh ayam akan memberikan hasil yang efektif jika suhu udara panas dengan tingkat kelembaban yang rendah (udara kering), namun kurang efektif jika terjadi pada saat suhu tinggi namun udaranya basah (kelembaban tinggi).

(26)

Pengaruh cekaman panas selanjutnya adalah adanya perubahan komposisi darah. Perubahan tersebut yakni kolesterolemia, nitrogen yang bukan protein meningkat, Ca++ meningkat, imbangan Na+ dan K+ meningkat, lifopenian dan heterofilia. Lebih lanjut, cekaman panas juga akan mempengaruhi respon dari kelenjar adrenal dan kelenjar limfoid. Respon dari kelenjar adrenal antara lain: mengalami hipertrofi, kandungan kolesterol menurun, sintesis kortikosteron meningkat, dan kandungan asam askorbat (Vitamin C) menurun. Sementara respon dari kelenjar limfoit yakni: terjadi degenerasi pada bursa fabrisius, degenerasi thymus, dan degenerasi tingkat antibody. Akibat dari akumulasi cekaman panas tersebut maka metabolisme tubuh akan terganggu sebagai akibat dari gangguan keseimbangan organ penghasil hormon atau enzim (Rao dan Reddy, 2004). Gambar 9 merupakan respon fisiologis ayam terhadap pengaruh stres panas dan pengaruhnya terhadap kualitas kerabang telur, sedangakan gambar 10 merupakan tahapan-tahapan (fase) respon fisiologis ayam akibat stres (Rao dan Reddy, 2004).

Suhu tinggi

Panting (Hyperventilasi) Penurunan feed intake Permintaan untuk

regulasi suhu tubuh

Stres and immunitas

Kehilangan metabolis CO2 Penyerapan Ca tulang

Banyak darah

Hypobicarbonaemia Hyperphosphataemia Menurunkan aliran

darah ke uterus

(27)

Tahap I Tahap II Tahap III

Reaksi Alarm/peringatan

Tahap

perlawanan/resistance Tahap keletihan Jika stresor

berlanjut

Jika stresor berlanjut dan

cukup kuat

Adrenal medulla Adrenal cortex Adrenal cortex

Epinephrine (adrenaline)

Corticosteroids (glucagon)

Kemampuan untuk memproduksi Corticosteroids (glucagon) menurun

Peripheral

vasoconstriction Stres terakomodasi

Ketidakmampuan secara fisik

Respirasi

meningkat Mati

Tekanan darah meningkat Feed intake menurun Aktifitas gonadal menurun Respon imun menurun

(28)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal dan eksternal telur ayam Arab dilakukan di Laboratorium Unggas Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Juli sampai September 2010.

Materi

Ternak

Ayam Arab yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 150 ekor yang telah diseleksi berdasarkan berat badan dengan rataan 1,172 ± 0,009 kg, sedangkan ayam Arab yang memiliki berat badan di bawah 1 kg tidak dijadikan sebagai ternak percobaan. Semua ayam Arab yang digunakan dalam penelitian ini akan memasuki masa produksi. Ayam Arab kemudian dipisahkan ke dalam enam kandang yang terbagi dalam tiga kelompok perlakuan suhu berbeda.

Pakan

Pakan yang digunakan pada penelitian ini merupakan pakan komersil untuk ayam petelur produktif yang diproduksi oleh PT Gold Coin Indonesia dengan kode produksi 105M. Kandungan nutrisi pakan ayam tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8. Komposisi Nutrisi Pakan

Zat Makanan Komposisi (%)

Kadar air Maks. 13,0

Protein 16,0-18,0

Lemak Min. 3,0

Serat Maks. 6,0

Abu Maks. 14,0

Kalsium Min. 3,0-4,2

Fosfor Min. 0,6-1,0

(29)

Alat dan Bahan

Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian produksi dan kualitas telur ayam Arab adalah timbangan digital dengan ketelitian 0,001, jangka sorong, tripod mikrometer, yolk colour fan, mikrometer, meja kaca, spatula, candler, official egg air cell,dan cawan petri.

Bahan yang digunakan untuk pemeliharaan ayam Arab yaitu pakan, vitamin, vaksin, dan air minum secara ad libitum, sedangkan peralatan yang digunakan yaitu kandang, pemanas ruangan (heater), tempat pakan, tempat minum dan thermometer basah dan kering. Bahan yang digunakan dalam penelitian kualitas telur ayam Arab adalah telur ayam Arab segar.

Prosedur

Persiapan Kandang dan Peralatan

Persiapan kandang diawali dengan pembesihan kandang, dan pengecatan lantai dan tembok dengan menggunakan kapur aktif. Langkah selanjutnya lantai kandang diberi sekam dan kemudian didesinfeksi menggunakan larutan formalin. Kandang kemudian dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum, dan tempat bersarang serta termometer.

Pemeliharaan

Ayam Arab dipelihara pada sistem kandang tertutup dan terbuka. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari (pagi dan sore) dengan total pakan sebanyak 100 gram/ekor/hari, dan diberi air minum secara ad libitum. Vitamin C melalui air minum diberikan pada ayam Arab ketika kondisi tertentu (setelah ditimbang atau pembersihan kandang). Pembersihan kandang dan penggantian sekam dilakukan sebanyak satu kali dalam sebulan. Vaksinasi Coryza pada ayam Arab dilakukan lima minggu sebelum penelitian dimulai.

Perlakuan

(30)

Adapun taraf perlakuan suhu yang diberikan yaitu suhu netral sekitar 18 oC untuk kelompok pertama, suhu fluktuatif (mengikuti suhu lingkungan) sekitar 28 oC untuk kelompok kedua, dan suhu panas sekitar 30 oC untuk kelompok ketiga. Kandang yang digunakan pada taraf perlakuan suhu netral, dan suhu panas merupakan kandang tertutup dengan luasan sekitar 16 m2, dinding dan lantai terbuat dari beton, serta diberikan AC untuk taraf suhu netral, dan heater untuk taraf suhu panas. Kandang yang digunakan pada taraf perlakuan suhu lingkungan merupakan kandang dengan luasan sekitar 16 m2 dengan lantai dari beton, dan dinding yang bersekat kawat di keempat sisinya sehingga memungkinkan udara mengalir dan cahaya masuk. Pencahayaan diberikan selam 24 jam untuk semua taraf perlakuan. Suhu dan kelembaban dari masing-masing dicatat setiap pagi, siang, dan sore hari. Selama masa penelitian berlangsung, suhu kandang yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi ini disebabkan karena keterbatasan peralatan yang digunakan seperti AC dan heater. Secara umum rataan suhu harian yang diperoleh pada perlakuan suhu netral 24,7 oC, suhu panas 27,9 oC, dan suhu lingkungan 27,4 oC. Berikut ini merupakan rumusan untuk menghitung rataan suhu harian kandang.

Suhu (oC) =

Keterangan: asumsi suhu pada malam dan pagi hari sama, sehingga terdapat empat kali pengukuran. T1 = suhu pada pukul 07.00 WIB, T2 = suhu pada pukul 13.00 WIB, dan T3 = suhu pada pukul 17.00 WIB.

Rancangan dan Analisis Data

Peubah yang diamati

(31)

Henday Production (%) =

Kualitas Eksternal. Pengamatan kualitas eksternal telur meliputi keadaan kantung udara, kebersihan kerabang, dan indeks telur serta ketebalan kerabang. Pengamatan kantung udara telur yakni telur diteropong menggunakan candler untuk melihat kantung udara dengan posisi bagian tumpul di bagian atas. Kantung udara dilingkari dengan menggunakan pensil. Kedalaman kantung udara diukur dengan menggunakan official egg air cell gauge. Semakin besar kantung udara maka semakin rendah kualitas telur tersebut. Telur masih tetap diteropong, dan diputar ke kiri dan ke kanan untuk melihat pergerakan isi telur. Apabila bayangan kuning telur tidak jelas dan posisinya masih di tengah serta gerakannya tidak terlihat berarti putih telur masih kental dan kuning telur masih kuat diikat khalaza dan kualitas telur masih baik.

Kebersihan telur diamati dengan cara membagi telur menjadi empat bagian. Bila terdapat kotoran pada satu bagian telur tersebut maka kotoran memperoleh skor 25%. Dengan demikian maka kotoran memilki skor mulai dari 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Pengamatan ketebalan kerabang dilakukan dengan memisahkan terlebih dahulu kerabang telur dengan selaput tipis yang ada pada kerabang telur yang kemudian diukur dengan jangka sorong atau alat pengukur ketebalan kerabang. Pengukuran ketebalan kerabang dilakukan pada tiga bagian yang berbeda, yakni: bagian runcing, bagian tengah, dan bagian tumpul.

Selanjutnya yang diteliti pada kualitas eksterior kerabang yakni indeks bentuk telur (egg shape index). Panjang dan lebar telur diukur terlebih dahulu dengan menggunakan jangka sorong yang kemudian dihitung bentuk telur dengan rumus:

Egg shape index =

Kualitas Internal. Pengamatan kualitas internal telur meliputi pengukuran HU (Haugh Unit), berat dan tinggi kuning telur (yolk), berat dan tinggi putih telur (albumen), panjang dan lebar kuning telur, serta panjang dan lebar putih telur.

(32)

satuan milimeter (mm). Nilai HU (Haugh Unit) menurut Yuwanta (2010) dihitung sebagai satuan kualitas telur dengan rumus sebagai berikut:

HU = log 100 (H-1,7P0,37+7,57)

Keterangan : H = tinggi putih telur kental (mm) P = berat telur (g)

Pengukuran panjang, dan lebar baik kuning telur maupun putih telur dilakukan dengan jangka sorong. Pengukuran panjang dan lebar Putih telur hanya dilakukan pada putih telur kental saja. Pengukuran tinggi kuning telur menggunakan jangka sorong.

Keadaan Kuning Telur dan Putih Telur. Warna kuning telur diamati dan dibandingkan dengan yolk colour fan. Selain itu, kuning dan putih telur diamati baik bentuk, kebersihan dari noda dan kekentalan mengacu pada standar United States Department of Agriculture.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL), dengan perlakuan tiga taraf suhu pemeliharaan yang berbeda. Ulangan dilakukan sebanyak dua kali.

Model statistika rancangan acak lengkap (RAL) adalah sebagai berikut.

Yij = µ + Pi + €ij

Yij = Variabel respon akibat pengaruh perlakuan suhu pemeliharaan ke- i, pada ulangan ke- k

µ = Nilai tengah umum

Pi = Pengaruh perlakuan suhu pemeliharaan ke- i, i= 23 oC, 28 oC, 30 oC

€ij = Pengaruh galat perlakuan ke-i pada ulangan ke-k

(33)

Penggunaan uji-t dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan rataan produksi dan kualitas telur ayam Arab umur 22- 28 minggu dengan perlakuan suhu yang berbeda. Uji-t menurut Walpole (1995) adalah:

Keterangan:

t = nilai t hitung

1 = rataan sampel kelompok 1 2 = rataan sampel kelompok 2

Sp = simpangan baku

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi Telur (Henday Production)

Henday Production merupakan salah satu peubah yang diamati dalam penelitian. Henday Production merupakan salah satu informasi penting dalam mengetahui tingkatan produksi telur ayam. Tabel 10 berikut merupakan rataan dan simpangan baku hendayproduction ayam Arab selama penelitian.

Tabel 9. Rataan dan Simpangan Baku Henday Production Telur Ayam Arab Umur 22-28 Minggu dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda

Perlakuan Rataan dan Simpangan Baku ---%---

Netral (24,7 oC) 43,6 ± 16,3

Panas (27,9 oC) 39,3 ± 12,6

Lingkungan (27,4 oC) 26,3 ±10,9

(35)

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya produksi telur yakni terjadinya penyakit koksidosis. Efek dari penyakit koksidiosis mungkin tidak terlalu signifikan terhadap produksi dan kualitas telur bila dibandingkan dengan penyakit seperti IB, ND, dan Egg Drop Syndrome. Namun, koksidiosis dapat menyebabkan terjadinya infeksi usus serta menggangu keseimbangan hormon-hormon yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi. Koksidiosis menyerang ayam Arab pada taraf perlakuan suhu netral, dan suhu panas, akan tetapi pada taraf perlakuan suhu lingkungan penyakit koksidiosis pada minggu pertama dan berlangsung hingga akhir masa penelitian. Kondisi inilah yang menyebabkan rataan produksi (henday) ayam Arab pada taraf perlakuan suhu lingkungan sangat rendah (26,3%). Akibat dari penyakit koksidiosis ini selain menyebabkan penurunan produksi juga menyebabkan kematian pada ayam Arab.

(36)

baik pada ayam dengan sifat lama mengeram rendah maupun tinggi, yaitu sebesar 75% dan 87,5%. Sementara pita promotor prolaktin tipe L (layer) menunjukkan jumlah yang masih rendah, yaitu sebesar 25% dan 12,5%, masing-masing untuk sifat lama mengeram rendah dan tinggi. Setelah dilakukan seleksi selama tiga generasi, terlihat adanya peningkatan pola pita promotor prolaktin tipe L pada generasi G3 menjadi sebesar 75% dan 25% untuk ayam dengan sifat mengeram rendah dan tinggi, yang bersamaan dengan penurunan tipe W menjadi sebesar 25% dan 75%. Kondisi tersebut seiring dengan peningkatan produksi telur pada generasi G3 dari yang semula sebesar 54,32 butir/ekor/6 bulan menjadi 89,10 butir/ekor/6 bulan (Sartika et al., 2002).

Kualitas Eksterior Telur

Komponen kualitas eksterior telur terdiri dari keutuhan telur, berat telur, bentuk telur, indeks telur, kebersihan telur, berat kerabang, dan ketebalan kerabang, kekuatan kerabang.

Berat Telur

Berat telur menjadi salah satu indikator kualitas telur, akan tetapi variasi selera dan kepentingan konsumen juga mempengaruhi permintaaan akan berat telur itu sendiri. Berat telur ayam Arab hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 10.Berat Telur Ayam Arab dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda

Perlakuan Rataan dan Simpangan Baku ---gram---

Netral (24,7 oC) 37,60 ± 3,19

Panas (27,9 oC) 37,95 ± 3,20

(37)

Meningkatnya suhu lingkungan mengakibatkan penurunan berat, dan soliditas kerabang telur, akan tetapi penurunan tersebut merupakan pengaruh tidak langsung karena dengan meningkatnya temperatur lingkungan akan berakibat pada penurunan konsumsi pakan dan konsumsi kalsium sehingga mempengaruhi keseimbangan asam basa di dalam darah ayam (Yuwanta, 2010). Hasil analisis data menunjukkan bahwa perlakuan suhu tidak berpengaruh terhadap berat telur ayam Arab. Hasil penelitian tidak sesuai dengan yang dijelaskan oleh Bell dan Weaver (2002); Islam et al. (2001); dan Amrullah (2002) bahwa suhu lingkungan mempengaruhi berat telur. Islam et al. (2001) meyebutkan bahwa berat telur yang dihasilkan pada suhu lingkungan diatas 27 oC umumnya memiliki berat yang lebih rendah dibandingkan suhu lingkungan dibawah 20 oC. Yuwanta (2010) menyatakan bahwa setiap kenaikan 1 oC temperatur kandang akan menyebabkan penurunan 0,4 gram berat telur dan penurunan berat telur akan terjadi bila suhu lingkungan lebih dari 28 oC . Rataan suhu kandang selama penelitian pada perlakuan suhu panas yakni 27,9 oC artinya suhu tersebut masih tergolong pada suhu lingkungan yang ideal menurut Yuwanta (2010) berkisar 20-28 oC.

Telur konsumsi yang diproduksi oleh ayam merupakan deposisi nutrisi dari pakan, oleh karena itu maka kualitas telur akan sangat dipengaruhi oleh kualitas nutrisi dari pakan. Ayam dengan kualitas genetik yang baik tidak akan mampu menampilkan performa produksi yang maksimal bila tidak ditopang oleh kualitas pakan yang baik pula (Amrullah, 2002). Secara umum, nutrisi penting yang harus terkandung dalam pakan yang dibutuhkan oleh ayam saat bertelur yakni protein, energi, asam amino, kalsium, fosfor, vitamin, dan beberapa mineral penting lainnya (Amrullah, 2002). Tabel 11 berisikan perbandingan kualitas pakan yang digunakan selama penelitian dengan standardisasi kualitas minimum pakan untuk ayam lokal periode bertelur yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian Nomor 49/Permentan/ OT.140/10/2006.

(38)

Tabel 11.Perbandingan Nilai Nutrisi Pakan 105M dan Standardisasi Pemerintah

No Kandungan Nutrisi Peraturan Menteri Pakan 105M

1 Kadar air (KA) maksimal 14 % 13,0%

2 Energi metabolis (ME) 2600 kkal ME/kg ransum Tidak disebutkan

3 Protein kasar (PK) 15 % 16,0-18,0%

4 Kalsium (Ca) 3,4 % Min. 3,0-4,2%

5 Phosphor (P) 0,34 % Min. 0,6-1,0%

6 Serat kasar (SK) maksimal 5 % 6,0%

7 Aflatoksin (maksimal) 50 ppb Tidak disebutkan

8 Asam amino lisin 0,7 % Tidak disebutkan

9 Asam amino metionin 0,3 % Tidak disebutkan

meningkatkan berat telur dan kenaikannya hanya sekitar 1,7% (Yuwanta, 2010). Secara umum, kandungan nutrisi pakan yang berpengaruh cukup signifikan terhadap berat telur adalah energi, asam amino metionin, dan asam amino lisin (Yuwanta (2010). Akan tetapi kandungan energi metabolis, asam amino metionin, dan asam amino lisin pakan yang digunakan dalam penelitian tidak diketahui karena tidak tercantum pada labelnya. Informasi lain yang tidak dapat diperoleh dari pakan dengam nomor kode produksi 105M yakni kandungan aflatoksin. Aflatoksin merupakan salah satu faktor pembatas dalam penyusunan ransum ayam. Aflatoksin adalah toksin (racun) yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus sehingga tergolong ke dalam mikotoksin. Aflatoksin dapat ditemukan pada biji kacang-kacangan, rempah-rempah serta serealia. Aflatoksin sangat berbahaya bagi unggas, sehingga dapat menurunkan produktivitas seperti adanya penurunan berat badan, penurunan produksi telur dan dapat pula menyebabkan kematian (Mulyadi, 2011).

(39)

maksimal serat kasar untuk pakan ayam lokal adalah 5%, sedangkan informasi pakan yang digunakan pada penelitian mengandung serat kasar Maksimal 6%. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penurunan pada tingkat kecernaan ayam Arab yang berakibat pada penurunan produksi dan kualitas telur termasuk berat telur.

Rataan berat telur ayam Arab pada penelitian yakni 37 gram/ butir. Rataan berat telur Ayam Arab yang dihasilkan sesuai dengan pendapat Abubakar et al. (2005), yakni berat telur ayam Arab berkisar 31-52 gram/ butir. Nilai rataan berat telur ayam Arab yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan dengan yang diperoleh Dewi (2006), sebesar 42-46 gram/ butir pada umur 15 bulan. Sodak (2011) mengemukakan bahwa berat telur ayam Arab umur 52-58 minggu berkisar 33,33-53,27 gram/ butir. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh perbedaan umur induk ayam Arab yang digunakan. Ayam Arab yang digunakan dalam penelitian berumur 22 minggu sampai 28 minggu dan merupakan ayam yang baru memasuki fase produksi. Yuwanta (2010) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi berat telur yang diproduksi adalah umur ayam. Ayam akan menghasilkan telur dengan ukuran dan berat yang semakin besar seiring dengan bertambahnya umur ayam karena semakin meningkatnya ukuran kuning telur, namun sebaliknya produksi telur akan semakin menurun karena degradasi organ reproduksi. Faktor lain yang menjadi penyebab perbedaan berat telur yang dihasilkan dengan penelitian sebelumnya yakni berat induk ayam Arab yang digunakan. Rataan berat induk ayam Arab di awal penelitian 1,17 kg, sedangkan rataan berat induk ayam arab yang diteliti oleh Sodak (2011) 1,34 kg, dan 1,56 kg. Yuwanta (2010) menyebutkan bahwa berat telur yang diproduksi berkorelasi positif dengan berat ayam. Menurut ketentuan yang dikeluarkan oleh United States Department of Agriculture (2000) maka telur ayam Arab yang dihasilkan pada penelitian termasuk kategori peewee. Indeks Telur

(40)

Tabel 12. Rataan Indeks Telur Ayam Arab Umur 22-28 Minggu dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda.

Perlakuan Rataan dan Simpangan Baku

Netral (24,7 oC) 0,79 ± 0,19

Panas (27,9 oC) 0,78 ± 0,04

Lingkungan (27,4 oC) 0,78 ± 0,06

Hasil analisis data menunjukkan bahwa perlakuan suhu yang berbeda tidak berpengaruh terhadap indeks telur ayam Arab. Nilai indeks telur yang ideal berkisar 0,70-0,74. Rataan indeks telur ayam pada perlakuan suhu netral (24,7 0C), suhu panas (27,9 0C), dan suhu lingkungan (27,4 0C) adalah berturut-turut 0,79; 0,78; dan 0,78. Perlakuan suhu panas seharusnya memberikan pengaruh terhadap nilai indeks telur yang dihasilkan karena ayam akan mengurangi konsumsi pakan untuk menjaga suhu tubuh. Pengurangan konsumsi pakan akan berdampak pada deposisi nutrisi pada pembentukan telur sehingga indeks, dan bentuk telur akan berubah akan tetapi hal itu tidak terjadi pada penelitian. Konsumsi pakan ayam Arab yang diberikan perlakuan suhu panas tidak berkurang artinya perlakuan suhu panas yang diberikan belum menimbulkan stres panas yang cukup yang mengharuskan ayam untuk mengurangi konsumsi pakan agar heat increment yang berasal dari metabolisme pakan berkurang. Kondisi ini memungkinkan ayam Arab yang diberi perlakuan suhu panas tetap berproduksi secara normal. Rataan nilai indeks telur ayam Arab pada perlakuan suhu suhu netral sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan suhu panas, dan suhu lingkungan.

(41)

120 ekor ayam petelur Isa-White umur 34 minggu. Basmacioglu et al. (2003) mengemukakan bahwa penambahan 1,5% FO; 4,32% FS; dan 1.5% FO+, 4,32% FS tidak berpengaruh terhadap kualitas telur ayam yang dihasilkan, feed intake, dan konversi pakan. Basmacioglu et al. (2003) mengungkapkan penambahan FO, dan FS pada pakan mampu menaikkan 4,32% produksi telur. Penelitian lain yakni Zainuddin dan Jannah (2005) yang meneliti tentang suplementasi asam amino lisin dalam ransum basal untuk ayam kampung petelur. Zainuddin dan Jannah (2005) menyebutkan bahwa suplementasi asam amino lisin sebanyak 0,10% dan 0,20% kedalam ransum basal yang mengandung lisin 0,70%, tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap berat telur, indeks telur, daya tunas dan daya tetas telur ayam kampung, padahal Yuwanta (2010) menyebutkan bahwa asam amino metionin dan lisin berperan penting terhadap berat telur. Yuwanta (2010) menjelaskan bahwa nilai indeks telur sangat bervariasi antara individu dalam suatu kelompok dan peneluran dari satu seri peneluran, selain itu penyebab perbedaan nilai indeks telur belum dapat diterangkan secara jelas namun diduga karena perputaran telur di dalam alat reproduksi, ritme tekanan alat reproduksi, atau ditentukan oleh lumen alat reproduksi. Berdasar pada pendapat tersebut maka indeks telur lebih dipengaruhi oleh variasi individu bila dibandingkan dengan komposisi dan atau suplementasi pakan.

(42)

Berat dan Ketebalan Kerabang

Kualitas kerabang merupakan salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi kualitas telur. Sementara itu, variabel yang mempengaruhi kualitas kerabang meliputi berat, dan ketebalan kerabang. Tabel 13 berikut akan menyajikan berat dan ketebalan kerabang telur ayam Arab yang diberi perlakuan suhu yang berbeda.

Tabel 13.Rataan Ketebalan dan Berat Kerabang Telur Ayam Arab Umur 22-28 Minggu dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda

Perlakuan

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan suhu yang berbeda tidak berpengaruh terhadap ketebalan kerabang. Idealnya perlakuan suhu panas akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kerabang karena asupan ion Ca untuk pembentukan kerabang akan berkurang seiring menurunnya konsumsi pakan. Akan tetapi konsumsi pakan tidak berkurang selama penelitian berlangsung, artinya suhu perlakuan panas belum mampu menimbulkan stres panas yang cukup signifikan, selain itu tidak ditemui ayam arab yang melakukan aktifitas panting. Rataan suhu pada taraf perlakuan suhu panas adalah 27,9 oC, dan masih dalam kisaran suhu ideal untuk pemeliharaan ayam (20-28 oC).

(43)

35%-75% kalsium untuk pembentukan kerabang telur berasal dari pakan. Tingkat kebutuhan kalsium pakan ayam petelur umur 21-40 minggu sebesar 3,25% (Amrullah, 2002), sedangkan ketetapan pemerintah sebesar 3,4% berdasar pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49/Permentan/OT.140/10/2006. Pakan dengan kode produksi 105M yang digunakan memberikan informasi persentase kalsium berkisar Min. 3,0%-4,2%. Kerancuan informasi minimum kadar kalsium dari label pakan tersebut (3,0%) dapat menyebabkan kebutuhan kalsium tidak terpenuhi, sehingga pembentukan CaCO3 tidak maksimal.

Kalsium yang bersumber dari tulang meduler akan digunakan bila kalsium dari pakan untuk kalsifikasi tidak mencukupi. Kalsium dari tulang meduler bersifat terbatas, oleh karena itu bila suhu tinggi dan konsumsi pakan menurun maka kalsium yang dibutuhkan untuk pembentukan kerabang akan berkurang dan kerabang telur menjadi tipis dan lembek. Yuwanta (2010) menjelaskan mekanisme pembentukan kerabang diatur oleh mekanisme hipokalsemi dan hiperkalsemi yaitu azas keseimbangan kadar kalsium dalam plasma darah berdasarkan kebutuhan dan konsumsi pakan. Ketika kadar kalsium dalam plasma darah meningkat (hiperkalsemi) maka ayam akan menurunkan retensi dari tulang meduler, dan dari pakan, sebaliknya ketika kadar kalsium dalam plasma darah menurun (hipokalsemi) maka ayam akan meningkatkan resorpsi kalsium dari tulang meduler, dan absorpsi kalsium pakan. Mekanisme pengaturan ini memerlukan bantuan hormon dan vitamin D.

(44)

dalam tubuh ayam pun berubah. Kondisi pH darah akan meningkat, menjadi bersifat alkalis dan kemampuan mengikat dan membawa kalsium yang diperlukan untuk pembentukan kerabang telur menjadi berkurang, akibatnya kerabang telur menjadi lebih tipis (Yuwanta, 2010). Panting yang dilakukan oleh ayam akan memberikan hasil yang efektif jika suhu udara panas dengan tingkat kelembaban yang rendah (udara kering), namun kurang efektif jika terjadi pada saat suhu tinggi namun udaranya basah (kelembaban tinggi).

Rataan berat kerabang telur ayam Arab yang berumur 52 minggu mencapai 4,69 gram / butir (Sodak, 2011) dengan rataan tebal kerabang 0,34 mm, sedangkan tebal, dan berat kerabang hasil penelitian 0,29 mm, dan 5,2 gram. Rataan tebal, dan berat kerabang hasil penelitian sedikit lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Sodak (2011), hal ini mungkin disebabkan karena ayam Arab yang digunakan dalam penelitian terkena penyakit koksidiosis. Penyakit ini memang tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas kerabang telur seperti penyakit yang mengakibatkan gangguan pernapasan (tetelo, dan infeksi bronkhitis (IB)) akan tetapi kondisi ayam yang tidak sehat dapat menyebabkan gangguan keseimbangan hormon-hormon reproduksi sehingga kualitas kerabang menurun.

Kebersihan Kerabang

Kebersihan kerabang telur menjadi salah satu indikator kualitas ekterior dari telur ayam. Kebersihan kerabang telur penting untuk diperhatikan dikarenakan kontaminan bisa menjadi media untuk berkembangnya mikroorganisme yang bisa masuk telur. Introduksi (masuknya) mikroorganisme ke dalam telur dapat melalui pori-pori kerabang telur yang terbuka selama masa peyimpanan. Tabel 14 berikut ini merupakan hasil analisa banyaknya kotoran yang menempel pada kerabang telur ayam Arab selama penelitian berlangsung.

Tabel 14. Rataan dan Simpangan Baku Kotoran Kerabang Telur Ayam Arab Umur 22-28 Minggu dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda

Perlakuan Rataan dan Simpangan Baku Kotoran Kerabang

Netral (24,7 oC) 30,3 ± 31,7

Panas (27,9 oC) 29,4 ± 26,0

(45)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan suhu yang berbeda tidak berpengaruh terhadap besarnya kotoran (kontaminasi) yang menempel pada kerabang telur. Idealnya ayam yang mengalami stres panas akan cenderung menghasilkan telur yang terkontaminasi oleh ekskreta penyebabnya yakni ayam akan sering melakukan urinasi, dan ekskreta berair. Kondisi ini disebabkan karena ayam akan mengurangi konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi air guna menjaga themoregulasi tubuh selama stres panas berlangsung. Sumber kontaminan yang menempel pada telur ayam Arab yang diamati berupa ekskreta, namun ekskreta yang menempel pada kerabang telur ayam Arab dikarenakan oleh buruknya manajemen pemeliharaan (kebersihan kandang), selain itu penyebab telur kotor yakni adanya beberapa ayam Arab yang bertelur pada litter (sekam) bukan pada sarang bertelur. Faktor lain yang menyebabkan telur ayam Arab kotor selama penelitian yakni ada ayam Arab yang membuang ekskreta pada sarang bertelur. Kontaminan lain yang mungkin bisa menempel pada kerabang telur ialah sekam dan bulu ayam.

Kontaminasi dari ekskreta ayam pada kerabang akan menyebabkan perubahan warna kerabang telur, telur menjadi kotor, dan bau. Ekskreta tersebut kemungkinan besar akan menjadi media bagi bakteri untuk berkembang sehingga telur terkontaminasi melalui pori-pori kerabang telur dan menurunkan kualitas telur selama masa penyimpanan. Kerabang telur meskipun memiliki ketebalan yang yang cukup akan tetapi masih sangat rentan akan kontaminasi dari mikroba pasca oviposisi karena kerabang telur mengandung sebanyak 7.000-15.000 pori-pori (rata-rata 70-200/cm2) (Yuwanta, 2010). Pori-pori ini juga memungkinkan terjadinya pertukaran gas dari luar ke dalam selama penyimpanan dan begitu juga sebaliknya. Pori-pori kerabang telur sebenarnya dilapisi oleh kutikula yang diproduksi 1,5 jam sebelum peneluran. Kutikula berfungsi untuk menutupi pori-pori kerabang telur sehingga mampu menjaga telur dari kontaminasi mikroba dan evaporasi air dari dalam telur selama masa penyimpanan, akan tetapi kutikula hanya bersifat sementara dan hanya bertahan 100 jam lamanya (Yuwanta, 2010).

(46)

kandang dan frekuensi pengoleksian telur akan mengurangi kemungkinan kontaminasi ekskreta pada kerabang telur. Selain kontaminan berupa ekskreta, sekam, dan bulu ayam kontaminan lain yang bisa menempel pada kerabang telur selama distribusi dan masa penyimpanan yakni kerabang, yolk (kuning telur), dan putih telur (albumen), selama penelitian berlangsung tidak ditemukan kontaminasi tersebut. Kontaminan tersebut kemungkinan bisa berasal dari telur lain yang pecah selama distribusi dan penyimpanan.

Pasca ovoposisi, telur ayam harus mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat, guna menjaga kualitas telur. Apabila ditemukan telur yang kotor maka sebaiknya menghindari pencucian telur, karena akan menyebabkan kutikula telur hilang dan pori-pori kerabang menjadi terbuka. Berdasar pada aturan yang dikeluarkan Dewan Standarisasi Nasional (1995) pencucian telur ayam konsumsi masih diperbolehkan, akan tetapi dalam revisi terbaru Dewan Standarisasi Nasional (2008) pencucian telur ayam konsumsi tidak diperbolehkan lagi. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) telur-telur yang kotor bisa dibersihkan dengan cara:

a). Dengan kain lap yang bersih dan kering.

b). Bila terpaksa dicuci, harus dengan cara yang benar yaitu: 1.Air pencuci harus hangat pada suhu ± 35 0C.

2.Harus menggunakan detergen khusus untuk telur atau senyawa Cl (Clorine Compound).

3.Setelah dicuci harus segera dikeringkan, dapat digunakan alat pengering.

Kualitas Interior Putih Telur

Haugh Unit

(47)

kemudian ditransformasikan ke dalam nilai koreksi dari fungsi berat telur (Yuwanta, 2010). Tabel 16 berikut akan mencantumkan hasil analisa statistik haugh unit dari telur ayam Arab pada masing-masing taraf perlakuan.

Tabel 15. Rataan dan Simpangan Baku HU Telur Ayam Arab Umur 22-28 Minggu dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda

Perlakuan Rataan dan Simpangan Baku HU

Netral (24,7 oC) 83,94 ± 7,96a Panas (27,9 oC) 84,05 ± 7,68a Lingkungan (27,4 oC) 78,94 ± 9,09b

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P < 0,05).

(48)

Buckle et al. (1987) berpendapat bahwa nilai HU untuk telur yang baru ditelurkan adalah 100, sedangkan untuk telur dengan mutu terbaik nilainya 75 serta telur yang busuk biasanya rnemiliki nilai HU dibawah 50. Penurunan nilai HU pada telur akan mempengaruhi kualitas telur. Tingkatan kualitas telur berdasarkan nilai HU yaitu jika <72 termasuk kualitas AA, nilai HU antara 60-71 termasuk kualitas A, dan nilai HU antara 31-59 termasuk kualitas B (Brown, 2000). Rataan HU putih telur ayam Arab tergolong ke dalam kualitas AA menurut standar yang dikeluarkan oleh United States Department of Agriculture (>72). Hasil penelitian HU telur ayam Arab lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Sodak (2011) yakni HU telur ayam Arab umur 58 minggu dengan kisaran suhu pemeliharaan 23,5-33,1 oC adalah 63,76.

Berat Putih Telur

(49)

Tabel 16. Rataan dan Simpangan Baku Berat Putih Telur Ayam Arab Umur 22-28 Minggu dengan Perlakuan Suhu yang Berbeda

Perlakuan Rataan dan Simpangan Baku ---gram--- Netral (24,7 oC) 20,73 ± 2,53

Panas (27,9 oC) 20,70 ± 2,35

Lingkungan (27,4 oC) 20,71 ± 2,50

Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan suhu kandang yang berbeda tidak berpengaruh terhadap berat putih telur. Idealnya perlakuan suhu panas akan berakibat pada penurunan berat putih telur yang dikarenakan selama stres panas berlangsung pada ayam akan menurunkan konsumsi pakan (Rao dan Reddy, 2004), terjadi perubahan: tingkah laku, fisiologis, hormonal, dan molekuler (Etches et al., 1995) serta depresi pada ovarium dan oviduk (Arima et al.,1975). Hasil penelitian Arima et al. (1975) menunjukkan bahwa terjadi depresi pada ovarium dan oviduk ayam yang diberi perlakuan suhu panas lingkungan secara mendadak dari 21,5 0C hingga 35 0C. Depresi ini mengakibatkan terjadinya penurunan aktifitas sel-sel gonad (Rao dan Reddy, 2004) dan berakibat pada penurunan kadar hormon-hormon gonadotropin yang meliputi estrogen, progesteron, dan androgen. Hormon yang berperan dalam pembentukan putih telur yakni estrogen dan progesteron (Yuwanta, 2010). Yuwanta (2010) menjelaskan bahwa fungsi estrogen dan progesteron yang berkaitan dengan pembentukkan putih telur untuk mengontrol sintesa protein telur di magnum, selain itu progesteron sangat dibutuhkan dalam pembentukkan avidin. Lebih lanjut Yuwanta (2010) menjelaskan bahwa sintesis putih telur merupakan proses yang sangat komplek karena ditentukan oleh adanya ekspresi gen yang berasosiasi dengan regulasi beberapa hormon untuk mensintesis putih telur, sebagai contohnya peran insulin dalam sintesis protein putih telur (Sanders dan McKnight, 1987) serta Ovalbumin dan konalbumin yang dibentuk karena adanya pengaruh langsung dari estrogen dan progesteron, (Seaver dan Skafar, 1984).

Gambar

Gambar 1. Ayam Arab Betina Golden (a) dan Ayam Arab Betina Silver (b)
Tabel 3. Persyaratan Tingkatan Mutu Telur
Tabel 4. Klasifikasi Persyaratan Kualitas Telur Ayam
Tabel 6. Persyaratan Teknis Minimal Pakan Untuk Ayam Lokal Periode Bertelur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dikatakan bahwa rekrutmen politik sebagai awal mula usaha partai politik untuk mencapai tujuannya. Rekrutmen politik juga menentukan siapa sajakah yang akan

informasi teknologi budidaya ubikayu, dari sisi potensi klon lokal, pengolahan lahan, penanaman dan pemeliharaan (pemupukan dan pembumbunan) serta produktivitas singkong

Harga tersebut merupakan harga yang berlaku pada saat penelitian dilakukan (2009); 6) biaya yang dikeluarkan untuk usaha bioetanol adalah biaya investasi dan

Pada tahap iterasi pengembangan sistem, akan dilakukan tiga kali iterasi, dimana pada setiap iterasi dilakukan lebih dari satu kali pertemuan untuk membahas pengembangan

Dalam melakukan kegiatan pendampingan keluarga, saya menemukan kendala-kendala yang terjadi seperti Ibu Renitiasih yang kurang memahami dalam wirausaha karena tidak memiliki

b) Perhatian merupakan keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada suatu obyek (benda/hal) atau sekumpulan objek. Untuk mendapat hasil yang

Teknologi augmented biasanya hanya digunakan untuk permainan game saja dan disini saya ingin mencoba untuk melakukan penelitian membuat suatu aplikasi pengenalan huruf