PADA A G ANAK USI D D U GANGGUA IA DUA BE I KECAMA D JOIS E DEPARTEM FAKUL UNIVERSI AN BERBA ELAS SAM ATAN ME SKRIP DISUSUN ELISABET NIM 1007 MEN SAST LTAS ILM ITAS SUM MEDA 2014 AHASA GA MPAI DEL EDAN HEL PSI OLEH TH SIAGIA 01065 TRA INDO MU BUDAY MATERA U AN 4 AGAP LAPAN BEL LVETIA AN ONESIA YA UTARA
GANGGUAN BERBAHASA GAGAP
PADA ANAK USIA DUA BELAS SAMPAI DELAPAN BELAS TAHUN DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA
Oleh
JOIS ELISABETH SIAGIAN NIM 100701065
Proposal ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana dan telah disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Gustianingsih, M. Hum. Drs. Parlaungan Ritonga, M. Hum. NIP 19640828 198903 2 001 NIP 19610721 198803 1 001
Departemen Sastra Indonesia Ketua,
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat hasil
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang tertulis dan
diacu dalam naskah ini serta disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan
yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan
gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, Juli 2014
Hormat Saya,
GANGGUAN BERBAHASA GAGAP
PADA ANAK USIA DUA BELAS SAMPAI DELAPAN BELAS TAHUN DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA
OLEH
JOIS ELISABETH SIAGIAN NIM 100701065
ABSTRAK
PRAKATA
Segala puji dan syukur bagi Dia, Allah pemilik kehidupan ini. Oleh karena
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini tepat pada
waktunya.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana sastra pada Fakultas Ilmu Budaya, Departemen Sastra Indonesia,
Universitas Sumatera Utara. Adapun judul ini adalah “Gangguan Berbahasa
Gagap pada Anak Usia Dua Belas sampai Delapan Belas di Kecamatan Medan
Helvetia”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan moral
maupun material dari berbagai pihak. Untuk itu, ucapan terima kasih yang tulus
penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara.Prof.
2. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. sebagai Ketua Departemen Sastra
Indonesia.
3. Drs. Haris Sutan Lubis M.S.P. sebagai Sekretaris Departemen Sastra
Indonesia, Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Gustianingsih, M. Hum. sebagai pembimbing I dan Bapak Drs.
Parlaungan Ritonga, M. Hum sebagai pembimbing II. Terima kasih atas
segala waktu, ilmu, dan kesabaran selama membimbing penulis dalam
5. Drs. T. Aiyub Sulaiman. sebagai dosen wali yang telah banyak
memberikan bimbingan dan nasehat selama penulis menjalankan
perkuliahan.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara, khususnya staf pengajar Departemen Sastra Indonesia
atas segala ilmu yang diberikan selama empat tahun lebih.
7. Terimakasih kepada kakanda Tika, pegawai administrasi yang membantu
administrasi kemahasiswaan di Departemen Sastra Indonesia.
8. Kedua orang tua tercinta, Bapak (Alm) B. Siagian dan Ibu M. Hutagalung
yang senantiasa memberi semangat dan dukungan, baik material maupun
spritual. Dengan kesungguhan hati penulis persembahkan semua ini
sebagai tanda sayang dan terima kasih atas segala hal yang telah diberikan.
9. Buat kakanda dan adinda Unedo Kristian Siagian, Rudi Oktama Siagian,
Wendy Siagian, Parulian Siagian, dan Septi Fridawati Siagian yang selalu
mendoakan penulis dan kepada kalian juga penulis persembahkan semua
ini.
10.Buat informan Sigit Prabowo, Ayu Puspitasari, dan Citra Cahyani yang
telah berpartisipasi dalam membantu penyelesaian penelitian dan bersedia
memberika data-data yang diinginkan dalam penyusunan skripsi ini.
11.Teman-teman D’JISUN (devi, intan, siti, utami, dan nia) yang selama ini
menemani penulis dari awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan di
baik suka maupun duka kita lewati bersama. Kalian selalu membantu dan
menyemangati penulis dalam penelitian dan menyelesaikan skripsi.
12.Teman – teman stambuk 2010 Melda, Finta, Osen, Hendra, Hera, Desi,
Pesta, Manna, Neni, Siska, Gio, Raesita, dan adik – adik stambuk 2011,
2012, dan 2013 dan kakak, abang stambuk 2007, 2008, 2009 dan semua
teman penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih telah
memberi semangat kepada penulis.
13.Teman-teman satu kost Ayak, Maria, Lusi, Tyo, Keris.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan pembaca mengenai “ Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia
Dua Belas sampai Delapan Belas Tahun di Medan Helvetia.
Medan, Agustus 2014
Penulis,
DAFTAR ISI PERNYATAAN ABSTRAK PRAKATA DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1LatarBelakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 4
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 4
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep ... 6
2.1.1 Gangguan Berbahasa ... 6
2.1.2 Gagap ... 7
2.2Landasan Teori ... 14
2.2.1 Psikolinguistik ... 14
2.2.2 Kognitif Menurut Chomsky ... 15
2.2.3 Fonologi ... 17
2.2.4 Fonetik Artikulatoris ... 18
2.2.5 Pola Persukuan ... 21
2.3Tinjauan Pustaka ... 24
3.1Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 27
3.1.1 Lokasi Penelitian ... 27
3.1.2 Waktu Penelitian ... 27
3.2Sumber Data ... 27
3.3Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 28
3.4Metode dan Teknik Analisis Data ... 29
3.5Metode dan Teknik Hasil Penyajian Data ... 32
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pola Persukuan Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia Dua Belas sampai Delapan Belas Tahun di Kecamatan Medan Helvetia ... 33
4.2 Jenis-Jenis Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia Dua Belas Sampai Delapan Belas Tahun di Kecamatan Medan Helvetia dan Hubungannya Terhadap Psikolinguistik Chomsky ... 78
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 92
5.2 Saran ... 93
GANGGUAN BERBAHASA GAGAP
PADA ANAK USIA DUA BELAS SAMPAI DELAPAN BELAS TAHUN DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA
OLEH
JOIS ELISABETH SIAGIAN NIM 100701065
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Salah satu kesalahan bentuk bahasa Indonesia adalah gangguan berbahasa
gagap. Bila berbicara tentang gagap terbayang akan masalah kelancaran dalam
pertuturan. Gangguan berbahasa jenis gagap ini merupakan bagian dari kecacatan
komunikasi yang memang menjadi satu fenomena dalam kehidupan manusia.
Gagap merupakan gangguan berbicara dengan indikasi tersendatnya pengucapan
kata-kata atau rangkaian kalimat. Kelainan ini dapat berupa kehilangan ide untuk
mengeluarkan kata-kata, pengulangan beberapa suku kata, kesulitan
mengeluarkan bunyi pada huruf-huruf tertentu, sampai dengan ketidakmampuan
mengeluarkan kata-kata sama sekali. Kajian gangguan gagap ini merupakan satu
disiplin pada bagian gangguan komunikasi manusia atau bidang patologi bahasa
yaitu seseorang yang mengalami masalah dalam berkomunikasi. Shames dan Wig
(dalam Rahim 2004: 17). Dia juga mengategorikan empat jenis kecacatan utama
dalam komunikasi, yaitu:
1. gangguan yang melibatkan alat-alat artikulatoris,
2. gangguan yang melibatkan suara,
3. gangguan yang melibatkan kelancaran pertuturan, dan
4. kecacatan bahasa.
Gangguan pertuturan terhadap masalah artikulatoris, kegagapan, dan
yang benar seperti terjadinya perubahan atau pergantian fonem. Wujud kegagapan
yang menganggu kelancaran dan ritma pertuturan karena kehadiran jeda,
pengulangan kata, dan pemanjangan bunyi. Kegagapan dapat mengganggu
komunikasi, karena terjadi keabnormalan dalam penghasilan pertuturan.
Asmah Omar (1971: 484) menyatakan linguistik dapat diarahkan kepada
berbagai-bagai tujuan sebagai ilmu bantu untuk ilmu-ilmu lain sebagai salah satu
alat dalam menyembuhkan penyakit afasia dan penyakit-penyakit pertuturan
lainnya, dan alat dalam menyembuhkan gangguan berbahasa gagap.
Gagap dapat terjadi pada saat otak tidak mampu mengirim dan menerima
pesan dengan cara normal. Serangan gagap ini biasanya terjadi pada anak-anak
berusia dua sampai tujuh tahun yang masih belajar berbicara, namun biasanya
hilang seiring dengan perkembangan otak yang makin sempurna, tetapi kegagapan
ini dapat berlanjut dan semakin buruk, kondisi ini disebut dengan kegagapan yang
berkembang (developmental stuttering) sehingga penyakit gagap ini bisa terbawa
hingga umur lebih dewasa. Gagap dapat dibedakan antara gagap normal dan
gagap penyakit. Gagap normal terbagi atas (1) gagap karena gugup, (2) gagap
dalam proses membesar, dan (3) gagap yang dibuat-buat. Dalam penyakit gagap
ini dapat dilihat dari bidang fonologi.
Secara fonologi, penguasaan suatu bahasa dimulai dari otak lalu
dilanjutkan pelaksanaannya oleh alat-alat bicara yang melibatkan sistem saraf
otak. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa berbahasa adalah seseorang yang
normal fungsi otak dan alat bicaranya baik, tentu dapat berbahasa dengan baik.
memiliki kesulitan dalam berbahasa, dengan kata lain kemampuan berbahasanya
terganggu.
Penyebab adanya kesulitan dalam berkomunikasi disebut dengan
gangguan berbahasa. Gangguan berbahasa dapat disebabkan oleh terjadinya
kerusakan pada alat artikulasi, dan bisa juga karena terjadinya kerusakan pada
otak. Menurut Chaer (2009: 161) gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas
empat golongan yaitu (1) gangguan berbicara, (2) gangguan berbahasa, (3)
gangguan berpikir, dan (4) gangguan lingkungan sosial. Hal mengenai penderita
gagap berpengaruh kepada psikolinguistik kognitif.
Psikolinguistik kognitif adalah penggabungan antara dua kata “psikologi”
dan “linguistik”. Psikolinguistik mempelajari faktor-faktor psikologis yang dapat
manusia dapatkan, menggunakan dan memahami bahasa yang bersifat filosofis,
karena masih sedikitnya pemahaman tentang bagaimana otak manusia berfungsi.
Psikolinguistik meliputi proses kognitif yang dapat menghasilkan kalimat yang
memunyai arti dan benar secara tata bahasa dari perbendaharaan kata dan struktur
tata bahasa, termasuk juga proses yang membuat dapat dipahaminya ungkapan,
kata, tulisan, dan sebagainnya. Hal tersebut berhubungan dengan fonologi karena
setiap pemikiran akan diungkapan melalui bahasa dan bahasa tersebut
berpengaruh kepada fonologi.
Pengaruh studi lingustik terhadap gangguan berbahasa gagap dapat dilihat
dari bidang kajian fonologi khususnya dalam materi pembelajaran fonetik
artikulatoris, seperti yang dikemukakan di atas bahwa penderita gangguan
Gejala kebahasaan tersebut menjadi latar belakang penulis mengangkat judul
tentang Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia Dua Belas sampai Delapan
Belas Tahun di Kecamatan Medan Helvetia.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi permasalahan pada
penelitian ini adalah:
1) Bagaimanakah pola persukuan gangguan berbahasa gagap pada anak usia dua
belas sampai delapan belas tahun di Kecamatan Medan Helvetia?
2) Bagaimanakah jenis-jenis gangguan berbahasa gagap pada anak usia dua belas
sampai delapan belas tahun di Kecamatan Medan Helvetia dan hubungannya
terhadap psikolinguistik Chomsky ?
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan
Adapun penelitian ini memiliki tujuan untuk:
1) Mendeskripsikan pola persukuan gangguan berbahasa gagap pada anak usia
dua belas sampai delapan belas tahun di Kecamatan Medan Helvetia.
2) Mendeskripsikan jenis-jenis gangguan berbahasa gagap pada anak usia dua
belas sampai delapan belas tahun di Kecamatan Medan dan hubungannya
1.3.2 Manfaat
Suatu penelitian yang mendalam tentu saja memunyai manfaat. Adapun
manfaat penelitian ini adalah:
1. Menambah pengetahuan pembaca terhadap studi tentang ilmu bahasa
khususnya pada gangguan berbahasa gagap.
2. Menambah pengetahuan mengenai teori kognitif Chomsky pada gangguan
berbahasa gagap.
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Menurut Malo, dkk. (1985:47) konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu
sosial walaupun istilahnya sama dengan yang digunakan sehari-hari, namun
makna dan pengertiannya dapat berubah. Di samping adanya perbedaan mengenai
makna dan pengertian suatu konsep dalam bahasa sehari-hari, sering juga terdapat
perbedaan di antara para ahli atau peneliti sendiri mengenai makna dan pengertian
istilah yang sama. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu
dipaparkan beberapa konsep, yaitu konsep gangguan berbahasa dan gagap.
2.1.1 Gangguan Berbahasa
Gangguan berbahasa dapat ditandai dengan ketidakmampuan untuk
berdialog interaktif, memahami pembicaraan orang lain, mengerti, dan
menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai, baik verbal maupun tidak
verbal; menyelesaikan masalah, membaca dan mengerti yang dibaca, serta
mengekspresikan pikirannya melalui kemampuan berbicara atau menyampaikan
lewat bahasa tulisan. Beberapa karakteristik dari gangguan berbahasa meliputi
penggunaan kata yang tidak tepat, ketidakmampuan untuk menyampaikan
pendapat, ketidaktepatan dalam penggunaan pola gramatikal, kosakata yang
minimal jumlahnya, dan ketidakmampuan untuk mengikuti instruksi. Mereka juga
yang ditempatkan dalam suatu kalimat. Contoh gangguan syntax: “aku mau
makan mi goreng” menjadi “aku mi goreng mau makan”.
Gangguan berbahasa dapat disebabkan faktor medis dan faktor lingkungan
sosial. Gangguan medis terjadi karena adanya kelainan fungsi otak atau kelainan
pada alat bicara. Gangguan lingkungan sosial yang menyebabkan gangguan
berbahasa terjadi karena lingkungan kehidupan yang terisolasi dari kehidupan
masyarakat yang sewajarnya. Menurut Sidharta (dalam Chaer, 2003) gangguan
berbahasa yang disebabkan gangguan medis dibagi menjadi tiga yaitu gangguan
berbicara, gangguan berbahasa, dan gangguan berpikir.
2.1.2 Gagap
Gagap merupakan gangguan bicara dengan indikasi tersendatnya
pengucapan kata-kata atau rangkaian kalimat. Kelainan ini dapat berupa
kehilangan ide untuk mengeluarkan kata-kata, pengulangan beberapa suku kata,
kesulitan mengeluarkan bunyi pada huruf-huruf tertentu sampai dengan
ketidakmampuan mengeluarkan kata-kata sama sekali.
Gagap dapat terjadi pada saat otak tidak mampu mengirim dan menerima pesan
dengan cara normal. Serangan gagap ini biasanya terjadi pada anak-anak berusia dua
sampai tujuh tahun yang masih belajar berbicara, namun biasanya hilang seiring dengan
perkembangan otak yang makin sempurna, tetapi kegagapan ini dapat berlanjut dan
semakin buruk, kondisi ini disebut dengan kegagapan yang berkembang (developmental
Pakar-pakar patologi bahasa Shames dan Wiig, (dalam Rahim, 2004: 21),
[image:18.595.136.502.170.348.2]membagikan penyakit gagap, antara lain:
Gambar : Jenis-jenis Pola Pertuturan Penyakit Gagap
Gagap penyakit
Gagap penyakit ialah gagap patologi dan lebih bersifat kekal. Proses
pemulihannya memerlukan rawatan pakar dan gagap ini tidak dapat hilang dengan
sendirinya. Adapun pendapat Wintage, (dalam Rahim, 2002) “(a) a frequent
disruptions in the fluency of verbal expression, (b) sometimes accompanied by
accessory struggle and tension in speech related and non speech related
structures, (c) in the presence of emotional state and excitement (both negative
and positive) that may or may not relate to the act of talking”. (a. sebuah
gangguan yang sering terjadi dalam kelancaran ekspresi verbal, b. kadang-kadang
disertai dengan perjuangan aksesori dan ketegangan dalam pembicaraan atau tidak
berbicara yang terkait dengan struktur bahasa, c. dengan adanya kondisi
emosional dan kegembiraan (baik negatif dan positif) yang mungkin atau GAGAP
Gagap Penyakit
mungkin tidak berhubungan dengan tindakan berbicara). Adapun jenis-jenis
pertuturan penyakit gagap, antara lain seperti berikut:
1. Pengulangan
Pengulangan ialah pengucapan kata-kata yang diulang secara tidak sengaja
dan tidak mengena dengan sistem bahasa. Dalam hal ini seseorang mengujarkan
sesuatu perkataan itu secara berulang-ulang, sekurang-kurangnya dua kali atau
lebih. Pengulangan terdiri atas pengulangan sebagian kata, pengulangan seluruh
suku kata, dan pengulangan frasa.
a. Pengulangan sebagian kata
Pengulangan sebagian kata terjadi pada perkataan yang melebihi satu suku
kata. Pengulangan ini melibatkan pengulangan satu suku kata dan pengulangan
dua suku kata. Pengulangan ini tetap dianggap sebagai pengulangan sebagian kata
karena sifatnya yang mengulang sebagian dari kata itu saja.
1). Pengulangan satu suku kata
Pengulangan sebagian kata yang berbentuk pengulangan satu suku kata
merupakan salah satu ciri pengulangan yang terdapat di kalangan penderita gagap.
Pengulangan sebagian kata ini terjadi pada kata yang terdiri atas satu suku kata
Contoh-contoh pengulangan sebagian suku kata, antara lain:
Bom..bom.. siapa itu yang meledak?
2). Pengulangan dua suku kata
Selain jenis pengulangan satu suku kata, terdapat juga pengulangan
sebagian kata yang berbentuk pengulangan dua suku kata. Pengulangannya adalah
pada imbuhan awal seperti ber-, ke-, dan pe-. Contohnya adalah sebagai berikut :
Ber..bermain dulu aku.
Pengulangan di atas terjadi sebagian kata yang berbentuk dua suku kata
yang berimbuhan [ber-]. Kata tersebut terdiri atas dua suku kata [ber-] dan [main].
Gagap contoh di atas terjadi diawal suku kata dan bukan pada suku kata kedua
atau akhir suku kata [bermain].
3). Pengulangan seluruh kata
Pengulangan seluruh kata sering berlaku pada suku kata yang berbentuk
suku kata asli dan juga suku kata yang hasil dari proses pelemahan kata ulang
tersebut. Adapun contoh pengulangan seluruh kata adalah :
Tapi gagap inigak ngertilah aku, gak gak gak pernah berobat lagi.
Pengulangan di atas terjadi seluruh kata yang berbentuk suku kata asli
[gak]. Gagap pada contoh di atas terjadi diakhir suku kata dan bukan pada awal
suku kata, tidak mengurangi atau melebihkan suku kata, suku kata tersebut
b. Pengulangan frasa
Analisis untuk pengulangan frasa ini tidak begitu sama jika dibandingkan
dengan bentuk pengulangan yang lainnya. Adapun contoh pada perulangan frasa
ini antara lain:
Yang paling bising saya punya mmm apa mmm mulut sayalah aaa mulut
sayalah saya suka mengganggu kawan.
Pengulangan di atas terjadi pada pengulangan frasa yang berbeda dengan
pengulangan yang lainnya karena tidak ada subjek maupun predikat [mmmm].
Gagap pada contoh di atas terjadi diakhir suku kata dan bukan pada awal suku
kata, tidak mengurangi atau melebihkan suku kata.
2. Pemanjangan
Pemanjangan ini adalah pemanjangan bunyi yang dianggap berlebihan,
lebih dari biasa apabila sesuatu perkataan itu diujarkan.
Adapun contoh pemanjangan ini adalah :
Sssssaya pinjam aaaaa pinjam enaaaaam bulankan.
Pada data di atas pemanjangan terjadi pada awal dan akhir suku kata, dari
pemanjangan vokal maupun pemanjangan konsonan. Gagap pada contoh di atas
terjadi pada awal suku kata [sssssaya] dan akhir suku kata [enaaaaam], pada
pemanjangan kosonan [s] pada kata [saya] dan pemanjangan vokal [a] pada kata
a. Pemanjangan konsonan
Dalam pemanjangan konsonan ini, ternyata pengulangan bunyi fonem
konsonan terjadi pada bagian awal ucapan saja. Keadaan ini terlihat sama seperti
perulangan suku kata. Perbedaan tersebut hanyalah pada komponen bunyinya saja,
yaitu dalam perulangan suku kata, pengulangan terjadi pada suku kata pertama,
ketika dalam pemanjangan pengulangan terjadi pada bunyi konsonan pertama.
Adapun contoh pemanjangan konsonan, antara lain:
Hah, sebelum ini bbbandar raya.
Pemanjangan di atas terjadi pada bagian awal ucapan, dan pemanjangan
suku kata konsonan. Gagap pada contoh di atas terjadi pada bagian awal ucapan
dan pemanjangannya merupakan pemanjangan konsonan [b] pada kata [bandar].
b. Pemanjangan vokal
Pemanjangan bunyi vokal tidak begitu terlihat sebagaimana pemanjangan
bunyi-bunyi konsonan. Keadaan ini terjadi disebabkan cara pelafalan bunyi vokal
yang tidak begitu rumit jika dibandingkan dengan pelafalan bunyi konsonan.
Adapun contoh pada pemanjangan vokal, antara lain:
Pinjam eeeeenam bulankan.
Pemanjangan di atas terjadi pada bagian awal ucapan, dan pemanjangan
suku kata vokal. Gagap pada contoh di atas terjadi pada bagian awal ucapan dan
3. Selaan
Selaan terjadi apabila seseorang berusaha untuk mengungkapkan
perkataan yang sesuai dalam sesuatu bahasa tetapi perkataan yang dicari itu tidak
muncul dengan cepat ataupun tidak hadir langsung. Selaan ini dapat disertai jeda
karena jeda juga menggambarkan pikiran penutur ataupun bagian-bagian dengan
unsur-unsur selaan, dan kadang-kadang jeda ini wujud sebagai pengganti selaan,
adapun contoh selaan, antara lain:
Mmm mmm apa se setelah kena minyak panas itu, lumpuh aaa gak mmm
apa aaa mmm mmm apa su ###sah untuk berjalan.
Pada contoh di atas terjadi adanya selaan, gagap terjadi pada awal suku
kata. Selaan pada contoh diatas (su##sah) dan tanda (#) berusaha untuk
mengungkapkan perkataan yang sesuai dalam sesuatu bahasa yang seketika itu
tidak muncul secara langsung.
4. Jeda
Jeda adalah suatu kesenyapan dalam satu urutan pertuturan yang
melampaui batas kesenyapan biasa yang seharusnya berlaku dalam suatu tuturan
yang normal. Keadaan ini terjadi apabila terdapat keraguan terhadap perkataan
yang ingin diucapkan ataupun terdapat suatu sekatan di dalam fikiran penutur
ataupun pada bagian tertentu pada artikulatoris sama seperti selaan. Jadi penutur
yang berhenti (jeda) tanpa sebab yang boleh difahami, dianggap sebagai salah satu
Hukuman apa ini saya ber## bicara susah, kira-kira dia mm dia mm takut
sama saya## jadi apa-apa. Aaa itu dia## bimbang.
Pada contoh di atas berbeda dengan data sebelumnya yaitu selaan, terjadi
adanya jeda pada kata [ber##bicara] dan [saya##] tanda [#] tersebut terjadinya
kesenyapan dalam satu urutan yang melampaui batas kesenyapan biasa yang
berlaku dalam suatu tuturan yang normal.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Psikolinguistik
Secara etimologi, kata psikolinguistik berasal dari kata psikologi dan kata
linguistik.Kedua bidang ilmu ini sama-sama meneliti bahasa sebagai objek
formalnya.
Chaer (2009:6) berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan
hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada
waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu,
pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan
memahami ujaran.
Dardjowidjojo (2003:21) Psikolinguistik adalah studi tentang
proses-proses mental dalam pemakaian bahasa, sebelum menggunakan bahasa seseorang
pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa.
Secara rinci psikolinguistik mempelajari empat topik utama yaitu (1)
komprehensi, yakni proses-proses mental yang dilalui oleh manusia sehingga
dimaksud, (2) produksi, yakni proses mental pada diri kita yang membuat
seseorang dapat berujar seperti yang kita ujarkan, (3) landasan biologis dan
neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa, dan (4) pemerolehan bahasa,
yakni bagaimana anak memperoleh bahasa.
Ilmu psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang
berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat yang didengarnya pada waktu
berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia.
Maka secara teoretis, tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori
bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat
menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain,
psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana
struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami
kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam praktiknya, psikolinguistik mencoba
menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah seperti
pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran bahasa permulaan dan membaca
lanjut, kedwibahasaan dan multibahasa, gangguan bertutur seperti afasia,
gagap,latah dan sebagainya, serta masalah-masalah sosial lain yang menyangkut
bahasa.
2.2.2 Psikolinguistik Kognitif Chomsky
Teori genetik dan kognitif ini dikemukakan oleh Avram Noam Chomsky,
yang merupakan seorang ahli psikolinguistik Amerika serikat. Metode Chomsky
bahasa dan psikologi, kemudian membingkainya menjadi satu bingkai dengan
bentuk bahasa kognitif.
Chomsky (dalam Syamsu 2000: 108) menelurkan pendapat bahwa
kemampuan berbahasa manusia itu dipengaruhi juga oleh kemampuan
kognitifnya, teorinya mengatakan bahwa ada intervensi dari kemampuan yang
menyangkut ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang sangat
berpengaruh ke dalam jiwa manusia. Ketika seseorang membicarakan masalah
kognitif dalam hal ini kognitif berbahasa, maka seseorang tersebut tidak akan bisa
mengelak bahwa terkadang ada campur tangan faktor genetik yang mempengaruhi
kognitif seseorang.
Chomsky berpandangan bahwa pemerolehan bahasa itu didasarkan pada
faktor genetik yang telah dimiliki anak sejak lahir. Anak memperoleh kemampuan
untuk berbahasa seperti dia memperoleh kemampuan untuk berdiri dan berjalan.
Anak tidak dilahirkan sebagai piring kosong, seperti dalam teori tabula rasa yang
dikemukakan oleh Jhon Locke, akan tetapi seorang anak tersebut telah
dibekali sebuah alat yang dinamakan Piranti Pemerolehan Bahasa (PPB).
Teori Chomsky adalah teori linguistik modern, yang mencerminkan
kemampuan akal, membicarakan masalah-masalah kebahasaan dan
pemerolehannya, serta hubungannya dengan akal dan pengetahuan manusia.
Chomsky mendasarkan teorinya ini atas dasar asumsi bahwa bahasa menjadi
bagian dari komponen manusia dan produk khas akal manusia.
Chomsky melihat bahwa bahasa adalah kunci untuk mengetahui akal dan pikiran
Dalam teori linguistik Chomsky, dibutuhkan adanya pasangan penutur dan
pendengar yang ideal dalam sebuah masyarakat tutur atau proses pembelajaran
bahasa, sehingga keduanya dapat menerima dan mengerti dengan penggunaan
bahasa yang diucapkan dalam jumlah yang tidak terbatas dan sebelumnya belum
pernah didengar.
Chomsky membedakan adanya kompetensi dan performance dalam proses
pembentukan bahasa. Kemampuan adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai
bahasa mengenai bahasanya, sedangkan performance atau perbuatan berbahasa
merupakan pelaksanaan berbahasa dalam bentuk menerbitkan kata-kata dalam
keadaan yang nyata. Kedua tahapan tersebut akan membentuk tata bahasa yang
baik, sehingga dapat diterima dan dipahami baik bagi penutur atau pendengar
dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa, tetapi pada penderita gagap
kompetensi dan performance tidak berjalan selaras karena otak yang menderita
gagap tidak dapat mengontrol apa yang diucapkan (performance).
2.2.3 Fonologi
Secara garis besar fonologi adalah suatu sub-disiplin dalam ilmu bahasa
atau linguistik yang membicarakan tentang “bunyi bahasa”. Lebih lanjut lagi,
fonologi murni membicarakan tentang fungsi, perilaku serta organisasi bunyi
sebagai unsur-unsur linguistik, hal tersebut berbeda dengan fonetik yang berupa
kajian yang lebih netral terhadap bunyi-bunyi itu.Fonologi adalah “linguistik”
semantik juga linguistik, sedangkan fonetik berangsur-angsur berubah dalam
berbagai hal menuju ke arah neurologi, psikologi perseptual, akustik.
Muslich (2008: 11) mengatakan, fonologi adalah subdisiplin ilmu
linguistik yang mempelajari bunyi bahasa secara umum, baik bunyi bahasa yang
membahas arti (fonem) maupun tidak (fonetik). Setiap penutur memunyai
kesadaran fonologis terhadap bunyi-bunyi bahasanya.
2.2.4 Fonetik Artikulatoris
Fonetik artikulatoris membahas tentang bunyi-bunyi bahasa menurut cara
dihasilkannya dengan alat-alat bicara. Bunyi bahasa dibedakan sebagai yang
“segmental” dan “suprasegmental.” Adapun contoh segmental dalam bahasa
Indonesia adalah dan, terdiri dari bunyi [d], [a], dan [n] dalam urutan tersebut.
Jadi bunyi sebagai segmen-segmen adalah bunyi menurut pola urutannya dari
yang pertama hingga yang terakhir atau sering yang dirumuskan dalam linguistik
yakni “dari kiri ke kanan”. Struktur dari kiri ke kanan itu berupa segmental artinya
ada bagian-bagian yang terkecil menurut urutannya. Bunyi suprasegmental adalah
bunyi yang dapat dibayangkan sebagai bunyi yang di atas segmental itu.Misalnya
perbedaan antara tuturan Dia telah datang dan Dia telah datang? Tidak terdiri
atas perbedaan secara segmental melainkan atas perbedaan intonasi (lagu) yang
berbeda dalam kedua tuturan tersebut.
Muslich (2008: 34), menjelaskan vokal umumnya diklasifikasikan
menurut tiga dimensi artikulatoris: tingkat terbukanya mulut; posisi bagian lidah
sebagai vokal rapat, depan, dan bundar dan bunyi lain sebagai rapat, depan, dan
tak bundar. Contoh vokal depan tak bundar /i/ : [lidah].
Selanjutnya, Chaer (2009: 113) membagi vokal berdasarkan posisi lidah
dan bentuk mulut.Posisi lidah dapat bersifat vertikal dan dapat bersifat horizontal,
sedangkan bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tidak bundar.
Seperti terlihat dalam tabel berikut:
Depan Tengah Belakang
TB B TB B TB B
Tinggi i u
Tengah e ∂ o
ε ɔ
[image:29.595.113.513.305.511.2]Rendah A
Gambar: Peta vokal bahasa Indonesia
Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi /i/ dan /u/, vokal tengah
/e/,/ε/, /∂/ dan /o/, /ɔ/, vokal rendah /a/. Secara horizontal dibedakan adanya vokal
depan /i/ dan /e/, /ε/, /a/ vokal tengah /∂/, vokal belakang /u/, /o/, /ɔ/ dan /a/.
Kemudian pada diagram terdapat vokal bundar yaitu /u/, /o/, /ɔ/ dan vokal /ɔ/.
Vokal tidak bundar yaitu /i/, /e/, /ε/, /∂/.
(Chaer, 2003: 33), mengategorikan konsonan dalam bahasa Indonesia
berdasarkan tiga faktor, (1) keadaan pita suara, (2) daerah artikulasi, dan (3) cara
Berdasarkan daerah artikulasinya, konsonan dapat bersifat bilabial, labiodental,
alveolar, palatal, velar, atau glotal. Berdasarkan cara artikulasinya, konsonan
dapat berupa hambat, frikatif, nasal, dan lateral. Disamping itu, ada lagi yang
berwujud semi vokal konsonan dalam bahasa Indonesia dapat disajikan dalam
bagan berikut:
Daerah Artikulasi
Cara Artikulasi Bilabial
Labiodental
Dental/Alve
o
lar
Palatal Velar Laringal Glota
l
Hambat Tak bersuara bersuara p b T d k g (?)
Afrikatif Tak bersuara Bersuara c Paduan Frikatif/ geseran Tak bersuara Bersuara
f s S
j X h Gescran Nasal/ Sengau Bersuara
Bersuara m
v z
n ɳ ŋ
Getar/ Trill
Bersuara r (R)
Lateral Bersuara l
Semi Vokal
[image:30.595.116.510.274.698.2]Bersuara w y
Pada bagan di atas tampak bahwa dalam bahasa Indonesia ada dua puluh
tiga konsonan fonem, sedangkan fonem (R) dan (?) ditemui dalam tuturan umum
bahasa Indonesia. Cara memberi konsonan adalah dengan menyebut cara
artikulasinya dulu, kemudian artikulasinya, dan akhirnya keadaan pita suara.
Konsonan /p/, misalnya adalah konsonan hambat bilabial tak bersuara, sedangkan
/j/ adalah konsonan afrikatif palatal bersuara.
Pasangan hambat /p/-/b/, /t/-/d/ dan /k/-/g/, selain memiliki perbedaan
dalam daerah artikulasinya, juga memunyai kesamaan dalam pembentukannya,
yakni /p/, /t/, dan /k/ dibentuk dengan pita suara tak bergetar, sedangkan /b/, /d/,
dan /g/ dengan pita suara bergetar. Karena itu, tiga konsonan yang pertama itu
dinamakan konsonan tak bersuara, sedangkan ketiga yang lain disebut konsonan
bersuara.
2.2.5 Pola persukuan 1. Suku kata
Setiap kata yang diucapkan pada umumnya dibangun oleh bunyi-bunyi
bahasa baik berupa bunyi vokal maupun bunyi konsonan. Kata yang dibangun
dapat terdiri atas satu segmen atau lebih. Dalam kajian fonologi segmen itu
disebut suku kata. Setiap suku kata paling tidak terdiri atas sebuah bunyi atau
merupakan gabungan antara bunyi vokal dan konsonan.
Bunyi vokal di dalam suku kata merupakan puncak penyaringan
sedangkan bunyi konsonan bertindak sebagai lembah suku. Dalam sebuah suku
Lembah suku yang ditandai dengan bunyi konsonan yang berada di depan bunyi
belakang bunyi konsonan (Muslich, 2008: 73).
Jumlah suku kata dalam sebuah kata dapat dihitung dengan melihat jumlah
bunyi vokal yang ada dalam kata itu. Dengan demikian jika ada kata yang berisi
tiga buah bunyi vokal maka dapat ditentukan bahwa kata itu terdiri atas tiga suku
kata saja. Misalnya kata teler [tElEr] adalah kata yang terdiri atas dua suku kata
yaitu [tE] dan [lEr] masing-masing suku berisi sebuah bunyi vokal, yaitu bunyi
[E].
2. Pola suku kata
Kata dalam bahasa Indonesia terdiri dari satu suku kata atau lebih,
misalnya ban, bantu, membantu, memperbantukan. Panjangnya suku kata, wujud
suku yang membentuknya mempunyai struktur dan kaidah pembentukan yang
sederhana. (Muslich, 2008: 74), membagi struktur dan kaidah pembentukan suku
kata yang sederhana. Jenis-jenis pola persukuan itu, antara lain:
1. Suku kata berpola V, suku kata ini dibangun oleh sebuah bunyi vokal.
Contoh: a. a+ mal
b. a + ku
2. Suku kata berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi yang diawali
konsonan lalu vokal.
Contoh : a. pa + sar
3. Suku kata berpola VK, suku ini dibangun oleh bunyi yang diawalivokal lalu
konsonan.
Contoh : a. ar + ti
b. em + ber
4. Suku kata yang berpola KVK, suku ini dibangun oleh satu konsonan, satu
vokal, dan satu konsonan.
Contoh : a. pak + sa
b. tam+ pak
5. Suku kata yang berpola KKV, suku ini dibangun oleh dua konsonan, satu
vokal.
Contoh :a. dra + ma
b. slo + gan
6. Suku kata yang berpola KKVK, suku ini dibangun oleh dua konsonan satu
vokal, dan satu konsonan.
Contoh : a. trak + tor
b. prak + tis
7. Suku kata yang berpola KKVKK, suku ini dibangun oleh dua konsonan, satu
vokal, dan dua konsonan.
Contoh : a. kom + pleks
8. Suku kata yang berpola KVKK, suku ini dibangun olehsatu konsonan, satu
vokal, dan dua konsonan.
9. Suku kata yang berpola KKKV, suku ini dibangun oleh tiga konsonan, dan satu
vokal.
Contoh : a. stra + te + gi
b. stra + ta
10. Suku kata yang berpola KKKVK, suku ini dibangun oleh tiga konsonan, satu
vokal, dan satu konsonan.
Contoh : a. struk + tur
11. Suku kata yang berpola KVKKK, suku ini dibangun oleh satu konsonan, satu
vokal, dan tiga konsonan.
Contoh : a. korps = KVKKK
Kata dalam bahasa Indonesia dibentuk dari gabungan bermacam-macam
suku kata seperti di atas. Karena bentuk suku kata seperti yang terdapat pada
dasarnya berasal dari kata asing, banyak orang menyelipkan fonem / ∂ / untuk
memisahkan konsonan yang berdekatan. Contoh: slogan, strika, dan prangko,
diubah masing-masing menjadi selogan, setrika, dan perangko.
2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai psikolinguistik bukanlah baru pertama kali ini
dilakukan, sudah ada penelitian terdahulu tentang masalah tersebut.Namun, yang
meneliti khusus “Gangguan Berbahasa Gagap Tinjauan Psikolinguistik” belum
pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah
Salhidani Nasution (1995) dalam skripsinya yang berjdul “Hubungan
Neurolinguistik terhadap Psikolinguistik pada Gangguan Komunikasi Bahasa
Indonesia”. Menyimpulkan psikolinguistik membahas tentang bahasa dan
gangguan komunikasi. Anak yang menderita penyakit autistik ini terlambat
kemampuan berbicaranya dan mempunyai cara berbicara yang tidak sesuai,
misalnya dia tidak dapat membedakan kata ganti kamu dan saya dan mengulang
apa yang dikatakan orang kepadanya.
Purnamasari (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Gangguan Berbicara
Psikogenik pada Penderita Latah: Tinjauan Psikolinguistik (Kasus Nurbaiti,
Nursiah, dan Sriwahyuni).” Menyimpulkan bahwa latah adalah suatu tindakan
kebahasaan pada waktu seseorang terkejut atau dikejutkan, tanpa sengaja
mengeluarkan kata-kata secara spontan dan tidak sadar dengan apa yang
diucapkannya.
Gusdi (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Ekspresi Verbal
Penderita Stroke Penutur Bahasa Minangkabau: Suatu Analisis Neurolinguistik”,
mengemukakan bahwa, “Berbicara merupakan aktivitas motorik yang mengandung
modalitas psikis. Manusia yang tidak bisa berbahasa secara normal disebabkan
oleh beberapa faktor, seperti kerusakan pada bagian syaraf bahasa di otak karena
suatu hal, kerusakan pada alat-alat artikulasi, dan tekanan mental.”
Gustianingsih (2009) dalam desertasinya yang berjudul “Produksi Dan
Komprehensi Bunyi Ujaran Bahasa Indonesia Pada Anak Penyandang Autistik
Spectrum Disorder”, menyimpulkan anak autistik sering melakukan
autistik mengalami gangguan pada inisiasi dan mengalami kesulitan untuk
menuntaskan ujaran. Anak autistik ini sering mengulang-ulang ujaran dan
akhirnya tidak tuntas.
Sartika (2010) dalam karya tulis ilmiah yang berjudul “Karekteristik Anak
Autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri Medan (YAKARI) Medan.” Mengatakan
autis gangguan berbahasa pervasif yang ditandai dengan ketidakmampuan
penderita dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan secara emosional dengan
orang lain sehingga muncul gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi; pola
kesukuan dan sikap yang tidak normal.”
Rismawati Sitorus (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Kalimat Lisan
Bahasa Indonesia Anak Autistik pada Yayasan Tali Kasih Medan.”
Menyimpulkan kalimat lisan anak autistik di Yayasan Tali Kasih Medan berbeda
dengan kalimat lisan anak normal. Mereka sangat sulit melakukan interaksi
dengan orang lain. mereka hanya mampu mengujarkan penggalan awal atau
akhiran setiap kalimat lisan yang diujarkan gurunya.
Prastika (2011) dalam skripsinya berjudul “Kosa Kata Benda Bahasa
Indonesia Lisan Anak Autis di Medan.” Menyimpulkan anak autistik lebih banyak
menyimpan kosa kata nama bagian tubuh, karena sering diulang dalam bentuk
nyanyian, pemberian hadia juga semakin memancing anak-anak semakin banyak
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi adalah letak atau tempat (Malo, dkk 2003:680). Ada banyak lokasi
penelitian yang akan diteliti yaitu disekitar lokasi Kecamatan Medan Helvetia,
sekitar Jalan Gatot Subroto, berjumlah satu orang dan Jalan Seikambing yakni
yang berjumah dua orang.
3.1.2 Waktu Penelitian
Waktu yang penulis pergunakan dalam melakukan penelitian ini
direncanakan selama satu bulan setelah proposal disetujui. Sebagai data awal
penelitian sudah melakukan observasi terlebih dahulu terhadap penderita gagap
tersebut.
3.2 Sumber Data
Sumber data adalah sumber atau tempat dan awal data itu didapat.
Sumber data dalam penelitian adalah tuturan penderita gagap yang berjumlah tiga
orang. Latar belakang sosial penderita antara lain:
1. Nama : Sigit Prabowo (SP)
Pekerjaan : Siswa
Menderita gagap sudah 9 Tahun.
2. Nama : Ayu Puspitasari
Usia : 13 Tahun
Pekerjaan : Siswa
Menderita gagap sudah 9 Tahun.
3. Nama : Citra Cahyani (CS)
Usia : 18 Tahun
Pekerjaan : Siswa
Menderita gagap sudah 15 Tahun.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode adalah cara kerja yang teratur dengan berpikir baik-baik untuk
mencapai suatu maksud, dapat juga dikatakan bahwa metode adalah cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
menghasilkan tujuan yang sempurna. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data lisan. Dalam tahap pengumpulan data, metode yang digunakan yaitu
metode simak. Metode simak adalah suatu metode yang dilakukan dengan cara
menyimak penggunaan bahasa. Dalam hal ini, penggunaan bahasa yang disimak
adalah penggunaan bahasa yang diucapkan oleh penderita gagap tersebut,
teknik libat cakap yang merupakan lanjutan dari metode simak
(Sudaryanto, 1993: 133). Peneliti juga menggunakan teknik rekam untuk sebagai
hasil menyimpanan percakapan dalam libat cakap tersebut. Terakhir peneliti
menggunakan teknik catat, untuk mencatat data-data yang terkumpul untuk
selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan jenis-jenis kosakata dan pola
persukuan. Dalam hal ini, peneliti mendengar, membaca, mempelajari, dan
memeriksa data-data yang diperlukan, lalu mencatat bagian-bagian penting yang
diperoleh dan dimasukkan ke dalam buku catatan penelitian.
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data digunakan metode padan. Metode padan (dalam
hal ini padan artikulatoris) adalah metode bahasa yang alat penentunya adalah
artikulasi dari penderita gagap tersebut berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi
bagian dari bahasa yang bersangkutan. Teknik dasar untuk mengkaji data tersebut
adalah teknik pilah unsur penentu yang memiliki daya pilah yang bersifat mental
yang dimiliki oleh peneliti, teknik lanjut hubungan banding membedakan pola
persukuan yang umumnya digunakan masyarakat Indonesia dengan penutur
penderita gagap serta membedakan ujaran penutur gagap dengan penutur orang
normal. (Sudaryanto, 1993: 21). Berikut contoh proses menganalisis masalah
nomor 1.
(1) Nama aku si###git
Suku kata pada data (1) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi
konsonan dan sebuah bunyi konsonan.
Berdasarkan data (1) jenis gagapyang dialami (SP) adalah jenis selaan yaitu
(SP) terbukti ketika ditanyadan tertera pada data (1) “Siapa Nama Kamu?” dan
(SP) menjawab “nama aku si##git”. Bila dihubungkan dengan Psikolinguistik
Chomsky bahwa (SP) ingin mengungkapkan namun terlupa bahkan hilang
sejenakapa yang ingin disampaikannya sehingga dia berhenti sebelum dapat
menjumpai kembali apa yang ingin disampaikan. Setelah beberapa detik
kemudian barulah dia mengungkapkan kata tersebut dengan lengkap. Sebenarnya
(SP) tersebut memahami atau berkompetensi baik, dilihat dari pertanyaan yang
diajukan (SP) memahaminya tetapi performance tidak berjalan selaras terbukti
jawaban (SP) benar, hanya saja karena gagap hal ini terlihat dari performance
dijawab dengan si##git dan hal tersebut membuktikan bahwa kompetensi dan
performance (SP) tidak berjalan dengan selaras.
(2) Yang gak ku suka matmatmatematika
Kata matmatmatematika menjadi matmat-matmatematika
Suku kata data (2) berpola KVKKVK, suku ini dibangun oleh satu bunyi
konsonan, satu bunyi vokal, dua bunyi bunyi konsonan, satu bunyi vokal, dan
sebuah bunyi konsonan.
Berdasarkan data (2) jenis gagap yang dialami (AP) adalah jenis
pengulangan dan hal tersebut membuat pola suku yang digunakan oleh (AP)
berpola umum seperti yang dikemukakan oleh (Muslich, 2008: 74). Gagap
berjenis pengulangan ini terbukti ketika (AP) ditanya pada data (2) “mata
pelajaran apa yang tidak kamu suka?” dan dijawab yang gak ku suka
matmatmatematika, kata yang seharusnya disebutkan [matematika] menjadi
[matmatmatika]. Bila dihubungkan dengan Psikolinguistik Chomsky bahwa (AP)
ingin mengungkapkan namun susah untuk mengucapkan karena terhalang oleh
pemikirannya yang sulit untuk mengingat apa yang akan diucapkannya sehingga
dia mengulang kata-kata yang ingin disampaikannya, sebenarnya (AP)
berkompetensi baik tetapi performance tidak berjalan dengan selaras, terlihat
ketika ditanya dia mengerti apa yang ditanya “mata pelajaran apa yang tidak
kamu sukai?”, tetapi karena gagap ketika ingin menjawab Yang gak ku suka
matmatmatematika, (AP) mengalami kesulitan atau performancenya tidak baik
sehingga dikatakan tidak sempurna.
(3) Jaaaalan gatot subroto gang budi
Kata jaaaalan menjadi (jaaaa-lan)
Suku kata data (3) berpola KVVVV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi
konsonan dan empat bunyi vokal. Berdasarkan data (3) jenis gagap yang dialami
(CC) adalah jenis pemanjangan vokal terbukti ketika ditanya pada data (3) rumah
kamu dimana? Dijawab Jaaaalan gatot subroto gang budi, terjadinya
pemanjangan vokal yang diucapkan oleh (CC) yang seharusnya disebutkan [jalan]
menjadi [jaaaalan]. Bila dilihat dari sudut ilmu psikolinguistik pada umumnya
konsonan, sama halnya yang terjadi pada (CC) terjadi karena gangguan akibat
gagap yang diderita (CC) adalah pemanjangan bunyi vokal [a] pada kata
[mooobil]. Bila dihubungkan dengan Psikolinguistik Chomsky bahwa (CC)
mengalami gangguan berfikir serta gangguan ingatan akan kata apa yang ingin
diucapkan. (CC) tidak dapat menyampaikan dengan sempurna kata yang ingin
diucapkannya sehingga (CC) memanjangkan kata-kata tersebut. Mengungkapkan
kata dengan benar tapi susah untuk mengucapkan kata tersebut. (CC)
berkompetensi baik tetapi performance tidak berjalan selaras dengan
kompetensinya.
3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data
Hasil analisis disajikan dengan metode informal dan formal. Metode
penyajian informal adalah menyajikan hasil analisis dengan uraian atau kata-kata
biasa, sedangkan metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda-tanda
dan lambang-lambang. Pelaksanaan kedua metode tersebut dibantu dengan teknik
yang merupakan perpaduan dari kedua metode tersebut, yaitu penggunaan
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pola Persukuan Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia Dua Belas sampai Delapan Belas Tahun di Kecamatan Medan Helvetia
4.1.1Suku kata
Setiap kata yang diucapkan pada umumnya dibangun oleh bunyi-bunyi
bahasa baik berupa bunyi vokal maupun bunyi konsonan. Kata yang dibangun
dapat terdiri atas satu segmen atau lebih. Dalam kajian fonologi segmen itu
disebut suku kata. Setiap suku kata paling tidak terdiri atas sebuah bunyi atau
merupakan gabungan antara bunyi vokal dan konsonan.
Bunyi vokal di dalam suku kata merupakan puncak penyaringan
sedangkan bunyi konsonan bertindak sebagai lembah suku. Dalam sebuah suku
kata hanya ada sebuah puncak suku dan puncak ini ditandai dengan bunyi vokal.
Lembah suku yang ditandai dengan bunyi konsonan yang berada di depan bunyi
belakang bunyi konsonan (Muslich, 2008: 73).
Jumlah suku kata dalam sebuah kata dapat dihitung dengan melihat jumlah
bunyi vokal yang ada dalam kata itu. Dengan demikian jika ada kata yang berisi
tiga buah bunyi vokal maka dapat ditentukan bahwa kata itu terdiri atas tiga suku
4.1.2. Pola suku kata
Kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas satu suku kata atau lebih,
misalnya ban, bantu, membantu, memperbantukan. Panjangnya suku kata, wujud
suku yang membentuknya mempunyai struktur dan kaidah pembentukan yang
sederhana. (Muslich, 2008: 74), membagi struktur dan kaidah pembentukan suku
kata yang sederhana. Jenis-jenis pola persukuan itu, antara lain:
1.Suku kata berpola V, suku kata ini dibangun oleh sebuah bunyi vokal.
Contoh: a. a+ mal
b. a + ku
2. Suku kata berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi yang diawali
konsonan lalu vokal.
Contoh : a. pa + sar
b. si + ku
3. Suku kata berpola VK, suku ini dibangun oleh bunyi yang diawalivokal lalu
konsonan.
Contoh : a. ar + ti
b. em + ber
4. Suku kata yang berpola KVK, suku ini dibangun oleh satu konsonan, satu
vokal, dan satu konsonan.
Contoh : a. pak + sa
b. tam+ pak
5. Suku kata yang berpola KKV, suku ini dibangun oleh dua konsonan, satu
Contoh :a. dra + ma
b. slo + gan
6. Suku kata yang berpola KKVK, suku ini dibangun oleh dua konsonan satu
vokal, dan satu konsonan.
Contoh : a. trak + tor
b. prak + tis
7. Suku kata yang berpola KKVKK, suku ini dibangun oleh dua konsonan, satu
vokal, dan dua konsonan.
Contoh : a. kom + pleks
8. Suku kata yang berpola KVKK, suku ini dibangun oleh satu konsonan, satu
vokal, dan dua konsonan.
Contoh : a. teks + til
9. Suku kata yang berpola KKKV, suku ini dibangun oleh tiga konsonan, dan satu
vokal.
Contoh : a. stra + te + gi
b. stra + ta
10. Suku kata yang berpola KKKVK, suku ini dibangun oleh tiga konsonan, satu
vokal, dan satu konsonan.
Contoh : a. struk + tur
11. Suku kata yang berpola KVKKK, suku ini dibangun oleh satu konsonan, satu
vokal, dan tiga konsonan.
Tetapi pola persukuan yang dimiliki oleh penderita gagap berbeda dengan
yang dipaparkan oleh (Muslich, 2008: 74). Jenis-jenis pola persukuan itu, antara
lain:
1. Nama : Sigit Prabowo (SP) Usia : 14 Tahun
Pekerjaan : Siswa
Menderita gagap sudah 9 Tahun. (1). Se###lamat siang mbak
Kata (se###lamat) menjadi (se-lamat)
Suku kata pada data (1) kata berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi
dibentuk secara normal se-lamat, dalam hal ini perbedaan data (1) di atas menjadi
se###lamat dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa
apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.
(2). Nama aku si###git
Kata (si###git) menjadi (si-git)
Suku kata pada data (2) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi
karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan
disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.
(3). Sigit sep###tiawan
Kata (sep###tiawan) menjadi (sep-tiawan)
Suku kata pada data (3) berpola KVK, suku ini dibangun oleh satu bunyi
konsonan, satu bunyi vokal, dan satu bunyi konsonan.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVK juga ada tetapi
dibentuk secara normal sep-tiawan, dalam hal ini perbedaan data (3) di atas
menjadi sep###tiawan dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak)
karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru
disebutkan.
(4). Di me###dan
Kata (me###dan) menjadi (me-dan)
Suku kata pada data (4) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi
dibentuk secara normal me-dan, dalam hal ini perbedaan data (4) di atas menjadi
me###dan dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa
(5). Tang###gal tiga belas
Kata (tang###gal) menjadi (tang-gal)
Suku kata pada data (5) berpola KVKK, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan dua bunyi konsonan.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVKK juga ada sama
seperti yang digunakan (SP) yang dibentuk kata tang-gal tetapi perbedaan (SP)
dengan orang normal dilihat dari cara intonasi yang diucapkan, (SP) dalam
mengucapkan kata tersebut tidak lancar melainkan berhenti sejenak terlihat pada
data (5).
(6). Bul###lan satu dua rubu satu
Kata (bul###lan) menjadi (bul-lan)
Suku kata pada data (6) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.
Secara normal pembentukan kata bulan dalam bahasa Indonesia berpola
KV-KVK. Karena itu dibentuk dari satu konsonan dan satu vokal yang diikuti
satu konsonan, satu vokal, dan satu konsonan. Penderita gagap (SP) membentuk
kata itu menjadi bul-lan yaitu KVK-KVK pembentukan kata itu benar-benar
berbeda dengan penutur normal bahasa Indonesia, sehingga penulis dapat
mengatakan bahwa (SP) membentuk pola persukan sendiri dari KV- KVKmenjadi
(7). Ja###lan setia luhur
Kata (ja###lan) menjadi (ja-lan)
Suku kata pada data (7) kata berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi
dibentuk secara normal ja-lan, dalam hal ini perbedaan data (7) di atas menjadi
ja###lan dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa
yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.
(8). No###mor satu jutuh empat
Kata (no###mor) menjadi (no-mor)
Suku kata pada data (8) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi
dibentuk secara normal no-mor, dalam hal ini perbedaan data (8) di atas menjadi
no###mor dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa
apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.
(9). Ting###gal sama nenek
Kata (ting###gal) menjadi (ting-gal)
Suku kata pada data (9) berpola KVKK, suku ini dibangun oleh sebuah
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVKK juga ada
tetapi dibentuk secara normal ting-gal, dalam hal ini perbedaan data (9) di atas
menjadi ting###gal dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak)
karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru
disebutkan.
(10). Dua ber###saudara
Kata (ber###saudara) menjadi (ber-saudara)
Suku kata pada data (10) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVK juga ada tetapi
dibentuk secara normal ber-saudara, dalam hal ini perbedaan data (10) di atas
menjadi ber###saudara dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak)
karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru
disebutkan.
(11). Sekolah am###maluhur
Kata (am###maluhur) menjadi (am-maluhur)
Suku kata pada data (11) berpola VK, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi vokal dan sebuah bunyi konsonan.
Secara normal pembentukan kata ama-luhur dalam bahasa Indonesia
berpola VKV-KVKVK, dibentuk dari satu vokal, satu konsonan, dan satu vokal
konsonan. Penderita gagap (SP) membentuk kata itu menjadi am-maluhur yaitu
VK-KVKVKVK pembentukan kata itu benar-benar berbeda dengan penutur
normal bahasa Indonesia, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (SP)
membentuk pola persukan sendiri dari VKV-KVKVR menjadi VK-KVLVKVK.
(12). Kelas tu###juh SMP
Kata (tu###juh) menjadi (tu-juh)
Suku kata pada data (12) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi
konsonan dan sebuah bunyi vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi
dibentuk secara normal tu-juh, dalam hal ini perbedaan data (12) di atas menjadi
tu###juh dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa
yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.
(13). Iya nge###rasa gagap
Kata (nge###rasa) menjadi (nge-rasa)
Suku kata pada data (13) berpola KKV, suku ini dibangun oleh dua bunyi
konsonan dan sebuah bunyi vokal.
Pada pertuturan biasa bahasa yang digunakan adalah merasa tetapi
penderita gagap tersebut menggunakan kata ngerasa, tetapi juga diperhatikan kata
ngerasa pada pertuturan bahasa Indonesia adalah nge-rasa tetapi pertuturan yang
digunakan penderita gagap pada data (13) adalah nge###rasa, pertuturan antara
pengucapannya terdapat selaan atau berhenti sampai mengingat apa yang ingin
diungkapkan oleh (SP).
(14). Se###jak dulu sudah lama
Kata (se###jak) menjadi (se-jak)
Suku kata pada data (14) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi
dibentuk secara normal se-jak, dalam hal ini perbedaan data (14) di atas menjadi
se###jak dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa
yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.
(15). Mung###kin pelupa
Kata (mung###kin) menjadi (mung-kin)
Suku kata pada data (15) berpola KVKK, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan dua bunyi konsonan.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVKK juga ada
tetapi dibentuk secara normal mung-kin, dalam hal ini perbedaan data (15) di atas
menjadi mung###kin dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak)
karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru
(16). Hobi sigit beren###nang
Kata (beren###nang) menjadi (beren-nang)
Suku kata pada data (16) berpola KVKVK, suku ini dibangun oleh
sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, sebuah
bunyi vokal dan sebuah bunyi vokal.
Secara normal pembentukan kata berenang dalam bahasa Indonesia
berpola KV-KVKVKK. Karena itu dibentuk dari satu konsonan, satu vokal, satu
konsonan, satu vokal, satu konsonan, satu vokal, dan dua. Penderita gagap (SP)
membentuk kata itu menjadi berennang yaitu KV-KVKKVKVKKK
pembentukan kata itu benar-benar berbeda dengan penutur normal bahasa
Indonesia, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (SP) membentuk pola
persukan sendiri dari KV-KVKVKK menjadi KV-KVKKVKVKKK.
(17). Tinggal ne###nek kandung dan tante
Kata (ne###nek) menjadi (ne-nek)
Suku kata pada data (17) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVKK juga ada
tetapi dibentuk secara normal ne-nek, dalam hal ini perbedaan data (17) di atas
menjadi ne###nek dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena
(18). Iya peng###ngen punya pacar
Kata (peng###ngen) menjadi (peng-ngen)
Suku kata pada data (18) berpola KVKK, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan dua bunyi konsonan.
Secara normal pembentukan kata pengen dalam bahasa Indonesia berpola
KV-KKVK. Karena itu dibentuk dari satu konsonan, satu vokal, dua konsonan,
satu vokal, satu konsonan. Penderita gagap (SP) membentuk kata itu menjadi
peng-ngen yaitu KVKK-KKVK pembentukan kata itu benar-benar berbeda
dengan penutur normal bahasa Indonesia, sehingga penulis dapat mengatakan
bahwa (SP) membentuk pola persukan sendiri dari KV-KKVK menjadi
KVKK-KKVK.
(19). Maen-ma###en aja
Kata (ma###en) menjadi (ma-en)
Suku kata pada data (19) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi
dibentuk secara normal ma-en, dalam hal ini perbedaan data (19) di atas menjadi
ma###en dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa
yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.
(20). Zodiakku aqu###arius
Suku kata pada data (20) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVK juga ada tetapi
dibentuk secara normal aqu-arius, dalam hal ini perbedaan data (20) di atas
menjadi aqu###arius dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak)
karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru
disebutkan.
(21). Na###ik sikil
Kata (na###ik) menjadi (na-ik)
Suku kata pada data (21) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi
dibentuk secara normal na-ik, dalam hal ini perbedaan data (21) di atas menjadi
na###ik dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa
yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.
(22). Reng###king tiga lima
Kata (reng###king) menjadi (reng-king)
Suku kata pada data (22) berpola KVKK, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan dua bunyi konsonan.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVKK juga ada
menjadi reng###king dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak)
karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru
disebutkan.
(23) Peng###ngen keliling dunia sama nenek
Kata (pen###ngen) menjadi (peng-ngen)
Suku kata pada data (23) berpola KVKK, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan dua bunyi konsonan.
Secara normal pembentukan kata pengen dalam bahasa Indonesia berpola
KV-KKVK. Karena itu dibentuk dari satu konsonan, satu vokal, dua konsonan,
satu vokal, satu konsonan. Penderita gagap (SP) membentuk kata itu menjadi
peng-ngen yaitu KVKK-KKVK pembentukan kata itu benar-benar berbeda
dengan penutur normal bahasa Indonesia, sehingga penulis dapat mengatakan
bahwa (SP) membentuk pola persukan sendiri dari KV-KKVK menjadi
KVKK-KKVK.
(24) Ingin jadi dok###ter
Kata (dok###ter) menjadi (dok-ter)
Suku kata pada data (22) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVK juga ada tetapi
dok###ter dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa
apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.
(25). Mem###bantu nenek menyapu rumah
Kata (mem###bantu) menjadi (mem-bantu)
Suku kata pada data (25) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVK juga ada tetapi
dibentuk secara normal mem-bantu, dalam hal ini perbedaan data (25) di atas
menjadi mem###bantu dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak)
karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru
disebutkan.
2. Nama : Citra Cahyani (CC) Usia : 18 Tahun
Pekerjaan : Siswa
Menderita gagap sudah 15 Tahun. (1) Sososore juga mbak
Kata (sosore) menjadi (soso-sore)
Suku kata pada data (1) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi
vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KV-KV pada kata
Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda
karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (1) berpola
KVKV-KVKV pada kata soso-sore hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap
yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (CC)
membentuk pola persukuan sendiri dari KV-KV menjadi KVKV-KVKV.
(2) Iya bibibisa kok
Kata (bibibisa) menjadi (bibi-bisa)
Suku kata pada data (2) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi
vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KV-KV pada kata
so-re, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa
Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda
karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (2) berpola
KVKV-KVKV pada kata soso-sore hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap
yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (CC)
membentuk pola persukuan sendiri dari KV-KV menjadi KVKV-KVKV.
(3) Jajajalan bakti luhur
Suku kata pada data (3) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi
vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KV-KVK pada kata
jalan, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa
Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda
karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (3) berpola
KVKV-KVKVK pada kata jaja-jalan hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap
yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (CC)
membentuk pola persukuan sendiri dari KV-KVK menjadi KVKV-KVKVK.
(4) Lalalahir di bandung
Kata (lalalahir) menjadi (lala-lahir)
Suku kata pada data (4) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi
vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KV-KVK pada kata
ja-lan, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa
Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda
karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (4) berpola
KVKV-KVKVK pada kata jaja-jalan hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan
gagap yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa
(5) Tatatanggal tiga belas
Kata (tatatanggal) menjadi (tata-tanggal)
Suku kata pada data (5) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah
bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi
vokal.
Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KVKK-KVK pada
kata tang-gal, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam
bahasa Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat
berbeda karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (5) berpola
KVKV-KVKKVK pada kata tata-tanggal hal tersebut terjadi karena (CC)
merupakan gagap yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat
mengatakan bahwa (CC) membentuk pola persukuan sendiri dari KVKK-KVK
menjadi KVKV-KVKKVK.
(6) Kekekelas 2 SMA
Kata (kekekelas) menjadi (keke-kelas)
Suku kata pada data (6) berpola KVKV, suku ini di