• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konsumsi Pangan dan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Kejadian Stunted pada Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Konsumsi Pangan dan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Kejadian Stunted pada Remaja"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN SOSIAL EKONOMI

KELUARGA DENGAN KEJADIAN

STUNTED

PADA REMAJA

SOFIATUL ANDARIAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Konsumsi Pangan dan Sosial ekonomi keluarga dengan Kejadian Stunted pada Remaja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Sofiatul Andariah

(4)
(5)

ABSTRAK

SOFIATUL ANDARIAH . Hubungan Konsumsi Pangan dan Sosial ekonomi keluarga dengan Kejadian Stunted pada Remaja. Dibimbing oleh LILIK KUSTIYAH dan CESILIA METI DWIRIANI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan konsumsi pangan dan sosial ekonomi keluarga keluarga dengan kejadian stunted pada remaja. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan 266 contoh, yaitu 133 contoh stunted dan 133 contoh normal. Data konsumsi pangan diperoleh dengan pencatatan (food record) dan dikonfirmasi dengan cara wawancara menggunakan metode food recall. Data sosial ekonomi keluarga keluarga diperoleh dengan pengisian kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh

stunted (63.9%) termasuk dalam kategori status gizi kurus dan 68.4% contoh normal berstatus gizi normal. Pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu contoh normal adalah signifikan (p<0.05) lebih tinggi daripada stunted. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa pendapatan keluarga, pendidikan orangtua serta pengetahuan gizi ibu dan contoh berhubungan signifikan (p<0.05) dengan status gizi contoh.

Kata kunci: Konsumsi pangan, sosial ekonomi keluarga, dan status stunted

ABSTRACT

SOFIATUL ANDARIAH. The relationship between food consumption and family socio-economic with stunted status of adolescence. Supervised by LILIK KUSTIYAH and CESILIA METI DWIRIANI.

The purpose of this study was to examine the relationship between food consumption and family socio-economic with stunted status of adolescence. The study design was cross sectional involving 266 samples within nutritional status that were 133 stunted and 133 normal. Food consumption data was obtained by food recall and record metodFamily socio-economic data were collected using questionnaire. The result showed that 63.9% of stunted and 68.4% of normal nutritional status of samples were categorized, based on BMI, as thin and normal,

respectively. Family income, mother’s and sample’s nutritional knowledge were significantly (p<0.05) higher in normal than stunted samples. Correlation test

showed that family income and parent’s education as well as mother’s and sample’s nutritional knowledge were significantly correlated with nutritional

status.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN SOSIAL EKONOMI

KELUARGA DENGAN KEJADIAN

STUNTED

PADA REMAJA

SOFIATUL ANDARIAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul : Hubungan Konsumsi Pangan dan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Kejadian Stunted pada Remaja

Nama : Sofiatul Andariah NIM : I14104045

Disetujui oleh

Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si Pembimbing I

Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga skripsi

dengan judul “Hubungan Konsumsi Pangan dan Sosial ekonomi keluarga dengan Kejadian Stunted pada Remaja” bisa diselesaikan.Terselesaikannya skripsi ini tidak terluput dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si dan Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc yang selalu memberikan arahan, saran serta dukungan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

2. Leily Amalia, STP, M.Si sebagai dosen pemandu seminar dan penguji skripsi. 3. Orang tua yang selalu memberikan semangat dan dukungan moril maupun

materiil serta saudara saya (Beri dan Zepi) yang selalu menjadi inspirasi dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Proses penyusunan skripsi ini terselesaikan karena adanya dukungan dari Ardinal Sidiq, teman-teman seperjuangan Alih Jenis Ilmu Gizi angkatan 4, GM 46 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Besar harapan penulis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi bahan masukan dalam penyusunan skripsi berikutnya.

Bogor, September 2013

(12)
(13)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 5

Desain, Tempat dan Waktu 5

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 7

Defisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Karakteristik Contoh 12

Karakteristik Keluarga Contoh 15

Kebiasaan Makan Contoh 19

Konsumsi Pangan Contoh 22

Morbiditas Contoh 25

Sanitasi Lingkungan Rumah dan Kebersihan Diri 29

Hubungan antar Variabel 32

SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 34

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kualitas sumberdaya manusia merupakan faktor penentu kemajuan suatu bangsa. Salah satu indikator kualitas sumberdaya manusia adalah indeks pembangunan manusia (IPM) (Hardinsyah 2007). Indonesia pada tahun 2009 berdasarkan data United Nations Development Programme (UNDP) berada pada peringkat ke 111 dari 182 negara. Indonesia akan dapat meningkatkan IPM jika kualitas sumberdaya manusianya diperbaiki. Menurut Departemen Kesehatan (2000) kualitas sumberdaya manusia ditentukan oleh keberhasilan tumbuh kembang pada masa anak-anak. Anak-anak mengalami masa penting pada usia dibawah lima tahun (balita) karena berkaitan dengan kesehatan dan intelektual anak. Pada masa ini anak memerlukan kebutuhan dasar berupa kesehatan dan gizi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

Kekurangan gizi pada balita akan menyebabkan pertumbuhan fisik badan anak yang terlambat dan rendahnya tingkat kecerdasan. Kekurangan gizi tersebut dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan anak tercermin pada tinggi badan dan berat badan yang kurang optimal (Depkes 2000). Menurut Soetardjo dan Soekatri (2011), remaja sebagai usia kelanjutan dari anak, merupakan sumberdaya manusia yang menjanjikan bagi pembangunan di masa mendatang. Pertumbuhan fisik dan perkembangan yang cepat merupakan ciri spesifik dari remaja sehingga memerlukan intake gizi dari makanan yang lebih tinggi. Selain itu, pada masa ini remaja mendapatkan berbagai pengaruh dari lingkungan yang mempengaruhi intake zat gizi maupun kebutuhan gizi mereka. Intake zat gizi yang kurang dari yang dibutuhkan akan menghambat pertumbuhan dan menyebabkan remaja pendek (stunted).

Prevalensi stunted remaja di Indonesia berdasarkan Riskesdas pada tahun 2010 sebesar 31,2%, sedangkan di provinsi Jawa Barat prevalensi stunted adalah 31.1 %. Menurut Gibson (2005), stunted menggambarkan keadaan tubuh pendek akibat defisit intake zat gizi atau pertumbuhan linier yang gagal mencapai potensi genetiknya sebagai akibat masalah gizi kronis, selanjutnya pertumbuhan tinggi badan bisa terhambat bila anak mengalami defisiensi protein meskipun intake

energinya cukup sedangkan bobot badan lebih banyak dipengaruhi oleh cukup tidaknya intake energi. ACC/SCS (2000) menyatakan kondisi stunted juga dapat disebabkan oleh defisiensi zat gizi mikro. Selama di dalam kandungan dan pada masa bayi, ketidakcukupan vitamin A, vitamin C, kalsium dan besi dapat menyebabkan kejadian stunted. Kejadian stunted pada masa bayi akan berlanjut hingga masa kanak-kanak dan remaja. Laju pertumbuhan fisik selama remaja lebih tinggi dibandingkan anak usia dini, secara umum remaja mendapatkan sekitar 20% dari tinggi badan usia dewasa (Mahan & Escott-Stump 2004).

(15)

2

pendapatan yang semakin meningkat mendorong terjadinya perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat.

Kecukupan zat gizi dapat mengurangi efek negatif penyakit infeksi terhadap pertumbuhan linier. Sakit yang terjadi dalam waktu yang lama dapat menjadi peyebab kejadian stunted (Depkes 2009). Keadaan sakit dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap makanan sehingga menimbulkan gizi kurang. Selain itu, yang dapat menyebabkan terkena penyakit adalah lingkungan dengan kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang tidak sehat (Depkes 2010).

Dampak jangka panjang stunted pada masa kanak-kanak dapat mempengaruhi ukuran tubuh seseorang pada masa remaja bahkan pada masa dewasa. Salah satu konsekuensi utama ukuran tubuh remaja yang sekolah berdampak pada kecerdasan. Hasil penelitian di Kabupaten Bengkayang Bidayuh, Kalimantan Barat pada anak sekolah yang berusia 7-8 tahun menunjukan bahwa anak yang stunted berat memiliki skor IQ yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang mengalami stunted ringan (Webb et al 2005). Pada saat dewasa akan menyebabkan berkurangnya kapasitas kerja yang selanjutnya akan berdampak pada produktivitas kerja (Gibson 2005). Riyadi (2003) menyatakan anak perempuan yang stunted pada umumnya akan tumbuh menjadi remaja dan dewasa yang stunted. Perempuan stunted berisiko lebih besar mengalami komplikasi persalinan karena ukuran panggulnya lebih kecil. Selain itu juga berpeluang untuk melahirkan bayi berat badan rendah, sehingga siklus kehidupan yang kurang (stunted) akan tetap terjadi. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti kejadian stunted pada remaja.

Tujuan

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan mengkaji hubungan konsumsi pangan dan sosial ekonomi keluarga dengan kejadian stunted pada remaja.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji karakteristik (usia, jenis kelamin, uang jajan dan pengetahuan gizi) contoh stunted dan normal.

2. Mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu) contoh stunted dan normal.

3. Mengkaji kebiasaan makan serta intake energi dan zat gizi contoh stunted dan normal.

4. Mengkaji morbiditas, sanitasi lingkungan rumah dan kebersihan diri contoh

stunted dan normal.

(16)

6. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu, karakteristik sosial ekonomi keluarga, intake energi dan zat gizi serta morbiditas dengan status gizi contoh stunted dan normal.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran hubungan karakteristik individu, sosial ekonomi keluarga, intake energi dan zat gizi serta morbiditas dengan kejadian stunted pada remaja. Data hasil penelitian ini kemudian diharapkan dapat digunakan sebagai masukkan dalam penyusunan program kebijakan di bidang pendidikan dan gizi bagi remaja dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

KERANGKA PEMIKIRAN

Masalah gizi kurang disebabkan berbagai faktor penyebab baik itu penyebab langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor penyebab masalah gizi berakar dari terjadinya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia menyebabkan tingginya angka kemiskinan di masyarakat. Kemiskinan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya masalah gizi kurang. Kemiskinan yang dialami dapat membuat masyarakat kekurangan akses terhadap pekerjaan, pendapatan, pendidikan dan pengetahuan gizi. Kondisi sosial ekonomi yang rendah ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan pangan dalam keluarga, kemudian konsumsi pangan yang selanjutnya berpengaruh terhadap status gizi kurang. Masalah gizi kurang yang terus berlanjut akhirnya akan membentuk sumberdaya manusia yang mengalami hambatan pertumbuhan (stunted).

(17)

4

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel tidak diteliti

: Hubungan yang diteliti

: Hubungan tidak diteliti

Gambar 1 Hubungan antara karakteristik individu, karakteristik sosial ekonomi keluarga, intake energi dan zat gizi, morbiditas, sanitasi lingkungan rumah dan kebersihan diri dengan status gizi contoh (stunted dan normal).

Karakteristik sosial ekonomi:

-Pendidikan orang tua -Pekerjaan orang tua -Pendapatan keluarga -Besar keluarga -Pengetahuan gizi ibu

Kebiasaan makan

Karakteristik Individu (contoh):

-Usia

-Jenis kelamin -Uang jajan -Pengetahuan gizi

-Status gizi (stunted dan normal)

Kesehatan/Morbidita s

Konsumsi pangan

Krisis ekonomi, politik dan sosial

Sanitas lingkungan rumah dan kebersihan diri

Pelayanan kesehatan Ketersediaan

pangan

(18)

METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain Cross sectional study, yaitu penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat dan bersifat deskriptif (Ghozali 2005). Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Dramaga Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari – Maret 2013.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Populasi dalam penelitian ini adalah 545 siswa- siswi kelas X dan XI SMA. Penelitian diawali dengan penentuan status gizi siswa-siswi dengan cara wawancara usia, pengukuran berat badan dan tinggi badan pada seluruh populasi penelitian. Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan status gizi. Siswa-siswiyang memiliki z skor TB/U < -2 SD termasuk dalam kelompok stunted sementara siswa-siswi yang memiliki z-skor TB/U ≥ -2 SD termasuk dalam contoh normal. Jumlah contoh minimal adalah 83 siswa-siswi yang diperoleh berdasarkan rumus:

Keterangan:

n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan Zα2 = Tingkat kemaknaan 95% (1,96)

p = Proporsi/prevaleni stunted di Jawa Barat q = (1-p)

d = Presisi (limit error)

Hasil penilaian status gizi diperoleh 133 siswa-siswi stunted (Gambar 2). sehingga kemudian dipilih secara acak 133 contoh normal. Agar diperoleh contoh normal yang proportional antar laki-laki dan perempuan, terlebih dahulu dikelompokan contoh berdasarkan jenis kelamin, kemudian dilakukan pengacakan sampai diperoleh 133 contoh normal.

n = Zα2 x p x q d2

n = 1.962 x 0.311 x 0.689 0.12

(19)

6

Gambar 2 Bagan jumlah dan cara pengambilan contoh

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dan pengisian kuesioner yang telah dipersiapkan dan telah diberi arahan oleh peneliti. Data primer meliputi karakteristik individu contoh (jenis kelamin, usia, uang jajan dan pengetahuan gizi siswa), karakteristik sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu), kebiasaan makan contoh dan konsumsi pangan contoh. Data sekunder yang dikumpulkan adalah gambaran umum sekolah yang diperoleh melalui informasi baik lisan maupun tertulis dari pihak sekolah serta melalui pengamatan langsung.

Data karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga, morbiditas penyakit yang diderita oleh contoh selama tiga bulan terakhir, sanitasi lingkungan rumah, kebersihan diri, dan kebiasaan makan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh contoh yang dipandu oleh peneliti. Data konsumsi pangan dikumpulkan dengan pengisian kuesioner food record dan dikonfirmasi dengan food recall yang dilakukan oleh peneliti selama 1 x 24 jam yang dilakukan 2 hari sekolah dan 2 hari libur. Untuk menentukan status gizi maka dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan secara langsung. Alat

Acak (terstratifikasi) Jumlah seluruh siswa/siswi

kelas X dan XI (545)

Diteliti 517 siswa

Tidak diteliti 28 siswa Tidak masuk sekolah (26)

Tidak bersedia (2)

Sangat pendek (z-skor < -3SD)

10 siswa/siswi 6 laki-laki 4 perempuan

Pendek

(z-skor ≥-3 SD s/d <-2 SD) 123 siswa/siswi 38 laki-laki

85 perempuan

Normal (z-skor ≥ -2 SD)

384 siswa/siswi 53 laki-laki 80 perempuan

(20)

ukur yang digunakan untuk mengukur berat badan yaitu timbangan injak dengan kapasitas 200 kg dan ketelitian 0,1 kg. Untuk tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan kapasitas 200 cm dan ketelitian 0,1 cm. Data untuk mengukur pengetahuan gizi ibu dan contoh diperoleh dengan memberikan

kuesioner yang diisi sendiri oleh ibu dan contoh, setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti. Jenis dan cara pengumpulan data secara rinci selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Jenis Data Cara pengumpulan data

Primer

1 Karakteristik contoh - Jenis kelamin - Usia

- Uang jajan - Pengetahuan gizi

Pengisian kuesioner setelah mendapatkan penjelasan dari

Pengisian kuesioner setelah mendapatkan penjelasan dari

Pengisian kuesioner setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti

5 Konsumsi pangan Jumlah dan jenis pangan Metode food record dan dikonfirmasi dengan food recall (repeated non-dan keadaan sanitasi lingkungan rumah dan kebersihan diri

Pengisian kuesioner setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti

Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang didapatkan melalui kuesioner dianalisis secara statistik dan deskriptif. Data yang didapatkan berupa data kuantitatif dan kualitatif. Proses pengolahan meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Data yang diperoleh kemudian diolah, dan dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2010 dan SPSS versi 16.0 for window.

(21)

8

berdasarkan rata-rata standar deviasi. Besar keluarga dikelompokan menjadi tiga

kategori yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang) dan

keluarga besar (≥ 7 orang) (BKKBN 1998). Pendidikan orangtua dikelompokkan

menjadi beberapa kategori yaitu: tidak tamat SD, SD, SMP, SMA, Akademi/Perguruan tinggi. Data pekerjaan orangtua dikelompokan menjadi: tidak bekerja/ibu rumah tangga (irt), buruh, jasa (ojek/supir), pns/tni, pegawai swasta, dagang dan wiraswasta, dan lain-lain. Data Pendapatan keluarga dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu Rp 2 juta, Rp 2-3 juta, > Rp 3 juta.

Pengetahuan gizi ibu dan contoh diukur dengan beberapa pertanyaan melalui kuesioner. Selanjutnya tingkat pengetahuan gizi dikategorikan dengan menetapkan cut off point dari skor yang telah dijadikan dalam bentuk persen. Penilaian tingkat pengetahuan gizi dibagi menjadi 3 yaitu kurang, sedang dan baik. Jika ibu dan contoh mendapatkan total skor <60% maka termasuk kategori kurang, jika ibu dan contoh mendapat total skor antara 60 sampai 80% maka termasuk kategori sedang dan jika ibu dan contoh mendapatkan total skor >80% maka termasuk kategori baik (Khomsan 2000).

Kebiasaan makan contoh dinilai dari pertanyaan tentang kebiasaan sarapan, kebiasaan makan menu lengkap setiap hari, konsumsi pangan hewani, susu, sayuran, buah, gorengan, dan dan lain-lain.

Data konsumsi pangan didapatkan melalui food record dan dikonfirmasi dengan food recall oleh peneliti selama 1 x 24 jam yang dilakukan 2 kali pada hari sekolah dan 2 kali pada hari libur. Data konsumsi pangan yang telah didapatkan lalu dikonversikan ke dalam satuan energi (kkal), protein (g), zat besi (mg), Kalsium (mg), vitamin A (RE) merujuk pada Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM 2004).

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi =

Untuk menentukan AKG individu dilakukan dengan koreksi terhadap berat badan. Faktor koreksi berat badan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan energi dan protein remaja sesuai dengan berat badan aktual remaja, yaitu dengan membandingkan berat badan aktual dengan berat badan ideal dikalikan dengan angka kecukupan energi atau protein berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004. Angka kecukupan energi, protein dan zat gizi yang dianjurkan pada anak remaja berdasarkan AKG 2004 (Depkes 2004) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Angka kecukupan energi dan zat gizi remaja Kelompok

(22)

Tabel 3 Jenis variabel, kategori dan kreteria kecukupan gizi

No Jenis Variabel Kategori Kereteria

1 Tingkat kecukupan energi dan protein (Depkes 1996)

Defisit tingkat berat <70% kebutuhan

Defisit tingkat sedang 70-79% kebutuhan Defisit tingkat ringan 80-89% kebutuhan Normal 90-119% kebutuhan

Lebih ≥120% kebutuhan

2 Tingkat kecukupan vit. A, vit C kalsium, besi (Gibson 2005)

Cukup ≥77% AKG

Kurang <77% AKG

Morbiditas penyakit infeksi diperoleh dari frekuensi dan lama sakit penyakit yang diderita oleh contoh selama tiga bulan terakhir. Frekuensi sakit dikategorikan menjadi : 1) 0x/3 bulan, 2) 1x/3 bulan, 3) 2x/3bulan. Lama sakit dikategorikan menjadi : 1) 0 hari (tidak pernah), 2) 1-3 hari, 3) 4-7 hari, 4) 8-14 hari, 5) < 14 hari.

Status gizi contoh, variabel tinggi badan disajikan dalam bentuk indikator tinggi badan menurut umur (TB/U). Selanjutnya berdasarkan nilai z-skor indikator TB/U tersebut, ditentukan status gizi contoh dengan batasan kategori yaitu sangat pendek (z-skor <-3), pendek (z-skor ≥-3 s/d z-skor<-2) dan normal (z-skor ≥ -2) (Depkes 2008). Secara lebih jelasnya cara pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Cara pengkategorian variabel penelitian

No Variabel Kategori pengukuran

I. Karakteristik individu (contoh)

1. Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan

2. Usia 1. 13-15 tahun

2. 16-18 tahun 3. >18 tahun 3 Uang jajan (Rp/hari) 1. ≥ 5.300

2. 5.300-11.300 3. ≥ 11.300 4 Pengetahuan gizi (Khomsan

2000)

1. Kurang (<60%) 2. Sedang (60%-80%) 3. Baik (>80%) II. Status gizi

5 TB/U (Depkes 2008) 1. Sangat pendek (z-skor <-3 SD) 2. Pendek (z-skor ≥-3 SD s/d <-2 SD) 3. Normal (z-skor ≥ -2 SD)

(23)

10

Tabel 4 Cara pengkategorian variabel penelitian (lanjutan)

No Variabel Kategori pengukuran

III. Karakteristik sosial ekonomi keluarga

7. Besar keluarga (BKKBN 1998) 1. Keluarga kecil (≤ 4 orang) 2. Keluarga sedang (5-6 orang) 3. Keluarga besar (≥ 7 orang) 8. Pendidikan orangtua 1. Tidak sekolah

2. Tidak tamat SD

8. Akademik atau perguruan tinggi 9. Pekerjaan orangtua 1. Tidak bekerja

2. Buruh

12 Kebiasan makan (frekuensi makan lengkap, sarapan pagi, konsumsi pangan hewani, susu, sayuran, buah, dan lain-lain)

1. Defisit tingkat berat (<70% AKG) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) 3. Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) 4. Cukup (90-119% AKG) V Morbiditas, sanitasi lingkungan

rumah dan kebersihan diri

15 Frekuensi sakit 1. 0x/3bulan (tidak pernah) 2. 1x/3bulan 17 Sanitasi lingkungan rumah,

kebersihan diri dan gaya hidup

(24)

Analisis yang akan digunakan dalam penelitian adalah analisis univariat dan bivariat sesuai dengan variabel yang akan dianalisis sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel dalam penelitian yaitu karateristik contoh (usia, jenis kelamin, uang jajan, pengetahuan gizi), karakteristik sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi ibu), gambaran status gizi contoh yang diteliti, kebiasaan makan, intake energi dan zat gizi contoh, tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh, mutu gizi pangan, morbiditas penyakit contoh sanitasi lingkungan rumah dan kebersihan diri.

2. Analisis bivariat

Analisis ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel yang diteliti. Uji yang digunakan adalah:

Uji korelasi Rank-Spearman untuk menganalisis hubungan antara pendidikan dan morbiditas dengan status gizi (z-skor TB/U) dan kebiasaan makan dengan konsumsi pangan.

Uji korelasi Pearson untuk menganalisi hubungan antara usia, besar keluarga, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi ibu, pengetahuan gizi contoh, tingkat kecukupan energi, protein dan zat gizi dengan status gizi (z-skor TB/U).

Uji beda independet samples t-test digunakan untuk mengananalisis perbedaan karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga, intake energi dan zat gizi, dan morbiditas yang diteliti antara contoh yang berstatus gizi stunted dan normal.

Uji beda Mann-Whitney digunakan untuk menganalisis perbedaan pekerjaan orang tua dan kebiasaan makan antara contoh yang berstatus gizi stunted dan normal.

Definisi Operasional

Contoh stunted adalah siswa atau siswi kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga Bogor, yang memiliki z-skor TB/U <-2 standar deviasi (SD) dari nilai median pertumbuhan internasional NCHS/WHO dan berusia 14-18 tahun.

Contoh normal adalah siswa atau siswi kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga Bogor, yang memiliki z-skor TB/U ≥-2 standar deviasi (SD) dari nilai median referensi pertumbuhan internasional NCHS/WHO dan berusia 14-18 tahun.

Sosial ekonomi keluarga adalah karakteristik yang dimiliki sebuah rumah tangga dalam hal besar keluarga, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, dan pengetahuan gizi ibu.

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yaitu ibu, ayah, anak-anaknya serta orang lain yang tinggal bersama dan biasanya hidupnya menjadi tanggungan kepala keluarga yang dinyatakan dalam jiwa.

Pendapatan keluarga adalah pendapatan rata-rata perbulan yang dihasilkan dari pendapatan orang tua dan anggota keluarga lain yang dinilai dengan rupiah.

Pendidikan orangtua adalah pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh ayah dan ibu.

(25)

12

Pengetahuan gizi ibu adalah kemampuan kognitif serta pemahaman ibu tentang gizi. Pengetahuan diukur berdasarkan kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi yang disiapkan dalam kuesioner. Pengetahuan gizi dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu kurang, sedang, dan baik (Khomsan 2000).

Morbiditas adalah angka yang menunjukkan frekuensi dan lama contoh sakit selama tiga bulan terakhir.

Sanitasi lingkungan adalah menunjukkan kondisi dan perilaku hidup bersih pada lingkungan rumah.

Kebersihan diri adalah menunjukkan perilaku hidup bersih terhadap kebersihan diri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh

Karakteristik contoh yang diteliti dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, status gizi (IMT/U), uang jajan dan pengetahuan gizi contoh. Pada Tabel 5 disajikan sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh dan status gizi.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh dan status gizi Karakteristik Contoh stunted Contoh normal Total

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-Laki 43 32.3 46 34.6 89 33.5

Perempuan 90 67.7 87 65.4 177 66.5

Total 133 100 133 100 266 100

Usia (rata-rata ± sd,

tahun) 16.54±0.74 16.55±16 16.54±8.34

≤15 6 4.5 10 7.5 16 6

16-18 127 95.5 123 92.5 250 94

Total 133 100 133 100 266 100

Status Gizi IMT/U

(rata-rata z-skor) -0.27±0.36 a

0.88±0.56b 0.30±0.62

Kurus 85 63.9 38 28.6 123 46.2

Normal 48 36.1 91 68.4 139 139

Gemuk 0 0 4 3 4 1.5

Total 133 100 133 100 266 186.7

Uang Jajan

(rata-rata Rp/hari) 8.238.09±6.430.64 7.841.085±4.890.99 3.924.661±5.660

≤ 5.300 58 43.6 51 38.3 109 41

5.300 - Rp 11.300 61 45.9 59 44.4 120 45.1

≥ 11.300 14 10.5 23 17.3 37 13.9

Total 133 100 133 100 266 100

(26)

Jenis kelamin

Kedua kelompok contohsebagian besar (66.5%) adalah perempuan. Untuk contoh stunted dan normal, persentase perempuan masing-masing adalah 67.7% dan 65.4% (Tabel 5). Hasil ini sejalan dengan penelitian Amelia (2011) yang menunjukkan bahwa prevalensi stunted pada remaja perempuan adalah dua kali lebih banyak daripada pada laki-laki remaja.

Usia contoh

Secara keseluruhan, terdapat 94% contoh yang berusia antara 16-18 tahun. Pada contoh stunted dan normal masing-masing sebanyak 95.5% dan 92.5% berusia antara 16-18 tahun. Rata-rata contoh stunted (16.54±0.74 tahun) adalah tidak berbeda signifikan (p>0.05) dengan contoh normal (16.55±16 tahun).

Rata-rata z-skor TB/U pada usia < 16 tahun untuk contoh stunted dan contoh normal masing-masing adalah adalah -2.28 dan -0.99. pada usia 16-18 tahun, rata-rata z-skor TB/U pada contoh stunted dan contoh normal berturut-turut adalah -2.50 dan -1.00. Hal ini mengindikasi bahwa dengan bertambahnya usia maka nilai z-skor TB/U semakin menjauh dari pertumbuhan normal. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh dengan semakin tinggi usia maka kebutuhan energi dan zat gizi juga semakin banyak. Tanpa penyediaan makanan yang memadai (kualitas maupun kuantitas) sesuai dengan usia, maka pertumbuhan anak semakin menyimpang dari normal dengan bertambahnya usia.

Status gizi (IMT/U)

Indikator IMT/U digunakan untuk mengukur status gizi sekarang. Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian besar (63.9%) contoh stunted memiliki status gizi kurus. Sedangkan pada contoh normal sebagian besar (68.4%) berada pada status gizi normal. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) status gizi IMT/U pada contoh stunted dan normal. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hayati (2013) yang menunjukkan bahwa anak (0-23 bulan) yang stunted sebagian besar memiliki status gizi kurus.

Uang jajan

(27)

14

Pengetahuan gizi contoh

Sebagian besar kedua contoh umumnya dapat menjawab benar pengetahuan gizi. Dari seluruh pertanyaan, terdapat kesamaan jawaban contoh. Kedua contoh sama-sama belum memahami pertanyaan mengenai akibat kekurangan iodium, makanan yang mengandung serat, akibat kekurangan zat besi, akibat rendahnya konsumsi sayur dan buah, dan akibat konsumsi minuman beralkohol.

Akibat kekurangan iodium paling sedikit dijawab benar oleh contoh yaitu contoh stunted 21.1% dan contoh normal 24.8%. Hal ini diduga karena iodium kurang dikenal, dan mereka tahu hanya garam yang beriodium. Makanan yang mengandung serat juga masih belum bisa dimengerti oleh contoh, contoh tahu fungsi serat tetapi contoh belum tahu sumber serat dari makanan, sehingga hal ini diduga penyebab rendahya contoh yang menjawab benar, untuk contoh stunted

50.4% dan untuk contoh normal 58.6%. Pertanyaan akibat kekurangan zat besi masih sedikit yang menjawab benar tetapi contoh stunted lebih tinggi daripada contoh normal yaitu 60.2% dan 57.1%, hal ini diduga karena contoh zat besi kurang dikenal. Pertanyaan akibat rendahnya konsumsi sayur –sayuran dan buah masih sedikit menjawab benar untuk contoh stunted 47.4% dan contoh normal 60.2%. Pertanyaan tentang akibat konsumsi minuman beralkohol masih sedikit yang menjawab benar, contoh stunted menjawab 48.9% lebih besar apabila dibandingkan dengan contoh normal 47.4%. Hal ini diduga karena contoh contoh kurang memahi pertanyaan, pertanyaa yang dimaksud adalah akibat minum beralkohol ditinjau dari segi kesehatan, tetapi contoh menjawab bukan dari segi kesehatan.

Dari 15 pertanyaan yang dijawab sempurna oleh kedua contoh yaitu pengertian makanan bergizi seimbang dan manfaat ASI. Contoh normal cenderung memiliki pengetahuan gizi lebih tinggi dibandingkan dengan contoh normal terutama pengetahuan tentang gizi seimbang, jenis makanan sehat dan fungsi kalsium di dalam tubuh.

Tabel 6 Persentase contoh yang menjawab benar item pertanyaan pengetahuan gizi

13 Akibat rendahnya konsumsi sayuran dan

buah-buahan 63 47.4 80 60.2 143 53.8

(28)

Tabel 7 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi. Tingkat pengetahuan gizi pada kelompok contoh stunted berkisar antara 33 - 93% dan contoh normal 40 - 100% dengan rata-rata skor pengetahuan gizi pada contoh stunted dan normal yaitu 69±15.9 dan 73±14.2. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) pengetahuan gizi kedua kelompok contoh. Hal ini mengindikasikan bahwa contoh normal memiliki pengetahuan gizi yang signifikan lebih tinggi daripada contoh stunted.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi Pengetahuan gizi

Contoh stunted Contoh normal Total

n % n % n %

Kurang (<60%) 26 19.5 14 10.5 40 15.0

Sedang (60-80%) 83 62.4 90 67.7 173 65.0

Baik (>80%) 24 18.0 29 21.8 53 19.9

Total 133 100 133 100 266 100.0

Karakteristik Keluarga Contoh

Karakteristik keluarga yang diamati yaitu besar keluarga, tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu contoh. Pada Tabel 8 disajikan sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan status gizi.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan status gizi Karakteristik keluarga Contoh stunted Contoh normal Total

n % n % n %

Besar Keluarga (rata-rata

orang) 5.1±1.4 4.9±1.2 5.0±1.3

Kecil (≤ 4 Orang) 42 31.6 53 39.8 95 35.7

Sedang (5-6 Orang) 76 57.1 72 54.1 148 55.6

Besar (≥ 7 Orang) 15 11.3 8 6 23 8.6

Total 133 100 133 100 266 100

Tingkat Pendidikan Ayah*

Tidak Sekolah 5 3.8 2 1.5 7 2.6

Tamat SD 38 28.6 10 7.5 48 18.0

Tamat SMP 18 13.5 24 18.0 42 15.8

Tamat SMA 61 45.9 68 51.1 129 48.5

Akademi/Perguruan Tinggi 11 8.3 29 21.8 40 15.0

Total 133 100 133 100 266 100

Tingkat Pendidikan Ibu*

Tidak Sekolah 5 3.8 1 0.8 6 2.3

Tamat SD 38 28.6 20 15 58 21.8

Tamat SMP 19 14.3 26 19.5 45 16.9

Tamat SMA 62 46.6 73 54.9 135 50.8

Akademi 9 6.8 13 9.8 22 8.3

Total 133 100 133 100 266 100

Pekerjaan Ayah 4 3 10 7.5 14 5.3

Tidak Bekerja 2 1.5 3 2.3 5 1.9

Buruh 7 5.3 5 3.8 12 4.5

Jasa (Ojek/Sopir) 9 6.8 4 3 13 4.9

Petani Penggarap 0 0 1 0.8 1 0.4

(29)

16

Tabel 8 Sebaran karakteristik keluarga pada contoh stunted dan normal (lanjutan) Karakteristik keluarga Contoh stunted Contoh normal Total

n % n % n %

PNS/TNI 16 12 21 15.8 37 13.9

Pegawai Swasta 29 21.8 43 32.3 72 27.1

Dagang/Wiraswasta 66 49.6 46 34.6 112 42.1

Total 133 100 133 100 266 100

Pekerjaan Ibu

Tidak Bekerja/IRT 98 73.7 97 72.9 195 73.3

Buruh 1 0.8 1 0.8 2 0.8

Petani Pemilik 0 0 1 0.8 1 0.4

PNS/TNI 2 1.5 8 6 10 3.8

Pegawai Swasta 8 6 4 3 12 4.5

Dagang/Wiraswasta 24 18 22 16.5 46 17.3

Total 133 100 133 100 266 100

Pendapatan Keluarga

(rata-rata Rp/bulan)* 1.837.969±1.114.558 1.959.015±1.269.605 1.898.763±1.192.081

2 Juta 82 61.7 61 45.9 143 53.8

2 Juta-Rp 3 Juta 41 30.8 56 42.1 97 36.5

3 Juta 10 7.5 16 12 26 9.8

Total 133 100 133 100 266 100

Keterangan: * menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara kelompok contoh stunted dan contoh normal

Besar keluarga

Besar keluarga berkisar antara 4-8 orang baik pada kelompok stunted

maupun contoh normal. Rata-rata besar keluarga kedua contoh tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05), yakni untuk kelompok contoh stunted

5.1±1.4 orang dan untuk contoh normal 4.9±1.2 orang (Tabel 8). Salimar et al

(2010) menyatakan bahwa keluarga yang memiliki besar keluarga diatas 4 orang mempunyai peluang 1,2 kali memiliki anak usia sekolah dengan status gizi

stunted.

Pendidikan orang tua

Tabel 8 menunjukkan tingkat pendidikan ayah maupun ibu pada contoh

stunted relatif lebih rendah dibandingkan ayah dan ibu pada contoh normal. Pendidikan ayah pada kedua kelompok contoh sebagian besar adalah tamat SMA dengan persentase untuk contoh stunted adalah 45.9% dan contoh normal adalah 51.1%. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) pendidikan ayah kedua kelompok contoh. Tingkat pendidikan ibu pada kedua kelompok contoh sebagian besar adalah tamat SMA yaitu 46.6% pada contoh

stunted dan 54.9% pada contoh normal. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) pendidikan ibu contoh stunted dan contoh normal

(30)

Latar belakang pendidikan ibu berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga, termasuk dalam hal pemilihan, penyediaan dan konsumsi pangan keluarga sehari-hari. Tingkat pendidikan ibu juga menetukan aksesnya kepada pengasuhan yang tepat dan akses terhadap sarana kesehatan (Engle et al. 1997). Menurut Nurmawati (1995) orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih pangan yang lebih baik dalam jumlah dan mutu dibandingkan yang berpendidikan lebih rendah.

Pekerjaan orang tua

Pekerjaan ayah pada kedua kelompok contoh yang paling banyak adalah dagang/wiraswasta, yaitu contoh stunted 49.6% dan contoh normal 34.6%. Pekerjaan PNS/TNI dan pegawai swasta contoh normal (15.8% dan 32.8%) lebih banyak daripada contoh stunted (12% dan 21.8%). Sedangkan ayah yang tidak bekerja lebih banyak pada contoh normal (7.5%) dibandingkan contoh stunted

(3%). Hal ini dikarenakan ayah contoh normal ada empat yang sudah meninggal dunia (Tabel 8). Hasil uji beda menunjukkan tidak tedapat perbedaan signifikan (p>0.05) pekerjaan ayah contoh stunted dan contoh normal

Pekerjaan ibu sebagian besar adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) baik contoh normal (72.9%) maupun contoh stunted (98%). Ibu yang bekerja PNS lebih banyak pada contoh normal (6%) dibandingkan contoh stunted (1.5%). Sedangkan ibu dengan pekerjaan sebagai pegawai swasta dan dagang/wirausaha contoh

stunted (6% dan 18%) adalah lebih banyak daripada contoh normal (3% dan 16.5%) (Tabel 8). Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) pekerjaan ibu contoh stunted dan contoh normal

Pendapatan keluarga

(31)

18

Pengetahuan gizi ibu

Sebagian besar ibu contoh umumnya dapat menjawab benar pertanyaan pengetahuan gizi (Tabel 9). Dari seluruh pertanyaan, terdapat kesamaan jawaban ibu contoh. Kedua kelompok ibu contoh sama-sama belum memahami dua pertanyaan, yaitu cara pengolahan bahan makanan dan akibat kekurangan serat, dimana masing-masing hanya dijawab benar oleh 57.1% dan 39.5% ibu contoh.

Dari 20 pertanyaan yang disajikan, ibu contoh normal yang menjawab benar persentasenya lebih banyak dibandingkan ibu contoh stunted dan hanya terdapat dua pertanyaan yaitu tentang pemanis buatan dan fungsi zat besi dimana persentase ibu contoh stunted yang menjawab benar sedikit lebih banyak dibandingkan contoh normal. Hal ini diduga karena tingkat pendidikan ibu kedua kelompok contoh berbeda signifikan (p<0.05).

Tabel 9 Persentase ibu contoh yang menjawab benar item pertanyaan pengetahuan gizi

No Pertanyaan

Contoh stunted Contoh normal Total

n % n % n %

1 Makanan bergizi seimbang 77 57.9 85 63.9 162 60.9

2 Salah satu cara agar seseorang hidup

sehat 78 58.6 91 68.4 169 63.5

3 Makanan berlemak, digoreng dan

bersantan 73 54.9 82 61.7 155 58.3

4 Minum air putih 54 40.6 85 63.9 139 52.3

5 Fungsi sarapan 88 66.2 89 66.9 177 66.5

6 Sumber protein 82 61.7 86 64.7 168 63.2

7 Sumber karbohidrat 75 56.4 90 67.7 165 62.0

8 Sumber vitamin A 74 55.6 83 62.4 157 59.0

9 Sumber kalsium 84 63.2 91 68.4 175 65.8

10 Sumber zat besi 89 66.9 99 74.4 188 70.7

11 Iodium 77 57.9 83 62.4 160 60.2

12 Pemanis buatan sama baiknya

dengan gula 80 60.2 74 55.6 154 57.9

13 Cara pengolahan bahan makanan 75 56.4 77 57.9 152 57.1

14 Fungsi protein 62 46.6 82 61.7 144 54.1

15 Makan nasi lebih baik dari makan

roti 72 54.1 96 72.2 168 63.2

16 Fungsi vitamin A 80 60.2 98 73.7 178 66.9

17 Fungsi kalsium 75 56.4 82 61.7 157 59.0

18 Fungsi zat besi 80 60.2 78 58.6 158 59.4

19 Akibat kekurangan gizi 74 55.6 84 63.2 158 59.4 20 Akibat kekurangan serat 46 34.6 59 44.4 105 39.5

(32)

terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu contoh

stunted dan contoh normal.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dan status gizi Pengetahuan gizi

Contoh stunted Contoh normal Total

n % n % n %

Kurang (<60%) 70 52.6 66 49.6 136 51.1

Sedang (60-80%) 53 39.8 40 30.1 93 35.0

Baik (>80%) 10 7.5 27 20.3 37 13.9

Total 133 100 133 100 266 100.0

Kebiasaan Makan Contoh

Tabel 11 menyajikan sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan dan status gizi. Gambaran pada Tabel 11 menunjukkan kebiasaan makan contoh

stunted dan normal relatif sama dalam hal frekuensi makan, kebiasaan sarapan dan menu utama, kebiasaan jajan, minum susu, mengonsumsi buah, dan sumber protein nabati (p<0.05) kecuali kebiasaan mengonsumsi sayuran dan pangan hewani dimana contoh stunted signifikan lebih rendah (p<0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi (2012) di Bogor pada anak SD yang stunted dan normal. Gambaran masing-masing variable dalam kebiasaan makan yang diukur dalam penelitian ini disajikan berikut.

Frekuensi makan, kebiasaan sarapan dan menu makan utama

Lebih dari separuh contoh pada kedua kelompok status gizi mempunyai kebiasaan makan yang sama yaitu tiga kali perhari, dengan rata-rata kelompok contoh stunted 2.64±0.63 kali dan contoh normal 2.71±0.61 kali. Masih terdapat 2.3% contoh stunted dan 1.5% contoh normal yang memiliki kebiasaan makan 1 kali per hari. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara kebiasaan makan per hari pada contoh stunted dan normal.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan dan status gizi Variabel Contoh stunted Contoh normal Total

n % n % n %

Frekuensi makan per hari

1 kali 3 2.3 2 1.5 5 1.9

2 kali 48 36.1 44 33.1 92 34.6

3 kali 76 57.1 81 60.9 157 59.0

>3 kali 6 4.5 6 4.5 12 4.5

Total 133 100 133 100 266 100

Kebiasaan sarapan

Iya, setiap hari 61 45.9 70 52.6 131 49.2

Sering, 4-6 kali/minggu 28 21.1 20 15.0 48 18.0

Jarang, 1-3 kali/minggu 42 31.6 43 32.3 85 32.0

Tidak pernah 2 1.5 0 0 2 0.8

Total 133 100 133 100 266 100

Kebiasaan jajan

Iya, tiap hari 90 67.7 94 70.7 160.7 69.2

Sering, 4-6 kali/minggu 18 13.5 18 13.5 31.5 13.5 Jarang, 1-3 kali/minggu 25 18.8 21 15.8 40.8 17.3

(33)

20

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan dan status gizi (lanjutan) Variabel Contoh stunted Contoh normal Total

n % n % n %

Sekitar separuh contoh pada kedua kelompok status gizi memiliki kebiasaan sarapan setiap hari, namun masih terdapat 1.5% contoh stunted yang tidak pernah sarapan. Khomsan (2002) menyatakan sarapan merupakan hal yang penting dilakukan untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian. Hasil uji beda menunjukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara kebiasaan sarapan pada contoh stunted dan normal.

(34)

untuk makan malam yang biasa dikonsumsi contoh adalah nasi goreng dan telor; mie instant; nasi dan ayam. Dari menu yang biasa dikonsumsi tampak bahwa umumnya contoh hanya mengkonsumsi sumber karbohidrat dan protein hewani atau nabati saja, namun jarang mengonsumi sayur atau buah pada saat makan utama. Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) menganjurkan untuk makanlah beraneka ragam makanan. Makanan yang beraneka ragam makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh (Depkes 1995).

Kebiasaan jajan

Lebih dari separuh contoh stunted (67.7%) dan contoh normal (69.2%) melakukan jajan setiap hari. Jajanan yang paling banyak dibeli contoh stunted

maupun contoh normal adalah produk ekstrusi (sejenis ciki), minuman teh baik didalam kemasan atau tidak dan gorengan. Sebagian besar contoh jajan di sekolah dan di rumah. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) kebiasaan jajan pada contoh stunted dan contoh normal.

Kebiasaan jajan tidak selalu membawa dampak buruk terhadap gizi dan kesehatan seseorang. Apabila makanan jajanan yang dikonsumsi terjamin kebersihan dan gizinya, maka makanan jajanan tersebut akan dapat melengkapi atau menambah kecukupan gizi orang tersebut (Khomsan 2004).

Kebiasaan minum susu

Tabel 11 menunjukkan 18.0% contoh normal setiap hari minum susu sedangkan contoh stunted lebih sedikit, yaitu 9.8%. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) kebiasaan minum susu pada contoh stunted dan normal. Khomsan (2002) menyatakan susu dikenal sebagai sumber kalsium, oleh karena itu, membiasakan diri minum susu akan memberikan dampak positif pada remaja. Selain kalsium berfungsi sebagai pembentukan tulang terutama pada saat remaja (Almatsier el al 2011).

Kebiasaan mengonsumsi buah dan sayuran

Buah dan sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral. Tabel 11 menunjukkan sekitar separuh contoh baik contoh stunted dan normal jarang mengonsumsi buah (1-3 kali/minggu), yaitu 54.9% contoh stunted dan 48.9%. contoh normal. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) kebiasaan mengonsumsi buah pada contoh stunted dan normal.

(35)

22

Kebiasaan mengonsumsi pangan hewani dan nabati

Tabel 11 menujukkan sekitar separuh contoh normal (53.4%) biasa mengkonsumsi protein setiap hari namun sekitar sepertiga (37.6%) contoh

stunted yang mengonsumsi protein hewani setiap hari. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) kebiasaan mengonsumsi pangan hewani pada contoh stunted dan normal. Almatsier et al (2011) menyatakan kebutuhan protein remaja berkolerasi lebih dekat dengan pola pertumbuhan dibandingkan dengan usia kronologis. Contoh pangan hewani adalah telor, daging, ayam dan ikan.

Protein didapatkan tidak hanya dari hewani saja tetapi didapat juga dari nabati. Tabel 11 menunjukkan contoh stunted lebih sering mengonsumsi protein nabati daripada contoh normal. Persentase contoh yang menjawab setiap hari mengonsumsi protein nabati untuk contoh stunted lebih banyak (29.3%) dibandingkan contoh normal (25.6%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) kebiasaann mengonsumsi pangan sumber protein nabati pada contoh stunted dan normal.

Kebiasaan mengonsumsi suplemen vitamin

Tabel 11 menunjukkan sekitar separuh contoh stunted (57.1%) dan sepertiga contoh normal (37.6%) tidak pernah mengkonsumsi suplemen vitamin. Konsumsi suplemen vitamin pada kedua contoh relatif jarang (1-3 kali/minggu). Suplemen vitamin yang sering dikonsumsi oleh contoh adalah vitamin C dan vitamin B kompleks. Dari hasil uji beda terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) kebiasaan mengonsumsi vitamin pada contoh stunted dan normal.

Konsumsi Pangan Contoh

(36)

Tabel 12 Rata-rata konsumsi pangan, intake energi dan zat gizi pada contoh stunted dan normal

Keterangan: E= energi; P= protein ; Ca = kalsium Fe= besi; Vit. A= vitamin A; Vit C= vitamin C Jenis pangan

Intake contoh stunted Intake contoh normal

Konsumsi

Pangan hewani 100.3 192.6± 2

(37)

24

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi

Tabel 13 menunjukkan rata-rata intake dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh stunted dan normal. Tampak bahwa rata-rata intake energi dan zat gizi kedua contoh belum memenuhi kebutuhan kecuali vitamin A yang sudah melebih kebutuhan yaitu, contoh stunted 187.5% dan contoh normal 223.6%. Dilihat dari rata-rata konsumsi pangan (Tabel 12) serealia dan umbi-umbian menyumbang kebutuhan energi 632±2.7 kkal (42.7%) pada contoh stunted dan 670±02 kkal(42.8%) pada contoh normal. Pangan nabati menyumbang kebutuhan protein 3.6±3.45 g (7%) pada contoh stunted dan 3.1±03 g (5%) pada contoh normal. Pangan hewani menyumbang kebutuhan protein 21.7±1.37 g (43%) pada contoh stunted dan 24.7±04 g (45%) pada contoh normal. Sayuran menyumbang kebutuhan vitamin C 7.4±4.2 mg (31%) pada contoh stunted dan 7.4±8.9 mg (28%) pada contoh normal. Buah menyumbang kebutuhan vitamin C 5.6±5.7 mg (31%) pada contoh stunted dan 8.01±5.4 mg (30.8%) pada contoh normal. Susu dan olahanya menyumbang kebutuhan kalsium 92±176 mg (31.9%) pada contoh

stunted dan 102.9±3.7 mg (33%) pada contoh normal. Minyak dan lemak menyumbang vitamin A 727.45±100 RE (64.6%) pada contoh stunted dan 897±64 RE (66.8%) pada contoh normal. Serba-serbi menyumbang kebutuhan energi 47.5±1.6 kkal (3%) pada contoh stunted dan 47.5±02 kkal (3%) pada contoh normal. Dan makanan jajanan menyumbang kebutuhan energi 348±06 kkal (23%) pada contoh stunted dan 348±02 kkal (22%) pada contoh normal.

Tabel 13 Rata-rata intake dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh

stunted dan normal Zat gizi

Contoh stunted Contoh normal

Intake Tingkat

kecukupan (%) Intake

Tingkat kecukupan (%)

Energi (Kal) 1477±14 71.6±8.6 1564±3 72.8±7.33

Protein (g) 49.9±21.4 54.9±30.3 54±30 91.6±50.58

Kalsium (mg) 288.13±15 29.7±25 311±56 31.01±25

Besi (mg) 12.15±9.6 59.0±46 16.49±12.6 60.0±44.57 Vitamin A (RE) 1125±423 187.5±62.77 1342±369 223.6±62.77 Vitamin C (mg) 23.41±32.10 32.3±42.69 26.02±39.51 39.73±50.7

Rata-rata intake energi dan zat gizi contoh stunted cenderung lebih rendah dibandingkan contoh normal namun hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) intake energi dan zat gizi contoh stunted dan contoh normal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mustika (2011) pada siswa SMA di Pandeglang bahwa tidak ada perbedaan signifikan intake energi dan zat gizi pada remaja.

Tabel 14 menyajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi. Tampak tidak terdapat kecenderungan perbedaan tingkat kecukupan zat gizi pada kedua kelompok contoh. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Amelia (2008) pada remaja di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi bahwa tidak ada perbedaan signifikan tingkat kecukupan dan zat gizi.

(38)

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi Kategori Contoh stunted Contoh normal Total

n % n % n %

Energi

Defisit berat (< 70% AKG) 61 45.86 46 34.58 107 40.22 Defisit sedang (70-79% AKG) 44 33.08 67 50.37 111 41.72 Defisit ringan (80-89% AKG) 26 19.54 18 13.53 44 16.54

Normal (90-119% AKG) 2 1.50 2 1.50 4 1.50

Total 133 100 133 100 266 100

Protein

Defisit sedang (70-79% AKG) 26 19.55 14 10.52 40 15.03 Defisit ringan (80-89% AKG) 15 11.27 24 18.04 39 14.66

Normal (90-119% AKG) 22 16.54 24 18.04 46 17.29

Lebih (≥ 120% AKG) 17 12.78 17 12.78 34 12.78

Total 133 100 133 100 266 100

Kalsium

Kurang (< 77% AKG) 127 95.48 119 89.47 246 92.48

Cukup (≥ 77% AKG) 6 4.511 14 10.52 20 7.52

Total 133 100 133 100 266 100

Besi

Kurang (<77% AKG) 113 84.96 106 79.69 219 82.33

Cukup (≥77% AKG 20 15.04 27 20.30 47 17.67

Total 133 100 133 100 266 100

Vitamin A

kurang (<77% AKG) 8 6.01 3 2.25 11 4.13

Cukup (≥77% AKG 125 93.98 130 97.74 255 95.86

Total 133 100 133 100 266 100

Vitamin C

Kurang (<77% AKG) 14 10.52 20 15.04 34 12.78

Cukup (≥77% AKG 119 89.47 113 84.96 232 87.21

Total 133 100 133 100 266 100

Morbiditas Contoh

(39)

26

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan morbiditas diderita selama 3 bulan terakhir dan status gizi

Morbiditas Contoh stunted Contoh normal Total

n % n % n %

Pernah sakit 89 66.9 86 64.7 175 65.8

Tidak sakit 44 33.1 47 35.3 91 34.2

Total 133 100 133 100 266 100

Tabel 15 menunjukkan sebagian besar contoh di kedua kelompok pernah menderita sakit dalam tiga bulan terakhir dengan persentase 66.9% contoh stunted

dan 64.7% contoh normal. Menurut Khomsan (2002) faktor penyebab rendahnya status kesehatan adalah masih kurangnya kesadaran siswa dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. Hal tersebut tercermin dari kebiasaan siswa mengkonsumsi makanan jajanan yang dibeli dari pedagang makanan di sekitar sekolah yang belum terjamin kebersihanya. Makanan yang demikian cepat atau lambat akan mendatangkan gangguan kesehatan.

Jenis penyakit yang diderita

Jenis penyakit infeksi yang paling banyak diderita oleh kedua kelompok contoh selama tiga bulan terakhir adalah batuk (contoh stunted 44.4% dan contoh normal 45.1%) dan pilek (contoh stunted 45.9% dan contoh normal 36.1%). Hal ini diduga karena cuaca dimana pada saat penelitian dilakukan adalah musim pancaroba. Maag adalah jenis penyakit non infeksi yang sering diderita kedua kelompok contoh (contoh stunted 3% dan contoh normal 6.8%) selama tiga bulan terakhir. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) jenis penyakit diderita pada kedua kelompok contoh. Pada Tabel 16 disajikan sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang diderita selama 3 bulan terakhir dan status gizi.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang diderita selama 3 bulan terakhir dan status gizi

Jenis Penya.kit

Contoh stunted Contoh normal Total

n % n % n %

Penyakit infeksi

Batuk 59 44.4 60 45.1 119 44.7

Pilek 61 45.9 48 36.1 109 41.0

Diare 7 5.3 10 7.5 17 6.4

Demam 29 21.8 16 12.0 45 16.9

DBD 16 12.0 16 12.0 32 12.0

Penyakit non infeksi

Maag 4 3.0 9 6.8 13 4.9

Alergi 2 1.5 1 0.75 2 0.8

(40)

Frekuensi dan lama sakit

Hasil penelitian menunjukkan frekuensi sakit diderita oleh kedua kelompok contoh adalah 1-2 kali dalam tiga bulan terakhir. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan (p>0.05) frekuensi sakit contoh

stunted dan normal. Tabel 17 menujukkan sebaran contoh berdasarkan sakit yang diderita selama tiga bulan terakhir dan status gizi.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan sakit yang diderita selama 3 bulan terakhir dan status gizi

Contoh stunted Contoh normal Total

(41)

28

Lama sakit dihitung setiap jenis penyakit. Pada kedua kelompok contoh sebagian besar menderita sakit selama 1-7 hari Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) lama sakit setiap jenis sakit yang diderita pada contoh stunted dan normal. Lama sakit diderita contoh selama tiga bulan terakhir disajikant pada Tabel 18.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan lama sakit yang diderita selama 3 bulan terakhir dan status gizi

Contoh stunted Contoh normal Total

(42)

Sanitasi Lingkungan Rumah dan Kebersihan Diri

Sanitasi lingkungan rumah

Departemen Pekerjaan Umum (2005) menyatakan bahwa rumah adalah ruangan atau gabungan dari beberapa ruangan yang dihubungkan satu sama lain oleh penghuninya, rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi setiap manusia disamping pangan dan pakaian. Sebuah rumah tidak hanya sebagai tempat perlindungan namun juga sebagai tempat hunian.

Tabel 19 menyajikan sebaran contoh berdasarkan sanitasi lingkungan rumah dan status gizi. Tampak bahwa tidak terdapat kecenderungan perbedaan sanitasi lingkungan rumah kedua kelompok contoh. Sebagian besar kedua kelompok contoh memiliki luas rumah 36-72 m2 (contoh stunted 82% dan contoh normal 72.2%). Lebih dari separuh kedua contoh memiliki jumlah jendela < 5 (contoh stunted 69.2% dan contoh normal 52.6%). Lebih dari separuh kedua kelompok contoh memiliki lantai keramik (contoh stunted 76.7% dan contoh normal 81.2%). Tiga per empat kedua kelompok contoh sumber air minum, mencuci makanan, mencuci peralatan adalah bersumber dari sumur. Semua contoh yang memiliki WC juga memiliki septic tank (contoh stunted 91% dan contoh normal 93.2%). Hampir seluruh kedua kelompok contoh menampung air di bak dan di ember (>90%). Kedua kelompok contoh lebih dari separuh memiliki tong sampah di dalam rumah (contoh stunted 56.4% dan contoh stunted 68.4%) dan sebagian besar tong sampah terbuka. Dan sebagian besar kedua kelompok contoh memiliki tong sampah di luar rumah (48.1% contoh stunted dan 50.4% contoh normal) dan sebagian besar tong sampah terbuka.

Kriteria rumah sehat antara lain lantai rumah harus mudah dibersihkan misalnya lantai terbuat rumah terbuat dari keramik , teraso, tegel atau semen dan kayu atau bambu. Lantai tanah tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapat menjadi sumber penyakit seperti cacing dan bakteri penyebab sakit perut (Latifah

(43)

30

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan sanitasi lingkungan rumah dan status gizi Variabel Keberadaan Contoh stunted Contoh normal Total

(44)

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan sanitasi lingkungan rumah dan status gizi

Kebersihan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan (Depkes 2000). Tabel 20 menyajikan sebaran contoh berdasarkan kebersihan diri dan status gizi. Tampak bahwa tidak terdapat kecenderungan perbedaan kebersihan diri kedua kelompok contoh. Sejumlah tiga per empat contoh pada kedua kelompok memiliki kebiasaan mandi 2 kali sehari (contoh

stunted 77.4% dan contoh normal 76.7%). Lebih dari separuh contoh pada kedua kelompok memiliki kebiasaan 3 kali sikat gigi dalam sehari (contoh stunted

(45)

32

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan kebersihan diri dan status gizi

Variabel Kebiasaan Contoh stunted Contoh normal Total

n % n % n %

Hasil uji koreasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan signifikan dan positif antara (p<0.05 dan r=0.13) pendidikan ayah dengan z-skor TB/U. Hasil yang sama juga ditemukan pada variabel pendidikan ibu, yaitu hubungan yang positif signifikan (p<0.05 dan r=0.07) dengan z-skor TB/U. Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan orangtua maka z-skor (TB/U) anak akan semakin baik sehingga kejadian stunted berkurang.

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan (p<0.01) antara pengetahuan gizi contoh (r=0.234), pendapatan keluarga (r=0.159) dan pengetahuan gizi ibu contoh (r=0.204) dengan z-skor TB/U. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan pengetahuan gizi contoh, pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu maka akan terjadi peningkatan z-skor (TB/U), sehingga kejadian stunted dapat berkurang. Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi (2012) di Bogor pada anak SD yang stunted dan normal.

(46)

anak yang berusia lebih tua, lebih berisiko kekurangan zat gizi dibandingkan anak muda. Apabila contoh yang berusia lebih tua memilki orang tua dengan sosial ekonomi yang rendah dibandingkan usia yang lebih muda, maka kemungkinan orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan akan makanan, sehingga kemungkinan besar mengakibatkan terjadinya kekurangan gizi pada contoh.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jenis kelamin, usia, uang jajan tidak terdapat perbedaan signifikan antar contoh stunted dan contoh normal (p>0.05). sedangkan pengetahuan gizi contoh

stunted terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) dengan rata-rata untuk contoh

stunted (69±15.9) dan contoh normal (73±14.2).

Besar keluarga tidak terdapat perbedaan signifikan antar contoh stunted dan contoh normal (p>0.05). Sedangkan tingkat pendidikan ayah dan ibu ; pendapatan keluarga (contoh stunted 1.837.969±1.114.558 dan contoh normal 1.959.015±1.269.605) serta pengetahuan gizi ibu (contoh stunted 58.40±15.79 dan contoh normal 62.91±22.14) terdapat perbedaan signifikan antar contoh stunted

dan contoh normal (p<0.05).

Kebiasaan makan per hari, kebiasaan sarapan, jajan, mengonsumsi buah dan protein nabati serta intake energi dan zat gizi tidak terdapat perbedaan signifikan antar contoh stunted dan normal (p>0.05). sedangkan kebiasaan minum susu, mengonsumsi sayuran, hewani, dan suplemen vitamin terdapat perbedaan signifikan (p<0.05). Tingkat kecukupan energi dan protein kedua kelompok contoh belum memenuhi kebutuhan kecuali vitamin A.

Kedua kelompok contoh lebih dari separuh pernah sakit selama tiga bulan terakhir. Jenis penyakit yang paling banyak diderita kedua kelompok contoh adalah batuk dan pilek. Dan kebiasaan sakit 1-2 kali dalam tiga bulan dan lama sakit 1-7 hari.

Sanitasi lingkungan rumah kedua kelompok contoh tidak jauh berbeda. Kedua contoh memilki luas rumah antara 36-72 m2. Mayoritas jumlah jendela kedua contoh >5 jendela. Air yang digunakan unruk minum, mencuci makanan dan peralatan masak sebagian besar berasal dari sumur. Lebih dari 90% kedua kelompok contoh memilki WC dan tempat buang air kecil dan besar kedua contoh dilakukan di WC dan separuh dari kedua contoh memilki tong sampah di dalam dan diluar rumah tetapi jenis tong sampahnya terbuka.

(47)

34

Hubungan kebiasaan makan dengan konsumsi pangan; usia contoh; tingkat kecukupan energi dan zat gizi; dan morbiditas tidak terdapat hubungan signifikan dengan status gizi. Sedangkan hubungan pengetahuan gizi contoh dan ibu, pendidikan orang tua dan pendapatan keluarga berhubungan positif signifikan dengan status gizi contoh (p<0.01)

Saran

Pengetahuan gizi anak dan ibu pada kelompok contoh stunted signifikan lebih rendah daripada kelompok normal sehingga disarankan untuk memberikan dpendidikan gizi pada kelompok stunted agar upaya perbaikan gizi bisa dicapai sehingga prevalensi stunted bisa ditekan. Selain itu juga keadaan sosial ekonomi keluarga sangat berhubungan dengan kejadian stunted pada remaja, orang tua yang memiliki pendidikan lebih tinggi maka kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan akan semakin besar dan berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan keluarga, maka peluang untuk memperbaiki konsumsi pangan semakin besar dan pada akhirnya status gizi akan berpengaruh positif terhadap status gizi. Oleh karena itu pemerintah perlu membuat kebijakan yang lebih baik lagi, seperti membuat batas minimal pendidikan yang harus ditempuh tidak hanya wajib 9 tahun tetapi 12 tahun atau perguruan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

ACC/SCN. 2000. 4th Report on The World Nutriton Situation: Nutrition throughout the Life Cycle. Geneva : Switzerland.

Almasier S . 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. . 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Almasier S, Soetardjo S, Soekatri M. 2011. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

Amelia F. 2008. Konsumsi pangan, pengetahuan gizi, aktivitas fisik dan status gizi pada remaja di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Amelia. 2011. Karakteristik remaja dengan riwayat gizi buruk dan pendek pada usia dini. Jurnal Pangan dan Gizi 6(1):42-50.

[BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN [BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2013. Upah minimum regional kabupaten Jawa Barat. http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013 [02 Mei http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013]

[Depkes] Departemen Kesehatan. 1995. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Gambar

Gambar 1 Hubungan antara karakteristik individu, karakteristik sosial ekonomi
Gambar 2 Bagan jumlah dan cara pengambilan contoh
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 3 Jenis variabel, kategori dan kreteria kecukupan gizi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sumber lain mengatakan bahwa task switching/ shifting adalah performa dalam menghadapi dua tugas atau lebih dengan satu waktu reaksi, namun setiap tugas memiliki

Peraturan tersebut juga mengatur tentang perubahan besaran jumlah pinjaman untuk setiap Mitra Binaan PK menjadi Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dengan besaran jasa

Menurut opini kami, laporan keuangan terlampir menyajikan secnra wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Reksa Dana Panin Dana Teladan tanggal 31

lebih efektif daripada plasebo dan kombinasi ekstrak jahe dengan piridoksin lebih efektif daripada plasebo dalam menurunkan derajat mual dan episode muntah pada emesis gravidarum,

Op zijn beurt verwijst het CvM naar uitspraken van het Hof die laten zien dat het rechtsmiddel in de praktijk niet goed functioneert (par. Het Hof en het CvM maken zo

Akibatnya terjadi peningkatan biaya pencadangan aktiva produktif bermasalah lebih besar dari peningkatan pendapatan bunga, akibatnya pendapatan bank akan mengalami

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis variabel yang diteliti tentang kejadian diare terhadap tindakan ibu pada balita di Desa Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten

BIDANG CIPTA KARYA DPU KABUPATEN KLATEN. JL