• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Penggunaan Tumbuhan Air sebagai Water Purifier Limbah Pabrik Cangkang Kapsul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Penggunaan Tumbuhan Air sebagai Water Purifier Limbah Pabrik Cangkang Kapsul"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PENGGUNAAN TUMBUHAN AIR SEBAGAI

WATER

PURIFIER

LIMBAH PABRIK CANGKANG KAPSUL

SARAH CYNTHIA NOVEMBRIA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

SARAH CYNTHIA N. Potensi Penggunaan Tumbuhan Air sebagai Water Purifier Limbah Pabrik Cangkang kapsul. Dibimbing oleh IBNUL QAYIM dan NUNIK SRI ARIYANTI

Limbah cair PT Capsugel Indonesia setelah melalui proses pengolahan (di bak outlet) mengandung klorin 0.03-0.05 ppm, sehingga belum memenuhi kriteria yang dapat digunakan untuk kehidupan biota air seperti ikan, plankton dan lainnya. Pada kadar klorin lebih dari 0.003 ppm, kehidupan ikan dapat terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tiga spesies tumbuhan air: kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang (Salvinia natans) dan kiapung (Azolla pinnata) sebagai water purifier limbah pabrik cangkang kapsul. Beberapa parameter yang diamati adalah klorin, nitrat, amonia, pH, Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) sebelum dan sesudah penanaman. Selanjutnya juga diamati respons tumbuhan air tersebut dalam medium tumbuh (limbah cair) dengan kandungan klorin tinggi (0.66 ppm). Dua hari setelah penanaman tumbuhan air, konsentrasi klorin dalam medium limbah cair banyak berkurang. Penurunan kandungan klorin dalam medium dengan kayu apu lebih banyak dibanding tumbuhan kiambang dan kiapung, sebaliknya klorin pada medium tanpa tumbuhan air sedikit bertambah. Konsentrasi nitrat dan amonia turun dan naik selama perlakuan, sedangkan konsentrasi nitrat dan amonia pada kontrol terus naik. Perlakuan dengan tumbuhan air menghasilkan nilai pH rata-rata juga mengalami peningkatan, kecuali pada perlakuan dengan kiambang nilai rata-rata pertumbuhan mengalami penurunan. Nilai COD dan BOD yang rendah ditemukan pada perlakuan dengan tanaman kayu apu pada akhir pengamatan. Kayu apu dan kiambang pada medium dengan kandungan klorin 0.66 ppm tidak berpengaruh, sebaliknya pertumbuhan kiapung terganggu.

Kata Kunci : tumbuhan air, penjernih air, limbah cair, klorin, cangkang kapsul.

ABSTRACT

SARAH CYNTHIA N. Potential Use of Aquatic Plant for Water Purifier of the Waste Water of Capsule Package Factory. Directed by IBNUL QAYIM and NUNIK SRI ARIYANTI

The processed wastewater (in the outlet pool) of PT Capsugel Indonesia (capsule package factory) contained chlorine of 0.03-0.05 ppm, therefore they were out of water criteria of used for the aquatic lives such as fish, plankton and others. This study aimed to determine the potential use of three species of aquatic plants: kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang (Salvinia natans) and kiapung (Azolla pinnata) for purifying wastewater of the factory. The observed parameters were chlorine, nitrate, ammonia, pH, COD and BOD before and after planting. In addition growth of the aquatic plant in the medium contained high chlorine (0.66 ppm) were also observed. The chlorine in wastewater medium with the aquatic plants was reduced.The decreased chlorine in the medium with kayu apu was lower than those with kiambang and kiapung, while chlorine slightly increased in the medium without plants. The concentration of nitrate and ammonia go up and down in the medium treated, while those of control continued to rise. The average pH medium with kayu apu and kiambang increased, however the average pH of medium planted kiambang declined. The value of COD and BOD are low in the medium of kayu apu after two days planting. Kayu apu and kiambang were not affected in medium with the chlorine of 0.66 ppm, otherwise the growth of kiapung decreased.

(3)

POTENSI PENGGUNAAN TUMBUHAN AIR SEBAGAI

WATER

PURIFIER

LIMBAH PABRIK CANGKANG KAPSUL

SARAH CYNTHIA NOVEMBRIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul Skripsi

: Potensi Penggunaan Tumbuhan Air sebagai

Water

Purifier

Limbah Pabrik Cangkang Kapsul

Nama

: Sarah Cynthia Novembria

NIM

: G34062526

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Dr. Ir. Ibnul Qayim)

(Dr. Nunik Sri Ariyanti, M.Si.)

NIP : 196502201990021001

NIP : 196907291993032001

Mengetahui:

Ketua Departemen

(Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena)

NIP : 19641002 198903 1002

(5)

PRAKATA

Syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Ibnul Qayim dan Ibu Dr. Nunik Sri Ariyanti, M.Si sebagai dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, dan nasehat kepada penulis sehingga penulisan karya ilmiah dapat diselesaikan, serta Ibu Dra. Sri Listiyowati, M.Si selaku penguji. Terimakasih kepada Bapak Eddy Suyadi dan Bapak Idwan Arianto sebagai pembimbing di PT Capsugel, juga kepada pihak-pihak di PT Capsugel Indonesia yang telah menyediakan tempat untuk penelitian.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua tersayang Ir. H. Sudradji dan Hj. Ermyn Elsuf yang senantiasa memberikan kasih sayang, perhatian, bimbingan, dukungan, dan doa yang tak henti-henti. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kakak (Siera Aninditha Casandri Putri), adik (Vidi Yugho Prawira Pati), Suherman Adhi Putra atas kasih sayang, perhatian, motivasi, dan doa.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para karyawan PT Capsugel Indonesia: Pak Suripto, Kang Irwan, Ka Amal, Pak Riswan dan Pak Muji yang telah membantu penulis untuk mendapatkan ide dan bahan penunjang, sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik. Teh Indri, Irma, Imam, Tanto dan Menur terima kasih atas kebersamaan, bantuan dan dukungan. Teman-teman seperjuangan Biologi 43 (Risya Putri Anggraeni, Diana Agustin Carolina, Christine Marsaulina Pardede, Isnita Khairunnisa, Nining Maulana, dll) yang telah bersama penulis baik dalam suka maupun duka, selalu memberi dorongan kepada penulis agar menjadi yang terbaik di masa akan datang, dan semua pihak yang telah membantu dalam kesuksesan penulisan karya ilmiah ini yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, penulis ucapkan banyak terimakasih.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

Bogor, Agustus 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 15 Nopember 1987, dari ayah Ir. H. Sudradji dan Ibu Hj. Ermyn Elsuf. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis lulus SD pada tahun 1993 dan lulus SLTP tahun 2002. Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Plus YPHB dan tahun 2006 penulis diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 2

Metode ... 2

Persiapan Tumbuhan Air ... 2

Penanaman Tumbuhan pada Medium Limbah Cair ... 2

Penanaman Tumbuhan pada Medium Limbah Cair dengan Penambahan Kaporit ... 2

Pengolahan Data ... 2

HASIL Kualitas Air Limbah dalam Medium setelah Penanaman Tumbuhan Air. ... 2

Konsentrasi Klorin. ... 2

Konsentrasi Nitrat. ... 2

Konsentrasi Amonia ... 3

pH. ... 3

Konsentrasi COD. ... 3

Konsentrasi BOD. ... 3

Respons Tumbuhan Air pada Medium dengan Konsentrasi Klorin Tinggi ... 4

Penurunan Konsentrasi Klorin ... 4

PEMBAHASAN Potensi Tumbuhan Air dalam Menurunkan Konsentrasi Klorin... 5

Nitrat, Amonia dan pH dalam Medium... 5

COD dan BOD dalam Medium ... 5

Respons Tumbuhan Air pada Medium dengan Kandungan Klorin 0.66 ppm ... 6

Penurunan Konsentrasi Klorin ... 6

SIMPULAN ... 6

DAFTAR PUSTAKA ... 6

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Rata-rata konsentrasi klorin pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu (PS), kiambang (SN), kiapung (AP) dan tanpa tumbuhan air (KO)

pada hari ke-2………..……….2 2 Rata-rata konsentrasi nitrat pada medium limbah cair setelah penanaman

kayu apu ( ), kiambang ( ), kiapung (x) sera medium tanpa tumbuhan

air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8……...……..……...3 3 Rata-rata konsentrasi amonia pada medium limbah cair setelah penanaman

kayu apu ( ), kiambang ( ), kiapung (x) serta medium tanpa tumbuhan

air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8………..…....3 4 Rata-rata konsentrasi pH pada medium limbah cair setelah penanaman

kayu apu ( ), kiambang ( ), kiapung (x) serta medium tanpa tumbuhan

air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8…………..…….…....3 5 Rata-rata konsentrasi COD pada medium limbah cair setelah penanaman

kayu apu ( ), kiambang ( ), kiapung (x) serta medium tanpa tumbuhan

air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8…...………..…..4 6 Rata-rata konsentrasi BOD pada medium limbah cair setelah penanaman

kayu apu ( ), kiambang ( ), kiapung (x) serta medium tanpa tumbuhan

air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8…………...………....4 7 Rata-rata jumlah daun ( ), jumlah tunas ( ) dan panjang akar ( ) per

tanaman kayu apu pada hari ke-0, ke-2, ke-4, ke-6, ke-8 dan ke-10

penanaman pada medium limbah cair………...……...…...4 8 Rata-rata jumlah daun ( ), jumlah tunas ( ) dan panjang tumbuhan ( )

per tanaman kiambang pada hari ke-0, ke-2, ke-4, ke-6, ke-8 dan ke-10

penanaman pada medium limbah cair……….4 9 Rata-rata persentase penutupan kiapung pada permukaan medium limbah

cair pada hari ke-0, hari ke-2, ke-4, ke-6, ke-8 dan ke-10 penanaman pada

medium limbah cair………..………...4

10 Rata-rata nilai klorin pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (x) serta medium tanpa tumbuhan air

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Jenis tumbuhan air, yaitu: kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang

(Salvinia natans) dan kiapung (Azolla pinnata)………...…...9 2 Rancangan percobaan penanaman tumbuhan air dalam medium

Limbah cair………...10 3 Kayu apu pada percobaan penanaman tumbuhan air medium limbah

cair dengan penambahan klorin 0.66 ppm ……….………...11 4 Kiambang pada percobaan penanaman tumbuhan air medium limbah

cair dengan penambahan klorin 0.66 ppm ………...12 5 Kiapung pada percobaan penanaman tumbuhan air medium limbah

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri cangkang kapsul adalah industri di bidang farmasi yang memproduksi kapsul kosong. Kegiatan industri ini menghasilkan limbah cair maupun limbah padat. Limbah cair berasal dari limbah proses produksi maupun limbah domestik (sanitasi dan toilet). Limbah cair tersebut mengandung bahan-bahan organik seperti sisa gelatin dari proses produksi, sisa makanan dari pencucian di kafetaria, dan buangan toilet. Selain itu limbah tersebut mengandung bahan-bahan anorganik seperti sisa pewarna kapsul dan sisa deterjen dari kafetaria.

Tanpa melalui proses pengolahan, limbah industri seperti limbah cair dari industri cangkang kapsul berpotensi mencemari lingkungannya. Sisa-sisa gelatin dalam limbah dapat merupakan sumber pencemar amonia yang berasal dari dekomposisi protein (Masui et al. 1999). Selain itu dekomposisi bahan organik (gelatin dan lainnya) oleh mikroorganisme juga dapat menurunkan Chemical Oxygen Demand (COD) dalam perairan (Khiatuddin 2003), sementara limbah deterjen dapat menambahkan banyak unsur fosfor (P) dalam perairan (Fardiaz 1992). Upaya mengurangi pencemaran lingkungan dari limbah industri, umumnya pihak industri telah melakukan pengolahan limbah.

Proses pengolahan limbah cair dilakukan melalui proses-proses fisik, kimia dan biologi (Sugiharto 1987). Limbah cair yang telah melalui proses pengolahan menunjukkan kualitas air secara fisik lebih baik (lebih jernih) dan tidak ada bahan-bahan padatan. Namun demikian, secara kimia kualitas limbah cair yang melalui proses pengolahan sering kali masih mengandung bahan-bahan yang dapat mengurangi kualitas air. Sebagai contoh nilai klorin dalam limbah cair PT Capsugel Indonesia setelah melalui proses pengolahan (di bak outlet) berkisar 0.03-0.05 ppm (PT Capsugel 2010). Nilai ini dibawah nilai ambang batas maksimal kandungan klorin yang diperbolehkan ada di air limbah yaitu 1 ppm (Keputusan Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999). Namun demikian limbah cair di bak outlet dengan kadar klorin tersebut belum memenuhi kriteria air golongan C yaitu air yang dapat digunakan untuk kehidupan hewan air seperti ikan dan biota air lainnya. Konsentrasi klorin maksimum dalam air golongan C adalah 0.003 ppm (Kementerian KLH 1988a).

Kehidupan hewan air seperti ikan dan biota lainnya terganggu ketika ada penambahan klorin ke dalam air, yang biasa disebut klorin bebas. Klorin bebas menyebabkan peningkatan konsentrasi hemoglobin pada ikan (Christensen et al. 1977), sehingga dapat menurunkan tekanan oksigen dalam darah arteri yang akan menyebabkan gangguan penyerapan oksigen

oleh insang (Alan 1987). Menurut Capuzzo et al. (2003) klorin bebas dan suhu berpengaruh terhadap kehidupan larva lobster.

Klorin adalah bahan kimia yang ditambahkan dalam proses pengolahan limbah untuk mengurangi konsentrasi amonia dan warna yang tersisa dalam efluen. Hasil proses pengolahan limbah cair di PT Capsugel Indonesia masih mengandung 0.08 mg/l amonia dan 8 mg/l nitrat (PT Capsugel 2010). Nilai tersebut di atas batas yang diperbolehkan ada di perairan golongan A, yaitu air yang diperuntukan sebagai air minum tanpa pengolahan (Kementerian KLH 1988b). Selain itunitrat dalam jumlah banyak di perairan dapat menyebabkan eutrofikasi. Menurut Effendi (2003) kadar nitrat di atas 5 mg/l di perairan dikategorikan sebagai perairan eutrofik. Perairan eutrofik ini dapat menunjukkan dampak yang tidak diinginkan, termasuk pertumbuhan ganggang yang berlebihan (Smith 1998) dan terjadinya populasi bentik alga diperairan (Biggs 2000). Dekomposisi ganggang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan oksigen yang pada gilirannya dapat menyebabkan kematian pada ikan (Carpenter et al. 1998, Smith 1998). Eutrofikasi dapat menyebabkan meningkatnya populasi ganggang beracun dan menyebabkan air laut berwarna cokelat kemerahan (Red Tides), sehingga dapat menimbulkan keracunan pada kerang dan kematian pada ikan-ikan di laut (Anderson 1994). Masalah lain yang terkait dengan eutrofikasi adalah pemusnahan tanaman asli (Gleick 1998, Smith 1998), hilangnya keanekaragaman hayati (NRC 1993, Smith 1998), dan kematian terumbu karang (Smith 1998).

Kemampuan tumbuhan air dalam membersihkan limbah cair (water purifier) akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian. Menurut Stowell et al. (1980), secara umum tumbuhan air memiliki kemampuan untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan, dan hal tersebut sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair. Beberapa contoh tumbuhan air yang telah digunakan sebagai water purifier adalah kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang (Salvinia natans) dan kiapung (Azolla pinnata). Kayu apu dan kiambang dapat menurunkan total N hampir 50% dan total P lebih dari 50% dalam perairan (Henry-Silvia & Camargo 2006). Selain itu penggunaan kayu apu dalam penyerapan kromium (Ulfin 2005). Kiapung sudah umum digunakan untuk pupuk hijau (Arifin 2003). Beberapa penelitian menunjukkan kiapung mampu menyerap logam berat seperti Pb (Juhaeti & Syarif 2003).

Tujuan

(11)

2

pertumbuhan tiga jenis tumbuhan air dalam (limbah cair) dengan kandungan klorin tinggi (0.66 ppm) sebagai medium tumbuhnya.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel air yang diambil dari air outlet hasil proses pengolahan limbah cair industri di PT. Capsugel Indonesia dan tiga jenis tumbuhan air, yaitu: kayu apu (Pistia stratiotes) kiambang (Salvinia natans) dan kiapung (Azolla pinnata). (Lampiran 1).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah penampung air untuk limbah (akuarium) berukuran (30 x 30 x 30) cm³, jaring kawat untuk mengukur penutupan kiapung pada medium, spektrofotometer UV-VIS DR 2010/HACH untuk mengukur parameter klorin, nitrat dan amonia, pH meter, COD meter, BOD meter dan alat-alat gelas.

Metode

Persiapan Tumbuhan Air. Tumbuhan air yang digunakan pada penelitian ini diambil di daerah persawahan. Tumbuhan tersebut dibersihkan dari sisa lumpur dengan menggunakan air mengalir. Selanjutnya dikondisikan menggunakan air demineralisasi sebanyak 15 liter selama 1 hari.

Penanaman Tumbuhan pada Medium Limbah Cair. Dua belas akuarium masing-masing diisi 15 liter air limbah dari bak outlet. Tiga akuarium diisi dengan tumbuhan kayu apu, tiga akuarium diisi kiambang, tiga akuarium diisi kiapung dan tiga sisanya tidak diisi tumbuhan air (sebagai kontrol). Tumbuhan air yang dimasukkan pada setiap akuarium menutupi 50% permukaan air (Lampiran 2).

Pengamatan dilakukan terhadap kon-sentrasi klorin sebelum dan setelah dua hari penanaman, dan nitrat, amonia, pH, COD dan BOD setiap dua hari sekali selama delapan hari. Klorin diukur menggunakan spektrofotometer pada program 952 dengan panjang gelombang 530 nm, nitrat diukur menggunakan spektrofotometer pada program 355 dengan panjang gelombang 500 nm, amonia diukur menggunakan spektrofotometer pada program 380 dengan panjang gelombang 425 nm, pH diukur menggunakan pH meter, COD diukur menggunakan COD meter dan BOD dikur menggunakan BOD meter.

Penanaman Tumbuhan pada Medium Limbah Cair dengan Penambahan Kaporit.

Limbah cair dari bak outlet ditampung dalam drum besar, kemudian ditambahkan kaporit hingga konsentrasi klorin mencapai 0.66 ppm. Setelah itu, limbah cair diisikan ke dalam 12 akuarium, masing-masing akuarium diisi 15 liter air limbah tersebut. Kemudian tiga akuarium diisi dengan tumbuhan kayu apu, tiga akuarium diisi kiambang, tiga akuarium diisi kiapung dan tiga sisanya tidak diisi tumbuhan air (sebagai

kontrol). Tumbuhan air yang dimasukkan pada setiap akuarium menutupi 50% permukaan air (lampiran 3).

Pengamatan dilakukan terhadap kon-sentrasi klorin setiap dua hari sekali selama sepuluh hari. Klorin diukur menggunakan spektrofotometer pada program 952 dengan panjang gelombang 530 nm. Selain itu juga diamati parameter pertumbuhan tumbuhan air meliputi jumlah daun dan jumlah tunas (kayu apu dan kiambang), panjang akar (kayu apu), panjang tumbuhan (kiambang). Pada setiap akuarium hanya diambil tiga tumbuhan untuk mengukur parameter tumbuhan tersebut. Khusus untuk kiapung diukur luas penutupan pada mediumnya.

Pengolahan Data. Uji yang dilakukan menggunakan Anova Rancangan Acak Lengkap (RAL) intime diolah secara statistik dengan program SAS dilanjut-kan menggunakan uji Duncan dengan tingkat kepercayan 95%. Uji tersebut untuk analisis data parameter kimia dan parameter pertumbuhan.

HASIL

Kualitas Air Limbah dalam Medium setelah Penanaman Tumbuhan Air.

Konsentrasi Klorin. Konsentrasi klorin dalam akuarium kontrol (tanpa tumbuhan air) sedikit bertambah (dari 0.031 ppm menjadi 0.035 ppm). Sedangkan konsentrasi klorin dalam akuarium dengan tumbuhan air banyak berkurang pada hari ke-2 (Anova p<0.05). Rata-rata klorin dalam akuarium dengan kayu apu berkurang dari 0.031 ppm menjadi 0.003 ppm (Gambar 1). Rata-rata klorin dalam akuarium berisi kiambang dan kiapung masing-masing berturut-turut berkurang menjadi 0.017 ppm dan 0.020 ppm. Analisis statistik memberikan hasil bahwa interaksi antara perlakuan dan waktu berbeda nyata terhadap kontrol, kiambang, kayu apu dan kiapung masing-masing pada hari ke-2 (Anova p<0.05).

Gambar 1. Rata-rata konsentrasi klorin pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu (PS), kiambang (SN), kiapung (AP) dan tanpa tumbuhan air (KO) pada hari ke-2.

(12)

3

perlakuan kiapung hingga mencapai 15.8 mg/l (Gambar 2). Pada pengamatan berikutnya (hari ke-4 dan ke-6) konsentrasi nitrat cenderung turun, kecuali nitrat pada kontrol terus naik hingga 7.5 mg/l pada hari ke-8. Sedangkan perlakuan dengan tumbuhan air penurunan terkecil terjadi pada kiambang dari 12.5 mg/l menjadi 6.5 mg/l. Kemudian pada hari ke-8 konsentrasi nitrat naik kembali di setiap perlakuan. Analisis statistik memberikan hasil bahwa interaksi antara perlakuan dan waktu berbeda nyata pada kiapung hari ke-2 (Anova p<0.05).

Gambar 2. Rata-rata konsentrasi nitrat pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8.

Konsentrasi Amonia. Konsentrasi amonia dalam akuarium (tanpa tumbuhan air) mengalami penurunan yang semula 0.21 mg/l menjadi 0.19 mg/l pada hari ke-2. Kemudian konsentrasi amonia pada hari ke-4 meningkat dan menurun lagi pada hari ke-6. Setelah hari ke-8 konsentrasi amonia mengalami peningkatan kembali. Sedangkan dengan perlakuan kayu apu, kiambang dan kiapung pada hari ke-2, konsentrasi amonia mengalami peningkatan dan pada hari ke-4 mengalami penurunan. Penurunan terkecil terjadi pada kiambang dari 0.22 mg/l menjadi 0.11 mg/l. Pada hari ke-6 konsentrasi amonia mengalami peningkatan dan pada hari ke-8 mengalami penurunan kembali (Gambar 3). Analisis statistik memberikan hasil konsentrasi antara perlakuan dan kontrol tidak berbeda nyata, tetapi konsentrasi amonia ketika diamati dua hari sekali cenderung berbeda (Anova p>0.05).

pH. Nilai pH pada medium limbah cair tanpa tumbuhan air mengalami fluktuasi lebih besar dibandingkan perlakuan menggunakan tumbuhan air. Setelah dua hari perlakuan pH kontrol mengalami penurunan dari 7.97 menjadi 7.35 dan hari ke-4 mengalami peningkatan menjadi 8.26. Setelah itu pH turun pada hari ke-6 hingga mencapai 7.01 dan naik kembali pada hari ke-8 (Gambar 4). Perlakuan dengan tumbuhan air pada hari ke-2 mengalami peningkatan. Peningkatan pH terbesar terjadi

pada perlakuan dengan kiapung dari 7.97 menjadi 8.16. Perlakuan dengan kayu apu mengalami penurunan pada hari ke-4, sedangkan pH pada perlakuan dengan kiambang dan kiapung mengalami peningkatan. Perlakuan dengan kiambang mengalami penurun pH berturut-turut hingga mencapai 7.92 pada hari ke-8. Analisis statistik memberikan hasil bahwa interaksi antara perlakuan dan waktu berbeda nyata terhadap kontrol pada hari ke-2 dan hari ke-6 (Anova p<0.05).

Gambar 3. Rata-rata konsentrasi amonia pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8.

Gambar 4. Rata-rata konsentrasi pH pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8.

Konsentrasi COD. Konsentrasi COD dalam medium limbah cair meningkat pada semua perlakuan dan kontrol di hari ke-2. Peningkatan pada hari ke-2 terbesar terjadi pada kontrol sebesar 25 mg/l (Gambar 5). Konsentrasi COD turun pada perlakuan kiambang dan kontrol di hari ke-4 dan kembali mengalami peningkatan masing-masing 25 mg/l dan 26 mg/l hingga hari ke-8. Sedangkan konsentrasi COD pada perlakuan dengan kayu apu meningkat pada hari ke-2, 4, dan 6, kemudian menurun hingga 8 mg/l di hari ke-8.

(13)

4

meningkat sebesar 9 mg/l di hari ke-4. Perlakuan dengan kiapung menurun hingga 7 mg/l sampai hari ke-8. Pada pengamatan hari ke-4 dan berikutnya, konsentrasi BOD cenderung naik pada kontrol dan perlakuan kiambang masing-masing 12 mg/l dan 13 mg/l di hari 6 dan ke-8. Sementara BOD pada perlakuan dengan kayu apu naik pada hari ke-4, tetapi pada hari ke-6 dan 8 menurun hingga mencapai 4 mg/l.

Gambar 5. Rata-rata konsentrasi COD pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8.

Gambar 6. Rata-rata konsentrasi BOD pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8.

Respons Tumbuhan Air pada Medium dengan Konsentrasi Klorin Tinggi

Setelah sepuluh hari ditumbuhkan di medium klorin 0.66 ppm, kayu apu dan kiambang bisa tumbuh dengan baik. Sampai dengan hari ke-6 rata-rata jumlah daun, jumlah tunas, panjang tumbuhan dan panjang akar bertambah dari ukuran semula diawal percobaan (Gambar 7 dan 8, lampiran 3 dan 4), tetapi setelah hari ke-6 parameter tersebut kurang lebih tidak berubah. Pertumbuhan kiapung tidak sebaik pada tanaman lainnya, persentase penutupan kiapung menurun setelah 10 hari perlakuan (Gambar 9, lampiran 5). Berdasarkan uji statistik pertambahan jumlah daun, jumlah tunas, dan panjang akar pada kayu apu; dan pertambahan jumlah daun, jumlah tunas, dan

panjang tanaman pada kiambang; serta penurunan penutupan medium oleh kiapung tidak berbeda nyata (Anova p>0.005).

Gambar 7 Rata-rata jumlah daun ( ), jumlah tunas ( ) dan panjang akar ( ) per tanaman kayu apu pada hari ke-0, ke-2, ke-4, ke-6, ke-8 dan ke-10 penanaman pada medium limbah cair.

Gambar 8 Rata-rata jumlah daun ( ), jumlah tunas ( ) dan panjang tumbuhan ( ) per tanaman kiambang pada hari ke-0, ke-2, ke-4, ke-6, ke-8 dan ke-10 penanaman pada medium limbah cair.

Gambar 9 Rata-rata persentase penutupan kiapung pada permukaan medium limbah cair pada hari ke-0, hari ke-2, ke-4, ke-6, ke-8 dan ke-10 penanaman pada medium limbah cair.

Penurunan Konsentrasi Klorin

(14)

5

konsentrasi klorin naik berturut-turut menjadi 0.012 ppm dan 0.015 ppm dan turun lagi pada hari ke-10 hingga 0.011 ppm. Fenomena yang sama juga dijumpai dengan perlakuan kayu apu, kiambang dan kiapung. Masing-masing perlakuan dengan kadar klorin yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan kadar klorin pada kontrol (Anova p>0.05).

Gambar 10 Rata-rata nilai klorin pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol, ) pada hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6, hari ke-8 dan hari ke-10.

PEMBAHASAN

Potensi Tumbuhan Air dalam Menurunkan Konsentrasi Klorin

Tumbuhan air kayu apu, kiambang dan kiapung berpotensi menurunkan klorin. Klorin dalam akuarium dengan tumbuhan air cenderung lebih rendah dari kandungan klorin pada kontrol. Berkurangnya konsentrasi klorin dalam perlakuan dapat disebabkan karena klorin diserap oleh tumbuhan dalam bentuk Cl untuk metabolisme ataupun untuk diuapkan. Klorin dibutuhkan tumbuhan untuk menstimulasi pemecahan molekul air pada fotosintesis dan untuk proses pembelahan sel (Lakitan 1993).

Di antara ketiga tumbuhan air yang digunakan untuk membersihkan klorin limbah cair capsugel, hasil yang paling baik diperoleh dari kayu apu. Penurunan kandungan klorin dalam medium dengan kayu apu lebih banyak dibanding kedua tumbuhan lainnya. Hal ini mungkin berhubungan dengan kondisi perakar-an tumbuhperakar-an tersebut. Nutrien termasuk klorin diserap oleh tumbuhan pada bagian akar (Rock 1998). Kayu apu memiliki perakaran panjang (rata-rata 10 cm), sebaliknya perakaran pada kiapung sangat pendek (1-2 cm). Sedangkan kiambang tidak memiliki akar sesungguhnya, melainkan struktur seperti akar yang merupakan modifikasi dari daun.

Akar tanaman memainkan peranan penting dalam membersihkan air limbah dengan menyerap nutrisi (Stottmeister et al. 2003), mengakumulasi logam zat beracun (Collins et al. 2005) dan menyediakan luas permukaan besar untuk kolonisasi mikroba. Pelepasan oksigen dan transportasi melalui akar merangsang dekomposisi aerobik bahan organik dan

menghasilkan daerah aerobik dan anaerobik sekitar rizosfer yang menyediakan habitat yang cocok bagi mikroorganisme aerobik, anaerobik dan fakultatif. Akar tanaman juga melepaskan berbagai jenis senyawa organik yang dapat bertindak sebagai sumber karbon untuk denitrifiers, meningkatkan penghapusan nitrat dan juga melepaskan antibiotik yang dapat mengontrol atau membunuh bakteri berbahaya dalam limbah cair (Wenyin et al. 2007).

Nitrat, Amonia dan pH dalam Medium

Konsentrasi nitrat dan ammonia fluktuatif pada perlakuan, sedangkan kontrol terus naik. Penurunan nitrat dan amonia dalam medium dapat diserap oleh tumbuhan (Dwidjoseputro 1980) karena tumbuhan memerlukan unsur N untuk pembentukan protein dan mendapatkan unsur N dalam bentuk amonia dan nitrat. Sedangkan peningkatan nitrogen dan amonia pada kontrol dapat disebabkan penguraian bahan organik oleh mikroorganisme.

Perlakuan dengan tumbuhan air menghasilkan peningkatan rata nilai pH medium, kecuali pada perlakuan dengan kiambang yang mengalami penurunan hingga 7.92 pada hari ke-8. Peningkatan nilai pH tersebut mungkin dikarenakan peran dari bakteri pengurai dalam medium berisi tumbuhan air yang menguraikan bahan organik terutama protein menjadi amonia yang lebih bersifat basa.

Nilai pH, nitrat dan amonia memiliki suatu hubungan. Amonia cenderung memiliki pH basa, sedangkan nitrat cenderung larut dalam asam sehingga terbentuk HNO3 (asam nitrat). Amonia

akan meningkat seiring dengan meningkatnya pH (Barus 2002). Hal ini sejalan dengan nilai pH pada kontrol selama pengamatan yang berfluktuasi dan pada akhir pengamatan meningkat. Nilai pH terkecil terjadi pada kontrol, setelah hari ke-6 turun dari 7.97 hingga 7.01. Hal ini mungkin disebabkan akumulasi CO2 oleh respirasi dan dekomposisi. Sementara

pada hari ke-8 nilai pH pada kontrol meningkat dengan cepat hingga mencapai 8.30. Hal ini dapat terjadi karena pertumbuhan alga yang pesat pada wadah akuarium, sehingga keberadaan karbondioksida berkurang dapat meningkatkan nilai pH menjadi lebih tinggi lagi (Effendi 2003).

COD dan BOD dalam Medium

(15)

6

Pada awal percobaan nilai COD dan BOD cenderung naik untuk semua perlakuan dan kontrol. Peningkatan COD dan BOD diduga karena terdapat tambahan bahan organik yang berasal dari mikroorganisme yang mati. Menurut Polprasert (1989) nilai COD dan BOD yang tinggi karena bahan organik di dasar perairan mengalami proses dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri anaerob.

Penurunan COD dan BOD pada perlakuan dengan kiambang lebih besar dibanding dengan perlakuan lainnya pada hari ke-4. Selanjutnya COD dan BOD mengalami peningkatan hingga hari ke-8. Hal ini dapat dijelaskan karena akar tanaman sebagai organ penting dalam penyerapan masih dalam kondisi yang baik pada hari ke-4 sehingga penyerapannya juga dapat berlangsung efektif, sedang pada pengamatan hari ke-8 akar tanaman mulai rontok dan beberapa daun mulai layu sehingga medium mengandung beberapa bahan organik yang sulit dirombak.

Nilai COD dan BOD yang rendah ditemukan di perlakuan dengan tanaman kayu apu pada akhir pengamatan. Hal ini diduga bahwa bahan organik di perairan telah berubah menjadi unsur hara sebagai hasil dekomposisi. Produk hasil penguraian oleh bakteri (berupa CO2, amonia dan nitrogen anorganik dalam

bentuk lain) lebih lanjut akan dimanfaatkan oleh kayu apu pada saat fotosintesis. Semakin banyak hasil penguraian bahan organik yang dimanfaatkan oleh kayu apu, maka fotosintesis akan berlangsung semakin maksimal. Kayu apu dapat meningkatkan kandungan oksigen terlarut di perairan melalui fotosintesis. Selanjutnya oksigen ini dapat dimanfaatkan kembali oleh bakteri dalam proses dekomposisi bahan organik. Siklus ini akan terjadi terus menerus selama komponen tersebut dalam keadaan seimbang. Hal ini menunjukkan kemampuan dari kayu apu untuk mengurangi bahan organik yang ada.

Respons Tumbuhan Air pada Medium dengan Kandungan Klorin 0.66 ppm

Ketiga tumbuhan air dari percobaan pertama berpotensi menurunkan klorin. Ketika kandungan klorin dalam medium ditingkatkan sampai 0.66 ppm, respons pertumbuhan kayu apu dan kiambang tidak berpengaruh, sebaliknya pertumbuhan kiapung tampak menurun (persentase penutupan semakin kecil). Kiapung hidup berasosiasi dengan sianobakter, keberadaan klorin pada medium mungkin menyebabkan sianobakter mati karena klorin merupakan desinfektan. Selanjutnya kebutuhan nitrat dan amonia bagi kiapung dapat terganggu. Akibat ketiadaan sianobakter sebagai simbion menyebabkan pertumbuhan kiapung tidak baik, karena penurunan sumber N untuk kebutuhan hidup kiapung. Tanaman kiapung membutuhkan 3.9-5.4% N untuk kebutuhan hidupnya (Maftuchah & Winaya 2000).

Penurunan Konsentrasi Klorin

Penurunan konsentrasi klorin pada akuarium kontrol dan akuarium dengan tumbuhan air tidak berbeda nyata. Konsentrasi klorin dapat turun dengan cepat di perairan tanpa tumbuhan air. Hal ini disebabkan klorin dengan konsentrasi tinggi akan bereaksi dengan sisa-sisa organik dari limbah cair dan akan membentuk senyawa halogen organik yang mudah menguap (volatile halogenated organics) (Budiman 2006). Setelah konsentrasi klorin menurun hingga mencapai 0.025 ppm, konsentrasi klorin menurun dengan perubahan yang sangat kecil. Hal ini diduga karena konsentrasi klorin sudah melewati titik batas (break point) klorin dalam air yaitu 0.2 mg/l (Budiman 2006), sehingga nilai klorin di bawah titik batas tersebut stabil. Adapun peningkat konsentrai klorin diduga karena terjadi penguapan air pada medium. Reaksi kesetimbangan klorin dalam air sangat dipengaruhi oleh pH. Klor berada dalam bentuk klorin (Cl2) pada pH 2, sedangkan pada klor

kebanyakan terdapat dalam bentuk HOCl pada pH 2-7 dan klor tidak hanya terdapat dalam bentuk HOCl tetapi juga dalam bentuk ion OCl -pada pH 7.4 (Effendi 2003).

SIMPULAN

Tumbuhan air kayu apu, kiambang dan kiapung berpotensi sebagai water purifier, khususnya dalam hal menurunkan klorin. Dibandingkan dengan kiapung dan kiambang, tanaman kayu apu lebih berpotensi sebagai water purifier untuk menurunkan klorin. Hal ini dilihat dari penurunan klorin paling tinggi dan respons pertumbuhannya yang baik. Sedangkan penurunan klorin pada medium dengan kiapung paling kecil, selain itu persentase penutupan kiapung pada medium konsentrasi klorin tinggi cenderung menurun.

DAFTAR PUSTAKA

Alan GH. 1987. Water Pollution and Fish Physiology. Virginia: CRC Press.

Anderson DM. 1994. Red Tides. Scientific American 271: 52–58.

Arifin Z. 2003. Azolla Pembudidayaan dan Pemanfaatan pada Tanaman Padi. Depok: Penebar Swadaya.

Barus TA. 2002. Pengantar Limnologi. Medan: Jurusan Biologi FMIPA USU.

Biggs BJF. 2000. Eutrophication of Stream and Rivers: Dissolved Nutrient-Chlorophyll Relationships for Benthic Algae. The North American Bethological Society 19:17-31.

Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.

(16)

7

larvae of the American lobster Homarus americanus [abstract]. Water Research 10:1093-1099.

Carpenter SR, Caraco NF, Correll DL, Howarth RW, Sharpley AN, Smith VH. 1998. Nonpoint pollution of surface waters with phosphorus and nitrogen. Ecological Applications 8:559–568.

Christensen G, Hunt E, Fiandt J. 1977. The effect of methylmercuric chloride, cadmium chloride, and lead nitrate on six biochemical factors of the brook trout (Salvelinus fontinalis) [abstract]. Toxicology and Applied Pharmacology 42:523-530

Collins BS, Sharitz RR, Coughlin DP. 2005. Elemental composition of native wetland plants in constructed mesocosm treatment wetlands. Bioresource Technology 96:937– 948.

Dwidjoseputro D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan.Ed ke-5. Jakarta: Gramedia Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air.

Yogyakarta: Kanisius.

Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.

Gleick PH. 1998. Water in crisis: Paths to sustainable water use. Ecological Appli-cations 8:571–579.

Henry-Silvia GG, Camargo AFM. 2006. Efficiency of aquatic macrophytes to treat Nile Tilapia pond effluents. Scientia Agricola 63:433-438.

Juhaeti T, Syarif F. 2003. Studi potensi beberapa jenis tumbuhan air untuk fitoremediumsi. [Laporan Teknik]. Bogor: Proyek Pengkajian dan Pemanfaatan Sumberdaya Hayati. Pusat Penelitian Biologi. LIPI. Bogor .

Keputusan Gubenur Jawa Barat No. 6. 1999. Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat. Bandung: Pemerintah Propinsi daerah Tingkat I Jawa Barat.

Khiatuddin M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air dengan Teknologi Rawa Buatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. [Kementerian KLH] Kementerian

Kepen-dudukan dan Lingkungan Hidup. 1988a. Keputusan Menteri Negara Kepen-dudukan dan Lingkungan hidup Nomor: Kep.02/MEN-KLH/1988. Tentang Pedo-man Penetapan Baku Mutu Lingkungan Golongan C. Jakarta: Sekretariat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

[Kementerian KLH] Kementerian Kepen-dudukan dan Lingkungan Hidup. 1988b. Keputusan Menteri Negara Kepen-dudukan dan Lingkungan hidup Nomor: Kep.02/MEN-KLH/1988. Tentang Pedo-man Penetapan Baku Mutu Lingkungan Golongan A. Jakarta: Sekretariat Menteri

Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Lakitan B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC.

Maftuchah, Winaya A. 2000. Komposisi Medium Tumbuh untuk Asosiasi Azolla -Anabaena azollae. Hayati 7:1-5.

Masui A, Fujiwara N, Takagi M, Imanaka T. 1999. Feasibility study for decomposition of gelatin layer on X-ray film by thermostable alkaline protease from alkaliphilic Bacillus sp. [abstract]. Biotechnology Techniques 13:813-815 [NRC] National Research Council. 1993. Soil

and water quality: an agenda for agriculture. Washington (DC): National Academy Press.

Polprasert C. 1989. Organic Waste Recycling. USA: John Willwy & Sons Ltd.

PT Capsugel Indonesia. 2010. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan [Laporan Data Analisis IPAL Harian]. Cibinong: PT Capsugel Indonesia.

Rock S. 1998. Possibilities and Limitations of Phytoremediumtion. Di dalam: Freeman H, editor. Standard Handbook of Hazardous Waste Treatment and Disposal. Ed ke-2. New York: McGraw-Hill.

Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor: Depdikbud-DIKTI-PAU Ilmu Hayati IPB. Smith VH. 1998. Cultural eutrophication of

inland, estuarine, and coastal waters. Di dalam: Pace ML, Groffman PM, editor. Successes, Limitations, and Frontiers in Ecosystem Science. New York: Springer-Verlag. hlm 7-49.

Stottmeister U et al. 2003. Effects of plants and microorganisms in constructed wetlands for wastewater treatment. Biotechnology Advances 22:93–117.

Stowell RR, Ludwig JC, Thobanoglous G. 1980. Toward the Rational Design of Aquatic Treatments Systems. California: University of California.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: UI Press.

Ulfin I, Widya W. 2005. Study Penyerapan Kromium dengan Kayu apu (Pistia stratiotes). Akta Kimindo 1:41-48.

(17)
(18)

9

Lampiran 1 Jenis tumbuhan air, yaitu: kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang (Salvinia natans) dan kiapung (Azolla pinnata)

Kayu apu (Pistia stratiotes)

Kiambang (Salvinia natans)

(19)

10

Lampiran 2 Rancangan percobaan penanaman tumbuhan air pada medium limbah cair

No Perlakuan Ulangan Denah

1 Kontrol (KO) 1 1

2 6

3 12

2 Salvinia natans (SN) 1 9

2 2

3 8

3 Azolla pinnata (AP) 1 7

2 4

3 10

4 Pistia stratiotes (PS) 1 5

2 3

3 11

9 SN1

10 AP 3

11 PS 3

12 KO 3

1 KO 1

2 SN 2

3 PS 2

4 AP 2 5

PS 1 6 KO 2

7 AP 1

(20)

11

Lampiran 3 Kayu apu pada percobaan penanaman tumbuhan air di medium limbah cair dengan penambahan klorin 0.66 ppm

Hari ke-0 Hari ke-10

Hari ke-0 Hari ke-10

Akuarium 2 Akuarium 2

Hari ke-0 Hari ke-10

Akuarium 3 Akuarium 3

(21)

12

Lampiran 4 Kiambang pada percobaan penanaman tumbuhan air di medium limbah cair dengan penambahan klorin 0.66 ppm

Hari ke-0 Hari ke-10

Akuarium 1 Akuarium 1

Hari ke-0 Hari ke-10

Akuarium 2 Akuarium 2

Hari ke-0 Hari ke-10

(22)

13

Lampiran 5 Kiapung pada percobaan penanaman tumbuhan air di medium limbah cair dengan penambahan klorin 0.66 ppm

Hari ke-0 Hari ke-10

Akuarium 1 Akuarium 1

Hari ke-0 Hari ke-10

Akuarium2 Akuarium 2

Hari ke-0 Hari ke-10

(23)

ABSTRAK

SARAH CYNTHIA N. Potensi Penggunaan Tumbuhan Air sebagai Water Purifier Limbah Pabrik Cangkang kapsul. Dibimbing oleh IBNUL QAYIM dan NUNIK SRI ARIYANTI

Limbah cair PT Capsugel Indonesia setelah melalui proses pengolahan (di bak outlet) mengandung klorin 0.03-0.05 ppm, sehingga belum memenuhi kriteria yang dapat digunakan untuk kehidupan biota air seperti ikan, plankton dan lainnya. Pada kadar klorin lebih dari 0.003 ppm, kehidupan ikan dapat terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tiga spesies tumbuhan air: kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang (Salvinia natans) dan kiapung (Azolla pinnata) sebagai water purifier limbah pabrik cangkang kapsul. Beberapa parameter yang diamati adalah klorin, nitrat, amonia, pH, Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) sebelum dan sesudah penanaman. Selanjutnya juga diamati respons tumbuhan air tersebut dalam medium tumbuh (limbah cair) dengan kandungan klorin tinggi (0.66 ppm). Dua hari setelah penanaman tumbuhan air, konsentrasi klorin dalam medium limbah cair banyak berkurang. Penurunan kandungan klorin dalam medium dengan kayu apu lebih banyak dibanding tumbuhan kiambang dan kiapung, sebaliknya klorin pada medium tanpa tumbuhan air sedikit bertambah. Konsentrasi nitrat dan amonia turun dan naik selama perlakuan, sedangkan konsentrasi nitrat dan amonia pada kontrol terus naik. Perlakuan dengan tumbuhan air menghasilkan nilai pH rata-rata juga mengalami peningkatan, kecuali pada perlakuan dengan kiambang nilai rata-rata pertumbuhan mengalami penurunan. Nilai COD dan BOD yang rendah ditemukan pada perlakuan dengan tanaman kayu apu pada akhir pengamatan. Kayu apu dan kiambang pada medium dengan kandungan klorin 0.66 ppm tidak berpengaruh, sebaliknya pertumbuhan kiapung terganggu.

Kata Kunci : tumbuhan air, penjernih air, limbah cair, klorin, cangkang kapsul.

ABSTRACT

SARAH CYNTHIA N. Potential Use of Aquatic Plant for Water Purifier of the Waste Water of Capsule Package Factory. Directed by IBNUL QAYIM and NUNIK SRI ARIYANTI

The processed wastewater (in the outlet pool) of PT Capsugel Indonesia (capsule package factory) contained chlorine of 0.03-0.05 ppm, therefore they were out of water criteria of used for the aquatic lives such as fish, plankton and others. This study aimed to determine the potential use of three species of aquatic plants: kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang (Salvinia natans) and kiapung (Azolla pinnata) for purifying wastewater of the factory. The observed parameters were chlorine, nitrate, ammonia, pH, COD and BOD before and after planting. In addition growth of the aquatic plant in the medium contained high chlorine (0.66 ppm) were also observed. The chlorine in wastewater medium with the aquatic plants was reduced.The decreased chlorine in the medium with kayu apu was lower than those with kiambang and kiapung, while chlorine slightly increased in the medium without plants. The concentration of nitrate and ammonia go up and down in the medium treated, while those of control continued to rise. The average pH medium with kayu apu and kiambang increased, however the average pH of medium planted kiambang declined. The value of COD and BOD are low in the medium of kayu apu after two days planting. Kayu apu and kiambang were not affected in medium with the chlorine of 0.66 ppm, otherwise the growth of kiapung decreased.

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri cangkang kapsul adalah industri di bidang farmasi yang memproduksi kapsul kosong. Kegiatan industri ini menghasilkan limbah cair maupun limbah padat. Limbah cair berasal dari limbah proses produksi maupun limbah domestik (sanitasi dan toilet). Limbah cair tersebut mengandung bahan-bahan organik seperti sisa gelatin dari proses produksi, sisa makanan dari pencucian di kafetaria, dan buangan toilet. Selain itu limbah tersebut mengandung bahan-bahan anorganik seperti sisa pewarna kapsul dan sisa deterjen dari kafetaria.

Tanpa melalui proses pengolahan, limbah industri seperti limbah cair dari industri cangkang kapsul berpotensi mencemari lingkungannya. Sisa-sisa gelatin dalam limbah dapat merupakan sumber pencemar amonia yang berasal dari dekomposisi protein (Masui et al. 1999). Selain itu dekomposisi bahan organik (gelatin dan lainnya) oleh mikroorganisme juga dapat menurunkan Chemical Oxygen Demand (COD) dalam perairan (Khiatuddin 2003), sementara limbah deterjen dapat menambahkan banyak unsur fosfor (P) dalam perairan (Fardiaz 1992). Upaya mengurangi pencemaran lingkungan dari limbah industri, umumnya pihak industri telah melakukan pengolahan limbah.

Proses pengolahan limbah cair dilakukan melalui proses-proses fisik, kimia dan biologi (Sugiharto 1987). Limbah cair yang telah melalui proses pengolahan menunjukkan kualitas air secara fisik lebih baik (lebih jernih) dan tidak ada bahan-bahan padatan. Namun demikian, secara kimia kualitas limbah cair yang melalui proses pengolahan sering kali masih mengandung bahan-bahan yang dapat mengurangi kualitas air. Sebagai contoh nilai klorin dalam limbah cair PT Capsugel Indonesia setelah melalui proses pengolahan (di bak outlet) berkisar 0.03-0.05 ppm (PT Capsugel 2010). Nilai ini dibawah nilai ambang batas maksimal kandungan klorin yang diperbolehkan ada di air limbah yaitu 1 ppm (Keputusan Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999). Namun demikian limbah cair di bak outlet dengan kadar klorin tersebut belum memenuhi kriteria air golongan C yaitu air yang dapat digunakan untuk kehidupan hewan air seperti ikan dan biota air lainnya. Konsentrasi klorin maksimum dalam air golongan C adalah 0.003 ppm (Kementerian KLH 1988a).

Kehidupan hewan air seperti ikan dan biota lainnya terganggu ketika ada penambahan klorin ke dalam air, yang biasa disebut klorin bebas. Klorin bebas menyebabkan peningkatan konsentrasi hemoglobin pada ikan (Christensen et al. 1977), sehingga dapat menurunkan tekanan oksigen dalam darah arteri yang akan menyebabkan gangguan penyerapan oksigen

oleh insang (Alan 1987). Menurut Capuzzo et al. (2003) klorin bebas dan suhu berpengaruh terhadap kehidupan larva lobster.

Klorin adalah bahan kimia yang ditambahkan dalam proses pengolahan limbah untuk mengurangi konsentrasi amonia dan warna yang tersisa dalam efluen. Hasil proses pengolahan limbah cair di PT Capsugel Indonesia masih mengandung 0.08 mg/l amonia dan 8 mg/l nitrat (PT Capsugel 2010). Nilai tersebut di atas batas yang diperbolehkan ada di perairan golongan A, yaitu air yang diperuntukan sebagai air minum tanpa pengolahan (Kementerian KLH 1988b). Selain itunitrat dalam jumlah banyak di perairan dapat menyebabkan eutrofikasi. Menurut Effendi (2003) kadar nitrat di atas 5 mg/l di perairan dikategorikan sebagai perairan eutrofik. Perairan eutrofik ini dapat menunjukkan dampak yang tidak diinginkan, termasuk pertumbuhan ganggang yang berlebihan (Smith 1998) dan terjadinya populasi bentik alga diperairan (Biggs 2000). Dekomposisi ganggang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan oksigen yang pada gilirannya dapat menyebabkan kematian pada ikan (Carpenter et al. 1998, Smith 1998). Eutrofikasi dapat menyebabkan meningkatnya populasi ganggang beracun dan menyebabkan air laut berwarna cokelat kemerahan (Red Tides), sehingga dapat menimbulkan keracunan pada kerang dan kematian pada ikan-ikan di laut (Anderson 1994). Masalah lain yang terkait dengan eutrofikasi adalah pemusnahan tanaman asli (Gleick 1998, Smith 1998), hilangnya keanekaragaman hayati (NRC 1993, Smith 1998), dan kematian terumbu karang (Smith 1998).

Kemampuan tumbuhan air dalam membersihkan limbah cair (water purifier) akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian. Menurut Stowell et al. (1980), secara umum tumbuhan air memiliki kemampuan untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan, dan hal tersebut sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair. Beberapa contoh tumbuhan air yang telah digunakan sebagai water purifier adalah kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang (Salvinia natans) dan kiapung (Azolla pinnata). Kayu apu dan kiambang dapat menurunkan total N hampir 50% dan total P lebih dari 50% dalam perairan (Henry-Silvia & Camargo 2006). Selain itu penggunaan kayu apu dalam penyerapan kromium (Ulfin 2005). Kiapung sudah umum digunakan untuk pupuk hijau (Arifin 2003). Beberapa penelitian menunjukkan kiapung mampu menyerap logam berat seperti Pb (Juhaeti & Syarif 2003).

Tujuan

(25)

2

pertumbuhan tiga jenis tumbuhan air dalam (limbah cair) dengan kandungan klorin tinggi (0.66 ppm) sebagai medium tumbuhnya.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel air yang diambil dari air outlet hasil proses pengolahan limbah cair industri di PT. Capsugel Indonesia dan tiga jenis tumbuhan air, yaitu: kayu apu (Pistia stratiotes) kiambang (Salvinia natans) dan kiapung (Azolla pinnata). (Lampiran 1).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah penampung air untuk limbah (akuarium) berukuran (30 x 30 x 30) cm³, jaring kawat untuk mengukur penutupan kiapung pada medium, spektrofotometer UV-VIS DR 2010/HACH untuk mengukur parameter klorin, nitrat dan amonia, pH meter, COD meter, BOD meter dan alat-alat gelas.

Metode

Persiapan Tumbuhan Air. Tumbuhan air yang digunakan pada penelitian ini diambil di daerah persawahan. Tumbuhan tersebut dibersihkan dari sisa lumpur dengan menggunakan air mengalir. Selanjutnya dikondisikan menggunakan air demineralisasi sebanyak 15 liter selama 1 hari.

Penanaman Tumbuhan pada Medium Limbah Cair. Dua belas akuarium masing-masing diisi 15 liter air limbah dari bak outlet. Tiga akuarium diisi dengan tumbuhan kayu apu, tiga akuarium diisi kiambang, tiga akuarium diisi kiapung dan tiga sisanya tidak diisi tumbuhan air (sebagai kontrol). Tumbuhan air yang dimasukkan pada setiap akuarium menutupi 50% permukaan air (Lampiran 2).

Pengamatan dilakukan terhadap kon-sentrasi klorin sebelum dan setelah dua hari penanaman, dan nitrat, amonia, pH, COD dan BOD setiap dua hari sekali selama delapan hari. Klorin diukur menggunakan spektrofotometer pada program 952 dengan panjang gelombang 530 nm, nitrat diukur menggunakan spektrofotometer pada program 355 dengan panjang gelombang 500 nm, amonia diukur menggunakan spektrofotometer pada program 380 dengan panjang gelombang 425 nm, pH diukur menggunakan pH meter, COD diukur menggunakan COD meter dan BOD dikur menggunakan BOD meter.

Penanaman Tumbuhan pada Medium Limbah Cair dengan Penambahan Kaporit.

Limbah cair dari bak outlet ditampung dalam drum besar, kemudian ditambahkan kaporit hingga konsentrasi klorin mencapai 0.66 ppm. Setelah itu, limbah cair diisikan ke dalam 12 akuarium, masing-masing akuarium diisi 15 liter air limbah tersebut. Kemudian tiga akuarium diisi dengan tumbuhan kayu apu, tiga akuarium diisi kiambang, tiga akuarium diisi kiapung dan tiga sisanya tidak diisi tumbuhan air (sebagai

kontrol). Tumbuhan air yang dimasukkan pada setiap akuarium menutupi 50% permukaan air (lampiran 3).

Pengamatan dilakukan terhadap kon-sentrasi klorin setiap dua hari sekali selama sepuluh hari. Klorin diukur menggunakan spektrofotometer pada program 952 dengan panjang gelombang 530 nm. Selain itu juga diamati parameter pertumbuhan tumbuhan air meliputi jumlah daun dan jumlah tunas (kayu apu dan kiambang), panjang akar (kayu apu), panjang tumbuhan (kiambang). Pada setiap akuarium hanya diambil tiga tumbuhan untuk mengukur parameter tumbuhan tersebut. Khusus untuk kiapung diukur luas penutupan pada mediumnya.

Pengolahan Data. Uji yang dilakukan menggunakan Anova Rancangan Acak Lengkap (RAL) intime diolah secara statistik dengan program SAS dilanjut-kan menggunakan uji Duncan dengan tingkat kepercayan 95%. Uji tersebut untuk analisis data parameter kimia dan parameter pertumbuhan.

HASIL

Kualitas Air Limbah dalam Medium setelah Penanaman Tumbuhan Air.

Konsentrasi Klorin. Konsentrasi klorin dalam akuarium kontrol (tanpa tumbuhan air) sedikit bertambah (dari 0.031 ppm menjadi 0.035 ppm). Sedangkan konsentrasi klorin dalam akuarium dengan tumbuhan air banyak berkurang pada hari ke-2 (Anova p<0.05). Rata-rata klorin dalam akuarium dengan kayu apu berkurang dari 0.031 ppm menjadi 0.003 ppm (Gambar 1). Rata-rata klorin dalam akuarium berisi kiambang dan kiapung masing-masing berturut-turut berkurang menjadi 0.017 ppm dan 0.020 ppm. Analisis statistik memberikan hasil bahwa interaksi antara perlakuan dan waktu berbeda nyata terhadap kontrol, kiambang, kayu apu dan kiapung masing-masing pada hari ke-2 (Anova p<0.05).

Gambar 1. Rata-rata konsentrasi klorin pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu (PS), kiambang (SN), kiapung (AP) dan tanpa tumbuhan air (KO) pada hari ke-2.

(26)

2

pertumbuhan tiga jenis tumbuhan air dalam (limbah cair) dengan kandungan klorin tinggi (0.66 ppm) sebagai medium tumbuhnya.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel air yang diambil dari air outlet hasil proses pengolahan limbah cair industri di PT. Capsugel Indonesia dan tiga jenis tumbuhan air, yaitu: kayu apu (Pistia stratiotes) kiambang (Salvinia natans) dan kiapung (Azolla pinnata). (Lampiran 1).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah penampung air untuk limbah (akuarium) berukuran (30 x 30 x 30) cm³, jaring kawat untuk mengukur penutupan kiapung pada medium, spektrofotometer UV-VIS DR 2010/HACH untuk mengukur parameter klorin, nitrat dan amonia, pH meter, COD meter, BOD meter dan alat-alat gelas.

Metode

Persiapan Tumbuhan Air. Tumbuhan air yang digunakan pada penelitian ini diambil di daerah persawahan. Tumbuhan tersebut dibersihkan dari sisa lumpur dengan menggunakan air mengalir. Selanjutnya dikondisikan menggunakan air demineralisasi sebanyak 15 liter selama 1 hari.

Penanaman Tumbuhan pada Medium Limbah Cair. Dua belas akuarium masing-masing diisi 15 liter air limbah dari bak outlet. Tiga akuarium diisi dengan tumbuhan kayu apu, tiga akuarium diisi kiambang, tiga akuarium diisi kiapung dan tiga sisanya tidak diisi tumbuhan air (sebagai kontrol). Tumbuhan air yang dimasukkan pada setiap akuarium menutupi 50% permukaan air (Lampiran 2).

Pengamatan dilakukan terhadap kon-sentrasi klorin sebelum dan setelah dua hari penanaman, dan nitrat, amonia, pH, COD dan BOD setiap dua hari sekali selama delapan hari. Klorin diukur menggunakan spektrofotometer pada program 952 dengan panjang gelombang 530 nm, nitrat diukur menggunakan spektrofotometer pada program 355 dengan panjang gelombang 500 nm, amonia diukur menggunakan spektrofotometer pada program 380 dengan panjang gelombang 425 nm, pH diukur menggunakan pH meter, COD diukur menggunakan COD meter dan BOD dikur menggunakan BOD meter.

Penanaman Tumbuhan pada Medium Limbah Cair dengan Penambahan Kaporit.

Limbah cair dari bak outlet ditampung dalam drum besar, kemudian ditambahkan kaporit hingga konsentrasi klorin mencapai 0.66 ppm. Setelah itu, limbah cair diisikan ke dalam 12 akuarium, masing-masing akuarium diisi 15 liter air limbah tersebut. Kemudian tiga akuarium diisi dengan tumbuhan kayu apu, tiga akuarium diisi kiambang, tiga akuarium diisi kiapung dan tiga sisanya tidak diisi tumbuhan air (sebagai

kontrol). Tumbuhan air yang dimasukkan pada setiap akuarium menutupi 50% permukaan air (lampiran 3).

Pengamatan dilakukan terhadap kon-sentrasi klorin setiap dua hari sekali selama sepuluh hari. Klorin diukur menggunakan spektrofotometer pada program 952 dengan panjang gelombang 530 nm. Selain itu juga diamati parameter pertumbuhan tumbuhan air meliputi jumlah daun dan jumlah tunas (kayu apu dan kiambang), panjang akar (kayu apu), panjang tumbuhan (kiambang). Pada setiap akuarium hanya diambil tiga tumbuhan untuk mengukur parameter tumbuhan tersebut. Khusus untuk kiapung diukur luas penutupan pada mediumnya.

Pengolahan Data. Uji yang dilakukan menggunakan Anova Rancangan Acak Lengkap (RAL) intime diolah secara statistik dengan program SAS dilanjut-kan menggunakan uji Duncan dengan tingkat kepercayan 95%. Uji tersebut untuk analisis data parameter kimia dan parameter pertumbuhan.

HASIL

Kualitas Air Limbah dalam Medium setelah Penanaman Tumbuhan Air.

Konsentrasi Klorin. Konsentrasi klorin dalam akuarium kontrol (tanpa tumbuhan air) sedikit bertambah (dari 0.031 ppm menjadi 0.035 ppm). Sedangkan konsentrasi klorin dalam akuarium dengan tumbuhan air banyak berkurang pada hari ke-2 (Anova p<0.05). Rata-rata klorin dalam akuarium dengan kayu apu berkurang dari 0.031 ppm menjadi 0.003 ppm (Gambar 1). Rata-rata klorin dalam akuarium berisi kiambang dan kiapung masing-masing berturut-turut berkurang menjadi 0.017 ppm dan 0.020 ppm. Analisis statistik memberikan hasil bahwa interaksi antara perlakuan dan waktu berbeda nyata terhadap kontrol, kiambang, kayu apu dan kiapung masing-masing pada hari ke-2 (Anova p<0.05).

Gambar 1. Rata-rata konsentrasi klorin pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu (PS), kiambang (SN), kiapung (AP) dan tanpa tumbuhan air (KO) pada hari ke-2.

(27)

3

perlakuan kiapung hingga mencapai 15.8 mg/l (Gambar 2). Pada pengamatan berikutnya (hari ke-4 dan ke-6) konsentrasi nitrat cenderung turun, kecuali nitrat pada kontrol terus naik hingga 7.5 mg/l pada hari ke-8. Sedangkan perlakuan dengan tumbuhan air penurunan terkecil terjadi pada kiambang dari 12.5 mg/l menjadi 6.5 mg/l. Kemudian pada hari ke-8 konsentrasi nitrat naik kembali di setiap perlakuan. Analisis statistik memberikan hasil bahwa interaksi antara perlakuan dan waktu berbeda nyata pada kiapung hari ke-2 (Anova p<0.05).

Gambar 2. Rata-rata konsentrasi nitrat pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8.

Konsentrasi Amonia. Konsentrasi amonia dalam akuarium (tanpa tumbuhan air) mengalami penurunan yang semula 0.21 mg/l menjadi 0.19 mg/l pada hari ke-2. Kemudian konsentrasi amonia pada hari ke-4 meningkat dan menurun lagi pada hari ke-6. Setelah hari ke-8 konsentrasi amonia mengalami peningkatan kembali. Sedangkan dengan perlakuan kayu apu, kiambang dan kiapung pada hari ke-2, konsentrasi amonia mengalami peningkatan dan pada hari ke-4 mengalami penurunan. Penurunan terkecil terjadi pada kiambang dari 0.22 mg/l menjadi 0.11 mg/l. Pada hari ke-6 konsentrasi amonia mengalami peningkatan dan pada hari ke-8 mengalami penurunan kembali (Gambar 3). Analisis statistik memberikan hasil konsentrasi antara perlakuan dan kontrol tidak berbeda nyata, tetapi konsentrasi amonia ketika diamati dua hari sekali cenderung berbeda (Anova p>0.05).

pH. Nilai pH pada medium limbah cair tanpa tumbuhan air mengalami fluktuasi lebih besar dibandingkan perlakuan menggunakan tumbuhan air. Setelah dua hari perlakuan pH kontrol mengalami penurunan dari 7.97 menjadi 7.35 dan hari ke-4 mengalami peningkatan menjadi 8.26. Setelah itu pH turun pada hari ke-6 hingga mencapai 7.01 dan naik kembali pada hari ke-8 (Gambar 4). Perlakuan dengan tumbuhan air pada hari ke-2 mengalami peningkatan. Peningkatan pH terbesar terjadi

pada perlakuan dengan kiapung dari 7.97 menjadi 8.16. Perlakuan dengan kayu apu mengalami penurunan pada hari ke-4, sedangkan pH pada perlakuan dengan kiambang dan kiapung mengalami peningkatan. Perlakuan dengan kiambang mengalami penurun pH berturut-turut hingga mencapai 7.92 pada hari ke-8. Analisis statistik memberikan hasil bahwa interaksi antara perlakuan dan waktu berbeda nyata terhadap kontrol pada hari ke-2 dan hari ke-6 (Anova p<0.05).

Gambar 3. Rata-rata konsentrasi amonia pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8.

Gambar 4. Rata-rata konsentrasi pH pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8.

Konsentrasi COD. Konsentrasi COD dalam medium limbah cair meningkat pada semua perlakuan dan kontrol di hari ke-2. Peningkatan pada hari ke-2 terbesar terjadi pada kontrol sebesar 25 mg/l (Gambar 5). Konsentrasi COD turun pada perlakuan kiambang dan kontrol di hari ke-4 dan kembali mengalami peningkatan masing-masing 25 mg/l dan 26 mg/l hingga hari ke-8. Sedangkan konsentrasi COD pada perlakuan dengan kayu apu meningkat pada hari ke-2, 4, dan 6, kemudian menurun hingga 8 mg/l di hari ke-8.

(28)

4

meningkat sebesar 9 mg/l di hari ke-4. Perlakuan dengan kiapung menurun hingga 7 mg/l sampai hari ke-8. Pada pengamatan hari ke-4 dan berikutnya, konsentrasi BOD cenderung naik pada kontrol dan perlakuan kiambang masing-masing 12 mg/l dan 13 mg/l di hari 6 dan ke-8. Sementara BOD pada perlakuan dengan kayu apu naik pada hari ke-4, tetapi pada hari ke-6 dan 8 menurun hingga mencapai 4 mg/l.

Gambar 5. Rata-rata konsentrasi COD pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8.

Gambar 6. Rata-rata konsentrasi BOD pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol, ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8.

Respons Tumbuhan Air pada Medium dengan Konsentrasi Klorin Tinggi

Setelah sepuluh hari ditumbuhkan di medium klorin 0.66 ppm, kayu apu dan kiambang bisa tumbuh dengan baik. Sampai dengan hari ke-6 rata-rata jumlah daun, jumlah tunas, panjang tumbuhan dan panjang akar bertambah dari ukuran semula diawal percobaan (Gambar 7 dan 8, lampiran 3 dan 4), tetapi setelah hari ke-6 parameter tersebut kurang lebih tidak berubah. Pertumbuhan kiapung tidak sebaik pada tanaman lainnya, persentase penutupan kiapung menurun setelah 10 hari perlakuan (Gambar 9, lampiran 5). Berdasarkan uji statistik pertambahan jumlah daun, jumlah tunas, dan panjang akar pada kayu apu; dan pertambahan jumlah daun, jumlah tunas, dan

panjang tanaman pada kiambang; serta penurunan penutupan medium oleh kiapung tidak berbeda nyata (Anova p>0.005).

Gambar 7 Rata-rata jumlah daun ( ), jumlah tunas ( ) dan panjang akar ( ) per tanaman kayu apu pada hari ke-0, ke-2, ke-4, ke-6, ke-8 dan ke-10 penanaman pada medium limbah cair.

Gambar 8 Rata-rata jumlah daun ( ), jumlah tunas ( ) dan panjang tumbuhan ( ) per tanaman kiambang pada hari ke-0, ke-2, ke-4, ke-6, ke-8 dan ke-10 penanaman pada medium limbah cair.

Gambar 9 Rata-rata persentase penutupan kiapung pada permukaan medium limbah cair pada hari ke-0, hari ke-2, ke-4, ke-6, ke-8 dan ke-10 penanaman pada medium limbah cair.

Penurunan Konsentrasi Klorin

(29)

5

konsentrasi klorin naik berturut-turut menjadi 0.012 ppm dan 0.015 ppm dan turun lagi pada hari ke-10 hingga 0.011 ppm. Fenomena yang sama juga dijumpai dengan perlakuan kayu apu, kiambang dan kiapung. Masing-masing perlakuan dengan kadar klorin yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan kadar klorin pada kontrol (Anova p>0.05).

Gambar 10 Rata-rata nilai klorin pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu ( ), kiambang ( ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol, ) pada hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6, hari ke-8 dan hari ke-10.

PEMBAHASAN

Potensi Tumbuhan Air dalam Menurunkan Konsentrasi Klorin

Tumbuhan air kayu apu, kiambang dan kiapung berpotensi menurunkan klorin. Klorin dalam akuarium dengan tumbuhan air cenderung lebih rendah dari kandungan klorin pada kontrol. Berkurangnya konsentrasi klorin dalam perlakuan dapat disebabkan karena klorin diserap oleh tumbuhan dalam bentuk Cl untuk metabolisme ataupun untuk diuapkan. Klorin dibutuhkan tumbuhan untuk menstimulasi pemecahan molekul air pada fotosintesis dan untuk proses pembelahan sel (Lakitan 1993).

Di antara ketiga tumbuhan air yang digunakan untuk membersihkan klorin limbah cair capsugel, hasil yang paling baik diperoleh dari kayu apu. Penurunan kandungan klorin dalam medium dengan kayu apu lebih banyak dibanding kedua tumbuhan lainnya. Hal ini mungkin berhubungan dengan kondisi perakar-an tumbuhperakar-an tersebut. Nutrien termasuk klorin diserap oleh tumbuhan pada bagian akar (Rock 1998). Kayu apu memiliki perakaran panjang (rata-rata 10 cm), sebaliknya perakaran pada kiapung sangat pendek (1-2 cm). Sedangkan kiambang tidak memiliki akar sesungguhnya, melainkan struktur seperti akar yang merupakan modifikasi dari daun.

Akar tanaman memainkan peranan penting dalam membersihkan air limbah dengan menyerap nutrisi (Stottmeister et al. 2003), mengakumulasi logam zat beracun (Collins et al. 2005) dan menyediakan luas permukaan besar untuk kolonisasi mikroba. Pelepasan oksigen dan transportasi melalui akar merangsang dekomposisi aerobik bahan organik dan

menghasilkan daerah aerobik dan anaerobik sekitar rizosfer yang menyediakan habitat yang cocok bagi mikroorganisme aerobik, anaerobik dan fakultatif. Akar tanaman juga melepaskan berbagai jenis senyawa organik yang dapat bertindak sebagai sumber karbon untuk denitrifiers, meningkatkan penghapusan nitrat dan juga melepaskan antibiotik yang dapat mengontrol atau membunuh bakteri berbahaya dalam limbah cair (Wenyin et al. 2007).

Nitrat, Amonia dan pH dalam Medium

Konsentrasi nitrat dan ammonia fluktuatif pada perlakuan, sedangkan kontrol terus naik. Penurunan nitrat dan amonia dalam medium dapat diserap oleh tumbuhan (Dwidjoseputro 1980) karena tumbuhan memerlukan unsur N untuk pembentukan protein dan mendapatkan unsur N dalam bentuk amonia dan nitrat. Sedangkan peningkatan nitrogen dan amonia pada kontrol dapat disebabkan penguraian bahan organik oleh mikroorganisme.

Perlakuan dengan tumbuhan air menghasilkan peningkatan rata nilai pH medium, kecuali pada perlakuan dengan kiambang yang mengalami penurunan hingga 7.92 pada hari ke-8. Peningkatan nilai pH tersebut mungkin dikarenakan peran dari bakteri pengurai dalam medium berisi tumbuhan air yang menguraikan bahan organik terutama protein menjadi amonia yang lebih bersifat basa.

Nilai pH, nitrat dan amonia memiliki suatu hubungan. Amonia cenderung memiliki pH basa, sedangkan nitrat cenderung larut dalam asam sehingga terbentuk HNO3 (asam nitrat). Amonia

akan meningkat seiring

Gambar

Gambar 1. Rata-rata konsentrasi klorin pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu (PS), kiambang (SN), kiapung (AP) dan tanpa tumbuhan air (KO) pada hari ke-2
Gambar 2 . Rata-rata konsentrasi nitrat pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu (   ), kiambang (   ) dan kiapung (×) serta medium tanpa tumbuhan air (kontrol,   ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8
Gambar 6. Rata-rata konsentrasi BOD pada medium tanpa tumbuhan air (kontrol,   ) pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari medium limbah cair setelah penanaman kayu apu (   ), kiambang (   ) dan kiapung (×) serta ke-8
Gambar 10 tanpa tumbuhan air (kontrol,   ) pada hari ke-2,  Rata-rata nilai klorin pada medium limbah cair setelah penanaman kayu apu (   ), kiambang (   ) dan kiapung (×) serta medium hari ke-4, hari ke-6, hari ke-8 dan hari ke-10
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jaringan infrastruktur hijau menurut Benedict dan McMahon (2006) adalah sistem kawasan alami dan ruang terbuka yang saling terkait dan menjaga nilai ekosistem, menjaga

selaku Apoteker di Apotek Bagiana yang telah telah bersedia membimbing, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk berbagi pengelaman dan pengetahuan, serta

Tugas dan tanggung jawab Sub Direktorat Statistik Keuangan yang berkaitan dengan pengolahan Daftar VUSI04-RLS dan VUSI04-S adalah sebagai berikut:.. (1) Membantu Direktorat

Dengan media pembelajaran audio visual interaktif pada mata pelajaran IPA Biologi mengenai Penyerbukan tanaman, membantu para siswa dan guru dalam pembelajaran dan

Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar Teknik Bentuk Instrumen Contoh Instrumen masyarakat dalam menjaga kebersihan &gt;macam-macam pencemaran &gt;akibat pencemaran &gt;penambahan

Peneliti memilih metode kualitatif dikarenakan peneliti mengangkat sebuah fenomena yang berkembang di masyarakat yaitu masalah pembiayaan modal kerja kemudian

ASIA PETROCOM SERVICES OMB Lulus Sudah Jadi.. 19 019/OMB/15 HARY

Hindari dan jauhi makanan roti putih karena memiliki kadar gula yang tinggi, sebagai ganti roti putih anda bisa dengan konsumsi roti gandung yang memiliki banyak serat