• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sericin Protein Extraction from Attacus atlas Cocoon and Its Characterization as a Biomaterial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sericin Protein Extraction from Attacus atlas Cocoon and Its Characterization as a Biomaterial"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTRAKSI PROTEIN SERISIN DARI KOKON SUTERA

LIAR

Attacus atlas

DAN KARAKTERISASINYA

SEBAGAI BIOMATERIAL

YUNI CAHYA ENDRAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Ekstraksi Protein Serisin dari Kokon Sutera Liar Attacus atlas dan Karakterisasinya sebagai Biomaterial adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2012

(3)

ii

ABSTRACT

YUNI CAHYA ENDRAWATI. Sericin Protein Extraction from Attacus atlas Cocoon and Its Characterization as a Biomaterial. Under direction of DEDY DURYADI SOLIHIN and ANI SURYANI

The high sericin production is mostly determined by extraction method (degumming and serisin protein isolation). Sericin protein was extracted from silk wastewater by protein isolation with 75% (v/v) ethanol. Silk wastewaters was produced from degumming of cocoon Attacus atlas with 33,3% NaOH 0,25 N. Sericin protein extraction from Attacus atlas not only use a combination of temperature and time, but need a strong solvent for extracting sericin, strong bases such as NaOH. This research has been get the best extraction method to produce the highest sericin protein by optimization of protein extraction with response surface methodology (RSM). Stationary point at 129oC and 70,36 minute can produce maximum percentage of protein yields (± 19%). The molecular weight distribution of sericin was investigated by sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS PAGE). The results suggested that sericin represented wide ranging molecular weight distribution (8,24-73,30 kDa). The amino acid of sericin was investigated by high performance liquid chromatography (HPLC) analytical methods that result highest component of Attacus atlas sericin is glysine (24,64%). Amino acids of sericin contains polar groups (50,72%) and non polar groups (49,28%). Sericin has wide applications as a biomaterial in medical, pharmaceutical and cosmetic. One of them as a surfactant material with the ability to reduce water surface tension of 71,67 dyne/cm to 51,8 ± 1,3 dyne/cm on the sericin addition of 0,58 ± 0,01 mg/ml.

(4)

iii

RINGKASAN

YUNI CAHYA ENDRAWATI. Ekstraksi Protein Serisin dari Kokon Sutera Liar Attacus atlas dan Karakterisasinya sebagai Biomaterial. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan ANI SURYANI

Serat sutera (fibroin) dihasilkan dari proses degumming kokon. Degumming adalah proses penguraian serat sutera (fibroin) dari bahan perekatnya yang disebut serisin (gum). Proses degumming kokon sutera menghasilkan larutan yang mengandung bahan organik tinggi (BOD 8219.6 mg/l) yang dapat memberikan dampak lingkungan kurang baik sehingga perlu pengolahan lebih lanjut. Pengolahan larutan hasil degumming dengan cara ekstraksi protein serisin dapat menurunkan kadar BOD hingga 86,7%. Hasil ekstraksi berupa protein serisin juga mempunyai manfaat luas sebagai biomaterial di berbagai bidang seperti dalam bidang medis dan kosmetik.

Metode ekstraksi protein serisin dari kokon dilakukan melalui degumming dan isolasi protein. Proses degumming dapat dilakukan dengan kombinasi fisik dan kimia pada suhu, waktu dan bahan pelarut kimia tertentu. Isolasi protein digunakan untuk mengisolasi protein target, salah satunya dengan cara pengendapan. Pada penelitian ini proses ekstraksi dilakukan secara bertahap untuk mendapatkan rendemen protein maksimal. Proses ekstraksi akan menghasilkan crude protein serisin. Kajian-kajian yang dilakukan adalah, 1) kajian pengaruh rasio volume NaOH 0,1 N dan jenis spesies ulat sutera terhadap rendemen protein serisin, 2) kajian pengaruh konsentrasi NaOH terhadap rendemen protein serisin, 3) kajian pengaruh kemurnian etanol terhadap rendemen protein serisin, dan 4) kajian optimasi rendemen protein serisin. Kajian optimasi menggunakan Response Surface Methodology (RSM) pada dua faktor yaitu suhu dan waktu. Titik pusat pada suhu 115oC dan waktu 40 menit. Ada tiga optimasi, yaitu optimasi 1 (O1) menggunakan 33,3% NaOH 0,25N dan etanol teknis 96%, optimasi 2 (O2) menggunakan 33,3% NaOH 0,25N tanpa etanol, dan optimasi 3 (O3) menggunakan etanol teknis 96% tanpa NaOH. Tahap terakhir dari penelitian ini adalah karakterisasi crude protein serisin dengan analisis bobot molekul menggunakan Sodium Dodecyl Sulphate Polyachrylamide Gel Electrophoresis (SDS PAGE), analisis asam amino dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan uji tegangan permukaan dengan tensiometer.

Teknik pengendapan dengan etanol absolut dipakai dalam proses isolasi protein (Wu et al. 2007). Akan tetapi etanol absolut kurang efisien jika diterapkan dalam skala industri karena harganya cukup mahal. Perlu ada kajian tentang alternatif lain sebagai pengganti etanol absolut. Kajian isolasi protein pada tingkat kemurnian etanol berbeda dilakukan di awal penelitian ini untuk memberikan informasi tersebut. Pada kajian kemurnian etanol, etanol absolut dan etanol teknis 96% tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rendemen protein serisin. Rendemen protein yang dihasilkan sebesar 1,03 ± 0,04% untuk etanol absolut dan 1,00 ± 0,16% untuk etanol teknis, sehingga etanol teknis 96% akan digunakan pada isolasi protein selanjutnya.

(5)

iv serisin. Hal ini menunjukkan bahwa degumming dengan rasio volume 50% dan 33,3% NaOH 0,1 N terhadap larutan tidak mempunyai pengaruh yang nyata pada rendemen protein serisin yang dihasilkan, sehingga volume 33,3 NaOH 0,1 N akan digunakan dalam kajian selanjutnya. Jenis spesies ulat sutera sangat berpengaruh terhadap rendemen protein serisin yang dihasilkan. Bombyx mori menghasilkan rendemen protein lebih tinggi dibanding Attacus atlas pada perlakuan ekstraksi yang sama, yaitu masing-masing sebesar 27%-32% dan 3%-4%. Hal ini berarti bahwa tahap ekstraksi yang dilakukan pada kajian ini belum dapat mengekstraksi protein serisin dari kokon Attacus atlas secara maksimal. Serat sutera Attacus atlas diduga lebih kuat dan lebih sulit diekstraksi serisinnya dibandingkan dengan Bombyx mori, karena makanan Attacus atlas mengandung tanin yang dapat mengikat protein dengan ikatan yang kuat (Hagerman 2002).

Tahap kajian selanjutnya adalah pengaruh konsentrasi NaOH terhadap rendemen protein serisin. Hasil analisis ragam berbeda nyata (P<0,05) pada konsentrasi NaOH 0,25-0,30 N dengan rendemen protein sekitar 11,69%-11,84%. Akan tetapi pada konsentrasi NaOH 0,30 N, fibroin terlihat mengalami kerusakan sehingga konsentrasi NaOH 0,25 N yang akan dipakai dalam kajian selanjutnya.

Optimasi terhadap variabel bebas suhu dan waktu (variabel bebas) dilakukan karena respon diduga belum optimum. Ada tiga optimasi dengan masing-masing dibagi dalam dua kelompok yaitu dengan dan tanpa air dalam fibroin basah (AFB). Respon terbaik ditunjukkan optimasi 2 (O2) menggunakan 33,3% NaOH 0,25 N tanpa etanol. Titik optimumnya tercapai pada suhu 129oC dan waktu 70,36 menit, dengan tipe optimasi maksimum. Hal ini berarti respon maksimum tercapai pada titik optimumnya, atau rendemen protein maksimal tercapai pada suhu dan waktu optimum. Penambahan AFB pada semua perlakuan menghasilkan respon yang lebih baik dibanding tanpa penambahan AFB.

Analisis bobot molekul dengan SDS PAGE secara keseluruhan menghasilkan tujuh fragmen bobot molekul protein serisin A. atlas dengan kisaran 8,24-73,30 kDa pada separating gel 12,5% dan stacking gel 4%. Lima fragmen pada kelenjar sutera Attacus atlas dengan kisaran bobot molekul (BM) 8,99-73,3 kDa, tiga fragmen pada crude protein serisin A. atlas dengan kisaran BM 8,24-10,25 kDa, dan dua fragmen pada crude protein serisin B. mori dengan kisaran BM 8,24-8,99 kDa. Teknik ekstraksi pada penelitian ini menyebabkan molekul protein serisinnya menjadi kecil karena adanya perlakuan basa kuat yang menyebabkan asam amino unit pembangunnya dibebaskan dari ikatan kovalen sehingga membentuk molekul yang relatif kecil. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya fragmen bobot molekul kecil (8,24-10,25 kDa) dan tidak munculnya fragmen bobot molekul besar (34,86-73,30 kDa).

(6)

v tinggi kadar protein serisin yang ditambahkan maka semakin kecil tegangan permukaan yang dihasilkan.

(7)

vi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan kutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

vii

EKSTRAKSI PROTEIN SERISIN DARI KOKON SUTERA

LIAR

Attacus atlas

DAN KARAKTERISASINYA

SEBAGAI BIOMATERIAL

YUNI CAHYA ENDRAWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

ix Judul Tesis : Ekstraksi Protein Serisin dari Kokon Sutera Liar Attacus atlas

dan Karakterisasinya sebagai Biomaterial Nama : Yuni Cahya Endrawati

NIM : G352100081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Biosains Hewan

Dr. Bambang Suryobroto Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(11)

x

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2011 sampai Maret 2012 ini ialah ekstraksi protein serisin, dengan judul Ekstraksi Protein Serisin dari Kokon Sutera Liar Attacus atlas dan Karakterisasinya sebagai Biomaterial.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku pembimbing, serta Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi. yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Rini Purwanti, M.Si dari Laboratorium Proses Departemen Teknologi Industri Pertanian, Ibu Devi Murtini, S.Pt dan saudari Febri dari Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Terimakasih juga kepada seluruh teman-teman BSH 2010, staf dan pegawai Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan yang banyak memberikan dukungan dan semangat. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada suami, anak, bapak, ibu dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini menjadi jalan pembuka kebangkitan Persuteraan Indonesia.

Bogor, Juni 2012

(12)

xi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Temanggung pada tanggal 9 November 1982 dari bapak Matnur dan ibu Endang Irawati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis juga merupakan istri dari bapak Antonius Hartono, ST dan ibu dari Axella Negyacahya Hartono.

Pada tahun 2000 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Temanggung dan melanjutkan kuliah S1 di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis masuk pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan IPB.

(13)

xii

Manfaat dan Aplikasi Serisin ………. 8

Ekstraksi Protein Serisin ………. 9

Karakterisasi Protein Serisin ……….. 11

Response surface methodology………... 14

BAHAN DAN METODE Ekstraksi Protein Serisin dari Kelenjar Sutera Tengah Attacus atlas (KSA) ………. 16

Kajian Pengaruh Rasio Volume NaOH 0,1 N dan Jenis Spesies Ulat Sutera terhadap Rendemen Protein Serisin ……… 17

Kajian Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Rendemen Protein Serisin ………. 18

Kajian Pengaruh Kemurnian Etanol terhadap Rendemen Protein Serisin ………. 19

Kajian Optimasi Rendemen Protein Serisin ………... 20

Analisis Protein ……….. 22

Analisis Fibroin ……….. 22

Analisis Bobot Molekul (BM) ……… 23

Analisis Asam Amino ………. 23

Uji Tegangan Permukaan (Surface tension) ………... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Pengaruh Kemurnian Etanol terhadap Rendemen Protein Serisin Attacus atlas ………... 26

Kajian Pengaruh Rasio Volume NaOH 0,1 N dan Jenis Spesies Ulat Sutera terhadap Rendemen Protein Serisin ……… 27

Kajian Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Rendemen Protein Serisin Attacus atlas ………... 29

Optimasi Rendemen Protein Serisin ………... 31

Bobot Molekul Protein Serisin (BM) ………. 37

Komposisi Asam Amino Protein Serisin ……… 40

Prospek Kedepan Protein Serisin sebagai Biomaterial ………. 41

KESIMPULAN DAN SARAN ……… 44

DAFTAR PUSTAKA ……….. 45

(14)

xiii DAFTAR TABEL

Halaman 1 Persentase asam amino protein serisin Bombyx mori dengan

ekstraksi berbeda (Aramwit et al. 2010) ………. 7 2 Persentase asam amino serisin dari beberapa spesies berbeda ……... 8

3 Tegangan permukaan berbagai cairan (Wikipedia 2012) …………... 14

4 Tabulasi data kajian pengaruh rasio NaOH 0,1 N dan jenis spesies ulat sutera terhadap rendemen protein serisin ……… 18

5 Tabulasi data kajian pengaruh variasi konsentrasi NaOH terhadap

rendemen protein serisin ………. 19

6 Tabulasi data kajian pengaruh kemurnian etanol terhadap rendemen protein serisin ………... 20 7 Desain rancangan percobaan dengan central composite design……. 21

8 Markerdari Fermentas Multicolor Broad Range Protein Ladder …. 23

9 Tabulasi data tegangan permukaan crude protein serisin …………... 25 10 Hasil kajian pengaruh kemurnian etanol terhadap rendemen protein

serisin ………... 26

11 Rendemen protein serisin hasil perlakuan rasio volume NaOH 0,1 N

dan jenis spesies ulat sutera ……… 28

12 Rendemen protein pada konsentrasi NaOH berbeda ……….. 30 13 Bobot molekul protein serisin hasil SDS PAGE (separating gel

12,5%, stacking gel 4%, Marker Fermentas Multicolor Broad

Range Protein Ladder 10-260 kDa) ………... 39

14 Komposisi asam amino protein serisin pada spesies yang berbeda … 41

(15)

xiv DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Siklus hidup Attacus atlas (Solihin & Fuah 2010) ………. 4

2 Kelenjar sutera (Brasla & Matei 1997) ………... 6

3 Skema susunan protein sutera (Gulrajani et al. 2008) ……… 8

4 Bagan alir penelitian ………... 16

5 Penampang fibroin Attacus atlas hasil ekstraksi pada suhu 105oC selama 30 menit dengan, a) isolasi etanol absolut dan b) isolasi etanol teknis pada pembesaran 400 kali ………. 27

6 Penampang fibroin Attacus atlas (a. 50% NaOH 0,1 N; b. 33,3% NaOH 0,1 N), dan Bombyx mori (c. 50% NaOH 0,1 N; d. 33,3% NaOH 0,1 N) dengan 400 kali pembesaran ……… 29

7 Penampang fibroin Attacus atlas dengan 1000 kali pembesaran (a. 33,3% NaOH 0,05 N; b. 33,3% NaOH 0,10 N; c. 33,3% NaOH 0,15 N; d. 33,3% NaOH 0,20 N; e. 33,3% NaOH 0,25 N; f. 33,3% NaOH 0,30 N) ……… 31

8 Kontur rendemen protein serisin (33,3% NaOH 0,25 N, berbagai suhu dan waktu, 75%(v/v) etanol 96%), a) tanpa AFB dan b) dengan AFB ……… 33

9 Kontur rendemen protein serisin (Degumming dengan 33,3% NaOH 0,25 N pada berbagai suhu, tekanan dan waktu tertentu), a) tanpa AFB dan b) dengan AFB ……… 34

10 Kontur rendemen protein serisin (Degumming pada berbagai suhu, tekanan dan waktu tertentu serta 75% (v/v) etanol teknis 96%), a) tanpa AFB dan b) dengan AFB ……….. 36

11 Rata-rata rendemen protein pada kajian optimasi teknik ekstraksi … 37

(16)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Tahapan ekstraksi protein serisin dari kelenjar sutera tengah Attacus

atlas (Invitrogen 2012) ………... 50

2 Preparasi sampel dan ekstraksi protein serisin dari kulit kokon

(Solihin & Fuah 2010) ……… 51

3 Tahapan uji tegangan permukaan ………... 53

4 Analisis ragam pengaruh kemurnian etanol terhadap rendemen

protein serisin ……….. 54

5 Analisis ragam pengaruh rasio volume NaOH 0,1 N dan jenis spesies terhadap rendemen protein serisin ……… 55

6 Analisis ragam pengaruh konsentrasi NaOH terhadap rendemen

protein serisin ……….. 56

7 Rendemen protein serisin pada optimasi 1 ………..………... 57

8 Analisis response surface methodology (RSM) pada optimasi 1

11 Rendemen protein serisin pada optimasi 2 ………... 61

12 Analisis response surface methodology (RSM) pada optimasi 2

15 Rendemen protein serisin pada optimasi 3 ………... 65 16 Analisis response surface methodology (RSM) pada optimasi 3

19 Kurva standar marker bobot molekul pada separating gel 12,5% dan

stacking gel 4% ………... 69

20 Perhitungan bobot molekul sampel ……… 70

(17)

xvi Halaman 22 Kromatogram analisis asam amino dengan hidrolisis basa ………… 72 23 Analisis ragam uji tegangan permukaan larutan dengan kadar

(18)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bangsa Cina telah mengenal kain sutera sejak lama dan komoditas tersebut mulai menyebar luas melalui jalur perdagangan yang dikenal dengan nama “Jalur Sutera”. Kain sutera merupakan komoditas berkualitas tinggi dari tenunan (tradisional maupun modern) serat hasil pengokonan ulat sutera. Ada dua macam

ulat sutera, yaitu ulat sutera murbei dan non murbei. Ulat sutera murbei makan

daun murbei, contoh spesiesnya adalah Bombyx mori, sedangkan ulat sutera non

murbei (ulat sutera liar) jumlahnya cukup banyak diantaranya adalah Attacus

atlas, Cricula trifenestrata dan Antheraea spp. Ulat sutera liar ini termasuk jenis

polifagus, yaitu memakan banyak jenis makanan. Peigler (1989), jenis makanan

yang dapat dikonsumsi Attacus atlas sebanyak 90 genus tumbuhan dari 48 famili.

Beberapa ulat sutera liar dapat ditemukan di Indonesia, diantaranya Attacus atlas

dan Cricula trifenestrata. Hal ini kemungkinan karena sumber makanan dapat

tersedia sepanjang tahun di Indonesia.

Ulat sutera murbei maupun non murbei mempunyai siklus hidup sempurna

(metamorfosis holometabola) yaitu telur, larva (ulat), imago (ngengat) dan pupa.

Secara umum fase pupa merupakan fase yang bernilai ekonomis karena pada fase

ini kokon terbentuk dan selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar kain

sutera. Kain sutera banyak dikenal orang karena keunggulannya, diantaranya

karena sifatnya yang mudah menyerap keringat, anti mikroba, mengkilat, halus

(Sihombing 1999, Faatih 2005), eksotik, benang yang panjang, lembut, tidak

mudah kusut, tahan panas, dan tidak menimbulkan rasa gatal (Sutera Indonesia

2004).

Perkembangan zaman telah mengubah paradigma tentang sutera. Kokon ulat

sutera tidak lagi hanya dimanfaatkan sebagai bahan kain sutera (tekstil) namun

sudah mulai dimanfaatkan di berbagai bidang seperti kosmetik dan medis

(Padamwar & Pawar 2004) dengan memanfaatkan protein penyusun kokon yaitu

fibroin dan serisin (Fabiani et al. 1996). Fibroin adalah protein serat sedangkan

serisin merupakan perekatnya. Serisin membungkus filamen yang sangat kecil

(serat fibroin) pada kokon, bobotnya 20-30% dari bobot total kokon (Masahiro et

(19)

2 besar merupakan kelompok senyawa polar kuat seperti senyawa yang

mengandung gugus hidroksil, karboksil, dan kelompok amino (Wei et al. 2005).

Banyak penelitian terkait dengan protein sutera terutama serisin pada

Bombyx mori. Mulai dari cara ekstraksi, kerja gen serisin dan bahkan

pemanfaatannya sebagai biomaterial di bidang medis dan kosmetik. Hal ini

bermula dari melimpahnya hasil ikutan industri pengolahan kokon yang belum

bisa dimanfaatkan. Hasil ikutan tersebut menjadi masalah lingkungan yang cukup

serius karena mengandung bahan organik tinggi (BOD 8219.6 mg/l) sehingga

perlu pengolahan lebih lanjut. Gulrajani et al. (2008) menyatakan bahwa

pengolahan dengan cara ekstraksi protein serisin dapat menurunkan kadar BOD

hingga 86,7%.

Protein serisin mempunyai potensi tinggi sebagai biomaterial. Dalam bidang

kosmetik, protein serisin dapat digunakan sebagai cream dan lotion pada kulit

karena dapat meningkatkan elastisitas kulit, mencegah kekerutan dan penuaan dini

(Padamwar & Pawar 2004). Dalam medis, protein serisin dapat digunakan untuk

menyembuhkan luka dan menghambat penyebaran tumor (Zhaorigetu et al. 2003, Aramwit & Sangcakul 2007). Masakazu et al. (2003) menemukan bahwa aktivitas

serisin secara biologis dapat mencegah terbentuknya sel mati dan merangsang

pertumbuhan sel baru.

Hasil-hasil penelitian tentang serisin masih terbatas pada spesies Bombyx

mori. Hal ini karena sebagian besar industri pengolahan kokon menggunakan

kokon Bombyx mori sebagai bahan dasar, tidak terkecuali di Indonesia. Akan

tetapi selain Bombyx mori, Indonesia juga mempunyai potensi ulat sutera liar

Attacus atlas yang dapat dikembangkan lebih lanjut. Attacus atlas mempunyai

sifat polivoltin (banyak generasi dalam satu tahun), polifagus dan bobot kokon

yang relatif lebih besar dari kokon Bombyx mori. Bobot kokon Bombyx mori 1,5 – 2,5 g (Atmosoedarjo et al. 2000) sedangkan bobot kokon Attacus atlas sekitar 9 g (Solihin & Fuah 2010). Komposisi serat kokon Bombyx mori dan Attacus atlas

sama yaitu terdiri dari protein fibroin dan serisin, akan tetapi karakteristik

spesifiknya belum diketahui. Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut

mengenai protein serisin pada Attacus atlas agar potensi dan pemanfaatannya

(20)

3 Protein serisin dapat diisolasi dari hasil ikutan (larutan) dari pengolahan

kokon (proses degumming) karena serisin merupakan protein larut air yang diduga

terlarut dalam hasil ikutan tersebut. Akan tetapi Indonesia belum mempunyai

industri pengolahan sutera Attacus atlas sehingga perlu adanya studi lebih lanjut

tentang teknik degumming yang dapat menghasilkan rendemen protein serisin

tertinggi dengan hasil fibroin yang masih baik juga. Hal ini selaras dengan tujuan

awal dari pengolahan kokon yaitu mendapatkan kualitas fibroin yang baik. Proses

degumming kokon Attacus atlas akan merujuk pada Aini (2009) dan Suriana

(2011).

Karakterisasi protein serisin dari Attacus atlas sangat diperlukan untuk

mengetahui sifat protein tersebut. Hal ini diperlukan dalam proses pemurnian

protein dan pemanfaatannya lebih lanjut di berbagai bidang terutama sebagai

biomaterial.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

- Menghasilkan teknik ekstraksi protein serisin dari kokon Attacus atlas

dengan rendemen protein serisin tertinggi

(21)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Attacus atlas

Attacus atlas digolongkan sebagai ulat sutera liar yang dapat menghasilkan

serat sutera. Klasifikasi Attacus atlas, masuk dalam kelas insekta, ordo

lepidoptera, famili saturniidae, genus Attacus, dan spesies Attacus atlas (Solihin

& Fuah 2010). Attacus atlas merupakan serangga holometabola seperti halnya

Bombyx mori, yaitu serangga yang mengalami metamorfosis sempurna dengan

siklus hidup dimulai dari fase telur, larva (ulat), pupa dan imago (ngengat)

(Solihin & Fuah 2010, Peigler 1989). Perbedaan siklus hidup ulat sutera liar dan

domestikasi terletak pada jumlah instar dalam fase larva, Attacus atlas mengalami

enam instar sedangkan Bombyx mori lima instar. Attacus atlas pertama kali

ditemukan di Indonesia dan penyebarannya mulai dari Nanggroe Aceh

Darussalam (NAD) hingga ke Papua (Peigler 1989, Mahendran et al. 2006).

Gambar 1 Siklus hidup Attacus atlas (Solihin & Fuah 2010).

Ulat sutera liar Attacus atlas mempunyai banyak keunggulan karena

sifatnya yang polifagus yaitu dapat memakan banyak sumber makanan, dapat

memakan 90 genus tanaman dari 48 famili, dan polivoltin yaitu mengalami

beberapa generasi dalam satu tahun (Peigler 1989). Beberapa diantaranya adalah

(22)

5

sinensis), kina (Chincoma siccirubra), dadap (Erythrina sp.), mangga (Mangifera

indica L), jeruk (Citrus sp.), alpukat (Persea americana) dan lada (Piper sp.)

(Solihin & Fuah 2010). Daun teh segar mempunyai komposisi diantaranya

polipenol, kafein, asam amino, karbohidrat dan abu. Polifenol merupakan molekul

autoflouresence yang dapat menghasilkan warna sendiri seperti pada lignin dan

autoxidation seperti fenomena non enzymatic browning pada wortel. Polifenol

adalah komponen terbesar dari daun teh diantaranya seperti katekin dan tanin.

Tanin merupakan komponen sekunder dalam metabolisme yang dapat berinteraksi

dengan protein dengan cara mengendapkannya (Hagerman 2002). Fenomena ini

dimanfaatkan untuk penyamakan kulit dan pengawetan kayu karena tahan

terhadap rayap dan jamur (Risnasari 2002).

Kelenjar Sutera

Kelenjar sutera adalah kelenjar penghasil serat sutera yang merupakan organ

terbesar kedua dalam tubuh ulat sutera (Brasla & Matei 1997). Pada larva instar

akhir (instar kelima pada Bombyx mori dan instar keenam pada Attacus atlas),

kelenjar sutera menempati sebagian besar ventral lateral dari tubuh larva untuk

persiapan proses pembentukan kokon. Kelenjar sutera terbagi dalam tiga bagian

yaitu,

1. Kelenjar sutera posterior

Kelenjar ini berfungsi mensintesis serat sutera (fibroin). Kelenjar ini

membentuk lapisan di sekeliling posterior dari usus tengah sehingga kelenjar

posterior ini sangat panjang dan berputar-putar dengan ketebalan yang

seragam.

2. Kelenjar sutera bagian tengah

Kelenjar ini berada diantara kelenjar posterior dan anterior. Pada kelenjar

bagian tengah inilah protein serisin disekresikan.

3. Kelenjar sutera anterior

Kelenjar anterior merupakan saluran tipis yang berperan dalam penggulungan

protein sutera. Kelenjar anterior mempunyai tiga bagian yaitu depan, tengah

dan belakang. Bagian depan diawali dengan tipis kemudian menebal, bagian

tengah sangat tebal sedangkan bagian belakang mulanya tebal kemudian

(23)

6 Proses pembentukan filamen sutera dimulai dari sekresi protein di kelenjar

sutera dan ekskresi filamen pada spineret. Menurut Atmosoedarjo et al. (2000),

serat sutera terdiri dari protein serisin dan fibroin. Kedua protein ini saling

bergabung menghasilkan serat yang dikeluarkan oleh spineret dan telah dilapisi

lilin dari kelenjar filipi. Larva mengeluarkan cairan dengan merentang dan

menggelengkan kepala sampai spineret menyentuh titik yang lain. Gerakan

membentang dari kedua titik menghasilkan cairan menjadi serat. Gerakan ini

dilakukan secara berulang-ulang sehingga membentuk filamen yang panjang.

Filamen dikeluarkan larva untuk persiapan perlindungan pada fase pupa. Produk

filamen ini berupa kokon. Gambar 2merupakan gambar kelenjar sutera.

Gambar 2 Kelenjar sutera (Brasla & Matei 1997)

Protein Serisin

Serat sutera alami terdiri dari dua jenis protein yaitu fibroin dan serisin

(Fabiani et al. 1996). Protein fibroin merupakan protein serat sedangkan serisin

merupakan perekatnya. Informasi mengenai serisin masih terbatas pada protein

serisin Bombyx mori sehingga rujukan sebagian besar berasal dari jenis ulat sutera

domestikasi tersebut. Serisin membungkus filamen yang sangat kecil yaitu serat

fibroin pada kokon, bobotnya 20-30% dari bobot total kokon (Masahiro et al.

2000). Serisin merupakan jenis protein globular yang larut dalam air.

Protein tersusun dari asam amino dengan urutan yang khas (Lehninger

1982). Protein serisin Bombyx mori terdiri dari 18 jenis asam amino yang

sebagian besar merupakan kelompok senyawa polar kuat seperti senyawa yang

mempunyai gugus hidroksil, karboksil dan amino (Wei et al. 2005). Serisin dari

(24)

7

et al. 2003), akan tetapi Wu et al. (2007) menyatakan hasil serina sebesar 27,3%,

asam aspartat 18,8%, glisina 10,7% dan sedikit mengandung sistin 0,3% serta

triptofan 0,4%. Serisin merupakan protein dengan permukaan hidrofilik 70% dan

hidrofobik 30%. Ekstraksi protein serisin yang berbeda akan menghasilkan

persentase asam amino yang berbeda pula (Tabel 1) (Aramwit et al. 2010).

Persentase asam amino protein serisin pada beberapa spesies berbeda ditampilkan

pada Tabel 2.

Tripoulas & Samols (1986) menyatakan bahwa RNA serisin melimpah pada

instar akhir yaitu instar 5, berbeda dengan RNA fibroin yang berlimpah sama

pada instar 4 dan 5 pada Bombyx mori. Okamoto et al. (1982), fibroin diproduksi

dibagian posterior kelenjar sutera sedangkan serisin dibagian tengah kelenjar

sutera.

Tabel 1 Persentase asam amino protein serisin Bombyx mori dengan ekstraksi berbeda (Aramwit et al. 2010)

Asam amino Metode Ekstraksi Protein Serisin

(25)

8 Tabel 2 Persentase asam amino serisin dari beberapa spesies berbeda

Asam amino

Gambar 3 Skema susunan protein sutera (Gulrajani et al. 2008)

Manfaat dan Aplikasi Serisin

Kosmetik

Kato et al. (1998) menyatakan serisin dapat menekan peroksidasi lemak,

menghambat aktifitas tirosinase secara in vitro (polifenol oksidase) dan membantu

aktifitas antioksidan pada kelompok senyawa yang mempunyai hidroksil.

Tirosinase adalah proses yang bertanggungjawab terhadap biosintesis melanin

kulit, sehingga serisin dapat dipergunakan dalam dunia kosmetik. Protein serisin

(26)

9 antioksidan, anti apoptotik dan anti inflamasi (Dash et al. 2008). Protein serisin

dapat digunakan sebagai cream dan lotion pada kulit karena dapat meningkatkan

elastisitas kulit, mencegah kekerutan dan penuaan dini (Padamwar & Pawar

2004). Padamwar et al. (2005), penggunaan serisin pada kulit dapat menurunkan

nilai transepidermal water loss (TEWL). TEWL adalah salah satu penyebab kulit

kering. Menurunnya nilai TEWL menyebabkan kadar air kulit terjaga karena tidak

terjadi kehilangan air pada lapisan kulit terluar sehingga tektur kulit menjadi lebih

halus. Hal ini menyebabkan kulit lebih elastis dan tidak mudah berkerut.

Medis

Masahiro et al. (2000) menyatakan bahwa serisin dapat meningkatkan

kemampuan secara biologis Zn, Fe, Mg and Ca pada tikus dan disarankan untuk

industri makanan karena mempunyai komposisi bahan alami penting. Serisin

dapat dipergunakan untuk menghambat aktifitas radiasi UV yang menimbulkan

bahaya akut pada tumor dengan menurunkan tekanan oksidatif pada kulit tikus

yang tidak berambut. Masakazu et al. (2003) menemukan bahwa aktifitas serisin

secara biologis dapat mencegah sel mati dan merangsang pertumbuhan sel baru.

Protein serisin dapat digunakan untuk menyembuhkan luka dan menghambat

penyebaran tumor (Zhaorigetu et al. 2003, Aramwit & Sangcakul 2007).

Ekstraksi Protein Serisin

Ekstraksi serisin dari hasil ikutan berupa air rebusan kokon perlu dilakukan

karena menyebabkan polusi dengan tingkat COD (Chemical Oxygen Demand)

dan BOD (Biological Oxygen Demand) tinggi. Protein serisin sebesar 6% per

tahun dapat dihasilkan dari ekstraksi air rebusan kokon Bombyx mori (Gulrajani et

al. 2008). Ekstraksi protein serisin dapat menurunkan kadar COD sebesar 8870

mg/l menjadi 260 mg/l dan BOD sebesar 4840 mg/l menjadi 158 mg/l

(Vaithanomsat et al. 2008).

Ada beberapa teknik ekstraksi serisin yang sudah dilakukan oleh para

peneliti. Teknik ekstraksi terdiri dari degumming dan isolasi protein. Aini (2009)

menyatakan bahwa degumming dengan penambahan NaOH 2 g/l (0,05 N), teepol

2 cc/l, sabun netral 2 g/l pada perebusan kokon Attacus atlas pada suhu 80oC

selama 2 jam akan menghasilkan karakter serat sutera yang lebih baik dari sisi

(27)

10

degumming yang menghasilkan fibroin terbaik Cricula trifenestrata (Suriana

2011). Metode Kato (2000) yaitu kokon Attacus atlas mula-mula dicelupkan ke

dalam air hangat dengan suhu sekitar 40oC untuk memisahkan partikel asing.

Kokon kemudian dicelupkan dalam air panas dengan suhu 95-98 oC, dan

selanjutnya direbus dalam larutan Na2CO3 2 g/l pada suhu 98-100 oC selama 3

jam. Kokon kemudian dicuci menggunakan air panas dengan suhu 95-98 oC,

kemudian dicuci kembali dengan air hangat pada suhu sekitar 40 oC. Kokon

diisolasi dengan etanol selama 5 hari sebelum digunakan untuk analisis

karakteristik seratnya. Metode yang dikerjakan Cui et al. (2009) dalam

mengekstraksi serisin kasar dari kokon Bombyx mori adalah dengan penambahan

metanol (70% v/v perbandingan terhadap air) yang kemudian didiamkan pada

suhu 25oC selama 10 hari. Hal ini untuk menghilangkan pigmen dan komponen

non organik. Tahap selanjutnya adalah perebusan kokon pada suhu 98oC selama 2

jam dengan penambahan 0,5% Na2CO3.Padamwar & Pawar (2004) menyatakan

bahwa ekstraksi kokon Bombyx mori dengan autoklaf pada suhu 105oC selama 30

menit akan menghasilkan properti gel dan rendemen yang baik.

Proses isolasi protein serisin yang berkembang pada dekade ini adalah

menggunakan pelarut organik dan membran filtrasi. Metode isolasi protein serisin

yang dilakukan Wu et al. (2007) adalah dengan menambahkan etanol absolut

dingin (-18 oC) kedalam air rebusan hasil degumming. Etanol bersifat semi polar

dengan gugus hidroksil yang dapat melarutkan beberapa senyawa ionik seperti

sodium dan potasium hidroksida dan magnesium klorit (Shakhashiri 2009).

Penambahan etanol absolut dilakukan sedikit demi sedikit sampai 75% (v/v)

perbandingan dengan volume air rebusan hasil degumming, selanjutnya

didiamkan semalaman pada suhu (-18 oC). Campuran serisin dan etanol kemudian

disentrifugasi selama 20 menit pada 3500 rpm (rotate per minute). Tahap akhir

adalah pengeringbekuan larutan dengan freeze drying. Gulrajani et al. (2008)

memurnikan protein serisin dengan membran filtrasi. Metode tersebut diawali

dengan sentrifugasi larutan hasil degumming pada 9000 rpm selama 60 menit.

Supernatan yang terbentuk akan dibuang sedangkan endapannya akan disaring

menggunakan filtrasi Wattman filter grade 1 (11 µm). Tahap selanjutnya adalah

(28)

11

drying dengan suhu inlet 180oC dan atomisasi 3 kg/cm2. Metode lain yang

menggunakan membran filtrasi adalah Cui et al. (2009), tahap pertama air rebusan

hasil degumming disimpan pada suhu 25oC selama 2 hari. Larutan tersebut

kemudian difiltrasi dengan filtrasi kertas nomor 1, selanjutnya didialisis pada

molecular weigth cut off (MWCO) 10.000 membran selama 3 hari. Isolat

kemudian dikeringbekukan dengan lyophilization.

Karakterisasi Protein Serisin

Karakterisasi sifat kimia dari protein serisin sangat berguna untuk aplikasi

serisin selanjutnya. Protein serisin dapat diekstraksi dari kokon (melalui proses

degumming) dan kelenjar sutera tengah. Degumming menggunakan bahan

pengurai seperti sabun, NaOH atau Na2CO3, sedangkan ekstraksi kelenjar sutera

menggunakan reagen tissue extraction. Beberapa sifat kimia dari protein serisin

adalah:

a. Kelarutan

Serisin dapat dibedakan berdasarkan kelarutannya, Padamwar & Pawar

(2004) membaginya menjadi serisin A, serisin B dan serisin C. Serisin A

merupakan lapisan terluar (outermost layer), tidak larut dalam air panas, dan

mengandung 17,5% nitrogen dan asam amino seperti serina, treonin, glisina dan

asam aspartat. Serisin B adalah lapisan tengah (middle layer), pada hidrolisis

asam akan menghasilkan asam amino serisin A dan triptofan serta mengandung

16,8% nitrogen. Hidrolisis adalah reaksi kimia yang memecah molekul air

menjadi atom hidrogen (H) dan gugus hidroksida (OH) melalui suatu proses

kimia. Serisin C adalah lapisan terdalam dari serisin (innermost layer) yang

berdekatan dengan fibroin. Serisin C tidak larut dalam air panas tapi akan larut

dalam alkali atau asam panas. Serisin C akan menghasilkan prolin dan asam

amino serisin B pada hidrolisis asam. Serisin C mengandung sulfur dan 16,6 %

nitrogen.

b. Bobot Molekul (BM)

Bobot molekul merupakan salah satu penentu kemurnian protein serisin.

Protein serisin mewakili kelompok protein dengan bobot molekul antara 10-310

(29)

12 yang berbeda akan menghasilkan BM yang berbeda pula. Aramwit et al. (2010),

ekstraksi dengan urea akan menghasilkan kisaran BM protein serisin antara

10-250 kDa, ekstraksi dengan asam menghasilkan kisaran 50-150 kDa, ekstraksi

dengan alkali menghasilkan kisaran 15-75 kDa, sedangkan ekstraksi dengan

temperatur dan tekanan tinggi akan menghasilkan BM dengan kisaran 25-150

kDa. Takasu et al. (2010), kisaran BM protein serisin dibagi menjadi empat

bagian yaitu, di atas 250 kDa pada Ser1, 250 kDa pada Ser3, 225-230 kDa pada

Ser2-large dan di bawah 130 kDa pada Ser2-small.

Wu et al. (2007) menyatakan bahwa bobot molekul serisin Bombyx mori

berkisar 6 kDa dengan resolving gel 12,5% dan stacking gel 4%. Salah satu

metode yang sering digunakan dalam menentukan bobot molekul adalah metode

elektroforesis dengan Sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis

(SDS–PAGE) dan pewarnaan silver (Laemmli 1970). Marker yang digunakan

adalah standar protein dengan ukuran bobot molekul tertentu seperti

phosphorylase B (97 kDa), bovine serum albumin (66 kDa), ovalbumin (43 kDa),

carbonic anhydrase (31 kDa), soy trypsin inhibitor (22 kDa), dan lysozyme (14

kDa) serta paket protein standar yang dikeluarkan suatu perusahaan.

c. Persentase Protein

Komposisi utama serisin Bombyx mori menurut Wu et al. (2007) adalah

protein (91,6%), abu (4,2%) dan gula (0,93%), sedangkan menurut Gulrajani et al.

(2008) adalah protein (58-62 %), nitrogen (9-10 %), dan abu (22%). Kedua

komposisi serisin di atas berbeda karena metode yang digunakan berbeda. Wu et

al. (2007) menggunakan pelarut organik dalam mendapatkan serisin murni,

sedangkan Gulrajani et al. (2008) menggunakan membran filtrasi.

Beberapa metode yang digunakan untuk pengukuran kadar protein adalah:

- Kjeldahl

Persentase nitrogen dalam serisin murni dapat digunakan untuk menduga

persentase proteinnya, yaitu dengan mengalikan persentase nitrogen dengan faktor

koreksi 6,25 (Apriyantono et al. 1989). Salah satu cara yang dilakukan untuk

mengetahui persentase nitrogen adalah dengan metode Kjeldahl yang terbagi tiga

(30)

13 - Lowry (Apriyantono et al. 1989)

Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret tetapi

mempunyai sensitifitas 100 kali lebih baik dibandingkan dengan metode biuret.

Prinsip kerjanya adalah terjadi reaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida dan

reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungsat oleh tirosin dan triptofan

(merupakan residu protein) akan menghasilkan warna biru. Warna yang terbentuk

tergantung pada kadar tirosina dan triptofan dalam protein.

d. Analisis Asam Amino

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu

teknik yang banyak digunakan dalam memisahkan asam amino penyusun protein.

HPLC menggunakan tekanan tinggi untuk merusak aktifitas biologis protein

dibagian struktur tersiernya. Kerja HPLC dimulai dengan memasukkan sampel

yang telah dipreparasi ke injektor. Sampel bersama fase bergerak akan masuk ke

bagian kolom. Pergerakan sampel dalam kolom akan diperlambat oleh bahan

kimia khusus sebagai fase diam di kolom. Kecepatan gerak sampel sangat

tergantung dari sifat sampel dan komposisi fase diam dalam kolom. Waktu yang

dibutuhkan sampel untuk keluar dari kolom disebut waktu tinggal (retention

time). Waktu retensi yang dihasilkan sampel merupakan identifikasi dari

karakteristik sampel tersebut. Penggunaan ukuran kolom yang lebih kecil akan

menciptakan back pressure yang lebih besar untuk menambah kecepatan linier

komponen sampel. Hal ini akan meningkatkan resolusi dari kromatogram (Cazes

2005).

Bahan kimia khusus yang digunakan bersifat meningkatkan homogenitas

larutan sampel, yang terdiri dari air dan bahan organik seperti metanol dan

asetonnitril. Air yang digunakan bersifat sebagai buffer untuk membantu

pemisahan komponen-komponen sampel.

e. Surface tension

Surface tension adalah tegangan permukaan dari fasa liquid (cair). Banyak

fenomena yang menggambarkan tentang surface tension, dan diantaranya yang

memanfaatkan fenomena tersebut adalah surfaktan (surface active agent) dengan

cara menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan mempunyai dua sisi (ampifilik)

(31)

14 Tegangan permukaan yang kecil dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Suryani et

al. (2008), penambahan alkil poliglikosida (APG) sebanyak 10 mg/ml dapat

menurunkan tegangan permukaan air sampai 23,375 dyne/cm. APG adalah

surfaktan berbahan pati sagu dan alkohol lemak kelapa dengan mengubah sumber

patinya dari kentang menjadi pati sagu dan netralisasi dengan NaOH. APG

dipergunakan sebagai bahan tambahan pada herbisida untuk meningkatkan

penetrasi bahan aktif herbisida kedalam tanaman dan mengendalikan gulma jenis

rumput-rumputan. Tegangan permukaan dari beberapa bahan dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3 Tegangan permukaan berbagai cairan (Wikipedia 2012)

Cairan Suhu (oC) Tegangan permukaan (dyne/cm)

Metodologi respon permukaan (Response Surface Methodology) adalah

suatu kumpulan teknik-teknik statistika dan matematika yang digunakan untuk

menganalisis permasalahan tentang variabel bebas yang berpengaruh terhadap

variabel tak bebas atau respon dengan tujuan untuk mengoptimasi respon

(Gasperz 1992). RSM dapat digunakan untuk mencari suatu fungsi pendekatan

(32)

15 bebas yang dapat mengoptimumkan respon. Hasil analisis RSM ditampilkan

dalam bentuk kontur yang menghasilkan titik optimum berupa optimasi

maksimum, minimum atau saddle point.

Tahap yang paling penting dalam RSM adalah menentukan daerah optimum

(Myers 1971). Daerah optimum dapat diperoleh dari data percobaan sebelumnya

tapi jika belum ada maka menggunakan steepest ascent methode (Gasperz 1992)

yang sering disebut dengan respon ordo pertama. Respon ordo pertama akan

menghasilkan daerah optimum yang dipakai sebagai titik pusat dari respon ordo

kedua. Desain respon ordo pertama dan kedua dapat dibantu dengan program

software seperti Design Expert, JMP dan Statgraphics. Akan tetapi baru-baru ini

ada program baru yang menyediakan semua menu penting untuk RSM seperti

pilihan desain, rsm’s ccd.pick (central composite design) yang dapat didesain

sendiri (Lenth 2010). Program tersebut adalah R versi 2.11.1 dengan packages

(33)

16

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Maret 2012

bertempat di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Sampel kokon dan larva Attacus atlas

berasal dari Perkebunan Teh Walini Panglejar Purwakarta Jawa Barat. Tahapan

penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Bagan alir penelitian.

Ekstraksi Protein Serisin

Pada penelitian ini protein serisin diekstraksi dari kelenjar sutera tengah dan

kulit kokon. Kelenjar sutera tengah merupakan tempat sekresi protein serisin,

sedangkan kulit kokon adalah produk ulat sutera yang mengandung protein serisin

dan fibroin. Protein serisin merupakan perekat serat-serat fibroin pada kokon.

A.Ekstraksi Protein Serisin dari Kelenjar Sutera Tengah Attacus atlas (KSA) KSA adalah tempat protein serisin disekresi, sehingga hasil ekstraksi

protein serisin dari KSA digunakan sebagai standar protein serisin Attacus atlas.

Protein serisin dari KSA digunakan sebagai pembanding dari crude protein serisin

(hasil ekstraksi dari kokon). Tahapan ekstraksi dari KSA sesuai Brasla & Matei

(1997) dan Invitrogen 2012 (Lampiran 1). Hasil ekstraksi dianalisis bobot

molekulnya dengan SDS PAGE (Laemmli 1970).

Protein serisin Ulat sutera liar Attacus atlas dari

(34)

17 B.Ekstraksi Protein Serisin dari Kulit Kokon

B.1 Preparasi sampel kulit kokon (Lampiran 2) sesuai dengan Solihin & Fuah

(2010) yang telah dimodifikasi.

B.2 Ekstraksi protein serisin dari kulit kokon

Proses ekstraksi protein serisin dari kulit kokon terdiri dari dua tahap,

yaitu teknik degumming dan isolasi protein serisin. Degumming adalah proses

penguraian serat sutera (fibroin) dari perekatnya (gum atau serisin) secara fisik

yaitu dengan suhu dan tekanan tinggi (Padamwar & Pawar 2004), serta secara

kimia dengan NaOH 0,1 N (Suriana 2011). Tujuan degumming adalah

menghasilkan serat sutera (fibroin) yang siap untuk dijadikan benang sutera

dan mendapatkan serisin yang terlarut dalam larutan hasil degumming. Isolasi

protein serisin adalah tahapan mendapatkan protein target (serisin) dari larutan

hasil degumming, dan pada penelitian ini targetnya berupa crude protein

serisin. Isolasi protein pada penelitian ini menggunakan teknik pengendapan

dengan pelarut organik etanol 75% (v/v) terhadap larutan hasil degumming

(Wu et al. 2007).

Proses ekstraksi dilakukan secara bertahap untuk mengetahui pengaruh

setiap kajian terhadap rendemen protein serisin yang dihasilkan. Setiap kajian

sangat tergantung pada hasil kajian sebelumnya. Ada beberapa kajian yang

dilakukan, yaitu:

B.2.1 Kajian Pengaruh Rasio Volume NaOH 0,1 N dan Jenis Spesies Ulat Sutera terhadap Rendemen Protein Serisin

Ekstraksi protein serisin melalui teknik degumming secara fisik dan

kimia (Padamwar & Pawar 2004, Suriana 2011) yang telah dimodifikasi.

Teknik degumming pada suhu 115oC selama 40 menit dan tekanan 700 mbar,

serta variasi rasio NaOH 0,1 N (50% dan 33,3% terhadap distiled water/DW).

Isolasi protein dengan teknik pengendapan menggunakan etanol teknis 96%

sebesar 75% v/v terhadap larutan hasil degumming. Hasil isolasi berupa crude

protein serisin dalam bentuk cairan kental. Tahapan ekstraksi dapat dilihat pada

Lampiran 2.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam kajian ini adalah rancangan

(35)

18 dan spesies ulat sutera (S) yang masing-masing pada dua taraf perlakuan yang

diulang dua kali (Tabel 4). Model matematikanya adalah:

Yijk = µ + Ri + Sj + (RS)ij + εijk

Keterangan :

Yijk = Pengamatan berupa rendemen protein serisin pada perlakuan ke-i (1,

2) dan ke-j (1, 2) pada ulangan ke-k (1, 2)

µ = Rataan umum

Ri = Pengaruh rasio NaOH 0,1 N ke-i (1, 2)

Sj = Pengaruh spesies ulat sutera ke-j (1, 2)

εijk = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ke-j pada ulangan ke-k. Analisis RALF menggunakan program Minitab 14 (Mattjik & Sumertajaya

2002).

Tabel 4 Tabulasi data kajian pengaruh rasio NaOH 0,1 N dan jenis spesies ulat sutera terhadap rendemen protein serisin

B.2.2 Kajian Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Rendemen Protein Serisin

Ekstraksi protein serisin melalui degumming secara fisik dan kimia

(Lampiran 2) pada suhu 115oC selama 40 menit dan tekanan 700 mbar, serta

variasi konsentrasi NaOH (0,05 N; 0,1 N; 0,15 N; 0,20 N; 0,25 N dan 0,30 N)

pada rasio volume 33,3% terhadap DW. Isolasi protein dengan etanol teknis

(96%) pada perbandingan volume 75% v/v terhadap larutan hasil degumming.

Hasil isolasi protein berupa crude protein serisin.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam kajian ini adalah rancangan

acak lengkap (RAL) satu faktor (konsentrasi NaOH) dengan dua kali ulangan

(Tabel 5). Model matematikanya adalah:

(36)

19 Keterangan:

Yij = Pengamatan berupa rendemen protein serisin pada perlakuan ke-i (1,

2, 3, 4, 5, 6) dan ulangan ke-j (1, 2)

µ = Rataan umum

Ni = Pengaruh konsentrasi NaOH ke-i (1, 2, 3, 4, 5, 6) εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Jika hasil analisis ragam berpengaruh nyata maka akan dilakukan uji lanjut

dengan Tukey. Analisis RAL dan Tukey menggunakan program Minitab 14

(Mattjik & Sumertajaya 2002).

Tabel 5 Tabulasi data kajian pengaruh variasi konsentrasi NaOH terhadap rendemen protein serisin Attacus atlas

B.2.3 Kajian Pengaruh Kemurnian Etanol terhadap Rendemen Protein Serisin

Pada kajian ini menggunakan proses ekstraksi dengan teknik degumming

secara fisik pada suhu 105oC selama 30 menit, dan tekanan 200 mbar. Isolasi

protein menggunakan teknik pengendapan dengan etanol absolut dan teknis

96% (masing-masing perbandingan volume terhadap larutan hasil degumming

sebesar 75% v/v). Hasil akhir isolasi berupa crude protein serisin dalam bentuk

cairan kental. Tahapan ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam kajian ini adalah rancangan

acak lengkap (RAL) satu faktor (kemurnian etanol) dengan tiga kali ulangan

(Tabel 6). Model matematikanya adalah:

Yij = µ + Ei+ εij

Keterangan :

Yij = Pengamatan berupa rendemen protein serisin pada perlakuan ke-i (1,

(37)

20 µ = Rataan umum

Ei = Pengaruh kemurnian etanol ke-i

εij = Pengaruh acak pada kemurnian etanol ke-i dan ulangan ke-j.

Analisis RAL menggunakan program Minitab 14 (Mattjik & Sumertajaya

2002).

Tabel 6 Tabulasi data kajian pengaruh kemurnian etanol terhadap rendemen protein serisin Attacus atlas

Kajian optimasi rendemen protein serisin perlu dilakukan untuk

mengetahui rendemen protein serisin yang maksimal dari kokon Attacus atlas.

Rendemen protein yang maksimal dapat disebabkan oleh teknik ekstraksi yang

dilakukan atau kandungan protein serisin dalam kokon Attacus atlas.Ada tiga

perlakuan ekstraksi protein serisin yang dikerjakan pada kajian optimasi ini,

yaitu:

- Optimasi 3 (O3) menggunakan teknik degumming fisik pada kombinasi suhu

dan waktu (Tabel 7). Isolasi protein dengan etanol teknis 96%.

Analisis yang digunakan dalam optimasi rendemen protein serisinadalah

Response Surface Methodology (RSM) yang diolah dengan Program-R 2.11.1

(Lenth 2010). Hubungan antara respon dan variabel bebas adalah:

(38)

21 Keterangan:

Y = Respon (rendemen protein serisin)

Xi = Variabel bebas ( i = 1, 2, 3,...., k ) ε = error.

Daerah optimum (ordo pertama) ditentukan dari percobaan sebelumnya

sehingga analisis ordo pertama tidak dilakukan lagi. Analisis ordo kedua (titik

optimum) menggunakan model polinomial ordo kedua dengan fungsinya

kuadratik:

Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan Central

Composite Design (CCD) seperti pada Tabel 7. Percobaan menggunakan dua

faktor (2k) yaitu suhu (X1) dan waktu (X2) sehingga α = 1,414. Titik pusat yang

digunakan adalah suhu 115oC dan waktu 40 menit.

Tabel 7 Desain rancangan percobaan dengan Central Composite Design (CCD)

(39)

22 B.3 Analisis Protein

Pada penelitian ini metode Lowry (Apriyantono et al. 1989) digunakan

untuk menganalisis crude protein serisin dan deteksi absorbansinya

menggunakan spektrofotometer tipe Gene Quant 1300 pada panjang

gelombang 750 nm. Crude protein serisin dihomogenisasi terlebih dahulu

dengan stirrer sebelum dianalisis dengan Lowry. Hasil analisis berupa kadar

protein serisin (mg/ml) digunakan untuk menghitung rendemen protein serisin.

Rendemen protein serisin dihitung dengan rumus:

Rendemen (%) = [ Bobot protein dalam crude protein serisin ] x 100% [Bobot kulit kokon]

Khusus untuk perhitungan rendemen protein serisin pada kajian optimasi,

ada dua perhitungan yang dilakukan yaitu tanpa penambahan air dalam fibroin

basah (AFB) dan dengan penambahan AFB. AFB adalah larutan hasil

degumming yang terikut dalam fibroin karena proses pemisahan antara larutan

dan fibroin belum sempurna. Penambahan AFB dalam perhitungan digunakan

untuk meminimalkan larutan yang terbuang karena keterbatasan kemampuan

alat pemisah. Tanpa penambahan AFB dinotasikan sebagai perlakuan 1,

sedangkan dengan penambahan AFB dinotasikan sebagai perlakuan 2 sehingga

masing-masing perlakuan optimasi terdiri dari dua perhitungan dengan notasi

O11, O12, O21, O22, O31 dan O32.

AFB dihitung dengan analisis kadar air fibroin untuk menghitung volume

larutan hasil degumming yang terikut dalam fibroin. Analisis kadar air

menggunakan oven Selecta Digitheat pada suhu 115oC selama 18 jam

(Apriyantono et al. 1989). Perhitungan kadar air fibroin hasil degumming

adalah:

AFB (ml) = [(Bobot basah fibroin – Bobot kering fibroin) x (BJ larutan)]

Keterangan: Berat jenis (BJ) larutan = 0,9889.

B.4 Analisis Fibroin

Analisis fibroin dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstraksi terhadap

penampang fibroin hasil degumming. Pengamatan fibroin menggunakan

mikroskop Optika Micro Image Analysis Versi 1.0 dengan pembesaran 400 kali

(40)

23 C. Karakterisasi Crude Protein Serisin

C.1 Analisis Bobot Molekul (BM)

Analisis bobot molekul dengan Sodium Dodecyl Sulphate

Polyachrylamide Gel Electrophoresis (SDS PAGE) merujuk pada Laemmli

(1970) yang telah dimodifikasi. Buffer gel yang digunakan adalah 2 M Tris

HCl pH 8,8 pada separating gel dan 1 M Tris HCl pH 6,8 pada stacking gel,

sedangkan buffer elektrodanya dengan Tris glisin (25 mM Tris dan 192 mM

glisin). Pada separating gel 12,5% dan stacking gel 4% dengan rasio

perbandingan panjang sebesar 5:1 antara separating gel dan stacking gel.

Analisis bobot molekul ini menggunakan pewarnaan silver (silver staining).

Elektroforesis menggunakan dual mini kit pada tegangan listrik konstan

60 volt dan kisaran arus listrik 24 ampere selama kurang lebih 4 jam. Marker

yang digunakan adalah Fermentas Multicolor Broad Range Protein Ladder

kode #SM1841 (Tabel 8).

Hasil analisis bobot molekul ditampilkan dalam bentuk fragmen atau pita

protein dalam gel. Bobot molekul protein target (terlihat sebagai pita protein)

dihitung berdasarkan kurva standar dari bobot molekul marker (Lampiran 20).

Tabel 8 Markerdari Fermentas Multicolor Broad Range Protein Ladder

Bobot molekul marker (kDa) Warna

Analisis asam amino menggunakan High Performance Liquid

Chromatography (HPLC) berdasarkan protokol HPLC Laboratorium Terpadu

IPB. Perangkat HPLC yang digunakan adalah Shimadzu HPLC dengan kolom

Thermo S Ods-Hypersil (laju aliran fase mobil 1 ml/menit). Analisis asam

amino dilakukan dengan memanfaatkan reaksi pra-kolom gugus amino dengan

(41)

24 Pereaksi OPA akan bereaksi dengan asam amino primer dalam suasana basa

yang mengandung merkaptoetanol membentuk senyawa yang berfluoresensi,

sehingga deteksinya dapat dilakukan dengan detektor flouresensi.

Hasil analisis asam amino dengan HPLC ditampilkan dalam bentuk

kromatogram. Konsentrasi asam amino dapat dihitung dengan rumus:

Asam amino (µmol) = [ Luas puncak sampel x konsentrasi standar] [Luas puncak standar]

Persentase asam amino dalam sampel dihitung dengan rumus:

Asam amino (%) = [ µmol asam amino x BM asam amino ] x 100% [µg sampel]

C.3 Uji Tegangan Permukaan (Surface Tension)

Struktur molekul surfaktan terdiri dari sisi hidrofilik pada bagian kepala

dan hidrofobik pada bagian ekor. Protein serisin mempunyai sisi hidrofilik dan

hidrofobik (Wu et al. 2007) sehingga diduga mempunyai sifat sebagai

surfaktan (surface active agent). Surfaktan merupakan zat yang mempunyai

kemampuan menurunkan tegangan permukaan suatu medium dan menurunkan

tegangan antarmuka dua fasa yang berbeda derajat polaritasnya (Salanger

2002). Uji tegangan permukaan pada penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui kemampuan protein serisin dalam menurunkan tegangan

permukaan. Uji tegangan permukaan (surface tension) dilakukan menggunakan

tensiometer tipe Cole-Parmer Surface Tensiomat 21 dan tahapannya dapat

dilihat pada Lampiran 3.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam uji tegangan permukaan

sampel adalah rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor (kadar protein)

dengan tiga kali ulangan (Tabel 9). Model matematikanya adalah:

Yij = µ + TPi+ εij

Keterangan:

Yij = Pengamatan berupa nilai tegangan permukaan crude protein serisin

pada perlakuan ke-i (1, 2, 3) dan ulangan ke-j (1, 2, 3)

µ = Rataan umum

TPi = Pengaruh kadar protein ke-i

(42)

25 Jika hasil analisis ragam berpengaruh nyata maka akan dilakukan uji lanjut

dengan Tukey. Analisis RAL dan Tukey menggunakan program Minitab 14

(Mattjik & Sumertajaya 2002).

Tabel 9 Tabulasi data tegangan permukaan crude protein serisin

Ulangan

Perlakuan

Total

1 2 3

1 TP11 TP21 TP31

2 TP12 TP21 TP31

3 TP13 TP21 TP31

(43)

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Teknik Ekstraksi Protein Serisin

Hasil ekstraksi protein serisin dari kokon dipengaruhi oleh teknik

degumming dan isolasi protein yang dilakukan. Oleh karena itu perlu adanya

kajian tentang teknik ekstraksi yang tepat untuk menghasilkan respon (rendemen

protein) yang maksimal. Ada beberapa kajian yang dilakukan dalam penelitian ini

untuk mendapatkan teknik ekstraksi protein serisin.

Padamwar & Pawar (2004), menghasilkan protein serisin Bombyx mori

terbaik dari teknik ekstraksi serisin melalui degumming dengan kombinasi suhu,

waktu dan tekanan (105oC, 30 menit dan 200 mbar). Wu et al. (2007),

mengisolasi protein serisin Bombyx mori dengan teknik pengendapan

menggunakan etanol absolut. Akan tetapi etanol absolut harganya cukup mahal

sehingga kurang efisien untuk diterapkan dalam skala industri. Perlu ada kajian

tentang alternatif lain sebagai pengganti etanol absolut. Kajian isolasi protein pada

tingkat kemurnian etanol berbeda dilakukan di awal penelitian ini untuk

memberikan informasi tersebut. Berbeda dengan isolasi protein, teknik

degummingAttacus atlas pada awal penelitian ini masih merujuk pada Padamwar

& Pawar (2004), karena diduga kulit kokon Attacus atlas dan Bombyx mori

mempunyai karakteristik yang sama.

a. Kajian Pengaruh Kemurnian Etanol terhadap Rendemen Protein Serisin

Attacus atlas

Etanol digunakan sebagai pengendap dalam isolasi protein serisin. Wu et al.

(2007) menggunakan etanol absolut dengan volume 75% (v/v) untuk mengisolasi

protein serisin Bombyx mori. Pada kajian ini digunakan etanol dengan kemurnian

berbeda yaitu etanol absolut dan etanol teknis 96% dengan masing-masing

perbandingan volume terhadap larutan hasil degumming sebesar 75% (v/v). Hasil

kajian pengaruh kemurnian etanol disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil kajian pengaruh kemurnian etanol terhadap rendemen protein serisin Attacus atlas

Perlakuan Rendemen protein serisin dalam kulit kokon (%)

E1 1,03 ± 0,04

E2 1,00 ± 0,16

(44)

27 Hasil kajian menunjukkan bahwa E1 (etanol absolut) dapat mengisolasi

protein dengan rendemen sebesar 1,03 ± 0,04 %, sedangkan E2 (etanol teknis

96%) sebesar 1,00 ± 0,16 %. Analisis ragam dari data pengaruh kemurnian etanol

(Lampiran 4) menunjukkan bahwa kemurnian etanol tidak berpengaruh nyata

(P>0,05) terhadap rendemen protein serisin. Artinya tidak ada perlakuan yang

berbeda nyata akibat perbedaan kemurnian etanol. Hasil tersebut memberikan

informasi bahwa etanol teknis dapat digunakan untuk isolasi pada tahap kajian

selanjutnya.

Teknik ekstraksi hanya dengan degumming secara fisik pada suhu 105oC

selama 30 menit belum menghasilkan rendemen protein serisin (Tabel 10) yang

maksimal, yaitu hanya sebesar 1,03 ± 0,04 % dan 1,00 ± 0,16 % saja. Rendemen

protein serisin tersebut masih jauh dari informasi sebelumnya yang menyatakan

bahwa rendemen protein serisin sebesar 20%-30% dari bobot kulit kokon

(Masahiro et al. 2000). Hasil ekstraksi yang belum maksimal didukung oleh hasil

analisis penampang fibroin dengan mikroskop (Gambar 5). Kondisi fibroin

terlihat masih utuh dengan warna coklat tua pada kedua perlakuan. Hasil tersebut

memperlihatkan bahwa serisin belum terekstraksi maksimal.

Gambar 5 Penampang fibroin Attacus atlas hasil ekstraksi pada suhu 105oC selama 30 menit dengan, a) isolasi etanol absolut dan b) isolasi etanol teknis pada pembesaran 400 kali.

b. Kajian Pengaruh Rasio Volume NaOH 0,1 N dan Jenis Spesies Ulat Sutera terhadap Rendemen Protein Serisin

Basa kuat NaOH 0,1 N adalah bahan pelarut untuk degumming yang dapat

menghasilkan fibroin terbaik (Suriana 2011). Rasio volume NaOH 0,1 N

digunakan untuk mengkaji pengaruhnya terhadap rendemen protein serisin yang

dihasilkan. Suhu dan waktu yang digunakan pada kajian ini lebih tinggi daripada

kajian sebelumnya yaitu dari 105oC selama 30 menit menjadi 115oC selama 40

(45)

28 menit. Hal ini dilakukan karena rendemen protein serisin yang dihasilkan pada

kajian sebelumnya belum maksimal (Tabel 10).

Perlakuan jenis spesies juga digunakan pada tahap ini untuk mengetahui

perbedaan pengaruhnya terhadap rendemen protein serisin. Spesies yang

digunakan adalah Attacus atlas dan Bombyx mori.Rendemen protein serisin hasil

perlakuan rasio volume NaOH 0,1 N dan jenis spesies ulat sutera disajikan pada

Tabel 11.

Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa rasio volume NaOH

0,1 N tidak berpengaruh nyata (P>0,05), sedangkan spesies sangat berpengaruh

nyata (P<0,01) terhadap rendemen protein serisin. Hal ini menunjukkan bahwa

rasio volume NaOH 0,1 N baik 50% (1:1 terhadap DW) maupun 33,3% (1:2

terhadap DW) mempunyai pengaruh sama terhadap rendemen protein yang

dihasilkan. Oleh karena itu rasio volume yang lebih kecil yaitu 33,3% NaOH 0,1

N akan digunakan pada proses degumming selanjutnya.

Tabel 11 Rendemen protein serisin hasil perlakuan rasio volume NaOH 0,1 N dan jenis spesies ulat sutera 0,1 N. Huruf (a,b) adalah superscript dari hasil uji lanjut Tukey. Jika superscript sama hurufnya maka tidak berbeda nyata dan jika berbeda hurufnya maka berbeda nyata.

Perlakuan spesies mempunyai pengaruh nyata pada rendemen protein

serisin. Hal ini membuktikan bahwa dengan perlakuan yang sama setiap spesies

mempunyai potensi rendemen protein serisin yang berbeda. Perbedaan ini dapat

disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama karena kandungan protein serisin dalam

kedua spesies kokon tersebut berbeda, kedua adalah akibat proses degumming

yang digunakan pada kokon Bombyx mori seluruh serisinnya berhasil diekstraksi

sedangkan pada Attacus atlas belum seluruhnya terekstraksi. Serat sutera Attacus

atlas diduga lebih kuat dan lebih sulit diekstraksi serisinnya dibandingkan dengan

Bombyx mori, karena makanan Attacus atlas mengandung tanin yang dapat

Gambar

Gambar 1 Siklus hidup Attacus atlas (Solihin & Fuah 2010).
Tabel 1 Persentase asam amino protein serisin Bombyx mori dengan ekstraksi
Tabel 2 Persentase asam amino serisin dari beberapa spesies berbeda
Tabel 3. Tabel 3 Tegangan permukaan berbagai cairan (Wikipedia 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait