LAMPIRAN 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian
No. Nama Kabupaten/Kota
Kriteria
Sampel Sampel
1 2
1 Kabupaten Bogor - -
2 Kabupaten Sukabumi - -
3 Kabupaten Cianjur - -
4 Kabupaten Bandung 1
5 Kabupaten Garut 2
6 Kabupaten Tasikmalaya 3
7 Kabupaten Ciamis - -
8 Kabupaten Kuningan - -
9 Kabupaten Cirebon - -
10 Kabupaten Majalengka - -
11 Kabupaten Sumedang 4
12 Kabupaten Indramayu -
13 Kabupaten Subang 5
14 Kabupaten Purwakarta 6
15 Kabupaten Karawang 7
16 Kabupaten Bekasi - -
17 Kabupaten Bandung Barat - -
18 Kota Bogor - -
19 Kota Sukabumi 8
20 Kota Bandung - -
21 Kota Cirebon - -
22 Kota Bekasi - -
23 Kota Depok - -
24 Kota Cimahi - -
25 Kota Tasikmalaya - -
LAMPIRAN 2
Hasil Statistik Deskriptif Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Belanja_modal 36 50596 692368 238410.72 162765.130
Pajak_daerah 36 2086 477595 78784.89 116096.243
Retribusi_daerah 36 4296 60254 21543.92 14331.466
Hasil_pengelolaan_kek ayaan_daerah_yang_di pisahkan
36 1610 52790 9790.06 14004.555
Lain_lain_PAD_yang_
sah 36 5833 140864 56930.56 34203.876
Valid N (listwise) 36
Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 36
Normal Parametersa,b
Mean 0E-7
Std.
Deviation 122912.75971897
Most Extreme Differences
Absolute .183
Positive .183
Negative -.109
Kolmogorov-Smirnov Z 1.096
Asymp. Sig. (2-tailed) .181
Hasil Uji Autokorelasi Runs Test
Unstandardized Residual
Test Valuea -25479.74699
Cases < Test Value 18
Cases >= Test Value 18
Total Cases 36
Number of Runs 14
Z -1.522
Asymp. Sig. (2-tailed) .128
a. Median
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
a. Dependent Variable: Belanja_modal
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1
(Constant)
Pajak_daerah .411 2.434
Retribusi_daerah .308 3.250
Hasil_pengelolaan_kekayaan_daerah_yang_
dipisahkan .550 1.818
Hasil Uji Regresi Berganda Coefficientsa
a. Dependent Variable: Belanja_modal
Hasil Uji F ANOVAa
Model Sum of
Squares
Df Mean Square F Sig.
1
Regression 39847294028
0.591 4 99618235070.148 5.840 .001
b
Residual 52876412756
0.632 31 17056907340.666
Total 92723706784
1.222 35
a. Dependent Variable: Belanja_modal
b. Predictors: (Constant), Lain_lain_PAD_yang_sah, Retribusi_daerah, Hasil_pengelolaan_kekayaan_daerah_yang_dipisahkan, Pajak_daerah
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 199001.321 62722.513 3.173 .003
Pajak_daerah .954 .297 .680 3.215 .003
Retribusi_daerah -.060 2.777 -.005 -.022 .983
Hasil_pengelolaan_ kekayaan_daerah_y ang_dipisahkan
.543 2.125 .047 .256 .800
Lain_lain_PAD_yan
Hasil Uji t
Coefficientsa
a. Dependent Variable: Belanja_modal
Hasil Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb
Mode l
R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .656a .430 .356 130602.095 1.101
a. Predictors: (Constant), Lain_lain_PAD_yang_sah, Retribusi_daerah, Hasil_pengelolaan_kekayaan_daerah_yang_dipisahkan, Pajak_daerah b. Dependent Variable: Belanja_modal
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 199001.321 62722.513 3.173 .003
Pajak_daerah .954 .297 .680 3.215 .003
Retribusi_daerah -.060 2.777 -.005 -.022 .983
Hasil_pengelolaan_ kekayaan_daerah_y ang_dipisahkan
.543 2.125 .047 .256 .800
Lain_lain_PAD_yan
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Erlina, 2011. Metodologi Penelitian, USU Press, Medan.
Ghozali, Imam, 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Halim, Abdul, 2007. Akuntansi Sektor Publik, Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta.
Nordiawan et al, 2007. Akuntansi Pemerintahan, Salemba Empat, Jakarta.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Bisnis, CV Alfabeta, Bandung.
________, 2010. Metode Penelitian Bisnis, CV Alfabeta, Bandung.
Umar, Husein, 2013. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi
Kedua, Cetakan 12, Rajawali Pers, Jakarta.
Jurnal, Skripsi, dan Tesis:
Adisti, Julia, 2015. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat”, Skripsi, Universitas Sumatera Utara.
Handoko, Anton Dwi, 2009. “Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Peningkatan Belanja Modal Pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara”, Skripsi, Universitas
Sumatera Utara.
Hartiningsih, Nina dan Edyanus Herman Halim, 2015. “Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah Terhadap Belanja Modal di Provinsi Riau”, Jurnal Tepak
Manajemen Bisnis, Universitas Riau.
Jaya, I Putu Ngurah Panji Kartika dan A.A.N.B. Dwirandra, 2014. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Pada Belanja Modal dengan Pertumbuhan
Ekonomi Sebagai Variabel Pemoderasi”, Jurnal Akuntansi, Universitas
Udayana.
Pelealu, Andreas Marzel, 2013. “Pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kota
Manado Tahun 2003-2012”, Jurnal EMBA, Universitas Sam Ratulangi
Manado.
Rangkuti, Lili Habriani, 2009. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung di Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara”, Skripsi, Universitas Sumatera Utara.
Santosa dan Rahayu , 2005. “Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah Kabupaten Kediri”, Jurnal Dinamika Pembangunan.
Siregar, Febrina Nuzulani, 2015. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah”, Skripsi, Universitas Sumatera Utara.
Undang-Undang:
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Undang-undang No. 34 Tahun 2000 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No. 18 Tahun 1997
tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Website:
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif kausal. Penelitian
asosiatif kausal adalah “penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan
antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variable (X)
mempengaruhi variabel lainnya (Y)”.
3.2. Definisi Operasional
Berdasarkan perumusan masalah dan metode analisis, maka
variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel-variabel bebas dan variabel-variabel terikat.
1. Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang dapat
mempengaruhi perubahan dalam variabel independen yang menyebabkan
terjadinya variasi bagi variabel tidak bebas (variabel dependen) dan
mempunyai hubungan yang positif maupun negatif bagi variabel dependen
lainnya (Erlina, 2011: 37).
2. Variabel dependen (variabel terikat) adalah faktor-faktor yang diobservasi
dan diukur untuk menentukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu
faktor yang muncul, atau tidak muncul, atau berubah sesuai dengan yang
diperkenalkan. Menurut Sugiyono (2009:39) menyatakan bahwa
pengertian variabel terikat adalah “variabel yang dipengaruhi atau yang
3.3. Skala Pengukuran Variabel
Tabel 3.1
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Definisi Pengukuran Skala
Pajak Daerah (X1)
Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah pembangunan daerah.
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Tahun
2010-2013
Rasio
Retribusi Daerah (X2)
Pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah.
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Tahun
2010-2013
Rasio
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (X3)
Dapat dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha
masyarakat.
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Tahun
2010-2013
Rasio
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah (X4)
Seluruh pendapatan daerah selain Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Tahun
2010-2013
Rasio
Belanja Modal (Y)
Pengeluaran anggaran untuk anggaran perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Realisasi Anggaran Belanja
Modal dari Tahun 2010-2013 Rasio
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Erlina (2011: 80), “Populasi adalah “wilayah generalisasi yang
terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat periode 2010-2013 sebanyak 26 kabupaten/kota yang terdiri dari 17
kabupaten dan 9 kota.
Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan
karakteristik populasi (Erlina, 2011: 81). Teknik Pengambilan sampel yaitu
menggunakan teknik purposive sampling, dimana penulis melakukan pemilihan
sampel yang memenuhi kriteria penelitian.
Adapun kriteria-kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Barat.
2. Kabupaten/Kota yang memiliki Laporan Realisasi APBD yang telah
dipublikasikan di Direkorat Jenderal Perimbangan Keuangan Republik
Indonesia selama periode 2010-2013.
Berdasarkan kriteria diatas, berikut adalah tabel 3.2. yang membahas mengenai
proses dari populasi menjadi sampel:
Tabel 3.2
Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
Sumber data diolah peneliti
No Kriteria Jumlah
1. Kabupaten/Kota yang sudah ada di Provinsi Jawa Barat 26 2. Kabupaten/Kota yang memiliki Laporan Realisasi APBD yang
lengkap dan telah dipublikasikan selama periode 2011-2013 (17)
Tabel 3.3
Daftar Populasi dan Sampel Penelitian
No. Nama Kabupaten/Kota
Kriteria
Sampel Sampel
1 2
1 Kabupaten Bogor - -
2 Kabupaten Sukabumi - -
3 Kabupaten Cianjur - -
4 Kabupaten Bandung 1
5 Kabupaten Garut 2
6 Kabupaten Tasikmalaya 3
7 Kabupaten Ciamis - -
8 Kabupaten Kuningan - -
9 Kabupaten Cirebon - -
10 Kabupaten Majalengka - -
11 Kabupaten Sumedang 4
12 Kabupaten Indramayu -
13 Kabupaten Subang 5
14 Kabupaten Purwakarta 6
15 Kabupaten Karawang 7
16 Kabupaten Bekasi - -
17 Kabupaten Bandung Barat - -
18 Kota Bogor - -
19 Kota Sukabumi 8
20 Kota Bandung - -
21 Kota Cirebon - -
22 Kota Bekasi - -
23 Kota Depok - -
24 Kota Cimahi - -
25 Kota Tasikmalaya - -
26 Kota Banjar 9
Berdasarkan daftar tersebut, maka yang menjadi kriteria dalam penelitian
jumlah seluruh laporan realisasi APBD yang akan diteliti adalah sebanyak 36
kabupaten/kota (28 kabupaten dan 8 kota) selama periode tahun 2010-2013.
Tabel 3.4
Daftar Sampel Penelitian
No. Nama Kabupaten/Kota
1. Kabupaten Bandung 2. Kabupaten Garut 3. Kabupaten Tasikmalaya 4. Kabupaten Sumedang 5. Kabupaten Subang 6. Kabupaten Purwakarta 7. Kabupaten Karawang 8. Kota Sukabumi 9. Kota Banjar
3.5. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan bersifat
kuantitatif. Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh
organisasi yang bukan pengelolanya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pooled data yaitu kombinasi antara data runtut waktu (time series), yaitu suatu
metode kuantitatif untuk menentukan pola data masa lampau yang telah
dikumpulkan secara teratur menurut urutan waktu kejadian dan silang tempat
(cross section), yaitu sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu
dalam suatu kurun waktu (Umar, 2013:42). Sumber data penelitian ini diperoleh
dari situs dan sumber-sumber data
3.6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode dokumentasi,
yaitu dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan mengkaji data sekunder yang
diunduh dari situs Direkorat Jenderal Perimbangan Keuangan Republik Indonesia
3.7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tenik
analisis statistik dengan menggunakan SPSS, yaitu statistik deskriptif, uji asumsi
klasik, dan analisis regresi untuk pengujian hipotesis penelitian.
3.7.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif menurut Ghozali (2006:19) merupakan “metode
untuk mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menganalisa data
kuantitatif secara deskriptif”. Pengukuran statistik deskriptif ini meliputi
jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum, mean, dan standar deviasi.
Minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil yang bersangkutan
bervariasi dari rata-rata. Maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah
terbesar data yang bersangkutan. Standar deviasi digunakan untuk
mengetahui seberapa besar data bersangkutan bervariasi dari rata-rata.
3.7.2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, terlebih dahulu harus
dilakukan uji asumsi klasik. Hal ini bertujuan untuk menghindari
diterapkan regresi. Asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah berdistribusi
normal, non-multikolinieritas, non-autokorelasi, dan homoskedastisitas.
3.7.2.1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal
(Ghozali, 2006 : 110). Model regresi yang baik adalah memiliki
distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini,
untuk mendeteksi normalitas data dapat dilakukan dengan pengujian
berikut:
1. Uji Kolmogrov Smirnov
Untuk mendeteksi normalitas data dapat dilakukan melalui
analisis statistik yang salah satunya dapat dilihat melalui
Kolmogrorov-Smirnov test (K-S). Uji K-S dilakukan dengan
membuat hipotesis:
1) Jika nilai signifikan > 0.05 maka distribusi normal, dan
2) Jika nilai signifikan < 0.05 maka distribusi tidak normal
Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah:
Ho : Data residual berdistribusi normal
Ha : Data residual tidak berdistribusi normal
2. Histogram
Pengujian dengan model histogram memiliki ketentuan bahwa
data normal berbentuk lonceng. Data yang baik adalah data yang
atau melenceng ke kiri berarti data tidak terdistribusi secara
normal.
3.7.2.2. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2006: 105), uji heteroskedastisitas bertujuan
“menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain”. Jika variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah Homoskedastisitas atau tidak terjadi
Heteroskedastisitas. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan
melihat pada grafik scatter plot. Dasar analisis uji heteroskedastisitas
adalah sebagai berikut :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heterokedastisitas.
3.7.2.3. Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2006: 95), uji autokorelasi bertujuan
kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pengganggu
pada periode t-1 (sebelumnya)”. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan
ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Untuk menguji
ada tidaknya gejala autokorelasi maka dapat dideteksi dengan uji Runs
test. Untuk pengujian yang dilakukan dengan Runs Test, Jika nilai sig. >
0,05 maka disimpulkan tidak ada autokorelasi.
3.7.2.4. Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2006 : 91) uji multikolinearitas bertujuan
untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi di
antara variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Pengujian
multikolinearitas dilakukan dengan melihat toleransi variabel dan
variance inflation factor (VIF). Ketentuan suatu model regresi tidak
terdapat gejala multikolinearitas adalah jika nilai Variance Inflation
Factor (VIF) < 10 dan Tolerance > 0,1. (Ghozali, 2006 : 92). Cara
untuk perbaikan jika terjadi multikolinearitas yaitu :
1. Mengeluarkan satu atau lebih variabel dependen yang mempunyai
korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasikan variabel
independen lainnya untuk membantu prediksi.
2. Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data).
3.7.3. Analisis Regresi
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
berganda (multiple regression analysis). Regresi berganda dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana variabel bebas mempengaruhi variabel terikat. Pada
regresi berganda terdapat satu variabel terikat dan lebih dari satu variabel bebas.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah belanja modal,
sedangkan yang menjadi variabel bebas adalah pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah.
Hipotesis dianalisis dengan regresi berganda untuk melihat pengaruh
masing-masing variabel yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
secara bersama-sama terhadap belanja modal, dengan rumus:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
3.7.4. Pengujian Hipotesis
3.7.4.1. Uji Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat. Membandingkan F
hitung dengan F tabel dengan ketentuan sebagai berikut:
H0 diterima dan Ha ditolak jika F hitung < Ftabel untuk a = 5 %
H0 diterima dan Ha ditolak jika F hitung > F tabel untuk a = 5 %
Jika tingkat signifikansi dibawah 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima.
< 0,05 maka menunjukkan bahwa pengaruh variabel independen secara
serempak adalah signifikan terhadap variabel dependen.
3.7.4.2. Uji Parsial (Uji t)
Uji t dalam penelitian ini digunakan untuk menguji signifikansi
koefisien variabel bebas dalam memprediksi variabel terikat. Uji ini
dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel dengan
ketentuan sebagai berikut:
H0 diterima dan Ha ditolak jika t hitung < t tabel untuk a = 5 %
H0 diterima dan Ha ditolak jika t hitung > t tabel untuk a = 5 %
Jika tingkat signifikansi dibawah 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Tingkat signifikansinya (0,000) < 0,05 berarti masing-masing variabel
independen berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variabel
dependen.
3.7.4.3. Uji R2 atau Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskriptif Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota di Jawa Barat yang
memiliki laporan realisasi APBD yang lengkap dan telah dipublikasikan di
Direkorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) selama periode 2010-2013.
Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa data Laporan Realisasi
APBD yang dapat diakses dari situs DJPK, ya
Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling,
sehingga diperoleh sampel sebanyak 36 kabupaten/kota. Pengolahan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan menginput dan menghitung data dengan Microsoft
Excel dan melakukan pengujian dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 20.0.
4.2. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data yang
dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai
standar deviasi. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam perhitungan
statistik deskriptif adalah pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, dan
belanja modal. Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran
Tabel 4.1
Hasil Statistik Deskriptif Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Belanja_modal 36 50596 692368 238410.72 162765.130
Pajak_daerah 36 2086 477595 78784.89 116096.243
Retribusi_daerah 36 4296 60254 21543.92 14331.466
Hasil_pengelolaan_kek ayaan_daerah_yang_di pisahkan
36 1610 52790 9790.06 14004.555
Lain_lain_PAD_yang_
sah 36 5833 140864 56930.56 34203.876
Valid N (listwise) 36
Sumber: Output SPSS 20.0 , diolah peneliti, 2016
Dari hasil pengujian diatas diketahui bahwa :
1. Jumlah unit analisis (N) dalam penelitian ini adalah sebanyak 36
kabupaten/kota yang terdapat di DJPK dari tahun 2010 sampai 2013.
2. Variabel dependen yaitu belanja modal yang memiliki nilai minimum
50596 dimiliki oleh Kota Sukabumi pada tahun 2010 dan nilai maksimum
sebesar 692368 dimiliki oleh Kabupaten Garut pada tahun 2013. Nilai
Rata-rata (mean) sebesar 238410,72 dengan standar deviasi 162765,130.
3. Variabel independen yang pertama, yaitu pajak daerah memiliki nilai .
minimum 2086 dimiliki oleh Kota Banjar pada tahun 2010 dan nilai
maksimum sebesar 477595 dimiliki oleh Kabupaten Karawang pada tahun
2012. Nilai rata-rata (mean) 78784,89 dengan standar deviasi sebesar
116096,243.
4. Variabel independen yang kedua, yaitu retribusi daerah memiliki nilai
nilai maksimum sebesar 60254 dimiliki oleh Kabupaten Bandung pada
tahun 2010. Nilai rata-rata (mean) sebesar 21543,92 dengan standar
deviasi sebesar 14331,466.
5. Variabel independen yang ketiga, yaitu hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan memiliki nilai minimum sebesar 1610 dimiliki oleh
Kabupaten Garut pada tahun 2012, dan nilai maksimum sebesar 52790
dimiliki oleh Kabupaten Bandung pada tahun 2010. Nilai rata-rata (mean)
sebesar 9790,06 dengan standar deviasi sebesar 14004,555.
6. Variabel independen yang keempat adalah lain-lain PAD yang sah
memiliki nilai minimum 5833 dimiliki oleh Kota Banjar pada tahun 2010.
Nilai maksimum sebesar 140864 dimiliki oleh Kota Sukabumi pada tahun
2013. Nilai rata-rata (mean) sebesar 56930,56 dengan standar deviasi
sebesar 34203,876.
4.3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data tersebut
berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas
dilakukan melalui analisa statistik yaitu dengan menggunakan pendekatan
Kolmogorov-Smirnov test dan histogram. Jika nilai sig. > 0,05, maka H0
ditolak, artinya data terdistribusi normal. Sebaliknya jika nilai sig < 0,05,
maka H0 gagal ditolak, artinya data tidak terdistribusi normal. Hasil
pengujian normalitas dengan menggunakan pendekatan
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 36
Normal Parametersa,b
Mean 0E-7
Std.
Deviation 122912.75971897
Most Extreme Differences
Absolute .183
Positive .183
Negative -.109
Kolmogorov-Smirnov Z 1.096
Asymp. Sig. (2-tailed) .181
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber : Output SPSS 20.0, diolah peneliti, 2016
Berdasarkan tabel 4.2 diatas diperoleh nilai Kolmogorov – Smirnov
sebesar 1,096 dan signifikan pada 0,181 sehingga dapat disimpulkan
bahwa data dalam model regresi berdistribusi normal, dimana nilai
Gambar 4.1 Histogram
Berdasarkan Gambar 4.1 menunjukkan grafik histogram tersebut
bahwa data berdistribusi normal. Hal itu ditunjukkan dari bentuk grafik
yang berbentuk lonceng dan terlihat tidak menceng ke kiri ataupun ke
kanan. Sehingga model regresi memenuhi asumsi normalitas dan layak
untuk dipakai dalam penelitian ini.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain. Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji grafik plot.
berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji heteroskedastisitas dapat
dilihat pada grafik scatterplot dibawah ini.
Gambar 4.2 Scatterplot
Berdasarkan grafik scatterplot pada gambar 4.2 dapat dilihat
bahwa titik-titik tersebar secara acak baik diatas maupun dibawah
angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu yang berarti
tidak terjadi heterokedastisitas dan model regresi layak dipakai untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belanja modal.
c. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah terjadi korelasi
periode t-1 (sebelumnya). Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Runs Test. Untuk pengujian yang dilakukan dengan
Runs Test, Jika nilai sig. > 0,05 maka disimpulkan tidak ada
autokorelasi.
Berikut ini merupakan hasil dari uji Runs Test.
Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi Runs Test
Unstandardized Residual
Test Valuea -25479.74699
Cases < Test Value 18
Cases >= Test Value 18
Total Cases 36
Number of Runs 14
Z -1.522
Asymp. Sig. (2-tailed) .128
a. Median
Sumber: Output SPSS 20.0, diolah peneliti, 2016
Berdasarkan Tabel 4.3, diketahui nilai probabilitas atau Asymp.
Sig. adalah 0,128, di mana lebih besar dari 0,05, maka disimpulkan
tidak terjadi gejala autokorelasi.
d. Uji Multikolinearitas
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Ketentuan suatu
model regresi tidak terdapat gejala multikolinearitas adalah jika nilai
Variance Inflation Factor (VIF) < 10 dan Tolerance > 0,1. Hasil uji
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
a. Dependent Variable: Belanja_modal
Sumber: Output SPSS 20.0, diolah peneliti, 2016
Dari tabel diatas terlihat nilai Tolerance setiap variabel independen
berada diatas 0,10 (Tol > 0,10) dan nilai VIF setiap variabel
independen juga lebih kecil dari 10 (VIF < 10), maka dapat
disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen
dalam model regresi.
4.4. Analisis Regresi
Penelitian ini menggunakan regresi linear berganda dimana semua variabel
dimasukkan untuk menguji pengaruh satu atau lebih variabel independen terhadap
variabel dependen. Berdasarkan uji asumsi klasik yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa model regresi dapat digunakan (layak) dilakukan analisis
statistic. Berikut ini merupakan hasil pengolahan data dengan analisis regresi
linear berganda.
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1
(Constant)
Pajak_daerah .411 2.434
Retribusi_daerah .308 3.250
Hasil_pengelolaan_kekayaan_daerah_yang_
dipisahkan .550 1.818
Tabel 4.5
Hasil Uji Regresi Berganda Coefficientsa
a. Dependent Variable: Belanja_modal
Sumber: Output SPSS 20,0, diolah peneliti, 2016
Dari hasil pengujian pada Tabel 4.5 diatas dapat diperoleh model
persamaan linier berganda, yaitu :
Y = 199001,321 + 0,954X1 – 0,60X2 + 0,543X3 - 0,698X4 + e
Model persamaan linier berganda diatas dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
1. Nilai konstanta sebesar 199001,321 artinya apabila nilai variabel
independen pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah bernilai nol maka
nilai variabel dependen belanja modal konstan di199001,321.
2. Pajak daerah memiliki koefisien regresi sebesar 0,954. Hal ini
menunjukkan bahwa jika variabel pajak daerah bertambah satu satuan,
maka variabel belanja modal juga mengalami kenaikan sebesar 0,954.
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 199001.321 62722.513 3.173 .003
Pajak_daerah .954 .297 .680 3.215 .003
Retribusi_daerah -.060 2.777 -.005 -.022 .983
Hasil_pengelolaan_ kekayaan_daerah_y ang_dipisahkan
.543 2.125 .047 .256 .800
Lain_lain_PAD_yan
3. Retribusi daerah memiliki koefisien regresi sebesar -0,60. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel retribusi daerah memiliki hubungan yang
berlawanan dengan belanja modal. Setiap kenaikan satu satuan retribusi,
maka belanja modal akan turun sebesar 0,60 dengan asumsi bahwa
variabel bebas lainnya dianggap tetap.
4. Hasil pengeloaan kekayaan daerah yang dipisahkan memiliki koefisien
regresi sebesar 0,543. Hal ini menunjukkan bahwa jika variabel hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan bertambah satu satuan,
maka variabel belanja modal juga mengalami kenaikan sebesar 0,543.
5. Lain-lain PAD yang sah memiliki koefisien regresi sebesar -0,698. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel lain-lain PAD yang sah memiliki hubungan
yang berlawanan dengan belanja modal. Setiap kenaikan satu satuan
retribusi, maka belanja modal akan turun sebesar 0,698 dengan asumsi
bahwa variabel bebas lainnya dianggap tetap.
4.5. Pengujian Hipotesis
Pada penelitian ini peneliti melakukan pengujian hipotesis dengan
menggunakan pengujian uji signifikansi simultan (Uji-F), uji signifikansi parsial
(Uji-t) dan uji koefisien determinasi (R2).
a. Uji Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji signifikansi koefisien regresi secara
keseluruhan dan pengaruh variabel bebas secara bersama-sama. Untuk
menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak digunakan
independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen,
sedangkan jika F hitung > F tabel dan nilai Sig. < 0,05, maka variabel
independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Tabel 4.6 Hasil Uji F
ANOVAa
Model Sum of
Squares
Df Mean Square F Sig.
1
Regression 39847294028
0.591 4 99618235070.148 5.840 .001
b
Residual 52876412756
0.632 31 17056907340.666
Total 92723706784
1.222 35
a. Dependent Variable: Belanja_modal
b. Predictors: (Constant), Lain_lain_PAD_yang_sah, Retribusi_daerah, Hasil_pengelolaan_kekayaan_daerah_yang_dipisahkan, Pajak_daerah
Dari uji F yang telah dilakukan diperoleh Fhitung sebesar 5,840
sedangkan Ftabel sebesar 2,63. Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil
tersebut maka pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah berpengaruh
signfikan secara simultan terhadap belanja modal. Fhitung lebih besar dari
Ftabel (5,840 > 2,63) dan signifikansi penelitian lebih kecil dari 0,05 ( 0,001
< 0,05) dengan demikian Ha diterima.
b. Uji Parsial ( Uji t)
Uji t digunakan untuk menguji signifikansi koefisien variabel bebas
dalam memprediksi variabel terikat. Uji ini dilakukan dengan
[image:30.595.148.530.197.379.2]H0 diterima dan Ha ditolak, jika t hitung < t tabel untuk a = 5% H0 ditolak dan Ha diterima, jika t hitung > t tabel untuk a = 5%
Jika tingkat signifikansi dibawah 0,05, maka H0 ditolak dan Ha
diterima. Tingkat signifikansinya (0,000) < 0,05 berarti masing-masing
variabel independen berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
variabel dependen.
Tabel 4.7 Hasil Uji t
Coefficientsa
a. Dependent Variable: Belanja_modal
Sumber: Output SPSS 20,0, diolah peneliti, 2016
T tabel dalam penelitian ini adalah sebesar 2,03951. Dari hasil Uji
Signifikan Parsial (t) di atas dapat dijelaskan pengaruh variabel independen secara
parsial, yaitu:
1. Pajak Daerah (X1)
Besarnya t hitung untuk variabel pajak daerah adalah sebesar 3,215 dengan
nilai signifikansi 0,03. Hasil tersebut menunjukkan t hitung lebih besar dari t
tabel (3,215 > 2.03951). Dilihat dari signifikansinya, pajak daerah memiliki
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 199001.321 62722.513 3.173 .003
Pajak_daerah .954 .297 .680 3.215 .003
Retribusi_daerah -.060 2.777 -.005 -.022 .983
Hasil_pengelolaan_ kekayaan_daerah_y ang_dipisahkan
.543 2.125 .047 .256 .800
Lain_lain_PAD_yan
[image:31.595.110.533.274.519.2]nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,003 < 0,05). Maka dari hasil
analisa tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pajak daerah
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Ini menunjukkan bahwa
H0 ditolak dan Ha diterima.
2. Retribusi Daerah (X2)
Besar thitung variabel retribusi daerah adalah sebesar -0,022 dengan nilai
signifikansi 0,983. Hasil tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih kecil
dari ttabel (-0,022 < 2.03951). Dilihat dari signifikansinya, kebijakan hutang
memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (0,983 > 0,05). Maka dari
hasil analisa tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa retribusi daerah
tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Ini menunjukkan
bahwa H0 diterima dan Ha ditolak.
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (X3)
Besar t hitung variabel hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
adalah sebesar 0,256 dengan nilai signifikansi 0,800. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa thitung lebih kecil dari t tabel (0,256 < 2.03951). Dilihat
dari signifikansinya, kepemilikan manajerial memiliki nilai signifikansi
lebih besar dari 0,05 (0,800 > 0,05). Maka dari hasil analisa tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Ini
4. Lain-lain PAD yang Sah (X4)
Besar t hitung variabel lain-lain PAD yang sah adalah sebesar -0,958 dengan
nilai signifikansi 0,346. Hasil tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih
kecil dari t tabel (-0,958 < 2.03951). Dilihat dari signifikansinya,
kepemilikan manajerial memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05
(0,345 > 0,05). Maka dari hasil analisa tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Ini menunjukkan bahwa
H0 diterima dan Ha ditolak.
c. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan seberapa besar variabel independen
menjelaskan variabel dependennya. Apabila nilai R2 semakin mendekati satu,
maka variabel-variabel independen memberikan semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Hasil output SPSS dapat
dilihat pada tabel 4.8 dibawah ini.
Tabel 4.8
Hasil Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb
Mode l
R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .656a .430 .356 130602.095 1.101
a. Predictors: (Constant), Lain_lain_PAD_yang_sah, Retribusi_daerah, Hasil_pengelolaan_kekayaan_daerah_yang_dipisahkan, Pajak_daerah b. Dependent Variable: Belanja_modal
Sumber: Output SPSS 20,0, diolah peneliti, 2016
Dari tabel 4.7 diatas diketahui nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,656
dengan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah (variabel independen) mempunyai
hubungan yang cukup erat, yaitu sebesar 65,6%. Besarnya pengaruh variabel
independen pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah terhadap variabel dependen yaitu
belanja modal ditunjukkan oleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,356, artinya
variabel pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah berpengaruh terhadap belanja modal
sebesar 35,6% sisanya sebesar 64,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang
tidak termasuk dalam penelitian ini.
4.6. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil uji statistik F yang dilakukan, menunjukkan bahwa variabel pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pad yang sah berpengaruh signifikan secara simultan terhadap belanja
modal pada kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat yang terdaftar di DJPK tahun
2010-2013.
Pada pengujian statistik uji t, secara parsial pajak daerah berpengaruh
terhadap belanja modal, sedangkan retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pad yang sah tidak berpengaruh terhadap
belanja modal pada kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat yang terdaftar di DJPK
Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Siregar (2015), dimana secara parsial variabel lain-lain PAD yang sah
berpengaruh terhadap belanja modal, sedangkan secara simultan seluruh variabel
independen Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
Santoso dan Rahayu (2005) menyebutkan bahwa PAD sebagai salah satu
penerimaan daerah mencerminkan tingkat kemandirian daerah. Semakin besar
PAD, maka menunjukkan bahwa pemerintah daerah mampu melaksanakan
desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat akan semakin
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari uraian dan penjelasan sebelumnya, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa PAD secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada
pemerintah kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat.
2. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa pajak daerah
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap belanja modal,
sedangkan retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah
kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat.
5.2. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Analisis data yang digunakan hanya pada kabupaten/kota di
provinsi Jawa Barat.
2. Periode pengamatan dalam penelitian ini terbatas, karena hanya
mencakup tahun 2010-2013.
3. Penelitian ini hanya menggunakan PAD sebagai variabel
mempengaruhi variabel dependen (belanja modal) sebesar 35,6%,
oleh sebab itu masih terdapat sekitar 64,4% faktor-faktor lain yang
mempengaruhi belanja modal yang tidak digunakan dalam
penelitian ini.
5.3. Saran
Berdasarkan hasil pengujian dan kesimpulan penelitian ini, maka dapat
diberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah variabel
independen lain (contoh: DAU, DAK, DBH, dan lain-lain) yang
dapat mempengaruhi belanja modal.
2. Memperluas penelitian dengan menambah sampel penelitian dari
seluruh kabupaten/kota yang ada di masing-masing provinsi di
Indonesia, selain dari provinsi Jawa Barat (contoh: DKI Jakarta,
Surabaya, Kalimantan, dan lain-lain) agar dapat membandingkan
hasil dari penelitian-penelitian tersebut.
3. Periode pengamatan yang lebih panjang (lebih dari 3 periode)
sehingga hasil yang diperoleh dapat digeneralisasi dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Belanja Modal
Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal
adalah “pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang
sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari
satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya
pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset”.
Dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), belanja modal terdiri dari 5
kategori utama, yaitu:
1. Belanja Modal Tanah
Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa
tanah, pengosongan, pengurugan, perataaan, pematangan tanah, pembuat
sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak
atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/ biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan
kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan
manfaat lebih dari 12 bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk
pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan
pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai
gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan
pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran
untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan
jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan
dimaksud dalam kondisi siap pakai.
5. Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/ pembuatan serta
perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria
belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi
dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli,
pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum,
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah adalah
pendapatan yang diperoleh yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”. Menurut Halim (2007:96), PAD
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli
daerah.
2.3. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.3.1. Pajak Daerah
Menurut UU No. 28 Tahun 2009, pajak daerah yang disebut pajak
adalah “kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Terkait
dengan pendapatan pajak yang berbeda bagi provinsi dan kabupaten/kota
sesuai dengan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No. 18
Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Menurut UU tersebut,
jenis pendapatan pajak untuk provinsi meliputi objek pendapatan berikut:
1. Pajak kendaraan bermotor.
2. Bea balik nama kendaraan bermotor.
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
4. Pajak kendaraan di atas air.
6. Pajak air permukaan.
Selanjutnya, jenis pajak kabupaten/kota tersusun atas:
1. Pajak hotel.
2. Pajak restoran.
3. Pajak hiburan.
4. Pajak reklame.
5. Pajak penerangan jalan.
6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C.
7. Pajak parkir.
2.3.2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan. Pendapatan retribusi juga berbeda untuk provinsi dan
kabupaten/kota, terkait dengan UU No. 34 Tahun 2000. Untuk provinsi,
jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:
1. Retribusi pelayanan kesehatan.
2. Retribusi pemakaian kekayaan daerah.
3. Retribusi penggantian biaya cetak peta.
4. Retribusi pengujian kapal perikanan.
Selanjutnya, jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi
objek pendapatan berikut:
2. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan.
3. Retribusi penggantian biaya cetak KTP.
4. Retribusi penggantian biaya cetak akte catatan sipil.
5. Retribusi pelayanan pemakaman.
6. Retribusi pelayanan pengabuan mayat.
7. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum.
8. Retribusi pelayanan pasar.
9. Retribusi pengujian kendaraan bermotor.
10. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran.
11. Retribusi penggantian biaya cetak peta.
12. Retribusi pengujian kapal perikanan.
13. Retribusi pemakaian kekayaan daerah.
14. Retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan.
15. Retribusi jasa usaha tempat pelelangan.
16. Retribusi jasa usaha terminal.
17. Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir.
18. Retribusi jasa usaha tempat penginapan/pesanggrahan/villa.
19. Retribusi jasa usaha penyedotan kakus.
20. Retribusi jasa usaha rumah potong hewan.
21. Retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal.
22. Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olahraga.
23. Retribusi jasa usaha penyeberangan di atas air.
25. Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha daerah.
26. Retribusi izin mendirikan bagunan.
27. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol.
28. Retribusi izin gangguan.
29. Retribusi izin trayek.
2.3.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek
pendapatan yang mencakup:
1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah.
2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara.
3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
2.3.4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari
lain-lain milik pemda. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 menjelaskan
PAD yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang
tidak termasuk dalam jenis pajak dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:
1. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan.
2. Jasa giro.
4. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.
5. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah
6. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing.
7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
8. Pendapatan denda pajak.
9. Pendapatan denda retribusi.
10. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan.
11. Pendapatan dari pengembalian.
12. Fasilitas sosial dan umum.
13. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
14. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, maka:
Pada orde baru, APBD dapat didefenisikan “Sebagai rencana operasional keuangan pemda, di mana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.” Pada orde lama,
definisi APBD adalah “Rencana pekerjaan keuangan (financial workplan)
Menurut UU No. 17 Tahun 2003, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) adalah “Suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)”. Dalam UU tersebut,
ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD
disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri atas:
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
b. Neraca
c. Laporan Arus Kas (LAK)
d. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
2.5. Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, fungsi APBD adalah:
1. Fungsi Otorisasi
Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan
Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan
Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian. 5. Fungsi Distribusi
Anggaran daerah harus mengandung arti/ memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi
2.6. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Struktur APBD
Gambar 2.1
Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
a. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah terdiri atas:
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Mencakup pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2) Dana Perimbangan
Mencakup dana bagi hasil (pajak dan sumber daya alam), dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus.
3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Mencakup hibah (barang atau uang dan/atau jasa), dana darurat, dana
bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana Pembiayaan
Pengeluaran:
Pembayaran Pokok Pinjaman Penyertaan Modal
Pembentukan Dana Cadangan dan lain-lain
Pendapatan
SURPLUS
Penerimaan:
SiLPA (tahun sebelumnya) Pencairan Dana Cadangan Penerimaan Pinjaman Daerah, dan lain-lain
penyesuaian dan dana otonomi khusus, serta bantuan keuangan dari
provinsi atau pemda lainnya.
b. Belanja Daerah
Belanja daerah dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:
1) Belanja Tidak Langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak
langsung terdiri atas belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan
sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
2) Belanja Langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung terdiri
atas belanja pegawai (honorarium/upah), belanja barang dan jasa, dan
belanja modal.
c. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Penerimaan pembiayaan mencakup:
1) Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya.
2) Pencairan dana cadangan.
4) Penerimaan pinjaman daerah.
5) Penerimaan kembali pemberian pinjaman.
6) Penerimaan piutang daerah.
Pengeluaran pembiayaan mencakup:
1) Pembentukan dana cadangan.
2) Penerimaan modal (investasi) pemda.
3) Pembayaran pokok utang.
4) Pemberian pinjaman daerah.
2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang menjadi pembanding peneliti
[image:48.595.114.516.425.748.2]dalam melakukan penelitian.
Tabel 2.1
Tinjauan penelitian terdahulu
Nama Peneliti
dan Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Adisti (2015)
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal Pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat
Independen:
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dependen:
Belanja Modal
PAD, DAU, dan DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
pengalokasian belanja modal. PAD, DAU, dan DAK tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian belanja modal. Handoko (2009) Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Peningkatan Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat
Rangkuti (2009)
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung di Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Dependen: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Independen:
Belanja Langsung
Secara simultan, pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung.
Secara parsial hanya lain-lain PAD yang sah berpengaruh signifikan positif terhadap belanja langsung. Sedangkan pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung. Siregar (2015)
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah Independen: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Dependen:
Belanja Modal
Pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Sedangkan secara parsial hanya lain-lain PAD yang sah yang berpengaruh dan signifikan terhadap belanja modal.
Sumber : data diolah oleh peneliti
2.8. Kerangka Konseptual
Menurut Sugiyono (2010:89), “kerangka konseptual merupakan sintesa
tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah
2. 3.
4.
5.
6.
7.
8. 9. 10.
[image:50.595.112.518.119.402.2]11.
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Jika sumber-sumber pendapatan daerah (misalnya: pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah) telah diperoleh dan dikelola dengan baik untuk
membiayai urusan pemerintah daerah, khususnya belanja modal, maka
tercerminlah suatu tingkat kemandirian dan otonomi daerah tersebut. Efesiensi,
efektivitas, transparansi, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam mengatur
keuangan daerah (baik penerimaan dan pengeluaran daerah) maka akan terwujud
pula otonomi daerah yang menyejahterakan masyarakatnya di daerah itu sendiri.
Pendapatan asli daerah yang tinggi dapat mengurangi ketergantungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat, khususnya dalam hal bantuan dana. Pajak Daerah
(X1)
Retribusi Daerah (X2)
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan (X3)
Belanja Modal (Y)
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
2.9. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap rumusan masalah dalam
suatu penelitian. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang telah
dijelaskan sebelumnya, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada
pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat
H2 : Retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada
pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat
H3 : Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan berpengaruh signifikan
terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat
H4 : Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh signifikan
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota
di Jawa Barat
H5 : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh secara
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Semenjak reformasi, akuntansi keuangan pemerintah daerah di Indonesia
merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi
perhatian besar dari berbagai pihak. Menurut Pasal 1 Undang-undang (UU)
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang dimaksud dengan
keuangan negara adalah “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu, baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan milik negara terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.
Keuangan daerah dapat diartikan sebagai “semua hak dan kewajiban yang dapat
dinilai dengan uang, juga segala sesuatu, baik berupa uang maupun barang, yang
dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara
atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan
perundangan yang berlaku” (Halim 2007:23).
Menurut UU No. 32 Tahun 2004, definisi otonomi daerah adalah “hak,
wewenang dan kewajiban dari daerah untuk mengurus dan mengatur sendiri
urusan pemerintah dan kepentingan dari masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”. Keberhasilan dalam menerapkan otonomi daerah
di suatu daerah dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan, pelayanan umum, dan
daya saing daerah itu sendiri, sehingga mampu memberikan transparansi dan
belanja. Pendapatan asli daerah merupakan salah satu penerimaan daerah yang
mencerminkan suatu tingkat kemandirian daerah. Semakin besar PAD dalam
suatu daerah maka akan menunjukkan bahwa pemerintah daerah itu sendiri
mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan akan semakin berkurangnya
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Dalam
menjalankan otonomi daerah khususnya pada kabupaten/kota di Jawa Barat
dituntut untuk mampu meningkatkan PAD yang menjadi tolak ukur terpenting
bagi kemampuan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan
otonomi daerah yang baik dan sejahtera.
Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal
adalah “pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang
sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari
satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya
pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset”. Untuk menambah aset tetap,
pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja,
khususnya pada belanja modal dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah) yang didasarkan pada kebutuhan daerah demi kelancaran pelaksanaan
tugas pemerintah maupun fasilitas publik.
Belanja modal berasal dari PAD sebagai perwujudan pelaksanakan
otonomi daerah demi menciptakan kemandirian keuangan daerah itu sendiri.
Sehingga pemerintah daerah berusaha untuk mengelola keuangan daerahnya
bahwa kondisi keuangan daerah itu menjadi sehat dan baik. Jika memanfaatkan
pendapatan-pendapatan daerah yang telah diterima dan meminimalkan
pengeluaran atau belanja-belanja daerah, khususnya belanja modal yang telah
direalisasikan, maka efektivitas dan efesiensi akan memberikan kemandirian dan
kesejahteraan pada daerahnya sendiri.
Peneliti terdahulu Handoko (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh
pertumbuhan pendapatan asli daerah terhadap peningkatan belanja modal pada
pemerintah kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pertumbuhan pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan
positif terhadap peningkatan belanja modal. Peneliti terdahulu Rangkuti (2009)
melakukan penelitian tentang pengaruh PAD terhadap belanja langsung di
pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara simultan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung,
sedangkan secara parsial hanya lain-lain PAD yang sah berpengaruh positif
terhadap belanja langsung.
Peneliti terdahulu Adisti (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh
PAD, DAU, dan DAK terhadap belanja modal pada kabupaten/kota di provinsi
Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD, DAU, dan DAK
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian belanja modal.
Peneliti terdahulu Siregar (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh PAD
terhadap belanja modal pada pemerintah daerah kabupaten/kota di provinsi
Kalimantan Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD secara simultan
hanya lain-lain PAD yang sah yang berpengaruh dan signifikan terhadap belanja
modal.
Bukti-bukti empiris berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap belanja modal. Namun
hasil dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan
ketidakkonsistenan. Berdasarkan fenomena dan ketidakkonsistenan hasil
penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
belanja modal yang merupakan modifikasi dari penelitian-penelitian sejenis yang
dilakukan oleh peneliti terdahulu.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh secara parsial maupun simultan
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh secara parsial maupun simultan
terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan
wawasan tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap
belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat
khususnya pada tahun 2010-2013.
2. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
dan acuan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta
memanfaatkan potensi daerah secara optimal di masa yang akan datang.
3. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dan sumber informasi
ABSTRAK
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA MODAL PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA