• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Ibu Mengkhitankan Bayi Perempuannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Ibu Mengkhitankan Bayi Perempuannya"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI DESKRIPTIF FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK IBU MENGKHITANKAN BAYI PEREMPUANNYA

Uswatun Kasanah1) dan Siti Ni’amah2) 1) 2)

Prodi D III Kebidanan, Akademi Kebidanan Bakti Utama Pati email: iyuz@akbidbup.ac.id dan sni39amah@yahoo.com

Abstract

Although female circumcision is not medically advisable even no female but the fact is all around us, people still practice circumcision. It can cause complications of its own which is highly detrimental to women including the bleeding after circumcision, as happened in Gembong sub-district, Pati.The study aimed to describe the factors associated with the practice of circumcision mother in baby girl in Pati regency. This research is descriptive method with a quantitative approach. Research shows 81.2% of respondents perform female circumcision, most of the mother's family support female circumcision (52.5%), strong beliefs about female circumcision (62%), the husband supports female circumcision (66.8%), mothers are supportive circumcision women (73%), good knowledge of female circumcision (66.8%), neighbors support female circumcision (52.2%), midwife supports female circumcision (55.2%), maternal age in healthy reproductive age (89.3 %), high school or equivalent education (57.9%), farmers /workers (37.4%).DKK need to make regulations on the prohibition of female circumcision followed by monitoring and evaluation of the regulation after doing socialization. IBI need to provide an appeal to its members in order to provide the right information. For pregnant women are expected to actively attend classes of pregnant women and to find information about female circumcision.

Keywords : factors that affect, practice, female circumcision

1. PENDAHULUAN

Khitan pada anak perempuan atau

Female Genital Cutting (FGC) atau Female Genital Mutilation (FGM) merupakan salah

satu fenomena yang menjadi fokus perhatian internasional. Kampanye Zero Tolerance yang diadakan oleh Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB) membahas tentang praktik khitan pada anak perempuan mengatakan bahwa lebih dari 150 juta anak perempuan mengalami penderitaan akibat praktik melukai atau memotong alat kelamin perempuan (Sumarni, 2005). Delapan puluh empat juta anak perempuan mengalami tindakan khitan tanpa alasan yang jelas termasuk di Indonesia (Asriati, 2005).

Dilihat dari aspek sosial adanya khitan pada anak perempuan yang sudah terlembagakan dapat dimaknai bahwa praktik tersebut dilakukan sebagai salah satu bentuk kontrol masyarakat terhadap anak perempuan, terutama yang berkaitan dengan libidonya (Ida, 2004). Ada anggapan yang mengatakan bahwa

kotoran yang menempel pada klitoris dapat membuat libido seks perempuan tidak terkendali. Akan tetapi tidak ada bukti medis yang membenarkan bahwa libido seks perempuan tidak bisa terkendali apabila tidak dilakukan khitan.

(2)

membahayakan kesehatan meskipun dari sisi medis tidak dikenal ataupun disarankan melakukan khitan pada anak perempuan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1636/MENKES/PER/XI/2010 yang ditetapkan pada tanggal 15 November 2010 dalam pasal 4 bahwa pelaksanaan khitan perempuan dilakukan dengan prosedur tindakan sebagai berikut:

1. cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir selama 10 (sepuluh) menit; 2. gunakan sarung tangan steril;

3. pasien berbaring telentang, kaki direntangkan secara hati-hati;

4. fiksasi pada lutut dengan tangan, vulva ditampakkan;

5. cuci vulva dengan povidon iodin 10%, menggunakan kain kassa;

6. bersihkan kotoran (smegma) di antara

frenulum klitoris dan glans klitoris sampai

bersih;

7. lakukan penggoresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris (frenulum klitoris) dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai berukuran 20G-22G dari sisi mukosa ke arah kulit, tanpa melukai klitoris;

8. cuci ulang daerah tindakan dengan povidon iodin 10%;

9. lepas sarung tangan; dan

10. cuci tangan dengan sabun dengan air bersih yang mengalir.

Pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa khitan perempuan dilarang dilakukan dengan cara:

1. mengkauterisasi klitoris;

2. memotong atau merusak klitoris baik sebagian maupun seluruhnya; dan

3. memotong atau merusak labia minora, labia majora, hymen atau selaput dara dan vagina baik sebagian maupun seluruhnya. Permenkes tentang khitan tersebut telah dicabut dengan terbitnya Permenkes no 6 tahun 2014 (setelah pengumpulan data penelitian ini dilakukan) dengan pertimbangan bahwa;

1. khitan perempuan dilakukan bukan berdasarkan indikasi medis

2. belum terbukti manfaatnya bagi kesehatan.

3. masih terdapat pemintaan dilakukannya khitan karena aspek budaya dan kepercayaan namun harus tetap memperhatikan keselamatan dan kesehatan perempuan yang dikhitan serta tidak melakukan tindakan mutilasi terhadap kelamin perempuan.

4. Permenkes no 1636 tahun 2010 dipandang tidak sesuai lagi dengan dinamika perkembangan global.

Namun dalam pasal 2 disebutkan sebagai berikut:

“Memberi mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’ untuk menerbitkan pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat serta tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation)”. Hal ini berarti masih memberikan ruang atau kemungkinan dilakukannya khitan bagi perempuan sebaga upaya pemerintah memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan perempuan.

Khitan terhadap anak perempuan dengan memotong atau merusak kelamin perempuan jelas bertentangan dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang dalam bab III pasal 4 disebutkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Tindak kekerasan salah satunya dapat berupa khitan dengan melukai kelamin perempuan karena selain merasakan sakit juga dapat beresiko terjadinya perdarahan dan infeksi. Manfaat yang diperolehpun tidak ada. Selain resiko fisik, khitan juga dapat beresiko menimbulkan trauma psikologis misalnya jika ada penolakan dan rasa malu dari pihak perempuan yang akan dikhitan pada usia anak-anak (bukan bayi).

(3)

Para ulama berbeda pendapat tentang status hukum khitan perempuan; apakah wajib, sunnah, ataupun hanya anjuran dan suatu kehormatan, disebabkan dalil-dalil sangat sedikit dan tidak tegas, sehingga memberikan ruangan untuk berbeda pendapat.

Sedangkan kelompok lain berpandangan bahwa khitan terhadap perempuan hanyalah budaya sebuah negara yang dipengaruhi oleh lembah Nil (tradisi pedalaman Nil). Jadi khitan terhadap perempuan tidak mempunyai kaitan dengan syari'at agama.

Di Jawa Tengah, Pati merupakan salah satu daerah dengan tradisi khitan perempuan yang masih melekat. Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Pati, Kabupaten Pati pada tahun 2007; ditemukan 1 bayi mengalami perdarahan paska khitan oleh dukun kemudian dirujuk ke Rumah Sakit dan mendapatkan transfusi darah sebanyak 1 (satu) kantong (250 cc) sehingga jiwanya dapat tertolong, tepatnya di Desa Kedungbulus Kecamatan Gembong Kabupaten Pati. Sementara informasi dari Ikatan Bidan Indonesia sekaresidenan Pati (Kudus, Jepara, Grobogan, Rembang, Blora) belum pernah ada kejadian seperti halnya yang terjadi di Pati.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode explanatory research yang bersifat observasional yang memberikan gambaran tentang karakteristik ibu, kepercayaan, pengetahuan, sikap dalam khitan perempuan, faktor kelompok acuan (dukungan suami, dukungan keluarga, dukungan tetangga, dukungan bidan) berkaitan dengan praktik ibu dalam khitan bayi perempuan di Kabupaten Pati. Pendekatan waktu yang digunakan adalah

cross sectional.

Pengambilan sampel menggunakan metode total sampling, didapatkan sampel sejumlah 337 ibu sesuai kriteria di Kecamatan Gembong (karena pernah terjadi kasus perdarahan dan merupakan daerah pedesaan yang mempunyai kebiasaan khitan perempuan) dan Kecamatan Pati kota (karena belum pernah terjadi kasus komplikasi khitan & merupakan daerah perkotaan).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut:

a. Umur Responden

Tabel 1. Umur Responden

Umur Ibu f %

< 20 tahun 12 3,6

20 – 35 tahun 301 89,3

>35 tahun 24 7,1

Total 337 100

Sebagian besar responden berumur 20-35 tahun sebanyak 301 orang (89,3%), berumur lebih dari 35 tahun sebanyak 24 orang (7,1%) dan berumur kurang dari 20 tahun sebanyak 12 orang (3,6%). Rata-rata umur responden 27,36 tahun dengan umur terendah 18 tahun dan tertinggi 38 tahun.

Responden dengan umur yang lebih muda lebih banyak yang melakukan khitan. Hal ini mungkin disebabkan karena responden masih muda maka cenderung harus mengikuti keinginan atau pendapat orang yang lebih tua yang dianggap lebih dewasa dan bijak dalam mengambil suatu keputusan.

(4)

Kematangan dalam berfikir ini juga tampak dalam pengambilan keputusan apakah dilakukan khitan atau tidak bagi bayi perempuannya meskipun beberapa faktor memberikan pengaruh tersendiri.

b. Pendidikan Responden Tabel 2. Pendidikan Responden

Pendidikan Ibu f %

SD 29 8,6

SMP/sederajat 40 11,9

SMA/sederajat 195 57,9

Diploma 23 6,8

Sarjana 40 11,9

Total 337 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA atau sederajat sebesar 195 orang (57,9%), berpendidikan SMP dan sarjana masing-masing 40 orang (11,9%), berpendidikan SD sebesar 29 orang (8,6%) serta berpendidikan diploma sebesar 23 orang (6,8%).

Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kelas terakhir yang responden selesaikan dalam sekolah formal yakni sekolah umum atau sekolah agama yang disamakan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan meningkatkan pengetahuan seseorang dan berpengaruh pada perilaku seseorang. Semakin banyak pengetahuan yang mereka dapatkan, mereka akan makin bijak dalam pengambilan keputusan bagi kesehatan anaknya.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor lain, misalnya pengaruh orang penting dalam kehidupan sehari-hari ibu. Orang tua salah satunya. Orang tua sebagai generasi yang lebih tua cenderung masih mempunyai kepercayaan yang kuat sehingga akan berupaya mempengaruhi generasi yang lebih muda, termasuk dalam pengambilan keputusan berkhitan. Dengan demikian, pendidikan responden dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan praktik ibu dalam khitan perempuan.

c. Pekerjaan Responden Tabel 3. Pekerjaan Responden

Jenis Pekerjaan Ibu f %

Tidak bekerja 107 31,7

Petani/buruh 126 37,4

Pedagang 16 4,7

Wiraswasta 40 11,9

Pegawai 48 14,2

Total 337 100

Hasil analisis univariat menunjukkan sebagian besar responden bekerja sebagai petani/buruh sebanyak 126 orang (37,4%), ibu tidak bekerja sebanyak 107 orang (31,7%), bekerja sebagai pegawai (swasta dan pemerintah) sebanyak 48 orang (14,2%), berwiraswasta sebanyak 40 orang (11,9%), serta berdagang sebanyak 16 orang (4,7%).

d. Kepercayaan Responden Tabel 4. Kepercayaan Responden Kepercayaan tentang

Khitan Perempuan

f %

Kuat (skor ≥ 7) 209 62 Lemah (skor < 7) 128 38

Total 337 100

Kepercayaan merupakan asumsi-asumsi atau keyakinan akan kemungkinan tindakan seseorang akan bermanfaat, menguntungkan atau setidaknya tidak mengurangi keuntungan yang lainnya. Dalam hal khitan perempuan, responden dengan kepercayaan kuat meyakini bahwa khitan berarti tindakan penyucian atau pembersihan terhadap perempuan (77,2%), khitan perempuan dilakukan sebagai syarat seorang Islam (75%), perempuan perlu dikhitan sebagai bagian dari masyarakat (73%), perempuan dikhitan untuk membuang “kotoran” (72,4%), 63,8% meyakini khitan itu untuk membuang kulit kafir, 60,2% responden percaya bahwa khitan perempuan akan membedakan perempuan ras Jawa dengan China, 57,9% responden meyakini bahwa jika tidak dikhitan maka anak akan menjadi omongan masyarakat, 54,6% meyakini bahwa khitan akan mengurangi keinginan seksual perempuan.

(5)

Hasil penelitian kepercayaan tentang khitan perempuan dengan khitan perempuan menunjukkan bahwa lebih banyak khitan perempuan dilakukan oleh responden yang mempunyai kepercayaan kuat (89,5%) dibandingkan responden yang mempunyai kepercayaan lemah (68%). Sebagian besar responden mempunyai kepercayaan yang kuat. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain oleh karena pendidikan responden yang 20,5% berpendidikan dasar (SD dan SMP). Pendidikan yang rendah memungkinkan ibu sulit menerima informasi baru. Disamping itu, ibu-ibu masih sulit meninggalkan kebiasaan atau tradisi yang telah dijalankan secara turun-temurun. Hal ini juga diungkapkan oleh responden utama dalam wawancara mendalam.

Menurut L. Green, kepercayaan merupakan salah faktor yang memungkinkan seseorang berperilaku (bertindak). Hasil penelitian tentang kepercayaan ini hampir sama dengan hasil penelitian Sumarni (2005) bahwa responden merasa lega setelah disunat dan lebih percaya diri karena tidak dikucilkan secara sosial.

e. Pengetahuan Responden Tabel 5. Pengetahuan Responden

Pengetahuan tentang Khitan Perempuan

f %

Baik (skor ≥ 7) 225 66,8 Kurang baik (skor<7) 112 33,2

Total 337 100

Hasil penelitian pengetahuan menunjukkan bahwa lebih banyak pengetahuan responden untuk kategori baik (66,8%) dibandingkan responden dengan kategori pengetahuan kurang baik (33,2%). Dari jawaban tentang pengetahuan khitan perempuan bahwa sebagian besar pengetahuan responden dalam kategori baik namun yang perlu mendapat perhatian yaitu pengetahuan yang kurang dalam hal diperbolehkannya memotong kelentit sebanyak 46,3%, hanya 54% responden yang mengetahui bahwa khitan perempuan dengan melukai kelamin tidak akan memberikan manfaat berupa kesehatan, hanya 40,9% responden yang mengetahui bahwa komplikasi khitan berupa perdarahan,

sebanyak 44,2% responden yang mengetahui bahwa khitan dapat mengurangi rangsangan seksual, sementara itu hanya 38,3% responden yang mengetahui bahwa dukun tidak mampu melakukan khitan menggunakan ujung jarum steril, 29,2% responden yang mengetahui bahwa komplikasi khitan berupa infeksi, serta khitan dapat mengganggu lubrikasi vagina sebanyak 24,9% responden.

Hasil wawancara mendalam dengan responden utama terkait tentang pengertian khitan bahwa khitan perempuan mengandung pengertian adanya pemotongan sebagian alat kelamin perempuan. Sementara untuk manfaat khitan, pendapat responden bervariasi; satu responden mengatakan bahwa manfaat khitan perempuan akan membuat anak menjadi sehat, satu responden mengatakan anak mudah diatur serta satu responden lain mengatakan tidak ada manfaat khitan perempuan.

Precede logic model mengangkat faktor

determinan personal berada pada tingkat individual. Yang termasuk di dalamnya adalah faktor predisposisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, persepsi, perilaku yang memfasilitasi atau menghalangi motivasi untuk berubah dengan bertambahnya skill yang ada. Sedangkan faktor enabling dan reinforcing termasuk dalam external dan environmental determinant.

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri.

(6)

perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Niven, 2000). Sebagaimana makin tinggi pendidikan maka makin mudah menerima informasi tentang khitan perempuan.

Pengetahuan seseorang juga dapat dipengaruhi oleh umur. Sebagian besar responden berumur reproduksi sehat (20-35 th) sebanyak 89,3%. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa maka lebih dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya (Rahmat, 1998).

Sesuai dengan teori tingkah laku manusia semata-mata ditentukan oleh kemampuan berfikirnya. Makin berpendidikan seseorang maka akan makin baik perbuatannya untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Ancok, pengetahuan merupakan proses yang dikumpulkan secara bertahap dari penglihatan dan pendengaran. Sedangkan menurut Green, pengetahuan sebelum melakukan tindakan adalah penting dan merupakan faktor determinan internal. Menurut Notoatmodjo, pengetahuan biasanya diperoleh dari berbagai macam sumber media, yaitu media massa, media elektronik, buku-buku, petugas kesehatan, poster, kerabat dekat dan sebagainya.

Sedikit berbeda dengan hasil penelitian Riska di Medan bahwa pengetahuan ibu mengenai khitan perempuan dalam kategori cukup, hal ini dipengaruhi oleh karakteristik responden seperti umur, pendidikan, paritas serta peran tenaga kesehatan (Riska, 2009).

f. Sikap Responden Tabel 6. Sikap Responden

Sikap terhadap Khitan Perempuan

f %

Mendukung (skor ≥ 5) 246 73 Kurang mendukung (skor <

5)

91 27

Total 337 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak ibu yang bersikap mendukung khitan perempuan (73%) dibandingkan ibu yang kurang mendukung (27%). Ibu yang mendukung khitan perempuan tersebut setuju bahwa khitan perempuan harus dilakukan (67,7%), khitan dilakukan untuk memenuhi tradisi/adat (72,1%). Cara khitan dilakukan, 61,4% setuju dilakukan secara simbolis sedangkan 60,2% setuju dilakukan dengan menggores menggunakan ujung jarum steril. 66,2% reponden setuju jika khitan dilakukan pada saat bayi berusia selapan (40 hari). 86,3% setuju jika petugas khitan adalah petugas terlatih, misal bidan. Tentang manfaatnya, 72,4% responden setuju bahwa khitan memberikan manfaat kesehatan dan akan menghindari omongan negatif masyarakat (57,3%).

Sikap yang mendukung ini juga diungkapkan oleh responden dalam wawancara mendalam bahwa dua responden mengatakan mendukung khitan perempuan karena berkaitan dengan kebiasaan nenek moyangnya. Satu responden tidak mendukung karena tidak ada anjuran dan manfaat yang jelas.

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Secord & Bockman yang dikutip oleh Saifuddin Azwar, sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sikap dan keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang difikirkan orang-orang yang dianggapnya penting (reference person) dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut, memerlukan pertimbangan mengenai tindakan (action), sasaran (target), konteks dan waktu (Notoatmodjo, 1997).

(7)

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Ida bahwa sunat perempuan masih diterima oleh sebagian besar masyarakat Madura. Sunat perempuan masih diyakini sebagai tradisi, sebagian sebagai kewajiban agama.

Penelitian oleh Azzahra didapatkan bahwa sebagian besar ibu tidak mendukung sunat sehat (56,1%).

g. Dukungan Suami Tabel 7. Dukungan Suami

Dukungan Suami f % Mendukung (skor ≥ 7) 225 66,8 Kurang mendukung (skor <

7)

112 33,2

Total 337 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar suami responden mendukung khitan perempuan sebesar 66,8% dan sisanya kategori kurang mendukung sebesar 33,2%. Dukungan suami dapat diketahui bahwa 94,9% suami menyediakan biaya khitan, 86,9% suami meminta petugas khitan datang ke rumah, 83,4% suami membicarakan khitan perempuan (baik yang membicarakan untuk kemudian diputuskan dilakukan khitan maupun sebaliknya), 82,5% suami menganjurkan dilakukannya khitan, 79,8% suami mendampingi atau tidak jauh dari prosesi khitan, serta 75,4% suami menentukan petugas khitan.

Hasil wawancara mendalam bahwa dua responden mengatakan pernah membicarakan khitan pada suami, namun suami cenderung menanggapi tidak serius dan menyerahkan urusan khitan pada istrinya meskipun suami tetap memberikan dukungan . Satu responden pernah membicarakan dengan suami secara serius sampai mencari informasi tentang khitan dari sisi agama dan kesehatan. Dengan demikian, sebenarnya suami memberikan dukungan dalam prosesi dilakukannya khitan, namun berkaitan dengan pengambilan keputusan untuk dilakukan atau tidak, suami cenderung menyerahkan kepada istri. Mahfoedz (2007) menyampaikan bahwa pengaruh dan dampak terbesar biasanya digunakan oleh kelompok primer, yang didefinisikan sebagai agregasi sosial yang

cukup kecil untuk memungkinkan dan memudahkan interaksi bertatap muka

(face-to-face) yang tak terbatas. Contoh paling nyata

dalam kelompok primer ini adalah keluarga, dimana keluarga menjalankan pengaruh yang dominan pada pilihan individu. Bagian dari keluarga yang paling dekat adalah suami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suami menyediakan biaya khitan, meminta petugas khitan datang ke rumah, membicarakan khitan perempuan, menganjurkan dilakukannya khitan, mendampingi atau tidak jauh dari prosesi khitan, serta menentukan petugas khitan dan sebagainya.

h. Dukungan Keluarga Tabel 8. Dukungan Keluarga

Dukungan Keluarga f % Mendukung (skor ≥ 5) 177 52,5 Kurang mendukung (skor <

5)

160 47,5

Total 337 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sedikit lebih banyak keluarga responden dalam kategori mendukung yaitu sebesar 177 orang (52,5%), dibandingkan keluarga dengan kategori kurang mendukung sebesar 160 orang (47,5%). Dukungan keluarga dalam penelitian ini merupakan hal-hal yang dilakukan oleh keluarga (ibu, bapak, nenek atau keluarga dekat lainnya) berkaitan dengan khitan perempuan, meliputi apakah keluarga membicarakan khitan, mencari informasi tentang khitan, menganjurkan, memberi pendapat, menentukan petugas khitan, menyediakan biaya, meminta petugas khitan datang serta mendampingi anak saat dikhitan.

(8)

Hasil analisis ini sesuai dengan teori Mahfoedz (2007) bahwa pengaruh dan dampak terbesar biasanya digunakan oleh kelompok primer, yang berupa keluarga dekat, misalnya ibu, bapak, kakak, adik, bulik, budhe dan sebagainya dimana kedekatan itu tidak hanya karena hubungan darah namun bisa juga karena seringnya mereka berinteraksi dan bertatap muka. Interaksi yang terjadi juga meliputi adanya dukungan yang diberikan oleh keluarga untuk dilakukannya khitan perempuan.

Sesuai teori reason action, komponen norma subjektif bahwa norma sosial mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang dianggapnya penting dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut. Dalam hal ini, orang-orang yang dianggap penting oleh responden dalam pengambilan keputusan dilakukannya khitan atau tidak adalah keluarga. Menurut L. Green, dukungan keluarga merupakan faktor penguat bagi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam melakukan khitan perempuan. Hal ini juga diungkapkan oleh penuturan responden dalam wawancara mendalam, dua responden mengatakan bahwa ibunya yang menganjurkan untuk khitan perempuan. Satu responden mengatakan bahwa keluarganya pernah membicarakan, tapi tidak mengharuskan untuk dilakukan khitan. Seperti halnya penuturan responden tentang dukungan suami bahwa suami cenderung menyerahkan urusan khitan kepada istri. Karena suami telah menyerahkan, maka menjadi hal mungkin jika responden kemudian membicarakan khitan kepada keluarga terdekat lain, terutama orang tua responden.

Pada masyarakat Pati, budaya hidup berdekatan rumah dengan orang tua, paklik, pakdhe dan saudara dekat lain cenderung masih merupakan sesuatu yang lebih diupayakan. Mereka akan merasa lebih tenang jika dekat dengan saudara-saudara sedarah. Apalagi jika salah satu kerabat mempunyai hajat atau musibah maka keluarga akan sigap membantu, meskipun ada juga yang berpendapat bahwa hidup terlalu berdekatan juga ada kekurangannya, misalnya menjadi

lebih sensitif sehingga mudah terjadi bentrok. Lebih dari itu, intinya mereka lebih sering berinteraksi dalam segala yang berkaitan dengan urusan hidup dan tidak jarang yang memberikan bantuan, pendapat maupun saran untuk dilakukannya khitan perempuan.

i. Dukungan Tetangga Tabel 9. Dukungan Tetangga Dukungan Tetangga dalam

Khitan Perempuan

f %

Mendukung (skor ≥ 3) 176 52,2 Kurang mendukung (skor <

3)

161 47,8

Total 337 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak tetangga yang mendukung khitan yaitu 52,2% dibandingkan tetangga yang kurang mendukung yaitu 47,8%. Dukungan tetangga responden antara lain bahwa tetangga responden juga melakukan khitan terhadap anak perempuannya (72,7%), tetangga menganjurkan dilakukannya khitan (55,8%), tetangga membicarakan khitan bayi perempuan responden (54%), bahkan ada tetangga responden yang menyediakan biaya khitan (2,1%).

(9)

sebagai bentuk rasa ikut bersuka cita atas kebahagiaan yang dialami tetangga.

Dalam penelitian ini, ada 72,7% tetangga responden melakukan khitan terhadap anak perempuan tetangga. Hal ini memberikan pengaruh tersendiri untuk melakukan juga apa yang dilakukan oleh tetangga. Pengaruh yang ada mungkin bukan pengaruh langsung karena secara statistik tidak ada hubungan dengan perilaku ibu dalam khitan perempuan. Namun masih dari penelitian yang sama bahkan ada tetangga responden yang menyediakan biaya khitan (2,1%). Data ini sangat kecil dan jarang terjadi. Mungkin responden mempersepsikan bahwa sumbangan tetangga berupa uang itu yang dialokasikan untuk biaya khitan perempuan.

j. Dukungan Bidan

Tabel 10. Dukungan Bidan Dukungan Bidan dalam

Khitan Perempuan

f %

Mendukung (skor ≥ 3) 186 55,2 Kurang mendukung (skor <

3)

151 44,8

Total 337 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi bidan yang mendukung khitan (55,2%) lebih besar dibandingkan dengan bidan yang kurang mendukung (44,8%). Bidan yang tidak memberikan dukungan dalam khitan perempuan ini tampak dalam hasil penelitian bahwa bahwa 78,7% responden tidak mendapat informasi tentang komplikasi yang mungkin terjadi, 54,3% responden tidak mendapat informasi tentang petugas yang dapat melakukan khitan, 48,1% responden tidak mendapat informasi tentang manfaat khitan, serta 44,8% responden tidak mendapat informasi tentang cara khitan.

Menurut hasil wawancara mendalam, satu responden pernah diingatkan oleh bidan bahwa kalau mengkhitankan bayi perempuannya, bisa menggunakan jasa bidan. Satu responden lagi tidak pernah bidannya membicarakan khitan perempuan. Satu responden lagi justru menanyakan tentang khitan perempuan kepada bidan. Hal ini hampir sama dengan penuturan bidan bahwa dukungan bidan sebatas datang kalau diminta melakukan sunat bagi bayi

perempuan masyarakat. Bidan tidak membicarakan tentang khitan sebelumnya. Masyarakat yang meminta layanan khitan perempuan dan bidan tidak pernah menawarkan.

Bidan tidak menawarkan layanan khitan perempuan mungkin disebabkan oleh apa yang diketahui oleh bidan bahwa khitan perempuan tidak membawa manfaat secara medis, semua yang dipercayai masyarakat tentang manfaat khitan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Di sisi lain, setiap bidan melakukan khitan ternyata bidan tidak melakukan tindakan invasif, hanya membersihkan labia mayora dan labia minora menggunakan kassa iodin sebagai bentuk upaya membersihkan dari kotoran yang jarang dibersihkan misalnya bedak. Tindakan khitan hanya dilakukan sebagai syarat saja.

Menurut Yulifah dan Yusanto, bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Berkaitan dengan khitan perempuan, bidan merupakan unsur yang dipercaya masyarakat untuk melakukannya pada bayi mereka. Hal ini menjadi bagian dukungan bidan dalam memberikan asuhan kepada bayi baru lahir meskipun hal ini tidak dianjurkan secara medis namun sesuai Permenkes 1636 tahun 2010 bahwa bidan merupakan salah satu tenaga terampil yang diberikan kewenangan untuk melakukan khitan perempuan.

4. SIMPULAN

Simpulan atas penelitian ini adalah: a. Sebagian besar responden melakukan

khitan perempuan (81,2%) dan sebagian kecil tidak melakukan khitan perempuan (18,8%).

b. Sebagian besar petugas khitan adalah bidan (61,7%) dan sebagian kecil adalah dukun (38,3%).

c. Sebagian besar responden berumur 20-35 tahun (89,3%), berpendidikan SMA atau sederajat (57,9%), berpekerjaan sebagai petani/buruh (37,4%).

(10)

e. Sebagian besar responden mempunyai kepercayaan yang kuat tentang khitan perempuan (62%).

f. Sebagian besar suami responden mendukung khitan perempuan (66,8%). g. Sebagian besar responden bersikap

mendukung terhadap khitan perempuan (73%).

h. Sebagian besar tetangga responden mendukung khitan (52,2%).

i. Sebagian besar bidan mendukung khitan (55,2%).

Berdasarkan simpulan tersebut, rekomendasi yang diberikan adalah:

a. Perlu regulasi dan monitoring yang jelas tentang khitan perempuan untuk mencegah resiko yang dapat timbul.

b. Bidan memberikan informasi yang benar dan jelas tentang resiko khitan perempuan. c. Masyarakat agar mencari informasi dari

sumber yang terpercaya tentang khitan perempuan sebelum mengambil keputusan.

5. REFERENSI

Ahmad LF. Fiqh Khitan Perempuan. Al-Mughni dan Mitra Inti. Jakarta. 2006. Al-Jauziyyah I. Mengantar Balita Menuju

Dewasa. Serambi. Jakarta. 2001.

Ambarwati ER. dan Rismintari YS. Asuhan Kebidanan Komunitas. Nuha Medika. Yogyakarta. 2009.

Asriati J. Sunat Perempuan dalam Islam (Sebuah Analisis Gender, dalam Refleksi). Jurnal Kajian Agama dan Filsafat. 2001; 3(2): 53-58.

Azwar S. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya (Edisi kedua). Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2006.

Azwar S. Reliabiltas dan Validitas. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2000.

Azzahra I. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu Melakukan Sunat Sehat pada Anak Perempuan. (Tesis). Magister Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro. Semarang. 2014.

Bart S. Psikologi Kesehatan. Grasindo. Jakarta. 2002.

Budiarto E. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC. Bandung. 2001.

Candra B. Metodologi Penelitian Kesehatan. EGC. Jakarta. 2008.

Debu BL. Female Genital Mutilation (Penghilangan Hak Wanita Atas Tubuhnya dalam Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan). Yayasan Obor. Jakarta. 2006.

El-Saadawi N. Perempuan dalam Budaya Patriarki. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2001.

Engel JF. dan Blackwell R. Perilaku Konsumen. Binarupa Aksara. Jakarta. 1994.

Gozali I. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS (Edisi II). Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.

Haifaa AJ. Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan Gender. Fajar Pustaka Baru. Yogyakarta. 2002.

Hidayat AA. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta. 2007.

Hurlock EB. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi kelima). Erlangga. Jakarta. 2008.

Ida R. Surat Belenggu Adat Perempuan Madura. (Skripsi). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 2004.

Kotler P. Manajemen Pemasaran. Index. Jakarta. 2007.

Lemeshow SH, dkk Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 1997. Mahfoedz I. Metodologi Penelitian Bidang

Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan (Cetakan ke-.3). Fitramaya. Yogyakarta. 2007.

Meilani N et all. Kebidanan Komunitas. Fitramaya. Yogyakarta. 2009.

Muchlas M. Perilaku Organisasi. Karipta. Yogyakarta. 1999.

(11)

Niven N. Psikologi Kesehatan Pengantar untuk Perawat dan Profesional Kesehatan Lain. ECG. Jakarta. 2000.

Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar). Rineka Cipta. Jakarta. 1997.

Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta. 2003.

Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 2005. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku

Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 2003. Notoatmodjo S. Pengantar Pendidikan dan

Ilmu Perilaku Kesehatan. Andi Offset. Jakarta. 2007.

Nursalam. Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. 2003.

Parrinder G. Teologi Seksual. LKiS. Yogyakarta. 2005.

Permenkes No. 1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang Sunat Perempuan. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 2010.

Permenkes No. 6/MENKES/PER/II/2014 tentang Pencabutan Permenkes No. 1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang Sunat Perempuan. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 2014.

Poerwodarminto. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta. 2000. Population Council. Research Report Female

Circumcision ini Indonesia: Extent Implication and Possible Intervention to Uphold Women’s Health Right. Population Council. Jakarta. 2003. Putranti BD. Male and Female Genital Cutting

among Javanese and Madurese. Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University. Yogyakarta. 2003.

Rahmat J. Psikologi Komunikasi. (Edisi Revisi; Cetakan ke sebelas). Remaja Rosdakarya. Bandung. 1998.

Riska DP. Pengetahuan Ibu tentang Sirkumsisi pada Anak Perempuan di Lingkungan V Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan. (Skripsi). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 2009. Sarwono S. Sosiologi Kesehatan (Beberapa

Konsep Beserta Aplikasinya). Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta. 1997.

Shihab A. Islam Inklusif. Mizan. Bandung. 2001.

Sofyan M et all. 50 Tahun IBI; Bidan Menyongsong Masa Depan (Cetakan kelima). Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia. Jakarta. 2006.

Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung. 2005.

Sugiyono. Statistik untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. 2005.

Sumarni AJ. Surat Perempuan di Bawah Bayang-bayang Tradisi. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 2005.

Wawan A. dan Dewi M. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta. 2010.

Widyastuti, dkk. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta. 2009.

Yasril dan Kasjono HS. Analisis Multivariat untuk Penelitian Kesehatan. Mitra Cendekia Press. Yogyakarta. 2009. Yulifah R. dan Yuswanto TJA. Asuhan

Kebidanan Komunitas. Salemba Medika. Jakarta. 2009.

Yuniarti. Persepsi Orangtua terhadap Sunat Anak Perempuan di Desa Sidoarum Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Tahun 2006. (Skripsi). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 2006. Zakiyah. Khitan dalam Perspektif Hadits. UIN

Gambar

Tabel 2. Pendidikan Responden Pendidikan Responden Pendidikan Ibu f
Tabel 6. Sikap Responden Sikap Responden Sikap terhadap Khitan

Referensi

Dokumen terkait

Di Pemandian Wendit ini, pengunjung juga akan menjumpai puluhan kera jinak yang berkeliaran di sekitar hutan kecil di Wendit dan tentunya akan memberikan ciri khas tersediri

(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah..

Beberapa faktor yang menjadikan minat berwirausaha diantaranya adalah kepemilikan modal, akses mendapatkan modal, keterampilan dalam melakukan usaha, kepercayaan diri,

Aplikasi Si pada bibit kelapa sawit mampu menginduksi ketahanannya terhadap cekaman kekeringan melalui mekanisme pengerasan, pemanjangan dan perluasan akar serta stomata

Berbasis Tradisi Pelisanan Macapat Malangan ……… 191 Gambar 5.2 Desain Model Pembelajaran Membaca Puisi Kreatif.. Produktif Berbasis Tradisi Pelisanan Macapat Malangan … 194

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

Tujuan penelitian peng- embangan ini adalah menghasilkan modul interaktif dengan menggunakan learning content development system pada materi pokok usaha dan energi untuk

Dengan adanya kegiatan konservasi tersebut, maka peneliti tertarik untuk menget ahui kondisi dan korelasi antar indikator fisika, kimia dan biologi serta status