• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Academic Self Concept Dengan Task Commitment Pada Siswa Sma Program Akselerasi Di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Academic Self Concept Dengan Task Commitment Pada Siswa Sma Program Akselerasi Di Medan"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, W., Bruinsma, M. (2006). A Structural Model of Self-Concept, Autonomous Motivation and Academic Performance in Cross-Cultural Perspective. Netherlands: University of Groningen.

Ayuba, M.P. (2011). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Konsep Diri Akademik Siswa Kelas X di SMK Negeri 1 Limboto Kabupaten Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo.

Azwar, S. (2006). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2010). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, R.A., Byrne, D., Branscombe, N.R. (2006). Social Psychology 11th edition. United Stated: Library of Congress Cataloging.

Burns, R.B. (1993). Konsep diri: Teori pengukuran perkembangan dan perilaku. Jakarta

Carlock, C.J. (1999). Enhancing Self-Esteem 3rd Edition. New York: Routledge. Depdiknas. (2001). Pedoman Penyelenggaraan Percepatan Belajar (SD, SMP,

SMA), Jakarta: Direktorat PLB Ditjen Pikdame Dikti.go.id

Firmanto, A. (2013). Kecerdasan, kreatifitas, task commitment dan jenis kelamin sebagai prediktor prestasi hasil belajar siswa. Volume I (1), 26 – 36. Universitas Muhammadiyah Malang.

Gage, N.L., Berliner, D.C. (1984). Educational Psychology 3rd edition. Boston: Houghton Mifflin Company.

Hallahan, D.P., Kauffman, J.M. (1998). Exceptional children: Introduction to special education. New Jersey: Prentice Hall.

Hawadi, R.A. (2002). Identifikasi Keberbakatan Intelektual. Melalui Metode Non-tes. Jakarta: Grasindo.

Hawadi, R.A. (2004). Akselerasi A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Siswa Berbakat Intelektual. Jakarta: Grasindo.

(2)

Liu, H. (2010). The Relation of Academic Self-Concept to Motivation among University EFL Students. College of Humanities and Social Sciences: Feng Chia University.

Marsh, H.W., Guay, F. (2003). Academic Self-Concept and Academic Achievement: Developmental Perspectives on Their Causal Ordering. Vol. 95, No. 1. Journal of Educational Psychology: American Psychological Association.

Marsh, H.W., Koller, O., Trautwein, U., Ludtke, U., Baumert, J. (2005).

Academic Self-Concept, Interest, Grades, and Standardized Test Scores: Reciprocal Effects Models of Causal Ordering. Volume 76, No.2.

Misero, P.S., Hawadi, L.F. (2012). Adjustment Problems dan Psychological Well-Being pada Siswa Akseleran (Studi Korelasional pada SMPN 19 Jakarta dan SMP Labschool Kebayoran Baru). Jurnal Psikologi Pitutur: Universitas Indonesia.

Munandar, S.C.U. (1999). Kreativitas dan Keberbakatan. Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Niyoko. (2010). Hubungan antara Konsep Diri Kemampuan Akademik dan Prestasi Belajar IPS dengan Kesehatan Mental Siswa Kelas V, SD Kanisius Demangan Baru Depok, Sleman, Daerah Ist1mewa Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009. Jurnal Sosialita.

Pardede, Y.O.K. (2008). Konsep Diri Anak Jalanan Usia Remaja. Volume 1, No.2. Fakultas Psikologi: Universitas Gunadarma.

Renzulli. (1990). A Practical System for Identifying Gifted and Talented Student.

www.gifted.uconn.edu.

Respati, W.S., dkk. (2007). Gambaran Kecerdasan Emosional Siswa Berbakat di Kelas Akselerasi SMA di Jakarta. Jakarta.

Saam, Z., Yakub, E. (2010). Analisis Masalah–masalah Belajar yang Dialami oleh Siswa Kelas Akselerasi dan Unggulan di SMP Negeri Kota Dumai. Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP: Universitas Riau.

Sarwono, J. (2009). Statistik Itu Mudah: Panduan Lengkap untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

(3)

Suryabrata, S. (2010). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.

Syarifa, Alvie. (2011). Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Komitmen terhadap Tugas (Task Commitment) pada Siswa Akselerasi tingkat SMA. Fakultas Psikologi: Universitas Hang Tuah Surabaya. Wilson, H. E. (2009). A Model of Academic Self-Concept: Perceived Difficulty,

(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang melihat korelasi atau hubungan antar variabel. Penelitian korelasional memiliki tujuan untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2010). Berikut akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode dan alat pengumpulan data, validitas, reliabilitas, dan uji daya beda aitem, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisis data.

3.1. Identifikasi Variabel Penelitian

Pada penelitian ini, terdapat dua variabel yang akan diteliti dan akan dilihat korelasi antar keduanya. Kedua variabel tersebut yaitu:

1. Variabel X : Academic self concept

2. Variabel Y : Task commitment

3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian 3.2.1. Academic Self Concept

(5)

tujuan akademis, dan penilaian siswa mengenai kemampuan dan kepuasan akademisnya.

Academic self concept yang positif adalah ketika siswa mengetahui, memiliki harapan, dan dapat menilai kemampuan akademisnya sendiri. Sebaliknya, academic self concept yang negatif adalah ketika siswa tidak tahu, tidak memiliki harapan, dan tidak dapat menilai kemampuan akademis dirinya. Pada penelitian ini, gambaran academic self concept akan diukur menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek academic self concept berdasarkan teori Carlock (1999), yaitu pengetahuan, harapan, dan penilaian. Skor yang dihasilkan dari skala ini akan menggambarkan apakah siswa memiliki konsep diri yang cenderung positif atau konsep diri yang cenderung negatif. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka menggambarkan academic self concept yang cenderung positif, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh maka menggambarkan

academic self concept yang cenderung negatif. 3.2.2. Task Commitment

Task commitment adalah suatu keterikatan diri yang mengarahkan siswa untuk tekun, ulet, mampu berprestasi sendiri, ketertarikan pada pendalaman bahan, selalu berusaha untuk berprestasi, memiliki minat terhadap bermacam-macam permasalahan, senang belajar, cepat bosan pada kegiatan rutin, dapat mempertahankan pendapat, dan dapat menunda kepuasan sesaat terhadap tugas-tugas akademik.

(6)

teori Hawadi (2002), yaitu tekun, ulet, mampu berprestasi sendiri, ketertarikan pada pendalaman bahan, selalu berusaha untuk berprestasi, memiliki minat terhadap bermacam-macam permasalahan, senang belajar, cepat bosan pada kegiatan rutin, dapat mempertahankan pendapat, dan dapat menunda kepuasan sesaat. Skor yang dihasilkan pada skala ini akan menggambarkan tingkat task commitment yang dimiliki siswa. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka menggambarkan semakin tinggi tingkat task commitment yang dimiliki, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh maka menggambarkan tingkat

task commitment yang rendah.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian

Menurut Azwar (2010), populasi adalah sekelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang mengikuti program percepatan belajar (akselerasi) yang ada di Medan, yang hanya terdapat dua sekolah, yaitu siswa SMA Plus Al Azhar Medan dan SMA Sutomo 1 Medan. Populasi pada penelitian ini berjumlah 83 orang siswa.

3.3.2. Sampel Penelitian

(7)

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini adalah penelitian populasi, dimana subyek yang digunakan untuk penelitian adalah semua yang termasuk dalam populasi. Oleh karena itu, penelitian ini tidak menggunakan teknik pengambilan sampel.

3.4. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengambilan data pada penelitian ini adalah metode skala, yaitu data diperoleh dengan menggunakan skala psikologi. Skala psikologi adalah skala yang mengukur aspek-aspek psikologis seseorang melalui sekumpulan aitem yang dapat menggambarkan aspek psikologis tersebut secara operasional. Pada penelitian ini, aspek psikologis yang diukur adalah aspek academic self concept

dan task commitment.

Menurut Azwar (2006), skala memiliki tiga karakteristik sebagai alat ukur psikologi, yaitu (1) stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan, (2) selalu berisi banyak aitem dan kesimpulan akhir dapat dicapai bila semua aitem telah direspon, dan (3) respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah.

(8)

STS (Sangat Tidak Sesuai). Pemberian skor pada masing-masing aitem memiliki rentang dari 0 sampai 4, dengan pemberian skor yang berbeda untuk aitem

favorable dan aitem unfavorable. 3.4.1. Variabel Academic Self Concept

Pada skala academic self concept terdapat 30 aitem, yaitu 12 aitem

favorable dan 18 aitem unfavorable. Sedangkan pada skala task commitment

terdapat 25 aitem, yang terdiri dari 8 aitem favorable dan 17 aitem unfavorable. Skala academic self concept disusun oleh peneliti berdasarkan teori Carlock yang menggambarkan aspek-aspek academic self concept sehingga didapat gambaran

academic self concept yang mengacu pada academic self concept positif atau

academic self concept negatif.

Pengumpulan data dari variabel academic self concept dilakukan pada 83 responden yang merupakan siswa SMA program akselerasi di SMA Plus Al-Azhar Medan dan SMA Sutomo 1 Medan. Sebelum skala ini digunakan untuk penelitian maka diuji validitas, reliabilitas, serta uji daya beda aitem terlebih dahulu dengan melakukan uji coba instrumen terhadap 82 responden yang peneliti tetapkan sebagai try out. Jumlah aitem dalam skala uji coba terdiri dari 60 aitem pernyataan, yang terdiri dari 30 aitem favorable dan 30 aitem unfavorable dengan kisi-kisi sebagai berikut.

Tabel 1. Blue print skala academic self concept sebelum uji coba.

Aspek Indikator Perilaku Nomor Aitem Jumlah

(9)

1.2. Mengetahui

Pada skala task commitment ini disusun berdasarkan aspek-aspek dari teori Renzulli dan ciri-ciri task commitment dari teori Hawadi. Melalui skala ini akan menghasilkan gambaran tingkat task commitment pada siswa yang diukur, baik rendah maupun tinggi.

Pengumpulan data dari variabel task commitment dilakukan dengan metode skala yang dilakukan pada 83 responden yang merupakan siswa SMA program akselerasi di SMA Plus Al-Azhar Medan dan SMA Sutomo 1 Medan. Sebelum instrumen skala ini digunakan untuk penelitian maka diuji validitas, reliabilitas, serta uji daya beda aitem terlebih dahulu dengan melakukan uji coba instrumen terhadap 85 responden yang peneliti tetapkan sebagai try out. Jumlah aitem dalam skala uji coba terdiri dari 60 aitem pernyataan, yang terdiri dari 30 aitem

favorable dan 30 aitem unfavorable dengan kisi-kisi sebagai berikut. Tabel 2. Blue print skala task commitment sebelum uji coba.

Aspek Nomor Aitem Jumlah

Fav Unfav

1. Menunjukkan minat terhadap

(10)

2. Cepat bosan dengan tugas-tugas rutin 3, 23, 43 18, 38, 58 6

3.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 3.5.1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah ukuran untuk menentukan sejauh mana alat ukur mengukur sesuai tujuannya. Menurut Azwar (2006), pengujian validitas perlu dilakukan untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya. Skala yang akan digunakan pada penelitian ini akan dilakukan pengujian validitas isi melalui professional judgement dan validitas konstruk untuk menguji diskriminasi aitem dengan menggunakan teknik korelasi pearson product moment melalui komputasi dengan program SPSS version 17.0 for Windows agar mendapat hasil data yang sesuai dengan tujuan ukurnya.

3.5.2. Reliabilitas Alat Ukur

(11)

Cronbach Alpha melalui bantuan komputasi dengan program SPSS version 17.0 for Windows.

Koefisien reliabilitas berada dalam rentang 0 sampai 1. Ketika koefisien reliabilitas semakin mendekati 0, maka dapat dinyatakan bahwa alat ukur tersebut memiliki tingkat reliabilitas yang rendah. Sedangkan ketika koefisien reliabilitas alat ukur semakin mendekati 1, maka dapat dinyatakan bahwa alat ukut tersebut memiliki reliabilitas yang tinggi.

3.5.3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem digunakan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang memiliki atribut dengan individu yang tidak memiliki atribut yang hendak diukur (Azwar, 2006). Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment

dengan bantuan komputasi dari SPSS version 17.0 for Windows yang akan menghasilkan koefisien corrected item-total correlation.

(12)

3.6. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Setelah masing-masing skala dari kedua variabel penelitian diuji validitas, reliabilitas, dan diskriminasi aitemnya, maka diperoleh alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data penelitian. Penjelasan hasil uji coba alat ukur tersebut akan dijelaskan pada bagian ini.

3.6.1. Variabel Academic Self Concept

Setelah skala diuji coba kepada 83 orang responden, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas aitem menggunakan teknik Cronbanch’s Alpha dengan bantuan komputasi melalui program SPSS version 17.0 for Windows. Hasil uji reliabilitas untuk variabel academic self concept ini memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,652. Berdasarkan koefisien yang didapat, hal ini menggambarkan bahwa skala

academic self concept memiliki reliabilitas yang cukup tinggi. Hasil uji reliabilitas tersebut dapat dilihat pada lampiran.

Selain uji reliabilitas, aitem-aitem pada skala try out academic self concept

ini juga diuji daya beda aitemnya. Hasil uji daya beda aitem dilihat melalui koefisien corrected item-total correlation dan dapat dilihat bahwa ada beberapa aitem yang memiliki koefisien uji daya beda aitemnya dibawah 0,3, oleh karena itu aitem-aitem tersebut dinyatakan tidak lolos uji coba dan tidak digunakan pada skala penelitian. Dari hasil uji daya beda aitem skala try out academic self concept

(13)

aitem favorable dan 18 aitem unfavorable. Ringkasan pengujian aitem-aitem tersebut sampai didapat 30 aitem yang layak pakai pada penelitian, dapat dilihat pada tabel berikut. Aitem-aitem yang lolos untuk digunakan pada pengambilan data penelitian ditulis dengan huruf tebal.

Tabel 3. Blue print skala academic self concept setelah uji coba.

Aspek Indikator Perilaku Nomor Aitem Jumlah

Fav Unfav pengambilan data penelitian, maka peneliti melakukan penomoran ulang untuk skala penelitian variabel academic self concept. Penomoran ulang tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Blue print skala academic self concept.

Aspek Indikator Perilaku Nomor Aitem Jumlah

Fav Unfav

1.Pengetahuan

1.1Mengetahui pelajaran yang dikuasai

1, 7,

13, 19 14, 25 6 1.2. Mengetahui kemampuan

(14)

2. Harapan

Setelah skala diuji coba kepada 85 orang responden, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas aitem menggunakan teknik Cronbanch’s Alpha dengan bantuan komputasi melalui program SPSS version 17.0 for Windows. Hasil uji reliabilitas untuk variabel task commitment ini memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,779. Berdasarkan koefisien yang didapat, hal ini menggambarkan bahwa skala task commitment memiliki reliabilitas yang tinggi. Hasil uji reliabilitas tersebut dapat dilihat pada lampiran.

Selain uji reliabilitas, aitem-aitem pada skala try out task commitment ini juga diuji daya beda aitemnya. Hasil uji daya beda aitem dilihat melalui koefisien

(15)

19 aitem unfavorable. Ringkasan pengujian aitem-aitem tersebut sampai didapat 25 aitem yang layak pakai pada penelitian, dapat dilihat pada tabel berikut. Aitem-aitem yang lolos untuk digunakan pada pengambilan data penelitian ditulis dengan huruf tebal.

Tabel 5. Blue print skala task commitment setelah uji coba.

Aspek Nomor Aitem Jumlah

Fav Unfav pengambilan data penelitian, maka peneliti melakukan penomoran ulang untuk skala penelitian variabel task commitment. Penomoran ulang tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Blue print skala task commitment.

Aspek Nomor Aitem Jumlah

(16)

28.Mampu berprestasi sendiri tanpa

dorongan orang lain - 6, 14 2

29.Keingintahuan tinggi 10, 12 4 3

30.Selalu berusaha untuk berprestasi 23 2 2

Total 6 19 25

3.7. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Dalam proses menghasilkan jawaban penelitian, akan dilakukan tiga tahap pelaksanaan penelitian, yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data.

3.7.1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan penelitian ini, peneliti melakukan berbagai persiapan seperti membuat surat izin penelitian, membuat skala untuk setiap variabel penelitian, dan mengujinya. Hal pertama yang peneliti lakukan sebagai persiapan penelitian adalah peneliti meminta surat izin penelitian skripsi dari Fakultas Psikologi USU yang ditujukan kepada SMA Plus Al-Azhar Medan dan SMA Sutomo 1 Medan.

Langkah peneliti selanjutnya adalah membuat skala yang dilakukan dengan merancang aitem-aitem yang disusun berdasarkan teori. Setelah menyusun skala tersebut, peneliti menguji validitas isi skala melalui professional judgement. Setelah proses professional judgement dilakukan dan diperoleh 60 aitem untuk skala try out kedua variabel, maka skala diuji coba kepada sampel yang memiliki kemiripan kriteria dengan subyek penelitian, yaitu kepada 85 siswa SMA Plus Al-Azhar Medan.

(17)

Product Moment yang menggunakan bantuan komputasi dengan program SPSS version 17.0 for Windows. Setelah diketahui aitem pada skala telah valid, yang dilakukan selanjutnya adalah menguji reliabilitas dengan menggunakan Cronbach Alpha melalui bantuan komputasi dengan program SPSS version 17.0 for Windows. Setelah uji tersebut dilakukan, maka diperoleh dua skala, yaitu skala

academic self concept dengan jumlah aitem 30 dan skala task commitment dengan jumlah aitem sebanyak 25 aitem.

3.7.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah menyusun dan menguji skala yang akan digunakan, selanjutnya peneliti mengambil data kepada 83 subyek penelitian yaitu siswa SMA program akselerasi di dua sekolah, antara lain 56 siswa SMA Plus Al-Azhar Medan dan 27 siswa SMA Sutomo 1 Medan.

3.7.3. Tahap Pengolahan Data

Setelah mendapat data mengenai academic self concept dan task commitment, selanjutnya peneliti melakukan uji korelasi antara kedua variabel tersebut dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment melalui bantuan komputasi dengan program SPSS version 17.0 for Windows.

Sebelum data-data tersebut dianalisa, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi sebagai syarat penggunaan teknik korelasi yang tepat, yaitu uji normalitas dan uji linearitas kedua variabel.

1. Uji Normalitas

(18)

menggunakan uji Shapiro-Wilk melalui bantuan komputasi dengan program

SPSS 17.0 for Windows. Penelitian ini menggunakan interval kepercayaan sebesar 95%, oleh karena itu signifikansi dari uji normalitas harus lebih besar dari 0,05.

2. Uji Linearitas

(19)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Subjek Penelitian

Pada bagian ini akan dideskripsikan secara ringkas mengenai subjek pada penelitian ini. Penelitian ini menggunakan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mengikuti program akselerasi sebagai subjek penelitian. Pemilihan subjek penelitian dilakukan pada dua SMA di Medan yang memiliki program akselerasi, yaitu SMA Plus Al-Azhar Medan dan SMA Sutomo 1 Medan. Oleh karena itu, penelitian ini termasuk dalam penelitian populasi karena semua subjek yang termasuk dalam populasi menjadi subjek penelitian. Jumlah subjek penelitian pada penelitian ini adalah 83 orang siswa, diantaranya 56 orang siswa SMA Plus Al-Azhar Medan dan 27 orang siswa SMA Sutomo 1 Medan. Ringkasan gambaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Nama Sekolah Jumlah Persentase SMA Plus Al-Azhar Medan 56 67,5% SMA Sutomo 1 Medan 27 32,5%

Total 83 100%

4.2. Hasil Penelitian

(20)

normalitas untuk mengetahui apakah data penelitian terdistribusi secara normal atau tidak. Data dapat diuji korelasi menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment hanya jika data terdistribusi secara normal.

4.2.1. Uji Asumsi

Uji asumsi pada penelitian ini adalah uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran skor variabel academic self concept dan variabel task commitment. Uji normalitas diolah dengan bantuan komputasi melalui program SPSS version 17.0 for Windows, yaitu dengan uji Shapiro-Wilk. Sedangkan uji linearitas juga bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Pengambilan keputusan dalam uji linearitas didasarkan pada nilai probabilitas yang didapat melalui uji ANOVA dengan bantuan komputasi melalui program SPSS version 17.0 for Windows.

1. Uji Normalitas

Melalui hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai koefisien Shapiro-Wilk sebesar 0,243 (p>0,05), sedangkan nilai koefisien Shapiro-Wilk data

(21)

2. Uji Linearitas

Melalui hasil uji linearitas yang telah dilakukan, diperoleh bahwa nilai signifikan antar kedua variabel sebesar 0,961 (p>0,05). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel X (academic self concept) dengan variabel Y (task commitment) adalah linear.

4.2.2. Hasil Utama Penelitian

Uji hipotesis dilakukan setelah uji asumsi yaitu uji normalitas dan uji linearitas. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah teknik korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan bantuan komputasi melalui program SPSS version 17.0 for Windows.

(22)

menjelaskan bahwa semakin tinggi academic self concept, maka akan semakin tinggi pula task commitment pada responden, dan begitu sebaliknya. Selain itu, diperoleh koefisien determinan (r2) sebesar 0,275. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi academic self concept terhadap task commitment sebesar 27,5℅.

4.3. Kategorisasi

Analisa data penelitian juga dapat dilakukan dengan pengelompokan yang mangacu pada kriteria kategorisasi. Kategorisasi dapat diperoleh melalui uji signifikansi perbedaan antara mean empirik dan mean hipotetik. Skor empirik adalah skor yang didapat di lapangan, sedangkan skor hipotetik adalah skor yang diharapkan dapat dicapai oleh sampel penelitian. Untuk variabel academic self concept diperoleh mean empirik sebesar 67,65 dengan SD empirik sebesar 9,2, sedangkan mean hipotetik diperoleh sebesar 60 dengan SD hipotetiknya sebesar 20. Sedangkan pada variabel task commitment diperoleh mean empirik sebesar 60,04 dengan SD empirik sebesar 10,27, dan mean hipotetik diperoleh sebesar 50 dengan SD hipotetiknya sebesar 16,67. Data penelitian mengenai kategori kedua variabel penelitian, yaitu academic self concept dan task commitment seperti pada tabel berikut.

Tabel 8. Deskripsi Kategorisasi

Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik

Mean SD Mean SD

Academic Self Concept 67,65 9,2 60 20 Task Commitment 60,04 10,27 50 16,67 *SD: Standar Deviasi

(23)

norma tertentu. Pada penelitian ini, kategorisasi dilakukan dengan dua macam kategorisasi yang berbeda pada masing-masing variabel. Variabel academic self concept dikategorisasikan ke dalam dua kategori, yaitu tinggi dan rendah. Kategorisasi ini menurut Azwar (2006) dilakukan dengan menggunakan rumus:

a. Tinggi = mean + {Zα/2 (Se)} ≤ X b. Rendah = X ≤ mean - {Zα/2 (Se)} Dengan rumus Se = Sx√(1-rxx’).

Sedangkan untuk variabel task commitmen, kategorisasi dilakukan berdasar pada model distribusi normal. Menurut Azwar (2006), subjek dikelompokkan menjadi tiga kelompok dengan rumus:

a. Tinggi = mean + 1(SD) ≤ X

b. Sedang = mean –1 (SD) ≤ X < mean + 1 (SD) c. Rendah = X < mean – 1(SD)

Untuk kategorisasi subjek pada kedua variabel penelitian, academic self concept dan task commitment, dengan jumlah dan presentase dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 9. Kriteria Jenjang Kategorisasi Variabel Academic Self Concept Kategori Rentang Nilai Jumlah Presentase

Tinggi 61,06 ≤ X 62 74,7℅ Rendah X < 58,94 13 15,7℅ Total 83 90,4℅

(24)

academic self comcept yang positif. Sedangkan kategorisasi untuk variabel task commitment dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 10. Kriteria Jenjang Kategorisasi Variabel Task Commitment Kategori Rentang Nilai Jumlah Presentase

Tinggi 66,67 ≤ X 25 30,1℅

Sedang 33,33 ≤ X < 66,67 57 68,7℅

Rendah X < 33,33 1 1,2℅

Total 83 100℅

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa siswa akselerasi di medan memiliki task commitment yang rata-rata dalam tingkat sedang. Hanya 30,1℅ siswa yang memiliki task commitment yang tinggi, siswa dengan task commitment

yang tinggi sebanyak 68,7%, dan siswa dengan task commitment yang rendah hanya 1,2%.

4.4. Pembahasan

(25)

siswa maka semakin menggambarkan siswa tersebut memiliki academic self concept yang positif, maka semakin tinggi pula tingkat task commitment yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang didapat oleh siswa akan menggambarkan semakin mengarah negatif academic self concept yang dimilikinya maka semakin rendah pula tingkat task commitment yang dimilikinya. Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Hal ini menggambarkan bahwa hipotesis penelitian diterima.

Tetapi, walaupun hasil menyatakan bahwa kedua variabel ini memiliki korelasi yang kuat, academic self concept yang dimiliki siswa akselerasi hanya berkontribusi sebesar 27,5% saja kepada tingkat task commitment siswa. Hal ini menggambarkan bahwa masih banyak variabel-variabel lain yang sangat mempengaruhi tingkat task commitment pada siswa akselerasi. Tingkat task commitment yang dimiliki oleh siswa akselerasi tidak hanya semata-mata dipengaruhi oleh academic self concept mereka. Walaupun academic self concept

ikut serta dalam menginformasikan kemampuan akademis mereka termasuk pada tugas-tugas (Wilson, 2009), tetapi hal tersebut tidak sepenuhnya membentuk task commitment mereka.

(26)

Seperti definisi konsep diri yang didefinisikan Slavin (dalam Niyoko, 2010) sebagai pemahaman seseorang atas kekuatan atau kelemahan, kemampuan, sikap, dan nilai sendiri, hal tersebut juga dapat dilihat sebagai pengaruh konsep diri seseorang dalam menilai kemampuan dirinya. Kemampuan ini tentu juga kemampuan dalam menyelesaikan dan bertanggung jawab terhadap tugas mereka. Ketika konsep diri membicarakan diri (self) secara keseluruhan, ketika individu mengetahui, memiliki harapan, dan menilai dirinya secara akademik, konsep tersebut dinamakan sebagai academic self concept yang merupakan fokus dalam penelitian ini.

Academic self concept mempengaruhi siswa akselerasi dalam proses pembelajarannya maupun prestasi mereka di sekolah. Academic self concept

sebagai ukuran kepercayaan siswa dalam kemampuan mereka, menginformasikan pendapat mereka tidak hanya tentang tugas mereka saat ini dan kegiatan yang berkaitan dengan sekolah, tetapi juga tujuan masa depan mereka (Wilson, 2009). Konsep diri siswa adalah bagaimana siswa memandang dirinya sendiri sebagai siswa dalam program akademis (Wilson, 2009). Konsep ini berfokus pada seberapa baik seorang siswa melakukannya dalam konteks khusus sekolah ataupun kursus (Wilson, 2009). Konteks sekolah tidak terlepas dari konteks tugas-tugas akademik mereka di sekolah. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa pendapat atau pandangan siswa akselerasi mengenai tugas juga ditentukan oleh

(27)

Berdasarkan hasil kategorisasi juga dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa akselerasi di Medan memiliki academic self concept dan task commitment yang baik. Hal tersebut menggambarkan bahwa tingkat task commitment yang baik yang selama ini dimiliki oleh siswa akselerasi di Medan, salah satunya dapat dihubungkan dengan academic self concept yang mereka miliki. Pada saat siswa akselerasi memiliki academic self concept yang positif, mereka dapat menginformasikan pendapat mengenai tugas-tugas mereka sehingga mengembangkan perilaku task commitment yang baik pula.

Oleh karena itu, pada saat siswa akselerasi mengetahui kemampuan yang ia miliki, khususnya dalam bidang akademik, akan timbul dorongan perilaku-perilaku yang membentuk komitmen diri terhadap tugas-tugas akademik yang dimilikinya. Pengetahuan akan kemampuan akademis tersebut adalah merupakan salah satu aspek ketika seorang siswa akselerasi memiliki academic self concept

(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh pada penelitian ini dan telah dijabarkan pada bab sebelumnya serta dengan mengacu pada perumusan masalah, maka dapat dinyatakan beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Ada hubungan antara academic self concept dengan task commitment pada siswa SMA program akselerasi di Medan.

2. Academic self concept dan task commitment pada siswa SMA program akselerasi di Medan memiliki hubungan yang positif. Artinya, siswa yang memiliki academic self concept yang positif akan memiliki tingkat task commitment yang tinggi, dan sebaliknya jika siswa akselerasi memiliki

academic self concept yang negatif, maka siswa tersebut memiliki tingkat

task commitment yang rendah.

3. Tingkat academic self concept siswa SMA program akselerasi di Medan banyak berada pada kategori tinggi. Hal ini berarti bahwa academic self concept siswa SMA program akselerasi di Medan cenderung positif. 4. Tingkat task commitment siswa SMA program akselerasi di Medan banyak

(29)

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dan dengan mengacu pada tujuan serta manfaat penelitian ini dilakukan, maka dapat disampaikan beberapa saran, antara lain:

1. Saran Teoritis.

a. Berdasarkan hasil penelitian, task commitment berhubungan dengan

academic self concept yang mereka. Oleh karena itu, perilaku task commitment dapat dikembangkan dengan cara mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri, khususnya dalam bidang akademik.

b. Untuk peneliti selanjutnya yang tertarik pada penelitian mengenai task commitment atau academic self concept pada siswa akselerasi, agar mengontrol proses subjek dalam mengisi alat ukur penelitian agar tidak terjadi kesalahan yang dapat mengurangi kelengkapan data.

2. Saran Praktis.

a. Bagi siswa akselerasi agar lebih mengenal kelebihan ataupun kekurangan diri sendiri khususnya di bidang akademik, hal ini dapat dilakukan dengan cara seperti mengetahui pelajaran apa yang dikuasai, harapan apa yang ingin dicapai di masa depan, dan menilai kemampuan diri sendiri.

(30)
(31)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Task Commitment

2.1.1. Pengertian Task Commitment

Task commitment adalah salah satu karakteristik yang mestinya dimiliki oleh siswa berbakat menurut konsep “The Three Ring Conception” dari Renzulli.

Menurut Renzulli (dalam Hawadi, 2002), komitmen terhadap tugas (task commitment) merupakan suatu bentuk halus dari motivasi. Task commitment yang tinggi adalah level tinggi dari motivasi dan kemampuan untuk melihat suatu proyek sampai pada kesimpulan (Hallahan, 1988). Jika motivasi biasanya didefinisikan sebagai suatu proses energi umum yang merupakan faktor pemicu pada organisme, task commitment merupakan suatu energi yang ditampilkan pada tugas tertentu yang spesifik (Hawadi, 2002). Tugas tertentu yang spesifik adalah tugas-tugas akademik yang diterima oleh siswa.

(32)

jawabnya menyelesaikan tugas yang penting, juga terbebas dari perasaan tidak mampu. Sedangkan yang ketiga, bahwa komitmen pada tugas (task commitment) merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dengan alasan yang khusus, kemampuan untuk menentukan pilihan yang utama, menentukan standar yang tinggi untuk satu tugasnya, membuka diri terhadap kritik dari luar dan mengembangkan keunggulan tentang tiap tugasnya.

Lazear (1991) memberikan definisi dimana komitmen pada tugas (task commitment) merupakan ciri pribadi yang tekun dan ulet pada tugasnya, dengan meyusun tujuannya, memiliki keterlibatan yang dekat dan dalam pada tugas dan masalahnya, sangat antusias pada setiap aktivitasnya, hanya membutuhkan sedikit motivasi eksternal saat menyelesaikan tugasnya, memilih untuk berkonsentrasi pada tanggung jawabnya dan memiliki energi yang tinggi.

Definisi komitmen terhadap tugas (task commitment) juga dikemukakan oleh Sutisna (dalam Syarifa, 2011) yaitu suatu energi dalam diri yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet mengerjakan tugasnya meskipun mengalami macam-macam rintangan dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya karena individu tersebut telah mengikatkan diri terhadap tugas tersebut atas kehendak sendiri.

(33)

2.1.2. Hal-hal yang Mempengaruhi Task Commitment

Keterikatan atau kemampuan seseorang untuk bisa berkomitmen terhadap tugasnya tentu ada hal-hal yang mempengaruhinya untuk selanjutnya dapat tumbuh atau berkembang. Hal-hal tersebut dapat bersumber dari dalam diri (internal) maupun luar diri (eksternal) siswa tersebut.

Menurut Hawadi (dalam Saam, 2010), faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen terhadap tugas (task commitment) antara lain:

a. Faktor individual

Faktor individual pertama mencakup persepsi terhadap diri yaitu bagaimana remaja bersekolah memandang dan memahami kemampuan dirinya. Kedua, persepsi terhadap peran dan tugasnya sebagai siswa. Faktor individual yang ketiga adalah sikap orang tua. Sikap orang tua yang memfokuskan pada hasil tugas akhir, akan menghasilkan siswa yang lebih memiliki motivasi eksternal, sedangkan orang tua yang menghargai proses belajar dan berpendapat bahwa prestasi merupakan hasil dari proses belajar, maka akan membuat siswa memiliki komitmen yang lebih baik pada setiap tugasnya.

b. Faktor situasional

(34)

2.1.3. Ciri-ciri Task Commitment

Berikut ciri aspek keberbakatan task commitment yang dijabarkan oleh Hawadi (2002):

1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus untuk waktu lama, tidak berhenti sebelum selesai).

2. Ulet (tidak lekas putus asa bila menghadapi kesulitan). 3. Mampu berprestasi sendiri tanpa dorongan orang lain.

4. Ingin mendalami bahan atau bidang pengetahuan yang diberikan di dalam kelas (ingin mengetahui banyak bahan dari sekedar diajarkan oleh guru). 5. Selalu berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasinya).

6. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah orang dewasa (misalnya terhadap pembangunan, agama, politik, ekonomi, korupsi dan keadilan).

7. Senang dan rajin belajar dengan penuh semangat.

8. Cepat bosan dengan tugas-tugas rutin (dalam pelajaran maupun pekerjaan).

9. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin dengan sesuatu, tidak mudah melepaskan pendapat tersebut).

(35)

2.2. Academic Self Concept

2.2.1. Pengertian Academic Self Concept

Konsep diri adalah salah satu komponen pembentuk self seseorang. Dalam Baron, dkk (2006) dikemukakan bahwa pengertian dari konsep diri adalah identitas diri seseorang sebagai sebuah skema dasar yang terdiri dari kumpulan keyakinan dan sikap terhadap diri sendiri yang terorganisasi.

Burns (1993) menyatakan bahwa konsep diri adalah satu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, apa yang orang-orang lain berpendapat mengenai diri kita dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri juga didefinisikan sebagai pemahaman seseorang atas kekuatan atau kelemahan, kemampuan, sikap, dan nilai sendiri (Slavin dalam Niyoko, 2010).

Seseorang yang memiliki status sebagai siswa atau pelajar, selain memiliki konsep diri secara keseluruhan, ia juga memiliki konsep diri secara lebih spesifik yaitu konsep diri akademik (academic self concept). Academic self concept

(36)

academic self concept juga dikemukakan oleh Carlock (1999) yang menyatakan bahwa academic self concept pandangan diri yang meliputi pengetahuan, harapan, dan penilaian individu mengenai kemampuan akademis yang dimiliki.

Dari uraian beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa academic self concept merupakan pandangan umum individu yang mencakup pengetahuan, harapan, dan penilaian individu terhadap kemampuan akademis yang dimiliki. 2.2.2. Aspek-aspek Academic Self Concept

Carlock (1999) mengungkapkan bahwa aspek-aspek academic self concept

juga memiliki tiga aspek dan tidak berbeda dengan aspek-aspek konsep diri, yaitu adanya pengetahuan, harapan, dan penilaian individu mengenai kemampuan akademis yang dimiliki. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a. Pengetahuan

Pengetahuan meliputi apa yang dipikirkan individu tentang diri sendiri. Dalam hal kemampuan akademis, individu dapat saja memiliki pikiran-pikiran mengenai kemampuannya tersebut, seperti pelajaran yang dikuasai, nilai, dan sebagainya (Carlock, 1999). Individu juga mengidentifikasi kemampuan dirinya dalam satu kelompok. Kelompok tersebut memberinya sejumlah informasi lain yang kemudian menjadikan perbandingan antara dirinya dan orang lain.

b. Harapan

(37)

memiliki harapan mengenai kemampuan akademis yang dimiliki seperti halnya harapan terhadap dirinya secara keseluruhan. Harapan atau tujuan individu, tentunya akan membangkitkan kekuatan yang mendorong dirinya untuk mengembangkan kemampuannya tersebut.

c. Penilaian individu

Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya setiap hari. Hasil pengukuran ini disebut dengan harga diri. Jika dihubungkan dengan bidang akademisnya, menurut Marsh (2003), hal ini berarti seberapa besar individu menyukai kemampuan akademisnya.

2.2.3. Jenis-jenis Academik Self Concept

(38)

2.3. Siswa Program Akselerasi

2.3.1. Pengertian Program Akselerasi

Program percepatan belajar (akselerasi) adalah salah satu program perencanaan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan anak berbakat (Hallahan, 1988). Layanan program percepatan belajar yang ada di Indonesia adalah program dengan jenis telescoping curriculum dimana siswa menggunakan waktu yang lebih sedikit daripada waktu belajar pada umumnya untuk menyelesaikan seluruh materi yang ada (Hawadi dalam Misero, 2012). Pada program percepatan belajar jenis ini, waktu belajar di SMP atau SMA yang umumnya ditempuh selama tiga tahun, hanya ditempuh selama dua tahun (Hawadi dalam Misero, 2012).

Dalam program percepatan belajar untuk SD, SLTP, dan SMU yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000, akselerasi didefinisikan sebagai salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan (Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah dalam Respati, 2007).

Program akselerasi terdapat dalam dua bentuk, yaitu (1) Percepatan kelas - siswa melompat kelas, biasanya di sekolah dasar atau sekolah tingkat menengah;

dan (2) Percepatan Konten - siswa melewati pelajaran dengan tingkat yang setara

dengan kemampuan intelektual dan kapabilitasnya.

(39)

antara satu kelas atau lebih di atas teman-teman seusianya; (c) akselerasi dalam subjek-subjek tertentu; (d) mentoring, waktu bekerja/belajar bersama seorang ahli dalam satu bidang (ahli tersebut bisa guru atau orang luar).

Program percepatan untuk siswa berbakat harus mempertimbangkan hal-hal

berikut, antara lain kebutuhan emosional siswa berbakat, kebutuhan untuk interaksi dengan teman sebaya, dan penataan kembali kurikulum untuk memasukkan keterampilan dan konsep dengan tingkat yang lebih tinggi.

Menurut Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (dalam Respati, 2007), sekolah penyelenggara program percepatan belajar adalah sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana penunjang kegiatan pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan siswa yang memiliki keberbakatan intelektual tinggi. Beberapa sarana belajar yang diharapkan tersedia diantaranya kelengkapan sumber belajar (seperti buku paket, buku pelengkap, buku referensi, buku bacaan, majalah, modul, lembar kerja, kaset video, VCD, CD-ROM), media pembelajaran (seperti radio, casette recorder, TV, OHP, wireless, slide projector, LD/LCD/VCD/ DVD Player, Komputer), serta adanya sarana Information Technology (IT) : seperti jaringan internet, dan lain-lain.

(40)

2.3.2. Pengertian Siswa Program Akselerasi

Seperti yang telah dijelaskan bahwa program percepatan belajar (akselerasi) dirancang untuk memenuhi kebutuhan anak (siswa) yang memiliki keberbakatan intelektual yang tinggi. Siswa yang memiliki kemampuan intelektual rata-rata atau dibawah rata-rata tidak dapat mengikuti program pembelajaran akselerasi ini karena program ini hanya dirancang bagi siswa-siswa yang memiliki kelebihan dalam kemampuan intelektualnya.

Menurut Munandar (1999) anak yang disebut gifted dan talented adalah mereka yang didefinisikan oleh profesional atas dasar kemampuan mereka yang luar biasa dan kecakapan mereka dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berkualitas tinggi sehingga dapat mewujudkan atau memberi sumbangan baik terhadap dirinya maupun masyarakat.

Menurut Depdikbud (dalam Hawadi, 2002), seorang dinyatakan sebagai siswa akseleran, jika siswa tersebut memiliki taraf inteligensi atau IQ di atas 140, atau siswa yang oleh psikolog dan/atau guru diidentifikasikan sebagai siswa yang mencapai prestasi memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik serta kreativitas yang memadai.

Salah satu konsep yang sangat terkenal yang menjelaskan mengenai keberbakatan adalah konsep “The Three Ring Conception” oleh Renzulli. Seorang

(41)

karakteristik tersebut, tidak ada karakteristik tunggal yang menciptakan keberbakatan, melainkan interaksi antar ketiganya sangat penting untuk memunculkan perilaku keberbakatan. Karakteristik pertama, kemampuan di atas rata-rata (high average) dalam bidang intelektual adalah kemampuan yang meliputi kemampuan daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan pemecahan masalah. Karakteristik kedua, kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Karakteristik yang ketiga yaitu adanya komitmen terhadap tugas (task commitment). Seseorang yang memiliki task commitment memiliki sifat tekun dan ulet, meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, tetap menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena sudah mengikat diri pada tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.

Berdasarkan beberapa paparan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa program akselerasi adalah siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, kreativitas, dan task commitment sehingga memang layak untuk mengikuti program percepatan belajar (akselerasi).

(42)

commitment merupakan bentuk halus dari motivasi instrinsik siswa dalam menjalankan dan bertanggung jawab terhadap tugasnya. Dalam berkembangnya komitmen terhadap tugas (task commitment) pada diri siswa program akselerasi tidak terlepas dari pengaruh internal maupun eksternal dirinya. Seperti yang dikemukakan dalam Hawadi (2002), bahwa persepsi terhadap diri dan persepsi terhadap peran dan tugas di sekolah merupakan hal yang mempengaruhi task commmitment siswa di sekolah.

Siswa akselerasi yang menjalani proses percepatan belajar, memiliki beban akademik yang lebih berat daripada siswa reguler. Beban-beban tersebut seperti jadwal sekolah yang lebih lama, materi pelajaran yang dipadatkan, serta tugas-tugas sekolah ataupun pekerjaan rumah. Oleh karena itu, perlu adanya tingkat task commitment yang tinggi untuk memenuhi beban akademik mereka terebut. Dengan adanya beban akademik seperti itu, siswa akselerasi yang memiliki

academic self concept yang positif akan dapat melihat dirinya dengan baik. Selain itu, mereka juga akan memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri sehingga dapat menginformasikan pendapat mereka terhadap tugas-tugas akademik mereka (Wilson, 2009).

(43)

dinamakan sebagai academic self concept. Menurut Carlock (1999), academic self concept memiliki tiga aspek, yaitu pengetahuan, harapan, dan penilaian individu terhadap dirinya di bidang akademis. Ketika siswa akselerasi memenuhi ketiga aspek ini dalam menjalani akademisnya, ia akan mampu menilai kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya sehinggap dapat mengontrol dan merancang tujuan akademisnya. Ketika siswa akselerasi dapat mengontrol akademisnya, seperti tugas-tugas atau peran-peran yang harus dipenuhinya, hal itu merupakan ciri-ciri yang menggambarkan adanya task commitment pada siswa. Jadi, siswa akselerasi yang memiliki academic self concept yang positif akan cenderung memiliki task commitment yang baik, sehingga mereka dapat memenuhi tugas-tugas akademik yang mereka miliki walaupun dengan beban akademik yang banyak.

Academic self concept mempengaruhi siswa dalam proses pembelajarannya maupun prestasi mereka di sekolah. Academic self concept sebagai ukuran kepercayaan siswa dalam kemampuan mereka, menginformasikan pendapat mereka tidak hanya tentang tugas mereka saat ini dan kegiatan yang berkaitan dengan sekolah, tetapi juga tujuan masa depan mereka (Wilson, 2009). Konsep diri siswa adalah bagaimana siswa memandang dirinya sendiri sebagai mahasiswa dalam program akademis (Wilson, 2009). Konsep ini berfokus pada seberapa baik seorang siswa melakukannya dalam konteks khusus sekolah ataupun kursus (Wilson, 2009). Konteks sekolah tidak terlepas dari konteks tugas-tugas akademik mereka di sekolah. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa pendapat atau pandangan mereka mengenai tugas juga ditentukan oleh academic self concept

(44)

Task commitment, yang notabene adalah motivasi instrinsik yang mengarahkan perilaku siswa akselerasi terhadap tugas-tugas akademiknya, menurut hasil penelitian dari Liu (2010) bahwa selain self concept secara keseluruhan, academic self concept juga memiliki korelasi yang positif terhadap motivasi belajar pada siswa. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa ada keterkaitan antara berkembangnya perilaku task commitment yang dimiliki oleh siswa akselerasi. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dikemukakan oleh Ahmed & Bruinsma (2006), dalam berkembangnya motivasi, hal tersebut secara signifikan dipengaruhi oleh self concept.

Hal tersebut juga didukung oleh Gage & Berliner (1984) yang menyatakan bahwa untuk membantu siswa dalam menampilkan seluruh potensi yang dimiliki, maka siswa perlu memiliki konsep diri yang positif, khususnya konsep diri akademik. Sedangkan menurut Renzulli (dalam Hawadi, 2002), untuk menampilkan potensi bagi siswa berbakat diperlukan task commitment pada diri siswa. Maka, berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa antara task commitment dan self concept memiliki keterkaitan satu sama lain.

Melalui paparan di atas, peneliti menjadi tertarik untuk melihat sejauh mana hubungan antara academic self concept siswa SMA program akselerasi dengan

(45)

2.5.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai “ada hubungan antara academic self concept dengan task commitment pada siswa

(46)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang layaknya dipenuhi oleh setiap manusia dalam menjalani kehidupannya. Dari kecil sampai tumbuh dewasa, setiap individu membutuhkan pendidikan untuk dapat menghadapi tuntutan kehidupan dan masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, salah satu strategi yang telah dibentuk adalah pendidikan formal. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta (dalam Dikti, 2014).

(47)

yang berfokus pada siswa-siswa dengan karakteristik intelektual di atas rata-rata ini.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pada Bab IV bagian kesatu Pasal 5 ayat 4 berbunyi: “Warga negara yang

memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan

khusus” (Dikti, 2014). Selain itu menurut Feldhusen (dalam Hawadi, 2002), anak

yang memiliki keberbakatan intelektual perlu diberi pendidikan khusus dengan alasan kebutuhan aktualisasi diri. Anak yang berbakat intelektual memiliki bakat yang berbeda dari anak sebayanya. Karena itu, mereka membutuhkan pendidikan yang khusus dengan alasan anak akan mengalami keterlambatan dalam perkembangannya jika hal tersebut tidak terpenuhi (Cutts & Mosseley dalam Hawadi, 2002). Oleh karena itu, perlu dirancang suatu program khusus yang dapat mewadahi potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang dimiliki oleh siswa-siswa tertentu.

(48)

sudah dibentuk di beberapa sekolah baik pada jenjang pendidikan dasar maupun pendidikan menengah. Menurut Depdiknas (dalam Hawadi, 2004), program percepatan belajar yang diadakan pemerintah Indonesia saat ini berupa program dimana siswa menggunakan waktu yang kurang dari biasanya dalam menyelesaikan studi.

Program percepatan belajar (akselerasi) dibuat untuk memfasilitasi kebutuhan peserta didik yang memiliki karakteristik keberbakatan intelektual (Nasichin dalam Hawadi, 2002). Siswa kelas akselerasi adalah siswa yang mempunyai keberbakatan akademik yang tinggi dan kecerdasan luar biasa (Saam, 2010). Jadi, siswa yang dapat mengikuti kelas program akselerasi adalah siswa yang memiliki keberbakatan intelektual dan kecerdasan luar biasa.

Pada saat program akselerasi ini dirancang khusus untuk memfasilitasi siswa berbakat, siswa yang mengikuti kelas ini juga harus memiliki karakteristik-karakteristik yang dimiliki siswa berbakat. Hal ini dikarenakan agar program akselerasi tepat sasaran dan siswa yang menjalani juga berhasil secara akademiknya. Oleh karena itu, sebagai siswa berbakat, siswa program akselerasi harus memiliki beberapa kualifikasi tertentu (Syarifa, 2011).

(49)

keteguhan, dan daya juang (Supriyantini dalam Syarifa, 2011). Menurut Renzulli (dalam Hawadi, 2002), tidak ada kriteria tunggal yang dapat digunakan untuk menentukan keberbakatan. Renzulli (dalam Hawadi, 2002) melihat bahwa orang yang berprestasi adalah orang yang mampu memberikan sumbangan kreatif dan prestasi yang sama baiknya dalam tiga kluster yang saling terkait, yaitu kemampuan baik di atas rata-rata, tanggung jawab pada tugas, dan kreativitas. Anak berbakat adalah mereka yang mempunyai ketiga ciri tersebut dan menampilkannya sebagai potensi yang dimiliki ke segala bidang yang dikembangkan oleh manusia (Hawadi, 2002). Melalui paparan tersebut, diketahui bahwa kemampuan tanggung jawab dalam mengerjakan tugas (task commitment), merupakan salah satu kriteria terpenting yang diharapkan dimiliki oleh siswa dalam mengikuti program akselerasi.

(50)

tersebut adalah tugas-tugas akademik yang diterima oleh siswa program akselerasi selama proses akademiknya.

Terkait dengan kualifikasi task commitment yang penting dimiliki oleh siswa akselerasi, hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Firmanto (2013), bahwa faktor yang terkait dengan capaian prestasi belajar siswa adalah kecerdasan, kreativitas, dan task commitment. Dari sini ditemukan bahwa variabel task commitment juga mempengaruhi variabel prestasi belajar secara signifikan. Oleh karena itu, siswa program akselerasi diharapkan memiliki task commitment yang tinggi. Hal ini dikarenakan kurikulum akselerasi yang berbeda dengan kurikulum umum yang memadatkan materi belajar. Materi belajar yang seharusnya diselesaikan dalam waktu tiga tahun, pada program akselerasi materi-materi tersebut dipadatkan menjadi dua tahun sehingga akan terjadi pengejaran target waktu dan target standar akademik yang harus diselesaikan siswa akselerasi dengan baik (Syarifa, 2011).

Dengan adanya kepadatan materi pelajaran pada siswa akselerasi tersebut, ditemukan bahwa kebanyakan dari mereka mengerjakan PR/tugas dengan tepat waktu, walaupun diantaranya ada beberapa yang terlambat atau tidak mengumpulkan tugasnya.Hal tersebut peneliti temukan berdasarkan komunikasi personal kepada beberapa guru dan siswa di salah satu SMA Akselerasi di Medan. Hal ini digambarkan oleh pernyataan dari salah satu guru di SMA tersebut, yaitu:

“anak-anak ini ada yang harus diberikan sanksi dulu baru mau ngerjain PR, kalo gak ya mereka sepele.”

“kalau dikatakan terlambat pasti ada. Misalkan dari jadwal yang ditentukan, mereka bilang bentar lagi ya bu.. ada juga yang seperti itu.”

(51)

Selain itu, hal tersebut juga didukung oleh pernyataan dari salah satu siswa, dalam satu kelas, dari siswa akselerasi di Medan yang memiliki tanda-tanda task commitment yang rendah. Sebagian siswa akselerasi yang lain dapat dikatakan memiliki task commitment yang baik-baik saja. Hal tersebut tergambar melalui hasil komunikasi personal peneliti dengan salah satu guru di salah satu SMA akselerasi di Medan berikut:

“ya.. walau ada yang terlambat tapi kan ga semua. Ada juga yang tepat waktu, terima aja kalau dikasi tugas gitu.”

(Komunikasi personal, Desember 2013) Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan dari salah satu siswa akselerasi, yaitu:

“Insyaallah V(sebut nama) selalu tepat waktu kak hehe.. yaa gimana ya kak..

kami sih udah terima-terima aja kak, namanya udah tuntutan jadi anak aksel

mau cepat tamat kak.”

(52)

seperti kondisi dan kemampuan siswa, perasaan saat belajar, dan persepsi terhadap peran dan tugas. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah lingkungan sosial siswa. Lingkungan sosial dari yang paling dekat dengan siswa seperti orang tua, teman-teman, serta guru di sekolah secara langsung mempengaruhi perilaku belajar siswa dan task commitment siswa (dalam Saam, 2010).

Berdasarkan beberapa faktor yang mempengaruhi berkembangnya task commitment seperti paparan di atas, penelitian ini berfokus pada bagian internal diri individu yang diasumsikan berhubungan dengan berkembangnya task commitment selain dari faktor-faktor yang telah mempengaruhinya tersebut. Task commitment adalah suatu perilaku yang berkembang dalam konteks akademik siswa akselerasi. Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat faktor internal diri yang terkhusus dalam konteks akademik yang diasumsikan berhubungan dengan

task commitment.

Dalam berkembangnya motivasi, menurut hasil penelitian yang dikemukakan oleh Ahmed & Bruinsma (2006), hal tersebut secara signifikan dipengaruhi oleh

self concept. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian dari Liu (2010) bahwa selain self concept secara keseluruhan, academic self concept juga memiliki korelasi yang positif terhadap motivasi belajar pada siswa. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa ada keterkaitan antara berkembangnya perilaku

(53)
(54)

konsep diri akademik yang baik, akan percaya diri ketika menyelesaikan tugas dan itu merupakan indikasi bahwa siswa tersebut memiliki task commitment yang baik. Jadi, berdasarkan hasil penelitian ini dapat menggambarkan bahwa siswa akselerasi yang memiliki konsep diri akademik positif akan menerima dirinya dengan positif pula, sehingga hal itu dapat mengarahkan kepercayaan diri mereka ketika menyelesaikan tugas .

Siswa SMA adalah siswa dengan rentang usia remaja. Remaja, yaitu individu dengan rentang usia 12 sampai 18 tahun, adalah tahap dimana individu membentuk citra diri, integrasi ide-ide tentang diri sendiri dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri (Erikson, dalam Schultz, 1994). Melalui pernyataan Erikson tersebut, dapat dilihat bahwa siswa SMA masih dalam tahap membentuk konsep dirinya. Seorang siswa SMA program akselerasi yang juga adalah individu berkepribadian tentu memiliki konsep diri, walaupun konsep diri yang dimiliki setiap siswa berbeda-beda satu sama lain. Pada saat proses pembentukan konsep diri tersebut, masih ada ketidakseimbangan atau konsep diri yang tetap pada diri remaja.

(55)

Dengan beban akademik yang lebih padat daripada siswa reguler, siswa akselerasi diharapkan memiliki academic self concept yang positif agar dapat melihat potensi atau kemampuan akademik yang mereka miliki dengan baik serta dapat mencapai kesejahteraan akademik mereka. Academic self concept pada siswa akselerasi di Medan berbeda-beda, sebagian dari mereka memiliki academic self concept yang cenderung positif walaupun ada beberapa yang tidak. Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari salah satu guru yang mengajar di salah satu SMA akselerasi di medan, yaitu:

“Seperti salah satu murid, si F, dia orangnya mau selalu diperhatikan, mau

ditengok. Bukan dia gak mau ngerjain, tapi bukan berarti gak mau. Mau tapi males, mungkin di bidang matematika, gak tau kita di bidang yang lain.”

(Komunikasi personal, Desember 2013)

Academic self concept yang positif pada setiap siswa akselerasi mempengaruhi mereka dalam mendorong setiap perilaku akademik mereka. Dorongan tersebut dapat disebut dengan motivasi diri untuk berperilaku. Perilaku akademik mereka salah satunya merupakan komitmen yang mereka miliki terhadap tugas-tugas akademiknya. Komitmen tersebut (task commitment) merupakan suatu perilaku yang didorong oleh motivasi instrinsik dari setiap siswa.

(56)

1.2. Rumusan Masalah

Peneliti mengasumsikan bahwa faktor internal memiliki pengaruh yang kuat terhadap perwujudan perilaku task commitment. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah ada hubungan antara academic self concept dengan task commitment

pada siswa SMA program akselerasi?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara academic self concept dengan task commitment pada siswa SMA program akselerasi, dan peneliti ingin melihat sejauh mana hubungan tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak yang terlibat baik secara teoritis maupun praktis, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu psikologi khususnya dalam bidang psikologi pendidikan, terutama mengenai pendidikan program akselerasi, academic self concept, dan task commitment.

2. Manfaat Praktis

(57)

academic self concept siswa yang berbeda-beda sehingga dapat membantu siswanya menjalani proses belajar dan meningkatkan komitmen mereka terhadap tugas-tugasnya.

1.5.Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan teori yang mendasari masalah yang menjadi variabel dalam penelitian dan dinamika antara variabel yang ingin diteliti serta hipotesis penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai Academic Self Concept, Task Commitment, dan Pendidikan Akselerasi.

BAB III : METODE PENELITIAN

(58)

BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan mengenai analisa data dan gambaran hasil penelitian, antara lain gambaran subjek penelitian, hasil penelitian yang berisi uji asumsi dan uji hipotesis, dan kategorisasi. Selain itu, pembahasan juga dijabarkan pada bab ini.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

(59)

Hubungan Academic Self Concept dengan Task Commitment

pada Siswa SMA Program Akselerasi di Medan Cinthya Merdekawaty dan Rr. Lita Hadiati Wulandari

ABSTRAK

Task commitment merupakan salah satu kriteria yang harus dimiliki oleh siswa gifted (Hawadi, 2002). Program percepatan belajar (akselerasi) merupakan program yang ditujukan untuk siswa dengan kemampuan intelektual di atas rata-rata (gifted) (Nasichin dalam Hawadi, 2002). Task commitment merupakan perilaku yang menunjukkan keterikatan kepada tugas-tugas dan tanggung jawab dirinya. Dalam mengembangkan perilaku tersebut, ada pengaruh dari dalam dan luar diri siswa (Saam, 2010). Salah satu pengaruh internal dalam pengembangan perilaku task commitment adalah konsep diri. Seseorang yang memiliki konsep diri positif akan mengenali dirinya secara keseluruhan, memiliki pengetahuan, harapan, dan penilaian mengenari dirinya sendiri. Dalam konteks akademik, pengetahuan, harapan, dan penilaian terhadap kemampuan akademik diri sendiri disebut academic self concept (Wilson, 2009). Setiap siswa, termasuk siswa akselerasi memiliki academic self concept terlepas dari positif ataupun negatif.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara academic self concept yang dimiliki siswa akselerasi dengan tingkat perilaku task commitment

mereka. Teori ciri-ciri task commitment oleh Hawadi, dan aspek-aspek serta dimensi academic self concept oleh Carlock, digunakan untuk menggambarkan kedua variabel yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan jumlah responden 83 siswa akselerasi dari dua sekolah yang memiliki kelas akselerasi di Medan. Penelitian ini melibatkan semua subjek yang termasuk dalam populasi penelitian. Metode pengumpulan data yang dipakai dengan menggunakan skala psikologi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara academic self concept dan

task commitment, memiliki hubungan positif yang signifikan. Hal ini menggambarkan bahwa semakin positif academic self concept yang dimiliki siswa akselerasi, maka akan semakin tinggi tingkat task commitment siswa tersebut. Sebaliknya, semakin negatif academic self concept yang dimiliki, maka semakin rendah pula tingkat task commitment siswa akselerasi.

(60)

Relation between Academic Self Concept and Task Commitment of Highschool Acceleration Student in Medan

Cinthya Merdekawaty and Rr. Lita Hadiati Wulandari

ABSTRACT

Task commitment is one of the criteria that a gifted student should have (Hawadi, 2002). Acceleration program is a study curriculum for a student with intellectual ability above average (Nasichin in Hawadi, 2002). Task commitment is a behavior that indicates the bound between tasks and responsibility. To develop such behavior, there are internal and external influences of the student (Saam, 2010). One of the internal influences in developing task commitment behavior is self concept. Person who have a positive self concept will recognize themself as a whole, have knowledge, expectation, and assessment of themself. In the context of academic, knowledge, hope, and assessment of self academic ability is called academic self concept (Wilson, 2009). Every student, including acceleration student has the academic self concept regardless of positive or negative.

This research aims to see the relationship between academic self concept of the acceleration student and their level of task commitment behaviour.

Hawadis’s characteristics of task commitment, and Carlock’s aspects and

dimention of academic self concept, were used to describe the two variable. This research uses correlational quantitative method with total respondent of 83 acceleration students from two different school that has acceleration program in Medan. The research involve every subject within the research population. This research uses psychological scale method to collect the data.

The result of this research indicates that between academic self concept and level of task commitment has a significant positive relation. Thus describe that the more positive academic self concept an acceleration student has, the higher the students' level of task commitment. On the contrary, the more negative academic self concept an acceleration student has, the lower the student’s level of task commitment.

Gambar

Tabel 1. Blue print  skala academic self concept sebelum uji coba.
Tabel 2. Blue print skala task commitment sebelum uji coba. Nomor Aitem
Tabel 4. Blue print skala academic self concept.
Tabel 5. Blue print skala task commitment setelah uji coba. Nomor Aitem
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Jumat tanggal Dua Belas Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Sebelas, Panitia Pengadaan Barang/Jasa pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah,

Pada hari ini Jumat tanggal Dua Belas Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Sebelas, Panitia Pengadaan Barang/Jasa pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah,

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Ada perbedaan tingkat kecemasan ibu bersalin yang mengikuti dan yang tidak mengikuti kelas Ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tulung, dengan nilai

Perlakuan dosis penyiraman berbeda nyata pada tinggi tanaman ,jumlah daun, diameter batang, bobot kering akar, panjang akar, jumlah akar, bobot kering tajuk. Namun tidak berbeda

Mengenai pengembangan desain beauty case, responden menyatakan bahwa mereka menginginkan beauty case yang aman, memiliki tempat khusus untuk meletakkan kosmetik dengan

Penyebab-penyebab tersebut adalah untuk menghindari terjadinya krisis, mengelola kondisi pasca terjadinya krisis, dan munculnya ancaman atau peluang; mengurangi resiko