STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS
DI SUNGAI PUTE (KAWASAN KARST RAMMANG-RAMMANG),
KABUPATEN MAROS, SULAWESI SELATAN.
RISMAWATY RUSDI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Struktur
Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Pute (Kawasan Karst Rammang-Rammang), Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan adalah benar
merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
.
Bogor, Oktober 2015
Rismawaty Rusdi
ABSTRAK
RISMAWATY RUSDI. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Pute (Kawasan Karst Rammang-Rammang), Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh MAJARIANA KRISANTI dan YUSLI WARDIATNO.
Sungai Pute mengalir di sekitar kawasan karst Rammang-Rammang dan merupakan salah satu penopang utama sumberdaya air di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Sungai Pute memerlukan analisis kondisi lingkungan perairan mengingat berkembangnya aktivitas masyarakat di DAS yang dapat menurunkan kualitas perairan baik secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan kualitas perairan dapat direspon oleh makrozoobenthos yang menjadi indikator biologis kondisi sungai. Tujan penelitian ini untuk menganalisis struktur komunitas makrozoobenthos terkait kegiatan antropogenik di Sungai Pute. Pengambilan contoh makrozoobenthos dan sedimen menggunakan ekman grab. Makrozoobenthos yang ditemukan terdiri dari 13 genus yang termasuk ke dalam 7 famili dan 4 kelas. Jenis yang paling dominan ditemukan di setiap stasiun adalah
Melanoides acrea, Nereidae, dan Cytodaria sp. Struktur komunitas makrozoobenthos yang berbeda pada setiap stasiun pengamatan mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh aktivitas antropogenik di Sungai Pute, kecuali pada Stasiun A yang dipengaruhi oleh salinitas.
Kata kunci: antropogenik, makrozoobenthos, Sungai Pute
ABSTRACT
RISMAWATY RUSDI. Structure of Macrozoobenthos Community in Pute River (Karst Area of Rammang-Rammang), Maros Regency, South Sulawesi. Supervised by MAJARIANA KRISANTI and YUSLI WARDIATNO.
Pute River is one of the river that flowing around the karst area and one of the main support of water resources in Maros, South Sulawesi. Pute River need an analysis of water environmental condition considering the development of anthropogenic activities in the watershed could degrade water quality, either directly or indirectly. Changes in water quality can be responded by macrozoobenthos as the biological indicator of river conditions. The aims of this research were to analyze structure of macrozoobenthos community related anthropogenic activities in Pute River. Sampling of macrozoobenthos and sediment used ekman grab. Macrozoobenthos were found consists of 13 genera include to 7 families and 4 class. The most dominant species found in every station are Melanoides acrea, Nereidae, and Cytodaria sp. Structure of macrozoobenthos community are different at each station observations indicate that there is an influence of anthropogenic activity in Pute River, except at Station A is influenced by salinity.
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS
DI SUNGAI PUTE (KAWASAN KARST RAMMANG-RAMMANG),
KABUPATEN MAROS, SULAWESI SELATAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
P
Program Studi
PENGESAHAN SRIPSI
Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Pute (Kawasan Karst Rammang-Rammang), Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
: Rismawaty Rusdi : C24110015
: Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Pute (Kawasan Karst Rammang-Rammang), Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor dan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan yang telah memberikan kesempatan untuk studi.
2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) selama 3 periode yang diberikan.
3. Prof Dr Sulistiono, MSc selaku dosen pembimbing akademik atas arahan dan masukan selama penulis melaksanakan studi.
4. Dr Majariana Krisanti, SPi MSi selaku dosen pembimbing I dan Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan, maupun kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Ir Agustinus M. Samosir, Mphil selaku penguji tamu dan Dr Ir Niken
TM. Pratiwi MSi selaku penguji perwakilan Program Studi Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Mama, Bapak, Kakak, Kakak ipar yang senantiasa memberikan doa dan semangat, dukungan moriil dan materiil.
7. Pemerintah Daerah Kabupaten Maros dan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar atas izin melaksanakan penelitian.
8. Laboratorium Kualitas Air, FIKP, Unhas, Bapak Dr. Khusnul Yaqin MSc selaku Kepala Laboratorium, Ibu Fitri, Kak Ana dan Kak Niar atas bantuannya selama penulis melakukan analisis di Laboratorium. 9. Bapak Ibrahim dan para nelayan di Sungai Pute atas bantuannya
selama di lapangan.
10. Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 11. IKAMI 48, MSP 48, dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran sangat Penulis harapkan untuk perbaikan. Semoga bermanfaat.
Bogor, Oktober 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat 3
Pengumpulan Data 3
Analisis Contoh 4
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil 7
Pembahasan 12
KESIMPULAN 15
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 18
DAFTAR TABEL
1 Prosedur pengukuran parameter fisika-kimia yang diamati
(APHA-AWWA-WEF 2012) 4
2 Nilai rata-rata parameter kualitas air di Sungai Pute, Kabupaten
Maros. 8
3 Tipe substrat sedimen Sungai Pute di setiap stasiun pengamatan 8 4 Kelimpahan rata-rata dan jumlah spesies setiap stasiun pengamatan 10
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram perumusan masalah kajian struktur komunitas makrozoobenthos di Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan 2
2 Peta lokasi penelitian Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan. 3
3 Persentase tipe substrat berdasarkan segitiga Miller (USDA; NRCS
2009) 5
4 Komposisi makrozoobenthos selama tiga kali pengamatan 9 5 Diagram (a) Indeks Keanekaragaman (H’) dan (b) Indeks
Keseragaman (E) selama tiga kali pengamatan 11 6 Dendrogram (a) pengelompokan habitat berdasarkan kelimpahan
makrozoobenthos dan (b) parameter fisika-kimia perairan dan
bahan organik total sedimen 12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lokasi pengamatan 18
2 Beberapa jenis makrozoobenthos yang ditemukan 18
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai merupakan badan air yang kontinum yang dapat menggambarkan perubahan struktur dan fungsi komunitas sepanjang sungai hingga terjadi perubahan gradien dari hulu sampai ke hilir (Vannote et al. 1980). Sungai mempunyai kemampuan untuk membersihkan diri dari berbagai sumber masukan, akan tetapi dapat menimbulkan masalah yang serius jika telah melebihi daya dukungnya. Pada beberapa sungai yang masih tergolong bersih di Indonesia terlihat kecenderungan mengalami pencemaran akibat berbagai aktivitas manusia yang dapat mengganggu kualitas perairan sungai.
Sungai Pute adalah sungai yang mengalir di sekitar kawasan karst. Kawasan karst merupakan salah satu bentang alam yang memiliki nilai hidrologi cukup besar dan penting sebagai penyedia sumberdaya air. Karakteristik hidrologi dan bentuk lahan kawasan karst diakibatkan oleh kombinasi batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik (Ford & Williams 1992 in Prayuni 2014). Kawasan Karst Rammang-Rammang merupakan bagian dari Kawasan Karst Maros-Pangkep yang memiliki luas ±42.000 ha (BLH Maros 2011). Sungai pute yang mengalir di sekitar kawasan karst ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai kegiatan, seperti kegiatan penangkapan ikan dan kolam, kegiatan wisata, dan pemanfaatan pohon mangrove yang berada di pinggiran sungai menjadi bahan kerajinan dan kayu bakar. Selain itu, Sungai Pute mendapatkan pengaruh dari aliran pembuangan limbah domestik dan pertanian. Jika kegiatan tersebut tidak dikelola dengan baik dapat mengganggu kualitas perairan baik dari segi fisika dan kimia perairan Sungai Pute dan akan berdampak pada organisme yang hidup di perairan tersebut.
Kualitas perairan yang menurun dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada komunitas penghuni perairan tersebut, antara lain dengan menghilangnya suatu jenis organisme asli, perubahan komposisi, atau munculnya organisme jenis lain yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang baru. Salah satu organisme yang dapat dijadikan sebagai indikator kualitas lingkungan adalah makrozoobenthos. Menurut Odum (1993), makrozoobenthos merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar perairan dengan pergerakan yang relatif lambat dan kehidupannya sangat dipengaruhi oleh substrat dasar dan kualitas perairan. Sifatnya yang menetap dan cenderung tidak berpindah tempat menjadikan organisme makrozoobenthos ini akan mendapat pengaruh dari kualitas perairan yang berubah.
2
Perumusan Masalah
Sungai Pute di kawasan karst Rammang-Rammang merupakan salah satu penopang utama sumberdaya air di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Sungai Pute memerlukan analisis kualitas perairan mengingat berkembangnya aktivitas masyarakat di DAS seperti pemukiman dan aktivitas penduduk, kegiatan pertanian, dan kolam. Aktivitas masyarakat tersebut dapat merubah kualitas perairan baik secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan kualitas perairan ini dapat direspon oleh makrozoobenthos yang menjadi indikator biologis kondisi sungai. Selain perubahan kualitas perairan, kondisi hidrodinamika perairan juga akan mempengaruhi beban masukan, kondisi substrat, dan ketersediaan makanan bagi komunitas makrozoobenthos baik secara spasial atau temporal. Diagram perumusan masalah kajian struktur komunitas makrozoobenthos di Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan disajikan pada Gambar 1
Gambar 1 Diagram perumusan masalah kajian struktur komunitas makrozoobenthos di Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur komunitas makrozoobenthos terkait kegiatan antropogenik di sekitar Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
+
Makrozoobenthos ?
Struktur komunitas makrozoobenthos
terkait kegiatan antropogenik
Substrat Kualitas Air Hidrodinamika Faktor Antropogenik
3
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2015. Penelitian dibagi menjadi penelitian lapang dan penelitian laboratorium. Penelitian lapang
dilaksanakan di Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Gambar 2). Penelitian laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Kualitas Air,
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, Laboratorium Kimia Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan Laboratorium Biologi Mikro 1, Divisi Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Titik pengambilan contoh ditunjukkan oleh huruf-huruf A, B, C dan D
Pengumpulan Data
4
Stasiun C mewakili daerah pertanian dan kolam, dan Stasiun D mewakili daerah sekitar pemukiman warga. Pengambilan contoh air, makrozoobenthos, dan sedimen dilakukan pada bagian tepi kanan sungai, bagian tengah, dan bagian tepi kiri sungai pada empat stasiun yang berbeda selama tiga kali pengambilan contoh dengan interval waktu dua minggu sekali. Pengambilan contoh air untuk analisis parameter fisika (kekeruhan) dan kimia (salinitas, pH, dan BOD). Pengambilan contoh makrozoobenthos dan sedimen menggunakan ekman grab dengan luas bukaan mulut 25 x 25 cm. Pengambilan contoh makrozoobenthos untuk identifikasi jenis dan pengambilan contoh sedimen untuk identifikasi tipe substrat dan bahan organik total sedimen. Contoh sedimen dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label sesuai dengan nomor stasiun. Pengambilan contoh makrozoobenthos dilakukan sebanyak enam kali ulangan setiap stasiun pengamatan kemudian disaring menggunakan saringan dengan mesh size
berukuran 1 mm. Selanjutnya contoh dimasukkan ke dalam plastik dan ditambahkan alkohol 70%. Identifikasi makrozoobenthos dilakukan dengan mengamati ciri-ciri morfologi secara langsung dan menggunakan mikroskop. Identifikasi makrozoobenthos mengacu pada buku identifikasi makrozoobenthos Abbott (2001); Dance (2000); Gosner (1971).
Analisis Contoh
Parameter fisika – kimia perairan dan sedimen
Metode analisis parameter fisika dan kimia pada Sungai Pute mengacu pada APHA-AWWA-WEF 2012 (Tabel 1). Parameter fisika meliputi kedalaman, suhu, kekeruhan, dan arus. Parameter kimia meliputi salinitas, pH, dissolved oxygen
(DO), biological oxygen demand (BOD). Parameter sedimen yang diamati adalah tipe substrat dan bahan organik total (BOT) sedimen.
Tabel 1 Metode analisis parameter fisika-kimia perairan dan bahan organik total sedimen yang diamati
Parameter Satuan Alat ukur Keterangan
Kedalaman m Tali berskala In-situ
Suhu* ºC Termometer In-situ
Kekeruhan* NTU Turbidity meter In-situ
Arus m s-1 Benda mengapung In-situ
Salinitas* 0/00 SCT meter Eks-situ
pH* - pH meter Eks-situ
DO* mg L-1 Peralatan titrasi In-situ
BOD* mg L-1 Peralatan titrasi In-situ & Eks-situ
Tipe substrat - Sieve shaker, oven Eks-situ
BOT Sedimen % Tanur, timbangan Eks-situ
* Analisis parameter mengacu pada APHA-AWWA-WEF 2012
Tipe substrat
5 menggunakan Hydrometer dan hasil pengukuran persentase tekstur substrat didasarkan pada segitiga Miller (Gambar 3).
Gambar 3 Persentase tipe substrat berdasarkan segitiga Miller (USDA; NRCS 2009)
Bahan organik total dalam sedimen
Analisis kadar bahan organik menggunakan metode gravimetri. Semua bahan organik dianggap volatile (menguap) bila dibakar pada suhu 550ºC selama empat jam. Rumus yang digunakan dalam perhitungan kadar bahan organik (BSN; SNI 1965:2008)
t x
Keterangan:
%BO : Persentase bahan organik sedimen W0 : Berat material sedimen awal
Wt : Berat material sedimen yang tersisa setelah pemanasan 550ºC
Kelimpahan makrozoobenthos
Kelimpahan makrozoobenthos dihitung berdasarkan jenis yang dijumpai setelah diidentifikasi. Pada perhitungan kelimpahan digunakan unit individu per meter persegi dan secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Odum 1993):
K x ab
Keterangan:
K : Kelimpahan makrozoobenthos per meter persegi (ind m-2) a : Jumlah makrozoobenthos yang dihitung (individu)
6
Analisis Data
Komposisi makrozoobenthos
Komposisi jenis makrozoobenthos (%) didapatkan dari pembagian jumlah individu per jenis dengan jumlah total individu per lokasi.
Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
Indeks Keanekaragaman (H’) menggambarkan keadaan komunitas organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisa keragaman jenis individu dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis menunjukkan jumlah jenis organisme yang terdapat dalam suatu area. Nilai keanekaragaman dan keseragaman makrozoobenthos ditentukan dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon dan Wiener in Krebs (1989):
H ∑ log
ni : Jumlah individu jenis ke-i
N : Jumlah total individu s : Jumlah jenis
Tingkat keanekaragaman secara umum dapat dibagi ke dalam 3 kriteria, yaitu (Sudarso dan Wardiatno 2015):
H’< : Keanekaragaman komunitas rendah
< H’< 3 : Keanekaragaman komunitas sedang
H’ > 3 : Keanekaragaman komunitas tinggi
Indeks Keseragaman dihitung dengan rumus sebagai berikut:
HH
Analisis pengelompokkan habitat ini dilakukan untuk melihat pengelompokkan berdasarkan kesamaan sifat fisik-kimia perairan dan bahan organik total sedimen antar lokasi pengamatan (Indeks Canberra) dan kelimpahan makrozoobenthos (Indeks Bray-Curtis). Rumus yang digunakan untuk analisis pengelompokan habitat menggunakan Indeks Canberra (Krebs 1989) yaitu:
[n∑ |y yix | (y yix ) n
7
Rumus analisis pengelompokan habitat menggunakan Indeks Bray-Curtis:
[∑ |xxi xix |
x1i : Nilai data parameter ke-i di stasiun x
x2i : Nilai data parameter ke-i di stasiun x+1
xix : Nilai kepadatan benthos ke-i pada stasiun x
xix+1 : Nilai kepadatan benthos ke-i pada stasiun x+1
Uji t-2 independent samples
Uji t-2 independent samples dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan rata-rata antara dua contoh bebas. Pada penelitian ini, uji t-2
independent samples digunakan untuk melihat perbedaan kelimpahan makrozoobenthos antarstasiun dan parameter fisika-kimia perairan dan bahan organik total sedimen antarstasiun. Rumus dari pengujian ini adalah (Elliott dan Woodward 2007):
H0 : Parameter kelompok 1 dan 2 tidak berbeda H1 : Parameter kelompok 1 dan 2 berbeda
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi lingkungan
8
karst Rammang-Rammang terpisah dari gugusan karst inti Maros-Pangkep. Kondisi ini membuat Sungai Pute tidak masuk ke dalam zona Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, tetapi masuk ke dalam zona pengembangan ekonomi.
Setiap stasiun pengamatan di Sungai Pute memiliki tata guna lahan yang berbeda (Lampiran 1). Stasiun A merupakan bagian hulu sungai yang masih banyak vegetasi hijau dan digunakan sebagai jalur transportasi perahu wisata dan jalur perahu antar perkampungan. Jarak lokasi Stasiun A dari laut sekitar 20 km dengan ketinggian 8 m dpl. Stasiun B di sekitar daerah dermaga dan pada bagian tepi terdapat kolam dan beberapa rumah warga. Jarak lokasi stasiun B dari laut sekitar 16,5 km dengan ketinggian 3 m dpl. Stasiun C merupakan daerah pertemuan dua aliran sungai, yaitu Sungai Pute dan Sungai Maros. Tata guna lahan di bagian tepi, yaitu aktivitas pertanian dan kolam. Jarak lokasi Stasiun C dari laut sekitar 16 km dengan ketinggian 2 m dpl. Stasiun D disekitar daerah pemukiman warga yang berjarak sekitar 15 km dari laut dengan ketinggian 2 m dpl.
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada waktu yang sama dengan waktu pengambilan contoh sedimen dan makrozoobenthos. Hasil pengukuran kualitas air dan tipe substrat sedimen pada keempat stasiun disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Nilai rata-rata parameter kualitas air di Sungai Pute, Kabupaten Maros.
Parameter Satuan Stasiun
A B C D
Sumber: * Data Penelitian Prayuni (2014);
Tabel 3 Tipe substrat sedimen Sungai Pute di setiap stasiun pengamatan
9 Komposisi tekstur sedimen Sungai Pute bervariasi pada setiap stasiun pengamatan. Pada Stasiun B, C, dan D tipe tekstur lempung dan liat sedangkan Stasiun A pasir berlempung. Hal ini disebabkan karena arus pada Stasiun A lebih tinggi dibandingkan stasiun B, C, dan D. Menurut Odum (1993), arus akan mempengaruhi proses pengendapan partikel-partikel ke dasar perairan yang dijadikan sebagai tempat hidup makrozoobenthos.
Kelimpahan dan komposisi makrozoobenthos
Jenis, kelimpahan rata-rata, total kelimpahan, jumlah spesies dan komposisi makrozoobenthos yang ditemukan pada setiap stasiun selama 3 kali pengamatan disajikan pada Gambar 4 dan Tabel 4. Makrozoobenthos yang ditemukan selama pengamatan terdiri dari 13 genus yang termasuk ke dalam 7 famili dan 4 kelas. Spesies Melanoides acrea ditemukan paling banyak yang berasal dari famili Thiaridae dari kelas Gastropoda. Jumlah spesies pada setiap stasiun pengamatan selama tiga kali waktu pengambilan contoh berkisar 6-9 spesies.
Selama tiga kali pengamatan, komposisi makrozoobenthos dengan persentase tertinggi adalah Melanoides acrea pada semua stasiun pengamatan, yaitu 38,34 % di Stasiun A, 28,75 % di Stasiun B, 33,97 % di Stasiun C dan 35,50 % di Stasiun D. Komposisi dengan persentase terendah adalah Littorina sp. yang hanya terdapat pada Stasiun A sebesar 1,42 % dan Stasiun B sebesar 0,50 %. Spesies lain yang ditemukan selama pengamatan menyebar hampir seragam pada semua stasiun pengamatan. Stasiun A tidak ditemukan spesies dari kelas amphipoda, Corbicula sp., Melanoides sp. 1 dan Melanoides asperata. Stasiun B tidak ditemukan Corbicula sp.. Stasiun C tidak ditemukan spesies dari kelas amphipoda, Littorina sp., Melanoides sp.1, Melanoides sp.2, dan Thiara sp.2. Pada Stasiun D tidak ditemukan Littorina sp. dan Thiara sp.2. Perbedaan persentase komposisi ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan beberapa parameter fisika-kimia perairan dan sedimen.
Gambar 4 Komposisi makrozoobenthos selama tiga kali pengamatan
Tabel 4 Kelimpahan rata-rata dan jumlah spesies setiap stasiun pengamatan
Spesies
Waktu pengambilan contoh
23 Maret 2015 05 April 2015 19 April 2015 Stasiun
A B C D A B C D A B C D Kelimpahan (ind/m2)
Amphipoda 0 0 0 0 0 11 0 48 0 0 0 21
Corbicula 0 0 5 11 0 0 11 0 0 0 11 11
Cytodaria sp. 0 48 75 43 21 11 69 11 53 27 21 37
Littorina sp. 11 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Melanoides sp.1 0 85 0 11 0 0 0 0 0 0 0 0
Melanoides sp.2 27 11 0 16 53 11 0 0 0 0 0 0
Melanoides sp.3 0 0 0 16 75 123 11 43 27 32 48 0
Melanoides acrea 107 37 5 53 155 181 133 80 27 128 128 80
Melanoides asperata 0 0 21 0 0 0 21 11 0 27 11 0
Modiolus sp. 5 43 5 11 0 11 21 11 11 69 0 0
Nereidae 0 16 5 21 0 133 96 11 37 101 64 43
Thiara sp.1 48 21 0 0 43 0 0 0 43 0 21 11
Thiara sp.2 11 48 0 0 0 0 0 0 0 21 0 0
Jumlah 6 9 6 8 6 7 8 7 6 7 7 6 Total (ind/m2) 209 314 116 182 353 488 370 222 204 412 311 209
11 Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
Indeks Keanekaragaman merupakan salah satu aplikasi penting dalam mengkaji secara biologi kondisi suatu lingkungan (Heip & Engels 1974). Indeks Keseragaman menggambarkan keseimbangan komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Perhitungan Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman hanya berfungsi sebagai penjelas dan menjadi lengkap ketika dikaitkan dengan fungsi ekologi suatu lingkungan (Heip et al. 1998). Hasil perhitungan Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman komunitas makrozoobenthos selama pengamatan disajikan pada Gambar 5.
(a) (b)
Gambar 5 Diagram (a) Indeks Keanekaragaman (H’) dan (b) Indeks Keseragaman (E) selama tiga kali pengamatan
Sebagai penjelasan Gambar 5, Indeks Keanekaragaman (H’) berkisar 1,47-2,84 dan Indeks Keseragaman (E) berkisar 0,57-0,95. Indeks Keanekaragaman terbesar pada Stasiun B dan Indeks Keseragaman terbesar pada Stasiun A, sedangkan Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman terkecil pada Stasiun C. Keanekaragaman yang tinggi tidak selalu menyebabkan nilai keseragaman yang tinggi pula. Indeks Keanekaragaman tergolong rendah karena jumlah spesies yang ditemukan pada pengamatan tergolong sedikit. Nilai Indeks Keseragaman yang tinggi (mendekati 1) menandakan bahwa kondisi lingkungan perairan cukup baik dan komunitas tergolong stabil karena penyebaran individu tiap jenis relatif sama.
Pengelompokan habitat
12
(a)
(b)
Gambar 6 Dendrogram (a) pengelompokan habitat berdasarkan kelimpahan makrozoobenthos dan (b) parameter fisika-kimia perairan dan bahan organik total sedimen
Pembahasan
Jenis makrozoobenthos yang ditemukan terdistribusi sepanjang stasiun pengamatan adalah Cytodaria sp., Melanoides sp.3., Melanoides acrea, Modiolus
13 ditemukan pada setiap stasiun pengamatan didominasi oleh spesies dari kelas Gastropoda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rada dan Puljas (2010); Vuckovic et al. (2009) bahwa Gastropoda adalah spesies yang paling banyak ditemukan di Sungai Karst Croatia. Penelitian Zulkifli dan Setiawan (2011) di Sungai Musi juga mendapatkan hasil bahwa jenis dari kelas Gastropoda melimpah dengan persentase komposisi yang tinggi. Hal ini menunjukkan Gastropoda lebih toleran terhadap perubahan kondisi lingkungan sehingga memiliki kemampuan adaptasi tinggi. Menurut Agi dan Okwuosa (2001); Kalyoncu et al. (2008); Esenowo dan Ugwumba (2010); Sahin (2012), Gastropoda memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi dan toleransi yang luas terhadap kondisi perairan dan cuaca yang berbeda.
Struktur komunitas makrozoobenthos dapat dipengaruhi oleh aktivitas antropogenik di sepanjang aliran Sungai Pute yang berpotensi menimbulkan tekanan lingkungan terhadap jenis makrozoobenthos tertentu. Menurut Krebs (1989), salah satu karakteristik dari struktur komunitas adalah keanekaragaman spesies. Stasiun D mendapatkan pengaruh aktivitas antropogenik seperti limbah domestik dari pemukiman warga di sekitar sungai memiliki nilai Indeks Keanekaragaman berkisar 2,24-2,71. Stasiun C di sekitar daerah pertanian dan kolam memiliki nilai Indeks Keanekaragaman berkisar 1,47-2,29. Stasiun B di sekitar daerah dermaga memiliki Indeks Keanekaragaman berkisar antara 2,03-2,84. Stasiun A yang terletak di bagian hulu sungai dan digunakan sebagai jalur transportasi perahu memiliki Indeks Keanekaragaman berkisar antara 1,94-2,45.
Nilai Indeks Keanekaragaman keempat stasiun pengamatan tergolong sedang sehingga dapat dikatakan bahwa penyebaran jumlah individu tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas sedang. Nilai Indeks keanekaragaman terendah pada Stasiun A sebesar 1,94 dan tertinggi pada Stasiun B sebesar 2,84. Hal ini diduga karena Stasiun A memiliki nilai salinitas yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Roy dan Nandi (2012), variasi distribusi spasial-temporal makrozoobenthos di muara Hugli-Matla, India dipengaruhi oleh salinitas yang berfluktuasi, kondisi substrat, dan tekanan antropogenik. Nilai Indeks Keseragaman di Sungai Pute tergolong tinggi (mendekati 1). Hal ini menunjukkan bahwa kelimpahan individu makrozoobenthos antar jenis pada setiap stasiun pengamatan cenderung merata dan tidak ada dominansi jenis tertentu.
Pengelompokan habitat pada taraf kesamaan 80 % memperlihatkan perbedaan kelompok antarstasiun pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan kondisi fisika-kimia perairan dan bahan organik total sedimen berpengaruh terhadap kelimpahan makrozoobenthos. Perbedaan ini diduga karena jarak, lokasi, dan tata guna lahan pada setiap stasiun pengamatan.
Pengelompokan Stasiun A karena nilai salinitas yang tinggi diduga merupakan salah satu penyebab rendahnya kelimpahan dan komposisi makrozoobenthos. Hasil uji t menunjukkan salinitas Stasiun A berbeda dari Stasiun C (p < 0,1) (Lampiran 3). Nilai salinitas yang tinggi disebabkan karena Stasiun A berada di bagian dalam kawasan karst dengan sumber air utama berasal dari mata air karst. Menurut penelitian Mustafa (2015) pada sumber mata air karst di Iraq diketahui bahwa mineral yang terukur antara lain Ca, Mg, dan SO4.
14
tinggi yang dapat bertahan hidup. Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik secara horizontal maupun vertikal (Odum 1993) dan secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem (Barnes 1980). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ysebaert et al. (2003); Uwadiae (2009); Yu et al. (2012); Islam et al. (2013) yang mendapatkan hasil bahwa faktor utama yang menyusun komposisi dan kepadatan spesies bentik adalah salinitas dan komposisi partikel substrat.
Pengelompokan Stasiun B yang berada di bagian terluar kawasan karst disebabkan karena nilai kekeruhan dan bahan organik total sedimen yang tinggi. Hasil uji t menunjukkan kekeruhan Stasiun B berbeda dari stasiun A (p < 0,1) dan bahan organik total sedimen Stasiun B berbeda dari stasiun A dan D (p < 0,1) (Lampiran 3). Hal ini diduga karena aktivitas perahu wisata di sekitar dermaga yang menyebabkan pengadukan partikel sedimen di dasar perairan. Menurut Hawkes (1979), adanya kekeruhan dan padatan tersuspensi akan menghalangi penetrasi cahaya ke badan air sehingga proses fotosintesis akan terganggu dan secara tidak langsung akan mempengaruhi makanan makrozoobenthos. Selain itu, nilai bahan organik total sedimen tinggi karena beberapa aktivitas jaring apung di sekitar lokasi pengamatan. Meskipun nilai kekeruhan dapat mempengaruhi penurunan kelimpahan dan komposisi makrozoobenthos, akan tetapi pada pengamatan ini nilai kekeruhan masih optimum untuk kehidupan makrozoobenthos (Tabel 2). Menurut Sudarso dan Wardiatno (2015), peningkatan kekeruhan diatas 23 NTU dapat menurunkan kekayaan dan kepadatan taksa dari sebagian besar makrozoobenthos.
Pengelompokan stasiun C di sekitar lokasi pertanian dan kolam karena faktor bahan organik total sedimen. Hasil uji t menunjukkan bahan organik total sedimen Stasiun C berbeda dari Stasiun A (p < 0,1) (Lampiran 3). Bahan organik total sedimen rata-rata tergolong rendah dibandingkan ketiga stasiun lainnya. Hal ini diduga karena pengaruh arus yang cukup tinggi menyebabkan bahan organik yang tersuspensi dalam air bersirkulasi terus menerus sehingga sulit mengendap di dasar perairan. Menurut penelitian Satriadi & Widada (2014) dalam penelitiannya tentang distribusi muatan padatan tersuspensi di Muara Sungai Bodri, arus akan menyebabkan pengadukan sedimen di dasar dan sirkulasi terjadi secara terus menerus sehingga sedimen sulit untuk mengendap di dasar perairan.
Pengelompokan Stasiun D di sekitar daerah pemukiman warga juga disebabkan nilai bahan organik total sedimen yang tergolong rendah jika dibandingkan Stasiun A dan B. Hasil uji t menunjukkan bahan organik total sedimen Stasiun D berbeda dari Stasiun A dan B (p < 0,1) (Lampiran 3). Trannum
et al. (2006) mengemukakan bahwa bahan organik total pada sedimen merupakan faktor penting bagi komposisi fauna bentik. Kandungan bahan organik total sedimen yang rendah menyebabkan perbedaan komposisi dan penurunan kelimpahan makrozoobenthos dibandingkan kedua stasiun tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Musthofa et al. (2014) di Sungai Wedung, Kabupaten Demak bahwa stasiun yang memiliki kandungan bahan organik total sedimen yang rendah menyebabkan kelimpahan dan komposisi makrozoobenthos yang ditemukan juga rendah.
15 perbedaan dipengaruhi oleh parameter fisika-kimia perairan dan sedimen seperti kekeruhan, salinitas, dan bahan organik total sedimen. Perbedaan beberapa parameter tersebut mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh aktivitas antropogenik di sepanjang aliran sungai yang dapat mengubah kualitas perairan.
KESIMPULAN
Struktur komunitas makrozoobenthos dalam penelitian ini berbeda untuk keempat lokasi. Stasiun yang terletak di bagian hulu dipengaruhi oleh salinitas, sedangkan stasiun yang terletak di bagian hilir dipengaruhi oleh bahan organik total sedimen dan kekeruhan. Perbedaan tersebut mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh aktivitas antropogenik pada stasiun yang terletak di bagian hilir.
DAFTAR PUSTAKA
[APHA; AWWA; WEF] American Public Health Association; American Water Works Association; Water Environment Federation. 2012. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 22nd ed. Rice EW, Baird RB, Eaton AD, Clesceri LS, editor. Washington DC (US): APHA. 1360 p.
[BLH Maros] Badan Lingkungan Hidup Maros. 2011. Rencana Aksi Pengelolaan Ekosistem Karst Maros Pangkep. Makassar (ID): BLH.
[BSN; SNI] Badan Standar Nasional; Standar Nasional Indonesia. 2008. Cara Uji Penentuan Kadar Air untuk Tanah dan Batuan di Laboratorium. Jakarta (ID): BSN. 16 p.
[USDA; NRCS] The U.S. Department of Agriculture; Natural Resources Conservation Service. 2012. Field Book for Describing and Sampling Soils. Version 3.0 ed. Schoeneberger PJ, Wysocki DA, Benham, Soil Survey Staff, editor. Washington DC (US): USDA. 300 p.
Abbott RT. 2001. Seashells of the World. New York (U ): t Martin’s Press Agi PI dan Okwuosa VN. 2001. Aspects of Water Quality of Freshwater Systems
Harboring Snail Vectors Schistosome Parasites in Jos, Nigeria. Journal of Aquatic Science. Volume 16 (1). Hal. 13-17.
Barnes RSK. 1980. Invertebrate Zoology. 4th ed. W.B Saunders College. Dance SP. 2000. Shells. New York (US): Dorling Kindersley.
Elliott AC dan Woodward WA. 2007. Comparing One or Two Means Using the T-Test. Statistical Analysis Quick Reference Guidebook.
Esenowo IK dan Ugwumba AAA. 2010. Composition and Abundance of Macrobenthos in Majidun River, Ikorordu Lagos State, Nigeria. Research Journal of Biological Sciences. Volume 5 (8). Hal. 556-560.
16
Hawkes HA. 1979. Invertebrates as Indicators of River Water Quality. Hal. 2 (1-38). In James A. And L. Evison (Ed). Biological indicators of water quality. John Wiley & Sons. Chichester.
Heip C dan Engels P. 1974. Comparing Species Diversity and Evenness Indices.
Journal of the Marine Biological Association U.K. Volume (54). Hal. 559-563.
Heip CHR, Herman PMJ, Soetaert K. 1998. Indices of Diversity and Evenness.
Oceanis. Volume 24 (4). Hal. 61-87.
Islam MS, Sikder MNA, Al-Imran M, Hossain MB, Mallick D, Morshed MM. 2013. Intertidal Macrobenthic Fauna of The Karnafuli Estuary: Relations with Environmental Variables. World Applied Sciences Journal. Volume 21 (9). Hal. 1366-1373.
Kalyoncu H, Barlas M, Yildirim MZ, Yorulmaz B. 2008. Gastropods of Two Important Streams of Gokova Bay (Mugla, Turkey) and Their Relationship With Water Quality. International Journal of Science & Technology.
Volume 3 (1). Hal. 27-36.
Krebs CJ. 1989. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper and Row Publication. New York.
Mustafa O, Merkel B, Weise SM. 2015. Assesment of Hydrogeochemistry and Environmental Isotopes Karst Springs of Makook Anticline, Kurdistan Region, Iraq. Hydrology. Volume 2. Hal. 48-68.
Musthofa A, Muskananfola MR, Rudiyanti S. 2014. Analisis Struktur Komunitas Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Sungai Wedung Kabupaten Demak. Diponegoro Journal of Maquares. Volume 3 (1). Hal. 81-88.
Odum PE. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Penerjemah. Samingan T. Gadjah Mada University Press.
Prayuni I. 2014. Perancangan Lanskap Koridor Sungai Pute Di Kawasan Karst Rammang-Rammang Sebagai Kawasan Geowisata [tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.
Rada B dan Puljas Do Karst Rivers “deserve” their own biotic index? A ten years study on macrozoobenthos in Croatia. International Journal of Speleology. Volume 39 (2). Hal. 137-147.
Roy M dan Nandi NC. 2012. Distribution Pattern of Macrozoobenthos in Relation to Salinity of Hugli-Matla Estuaries in India. Wetlands Article. Volume 32 (6). Hal. 1001-1009.
Sahin SK. 2012. Gastropods Species Distribution and its Relation with Some Physico-chemical Parameters of The Malatya’s treams ( ast Anatolia, Turkey). Acta Zoologica Bulgarica Journal. Volume 64 (2). Hal. 129-134. Satriadi A dan Widada S. 2004. Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi di Muara
Sungai Bodri, Kabupaten Kendal. Jurnal Ilmu Kelautan. Volume 9 (2). Hal. 101-107.
Sudarso J dan Wardiatno Y. 2015. Penilaian Status Mutu Sungai dengan Indikator Makrozoobenthos. Bogor (ID): Pena Nusantara. 397 p.
17 Uwadiae RE. 2009. Response of Benthic Macroinvertebrate Community to Salinity Gradient in a Sandwiched Coastal Lagoon. Report and Opinion. Volume 1 (4). Hal. 45-55.
Vannote RL, Minshall KW, Sedell JR, Cushing CE. 1980. The River Continum Concept. Can. J. Fish. Aquat. Sci. Volume 37. Hal. 130-137.
Vuckovic I, Bozak I, Ivkovic M, Jelencic M, Kerovec M, Popijac A, Previsic A, Sirac S, Zrinski I, Kucinic M. 2009. Composition and Structure of Benthic Macroinvertebrate Communities in The Mediterranean Karst River The Cetina and Its Tributary The Ruda, Croatia. National Croatia. Volume 18 (1). Hal. 49-82.
Ysebaert T, Herman PMJ, Meire P, Craeymeersch, Verbeek H, Heip CHR. 2003. Large-scale Spatial Patterns in Estuaries; Estuarine Macrobenthic Communities in The Schelde Estuary, NW Europe. Estuarine, Coastal and Shelf Science. Volume 57. Hal. 335-355.
Yu OH, Lee HG, Lee JH. 2012. Influence of Environmental Variables on the Distribution of Macrobenthos in The Han River Estuary, Korea. Ocean Sci.J. Volume 47 (4). Hal. 519-528.
Zulkifli H dan Setiawan D. 2011. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Sungai Musi Kawasan Pulokerto sebagai Instrumen Biomonitoring.
18
LAMPIRAN
Lampiran 1 Lokasi pengamatan
Stasiun A
Stasiun BStasiun C
Stasiun DLampiran 2 Beberapa jenis makrozoobenthos yang ditemukan
19
Melanoides sp.2 Melanoides sp.3
Nereidae Thiara sp.1
Corbicula sp. Melanoides acrea
Lampiran 3 Contoh uji t
Uji t salinitas Stasiun A dan C Hipotesis
H0: Salinitas Stasiun A dan C tidak berbeda
H1: Salinitas Stasiun A dan C berbeda
Tabel uji t
20
Keputusan : Salinitas Stasiun A dan C berbeda
Uji t kekeruhan Stasiun B dan A Hipotesis
H0: Kekeruhan Stasiun B dan A tidak berbeda
H1: Kekeruhan Stasiun B dan A berbeda
Tabel uji t
Kesimpulan : p (0,057) < α (0,1) yang artinya tolak H0
Keputusan : Kekeruhan Stasiun B dan A berbeda
Uji t bahan organik total sedimen Stasiun B dan A Hipotesis
H0: Bahan organik total sedimen Stasiun B dan A tidak berbeda
H1: Bahan organik total sedimen Stasiun B dan A berbeda
Tabel uji t
Kesimpulan : p (0,056) < α (0,1) yang artinya tolak H0
Keputusan : Bahan organik total sedimen Stasiun B dan A berbeda
Uji t bahan organik total sedimen Stasiun B dan D Hipotesis
H0: Bahan organik total sedimen Stasiun B dan D tidak berbeda
H1: Bahan organik total sedimen Stasiun B dan D berbeda
21 Tabel uji t
Kesimpulan : p (0,015) < α (0,1) yang artinya tolak H0
Keputusan : Bahan organik total sedimen Stasiun B dan D berbeda
Uji t bahan organik total sedimen Stasiun C dan A Hipotesis
H0: Bahan organik total sedimen Stasiun C dan A tidak berbeda
H1: Bahan organik total sedimen Stasiun C dan A berbeda
Tabel uji t
Kesimpulan : p (0,062) < α (0,1) yang artinya tolak H0
Keputusan : Bahan organik total sedimen Stasiun C dan A berbeda
Uji t bahan organik total sedimen Stasiun D dan A Hipotesis
H0: Bahan organik total sedimen Stasiun D dan A tidak berbeda
H1: Bahan organik total sedimen Stasiun D dan A berbeda
Tabel uji t
Kesimpulan : p (0,062) < α (0,1) yang artinya tolak H0
22
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Barru pada tanggal 18 Juli 1993 dari pasangan Rusdi, S.Sos (Ayah) dan Nursidah (Ibu). Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara. Penulis berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN Undangan dan diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sebelumnya Penulis menempuh pendidikan di SD Inpres Barru 1 dari tahun 1999-2005, MTs Negeri Mangempang Barru dari tahun 2005-2008, dan SMA Negeri 1 Barru dari tahun 2008-2011.