• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Reproduksi Nudibranch Phyllidiidae dengan Pemberian Spons pada Pemeliharaan Sistem Resirkulasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Reproduksi Nudibranch Phyllidiidae dengan Pemberian Spons pada Pemeliharaan Sistem Resirkulasi"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ALI IBRAHIM

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, DAN REPRODUKSI

NUDIBRANCH PHYLLIDIIDAE DENGAN PEMBERIAN SPONS

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Reproduksi Nudibranch Phyllidiidae dengan Pemberian Spons pada Pemeliharaan Sistem Resirkulasi” merupakan karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

(4)

ABSTRAK

ALI IBRAHIM. Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Reproduksi Nudibranch Phyllidiidae dengan Pemberian Spons pada Pemeliharaan Sistem Resirkulasi. Dibimbing oleh IRZAL EFFENDI dan DINAR TRI SOELISTYOWATI.

Nudibranch atau siput laut merupakan salah satu gastropoda yang memiliki nilai ekonomis tinggi, sebagai hewan ornamental, penghasil bioaktif, serta model biologis dalam penelitian. Ketersediaan nudibranch di alam dikhawatirkan akan terus mengalami penurunan akibat penangkapan. Sehingga perlu dilakukan upaya domestikasi hewan ini. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh spons sebagai biota asosiasi terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan reproduksi nudibranch Phyllidiidae serta membentuk ekosistem buatan nudibranch pada lingkungan terkontrol. Spons yang diberikan berasal dari habitat asli biota dengan bobot rata-rata 60 g per akuarium. Selama 4 minggu pemeliharaan, kelangsungan hidup nudibranch 94%-100%, pertumbuhan harian -0,76% sampai -0,68%, pertumbuhan panjang harian 0,02 mm sampai 0,14 mm, derajat perkawinan 28% sampai 50%, derajat pemijahan 28%, produksi telur rata-rata 86.549 butir/induk dengan rata-rata bobot induk 7,4 g, telur menetas pada hari ke-9, dan pemeliharaan larva berhasil hingga tahap veliger (berenang bebas) pada hari ke-24. Spons tidak memberikan pengaruh terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan reproduksi nudibranch. Sistem resirkulasi dan ekosistem buatan mampu mempertahankan kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan nudibranch. Kata kunci : nudibranch, Phyllidiidae, domestikasi, resirkulasi.

ABSTRACT

ALI IBRAHIM. Survival, Growth, and Reproduction Nudibranch Phyllidiidae with Adduction Spons on Rearing Recirculation Sistem. Superviced by IRZAL EFFENDI and DINAR TRI SOELISTIOWATI.

Nudibranch or sea slug is one of gastropod which have high economic value, such us ornamental things, produce bioactive, and model in biological research. Nudibranch stock in the waters decreased by catching, so domestication of this species is important. This study aims to determine the effect of spons as association on survival, growth, and reproduction of nudibranch then create ecosistem for culture nudibranch. The spons was take from nature with average weight of 60 g/tank. The survival of nudibranch was 94% to 100%, growth rate -0,76% to -0,68%, daily lenght growth 0,02 to 0,14 mm, degrees match 28% - 50%, spawning rate 28%, egg production average 86.549 grain/chief with weight of chief 7,4 gr, egg hatch after 7 days fly blow maintenance manage to stage veliger (fly blow can be swim). Spons not giving effect to survival, growth, and reproduction of nudibranch. The recirculation sistem and artificial ecosistem was able to manage water quality for needs of nudibranch.

(5)

ALI IBRAHIM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, DAN REPRODUKSI

NUDIBRANCH PHYLLIDIIDAE DENGAN PEMBERIAN SPONS

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Reproduksi Nudibranch Phyllidiidae dengan Pemberian Spons pada Pemeliharaan Sistem Resirkulasi

Nama : Ali Ibrahim

NIM : C14090064

Disetujui oleh

Ir Irzal Effendi, MSi Pembimbing I

Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Reproduksi Nudibranch Phyllidiidae dengan Pemberian Spons pada Pemeliharaan Sistem Resirkulasi”.

Selesainya skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga proses penyusunan skripsi ini. Karenanya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir Irzal effendi, M.Si, selaku pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan selama masa studi dan pengerjaan penelitian ini.

2. Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan dan arahan selama penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr Ir Sukenda, M. Sc selaku ketua departemen Budidaya Perairan yang telah banyak memberikan masukan, semangat, dan motivatasi. 4. Bapak Ir Harton Arfah, M. Si dan Ibu Dr Mia Setiawati, M.Si selaku

penguji tamu dan penguji departemen yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini

5. Ibu Adriani Sunuddin dan Bapak Samsul yang banyak memberikan pengarahan, ide-ide, serta semangat selama penelitian.

6. Keluarga tercinta Ibu, Bapak (alm) dan kakak-kakak yang selalu memberikan perhatian, dukungan, serta semangat.

7. Keluarga asuh di Jakarta Bapak dr. Murnizal Dahlan dan Ibu Wirda Rusli yang selalu memotivasi dan memberi semangat penulis.

8. Teman teman yang membantu penelitian (Deki Bunai, Hamelia Priliska, Satria Afnan Pranata, Haris Nugrahadi) serta abang Achis Martoea Siregar, Marie Violeta, yang selalu memberi support.

9. Teman-teman Fisheries Diving Club terutama diklat 28, serta teman se kontrakan Nabil Balbeid atas dukungan dan ikatan keluarga selama penulis kuliah. Teman teman di BDP 46, asrama TPB, dan kepada semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Januari 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

METODE ... 2

Waktu dan Tempat ... 2

Penelitian Pendahuluan ... 3

Penelitian Utama ... 3

Pengamatan Tingkat Kelangsungan Hidup ... 5

Pengamatan Pertumbuhan ... 5

Pengamatan Reproduksi ... 6

Pengamatan Parameter Kualitas Air ... 8

Analisis Data ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Penelitian Pendahuluan ... 9

Penelitian Utama ... 11

Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH) ... 11

Pertumbuhan ... 12

Reproduksi ... 14

Kualitas Air ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

Kesimpulan ... 20

Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

LAMPIRAN ... 23

(11)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan metode pengukuran kualitas air wadah pemeliharaan nudibranch Phyllidiidae ... 9 2 Keragaman jenis nudibranch Phyllidiidae pada 3 lokasi pengamatan berbeda .... 16 3 Produksi telur nudibranch Phyllidiidae pada perlakuan dengan spons dan tanpa

spons ... 19

4 Parameter kualitas air wadah pemeliharaan induk nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu pemeliharaan ... 19

DAFTAR GAMBAR

1 Skema penempatan satuan percobaan ... 3 2 Sistem resirkulasi pada wadah pemeliharaan nudibranch Phyllidiidae ... 4 3 Metode penghitungan telur nudibranch Phyllidiidae ... 7 4 Wadah pemeliharaan larva nudibranch Phyllidiidae dengan sistem resirkulasi ... 8 5 Metode penghitungan telur nudibranch Phyllidiidae ... 8 6 Tingkat kelangsungan hidup (TKH) nudibranch Phyllidiidae selama 7 hari

masa adaptasi dengan kepadatan transportasi 32 ekor/ 2 liter dan 21 ekor/ 2 liter. ... 10 7 Tingkat kelangsungan hidup (SR) nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu

pemeliharaan ... 11 8 Laju pertumbuhan harian (LPH) nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu

pemeliharaan ... 12 9 Rata-rata pertumbuhan bobot harian (PBH) nudibranch Phyllidiidae selama 4

minggu pemeliharaan ... 12 10 Pertumbuhan panjang harian (PPH) nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu

pemeliharaan. ... 13 11 Derajat pekawinan nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu pemeliharaan ... 14 12 Aktivitas perkawinan nudibranch Phyllidiidae. a dan b) spesies Phyllidia

varicosa dengan ukuran yang cukup berbeda melakukan perkawinan, c) spesies phyllidiella pustulosa ... 14 13 Derajat pemijahan nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu pemeliharaan ... 15 14 a) Phyllidia varicosa menempelkan telurnya pada spons, b) P. varicosa

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Spesies nudibranch dari famili Phylliidiidae yang di amati, a) Phyllidia varicosa Lamarck (1801), b) Phyllidiella nigra Van Hasselt (1824), dan c) Phyllidiella pustulosa (Cuvier 1804) ... 23 2 Kotak stainlessteel pengumpul nudibranch Phyllidiidae pada saat pengambilan

di alam ... 23 3 Pakan cair yang diberikan pada nudibranch Phyllidiidae selama

(13)
(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Phyllidiidae merupakan famili nudibranch atau siput laut yang merupakan gastropoda dari filum Moluska dan termasuk ke dalam anggota Heterobranchia sesuai dengan klasifikasi terbaru (Jörger et al. 2010). Sebanyak lebih dari 3000 jenis nudibranch hidup di dasar perairan dangkal, terumbu karang, hingga dasar laut yang gelap dengan kedalaman lebih dari satu kilometer (Aiken 2003). Nudibranch memiliki beberapa peranan penting diantaranya sebagai model dan alat biologis untuk perkembangan ilmu pengetahuan (Capo et al. 2009), sumber produk alami berupa kandungan bioaktif yang bermanfaat dalam pengobatan (Barsby 2006), serta biota ornamental yang memiliki nilai jual cukup tinggi karena pesonanya dalam akuarium, salah satunya adalah jenis Aplysia stephanieae

yang memiliki harga hingga 25 € per spesimen pada tahun 2012 (Dionisio et al. 2013).

Sebagian besar upaya yang dilakukan untuk memenuhi permintaan terhadap nudibranch selama ini adalah dengan cara penangkapan langsung dari alam. Hal ini dikarenakan masih sangat sedikit jenis nudibranch yang berhasil di budidayakan. Beberapa spesies nudibranch yang telah berhasil dibudidayakan diantaranya Aplysia californica yang telah dibudidayakan secara semi-industri di University of Miami dengan produksi keseluruhan 30.000 ekor per tahun (Capo et al. 2009) dan A. stephaniaea yang dibudidayakan secara komersil hanya pada skala kecil (Olivotto et al. 2011). Pengambilan terus menerus dari alam di khawatirkan akan menurunkan populasi nudibranch di alam yang dapat mengalami kepunahan. Oleh sebab itu perlu adanya upaya budidaya untuk mengatasi permasalahan terebut.

Nudibranch yang menjadi objek kajian pada penelitian ini berasal dari Phyllidiidae, dengan spesies utama adalah Phyllidia varicosa, dan spesies lainnya adalah Phyllidiella nigra dan P. pustulosa. Sebelum memasuki tahap budidaya perlu dilakukan terlebih dahulu kajian terhadap biota yang akan dibudidayakan melalui proses domestikasi. Domestikasi spesies menurut Effendi (2004) adalah menjadikan spesies liar menjadi spesies akuakultur. Terdapat tiga tahapan domestikasi spesies liar, yaitu 1) mempertahankan agar tetap hidup (survive) dalam lingkungan akuakultur (wadah terbatas, lingkungan artifisial dan terkontrol), 2) menjaga agar bisa tetap tumbuh, 3) Mengupayakan agar bisa berkembang biak dalam lingkungan akuakultur.

Keberhasilan domestikasi tahap awal ditentukan oleh kesesuaian lingkungan baru dengan lingkungan asal spesies yang didomestikasi. Upaya rekayasa lingkungan pada pemeliharaan tahap awal domestikasi dimaksudkan agar kualitas air dapat diterima oleh spesies liar yang akan di domestikasi (Effendi 2004). Rekayasa lingkungan yang dilakukan disesuaikan dengan habitat nudibranch Phylliidiidaedi alam yang banyak ditemukan pada perairan terumbu karang, yaitu adanya pergerakan massa air dari satu tempat ke tempat lain.

(15)

2

secara biologi, kimia dan mekanik. Sistem tersebut telah banyak digunakan dalam penelitian akademik atau untuk produksi siput laut pada skala kecil. Sehingga pada penelitian ini diterapkan sistem resirkulasi yang mengacu pada (Peretz dan Adkins 1982) dengan modifikasi pada sistem filtrasi.

Jenis makanan nudibranch sangat bervariasi, pada jenis A. californica dan A. stephanieae telah diciptakan makanan berupa makroalga seperti (Gracilaria ferox, Agardhiella subulata, Ulva spp., dan Laurencia spp.) ( Smith et al. 2011) dan anemon laut (Leal et al. 2012). Sementara beberapa nudibranch juga dapat memakan spons tertentu, ascidian, embrio invertebrata atau siput laut lainnya. Nudibranch juga dapat bersifat stenophagous atau hanya memakan satu jenis makanan saja (Carrol dan Kempf 1990). Nudibranch dari famili Phylliidiidae sebagian besar memakan spons (Chavanich et al. 2010). Spons adalah hewan metazoa multiseluler, yang tergolong ke dalam filum Porifera, yang hidup menetap pada dasar perairan (Kozloff 1990). Spons mendapatkan makanan dengan cara menghisap dan menyaring air yang melalui permukaan tubuhnya secara aktif (Romimohtarto dan Juwana 1999).

Biota yang dipelihara bersamaan dengan biota asosiasi diduga akan tumbuh lebih baik, sehingga biota yang dipelihara akan lebih cepat beradaptasi dan mengurangi tingkat stres pada lingkungan baru. Cepatnya proses adaptasi dan rendahnya tingkat stres akan berpengaruh baik pada proses makan dan aktifitas biologis lainnya. Pemberian spons (Stylissa flabelliformis) diharapkan mampu mendukung percepatan proses domestikasi nudibranch. Penelitian domestikasi ini dilakukan sebagai langkah awal sebelum memasuki proses budidaya pada nudibranch famili Phylliidiidae yang memungkinkan dapat diterapkan pula pada beberapa spesies siput laut lainnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian spons (Stylissa flabelliformis) sebagai biota asosisasi pada wadah pemeliharaan dengan sistem resirkulasi terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan reproduksi nudibranch famili Phyllidiidae sebagai upaya untuk membentuk ekosistem buatan nudibranch di lingkungan terkontrol.

METODE

Waktu dan Tempat

(16)

3

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan terdiri dari pengamatan habitat, transportasi, dan adaptasi nudibranch. Pengamatan habitat nudibranch dilakukan pada tiga lokasi berbeda: 1) Pulau Pramuka di sekitar dermaga, 2) Pulau Panggang di bagian selatan, 3) Pulau Semak Daun di sebelah timur. Pengamatan habitat bertujuan untuk mengetahui habitat alami nudibranch dari Phyllidiidae yang terdiri dari spesies Phyllidia varicosa,Phyliidiella pustulosa dan Phyllidiella nigra.

Proses transportasi nudibranch dilakukan dalam kantung plastik berukuran 5 liter. Sebanyak 2 liter air laut dimasukkan kedalam kantung plastik, selanjutnya dimasukkan nudibranch dengan kepadatan berbeda yaitu 32 ekor dan 21 ekor nudibranch yang ditambahkan oksigen sekitar 3 liter. Durasi perjalanan dari lokasi pengambilan hingga lokasi penelitian sekitar 5 jam. Tahapan selanjutnya nudibranch diadaptasikan selama satu minggu.Wadah adaptasi nudibranch berupa akuarium berukuran 100 cm × 45 cm × 40 cm dengan sistem resirkulasi top filter. Pada bagian dasar akuarium diisi dengan patahan karang dan pasir. Pengamatan selama proses adaptasi dilakukan setiap hari pukul 08.00-09.00 WIB, 12.00-13.00 WIB, dan 16.00-17.00 WIB.

Penelitian Utama Rancangan Percobaan

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan tujuan mengevaluasi keberadaan biota asosiasi dalam pemeliharaan nudibranch di akuarium dengan sistem resirkulasi. Percobaan ini menggunakan dua perlakuan pemberian spons (Stylissa flabelliformis) dan tanpa pemberian spons (Gambar 1). Setiap perlakuan diulang tiga kali.

Keterangan: A = Perlakuan dengan spons B = Perlakuan tanpa spons 1,2 dan 3 = Ulangan

Gambar 1 Skema penempatan satuan percobaan

Persiapan Wadah dan Spons

(17)

4

rata-rata 600 ml/menit. Air yang digunakan dalam pemeliharaan nudibranch berasal dari pantai Ancol, Jakarta utara.

Akuarium pemeliharaan nudibranch dilengkapi dengan pasir dan patahan karang sebanyak 2,5 liter setiap akuarium. Pada perlakuan pemberian spons ditambahkan Stylissa flabelliformis dengan bobot sebesar 60 gram yang terdiri dari dua individu spons per akuarium. Spons yang digunakan berasal dari area lokasi pengambilan nudibranch di selatan Pulau Panggang, Kep. Seribu, Jakarta.

Gambar 2 Sistem resirkulasi pada wadah pemeliharaan nudibranch Phyllidiidae

Pengadaan Nudibranch dan Spons

Pengadaan biota nudibranch (Lampiran 1) dan spons Stylissa flabelliformis dilakukan di Pulau Panggang bagian selatan, kelurahan Panggang, kep. Seribu DKI Jakarta. Pengambilan dilakukan dengan scuba diving di perairan terumbu karang. Nudibranch tangkapan ditempatkan dalam kotak persegi berukuran 10 cm × 10 cm × 10 cm yang terbuat dari kawat stainlesteel (Lampiran 2) dengan tujuan memudahkan proses pengumpulan pada saat pengambilan. Pengambilan dilakukan dengan cara menelusuri terumbu karang pada setiap stasiun di kedalaman 3 hingga 10 meter. Durasi pengambilan untuk satu lokasi berkisar 30 menit hingga 90 menit. Hasil pengadaan nudibranch disajikan dalam (Lampiran 4). Sementara itu untuk menunjang penelitian digunakan kamera underwater untuk melengkapi dokumentasi.

Pemeliharaan Nudibranch

(18)

5

Pemberian pakan nudibranch dilakukan dua kali dalam sehari, pukul 08.00-09.00 dan 16.00-17.00 WIB. Pakan yang diberikan berbentuk cair dengan kandungan protein 34,5%, lemak 13,2%, serat 1% dan air 4,4% (Lampiran 3), serta artemia. Pakan cair diberikan 1 ml per akuarium (volume 50 liter) per hari serta 0,3 gram artemia per akuarim per hari. Sebelum pemberian pakan, resirkulasi air pada wadah pemeliharaan dimatikan. Pemberian pakan dilakukan dengan mencampurkan naupli artemia dengan pakan cair dalam satu toples berukuran 1 liter yang telah diisi air laut setengahnya. Selanjutnya pakan yang telah dicampur dibagi rata pada masing masing akuarium. Resirkulasi pada sistem tetap dimatikan selama satu hingga dua jam untuk mencegah penyerapan ke wadah filter. Pengukuran kualitas air dilakukan seminggu sekali pukul 08.00 hingga 09.00 WIB di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan. Parameter yang diukur meliputi pH, nitrit, salinitas, DO, TAN, suhu, serta kekeruhan.

Pengamatan Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) merupakan persentase jumlah nudibranch hidup pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah nudibranch pada awal pemeliharaan yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

( )

Keterangan :

= Derajat kelangsungan hidup (%)

= Jumlah nudibranch hidup pada hari ke-t pemeliharaan (ekor)

= Jumlah nudibranch pada awal pemeliharaan (ekor)

Pengamatan Pertumbuhan Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian atau Spesific Growth Rate (SGR) merupakan laju pertambahan bobot individu dalam persen. Laju pertumbuhan harian didapatkan dari data pengukuran bobot yang dilakukan seminggu sekali selama pemeliharaan. Penentuan laju pertumbuhan harian dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut.

Keterangan:

= Laju pertumbuhan harian (%)

= Bobot rata-rata nudibranch pada hari ke-t (gram)

(19)

6

Pertumbuhan Bobot Harian

Pertumbuhan bobot harian didapatkan dengan cara menimbang bobot nudibranch pada awal dan setiap minggunya selama 4 minggu pemeliharaan. Pertumbuhan bobot harian dapat dihitung dengan menggunakan rumus serbagi berikut:

Keterangan :

= bobot rata-rata individu waktu ke-i (gr/ekor)

= bobot rata-rata individu waktu ke-o (gr/ekor) = periode pengamatan (hari)

PBH = Pertumbuhan bobot harian (gr)

Pertumbuhan Panjang Harian

Panjang total tubuh nudibranch diukur seminggu sekali dengan menggunakan jangka sorong, ilustrasi pengukuran panjang ditampilkan pada (Lampiran 5). Pertumbuhan panjang harian dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :

∆P = Pertumbuhan panjang (mm)

= Pertumbuhan panjang pada hari ke-i (mm)

= Pertumbuhan panjang pada hari ke-o (mm) = periode pengamatan (hari)

Pengamatan Reproduksi Derajat Perkawinan

Derajat perkawinan atau kopulasi merupakan persentase perkawinan yang terjadi pada nudibranch selama 4 minggu pemeliharaan. Nudibranch merupakan hewan hermaprodit sinkroni, pada satu individu terdapat sepasang kelamin jantan dan betina secara bersamaan (Kolb 2001). Hal ini memungkinkan setiap nudibranch yang dipelihara untuk melakukan proses perkawinan. Derajat perkawinan bisa didapat dengan persamaan berikut.

Keterangan :

= Derajat perkawinan induk (%)

= Induk yang melakukan perkawinan

= Total induk yang dipelihara

(20)

7

Derajat Pemijahan

Derajat pemijahan merupakan persentase jumlah induk yang melakukan pemijahan selama 4 minggu pemeliharaan. Berikut adalah persamaan yang dapat digunakan dalam menentukan derajat peneluran.

= Derajat pemijahan induk (%)

= Induk yang memijah

= Total induk yang dipelihara

Produksi Telur

Masa telur nudibranch membentuk lingkaran spiral mendatar yang bersifat menempel. Masa telur tersebut dapat menempel pada spons, dinding akuarium, atau patahan karang. Produksi telur merupakan jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh setiap induk nudibranch, sehingga bisa didapatkan rasio jumlah telur per gram bobot induk. Metode perhitungan telur dilakukan dengan bantuan mikroskop (Gambar 3).

Gambar 3 Metode penghitungan telur nudibranch Phyllidiidae

Pertama kali dilakukan pengukuran diameter masa telur, bobot, dan panjang induk yang bertelur. Selanjutnya setiap masa telur diambil dengan ukuran 1mm² untuk diamati di mikroskop. Foto hasil pengamatan diolah menggunakan software pengolahan foto digital (Adobe Photoshop) untuk menandai setiap butir telur dan menghitungnya. Selanjutnya akan didapat jumlah telur per mm2. Tahap selanjutnya adalah melakukan penghitungan total jumlah telur dengan cara mengalikan total jumlah telur per mm2 dengan luasan masa telur. Rasio jumlah telur per gram bobot induk didapatkan dengan membandingkan jumlah telur dan bobot induk.

Penetasan Telur, Pemeliharaan, dan Perkembangan Larva Nudibranch

Wadah penetasan telur yang digunakan adalah akuarium berukuran 15 cm × cm 15 cm × 20 cm sebanyak 10 unit yang dilengkapi aerasi. Telur nudibranch terbungkus dalam selaput yang membentuk pita. Pita-pita yang berisi telur tersebut ditempelkan nudibranch pada substrat berupa kaca, spons, atau patahan karang dan membentuk lingkaran spiral mendatar. Selanjutnya kumpulan telur tersebut dipindahkan ke dalam wadah penetasan telur.

(21)

8

diberikan makanan berupa fitoplankton jenis nannocloropsis yang dikultur dalam akuarium berukuran 20 cm × 5 cm × 15 cm. Pemberian pakan larva dilakukan satu kali sehari dengan nannocloropsis yang telah dikultur. Dosis yang diberikan adalah 20 ml per akuarium pemeliharan larva.

Gambar 4 Wadah pemeliharaan larva nudibranch Phyllidiidae dengan sistem resirkulasi

Akuarium dalam (1) telah dilubangi pada bagian dasar. Sistem aliran sirkulasi berawal dari air pada akuarium filter dialirkan ke akuarium dalam (1). Selanjutnya air pada akuarium dalam (1) akan mengalir ke akuarium luar (2) setelah melewati pasir bali dan pasir malang (7). Selanjutnya air masuk ke saluran outlet (3) yang dilanjutkan kembali ke bak filter dan melewati bioball, patahan karang, serta pasir. Sistem ini bertujuan mencegah terjadinya perpindahan larva tetapi massa air dapat berpindah.

Pengamatan perkembangan telur dan larva dilakukan di bawah mikroskop di laboratorium Kesehatan Ikan Dep. BDP. Pengamatan yang dilakukan meliputi perkembangan embriologi, dan perubahan larva. Pengamatan dilakukan setelah pembuahan hingga telur menetas pukul 10.00-14.00 WIB (Gambar 5).

Gambar 5 Metode pengamatan perkembangan telur dan larva nudibranch Phyllidiidae

Pengamatan Parameter Kualitas Air

(22)

9

seminggu sekali selama pemeliharaan pada pagi hari pukul 08.00-09.00 WIB. Pengukuran pH, salinitas, DO, TAN, suhu, serta kekeruhan dilakukan seminggu sekali sebelum melakukan sampling.

Pengukuran suhu, DO, dan pH dilakukan langsung pada wadah pemeliharaan. Pengukuran salinitas dilakukan dengan cara mengambil satu setetes air pada wadah pemeliharaan untuk diamati pada refraktometer. Sementara untuk pengukuran TAN, serta kekeruhan dilakukan dengan cara mengambil sampel pada wadah pemeliharaan sebanyak 100 ml, untuk selanjutnya dilakukan pengukuran di laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan.

Tabel 1 Alat dan metode pengukuran kualitas air wadah pemeliharaan nudibranch Phyllidiidae

Data diolah dengan bantuan Microsoft Excel 2010 dan dianalisis secara deskriptif. Data yang diamati mencakup kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang harian, derajat perkawinan, derajat pemijahan, produksi telur, dan parameter kualitas air.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

(23)

10

Tabel 2 Keragaman jenis nudibranch Phyllidiidae pada 3 lokasi pengamatan berbeda.

Pengamatan hubungan kepadatan nudibranch yang berbeda dengan kelangsungan hidup selama seminggu masa adaptasi menunjukkan bahwa dengan kepadatan 32 ekor per 2 liter air kelangsungan hidup selama 7 hari awal sebesar 66% dan dengan kepadatan 21 ekor kelangsungan hidup mencapai 86% (Gambar 6).

Gambar 6 Tingkat kelangsungan hidup (TKH) nudibranch Phyllidiidae selama 7 hari masa adaptasi dengan kepadatan transportasi 32 ekor/ 2 liter dan 21 ekor/ 2 liter

Berdasarkan hasil pengamatan habitat nudibranch diduga bahwa karakteristik komponen dasar yang berbeda menunjukkan dominansi jenis nudibranch yang berbeda pula. Hal ini diduga karena ketersediaan makanan pada masing-masing lokasi yang berbeda, sehingga nudibranch yang mendominasipun berbeda-beda, hal ini diduga erat kaitannya dengan nudibranch yang yang bersifat stenophagus atau memiliki jenis makanan spesifik (Dionisio et al 2013). Sehingga masing-masing spesies nudibranch akan banyak hidup dan berkembang pada lokasi yang banyak tersedia makanannya.

Kelangsungan hidup selama masa adaptasi sangat erat kaitannya dengan tingkat stres yang terjadi sebelum proses adaptasi atau penanganan proses transportasi. Kelangsungan hidup nudibranch pada masa adaptasi dengan perlakuan kepadatan transportasi berbeda menunjukkan perbedaan yang cukup tinggi sebesar 20%. Kepadatan yang tinggi saat transportasi menyebabkan konsumsi oksigen lebih tinggi, pergesekan antar spesies meningkat yang mengakibatkan stres pada spesies nudibranch meningkat. Salah satu bentuk pertahanan nudibranch adalah dengan mengeluarkan lendir ketika berada dalam bahaya (Greenwood et al. 2004). Hal ini dibuktikan dengan lebih banyaknya

(24)

11

nudibranch yang mengeluarkan lendir pasca transportasi dengan kepadatan 32 ekor/ 2 liter dibandingkan dengan 21 ekor/ 2 liter. Pengamatan terhadap aktivitas nudibranch famili phyllididae selama adaptasi menunjukkan beberapa aktivitas diantaranya: nudibranch mengeluarkan lendir dari tubuhnya, spesies Phyllidia varicosa mengalami hilangnya warna kuning pada mantel, dan sebagian besar nudibranch muncul ke permukaan air. Angka kematian tinggi terjadi dari hari pertama hingga hari ke-4 masa adaptasi.

Penelitian Utama

Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)

Gambar 7 menunjukkan bahwa kelangsungan hidup nudibranch dari Phyllidiidae untuk perlakuan dengan spons adalah 100%, sedangkan perlakuan tanpa spons sebesar 94%. Nudibranch yang mati berasal dari akuarium perlakuan tanpa spons dengan spesies Phyllidiella pustulosa, nudibranch yang mati mengalami pemudaran warna serta tubuh melunak.

Gambar 7 Tingkat kelangsungan hidup (TKH) nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu pemeliharaan

Tahap pertama domestikasi menitikberatkan pada keberhasilan dalam menjaga kelangsungan hidup spesies pada wadah budidaya dalam jangka waktu tertentu. Kelangsungan hidup suatu biota sangat erat kaitannya dengan lingkungan, ketersediaan makanan, umur, penyakit, serta genetik. Kesesuaian lingkungan budidaya dengan lingkungan habitat spesies di alam menjadi penting. Semakin sesuai kondisi lingkungannya akan semakin baik bagi kelangsungan hidup biota. Persentase kelangsungan hidup yang tinggi dengan persentase >90% merupakan persentase yang sangat baik untuk biota yang baru di pindahkan dari alam ke wadah budidaya, artinya nudibranch mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Kemampuan nudibranch untuk menyesuaikan diri pada lingkungan budidaya ini tidak terlepas dari kualitas air dan ekosistem buatan yang diupayakan sesuai dengan lingkungan nudibranch di alam. Merujuk pada Kepmen LH 2004 tentang standar baku mutu air laut untuk biota laut menunjukkan bahwa kualitas air pada wadah budidaya (Tabel 4) seperti pH, TAN, suhu, DO, dan kekeruhan sangat sesuai dengan kebutuhan biota laut khususnya terumbu karang. Nudibranch yang mengalami kematian berjumlah satu ekor dan terjadi pada

(25)

12

minggu awal pemeliharaan. Nudibranch yang mati pada perlakuan tanpa spons ini diduga karena masih dalam kondisi stres sehingga tidak mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan budidaya.

Pertumbuhan Laju Pertumbuhan Harian (LPH)

Laju pertumbuhan nudibranch (Gambar 8) menunjukkan terjadi penurunan yang dimulai pada minggu ke-2 hingga minggu ke-4 pemeliharaan. Penurunan laju pertumbuhan mencapai 0,83 % untuk perlakuan dengan spons dan 0,76 % untuk perlakuan tanpa spons. Pada minggu pertama pemeliharaan, laju pertumbuhan sebesar 0,20 % untuk perlakuan dengan spons dan 0,48 % untuk perlakuan tanpa spons.

Gambar 8 Rata-rata laju pertumbuhan harian (LPH) nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu pemeliharaan

Pertumbuhan Bobot Harian (PBH)

Gambar 9 menunjukkan rata-rata laju pertumbuhan bobot harian selama empat minggu pemeliharaan adalah -0,03 gram untuk perlakuan dengan spons dan -0,02 gram untuk perlakuan tanpa spons. Penurunan laju pertumbuhan bobot harian terjadi sejak minggu ke-2 pemeliharaan hingga minggu ke-4 pemeliharaan.

(26)

13

Pertumbuhan Panjang Harian

Gambar 10 menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan panjang harian untuk masing masing perlakuan adalah 0,14 mm untuk perlakuan dengan spons dan 0,02 mm untuk perlakuan tanpa spons. Jika dilihat pertumbuhan panjang harian perminggu terlihat jelas bahwa pertumbuhan panjang harian nudibranch mengalami fluktuasi (Gambar 10).

Gambar 10 Pertumbuhan panjang harian (PPH) nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu pemeliharaan

Domestikasi tahap dua menitik beratkan pada aspek pertumbuhan nudibranch. Hasil pengamatan terhadap laju pertumbuhan harian serta pertumbuhan bobot harian menunjukkan penurunan. Terjadinya penurunan ini merupakan hal yang cukup relevan pada kondisi ini. Hal-hal yang diduga menyebabkan nudibranch tidak tumbuh diantaranya: 1) kebutuhan nutrisi nudibranch tidak terpenuhi dengan baik, mengingat bahwa sebagian besar nudibranch bersifat stenophagus atau makanan spesifik, sehingga kuat dugaan bahwa makanan yang diberikan berupa pakan cair dan artemia belum sesuai dengan kebutuhan nudibranch Phyllidiidae. 2) nudibranch yang dipelihara tidak berada dalam masa pertumbuhan, kuat dugaan bahwa nudibranch telah memasuki masa dewasa dan aktif melakukan reproduksi. Hal ini dibuktikan dengan Gambar 11 dan Gambar 13 yang menunjukkan aktifitas perkawinan dan pemijahan cukup tinggi. 3) terjadinya pengalihan energi, sebagian besar energi yang didapatkan dari makanan dimanfaatkan untuk aktivitas reproduksi berupa aktivitas perkawinan dan pemijahan.

Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan panjang harian menunjukkan terjadinya fluktuasi selama 4 minggu pemeliharaan dengan rata-rata pertumbuhan panjang harian yaitu 0,14 mm untuk perlakuan dengan spons dan 0,02 mm untuk perlakuan tanpa spons (Gambar 10). Hal ini diduga karena karakteristik tubuh nudibranch yang tidak memiliki tulang, sehingga dapat memanjang dan memendek. Kondisi ini berakibat pada hasil pengukuran panjang tubuh yang tidak selalu menunjukkan panjang optimum. Chavanich et al. 2010 mengemukakan bahwa sebagian besar nudibranch Phyllidiidae mendapatkan makanan dari spons. Pada perlakuan dengan spons Stylissa flabelliformis tidak menunjukkan adanya pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa spons. Hal ini menguatkan dugaan bahwa spons Stylissa flabelliformis bukan makanan ataupun

(27)

14

tempat mencari makan bagi spesies Phyllidia varicosa, Phyllidiella pustulosa dan P. nigra.

Reproduksi Derajat Perkawinan

Gambar 11 menunjukkan persentase perkawinan untuk perlakuan dengan spons sebesar 50%. Sementara untuk perlakuan tanpa spons sebesar 28%. Persentase perkawinan tertinggi terjadi pada minggu ke-3 yaitu 22% pada perlakuan dengan spons dan sebesar 11% pada perlakuan tanpa spons. Memasuki minggu ke-4 pemeliharaan persentase perkawinan nudibranch kembali menurun. Berdasarkan grafik yang terbentuk dapat dijelaskan bahwa pada minggu awal terjadi peningkatan persentase perkawinan hingga minggu ketiga dan kembali mengalami penurunan pada minggu terakhir.

Gambar 11 Derajat pekawinan nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu pemeliharaan

Berikut ini merupakan aktifitas perkawinan pada beberapa induk nudibranch yang dipelihara.

Gambar 12 Aktivitas perkawinan nudibranch Phyllidiidae. a dan b) spesies Phyllidia varicosa dengan ukuran yang cukup berbeda melakukan perkawinan, c) spesies phyllidiella pustulosa

(28)

15

Derajat Pemijahan

Persentase total pemijahan selama empat minggu pemeliharaan adalah 28% untuk perlakuan dengan spons dan tanpa spons (Gambar 13). pada minggu pertama pemeliharaan persentase pemijahan sebesar 11% untuk masing masing perlakuan, sedangkan pada minggu ke-3 persentase pemijahan sebesar 11% pada perlakuan tanpa spons dan tidak terjadi pemijahan pada perlakuan dengan spons. pemijahan yang terjadi pada minggu pertama merupakan hasil perkawinan yang dilakukan oleh induk nudibranch pada saat berada di alam.

Gambar 13 Derajat pemijahan nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu pemeliharaan

Pada proses pemijahan, nudibranch menempelkan telurnya pada beberapa media yang ditunjukkan pada Gambar 14 berikut.

Gambar 14 a) Phyllidia varicosa menempelkan telurnya pada spons, b) P. varicosa menempelkan telurnya pada kaca akuarium, c) P. varicosa menempelkan telur pada karang mati yang telah ditumbuhi alga saat pengamatan di alam

Produksi Telur

Hasil produksi telur yang berasal dari enam sampel telur ditampilkan dalam Tabel 3. Pengamatan terhadap jumlah telur dilakukan setelah induk nudibranch mengeluarkan telur di akuarium pemeliharaan.

(29)

16

Tabel 3 Produksi telur nudibranch Phyllidiidae pada perlakuan dengan spons dan tanpa spons

Berikut ini merupakan perkembangan sel telur nudibranch yang diamati dengan bantuan mikroskop (Gambar 15).

Gambar 15 Perkembangan telur dan larva nudibranch Phyllidiidae

(30)

17

Domestikasi tahap tiga menitik beratkan pada aspek perkembangbiakan atau reproduksi. Nudibranch merupakan hewan yang memiliki sistem alat kelamin ganda, namun setiap induk dewasa membutuhkan donor sperma dari induk lainnya untuk proses pembuahan (Beeman 1970 ). Nudibranch dapat menyimpan sperma dari donor dalam kantung penyimpanan sperma dan dimanfaatkan secara bertahap (Rivest 1984). Setelah melakukan perkawinan dengan satu induk, induk tersebut dapat melakukan perkawinan kembali dengan induk lain selang beberapa saat setelah proses perkawinan pertama berakhir (Ludwig dan Walsh 2008).

Berdasarkan hasil pengamatan pada penelitian pendahuluan diketahui bahwa nudibranch dari Phyllidiidae yang mulai melakukan perkawinan adalah pada saat ukuran panjang tubuh telah melebihi 3 cm. Tanda- tanda yang jelas berupa perubahan warna atau bentuk saat induk akan melakukan perkawinan tidak terlihat. Gianguzza et al. (2004) menyebutkan bahwa sebelum melakukan perkawinan beberapa nudibranch ada yang melakukan perkelahian terlebih dahulu untuk menentukan peran betina atau jantan, induk yang menang umumnya bertindak sebagai jantan dan yang kalah bertindak sebagai betina selain itu beberapa nudibranch juga menggunakan perbedaan ukuran untuk menentukan jenis kelamin saat kawin.

Pada nudibranch Phyllidiidae tidak tampak perkelahian sebelum melakukan perkawinan, pada prosesnya induk yang siap melakukan perkawinan akan bergerak mendekati calon pasangannya dan melakukan perkawinan. Secara umum proses perkawinan terjadi antara induk dengan ukuran yang berbeda. Meskipun pada akuarium yang sama terdapat beberapa nudibranch yang memiliki ukuran homogen, induk akan mencari pasangan dengan ukuran yang relatif berbeda. Hal ini diduga karena nudibranch Phyllidiidae memanfaatkan perbedaan ukuran dalam menentukan jenis kelamin pada saat kawin. Durasi proses perkawinan sangat beragam, ada yang berlangsung cepat (kurang dari 1 jam) namun ada juga yang lebih dari 24 jam. Alat kelamin (Reproductive opening) pada nudibranch dari famili Phylliidiidae terdapat pada sisi kanan dekat kepala (Lampiran 4).

Hasil pengamatan menunjukkan nudibranch membutuhkan tempat dengan permukaan yang cukup rata seperti kaca akuarium, permukaan spons atau keramik untuk melakukan proses perkawinan. Gambar 11 menunjukkan persentase perkawinan pada perlakuan dengan sponge sebesar 50%, dan perlakuan tanpa sponge sebesar 28%. Cukup tingginya persentase perkawinan nudibranch diduga karena keadaan lingkungan atau kualitas air yang mendukung. Sperma yang disimpan oleh induk akan dimanfaatkan untuk membuahi telur yang telah matang. Jangka waktu antara proses kawin dan bertelur pada nudibranch dari Phyllidiidae berbeda beda, bergantung pada tingkat kematangan telur yang ada pada induk. Gambar 13 menunjukkan sebanyak 11% induk memijah pada minggu pertama untuk masing masing perlakuan. Terjadinya pemijahan di minggu pertama ini diduga terjadi pada induk yang telah melakukan perkawinan saat diambil dari alam. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rivest (1984), bahwa nudibranch dapat menyimpan sperma dalam tubuhnya dan akan dimanfaatkan secara bertahap (saat telur telah matang).

(31)

18

alat kelamin (Reproductive opening) (Lampiran 10). Durasi penempelan telur oleh masing masing induk berbeda-beda, dipengaruhi oleh luasan massa telur atau jumlah telur yang di produksi oleh induk dan bobot induk. Permukaan yang tidak rata menyebabkan bentuk massa telur yang dibentuk oleh induk tidak beraturan, karena pergerakan memutar induk untuk membentuk lingkaran spiral tidak berlangsung dengan baik. Peran spons pada proses pemijahan adalah sebagai biota asosiasi nudibranch yang menjadikan spons sebagai tempat untuk menempelkan telur.

Jumlah telur yang dihasilkan oleh masing masing induk dalam luasan 1 mm² berkisar antara 122 hingga 172 butir, sedangkan jumlah telur tertinggi adalah 167.587 butir dengan luasan massa telur 1319,6 mm2 (Tabel 2). Berdasarkan 6 massa telur yang berhasil diamati diketahui bahwa rasio jumlah telur per gram induk adalah sebesar 12.500 butir. Mengacu pada Capo et al. (2002) beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan produksi telur yang bagus adalah, 1) parameter kualitas air dan nutrisi, 2) pasangan hewan berukuran homogen dapat meningkatkan jumlah embrio, 3) jumlah tebar induk antara 5 hingga 7 ekor per akuarium. Keberadaan spons Stylissa flabelliformis pada wadah budidaya tidak memberikan pengaruh terhadap hasil derajat perkawinan, derajat pemijahan, dan produksi telur. Namun keberadaan spons berperan sebagai tempat proses kawin dan memijahkan telur.

Perkembangan sel telur yang diamati pada mikroskop (Gambar 15) menunjukkan bahwa pada hari pertama telur masih terdiri dari satu sel, pada hari kedua nampak jelas sudah melakukan pembelahan menjadi 4 sel. Hari ke-3 hingga hari 5 nampak perkembangan pembelahan sel terus terjadi. Memasuki hari ke-6 mulai terjadi pementukkan organ organ tertentu hingga hari ke-8, selanjutnya telur telur tersebut akan menetas menjadi larva yang nampak pada hari ke-9. Menurut (Carrol dan Kempf 1990) nudibranch dapat melakukan metamorfosis dalam kapsul telur dan merangkak keluar sebagai juvenil (pengembangan langsung) dan ada juga yang melakukan metamorfosis setelah keluar dari kapsul telur. Pada Phyllidiidae metamorfosis dilakukan setelah embrio nudibranch keluar dari kapsul telur.

(32)

19

Kualitas Air

Pengamatan terhadap parameter kualitas air dilakukan sekali seminggu. Pengukuran dilakukan satu kali untuk masing-masing perlakuan. Pengukuran dilakukan sebelum pemberian pakan.

Tabel 4 Parameter kualitas air wadah pemeliharaan induk nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu pemeliharaan

Tabel 4 menunjukkan nilai pH berkisar Antara 7,72 - 7,84, TAN 0,04 mg/L - 0,23 mg/L, suhu 27,5 ºC – 28,07 ºC, DO 7,4 mg/L – 8,4 mg/L, salinitas 31 ppt – 35 ppt, dan kekeruhan 0,42 NTU – 0,99 NTU. Merujuk MNLH 2004 tentang standar baku mutu air laut untuk biota laut khususnya terumbu karang, parameter pH, TAN, suhu, DO serta kekeruhan pada wadah budidaya nudibranch berada dalam kisaran standar baku mutu untuk biota laut. Sementara untuk nilai salinitas Kriegstein et al 1974 mengungkapkan bahwa nudibranch umumnya memerlukan air laut pada salinitas 30 ppt – 35 ppt.

(33)

20

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Keberadaan spons Stylissa flabelliformis sebagai biota asosiasi pada wadah budidaya tidak memberikan pengaruh pada kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan reproduksi. Sistem resirkulasi dan ekosistem buatan yang diterapkan pada wadah pemeliharaan mampu mempertahankan kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan nudibranch.

Saran

Dari hasil penelitian ini maka disarankan;

1. Perlu dilakukannya sampling kualitas air pada habitat asal nudibranch,

2. Kepadatan saat transportasi sebaiknya tidak lebih dari 10 ekor/L, 3. Pemeliharaan terhadap nudibranch berukuran lebih kecil dan

seragam untuk mengetahui pertumbuhan nudibranch,

4. Jenis pakan yang digunakan disesuaikan dengan sifat dan cara makan nudibranch,

5. Penggunaan biota asosiasi lain serta modifikasi sistem budidaya untuk membentuk arus pada wadah budidaya, dan

(34)

21

DAFTAR PUSTAKA

Aiken RB. 2003. Some Aspects of the Life History of an Intertidal Population of the Nudibranch Dendronotus frondosus (Ascanius, 1774) (Opisthobranchia : Dendronotoidea) in the bay of fundy. Veliger 46(2):169-175.

Barsby T. 2006. Drug Discovery and Sea Hares: Bigger is better. Trends in Biotechnology. 24:1–3.

Beeman RD. 1970. The Anatomy and Functional Morphology of the Reproductive Sistem in the Opisthobranch Mollusk Phyllaplysia taylori Dall, 1900. 13:1–31.

Capo TR, Fieber LA, Stommes DL, Walsh PJ. 2002. The Effect of Stocking Density on Growth Rate and Maturation Time in Laboratory-Reared California Sea Hares. Contemporary Topics in Laboratory Animal Science. 41:18–23.

Capo TR, Bardales AT, Phillip R, Gillette A, Monica R, Lara A, Michael C, Schmale A, Joseph E, Serafy. 2009. Larval Growth, Development, and Survival of Laboratory-Reared Aplysia californica: Effects of Diet and Veliger Density. Comparative Biochemistry and Physiology. Part C. 149: 215–223.

Carroll DJ, Kempf SC. 1990. Laboratory Culture of the Aeolid Nudibranch Berghia verrucicornis (Mollusca, Opisthobranchia): Some Aspects of its Development and Life History. Development and Reproduction. 179: 243– 253.

Chavanich S, Harris LG, Viyakarn V. 2010. Nudibranch of Thailand. Biodiversity Research and Training Program (BRT). Bangkok.

Dionísio G, Rosa R, Leal MC, Cruz S, Brandao C, Calado G, Serodio J, Calado R. 2013. Beauties and Beasts: A Potrait of Sea Slugs Aquaculture. Aquaculture. 408-409: 1-14.

Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Gianguzza P, Badalamenti F, Jensen KR, Chemello R, Cannicci S, Riggio S. 2004. Body Size and Mating Strategies in the Simultaneous Hermaphrodite Oxynoe olivacea (Mollusca, Opistobranchia, Sacoglossa). Functional Ecology. 18:899-906.

Greenwood PG, Garry K, Hunter A, Jennings M. 2004. Adaptable Defense: A Nudibranch Mucus Inhibits Nematocyst Discharge and Changes With Prey Type. Ecology and Evolution. 206: 113-120.

Jörger KM, Stoger I, Kano Y, Fukuda H, Knebelsberger T, Schrodl M. 2010. On the Origin of Acochlidia and Other Enigmatic Euthyneuran Gastropods, with Implications for the Sistematics of Heterobranchia. BMC Evolutionary Biology. 10:323.

Kolb AK. 2001. The Reproductive Sistems of the Nudibranchi (Gastropoda, Opisthobranchia): Comparative Histology and Ultrastructure of the Nidamental Glands with Aspects of Functional Morphology. Zoology. 240: 119-136.

(35)

22

Kriegstein A, Castelluci V, Kandel E. 1974. Metamorphosis of Aplysia californica in Laboratory Culture. Proceedings of the National of sciences of USA. 71: 3654 – 3658.

Leal MC, Nunes C, Engrola S, Dinis MT, Calado R. 2012. Optimization of Monoclonal Production of The Glass Anemone Aiptasia pallida (Agassiz in Verrill, 1864). Aquaculture. 354: 91–96.

Ludwig AN, Walsh PJ. 2008. Multiple Mating, Sperm Storage, and Mating Preference in Aplysia californica. Development and Reproduction. 215: 265–271.

[MNLH] Mentri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No: 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air laut. Jakarta.

Olivotto I, Planas M, Simões N, Holt GJ, Calado R. 2011. Advances in breeding and Rearing Marine Ornamentals. Journal of the World Aquaculture Society. 42:135–166

Peretz B, Adkins L. 1982. An Index of Age When Birthdate is Unknown in Aplysia californica: Shell Size and Growth in long-term Maricultured Animals. Marine Biology. 162: 333–344

Rivest BR. 1984. Copulation by Hypodermic Injection in The Nudibranchs Palio zosterae and P. dubia (Gastropoda, Opisthobranchia). Development and Reproduction. 167: 543–554

Romimharto K, Juwana S. 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta. P:115– 128.

(36)

23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Spesies nudibranch dari famili Phylliidiidae yang di amati, a) Phyllidia varicosa Lamarck (1801), b) Phyllidiella nigra Van Hasselt (1824), dan c) Phyllidiella pustulosa (Cuvier 1804).

Lampiran 2 Kotak stainlessteel pengumpul nudibranch Phyllidiidae pada saat pengambilan di alam

(37)

24

Lampiran 4 Anatomi organ reproduksi Phylliidia varicosa

(38)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Koto Nan Tuo Barulak, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat pada tanggal 15 Februari 1991sebagai putra bungsu dari pasangan Ilyas dan Darosma. Penulis menjalani pendidikan menengah atas di SMA N 31 Jakarta Timur tahun 2006 – 2009, diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN pada Juli 2009 pada departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi Anggota, Mentor dan Pengurus di Fisheries Diving Club IPB sejak Oktober 2009 hingga lulus. Penulis pernah menjadi tim pengambil data terumbu karang pada kegiatan Ekspedisi Zooxanthellae XI FDC-IPB di Kayoa Guraichi, Halmahera Selatan pada 2011. Menjadi ketua Ekspedisi Zooxanthellae XII FDC-IPB di Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Sambas, Kalimantan Barat tahun 2012.

Penulis juga aktif pada kegiatan pengamatan kondisi terumbu karang di beberapa lokasi di indonesia. Penulis pernah melakukan serangkaian survey kelautan yakni: a) Survei terumbu karang di Teluk Jemeluk, Karang Asem, Bali tahun 2011 bersama BRPSI, b) survey terumbu karang perairan Batang, Jawa Tengah 2013 bersama GREENPEACE, c) survey lokasi transplantasi dan Fish Shelter di Kep. Seribu Jakarta 2012 – 2013, d) survey terumbu karang di Anambas, Kepri 2013 bersama Badan Informasi Geospasial (BIG), e) survey terumbu karang di Bahadopi, Sulawesi Tengah dan kesehatan karang di Kolaka, Sulawesi Tenggara bersama HATFIELD INDONESIA tahun 2013.

Gambar

Gambar 2 Sistem resirkulasi pada wadah pemeliharaan nudibranch Phyllidiidae
Gambar 3 Metode penghitungan telur nudibranch Phyllidiidae
Gambar 4 Wadah pemeliharaan larva nudibranch Phyllidiidae dengan sistem
Tabel  2 Keragaman jenis nudibranch Phyllidiidae pada 3 lokasi pengamatan berbeda.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil simulasi dengan menggunakan metode optimasi E-shaped, nilai-nilai parameter dari antena yang dirancang sudah sesuai dengan spesifikasi maka dapat dilanjutkan

Dalam animasi Saiki Kusuo no Psinan telah ditemukan 15 data kemudian data dari tuturan-tuturan tokoh yang mengandung pelanggaran prinsip kerja sama dan memberikan efek

Tarimiat aents unuimiata juarmanumn irutkamunam tura unuimiatainiam “Isabek Wampash, MOSEIBjai takakmaki winiají, tarímiat aentsu matsamtairi, unuimiamunam uchi nua tura

Dalam rekayasa video digital, analisis histogram dapat dilakukan dengan menghitung metrik nilai histogram, yang digunakan untuk membandingkan nilai histogram pada video

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil komoditas hortikultura unggulan Provinsi Sumatera Utara mencakup jeruk, kubis, kentang, dan anggrek pada daerah

Berdasarkan wawancara terhadap 6 staf operasional yang terdiri atas 2 kitchen, 2 service dan 2 greeter dapat diperoleh informasi bahwa 5 orang (83,4%) pegawai

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara coping stress dengan intensi membeli produk fashion pada siswi SMAN

Frey dan Carlock (dalam Ghufron & Risnawita, 2011) berpendapat bahwa individu yang memiliki self esteem yang tinggi mempunyai ciri-ciri diantaranya, mampu