• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Model of Relationship Eucalyptus pellita Production with Land Characteristics as Formulation Basic Land Suitability Criteria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Model of Relationship Eucalyptus pellita Production with Land Characteristics as Formulation Basic Land Suitability Criteria"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KETERKAITAN PRODUKSI

EUCALYPTUS PELLITA

DENGAN KARAKTERISTIK LAHAN SEBAGAI DASAR

PENYUSUNAN KRITERIA KESESUAIAN LAHAN

DESI NADALIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan Karakteristik Lahan sebagai Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

DESI NADALIA. Model Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan Karakteristik Lahan sebagai Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI, BUDI NUGROHO dan SRI DJUNIWATI.

Eucalyptus pellita merupakan jenis tanaman cepat tumbuh yang berpotensi besar dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Terdapat kesalahan persepsi dari para praktisi perusahaan HTI yang menyatakan bahwa tanaman HTI seperti E. pellita merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan tempat tumbuh atau tanah yang subur, sedangkan hasil-hasil penelitian menunjukkan ada korelasi pertumbuhan tanaman E. pellita dengan pemupukan dan sifat tanah. Pemahaman tersebut menyebabkan pertumbuhan E. pellita tidak optimal disertai dengan tingkat produktivitas (volume kayu) yang rendah.

Tujuan penelitian ini yaitu membuat model hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman E. pellita, menentukan kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman E. pellita, dan menyusun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang dihubungkan dengan produksi tanaman.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei eksplorasi. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan primer. Pengumpulan data sekunder berasal dari 5 distrik yaitu Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, dan Duri I, sedangkan pengambilan data primer dilakukan pada distrik Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, dan Duri II di PT. Arara Abadi, Riau. Jenis data sekunder dan primer yang dikumpulkan berupa data karakteristik lahan dan produktivitas tanaman. Data sekunder digunakan untuk penyusunan model hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman serta penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita, sedangkan data primer digunakan untuk uji validasi. Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman menggunakan analisis regresi berganda metode stepwise, dan analisis diskriminan digunakan untuk mengetahui kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman. Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita menggunakan metode garis batas (Boudary Line Method). Analisis statistik menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17.0. Selanjutnya, dilakukan uji validasi untuk menilai kriteria kesesuaian lahan yang dihasilkan dengan kriteria produksinya.

Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise menunjukkan bahwa karakteristik lahan yang berpengaruh nyata dengan korelasi negatif terhadap produksi tanaman E. pellita yaitu K-dd, Mg-dd, P-total, lereng, dan Al-dd, sedangkan KB, N-total, dan liat berpengaruh nyata dengan korelasi positif. Berdasarkan analisis diskriminan, karakteristik lahan yang berkontribusi tinggi terhadap kelas produksi tanaman E. pellita yaitu K-dd, KTK, Al-dd, dan Mg-dd.

(5)

seluruh sampel yang diujicobakan berdasarkan kriteria kesesuaian lahannya valid atau sesuai dengan tingkat produksi yang diharapkan.

(6)

SUMMARY

DESI NADALIA. The Model of Relationship Eucalyptus pellita Production with Land Characteristics as Formulation Basic Land Suitability Criteria. Supervised by ATANG SUTANDI, BUDI NUGROHO and SRI DJUNIWATI.

Eucalyptus pellita is a fast growing plant that has great potential in the development of industrial timber estates. There persists notion, that the spesies is capable growth in degraded land and minimum silviculture input, as a result forestry plantation in some areas obtain the low productivity. On the other hand, some research suggested that E. pellita responses on soil characteristics and nutrient input.

The objective of this study was to create the relationship model of the land characteristics with plant production of E. pellita, determine the contribution of land characteristics to plant production classes of E. pellita, and establish the criteria of land suitability for E. pellita associated with the plant production.

The method in this research was exploration survey. This study used secondary and primary data. Collection of secondary data derived from the 5 districts namely Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, and Duri I, while the primary data collection was done at the Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, and Duri II district at PT. Arara Abadi, Riau. Types of secondary and primary data were collected such as land characteristics and plant productivity. Secondary data were used for the formulation of the relationship model between land characteristics and plant production, and the formulation of land suitability criteria for E. pellita, while the primary data were used for the validation test. The data were analyzed with stepwise regression, discriminant analysis, and boundary line method. SPSS software version 17.0 was used for statistical analysis. Then, validation test for assessing of land suitability criteria based production classes.

The results of multiple linear regression analysis with stepwise method showed that land characteristics were significantly to the E. pellita productivity with negative correlation namely exchangeable K, Mg, Al, total P, and slope, while base saturation, total N, and clay content were significantly with positive correlation. Based on discriminant analysis, land characteristics that high contributed to plant production classes were exchangeable K, Al, and Mg, and cation exchange capacity (CEC).

The optimum land characteristics to support maximum productivity of E. pellita were sandy clay loam, sandy clay, or loamy sand soil texture, pH 4.0 - 4.7, base saturation > 7.51%, organic C > 1.10%, Al saturation < 37%, total N > 0.08%, available P > 4.7 ppm, exchangeable K > 0.03 cmol (+) kg-1, and a slope < 18%. Then, the criteria were validation on the field and suggested that the land suitability criteria about 70% valid correctly. This means that as many as 70% of all samples were tested based on the land suitability criteria of valid with the expected production levels.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Tanah

MODEL KETERKAITAN PRODUKSI

EUCALYPTUS PELLITA

DENGAN KARAKTERISTIK LAHAN SEBAGAI DASAR

PENYUSUNAN KRITERIA KESESUAIAN LAHAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Judul Tesis : Model Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan Karakteristik Lahan sebagai Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan

Nama : Desi Nadalia

NIM : A151100011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ir Atang Sutandi, MSi, PhD Ketua Komisi

Dr Ir Budi Nugroho, MSi Anggota

Dr Ir Sri Djuniwati, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Tanah

Ir Atang Sutandi, MSi, PhD

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah keterkaitan produksi tanaman dengan karakteristik lahan, dengan judul Model Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan Karakteristik Lahan sebagai Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Atang Sutandi, MSi, PhD., Dr Ir Budi Nugroho, MSi., dan Ibu Dr Ir Sri Djuniwati, MSc. selaku pembimbing, yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis saya sampaikan kepada Bapak Rianto Marolop dari PT. ARARA ABADI beserta seluruh staf R&D PT. ARARA ABADI, yang telah membantu selama pengumpulan data, pengamatan, dan pengambilan sampel tanah di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, ayah, ibu serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pemikiran 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Sekilas Tentang Tanaman Eucalyptus pellita 4

Hutan Tanaman Industri 5

Evaluasi Kesesuaian Lahan 6

Metode Boundary Line dalam Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan 7

3 METODE 9

Tempat dan Waktu 9

Bahan dan Alat 9

Prosedur Penelitian 9

Pengumpulan data sekunder 9

Pengumpulan data primer 10

Analisis Data 12

Peneraan umur 12

Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman 13 Kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi 13 Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita 13

Uji validasi 13

4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 14

Sejarah Singkat PT. Arara Abadi 14

Letak Wilayah Penelitian 15

Jenis Tanah 18

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Karakteristik Tanah yang Terkait dengan Produksi Tanaman E. pellita 20

Peneraan Produksi Berdasarkan Umur Tanaman 23

Model Hubungan antara Karakteristik Lahan dan Produksi Tanaman 23 Kontribusi Karakteristik Lahan terhadap Kelas Produksi Tanaman 26

Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan 29

Hubungan produksi dengan media perakaran 29

(14)

Hubungan produksi dengan toksisitas 33

Hubungan produksi dengan hara tersedia 33

Hubungan produksi dengan kondisi terrain 35

Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus pellita 36

Hasil Uji Validasi 37

6 SIMPULAN DAN SARAN 39

Simpulan 39

Saran 39

UCAPAN TERIMA KASIH 39

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 43

(15)

DAFTAR TABEL

1. Data-data sekunder yang dikumpulkan 10

2. Analisis laboratorium sifat fisik dan kimia tanah 11

3. Penyebaran areal konsesi PT. Arara Abadi 14

4. Sebaran jenis tanah di lokasi penelitian 18

5. Gambaran tekstur, pH H2O, dan kejenuhan Al secara umum di lokasi

penelitian 20

6. Rata-rata dan kisaran kadar C-organik, N-total, dan P-tersedia di

lokasi penelitian 21

7. Rata-rata dan kisaran nilai kation basa-basa dapat ditukar 22 8. Rata-rata dan kisaran KTK dan KB secara umum di lokasi penelitian 22 9. Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise hubungan

antara karakteristik lahan dan produksi tanaman E. pellita 24 10. Uji beda 3 nilai tengah dalam kelas produksi sangat baik, baik,

sedang, dan buruk 26

11. Hasil uji nyata fungsi sebaran linier 26

12. Struktur matrik 27

13. Hasil prediksi ketepatan kelas produksi berdasarkan karakteristik

lahan 28

14. Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan kondisi perakaran untuk

tanaman E. pellita 31

15. Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan sifat retensi hara untuk

tanaman E. pellita 33

16. Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan ketersediaan hara untuk

tanaman E. pellita 35

17. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita 36 18. Hasil uji validasi kriteria kesesuaian lahan untuk pengembangan

tanaman E. pellita 38

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan Kerangka pemikiran penelitian 3

2. Perbandingan pasokan bahan baku dari HTI dan hutan alam untuk

industri pulp di Indonesia 5

3. Diagram sebar (scatter diagram) hubungan antara produksi dan

kadar hara 7

4. Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh berbagai

faktor pembatas 8

5. Lokasi penelitian di wilayah PT. Arara Abadi, Riau 17 6. Grafik hubungan umur tanaman dengan produksi aktual (a) dan

produksi teraan (b) 23

7. Hubungan produksi relatif dengan fraksi pasir dan liat 30 8. Hubungan produksi relatif dengan pH tanah, C-organik, dan

kejenuhan basa (KB) 32

(16)

11. Hubungan produksi relatif dengan kemiringan lereng 36

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil analisis laboratorium dan kemiringan lereng di lokasi

penelitian 43

2. Hasil analisis regresi berganda metode stepwise dari hubungan karakteristik lahan dengan produksi (volume kayu) teraan 44 3. Biaya pembangunan hutan tanaman industri untuk tanaman E.

pellita di PT. Arara Abadi, Riau 46

4. Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus grandis

(17)

43

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini, telah terjadi penurunan kualitas hutan tropis dunia akibat peningkatan produk kayu dari hutan tropis. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan rusaknya hutan tropis dunia. Salah satu peranan hutan tropis adalah mengurangi terjadinya pemanasan global bumi dan terbukanya lapisan ozon. Pada dekade tahun 1990-an muncul beberapa pernyataan dari negara-negara di Eropa dan Amerika yang digambarkan sebagai kampanye anti kayu tropis. Indonesia sebagai pemasok kayu tropis terbesar di pasaran internasional telah bertekad untuk rnengelola hutan secara lestari, yaitu dengan membangun Hutan Tanaman Industri (HTI) yang menerapkan eco-labeling. Eco-labeling diartikan sebagai pemberian label pada suatu produk, yang dalam proses produksinya telah memenuhi suatu standar pelestarian lingkungan (Suratmo 2000). Hal ini dikarenakan tingkat kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Dengan demikian, manajemen hutan secara lestari (sustainable forest management) harus segera diterapkan dan sertifikasi ekolabel sudah menjadi keniscayaan global di dalam perdagangan internasional (Salim dan Dradjad 2000).

Manfaat positif pada aspek lingkungan pembangunan HTI yaitu meningkatkan produktivitas dan kualitas hutan jika HTI dibangun pada lahan yang tidak produktif (tanah kosong, padang alang-alang atau lahan kritis lainnya). Kaitannya dengan pemanasan global, komponen ekosistem utama di bumi yang dapat menyerap CO2 cukup tinggi dan menghasilkan O2 adalah hutan yang

ditanami tanaman cepat tumbuh. Pemilihan jenis tanaman untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman dapat disesuaikan dengan peruntukannya, seperti untuk kayu pertukangan, bahan baku pulp, dan lain-lain. Jenis tanaman yang banyak dikembangkan untuk hutan tanaman industri adalah jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species), salah satunya adalah Eucalyptus pellita (Suhartati 2007).

Eucalyptus pellita (E. pellita) merupakan salah satu jenis tanaman dari marga Eucalyptus yang mempunyai pertumbuhan yang cepat untuk program industri pulp (Harwood 1998). Sebaran alami jenis tanaman ini terdapat di Australia. Pengembangan jenis ini sebagai tanaman HTI terdapat di Kalimantan dan Sumatera yang telah menunjukkan pertumbuhan yang baik dari bentuk batang (batang tunggal, lurus, bebas cabang tinggi), kecepatan tumbuh, kualitas kayu, kemampuan bertunas, dan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit. Tanaman E. pellita pada umur 4.5 tahun dapat mencapai tinggi lebih dari 19 m dengan diameter lebih dari 14 cm, sedangkan pada umur 6 tahun tinggi lebih dari 20 m dan diameter lebih dari 16 cm. Hasil analisis kayu rata-rata menunjukkan nilai berat jenis kayu sebesar 0.55-0.68 g cm-3 dan panjang serat 0.75-1.08 mm (Leksono 2001). Hasil penelitian Alrasyid (1984) menyatakan bahwa riap volume rata-rata ± 30-40 m3 ha-1tahun-1.

(18)

2

pemupukan dan sifat tanah (Goncalves et al. 2004; Whitehead dan Beadle 2004; Bristow et al. 2005; Bristow et al. 2006; Graciano et al. 2006; Pinheiro dan Anjos 2010). Pemahaman tersebut menyebabkan pertumbuhan E. pellita pada HTI tidak optimal disertai dengan tingkat produktivitas (volume kayu) yang rendah. Hal ini karena adanya keterkaitan yang erat antara karakteristik lahan dengan produksi tanaman. Kondisi tersebut mendorong perlunya membuat model hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi tanaman serta mengembangkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita agar dapat menciptakan hutan secara lestari.

Perumusan Masalah

Para praktisi perusahaan HTI menganggap bahwa E. pellita merupakan jenis tanaman yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tempat tumbuh. Namun, pemahaman pemanfaatan lahan yang kurang subur selama ini tidak didasari dengan pengetahuan tentang ketersediaan lahan yang cocok dan pengelolaan yang dilakukan tidak memperhatikan karakteristik lahan setiap lokasi, sehingga menjadi suatu permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan tanaman ini di Indonesia, khususnya di PT. Arara Abadi, Riau. Produktivitas tanaman E. pellita merupakan interaksi antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman untuk menghasilkan produksi yang optimal. Oleh karena itu, terlebih dahulu diperlukan adanya evaluasi kesesuaian lahan.

Kriteria-kriteria kesesuaian lahan yang ada pada umumnya masih berdasarkan perkiraan sifat lahan secara relatif dan belum dikaitkan dengan perkiraan produksi yang diperoleh. Untuk memperoleh potensi produksi yang ingin dicapai, maka kriteria kesesuaian lahan harus dibangun dengan pendekatan produksi tanaman E. pellita. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang dikaitkan dengan produksi, sehingga dapat diketahui faktor-faktor karakteristik lahan yang menentukan produksi tanaman.

Tujuan Penelitian

1. Membuat model hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman E. pellita.

2. Menentukan kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman E. pellita.

3. Menyusun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang dihubungkan dengan produksi tanaman.

Manfaat Penelitian

1. Kriteria kesesuaian lahan dan mengetahui faktor pembatas yang menentukan produksi tanaman.

(19)

3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini berasal dari pemikiran bahwa E. pellita merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dikembangkan untuk HTI dan mempunyai potensi yang tinggi dalam program industri pulp di PT. Arara Abadi, Riau. Saat ini HTI tersebut belum memiliki kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang dihubungkan dengan produksi tanaman. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mencoba membangun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang dikaitkan dengan produksi tanaman, agar memperoleh gambaran produksi yang diharapkan. Bagan kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian

Pengumpulan data sekunder

Aspek biofisik dan lingkungan - Kualitas lahan

- Fisiografi

Aspek tanaman -volume kayu

Penyusunan kriteria kesesuaian lahan (Boundary Line Method)

-Model hubungan karakteristik

lahan dengan produksi (Analisis Regresi Berganda)

Kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi

(Analisis Diskriminan)

Kriteria Kesesuaian Lahan Eucalyptus pellita

Validasi Pengambilan data primer:

(20)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sekilas Tentang Tanaman Eucalyptus pellita

Jenis Eucalyptus pellita (E. pellita) yang termasuk famili Myrtaceae adalah salah satu jenis prioritas untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) karena sifatnya yang mudah menyesuaikan diri dan kayunya dapat digunakan untuk bahan baku pulp. Ada lebih dari 700 varietas pohon Eucalyptus, sebagian besar berasal dari Australia. Sebuah pohon yang baik secara komersial harus mencakup pertumbuhan yang cepat, batang lurus dengan percabangan terbatas, dan kualitas kayu yang layak untuk penggunaan tertentu. Spesies tanaman juga harus toleran terhadap berbagai kondisi tanah dan lokasi, dan tahan terhadap hama dan penyakit. E. pellita memenuhi semua kriteria tersebut karena telah terbukti sangat baik untuk upaya reboisasi di tempat-tempat dengan curah hujan tinggi, musim kering yang berbeda dan kondisi tanah yang buruk (Dombro 2010). Hasil penelitian Suprapti dan Krisdianto (2006) menunjukkan bahwa kayu Acacia aulacocarpa dan E. pellita termasuk kelompok kayu agak tahan dan kayu Acacia auriculiformis dan Acacia crassicarpa termasuk kelompok kayu tidak tahan terhadap jamur perusak kayu. Hardiyanto (2003) juga menyebutkan bahwa tanaman E. pellita lebih resisten terhadap penyakit daun dibandingkan dengan spesies Eucalyptus yang lain yang tumbuh di daerah tropis.

Menurut Hopewell et al. (2008) E. pellita tumbuh secara alami di Australia yang tersebar di sepanjang pantai dari selatan New South Wales utara ke Gladstone dan dari utara Townsville ke Semenanjung Cape York, Papua Nugini dan Indonesia (Papua) yaitu pada ketinggian tempat hingga di atas 800 m dari permukaan laut dengan curah hujan 900-2,400 mm tahun-1 dan iklim kering yang jelas. E. pellita siap dipanen setelah 8 tahun (ketika pohon mencapai 35 m tingginya) untuk industri pulp dan kertas dan setelah 10 tahun untuk industri kayu.

E. pellita mempunyai batang bulat lurus, tidak berbanir, kurang bercabang dan tingginya dapat mencapai lebih dari 47 m dengan diameter 2 m. Kayu gubalnya berwarna coklat kemerah-merahan sampai coklat merah, mudah dibelah, sedikit bergetah, kulitnya sangat kuat dan sedikit berserat. Tajuk tanaman menyerupai kerucut sampai lonjong. Pada waktu muda tanaman mempunyai daun majemuk ganda dan setelah dewasa muncul daun semu tunggal. Lebar daun bagian tengah antara 4 - 10 cm dengan panjang antara 10 - 26 cm (Khaerudin 1994; FAO 1979).

Menurut Alrasyid (1984) tanaman E. pellita cocok digunakan sebagai bahan baku pulp dan rayon karena mempunyai karakteristik cepat tumbuh dengan riap volume rata-rata ± 30-40 m3ha-1tahun-1. Apabila dikelola dengan baik dapat memiliki tingkat produksi lebih dari 50 atau bahkan 60 m3ha-1tahun-1 (Dombro 2010).

(21)

5 B (Schmidt dan Ferguson), curah hujan rata-rata tahunan di atas 2000 mm (Herawatiningsih 2001).

Hutan Tanaman Industri

Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Pada awalnya pasokan bahan baku industri pulp seluruhnya berasal dari hutan alam. Seiring dengan dimulainya pembangunan hutan tanaman yang tujuan awalnya untuk merehabilitasi kawasan hutan yang kritis, peran hutan tanaman kemudian diarahkan sebagai pemasok bahan baku industri kehutanan untuk menggantikan peran hutan alam. Perlunya pembangunan HTI dikarenakan adanya kecenderungan penurunan kualitas hutan alam dan penurunan produksi kayu dari hutan alam karena belum berhasilnya rehabilitasi areal bekas tebangan hutan alam, penebangan liar, perladangan berpindah, dan kebakaran hutan.

Gambar 2 terlihat bahwa trend penggunaan bahan baku dari hutan alam semakin menurun sepanjang 2003-2008 dari 81 % di tahun 2003 menurun menjadi 23 % di tahun 2008 atau rata-rata 54 % per tahun (IWGFF 2010).

Pengelolaan HTI yang produktivitasnya dapat diterima secara ekonomis hanya dapat dilakukan secara berkelanjutan di lahan-lahan yang memiliki kondisi iklim dan tanah yang sesuai. Produktivitas hutan tanaman tergantung sepenuhnya pada kualitas lahan. Pada dasarnya pembangunan HTI membutuhkan investasi awal yang tinggi, maka pemilihan lahan harus dilakukan dengan cermat.

Pembangunan HTI berkembang dengan cepat di negara-negara beriklim tropis. Hal ini dikarenakan pasokan kayu dari hutan alam semakin menurun sehingga mendorong pembangunan HTI untuk program industri pengolahan kayu

Gambar 2 Perbandingan pasokan bahan baku dari HTI dan hutan alam untuk industri pulp di Indonesia

m

3

(22)

6

khususnya pulp dan kertas. Pengelolaan jenis tanaman cepat tumbuh dengan baik dapat memberikan produktivitas yang tinggi sehingga HTI mempunyai peranan yang penting di dalam sektor kehutanan di daerah tropis (Mackensen 2000).

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Penilaian kesesuaian lahan adalah bagian evaluasi lahan, berupa proses penilaian potensi atau kelas kesesuaian lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk tipe penggunaan lahan yang diterapkan dengan karakteristik atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan (FAO 1976).

Karakteristik lahan didefinisikan sebagai suatu atribut lahan yang dapat diukur dan diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan, misalnya iklim, drainase, lereng, sifat fisik tanah terdiri dari tekstur, batuan, dan kedalaman efektif, dan karakteristik kesuburan tanah yaitu KTK, pH, N-total, P-tersedia, dan K-tersedia. Kualitas lahan adalah sifat lahan yang berpengaruh langsung terhadap penggunaan lahan di suatu wilayah, diantaranya rejim temperatur, ketersediaan air, kondisi perakaran, retensi hara, ketersediaan hara, dan terrain. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO 1976). Kualitas lahan dapat berperan positif dan negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berpengaruh positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif bersifat merugikan, sehingga menjadi faktor penghambat atau pembatas bagi suatu penggunaan lahan tertentu. Setiap kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih jenis penggunaan lahan.

Pemilihan kualitas dan karakteristik lahan yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi lahan yang lebih spesifik untuk komoditas tertentu perlu dipilih kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan tujuan evaluasi dan ketersediaan data di suatu wilayah. FAO (1983) secara umum telah menginventarisasi sejumlah 25 kualitas lahan beserta karakteristik lahannya.

FAO (1976) memperkenalkan sistem klasifikasi kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan lahan yang spesifik. Dalam sistem ini, klasifikasi kesesuaian lahan dibagi ke dalam ordo sesuai (S) dan tidak sesuai (N). Ordo S dibagi lagi menjadi sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marjinal (S3). Sistem tersebut banyak dikembangkan di Indonesia, khususnya sektor pertanian dan kehutanan.

Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman (Ritung et al. 2007). Dengan demikian, semua pendekatan tersebut memerlukan sebuah kriteria yang akurat agar dapat mengklasifikasikan karakteristik lahan dalam mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

(23)

7 yang tidak sesuai dengan kemampuannya selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan dan lingkungannya, juga dapat menimbulkan masalah kemiskinan, dan masalah-masalah ekonomi lainnya (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Kriteria kesesuaian lahan disusun berdasarkan tujuan evaluasi dan persyaratan penggunaan lahan dari suatu tipe penggunaan lahan tertentu yang dihubungkan dengan kualitas lahan. Kriteria kesesuaian lahan digunakan untuk menilai atau memprediksi potensi atau kelas kesesuaian lahan dari wilayah yang bersangkutan. Setiap tipe penggunaan lahan memerlukan persyaratan penggunaan lahan yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Kriteria kesesuaian lahan yang ada masih bersifat umum dan disusun berdasarkan pengalaman empiris yang belum dikorelasikan dengan produksi tanamannya. Hal ini diperlukan agar dapat memberikan gambaran potensi produksi yang akan dicapai bila pengembangan dilakukan. Berlakunya kriteria kesesuaian lahan, harus dilanjutkan dengan validasi untuk melakukan generalisasi penggunaan kriteria. Setelah sebuah kriteria kesesuaian lahan sudah diyakini validasinya, maka kriteria tersebut dapat diterapkan.

Metode Boundary Line dalam Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan

Metode boundary line merupakan salah satu metode untuk menentukan produktivitas suatu komoditas. Tahap pertama untuk melakukan evaluasi menggunakan metode Boundary line ini adalah pembuatan sebuah nilai standar atau norm. Satu set data yang menggambarkan hubungan antara produksi dengan kadar hara atau karakteristik lahan diplot ke dalam diagram sebar (Walworth et al. 1986) seperti pada Gambar 3.

Kelompok produksi tinggi merupakan cerminan dari kondisi yang optimal, yang faktor pembatasnya sudah banyak berkurang dibanding pada kelompok produksi rendah. Pembagian kelompok produksi tinggi dan rendah dibatasi oleh suatu sekat produksi.

(24)

8

Berdasarkan gambar tersebut semakin tinggi produksi, sebaran kadar hara semakin menyempit. Dengan kata lain semakin tinggi kadar hara, produksi semakin tinggi sampai tingkat tertentu, kemudian produksi turun kembali dengan semakin tingginya kadar hara. Penggambaran seperti ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis kemungkinan perolehan produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan yang dapat ditentukan (Walworth et al. 1986).

Tingkat produksi yang rendah pada diagram tersebut di atas, tidak saja dipengaruhi oleh kadar hara yang sedang dievaluasi tetapi oleh sejumlah n faktor pembatas (Sumner dan Farina 1986) seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4. Apabila salah satu faktor pembatas dikoreksi, maka produksi akan naik. Akan tetapi, masih tetap dipengaruhi oleh sejumlah n-1 faktor pembatas. Semakin banyak faktor pembatas yang dikoreksi, produksi semakin meningkat. Sementara itu, kedua garis batas tetap terbuka hingga mencapai potensi produksi. Hal ini mirip dengan berlakunya hukum minimum J.V. Liebig. Dengan demikian, garis paling atas akan merepresentasikan batas pada kondisi produksi aktual yang dibatasi oleh variabel yang diplot pada absis.

Puncak (peak) observasi menunjukkan nilai optimal bagi kombinasi produksi dengan faktor yang diplot pada absis. Sebaliknya garis paling bawah merepresentasikan respon produksi pada kondisi yang paling tidak optimal. Perpotongan garis batas dengan sekat produksi kelas kesesuaian lahan dan proyeksi titik potong tersebut pada sumbu x (karakteristik lahan) maka dapat diperoleh kriteria kesesuaian lahan (Sutandi dan Barus 2007).

Pendekatan garis batas memiliki keunggulan dibandingkan pendekatan lain yang memiliki bias yang cukup besar pada produksi tinggi. Data produksi tanaman yang tersedia harus dihubungkan dengan karakteristik lain, khususnya kondisi lingkungan tumbuh. Mengingat bahwa kawasan HTI memiliki variasi dalam tanah dan pengelolaan lahan. (Poovarodom and Chatupote 2002).

(25)

9

3

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini berlangsung selama 5 bulan mulai dari Desember 2012 sampai dengan April 2013, meliputi pengumpulan data sekunder yang berasal dari 5 distrik yaitu Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, dan Duri I di PT. Arara Abadi, Riau, dan pengambilan data primer di 4 distrik yaitu Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, dan Duri II di PT. Arara Abadi, Riau. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan pendukung penelitian terdiri atas sampel tanah di lokasi penelitian (Distrik Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, dan Duri II), dan data-data sekunder berupa data-data karakteristik lahan dan produksi tanaman E. pellita. Tanah di lokasi yang diamati pada penelitian ini ditanami oleh tanaman E. pellita klon EP 05 dan EP 077.

Peralatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) peralatan untuk validasi di lapangan yaitu bor tanah, buku Munsell Soil Color Chart, GPS (Global Positioning System), meteran, alat pengukur diameter dan tinggi tanaman, serta beberapa kelengkapan lainnya, dan (2) alat-alat untuk keperluan analisis di laboratorium.

Seluruh data hasil pengamatan lapang, baik data parameter karakteristik lahan maupun parameter pertumbuhan tanaman dicatat dalam formulir pengamatan lapang. Analisis statistik menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17.0. Penulisan dan pengolahan data-data primer dan sekunder menggunakan software Microsoft Excel dan Microsoft Word.

Prosedur Penelitian Pengumpulan data sekunder

(26)

10

Data-data sekunder tersebut berasal dari penelitian survey kerjasama antara Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB dengan PT. Arara Abadi, Riau pada tahun 2011.

Pengumpulan data primer Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan sebagai berikut:

1). Distrik atau areal studi, dengan luasan 10,000 – 20,000 ha, dibagi menjadi beberapa unit pengelolaan terkecil (UPT) atau blok dengan luasan yang tergantung dari homogenitas lahan. Lahan homogen didasarkan pada:

- Lereng

- Sifat morfologi tanah atau jenis tanah

- Performance pertumbuhan atau produksi tanaman

Ketiga variabel tersebut dikelompokkan ke dalam UPT dengan variabilitas serendah mungkin atau sehomogen mungkin.

2). Satu distrik terdapat beberapa blok atau petak dan paling sedikit satu blok kemudian dipilih blok yang paling mewakili UPT atau blok paling tengah dengan luasan 25 ha atau 50 ha.

3). Di dalam blok tersebut dipilih lokasi seluas 1000 m2 yang paling mewakili sebagai lokasi pengamatan dan pengambilan sampel. Setiap lokasi pengamatan diobservasi keragaan tanaman dan sifat-sifat tanah, jumlah sampel tanaman yang diamati pada setiap lokasi pengamatan adalah 10 pohon dari luasan 1000 m2. Pengamatan dilakukan terhadap:

- Tinggi tanaman dan diameter batang tanaman - Sifat morfologi tanah

Tabel 1 Data-data sekunder yang dikumpulkan

No. Data-Data Sekunder Parameter Data Sekunder 1. Karakteristik Lahan - Tekstur

- Kapasitas tukar kation (KTK) tanah

- Kejenuhan Al - N-total - P-tersedia - Kadar C-organik - pH tanah

- Kejenuhan basa - Drainase

- Lereng

- Kedalaman efektif tanah 2. Pertumbuhan dan

Produktivitas Tanaman

- Tinggi tanaman

(27)

11 - Jumlah tanaman mati dalam 1000 m2

- Umur tanaman

4). Setelah diamati kemudian dilakukan pengambilan sampel tanah untuk analisis tanah. Jumlah sampel tanah yang diambil dan diamati untuk validasi dari keseluruhan distrik yaitu 10 sampel.

Analisis Tanah

Setiap satuan lahan pengamatan diambil sampel tanahnya pada kedalaman lapisan 0-30 cm, untuk data kesuburan tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang dianalisis di laboratorium beserta metode analisisnya disajikan pada Tabel 2.

Parameter pertumbuhan dan produktivitas tanaman

Parameter pertumbuhan dan produktivitas tanamanmeliputi: 1. Tinggi tanaman (diukur langsung)

2. Diameter breast height (DBH) (diukur langsung) 3. Volume kayu (perhitungan) (PT. Arara Abadi, Riau)

Volume kayu E. pellita (EP 05) = 1667 (DBH2 x T) x (% SR)

Tabel 2 Analisis laboratorium sifat fisik dan kimia tanah

No. Sifat Tanah Metoda

1. Tekstur tanah Pipet

2. Kapasitas tukar kation NH4OAc pH 7.0

3. pH tanah H2O 1:2.5 dan KCl 1 N

4. Kadar C-organik Walkey and Black

(28)

12

Analisis Data

Data-data yang terkumpul dianalisis untuk pemodelan hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi tanaman, serta untuk penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk budi daya tanaman E. pellita yang dihubungkan dengan produksi tanaman.

Peneraan umur

Peneraan dilakukan karena sampel tanaman di lapang tidak sama umurnya sehingga produksi (volume kayu) tanaman terlebih dahulu ditera dengan umur, agar data produksi setiap sampel dapat dibandingkan satu sama lain (Rathfon dan Burger 1991).

Sebelum melakukan peneraan, terlebih dahulu dicari persamaan korelasi antara umur tanaman dan produksi tanaman. Persamaan korelasi yang diperoleh kemudian menjadi dasar di dalam melakukan peneraan. Hal tersebut perlu dilakukan agar satu sampel dengan lainnya tidak dipengaruhi oleh umur dan hanya dipengaruhi oleh karakteristik lahan. Setelah itu, persamaan hubungan yang harus dibangun dalam menera umur terhadap data-data produksi tanaman yang diperoleh di lapangan adalah persamaan regresi. Persamaan tersebut dibangun dari hubungan faktor umur sebagai variabel independen dengan volume kayu tanaman sebagai variabel dependen.

Metode peneraan yang digunakan adalah sebagai berikut (Sutandi dan Barus 2007):

i = f(t)

i= volume kayu dugaan berdasarkan umur

t = umur (bulan)

Yi teraan = Y + (Yi - i)

Dimana:

Yi teraan = volume kayu teraan

Yi = volume kayu aktual

= rataan umum

i = volume kayu dugaan berdasarkan umur

Yi teraan

Produksi relatif = x 100% Y teraan maximum

(29)

13 Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman

Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi (volume kayu) tanaman teraan menggunakan analisis regresi berganda dengan metode stepwise. Pemodelan ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi tanaman. Selanjutnya, dari pemodelan tersebut diperoleh variabel karakteristik lahan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel produksi tanaman dengan melakukan penyeleksian atas variabel produksi tanaman.

Kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi

Analisis diskriminan digunakan untuk melihat kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman E. pellita yaitu produksi sangat baik, baik, sedang, dan buruk. Analisis diskriminan ini menggunakan metode stepwise (pendekatan bertahap). Pemilihan metode stepwise dimaksudkan untuk mengeluarkan variabel-variabel karakteristik lahan yang terdeteksi saling kolinear (multikoliearitas), sehingga diperoleh variabel-variabel karakteristik lahan yang berkontribusi tinggi terhadap kelas produksi.

Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus pellita Selang kesesuaian lahan dari kelas S1, S2, S3 dan N ditentukan batasnya dengan metode garis batas (Boudary Line Method). Diagram sebar hubungan antara produksi relatif dan karakteristik lahan dibungkus oleh garis batas terluar. Garis tersebut berupa satu atau dua garis persamaan regresi linier sederhana (simple regression) yang dibangun dari titik-titik terluar dari sebaran data hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi relatif. Pola garis batas terluar yang dipilih adalah yang logis dan mempunyai koefisien determinan (R2) tertinggi (Purnama et al. 2010).

Proyeksi titik potong antara persamaan garis batas (boundary lines) dengan sekat produksi pada sumbu x (karakteristik lahan) merupakan kriteria kesesuaian lahan. Sekat produksi yang digunakan untuk kelas S1 dan S2 mengacu terhadap kriteria FAO (1986), yaitu lahan dengan kesesuaian S1 dengan tingkat produksi sangat baik adalah >80% dari produksi maksimum dan kelas kesesuaian S2, mempunyai tingkat produksi baik (60-80% dari produksi maksimum). Dalam penelitian ini, kelas S3 dengan tingkat produksi sedang digunakan selang produksi dari BEP (break even point) yaitu 29.5-60% dari produksi maksimum, sedangkan untuk kelas N dengan tingkat produksi buruk yaitu lebih rendah dari BEP (<29.5% dari produksi maksimum). Apabila kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita dengan produksi di bawah BEP, maka tidak menguntungkan.

Uji validasi

(30)

14

dilakukan penilaian kesesuaian lahan pada beberapa data karakteristik lahan dengan menggunakan prinsip faktor pembatas (Hikmat 2010).

4

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Sejarah Singkat PT. Arara Abadi

PT Arara Abadi merupakan perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang pengusahaan HTI untuk mendukung penyediaan bahan baku kayu bagi industri pulp dan kertas PT Indah Kiat Pulp and Paper. Perusahaan ini bekerja berdasarkan ijin Menteri Kehutanan yang menetapkan luasan areal sebesar 299,975 ha melalui SK No 743/kpts-II/1996 tanggal 25 November 1996. Areal HTI PT. Arara Abadi tersebar pada empat tempat yang dikenal dengan istilah distrik dan setiap distrik tersusun atas beberapa resort (Tabel 3).

Sejak pertengahan 1980-an atau tepatnya di tahun 1987 PT Arara Abadi mulai membangun HTI untuk memasok bahan baku pabrik pulp PT IKPP. Menurut data Perkembangan Realisasi Tanaman IUPHHK-HT monitoring s/d

Tabel 3 Penyebaran areal konsesi PT. Arara Abadi

District Resort Area of

Forest/Concession

Local Forestry Authority Minas Gelombang, Rasau Kuning Perawang and Sungai

Mandau

CDK Minas DinHut, Siak District

Tapung Pantai Cermin CDK Kampar DinHut, Kampar District

Siak Pusaka Sungai Rawa

CDK Sungai Apit DinHut, Siak District Barbari, Sei Rawa Sungai Apit

Duri Sebanga, Beringin Bukit Kapur Bukit Kapur and

Sungai Bangko

Korwil Sorek DinHut, Pelalawan District

Kampar Sorek Sungai Telayap Hulu Korwil Sorek DinHut, Pelelawan District Sei Nilo Sungai Nilo CDK Langgam DinHut,

Pelelawan District

Sei Kampar Sungai Merawang CDK Penyalai DinHut, Pelelawan District

(31)

15 bulan April 2009 (DEPHUT 2010), PT Arara Abadi telah merealisasikan tanaman seluas 398,269 ha selama 21 tahun beroperasi atau rata-rata hanya seluas 18,900 ha setiap tahun. Realisasi penanaman HTI setiap tahun menunjukkan luasan yang bervariasi mulai dari yang terendah seluas 9.038 ha di tahun 2000 dan yang tertinggi di tahun 2007 seluas 32,558 ha (IWGFF 2010).

Letak Wilayah Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Pengambilan data tersebut dilakukan pada wilayah administrasi Provinsi Riau. Data sekunder berasal dari 5 distrik (Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, dan Duri I), sedangkan pengambilan data primer dilakukan pada 4 distrik yaitu Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, dan Duri II. Posisi masing-masing wilayah penelitian disajikan pada Gambar 5.

Distrik Rasau Kuning, Gelombang dan Duri I terletak di Kabupaten Siak. Secara astronomis letak kedudukan wilayah Kabupaten Siak berada antara

1000 54,5’ - 1020 52” Bujur Timur dan 20 30’ - 00 17’ Lintang Utara. Wilayah

Kabupaten Siak berbatasan di sebelah utara dengan Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis, di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Bunut dan Kecamatan Kuala Kampar Kabupaten Kampar, di sebelah timur wilayah Kecamatan Tebing Tinggi dan Kecamatan Merbau Kabupaten Bengkalis dan di sebelah barat wilayah Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis. Kabupaten Siak mempunyai topografi wilayah berupa pantai dan dataran dengan ketinggian tanah bervariasi antara 2.0 - 8.4 meter dari permukaan laut. Curah hujan rata-rata setiap tahun berkisar antara 2.441 - 2.520 mm. Suhu udara rata-rata tahunan sebesar 25.9 0C dengan kisaran 22.6 0C - 31.3 0C. Jenis tanah di wilayah penelitian adalah sebagian besar Ultisol (Pemerintah Kabupaten Siak 2002).

Distrik Sorek, Malako, dan Nilo terletak di Kabupaten Pelalawan. Secara geografis Kabupaten Pelalawan terletak antara 1025` LU dan 0020` serta antara 100042` sampai 103028` BT yang berbatasan sebelah Utara dengan Kecamatan Sungai Apit dan Kecamatan Siak Kabupaten Siak dan Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis; sebelah Selatan dengan Kabupaten Indragiri Hilir (Kecamatan Kateman, Mandah dan Gaung), Kabupaten Indragiri Hulu (Kecamatan Rengat, Pasir Penyu, dan Peranap), dan Kabupaten Kuantan Singingi (Kecamatan Kuantan Hilir dan Singingi); sebelah Barat dengan Kota Pekanbaru (Kecamatan Rumbai) dan Kabupaten Kampar (Kecamatan Kampar Kiri dan Siak Hulu); dan sebelah Timur dengan Kabupaten Tanjung Balai Karimun Propinsi Kepulauan Riau. Temperatur di wilayah ini rata-rata 22 0C – 32 0C, kelembaban nisbi 80 - 88%, dan curah hujan rata-rata 2.598 mm tahun-1. Sebagian besar dataran wilayah Kabupaten Pelalawan merupakan dataran rendah dan sebagian merupakan daerah perbukitan yang bergelombang. Secara umum ketinggian beberapa daerah/kota berkisar antara 3 - 6 mdpl, dengan kemiringan rata-rata 0 - 15% dan 15 - 40%. Jenis tanah di wilayah penelitian adalah sebagian besar Ultisol dan Inceptisol (Sekretariat Daerah Kabupaten Pelalawan 2009).

(32)

16

berikut yaitu sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kabupaten Siak, sebelah barat dengan Kota Dumai dan Kabupaten Rokan Hilir dan sebelah timur dengan Karimun dan Kabupaten Pelalawan. Hampir 85% dari topografi daerah ini adalah rendah, dengan ketinggian rata-rata 2 - 6.1 meter diatas permukaan laut dan sebagian besar jenis tanah adalah Ultisol. Temperatur berkisar antara 26 0C – 32 0C. Musim penghujan biasanya datang dari bulan September - Januari dengan rata-rata curah hujan antara 809 - 4.078 mm tahun-1. Musim kemarau biasanya datang dari bulan Februari hingga Agustus.

Distrik Tapung terletak di Kabupaten Kampar. Secara geografis Kabupaten Kampar terletak antara 1°00’40” Lintang Utara sampai 0°27’00”

Lintang Selatan dan 100°28’30” – 101°14’30” Bujur Timur. Batas-batas daerah

(33)

43

Gambar 5 Lokasi penelitian di wilayah PT. Arara Abadi, Riau Dur

Dur

Gelomba

R. Tapun

Sore

Malak Nil

17

Duri II

Duri I

Gelombang

R. Kuning Tapung

Nilo

Sorek

(34)

43

Jenis Tanah

Beberapa ordo tanah yang dijumpai dalam wilayah penelitian ini adalah Ultisol dan Inceptisol. Hasil penelitian survey kerjasama antara Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan dan PT. Arara Abadi, Riau tahun 2011 diperoleh sebaran jenis tanah di lokasi penelitian yang disajikan pada Tabel 4 dan deskripsi ordo-ordo tanah tersebut diuraikan secara singkat di bawah ini.

Ultisols

Ultisol adalah ordo tanah yang mempunyai penyebaran paling luas di PT. Arara Abadi, Riau. Tanah ini menyebar di areal studi dan menempati lahan dengan relief datar (lereng 0 - 3%) sampai berbukit (lereng > 25%). Ultisol adalah tanah yang mengalami tingkat perkembangan cukup sampai kuat yang dicirikan oleh adanya horison penciri argilik (pelindian liat ke lapisan bawah) dan kejenuhan basa < 40%. Tanah ini umumnya berdrainase baik. Pada tingkat Group tanah di wilayah penelitian termasuk ke dalam Hapludults dan Peleudults.

Tabel 4 Sebaran jenis tanah di lokasi penelitian

No. Distrik Soil Survey Staff (1998)

Ordo Subgroup

1. Rasau Kuning Ultisol Typic Hapludults dan

Psammentic Paleudults

2. Sorek Ultisol Typic Hapludults dan

Typic Paleudults

3. Malako Ultisol dan Inceptisol Typic Dystrudepts, Typic

Hapludults, dan Psammentic Paleudults

4. Nilo Ultisol dan Inceptisol Humic Psammentic

Dystrudepts, Typic Humaquepts (Gleysol), Typic Dystrudepts, dan Typic Hapludults

5. Duri I Ultisol dan Inceptisol Aquic Dystrudepts,

Typic Paleudults, Typic Dystrudepts, Typic Hapludults

6. Tapung Ultisol Typic Paleudults

7. Gelombang Ultisol Typic Hapludults

8. Duri II Ultisol dan Inceptisol Typic Paleudults dan

Typic Dystrudepts

(35)

19 Hapludults – group tanah ini menyebar di distrik Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, Duri I, dan Gelombang dengan relief datar sampai berbukit, reaksi tanah masam, kedalaman efektif tanah > 60 cm dan drainase baik. Tekstur lapisan atas berkisar dari sedang sampai agak halus. Pada tingkat sub group diklasifikasikan sebagai Typic Hapludults.

Paleudults – tanah lapisan atas umumnya berwarna coklat gelap sampai coklat dan di lapisan bawah coklat kekuningan sampai merah kekuningan. Tanah bertekstur halus sampai sedang, struktur remah sampai gumpal agak membulat berukuran halus sampai sedang. Konsistensi tanah gembur sampai teguh (lembab), agak lekat sampai lekat dan agak plastis sampai plastis (basah). Pada tingkat sub group, tanah di distrik Rasau Kuning dan Malako diklasifikasikan sebagai Psammentic Paleudults, sedangkan Sorek, Duri I, Tapung, dan Duri II diklasifikasikan sebagai Typic Paleudults. Berdasarkan Soil Survey Staff (1998) Psammentic Paleudults yaitu tanah yang memiliki kelas ukuran partikel berpasir sepanjang kedalaman 75 cm di atas horison argilik atau pada horison argilik jika tebalnya kurang dari 75 cm.

Inceptisols

Inceptisol adalah tanah dengan tingkat perkembangan lemah yang dicirikan oleh adanya horison penciri kambik. Penyebarannya dijumpai baik pada lahan basah yang berdrainase terhambat maupun pada lahan kering yang berdrainase baik. Pada kategori grup, tanah di lokasi penelitian tergolong ke dalam Dystrudepts.

Dystrudpets – penyebarannya berada pada daerah dengan relief datar hingga bergelombang. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa kurang dari 60% pada satu atau lebih horison pada kedalaman 25 – 75 cm dari permukaan tanah dengan drainase baik. Rendahnya kesuburan tanah ini ditunjukkan oleh reaksi tanah yang berkisar dari sangat masam sampai masam (pH 4.0 – 5.0). Kandungan C organik dan kejenuhan Al sangat bervariasi mulai dari sangat rendah sampai sangat tinggi, sedangkan KTK berkisar dari sangat rendah sampai rendah. Pada tingkat subgrup tanah di distrik Malako, Nilo, Duri I, dan Duri II diklasifikasikan sebagai Typic Dystrudepts. Selain itu, terdapat pula subgroup Aquik Dystrudepts pada distrik Duri I yaitu tanah yang memiliki satu horizon atau lebih pada kedalaman 60 cm dari permukaan tanah, mempunyai kroma 2 atau kurang, dan memiliki kondisi akuikselama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (Soil Survey Staff 1998). Subgroup Typic Humaquepts dan Humic Psammentic Dystrudepts terdapat di distrik

Nilo. Typic Humaquepts (Gleysol) di distrik Nilo diduga mempunyai epipedon

melanik yang ditunjukkan dengan kandungan C-organik kategori tinggi yaitu > 4%,

sedangkan Humic Psammentic Dystrudepts mempunyai epipedon umbrik dengan

tekstur lempung berpasir.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

(36)

20

umur tanaman, (3) model hubungan antara karakteristik lahan dan produksi tanaman, (4) kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman, (5) penyusunan kriteria kesesuaian lahan, dan (6) uji validasi.

Karakteristik Tanah yang Terkait dengan Produksi Tanaman Eucalyptus pellita

Karakterisasi dilakukan terhadap beberapa sifat tanah, terutama yang dianggap berpengaruh terhadap produksi tanaman E. pellita. Karakterisasi ini berdasarkan hasil penelitian kerjasama antara Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB dengan PT. Arara Abadi, Riau tahun 2011. Selain itu, dilihat juga hasil analisis laboratorium dari data primer (Lampiran 1). Contoh-contoh tanah yang diambil dan dianalisis adalah yang menggambarkan tingkatan produksi yang bervariasi dari rendah sampai tinggi di setiap wilayah penelitian.

Menurut Mackensen (2000) produktivitas tanaman yang tinggi dapat diharapkan pada tanah-tanah yang kaya akan unsur hara sehingga dalam pengelolaan hutan perlu memperhatikan karakteristik tanah. Karakteristik tanah yang terkait dengan produksi tanaman yaitu tekstur, pH tanah, kejenuhan Al, C-organik, P-tersedia, N-total, basa-basa yang dapat ditukar, KTK, dan KB. Beberapa karakteristik tanah tersebut dinilai secara kualitatif berdasarkan kriteria PPT (1983). Gambaran karakteristik tanah di lokasi penelitian ini selengkapnya disajikan sebagai berikut:

Tekstur, pH H2O, dan Kejenuhan Al

Secara umum tanah-tanah di semua distrik lokasi penelitian mempunyai tekstur lempung berpasir sampai lempung liat berpasir. Kandungan pasir di semua distrik berada di atas 50% dengan kandungan liat yang relatif sedikit sekitar 20%. Gambaran tekstur, pH H2O, dan kejenuhan Al serta kriterianya secara umum di

lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Gambaran tekstur, pH H2O, dan kejenuhan Al secara umum di lokasi

penelitian

No. Distrik Karakteristik Tanah

Tekstur pH H2O Kejenuhan Al (%) Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran 1. Rasau Kuning Lempung

Keterangan: SM= sangat masam, M= masam

(37)

21 Reaksi tanah (pH) umumnya bereaksi sangat masam dengan pH secara umum di bawah 4.5, kecuali tanah pada distrik Gelombang, Tapung dan Duri II bereaksi masam. Tanah-tanah pada lokasi penelitian, nilai kejenuhan Al- nya berkisar dari rendah hingga sangat tinggi.

C-organik, N-total, dan P-tersedia

Menurut Kriteria PPT (1983), secara kualitatif kadar C-organik, N-total, dan P-tersedia pada tanah-tanah di lokasi penelitian bervariasi dari sangat rendah sampai sangat tinggi. Rata-rata dan kisaran kadar C-organik, N-total, dan P-tersedia serta kriterianya di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 6.

Kation-kation Basa, KTK dan KB

Beberapa karakteristik tanah yang terkait dengan kemampuan tanah dalam mensuplai hara diantaranya adalah kation-kation basa, nilai KTK tanah dan kejenuhan basa.

Berdasarkan kriteria PPT (1983), contoh-contoh tanah dari daerah pengamatan memiliki kadar Ca yang berkisar dari sangat rendah hingga rendah,

kadar K berkisar dari sangat rendah hingga sangat tinggi, kadar Mg berkisar dari sangat rendah hingga tinggi, dan kadar Na pada lokasi penelitian berkisar dari sangat rendah hingga sedang (Tabel 7).

Tabel 6 Rata-rata dan kisaran kadar C-organik, N-total, dan P-tersedia di lokasi penelitian

No. Distrik Karakteristik Tanah

C-organik N-total P-tersedia

(38)

22

Nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah-tanah dari lokasi penelitian secara umum berkisar dari sangat rendah hingga rendah. Kejenuhan basa (KB) merupakan rasio antara jumlah kadar basa-basa seperti Ca, Mg, Na dan K dengan nilai KTK. Pada tanah-tanah di lokasi penelitian nilai KB berkisar dari sangat rendah sampai sedang. Rata-rata dan kisaran KTK dan KB serta kriterianya pada masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 7 Rata-rata dan kisaran nilai kation basa-basa dapat ditukar No. Distrik Karakteristik Tanah

Na K Ca Mg

Keterangan: SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T= tinggi, ST= sangat tinggi

Tabel 8 Rata-rata dan kisaran KTK dan KB secara umum di lokasi penelitian No. Distrik Karakteristik Tanah

KTK KB

Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran

…..cmol(+) kg-1…. ……(%)……

(39)

23 Peneraan Produksi Berdasarkan Umur Tanaman

Hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman dibangun dalam penelitian ini. Namun, data menunjukkan produksi tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar karakteristik lahan, yaitu umur tanaman. Pengaruh umur tanaman terhadap produksi (volume kayu) tanaman bersifat genetik, artinya setiap jenis tanaman mempunyai pola kecenderungan peningkatan dalam pertumbuhan dan produksinya serta mempunyai umur optimum dalam berproduksi yang khas. Oleh karena itu, peneraan umur tanaman perlu dilakukan agar produksi tidak dipengaruhi oleh umur dan dapat dibandingkan satu sama lainnya.

Hubungan umur tanaman dengan produksi berkorelasi nyata dengan nilai determinasi (R2) sebesar 0.684 dan mempunyai pola kecenderungan yang bersifat polynomial (Gambar 6a). Dengan demikian, secara umum produksi dipengaruhi oleh umur tanaman. Hasil peneraan umur terhadap produksi tanaman ditunjukkan pada Gambar 6b. Gambar tersebut terlihat bahwa produksi teraan tidak dipengaruhi oleh umur tanaman dengan R2 sebesar 0.0001, sehingga tinggi rendahnya produksi hanya dipengaruhi oleh faktor pembatas. Setelah peneraan dengan umur, maka perbedaan produksi teraan dapat dibandingkan satu sama lainnya dan hanya dipengaruhi oleh karakteristik tanah dan lahan.

Nilai produksi teraan digunakan dalam regresi berganda dan analisis diskriminan untuk menentukan hubungan antara karakteristik lahan terhadap produksi tanaman dan kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman E. pellita. Selain itu, nilai produksi teraan juga digunakan untuk menentukan nilai produksi relatif dalam menyusun kriteria kesesuaian lahan.

Model Hubungan antara Karakteristik Lahan dan Produksi Tanaman Interaksi antara karakteristik lahan dan produksi tanaman E. pellita dianalisis dengan fungsi regresi linier berganda. Asumsi yang harus dipenuhi

(40)

24

dalam menggunakan persamaan regresi adalah data menyebar secara normal, tidak bersifat heteroskedasitas, tidak ada autokorelasi, atau tidak bersifat multikolinearitas di antara variabel-variabelnya (Ghozali 2005). Pada penelitian ini semua asumsi sudah terpenuhi. Dalam analisis regresi berganda, faktor karakteristik lahan dijadikan sebagai variabel independen, sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah produksi (volume kayu) teraan. Analisis regresi berganda dalam penelitian ini menggunakan metode stepwise. Metode ini dimulai dengan memasukkan variabel independen satu demi satu secara bertahap sampai diperoleh model regresi yang terbaik. Urutan dalam memasukkan variabel independen ditentukan dengan menggunakan koefisien korelasi parsial, dimana variabel yang pertama kali masuk adalah variabel yang berkorelasi tertinggi dan nyata dengan variabel dependen. Koefisien hubungan variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat pada taraf uji (alfa) 5% dan 1%.

Tahap terakhir analisis regresi linier berganda dengan metode stepwise diperoleh model regresi terbaik dengan variabel K-dd, KB, N-total, Mg-dd, P-total, lereng, liat, dan Al-dd. Dengan demikian, variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman. Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise disajikan pada Tabel 9.

Koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan sebesar 52.8%, artinya keragaman produksi (volume kayu) yang dapat dijelaskan oleh data yang ada sebesar 52.8%, sisanya dijelaskan oleh data lain di luar model. Nilai koefisien yang distandarisasi (standardized coefficients) pada Tabel 9 menunjukkan kontribusi masing-masing karakteristik lahan terhadap produksi tanaman. Faktor penentu produksi tanaman E. pellita pada studi ini adalah K-dd, KB, N-total, Mg-dd, total, lereng, liat, dan Al-dd (Tabel 9). Dalam hal ini, kadar K-Mg-dd, Mg-Mg-dd, P-total, lereng dan Al-dd berpengaruh terhadap produksi dengan korelasi negatif. Artinya setiap kenaikan satu satuan dari karakteristik tanah tersebut akan menurunkan produksi masing-masing sebesar 0.338, 0.256, 0.273, 0.250, dan 0.265 satuan dengan asumsi variabel-variabel yang lain tetap. Sebaliknya, kadar liat, KB, dan N-total berpengaruh positif terhadap produksi tanaman. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan satu satuan dari variabel tersebut akan

Tabel 9 Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise hubungan antara karakteristik lahan dan produksi tanaman E. pellita

Model

K-dd -6.939 1.133 -0.338 -6.122 0.000 1.350

KB 0.124 0.016 0.375 7.569 0.000 1.088

N-total 11.114 1.645 0.335 6.756 0.000 1.090

Mg-dd -13.059 2.533 -0.256 -5.156 0.000 1.094

P-total -0.005 0.001 -0.273 -5.594 0.000 1.055

Lereng -0.153 0.030 -0.250 -5.076 0.000 1.076

Liat 0.073 0.018 0.245 4.007 0.000 1.651

Al-dd -0.942 0.232 -0.265 -4.059 0.000 1.891

(41)

25 meningkatkan produksi masing-masing sebesar 0.245, 0.375, dan 0.335 satuan dengan asumsi variabel-variabel yang lain tetap.

Kadar K-dd berpengaruh negatif terhadap produksi tanaman. Hal ini diduga pada saat pemupukan di awal pertumbuhan, pupuk kalium yang diberikan banyak diserap oleh tanaman sehingga mengalami konsumsi K berlebih. Menurut Soepardi (1983), tanaman menyerap kalium jauh lebih banyak dari jumlah yang sebenarnya diperlukan sehingga terjadi pemakaian yang berlebihan. Hal ini menyebabkan serapan hara Ca dan Mg terhambat, karena hara K, Ca, dan Mg bersifat antagonis (Kasno et al. 2004). Apabila salah satu unsur berada pada jumlah yang lebih rendah daripada yang lain, maka unsur yang kadarnya lebih rendah sukar tersedia dan tidak dapat diserap tanaman.

Kondisi tanah di areal HTI mempunyai kadar Ca dan Mg rata-rata sangat rendah sampai rendah, walaupun dilakukan pemupukan RP (Rock Phosphate) di awal pertumbuhan, sedangkan pemupukan Mg jarang dilakukan di areal HTI. Akibatnya karena sering dipupuk N, P dan K saja akhirnya terjadi ketidakseimbangan hara dalam tanah. Hasil penelitian Kasno et al. (2004) menunjukkan bahwa pemupukan K dapat meningkatkan kadar Mg-dd. Hal ini diduga karena aksi masa dari penambahan pupuk K yang tinggi dapat mendesak Mg dari kompleks pertukaran menjadi bentuk yang tersedia untuk tanaman. Oleh karena itu, ketersediaan Mg-dd meningkat sedangkan Ca-dd tetap berada pada kondisi sangat rendah sampai rendah. Sementara itu, kadar Ca yang diperlukan tanaman lebih banyak dibandingkan dengan hara Mg. Kekurangan kalsium sangat mempengaruhi kualitas kekerasan batang tanaman karena rendahnya elastisitas dinding sel. Dalam kondisi seperti ini, dosis pupuk yang mengandung kalsium perlu ditingkatkan dari dosis sebelumnya. Dengan demikian, pemberian pupuk K, Ca, dan Mg perlu dilakukan secara seimbang agar dapat meningkatkan produksi tanaman.

Kadar P-total dalam tanah berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman dengan korelasi negatif. Hal ini kaitannya dengan tingkat kemasaman tanah (pH). Tanah di lokasi HTI mempunyai tingkat kemasaman yang cukup tinggi yaitu rata-rata ber-pH < 4.5, sehingga kelarutan Al dan Fe tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan kadar P-tersedia menjadi rendah, dikarenakan sebagian besar P diikat oleh Al dan Fe menjadi bentuk Al-P dan Fe-P. Oleh karena itu, penambahan P ke dalam tanah diduga akan langsung bereaksi dengan ion Al3+, Fe2+, ataupun terjerap pada permukaan oksida-oksida hidrat besi, aluminium, dan liat. Sementara itu, P-tersedia sangat diperlukan dalam memperbaiki kualitas pertumbuhan tanaman baik terhadap perkembangan akar maupun memperkuat batang tanaman.

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kemiringan lereng dan Al-dd berpengaruh negatif terhadap produksi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa E. pellita dapat tumbuh lebih baik di lahan yang lebih datar. Semakin tinggi kadar Al-dd, maka produksi E. pellita semakin rendah. Kadar Al-dd tinggi dapat mengurangi dan memendekkan rambut akar, ruang jelajah akar semakin sempit, dan mengakibatkan keracunan sehingga menghambat penyerapan hara yang dibutuhkan tanaman.

(42)

26

umumnya membutuhkan kondisi lingkungan yang lebih tinggi. Kadar liat, N-total dan KB menunjukkan potensi tanah untuk memberikan dukungan ketersediaan hara yang lebih tinggi dalam arti pasokan hara meningkat dengan semakin tingginya kadar ketiga sifat tanah di atas. Kadar liat berpengaruh terhadap kemampuan tanah menjerap dan menukarkan kation (KTK), sedangkan N dan kation-kation basa adalah hara esensial tanaman. Hara N dibutuhkan tanaman pada fase vegetatif, sedangkan kation-kation basa dibutuhkan pada fase generatif tanaman. Oleh karena itu, kadar liat, N-total, dan KB berperan penting dalam penyediaan hara untuk tanaman E. pellita.

Kontribusi Karakteristik Lahan terhadap Kelas Produksi Tanaman Untuk mengetahui karakteristik lahan yang paling berkontribusi terhadap kelas produksi, maka dilakukan analisis diskriminan dengan menggunakan metode stepwise. Analisis diskriminan tersebut membagi kelas produksi menjadi sangat baik (> 80% dari produksi maksimum), baik (60-80% dari produksi maksimum), sedang (60-29.5% dari produksi maksimum), dan buruk < 29.5% dari produksi maksimum. Hasil uji beda 3 nilai tengah dalam kelas produksi sangat baik, baik, sedang, dan buruk (Tabel 10) menunjukkan bahwa variabel K-dd, KTK, Mg-K-dd, Na-K-dd, dan Al-dd memberikan kemampuan yang nyata dalam membuat analisis diskriminan.

Selanjutnya, uji nyata fungsi sebaran linier atau linier distribution function (LDF) dilakukan untuk mengetahui kemampuan LDF dalam diskriminasi kelas produksi tanaman. Uji nyata LDF disajikan pada Tabel 11.

Tabel 10 Uji beda 3 nilai tengah dalam kelas produksi sangat baik, baik, sedang, dan buruk

Step Entered

Wilks' Lambda

Exact F Approximate F Statistic df1 df2 df3 Statistic df1 df2 Sig. Statistic df1 df2 Sig. 1 Kdd 0.765 1 3 214 21.867 3 214 0.000

2 KTK 0.663 2 3 214 16.216 6 426 0.000

3 Mgdd 0.599 3 3 214 13.449 9 516.103 0.000 4 Nadd 0.559 4 3 214 11.425 12 558.545 0.000 5 Aldd 0.524 5 3 214 10.189 15 580.119 0.000

Tabel 11 Hasil uji nyata fungsi sebaran linier

Fungsi Tes Wilks' Lambda Chi-square df Sig.

1 melalui 3 0.524 137.179 15 0.000

2 melalui 3 0.862 31.523 8 0.000

Gambar

Gambar 1  Bagan kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2  Perbandingan pasokan bahan baku dari HTI dan hutan alam untuk
Gambar 3  Diagram sebar (scatter diagram  ) hubungan antara produksi dan
Gambar 4   Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh berbagai
+7

Referensi

Dokumen terkait