• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Teknik Produksi dan Analisis Kelayakan Finansial Usaha Produksi Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides) di Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbaikan Teknik Produksi dan Analisis Kelayakan Finansial Usaha Produksi Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides) di Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PERBAIKAN TEKNIK PRODUKSI DAN

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PRODUKSI

MINYAK AKAR WANGI (

Vetiveria zizanoides

) DI KAMPUNG

LEGOK PULUS KABUPATEN GARUT

LILIA NOVALINA DALIMUNTHE

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbaikan Teknik Produksi dan Analisis Kelayakan Finansial Usaha Produksi Minyak Akar Wangi (Vetiveria Zizanoides ) di Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir diskripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Lilia Novalina Dalimunthe

(4)

ABSTRAK

LILIA NOVALINA DALIMUNTHE. Perbaikan Teknik Produksi dan Analisis Kelayakan Finansial Usaha Produksi Minyak Akar Wangi (Vetiveria Zizanoides) di Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut. Dibimbing oleh SETYO PERTIWI.

Akar wangi merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Permintaan yang tinggi dan jumlah produsen yang masih terbatas menunjukkan peluang pemasaran minyak akar wangi masih cukup terbuka. UKM Haji Ede merupakan salah satu penghasil minyak akar wangi yang terletak di Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut. Tujuan penelitian ini untuk melakukan perumusan perbaikan teknik produksi serta menganalisis kelayakan finansial usaha produksi minyak akar wangi di UKM Haji Ede. Perbaikan yang direkomendasikan antara lain pada penyeragaman umur panen, pengeringan, pengaturan tekanan penyulingan, dan penggantian air suling. Nilai investasi 10 tahun sebesar Rp 200,000,000, investasi alat pelengkap setiap tahunnya sebesar Rp 429,000, biaya tetap sebesar Rp 27,188,000/tahun, biaya tidak tetap sebesar Rp 1,996,457,500/tahun, diperoleh harga pokok minyak akar wangi sebesar Rp 766,600/kg. Nilai BEP 2.530 ton/tahun. Dengan harga jual sebesar Rp. 800,000/kg keuntungan yang diperoleh UKM penyulingan minyak akar wangi adalah Rp. 88,176,000/tahun, NPV sebesar Rp 213,508,492, Net B/C sebesar 3.27, Gross B/C sebesar 1.02, IRR sebesar 36.17%, dan pengembalian modal selama 2 tahun 6 bulan. Dengan demikian UKM Haji Ede dinyatakan layak secara finansial. Kata kunci : akar wangi, kelayakan finansial, teknik produksi

ABSTRACT

LILIA NOVALINA DALIMUNTHE. Improvement of Production Techniques and Analysis of Financial Feasibility of Oil Vetiver (Vetiveria Zizanoides) production in Legok Pulus, Garut. Supervised by SETYO PERTIWI.

Vetiveria zizanoides commonly known as vetiver is a kind of essential oil that has large marketing opportunities. Haji Ede home industry is one of the vetiver root oil producers that located in Kampung Legok Pulus, Garut. The purpose of this research is to formulate the improvement of production method and to analyze the financial feasibility of vetiver root oil production. The suggested improvement were formulated on the process of harvesting, drying, and distillation. With 10-year investment value of Rp 200,000,000, investment of complement tools each year amounting to Rp 429,000, fixed costs of Rp 27,188,000/year, the variable cost of Rp 1,996,457,500/year, the unit cost of producing oil vetiver is Rp 766,600/kg. The BEP 2,530 kg/year. As the selling price is Rp. 800,000/kg, the profit obtained by UKM vetiver oil refinery is Rp. 88,176,000/year. The NPV of Rp 213,508,492, Net B/C of 3.27, Gross B/C 1.02, IRR 36.17%, and payback period for the past 2 years and 6 months indicate that the business is financially feasible.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

PERBAIKAN TEKNIK PRODUKSI DAN ANALISIS

KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PRODUKSI MINYAK

AKAR WANGI (

Vetiveria zizanoides

) DI KAMPUNG LEGOK

PULUS KABUPATEN GARUT

LILIA NOVALINA DALIMUNTHE

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Perbaikan Teknik Produksi dan Analisis Kelayakan Finansial Usaha Produksi Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides) di Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut

Nama : Lilia Novalina Dalimunthe NIM : F14080032

Disetujui oleh

Dr Ir Setyo Pertiwi, M Agr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M Eng Ketua Departemen

(8)

PRAKARTA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Adapun judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli 2014 adalah Perbaikan Teknik Produksi dan Analisis Kelayakan Finanasial Usaha Produksi Minyak Akar Wangi ( Vetiveria zizanoides) di Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, kakak, adik, dan keluarga penulis yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

2. Dr Ir Setyo Pertiwi, M Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan.

3. Bapak Haji Ede yang telah memberikan penulis kesempatan untuk melakukan penelitian di UKM penyulingan akar wangi.

4. Prof Dr Ir Bambang Pramudya, M Eng dan Dr Ir Diyah Wulandani, MS selaku dosen penguji penulis.

5. Teman-teman seperjuangan MAGENTA TMB 45 dan IMATAPSEL.

6. Dan seluruh kalangan yang telah membantu dan memberi semangat yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala dukungannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurna. Oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Akhir kata semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor ,Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Tanaman Akar Wangi 2

Budidaya akar wangi 3

Teknologi Produksi Minyak Akar Wangi 5

Analisis Kelayakan Finansial 8

METODE 9

Lokasi dan Waktu Penelitian 9

Jenis dan Sumber Data 9

Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Teknik Produksi Akar Wangi dan Minyak Akar Wangi 11

Teknik Produksi 14

Perbaikan Teknik Produksi 17

Analisis Kelayakan Finansial 19

SIMPULAN DAN SARAN 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 26

(10)

DAFTAR TABEL

1 Pemotongan bonggol dan akar tanaman akar wangi 14

2 Alat/mesin penyulingan akar wangi 15

3 Bak pendingin penyulingan akar wangi 15

4 Proses pemisahan minyak akar wangi 16

5 Bahan bakar dan alat pembakaran 17

6 Proses pencucian akar wangi 17

DAFTAR GAMBAR

1 Proses pemotongan bonggol dan akar tanaman akar wangi 14

2 Alat/mesin penyulingan akar wangi 15

3 Bak pendingin penyulingan akar wangi 15

4 Proses pemisahan minyak akar wangi 16

5 Bahan bakar dan alat pembakaran 17

6 Proses pencucian akar wangi 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Biaya investasi tanah, bangunan, dan mesin serta perlengkapan

penyuling akar wangi 26

2 Pajak dan biaya produksi setahun 27

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tumbuhan akar wangi (Vetiveria zizaniodes) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang dapat diolah menjadi minyak akar wangi dengan proses penyulingan (destilasi) atau juga ekstraksi dengan pelarut yang menguap yaitu solvent extraction serta bisa juga dilakukan dengan cara absorbsi oleh lemak padat (enfleurage). Minyak akar wangi merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang juga dikenal sebagai volatile oil atau essential oil, berupa cairan pekat yang tidak larut dalam air, serta mengandung senyawa-senyawa beraroma khas. Minyak atsiri dapat dijadikan bahan dasar parfum, bahan kosmetik, pewangi sabun, obat-obatan, perasa makanan, minuman, dan produk pembersih rumah tangga serta penangkal serangga. Selain akar wangi masih banyak tanaman penghasil minyak atsiri misalnya tanaman pala, cengkih, kayu putih, teh pohon, nilam, jahe, mawar, melati, lavender, serai wangi, dan kayu manis (Kardinan 2005).

Pasar luar negeri yang menyerap produk minyak akar wangi adalah para pengusaha dari berbagai kawasan, meliputi Asia, Eropa dan Amerika, khususnya negara-negara seperti Singapura, India, Jepang, Hongkong, Inggris, Belanda, Jerman, Italia, Swiss, dan Amerika Serikat. Peluang ekspor untuk pemasaran minyak akar wangi juga masih cukup terbuka terutama ekspor untuk kawasan Asia Selatan, Asia Timur, Eropa Timur dan Amerika Selatan, apalagi jika diingat bahwa jumlah produsen atau negara pesaing di pasar internasional masih sangat terbatas.

Indonesia merupakan negara terbesar kedua pengekspor minyak atsiri di dunia setelah Haiti. Sentra budidaya tanaman dan produksi minyak akar wangi di Indonesia berada di daerah Kabupaten Garut, Jawa Barat. Produksi minyak akar wangi ini sebagian besar dilakukan oleh industri kecil dengan menggunakan teknologi yang sederhana/konvensional, sehingga minyak yang dihasilkan belum memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan eksportir maupun konsumen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia memperoleh peringkat ketiga penghasil minyak akar wangi setelah Haiti dan Bourbon. Tabel 1 menyajikan data perkembangan ekspor dan impor minyak akar wangi tahun 2001-2005.

Tabel1 Perkembangan ekspor dan impor minyak akar wangi Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Tutuarima (2009)

(12)

2

menghasilkan kinerja recovery sebesar 92.58%, sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan tekanan konstan 3 bar yaitu 90.37%. Sementara itu, umur panen akar wangi yang tidak seragam dan di bawah umur layak panen akan menyebabkan kualitas minyak yang rendah.

Usaha Kecil Menengah (UKM) Haji Ede merupakan salah satu UKM di Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut yang bergerak di bidang usaha produksi minyak akar wangi. Bahan baku sebagian berasal dari kebun sendiri, sebagian lainnya merupakan pembelian dari hasil petani lain. Bahan baku yang akan disuling tidak disortir terlebih dahulu sebelum dilakukan penyulingan, sehingga umur panen tidak sama dan sangat berpengaruh terhadap hasil penyulingan. Produksi minyak akar wangi dilakukan dengan metode kukus (water and steam distilation), dimana tekanan yang digunakan adalah tekanan tinggi 5 bar. Penyulingan dengan cara tersebut menghasilkan minyak yang berkualitas kurang baik dan menghasilkan minyak berbau gosong serta warna gelap.

Usaha produksi minyak akar wangi Haji Ede dikelola sebagai usaha keluarga, tidak ada pembukuan sebagaimana layaknya suatu usaha, sehingga tidak diketahui secara pasti apakah usaha tersebut untung atau rugi. Sementara, nilai jual minyak akar wangi yang berbau gosong dan berwarna gelap berkisar Rp 800,000/kg. Meskipun pemilik menyatakan usahanya untung, ditunjukkan dengan masih berlangsungnya usaha tersebut dari saat berdiri hingga sekarang, dalam rangka perbaikan kuantitas dan kualitas produk minyak akar wangi, perlu

dilakukan penelitian mengenai “Perbaikan Teknik Produksi dan Analisis

Kelayakan Finansial Usaha Produksi Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoide ) di Kampung Legok Pulus Kabupaten Garut”.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Melakukan studi pustaka dan pengamatan teknik produksi akar wangi dan minyak akar wangi untuk perumusan perbaikan teknik produksi.

2. Menganalisis kelayakan finansial usaha produksi minyak akar wangi.

Untuk tujuan pertama, ruang lingkup penelitian adalah budidaya akar wangi dan pengolahan minyak akar wangi dengan metode kukus (water and steam distilation), sedangkan untuk tujuan kedua dibatasi hanya pada usaha penyulingan untuk produksi minyak akar wangi.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Akar Wangi

(13)

3 kurang baik bila dilakukan di atas tanah yang padat, keras dan berlempung karena akarnya sulit dicabut, dan menghasilkan akar dengan rendemen minyak yang rendah. Derajat kemasaman tanah (pH) yang cocok bagi pertumbuhan akar wangi sekitar 6-7. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman akar wangi sekitar 140 hari per tahun, sedangkan suhu yang sesuai untuk budidaya tanaman akar wangi adalah sekitar 17-270 C (Santoso 1993).

Akar wangi merupakan salah satu tanaman rumput tahunan yang tumbuh tegak dengan tinggi 1.5-2.5 m dan berkembang biak dengan cepat sehingga terbentuk rumpun-rumpun besar. Di Indonesia ada dua jenis akar wangi yang dikenal, yakni jenis yang berbunga dan tidak berbunga. Jenis yang berbunga umumnya diproduksi oleh petani di daerah Garut (Jawa Barat) sedangkan yang tidak berbunga diproduksi oleh petani di daerah Purwokerto (Jawa Tengah). Kadar minyak yang lebih rendah serta mutu minyak yang kurang baik terdapat pada tanaman akar wangi yang berbunga. Untuk memperoleh hasil minyak atsiri yang berkualitas sebaiknya diusahakan dari jenis yang tidak berbunga (Kardinan 2005).

Budidaya Akar Wangi

Pembibitan

Menurut Santoso (1993) cara memperbanyak tanaman akar wangi dilakukan dengan cara vegetatif yaitu penggunaan bonggol-bonggol akarnya. Bonggol-bonggol ini dipecah sehingga memiliki mata tunas lalu ditanam ke kebun. Jika ragu-ragu terhadap bonggol yang baru tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan baru, bonggol terlebih dahulu disemai. Setelah berumur 3-4 minggu sudah ada muncul tunas serta akarnya, dan itu merupakan tanda akar wangi siap dipindahkan ke kebun.

Pengolahan Tanah/Penyiangan Lahan

Pada dasarnya tanaman akar wangi tidak membutuhkan pengolahan tanah secara rumit atau intensif kecuali bila akar wangi ditanam di tanah yang berat atau liat. Bila akar wangi ditanam pada tanah yang belum pernah terolah, maka perlu dilakukan pengolahan tanah. Alat yang digunakan untuk pengolahan tanah adalah cangkul atau secara mekanis menggunakan traktor dan implemen bajak, garu, atau rotary. Pengolahan tanah ini dilakukan 1.5-2.5 bulan sebelum penanaman berlangsung. Setelah pengolahan tanah selesai lalu dilanjutkan ke proses pembuatan lubang tanam, yakni kedalaman 10 cm, panjang 30 cm, dan lebar 30 cm (Santoso 1993).

Penanaman

(14)

4

Pemeliharaan

Santoso (1993) menyatakan bahwa cara pemeliharaan akar wangi terdiri dari beberapa cara, yaitu:

Penyulaman. Akar wangi yang sudah ditanam sekitar 2-3 minggu tanam harus dilakukan pemeriksaan ke kebun untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan akar wangi. Apabila ada tunas akar wangi yang pertumbuhannya gagal (loyo) atau bahkan mati, maka dengan segera dilakukan penyulaman, agar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak terlalu jauh tertinggal dengan tanaman sebelumnya. Penyulaman ini dilakukan untuk mengetahui jumlah tanaman yang sesungguhnya, dan nantinya dapat digunakan untuk memprediksi produk yang dihasilkan.

Penyiangan. Penyiangan dilakukan untuk mencegah datangnya hama yang biasanya menjadikan gulma lain sebagai tempat persembunyian sekaligus untuk memutus daur hidup hama. Pada umur 3 bulan sejak tanam, tindakan penyiangan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan, agar pertumbuhan tanaman akar wangi tidak kerdil atau terlambat. Penyiangan biasanya dilakukan pada awal maupun akhir musim penghujan, karena pada waktu itu banyak gulma yang tumbuh.

Pemupukan. Sebelum melakukan penanaman, saat pencangkulan atau pembuatan lubang tanah sudah diberi pupuk kandang. Setiap lubang diberi pupuk kandang sebanyak ± 1 kg sehingga total kebutuhan pupuk 10 ton per hektar. Berikut adalah rincian dosis dan waktu pemupukan untuk lahan seluas 1 ha yang baru dibuka. Pada tahun pertama, dimana akar wangi berumur 3 bulan membutuhkan pupuk kandang sebanyak 5 ton, 100 kg urea, 50 kg TSP, dan 50 kg KCl, dan untuk umur 9 bulan juga membutuhkan 5 ton pupuk kandang, 50 kg urea, 25 kg TSP, dan 25 kg KCl. Tahun kedua, saat akar wangi berumur 15 bulan baru dilakukan pemupukan dengan dosis 5 ton pupuk kandang, 50 kg urea, 25 kg TSP, dan 25 kg KCl.

Pemangkasan. Pada tanaman akar wangi yang berumur ± 6 bulan perlu dilakukan pemangkasan daun agar memperoleh akar yang rimbun dan panjang. Pemangkasan daun akar wangi setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali akan berdampak positif khusus untuk dataran tinggi karena dapat meningkatkan hasil panen sampai 10%, sedangkan untuk dataran rendah proses pemangkasan tidak bagus dilakukan karena akan berdampak negatif yaitu penurunan hasil panen (Balai Penelitian Industri Bogor).

(15)

5 Panen

Umur panen. Menurut Kardinan (2005) bahwa sistem perakaran akar wangi mengalami perkembangan yang penuh setelah berumur 24 bulan. Akar yang mencapai umur tersebut akan mengandung mutu minyak yang tinggi, akan tetapi kadar minyak atsirinya dalam akar rendah. Hasil penelitian Rusli dan Kemala (1991) menyatakan bahwa akar wangi sebaiknya dipanen umur 18 bulan agar didapatkan produksi dan mutu minyak yang cukup tinggi dengan rendemen yang diperoleh berkisar antara 0.4-0.5% untuk akar basah dan 1.4-2.1% untuk akar kering dengan lama penyulingan 18-24 jam.

Cara panen. Tahap awal pemanenan yaitu terlebih dahulu menyiram tanah agar mempermudah proses pencangkulan. Tanah di sekitar akar wangi digali menggunakan cangkul sedalam 30-35 cm kemudian akar wangi dicabut. Setelah dicabut, tanah yang masih menempel di akar dibersihkan dengan cara memukul-mukulkan pada kayu atau tanah, lalu daun akar wangi dipotong.

Pengolahan. Sebelum pengolahan, akar yang dipanen segera dicuci agar sisa-sisa tanah tidak menempel di akar. Proses pencucian ini dilakukan dengan hati-hati agar akar tidak rusak dan hilang. Kemudian dilakukan pengeringan akar wangi dengan menjemur di bawah sinar matahari selama 1-2 hari sampai bau minyak akar wanginya keluar. Penjemuran akar dilakukan di atas lantai penjemur yang diberi alas tikar, atau bambu anyam dengan ketebalan 20-30 cm. Penjemuran dilakukan dari jam 09.00-14.00 dan dibolak-balik sebanyak 2-3 kali sehingga kadar air yang dikandung akar wangi 15%. Pengeringan akar membutuhkan waktu lebih singkat sehingga kemungkinan minyak yang menguap selama penjemuran lebih kecil. Pengeringan yang berkepanjangan di bawah sinar matahari tidak bagus karena akan mengurangi hasil minyaknya. Akar yang sudah kering dapat disimpan di tempat teduh atau gudang selama 60-70 hari. Jika tidak segera disuling, akar wangi dikemas dalam karung plastik dan ditutup rapat, kemudian disimpan dengan cara ditumpuk dalam gudang yang tidak tembus cahaya matahari, tidak lembab, suhu 20-300C, dan letaknya jauh dari ketel suling. Tujuannya adalah untuk mengurangi penguapan minyak selama penyimpanan.

Teknologi Produksi Minyak Akar Wangi

Jenis Teknologi dan Peralatan

Peralatan yang digunakan untuk proses penyulingan tanaman aromatika yaitu ketel suling (retort), bak pendingin (condensor), alat pemisah minyak, dan ketel uap (boiler).

Ketel suling (retort). Menurut Santoso (1993), ketel yang terbuat dari

(16)

6

besar. Leher angsa ini biasanya tidak dipasang terlalu tinggi agar fungsinya tidak seperti refluks kondensor.

Ketel penyuling merupakan tempat bahan baku yang akan disuling, dan bahan dapat berhubungan langsung dengan air atau uap. Ketel penyulingan umumnya berbentuk silinder yang terbuat dari seng tebal (galvanized sheet metal) yang dilengkapi dengan penutup yang dapat ditutup rapat. Pada tutup tersebut terdapat pipa yang mengalirkan uap ke kondensor (Ketaren 1973). Ketel suling berfungsi sebagai wadah tempat air dan/atau uap untuk mengadakan kontak langsung dengan bahan, serta untuk menguapkan minyak atsiri yang dihasilkan. Ketel suling tersebut berbentuk silinder atau tangki yang mempunyai diameter sama atau lebih kecil dari tinggi tangki (Guenther 2006).

Bak pendingin (condensor). Bak pendingin adalah suatu tempat yang berbentuk bak atau silinder dan di dalamnya terdapat pipa lurus atau berbentuk spiral yang berfungsi untuk mengubah uap menjadi cair (Ketaren 1973).

Condensor berfungsi untuk mengubah uap air dan uap minyak menjadi fase cair (Guenther 2006). Condensor adalah sebuah perangkat yang mengalirkan panas yang tidak diinginkan dari sistem pendingin untuk media (udara, air, atau kombinasi dari udara dan air) yang menyerap panas dan mengalir ke titik pembuangan.

Pemisah minyak. Pemisah minyak yang terbuat dari bahan stainless steel

ini dilengkapi dengan dua saluran, yaitu saluran bawah dan saluran atas. Saluran bawah berfungsi untuk mengalirkan atau menampung minyak akar wangi, dimana berat jenis minyak lebih besar dibandingkan berat jenis air. Sedangkan saluran bagian atas berfungsi untuk membuang air yang nantinya akan digunakan lagi untuk proses berikutnya (Santoso 1993).

Kardinan (2005) menyatakan bahwa untuk mempercepat proses pemisahan air dan minyak, perlu dilakukan penambahan larutan garam dapur 5%, kemudian campuran tersebut diaduk dan didiamkan sehingga minyak menjadi jernih dan dapat dikeluarkan dari tangki. Untuk mencegah penguapan dan kehilangan minyak, maka suhu minyak dalam alat pemisah air dan minyak (florentine flask)

dipertahankan pada suhu 20-250C (Ketaren 1973). Proses penyulingan

Menurut Santoso (1993), penyulingan (distilation) adalah salah satu cara untuk mendapatkan minyak atsiri dengan mendidihkan bahan baku yang telah dimasukkan ke dalam ketel hingga terdapat uap yang diperlukan atau dengan cara mengalirkan uap jenuh (saturated or superheated) dari ketel pendidih air ke dalam ketel penyulingan. Ketel merupakan bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk air panas atau steam. Penyulingan ini bertujuan untuk memisahkan zat-zat yang bertitik didih tinggi dari zat-zat yang tidak dapat menguap.

(17)

7 mengakibatkan rendahnya kecepatan penyulingan dan dengan sendirinya semakin kecil rendemen yang diperoleh (Rusli dan Hasan 1977).

Tekanan uap selama penyulingan juga berperan penting agar memperoleh minyak akar wangi yang bermutu bagus. Berdasarkan hasil penelitian Fajar (2008), peningkatan tekanan uap bertahap dari 0 bar sampai 3 bar selama proses penyulingan dengan kepadatan akar wangi yang sesuai dapat meningkatkan rendemen minyak akar wangi, bau segar khas akar wangi (tidak terkesan gosong) dan menghasilkan mutu yang memenuhi nilai Standar Nasional Indonesia.

Menurut Tutuarima (2009) bahwa laju aliran uap yang signifikan dapat menentukan kinerja recovery proses penyulingan. Peningkatan laju aliran uap selama proses juga mampu meningkatkan recovery penyulingan. Laju aliran uap konstan tertinggi sebesar 2 l/jam/kg bahan dapat memberi kerja recovery lebih baik.

Titik didih yang tinggi sangat erat hubungannya dengan aroma. Minyak dengan titik didih yang tinggi hanya dapat diperoleh dengan waktu penyulingan yang cukup lama. Waktu penyulingan yang lama membutuhkan penggunaan uap yang cukup besar jumlahnya, serta membutuhkan biaya yang besar pula (Ketaren dan Djatmiko 1978).

Waktu yang dibutuhkan selama proses penyulingan adalah 16-20 jam. Penyulingan dengan waktu 20 jam menghasilkan rendemen yang lebih baik dibandingkan dengan 16 jam tetapi penyulingan yang lebih dari 20 jam tidak menyebabkan perbedaan hasil (Kardinan 2005).

Macam-Macam Penyulingan

Berikut ini tiga cara yang lazim digunakan untuk penyulingan minyak atsiri, yaitu: penyulingan dengan air (water distilation), penyulingan kukus (water and steam distilation), dan penyulingan langsung dengan uap (steam distilation).

Penyulingan dengan air (water distilation). Santoso (1993), prinsip kerja penyulingan dengan air (water distilation) adalah ketel penyulingan diisi dengan air sampai volumenya hampir separuh kemudian dipanaskan. Bersamaan dengan itu pula bahan baku dimasukkan ke dalam ketel penyulingan. Dengan demikian, penguapan air dan minyak atsiri berlangsung secara bersamaan. Cara penyulingan ini disebut penyulingan langsung (direct distilation). Bahan baku yang digunakan pada proses direct distilation biasanya bunga atau daun yang mudah bergerak di dalam air dan tidak mudah rusak oleh panas uap air. Namun, mutu minyak atsiri yang dihasilkan cukup rendah dengan kadar minyaknya juga rendah, terkadang terjadi proses hidrolisis ester, dan produk minyaknya bercampur dengan hasil sampingan.

(18)

8

dari air berdasarkan berat jenis. Produk minyak yang dihasilkan cukup bagus, jika pengerjaannya dilakukan dengan baik produk minyak pun masuk dalam kategori ekspor.

Penyulingan langsung dengan uap (steam distilation). Santoso (2006), penyulingan ini hampir sama dengan cara penyulingan kukus (indirect distillation), tetapi ketel uap dan ketel penyulingan dipasang secara terpisah. Ketel uap yang berisi air dipanaskan, kemudian uap dialirkan ke ketel penyulingan yang berisi bahan baku. Partikel-partikel minyak pada bahan baku terbawa bersama uap lalu dialirkan ke alat pendingin. Di dalam alat pendingin itulah terjadi proses pengembunan, sehingga uap air yang bercampur minyak akan mengembun dan mencair kembali. Selanjutnya minyak dialirkan menuju alat pemisah yang akan memisahkan minyak atsiri dari air. Mutu minyak atsiri yang dihasilkan jauh lebih bagus dibanding dengan kedua cara penyulingan lainnya sehingga harga jual minyaknya pun jauh lebih tinggi.

Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial yang dilakukan meliputi analisi biaya pokok, analisis titik impas, analisis Net Present Value (NPV), analisis Internal Rate of Return (IRR), dan analisis B/C Ratio.

Analisis Biaya Pokok

Menurut Pramudya et al. (1992) biaya pokok adalah biaya yang diperlukan suatu mesin pertanian untuk setiap unit produk. Misalnya berapa biaya yang diperlukan untuk pengolahan tanah per ha (Rp/ha), berapa biaya penggiling padi setiap kg (Rp/kg). Data yang diperlukan dalam perhitungan biaya pokok meliputi biaya tetap, biaya tidak tetap, kapasitas produksi/alat serta perkiraan jam kerja dalam satu tahun.

Kapasitas kerja suatu alat atau mesin pertanian ialah kemampuan dari alat untuk menghasilkan produk (output) per satuan waktu. Misalnya berapa hektar luas lahan yang dapat diolah dalam satu jam, berapa liter air yang dipompa setiap jam, atau berapa kilogram padi yang digiling dalam satu jam.

Analisis Titik Impas

Titik perpotongan dua buah garis pada sebuah kurva menunjukkan bahwa pada titik tersebut tercapai suatu keseimbangan di antara variabelnya. Titik ini biasa disebut titik impas (breakeven point) (Pramudya et al. 1992).

Santoso (2010) mengatakan bahwa pertemuan dari garis total cost (TC) dan total revenue (TR) adalah titik impas (titik pulang pokok, Break Event Point, BEP). Pada titik tersebut terjadi keseimbangan, yaitu keseimbangan antara keuntungan kotor dan biaya produksi, yang berarti pada titik tersebut tidak terjadi kerugian dan keuntungan.

Analisi Net Present Value (NPV)

(19)

9 dengan 0 proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Artinya jika NPV sama dengan 0, maka proyek akan mendapat modalnya kembali setelah diperhitungkan

discount rate yang berlaku. Untuk NPV lebih besar 0 proyek dapat dilaksanakan dengan memperoleh keuntungan sebesar nilai NPV. Sedangkan apabila nilai NPV kurang dari 0, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan, dan dipertimbangkan untuk mencari alternatif proyek yang lain yang lebih menguntungkan.

Analisis Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan tingkat pengembalian modal dalam satu proyek. Nilai IRR merupakan nilai tingkat bunga, dimana NPV-nya sama dengan nol. Metode IRR sangat umum dan luas digunakan dalam menyelesaikan studi ekonomi (Pramudya

et al. 1992).

Perhitungan IRR untuk satu proyek melibatkan bunga modal dimana penerimaan saat ini sama dengan pengeluaran (biaya) saat ini. Untuk menyelesaikan perhitungan IRR digunakan cara coba-coba (Trial and Error) sampai nilai i dapat ditemukan. Apabila nilai i lebih besar atau sama dengan tingkat bunga modal yang berlaku, maka proyek layak dilaksanakan.

Analisis B/C Ratio

Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) adalah perbandingan antara besarnya manfaat dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Perhitungan dengan metode ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: Net B/C dan Gross B/C.

Net B/C

Untuk menghitung Net B/C sebelumnya perlu menghitung nilai NPVB-C setiap tahun selama umur proyek. Kemudian nilai Net B/C dapat dihitung dari perbandingan jumlah semua NPVB-C yang bernilai positif dengan jumlah semua NPVB-C yang bernilai negatif (Pramudya et al. 1992).

Gross B/C

Nilai Gross B/C merupakan perbandingan antara NPV manfaat dan NPV biaya sepanjang umur proyek (Pramudya et al. 1992).

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Legok Pulus, Desa Sukakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Juli 2013.

Jenis dan Sumber Data

(20)

10

produksi, dan harga akar wangi. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian bersumber dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik, Internet serta berbagai literatur yang berkaitan dengan minyak akar wangi.

Analisis Data

Analisis teknik produksi akar wangi dan minyak akar wangi

- Budidaya meliputi pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, dan panen.

- Teknik produksi meliputi penyulingan, kondensasi, dan pemisahan minyak.

- Perbaikan teknik produksi

Analisis finansial produksi minyak akar wangi

a. Biaya Pokok

Biaya pokok dihitung dengan persamaan berikut :

BP = ��

�� +

���

� … … … 1

BP = Biaya pokok (Rp/kg) BT = Biaya tetap (Rp/tahun) BTT = Biaya tidak tetap (Rp/tahun) k = Bulan kerja (bulan/tahun) x = Kapasitas kerja (unit/bulan) b. Analisis Titik Impas (BEP)

Analisis titik impas dapat dilakukan dengan persamaan berikut :

BEP= BT

P-BTT………..(2)

BEP = Titik impas (kg/tahun) BT = Biaya tetap (Rp/tahun) BTT = Biaya tidak tetap (Rp/tahun) P = Harga jual (Rp/kg)

c. AnalisisNet Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) dapat dihitung dengan persamaan :

NPV= Bt-Ct

(1+i)1………(3)

n

t=1

NPV = Net present value (Rp)

(21)

11 i = Tingkat suku bunga yang berlaku (%/tahun)

n = periode t = tahun ke-t

d. Analisis Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :

Net B/C ratio dihitung dengan menggunakan persamaan : Net B C=+NPVB-C positif

-NPVB-C negatif

……….(5)

2. Gross B/C

Gross B/C ratio dihitung dengan menggunakanpersamaan : Gross B C=

Dari hasil perhitungan B/C Ratio, dapat diambil keputusan sebagai berikut: Jika B/C ≥ 1 maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan.

Jika B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik Produksi Akar Wangi dan Minyak Akar Wangi

Budidaya Akar Wangi

(22)

12

sebelah Selatan Samudera Indonesia, dan sebelah Barat Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung.

Kampung Legok Pulus di Kabupaten Garut merupakan salah satu tempat yang cocok untuk budidaya akar wangi dan usaha penyulingan akar wangi dikarenakan kondisi alam yang mendukung, baik akan kebutuhan tanah yang berpasir dan air. Haji Ede merupakan salah satu pelaku budidaya akar wangi sekaligus pengusaha produksi minyak akar wangi. Bibit akar wangi yang dibutuhkan berasal dari kebun Haji Ede sendiri dengan bonggol (bibit) pilihan. Bonggol ini diperoleh ketika panen akar wangi, yang diambil untuk disuling hanya akarnya lalu bonggolnya dipisahkan untuk dijadikan bibit penanaman berikutnya. Selama ini belum pernah terjadi kekurangan bibit akar wangi.

Proses pengolahan tanah dilakukan mulai dari jam 07.00-12.00 dengan cara manual menggunakan cangkul. Pekerja yang dipekerjakan untuk mengolah tanah rata-rata 4 orang dengan usia yang beragam, mulai dari anak muda sampai orang tua sehingga kecepatan kerjanya berbeda. Tanah terlebih dahulu dibersihkan dari sisa-sisa tanaman akar wangi, jika akar wangi terlalu banyak perlu dilakukan pembakaran. Setelah itu baru dicangkul dengan membuat gundukan dan parit/saluran irigasi, dimana lebar rata-rata gundukan 1.32 m dengan panjang rata-rata13.64 m, dan parit/saluran irigasi yang terbentuk sebanyak 20 serta gundukan sebanyak 21. Luas rata-rata pengolahan tanah adalah 473.91 m2/hari, sehingga diperoleh waktu yang dibutuhkan untuk mengolah tanah seluas 1 ha yaitu 105 jam (21 hari). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kecepatan pekerja dalam pengolahan tanah Daerah Pekerja

(23)

13 Tabel 3 Kecepatan pekerja dalam penanaman akar wangi

Daerah Pekerja

Proses pemeliharaan dilakukan setelah akar wangi berumur 4-6 bulan. Perlakuan terhadap pemeliharaan akar wangi Haji Ede berupa pembersihan gulma yang tumbuh di sekitar tanaman akar wangi. Tenaga kerja yang diperlukan 10 orang dan umumnya wanita. Kegiatan ini dimulai dari jam 07.00 – 12.00. Kapasitas pemeliharaan yaitu 70 jam/ha (14 hari). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kecepatan pekerja dalam pemeliharaan akar wangi Daerah Pekerja

Proses selanjutnya adalah pemanenan dan pengangkutan. Umur akar wangi yang dipanen berkisar 8 bulan sehingga dalam 2 tahun pemanenan dilakukan sebanyak 3 kali panen. Kegiatan ini juga berlangsung mulai dari jam 07.00-14.00, dimana pekerjanya 8 orang. Biasanya dilakukan suami-istri, bagian yang mencangkul dan menarik akar wangi adalah tugas laki-laki sedangkan yang memotong akar adalah tugas perempuan. Proses pengangkutan dilakukan bergantian dengan cara menggendong dipunggung masing-masing. Jika jarak kebun kurang dari 1 km maka pekerja mengangkut sampai pabrik, dan jika jarak kebun jauh lebih besar dari 1 km maka pekerja manganggkut hanya sampai tempat pengumpulan kemudian akar wangi diangkut ke pabrik dengan menggunakan angkutan umum sewaan. Kapasitas pemanenan yaitu 112 jam/ha sama dengan 16 hari. Tabel 5 menunjukkan produktivitas akar wangi.

(24)

14

Peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan saat panen akar wangi belum terpenuhi, karena saat panen para pekerja membawa alat masing-masing seperti cangkul dan bacok. Cangkul digunakan untuk mencangkul akar lalu akar ditarik dan dipukul-pukul ke tanah untuk mengurangi tanah yang menempel pada akar, sedangkan bacok digunakan untuk memisahkan akar dengan bonggol dan daunnya (Gambar 1). Selain itu penyediaan transportasi untuk mengangkut hasil panen juga belum tersedia. Selama ini Haji Ede menggunakan jasa angkut dari angkutan umum dengan sistem sewa. Kondisi akar wangi yang ada di pabrik termasuk kondisi segar yang baru di panen lalu diangin-anginkan sehingga memiliki kadar air sebesar 42% (Tutuarima 2009). Sementara menurut pendapat Ketaren (1985) pengeringan akar wangi akan membantu percepatan proses penyulingan, meningkatakan rendemen, dan memperbaiki mutu minyak akar wangi walaupun kemungkinan terjadi kehilangan minyak karena penguapan dan oksidasi oleh oksigen udara.

Gambar 1 Pemotongan bonggol dan akar tanaman akar wangi

Dari pengamatan budidaya akar wangi, ditemukan praktek-praktek yang memerlukan perbaikan, yaitu pemanenan dan pengeringan sebelum pengolahan akar wangi. Adapun perbaikan yang direkomendasikan antara lain, pada pemanenan perlu adanya penyeragaman umur panen agar diperoleh rendemen minyak yang lebih banyak. Sedangkan pada pengeringan akar wangi perlu pengeringan yang merata agar diperoleh kadar air yang sama (seragam).

Teknik Produksi

Penyulingan

(25)

15

a b

Gambar 2 Alat/mesin penyulingan akar wangi. a) ketel penyulingan, dan b) tabung tempat bara api

Kondensasi

Kondensasi dilakukan menggunakan bak pendingin atau kondensor dengan panjang 4.75 m, tinggi 1.8 m, lebar 4.55 m,dan volume 38.9 m3. Pipa yang dihubungkan dari tutup ketel suling langsung ditarik ke dalam kondensor dengan panjang pipa 9 lente, dimana 1 lente adalah 6 m. Jadi panjang pipa yang digunakan untuk mengalirkan uap ke kondensor sepanjang 54 m dan didalam kondensor pipa berbentuk spiral seperti yang disajikan pada Gambar 3. Pipa yang berbentuk spiral memerlukan lebih sedikit air pendingin, karena berkontak langsung dengan uap sehingga kondensat mengalir lebih lama. Akibatnya daya absorbsi panas lebih besar dan suhu kondensat yang keluar mendekati suhu air pendingin yang mengalir masuk ke dalam kondensor. Oleh karena itu, kondensor lebih baik berukuran lebih besar. Uap minyak yang berbentuk gas akan mengalir melalui pipa menuju kondensor sehingga berubah wujud menjadi cair kemudian mengalir ke pemisah minyak.

Gambar 3 Bak pendingin penyulingan akar wangi Pemisahan Minyak

(26)

16

dilihiat pada Gambar 4. Selanjutnya minyak dan air dipisah menggunakan kain monel, dimana minyak berada dibawah sedangkan air diatas. Hal ini menunjukkan bahwa massa jenis minyak akar wangi lebih berat dibandingkan dengan massa jenis air.

Gambar 4 Proses pemisahan minyak akar wangi. a) hasil minyak pada pemisahan pertama, b) hasil minyak pada pemisahan kedua, dan c) hasil minyak pada pemisahan ketiga

Peralatan dan perlengkapan di pabrik sudah cukup memadai. Walaupun bengkel tidak tersedia di dekat pabrik, tetapi Haji Ede masih menyediakan alat-alat bengkel yang sering digunakan dan tenaga kerja bisa menggunakan alat-alat tersebut. Oleh karena itu jika ada kerusakan yang tidak terlalu serius bisa diperbaiki oleh tenaga kerja dan tidak mengganggu aktifitas produksi. Alat/mesin penyulingan akar wangi dengan metode water and steam distilation yang digunakan Haji Ede belum tersedia dipasaran. Untuk mendapatkan alat/mesin penyuling ini, Haji Ede harus memesan ke bengkel yang sudah ahli dalam pembuatan alat/mesin.

Pengoperasian mesin/alat penyuling minyak akar wangi metode water and steam distilation tidak terlalu susah, dengan mengikuti atau memperhatikan penjelasan dari pembuat mesin/alat karyawan dengan mudah mengoperasikan mesin/alat penyuling. Pemeliharaan terhadap mesin/alat produksi juga tidak begitu rumit, berikut hal yang perlu diperhatikan yaitu pembersihan sisa-sisa yang tertinggal disaringan ketel suling, pemeriksaan baut kuping apa ada yang longgar, serta pengelasan pada body ketel bila ada yang bocor. Pergantian air dalam ketel suling dilakukan setiap 4 kali produksi, sedangkan pembersihan sisa tanah yang menempel disaringan maupun didalam ketel suling dilakukan 25-30 kali penggunaan. Pembersihan ini berfungsi untuk menghindari penyumbatan serta berkurangnya rendemen minyak yang dihasilkan.

Bahan bakar yang digunakan untuk penyulingan akar wangi metodewater and steam distilation yaitu oli bekas yang disajikan pada Gambar 5 a). Oli bekas diperoleh dari supllier dengan harga Rp 4,000/liter, dimana satu kali produksi membutuhkan oli bekas sebanyak 300 liter. Berarti biaya untuk bahan bakar sekali produksi yaitu Rp 1,200,000. Proses pembakarannya dibantu dengan compressor dan motor disel (gambar 5b). Motor disel yang digunakan merek dong feng 5 pk menggunakan bahan bakar solar dengan kapasitas bahan bakar 8 liter. Sedangkan Compressor yang digunakan model BAC 1530 made Italy Technology dengan

(27)

17 spesifikasi mesin (Gambar 5c). Kerusakan yang sering terjadi tidak begitu serius. Pergantian karet hanya sekali serta pergantian oli setiap 500 jam.

Gambar 5 Bahan bakar dan alat pembakaran. a) oli bekas sebagai bahan bakar, b) motor disel dan compressor, dan c) spesifikasi compressor

Proses penyulingan juga sangat membutuhkan air misalnya saat pencucian akar wangi ketika musim hujan, proses penyulingan, dan proses pendinginan pada kondensor. Air yang digunakan berasal dari mata air. Tujuan pencucian akar wangi saat musim hujan adalah untuk mengurangi tanah yang menempel diakar sehingga mempermudah proses penyulingan. Cara penyucian akar wangi disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Proses pencucian akar wangi

Perbaikan Teknik Produksi

Prapanen

Prapanen meliputi pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Pengolahan tanahpada UKM Haji Ede seperti yang sudah dipaparkan di atas tidak ada kendala yang diperoleh. Sementara penanaman menunjukkan angka berbeda berdasarkan dari hasil jarak tanam yang dipaparkan di atas menurut Santoso (1993). Hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan akar wangi, karena memiliki jarak tanam yang dekat. Pemeliharaan berupa pembersihan gulma agar mempermudah proses pemanenan serta pemanenan yang tidak sesuai dengan umur panen akan mempengaruhi rendemen dan kualitas serta kuantitas produksi minyak akar wangi.

Pascapanen

Pascapanen merupakan tahap penanganan hasil pertanian setelah panen yaitu pengeringan, pendinginan, pembersihan, penyortiran, dan pengemasan. a

(28)

18

Guenther (2006) berpendapat bahwa persiapan bahan dalam metode water and steam distilation (kukus) memerlukan perhatian khusus. Pengeringan akar wangi hingga mencapai kadar air yang seragam yaitu 15% akan meningkatkan hasil minyak. Pengisian akar wangi ke dalam ketel juga harus seragam dan diatur sedemikian rupa agar uap dapat berpenetrasi dan merata dalam bahan, sehingga rendemen minyak yang dihasilkan lebih tinggi. Sementara bahan baku yang digunakan pada UKM Haji Ede kurang diperhatikan, misalnya tidak ada penyortiran pada bahan baku baik dari umur panen, dan ukuran yang seragam dan optimum. Jika akar wangi yang disuling di bawah umur panen akan mengandung minyak yang sedikit seperti yang dipaparkan di atas, serta ukuran bahan terlalu halus akan menimbulkan penggumpalan dan menyebabkan terjadinya penghambatan penetrasi uap.

Selain umur panen, lama penyulingan dan tekanan saat penyulingan juga sangat berpengaruh terhadap proses penyulingan akar wangi. Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium ITB, lama penyulingan optimum adalah 20 jam dengan metode penyulingan steam. Percobaan yang dilakukan dengan membedakan tekanan ternyata mempengaruhi rendemen yang diperoleh. Penyulingan dengan 1 bar memperoleh rendemen minyak sebesar 1.08%, 2 bar 1.92%, dan 3 bar 1.94%. Rendemen yang diperoleh dari tekanan 2 bar ternyata tidak berbeda jauh dibandingkan dengan tekanan 3 bar. Oleh karena itu tekanan optimum penyulingan akar wangi dengan metode steam adalah 2 bar. Kardinan (2005) menyatakan bahwa penyulingan akar wangi dalam bentuk segar akan menghasilkan rendemen minyak yang rendah (0.4-0.5%), dibandingkan dengan rendemen minyak pada penyulingan akar wangi kering (1.6-2.1%).

Penyulingan di UKM Haji Ede berdasarkan hasil wawancara menggunakan tekanan tinggi yaitu 5 bar. Semesntara itu, hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan gas ideal nilai tekanan yang diperoleh sebesar 2.6 bar dengan asumsi massa jenis 1.3 kg/m3 dan suhu 1600C. Penyulingan dengan tekanan tinggi akan mempengaruhi kerusakan minyak, misalnya bau gosong, dan warna minyak yang kecoklatan. Selain itu, faktor yang perlu diperhatikan juga adalah pergantian air dalam ketel suling. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, proses pergantian air di UKM Haji Ede dilakukan setiap 4 kali produksi. Hal ini akan menimbulkan terjadinya dekomposisi zat ekstraktif dalam bahan, serta menghasilkan zat yang mudah menguap dan berbau tidak enak karena menggunakan air yang berulang-ulang (Guenther 2006).

Berdasarkan hasil penelitian Moestafa et al. (1991) bahwa laju penyulingan sangat berpengaruh nyata terhadap rendemen dan kadar vetiverol minyak akar wangi. Jumlah minyak dan kadar vetiverol minyak akar wangi lebih tinggi pada laju penyulingan 600 gram uap per jam dibandingkan dengan laju penyulingan 500 gram uap per jam. Semakin lama penyulingan dilakukan, hasil minyak yang diperoleh semakin banyak dengan kadar vetiverol yang lebih tinggi serta bobot jenis dan indeks bias yang lebih tinggi. Laju aliran uap air juga berpengaruh terhadap laju ekstraksi minyak serta berhubungan dengan konsumsi energi (Suwarda 2009).

(29)

19 secara lebih baik hingga diperoleh akar wangi yang lebih kering, memperhatikan kapasitas penyulingan sehingga tidak memuat akar wangi secara berlebih, melakukan pembalikan bahan baku pada waktu penyulingan agar penyulingan minyak maksimal dan rendemen meningkat, melakukan penggantian air suling lebih sering karena penggunaan air yang berulang-ulang sangat berpengaruh terhadap hasil minyak yang disuling, pengaturan laju penyulingan melalui pengaturan tekanan.

Analisis Kelayakan Finansial

Asumsi dasar yang digunakan dalam melakukan analisis finansial dalam usaha penyulingan minyak akar wangi sebagai berikut :

1. Harga-harga yang digunakan dalam analisis finansial ini berdasarkan harga pada bulan Februari sampai bulan Juni 2013.

2. Analisis kelayakan usaha dilakukan selama 10 tahun berdasarkan umur ekonomis mesin penyulingan.

3. Semua bahan baku dianggap membeli dari petani, dan pengangkutan menggunakan transportasi.

4. Nilai sisa yang digunakan pada bangunan 10%, sedangkan nilai sisa untuk mesin dan peralatan 15% dari harga awal.

5. Biaya pemeliharaan dan perbaikan sebesar 3 % dari harga awal.

6. Suku bunga diperhitungan sebesar 19.25% berdasarkan tingkat suku bunga pinjaman di Bank Rakyat Indonesia.

7. Penentuan besar pajak penghasilan yang digunakan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan tahun 1994, yaitu apabila pendapatan kurang dari Rp 25,000,000, maka dikenakan pajak 10% dari pendapatan. Bila pendapatan berada antara Rp (25,000,000-50,000,000) dikenakan pajak 15%, dan pendapatan lebih dari Rp 50,000,000 dikenakan pajak 30%.

Biaya Investasi

Biaya investasi usaha penyulingan meliputi biaya bangunan, dan mesin penyulingan dengan total keseluruhan adalah Rp 204,290,000 (Tabel 6). Biaya bangunan untuk UKM ini adalah sebesar Rp 100 Juta, sedangkan biaya untuk mesin/alat penyulingan pada analisis ini sebesar Rp 104,290 Juta. (Lampiran 1).

Tabel 6 Biaya investasi bangunan dan mesin akar wangi

No. Item Total (Rp)

1 Bangunan 100,000,000

2 Mesin 104,290,000

Total 204,290,000

Biaya Tetap

(30)

20

UKM ini tidak menggunakan jasa pinjaman baik dari berbagai pihak, sehingga bunga modal dan asuransi tidak ada pada analisis tersebut. Dalam hal ini, jumlah produk yang dihasilkan tidak mempengaruhi biaya tetap (Tabel 7). Rincian perhitungan untuk biaya tetap dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tanah yang digunakan pada UKM ini adalah seluas 2000 m2 dan tanah tersebut merupakan tanah milik sendiri. Meskipun lahan milik sendiri, untuk perhitungan dipakai harga sewa tanah, dimana harga sewa tanah seluas 2,500 m sebesar Rp 1 Juta/bulan sehingga diperoleh harga sewa Rp 400/m2/bulan (http://properti24.com/tanah/sewa-tanah-33516.html). Jadi, harga sewa tanah pada UKM ini sebesar Rp 9,600,000/tahun ( 2,000 m2 x Rp 400/m2/bulan).

Tabel 7 Biaya tetap produksi selama setahun

Item Biaya (Rp/thn)

Sewa tanah 9,600,000

Penyusutan mesin dan alat 8,500,000 Penyusutan bangunan 9,000,000

Pajak bumi dan bangunan 88,000

Total 27,188,000

Biaya Variabel (Tidak Tetap)

Biaya variabel (tidak tetap) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat alat/mesin beroperasi dan jumlahnya tergantung pada jumlah jam kerja pemakaian serta jumlah produk yang dihasilkan. Biaya tidak tetap terdiri dari biaya bahan bakar, pelumas, perbaikan dan pemeliharaan, bahan baku, dan operator seperti pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, panen, pencucian, produksi, dan pengangkutan. Rincian biaya tidak tetap disajikan pada Tabel 8 dan Lampiran 2.

Tabel 8 Biaya tidak tetap produksi selama setahun

(31)

21 M/tahun. Kemasan minyak akar wangi berupa dirigen sebanyak 83 unit, dimana per unit 40 liter dan biaya sebesar Rp 3,527,500/tahun.

Bahan bakar utama yang digunakan pada penyulingan ini adalah oli bekas, dimana dalam setahun memerlukan sebanyak 99,000 liter. Harga per liternya Rp 4,000, sedangkan bahan bakar untuk motor diesel adalah solar dan memerlukan sebanyak 1,386 liter/tahun dan harga per liternya Rp 5,000, maka diperoleh biaya untuk bahan bakar sebesar Rp 402,930,000/tahun. Pelumas digunakan untuk compressor dan kebutuhan yang digunakan sebanyak 66 liter/tahun dengan harga per liternya Rp 25,000, sehingga diperoleh biaya untuk pelumas sebesar Rp 1,650,000. Total biaya perbaikan dan pemiliharaan diasumsikan 3% dari investasi (bangunan dan alat/mesin) yaitu sebesar Rp 6,000,000/tahun.

Proses produksi penyulingan minyak akar wangi membutuhkan tenaga kerja 3 orang. Dimana ke tiga tenaga kerja tersebut terlibat langsung dalam proses produksi. Besarnya gaji yang diterima oleh tenaga kerja per produksi sebesar Rp 150,000/3 orang. Jika dalam setahun proses produksi minyak akar wangi sebanyak 330 kali, maka gaji yang diterima ketiga tenaga kerja tersebut sebesar Rp 49,500,000/tahun. Sedangkan gaji untuk per orangnya adalah Rp 16,500,000/tahun (Rp 1,375,000/bulan). Untuk upah pencucian akar wangi sebesar Rp 25,000/ton dengan total sebesar Rp 8,250,000/tahun, dan upah pengangkutan per tonnya dibayar sebesar Rp 60,000. Jadi total biaya pengangkutan sebesar Rp 39,600,00/tahun.

Harga Pokok = 27,188,000 + 1,996,457,500 (Rp/thn)

8 kg/suling x 330 kali suling/thn = Rp766,600/kg Dengan angka-angka perhitungan di atas maka harga pokok minyak akar wangi sebesar Rp 766,600 per kilogram.

Penerimaan

Penerimaan diperoleh dari hasil perkalian jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual minyak akar wangi per kg. Jumlah produksi selama setahun yaitu 330 x produksi, dan sekali produksi menghasilkan rendemen rata-rata 0.3-0.4% (kurang lebih 6-8 kg). Dengan harga jual Rp 800,000/kg akan diperoleh penerimaan sebesar Rp 2,112,000,000/tahun, dan berdasarkan harga pokok akan mendapat keuntungan sebesar Rp. 88,176,000/tahun.

Kriteria Kelayakan

(32)

22 BEP = (27,188,000 + 1,996,457,500) (Rp/tahun)

800,000 Rp/kg = 2,530 kg minyak/tahun Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat apakah proyek masih layak dijalankan jika terjadi kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan. Dalam penelitian ini ada lima variabel yang digunakan untuk menganalisis sensitivitas usaha penyulingan minyak akar wangi yaitu: 1. Harga jual turun 5%, 2. Upah tenaga kerja naik 10%, 3. Harga bahan bakar naik 10%, 4. Upah tenaga kerja naik 10%, harga bahan bakar naik 10%, dan harga jual tetap, dan 5. Upah tenaga kerja naik 10%, harga bahan bakar naik 10%, dan harga jual naik 10%. Tabel 9 Analisis sensitivitas kelayakan usaha produksi minyak akar wangi

No Uraian NPV (Rp) Net 4 Upah tenaga kerja naik 10%, harga bahan

bakar naik 10%, dan harga jual tetap

-135,935,010 0 0 < � -

5 Upah tenaga kerja naik 10%, harga bahan bakar naik 10%, dan harga jual naik 10%

41,171,908 ~ ~ > � 1 tahun

Berdasarkan tabel diatas, nilai NPVyang diperoleh ketika harga jual minyak akar wangi turun 5%, atauapabila upah tenaga kerja naik 10% dan harga bahan bakar naik 10% sedangkan harga jual tetap adalah negatif (NPV< 0)dan usaha ini tidak layak dijalankan karena mengalami kerugian. Dimana kerugian disebabkan harga jual turun 5% lebih rendah dibandingkan dengan harga jual minimum (harga pokok). Selain itu nilai IRR yang diperoleh juga lebih kecil dari

(33)

23

Payback period (PP) adalah lama waktu pengembalian modal. PP yang diperoleh berdasarkan perhitungan adalah 2 tahun 6 bulan, sedangkan PP yang diperoleh setelah melakukan analisis sensitivitas adalah 1 tahun ketika upah tenaga kerja naik 10%, harga bahan bakar naik 10%, dan harga naik 10%. PP ketika upah tenaga kerja naik 10% adalah 3 tahun, ketika harga bahan bakar naik 10% selama 6 tahun 6 bulan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Produksi minyak akar wangi di usaha produksi Haji Ede memerlukan perbaikan dalam hal pemanenan yang meliputi keseragaman umur panen, melakukan pengeringan akar wangi sehingga kandungan air seragam yaitu 15%, dan teknik penyulingan mulai dari kepadatan bahan baku saat melakukan penyulingan, ukuran akar wangi yang seragam, penggantian air suling, dan tidak menggunakan tekanan tinggi saat penyulingan berlangsung.

Kapasitas minimum produksi di UKM penyulingan minyak akar wangi ini berdasarkan nilai BEP yang diperoleh sebesar 2,530 kg/tahun. Dari hasil perhitungan kriteria kelayakan, UKM penyulingan akar wangi Haji Ede layak dijalankan. Dengan investasi bangunan dan mesin per 10 tahun sebesar Rp 200,000,000, investasi alat pelengkap setiap tahunnya sebesar Rp 429,000, dan biaya tetap sebesar Rp 27,188,000/tahun, biaya tidak tetap sebesar Rp 1,996,457,500/tahun, harga pokok minyak akar wangi sebesar Rp 766,600/kg. Sementara itu harga jual minyak akar wangi sebesar Rp 800,000/kg. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh UKM penyulingan minyak akar wangi adalah Rp. 88,176,000/tahun. Kriteria kelayakan lain ditunjukkan oleh hasil yang diperoleh berikut ini: NPV sebesar Rp 213,508,492, Net B/C sebasar 3.27, Gross B/C sebesar 1.02, IRR sebesar 36.17%, dan waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal selama 2 tahun 6 bulan.

Saran

1. Perlu penyeragaman umur panen pada tingkat umur panen yang tepat.

2. Perlu melakukan penyortiran pada bahan baku, pengaturan tekanan, pembalikan bahan baku pada proses penyulingan, dan penggantian air penyulingan agar mendapat rendemen yang lebih tinggi.

(34)

24

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1977. Hasil laboratorium penyulingan akar wangi [internet]. [diunduh 2013 Juni 13]. Tersedia pada: www.pub.bhaktiganesha.or.id. [Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan [internet]. [diunduh 2012 Des 06].

Tersedia pada: http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/index.php? Option =comcontent&view=article&id=75:potensi-besar-minyak-atsiri-ada-pada-akarwangi&catid=8:inventaris-berita&Itemid=30.

Fajar MAB. 2008. Pengaruh kepadatan akar wangi pada penyulingan dengan kenaikan tekanan uap bertahap terhadap rendemen dan mutu minyak akar wangi yang dihasilkan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Guenther E. 2006. Minyak Atsiri Jilid I. Ketaren S, penerjemah; Guenther E,

editor. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari:

Essential Oils.

Guenther E. 1990. Minyak Atsiri Jilid IVA. Ketaren S, penerjemah; Guenther E, editor. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: The

Essential Oils.

Hasan M, Rusli S. 1977. Cara penyulingan daun nilam mempengaruhi rendemen dan mutu minyak. Pemberitaan LPTI. Bogor (ID): Balai Besar Tanaman Rempah dan Obat. 24: 1-7.

Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri Komoditas Wangi Penuh Potensi. Jakarta (ID): Agromidia Pustaka.

Ketaren S. 1973. Minyak Atsiri. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ketaren S, Djatmiko B. 1978. Minyak Atsiri Bersumber dari Batang dan Akar. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Moestafa A, Waspodo P, Hakim S. 1991. Pengaruh lama dan kecepatan penyulingan terhadap kadar minyak dan vetiverol akar wangi. Warta IHP/J. of Agro-based Industry. 8(2): 11-15.

Mukhtar Z. 2012. Garut Pasok Minyak Akar Wangi 60 Ton per Tahun [internet]. [diunduh 2012 Des 06]. Tersedia pada: http://www.inilah.com/read/ detail/garut - pasok-minyak-akar-wangi-60-ton-per-tahun.

OCBC NISP. 2014. Data suku bunga deposito rupiah [internet]. [diunduh 2014 Februari 10]. Tersedia pada: www.seputarforex.com/ data/ suku_ bunga_ deposito.

Pramudya B, Pertiwi S, Dewi N. 1992. Ekonomi Teknik. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rusli S, Kemala S. 1991. Perkembangan penelitian tanaman atsiri. Di dalam: Wahid P, Rusli S, Soetopo D, Hobir, editor. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pengembangan Atsiri di Sumatera; Bukit Tinggi, 31 Agustus 1991. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm. 77-86. Santoso. 2010. Evaluasi Finansial untuk Manager, dengan Software Komputer.

Bogor (ID): `Institut Pertanian Bogor Press.

(35)

25 Suwarda R. 2009. Analisis energi proses penyulingan minyak akar wangi dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(36)

26

Lampiran 1 Biaya investasi tanah, bangunan, dan mesin serta perlengkapan penyuling akar wangi

No. Item

Jumlah

Satuan

Total (Rp) Nilai sisa (Rp)

Penyusutan Rp/Tahun

Biaya Pemeliharaan

Rp/Tahun 1 Bangunan 300 m2 100,000,000 10,000,000 9,000,000 3,000,000 2 Mesin 1 Set 100,000,000 15,000,000 8,500,000 3,000,000

Total 200,000,000 25,000,000 6,000,000

Perlengkapan setiap tahun

No. Item Jumlah Harga/unit Biaya (Rp)

1 Baskom 2 12,000 24,000

2 Ayakan 2 15,000 30,000

3 Ember 2 30,000 60,000

4 Sinduk 1 15,000 15,000

5 Kain monel 1 300,000 300,000

Total 429,000

(37)

27 Lampiran 2 Pajak dan Biaya Produksi Setahun

A Pajak Bumi dan Bangunan

Item Biaya (Rp)

Jumlah nilai jual objek pajak bumi (tanah) -

Jumlah nilai jual objek pajak bangunan 100,000,000

NJOP kena pajak 300,000,000

NJOP tidak kena pajak 12,000,000

NJOP untuk perhitungan PBB 288,000,000

Nilai jual kena pajak 57,600,000

PBB yang terutang 88,000

B Biaya produksi minyak akar wangi dalam satu tahun (Rupiah/tahun)

No. Deskripsi Jumlah Satuan Harga/unit Biaya 1 Bahan baku 660,000 Kg/tahun 2,250 1,485,000,000

2 Kemasan 83 Unit/tahun 42,500 3,527,500

3 Bahan bakar

Oli bekas 99,000 Liter/tahun 4,000 396,000,000

Solar 1,386 Liter/tahun 5,000 6,930,000

4 Pelumas 66 Liter/tahun 25,000 1,650,000

5 Perbaikan

dan pemeliharaan

6,000,000 6 Biaya operator

Pencucian 330 Ton/tahun 25,000 8,250,000

Produksi 330 Produksi/tahun 150,000 49,500,000

Pengangkutan 660 Ton 60,000 39,600,000

(38)

28

Lampiran 3 Arus Kas Bersih

Tahun

C (Rp)

B (Rp) B-C (Rp) 19.25% DF NPV (Rp)

NPV Kumulatif

(Rp)

B*DF (Rp) C*DF (Rp) Investasi BTT BT Total

1 200,429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,224,074,500 2,112,000,000 -112,074,500 0.839 -93,982,809 -93,982,809 1,771,069,182 1,865,051,992 2 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.703 61,829,833 -32,152,977 1,485,173,319 1,423,343,486 3 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.590 51,848,916 19,695,940 1,245,428,359 1,193,579,443 4 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.495 43,479,175 63,175,115 1,044,384,368 1,000,905,193 5 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.415 36,460,524 99,635,639 875,794,020 839,333,495 6 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.348 30,574,863 130,210,502 734,418,465 703,843,602 7 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.292 25,639,298 155,849,800 615,864,541 590,225,243 8 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.245 21,500,460 177,350,260 516,448,252 494,947,793 9 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,112,000,000 87,925,500 0.205 18,029,736 195,379,995 433,080,296 415,050,560 10 429,000 1,996,457,500 27,188,000 2,024,074,500 2,129,500,000 105,425,500 0.172 18,128,497 213,508,492 366,179,281 348,050,784

(39)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 25 Maret 1990 dari ayah Bandahara Dalimunthe, S.Pd. dan ibu Nupaisah Harahap. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Padangsidimpuan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknik Pertanian sekarang dikenal sebagai Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dengan Mayor Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar

Tabel 3 Kecepatan pekerja dalam penanaman akar wangi
Gambar 1 Pemotongan bonggol dan akar tanaman akar wangi
Gambar 3 Bak pendingin penyulingan akar wangi
Gambar 4 Proses pemisahan minyak akar wangi. a) hasil minyak pada pemisahan
+5

Referensi

Dokumen terkait