• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Gerakan Sosial di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Gerakan Sosial di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS GERAKAN SOSIAL DI KECAMATAN SUKOLILO,

KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

CITRA DEWI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Gerakan Sosial di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Citra Dewi

(4)
(5)

ABSTRAK

CITRA DEWI. Analisis Gerakan Sosial di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Dibimbing oleh SOERYO ADIWIBOWO

Gerakan sosial untuk mempertahankan atau memperjuangkan kondisi lingkungan hidup yang baik tidak jarang berujung pada kekalahan atau menjadi kasus yang berlarut-larut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberhasilan gerakan penolakan pendirian pabrik semen oleh warga Sukolilo ditinjau dari faktor penyebab, modal sosial, dan tahapan dalam dinamika gerakan. Analisis didasarkan pada kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya gerakan adalah ancaman hilangnya lahan, ancaman hilangnya sumber air, rusaknya ekologi pegunungan karst, kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan hukum, dan kekhawatiran dampak sosial yang timbul. Modal sosial yang kuat berupa jaringan yang luas, kepercayaan, dan norma yang kuat berperan penting dalam keberhasilan gerakan. Proses dalam tahapan dinamika gerakan yang ditempuh warga diawali dengan membangun kepercayaan dan jaringan, pembangkitan kesadaran, perluasan jaringan, lobi, advokasi, dan demo, perjuangan di aras pengadilan, hingga berakhir dengan kemenangan juridis di tingkat Mahkamah Agung pada tahun 2013.

Kata kunci: gerakan sosial, modal sosial, tahapan gerakan sosial

ABSTRACT

CITRA DEWI. Analysis of the Social Movement in Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Supervised by SOERYO ADIWIBOWO

Social movement for protecting the environment rarely end up with win situation for the community. This study analyzes the achievement of Sukolilo community against the establishment of a cement plant from the point of view of its causal factors, social capital, and stages of the movement. The research carried out by combining the qualitative and quantitative approach of study. The results showed that factors that lead to the emergence of the movement are loss of agricultural land, water resource degradation, ecological destruction of karst mountain, government policies that are not compatible with law, and further its downstream social impact to the community. Strong social capital with its extensive networks, trust and norms are key success of the movement. The movement started from building trust and networks, generating awareness among local community, network expansion, lobbying, advocacy, demonstration, struggle at local state court, until to the Supreme Court that decided local community as the winner (2013).

(6)
(7)

ANALISIS GERAKAN SOSIAL DI KECAMATAN SUKOLILO,

KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

CITRA DEWI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Gerakan Sosial di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah

Nama : Citra Dewi NIM : I34100045

Disetujui oleh

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Gerakan Sosial di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah“ berhasil diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan sebagai Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis gerakan sosial yang terjadi di Kecamatan Sukolilo sampai dengan keberhasilannya. Peneliti secara khusus ingin berterima kasih kepada Mama Sri Nooryati, Bapak Agus Purnomo, Mbak Arikadia Noviani atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang tiada hentinya mengalir untuk kelancaran penulisan skripsi ini. Skripsi ini juga tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1) Bapak Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan pengertian selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.

2) Siti Chaakimah, Wulandari, dan Mugi Lestari selaku sahabat penulis yang senantiasa memberikan doa dan semangat.

3) Keluarga besar Griya Insan Cendekia, sebagai rumah kedua, terutama Karina Mako, Annisyia Zarina, Fika Rahimah, Fikra Sufi, dan Venny Maulina, yang selalu memberikan keceriaan dan dukungan.

4) Indah Tri Utami, Estya Permana, Sahda Handayani, dan Natrisya Sekararum selaku teman satu bimbingan untuk bantuan dan semangatnya.

5) Keluarga besar SKPM angkatan 47 yang telah memberikan semangat, doa, bantuan, dan dukungan, serta berkenan menjadi rekan yang baik selama ini. 6) Mas Gunretno dan Mbak Gunarti sekeluarga yang telah membantu dan

menerima saya dengan baik, serta Mbak Sih, Dik Probo, Mas Boti, dan Mas Sigit yang sudah menemani melakukan pengambilan data dan dan melakukan observasi.

7) Masyarakat Sedulur Sikep dan masyarakat Kecamatan Sukolilo atas ilmu yang diberikan serta kerjasama yang baik selama pengumpulan data serta keluarga besar di Kudus atas dukungan dan bantuannya.

8) Pihak-pihak lain sebagai teman diskusi, pemberi semangat dan bantuan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa karya ini terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Mei 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Tahapan dalam Gerakan Sosial 6

Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Gerakan Sosial 8

Definisi Gerakan Lingkungan 9

Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Gerakan Lingkungan 9

Bentuk-Bentuk Gerakan Lingkungan 10

Konsep Modal Sosial 11

Modal Sosial dalam Gerakan Sosial 11

Kerangka Pemikiran 12

Hipotesis Penelitian 13

Definisi Konseptual 13

PENDEKATAN LAPANGAN 17

Metode Penelitian 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Teknik Pengambilan Responden dan Informan 17

Teknik Pengumpulan Data 18

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 19

RENCANA PEMBANGUNAN PABRIK SEMEN DAN KONDISI

SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT 21

Rencana Pembangunan Pabrik Semen 21

Lokasi dan Kegiatan Penambangan dan Pengolahan Semen 21 Penambangan, Pabrik Pengolahan, dan Jalan Produksi 22

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 24

Kondisi Demografi 24

Mata Pencaharian dan Tingkat Pendidikan 25

Penggunaan Lahan (Sawah dan Non Sawah) 28

Status Penguasaan Lahan Responden 31

Produksi Pertanian Responden 32

Ikhtisar 34

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA GERAKAN

PENOLAKAN PENDIRIAN PABRIK SEMEN 37

Ancaman Hilangnya Lahan Pertanian maupun Non Pertanian 37

Ancaman Hilangnya Sumber Air 38

Rusaknya Ekologi Pegunungan Karst 41

(14)

Kekhawatiran akan Dampak Sosial yang Ditimbulkan 43

Ikhtisar 44

DINAMIKA GERAKAN PENOLAKAN DAN MODAL SOSIAL

PENDIRIAN PABRIK SEMEN OLEH WARGA SUKOLILO 47

Emergence (Tahap Munculnya Gerakan) 47 Coalescene (Penggabungan) 49

Bureucratization 51

Perluasan Jaringan 52

Lobi, Advokasi, dan Demo 54

Perjuangan di Aras Pengadilan 58

Decline (Berakhirnya Gerakan) 64

Ikhtisar 68

SIMPULAN 69

Simpulan 69

Saran 70

DAFTAR PUSTAKA 71

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rencana lokasi dan kegiatan penambangan &

pengolahan semen 21

Tabel 2 Lokasi, peruntukan, dan luas lahan rencana

penambangan bahan baku, pabrik dan utilitas, dan jalan produksi PT Semen Gresik

23

Tabel 3 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan

penduduk di tujuh desa yang terkena dampak langsung tahun 2007

25

Tabel 4 Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Tujuh Desa

Penelitian Tahun 2007 26

Tabel 5 Pendidikan Penduduk di Tujuh Desa yang Terkena

Dampak Langsung Tahun 2007 27

Tabel 6 Luas lahan sawah berdasarkan jenis pengairan di tujuh

desa penelitian yang terkena dampak langsung 29 Tabel 7 Luas lahan non sawah di tujuh desa penelitian yang

terkena dampak langsung 30

Tabel 8 Distribusi luas lahan pertanian responden 31

Tabel 9 Penguasaan lahan responden 31

Tabel 10 Jumlah persil responden 32

Tabel 11 Komoditas pertanian pada musim hujan dan kemarau

responden 32

Tabel 12 Produksi gabah responden pada musim hujan

(ton/ha/musim hujan) 33

Tabel 13 Produksi pertanian responden pada musim kemarau 33 Tabel 14 Ketergantungan responden terhadap sumber air 40 Tabel 15 Skema Alur Hukum di Pengadilan 61

pengolahan, dan jalan produksi 22

Gambar 3 Peta Kecamatan Sukolilo dalam Kabupaten Pati 24 Gambar 4 Aliran Sungai Seluna dari Waduk Kedung Ombo 39

Gambar 5 Pegunungan Kendeng 79

Gambar 6 Sawah di Desa Gadudero 79

Gambar 7 Aliran utama dari Sungai Juana 79

Gambar 8 Aliran Sungai Juana 79

Gambar 9 Aliran air yang berasal dari Gua Pawon yang merupakan

gua bawah tanah 79

Gambar 10 Irigasi yang berasal dari Waduk Kedung Ombo atau biasa disebut dengan jratun

(16)

digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan gerakan penolakan pendirian pabrik

Gambar 12 Kendi-kendi berisi air yang berasal dari seluruh mata

air di Pegunungan Kendeng 80

Gambar 13 Pertemuan antara warga Sukolilo dengan pengacara 80 Gambar 14 Penjelasan mengenai gerakan warga Sukolilo yang

dijelaskan Gunarti dalam Seminar di STAIN Kudus 80 Gambar 15 Proses pendirian rumah diskusi di Hutan Sonokeling 80 Gambar 16 Proses pembuatan jamu yang keuntungannya digunakan

untuk gerakan penolakan pendiriain pabrik 80

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian 79

Lampiran 2 Kuesioner dan Daftar Pertanyaan 81

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Proses integrasi ekonomi di seluruh dunia, yang disebut dengan globalisasi, terus mengganggu keamanan sosial dan ekonomi miliaran orang (Devall, Drengson, Schroll, 2001). Berbagai cara dilakukan Indonesia demi mengejar ketertinggalan di era globalisasi khususnya dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, salah satunya dengan melakukan kegiatan penambangan. Praktek pertambangan pada era Orde Baru didukung oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-undang Pokok Pertambangan No.11 Tahun 1967 Pasal 7. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa bahan galian dapat diusahakan oleh pihak swasta. Dengan adanya UU tersebut, hak dan kepentingan rakyat kecil menjadi

semakin tergeser karena segala bentuk pembangunan yang dilakukan hanya untuk mengejar keuntungan pemodal besar (Ariendi GT dan Kinseng RA, 2011). Semenjak dikeluarkannya UU ini, persoalan akses sumberdaya oleh masyarakat semakin krusial. Hal ini diperparah dengan tidak adanya legalitas hak kepemilikan sehingga negara dapat dengan mudah bila sewaktu-waktu merelokasi atau bahkan menggusur masyarakat dari tempat mereka. Menurut Maulida (2012), dalam kenyataannya penggunaan tanah-tanah tersebut jauh dari upaya untuk menyejahterakan masyarakat dan lebih digunakan untuk ekspansi industri-industri dan hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi praktis, jauh dari kesan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Praktek pertambangan tidak hanya menggeser kepentingan rakyat kecil secara ekonomi saja, namun praktek ini juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Halim Y et al. (2001) di

Kecamatan Panceng dan Paciran, dampak negatif terhadap lingkungan akibat penambangan meliputi beberapa hal. Dampak negatif tersebut adalah perubahan relief, ketidakstabilan lereng, kerusakan tanah, terjadinya perubahan tata air permukaan dan air bawah tanah, hilangnya vegetasi penutup, dan perubahan flora dan fauna. Selain itu, dampak negatif lain yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan berupa meningkatkanya kadar debu dan kebisingan, terjadinya kerusakan jalan, serta terjadinya kecelakaan penambang dan kecelakaan lalu lintas.

Dampak negatif dari aktifitas pertambangan baik dari segi ekonomi maupun lingkungan mengancam keberlangsungan kehidupan warga sehingga menimbulkan keresahan warga. Keresahan yang dirasakan oleh warga inilah yang menjadi awal mereka melakukan perlawanan dan salah satunya dengan membentuk gerakan sosial. Sebuah gerakan sosial muncul sebagai akibat dari akumulasi kekecewaan dan ketertindasan. Menurut penelitian Hafid (2001) di kasus Jenggawah, pada tahun 1977 petani mulai membentuk beberapa kelompok petani untuk memobilisasi perjuangan. Kelompok ini mengkoordinasi perjuangan menentang kebijakan dan tindakan PTP yang berkonspirasi dengan militer dan birokrat. Masalah penyebab gerakan ini bukan hanya terjadi di Jenggawah saja, banyak tempat lain di Indonesia yang juga mengalami nasib yang sama.

(18)

mengejar suatu kepentingan bersama, atau gerakan yang bertujuan untuk mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif di luar lingkup-lingkup lembaga yang sudah ada. Sedangkan menurut Turner dan Killan [tidak ada tahun] dikutip oleh Martono (2012) secara formal gerakan sosial didefinisikan sebagai suatu kolektivitas yang melakukan kegiatan dengan kadar kesinambungan tertentu untuk menunjang atau menolak perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau kelompok yang mencakup kolektivitas itu sendiri. Sztompka (2004) berpendapat bahwa gerakan sosial harus memiliki empat kriteria yaitu adanya kolektivitas, memiliki tujuan bersama, kolektivitasnya tersebar, dan tindakannya memiliki derajat spontanitas yang tinggi.

Dalam sebuah gerakan sosial, dinamika gerakan yang terjadi berbeda-beda dalam setiap kasus. Dalam dinamika gerakan sosial, pada akhirnya sebuah gerakan dapat mencapai sebuah kesuksesan, stagnansi, bahkan kegagalan. Dinamika yang terjadi dalam gerakan sosial disebabkan karena berbagai faktor dan modal sosial dapat dijadikan pertimbangan keberhasilan suatu gerakan. Robert Putnam (1995) dikutip oleh Alfiasari et al (2009) mengemukakan bahwa

modal sosial adalah suatu institusi sosial yang melibatkan jaringan (networks),

norma-norma (norms), dan kepercayaan sosial (social trust), yang mendorong

pada sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama. Pierre Bourdie (1970) dikutip oleh Alfiasari et al (2009) mendefiniskan

modal sosial sebagai jaringan sosial terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik.

Coleman (1988) memandang modal sosial sebagai kepercayaan, norma perilaku, jaringan sosial, dan kombinasi dari ketiganya. Modal sosial sendiri melekat pada struktur hubungan antara aktor, aspek-aspek struktur sosial kepada pelaku dilihat sebagai sumber daya yang dapat mereka gunakan untuk mencapai kepentingan mereka. Dalam penelitiannya, Coleman (1988) mengaitkan modal sosial dengan suatu organisasi. Berdasarkan pernyataannya, dapat dilihat bahwa modal sosial berfungsi untuk menyelidiki sumber daya dalam sebuah aksi kolektif, untuk mengetahui elemen apa saja yang paling dibutuhkan untuk mencapai tujuan gerakan, dan untuk menguji bagaimana sebuah gerakan dapat muncul.

Dalam satu kasus gerakan lingkungan di Indonesia, warga yang tinggal dan menggantungkan hidupnya pada Pegunungan Kendeng khususnya warga yang bermukim di Kecamatan Sukolilo telah melakukan gerakan lingkungan sejak tahun 2008 dan berakhir pada tahun 2013. Dalam menjalankan kehidupannya, baik untuk memenuhi kebutuhan dasar maupun bertani, warga mengandalkan mata air yang terdapat pada Pegunungan Kendeng. Tidak hanya sumber air saja yang dimanfaatkan warga, namun lahan kapur di Pegunungan Kendeng untuk ditanami tanaman ladang yang hasilnya dapat memenuhi kebutuhan mereka.

(19)

secara resmi dimenangkan oleh warga setelah MA menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Semen Gresik.

Keberhasilan gerakan penolakan oleh warga Sukolilo untuk menggagalkan rencana pendirian pabrik dan melakukan kegiatan penambangan Semen Gresik merupakan hal yang jarang terjadi Indonesia. Kebanyakan kasus yang terjadi antara warga dengan pihak swasta maupun pemerintah berujung kekalahan maupun menjadi kasus yang berlarut-larut. Oleh karena itu penelitian ini ingin menganalisis keberhasilan gerakan penolakan yang dilakukan oleh warga Sukolilo dilihat dari faktor-faktor yang menyebabkan gerakan penolakan pendirian pabrik Semen Gresik, modal sosial yang terdapat di dalam warga Sukolilo yang digalang untuk membangun gerakan penolakan, dan juga proses-proses yang ditempuh oleh warga Sukolilo dalam menggalang gerakan penolakan pendirian pabrik.

Masalah Penelitian

Pada awal tahun 2013 MA menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh PT Semen Gresik. Keputusan tersebut menandai keberhasilan gerakan penolakan pendirian pabrik semen. Konflik diawali ketika PT Semen Gresik bermaksud untuk mendirikan pabrik di kawasan Pegunungan Kendeng, yaitu di beberapa desa di Kecamatan Sukolilo. Warga yang bermukim di Sukolilo dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sangat bergantung pada mata air dan segala keragaman hayati yang terdapat pada Pegunungan Kendeng. Dikhawatirkan dengan adanya kegiatan penambangan sebagai bahan baku operasi pabrik, mengganggu kuantitas dan kualitas sumber daya Pegunungan Kendeng yang digunakan oleh warga. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab warga melakukan gerakan penolakan pendirian pabrik semen karena diperkirakan akan mengancam keberlangsungan hidup mereka. Karena hal-hal tersebut maka diajukan pertanyaan penelitian, apa saja faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gerakan penolakan pabrik semen yang dilakukan oleh warga Sukolilo?

Modal sosial yang dimiliki dan tumbuh oleh warga yang bermukim di sekitar kawasan Sukolilo berfungsi sebagai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dari gerakan yang dilakukan. Kepercayaan di antara warga maupun dengan pihak lain, jaringan yang mereka miliki, dan norma-norma yang mereka pegang dan jalani berpengaruh dalam setiap tahap dalam dinamika gerakan penolakan pabrik semen PT Semen Gresik. Mengingat hal tersebut, maka pertanyaan penelitian selanjutnya adalah, sejauh mana modal sosial yang terdapat di kalangan warga Sukolilo digalang untuk membangun gerakan penolakan pendirian pabrik semen?

(20)

tersebut, maka pertanyaan ketiga dari penelitian ini adalah, apa proses-proses yang ditempuh oleh warga Sukolilo dalam menggalang gerakan penolakan pabrik semen?

Dalam hal ini yang dimaksud dengan pabrik semen adalah semua kegiatan yang termasuk di dalamnya dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Kegiatan tersebut adalah kegiatan penambangan batu kapur dan tanah liat, pendirian pabrik pengolahan, dan transportasi bahan baku dari quarry site (daerah

penambangan) ke pabrik pengolahan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji permasalahan yang telah dipaparkan yaitu menganalisa gerakan sosial warga Pegunungan Kendeng. Kemudian, tujuan khususnya ialah menjawab pertanyaan permasalahan, yakni: 1. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gerakan penolakan

pabrik semen yang dilakukan oleh warga Sukolilo.

2. Menganalisis sejauh mana modal sosial yang terdapat dan tumbuh di kalangan warga Sukolilo digalang untuk membangun gerakan penolakan pendirian pabrik semen.

3. Menganalisis proses-proses yang ditempuh dalam setiap tahap dinamika gerakan oleh warga Sukolilo dalam menggalang gerakan penolakan pabrik semen.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk berbagai pihak, diantara lain: 1. Akademisi

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber informasi mengenai modal sosial dalam dinamika gerakan penolakan pendirian pabrik dan kegiatan operasional PT Semen Gresik yang dilakukan oleh warga Sukolilo. Selain itu diharapkan pula hasil dari penelitian ini dapat menambah khasanah dalam kajian ilmu gerakan sosial dalam bentuk gerakan lingkungan.

2. Pemangku Kebijakan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi pemangku kebijakan dalam menyusun dan mengambil kebijakan mengenai peraturan pemanfaatan sumber daya alam khususnya tentang pertambangan.

3. Masyarakat

(21)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Definisi Gerakan Sosial

Demo, pemboikotan, sabotase, dan hal-hal yang mengarah pada tindakan anarki sering dikaitkan dengan gerakan sosial. Namun, tidak seluruh gerakan sosial berujung destruktif seperti yang biasa dicap oleh warga. Menurut Martono (2012), secara umum gerakan sosial dimaknai sebagai sebuah gerakan yang lahir dari sekelompok individu untuk memperjuangkan kepentingan, aspirasi atau menuntut adanya perubahan yang ditujukan oleh sekelompok tertentu, misalnya pemerintah atau negara. Gerakan sosial merupakan bentuk dari kolektifitas orang-orang di dalamnya untuk membawa atau menentang perubahan. Stzompka (2004) memberikan batasan definisi gerakan sosial. Menurutnya, gerakan sosial harus memiliki empat kriteria, pertama, adanya kolektivitas; kedua, memiliki tujuan bersama, yaitu mewujudkan perubahan tertentu; ketiga, kolektivitasnya relatif tersebar namun lebih rendah derajatnya daripada organisasi formal; keempat, tindakannya memiliki derajat spontanitas tinggi namun tidak terlembaga dan bentuknya tidak konvensional.

Dalam salah satu penelitiannya, Paige (1975) mengemukakan bahwa gerakan sosial terdiri atas aksi-aksi kolektif yang berada di luar kerangka institusional normal suatu masyarakat dan melibatkan para peserta yang memiliki beberapa kesamaan perasaan identitas. Suatu peristiwa dianggap kolektif jika sumber menyebutkan lebih dari 10 peserta atau jika terdapat bukti tak langsung mengenai peserta kelompok melalui penggunaan kata-kata yang mengandung arti atau tindakan kolektif seperti rapat umum, kerusuhan, pemogokan, revolusi, pemberontakan, atau kata-kata yang berkenaan dengan kolektifitas, seperti gerombolan gerilya, serikat kerja, liga, partai, atau golongan. Paige juga menambahkan bahwa hanya peristiwa-peristiwa kolektif non-institusional yang pesertanya memiliki kesamaan identitas yang dianggap sebagai elemen pokok suatu gerakan sosial.

Klandermans (2004) menjelaskan bahwa gerakan sosial adalah aksi kolektif yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan tujuan yang sama dan solidaritas yang berinteraksi secara berkelanjutan dengan elit dan pemegang kekuasaan. Gerakan sosial merupakan penolakan kolektif. Mereka berfokus pada aksi langsung yang menentang elit, pemegang kekuasaan, kelompok lain, atau budaya lain. Gerakan sosial juga berfokus pada orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama dan solidaritas. Mereka menginginkan pemegang kekuasaan untuk melakukan sesuatu, untuk merubah atau mengembalikan perubahan. Menurutnya, kemunculan gerakan sosial disebabkan karena tiga hal. Pertama karena orang-orang mengeluh, kedua karena orang-orang-orang-orang mempunyai sumberdaya untuk dimobilisasikan, dan karena adanya kesempatan politik.

(22)

ekstra institutional yang berorientasi pada tujuan. Tujuan ini dapat ditujukan pada kebijakan yang spesifik atau samar serta untuk merubah perubahan budaya. Tahapan dalam Gerakan Sosial

Suatu gerakan sosial memiliki dinamikanya masing-masing yang berlangsung dari awal terbentuknya sebuah gerakan hingga gerakan itu akhirnya menghilang. Oleh para sosiolog, tahapan dalam gerakan sosial disebut dengan life cycle of social movement. Christiansen (2009) dalam tulisannya yang berjudul

„Empat Tahap dalam Gerakan Sosial‟ menjelaskan tahap-tahap yang terjadi dalam gerakan sosial yang dikembangkan berdasarkan teori para sosiolog terdahulu, mulai dari awal terbentuknya hingga terjadinya berakhirnya gerakan. Teori yang digunakan oleh Christiansen (2009) merujuk pada teori yang dicetuskan oleh Herbert Blumer (1951) dikutip oleh De la Porta dan Diani (2006). Dalam teori yang dikeluarkan Blumer dikatakan bahwa di dalam suatu gerakan sosial akan terjadi empat tahap, yaitu social ferment (gejolak sosial), popular excitement

(ketidakpuasan dan aksi yang lebih jelas), formalization (formalisasi), dan institutionalization (institusionalisasi). Teori yang dicetuskan oleh Blumer

tersebut kemudian dikembangkan oleh Armand Mauss (1975). Dalam teorinya, dikatakan bahwa dalam suatu gerakan sosial terdapat lima tahap didalamnya. Tahapan dalam teori yang dikemukakan oleh Mauss yaitu incipiency (awal mula), coalescene (penggabungan), institutionalization (institusionalisasi), fragmentation

(perpecahan), dan demise (kematian).

Dalam teori yang dikemukakan oleh Blumer (1951) yang dikutip oleh De la Porta dan Diani (2006), dikatakan bahwa pada tahap social ferment (gejolak

sosial) dicirikan dengan adanya kegiatan yang tidak terorganisir dan tidak terfokus. Di tahap kedua yaitu popular excitement, penyebab ketidakpuasan dan tujuan aksi

sudah terlihat lebih jelas. Pada tahap ketiga yaitu formalization (formalisasi),

dibentuk organisasi formal yang diperuntukan untuk mencapai tujuan gerakan dengan mendisiplinkan partisipasi dan koordinasi strategi. Di tahap terakhir yaitu tahap institutionalization (institusionalisasi), gerakan menjadi bagian dari

masyarakat dan mengkristal ke dalam struktur profesional.

Teori Blumer yang telah dijelaskan di atas kemudian dikembangkan oleh Armand Mauss (1975) menjadi lima tahap. Tahap pertama dalam teori Mauss adalah incipiency (awal mula). Dalam tahap ini ini Mauss (1975) mengutip

kalimat dari Blumer (1951) dalam tahap social ferment, yaitu dalam tahap ini

dicirikan dengan kegiatan yang tidak terkoordinasi dan tidak terorganisir, dengan tidak adanya kepemimpinan atau keanggotan yang diakui, serta sedikitnya kontrol. Tahap kedua dalam teori ini adalah coalescene (penggabungan) di mana dalam

tahap ini perkembangan gerakan ditandai dengan tindakan represif dan provokatif kepada pemerintah atau lembaga-lembaga lain oleh masyarakat. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari kekecewaan dari kegagalan yang dirasakan oleh masyarakat terhadap kinerja dari pemerintah. Tahap ketiga adalah

institutionalization (institusionalisasi). Dalam tahap institusionalisasi gerakan

(23)

Tahap keempat dalam teori Mauss (1975) yaitu fragmentation

(perpecahan) terdapat beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya perpecahan. Hal pertama yang menyebabkan perpecahan dalam gerakan sosial adalah adanya perasaan bahwa hal-hal yang mereka perjuangkan telah berkembang ke arah yang baik dan ancaman terhadap kebutuhan mereka sudah mulai mereda. Situasi ini akan menyebabkan mereka beralih ke penyebab ketidaknyamanan yang lain atau memutuskan untuk tidak terlibat sama sekali. Mereka akan terpecah menjadi bagian yang fanatik (yang tetap bertahan pada gerakan sebelumnya) atau keluar dari gerakan. Penyebab kedua adalah mereka yang tetap berada dalam gerakan memerangi sesama anggota mengenai strategi dan taktik. Terdapat kelompok yang memutuskan untuk tetap menjaga keaslian perjuangan hingga keberhasilan tercapai dan terdapat kelompok yang memilih untuk memodifikasi program. Tahap terkahir atau tahap kelima dari teori yang dikemukakan oleh Mauss (1975)

demise (kematian). Dalam suatu gerakan, kematian jarang diakui sebagai

kematian. Sebaliknya, tahap ini mungkin didefinisikan sebagai keberhasilan dari gerakan, karena mungkin sebagian besar tujuannya telah dicapai atau mungkin sebaliknya, kematian dari suatu gerakan didefinisikan sebagai kemunduran.

Seiring dengan dinamika pengetahuan, para akademisi menamai ulang tahap-tahap yang telah dicetuskan oleh sosiolog terdahulu yang membahas tentang tahapan gerakan sosial. Berdasarkan tulisan Christiansen (2009), tahapan tersebut terdiri dari emerge (kemunculan), coalescene (bergabung), bureaucratization

(formalisasi), dan decline (berakhirnya gerakan). Menurutnya, model empat tahap

ini memiliki kegunaan yang penting dalam memahami aksi kolektif dan menyediakan bingkai analisis untuk para sosiolog dalam memahami gerakan sosial mulai dari terbentuk, berkembang, dan menghilangnya suatu gerakan. Selain itu, model empat tahap ini juga dapat digunakan untuk mengetahui dampak pada masa lalu dan masa yang akan datang.

Pada tahap I yaitu emerge, individu merasa tidak puas dan tidak nyaman

dengan keadaan yang ada, baik karena disebabkan kebijakan atau kondisi sosial tertentu, tetapi mereka tidak mengambil tindakan dan bergerak secara individu (tidak secara kolektif). Pada tahap II yaitu coalescene, menjelaskan bahwa di

tahap ini tidak hanya perasaan umum mengenai ketidaknyamanan saja tapi sudah mengkaji tentang apa penyebab ketidaknyamanan itu dan siapa atau apa yang bertanggungjawab. Perasaan tidak puas tidak lagi menjadi perasaan individual dan tidak terkoordinat, namun menjadi kolektif (Rex D. Hoppe 1950 dalam Christiansen 2009). Dalam tahap ini gerakan yang dilakukan sudah terorganisir dan membuat strategi. Pada tahap III yaitu bureaucratization, kekuatan politik

lebih besar daripada tahap-tahap sebelumnya. Banyak gerakan sosial yang gagal pada tahap ini karena sulit bagi para anggota untuk tetap mengelola emosi untuk terus mengejar kebutuhan dan mobilisasi sangat bergantung kepada partisipannya. Tahap IV yaitu decline, Miller (1999) seperti yang dikutip oleh Christiansen

(24)

menjadi terintegrasi dengan organisasi di luar gerakan dan memakai nilai-nilainya daripada memakai nilai-nilai gerakan sosial itu sendiri. Yang ketiga adalah keberhasilan. Tentu saja tidak semua gerakan sosial pada akhirnya hancur karena represi atau kooptasi. Beberapa mengalami penurunan karena gerakan tersebut telah berhasil. Gerakan lokal yang ukurannya kecil dengan tujuan-tujuan spesifik biasanya mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mencapai suatu keberhasilan. Yang terakhir adalah kegagalan. Kegagalan dari gerakan sosial baik dari organisasi atau kegagalan strategis terjadi pada banyak organisasi.

Salah satu contoh decline dapat dilihat dari kasus yang diteliti oleh Hartoyo

(2010) di Lampung. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa dinamika agraria yang terjadi pada tempat penelitannya berkahir pada involusi gerakan. Hal ini disebabkan gerakan petani yang muncul dan berkembang di dalam struktur politik yang sudah terbuka di era demokratisasi tidak mampu memperkuat dirinya dan melakukan perubahan substansif nasib petani. Stagnasi gerakan petani terjadi karena dalam proses penguatan struktur mobilisasi sumberdaya diwarnai disorientasi perilaku para elit aktor yang konsekuensinya tidak dapat diprediksi dan dikontrol. Selain itu penyebab stagnasi dari gerakan ini disebabkan struktur sumberdaya mobilisasi melemah dan sifat struktural organisasi gerakan semakin melekat pada sistem agraria yang mapan, sedangkan program perjuangan belum terlembagakan.

Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Gerakan Sosial

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aji GB (2005) mengenai Serikat Petani Pasundan (SPP), dijelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya Serikat Petani Pasundan adalah adanya kesadaran kritis, momentum reformasi sebagai titik kebangkitan, dan kemiskinan petani akibat berkurangnya lahan. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Hartoyo (2010) di Lampung, gerakan sosial terjadi akibat adalanya ketimpangan penguasaan lahan dan pemiskinan tani, serta ketegangan struktural agraria karena perubahan pola penguasaan tanah. Selain itu, penyebab munculnya gerakan sosial yang terjadi di Lampung karena adanya praktik penguasaan tanah komunitas oleh negara dan perusahaan dengan cara tidak fair, konflik pertanahan, dan tumbangnya rezim

Orde Baru yang membuat kemunculan gerakan petani semakin banyak.

(25)

Definsi Gerakan Lingkungan

Menurut Diani (1995) yang dikutip oleh Rootes (2004), gerakan lingkungan adalah jaringan interaksi informal yang terdiri dari individu-individu maupun kelompok-kelompok yang tidak memiliki afiliasi organisasi maupun organisasi dari berbagai derajat formalitas (termasuk partai politik, terutama Green Parties)

yang terlibat dalam aksi kolektif yang termotivasi oleh isu-isu lingkungan. Jaringan tersebut umumnya longgar dan tidak terlembagakan, tetapi bentuk-bentuk aksi dan tingkat integrasi mereka bervariasi. Terkadang, gerakan lingkungan tidak identik dengan organisasi yang menentang. Hanya ketika organisasi (dan lainnya, biasanya pengorganisasian aktornya kurang formal) terlibat dalam jaringan dan tindakan kolektif.

Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Gerakan Lingkungan

Menurut Devall, Drengson, dan Schroll (2001) gerakan lingkungan memang sudah memiliki sejarah yang panjang, namun gerakan lingkungan modern dimulai sejak akhir 1960-an. Adanya efek yang nyata dari percepatan industrialisasi dan eksploitasi sumberdaya alam membuat banyak orang peduli untuk melakukan konservasi dan pencegahan. Kritik radikal untuk industrialisme kapitalis dan demokrasi perwakilan yang terkait dengan yang kontra-budaya menciptakan ruang publik untuk mengembangkan gerakan sosial baru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gadgil dan Guha (1994), karakter dari gerakan lingkungan ini berbeda-beda di tiap negara. Negara-negara seperti Amerika, Kanada, Australia dan Asia, dan negara-negara bagian utara lebih fokus kepada isu-isu tentang polusi. Di Eropa Barat, isu lingkungan yang mendominasi adalah tentang konsekuensi dari degradasi lingkungan terhadap manusia.

Dalam salah satu kasus di India, demonstrasi dilakukan oleh masyarakat desa yang bertempat tinggal di sekitar Sungai Narmada karena mereka merasa terpinggirkan dengan adanya pembangunan dam. Mereka melakukan gerakan menentang adanya dam, karena dengan adanya dam akan mengganggu keseimbangan ekosistem sungai dan dapat menyebabkan berbagai macam sumber penyakit. Kasus ini adalah salah satu kasus dari beberapa kasus dimana salah satu industri atau petani komersial mengintimidasi (seringkali dengan bantuan negara) pemakai sumberdaya lain seperti petani miskin. Konflik ini diperparah bila terlihat adanya degradasi lingkungan dari aktifitas perindustrian.

Tidak hanya sumberdaya air saja yang dipermasalahkan, pada tahun 1973 masyarakat India juga membuat gerakan lingkungan untuk menentang komersialisasi hutan yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja dan membahayakan masyarakat di sekitar hutan. Di India, gerakan tidak sebatas pada daerah aliran sungai dan hutan saja, di laut pun para nelayan melakukan gerakan lingkungan yang diawali dengan adanya konflik antara nelayan tradisional dengan nelayan modern (beroperasi dengan menggunakan trawl) yang melanggar

(26)

Bentuk-Bentuk Gerakan Lingkungan

Menurut Rootes (2004), tidak semua hubungan dalam gerakan lingkungan selalu mudah terlihat. Ketika gerakan sudah didirikan dengan baik, tindakan bergeser dari protes yang sangat terlihat menjadi lobi yang kurang terlihat dan bahkan melakukan keterlibatan yang konstruktif dengan pemerintah dan perusahaan. Rootes menjelaskan bahwa gerakan lingkungan akar rumput melibatkan hubungan antar bidang yang lebih luas di masyarakat. Dari penelitiannya mencerminkan bahwa perempuan lebih percaya diri dalam bertindak pada tingkat lokal daripada di ruang publik yang lebih luas. Dengan demikian aktivitas lingkungan di tingkat akar rumput merupakan sarana penting untuk pembelajaran sosial tentang isu-isu lingkungan, sebuah tempat belajar untuk berpartisipasi, titik masuk untuk aktivitas dan isu-isu baru, sumber revitalisasi dari gerakan lingkungan, dan sarana yang dibuat lebih representatif secara sosial. Menurut Bruelle (2000) yang dikutip oleh Rootes (2004), penggunaan frames

yang berbeda oleh enviromentalis menimbulkan konsekuensi dalam cara mereka berkampanye dan bentuk organisasi yang mereka adopsi. Organisasi gerakan lingkungan yang berkomitmen pada konservasionisme atau ekologisme mempunyai perbedaan dalam pemilihan strategi, taktik, dan bentuk aksinya. FoE dan Greenpeace belajar dengan etik yang dibutuhkan untuk melakukan transaksi

dengan yang berkuasa.

Di India, kelompok sains yang populer memainkan alat musik dengan memainkan lagu-lagu daerah di seluruh bagian Kerala untuk meningkatkan kesadaran akan deforestasi dan polusi. Di bagian Karntaka, tema tentang kerusakan lingkungan disajikan dalam drama dan tari tradisional. Beberapa camp

juga didirkan untuk melakukan pemulihan lingkungan dengan mempromosikan penghijauan kembali hutan. Walking tour juga disediakan untuk mengajak pada

donatur untuk mendonasikan tanah bagi yang tidak bertanah. Pada kasus kerusakan di pesisir, para nelayan dibantu dengan beberapa organisasi melakukan

aksi yang bertujuan untuk: 1. Membuka kesadaran masyarakat tentang hubungan

antara air dan kehidupan dan untuk menginisiasi untuk melindungi air; 2. Membangun jaringan kepada pihak-pihak berfokus pada bidang dengan isu ini; 3. Meminta pemerintah agar membuat peraturan tentang keberlanjutan pemakaian air dan untuk menguatkan keberadaan agen-agen pengatur air; 4. Menaksir dampak yang sudah terjadi, mengidentifikasi area dan detail masalah, dan mempraktekan peremajaan sumberdaya air; 5. Menyebarkan praktek konservasi air dan memperbarui teknologi alat tangkap ikan (Gadgil dan Guha, 1994).

(27)

Konsep Modal Sosial

Para peneliti banyak mengemukakan konsep-konsep tentang modal sosial, beberapa diantaranya adalah James Coleman, Robert Putnam, dan Pierre Bourdie. Masing-masing mengemukakan konsep modal sosial dari sudut pandang yang berbeda. Putnam (1995) dalam tulisannya mengatakan, bahwa modal sosial mengacu kepada jaringan, norma, dan kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama agar saling menguntungkan. Putnam juga mengatakan bahwa jaringan berfungsi memfasilitasi koordinasi dan komunikasi, memperkuat reputasi, dan memungkinkan dilema kolektif dapat dipecahkan. Dalam hal kepercayaan sosial, korelasi erat antara kepercayaan sosial dan keanggotaan suatu ikatan tidak hanya lintas waktu dan lintas individu, tetapi juga lintas negara. Dari survei World Values Survey tahun 1991 ditemukan bahwa kepercayaan sosial dan keterlibatan

masyarakat sangat berkorelasi. Semakin besar kepadatan ikatan keanggotaan di masyarakat, maka rasa semakin percaya warganya semakin besar. Kepercayaan dan keterlibatan adalah dua sisi faktor dasar yang sama.

Dalam tulisan lain mengenai modal sosial, Uphoff (2000) yang dikutip oleh Rosyida (2011) menjelaskan mengenai hubungan sosial (jaringan), norma, dan kepercayaan. Menurutnya hubungan sosial (jaringan) merupakan pola-pola hubungan pertukaran dan kerjasama yang melibatkan materi dan non materi. Hubungan ini memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan dan berbasis pada kebutuhan. Norma menurutnya merupakan kesepakatan-kesepakatan tentang aturan yang diyakini dan disetujui bersama, sedangkan kepercayaan menunjukkan norma tentang hubungan timbal balik, nilai-nilai untuk menjadi seseorang yang layak dipercaya.

Dalam beberapa fungsi penting kepercayaan, Mollering (2011) dalam Dharmawan (2002) mengatakan bahwa kerjasama dapat berarti pula sebagai proses sosial asosiatif dimana trust menjadi dasar terjadinya hubungan-hubungan

antar individu tanpa dilatar belakangi rasa saling curiga. Trust juga membantu

merekatkan setiap komponen sosial yang hidup dalam sebuah komunitas menjadi satu kesatuan. Dalam hubungan antara jaringan, kepercayaan, dan norma, Dharmawan (2002) mengatakan bahwa masyarakat yang besar di atas jaringan sosial yang kokoh hanya akan terbentuk bila trust telah tertanam dan berfungsi

secara operasional dan sesuai kesepakatan umum (dikukuhkan dan dikawal oleh norma-norma umum) diantara anggota masyarakat yang bersangkutan.

Modal Sosial dalam Gerakan Sosial

(28)

ketiganya mengetahui bahwa konteks sosial mempengaruhi „nilai penggunaan‟ suatu modal sosial untuk pergerakan.

Kerangka Pemikiran

Perasaan ketidaknyamanan dan perasaan terancam yang disebabkan oleh rencana masuknya pabrik semen untuk melakukan kegiatan penambangan dan pendirian pabrik di kawasan Sukolilo merupakan salah penyebab timbulnya gerakan penolakan ini. Perasaan terancam yang dirasakan oleh warga yang bermukim di sekitar Pegunungan Kendeng disebabkan karena Pegunungan tersebut mempunyai sumber mata air bawah tanah, memilki berbagai macam keanekaragaman hayati, serta terdapat lahan yang digunakan warga untuk bertani. Sumber daya air dan keanekaragaman hayati berfungsi untuk memenuhi kebutuhan mereka salah satunya untuk mengairi ladang dan sawah baik pada musim kemarau maupun pada saat musim hujan.

Sumber daya air yang terganggu kuantitas dan kualitasnya akibat aktifitas pertambangan diduga akan menyebabkan penurunan produktiftas lahan pertanian yang mereka garap maupun miliki. Dengan menurunnya produktifitas pertanian, diduga akan menyebabkan perubahan pada pendapatan yang akan mempengaruhi keberlangsungan kehidupan mereka. Data mengenai ketergantungan pada sumber daya air dikumpulkan dengan metode kuantitatif. Faktor-faktor lain yang menyebabkan timbulnya gerakan penolakan pendirian pabrik oleh warga Pegunungan Kendeng akan diteliti dengan metode kualitatif dengan cara melakukakan wawancara mendalam kepada beberapa informan, melakukan observasi, serta dengan studi dokumentasi data sekunder.

Di sisi lain, modal sosial berupa norma, jaringan, dan kepercayaan yang dimiliki oleh warga Pegunungan Kendeng, khususnya warga Sukolilo, diduga turut memberi pengaruh terhadap setiap tahapan dalam dinamika gerakan. Dinamika berlangsungnya proses gerakan penolakan pendirian pabrik PT Semen Gresik berlangsung dari awal munculnya gerakan hingga tahap akhir dari gerakan. Dinamika ini diawali dengan adanya emerge (kemunculan) kemudian dilanjutkan

dengan coalescene (penggabungan), bureaucratization )serta diakhiri dengan decline (berakhirnya gerakan). Berkahirnya gerakan ditandai dengan keberhasilan

(29)

Keterangan:

= Mempengaruhi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

1. Keberhasilan warga Sukolio dalam melakukan gerakan penolakan pabrik semen dilatar belakangi oleh faktor-faktor penolakan yang kuat, yaitu ancaman hilangnya lahan pertanian maupun non pertanian, ancaman hilangnya sumber air, rusaknya ekologi pegunungan karst, kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan hukum, dan kekhawatiran akan dampak sosial.

2. Keberhasilan warga Sukolilo mencegah pendirian pabrik semen dipengaruhi modal sosial berupa norma, jaringan, dan kepercayaan yang terdapat dalam setiap tahap dinamika gerakan penolakan.

Definisi Konseptual

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gerakan lingkungan, disebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem yang dapat mengancam keberlangsungan hidup makhluk hidup di dalamnya. Adanya kegiatan penambangan di sumber maupun di sekitar mata air dan di lahan-lahan khususnya lahan pertanian, dikhawatirkan dapat mengganggu kuantitas dan kualitas sumber air dan juga hilangnya lahan-lahan pertanian. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada keberlangsungan kehidupan mereka. Dengan adanya efek yang nyata dari percepatan industrialisasi dan eksploitasi sumberdaya alam tersebut, membuat banyak orang peduli untuk melakukan konservasi dan pencegahan.

Faktor-faktor penyebab timbulnya gerakan

penolakan pabrik semen

Dinamika gerakan penolakan pendirian pabrik

semen

Keberhasilan gerakan penolakan

pendirian pabrik semen

(30)

Dalam penelitian ini beberapa faktor penyebab terjadinya gerakan penolakan pendirian pabrik semen, yaitu ketergantungan warga terhadap sumber air diteliti dengan menggunakan metode kuantitatif. Disamping itu, faktor-faktor lain penyebab terjadinya gerakan akan diteliti secara kualitatif dengan cara melakukan wawancara mendalam kepada informan dan juga observasi. Selain itu, data kualitatif juga diperoleh dengan mengumpulkan infromasi melalui data sekunder, mengingat gerakan penolakan pendirian pabrik semen yang dilakukan oleh warga di Kecamatan Sukolilo telah terjadi.

2. Kekuatan modal sosial yang dimiliki oleh warga dilihat dari kekuatan norma, kekuatan jaringan, serta tingkat kepercayaan yang dimilki. Penentuan pengukuran dapat dilihat dari variabel-variabel di bawah ini:

a. Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan masyarakat dan merupakan kesepakatan-kesepakatan tentang aturan yang diyakini dan disetujui bersama. Norma yang terdapat dalam penelitian ini terdiri dari norma yang sudah dimiliki oleh masyarakat dan juga norma yang terbangun seiring dengan dilakukannya gerakan. Berdasarkan studi dokumen yang dilakukan sebelum pengambilan data di lapang, dapat diketahui norma yang telah dimiliki oleh warga khususnya warga Sedulur Sikep. Norma tersebut adalah tidak diperbolehkannya warga Sedulur Sikep untuk bekerja selain bertani. Norma tersebut merupakan salah satu hal yang mempengaruhi warga Sedulur Sikep untuk bergabung dalam gerakan ini. Dengan adanya pendirian pabrik semen lahan-lahan pertanian akan beralih fungsi menjadi lahan pertambangan dan pabrik pengolahan. Hal tersebut tentu saja akan mengurangi jumlah lahan pertanian yang dikhawatirkan akan mengakibatkan adanya alih profesi, padahal warga Sedulur Sikep hanya diperbolehkan bertani. Norma yang terbangun seiring dengan dilakukannya gerakan diketahui dari hasil wawancara dengan para resonden dan informan, yaitu tidak diperbolehkannya bertindak anarkis dan terprovokasi selama melakukan aksi maupun kegiatan lain dalam gerakan.

b. Jaringan adalah seberapa kuat hubungan-hubungan yang tercipta antar individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya baik secara formal maupun informal. Jaringan merupakan pola-pola hubungan pertukaran dan kerjasama yang melibatkan materi dan non materi. Hubungan ini memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan dan berbasis pada kebutuhan. Jaringan juga berfungsi untuk memfasilitasi koordinasi dan komunikasi serta memperkuat reputasi. Untuk mengetahui seberapa luas dan kuatnya jaringan yang terdapat dalam gerakan ini, dilakukan dengan wawancara terstruktur dan mendalam. Selain itu, studi dokumentasi terkait juga dilakukan mengingat gerakan ini telah berlangsung sehingga beberapa responden dan infroman tidak mengingat secara detail kejadian dan pihak mana saja yang membantu gerakan.

(31)

bentuk ini juga dikembangkan keyakinan bahwa anggota lain akan memiliki keinginan untuk bertindak sama menjadi dasar terjadinya hubungan-hubungan antar individu tanpa dilatarbelakangi rasa saling curiga. Kepercayaan dalam gerakan ini adalah kepercayaan yang terdapat antar pihak yang bergabung dalam gerakan penolakan pendirian pabirk semen. Untuk mengetahui kepercayaan yang terdapat dalam gerakan ini diketahui dengan wawancara terstruktur dan mendalam. 3. Setiap dinamika dalam gerakan sosial memiliki tahapan yang berlangsung

dari awal terbentuknya gerakan sampai gerakan tersebut berakhir. Tahapan dalam dinamika gerakan sosial terdiri dari emerge (kemunculan), coalescene

(penggabungan), bureaucratization, dan decline (berakhirnya gerakan).

a. Emerge (kemunculan) adalah tahap awal dalam dinamika gerakan sosial

dimana individu merasa tidak puas dan tidak nyaman dengan keadaan yang ada, baik karena disebabkan kebijakan atau kondisi sosial tertentu. Dalam tahap ini mereka tidak mengambil tindakan dan bergerak secara individu (tidak secara kolektif). Dalam gerakan ini tahap emergence

dapat diketahui dengan munculnya isu adanya pendirian pabrik yang menimbulkan keresahan warga. Pada tahap ini isu tersebut belum ditanggapi secara serius dan kolektif oleh warga.

b. Coalescene (penggabungan) adalah tahap kedua dalam dinamika

gerakan sosial dimana perasaan tidak puas menjadi perasaan kolektif dan masyarakat sudah mengkaji tentang apa penyebab ketidaknyamanan itu dan siapa atau apa yang bertanggung jawab. Pada tahap ini gerakan yang dilakukan sudah terorganisir dan sudah dimulainya pemembuatan strategi. Dalam gerakan yang dilakukan oleh warga Sukolilo, tahap ini dicirikan dengan adanya penghimpunan massa yang merasakan kekhawatiran dengan dilakukan kegiatan pemutaran film dan diskusi mengenai pentingnya fungsi Pegunungan Kendeng selama sembilan hari. Kegiatan tersebut sebagai upaya pembangkitan kesadaran warga yang merupakan salah satu bentuk strategi gerakan. Selain itu, pada akhir kegiatan tersebut dibentuk wadah yang diberi nama Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK).

c. Bureaucratization adalah tahap ketiga dalam dinamika gerakan sosial

dimana kekuatan politik lebih besar daripada tahap-tahap sebelumnya. Banyak gerakan sosial yang gagal pada tahap ini karena sulit bagi para anggota untuk tetap mengelola emosi untuk terus mengejar kebutuhan dan mobilisasi sangat bergantung kepada partisipannya. Dalam gerakan penolakan pendirian pabrik semen, tahap ini dapat dicirikan dengan meluasnya jaringan, terdapatnya pembagian tugas dalam setiap aksi, seringnya intensitas lobi dan advokasi, serta dibawanya kasus ini pada aras pengadilan.

d. Decline (berakhirnya gerakan), berkahirnya gerakan bisa ditandai

(32)

organisasi di luar gerakan dan memakai nilai-nilainya daripada memakai nilai-nilai gerakan sosial itu sendiri. Ketiga adalah keberhasilan, dimana gerakan sosial telah mencapai tujuan awalanya. Keempat adalah kegagalan, dimana gerakan sosial tidak dapat mencapai tujuannya. Dalam gerakan di Kecamatan Sukolilo ini, decline diakhiri dengan

(33)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data pada pendekatan penelitian kualitatif dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi terkait. Data kuantitatif dikumpulkan dengan menyebar kuesioner dan melakukan wawancara terstruktur. Dalam penelitian ini, pendekatan kualitatif dilakukan untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab gerakan, tahapan dalam dinamika gerakan penolakan pendirian pabrik semen, serta modal sosial yang terdapat dalam setiap tahapan dalam dinamika gerakan penolakan pendirian pabrik semen. Data yang didapatkan dengan melakukan pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui penguasaan lahan pertanian warga yang wilayahnya termasuk ke dalam rencana pembangunan pabrik. Selain itu, pengumpulan data dengan pendekatan kuantitatif juga digunakan untuk menghitung produksi pertanian responden pertahun serta ketergantungan warga terhadap sumber air dari Pegunungan Kendeng maupun dari sumber lainnya.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa-desa yang terkena dampak langsung dari adanya rencana pembangunan pabrik semen di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Desa-desa yang dimaksud adalah Desa Sukolilo, Baturejo, Gadudero, Sumbersoko, Tompegunung, Kedumulyo, dan Kasiyan. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun, terhitung mulai Februari tahun 2014 sampai dengan April 2015. Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian pada bulan Februari 2014, kolokium penyampaian proposal penelitian pada minggu awal bulan Maret 2014, serta perbaikan proposal penelitian pada pertengahan bulan Maret sampai pertengahan April 2014. Pengambilan data primer di lapangan dilakukan selama dua minggu dimulai pada akhir April sampai dengan awal Mei 2014 dan pengambilan data sekunder dilakukan pada April hingga Oktober 2014. Pengolahan, analisis data dan penulisan draft skripsi dimulai pada saat penelitian sampai dengan Februari 2015. Uji petik dilaksanakan pada pertengahan Februari hingga akhir Maret 2015, sidang skripsi pada minggu ketiga bulan April 2015, dan perbaikan laporan skripsi dilakukan pada minggu terakhir bulan April hingga akhir Mei 2015.

Teknik Pengambilan Responden dan Informan

(34)

yang terkena dampak langsung dari rencana pendirian pabrik adalah Desa Sukolilo, Baturejo, Gadudero, Sumbersoko, Tompegunung, Kedumulyo, dan Kasiyan. Peneliti menggunakan purposive sampling sebagai teknik dalam

pengambilan responden dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, dimana

orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan.

Informan adalah orang yang mampu untuk memberikan keterangan mengenai dirinya sendiri, keluarga, pihak lain, atau lingkungannya. Informan dalam penelitian ini adalah tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi motor dalam gerakan penolakan pendirian pabrik semen. Selain tokoh-tokoh masyarakat, informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang pernah bergabung dalam gerakan penolakan pendirian pabrik semen. Dalam penelitian ini, infroman berjumlah berjumlah delapan orang. Informan tersebut dianggap mengetahui faktor-faktor penyebab kemunculan gerakan, tahapan gerakan penolakan pendirian pabrik semen, serta modal sosial yang terdapat dalam setiap tahapan gerakan penolakan pendirian pabrik semen.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara mengumpulkan data dengan menggunakan kuesioner, observasi, serta wawancara terstruktur dan mendalam dengan menggunakan panduan pertanyaan yang sudah disusun sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berbentuk cetak maupun elektronik. Data sekunder berupa dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini merupakan dokumen sejarah berupa berita, catatan, foto, dan data mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh warga dan pihak yang tergabung dalam gerakan penolakan pendirian pabrik semen. Data sekunder juga diperoleh melalui berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu laporan hasil penelitian, jurnal, dan sumber-sumber lainnya.

Selain menggunakan data primer, dalam penelitian ini data sekunder banyak digunakan untuk menyusun kronologi dalam setiap tahapan dinamika gerakan penolakan pendirian pabrik. Data sekunder tersebut diperoleh dari beberapa situs berita elektronik, catatan gerakan penolakan pendirian pabrik semen, jurnal dan laporan hasil penelitian mengenai gerakan ini, dokumen Putusan Mahkamah Agung tahun 2010, dan Laporan Tahunan PT Semen Indonesia pada tahun 2013. Situs berita elektronik yang digunakan untuk menyusun kronologi dalam dinamika gerakan ini adalah Tempo.co, Kompas.com, dan Suaramerdeka.com. Catatan gerakan penolakan gerakan pendirian pabrik semen diperoleh dari catatan yang dilansir oleh web Indymedia1 (Independent Media Centre) pada tahun 2009 dan juga catatan yang dibuat oleh aktivis yang bergabung dalam gerakan ini.

1Indymedia merupakan kolektif yang menjalankan pemberitaan yang independent dan bebas tanpa adanya tekanan dari pihak luar (baik itu korporasi maupun pemerintah).Indymedia Jakarta

(35)

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul berupa data kuantitatif dan data kualitatif diolah dan dianalisis untuk melihat kebenarannya. Data kuantitatif berupa pola penguasaan lahan, produksi pertanian, dan ketergantungan terhadap sumber air diolah menggunakan program excel 2007 dan disajikan dalam bentuk tabel. Data

(36)
(37)

RENCANA PEMBANGUNAN PABRIK SEMEN DAN KONDISI

SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

Rencana Pembangunan Pabrik Semen

Lokasi dan Kegiatan Penambangan dan Pengolahan Semen

Menurut rencana yang terdapat pada Analisis dampak lingkungan hidup PT Semen Gresik (Persero) Tbk., kegiatan penambangan bahan baku dan pendirian pabrik pengolahan semen akan berlokasi di atas lahan seluas 1350 ha (Semen Gresik, 2008). Lahan seluas 1350 ha tersebut bertempat di tujuh desa, yaitu Desa Sukolilo, Desa Baturejo, Desa Gadudero, Desa Sumbersoko, Desa Tompegunung, Desa Kedumulyo, dan Desa Kasiyan. Lokasi seluas 1350 ha tersebut dibagi ke dalam empat bagian berdasarkan peruntukannya. Empat bagian tersebut adalah lokasi penambangan batu kapur, lokasi penambangan tanah liat, lokasi pendirian pabrik, dan lokasi yang diperuntukan untuk jalan produksi. Berikut ini adalah tabel rencana lokasi dan kegiatan penambangan & pengolahan semen.

Tabel 1 Rencana lokasi dan kegiatan penambangan & pengolahan semen Peruntukan

Lokasi

Penambangan batu kapur

Penambangan

tanah liat pengolahan Pabrik produksi Jalan

Sukolilo √ √ √ -

Baturejo - √ - -

Gadudero √ √ - √

Sumbersoko √ - - -

Tompegunung √ - - -

Kedumulyo √ - √ √

Kasiyan - √ - √

√ = Termasuk ke dalam peruntukan lokasi

Sumber: PT Semen Gresik (2008)

(38)

Gambar 2 Rencana lokasi penambangan bahan baku dan pabrik

Sumber: PT Semen Gresik, 2008 (diolah) Penambangan, Pabrik Pengolahan, dan Jalan Produksi

(39)

Tabel 2 Lokasi, peruntukan, dan luas lahan rencana penambangan bahan baku, pabrik dan utilitas, dan jalan produksi PT Semen Gresik

Peruntukan

√ = Termasuk ke dalam peruntukan lahan

Sumber: PT Semen Gresik (2008)

Pembangunan pabrik semen yang rencananya didirikan dengan luas lahan 1350 ha ini mempunyai kapasitas produksi hingga 2.5 juta ton/tahun atau sekitar 8.000 ton semen/hari (Semen Gresik, 2008). Menurut penjelasan pihak PT Semen Gresik dalam sosialisasi pada tanggal 16 November 2008 (Jaringan Nasional Penolakan Semen Gresik, 2009), pihak PT Semen Gresik memaparkan rencana kegiatan pendirian pabrik sebagai berikut:

1. Kebutuhan bahan baku

Untuk produksi dengan kapasitas 2.5 juta ton semen / tahun atau 8000 ton semen / hari membutuhkan bahan baku:

a. Batu kapur = 11700 ton / hari

c. Biaya investasi pabrik semen di Pati = 3.5 Trilyun 3. Kebutuhan Tenaga kerja Pembangunan Pabrik semen di Pati

a. Kontruksi = 2.000 Orang b. Operasi = 1.000 Orang

(40)

Dalam AMDAL PT Semen Gresik (2008) juga dijelaskan mengenai persiapan penambangan. Hal pertama yang dipersiapkan adalah perencanaan

quarry meliputi pemetaan geologi, perencanaan tambang, dan inventarisasi

cadangan. Hal kedua yang dipersipakan adalah rekrutmen tenaga kerja yang membutuhkan sebanyak 135 tenaga kerja. Hal ketiga yang direncanakan adalah pembuatan jalan tambang. Dalam AMDAL dijelaskan bahwa jalan tambang dibuat sebelum dilakukan penggalian bahan tambang. Jalan tambang dibuat untuk menghubungkan areal penambangan (area pemuatan) dan pabrik (crusher) untuk

mendukung kegiatan pengangkutan dengan dump truck. Desain jalan tambang

mengacu pada dimensi dump truck dengan jenis jalan berupa off road. Untuk hal

selanjutnya dalam persiapan penambangan adalah mobilisasi peralatan tambang., membuat kantor tambang, dan pembuatan pos jaga.

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Kondisi Demografi

Kecamatan Sukolilo merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam Kabupaten Pati bagian selatan dan berjarak 27 km dari pusat Kota Pati. Kecamatan ini berada di jalur selatan Pati-Grobogan yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Kudus. Berikut ini adalah peta Kecamatan Sukolilo dalam Kabupaten Pati

*Posisi Kecamatan Sukolilo yang diberi lingkaran berwarna merah

Gambar 3 Peta Kecamatan Sukolilo dalam Kabupaten Pati (Dinas Tata Ruang Jawa Tengah, tidak ada tahun).

(41)

tahun 2006, maka Kabupaten Pati secara umum mempunyai kepadatan penduduk 810 jiwa/km2. Kecamatan Sukolilo yang merupakan kecamatan terluas di kabupaten ini pada tahun 2006 memiliki jumlah penduduk laki-laki sebanyak 45813 dan penduduk perempuan sebanyak 45875 dengan jumlah penduduk sebanyak 91688 jiwa. Dengan luas kecamatan 15873.9 ha, maka secara umum Kecamatan Sukolilo mempunyai kepadatan penduduk 577 jiwa/km2. Jika dilihat dari kepadatan penduduk per desa yang terkena dampak langsung dari rencana pendirian pabrik, desa dengan kepadatan penduduk tertinggi ditempati Desa Sukolilo dengan kepadatan penduduk sebanyak 787 jiwa/ha.

Tabel 3 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di tujuh desa yang terkena dampak langsung tahun 2007

Desa wilayah Luas

Sumber: PT Semen Gresik (2008) (diolah) Mata Pencaharian dan Tingkat Pendidikan

(42)

Tabel 4 Mata Pencaharian Penduduk di Tujuh Desa Penelitian Tahun 2007

Pekerjaan KK Sukolilo Baturejo Gadudero Sumbersoko Tompegunung Kedumulyo Kasiyan Jumlah %

Petani sendiri 108 1084 - 1695 826 2446 1600 7759 32,00

Buruh tani 575 2126 - 400 819 613 700 5233 21,75

Nelayan 1650 - - - 1650 7,00

Pengusaha 760 7 - 20 - 58 10 855 3,50

Buruh industri 1410 - - - - 146 - 1556 6,50

Buruh bangunan 1430 145 - 200 480 451 100 2806 12,00

Pedagang - 52 - 150 25 94 - 321 1,20

Pengangkutan 43 11 - 10 - 26 56 94 0,40

PNS/ABRI - 26 - 10 12 9 37 146 0,60

Pensiunan - 5 - - - 4 5 14 0,05

Lain-lain - 1154 - 2485 - 1 - 3640 15,00

Jumlah 5976 4610 - 4970 2162 1404 2508 24074 100.00

* Data tidak tersedia

(43)

Tabel 5 Pendidikan Penduduk di Tujuh Desa peneltian Tahun 2007

Keterangan Sukolilo Baturejo Gadudero Sumbersoko Tompegunung Kedumulyo Kasiyan Jumlah %

Tamat Akademik 172 - - 10 8 8 22 220 1.0

Tamat SLTA 770 - - 15 130 214 185 1314 8.0

Tamat SLTP 1250 - - 245 285 341 267 2388 14.0

Tamat SD 1710 - - 665 1990 1116 1279 6760 40.0

Tidak Tamat SD 250 - - 50 240 926 126 1592 9.5

Belum Tamat SD 1500 - - 500 685 421 180 3286 19.5

Tidak Sekolah 45 - - 26 65 1126 105 1367 8.0

Jumlah 5967 - - 1511 3403 4152 2164 16927 100.0

(44)

Penggunaan Lahan (Sawah dan Non Sawah)

Berdasarkan data mengenai luas lahan sawah berdasarkan jenis pengairannya di tujuh desa penelitian, dapat diketahui jenis pengairan lahan sawah yang mendominasi. Di Desa Sukolilo dan Kedumulyo, lahan sawah yang jenis pengairannya berupa pengairan teknis paling mendominasi dengan masing-masing persentase sebesar 38.10% dan 50.32%. Untuk Desa Baturejo, sawah dengan jenis pengairan setengah teknis paling mendominasi dengan persentase sebesar 55%. Di Desa Gadudero, Sumbersoko, Tompegunung, dan Kasiyan lahan sawah dengan jenis pengairan tadah hujan paling mendominasi dengan masing-masing persentase sebesar 89.95%, 100%, 100%, dan 44.45%.

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jenis pengairan tadah hujan paling banyak digunakan untuk mengairi lahan sawah dengan jumlah luas sawah sebesar 1836 ha. Lahan sawah berdasarkan jenis pengairannya yang paling banyak terkena dampak di urutan kedua adalah lahan sawah dengan pengairan teknis dengan luas lahan sebesar 588 ha. Ditempat ketiga dan keempat terdapat lahan dengan jenis pengairan setengah teknis dan sederhana dengan masing-masing luas lahan sebesar 498 ha dan 264 ha.

Berdasarkan data mengenai luas lahan non sawah di tujuh desa penelitian (tabel 9), di Desa Sukolilo jenis lahan non sawah yang mendominasi adalah lahan perkebunan dengan persentase 57.69%. Di Desa Baturejo, sebesar 66.87% lahan non sawah yang mendominasi merupakan jenis lahan pekarangan/perumahan. Di Desa Gadudero dan Tompegunung, jenis lahan non sawah yang mendominasi adalah jenis lahan tegalan dengan masing-masing persentase sebesar 77.72% dan 49.47%. Untuk Desa Sumbersoko dan Desa Kedumulyo, lahan non sawah yang mendominasi adalah lahan hutan negara dengan masing-masing persentase sebesar 60% dan 34.69%. Di Desa Kasiyan, lahan non sawah mendominasi adalah jenis lahan perkebunan dengan persentase sebesar 36.16%.

(45)

Tabel 6 Luas lahan sawah berdasarkan jenis pengairan di tujuh desa penelitian yang terkena dampak langsung

Desa Teknis ½ Teknis Sederhana Tadah Hujan Jumlah

Luas

(ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) %

Sukolilo 53 38.10 20 14.40 20 14.40 46 33.10 139 100.00

9.00 4.01 7.57 2.50

Baturejo 152 22.00 378 55.00 124 18.00 35 5.00 689 100.00

26.00 75.90 46.96 1.90

Gadudero - 0.00 - 0.00 70 10.35 606 89.65 676 100.00

0.00 0.00 26.51 33.00

Sumbersoko - 0.00 - 0.00 - 0.00 500 100.00 500 100.00

0.00 0.00 0.00 27.23

Tompegunung - 0.00 - 0.00 - 0.00 71 100.00 71 100.00

0.00 0.00 0.00 3.86

Kedumulyo 383 50.32 - 0.00 - 0.00 378 49.68 761 100.00

65.00 0.00 0.00 20.58

Kasiyan 100 22.22 17.00 100 22.22 20.08 50 11.11 18.93 200 44.45 10.89 450 100.00

Jumlah 588 100.00 498 100 264 100.00 1836 100,00 2836 100.00

(46)

Tabel 7 Luas lahan non sawah di tujuh desa penelitian yang terkena dampak langsung

Sumber: PT Semen Gresik (2008) (diolah) Desa

Pekarangan Tegalan Tambak/

Kolam Rawa Perkebunan Hutan Negara Lain-lain Jumlah Luas

(47)

Status Penguasaan Lahan Responden

Dilihat dari penguasaan lahan setiap responden, mayoritas responden yang lahannya terkena dampak langsung adalah responden yang memiliki luas lahan 0.51 – 1 ha dengan persentase sebesar 34.37% dan responden yang memiliki lahan 0.01 – 0.5 ha dengan persentase sebesar 31.25%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa responden yang lahannya terkena dampak langsung merupakan responden dengan lahan sempit yang luas lahannya kurang dari 1 ha (65.5%). Dilihat berdasarkan lokasinya, luas lahan yang kurang dari 1 ha paling banyak terdapat di Desa Gadudero dan Desa Kedumulyo. Jika dilihat berdasarkan peta rencana pendirian pabrik, kedua desa tersebut merupakan desa yang wilayahnya paling banyak termasuk ke dalam rencana lokasi pendirian pabrik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rencana pendirian pabrik paling banyak memberi dampak terhadap lahan persawahan yang kurang dari 1 ha.

Tabel 8 Distribusi luas lahan pertanian responden

*Terdapat 2 responden mempunyai luas lahan 0,25 ha pada persil 1 dan tidak tahu pada persil lainnya

Berdasarkan status penguasaan lahan dapat diketahui bahwa sebesar 60% responden memiliki lahan penguasaan milik dan sebesar 30% responden memiliki status penguasaan milik dan buruh. Maksud dari status penguasaan milik adalah responden memiliki lahan pertanian sendiri dan menggarap lahan tersebut. Sedangkan pada status kepemilikan buruh, responden bekerja menggarap lahan pertanian milik orang lain dengan bayaran berupa upah. Maksud dari status kepemilikan milik dan buruh adalah terdapat beberapa persil milik responden yang mempunyai status penguasaan milik sedangkan pada persil yang lain berstatus sebagai buruh. Dilihat dari lokasi penguasaan, lahan dengan status penguasaan milik paling banyak terdapat di Desa Kedumulyo dan status penguasaan buruh paling banyak terdapat di Desa Gadudero.

Tabel 9 Penguasaan lahan responden

Status Kepemilikan n %

Milik 18 60

Buruh 3 10

Milik dan Buruh 9 30

Jumlah 30 100

Luas (ha) n %

0.01 – 0.50 10 31.25

0.51 – 1.00 11 34.37

1.01 – 1.50 1 3.12

1.51 - 2,.50 3 9.37

>2.5 2 6.40

tidak tahu 5 15.63

Gambar

Gambar 12 Kendi-kendi berisi air  yang berasal dari seluruh mata
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 1  Rencana lokasi dan kegiatan penambangan & pengolahan semen
Tabel 2  Lokasi, peruntukan, dan luas lahan rencana penambangan bahan baku,   pabrik dan utilitas, dan jalan produksi PT Semen Gresik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menarasikan mengenai sebuah gerakan sosial yang dilakukan oleh Laskar Hijau dalam melakukan penolakan terhadap aktivitas pertambangan pasir di Kabupaten

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan sosial dan ekonomi masyarakat yang berada di sekitar wilayah Pabrik Semen Puger Jaya Raya Sentosa di Kabupaten

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pabrik semen puger memberikan pengaruh terhadap sosial ekonomi masyarakat, dan untuk mengetahui nilai

Penelitian mengenai Gerakan Sosial dalam Pemberhentian Penebangan Hutan (Studi Kasus tentang Gerakan Sosial Pemberhentian Penebangan Hutan Tele di Desa Hariara Pintu Kecamatan

menggunakan model diakronik-historis karena dalam beberapa waktu yang berlangsung suatu gerakan sosial akan ditemukan dinamika perubahan seperti pertumbuhan, perkembangan,

Berbagai modal sosial yang yang dimiliki masyarakat Bendar dilihat dari berbagai kacamata, yaitu modal sosial hubungannya dengan aspek ekonomi, modal sosial

Gerakan anti pembakaran timah pada penelitian ini merupakan gerakan sosial yang dilakukan kelompok gerakan sosial masyarakat Kecamatan Sekaran dalam menentang aktivitas

Pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Gresik dan Indocement Sumber: https://youtu.be/1fJuJ28WZ_Q Film dokumenter Samin vs Semen disutradarai oleh Dandhy Laksono yang juga sebagai