• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA GERAKAN DAN MODAL SOSIAL PENOLAKAN PENDIRIAN PABRIK SEMEN OLEH WARGA SUKOLILO

Emergence (Tahap Munculnya Gerakan)

Awal mula kemunculan gerakan penolakan pendirian pabrik semen PT Semen Gresik di kawasan Pegunungan Kendeng disebabkan adanya pemberian izin prinsip oleh Pemerintah kepada untuk membangun pabrik berkapasitas 2,5 juta hingga 3 ton per tahun pada tanggal 13 Mei 2005 di Sukolilo (Indymedia, 2009). Selama kurun waktu 2005 – 2006, banyak calo tanah yang mengatas namakan sebuah PT yang bergerak di bidang bioenergi yang mencari lahan untuk digunakan proyek tanaman jarak. Setelah beberapa hektar tanah telah dibeli, bibit tanaman jarak pun ikut lenyap bersama ketidakjelasan proyek bio-energi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Gunretno, tokoh Sedulur Sikep yang memotori gerakan menolak pendirian pabrik dan kegiatan penambangan.

“Prosese kuwi, mulai kae, ketika tahun 2006, ono kenaikan harga

BBM, harga BBM naik. Lah pemerintah menginisiasi mengganti bahan bakar minyak biodiesel. Saat-saat kuwi nganggo ngewujudno program kuwi akeh wong spekulan tanah luru lemah kandane kanggo kerjasama nanem jarak sebagai pengganti biodiesel. Nah tapi sak temene, dibalik iku tanah dinggo pengadaan tanah pabrik semen.”

(Gunretno, tokoh Sedulur Sikep)

“Prosesnya itu, ketika tahun 2006, ada kenaikan harga BBM. Pemerintah menginisiasi mengganti bahan bakar menjadi biodiesel. Untuk mewujudkan program itu banyak spekulan mencari tanah dengan alasan kerjasama menanam jarak sebagai pengganti biodiesel. Tetapi faktanya, tanah tersebut dipakai untuk pengadaan tanah pabrik semen.” (Gunretno, tokoh Sedulur Sikep)

Sosialisasi rencana pembangunan pabrik semen gencar dilakukan Semen Gresik mulai tahun 2006 semenjak surat ijin Kantor Pelayanan dan Perijinan terpadu Kabupaten Pati dikeluarkan. Secara tegas Pemerintah Daerah mendukung rencana tersebut dengan menerbitkan Surat Pernyataan Bupati Nomor: 131/1814/2008 tentang kesesuaian lahan pengambilan bahan baku PT Semen Gresik dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pati (Aprianto, 2013).

Pada tahun 2006, banyak warga yang belum mengetahui kebenaran kabar akan adanya pendirian pabrik semen dan kegiatan penambangan. Namun, di beberapa tempat terdapat tanah-tanah yang dijual kepada pihak yang mengaku dari perusahaan biodiesel untuk menanam tanaman jarak. Hal ini diperkuat oleh keterangan Gunarti, tokoh perempuan Sedulur Sikep yang memotori perjuangan perempuan dalam menolak pendirian pabrik semen. Beliau berkata bahwa saat itu memang ada tanah-tanah yang mulai dijual dan mulai sering adanya pertemuan bapak-bapak yang membahas mengenai hal ini. Karena ketidakjelasan proyek tersebut dan adanya isu pendirian pabrik, beberapa warga pun mulai resah.

Peran warga Sedulur Sikep dinilai penting atas kemunculan gerakan penolakan pendirian pabrik semen. Gunretno yang dikenal sebagai motor dari gerakan ini merupakan anggota Serikat Petani Pati (SPP). Dari keanggotaannya di SPP, beliau banyak mendapat informasi khususnya tentang hal-hal tentang pertanian. Selain itu, keanggotaanya di SPP juga sebagai awal terbentuknya jaringan karena di SPP beliau bertemu berbagai macam pihak seperti LSM dan akademisi. Menurut Gunarti yang merupakan adik kandung dari Gunretno, awal mula terdengarnya kepastian kabar tentang rencana pendirian pabrik semen beliau dapatkan Gunretno. Informasi tersebut disampaikan dalam kegiatan pertemuan kelompok yang dimiliki Sedulur Sikep yang dinamai dengan Paguyuban Kadang Sikep pada tahun 2006.

Bermula dari informasi yang diperoleh dalam pertemuan tersebut, Gunarti mulai memikirkan apa yang bisa diperbuat jika hal tersebut benar-benar terealisasi. Dengan adanya pertemuan tersebut, menunjukkan bahwa warga Sedulur Sikep masih memegang teguh norma. Alasan warga Sedulur Sikep menolak pendirian pabrik karena mereka khawatir lahan-lahan pertanian yang menjadi satu-satunya sumber penghidupan mereka akan hilang. Hal ini jelas dilakukan oleh mereka yang masih memegang teguh norma, karena menurut aturan Sedulur Sikep satu- satunya pekerjaan yang dapat dikerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka adalah bertani. Berikut ini adalah cuplikan wawancara yang dilakukan dengan salah satu petani Sedulur Sikep mengenai keharusan mereka bermata pencaharian sebagai petani:

“Nak kandane wong tuwo, awake dewe ora entuk dagang, isane

mung ngene ntok.”

(Darmisih, petani Sedulur Sikep)

“Ujar nasehat orang tua, kami tidak boleh berdagang, bisanya begini saja (bertani).”

(Darmisih, petani Sedulur Sikep)

Kebenaran kabar tentang adanya rencana pendirian pabrik semen semakin diperkuat dengan pengakuan Bappeda bahwa Bupati merencanakan akan membangun pabrik semen di kawasan Pati. Hal ini diungkapkan Bappeda ketika diadakan pertemuan yang merupakan bagian kegiatan dari safari gotong royong. Dalam pertemuan tersebut terdapat pembicara yang merupakan akademisi IPB, yaitu Haryadi Kartodihardjo dan Hermanu Triwidodo. Dengan adanya kegiatan safari gotong royong, kepercayaan dan jaringan dengan pihak luar mulai terbentuk. Berikut ini adalah cuplikan wawancara dengan Gunretno yang menunjukkan bahwa jaringan dan kepercayaan dengan pihak luar mulai terbangun:

“Lah setelah rampung pertemuan kuwi aku iki yo intine bagi peran,

njaluk bantuan IPB tentang kehutanan, mergo penggunaan lahan pabrik semen kanggo salah satu lahan hutan, njaluk bantuan IPB kanggo ngawasi tentang hutane, tentang masarakate aku, lah dadi tentang rencana AMDALe sopo.”

“Setelah pertemuan tersebut selesai saya membagi peran, meminta bantuan IPB untuk masalah kehutanan, karena penggunaan lahan pabrik semen ada yang terdapat di lahan hutan, meminta bantuan IPB untuk mengawasi gutan, tentang warga di sini, dan juga mengenai rencana AMDAL.”

(Gunretno, tokoh Sedulur Sikep)

Dalam pertemuan tersebut, Bapeda membocorkan bahwa Bupati Pati memang merencanakan pendirian pabrik semen di wilayah Pati. Setelah diketahui kepastian bahwa rencana pendirian pabrik bukan sekedar isu, Gunretno meminta bantuan dari IPB mengenai kehutanan karena wilayah rencana pembangunan pabrik memakai salah satu lahan hutan. Dari sini peran-peran mulai dibagi, mulai dari yang mengawasi hutan, tentang warga, dan juga tentang AMDAL.

Coalescene (Penggabungan)

Pada tahap coalescene atau penggabungan, perasaan ketidaknyamanan atau

keresahan individu berubah menjadi perasaan kolektif. Selain itu, dalam tahap ini juga sudah dimulai pengorganisiran pelaku gerakan dan pembuatan strategi dalam gerakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Gunretno, gerakan penolakan pendirian pabrik semen yang dilakukan oleh warga Sukolilo ini diawali dengan pembangkitan kesadaran warga yang bermukim di sekitar Pegunungan Kendeng melalui media film. Film-film yang diputar berisi tentang pentingnya Pegunungan Kendeng untuk kehidupan dan juga dipaparkan mengenai dampak negatif dari adanya pendirian pabrik semen.

Berdasarkan keterangannya, kegiatan pemutaran film ini dilakukan selama sembilan hari pada awal tahun 2008. Proses penyadaran warga bertujuan untuk membangun norma agar warga tidak melakukan kekerasan dalam melakukan perlawanan terhadap pihak pabrik. Selain itu, penyadaran warga tentang dampak negatif dari adanya pendirian pabrik dan kegiatan penambangan lebih dilpilih agar warga menjadi cerdas dan tidak mudah untuk diprovokasi. Selain membangun norma, dengan adanya kegiatan ini dapat menumbuhkan kepercayaan baik kepada sesama petani, dengan pihak lain yang ikut merasakan keresahan, dan juga dengan pihak-pihak yang turut membantu membangun gerakan. Berikut ini adalah penjelasan dari Gunretno mengenai tujuan pemutaran film yang dilakukan selama sembilan hari tersebut:

“Jadi omah, nggon posko penuh tekanan tapi aku yo wani mergo aku

merasa ora pengen ngerugeni wong liyo, lan pengen mencerdasno wong liyo, pemahaman tentang lingkungan. Dadi yo penting, ketika wong kui ngerti, bahwa kendeng ono fungsine, secara otomatis ndekne eman nak dirusak wong liyo, diancam arep dirusak, tapi nak ora reti fungsine yo ning sandingan lah yo ora dianggep iki penting, nah kuwi

sing tak lakoke.”

(Gunretno, tokoh Sedulur Sikep)

“Jadi rumah, tempat posko penuh tekanan tetapi saya berani karena saya merasa tidak merugikan orang lain, dan ingin mencerdaskan

orang lain mengenai pemahaman tentang lingkungan. Jadi ya penting, ketika orang itu mengerti bahwa Pegunungan Kendeng ada fungsinya, secara otomatis mereka tidak rela jika Pegunungan Kendeng dirusak pihak lain. Jika diancam ingin dirusak, tetapi tidak tahu fungsinya ya walaupun tempatnya dekat tetap dianggap tidak penting. Hal itu lah yang saya lakukan.”

(Gunretno, tokoh Sedulur Sikep)

Dalam satu kesempatan wawancara tersebut, beliau juga menjelaskan tentang kegiatan pemutaran film tersebut. Awalnya beliau membuat posko penyelamatan Pegunungan Kendeng dan dilakukan kegiatan pemutaran film tentang lingkungan. Pada hari ke sembilan, beliau membuat panggung terbuka dan mengundang Gubernur, Muspida, Kementrian Lingkungan Hidup dan juga Menkominfo. Panggung terbuka dibuat agar mereka yang diundang dapat memberikan penjelasan tentang rencana pendirian pabrik semen.

Jaringan juga mulai berkembang dengan adanya kegiatan pemutaran film ini. Gunarti mengungkapkan bahwa dalam kegiatan sembilan hari tersebut mereka mendapat bantuan dari rekan-rekan di Tuban yang lokasinya berdekatan dengan wilayah pabrik. Hal ini dilakukan untuk mencari dan menyajikan bukti kepada warga di Sukolilo tentang dampak negatif dari pendirian pabrik. Dalam kegiatan itu pula, tepatnya ketika diadakan panggung terbuka dibentuklah suatu wadah yang bertujuan untuk menyelamatkan Pegunungan Kendeng yang dinamai Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK).

Selain mulai mengorganisir gerakan, dalam tahap coalescene mulai

dibentuk strategi yang digunakan dalam gerakan. Ketika ditanya mengenai strategi gerakan, Gunretno mengungkapkan bahwa strategi yang pertama kali dilakukan adalah membuat warga mengerti akan fungsi dari Pegunungan Kendeng, sadar akan pentingnya air, dan sadar untuk melestarikan tanah yang sudah diwariskan dari nenek moyang. Penyadaran ini dilakukan agar warga cerdas dan tidak mudah diprovokasi oleh pihak-pihak yang pro terhadap pembangunan pabrik dan kegiatan penambangan.

Setelah dibentuk wadah berupa JMPPK, warga yang tergabung dalam kelompok ini pun mulai berani menyuarakan pendapatnya. Berdasarkan kronologi kejadian yang ditulis oleh Indymedia (2009), pada 16 Maret 2008 anggota JMPPK keliling ke desa-desa, seperti Desa Sukolilo, Tompegunung, Baleadi, Kedungwinong, Wegil, Wuwur. Anggota JMPPK ini memberikan pengertian lewat pengeras suara ke warga terkait dampak negatif pabrik semen. Di hari berikutnya, tim sosialisasi JMPPK kembali keliling ke desa-desa, seperti Desa Gadudero, Baturejo, Wotan dan Kasiyan. Hal ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menyadarkan warga sehingga kekuatan yang terhimpun untuk tolak pabrik pun akan lebih kuat.

Jaringan dalam tahap ini pun meluas dengan diadakannya gelar seni budaya penyelamatan Pegunungan Kendeng di bumi perkemahan Sonokeling oleh JMPPK pada tanggal 19 Maret 2008. Sejumlah elemen turut terlibat, termasuk komunitas Sedulur Sikep dari beberapa daerah. Dalam acara tersebut secara tertulis Gubernur Jawa Tengah, Ali Mufiz, mengatakan bahwa hal yang perlu secara serius dilakukan untuk menyelamatkan Pegunungan Kendeng adalah

dengan mengembalikan daya guna Pegunungan Kendeng sebagai hutan lindung dan sumber mata air yang bermanfaat bagi kehidupan warga.

Hubungan dari jaringan dengan warga Tuban pun berlanjut ketika beberapa warga dari Sukolilo berkunjung ke Tuban untuk melihat langsung dampak yang ditimbulkan dari adanya pembangunan pabrik. Berdasarkan catatan kronologi dari Indymedia (2009), pada 20 April 2008 sebanyak lima puluh orang warga Sukolilo menyewa bus ke Tuban. Hasil perjalanan warga itu didokumentasikan menggunakan rekaman kamera video dan cacatan tertulis. Film hasil survei dan wawancara dengan warga Tuban tentang kenyataan warga yang hidup di sekitar pabrik diedarkan dalam bentuk compact disc ke warga Sukolilo dan jaringan

lingkungan. Hal senada juga dipaparkan oleh Gunarti mengenai kegiatan yang dilakukan JMPPK ke Tuban untuk mengetahui kondisi warga khususnya di ring satu daerah penambangan.

JMPPK pun survei nang wilayah Tuban, tilik wilayah kono mbuktekno ning sak cedake pabrik kono nang ring satu ki koyo opo, nak sing nggowo kamera kan isane slundup-slundup ben rak pateko ketoro. Ternyata terbukti nek ono pengakuan nek yo lemahe yo terpaksa didol, ditandurono wis pagir, wis ora iso woh, nak njeblosno kuwi yo kenteng do rontok, sego kui ning omah ora iso dipangan nak ora ditutupi rapet mergo keno bledug. Hasil teko surveine dulur-dulur digawe film, terus digawe kepingan CD, terus disebarke. Iku sing perjalanane bapak-

bapak.”

(Gunarti, tokoh perempuan Sedulur Sikep)

“JMPPK pun survei ke wilayah Tuban, mengunjungi wilayah di sana untuk membuktikan di wilayah ring satu pabrik itu seperti apa. Yang membawa kamera hanya bisa sembuni-sembunyi agar tidak terlalu terlihat. Ternyata terbukti jika punya tanah ya terpaksa dijual, ditanami juga sudah tidak subur, sudah tidak bisa berbuah, jika sedang meledakkan daerah tambang (untuk bahan baku) ya genteng berjatuhan, nasi tidak bisa dimakan jika tidak ditutup rapat karena terkena debu. Hasil survei tersebut dibuat film, lalu dibuat kepingan cd dan disebarkan. Itu yang perjalannya bapak-bapak.”

(Gunarti, tokoh perempuan Sedulur Sikep) Bureaucratization

Pada tahap bureaucratization, suatu gerakan mulai mengembangkan

jaringan sehingga memperbesar kekuatan politik. Dalam gerakan tolak pabrik semen yang dilakukan oleh sebagian warga Sukolilo, tahap ini dapat diidentifikasi dengan banyaknya pihak-pihak luar yang membantu atau bekerjasama demi tercapainya tujuan gerakan. Bantuan atau kerjasama dengan pihak luar dilakukan dengan LSM, akademisi, LBH, media, dan pihak-pihak lainnya.

Perluasan Jaringan

Terbangunnya jaringan luas yang dimiliki oleh gerakan penolakan pendirian pabrik semen di Pegunungan Kendeng tidak terlepas dari peran Sedulur Sikep. Gunretno yang pernah menjadi anggota Serikat Petani Pati (SPP) menjadi salah satu alasan mengapa gerakan ini mempunyai jaringan yang luas. Selain itu, terdapatnya warga Sedulur Sikep yang tinggal di dalam kawasan rencana pembangunan pabrik dan kegiatan penambangan juga menjadi perhatian pihak luar sehingga banyak yang sekedar ingin tahu atau bahkan membantu gerakan ini. Berikut keterangan yang dikemukakan oleh Gunarti mengenai awal mula dibangun dan meluasnya jaringan:

“Yo kelompok JMPPK kan akehe Kang Gun, sebelum berkiprah ning

kono kan dewekne wis ning SPP, yo jaman KTM karya tani maju. Sak wise wong tuwa-tuwa ora mlaku, kene nggawe paguyuban kuwi, terus Kang Gun dituakan ning nggone SPP. Kenale yo luwih ning pertanian, tapi kan sing berkiprah ning SPP kan yo ono sing dadi LSM iki..iki. LSM reti yo getok tular saiki yo suoro kan gampang nyebar lewat hp,

lewat media.”

(Gunarti, tokoh perempuan Sedulur Sikep)

“Kelompok JMPPK lebih banyak Kang Gun, sebelum berkiprah di JMPPK dia sudah di SPP (Serikat Petani Pati), jaman KTM (Karya Tani Maju). Setelah orang-orang tua sudah tidak bergerak, kami membuat paguyuban itu, lalu Kang Gun dituakan di SPP. Kenalnya ya lebih ke pertanian, tapi yang berkiprah di SPP ada yang jadi LSM. LSM juga tahu mengenai getok tular (sambung menyambung) sekarang suara mudah tersebar melalui hp, melalui media.”

(Gunarti, tokoh perempuan Sedulur Sikep)

Dalam tahap perluasan jaringan, pihak luar sudah mulai membantu dan melakukan kerjasama dalam gerakan. Seperti dilakukan oleh akademisi yang tergabung dalam Pusat Studi Manajemen Bencana (PSMB) UPN Veteran Yogyakarta bekerjasama dengan Acintyacunyata Speleological Club (ASC). Pada

tanggal 16 – 19 Juni 2008 mereka melakukan kegiatan penguatan kapasitas komunitas dengan tujuan memberikan pemahaman kepada warga secara utuh tentang kondisi kawasan karst Sukolilo. Disamping itu kegiatan ini mengajak warga untuk bersama-sama melakukan survei dan pengumpulan data-data lapangan sehingga warga mampu mengklasifikasikan kawasannya sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku.

Jaringan juga meluas dengan didapatkannya dukungan dari warga hilir Pegunungan Kendeng. Pada saat mendatangi rumah Ketua Komunitas Sedulur Sikep, Gunretno, mereka menyatakan mendukung warga sejumlah desa di Kecamatan Sukolilo yang menolak pembangunan pabrik semen PT Semen Gresik. Warga desanya khawatir penambangan bahan baku semen di Pegunungan Kendeng dapat mengakibatkan banjir di hilir semakin besar. Menanggapi hal itu, Gunretno berencana mengusulkan pengkajian pengendalian banjir kepada PT Semen Gresik dan Pemerintah Kabupaten Pati. (Kompas, 17 Juli 2008)

Kepedulian dari pihak akademisi pun terus berdatangan. Opini pemerintah mengenai peningkatan kesejahteraan warga harus dengan memajukan ekonomi ditanggapi oleh pengajar dari Unika Soegijapranata, Tjahjono Rahardjo (Kompas, 1 Agustus 2008). Beliau berpendapat mereka yang pro dan kontra memakai ukuran berbeda menyangkut kesejahteraan warga. Menurutnya, pihak warga yang pro, Pemkab, dan PT Semen Gresik cenderung menggunakan indikator standar hidup, seperti lapangan kerja, investasi, dan peningkatan PAD sebagai ukuran dari kesejahteraan. Padahal, kesejahteraan tidak hanya diukur dari indikator-indikator ekonomis, tetapi juga kualitas hidup, termasuk hak hidup warga adat, seperti warga Sedulur Sikep, untuk menjalani hidup dengan cara mereka sendiri. Selain itu, menurutnya dengan adanya pabrik tidak menjamin kemandirian warga.

”Mungkin benar akan menciptakan lapangan kerja, tetapi kalau pabrik sudah berdiri, siapa yang akan menentukan siapa yang boleh masuk? Apakah (lapangan kerja) itu selamanya dan akan membuat warga mandiri?”

(Tjahjono Rahardjo, Pengajar dari Unika Soegijapranata)

Selain dari PSMB UPN Veteran Yogyakarta, ASC, dan pengajar Unika Soegijapranata, pihak akademisi yang kontra terhadap rencana pendirian pabrik ini pun terus bertambah. Seperti yang dimuat dalam berita di Harian Kompas (20/ 08/2008). Tim Pusat Lingkungan dan Geologi Bandung memetakan lahan karst di calon lokasi tambang di Kecamatan Sukolilo dan didapatkan hasil bahwa lokasi tersebut termasuk kawasan karst 1, 2, dan 3. Sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1456/K/20/ MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst, penambangan dapat dilakukan di kawasan karst 2 dan 3. Berbeda dengan kesimpulan berdasarkan pemetaan PLG Bandung, dalam Indonesian Scientific Karst Forum di Universitas Gadjah Mada (UGM), para peneliti dan ilmuwan karst

dari seluruh Indonesia memaparkan penelitian mengenai fungsi kawasan karst bagi kehidupan manusia dan ekologi. Dalam forum itu mengemuka bahwa pengkelasan karst menjadi kawasan yang boleh dan tidak boleh ditambang dapat menyebabkan kerusakan fungsi karst secara keseluruhan.

Selain dari kalangan akademisi, jaringan dalam gerakan penolakan pendirian pabrik semen ini pun bertambah luas. Pada 30 Oktober 2008 sekitar 600 orang yang tergabung dalam Aliansi TOPAN (Aliansi Masyarakat Jawa Tengah Tolak Pabrik Semen) berunjuk rasa ke Kantor Gubernur Jawa Tengah. Aksi tersebut diikuti oleh Serikat Petani Pati, Forum Masyarakat Peduli Lingkungan, Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng, AMUK Rakyat Solo, Komunitas Pasang Surut Blora, LBH Semarang, WALHI Jateng, serta sejumlah elemen warga lain (Indymedia, 2009). Dua bulan setelah itu, komunitas Pasang Surut Blora yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat menyampaikan petisi penolakan rencana pembangunan pabrik semen di Jawa Tengah kepada mantan Menteri Lingkungan Hidup Dr. A. Sonny Keraf. Elemen masyarakat yang bergabung adalah Front Blora Selatan, Randublatung Pecinta Alam, Komunitas Seni Kerakyatan, Anak Seribu Pulau, Serikat Lidah Tani, Yayasan Mahameru, Sor Tugu United, Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana, Ikatan Pelajar NU, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Blora, Himpunan Penghayat dan Kepercayaan Blora, Perpustakaan PATABA dan Super Samin.

Lobi, Advokasi, dan Demo

Setelah terbangunnya jaringan dengan akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat, dan dengan pihak-pihak lainnya, gerakan penolakan pendirian pabrik semen mulai mengintensifkan gerakannya melalui lobi, advokasi, dan demo. Salah satu lobi yang dilakukan adalah dengan meminta pihak PPLH UNDIP untuk mengadakan dialog bersama. Pada tanggal 18 November 2008, sekitar 40 warga Sukolilo datang ke PPLH UNDIP untuk mengadakan dialog (Indymedia, 2009). Hal ini dilakukan karena pihak PPLH UNDIP tidak menanggapi dua buah surat permintaan audiensi yang telah dilayangkan. Namun, pada akhirnya pihak PPLH UNDIP mengatakan bahwa saat ini mereka tidak dapat menemui warga. Akhirnya, acara sosialisasi AMDAL oleh PPLH UNDIP bersama Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah dan PT Semen Gresik di gedung Bakorwil Pati diselenggarakan tanggal 1 Desember 2008.

Lobi dan advokasi dalam gerakan penolakan pendirian pabrik semen terus dilakukan. Pada 10 Januari 2009, rombongan tim JMPPK bertemu dengan Gubernur Jawa Tengah terkait dengan pembahasan rencana pendirian pabrik PT Semen Gresik di Pati. Dalam pertemuan ini dicapai kesepakatan bahwa akan dibentuk tim bersama untuk mengadakan penelitian AMDAL ulang. Sebagai konsekuensi dari kesepakatan ini adalah tidak diperbolehkan adanya kegiatan dari pihak pro maupun kontra. Senada dengan kronologi yang ditulis oleh Indymedia (2009), Gunarti ketika ditanya tentang akan diadakannya penelitian ulang memaparkan sebagai berikut:

“Ora sido, lah yo kene ngugemi rembuge seorang Gubernur, sebelum

ada penelitian bersama, teko sing tolak ojo melakukan opo-opo, teko pabrik semen pun ojo melakukan opo-opo. Iku pas taun anu, taun 2009 tanggal 4 Januari, eh tanggal 10 Januari, tanggal 4 iku aksi, tanggal 10 diundang gubernur. Wektu kuwi AMDAL wis dari. Dadi yo kuwi mau, AMDALe kan ora sesuai karo sak nyantane, makane arep diadakno penelitian bersama.“

(Gunarti, tokoh perempuan Sedulur Sikep)

“Tidak jadi, kami kan memegang ucapannya Gubernur, sebelum dilakukan penelitian bersama, dari yang menolak pendirian pabrik dilarang melakukan apa-apa, dari pihak pabrik semen PT Semen Gresik pun dilarang melakukan apa-apa. Waktu tahun 2009 tanggal 4 Januari kami melakukan aksi, tanggal 10 diundang Gubernur. Waktu itu AMDAL sudah jadi. Jadi ya itu, AMDALnya kan tidak sesuai dengan kenyataanya, karena itu akan dilakukan penelitian bersama.” (Gunarti, tokoh perempuan Sedulur Sikep)

Berdasarkan kronologi yang terdapat dalam Indymedia (2009), pada tanggal 22 Januari 2009, terjadi peristiwa yang paling diingat oleh warga yang tergabung dalam gerakan penolakan pendirian pabrik semen PT Semen Gresik. Untuk melengkapi data mengenai peristiwa 22 Januari 2009 tersebut, peneliti melakukan wawancara kepada para responden dan infroman. Dalam satu kesempatan wawancara, Pak Darto yang merupakan koordinator gerakan dari Desa