• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Usia, Gaya Hidup, Lingkar Pinggang Dan Asupan Zat Gizi Dengan Profil Lipid Dan Kadar Selenium Darah Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Di Rumah Sakit Pusri Medika Palembang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Usia, Gaya Hidup, Lingkar Pinggang Dan Asupan Zat Gizi Dengan Profil Lipid Dan Kadar Selenium Darah Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Di Rumah Sakit Pusri Medika Palembang."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA USIA, GAYA HIDUP, LINGKAR

PINGGANG DAN ASUPAN ZAT GIZI DENGAN PROFIL LIPID

DAN KADAR SELENIUM DARAH PADA PASIEN PENYAKIT

JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT PUSRI MEDIKA

PALEMBANG

E L I Z A

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DANSUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hubungan antara Usia, Gaya Hidup, Lingkar Pinggang dan Asupan Zat Gizi dengan Profil Lipid dan Kadar Selenium Darah pada Pasien Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Pusri Medika Palembang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

E l i z a

(4)

RINGKASAN

ELIZA. Hubungan antara Usia, Gaya Hidup, Lingkar Pinggang dan Asupan Zat Gizi dengan Profil Lipid dan Kadar Selenium Darah pada Pasien Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Pusri Medika Palembang. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI, RIMBAWAN dan ADI TERUNA EFFENDI.

Di Indonesia, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab pertama dari seluruh kematian yakni sebesar 37%, diikuti dengan penyakit menular, masalah kesehatan terkait maternal, perinatal, dan gizi (22%), kanker (13%), penyakit tidak menular lainnya (10%), kecelakaan (7%), diabetes (6%), dan penyakit pernafasan kronik (5%) (WHO 2014). Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyempitan pembuluh darah (arteri koroner) sehingga tidak cukup suplai darah yang membawa oksigen dan zat gizi ke jantung (Wu et al. 2014). Penyempitan pembuluh darah terjadi karena adanya aterosklerosis. National Cholesterol Education Programme Adult Treatment Panel (NCEP ATP) III Guideline (2001), membagi faktor risiko PJK menjadi dua, yaitu: 1) Faktor yang tidak dapat diubah

(nonmodifiable risk factors) antara lain keturunan, umur, jenis kelamin; 2) Faktor yang dapat diubah (modifiable risk factors): dislipidemia, tekanan darah tinggi (hipertensi), merokok, konsumsi alkohol, diabates mellitus, stres, aktivitas fisik kurang dan kelebihan berat badan/obesitas.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara usia, gaya hidup, lingkar pinggang dan asupan zat gizi dengan profil lipid dan kadar selenium darah pada pasien penyakit jantung koroner di rumah sakit Pusri Medika Palembang. Tujuan khususnya antara lain: 1) mengetahui karakteristik subjek; 2) mengidentifikasi gaya hidup sehat subjek (kebiasaan merokok, aktivitas fisik dan olahraga); 3) Menganalisis status gizi (obesitas sentral) dengan pengukuran lingkar pinggang; 4) menganalisis profil lipid darah dan kadar selenium darah; 5) menganalisis asupan zat gizi; 6) menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan profil lipid dan kadar selenium darah pada pasien penyakit jantung koroner.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang dilakukan dari bulan Pebruari sampai Agustus 2015. Lokasi penelitian di Rumah Sakit Pusri Medika Palembang dengan jumlah sampel 53 orang. Kriteria inklusinya adalah: 1) pasien pria dan wanita yang didiagnosis dokter menderita PJK, dibuktikan dengan nyeri dada (angina pectoris), infark miokard, peningkatan kadar enzim CKMB serta Troponin I positif; 2) merupakan pasien baru maksimal 2 minggu didiagnosa menderita PJK; 3) bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent; 4) dapat berkomunikasi dengan baik. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan data rekam medik serta pengukuran langsung. Analisis yang dilakukan meliputi analisis deskriptif dan inferensia (uji Chi-square, Rank Spearman dan regresi logistik berganda)

(5)

(73.6%) perokok, sebagian besar subjek (79.2%) tidak berolahraga dan sebesar 64.2% aktivitas fisik subjek tergolong rendah. Berdasarkan lingkar pinggang, sebagian besar (69.0%) pria mengalami obesitas, sedangkan pada wanita lebih dari separuh (54.5%) memiliki status gizi normal.

Lebih dari separuh subjek baik pria maupun wanita memiliki kadar kolesterol total (K-total) darah yang tinggi, masing-masing 59.5% dan 63.6%. Rata-rata kadar K-total yaitu 249.0±42.1 mg/dL. Sebagian besar subjek baik pria dan wanita memiliki kadar K-LDL darah tinggi, masing-masing 59.5% dan 72.7%. Rata-rata kadar K-LDL yaitu 174.5±38.9 mg/dL. Sebagian besar subjek baik pria dan wanita memiliki kadar K-HDL yang rendah, masing-masing 78.6% dan 81.8%. Rata-rata kadar K-HDL yaitu 35.4.0±7.1 mg/dL. Lebih dari separuh subjek baik pria dan wanita memiliki kadar trigliserida tinggi, masing-masing sebesar 54.8% dan 63.6%. Rata-rata kadar trigliserida yaitu 212.8±75.4 mg/dL. Kadar selenium darah subjek semuanya rendah, dengan rata-rata 10.43±3.54 µg/L.

Hasil uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kadar K-total (p<0.05), aktivitas fisik dengan kadar K-total (p<0.05), asupan serat makanan dengan kadar K-total (p<0.05) dan asupan vitamin E dengan kadar K-total (p<0.05).

Hasil uji regresi logistik berganda menujukkan bahwa faktor yang berpeluang terhadap peningkatan kadar K-total darah adalah asupan serat makanan yang kurang (OR=5.234; 95% CI: 1.422–19.265). Faktor-faktor yang berpeluang terhadap peningkatan kadar trigliserida adalah asupan vitamin C yang kurang (OR=4.860; 95% CI: 1.293–18.262), dan lingkar pinggang yang besar/obesitas sentral (OR=4.294; 95% CI: 1.108–16.641).

(6)

SUMMARY

ELIZA. Association Between Age, Lifestyle, Waist Circumference and Nutrition Intake with Lipid Profile and Blood Selenium Levels in Coronary Heart Disease Patients at Pusri Medika Hospital in Palembang. Supervised by SRI ANNA MARLIYATI, RIMBAWAN and ADI TERUNA EFFENDI.

Cardiovascular disease is the first leading cause of death of all deaths in Indonesia, in the amount of 37%, followed by infectious disease, maternal, perinatal and nutritional problems (22%), cancer (13%), other noncommunicable diseases (10%), accidents (7%), diabetes (6%) and chronic respiratory disease (5%) (WHO 2014). Coronary heart disease (CHD) is a narrowing of blood vessels (coronary arteries) which leads to insufficient blood supply that carries oxygen and nutrients to the heart (Wu et al. 2014). Constriction of blood vessels occurs due to atherosclerosis.National Cholesterol Education Programme Adult

Treatment Panel (NCEP ATP) III Guideline (2001) divides into two CHD risk factors: 1) nonmodifiable risk factors: heredity, age, sex; 2) modifiable risk factors: dyslipidemia, hypertension, smoking, alcohol consumption, diabetes mellitus, stress, lack of physical activity and overweight/obesity.

The general objective of this study was to analyze the association between age, lifestyle, waist circumference and nutrition intake with lipid profile and blood selenium levels in CHD Patients at Pusri Medika Hospital in Palembang. The specific objectives of this study were to: 1) identify the subjects’ characteristics; 2) analyze the subjects’ lifestyle (smoking, physical activity, and exercise); 3) analyze nutritional status (waist circumference); 4) analyze blood lipid profile and blood selenium levels; 5) analyze nutrition intake; 6) analyze factors associated with blood lipid profile and blood selenium levels in CHD.

The design of this study was cross-sectional. The research site was Pusri Medika Hospital in Palembang. This study was conducted from February to August 2015. The number of subjects required for this study was 53 people. The subjects of this study were CHD patients who met the inclusion criteria. The inclusion criteria were: 1) male and female patients who were diagnosed to have CHD by doctors, proven by chest pain (angina pectoris) and myocardial infarction, increased levels of the enzyme CKMB and Troponin I was positive 2) new patients (maximum 2 weeks) diagnosed to have CHD, 3) were willing to participate in this study by signing the informed consent, 4) could communicate well. Types of data collected were primary and secondary data. Data were collected through interviews using a questionnaire, medical records and direct measurement. The data were processed and analyzed using descriptive and inferential statistics (Chi-square test, Rank Spearman and multiple logistic regression) by 2010 Microsoft Excel computer program and SPSS version 16 software.

(7)

exercise and most of subjects (64.2%) were low physical activity. Based on waist circumference, most of men (69.0%) were obese, while more than half of women (54.5%) were normal nutritional status.

This study showed that more than half of the subjects both men and women had high total cholesterol (TC) levels, 59.5% and 63.6%, respectively. Mean TC levels was 249.0±42.1 mg/dL. Most of the subjects both men and women had high LDL-C levels, 59.5% and 72.7%, respectively. Mean LDL-C levels was 174.5±38.9 mg/dL. Most of the subjects had low HDL-C levels, 78.6% and 81.8% respectively. Mean HDL-C levels was 35.4±7.1 mg/dL. More than half of the subjects had high triglyceride (TG) levels, 54.8% and 63.6%, respectively. Mean TG levels was 212.8±75.4 mg/dL. Blood selenium levels’ subject was low. Mean blood selenium levels was 10.43±3.54 µg/L.

Results of chi-square test showed that there were significant associations between age with TC levels (p<0.05), physical activity levels (PAL) with TC levels (p<0.05), fiber intake with TC levels (p<0.05), as well as vitamin E intake with TC levels (p<0.05).

Results of multiple logistic regression test showed that the factor that affect of TC was fiber intake (OR = 5.234; 95% CI: 1.422- 19.265). The factors that effect of triglyceride levels were vitamin C intake (OR = 4.860; 95% CI: 1.293 - 18.262) and waist circumference (OR = 4.294; 95% CI: 1.108 – 16.641).

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

E L I Z A

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

HUBUNGAN ANTARA USIA, GAYA HIDUP, LINGKAR

PINGGANG DAN ASUPAN ZAT GIZI DENGAN PROFIL LIPID

DAN KADAR SELENIUM DARAH PADA PASIEN PENYAKIT

JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT PUSRI MEDIKA

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Berkenaan dengan tersusunnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi dan Bapak Dr Drs Rimbawan serta Bapak Dr dr Adi Teruna Effendi, SpPD, PhD selaku pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan saran bagi penulis. Terima kasih kepada Bapak Dr Ir Hadi Riyadi, MS selaku dosen penguji dan Bapak Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Gizi Masyarakat.

Disamping itu, ucapan terima kasih kepada Direktur, Perawat, Tenaga laboratorium dan Ahli gizi Rumah Sakit Pusri Medika Palembang yang telah memberikan izin penelitian dan telah banyak membantu dalam proses pengambilan data. Terima kasih kepada Direktur dan Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang yang telah memberikan izin penulis untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana di IPB. Terima kasih juga kepada Pustanserdik BPPSDM Kemenkes RI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan sebagai peserta Tugas Belajar Dalam Negeri Kementerian Kesehatan RI tahun 2013.

Ungkapan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta (Bapak Drs H Sutarman dan Ibu Hj Syarifah) dan saudara-saudaraku (Elliya, S.Sos; Ellina, AMG dan Iti Bariah, S.Ag) yang telah memberikan doa dan dukungan baik secara moral maupun material selama penulis menjalani pendidikan. Terima kasih kepada suami tercinta (Sumarman, SKM, M.Epid) dan anak-anakku tersayang (Abdurrahman Limar Fauzan, Abdurrahman Limar Hammam dan Qonita Limar Nadia) yang telah berkorban, yang selalu memberikan semangat, motivasi, doa, dan dukungan selama penulis menyelesaikan kuliah di IPB.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Risti, Oci, Andi, Sanya, dan Lutfi yang telah banyak membantu selama penyusunan tesis ini. Teman-teman Pascasarjana Gizi Masyarakat IPB angkatan 2013 atas doa, dukungan dan semangatnya serta pihak-pihak lain yang telah banyak memberi dorongan dan masukan dalam penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga tesis ini dapat menjadi salah satu bagian bagi landasan ilmu pengetahuan dan dapat bermanfaat bagi para pembaca

Bogor, Februari 2016

(14)
(15)
(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Pengertian Penyakit Jantung Koroner 5

Gejala Klinis 6

Usia 7

Jenis Kelamin 7

Merokok 8

Lingkar Pinggang 9

Profil Lipid Darah 10

Kadar Selenium Darah 12

Aktivitas fisik 12

Konsumsi Pangan 13

3 KERANGKA PIKIRAN 14

4 METODE 17

Desain, Lokasi dan Waktu 17

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek 17

Jenis dan Cara Pengambilan Data 18

Pengolahan dan Analisis Data 19

Analisis Data 24

Definisi Operasional 25

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Karakteristik Subjek 26

Gaya Hidup 27

Profil Lipid Darah 30

Kadar Selenium Darah 31

Tingkat Kecukupan Energi, Zat Gizi dan Serat makanan 32

Pola Konsumsi Pangan 34

Hubungan antara Karakteristik dan Gaya Hidup Subjek dengan

Profil Lipid 35

Hubungan antara Tingkat Kecukupan Energi, Zat Gizi dan Serat

makanan dengan Profil Lipid 43

Hubungan antara Usia, Asupan Selenium dengan Kadar Selenium

Darah 50

Hubungan antara Lingkar Pinggang dengan Profil Lipid 51 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Profil Lipid pada Penyakit

(18)

Keterbatasan Penelitian 55

6 SIMPULAN DAN SARAN 56

Simpulan 56

Saran 56

LAMPIRAN 72

RIWAYAT HIDUP 77

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi kadar lemak untuk faktor risiko penyakit kardiovaskular 11

2 Jenis dan cara pengumpulan data 19

3 Pengkategorian karakteristik subjek 20

4 Pengkategorian gaya hidup subjek 21

5 Pengkategorian profil lipid dan kadar selenium darah subjek 22

6 Pengkategorian linggkar pinggang subjek 22

7 Pengkategorian tingkat kecukupan energi dan zat gizi subjek 23

8 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik 26

9 Sebaran subjek wanita berdasarkan status menopause 27 10 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan merokok 27 11 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan olahraga dan aktivitas fisik 29

12 Sebaran subjek berdasarkan profil lipid 30

13 Sebaran subjek berdasarkan kadar selenium darah 31 14 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi, zat gizi dan

serat makanan 33

15 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi pangan (kali/minggu) 34 16 Hubungan antara karakteristik dan gaya hidup subjek dengan kadar 36 17 Hubungan antara karakteristik dan gaya hidup subjek dengan kadar

K-LDL 38

18 Hubungan antara karakteristik dan gaya hidup subjek dengan kadar

K-HDL 40

19 Hubungan antara karakteristik dan gaya hidup subjek dengan kadar

trigliserida 42

20 Hubungan antara tingkat kecukupan energi, zat gizi dan serat makanan

dengan kadar kolesterol total 44

21 Hubungan antara kecukupan energi, zat gizi dan serat makanan dengan

kadar K-LDL 46

22 Hubungan antara tingkat kecukupan energi, zat gizi dan serat makanan

dengan kadar K-HDL 48

23 Hubungan antara tingkat kecukupan energi, zat gizi dan serat makanan

dengan kadar trigliserida 49

(19)

28 Hubungan antara status gizi subjek dengan kadar trigliserida 53 29 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kadar K-total 53 30 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kadar trigliserida 54

DAFTAR GAMBAR

1 Proses terjadinya aterosklerosis (Sumber: Nelms et al. 2010) 5

2 Alur pikiran terjadinya PJK 14

3 Kerangka Penelitian Hubungan antara usia, gaya hidup, lingkar pinggang, dan asupan zat gizi dengan profil lipid dan kadar selenium darah pada pasien PJK di Rumah Sakit Pusri Medika Palembang 16

4 Kerangka pengambilan subjek 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ethical clearance 72

2 Prosedur analisis kadar selenium darah 73

3 Prosedur analisis profil lipid 74

4 Nilai PAR (Physical Activity Rate) untuk berbagai aktivitas

(WHO 2003) 75

5 Analisis Regresi Logistik Berganda Kolesterol Total 76

6 Analisis Regresi Logistik Berganda K-LDL 76

7 Analisis Regresi Logistik Berganda K-HDL 76

(20)
(21)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab pertama kematian di negara maju dan berkembang. Pada tahun 2008 terdapat 7 249 000 kematian akibat penyakit jantung koroner (PJK) atau 12.7% dari semua kematian. India dan China memiliki lebih dari 2 juta kematian atau lebih dari 30% kematian akibat PJK, Federasi Rusia sebesar 659 500 dan Amerika Serikat sebesar 445 800 (Finegold et al. 2012).

Di Indonesia, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab pertama dari seluruh kematian yakni sebesar 37%, diikuti dengan penyakit menular, masalah kesehatan terkait maternal, perinatal, dan masalah gizi (22%), kanker (13%), penyakit tidak menular lainnya (10%), kecelakaan (7%), diabetes (6%), dan penyakit pernafasan kronik (5%)(WHO 2014).

American Heart Association (AHA) tahun 2008, melaporkan bahwa jumlah pasien PJK yang mengalami perawatan medis di Amerika Serikat pada tahun 2005 hampir mencapai 1.5 juta orang. Pada tahun 2020 diprediksi PJK menjadi penyebab pertama dan tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker (Depkes 2006).

Penyakit jantung koroner adalah penyempitan pembuluh darah (arteri koroner) sehingga tidak cukup suplai darah yang membawa oksigen dan zat gizi ke jantung (Wu et al. 2014). Penyempitan pembuluh darah terjadi karena adanya aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan kondisi menebalnya dinding pembuluh darah akibat akumulasi substansi lemak seperti kolesterol dan diartikan sebagai sindrom pembuluh darah akibat respon inflamatoris pada dinding pembuluh darah tersebut. Dampaknya menyebabkan akumulasi makrofag, leukosit serta lemak aterogenik, sehingga menyebabkan pengerasan atau pelapisan lemak pada pembuluh darah (Effendi dan Waspadji 2013).

Penyebab PJK secara pasti belum diketahui, meskipun demikian secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya yang disebut sebagai faktor risiko PJK. National Cholesterol Education Programme Adult Treatment Panel (NCEP ATP) III Guideline (2001) membagi faktor risiko PJK menjadi dua, yaitu: 1) Faktor yang tidak dapat diubah (nonmodifiable risk factors) antara lain keturunan, umur (semakin tua makin besar berisiko terkena PJK), jenis kelamin (pria lebih banyak daripada wanita; 2) Faktor yang dapat diubah (modifiable risk factors): dislipidemia, tekanan darah tinggi (hipertensi), merokok, konsumsi alkohol, diabates mellitus, stres, aktivitas fisik kurang dan kelebihan berat badan/obesitas.

(22)

myocard infarc (OR=3.63, 95% CI: 2.50-5.27) dibandingkan dengan pria pada kelompok kontrol, sedangkan pada wanita yang merokok mempunyai risiko 2.64 kali lebih besar untuk menderita myocard infarc (OR=2.64, 95% CI: 1.39-5.02) dibandingkan dengan wanita pada kelompok kontrol. Ada respon efek dosis, infark miokard mencapai peningkatan delapan kali lipat bagi mereka yang merokok lebih dari 25 batang/hari dibandingkan dengan tidak pernah merokok.

Dislipidemia merupakan faktor risiko untuk PJK. Dislipidemia ditandai dengan peningkatan trigliserida, peningkatan kolesterol LDL (K-LDL) dan penurunan kolesterol HDL (K-HDL) yang semuanya memperburuk aterosklerosis (Singk et al. 2010). Penelitian Mohammed dan Mohammed (2013) pada pasien PJK di rumah sakit pendidikan El-Shaap Sudan menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kadar K-total, trigliserida, dan K-LDL yang tinggi pada kelompok kasus (PJK) dibandingkan kelompok kontrol (non PJK) (p<0.001).

Selenium merupakan trace elemen yang terlibat dalam perlindungan terhadap kerusakan oksidatif, dan berfungsi sebagai penentu utama sintesis dan aktivitas selenoprotein, seperti glutation peroksidase (GPx) (Rayman 2000). Hubungan antara konsentrasi selenium darah dan prevalensi PJK masih kontroversial (Navarro-Alarcon et al. 2000). Meskipun penelitian prospektif menunjukkan ada hubungan antara konsentrasi selenium yang rendah dan kejadian PJK pada populasi (Salonen et al. 1982 dalam Lubos et al. 2010). Penelitian metaanalisis yang dilakukan oleh Flores-Mateo et al. (2006) menyebutkan bahwa konsentrasi selenium berhubungan terbalik dengan risiko PJK.

PJK merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi. Tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit jantung koroner meliputi rasa berat, tertekan, nyeri, diremas-remas di dada tengah yang dalam (angina pectoris) sebagai tanda otot jantung kekurangan oksigen. Hal ini merupakan beban psikologis yang harus ditanggung penderita, di samping biaya untuk pengobatan yang besar (Maron 2002) dan ancaman kejadian kematian secara mendadak serta hilangnya hari-hari produktif.

Perumusan Masalah

Risiko seseorang untuk terkena PJK dipengaruhi banyak faktor, baik faktor yang tidak dapat dikendalikan (jenis kelamin, usia, keturunan) dan faktor yang dapat dikendalikan (dislipidemia, tekanan darah tinggi, stres, merokok, aktivitas fisik kurang dan kelebihan berat badan atau obesitas).

(23)

Selain profil lipid darah, kadar selenium darah ada hubungannya dengan PJK. Selenium berfungsi sebagai antioksidan pada penyakit kardiovaskular dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar selenium pada serum dan urine pada pasien PJK adalah rendah (Navarro-Alarcon et al. 1999).

Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi PJK yang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia sebesar 0.5% dan di Sumatera Selatan sebesar 0.4%. Sepengetahuan peneliti, penelitian tentang profil lipid dan kadar selenium pada pasien PJK di Indonesia khususnya di Sumatera Selatan belum banyak dilakukan, untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut. Adapun pertanyaan penelitiannya adalah:

Apakah ada hubungan antara usia, gaya hidup, lingkar pinggang dan asupan zat gizi dengan profil lipid darah dan kadar selenium darah pada PJK?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara usia, gaya hidup, lingkar pinggang dan asupan zat gizi dengan profil lipid dan kadar selenium darah pada pasien penyakit jantung koroner di Rumah Sakit Pusri Medika Palembang.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik subjek meliputi jenis kelamin dan usia.

2. Mengidentifikasi gaya hidup subjek meliputi kebiasaan merokok, aktivitas fisik dan olahraga.

3. Menganalisis status gizi (obesitas sentral) subjek dengan pengukuran lingkar pinggang.

4. Menganalisis profil lipid darah (kadar K-total, kadar K-LDL, kadar K-HDL dan kadar trigliserida) dan kadar selenium darah subjek.

5. Menganalisis asupan zat gizi (energi, lemak, lemak jenuh, vitamin C, vitamin E, kolesterol, serat makanan dan selenium) dan pola konsumsi pangan.

6. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan profil lipid dan kadar selenium darah pada penyakit jantung koroner.

Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan yang signifikan antara usia, gaya hidup (kebiasaan merokok, aktivitas fisik dan olahraga), lingkar pinggang dan asupan zat gizi dengan profil lipid darah.

(24)

Manfaat Penelitian

(25)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Penyempitan arteri koroner terjadi karena adanya proses aterosklerosis. Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi dimana plak menumpuk di dalam arteri. Aterosklerosis pada arteri besar dan kecil ditandai dengan penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endothel) dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos) (Corwin, 2007).

Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication

pada plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Keluhan timbul bila penyempitan sudah mencapai 70% dari penampang pembuluh koroner. Myocard Infark terjadi bila penyempitan sudah mencapai 90% (Nelms et al. 2010)(Gambar 1).

Gambar 1 Proses terjadinya aterosklerosis (Sumber: Nelms et al. 2010)

Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan Sindrom Koroner Akut (SKA).

(26)

trombosis, yaitu trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih banyak platelet, dan trombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet. Komponen-komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.

Gejala Klinis

Angina Pektoris

Angina pektoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium dibandingkan kebutuhan. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen.

Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan akan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, maka arteri-arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun, apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi. Cara pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pektoris mereda.

Serangan jantung atau infark miokard terjadi ketika aliran darah berhenti akibat oklusi pembuluh koroner dan akibatnya terjadi kerusakan pada otot jantung pada sisi yang mengalami oklusi tersebut. Gejala yang paling umum adalah nyeri dada atau ketidaknyamanan pada dada kiri yang menjalar ke bahu, lengan kiri, punggung, leher atau rahang. Seringkali terjadi di tengah atau kiri dada dan berlangsung lebih dari menit. Gejala lain yang mungkin timbul adalah sesak napas, mual, perut mulas, perasaan pingsan, keringat dingin atau merasa lelah. Sekitar 30% penderita perempuan mengalami gejala yang atipikal. Pada lansia dengan usia lebih lebih dari 75 tahun sekitar 5% terkadang timbul tanpa gejala, atau hanya disertai oleh keringat dingin saja. Dampak dari MI dapat menyebabkan gagal jantung atau aritmia ventrikel (Coventry et al. 2011; Silber 2010; Valensi et al. 2011).

Kelainan EKG

(27)

gelombang Q. Di samping itu disertai pula oleh adanya gelombang Q (National Clinical Guideline Centre (UK) 2013; Rovai et al. 2007).

Kenaikan Kadar Enzim CKMB dan Troponin I

Pada pemeriksaan laboratorium pada infark miokard dijumpai adanya kenaikan kadar kreatinin kinase-MB (CK-MB) senilai 2 kali lebih besar dari nilai normal. Pada pemeriksaan Troponin-I tampak meningkat, dan kenaikan pada kedua enzim tersebut menandakan terjadinya cedera pada otot jantung (Rakowski

et al. 2014; Boeddinghaus et al. 2016)

Kateterisasi Jantung Kiri

Pemeriksaan yang paling terpercaya untuk mengetahui penyumbatan arteri koronaria adalah angiografi koroner atau disebut juga kateterisasi jantung kiri. Bila ditemukan penyempitan yang bermakna, maka ada beberapa pilihan penyelesaian, yakni melebarkannya dengan balon atau pemasangan stent (ring). Apabila yang terserang Left Main Coronary Artery atau lebih dari 3 penyumbatan pada arteri koroner kiri sebaiknya dilakukan bedah pintas koroner (Veauthier et al

2015; Yamaguchi et al. 1996).

Usia

Proses penuaan dilihat dari anatomi dan fisiologi, memperlihatkan penurunan fungsi secara progresif, termasuk pada sistem kardiovaskular. Morbiditas dan mortalitas karena PJK akan bertambah secara progresif sejalan dengan peningkatan usia (Shabbir et al. 2004).

Proses penuaan dihubungkan secara terbalik dengan fungsi imun tubuh serta berbanding lurus dengan tingkat IL-6 dan TNF-α. Meningkatnya sitokin proinflamatoris IL-6 mulai terjadi ketika usia mencapai 39-59 tahun. Insiden dan durasi sindrom respon inflamatori sistemik pada manula ternyata lebih tinggi daripada orang muda. Oleh sebab itu, pada manula kemampuan memproduksi sitokin inflamatoris (IL-6 dan TNF-α) oleh peripheral blood mononuclear cells

(PBMC) meningkat. Keberadaan sitokin inflamatoris di dalam sirkulasi kemudian dapat bertahan dalam waktu yang lama, sehingga manula cenderung memiliki komorbiditas seperti stroke dan penyakit jantung koroner (Effendi et al. 2013).

Penelitian Meylina (2005) mengatakan bahwa usia ≥ 45 tahun merupakan faktor risiko yang berhubungan signifikan dengan penyakit jantung dan pembuluh darah. Risiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah pada usia 45 tahun atau lebih adalah sebesar 1.27 kali lebih besar dibandingkan dengan usia <45 tahun (OR=1.27; 95% CI 1.04-1.56).

Jenis Kelamin

(28)

Pada wanita lebih rendah terhadap kejadian penyakit jantung koroner sebagai efek perlindungan dari estrogen endogen (Perk et al. 2012). Hormon estrogen ini berperan dalam menjaga tingkat kolesterol darah, yaitu menjaga High Density Lipoprotein (HDL) tetap tinggi dan Low Density Lipoprotein (LDL) tetap rendah. Hormon estrogen juga berfungsi untuk mengurangi risiko terjadinya pembekuan darah (Maulana 2007).

Merokok

Dampak merokok pada penyandang gen PJK berpotensi menimbulkan polimorfisme sehingga dapat menyebabkan terjadinya nicotine dependence atau kecanduan merokok. (O'Loughlin et al. 2014; Bidwell et al. 2014). Para pecandu rokok yang terpajan oleh asap rokok untuk waktu yang lama (kronik) mengakibatkan penumpukan ter serta reactive oxygen species (ROS) kemudian menyebabkan penyakit kanker, paru, pankreas dan aterosklerosis (Wang et al. 2005)

Pada serum perokok kronis terjadi peningkatan kadar ROS yang selanjutnya berpotensi menimbulkan resistensi insulin. Dengan berkembangnya resistensi insulin maka produksi sitokin proinflamatoris TNF-, IL-6 dan PAI-1 meningkat. Di samping itu merokok dapat pula menurunkan pelepasan t-PA dengan konsekuensinya meningkatkan hiperkoagulabilitas akibat fibrinolitik menurun. Di samping itu akibat resistensi insulin pada perokok kronis berkembang menjadi dislipidemia, ditandai dengan penurunan kadar K-HDL serta peningkatan kadar trigliserida (Wang et al. 1997; Simpson et al. 1997).

Pada sisi lain merokok menyebabkan peningkatan hisapan CO yang mampu menyisihkan O2 ketika berikatan dengan hemoglobin sehingga menimbulkan anoksemia. Dilaporkan CO mempunyai kemampuan mengikat zat hemoglobin di dalam darah 200 kali lebih kuat dari oksigen. Setiap batang rokok mengandung tiga hingga enam persen CO. Kadar CO dalam darah perokok berat sekitar lima persen. Dengan demikian CO dapat memperburuk oksigenisasi miokard khususnya pada penderita penyakit jantung iskemik.

Merokok untuk waktu yang lama atau kronik menyebabkan peningkatan akumulasi ROS yang menimbulkan resitensi insulin sehingga mendorong lemak viseral memproduksi lebih banyak sitokin proinflamatoris. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya cedera oksidatif. Cedera oksidatif akan merusak permukaan endotelial pembuluh arteri serta membuka peluang masuknya K-LDL ke dalam ruang subendotelial sehingga menimbulkan disfungsi endotelial. Pada gilirannya menggerakkan proses pengembangan aterosklerosis hingga menimbulkan penyakit jantung koroner atau stroke (Perk et al. 2012; Nelms et al.

2010)

(29)

Lingkar Pinggang

Pengukuran lingkar pinggang merupakan suatu parameter yang menyediakan perkiraan ukuran lemak tubuh yang mengumpul di perut. Lingkar pinggang lebih akurat untuk mencerminkan obesitas sentral (Sonmezet al. 2003). Pengukuran lingkar pinggang menyediakan pengukuran distribusi lemak yang tidak dapat diukur dengan IMT (Klein et al. 2007). IMT tidak dapat membedakan antara berat yang berhubungan dengan otot dan lemak (WHO 2008). Lingkar pinggang dapat digunakan sebagai indikator pelengkap untuk mendeteksi risiko kesehatan pada berat badan normal dan kelebihan berat badan (Wannamethee et al. 2005). Lingkar pinggang lebih kuat sebagai prediktor PJK (Lofgren et al. 2004).

Obesitas sentral adalah satu jenis obesitas yang disebabkan oleh meningkatnya deposisi pada ruang intra peritoneal serta melingkari organ viseral seperti usus atau yang terdapat pada hepar. Obesitas sentral atau sekarang dikenal dengan nama metabolic syndrome, per definitionem, bagi ras Kaukasus, adalah ketika lingkar pinggang pada pria lebih dari atau sama dengan 102 cm dan pada wanita lebih dari atau sama dengan 88 cm. Namun bagi orang Asia di wilayah Asia Pasifik obesitas sentral didefinisikan ketika lingkar pinggang lebih dari atau sama dengan 90 cm pada pria dan lebih dari atau sama dengan 80 cm pada wanita (WHO 2008). Metabolic syndrome kini dikenal pula dengan nama kardiometabolik, sebab memiliki deposit white adipose yang memiliki sifat bagaikan organ endokrin. Lemak viseral memiliki kemampuan untuk melepas IL-6, TNF-α, PAI-I sehingga menimbulkan resistensi insulin (IR). Selanjutnya IR memiliki hubungan dengan timbulnya penyulit kardiovaskular, yang ditengarai terjadi akibat gangguan pada protein-protein pesinyalan insulin, seperti IR-β, IRS -1, PI3K, Akt, Glut4 dan PGC-1α. Pada gilirannya menimbulkan resistensi insulin yang kelak dapat menimbulkan komplikasi kardiovaskular (Krishnan et al. 2016; Kurl et al. 2016; Patel et al. 2016)

Resistensi insulin memiliki kemampuan untuk menimbulkan dislipidemia dengan peningkatan kadar K-LDL serta penurunan K-HDL (Lofgren et al.2004). Pada lansia dengan PJK resistensi insulin berpotensi meningkatkan tekanan darah sistolik, gula darah, kolesterol total, K-LDL dan trigliserida serta mereduksi kadar K-HDL dan adiponektin. (Gotera et al. 2006) Oleh sebab itu lingkar pinggang dinilai sebagai prediktor PJK yang kuat (Lofgren et al. 2004).

Wildman et al. (2004) menyatakan, pria dan wanita yang mengalami obesitas sentral mempunyai tekanan darah sistol dan diastol, K-total, K-LDL, dan triasilgliserol rata-rata tinggi, serta K-HDL rendah. Lofgren et al. (2004) menyatakan bahwa ukuran lingkar pinggang berhubungan dengan kadar insulin, leptin, tekanan darah diastol, trigliserida plasma, dan apolipoprotein-C. Wanita dengan lingkar pinggang lebih besar atau sama dengan 88 cm memiliki konsentrasi leptin, tekanan darah diastol, trigliserida plasma, dan apolipoprotein-C lebih tinggi. Gotera et al. (2006) menyatakan bahwa lansia dengan penyakit jantung koroner dan obesitas sentral mempunyai tekanan darah, gula darah, kolesterol total, K-LDL dan trigliserida rata-rata lebih tinggi, serta K-HDL dan adiponektin lebih rendah.

(30)

tekanan darah, lemak serum, diabetes mellitus dan merokok dan kematian akibat penyakit jantung koroner. Obesitas terutama perut memiliki nilai prediktif yang lebih tinggi untuk risiko penyakit jantung koroner (WHO 2008).

Profil Lipid Darah

Kolesterol di dalam darah diedarkan melalui lipoprotein yang terdiri dari lipid (lemak dan kolesterol). Jenis lipoprotein di dalam darah, antara lain: 60-70% merupakan lipoprotein densitas rendah (low density liproprotein/LDL), 20-30% merupakan lipoprotein densitas tinggi (high density liproprotein/HDL), 10-15% merupakan VLDL (very lowdensity liproprotein), trigliserida dan Lipoprotein (a) (Brody 1999).

Kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma disebut dislipidemia. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar K-total, K-LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar K-HDL. Dislipidemia adalah faktor risiko mayor dan utama untuk penyakit jantung koroner dan bahkan menjadi prasyarat untuk penyakit jantung koroner (Jellinger et al. 2012).

Kolesterol Total

Kolesterol merupakan komponen esensial membran struktural semua sel dan merupakan komponen utama sel otak dan syaraf. Sistem saraf pusat mengandung hampir 23% kolesterol total tubuh atau mewakili 2.2% berat badan total (Dudani 2013). Kolesterol terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan kelenjar dan di dalam hati tempat kolesterol disintesis dan disimpan. Kolesterol merupakan bahan antara pembentukan sejumlah steroid penting, seperti asam empedu, asam folat, hormon-hormon adrenal korteks, estrogen, androgen, dan progesteron. Namun kolesterol dapat membahayakan tubuh bila terdapat dalam jumlah yang terlalu banyak dalam darah karena dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan penyempitan yang disebut aterosklerosis. Kolesterol di dalam tubuh diperoleh dari hasil sintesis di dalam hati dengan bahan baku dari karbohidrat, protein atau lemak. Jumlah yang disintesis tergantung dari kebutuhan tubuh dan jumlah yang diperoleh dari makanan (Almatsier 2009).

Kolesterol LDL

Lipoprotein kerapatan rendah (low density lipoprotein/LDL) adalah molekul yang terdiri dari protein dan lipid, dengan komposisi kurang lebih separuh merupakan kolesterol. K-LDL atau sering disebut sebagai kolesterol jahat bertugas untuk mengangkut kolesterol dari hati ke seluruh tubuh. Apabila kadar kolesterol LDL di dalam darah tinggi, dapat menyebabkan penumpukan di dinding pembuluh darah sehingga terjadi penyumbatan dan berkurangnya pasokan darah dan terjadi penyakit jantung koroner (Brody 1999).

Kolesterol HDL

(31)

paling rendah. K-HDL berfungsi mengikat kolesterol atau esternya dan mengangkutnya bersama aliran darah dari sel tepi ke sel hati dengan proses yang disebut reverse cholesterol transport (Brody 1999). Jumlah K-HDL yang tinggi dalam darah akan mempercepat proses pengangkutan kolesterol dari sel tepi yang berarti mengurangi kemungkinan terjadinya penimbunan kolesterol pada pembuluh darah. Akibatnya berkuranglah kemungkinan terjadinya penyakit jantung koroner seperti aterosklerosis. Kolesterol K-HDL dapat mengikis kolesterol yang telah menumpuk di dinding pembuluh darah dan dalam aliran darah sehingga mencegah terjadinya penyakit jantung koroner (Brody 1999).

Trigliserida

Trigliserida diproduksi oleh hati. Trigliserida merupakan sebuah molekul lemak yang terdiri dari senyawa gliserol dan tiga asam lemak (Brody 1999). Faktor yang menyebabkan peningkatan kadar trigliserida adalah obesitas, merokok, aktifitas fisik yang tidak aktif, konsumsi alkohol berlebih, dan diet tinggi karbohidrat (American Heart Asssociation 2013). Orang dengan kadar trigliserida yang tinggi cenderung memiliki kadar kolesterol LDL yang tinggi, kadar kolesterol HDL rendah, dan kadar kolesterol total tinggi. Trigliserida merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Trigliserida berkorelasi positif dengan kadar kolesterol di dalam darah. (American Heart Asssociation 2013).

Angka patokan kadar lipid yang memerlukan pengelolaan, penting dikaitkan dengan terjadinya komplikasi kardiovaskulardapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi kadar lemak untuk faktor risiko penyakit kardiovaskular

Jenis lemak Diinginkan (desirable) Diwaspadai (borderline)

Trigliserida(mg/dL) <150 150-199 200- 499 (tinggi) ≥500 (sangat tinggi) Sumber : Jellinger et al. 2012

Reserve Cholesterol Transport (RCT) dan Cholesterol efflux pada aterosklerosis

Reserve Cholesterol Transport (RCT) adalah jalur yang mengangkut kolesterol dari sel-sel dan jaringan ekstra hepatik ke hati dan usus untuk ekskresi sehingga mencegah aterosklerosis. Konstituen utama dari RCT termasuk akseptor seperti high-density lipoprotein (HDL) dan apolipoprotein A-I (apoA-I), dan enzim seperti lesitin kolesterol acyltransferase (LCAT), phosfolipid transfer protein (PLTP), hepatic lipase (HL) dan kolesterol ester transfer protein (CETP). Sebuah bagian penting dari RCT adalah cholesterol efflux, dimana akumulasi kolesterol dihapus dari makrofag dalam subintima dari dinding pembuluh oleh

(32)

mekanisme lain, termasuk difusi pasif, scavenger reseptor B1 (SR-B1), caveolins

dan sterol 27-hidroksilase, dan dikumpulkan oleh HDL dan apoA-I. Esterifikasi kolesterol di HDL kemudian disampaikan ke hati untuk ekskresi. Pada pasien dengan mutasi gen ABCA1, terjadi gangguan pada RCT dan cholesterol efflux

dan aterosklerosis meningkat. Studi dengan tikus transgenik, gangguan gen ABCA1 dapat menyebabkan aterosklerosis. Di sisi lain, faktor-faktor proinflamasi seperti interferon-gamma (IFN-gamma), endotoksin, tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin-1 beta (IL-1β), bisa aterogenik dengan merusak RCT dan

cholesterol efflux, menurut untuk studi in vitro. RCT dan cholesterol efflux

memegang peran utama dalam anti-aterosklerosis (Ohashi et al. 2005).

Kadar Selenium Darah

Selenium merupakan trace elemen yang terlibat dalam perlindungan terhadap kerusakan oksidatif, dan berfungsi sebagai penentu utama sintesis dan aktivitas selenoprotein, seperti glutation peroksidase (GPx) (Rayman 2000). Enzim glutation peroksidase berperan sebagai katalisator dalam pemecahan peroksida yang terbentuk di dalam tubuh menjadi ikatan yang tidak bersifat toksik. Peroksida dapat berubah menjadi radikal bebas yang dapat mengoksidasi asam lemak tak jenuh yang ada pada membran sel, sehingga merusak membran sel tersebut. Selenium bekerja sama dengan vitamin E sebagai antioksidan (Almatsier 2006). Hubungan antara konsentrasi selenium darah dan prevalensi PJK masih kontroversial (Navarro-Alarcon et al, 2000). Meskipun penelitian prospektif menunjukkan ada hubungan antara konsentrasi selenium yang rendah dan kejadian kardiovaskular pada populasi (Salonen et al. 1982 dalam Lubos et al. 2009).

Aktivitas fisik

Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup dimana gerak fisik sangat minimal, sedangkan beban kerja mental maksimal. Fasilitas-fasilitas yang menggunakan teknologi tinggi (lift, escalator) mempersempit peluang warga kota untuk melakukan gerak fisik yang optimal.

Aktivitas fisik merupakan upaya pencegahan peningkatan berat badan dan secara signifikan berkontribusi untuk menurunkan berat badan dalam jangka panjang dan mengurangi risiko kesehatan yang berhubungan dengan penyakit kronis (Jakicic dan Otto 2005). Saat ini, jumlah individu di seluruh dunia dengan penyakit kardiovaskular melakukan aktivitas fisik dan olahraga sebagai intervensi gaya hidup (Lloyd-Joneset al. 2010) dan kualitas hidup meningkat ketika pemrograman medis termasuk aktivitas fisik dan olahraga (Schairer et al. 2003).

(33)

meliputi aktivitas fisik dan olahraga (Balady et al 2000) dan terjadi peningkatan kualitas hidup pada pasien kardiovaskular (Schairer et al. 2003). Manfaat aktivitas fisik pada pasien PJK adalah meningkatkan fungsi kapasitas, meningkatkan kekuatan otot, menurunkan tekanan darah, mengurangi inflamasi, menurunkan berat badan, dan terjadi peningkatan kadar K-HDL (Durstine et al. 2012).

Konsumsi Pangan

Faktor diet dapat memberikan kontribusi timbulnya PJK meliputi: 1) Diet yang berkaitan dengan tinggi kolesterol dan tinggi lemak yang berhubungan dengan konsumsi lemak jenuh hewani. Orang dewasa dalam sehari dianjurkan mengonsumsi lemak tidak lebih dari 25% total energi sehari, dan maksimal sepertiga di antaranya (kurang dari 7%) berupa lemak jenuh (AHA 2009). Anjuran konsumsi kolesterol tidak lebih dari 200 mg sehari (Perkeni 2011). 2) Tingginya konsumsi garam, anjuran konsumsi natrium tidak lebih 1500 mg sehari (AHA 2009). 3) Kurangnya asupan serat makanan. Penelitian metaanalisis yang dilakukan oleh Wu et al.(2014) menyatakan relatif risk (RR) antara asupan serat makanan tertinggi dibandingkan asupan serat makanan terendah adalah 0.93(95% CI, 0.91-0.96, p<0.001) untuk kejadian semua PJK dan 0.83 (95% CI, 0.76-0.91, p<0.001) untuk kematian akibat PJK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi serat makanan berbanding terbalik dengan risiko PJK, terutama untuk serat makanan dari sereal dan buah-buahan. Selain itu, serat makanan larut dan tidak larut memiliki efek yang sama terdapat penyakit jantung koroner. Serat makanan larut air mampu mengikat asam empedu yang mengandung kolesterol di dalam saluran cerna, mencegah reabsorbsi kolesterol dan pertambahan kadar kolesterol dalam darah. Asupan serat makanan sebanyak 25-35 gram sehari dianjurkan bagi orang dewasa.

(34)

3 KERANGKA PIKIRAN

Gambar 2 Alur pikiran terjadinya PJK

Penyakit jantung koroner adalah penyakit degeneratif yang menyerang pembuluh darah yang mengalirkan darah ke jantung (arteri koroner) akibat terjadinya penyumbatan dari satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner atau aterosklerosis. Penyebab PJK adalah akibat pajanan antara gaya hidup yang salah terhadap penyandang genetik yang menyebabkan terjadinya mutasi, polimorfism dan epigenetik sehingga menyebabkan pelepasan ROS (reactive oxygen species) yang tidak dapat di atasi oleh enzim di mitokondria sehingga menimbulkan stres oksidatif yang pada gilirannya menimbulkan dislipidemia, disfungsi endothelial sehingga menyebabkan aterosklerosis ((Effendi dan Waspadji 2013). Umur, jenis kelamin dan keturunan merupakan faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau diubah. Faktor yang dapat dikendalikan adalah merokok, stres, kurang aktivitas fisik dan olahraga, kelebihan berat badan (obesitas), pola konsumsi pangan, dislipidemia, dan tekanan darah tinggi (hipertensi) (NCEP ATP III 2001).

Seiring bertambahnya usia, seseorang menjadi lebih rentan terhadap timbulnya penyakit jantung koroner. Angka kekerapan penyakit jantung koroner meningkat 5 kali lipat pada usia di atas 40 tahun (Price dan Wilson 2006). Pria mempunyai risiko lebih tinggi daripada wanita, sebab wanita pada usia

Gaya hidup salah

Kerentanan genetik

Stres oksidatif : - ROS ↑ - Mn SOD ↓

Dislipidemia

Aterosklerosis

(35)

reproduktif memiliki kadar estrogen yang protektif terhadap penyakit jantung koroner. Namun apabila wanita memasuki periode menopause maka risiko menderita penyakit jantung koroner sama dengan pria.

Merokok memberikan kontribusi yang signifikan pada penyakit kardiovaskular, morbiditas, dan mortalitas. Komponen radikal bebas yang terkandung didalam rokok menyebabkan peningkatan inflamasi, trombosis dan oksidasi LDL serta meningkatkan stres oksidatif (Ambrose et al.2004).

Dislipidemia adalah faktor risiko mayor dan bahkan menjadi prasyarat untuk PJK (Jellinger et al. 2012). Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipoprotein yang ditandai dengan peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar K-HDL serta dapat disertai peningkatan K-LDL.

Obesitas secara klinis ditunjukkan dengan meningkatnya lingkar pinggang akibat menumpuknya lemak viseral didalam peritoneum. Lemak viseral berbeda dengan lemak subkutan karena lemak viseral mampu berfungsi layaknya organ endokrin yang menghasilkan TNF-α, PAI-1 dan IL-6 (Effendi dan Waspadji 2013). Pengukuran obesitas sentral yang mudah dan murah dilakukan adalah melalui metode pengukuran lingkar pinggang. Studi menunjukkan lingkar pinggang lebih baik dalam memprediksi total lemak abdominal dan merupakan prediktor penyakit yang lebih baik (Lee dan Nieman 2010).

Hasil penelitian Wildman et al. (2004) menyebutkan bahwa pria dan wanita yang mengalami obesitas sentral mempunyai K-total, K-LDL, dan trigliserida rata-rata tinggi, serta K-HDL rendah. Obesitas sentral perlu diturunkan karena berhubungan dengan peningkatan stress oksidatif yang berujung pada timbulnya PJK (Effendi 2013; Savini et al. 2013; Matsuda 2013).

Era globalisasi yang saat ini sedang berjalan membawa perubahan-perubahan dalam kehidupan manusia. Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di era ini mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup. Penemuan-penemuan di bidang teknologi seperti lift, escalator, dan lain-lain menjadikan orang-orang menjadi malas untuk aktif bergerak. Perubahan gaya hidup menjadi gaya hidup yang santai dan kurang bergerak secara fisik atau biasa disebut sebagai gaya hidup sedentary dapat memberikan efek negatif pada kesehatan.

(36)

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3 Kerangka penelitian hubungan antara usia, gaya hidup, lingkar pinggang, dan asupan zat gizi dengan profil lipid dan kadar selenium darah pada pasien PJK di Rumah Sakit Pusri Medika Palembang

- Aktivitas fisik rendah - Kurang

olahraga

Asupan zat gizi (energi, lemak, lemak jenuh, kolesterol, serat makanan, vitamin C, vitamin E dan selenium)

Merokok

Kerentanan genetik: - Epigenetik

- Mutasi - Polimorfism

Stres oksidatif

Dislipidemia Disfungsi endotelial

Aterosklerosis

Penyakit Jantung Koroner

(37)

4 METODE

Desain, Lokasi dan Waktu

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian epidemiologi yang bersifat observasional analitik dengan menggunakan desain cross sectional study.

Lokasi penelitian di Rumah Sakit Pusri Palembang. Penelitian dilaksanakan selama 7 bulan yaitu pada bulan Pebruari sampai Agustus 2015 terdiri dari kegiatan persiapan (survei lapang, Ethical Clearance dan pelatihan enumerator), pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, dan pelaporan. Persetujuan etik pada penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Nomor: 339/UN2.F1/ETIK/2015. Persetujuan etik pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien PJK di rumah sakit Pusri Palembang. Subjek dari penelitian ini adalah pasien PJK rawat jalan dan rawat inap yang memenuhi kriteria inklusi. Cara pengambilan subjek dengan

consecutive sampling. Kriteria inklusinya adalah: 1) pasien pria dan wanita yang didiagnosis dokter menderita PJK, dibuktikan dengan nyeri dada (angina pectoris), infark miokard, peningkatan kadar enzim CKMB serta Troponin I positif; 2) merupakan pasien baru maksimal 2 minggu didiagnosa menderita PJK; 3) bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent; 4) dapat berkomunikasi dengan baik. Kriteria eksklusi: 1) komplikasi penyakit ginjal, hati, 2) tidak bisa berkomunikasi dengan baik, 3) tidak bisa dilakukan pengukuran lingkar pinggang.

Perhitungan subjek minimal dalam penelitian ini menggunakan rumus dari Cochran (1977) sebagai berikut :

Dimana :

no = (0.4)(0.6)(1.96)2 (0.1)2 = 92.2

n = 92.2 1+92.2 100

(38)

Keterangan :

n = Jumlah subjek

Z1-α/2 = Nilai distribusi normal standar sesuai dengan tingkat kemaknaan alfa (α = 0,05 adalah 1,96).

P = Prevalensi penyakit jantung koroner di Sumatera Selatan (0.4%) (Riskesdas 2013)

d = Presisi 90% (0,1)

N = Populasi pasien penyakit jantung koroner yang baru terdiagnosa berdasarkan data rekam medis rumah sakit tahun 2014 (100 orang).

Untuk mengantisipasi droup out ditambah 10%, sehingga jumlah subjeknya adalah 53 orang. Kerangka pengambilan subjek dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kerangka pengambilan subjek

Jenis dan Cara Pengambilan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dan kebiasaan olahraga. Pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada pasien dan keluarga dengan menggunakan instrumen kuesioner. Data aktivitas fisik diperoleh dari activity recall 2x24 jam yaitu hari biasa dan hari libur. Data konsumsi pangan (energi, lemak total, lemak jenuh, kolesterol, vitamin C, vitamin E, serat makanan, dan selenium) diperoleh dari food recall 1x24 jam

Pasien yang masuk ke rumah sakit

Ruang ICCU Ruang poli

penyakit jantung

Ruang rawat inap penyakit dalam

Kriteria Inklusi n = 32

Kriteria Inklusi n = 7

Kriteria Inklusi n = 14

(39)

dan pola konsumsi pangan diperoleh dengan metode kuesioner frekuensi makan semi-kuantitatif.

Melakukan pengukuran lingkar pinggang dengan menggunakan pita pengukur dengan ketelitian 0.1 cm. Data selenium darah diambil oleh tenaga laboratorium rumah sakit dan dianalisis di Balai Besar Laboratotium Kesehatan terakreditasi. Sebelum dilakukan pengambilan darah melalui vena, subjek diharuskan puasa 10-12 jam. Pengambilan darah untuk pasien yang rawat inap diambil di ruang ICCU dan ruang rawat inap penyakit dalam sedangkan untuk pasien yang di Poli Penyakit Jantung diambil di laboratorium rumah sakit. Analisis selenium menggunakan Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrophotometry (GF-AAS). Prosedur analisis kadar selenium darah dapat dilihat pada Lampiran 2.

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi kadar K-total, K-HDL, K-LDL, dan trigliserida, yang didapat dari rekam medis rumah sakit paling lama 1 minggu sebelum dilakukan wawancara. Metode yang digunakan untuk analisis total, K-HDL dan K-K-HDL adalah metode CHOD-PAP sedangkan metode analisis trigliserida adalah metode GPO-PAP. Prosedur analisis profil lipid darah dapat dilihat pada Lampiran 3. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Indikator Cara Pengumpulan Data

1 Karakteristiksubjek Usia formulir Food Recall 1x24 jam

4 Status Gizi Lingkar pinggang Pita ukur 5 Profil lipid darah: Kadar total,

K-LDL, K-HDL, trigliserida

Catatan rekam medis

6 Selenium darah Selenium Laboratorium terakreditasi

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh akan diolah dengan tahapan-tahapan, meliputi

(40)

analisis data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan Statistical Programme for Social Science (SPSS) versi 16.

Data yang diolah dan dianalisis meliputi data karakteristik subjek, gaya hidup, asupan zat gizi, pola konsumsi pangan, lingkar pinggang, kadar total, K-HDL, K-LDL, trigliserida, dan selenium darah.

Pengolahan data karakteristik subjek

Karakteristik subjek terdiri dari usia dan jenis kelamin. Dikategorikan menjadi kurang dari 60 tahun (non lansia) dan lebih dari atau sama dengan 60 tahun (lansia). Pengkategorian karakteristik subjek dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengkategorian karakteristik subjek

No Variabel Kategori Pengukuran Sumber

1 Usia ≥60 tahun (lansia) dan <60 tahun (non lansia)

Webb dan Copemen (1996) 2 Jenis kelamin 1. Laki-laki

2. Wanita

Pengolahan data gaya hidup subjek

Gaya hidup terdiri dari kebiasan merokok, aktivitas fisik dan olahraga. Kebiasaan merokok dinilai dengan menanyakan jumlah rokok yang dihisap per hari dan lama merokok. Jumlah rokok yang dihisap per hari dikategorikan menjadi kurang dari atau sama dengan 5 batang, 6-10 batang, 11-15 batang, 16-20 batang dan lebih dari 16-20 batang (Merry et al. 2011). Lama merokok dikategorikan menjadi kurang dari 5 tahun, 5-10 tahun, 11-15 tahun, 16-20 tahun, dan lebih dari 20 tahun.

Data aktivitas fisik subjek yang dikumpulkan meliputi jenis aktivitas dan durasi aktivitas fisik selama 2x24 jam, 1 hari kerja dan 1 hari libur. Jenis aktivitas fisik dikelompokkan berdasarkan sebaran jawaban subjek. Lama aktivitas fisik diukur dalam berapa jumlah jam selama melakukan masing-masing jenis aktivitas. Tingkat aktivitas fisik dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) yang dikategorikan menjadi tiga katagori, yaitu ringan (1.40≤PAL≤1.69), sedang (1.70≤PAL≤1.99), dan berat (2.00≤PAL≤2.39) (FAO/WHO/UNU 2001). Berikut merupakan rumus menghitung PAL.

Keterangan : PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

(41)

Tabel 4 Pengkategorian gaya hidup subjek

No Variabel Kategori Pengukuran Sumber

1 Status merokok 1. Perokok

7 Aktivitas fisik 1.Ringan (sedentary lifestyle): 1.40-1.69

2.Sedang (active or moderately active lifestyle): 1.70-1.99 3.Berat (vigorous or vigorously

active lifestyle): 2.00-2.40

FAO/WHO/UNU 2001

Pengolahan data profil lipid darah dan kadar selenium darah subjek

(42)

Tabel 5 Pengkategorian profil lipid dan kadar selenium darah subjek

No Variabel Kategori Pengukuran Sumber

1 Kadar kolesterol

Lingkar pinggang untuk Asia Pasifik pada pria dikategorikan menjadi obesitas bila lebih besar atau sama dengan 90 cm dan normal bila kurang dari 90 cm sedangkan pada wanita dikategorikan menjadi obesitas bila lebih besar atau sama dengan 80 cm dan normal bila kurang dari 80 cm (WHO 2008). Pengkategorian lingkar pinggang subjek dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Pengkategorian linggkar pinggang subjek

Variabel Kategori Pengukuran Sumber

Lingkar pinggang 1. Obesitas (P≥90 cm, W≥80 cm ) 2. Normal (P<90 cm, W<80 cm)

WHO (2008)

Pengolahan data konsumsi pangan subjek

Data konsumsi pangan yang diperoleh melalui food recall 1x24 jam dikonversi beratnya dalam gram, kemudian dihitung kandungan zat gizi (energi, lemak total, lemak jenuh, kolesterol, vitamin C, vitamin E, serat makanan dan selenium) dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Pangan Indonesia 2008. Untuk beberapa jenis pangan yang tidak terdapat pada DKBM Indonesia, menggunakan DKBM United States Department of Agricultural (USDA). Untuk makanan kemasan, kandungan zat gizi didapatkan dengan melihat label kemasan.

Rumus yang digunakan untuk menghitung kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah sebagai berikut (Hardisnyah & Briawan 1994):

Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan:

Kgij = Kandungan zat gizi dalam bahan makanan-j yang dikonsumsi (g) Bj = Berat bahan makanan-j yang dikonsumsi (g)

(43)

Perhitungan kecukupan energi menggunakan rumus Harris-Benedict Lalu dihitung total kebutuhan energi (TEE):

TEE = BEE x AF x IF sehari kemudian dibandingkan dengan kebutuhan zat gizi subjek sehingga diperoleh tingkat kecukupan gizi dengan rumus sebagai berikut:

TKGi = (Ki/AKGi) x 100% Keterangan:

TKGi = Tingkat kecukupan energi dan zat gizi i Ki = Konsumsi energi dan zat gizi i

AKGi = Kebutuhan energi dan zat gizi i yang dianjurkan

Pengkategorian tingkat kecukupan energi dan zat gizi subjek dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengkategorian tingkat kecukupan energi dan zat gizi subjek

No Variabel Kategori Pengukuran Sumber

(44)

Analisis Data

Hasil pengolahan data kemudian dianalisis. Analisis data yang dilakukan yaitu analisis univariat, bivariat dan multivariat. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel baik variabel dependen dan independen dengan gambaran distribusi frekuensinya dalam bentuk jumlah dan persentase. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, yaitu variabel dependen dengan salah satu independen. Uji hubungan antar variabel dengan profil lipid menggunakan Chi-square. Uji hubungan antar variabel dengan kadar selenium menggunakan uji Rank Spearman.

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dengan profil lipid risiko dengan menggunakan model regresi logistik berganda. Analisis regresi logistik dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: 1) variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0.25 diikutsertakan dalam analisis regresi logistik; 2) variabel yang tingkat kemaknaannya > 0.25 melalui uji Chi-square tidak diikutsertakan dalam analisis; 3) analisis regresi logistik dilakukan dengan metode Backward LR dengan kriteria p<0.05 dan tingkat kepercayaan (CI) sebesar 95% (Dahlan 2009). Model regresi logistik yang digunakan terdiri dari 4 model. Model pertama untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar kolesterol total. Model kedua untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar LDL. Model ketiga untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar HDL. Model keempat untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar trigliserida. Model logistiknya adalah sebagai berikut:

Keterangan:

y1 = Kadar kolesterol total (tinggi:1, normal: 2) y2 = Kadar K-LDL (tinggi:1, normal: 2)

y3 = Kadar K-HDL (rendah: 1, normal: 2) y4 = Kadar trigliserida (tinggi: 1, normal: 2) α = Konstanta

βn = Koefisien regresi

x1 = Usia (≥60 tahun:1, <60 tahun: 2)

x2 = Status merokok (merokok: 1, tidak merokok: 2) x 3 = Jumlah rokok (≥10 batang: 1, <10 batang: 2) x4 = Lama merokok ((≥20 tahun: 1, <20 tahun: 2) x5 = Kebiasaan olahraga (tidak: 1, ya: 2)

x6 = Frekuensi olahraga (<3 kali/minggu: 1, ≥3 kali/minggu: 2) x7 = Lama berolahraga (<90 menit/minggu: 1, ≥ 90 menit/minggu: 2) x8 = aktivitas fisik (kurang aktif:1, aktif: 2)

x9 = tingkat kecukupan energi (lebih:1, cukup: 2) x10 = asupan lemak (lebih:1, cukup: 2)

(45)

x14 = asupan vitamin C (kurang:1, cukup: 2) x15 = asupan vitamin E (kurang:1, cukup: 2) x16 = asupan selenium (kurang: 1, cukup: 2) x17 = lingkar pinggang (obesitas: 1, normal: 2)

Definisi Operasional

Penyakit jantung koroner adalah penyempitan pembuluh darah (arteri koroner) sehingga tidak cukup suplai darah yang membawa oksigen dan zat gizi ke jantung karena adanya plak atau aterosklerosis.

Populasi penelitian adalah pasien penyakit jantung koroner di Rumah Sakit Pusri Medika Palembang.

Subjek adalah orang yang menderita penyakit jantung koroner berdasarkan hasil diagnosa dokter dan merupakan penderita baru maksimal dua minggu didiagnosa dokter menderita PJK, pasien rawat inap dan rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Profil lipid adalah hasil pengukuran kadar kolesterol total, kadar LDL, kadar HDL, dan kadar trigliserida.

Kadar selenium darah adalah hasil pengukuran kadar selenium darah dengan metode Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrophotometry (GF-AAS). Gaya hidup adalah kebiasaan hidup seseorang terhadap kejadian penyakit jantung koroner yang terdiri dari kebiasan merokok, aktivitas fisik, kebiasaan olahraga dan asupan zat gizi serta pola konsumsi pangan.

Kebiasaan merokok adalah riwayat merokok subjek sebelum terdiagnosa penyakit jantung koroner dan sekarang yang dilihat dari status merokok, jumlah rokok yang dihisap dan lama merokok.

Aktivitas fisik adalah banyaknya waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari yang menuntut pergerakan fisik tubuh seseorang. Aktivitas fisik dibagi ke dalam 3 kategori yaitu aktivitas ringan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat.

Kebiasaan olahraga adalah perilaku berolahraga dilihat dari jenis, frekuensi, dan durasi yang dilakukan sebulan terakhir.

Asupan zat gizi adalah banyaknya zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan menggunakan metode food recall 1x24 jam.

Pola konsumsi pangan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan kebiasaan makan dan minum yang terdiri dari frekuensi, jumlah dan jenis pangan yang di makan dalam 1 bulan terakhir.

Gambar

Gambar  1  Proses terjadinya aterosklerosis (Sumber: Nelms et al. 2010)
Tabel  1 Klasifikasi kadar lemak  untuk faktor risiko penyakit kardiovaskular
Gambar  2  Alur pikiran terjadinya PJK
Gambar  3  Kerangka penelitian hubungan antara usia, gaya hidup, lingkar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) sebesar 31,6% subjek penelitian memiliki umur 61-70 tahun, menurut jenis kelamin yaitu 52,6% berjenis