• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN REAKTOR

BERPENGADUK STATIS UNTUK PRODUKSI

BIODIESEL SECARA KONTINYU

SIGIT EKO PRASTYA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing Prof Dr Ir Armansyah H. Tambunan dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Sigit Eko Prastya

(4)
(5)

ABSTRAK

SIGIT EKO PRASTYA. Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu. Dibimbing oleh ARMANSYAH H. TAMBUNAN

Proses produksi biodiesel secara katalitik memerlukan pengadukan kuat untuk mengatasi sifat imisibel TG dan methanol. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan pengaduk statis pada proses tersebut dapat meningkatkan reaksi, bahkan dapat mengurangi penggunaan katalis. Penggunaan pengaduk statis juga memberi keuntungan terhadap penerapan sistem kontinyu karena hanya membutuhkan rancangan yang lebih ringkas dan sederhana. Hasil rancang-bangun reaktor berpengaduk statis terdiri atas 6 komponen utama, yaitu tangki methanol, tangki minyak, pompa pengalir methanol, pompa pengalir minyak, pipa pereaksi yang di dalamnya terdapat pengaduk statis, serta pemanas listrik. Reaktor hasil rancangan dapat bekerja secara kontinyu dengan panjang pipa pereaksi yang dapat diubah sesuai kebutuhan. Rasio molar metanol terhadap minyak dapat diatur dengan pengaturan debit pompa. Pengujian terhadap reaktor berpengaduk statis hasil rancangan menunjukkan bahwa suhu campuran yang dapat dicapai di sepanjang pipa pereaksi adalah 48 oC. Pengujian terhadap ketercampuran metanol dan minyak di dalam pipa pereaksi dilakukan secara tidak langsung melalui pengamatan suhu di sepanjang pipa. Beda peningkatan suhu campuran antara menggunakan katalis dan tanpa katalis menunjukkan indikasi telah terjadinya pencampuran di dalam pipa pereaksi.

Kata kunci: reaktor berpengaduk statis, biodiesel, rancang bangun, sistem kontinyu

ABSTRACT

SIGIT EKO PRASTYA. Design and Performance Test of Continuous Type Static Mixing Reactor for Biodiesel Production. Supervised by ARMANSYAH H. TAMBUNAN

Catalytic process of biodiesel production requires rigorous stirring to overcome the immiscible characteristic of TG and MeOH. According to previous study, application of static mixer in the process can enhance the reaction rate due to improved mixing of the reactants and even further can reduce the requirement of catalyst. The application of static mixing reactor in continuous mode also gives advantages in terms of simplicity of the design. This study is aimed to the design and performance test of a continuous type static mixing reactor. The design consists of 6 main components, namely methanol tank, oil tank, methanol circulating pump, oil circulating pump, reaction tubes containing the static mixer elements, and heater. The design can work continuously with flexible length of the mixing tubes to meet the specific requirement. Molar ratio of methanol to oil can be adjusted by regulating the circulating pumps of oil and methanol. Performance test of the design shows that the achievable reaction temperature was only 48 oC. Mixing performance was evaluated indirectly through temperature profile of the mixture along the tubes. Temperature difference between the test using catalyst and without catalyst indicated the occurance of proper mixing inside the tubes.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN REAKTOR

BERPENGADUK STATIS UNTUK PRODUKSI

BIODIESEL SECARA KONTINYU

SIGIT EKO PRASTYA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu

Nama : Sigit Eko Prastya NIM : F14100069

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Armansyah H. Tambunan Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M Eng Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah biodiesel dengan judul Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis Untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Armansyah H. Tambunan selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan pada orang tua yang selalu memberikan do'a dan semangat hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Biodiesel Berbahan-baku Minyak Jelantah 2

Perkembangan Teknologi Produksi Biodiesel 3

Reaktor Berpengaduk Statis 5

Prosedur Desain 7

METODE 8

Waktu dan Tempat Penelitian 8

Alat dan Bahan 8

Tahapan Perancangan 9

Perhitungan Analisis Prototipe SMR 10

Prosedur Pengujian 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Perencanaan Desain 13

Pengembangan Desain 14

Desain Detail 17

Prototyping 20

Uji Komisioning 21

Uji Kinerja 22

Tahapan Proses Produksi Biodiesel Menggunakan SMR Tipe Kontinyu 27

SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

(12)

DAFTAR ISI (lanjutan)

DAFTAR PUSTAKA 28

RIWAYAT HIDUP 42

DAFTAR TABEL

1 Koefisien kerugian pada jalur pipa 11

2 Daftar spesifikasi kebutuhan 14

3 Alternatif design 16

4 Penilaian alternatif desain 17

DAFTAR GAMBAR

1 Aliran fluida dalam reaktor berpengaduk statis (Admix 1991) 6 2 Pola aliran di dalam reaktor berpengaduk statis sudut 240o 6 3 Diagram alir prosedur penelitian (Bejan 1995) 10

4 Dudukan pengaduk statis 17

5 Pengaduk statis 18

6 Y tube dan pipa pemanas 18

7 Tangki penampung bahan minyak metanol dan katalis 19 8 Hasil akhir rancangan SMR (kiri)desain, (kanan) prototipe 19

9 Mesin puntir 20

10 Elemen pengaduk statis 20

11 Hasil penyambungan setiap elemen pengaduk statis 20

12 Heater 21

13 Teflon 21

14 Retakan pada pipa acrylic 22

15 Goresan pada flow meter 22

16 Prototipe SMR dan komponen 23

17 Sebaran suhu pada perlakuan bahan metanol dengan metanol 23 18 Sebaran suhu dari berbagai set pointheater 24 19 Sebaran suhu minyak dan metanol tanpa katalis 25 20 Sebaran suhu minyak dan metanol menggunakan katalis 25

21 Hasil biodiesel 26

22 Pencucian biodiesel 26

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Syarat mutu biodiesel 30

2 Diagram Moody 31

3 Analisis teknik 32

4 Perhitungan densitas 34

5 Perhitungan viskositas 40 oC 35

6 Komposisi asam minyak jelantah 36

7 Komponen SMR dalam desain 37

8 Desain orthogonal SMR 38

9 Gambar orthogonal dan potongan SMR 39

10 Dokumentasi saat pabrikasi 40

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Biodiesel merupakan monoalkil ester yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani melalui proses transesterifikasi antara minyak dengan metanol. Proses transesterifikasi tersebut berlangsung pada suatu reaktor yang dirancang khusus. Salah satu indikator di dalam merancang reaktor adalah mekanisme pencampuran antara minyak dengan metanol, karena minyak dan metanol bersifat

immiscible (tidak mudah bercampur). Mekanisme pencampuran minyak dengan metanol pada reaktor konvensional umumnya menggunakan blade agitator.

Pencampuran menggunakan blade agitator memiliki kekurangan yaitu pencampuran hanya terjadi di sekitar impeler dan menyebabkan frekuensi tumbukan kurang optimal bila dilakukan pada rpm rendah. Salah satu metode untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan menggunakan pengadukan statis.

Mekanisme pengadukan menggunakan pengaduk statis hanya memanfaatkan aliran fluida dan tumbukan. Fluida yang mengalir di dalam reaktor akan terbagi dua layer pada setiap elemen dan proses pencampuran diakibatkan oleh tumbukan mikro di dalam reaktor. Menurut Panggabean (2011) semakin besar tumbukan yang terjadi di dalam reaktor maka reaksi antar partikel juga akan semakin besar karena kontak antar bidang permukaan akan semakin sering.

Proses terjadinya tumbukan di dalam reaktor selain dipengaruhi oleh kecepatan aliran, juga bisa dipengaruhi oleh sudut puntir elemen pengaduk statis. Sudut puntir elemen pengaduk statis mempengaruhi keseragaman aliran fluida di dalam reaktor. Menurut Nitawati (2013) sudut puntir 240o memiliki hasil pencampuran yang baik karena semakin besar sudut puntir elemen maka kecepatan aliran menjadi seragam.

Reaktor berpengaduk statis yang telah dilakukan penelitian selama ini masih menggunakan sistem batch, dimana sistem batch masih memiliki kekurangan yaitu waktu reaksi yang terjadi di dalam reaktor relatif lama dan tidak efisien untuk produksi biodiesel skala industri. Salah satu metode untuk memecahkan masalah tersebut dengan merancang reaktor berpengaduk statis untuk produksi biodiesel secara kontinyu. Produksi biodiesel secara kontinyu dibutuhkan panjang pengaduk statis yang sesuai, agar biodiesel yang dihasilkan memenuhi SNI 7182-2012 biodiesel, seperti ditunjukkan pada Lampiran 1. Proses perancangan yang baik diharapkan dapat menghasilkan reaktor biodiesel berpengaduk statis yang efisien untuk mencapai standar mutu biodiesel yang diproduksi.

Perumusan Masalah

(16)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun prototipe reaktor berpengaduk statis untuk produksi biodiesel secara kontinyu dan melakukan uji kinerja reaktor berpengaduk statis hasil rancangan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah tersedianya prototipe reaktor berpengaduk statis yang dapat beroperasi secara kontinyu dan bekerja dengan baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Biodiesel Berbahan-baku Minyak Jelantah

Biodiesel merupakan metil ester (fatty acid methyl ester) yang diproses dengan cara transesterifikasi antara trigliserida yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewan dengan alkohol rantai pendek terutama metanol untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (Knothe 2005). Komponen utama minyak nabati dan lemak hewan adalah trigliserida (TG). Trigliserida minyak nabati dan lemak hewan biasanya berisi beberapa asam lemak yang berbeda, tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Komposisi asam lemak merupakan parameter paling penting yang mempengaruhi sifat fisik dan kimia biodiesel yang dihasilkan.

Minyak jelantah, yaitu minyak goreng bekas pakai dari kebutuhan rumah tangga, merupakan salah satu bahan baku yang dapat digunakan untuk menghasilkan biodiesel. Penggunaan minyak goreng secara berulang- ulang akan menyebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh kemudian membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang mengkonsumsinya, yaitu berbagai gejala keracunan. Pemanfaatan minyak goreng bekas untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi, seperti biodiesel, diharapkan dapat mengurangi pengulangan penggunaan minyak goreng untuk pangan.

Meskipun demikian, bila dibandingkan bahan bakar diesel berbasis minyak bumi, biodiesel minyak jelantah memiliki stabilitas oksidasi yang lebih rendah begitu pula blending biodiesel dengan solar. Stabilitas oksidasi menentukan stabilitas penyimpanan bahan bakar dan stabilitas oksidasi yang memadai terhadap bahan bakar apapun merupakan persyaratan dasar untuk menjamin pengoperasian fuel injection (injeksi bahan bakar) mesin diesel yang baik dan bebas dari kerusakan. Oleh sebab itu, konversi minyak goreng bekas menjadi biodiesel memerlukan proses yang lebih baik untuk mengurangi kelemahan tersebut.

(17)

minggu. Biodiesel memiliki titik bakar (flash point) yang lebih tinggi dibanding bahan bakar minyak bumi petrodiesel/solar sehingga tidak secara spontan meletup atau menyala dalam keadaan normal. Bahan bakar ini lebih sedikit mengandung racun dibanding garam meja dan lebih aman bagi kulit dibandingkan dengan sabun (Renaldi 2009).

Selain itu, Gerpen (2005) mengungkapkan bahwa terdapat sekurangnya lima alasan pengembangan biodiesel, antara lain:

1. Menyediakan pasar untuk kelebihan produksi minyak dan lemak hewan 2. Mengurangi, meskipun tidak menghilangkan, ketergantungan negara dalam

mengimpor petroleum.

3. Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui dan mengurangi dampak pemanasan global karena siklus karbonnya yang tertutup. Analisis siklus hidup biodiesel menunjukkan bahwa keseluruhan emisi CO2 berkurang sebesar 78% dibandingkan dengan bahan bakar diesel berbahan petroleum. 4. Emisi buang karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, dan emisi

partikel padat dari biodiesel lebih rendah dibandingkan bahan bakar diesel. 5. Ketika ditambahkan ke dalam bahan bakar diesel yang reguler dalam jumlah

1 – 2%, dapat mengubah kelemahan sifat bahan bakar, misalnya bahan bakar diesel yang rendah kadar sulfur dan menjadi bahan bakar yang dapat diterima.

Perkembangan Teknologi Produksi Biodiesel

Teknologi produksi biodiesel pada umumnya dengan proses transesterifikasi. Proses transesterifikasi merupakan proses reaksi kimia antara minyak dan metanol. Proses transesterifikasi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara katalitik dan non katalitik. Metode katalitik merupakan proses reaksi transesterifikasi di dalam reaktor menggunakan bantuan katalis pada tekanan atmosfer dan suhu rendah dibawah 65 oC. Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk transesterifikasi, semakin singkat waktu yang diperlukan (Noureddin dan Zhu 1997). Sedangkan kerugiannya adalah harga katalis mahal dan rantai pemurnian lebih panjang karena harus memisahkan katalis dari produk yang dihasilkan.

Metode non katalitik merupakan proses reaksi transesterifikasi di dalam reaktor tanpa menggunakan katalis, yaitu pada proses supercritical methanol transesterification menggunakan tekanan dan suhu tinggi. Kelebihan dari metode non katalitik adalah proses pemurnian dan pemisahan menjadi lebih sederhana, reaksi esterifikasi dan transesterifikasi dapat berlangsung dalam satu reaktor sehingga tidak memerlukan proses pra-esterifikasi meskipun memiliki kandungan FFA (free fatty acid) tinggi (Tambunan dan Purwanto 2007).

Kelemahan dari metode non katalitik adalah memiliki resiko tinggi karena produksi biodiesel dilakukan dengan suhu dan tekanan tinggi. Untuk mengurangi resiko yang disebabkan oleh tekanan yang tinggi maka dilakukan pengembangan teknologi produksi biodiesel non katalitik pada kondisi super-heated methanol vapor (SMV) yaitu dengan menggunakan temperatur tinggi dan tekanan rendah. Penelitian SMV dengan bubble column reactor telah dilakukan oleh Joelianingsih

(18)

4

kekurangan diantaranya metanol yang dibutuhkan lebih banyak, dan waktu reaksi masih relatif lama.

Pada Reaksi transesterifikasi terjadi tiga tahapan sebelum terbentuknya FAME dan gliserol. Tahapan pertama adalah Trigliserida yang bereaksi dengan metanol akan membentuk FAME dan Digliserida yang ditunjukkan pada persamaan 1. Digliserida bereaksi dengan metanol menghasilkan FAME dan Monogliserida ditunjukkan pada persamaan 2. Selanjutnya monogliserida bereaksi dengan metanol menghasilkan FAME dan Gliserol pada persamaan 3. Reaksi keseluruhan ditunjukkan pada persamaan 4 (Kusdiana dan Saka 2001).

TG + MeOH FAME +DG………(1)

DG + MeOH FAME +MG ………...(2)

MG + MeOH FAME +Gliserol……….(3)

TG + 3MeOH 3FAME +Gliserol ………..(4) Variabel yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi, diantaranya: efek asam lemak bebas dan kelembaban, jenis katalis dan konsentrasi, molar rasio alkohol untuk minyak dan alkohol, efek dari waktu reaksi dan suhu, intensitas pencampuran, efek menggunakan organik cosolvents (Biktashev et al. 2011)

Produksi biodiesel selain dibagi berdasarkan metode secara katalitik dan non katalitik, produksi biodiesel juga dibagi berdasarkan sistem, yaitu sistem

batch dan kontinyu. Secara umum, sistem yang banyak digunakan dalam produksi biodiesel adalah sistem batch, baik secara katalitik maupun non katalitik. Proses produksi biodiesel dengan sistem batch dilakukan dengan mensirkulasikan bahan atau reaktan secara terus menerus sampai mencapai kondisi yang diinginkan, selanjutnya biodiesel dapat dihasilkan. Sedangkan sistem kontinyu, reaktan yang disirkulasikan hanya sekali proses kemudian dihasilkan biodiesel.

Penelitian dengan sistem kontinyu terus dikembangkan karena sistem kontinyu memiliki kelebihan dibandingkan sistem batch yaitu lebih efisien dari tenaga kerja, energi, sangat cocok untuk skala industri dibandingkan tipe batch

dan biodiesel akan terus menurus dihasilkan selama masih ada metanol dan minyak yang diumpankan.

Perkembangan teknologi produksi biodiesel secara katalitik dimulai dari pengembangan reaktor yang digunakan. Reaktor konvensional umumnya menggunakan blade agitator, yaitu pengaduk berbentuk batang dengan impeler

semacam pisau (blade) yang digerakkan oleh motor. Impeler tersebut membentuk pola aliran yang menyebabkan terjadinya proses pencampuran reaktan. Pencampuran menggunakan blade agitator memiliki kekurangan yaitu pencampuran hanya terjadi di sekitar impeler dan menyebabkan frekuensi tumbukan kurang optimal bila dilakukan pada rpm rendah. Salah satu metode untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan menggunakan pengaduk statis.

(19)

mikro sehingga terjadi pencampuran radial dan transfer momentum yang memaksa reaktan berotasi pada pusat hidroliknya.

Penggunaan SMR memberikan pengaruh yang signifikan terhadap proses reaksi yaitu dapat menurunkan waktu reaksi transesterifikasi pada setiap tingkat perlakuan suhu, frekuensi tumbukan pada pengaduk statis lebih tinggi dari blade agitator, energi transesterifikasi menggunakan SMR lebih kecil dibandingkan

blade agitator dan kebutuhan energi rata-rata menggunakan SMR lebih rendah dibandingkan blade agitator. Selain itu, penggunaan SMR dapat menurunkan persentasi penggunaan katalis.

Penelitian Panggabean (2011) penggunaan katalis basa kuat KOH dapat diturunkan dibawah 1 % menggunakan SMR dengan 6 elemen pengaduk statis dalam 1 modul. Pada waktu reaksi 30 menit, suhu 60 oC, dan katalis KOH 0.5 % diperoleh nilai konversi metil ester sebesar 95.82 % (mol/mol). Selain itu penggunaan KOH 0.4 % dan 0.5 % tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai konversi metil ester yaitu 95.48 % (mol/mol) dan 95.82 % (mol/mol). Nilai konversi yang dihasilkan ini masih belum sesuai dengan standar SNI yang ditetapkan yaitu 96.5 %.

Selanjutnya Aritonang (2013) melakukan optimasi terhadap penggunaan SMR yang sama dengan Panggabean (2011) diperoleh kondisi optimum reaksi pada waktu reaksi 45 menit, suhu 30 oC dan katalis KOH 0.4 % menghasilkan kadar metil di atas SNI yaitu 97.41 %. Waktu reaksi untuk produksi biodiesel yang dilakukan Panggabean (2011) dan Aritonang (2013) masih relatif lama karena masih menggunakan sistem batch dan tidak cocok dikembangkan dalam kapasitas besar (industri)

Pengembangan SMR selanjutnya dilakukan oleh Soolany (2014) dengan perancangan ulang SMR tipe batch menjadi semi kontinyu. SMR yang digunakan dua modul dengan enam elemen setiap modul, suhu reaksi 65 oC dan katalis KOH 0.5 %. Penelitian Soolany (2014) menunjukkan waktu reaksi dapat diturunkan menjadi 3.6 menit dengan 4 kali dilewatkan SMR, nilai konversi metil ester sudah diatas SNI.

Reaktor Berpengaduk Statis

(20)

6

Gambar 1 Aliran fluida dalam reaktor berpengaduk statis (Admix 1991) Proses pencampuran dan pengadukan yang terjadi di dalam reaktor berpengaduk statis akan mengurangi atau menghilangkan gradien pada temperatur, kecepatan, dan komposisi bahan. Menurut Nitawati (2013) reaksi transesterifikasi di dalam reaktor lebih baik, berdasarkan analisis CFD. Pola aliran di dalam reaktor berpengaduk statis ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola aliran di dalam reaktor berpengaduk statis sudut 240o

Mekanisme pengadukan pada reaktor berpengaduk statis dapat mengintensifkan pengadukan melalui pembagian elemen. Mekanisme pencampuran fluida melalui beberapa tahap diantaranya pembagian (splitting), peregangan (streching), pembalikan (reordering), pencampuran (recombine) (Kandhai et al. 1999).

Berdasarkan karakteristik fluida yang dicampur, terdapat beberapa jenis pengaduk statis antara lain:

1. Blade designstatic mixer

Dirancang untuk fluida dengan viskositas rendah hingga sedang. 2. Helical design static mixer

Dirancang untuk dua aliran fluida dengan viskositas tinggi atau blending

(21)

3. Non-clogstatic mixer

Digunakan untuk mencampur bahan-bahan yang fibrous materials (berserat). 4. Wafer style mixer

Diaplikasikan untuk pencampuran aliran bahan yang mempunyai kecepatan tinggi atau bahan-bahan yang dicampur mempunyai masalah dengan kepanjangan pipa (Kenics 1998).

Keberhasilan dalam proses pencampuran tergantung pada beberapa variabel diantaranya sifat fluida, kecepatan aliran, diameter dalam tabung, jumlah elemen, dan desain geometri pengaduk statis. Desain geometri pengaduk statis yang tepat dapat menghasilkan pola pembagian aliran dan pencampuran secara radial sekaligus. (Admix 1991).

Prosedur Desain

Semua tahapan kasus prosedur desain harus diterapkan berdasarkan prosedur yang sesuai. Menurut (Pahl et al. 2007) empat tahap utama perancangan produk sebagai berikut.

1. Perencanaan dan tugas klarifikasi

Perencanaan diperlukan untuk memperjelas tugas yang diberikan secara lebih rinci sebelum memulai pengembangan produk. Tugas klasifikasi ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk, dan juga tentang kendala yang ada untuk kepentingan mereka. Fase konseptual desain dan fase berikutnya harus didasarkan pada dokumen ini, yang harus diperbarui secara terus menerus (ini ditandai oleh loop umpan balik informasi).

2. Konsep desain

Tahap desain konseptual terdiri dari beberapa langkah. Perwujudan berikutnya adalah detail desain, tahap ini sangat sulit atau tidak mungkin untuk memperbaiki kelemahan mendasar dari prinsip solusi. Varian solusi yang telah diuraikan sekarang akan dievaluasi. Varian yang tidak memenuhi tuntutan daftar persyaratan harus dihilangkan. Selama fase ini, kriteria utama adalah yang bersifat teknis, meskipun kriteria ekonomi yang kasar juga mulai memainkan peranan. Berdasarkan evaluasi ini, konsep terbaik dapat sekarang dipilih.

3. Perwujudan desain

Selama fase ini, desainer, mulai dari konsep (struktur bekerja, prinsip solusi), menentukan struktur konstruksi (tata letak keseluruhan) sistem teknis sesuai dengan kriteria teknis dan ekonomi. Hasil desain perwujudan dalam spesifikasi tata letak. Hal ini sering diperlukan untuk menghasilkan beberapa

(22)

8

4. Detail desain

Ini adalah tahap proses desain, di mana sifat pengaturan, bentuk, kandungan dimensi, dan permukaan semua bagian-bagian individu yang finally ditetapkan. Penting bahwa desainer harus tidak bersantai kewaspadaan mereka pada tahap ini, kalau tidak mereka ide-ide dan rencana mungkin mengubah dari semua pengakuan

Menurut Bejan et al. (1995) proses desain pada umumnya terdapat 5 tahap yaitu: Dengan demikian, pada tahap pertama perencanaan produk adalah indentifikasi kebutuhan dan pemahaman terhadap permasalahan. Pada tahap dua merupakan pengembangan konsep untuk menerapkan ide yang berlangsung. Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting karena keputusan-keputusan yang dibuat disini dapat menentukan hingga 80% dari total biaya modal proyek. Konseptual desainer sangat bergantung pada pengalaman praktis dan kreativitas bawaan, dan kualitas ini tidak mudah dipindahkan ke orang lain. Konsep penciptaan dan evaluasi merupakan kegiatan desain benar-benar berkelanjutan tidak terbatas pada setiap tahap tertentu dari proses desain. Pada tahap tiga, merinci bagian komponen dan interkoneksi sub-fungsi. Kegiatan paralel terjadi pada tahap ini yang berhubungan dengan analisis lebih lanjut,ukuran dan biaya peralatan, optimalisasi, dan teknik kontrol. Tujuannya adalah untuk menggabungkan beberapa potongan komponen ke dalam satu sistem yang berjalan lancar. Data- data yang akurat diperlukan untuk menyelesaikan desain pada tahap ini. Selanjutnya proses desain berjalan ke tahap empat project engineering, yang mana desain rinci berubah menjadi daftar aktual peralatan yang akan dibeli dan dibuat. Hasil akhir dari proses desain adalah tahap lima, operasi yang aman dari sistem.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Desember 2014. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Pindah Panas dan Massa, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.

.

Alat dan Bahan

(23)

Solidwork 2011. Peralatan yang digunakan beberapa bengkel untuk mengkontruksi. Peralatan untuk pengujian komisioning yaitu pengukuran debit aliran menggunakan flowmeter, pengukuran suhu menggunakan termokopel tipe C/C dan tipe K, sedangkan untuk pembacaan suhu digunakan Hybrid Recorder.

Sedangkan peralatan untuk pengujian hasil biodiesel pada penelitian ini yaitu gelas ukur 250 ml dan 500 ml, labu reaksi, timbangan digital tipe GF-3000, corong pemisah 300 ml dan 500 ml, corong, pH indikator, viskometer Ostwald .

Tahapan Perancangan

Tahapan perancangan ini dimulai dari planning, seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Planning merupakan tahap awal dalam perencanaan project yang meliputi indentifikasi masalah dan spesifikasi kebutuhan. Jika perencanaan

project telah sesuai maka akan menghasilkan konsep, kemudian konsep tersebut dilakukan pengembangan melalui konseptual desain.

Konseptual desain ini bersifat iteratif (berulang), sehingga akan banyak gambar konsep yang akan menjadi alternatif desain. Selanjutnya dilakukan analisis desain secara struktural dan fungsional, didasarkan pada kebutuhan yang harus ada dan kebutuhan yang diinginkan.

Sehingga disinilah akhirnya dipilih satu yang paling optimal dan dianggap layak. Tahap selanjutnya meliputi detil gambar teknik yang meliputi detail proses dan desain perlengkapan. Pada tahap ini dilakukan analisis teknik yang terdiri dari mekanisme kerja, pemilihan bahan, dimensi SMR, biaya dan optimalisasi. Setelah pembuatan detail gambar, masuk pada tahap project engineering yang meliputi pembelian bahan, pabrikasi dan kontruksi alat SMR. Selanjutnya dilakukan uji kinerja dari SMR yang telah dirancang.

Melalui uji kinerja akan dilakukan perbandingan dan analisis apakah SMR ini telah sesuai dengan target awal yang telah ditentukan sebelumnya. Parameter-parameter yang diukur dalam tahap pengujian ini adalah:

1. Debit aliran untuk perbandingan minyak dan metanol 1:6 2. Suhu fluida yang mengalir sepanjang SMR

(24)

10

Analisis ↔ Ukuran&biaya ↔

Optimalisasi ↔ kontrol

Gambar 3 Diagram alir prosedur penelitian (Bejan 1995) Perhitungan Analisis Prototipe SMR

1. Luas penampang aliran fluida

(25)

2. Kecepatan aliran fluida

µ : Viskositas dinamis (kg/ms) 4. Kehilangan tekanan

hf : Kerugian tinggi-tekan (m)

f : Suatu faktor tanpa dimensi, dicari melalui diagram moody pada Lampiran 2

hfp : Kerugian tinggi-tekan pada jalur pipa (m) f : Koefisien kerugian berbagai jalur pipa v : Kecepatan rata-rata (m/s)

g : Percepatan gravitasi (9.81 m/s2)

Tabel 1 Koefisien kerugian pada jalur pipa

Jalur pipa f

Ujung masuk pipa 0,5

Belokan 1.129

Pembesaran penampang secara mendadak 1 Pengecilan penampang secara mendadak 0.48

Ujung keluar pipa 1

Pada Katup 0.09

(26)

12

Hfm : Kerugian tinggi-tekan pada modul (m)

Hfsm : Kerugian tinggi-tekan pada pengaduk statis (0.128 m) d. Statis

Nilai kehilangan tekanan statis didapatkan dari mengukur perbedaan tinggi muka fluida di sisi hisap dan di sisi keluar

γ : Berat air per satuan volume (kgf/l) Q : Kapasitas (m3/mnt)

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perencanaan Desain

Indentifikasi Masalah

Minyak jelantah merupakan limbah yang berasal dari minyak goreng. Minyak goreng yang mengalami pemanasan berulang ulang pada suhu tinggi akan mengalami perubahan fisik dan kimia. Bila dibuang begitu saja kelingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu minyak jelantah akan mencemari lingkungan berupa, turunnya kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biological Oxygen Demand). Minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dapat mengurangi limbah dan meningkatkan nilai tambah minyak jelantah tersebut.

Kendala dalam produksi biodiesel terletak pada proses pencampuran antara minyak dengan metanol, karena minyak dan metanol bersifat immiscible (tidak mudah bercampur). Mekanisme pencampuran minyak dengan metanol pada reaktor konvensional umumnya menggunakan blade agitator. Pencampuran menggunakan blade agitator memiliki kekurangan yaitu pencampuran hanya terjadi di sekitar impeler dan menyebabkan frekuensi tumbukan kurang optimal bila dilakukan pada rpm rendah. Salah satu metode untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan menggunakan pengadukan statis. Menurut Panggabean (2011) penggunaan reaktor berpengaduk statis dapat mengefektifkan pengadukan reaktan dan mengurangi penggunaan katalis.

Reaktor yang selama ini digunakan menggunakan reaktor tipe batch. Kelemahan dari reaktor tipe batch yaitu waktu reaksi masih relatif lama dan tidak cocok digunakan dalam sekala industri. Salah satu solusi yaitu dengan menggunakan reaktor tipe kontinyu sehingga dapat mempercepat waktu reaksi dan produksi biodiesel akan terus menerus selama ada bahan pengumpan.

Spesifikasi Kebutuhan

(28)

14

Tabel 2 Daftar spesifikasi kebutuhan

No Daftar spesifikasi A/B

1

Kontruksi

Dirancang untuk skala kecil menengah A

Ukuran Panjang = 2 m, Lebar = 0.5 m, Tinggi= 1 m B

SMR dirancang sistem kontinyu A

Terdapat kran sampel, pengukur tekanan, A

Mudah dalam pergantian pengaduk statis A

2

Target Operasi

Debit berdasarkan perbandingan mol minyak dan metanol 1:6 A

Suhu fluida mengalir 60 0C A

Pencampuran fluida dalam kondisi steady state A

Sekali proses menghasilkan biodiesel A

3

Material

Bahan reaktor terbuat dari acrylic B

Tangki dan pipa saluran terbuat dari bahan Stainless steel A

4 Energi

Menggunakan energi listrik satu fase A

5

Keselamatan dan ergonomika

Tidak membahayakan saat dioperasikan A

Tidak membahayakan saat pelepasan dan pemasangan A

6 Pengoperasian

Tidak memerlukan keahlian khusus dalam pengoperasian A

7 Perawatan

Mudah dalam melakukan perawatan B

Pengembangan Desain

Rancangan Fungsional

1. Pompa berfungsi untuk mensirkulasikan bahan dari tangki pengumpul ke reaktor.

2. Pipa berfungsi sebagai tempat mengalirnya fluida.

3. Reaktor berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pencampuran bahan. 4. Pengaduk statisberfungsi sebagai alat pengaduk fluida yang statis.

5. Heater berfungsi sebagai penyedia panas yang dibutuhkan dalam proses produksi biodiesel secara katalitik.

6. Pipa pemanas berfungsi sebagai tempat pemanasan bahan sebelum masuk ke reaktor.

7. Tangki pengumpul berfungsi sebagai tempat mengumpulkan bahan sebelum dialirkan di dalam reaktor berpengaduk statis.

(29)

9. Termostat digital berfungsi sebagai pengontrol heater dalam penyediaan panas pada pipa pemanas.

10.Termokopel berfungsi sebagai sensor temperatur yang dipasang pada pipa pemanas.

11.Isolator berfungsi untuk mengurangi kehilangan panas yang terjadi disepanjang pipa.

12.Control panel berfungsi tempat tombol on-off pompa dan termostat

Rancangan Struktural 1. Tangki pengumpul

Berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan bahan sebelum bahan dialirkan melewati reaktor yang dilengkapi oleh pengaduk statis dan heater, tangki berbentuk silinder

2. Tangki pengumpan

Tangki pengumpan yang berfungsi sebagai pintu pemasukan bahan (minyak, metanol, KOH) dengan ukuran diameter 155 mm dan tinggi 300 mm. Tangki terbuat dari bahan SS 304.

3. Pompa

Berfungsi untuk mengalirkan bahan dari tangki pengumpul ke reaktor dengan kapasitas 53 l/mnt dan 40 l/mnt. Pompa yang digunakan bermerk FIRMAN tipe FWP 81 SS dan FWP 61 SS

4. Reaktor

Berfungsi sebagai sebagai tempat bereaksinya trigliserida dengan alkohol/metanol secara katalitik dengan katalis KOH. Reaktor yang digunakan berupa pipa dengan diameter dalam 25.4 mm dengan panjang pipa 200 mm, terbuat dari pipa SS304. Reaktor berjumlah 5 buah pada tiap ujung keluaran reaktor terdapat kran untuk mengambil sampel hasil pencampuran dan pipa untuk dihubungkan ke alat ukur tekanan guna mengukur head loss

dalam reaktor.

5. Pengaduk statis

Pengaduk statis yang digunakan terdiri dari 12 elemen pengaduk berbentuk heliks. Bentuk heliks tersebut dihasilkan melalui proses puntir dengan sudut puntir 180o pada masing-masing ujung plat yang digunakan sebagai bahan pembuat pengaduk statis dan dipuntir dengan arah yang berlawanan.

6. Heater

Heater berfungsi untuk menyediakan panas yang dibutuhkan dalam proses transesterifikasi. Pemanas yang digunakan berupa selimut (band heater) yang menyelubungi dan dipasang pada pipa pemasukan sebelum menuju reaktor, mempunyai panjang 300mm dan daya 900 watt yang dipasang melilit pada pipa pemanas.

7. Termostat digital

Termostat digital berfungsi sebagai pengatur dan pengontrol heater dalam penyediaan panas untuk reaktor.

8. Termokopel

(30)

16

9. Hybrid recorder

Hybid recorder berfungsi untuk membaca data suhu termokopel

10.Flow meter

Flow meter yang digunakan berjumlah 2 unit berfungsi untuk mengatur debit aliran berdasarkan rasio molar antara minyak dan metanol.

11.Isolator

Isolator digunakan dengan menyelimuti reaktor yang berfungsi mengurangi kehilangan panas ke lingkungan. Bahan yang digunakan adalah glass wool

dan sumbu kompor.

12.Control panel

Control panel berfungsi untuk menempatkan tombol on-off pompa dan termostat.

Alternatif Desain

Altenatif desain merupakan beragam desain yang mengakomodasi fungsi-fungsi yang telah disebutkan pada bagian perancangan SMR yang direncanakan. Seperti ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Alternatif design

Kriteria Alternatif 1 (X) Alternatif 2 (Y) Alternatif 3 (Z)

Skema alternatif

Pengaturan debit - Flow meter Flow meter

Pengambilan

Sampel 6 kran sampel 6 kran sampel 6 kran sampel Pengukuran

Tekanan 6 manometer 6 manometer 6 manometer

Material modul reaktor bahan ss314

(31)

Setelah ditentukan alternatif desain selanjutnya dianalisis dengan membandingkan masing-masing alternatif dengan memberikan nilai, jika baik diberi nilai 1, cukup diberi nilai 0 dan kurang diberi nilai -1 sehingga dihasilkan satu desain yang dirasa baik yaitu alternatif desain 3 dengan total nilai 5. Seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Selanjutnya dilakukan detail desain.

Tabel 4 Penilaian alternatif desain

keterangan: tiap alternatif desain dibandingkan melalui parameter penilain. Jika baik diberi nilai 1, cukup diberi nilai 0, kurang diberi nilai -1

Desain Detail

Rancangan Bentuk

Rancangan bentuk (embodiment design) untuk masing - masing sub-fungsi SMR adalah sebagai berikut:

1. Dudukan SMR

Dudukan atau rangka penyangga SMR ini berukuran 2 m x 0.5 meter dengan bahan besi hollow 30 x 30 x .2.6. Bentuk rangka diberikan pada Gambar 4

Kr

(32)

18

2. Pengaduk statis

Pengaduk statis didesain berdasarkan literatur Noritake (2010) dengan ukuran yang disesuaikan dengan diameter dalam pipa acrylic yaitu 3.6 cm. Sehingga satu elemen pengaduk statis berukuran 3.6 cm x 5.4 cm. Untuk panjang satu modul pengaduk statis dengan 12 elemen sebesar 64.8 cm. Bentuk pengaduk statis ditunjukkan pada Gambar 5. Pipa yang digunakan berbahan acrylic agar dapat melihat proses pencampuran fluida.

Gambar 5 Pengaduk statis 3. Y tube dan pipa pemanas

Berdasarkan hasil analisis desain, maka ditentukan bentuk dan ukuran Y tube dan pipa pemanas 55.8 cm yang ditentukan berdasarkan keinginan perancang. Gambar 6 menunjukkan bentuk Y tube dan pipa pemanas yang dililitkan

heater dengan panjang 30 cm.

Gambar 6 Y tube dan pipa pemanas 4. Tangki penampung

(33)

Gambar 8 Hasil akhir rancangan SMR (kiri)desain, (kanan) prototipe Gambar 8 menunjukkan bentuk akhir SMR hasil rancangan yang menggabungkan seluruh sub-fungsi struktur. Sebelah kiri desain dan sebelah kanan prototipe.

Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja SMR dimulai dengan memasukkan bahan ke dalam tangki pengumpan, kemudian heater dihidupkan untuk memanaskan pipa pemanas. Setelah suhu yang diinginkan tercapai maka pompa dihidupkan. Kran tangki pengumpan dibuka penuh lalu bahan akan mengalir melewati pipa pemanas menuju reaktor. Di dalam reaktor bahan mengalami proses pengadukan. Mekanisme pengadukan menggunakan pengaduk statisyaitu bahan yang mengalir akan terbagi dua saluran yang diciptakan oleh bentuk elemen mixer (heliks), kemudian mengalami pembagian lagi pada elemen berikutnya sehingga mengakibatkan peningkatan eksponensial dalam stratifikasi (jumlah bagian yang dihasilkan) sebesar 2edimana ‘e’ adalah jumlah elemen dari mixer) (Admix 1991). Hasil akhir dari proses pengadukan berupa FAME (fatty acid metil ester) dan gliserol.

(34)

20

Prototyping

Prototyping dimulai dari pembelian bahan, pada tahap ini beberapa ukuran dalam desain tidak sesuai dengan bahan yang standar di pasaran sehingga prototipe SMR harus disesuaikan dengan bahan yang standar di pasaran. Selain itu membuat pengaduk statis di bengkel tidak mudah seperti mendesain pada CAD (Computer Aided Design). Rencana awal pembuatan pengaduk statis dilakukan menggunakan alat cetak pengaduk statis tetapi bentuk geometri pengaduk statis yang sulit untuk dicetak sehingga proses pembuatan pengaduk statis dilakukan secara manual dengan memuntir plat yang sudah di ukur sesuai desain awal, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9. Hasil dari proses pemuntiran secara manual dihasilkan pengaduk statis yang tidak seragam satu dengan yang lainnya. Disamping itu sudut puntir yang diinginkan tidak tercapai, seperti ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 9 Mesin puntir Gambar 10 Elemen pengaduk statis

Gambar 11 Hasil penyambungan setiap elemen pengaduk statis

Penyambungan elemen pengaduk statis menggunakan las kusus stainless

karena pengaduk statis berbahan stainless steel. Penyambungan elemen pengaduk statis cukup sulit untuk menghasilkan kualitas penyambungan yang baik. Penyambungan yang kurang baik menyebabkan panjang pengaduk statis bisa lebih dari yang direncanakan dan panjang pengaduk statis pun tidak seragam, seperti ditunjukkan pada Gambar 11.

(35)

3 unit karena panjang heater yang dibutuhkan 30 cm sedangkan panjang band heater di pasaran 10 cm, seperti ditunjukkan pada Gambar 12.

Penyambungan acrylic dengan stainless cukup sulit karena standar diameter dalam pipa keduanya berbeda, sehingga digunakan bahan teflon dalam menyambungkan kedua pipa menjepit acrylic dan pipa stainless. Penggunaan teflon ini juga memudahkan dalam mengganti pengaduk statis dengan sudut puntir yang berbeda, seperti ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 12 Heater Gambar 13 Teflon Uji Komisioning

Uji komisioning merupakan kegiatan di dalam proses perancangan sebelum dilakukan uji kinerja. Uji komisioning meliputi beberapa subsistem diantaranya uji komisioning pompa, reaktor, dan heater. Pada saat melakukan uji komisioning pompa dilakukan dengan pengaturan debit dari beberapa variasi debit (2.5, 3, 4, 5, 9.5, 15 dan maksimal). Penguji menggunakan air dengan debit maksimal pada masing-masing pompa memberikan tekanan yang tinggi, sehingga dibutuhkan pengunci di belokan pipa agar pipa belokan tidak terlepas. Karena penyambungan pipa stainless dengan pipa acrylic hanya menggunakan teflon. Teflon tersebut berfungsi untuk menjepit pipa acrylic.

Pada komisioning reaktor dilakukan dengan mengalirkan fluida ke dalam reaktor. Fluida yang digunakan yaitu metanol. Debit aliran yang digunakan pada pompa 1 sebesar 5 l/mnt dan pompa 2 sebesar 2 l/mnt, dimana pada masing-masing tangki pengumpan berisi metanol. Setelah melakukan beberapa kali pengulangan reaktor terlihat goresan-goresan kecil yang cukup banyak. Pada pengujian ke 3 pipa acrylic mulai terlihat retak disepanjang pipa, dan akhirnya terjadi kebocoran pada pipa acrylic yang disebabkan retakan. Retakan pertama terlihat pada pipa acrylic ke tiga, seperti ditunjukkan pada Gambar 14, kemudian proses dihentikan. Selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap pipa acrylic, terlihat hampir semua pipa acrylic mengalami retak dari dalam. Akhirnya SMR harus diperbaiki dengan mengganti acrylic dengan pipa stainless steel yang diameter dalamnya sama dengan diameter pengaduk statis. Faktor yang menyebabkan pipa acrylic mengalami retak yaitu metanol. Metanol bereaksi dengan pipa acrylic sehingga pipa acrylic mengalami retak. Selain pipa acrylic,

(36)

22

Gambar 14 Retakan pada pipa acrylic Gambar 15 Goresan pada flow meter

Pada uji komisioning heater, dilakukan dengan mengatur set point pada

heater dengan beberapa variasi yaitu 60, 90, 100, 110, 120, 130 oC. Pengujian

heater dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang steady state. Dari hasil pengujian panas tidak mampu untuk mengalirkan panas di sepanjang pipa. Sehingga diperlukan fluida untuk membantu mengalirkan panas di sepanjang pipa agar tercapai kondisi yang steady state. Fluida yang digunakan untuk membantu mengalirkan panas adalah minyak. Karena pada umumnya sebelum dilakukan proses produksi biodiesel minyak dilakukan pemanasan terlebih dahulu.

Setelah melakukan beberapa uji komisioning maka SMR perlu diperbaiki dan dimodifikasi agar saat melakukan uji kinerja dengan minyak dan metanol sudah memperoleh data yang akurat. Sebelum uji kinerja dengan minyak dan metanol dilakukan pengujian dengan air. Hasil menunjukkan suhu fluida yang diinginkan belum tercapai. Hal ini disebabkan suhu pemanas rendah sehingga kenaikan fluida tidak besar, selain itu waktu tinggal fluida di dalam heater cepat. Langkah yang dilakukan untuk memperbaiki alat dengan memberikan isolator pada dinding heater sehingga menghalangi terjadinya kehilangan panas.

Beberapa perubahan yang terjadi pada SMR diantaranya pergantian pipa acrylic. Pergantian pipa acrylic menyebabkan proses pencampuran di dalam reaktor tidak dapat terlihat secara langsung. Penambahan panjang yang disebabkan penggantian penyambungan pipa menggunakan teflon dengan water mur. Seluruh pipa diisolasi menggunakan isolator dari bahan sumbu kompor.

Uji Kinerja

(37)

Gambar 16 Prototipe SMR dan komponen

Metanol dengan Metanol

Pengujian ini dilakukan dengan memasukkan bahan metanol ke dalam tangki 1 dan 2 masing masing berkapasitas 8 l/mnt, kemudian heater diatur pada suhu 60 oC debit yang digunakan pada pompa 1 5 l/mnt dan 2 l/mnt. Pengukuran suhu fluida dilakukan di 5 titik yaitu setelah heater (T1), setelah pengaduk statis kedua (T2), setelah pengaduk statis keempat (T3), reaktor terakhir (T4), dan lingkungan (T5). Hasil pengujian menunjukkan suhu metanol T1 sebesar 38 oC, T2 sebesar 31 oC, T3 sebesar 31 oC, T4 sebesar 32 oC, dan suhu lingkungan T5 sebesar 30 oC , seperti ditunjukkan pada Gambar 17. Suhu awal merupakan kondisi awal sebelum proses pengujian sedangkan suhu akhir merupakan kondisi akhir proses pengujian. Hasil dari pengujian metanol dengan metanol menunjukkan suhu setelah heater belum mencapai suhu 60 oC, sehingga set point heater harus dinaikkan.

Gambar 17 Sebaran suhu pada perlakuan bahan metanol dengan metanol

0 10 20 30 40 50 60 70 80

1 2 3 4 5

S

u

h

u

(

o C)

Termokopel

(38)

24

Minyak dengan Minyak

Pada pengujian ini dilakukan dengan memodifikasi perlakuan untuk mencapai suhu fluida yang di inginkan sekitar 60 oC. Modifikasi perlakuan dilakukan dengan menaikkan suhu set point mulai dari 90 hingga 130 dan variasi debit aliran. Pengujian dilakukan dengan volume tangki 1 dan 2 penuh, sehingga proses terus berjalan tanpa harus mengisi ulang tangki 1 dan 2. Debit aliran yang digunakan pada pompa bervariasi mulai dari 2, 2.5, 3, 4, 5, 9.5, dan 14 l/mnt. Pengukuran suhu fluida dilakukan di 5 titik yaitu suhu heater (T1), setelah heater

(T2), setelah pengaduk statis kedua (T3), setelah pengaduk statis keempat (T4), reaktor terakhir (T5). Pengujian dilakukan untuk mengetahui pencampaian suhu fluida setelah heater yaitu 60 oC. Hasil menunjukkan pada set poin 130 oC suhu fluida setelah heater (T2) mampu mencapai 62 oC. Dari Gambar 18 menunjukkan kecenderungan suhu mengalami penurunan yaitu T3= 42 oC, T4= 44 oC tetapi setelah melewati pengaduk statis keempat suhu mengalami peningkatan yaitu T5= 52 oC. Hal ini disebabkan karena fluida yang mengalir mengalami gesekan di dalam reaktor.

Gambar 18 Sebaran suhu dari berbagai set pointheater

Minyak dengan Metanol

Perlakuan minyak dan metanol ini, merupakan perlakuan utama dalam pengujian SMR yang telah dirancang. Pengujian ini melihat sejauh mana efektifitas pencampuran dengan suhu yang masih di bawah 60 oC. Tangki 1 digunakan untuk bahan minyak dan tangki 2 digunakan untuk bahan metanol. Pengujian dilakukan dengan volume tangki 1 sebesar 28 liter dan volume tangki 2 sebesar 7.5 liter. Debit aliran yang digunakan pada pompa 1 sebesar 9.5 l/mnt dan pompa 2 sebesar 2.5 l/mnt. Pengaturan debit ini didasarkan pada perbandingan mol minyak dan metanol untuk dapat mengalami proses transesterifikasi. Suhu fluida setelah heater sebesar 56 oC dan suhu akhir fluida sebesar 49 oC.

Pengujian minyak dan metanol dilakukan dengan katalis dan tanpa katalis pengujian tanpa katalis suhu setelah melewati heater sebesar 56 oC dan suhu akhir sebesar 49 oC ditunjukkan pada Gambar 19. Sedangkan pengujian minyak dan

(39)

metanol dengan katalis KOH 0.5 %, suhu campuran setelah melewati heater

sebesar 58 oC dan suhu akhir campuran 48 oC. Ditunjukkan pada Gambar 20. Dari keseluruhan grafik suhu dapat dilihat bahwa kecenderungan grafik suhu turun dan akan meningkat kembali. Hal ini disebabkan gesekan fluida dengan pengaduk statis dan dinding pipa. Suhu yang tercapai di bawah 60 oC, nilai konversi kadar metil esternya belum tentu dibawah SNI, untuk membuktikan hal tersebut perlu dilakukan pengujian lab lanjut tentang nilai konversi metil ester yang dihasilkan.

Gambar 19 Sebaran suhu minyak dan metanol tanpa katalis

Gambar 20 Sebaran suhu minyak dan metanol menggunakan katalis Proses pencampuran minyak terhadap metanol sulit diketahui secara langsung tanpa perhitungan, tetapi secara tidak langsung proses pencampuran minyak terhadap metanol dapat diketahui melalui pengamatan suhu di sepanjang reaktor berpengaduk statis. Perbedaan peningkatan suhu campuran antara

(40)

26

menggunakan katalis dan tanpa katalis menunjukkan indikasi telah terjadinya pencampuran di dalam reaktor berpengaduk statis. Hal ini dapat diindikasikan biodiesel telah dihasilkan dari reaktor berpengaduk statis hasil rancangan. Waktu reaksi berlangsung selama 3.04 menit dengan kecepatan aliran pada pompa 1 (minyak) sebesar 9.5 l/mnt dan pompa 2 (metanol dan KOH) sebesar 2.5 l/mnt. Hasil biodiesel dari reaktor berpengaduk statis ditunjukkkan oleh Gambar 21. Biodiesel yang dihasilkan kemudian dilakukan proses pencucian menggunakan aquades. Pada saat proses pencucian, biodiesel berubah warna menjadi putih, seperti ditunjukkan pada Gambar 22. Setelah proses pencucian, biodiesel diendapkan beberapa hari agar terjadi pemisahan antara biodiesel dengan aquades seperti ditunjukkan pada Gambar 23. Biodiesel dengan warna yang lebih bening setelah pencucian ditunjukkan pada Gambar 24.

Gambar 21 Hasil biodiesel Gambar 22 Pencucian biodiesel

Gambar 23 Hasil Pengendapan biodiesel dari pengujian SMR tanpa katalis

(41)

Tahapan Proses Produksi Biodiesel Menggunakan SMR Tipe Kontinyu

Berikut adalah langkah-langkah yang digunakan dalam proses produksi biodiesel menggunakan SMR tipe kontinyu:

1. Semua bahan yang diperlukan (minyak, metanol dan KOH) dipersiapkan sesuai dengan rasio mol dan persentasenya.

2. Mempersiapkan metanol dan KOH, harus menggunakan peralatan keamanan berupa masker dan sarung tangan khusus bahan kimia karena metanol merupakan cairan yang dapat menguap pada temperatur ruang dan berbahaya bagi pernafasan bila terhirup. KOH merupakan jenis basa kuat yang akan menimbulkan efek panas (kulit akan mengalami iritasi seperti luka bakar) apabila terkena kulit. Proses penimbangan KOH juga harus dilakukan dengan cepat karena sifat KOH yang basa kuat tersebut sangat mudah menyerap air yang berada di udara.

3. KOH dengan persentase yang telah ditentukan dilarutkan ke dalam metanol. Tujuannya adalah untuk membentuk suatu larutan yang lebih homogen. Pencampuran KOH dengan metanol akan menimbulkan panas (reaksi isotherm) oleh karena itu larutan tersebut harus dicampur di dalam wadah labu ukur yang tertutup. Selain itu gas hasil reaksi yang ditimbulkan berbahaya bagi pernafasan, juga sangat berbahaya bagi penglihatan

4. Bahan (minyak) dimasukkan ke dalam tangki 1 untuk minyak dan metanol dicampur dengan katalis KOH ke dalam tangki 2 untuk metoksin

5. Setelah semua bahan masuk. Suhu heater di-setting pada kondisi suhu yang digunakan kemudian pompa 1 untuk minyak dialirkan untuk mencapai steady state.

6. Pada saat steady state pompa 2 untuk metanol dialirkan. Setelah 25 detik, pengambilan sampel dilakukan.

7. Massa dan volume sampel yang diambil dilakukan pengukuran.

8. Sampel dimasukkan ke dalam corong pemisah dan didiamkan, sehingga gliserol yang masih bercampur dengan biodiesel kotor dapat turun dan membentuk lapisan sendiri pada bagian bawah.

9. Gliserol dipisahkan dari biodiesel kotor berdasarkan perbedaan berat jenis. 10.Biodiesel kotor dicuci dengan menggunakan air destilasi (akuades), untuk

membuang sisa KOH dan kotoran yang bercampur dengan biodiesel. Pencucian dilakukan hingga pH air pencucian tidak basa.

11.Biodiesel kemudian dikeringkan dengan menggunakan rotary evaporator

untuk mengeringkan sisa air pencuci dan sisa metanol yang tidak bereaksi dari produk. Pengeringan dilakukan pada temperatur 50 oC.

12.Biodiesel yang telah dikeringkan didiamkan di dalam corong pemisah untuk mengendapkan air sisa pencucian yang belum kering. Kemudian air tersebut dibuang melalui bagian bawah corong.

13.Massa dan volume produk yang dihasilkan diukur.

(42)

28

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Hasil rancang-bangun reaktor berpengaduk statis terdiri atas 6 komponen utama, yaitu tangki methanol, tangki minyak, pompa pengalir methanol, pompa pengalir minyak, pipa pereaksi yang di dalamnya terdapat pengaduk statis, serta pemanas listrik. Reaktor hasil rancangan dapat bekerja secara kontinyu dengan panjang pipa pereaksi yang dapat diubah sesuai kebutuhan. Rasio molar metanol terhadap minyak dapat diatur dengan pengaturan debit pompa.

2. Pengujian terhadap reaktor berpengaduk statis hasil rancangan menunjukkan bahwa suhu campuran yang dapat dicapai di sepanjang pipa pereaksi adalah 48 oC. Pengujian terhadap ketercampuran metanol dan minyak di dalam pipa pereaksi dilakukan secara tidak langsung melalui pengamatan suhu di sepanjang pipa. Beda peningkatan suhu campuran antara menggunakan katalis dan tanpa katalis menunjukkan indikasi telah terjadinya pencampuran di dalam pipa pereaksi.

Saran

1. Penempatan heater sebaiknya dilakukan pada reaktor agar pindah panas dari heater menuju fluida lebih cepat karena induksi pengaduk statiske fluida lebih cepat. Untuk mengatasi kehilangan panas ke lingkungan perlu sistem isolasi yang baik agar suhu fluida di dalam reaktor tidak turun.

2. Pengujian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui nilai konversi metil ester dari SMR tipe kontinyu hasil rancangan

DAFTAR PUSTAKA

Admix. 1991. AdmixerTM theory of operation [catatan penelitian]. Tech Note:

101.

Admix. 1998. Sizing the admixerTM static mixer and sanitary static blender [catatan penelitian]. Tech Note : 102.

Aritonang AL. 2014. Analisis metode response surface pada produksi biodiesel secara Katalitik dengan static mixing reactor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Bejan A, Tsatsaronis G, Moran M. 1996. Thermal Design & Optimization. New York (US): J Wiley.

(43)

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2012. Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 7182 : 2012 tentang biodiesel. Jakarta (ID): BSN

Gerpen JV. 2005. Biodiesel processing and production. Fuel Processing Technology ( 86):1097–1107.

Joelianingsih. 2008. Biodiesel production from palm oil in a bubble column reactor by non catalytic process [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Joelianingsih, Maeda H, Hagiwara S, Nabetani H, Sagara Y, Soerawidjaya TH, Tambunan AH, Abdullah K. 2008. Biodiesel fuels from palm oil via the non-catalytic transesterification in a bubble column reactor at atmospheric pressure: a kinetic study. Renewable Energy (33):1629–1636.

Joelianingsih, Soerawidjaya TH, Tambunan AH. 2009. Non-catalytic biodiesel production in a bubble column reactor by semi-batch and continuous process. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia; 2009 Agustus 19-20; Bandung, Indonesia.Bandung (ID).

Kandhai D, Vidal D, Hoekstra A, Hoefsloot, Iedema P, Sloot P. 1999. Lattice-boltzmann and finite element simulation of fluid flow in a SMRX static mixer reactor. In J Numer Meth Fluids (31):1019-1033.

Kenics. 1998. Static mixer technology [internet]. Dayton (US): Chemeneer Inc [diunduh 2014 Feb 10]. Tersedia pada :http://www.kenics.com.

Knothe G, Gerpen JV, Krahl J. 2005. The Biodiesel Handbook. Champaign (US): AOCS Pr.

Meher L, Sagar D, Naik S. 2006. Technical aspects of biodiesel production by transesterification a review. Renewable and Sustainable Energy Reviews

(10):248-268.

Nitawati N. 2013. Kajian pola pencampuran reaktan di dalam static mixing reactor untuk produksi biodiesel [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Noritake. 2010. Static mixer general catalog: simple & high performance

[Internet]. [diunduh 2014 Feb 10]. Japan (JP). Tersedia pada: http://www.noritake.co.jp/eng/products/eeg/mixing/catalog/sm/pageview.h tml#page_num=11.

Noureddini H, Zhu D. 1997. Kinetic of transesterifcation of soybean oil. JAOCS

(74): 11.

Pahl G, Beitz W, Feldhusen J, Grote K. 2007. Engineering Design. London (GB): Springer Publishing.

Panggabean S. 2011. Analisis kinetika reaksi transesterifikasi pada produksi biodiesel secara katalitik dengan static mixing reactor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soolany C. 2014. Kajian penggunaan static mixing reactor pada produksi biodiesel secara katalitik dengan sistem kontinyu [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Streeter VL, Wylie EB. (1986). Mekanika Fluida. Arko Priyono, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Fluid Mechanics. 8thed.

(44)

30

Lampiran 1 Syarat mutu biodiesel

No Parameter Persyaratan Satuan, min/maks

1 Massa jenis pada 40 oC 850 – 890 Kg/m3 2 Viskositas kinematik pada 40 oC 2.3 – 6.0 mm2/s (cSt)

3 Angka setana 51 Min

4 Titik nyala 100 oC, min

5 Titik kabut 18 oC, maks

6 Korosi tembaga (3 jam pada 50 oC) nomor 1 7

Residu karbon -dalam contoh asli

- dalam 10 % ampas distilasi

0.05

0.3 % massa, maks

8 Air dan sendimen 0.05 % vol, maks

9 Temperatur distilasi 90 % 360 oC, maks

10 Abu tersulfatkan 0.02 % massa, maks

11 Belerang 100 mg/kg, maks

12 Fosfor 10 mg/kg, maks

13 Angka asam 0.6 mg KOH/g, maks

14 Gliserol bebas 0.02 % massa, maks

15 Gliserin total 0.24 % massa, maks

16 Kadar ester metil 96.5 % massa, min

17 Angka iodium 115 % massa (g – l2/100 g),

maks 18

Kestabilan oksidasi

Periode induksi metode rancimat atau periode induksi metode petroksi

360

27 Menit

(45)

Lampiran 2 Diagram Moody

(46)

32

Lampiran 3 Analisis teknik

1. Kapasitas tangki penampung minyak

Diameter = 30 cm

Luas penampang =

=

= 706 cm2

Tinggi tangki = 72 cm

Volume tangki = luas penampang x tinggi tangki

= 706 cm2 x 72 cm

= 50868 cm3 = 50.868 liter

2. Kapasitas tangki penampung metanol

Diameter = 23 cm

Luas penampang =

=

= 415 cm2

Tinggi tangki = 32 cm

Volume tangki = luas penampang x tinggi tangki

= 415 cm2 x 32 cm

= 13288 cm3 = 13.288 liter

3. Kapasitas tangki penampung katalis KOH

Diameter = 10 cm

Luas penampang =

(47)

= 78 cm2

Tinggi tangki = 32 cm

Volume tangki = luas penampang x tinggi tangki

= 78 cm2 x 32 cm

= 2512 cm3 = 2.512 liter

4. Perhitungan rasio

Mol Berat Molekul (gram/mol) Massa (gram) Rho (kg/m3) Volume (liter)

Minyak Metanol Minyak Metanol Minyak Metanol Minyak Metanol Minyak Metanol

1 6 849.61 32 849.61 192 882.2 785 0.963058 0.244586

5. Konsumsi minyak dan metanol dalam 6 liter

Mol Volume (liter) Massa (gram)

Minyak Metanol Minyak Metanol Minyak Metanol

1 6 4.78E+00 1.28E+00 4.22E+03 1.00E+03

6. Konsumsi Katalis

Mol Massa (gram)

Minyak Metanol 0.50%

(48)

34

Lampiran 4 Perhitungan densitas

Volume (ml) 10

gram rata2

Berat Cawan kosong 16.4898

16.49 16.4897

Berat Cawan+minyak jelantah 25.3113

25.31 25.3116

Berat Cawan+Minyak Biodiesel 25.0028

25.00 25.0025

Berat Cawan+air 26.1426

26.14 26.141

26.1394 gram

Massa Minyak Jelantah 8.8217

Massa Minyak Biodiesel 8.5129

Massa air 9.6513

gram/ml

Densitas minyak jelantah 0.8822

Densitas Minyak Biodiesel 0.8513

(49)
(50)

36

Lampiran 6 Komposisi asam minyak jelantah

Sumber : Hasil uji Lab minyak jelantah

Komposisi Minyak

Jelantah C H O

Jumlah

(mg/100gram) Jumlah (%)

Berat molekul

Total molekul

(gram) Asam jenuh

Asam Kaplirat 8 16 2 41 0.094614 144 0.1362441

Asam Kaprat 10 20 2 27 0.062307 172 0.1071676

Asam Laurat 12 24 2 220 0.507684 200 1.015369

Asam Meristat 14 28 2 474 1.093829 228 2.4939309

Asam Palmitat 16 32 2 14782 34.111783 256 87.326164

Asam Stearat 18 36 2 1974 4.555315 284 12.937093

Asam Araqidat 20 40 2 172 0.396917 312 1.2383809

Asam Dudekanoat 22 44 2 27 0.062307 340 0.2118429

17717 40.884756 0

Asam tidak jenuh

Asam Miristoleat 14 26 2 14 0.032307 226 0.0730143

Asam Palmitoleat 16 30 2 499 1.151521 254 2.9248627

Asam Oleat 18 34 2 17651 40.732450 282 114.86551

Asam Linoleat 18 32 2 7139 16.474362 280 46.128213

Asam Alfalinoleat 18 30 2 225 0.519223 278 1.4434393

Asam 11-Eicosanoat 20 38 2 89 0.205381 310 0.6366825

25617 100.000000 0

Total Asam Lemak 43443 271.53791

3-gliserol 3 5 3 89 814.61374

(51)
(52)

38

(53)
(54)

40

Lampiran 10 Dokumentasi saat pabrikasi

Heater Static mixer

Pemasangan pompa Pemasangan tangki penampung

(55)

Lampiran 11 Dokumentasi saat pengujian

Proses pengujian Biodiesel yang dihasilkan

(56)

42

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Aliran fluida dalam reaktor berpengaduk statis (Admix 1991)
Gambar 3  Diagram alir prosedur penelitian (Bejan 1995)
Tabel 1  Koefisien kerugian pada jalur pipa
Tabel 2  Daftar spesifikasi kebutuhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan pengaruh dalam melakukan penelitian eksperimen ini peneliti tentu sangat berharap bahwa perlakuan yang dilakukan yakni penggunaan model pembelajaran inkuiri

Untuk dapat memberikan layanan prima memang perlu sarana yang mendukung salah satu diantaranya adalah dengan menerapkan teknologi informas di perpustakaan. Namun demikian

Konsep yang diusulkan adalah mitra (pengusaha travel) membuka kesempatan kepada konsumen untuk mendaftar menjadi membernya. Dengan menjadi member, seorang konsumen

Dalam tulisan ini dilaporkan hasil kegiatan yang bertujuan melakukan studi mengenai proses rancang bangun dan karakterisasi alat untuk mengukur tingkat kekeruhan

Mengingat material pipa yang diberikan adalah jenis pipa baru yaitu pipa High Density Poly Ethylene (HDPE) yang belum dikenal oleh masyarakat terutama dalam proses

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 121 Peraturan Wali Kota Tasikmalaya Nomor 40 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi, Kedudukan, Tugas Pokok,

Formulir (Borang) adalah dokumen tertulis yang berfungsi untuk mencatat/merekam kegiatan yang harus dilaksanakan untuk memenuhi isi standar dan Standar Operasional Prosedur

promosi melalui facebook merupakan variabel bebas yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian produk Oriflame pada mahasiswa Ekonomi