Indentifikasi Masalah
Minyak jelantah merupakan limbah yang berasal dari minyak goreng. Minyak goreng yang mengalami pemanasan berulang ulang pada suhu tinggi akan mengalami perubahan fisik dan kimia. Bila dibuang begitu saja kelingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu minyak jelantah akan mencemari lingkungan berupa, turunnya kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biological Oxygen Demand). Minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dapat mengurangi limbah dan meningkatkan nilai tambah minyak jelantah tersebut.
Kendala dalam produksi biodiesel terletak pada proses pencampuran antara minyak dengan metanol, karena minyak dan metanol bersifat immiscible (tidak mudah bercampur). Mekanisme pencampuran minyak dengan metanol pada reaktor konvensional umumnya menggunakan blade agitator. Pencampuran menggunakan blade agitator memiliki kekurangan yaitu pencampuran hanya terjadi di sekitar impeler dan menyebabkan frekuensi tumbukan kurang optimal bila dilakukan pada rpm rendah. Salah satu metode untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan menggunakan pengadukan statis. Menurut Panggabean (2011) penggunaan reaktor berpengaduk statis dapat mengefektifkan pengadukan reaktan dan mengurangi penggunaan katalis.
Reaktor yang selama ini digunakan menggunakan reaktor tipe batch. Kelemahan dari reaktor tipe batch yaitu waktu reaksi masih relatif lama dan tidak cocok digunakan dalam sekala industri. Salah satu solusi yaitu dengan menggunakan reaktor tipe kontinyu sehingga dapat mempercepat waktu reaksi dan produksi biodiesel akan terus menerus selama ada bahan pengumpan.
Spesifikasi Kebutuhan
Spesifikasi kebutuhan merupakan proses analisis desain yang meliputi target-target spesifik untuk SMR yang akan di rancang, seperti diberikan pada Tabel 2. Setiap spesifikasi dikelompokkan berdasarkan dua kriteria. (1) Kriteria utama (A) yaitu spesifikasi yang muncul berdasarkan hasil indentifikasi kebutuhan pengguna dan merupakan target yang harus dipenuhi. (2) Kriteria tambahan (B) yaitu spesifikasi yang merupakan tambahan dari hasil pemikiran dan keinginan perancang atas pertimbangan tertentu.
14
Tabel 2 Daftar spesifikasi kebutuhan
No Daftar spesifikasi A/B
1
Kontruksi
Dirancang untuk skala kecil menengah A
Ukuran Panjang = 2 m, Lebar = 0.5 m, Tinggi= 1 m B
SMR dirancang sistem kontinyu A
Terdapat kran sampel, pengukur tekanan, A
Mudah dalam pergantian pengaduk statis A
2
Target Operasi
Debit berdasarkan perbandingan mol minyak dan metanol 1:6 A
Suhu fluida mengalir 60 0C A
Pencampuran fluida dalam kondisi steady state A
Sekali proses menghasilkan biodiesel A
3
Material
Bahan reaktor terbuat dari acrylic B
Tangki dan pipa saluran terbuat dari bahan Stainless steel A
4 Energi
Menggunakan energi listrik satu fase A
5
Keselamatan dan ergonomika
Tidak membahayakan saat dioperasikan A
Tidak membahayakan saat pelepasan dan pemasangan A
6 Pengoperasian
Tidak memerlukan keahlian khusus dalam pengoperasian A
7 Perawatan
Mudah dalam melakukan perawatan B
Pengembangan Desain Rancangan Fungsional
1. Pompa berfungsi untuk mensirkulasikan bahan dari tangki pengumpul ke reaktor.
2. Pipa berfungsi sebagai tempat mengalirnya fluida.
3. Reaktor berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pencampuran bahan. 4. Pengaduk statisberfungsi sebagai alat pengaduk fluida yang statis.
5. Heater berfungsi sebagai penyedia panas yang dibutuhkan dalam proses produksi biodiesel secara katalitik.
6. Pipa pemanas berfungsi sebagai tempat pemanasan bahan sebelum masuk ke reaktor.
7. Tangki pengumpul berfungsi sebagai tempat mengumpulkan bahan sebelum dialirkan di dalam reaktor berpengaduk statis.
9. Termostat digital berfungsi sebagai pengontrol heater dalam penyediaan panas pada pipa pemanas.
10.Termokopel berfungsi sebagai sensor temperatur yang dipasang pada pipa pemanas.
11.Isolator berfungsi untuk mengurangi kehilangan panas yang terjadi disepanjang pipa.
12.Control panel berfungsi tempat tombol on-off pompa dan termostat
Rancangan Struktural 1. Tangki pengumpul
Berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan bahan sebelum bahan dialirkan melewati reaktor yang dilengkapi oleh pengaduk statis dan heater, tangki berbentuk silinder
2. Tangki pengumpan
Tangki pengumpan yang berfungsi sebagai pintu pemasukan bahan (minyak, metanol, KOH) dengan ukuran diameter 155 mm dan tinggi 300 mm. Tangki terbuat dari bahan SS 304.
3. Pompa
Berfungsi untuk mengalirkan bahan dari tangki pengumpul ke reaktor dengan kapasitas 53 l/mnt dan 40 l/mnt. Pompa yang digunakan bermerk FIRMAN tipe FWP 81 SS dan FWP 61 SS
4. Reaktor
Berfungsi sebagai sebagai tempat bereaksinya trigliserida dengan alkohol/metanol secara katalitik dengan katalis KOH. Reaktor yang digunakan berupa pipa dengan diameter dalam 25.4 mm dengan panjang pipa 200 mm, terbuat dari pipa SS304. Reaktor berjumlah 5 buah pada tiap ujung keluaran reaktor terdapat kran untuk mengambil sampel hasil pencampuran dan pipa untuk dihubungkan ke alat ukur tekanan guna mengukur head loss
dalam reaktor.
5. Pengaduk statis
Pengaduk statis yang digunakan terdiri dari 12 elemen pengaduk berbentuk heliks. Bentuk heliks tersebut dihasilkan melalui proses puntir dengan sudut puntir 180o pada masing-masing ujung plat yang digunakan sebagai bahan pembuat pengaduk statis dan dipuntir dengan arah yang berlawanan.
6. Heater
Heater berfungsi untuk menyediakan panas yang dibutuhkan dalam proses transesterifikasi. Pemanas yang digunakan berupa selimut (band heater) yang menyelubungi dan dipasang pada pipa pemasukan sebelum menuju reaktor, mempunyai panjang 300mm dan daya 900 watt yang dipasang melilit pada pipa pemanas.
7. Termostat digital
Termostat digital berfungsi sebagai pengatur dan pengontrol heater dalam penyediaan panas untuk reaktor.
8. Termokopel
Termokopel berfungsi sebagai sensor temperatur pada reaktor. Termokopel yang digunakan adalah tipe C/C dan tipe K
16
9. Hybrid recorder
Hybid recorder berfungsi untuk membaca data suhu termokopel
10.Flow meter
Flow meter yang digunakan berjumlah 2 unit berfungsi untuk mengatur debit aliran berdasarkan rasio molar antara minyak dan metanol.
11.Isolator
Isolator digunakan dengan menyelimuti reaktor yang berfungsi mengurangi kehilangan panas ke lingkungan. Bahan yang digunakan adalah glass wool
dan sumbu kompor.
12.Control panel
Control panel berfungsi untuk menempatkan tombol on-off pompa dan termostat.
Alternatif Desain
Altenatif desain merupakan beragam desain yang mengakomodasi fungsi-fungsi yang telah disebutkan pada bagian perancangan SMR yang direncanakan. Seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Alternatif design
Kriteria Alternatif 1 (X) Alternatif 2 (Y) Alternatif 3 (Z) Skema alternatif
desain SMR
Pompa 1 pompa 1 pompa 2 pompa
Daya heater 900 watt 900 watt 900 watt
Modul 8 modul; 1 modul 6 elemen 4 modul; 1 modul 12 elemen 5 modul; 1 modul 12 elemen Tangki pengumpan 1 tangki pengumpan 1 tangki pengumpan 3 tangki pengumpan (minyak, MeOH, KOH) Tangki penampung 1 tangki penampung 1 tangki penampung -
Pengaturan debit - Flow meter Flow meter
Pengambilan
Sampel 6 kran sampel 6 kran sampel 6 kran sampel Pengukuran
Tekanan 6 manometer 6 manometer 6 manometer
Material modul reaktor bahan ss314 reaktor bahan acrylic reaktor bahan acrylic Material hopper
Setelah ditentukan alternatif desain selanjutnya dianalisis dengan membandingkan masing-masing alternatif dengan memberikan nilai, jika baik diberi nilai 1, cukup diberi nilai 0 dan kurang diberi nilai -1 sehingga dihasilkan satu desain yang dirasa baik yaitu alternatif desain 3 dengan total nilai 5. Seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Selanjutnya dilakukan detail desain.
Tabel 4 Penilaian alternatif desain
keterangan: tiap alternatif desain dibandingkan melalui parameter penilain. Jika baik diberi nilai 1, cukup diberi nilai 0, kurang diberi nilai -1
Desain Detail Rancangan Bentuk
Rancangan bentuk (embodiment design) untuk masing - masing sub-fungsi SMR adalah sebagai berikut:
1. Dudukan SMR
Dudukan atau rangka penyangga SMR ini berukuran 2 m x 0.5 meter dengan bahan besi hollow 30 x 30 x .2.6. Bentuk rangka diberikan pada Gambar 4
Kr iter ia Ha rus a d a Parameter Alternatif X Y Z ketercapaian suhu 600 C 1 1 1 ketercapaian pencampuran 0 0 1 headloss rendah -1 0 1 pengambilan sampel -1 1 1 pengukuran tekanan -1 1 1 Ya ng di i nginkan kemudahan pabrikasi 1 -1 0 Biaya 1 0 0 Inlet -1 -1 1 Outlet 1 1 -1 Daya 1 0 0 Pengaturan debit 0 1 1
kuat dan tahan lama 1 -1 -1
Total nilai 2 2 5
18
2. Pengaduk statis
Pengaduk statis didesain berdasarkan literatur Noritake (2010) dengan ukuran yang disesuaikan dengan diameter dalam pipa acrylic yaitu 3.6 cm. Sehingga satu elemen pengaduk statis berukuran 3.6 cm x 5.4 cm. Untuk panjang satu modul pengaduk statis dengan 12 elemen sebesar 64.8 cm. Bentuk pengaduk statis ditunjukkan pada Gambar 5. Pipa yang digunakan berbahan acrylic agar dapat melihat proses pencampuran fluida.
Gambar 5 Pengaduk statis 3. Y tube dan pipa pemanas
Berdasarkan hasil analisis desain, maka ditentukan bentuk dan ukuran Y tube dan pipa pemanas 55.8 cm yang ditentukan berdasarkan keinginan perancang. Gambar 6 menunjukkan bentuk Y tube dan pipa pemanas yang dililitkan
heater dengan panjang 30 cm.
Gambar 6 Y tube dan pipa pemanas 4. Tangki penampung
Tangki penampung disesuaikan dengan kapasitas yang dinginkan berdasarkan perhitungan 1 maka ditentukan ukuran tangki penampung masing masing bahan yaitu minyak Ø30 cm x 72 cm, volume 50 liter; metanol Ø23 cm x 32 cm, volume 13 liter; KOH Ø10 cm x 32 cm, volume 2.5 liter. Gambar 7 menunjukkan bentuk tangki penampung masing-masing bahan
Gambar 8 Hasil akhir rancangan SMR (kiri)desain, (kanan) prototipe Gambar 8 menunjukkan bentuk akhir SMR hasil rancangan yang menggabungkan seluruh sub-fungsi struktur. Sebelah kiri desain dan sebelah kanan prototipe.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja SMR dimulai dengan memasukkan bahan ke dalam tangki pengumpan, kemudian heater dihidupkan untuk memanaskan pipa pemanas. Setelah suhu yang diinginkan tercapai maka pompa dihidupkan. Kran tangki pengumpan dibuka penuh lalu bahan akan mengalir melewati pipa pemanas menuju reaktor. Di dalam reaktor bahan mengalami proses pengadukan. Mekanisme pengadukan menggunakan pengaduk statisyaitu bahan yang mengalir akan terbagi dua saluran yang diciptakan oleh bentuk elemen mixer (heliks), kemudian mengalami pembagian lagi pada elemen berikutnya sehingga mengakibatkan peningkatan eksponensial dalam stratifikasi (jumlah bagian yang dihasilkan) sebesar 2edimana ‘e’ adalah jumlah elemen dari mixer) (Admix 1991). Hasil akhir dari proses pengadukan berupa FAME (fatty acid metil ester) dan gliserol.
20
Prototyping
Prototyping dimulai dari pembelian bahan, pada tahap ini beberapa ukuran dalam desain tidak sesuai dengan bahan yang standar di pasaran sehingga prototipe SMR harus disesuaikan dengan bahan yang standar di pasaran. Selain itu membuat pengaduk statis di bengkel tidak mudah seperti mendesain pada CAD (Computer Aided Design). Rencana awal pembuatan pengaduk statis dilakukan menggunakan alat cetak pengaduk statis tetapi bentuk geometri pengaduk statis yang sulit untuk dicetak sehingga proses pembuatan pengaduk statis dilakukan secara manual dengan memuntir plat yang sudah di ukur sesuai desain awal, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9. Hasil dari proses pemuntiran secara manual dihasilkan pengaduk statis yang tidak seragam satu dengan yang lainnya. Disamping itu sudut puntir yang diinginkan tidak tercapai, seperti ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 9 Mesin puntir Gambar 10 Elemen pengaduk statis
Gambar 11 Hasil penyambungan setiap elemen pengaduk statis
Penyambungan elemen pengaduk statis menggunakan las kusus stainless
karena pengaduk statis berbahan stainless steel. Penyambungan elemen pengaduk statis cukup sulit untuk menghasilkan kualitas penyambungan yang baik. Penyambungan yang kurang baik menyebabkan panjang pengaduk statis bisa lebih dari yang direncanakan dan panjang pengaduk statis pun tidak seragam, seperti ditunjukkan pada Gambar 11.
Heater yang akan digunakan adalah heater tubular, namun pabrikasi pemasangan heater tubular sulit dan tidak sesuai untuk pipa sehingga heater tubular diganti menggunakan band heater. Band heater yang digunakan sebanyak
3 unit karena panjang heater yang dibutuhkan 30 cm sedangkan panjang band heater di pasaran 10 cm, seperti ditunjukkan pada Gambar 12.
Penyambungan acrylic dengan stainless cukup sulit karena standar diameter dalam pipa keduanya berbeda, sehingga digunakan bahan teflon dalam menyambungkan kedua pipa menjepit acrylic dan pipa stainless. Penggunaan teflon ini juga memudahkan dalam mengganti pengaduk statis dengan sudut puntir yang berbeda, seperti ditunjukkan pada Gambar 13.
Gambar 12 Heater Gambar 13 Teflon Uji Komisioning
Uji komisioning merupakan kegiatan di dalam proses perancangan sebelum dilakukan uji kinerja. Uji komisioning meliputi beberapa subsistem diantaranya uji komisioning pompa, reaktor, dan heater. Pada saat melakukan uji komisioning pompa dilakukan dengan pengaturan debit dari beberapa variasi debit (2.5, 3, 4, 5, 9.5, 15 dan maksimal). Penguji menggunakan air dengan debit maksimal pada masing-masing pompa memberikan tekanan yang tinggi, sehingga dibutuhkan pengunci di belokan pipa agar pipa belokan tidak terlepas. Karena penyambungan pipa stainless dengan pipa acrylic hanya menggunakan teflon. Teflon tersebut berfungsi untuk menjepit pipa acrylic.
Pada komisioning reaktor dilakukan dengan mengalirkan fluida ke dalam reaktor. Fluida yang digunakan yaitu metanol. Debit aliran yang digunakan pada pompa 1 sebesar 5 l/mnt dan pompa 2 sebesar 2 l/mnt, dimana pada masing-masing tangki pengumpan berisi metanol. Setelah melakukan beberapa kali pengulangan reaktor terlihat goresan-goresan kecil yang cukup banyak. Pada pengujian ke 3 pipa acrylic mulai terlihat retak disepanjang pipa, dan akhirnya terjadi kebocoran pada pipa acrylic yang disebabkan retakan. Retakan pertama terlihat pada pipa acrylic ke tiga, seperti ditunjukkan pada Gambar 14, kemudian proses dihentikan. Selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap pipa acrylic, terlihat hampir semua pipa acrylic mengalami retak dari dalam. Akhirnya SMR harus diperbaiki dengan mengganti acrylic dengan pipa stainless steel yang diameter dalamnya sama dengan diameter pengaduk statis. Faktor yang menyebabkan pipa acrylic mengalami retak yaitu metanol. Metanol bereaksi dengan pipa acrylic sehingga pipa acrylic mengalami retak. Selain pipa acrylic,
flow meter yang digunakan juga mengalami goresan-goresan dari dalam ditunjukkan pada Gambar 15. Penggantian flow meter juga dilakukan agar flow meter tidak retak.
22
Gambar 14 Retakan pada pipa acrylic Gambar 15 Goresan pada flow meter
Pada uji komisioning heater, dilakukan dengan mengatur set point pada
heater dengan beberapa variasi yaitu 60, 90, 100, 110, 120, 130 oC. Pengujian
heater dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang steady state. Dari hasil pengujian panas tidak mampu untuk mengalirkan panas di sepanjang pipa. Sehingga diperlukan fluida untuk membantu mengalirkan panas di sepanjang pipa agar tercapai kondisi yang steady state. Fluida yang digunakan untuk membantu mengalirkan panas adalah minyak. Karena pada umumnya sebelum dilakukan proses produksi biodiesel minyak dilakukan pemanasan terlebih dahulu.
Setelah melakukan beberapa uji komisioning maka SMR perlu diperbaiki dan dimodifikasi agar saat melakukan uji kinerja dengan minyak dan metanol sudah memperoleh data yang akurat. Sebelum uji kinerja dengan minyak dan metanol dilakukan pengujian dengan air. Hasil menunjukkan suhu fluida yang diinginkan belum tercapai. Hal ini disebabkan suhu pemanas rendah sehingga kenaikan fluida tidak besar, selain itu waktu tinggal fluida di dalam heater cepat. Langkah yang dilakukan untuk memperbaiki alat dengan memberikan isolator pada dinding heater sehingga menghalangi terjadinya kehilangan panas.
Beberapa perubahan yang terjadi pada SMR diantaranya pergantian pipa acrylic. Pergantian pipa acrylic menyebabkan proses pencampuran di dalam reaktor tidak dapat terlihat secara langsung. Penambahan panjang yang disebabkan penggantian penyambungan pipa menggunakan teflon dengan water mur. Seluruh pipa diisolasi menggunakan isolator dari bahan sumbu kompor.
Uji Kinerja
Setelah proses perbaikan dan modifikasi, pengujian dilanjutkan kembali dengan reaktor berbahan stainless. Pengujian SMR bertujuan untuk mengetahui kinerja SMR yang telah dirancang. Pengujian alat dimulai dengan menggunakan air. Hasil pengujian menunjukkan pompa berjalan dengan baik, heater berjalan. Pengujian SMR menggunakan 3 perlakuan bahan yaitu metanol dengan metanol, minyak dengan minyak, dan minyak dengan metanol. Prototipe SMR dan komponen untuk uji kinerja seperti ditunjukkan pada Gambar 16.
Gambar 16 Prototipe SMR dan komponen Metanol dengan Metanol
Pengujian ini dilakukan dengan memasukkan bahan metanol ke dalam tangki 1 dan 2 masing masing berkapasitas 8 l/mnt, kemudian heater diatur pada suhu 60 oC debit yang digunakan pada pompa 1 5 l/mnt dan 2 l/mnt. Pengukuran suhu fluida dilakukan di 5 titik yaitu setelah heater (T1), setelah pengaduk statis kedua (T2), setelah pengaduk statis keempat (T3), reaktor terakhir (T4), dan lingkungan (T5). Hasil pengujian menunjukkan suhu metanol T1 sebesar 38 oC, T2 sebesar 31 oC, T3 sebesar 31 oC, T4 sebesar 32 oC, dan suhu lingkungan T5 sebesar 30 oC , seperti ditunjukkan pada Gambar 17. Suhu awal merupakan kondisi awal sebelum proses pengujian sedangkan suhu akhir merupakan kondisi akhir proses pengujian. Hasil dari pengujian metanol dengan metanol menunjukkan suhu setelah heater belum mencapai suhu 60 oC, sehingga set point heater harus dinaikkan.
Gambar 17 Sebaran suhu pada perlakuan bahan metanol dengan metanol
0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 5 S u h u ( o C) Termokopel Suhu awal Suhu akhir
24
Minyak dengan Minyak
Pada pengujian ini dilakukan dengan memodifikasi perlakuan untuk mencapai suhu fluida yang di inginkan sekitar 60 oC. Modifikasi perlakuan dilakukan dengan menaikkan suhu set point mulai dari 90 hingga 130 dan variasi debit aliran. Pengujian dilakukan dengan volume tangki 1 dan 2 penuh, sehingga proses terus berjalan tanpa harus mengisi ulang tangki 1 dan 2. Debit aliran yang digunakan pada pompa bervariasi mulai dari 2, 2.5, 3, 4, 5, 9.5, dan 14 l/mnt. Pengukuran suhu fluida dilakukan di 5 titik yaitu suhu heater (T1), setelah heater
(T2), setelah pengaduk statis kedua (T3), setelah pengaduk statis keempat (T4), reaktor terakhir (T5). Pengujian dilakukan untuk mengetahui pencampaian suhu fluida setelah heater yaitu 60 oC. Hasil menunjukkan pada set poin 130 oC suhu fluida setelah heater (T2) mampu mencapai 62 oC. Dari Gambar 18 menunjukkan kecenderungan suhu mengalami penurunan yaitu T3= 42 oC, T4= 44 oC tetapi setelah melewati pengaduk statis keempat suhu mengalami peningkatan yaitu T5= 52 oC. Hal ini disebabkan karena fluida yang mengalir mengalami gesekan di dalam reaktor.
Gambar 18 Sebaran suhu dari berbagai set pointheater
Minyak dengan Metanol
Perlakuan minyak dan metanol ini, merupakan perlakuan utama dalam pengujian SMR yang telah dirancang. Pengujian ini melihat sejauh mana efektifitas pencampuran dengan suhu yang masih di bawah 60 oC. Tangki 1 digunakan untuk bahan minyak dan tangki 2 digunakan untuk bahan metanol. Pengujian dilakukan dengan volume tangki 1 sebesar 28 liter dan volume tangki 2 sebesar 7.5 liter. Debit aliran yang digunakan pada pompa 1 sebesar 9.5 l/mnt dan pompa 2 sebesar 2.5 l/mnt. Pengaturan debit ini didasarkan pada perbandingan mol minyak dan metanol untuk dapat mengalami proses transesterifikasi. Suhu fluida setelah heater sebesar 56 oC dan suhu akhir fluida sebesar 49 oC.
Pengujian minyak dan metanol dilakukan dengan katalis dan tanpa katalis pengujian tanpa katalis suhu setelah melewati heater sebesar 56 oC dan suhu akhir sebesar 49 oC ditunjukkan pada Gambar 19. Sedangkan pengujian minyak dan
0 50 100 150 200 1 2 3 4 5 Suhu o C Termokopel
Set point 90 oC Set point 100 oC Set point 110 oC Set point 120 oC Set point 130 oC
metanol dengan katalis KOH 0.5 %, suhu campuran setelah melewati heater
sebesar 58 oC dan suhu akhir campuran 48 oC. Ditunjukkan pada Gambar 20. Dari keseluruhan grafik suhu dapat dilihat bahwa kecenderungan grafik suhu turun dan akan meningkat kembali. Hal ini disebabkan gesekan fluida dengan pengaduk statis dan dinding pipa. Suhu yang tercapai di bawah 60 oC, nilai konversi kadar metil esternya belum tentu dibawah SNI, untuk membuktikan hal tersebut perlu dilakukan pengujian lab lanjut tentang nilai konversi metil ester yang dihasilkan.
Gambar 19 Sebaran suhu minyak dan metanol tanpa katalis
Gambar 20 Sebaran suhu minyak dan metanol menggunakan katalis Proses pencampuran minyak terhadap metanol sulit diketahui secara langsung tanpa perhitungan, tetapi secara tidak langsung proses pencampuran minyak terhadap metanol dapat diketahui melalui pengamatan suhu di sepanjang reaktor berpengaduk statis. Perbedaan peningkatan suhu campuran antara
0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 S u h u ( oC) Termokopel Suhu awal Suhu akhir
0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 S u h u ( oC) Termokopel Suhu awal Suhu akhir
26
menggunakan katalis dan tanpa katalis menunjukkan indikasi telah terjadinya pencampuran di dalam reaktor berpengaduk statis. Hal ini dapat diindikasikan biodiesel telah dihasilkan dari reaktor berpengaduk statis hasil rancangan. Waktu reaksi berlangsung selama 3.04 menit dengan kecepatan aliran pada pompa 1 (minyak) sebesar 9.5 l/mnt dan pompa 2 (metanol dan KOH) sebesar 2.5 l/mnt. Hasil biodiesel dari reaktor berpengaduk statis ditunjukkkan oleh Gambar 21. Biodiesel yang dihasilkan kemudian dilakukan proses pencucian menggunakan aquades. Pada saat proses pencucian, biodiesel berubah warna menjadi putih, seperti ditunjukkan pada Gambar 22. Setelah proses pencucian, biodiesel diendapkan beberapa hari agar terjadi pemisahan antara biodiesel dengan aquades seperti ditunjukkan pada Gambar 23. Biodiesel dengan warna yang lebih bening setelah pencucian ditunjukkan pada Gambar 24.
Gambar 21 Hasil biodiesel Gambar 22 Pencucian biodiesel
Gambar 23 Hasil Pengendapan biodiesel dari pengujian SMR tanpa katalis
Gambar 24 Hasil Pengendapan biodiesel pengujian SMR dengan katalis
Tahapan Proses Produksi Biodiesel Menggunakan SMR Tipe Kontinyu Berikut adalah langkah-langkah yang digunakan dalam proses produksi biodiesel menggunakan SMR tipe kontinyu:
1. Semua bahan yang diperlukan (minyak, metanol dan KOH) dipersiapkan sesuai dengan rasio mol dan persentasenya.
2. Mempersiapkan metanol dan KOH, harus menggunakan peralatan keamanan berupa masker dan sarung tangan khusus bahan kimia karena metanol merupakan cairan yang dapat menguap pada temperatur ruang dan berbahaya bagi pernafasan bila terhirup. KOH merupakan jenis basa kuat yang akan menimbulkan efek panas (kulit akan mengalami iritasi seperti luka bakar) apabila terkena kulit. Proses penimbangan KOH juga harus dilakukan dengan cepat karena sifat KOH yang basa kuat tersebut sangat mudah menyerap air yang berada di udara.
3. KOH dengan persentase yang telah ditentukan dilarutkan ke dalam metanol. Tujuannya adalah untuk membentuk suatu larutan yang lebih homogen. Pencampuran KOH dengan metanol akan menimbulkan panas (reaksi isotherm) oleh karena itu larutan tersebut harus dicampur di dalam wadah labu ukur yang tertutup. Selain itu gas hasil reaksi yang ditimbulkan berbahaya bagi pernafasan, juga sangat berbahaya bagi penglihatan
4. Bahan (minyak) dimasukkan ke dalam tangki 1 untuk minyak dan metanol dicampur dengan katalis KOH ke dalam tangki 2 untuk metoksin
5. Setelah semua bahan masuk. Suhu heater di-setting pada kondisi suhu yang digunakan kemudian pompa 1 untuk minyak dialirkan untuk mencapai steady state.
6. Pada saat steady state pompa 2 untuk metanol dialirkan. Setelah 25 detik, pengambilan sampel dilakukan.
7. Massa dan volume sampel yang diambil dilakukan pengukuran.
8. Sampel dimasukkan ke dalam corong pemisah dan didiamkan, sehingga gliserol yang masih bercampur dengan biodiesel kotor dapat turun dan